Post on 03-Jan-2016
description
PERAWATAN WSD
PENDAHULUAN
Pemasangan kateter thorak merupakan prosedur drainase udara dan cairan dalam kavum
pleura dengan pemasangan pipa melalui sela antar iga ke dalam kavum pleura.Pada orang
normal, kavum pleura terisi oleh lapisan cairan tipis (cairan serousa) 4 ml yang berfungsi sebagai
pelicin saat terjadi pergerakan paru, pada saat respirasi.Keberadaan cairan ini karena adanya
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi.Pada keadaan pathologis keseimbangan ini dapat
terganggu yang mengakibatkan tertumpuknya cairan dalam kavum pleura dalam jumlah yang
banyak dengan manifestasi yang beragam, tergantung factor etiologi yang merusak
keseimbangan tersebut.
Adanya udara atau akumulasi cairan dalam kavum pleura akan mengganggu mekanisme
ventilasi, menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler dan memberikan keluhan subyektif
berupa sesak nafas. Gejala tergantung jumlah dan kecepatan proses akumulasi udara atau cairan.
Pemasangan kateter thorak untuk drainase kavum pleura, pertama kali diperkenalkan oleh
Bullen pada tahun 1875.Satu tahun kemudian Croswell Hewett menggambarkan tehnik Drainase
Empiema menggunakan pipa karet yang dimasukkan ke dalam kavum pleura dengan bantuan
trokar.Tehnik ini baru digunakan secara luas pada tahun 1917. Setelah terbukti sukses dalam
pengobatan empiema post influenza. Penggunaan tehnik drainase ini sangat mengurangi kasus
kematian korban trauma thorak selama perang dunia kedua.
Saat ini pemasangan kateter thorak telah dilakukan secara luas pada penderita dengan
trauma thorak, pneumothorak, empiema, efusi pleura yang masiv dan chylothorak.
Seperti tindakan invasif lainnya, pemasangan kateter juga dapat menimbulkan komplikasi
yang tidak diharapkan. Dengan indikasi yang tepat, menggunakan tehnik yang benar serta
memberikan perawatan pasca pemasangan secara baik, kita dapat menghindarkan penderita dari
komplikasi yang tidak diharapkan.
A. PENGERTIAN
WSD adalah sebuah kateter yang diinsersi melalui thoraks untuk mengeluarkan udara dan
cairan.( Potter& Perry, 2006 )
WSD adalah tindakan pemasangan kateter kedalam rongga thoraks dengan tujuan untuk
mengambil cairan dengan viskositas yang tinggi ataupun darah, nanah maupun udara pada
pneumothorak dan menghubungkannya dengan water seal drainage. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
1998)
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.(http://www.scribd.com/doc/17350662/Water-Seal-Drainage)
Jadi kesimpulannya WSD adalah tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah,pus) dari rongga thorak , rongga pleura, dan mediastinum dengan cara
memasukkan selang atau tube ( pipa penghubung ) melalui atau menembus muskulus
interkostalis ke dalam rongga thoraks dan menghubungkannya dengan water seal drainage.
B. ORGAN-ORGAN YANG TERLIBAT DALAM TINDAKAN
Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam tindakan WSD, maka kita harus
membahas tentang organ sistem pernafasan, termasuk didalamnya anatomi dan fisiologi sistem
pernafasan. Paru merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan ada atau
tidaknya indikasi maupun kontra indikasi dari pemasangan WSD pada pasien.
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta dilindungi
oleh sangkar iga.Bagian dasar setiap paru terletak di atas diafragma; bagian apeks paru (ujung
superior) terletak setinggi klavikula.Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi
yang disebut hilus, tempat bronkhus primer dan masuknya arteri serta vena pulmonari ke dalam
paru.Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk pohon
bronkhial, jutaan alveoli dan jaring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat.Sebagai organ, fungsi
paru-paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran
darah.Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil.Pembagian pertama disebut
lobus.Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus
(Gbr. 1-6).Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura.Setiap lobus dipasok oleh cabang
utama percabangan bronkhial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai
segmen.Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus, yang masing-masing mempunyai bronkhiole,
arteriole, venula, dan pembuluh limfatik.Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan
disebut sebagai pleurae.Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan
mediastinum.Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru dan dengan kuat
melekat pada permukaan luarnya.Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh
sel-sel serosa di dalam pleura.Cairan pleural melicinkan permukaan kedua membran pleura
untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas.
Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan terjadi suatu
kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat nyeri karena membran pleural saling bergesekan
satu sama lain ketika bernapas.Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif
selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0). Paru mengembang sampai menempel
pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps.
Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut
mediastinum. Jaringan fibrosa membentuk dinding sekeliling mediastinum, yang secara
sempurna memisahkannya dari rongga pleura kanan, dimana terletak paru kanan, dan dari rongga
pleura kiri, yang merupakan tempat dari paru kiri. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang
tidak terletak didalam mediastinum adalah paru-paru.Toraks mempunyai peranan penting dalam
pernapasan. Karena bentuk clips dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya ke tulang belakang,
toraks menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih kecil ketika dikempiskan.
Bahkan perubahan yang lebih besar lagi terjadiketika diafragma berkontraksi dan relaksasi. Saat
diafragma berkontraksi, diafragma akan mendatar keluar dan dengan demikian menarik dasar
rongga toraks ke arah bawah sehingga memperbesar volume toraks. Ketika diafragma rileks,
diafragma kembali ke bentuk awalnya yang seperti kubah sehingga memperkecil volume rongga
toraks. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi
dan ekspirasi.
Mekanisme ventilasi paru adalah udara mengalir masuk dan keluar dari paru-paru dengan
dasar hukum yang sama seperti halnya cairan, baik dalam bentuk cair maupun gas, yaitu
mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya karena adanya perbedaan tekanan. Adanya
perbedaan tekanan ini (tekanan gradien) menyebabkan cairan mengalir atau berpindah.Cairan
selalu mengalir dari tempat dengan tekanan yang tinggi ke tempat dengan tekanan yang lebih
rendah. Dalam kondisi standar, udara atmosfir mengeluarkan tekanan 760 mm Hg. Udara dalam
alveoli pada akhir satu ekspirasi dan sebelum dimulai inspirasi berikutnya juga mengeluarkan
tekanan 760 mm Hg. Itulah sebabnya pada titik ini, udara tidak memasuki dan tidak
meninggalkan paru-paru. Mekanisme yang menyebabkan ventilasi pulmonal adalah mekanisme
yang menimbulkan tekanan gradien antara udara atmosfir dan udara alveolar. Mekanisme
ventilasi disajikan secara singkat pada Gambarberikut :
Pada keadaan pathologis dimana tekanan intra pulmonal yang lebih tinggi dari pada tekanan intra
thoracal, udara dari intra pulmonal dapat mengalir ke dalam pleura.Keadaan ini disebut
pneumothorak yang merupakan salah satu indikasi pemasangan WSD.
Organ tubuh lain yang terlibat langsung dalam tindakan ini adalah organ-organ yang terlibat
pada lokasi pemasangan tube WSD. Lokasi pemasangan WSD menunjukkan jenis drainase yang
diharapkan. Organ-organ yang terlibat pada lokasi pemasangan adalah :
1. Apikal : Linea Medio Clavicularis ( MCL ) pada ruang antar iga II – III ( Monaldi ),
dimana selang dimasukkan secara anterolateral, fungsinya : untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura, diperlukan pada kasus pneumothoraks. Karena udara naik,
selang dada (tube) ini diletakkan tinggi, sehingga evakuasi udara dari ruang dan
memungkinkan intrapleural paru-paru untuk reexpand.
2. Basal : Linea axilaris depan, pada ruang antar iga IX – X ( buelau ). Dapat lebih
proximal, bila perlu. Terutama pada anak-anak karena letak diafragma tinggi. Ada
juga sumber lain yang menyebutkan ruang kelima atau keenam ruang interkostal,
posterior atau lateral.Fungsi untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari
ronggapleura.Cairan di dalam ruang intrapleural dipengaruhi oleh gravitasi dan
lokalisasi di bagian bawah rongga paru-paru ketika klien duduk tegak.
3. Mediastinal : dipasang pada daerah mediastinum, mediastinum dan terhubung ke
sistem drainasegunanya mengeluarkan darah atau cairan untuk pencegahan akumulasi
di seluruh jantung. Mediastinal tube biasanya digunakan setelah operasi jantung
terbuka.
Gambar lokasi :
C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI PEMASANGAN
I. Indikasi Pemasangan
1. Pneumothoraks
Adalah pengumpulan udara atau gas lain dalam ruang pleura. Gas menyebabkan
paru menjadi kolaps karena gas tersebut menghilangkan tekanan negatif
intrapleura dan suatu tekanan ( counterpressure ) yang diberikan untuk melawan
paru, yang kemudian tidak mampu mengembang. Terdapat berbagai
mekanismeuntuk pneumothoraks. Mekanisme tersebut terjadi secara spontan atau
diakibatkan oleh trauma dada. Misalnya, disebabkan oleh tikaman atau trauma
akibat kecelakaan mobil, akibat ruptur bula emfisematosa pada permukaan paru
( sebuah bula besar akibat kerusakan yang disebabkan oleh emfisema ), atau
akibat prosedur invasif, seperti insersi slang intravena subklavia. Seorang klien
yang mengalami pneumothoraks biasanya merasakan nyeri karena udara
mengiritasi pleura parietalnya. Nyeri dapat berupa nyeri yang tajam dan bersifat
pleuritik. Dispneu merupakan hal yang umum dan memburuk karena ukuran
pneumothoraks yang meningkat. Untuk mencegah terjadinya sesak nafas berat
yang disebabkan oleh karena meningginya tekanan intratorak, maka diperlukan
pemasangan WSD. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa terdapatnya
pneumotorak yang besar merupakan indikasi perlunya pemasangan WSD. Hal ini
atas pertimbangan bahwa paru akan tetap menguncup dalam waktu yang cukup
lama. Beberapa kasus pneumothoraks yang termasuk indikasi pemasangan WSD
adalah :
a. Pneumothoraks tension
Pemasangan kateter pada keadaan ini harus dilakukan secepat
mungkin.Pada keadaan darurat dekompresi dapat dilakukan dengan
insersi jarum besar ke dalam kavum pleura melalui intercosta II anterior.
Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorak menjadi
pneumothorak.
b. Pneumothoraks totalis
Pemasangan kateter thorak pada keadaan ini tetap dilakukan meskipun
tanpa tanda-tanda sesak.
c. Pneumothoraks parsial
Pneumothoraks parsial dengan kolaps paru lebih dari 20% perlu
pemasangan kateter thorak.Sedangkan pada pneumothorak parsial
dengan kolaps paru kurang dari 20% tanpa gejala ataupun penyakit
dasar, perawatan dapat dilakukan secara konservatif.Prosentase kolaps
merupakan perbandingan antara luas bagian paru yang kolaps dengan
luas seluruh hemithoraks. Pengembangan paru diperkirakan 1,25%,
sehari bertambah luasnya kolaps atau keterlambatan pengembangan
merupakan indikasi untuk melakukan tindakan yang lebih invasif.
d. Pneumothorak simptomatis
Pemasangan kateter juga tergantung pada ada tidaknya gejala penyakit
dan cadangan fisiologi paru penderita.Timbulnya keluhan sesak dan
hypoksemia menunjukkan indikasi pemasangan kateter thorak,
walaupun dengan derajat kolaps paru minimal.
e. Pneumothoraks bilateral
Untuk keadaan ini juga merupakan indikasi pemasangan kateter thorak.
Biasanya diikuti tindakan thorakotomi
2. Hemathoraks
Merupakan akumulasi darah dan cairan di dalam rongga pleura di antara pleura
parietal dan pleura viseral, biasanya merupakan akibat trauma. Hemathoraks
menghasilkan tekanan ( counterpressure ) dan mencegah paru berekspansi
penuh. Hematothoraks juga disebabkan oleh perdarahan dari jantung, paru,
pembuluh darah besar serta percabangannya, arteri / vena intercostalis,
diafragma, pembuluh darah dinding dada, rupturnya pembuluh darah pada
perlekatan pleura, neoplasma, kelebihan antikoagulan, pascabedah thorak juga
ruptur pembuluh darah kecil akibat proses inflamasi, seperti pneumonia atau
tuberkulosis. Selain terjadi nyeri dan dispneu, juga dapat terjadi tanda dan
gejala syok apabila mengalami kehilangan darah yang banyak. Hemathoraks di
atas 400cc (Moderat : 300 – 800 cc , Severe : lebih 800 cc) atau symptomatis
merupakan indikasi pemasangan kateter thorak. Evakuasi darah pada
hemathoraks masiv (lebih dari 2000 cc) harus diawali dengan penggantian
cairan atau darah. Hemathoraks yang termasuk dalam indikasi pemasangan
kateter thoraks adalah Hematothoraks bilateral, Hemato-pneumothoraks.
Pemasangan kateter thoraks untuk mencegah pembentukkan bekuan darah
dalam kavum pleura dan untuk memonitor kemungkinan berlanjutnya
perdarahan.
3. Kilotoraks
Suatu keadaan dimana terdapatnya cairan limfa di pleura. Warna cairan ini seperti
susu, hal ini disebabkan oleh karena terdapatnya kilomikron, yakni butir-
butirlemak dengan ukuran 1 mikron yang diserap dari dalam intestinum. Secara
kimiawi butir-butir lemak ini terdiri dari komplek trigliserida dengan lipoprotein,
fosfolipid dan kolesterol.Melalui duktus limfatikus cairan ini sampai ke duktus
toraksikus dan oleh karena sesuatu sebab maka cairan ini masuk ke
pleura.Penyebab yang paling sering adalah trauma, tetapi dapat juga nontrauma,
bahkan dapat pula penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Bila terjadi trauma, misalnya, maka kilotorak akan berkumpul di mediastinum dan
bila mediastinum ini robek, maka cairan ini akan masuk ke dalam pleura. Pada
penyebab yang nontrauma, terutama disebabkan oleh kelainan dari duktus
toraksikus dan keadaan ini merupakan 50-60% dari kasus dibandingkan dengan
yang trauma, yakni hanya 10-40% dari kasus.Sedangkan pada yang nontrauma,
terutama disebabkan oleh congenital, yakni fistula antara duktus toraksikus
dengan pleura.Tumor limfoma, fibrosis mediastinum, limfangiomiomatosis
pulmonal, keseluruhannya dapat menyebabkan terjadinya kilotorak. Tindakan
pemasangan WSD dengan pipa yang mutipel (multiple tube) hasilnya akan
tergantung kepada ada tidaknya perlengketan pleura dan tertutupnya duktus.
Kilotoraks Chylothoraks sulit diterapi, meskipun dengan pemasangan kateter
thorak dan disertai pleurodesis. Penyebab chylothoraks adalah trauma,
malignansi, abnormalitas kongenital.
4. Empiema
Empiema thoracis setelah dipungsi tidak berhasil atau pus sangat kental, sehingga
perlu dipasang WSD dengan chest tube yang besar, kadang harus dilakukan
reseksi iga. Cairan empiema perlu didrainase secepatnya dan sebanyak-
banyaknya, untuk mengurangi gejala toksis dan mempercepat resolusi proses
inflamasi. Pada fase akut, permukaan paru masih fleksibel dan akan mengembang
sempurna setelah cairan empiema di drainase sampai habis. Keterlambatan
drainase sering perlu diikuti dekortikosi, karena terbentuk peel pada permukaan
paru.
Kilotoraks Hampir setiap operasi thorakotomi perlu diikuti pemasangan kateter
thorak.
5. Effusi Pleura
Peningkatan tekanan intra pleura karena cairan akan memberikan pendorongan
pada mediastinum dengan akibat gangguan fungsi paru dan kardiovaskuler.
Pemasangan kateter thorak terutama dilakukan pada efusi pleura maligna dengan
tujuan untuk mengurangi keluhan dan mencegah reakumulasi cairan.Keadaan ini
sering harus diikuti dengan pleurodesis.Cairan hemoragik yang terdapat pada
effusi pleura akibat dari adenokarsinoma dapat berasal dari berbagai organ tubuh,
antara lain paru dan ovarium. Untuk membuktikan bahwa cairan pleura yang
terjadi adalah oleh karena keganasan maka harus dapat dibuktikan dengan
melakukan pemeriksaan sitologi.Indikasi pemasangan kateter thorak pada efusi
pleura non maligna masih controversial.Keuntungan dari tindakan ini tidak
seimbang dengan komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya pendarahan dan
infeksi sekunder.
6. Flail chest ,adalah akibat dari trauma pada thorax, disebabkan oleh gangguan
struktur semirigid secara normal pada tulang dada,disebabkan dari: (1). Fraktur
pada tiga atau lebih sendi iga pada satu atau lebih lokasi, (2). Fraktur iga dengan
terpisahnya kostokondral atau (3). Fraktur sentral. Dimanapun fraktur terjadi,
segmen tersebut kehilangan kontuinitasnya dengan dinding dada yang masih utuh
dan terjadi gerakan paradoksial. Selama inspirasi, tekanan intrapleural pada sisi
sehat lebih besar, sehingga merubah posisi mediastinum kearahnya. Sebaliknya
selama ekspirasi tekanan negative pada sisi sehat kurang dari yang sakit dan
mediastinum miring ke arah sisi yang sehat. Kejadian ini diketahui sebagai flutter
mediastinal, selanjutnya mengganggu ventilasi dan curah jantung.
7. Fluidothoraks yang hebat, karena adanya cairan yang banyak menyebabkan pasien
Sesak
II. Kontra Indikasi
1. Pasien yang tidak toleran, pasien tidak kooperatif
2. Kelainan faal hemostasis ( koagulopati ), biasanya dilihat dari hasil lab albumin,
karena hasil albumin yang rendah menyebabkan tekanan koloid osmotik /onkotik
turun, sehingga permiabelitas kapiler meningkat, cairan intra vaskuler
merembeskeluar akibatnya produksi cairan akan terus keluar, susah untuk distop.
Juga terjadi gangguan pembekuan darah dimana pada pemasanganWSD ini harus
dilakukan tindakan invasif yang bisa menimbulkan perdarahan local.
3. Perlengketan pleura yang luas karena komplikasi, maka lebih dipertimbangkan
tindakan dekortikasi.
4. Hemato thorax masiv yang belum mendapat penggantian darah/cairan, jika belum
ada cairan/darah pengganti dapat mengakibat syok pada pasien karena kehilangan
darah yang banyak.
5. Tindakan ini dapat mematikan pada
- Bullosa paru
- Pasien dengan PEEP ( Positive End Expiratory Pressure )
- Pasien dengan satu paru
- Pasien dengan hemidiafragma, effusion pleura dan splenomegali
D. KONSEP FISIOLOGIS TINDAKAN ATAU ALAT TERHADAP TUBUH
Paru merupakan organ elastis yang berbentuk kerucut yang terletak di rongga dada.
Kedua paru saling terpisah oleh mediastinum ditengahnya. Didalam mediastinum terdapat
jantung dan pembuluh darah besar, arteri pulmonalis, arteri bronchialis bronchioli, saraf,
pembuluh limfe, masuk pada kedua paru. Pada bagian hilus terdapat akar paru. Paru diselimuti
oleh membrane tipis, licin yang disebut pleura. Pleura ada dua yaitu pleura parietalis yang
melapisi rongga thorak. Pleura visceralis yang melapisi paru. Di antara kedua pleura tersebut ada
cairan dengan volume total 4 ml bertindak sebagai pelumas antara pleural viseral dan parietal,
memungkinkan cairan itu bergerak dengan halus tiap kali bernafas. Karena dua lapisan pleural
saling bersentuhan, area pleural menjadi hanya area”potensial”. Bila area antara membran ini
menjadi area actual, paru-paru akan kolaps. Keberadaan cairan ini karena adanya keseimbangan
antara produksi dan reabsorbsi. Pada keadaan patologis keseimbangan ini dapat terganggu yang
mengakibatkan tertumpuknya cairan dalam cavum pleura dalam jumlah yang banyak .
Paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan pleural negatif. Tekanan negatif ini dibuat oleh
dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada untuk mengembang
kedepan dan ke belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan alveolar elastis untuk
berkontraksi.
Analoginya adalah dua lapisan mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang diletakkan
diantaranya. Seseorang tak dapat menarik bagian lapisan karena tekanan permukaan cairan.
Bandingkan paru dengan kedua lapisan itu. Satu lapisan adalah pleural viseral lainnya pleural
parietal. Tetesan air adalah cairan pleural. Sesuai analogi lapisan itu, upaya kekuatan yang
berlawanan untuk menarik pleura pada arah yang berbasis. Tekanan negatif terjadi yang
mengikat paru dengan kencang pada dinding dada, mencegah paru kolaps . Selama inspirasi,
tekanan intrapleural menjadi lebih negatif. Pada ekspirasi, tekanan menjadi kurang negatif.
Semua gas-gas bergerak dari area dengan tekanan lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Selama inspirasi, rongga dada membesar karena kontraksi diafragma. Ini meningkatkan area
paru dan menyebabkan tekanan intrapleural turun sampai di bawah tekanan atmosfir. Aliran
udara dari tekanan atmosfir relatif tinggi ke area tekanan rendah di paru. Selama ekspirasi, proses
ini kebalikannya. Rekoil diafragma, menurunkan area dalam rongga dada dan menekan paru-
paru. Tekanan intrapleural kini lebih tinggi daripada tekanan atmosfir, menyebabkan udara
bergerak keluar paru-paru. Setelah otot pernafasan rileks, tekanan antara udara luar dan paru
sama (760 mmHg pada permukaan laut). Karena tekanan sama, maka tak ada udara bergerak.
Ada 3 faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal ini.Pertama,
jaringan elastik paru memberikan kekuatan kontinu yang cenderung menarik paru menjauh dari
rangka toraks tetapi permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu
tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinue ysng cenderung memisahkannya,
kekuatan ini dikenal sebagai tekanan negatif diruang pleura.Tekanan intrapleura secara terus-
menerus bervariasi sepanjang siklus pernafasan tapi selalu negatif.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan osmotik
yang terdapat diseluruh membran pleura.Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura melalui pleura
viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura prietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar daripada pleura paritealis sehingga ruang pleura dalam
keadaan normal hanya terdapat beberapa milimeter caian.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa limfatik.
Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem
limfatik dalm pleura parietalis. Terkumpulnya protein dalam ruang intrapleura akan
mengacaukan keseimbangan osmotik normal tanpa pengeluaran limfatik.
Ketiga faktor ini kemudian mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intrapleura
normal.Diafragma merupakan otot berbentuk kubah yang membentuk dasar rongga toraks dan
memisahkan rongga tersebut dari rongga abdomen.
Kebanyakan selang dada adalah multipenetrasi, selang transparan dengan petunjuk tanda
radiopaque dan jarak. Ini memampukan dokter untuk melihat selang pada foto rontgen dan
memberi posisi dengan benar pada area pleural. Selang dada dikategorikan sebagai pleural atau
mediastinal tergantung lokasi ujung selang. Pasien dapat dipasang lebih dari satu selang pada
lokasi yang berbeda tergantung tujuan selang. Semua selang dada ditangani sebagai selang
intrapleural untuk keamanan pasien. Selang yang lebih besar (20-36 french) digunakan untuk
mengalirkan darah atau drainage pleural yang kental. Selang yang lebih kecil (16-20 french)
digunakan untuk membuang udara. Selang dada bekerja sebagai drain untuk udara dan cairan.
Untuk membuat tekanan negatif intrapleural, sebuah segel diperlukan pada selang dada untuk
mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling sederhana untuk melakukan ini yaitu dengan
menggunakan sistem drainage dalam air. Tinjauan tentang sistem satu-dua-tiga-botol
memberikan dasar pemahaman semua produk botol yang dijual. Setiap sistem
mempunyaikeuntungan dan kerugian. Pengetahuan terhadap sistem ini memungkinkan perawat
untuk mengatur dengan aman sistem drainage selang dada yang paling kompleks
sekalipun.Pemasangan WSD akan menimbulkan beberapa efek pada pasien, antara lain:
1. Nyeri pada daerah dada dan bahkan menyebar keseluruh tubuh terutama pada daerah insisi
2. Irama jantung tidak teratur / aritmia
3. Mengalami kesulitan bernapas ( dyspnea ) dan kesulitan saat batuk
4. Klien mengalami kecemasan, gelisah dan berkeringat dingin.
Pemasangan kateter juga dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diharapkan. Dengan
indikasi yang tepat, menggunakan tehnik yang benar serta memberikan perawatan pasca
pemasangan secara baik, kita dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang tidak
diharapkan.Komplikasi yang bisa didapat pada waktu pemasangan kateter atau selama
perawatan:
1. Kerusakan jaringan paru dan organ visceral abdominal. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada insersi kateter dengan bantuan trokar. Fase respirasi, posisi penderita,
atelectesis, paralisa diafragma, hernia diafragma, distensi abdomen, dapat merubah posisi
diafragma. Pengenalan akan keadaan tersebut serta ekplorasi kavum pleura dengan jari
dapat mencegah komplikasi ini.
2. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius local habis, terutama 12-48 jam setelah
insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan
analgenetik
3. Infeksi local, empiema dan osteomyelitis dapat timbul akibat tindakan yang tidak aseptic.
Dengan kateter yang steril dan dengan yang terpasang baik, maka infeksi jarang terjadi.
Akan tetapi apabila drain tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena itu bila
jumlah cairan yang keluar dibawah 50 cc, maka drai harus dicabut dari rongga pleura,
oleh karena selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya infeksi
Infeksi local Keadaan ini timbul akibat pengembangan paru yang berlangsung terlalu
cepat. Umumnya terjadi pada keadaan dimana kolaps paru sudah berlangsung lebih dari
72 jam dan penggunaan hisapan kontinyu yang terlalu dini. Komplikasi ini juga dapat
timbul tanpa pengguanaan hisapan kontinyu.
4. Emphysema kutis, sering terjadi pada orang tua yang elastisitas kulitnya mulai menurun
5. Kegagalan pengembangan paru
Kegagalan pengembangan paru pada pneumo thorax dapat disebabkan oleh kesalahan
letak kateter, lubang drainage kateter keluar dari kavum pleura, kebocoran udara yang
menetap atau akibat sumbatan pada bronkus. Pada empiema biasanya disebabkan oleh
terbentuknya peel pada permukaan paru
6. Kateter yang tertekuk atau tersumbat oleh bekuan darah dan pus yang kental
7. Perdarahan local akibat laserasi arteri inter kosalis. Perdarahan ini dapat dicegah dengan
membatasi insisi secara tajam hanya pada kulit dan fasia musculus. Hindari insisi pada
lokasi sub kosta
8. Penempatan kateter pada posisi yang salah misalnya pada jaringan sub kutan atau intra
abdominal
9. Alergi terhadap obat-obat anestesi atau desinfektan
10. Terhisapnya cairan dalam botol WSD kedalam kavum pleura. Agar tidak terjadi hal
tersebut diatas, posisi botol WSD harus lebih rendah dari tubuh penderita
11. Infark paru dan kontusio paru akibat hisapan kontinyu
12. Distress pernafasan akibat hisapan kontinyu yang dillakukan pada pneumothorax dengan
bronco pleuralfistal yang besar
13. Pneumonia dan atelectasis akibat menahan batuk dan mobilsasi yang terlalu lama
E. PRINSIP PENCEGAHAN INFEKSI
Salah satu dari komplikasi pemasangan WSD adalah resiko terjadinya infeksi. Untuk itu
perlu diperhatikan beberapa prinsip bagi perawat sebelum, saat, sesudah tindakan WSD maupun
saat pencabutan selang WSD :
1. Pada tindakan pemasangan WSD menggunakan prosedur yang benar dengan tetap
memperhatikan tehnik sterilitas, misalnya dengan penggunaan prinsip universal precause
(cuci tangan, handschoen, masker, pakaian kerja dan topi). Pergunakan alat-alat steril,
Bersihkan daerah yang akan dilakukan pemasangan WSD dengan antiseptic. Tujuannya
untuk mencegah masuknya microorganime yang dapat menimbulkan infeksi sekunder.
2. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
3. Mendeteksi tempat insersinya slang, mengganti perband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kasa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
4. Setiap penggantian botol/selang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
steril. Gunakan selang sekali pakai. Satu alat untuk satu pasien.
5. Memonitor tanda-tanda infeksi yang mungkin timbul dan mencatat ttv setiap hari
6. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
7. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan, terutama
menjaga kebersihan luka post WSD
8. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
9. Menganjurkan pasien untuk makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup
10. Batasi pengunjung, bila perlu
11. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
meninggalkan pasien
12. Kolaborasi dalam pemberian antibiotika
F. PRINSIP/HAL LAIN UNTUK TINDAKAN WSD
Pada pemasangan WSD menggunakan beberapa system antara lain satu-botol, dua-botol,
tiga-botol, yang mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing.
SISTEM MEKANISME
KERJA
KEUNTUNGAN KERUGIAN
Sistem water-seal
botol tunggal
Terdiri dari 1 botol
dengan penutup segel.
Penutup mempunyai
2 lubang selang yaitu
1 untuk ventilasi
udara dan 1 lagi
masuk sampai hampir
ke dasar botol
Bagian atas selang
dihubungkan pada
kira-kira 6 kaki karet
yang dilekatkan pada
lubang akhir dari
selang dada pasien
Air steril dimasukan
ke dalam botol sampai
ujung selang terendam
2 cm untuk mencegah
masuknya udara ke
dalam tabung yang
menyebabkan kolaps
paru.
Permukaan cairan
lebih tinggi dari 2 cm,
air akan membuat
kesulitan bernafas
karena pasien
mempunyai kolom
cairan lebih panjang
untuk bergerak saat
bernafas
Tekanan lebih positif
diperlukan untuk
mengendalikan
drainage keluar
melalui segel air
Ujung selang drainage
Penyusunan paling
sederhana.
Mudah untuk pasien
yang dapat berjalan
Saat drainage dada
mengisi botol, lebih
banyak kekuatan
diperlukan untuk
memungkinkan udara
dan cairan pleural
untuk keluar dari dada
masuk ke botol.
Kesulitan untuk
mendrain gas dan
cairan secara
bersama-sama
Campuran darah
drainage dan udara
menimbulkan
campuran busa dalam
botol yang membatasi
garis pengukuran
drainage.
Untuk terjadinya
aliran, tekanan pleural
harus lebih tinggi dari
dari dada pasien
dicelupkan dalam air,
yang memungkinkan
drainage udara dan
cairan dari ruang
pleural tetapi tidak
memungkinkan udara
untuk mengalir
kembali ke dada.
Selang untuk ventilasi
dalam botol dibiarkan
terbuka untuk
memfasilitasi udara
dari rongga pleura
keluar
Secara fungsional,
drainage tergantung
pada gravitasi dan
pada mekanis
pernafasan. Selama
pernafasan normal,
cairan harus naik
seiring inspirasi dan
turun sewaktu
ekspirasi (undulasi
pada selang cairan
mengikuti irama
pernafasan) .
tekanan botol
Dengan naiknya
ketinggian cairan
dalam botol, maka
menjadi lebih sulit
bagi udara untuk
keluar dari dada.
Hasilnya tidak banyak
yang dapat ditampung
Efektivitas dari
penghisapan dengan
satu botol kurang
Biasanya digunakan
untuk drainage yang
berjumlah lebih kecil,
sering digunakan pada
pasien simple
pneumothoraks
Sistem water-seal
dua-botol
Digunakan 2 botol ; 1
botol mengumpulkan
cairan drainage dan
botol ke-2 botol water
seal
Botol 1 dihubungkan
dengan selang
drainage yang
awalnya kosong dan
hampa udara, selang
pendek pada botol 1
dihubungkan dengan
selang di botol 2 yang
berisi water seal
Cairan drainase dari
rongga pleura masuk
ke botol 1 dan udara
dari rongga pleura
masuk ke water seal
botol 2
Prinsip kerja sama
dengan sistem 1 botol
yaitu udara dan cairan
mengalir dari rongga
pleura ke botol WSD
dan udara
dipompakan keluar
melalui selang masuk
ke WSD, kecuali
bahwa ketika cairan
pleural terkumpul,
system seal di bawah
air tidak terpengaruh
oleh volume drainage.
Bisasanya digunakan
untuk mengatasi
hemothoraks,
Dengan cara ini baik
udara maupun cairan
lebih mudah terhisap
bersama-sama, karena
pada botol yang kedua
selain berfungsi
mengalirkan tekanan
negative juga
berfungsi sebagai
pengatur tekanan
udara
Mempertahankan
water seal pada
tingkat konstan
Memungkinkan
observasi dan
pengukuran drainage
yang lebih baik dan
akurat
Digunakan saat
jumlah drainage yang
diharapkan lebih
Menambah area mati
pada system drainage
yang mempunyai
potensial untuk masuk
ke dalam area pleural
Untuk terjadinya
aliran, tekanan pleural
harus lebih tinggi dari
tekanan botol
Mempunyai batas
kelebihan kapasitas
aliran udara pada
adanya kebocoran
pleural
hemopneumothoraks,
efusi peural
Drainage yang efektif
tergantung pada gaya
gravitasi
banyak
Fluktuasi dalam slang
segel-air masih
diantisipasi
Sistem water-seal
tiga-botol
Sama dengan sistem 2
botol, ditambah 1
botol untuk
mengontrol jumlah
hisapan yang
digunakan.
Botol ketiga disusun
mirip dengan botol
segel dalam air,
dengan penutupnya
berisi 3 lubang selang.
Botol pengontrol
pengisap berisi
selang yang panjang.
. Tube pendek diatas
batas air dihubungkan
dengan tube pada
botol kedua
Digunakan untuk
mengeluarkan volume
udara atau cairan
dengan pengisap
pengontrol
Pada system ini, yang
penting kedalaman
selang dibawah air
pada botol ketiga,
karena jumlah isapan
ditentukan oleh
kedalaman sampai
mana ujung tabung
kaca vent dicelupkan.
(Sebagai contoh,
pencelupan sampai 10
cm di bawah
permukaan air akan
sama dengan 10 cm
isapan air yang
diterapkan pada
System paling aman
untuk mengatur
penghisapan
Lebih kompleks, lebih
banyak kesempatan
untuk terjadinya
kesalahan dalam
perakitan dan
pemeliharaan
· Tube pendek lain
dihubungkan dengan
suction
· Tube di tengah yang
panjang sampai di
batas permukaan air
dan terbuka ke
atmosfer
pasien)
Drainage tergantung
pada gaya gravitasi
atau jumlah isapan
yang diberikan.
Jumlah isapan pada
system ini
dikendalikan oleh
botol manometer.
Motor pengisap
mekanis atau pengisap
pada dinding
menciptakan dan
mempertahankan
tekanan negative di
seluruh system
drainage tertutup.
Botol ketiga mengatur
jumlah vakum dalam
system. Hal ini
tergantung pada
kedalaman sampai
mana selang
dicelupkan,
kedalaman yang lazim
adalah 20 cm (15-20
cm air : untuk
dewasa, anak-anak
membutuhkan
tekanan yang lebih
rendah)
Bila vakum dalam
system menjadi lebih
besar dari kedalaman
dimana selang
dicelupkan, udara luar
akan terisap ke dalam
system. Hal ini
mengakibatkan
penggelembungan
konstan dalam botol
manometer (atau
pangatur tekanan),
yang menunjukkan
bahwa system
berfungsi dengan baik
Unit Water Seal
Sekali pakai
Menduplikasi system
tiga botol
Plastic dan tidak
mudah pecah seperti
botol
Lebih aman karena
system ini sel-
contained, tidak dapat
terpisah, dan sekali
pakai, dan tidak
mempunyai hubungan
(kecuali ke kateter
dada) yang mungkin
Mahal
Kehilangan water seal
dan keakuratan
pengukuran drainage
bila unit terbalik
akan terlepas
Dapat memfasilitasi
transfusi mandiri
(autotransfusi)
Pengetahuan tentang
dasar-dasar
penatalaksanaan
selang dan maneuver
yang mengatasi
kesulitan akan
mengurangi resiko
komplikasi pada klien
Asuhan keperawatan
lebih mudah untuk
diberikan, dan
kemudahan system
mendorong ambulasi
yang lebih mudah dan
lebih dini bagi
pasien.
Pada WSD dengan 1 atau 2 botol maka tekanan negative yang timbul dapat mengancam
keselamatan pasien, oleh karena tidak dapat mengatur tingginya tekanan negative yang timbul di
dalam kavum pleura.Bila digunakan WSD tiga botol, maka ujung yang ke water seal harus bebas
dari udara. Pada WSD tiga botol, apabila digunakan continous suction, maka tidak akan
menyebabkan naiknya tekanan intra pleura dalam tingkat yang membahayakan. Pada saat ini
telah tersedia botol WSD yang dapat menyebabkan tekanan intrapleural tidak akan meningkat.
Sistem 1 botol
Sistem 2 botol
Sistem 3 botol
Sistem WSD disposible
G. HAL YANG PERLU DIKAJI SEBELUM TINDAKAN
Pengkajian :
1. Kaji tanda-tanda vital signdan tingkat saturasi O₂
2. Kaji nyeri dada pada inspirasi, hipotensi, dan takikardia(Carroll, 2002)
3. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien
- Untuk mengetahui riwayat keperawatan fungsi kardiopulmonal
- Diagnosa medik:dari diagnosa akan diketahui tujuan WSD ( untuk
pengeluaran udara atau cairan), lokasi pemasangan, terapi obat-obatan, system
WSD yang diinstruksikan dokter
- Hasil laboratorium (pemeriksaanGDA, darah lengkap, faal haemostasis,dll),
Rontgen (foto thorax), EKG, USG
- Informed consent dan hal lain yang diperlukan.
4. Kaji pada pasien riwayat kesehatan terdahulu, merupakan penyakitnya yang pertama atau
sudah pernah mengalami sebelumnya, sudah pernah dilakukan tindakan WSD
sebelumnya atau untuk yang pertama kali
5. Kaji apakah klien pernah mengalami trauma sebelumnya
6. Siapkan alat-alat bantu pernafasan didekat pasien ( seperti O₂, amubag, dll)
7. Ketahui efek samping pengobatan atau terapi yang lain, atau ada riwayat alergi
sebelumnya.Tanyakan klien jika mereka memiliki masalah dengan obat-obatan, lateks,
atau apa pun yang diaplikasikan pada kulit.
8. Siapkan dan periksa semua peralatan sebelum dilakukan tindakan
9. Dalam tindakan WSD lakukan tehnik yang benar
10. Kaji perubahan status mental (klien mengalami kecemasan, gelisah dan berkeringat
dingin)
11. Persiapan pada pasien dan keluarga antara lain :
- Beri penjelasan pada pasien maupun keluarga tentang tujuan, prosedur, proses
(perlu ajarkan nafas dalam dan batuk efektif pada pasien), serta akibat dari
tindakan yang akan kita lakukan
- Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang hal-hal yang perlu dilakukan dan
diperhatikan pada perawatan post tindakan WSD (posisi saat terpasang WSD,
aktivitas sedikit terbatas , menjaga hygiene maupun luka post WSD,
melaporkan jika terjadi perubahan yang terjadi pada system drainage, dll
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 – 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
a. Sesak napas,
b. Nyeri, batuk-batuk
c. Terdapat retraksi klavikula/dada
d. Pengambangan paru tidak simetris
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
f. Adanya suara sonor/hipersonor/timpani
g. Bising napas yang berkurang/menghilang
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas
2. Sistem Kardiovaskuler :
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
b. Takhikardia, lemah
3. Sistem Sistem Muskuloskeletal – Integumen.
a. Kemampuan sendi terbatas.
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c. Terdapat kelemahan
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
4. Sistem Endokrine :
a. Terjadi peningkatan metabolisme.
b. Kelemahan.
5. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural :
b. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c. Pa O2 normal / menurun.
d. Saturasi O2 menurun (biasanya).
e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya peningkatan sekresi secret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan,penumpukan cairan atau udara
dalam rongga dada
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan ketidakadekuatan ekspansi
paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dan
pembedahan
4. Nyeri dada yang berhubungan dengan ketidakadekuatan ekspansi dada (penumpukan
cairan / udara),faktor-faktor biologis (trauma jaringan dan reflek spasme otot) dan faktor-
faktor fisik (pemasangan selang dada / thorax drainage)
5. Ansietas berhubungan dengan prosedur invasif yang akan dilakukan
6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal, situasional : keletihan, nyeri
7. Perubahan status nutrisi yang berhubungan dengan dipsnea dan anoreksia
8. Kurang pengetahuan tentang prosedure perawatan post operati
9. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma. Faktor risiko : destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan terhadap
pathogen, kebersihan selang dan botol
10. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b/d tindakan : kompleksitas aturan
terapeutik, efeksamping tindakan, Situasional : ketidakcukupan pengetahuan
I. OUTCOME YANG INGIN DICAPAI
1. NOC Diagnosa keperawatan 1 :
a. Status respirasi : Potensi jalan nafas
b. Status respirasi : ventilasi
c. Respon ventilasi mekanik
d. Vital sign dalam rentang normal
e. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas
f. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas; misalnya batuk
efektif dan mengeluarkan secret
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dispneu (Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
Intervensi :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek.napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
6. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
7. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
8. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
9. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. NOC Diagnosa Keperawatan 2 :
a. Respiratori status : ventilation
b. Respon ventilasi mekanik
c. Status respirasi : jalan nafas paten
d. Vital sign dalam rentang normal
e. Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam
rentang normal
f. Berpartisipasi dalam aktivitas atau perilaku meningkatkan fungsi paru
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
2) Tanda – tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, pernafasan)
Intervensi :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
2. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
3. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara
atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka.Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat
menunjukkan ekspansi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat,
atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan
akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah
tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. NOC Diagnosa Keperawatan 3 :
a. Respiratori status : gas exchange
b. Respon ventilasi mekanik
c. Tissue perfusion : Pulmonary
d. Status respirasi : ventilasi
e. Vital sign status
f. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal
g. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat pengetahuan atau
situasi
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2) Tanda – tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, pernafasan)
4. NOC Diagnosa Keperawatan 4 :
a. Control nyeri
b. Tingkat nyeri berkurang
c. Vital sign status
d. Tidak ada kegelisahan atau ketegangan
Kriteria hasil :
1) Klien mampu menyatakan secara verbal/melaporkan frekwensi nyeri dan
lamanya episode nyeri
2) Tingkat nyeri pasien dipertahankan pada atau kurang (pada skala 0-10)
3) Tanda – tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, pernafasan)
4) Mengenali faktor-faktor yang meningkatkan dan melakukan tindakan
pencegahan nyeri
5) Menggunakan alat pengurang nyeri analgesik dan nonanalgesik secara
tepat
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
3. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
5. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
6. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
7. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 – 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
5. NOC Diagnosa Keperawatan 5:
a. Ansietas control
b. Coping
c. Impulse control
Kriteria hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan gejala cemas
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
3) Vital sign dalam batas normal
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktifitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Intervensi:
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
3. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. NOC Diagnosa Keperawatan 6:
a. Resiko dapat dikendalikan
b. Status neurologis : kesadaran dan tingkat nyeri
c. Tingkat mobilitas : kemampuan untuk bergerak sesuai dengan tujuan
yang diinginkan
Kriteria hasil :
1) Klien mampu menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
yang aman
2) Kesadaran compos mentis dan ambang nyeri berkurang
3) Menggunakan alat bantu dengan tepat
7. NOC Diagnosa Keperawatan 7:
a. Status gizi : asupan makanan dan cairan : jumlah makanan dan
cairan yang dikonsumsi tubuh selama waktu 24 jam
b. Status gizi : Nilai Gizi : keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi
tubuh
Kriteria hasil :
1) Klien menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
2) Klien mempertahankan massa tubuh dan BB dalam batas normal
3) Nilai lab ( misalnya : transferin, albumin dan elektrolit ) dalam batas
normal
4) Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
8. NOC Diagnosa Keperawatan 8:
a. Mengetahui medikasi
b. Memahami perlindungan personal
c. Memahami prosedur pengobatan atau perawatan
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan tindakan
yang ada
2) Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan
3) Menunjukkan minat, diperlihatkan dengan petunjkk verbal atau
nonverbal
4) Menunjukkan tanggung jawab untuk belajar sendiri dan mulai
mencari informasi dan mengajukan pertanyaan
9. NOC Diagnosa Keperawatan 9:
a. Kontrol resiko
b. Deteksi resiko
c. Pengetahuan pengendalian resiko
Kriteria hasil :
1) Mengetahui resiko
2) Memonitor factor resiko dari alat, lingkungan, tingkah laku
3) Mengembangkan strategi control resiko secara efektif
4) Mengidentifikasi dalam skrening untuk mengidentifikasi factor resiko
5) Memonitor perubahan status kesehatan
10. NOC Diagnosa Keperawatan 10:
a. Compliance behavior
b. Knowledge : treatment regimen
c. Participation : Health care decisions
d. Treatment behavior : illness injury
Kriteria hasil :
1) Mengungkapkan maksud untuk melakukan prilaku kesehatan yang
diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan
komplikasi tindakan WSD
2) Menggambarkan definisi, tujuan, metode, dosis, efek samping dan
pencegahan terhadap komplikasi
Tujuan pemasangan drainage thorak adalah :
1. Mengeluarkan zat berupa cairanatau gas dengan vikositas yang tinggi dari rongga
dada atau pleura. Cairan dapat berupa serous, nanah, darah, atau cairan yang lain.
2. Mempertahankan tekanan negatif dalam rongga pleura sehingga paru tetap
mengembang ( membuat pengembangan kembali dari paru dan memperbaiki fungsi
cardiopulmoner, setelah pembedahan, trauma atau sebab lain ).
3. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada ( mencegah masuknya
kembali udara kedalam rongga pleura).
J. PERSIAPAN ALAT, LINGKUNGAN DAN PASIEN SEBELUM PROSEDURE
DILAKUKAN
I. Prosedure Pemasangan WSD
1. Persiapan alat dan obat untuk pemasangan WSD
a. Drainage thorax
• Drainage steril dengan satu, dua / tiga botol
• Suction
• Selang transparan
b. Obat-obatan
• Spuit 5cc&jarum steril
• Lidokain 2 %
• Betadin & alkohol 70 %
• Aquadest
• Nacl / RL
c. Alat-alat steril
• Klem desinfeksi, doek klem
• Kasa, doek lobang
• Gunting, pincet
• Trocar
• Scapel / bisturi
• Beberapa klem
• Jarum jahit, benang & pemegang jarum (naldvoeder)
• Side 1 meter
• Sarung tangan
d.Alat-alat non steril
• Bengkok
• Ember / kom
• Plester / hipafyx
• Gunting plester, perlak & pengalas
2. Persiapan lingkungan
a. Mempertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
b. Menjaga ketenangan lingkungan selama pemasangan alat
c. Menjaga privasi lingkungan pasien
d. Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang akan digunakan dalam
pemasangan didekat pasien agar mudah dijangkau
3. Persiapan pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan
kondisi dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
d. Orientasikan klien dan keluarganya mengenai alat-alat pemasangan WSD dan
pencegahan terhadap komplikasi, dan perawatanpostoperative WSD
II. Prosedure Perawatan WSD
1. Persiapan alat dan obat untuk perawatan WSD
a. Obat-obatan
• Spuit 5cc&jarum steril
• Betadin & alkohol 70 %
• Aquadest
• Nacl / RL
b. Alat-alat steril
• Klem desinfeksi, doek klem
• Kasa, doek lobang
• Gunting, pincet
• Beberapa klem
• Sarung tangan
c.Alat-alat non steril
• Bengkok
• cucing
• Plester / hipafyx
• Gunting plester, perlak & pengalas
2. Persiapan lingkungan
a. Mempertahankan lingkungan aseptic selama perawatan luka postoperatif
b. Menjaga ketenangan lingkungan selama perawatan
c. Menjaga privasi lingkungan pasien
d. Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang akan digunakan dalam
perawatan didekat pasien agar mudah dijangkau
3. Persiapan pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan
kondisi dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
d. Ajarkan klien dan keluarganya mengenai pencegahan terhadap komplikasi, dan
perawatanpostoperative WSD
III. Prosedure Pencabutan Selang WSD
1. Alat – alat steril
• Pinset dan gunting
• Kasa dan sarung tangan
2. Obat – obat yang diperlukan
• Betadin
• Alkohol 70 %
3. Alat – alat non steril
• Klem
• Perlak & pengalasnya
• Bengkok
• Ember / kom
4. Persiapan linkungan
a. Mempertahankan lingkungan aseptic selama perawatan luka postoperatif
b. Menjaga ketenangan lingkungan selama perawatan
c. Menjaga privasi lingkungan pasien
d. Mendekatkan persiapan alat-alat, bahan, dan obat yang akan digunakan dalam
perawatan didekat pasien agar mudah dijangkau
5. Persiapan pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri, tanyakan
kondisi dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan kesempatan
klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
K. PROSEDURE TINDAKAN DAN RASIONAL
I.Prosedure Pemasangan WSD
Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2
dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), metode terapi
WSD yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
2. Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3. Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan meningkatkan kerja sama klien.
Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk meningkatkan evakuasi
udara dan cairan/ memungkinkan drainage cairan dan udara yang optimal)
2. Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau ( memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan)
4. Tentukan daerah pemasangan bila perlu dibuatkan line ( untuk mencegah kesalahan
tindakan, penusukan dilakukan di bagian atas costa untuk menghindari cedera pada arteri,
vena, nervus intercostalis )
5. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya kuman yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi pada diri sendiri)
6. Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril ( mencegah
masuknya microorganisme dengan mengoleskan antiseptik pada daerah insisi dan
memperkecil daerah lapang operasi yang terkontaminasi dengan udara luar)
7. Beritahu pasien saat akan dilakukan pembiusan lokal dan anjurkan pasien untuk menarik
nafas dalam ( memberi ketenangan, dan kekuatan untuk menahan nyeri akibat suntikan
anestesi pada daerah operasi)
8. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit
sampai pleura (untuk memberikan efek bius agar pasien tidak merasakan nyeri)
9. Tempat yang akan dipasang drain adalah :
Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).
Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma
tinggi.
linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
10. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit (untuk membuat lubang
tempat insersinya tube WSD)
11. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1 (untuk
melakukan fiksasi pada saat selesai dilakukan tindakan)
12. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit
dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus. Masukkan jari melalui
lubang tersebut (untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru, hingga
terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka)
Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada
pneumothoraks udara yang keluar .
13. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral.
Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klem tumpul (untuk
memudahkan mengarahkan drain)
14. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat
lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit,
duapertinganya ( agar cairan yang dikeluarkan dapat melalui lubang-lubang tersebut)
15. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya
kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau).
16. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri
dengan simpul hidup (untuk fiksasi agar tidak terlepas terutama pada saat pasien batuk)
17. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral
sampai ujungnya kira-kira dipertengahan ronga toraks.
18. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem
dahulu (untuk mencegah terjadinya tekanan positif pada rongga pleura)
19. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung (yang akan
menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, di samping juga
akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks)
20. Lakukan foto X Rays (untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan)
21. Terapi : antibiotika, analgetika, expectorant
Kritikal point dalam melakukan pemasangan WSD, harus diingat:
1. Harus tidak ada kebocoran
2. Diklem bila botol tidak digunakan
3. Posisi botol harus di bawah torak
4. Metoda harus asepsis
5. Pipa dada harus diganti setelah 7-10 hari digunakan
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam tehnik pemasangan WSD, yakni:
1. Persiapan
Pastikan terlebih dahulu dengan membuat foto lateral dekubitus untuk membuktikan
adanya cairan ini. Dahulu untuk menilai gerakan cairan digunakan fluoroskopi. Apabila
cairan memenuhi seluruh hemitorak, sedangkan pada foto lateral decubitus tidak dapat
dinilai adanya gerakan cairan, maka untuk membuktikan adanya cairan di dalam rongga
pleura dapat dilakukan pemeriksaan USG
Pungsi percobaan perlu dilakukan untuk membuktikan adanya cairan, terutama apabila
cairan tersebut berada di dalam kantong (lokulasi). Apabila terdapat penebalan pleura dan
diperkirakan kateter tidak akan dapat diinsersikan, maka harus dilakukan operasi tumpul
(blunt reseksi) untuk mencegah tertusuknya paru oleh trokar. Untuk pneumothoraks
dilakukan penilaian apakah terdapat ventil pneumothorak dan juga berapa besar
pneumothorak yang terjadi
2. Tempat Insersi
Pada pneumothoraks, trokar diinsersikan pada midklavikula, yaitu pada ICS II atau kira-
kira berbatasan dengan apeks.Untuk cairan, trokar diinsersikan pada bagian posterior
interior atau dapat pula dilakukan pada pertemuan antara ICS VII dengan garis aksila
posterior. Pada wanita atau laki-laki gemuk dianjurkan dilakukan pungsi pada ICS VI
pada garis midaksila atau pada garis aksila posterior untuk mencegah agar kateter tidak
menekuk dan agar pasien dapat merasa enak bila berbaring
3. Pemeliharaan kateter
Pipa karet lebih dianjurkan daripada plastic.Biasanya digunakan pipa dengan ukuran Fr
20-28 untuk pneumothorak, sedangkan untuk cairan digunakan ukuran Fr 28-40.Makin
kecil kateter yang digunakan, maka makin mudah kateter tersebut tersumbat oleh fibrin.
Bila cairan lebih kental, maka dapat digunakan kateter yang lebih besar dari nomor 28 Fr.
Pada saat ini kateter dan trokar pneumothorak diperdagangkan dalam satu set yang telah
steril dan sekali pakai
4. Insersi
Ada 2 cara memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
a. Dengan menggunakan trokar
Pertama harus diketahui ukuran trokar yang akan digunakan. Trokar mempunyai
2 komponen, kanula dan penetrasi.Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura
maka kanula bertindak sebagai terowongan. Resiko tertusuknya paru tetap besar
dan dapat mengakibatkan pneumothorak, tetapi WSD dapat sekaligus bertindak
sebagai terapi fistula brokopleura maupun pneumothorak
b. Reseksi tumpul
Kemungkinan terpelesetnya kateter dalam rongga pleura sangat kecil, juga ada
perlengketan dapat diraba dan dilepaskan dengan jari.Setelah keteter masuk
dilakukan jahitan tunggal sebagai penahan kateter.Bila kateter dicabut, maka
dengan mudah jahitan ini menutup lubang kateter agar masuknya udara ke dalam
rongga pleura dapat dicegah. Bila ternyata keteter ini posisinya salah, maka
perlu dipertimbangkan untuk pemasangan kateter ulang. Bila pemasangan kedua
kurang dari 1 jam dari pemasangan pertama, maka dapat digunakan pada lubang
yang sama. Bila lebih dari 1 jam, maka sebaiknya dibuat lubang yang baru insersi
yang baru.Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Pemindahan cairan dengan dibantu oleh sonografi. Memisahkan cairan yang
terukulasi, cara ini dapat dilakukan dengan bantuan CT Scan. Pasien disuruh
melakukan beberapa kali pernafasan yang dalam.Lakukan valsava manufer pada
akhir ekspirasi dan tarik segera kateter. Penarikan yang lambat dapat
menyebabkan masuknya udara ke dalam rongga pleura.Catatan ; pemasangan
dilakukan oleh dokter
II.Prosedure Perawatan WSD
Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2
dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), metode terapi
WSD yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
2. Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3. Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan meningkatkan kerja sama klien.
Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk meningkatkan evakuasi
udara dan cairan/ memungkinkan drainage cairan dan udara yang optimal)
2. Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau ( memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan)
8. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya kuman yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi pada diri sendiri)
4. Ganti verband, rawat luka setiap 2 hari sekali dengan cairan antiseptic (buka verband
yang lama dengan hati-hati agar tube dada tidak tercabut, bersihkan daerah sekitar luka
dengan Nacl terutama pada daerah bekas-bekas darah / secret (bila ada), keringkan
dengan gaas, oleskan dengan alcohol 70% , keringkan dengan gaas, terakhir oleskan
dengan bethadine, jangan terlalu basah, kemudian ditutup dengan gaas kering dan ajarkan
pasien dan keluarga untuk tetap menjaga daerah insersi agar tetap bersih dan kering)
5. Observasi pada slang, untuk melihat adanya lekukan-lekukanyang menggantung atau
bekuan darah (mempertahankan sistem drainage yang bebas dan paten, mencegah cairan
terakumulasi di rongga dada)
6. Cek segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien (cairan harus sesuai
dengan undulasi yang mengidentifikasi bahwa system berjalan baik)
7. Cek gelembung udara di botol air bersegel atau di ruangan (setelah periode yang pendek,
maka gelembung akan berhenti)
8. Catat tipe dan jumlah cairan drainage, TTV, dan warna kulit (aliran drainage yang tiba-
tiba dapat merupakan darah yang keluar dan bukan merupakan perdarahan aktif.
Peningkatan drainage merupakan akibat perubahan posisi)
9. Periksa gelembung udara didalam ruang pengontrol pengisap/saat menggunakan pengisap
(Ruang pengontrol pengisapan memiliki gelembung yang halus dan konstan bebas dari
obstruksi dan sumber pengisapan harus dinyalakan supaya dapat diatur dengan tepat)
10. Pertahankan hubungan slang antara dada dan slang drainage utuh dan
menyatu(mengamankan slang dada system drainage dan mengurangi resiko kebocoran
udara)
11. Urut atau peras slang hanya jika diindikasikan (pengurutan menciptakan tekanan negatif
dengan derajat yang tinggi dan berpotensi manarik jaringan paru)
12. Cuci tangan (mengurangi penyebaran infeksi)
13. Catat kepatenan selang dada drainage, fluktuasi, tanda-tanda vital klien, dan tingkat
kenyaman di dalam kenyamanan (mendokumentasikan fungsi slang dada dan status fisik
klien secara akurat)
14. Menilai kembali kondisi klinis pasien
Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a. Dalam perawatan WSD perhatikan tehnik sterilitas
b. Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
c. Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau
memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Latihan napas dalam
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 – 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam
melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 – 20 menit selama 1 – 2 jam setelah operasi dan setiap 1 – 2 jam selama 24
jam setelah operasi.
g. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik,
coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring
bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah,
slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding
paru-paru.
g. Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada
dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara
yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara masuk yaitu meng”klem” slang
pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap
steril.
5) Posisi botol drainage lebih rendah daripada pasien
6) Beri tekanan sesuai advis, tekanan dewasa 18- 20 cm H₂O, anak-anak 8-12 cm H₂O
7) Pengkleman selang dada adalah kontraindikasi apabila klien sedang berjalan atau sedang
dipindahkan. Perawat harus memegang unit drainage dada atau botol dengan hati-hati dan
mempertahankan peralatan drainage di bawah dada klien.Apabila selang terputus dari botol,
maka perawat harus menginstruksikan klien untuk mengeluarkan nafas sebanyak mungkin dan
menginstruksikan untuk batuk.Manuver ini menyebabkan pengeluaran udara sebanyak mungkin
dari udara di ruang pleura.Perawat perlu membersihkan ujung selang dan menghubungkan
kembali selang ke botoldengan cepat.
8) Apabila botol dada pecah segera masukkan ujung selang ke dalam wadah air untuk
membentuk kembali segelnya. Pengkleman selang dada menyebabkan peristiwa yang
mengancam kehidupan
9) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai
sarung tangan.
10) Cegah bahaya yang mengganggu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
WSD Dinyatakan berhasil, bila :
1. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
2. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3. Tidak ada pus dari selang WSD.
4. Pada pemeriksaan penunjang :
a. Photo toraks (pengembangan paru-paru)
b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
II.Prosedure Pencabutan Selang WSD
Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti SpO2
dll,diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah), foto thorax,
jumlah cairan pada botol, metode terapi WSD yang digunakan, dan hal lain yang
diperlukan)
2. Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)
3. Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan pelaksanaan tindakan)
Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga dan meningkatkan kerja sama klien.
Menjamin pelaksanaan prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien dalam keadaan posisi semi Fowler’s ( untuk meningkatkan evakuasi
udara dan cairan/ memungkinkan drainage cairan dan udara yang optimal)
2. Jaga privacy pasien ( menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau ( memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan
4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mencegah masuknya kuman yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan proteksi pada diri sendiri)
5. Pasien dibimbing nafas dalam, tekanan dinaikkan, desinfektan daerah luka, simpul
dilepas, operator siap menarik benang, assisten siap mengikat benang ( hitungan ke 3
pasien dalam keadaan insiprasi )
6. WSD harus dicabut dalam satu gerakan yang cepat dan lubang bekas WSD ditutup
secepatnya dengan mengikat benang (penarikkan yang lambat dapat menyebabkan
masuknya udara ke dalam rongga pleura)
7. Luka bekas jahitan dihapus dengan alcohol, kemudian ditutup kasa steril
8. Pasien disuruh melakukan beberapa kali pernafasan yang dalam ( memantau pernafasan
ventilasi)
9. Cek ulang foto thorax
10. Evaluasi TTV
Yang perlu diperhatikan untuk indikasi dilakukan pencabutan drainage adalah :
1. Secret serus, tidak hemorrahagis
- Dewasa produksi < 100 cc / 24 jam
- Anak produksi < 25-50 cc /24 jam
2. Paru mengembang
- klinis suara paru kanan sama dengan paru kiri
- Evaluasi foto thorax
3. Pada kondisi :
- Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut
dengan cara air-tight (kedap udara).
- Pada thoracotomi
a. Infeksi : klem dahulu 24jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut.
b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug dicabut (air-tight)
c. Post pneumonektomi : hari ke-3 bila mediastinum stabil (tak perlu air-
tight)
4. Alternatif
1. Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20 :
- bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24jam, tetap baik cabut.
- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2minggu dekortikasi
2. Sekrit lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan dengan
pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan 4minggu.
- bila tidak berhasil Toracotomi
- bila sekrit kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut
L. EVALUASI DAN DOKUMENTASI
1. Evaluasi dan dokumentasi pada pemasangan selang:
Perhatikan undulasi pada sleng WSD
Tanyakan dan catat tentang kondisi pasien maupun keluhannya setelah dilakukan
pemasangan selang WSD
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
- Motor suction tidak berjalan
- Slang tersumbat
- Slang terlipat
- Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi
sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas
Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui
jumlah cairan yg keluar
Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat
Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang
Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
Catat tanggal pemasangan drain dan nama dokter yang mengerjakan tindakan
tersebut, nama perawat yang ikut membantu pelaksanaan tersebut beserta tanda
tangannya
Catat setiap perubahan yang terjadi dan segera laporkan pada dokter
2. Evaluasi dan dokumentasi pada perawatan selang
Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru yg
terkena & TTV stabil
Observasi adanya distress pernafasan
Observasi :
- Pembalut selang dada
- Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang
menggantung, bekuan darah
- Sistem drainage dada
- Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien
- Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang
- Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV &
warna kulit
- Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap
digunakan
Pergantian posisi klien :
- Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara
(pneumothorak)
- Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras
sampai ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu
bahwa drainase dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan
botol atau permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai
Evaluasi dan urut selang jika ada obstruksi
Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien
Catat setiap selesai melakukan perawatan dan perubahan yang terjadi, tulis nama
dan paraf yang mengerjakan
3. Evaluasi dan dokumentasi pada pencabutan selang
Pola nafas dan kelainan yang mungkin terjadi
Pengembangan paru-paru
Keluhan pasien setelah dilakukan aff drain
Catat tanggal pelepasan drain, nama yang mengerjakan beserta parafnya
M. HAL UNTUK MEMPERJELAS KONSEP DASAR DAN PROSEDUR TINDAKAN
PROSEDURE TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
1. Mengisi bilik water seal dengan air steril
sampai ketinggian yang sama dengan 2 cm
H₂O
Drainage water seal memungkinkan
untuk keluarnya udara dan cairan ke
dalam botol drainage. Air berfungsi
sebagai segel dan menjaga udara agar
tidak tertarik kembali ke dalam ruang
pleural
2. Jika digunakan pengisap isi bilik kontrol
pengisap dengan air steril sampai ketinggian
20 cm atau sesuai yang diharuskan
Ketinggian air akan menentukan derajat
pengisap yang digunakan
3. Sambungan kateter drainase dari ruang pleura
(pasien) ke selang yang datang dari bilik
pengumpul dari system water seal. Plester
dengan baik
Pada unit sekali pakai, system tersebut
adalah system tertutup, dengan satu-
satunya hubungan ke kateter pasien
4. Jika digunakan pengisap, hubungkan selang
bilik kontrol pengisap ke unit pengisap.
Nyalakan unit pengisap dan naikkan tekanan
sampai timbul gelembung secara lambat
namun tetap dalam bilik kontrol pengisap
Tingkat pengisapan ditentukan oleh
jumlah air dalam bilik control pengisap
dan bukan tergantung pada frekuensi
gelembung atau pada pengesetan
diameter tekanan pada unit pengisap
5. Tandai ketinggian cairan awal pada bagian
luar unit drainage. Tanda peningkatan setiap
jam/hari (tanggal dan waktu) pada ketinggian
drainage
Penandaan ini akan memperlihatkan
jumlah kehilangan cairan dan berapa
cepat cairan dikumpulkan dalam botol
drainage. Cairan yang terkumpul ini
berfungsi sebagai dasar untuk
penggantian darah, jika cairan tersebut
adalah darah. Keseluruhan darah yang
mengalir akan tampak dalam botol
segera pada pasca operasi : drainage ini
secara bertahap akan menjadi serosa dan
jika terlalu banyak dapat membutuhkan
operasi ulang atau autotransfusi
6. Pastikan bahwa selang tidak menggulung atau
mengganggu gerakan pasien
Kekusutan atau gulungan atau tekanan
pada selang drainage dapat
menghasilkan tekanan balik dan dengan
demikian dapat mendorong drainage
kembali dalam ruang
7. Berikan dorongan pasien untuk mencari
posisi yang nyaman. Jika pasien terbaring
lateral , pastikan selang tidak tertekan.
Anjurkan untuk mengubah posisi lebih sering
Posisi pasien dapat dirubah sesering
mungkin untuk meningkatkan drainage,
mencegah deformitas dan kontraktur.
Posisi yang baik membantu pernafasan
dan meningkatkan pertukaran gas yang
baik.
8. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan
dan bahu dari sisi yang sakit beberapa kali
sehari. Anlgesik mungkin diperlukan
Latihan membantu mencegah ankilosis
bahu dan membantu dalam mengurangi
nyeri dan rasa tidak nyaman
pascaoperasi
9. Dengan perlahan peras selang dengan arah
bilik drainage sesuai kebutuhan
“Memeras”selang mencegahnya menjadi
tersumbat dengan bekuan dan fibrin
10. Pastikan adanya fluktuasi (tidaling) dari
ketinggian cairan dalam bilik water-seal.
Fluktuasi ketinggian air dalam selang
memperlihatkan bahwa terdapat
komunikasi yang efektif antara rongga
pleura dan botol grainage, memberika
inikasi yang bernilai tentang kepatenan
drainage dan merupakan diameter
tekanan
11. Amati terhadap kebocoran udara Kebocoran dan terperangkapnya udara
dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
pneumothorax tension
12. Jika pasien harus dipindahkan , letakkan
system drainage dibawah ketinggian dada,
jika pasien berbaring pada brankard. Jika
selang terlepas gunting ujung yang
terkontaminasi dari selang dada dan selang
konektor, sterilkan dengan desinfektan,
sambungkan kembali ke system drainage.
Jangan mengklem selang dada selam
memindahkan
Aparatus drainage harus dijaga
ketinggiannya dibawah dada, untuk
mencegah adanya tekanan balik
13. Ketika membantu dokter bedah dalam
melepaskan selang ;
- Instruksikan pasien untuk
melakukan maneuver valsava
dengan lambat dan bernafas
dengan tenang
- Selang dada diklem dan
dengan cepat dilepaskan
- Secara bersamaan melakukan
pengikatan benang untuk
menutup luka dan tutup
dengan kasa steril
Selang dada dilepaskan sesuai yang
disarankan ketika paru telah
mengembang kembali (biasanya 24 jam
sampai beberapa kali) tergantung pada
penyebab pneumothorax. Selama
penglepasan selang prioritas utama
adalah pencegahan masuknya udara ke
dalam rongga pleura ketika selang
ditarik dan pencegahan infeksi
Cara mengganti botol WSD:
1. Siapkan set yang baru
Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan
2. Selang wsd di klem dulu
3. Ganti botol wsd dan lepas kembali klem
4. Amati undulasi dalam slang wsd
N. PENDIDIKAN YANG PERLU DIBERIKAN PADA PASIEN DAN KELUARGA
1. Beritahukan pasien dan keluarga tentang prosedur, tujuan, akibat dan perawatan
mengenai system drainage
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk segera melaporkan setiap perubahan yang terjadi
3. Pada pediatric pertimbangkan:
jika mungkin, menggunakan gambar dan boneka khusus, membiasakan anak dan
keluarga dengan peralatan sebelum menyisipkan sistem drainase dada
(Hockenberry dan lain-lain, 2003)
Biarkan anak bermain dengan peralatan dan boneka khusus sebelum menyisipkan
system drainase dada
Drainase selang dada lebih dari 3 ml / kg / jam selama lebih dari 2 jam berturut-
turut adalah berlebihan dan mungkin menunjukkan perdarahan pascabedah
(Hockenberry dan lain-lain, 2003).
4. Pada gerontology
Kerapuhan dari kulit orang dewasa yang lebih tua memerlukan perawatan khusus dan
perencanaan untuk pengelolaan ganti tabung dada. Sering terdapatnya tanda-tanda
kerusakan kulit di sekitarnya (Lueckenotte, 2000)
5. Pertimbangan rawat di rumah
Klien dengan kondisi kronis (misalnya pneumotoraks tidak rumit, efusi,
empiema) yang memerlukan selang dada jangka panjang mungkin akan dibuang
dengan saluran mobile lebih kecil. Sistem ini tidak memiliki ruang kontrol
pengisap dan menggunakan mekanis katupsatu-arahbukannya ruang
airsegel(Carroll,2002)
Anjurkan klien bagaimana ambulate dan tetap aktif dengan perawatan sistem
drainaseselangdadadirumah
Klien dan keluarga cepat memberikan informasi mengenai perubahan dalam
sistem drainase kepada profesional perawatan (misalnya nyeri dada, sesak napas,
perubahan warna atau jumlah drainase)
O. EVIDENCE BASE
1. Ada dan terus menjadi kontroversi mengenai stripping atau milking pada selang
tabungdada. Stripping atau milking selang tabung dadaadalah proses yang digunakan
untuk membersihkan gumpalan. Stripping atau milking dilakukan ketika perawat secara
manual menekan dan memeras selang tabung dada , dan upaya untuk memindahkan
tabung drainase dada menuju ke botol penampung. Teknik ini tidak boleh dilakukan
secara rutin.
Ketika occlusions karena terjadi penggumpalan darah, literatur bertentangan mengenai
intervensi.Parkin (2002) mencatat berbagai praktek mengenai tabung dada milking atau
stripping.Idealnya tabung harus diubah jika penyumbatan terdeteksi (Allibone,
2003).Namun, dalam beberapa pilih situasi, misalnya dengan operasi dada pascaoperasi
awal, hal itu mungkin diperlukan untuk membersihkan tabung gumpalan darah.Dalam
situasi ini milking atau stripping dari tabung dada dilakukan oleh perawat berpengalaman
yang mengikuti panduan khusus.Bahaya stripping atau milking dada tabung adalah
peningkatan mendadak tekanan hisap, yang pada gilirannya dapat menyebabkan cedera
paru-paru atau melukai daerah operasi.Namun, tidak berfungsi tabung dada dapat
menyebabkan masalah yang lebih parah, dan milking tabung dada mungkin satu-satunya
pilihan (Parkins, 2002).
2. Penggunaan Nacl pada air di botol, masih dibicarakan. Alasannya karena Nacl
merupakan cairan yang fisiologis, jika terjadi aspirasi Nacl mudah diserap dan tidak
membahayakan tubuh. Disamping itu Nacl merupakan cairan yang dapat menghambat
pertumbuhan kuman. Tetapi Nacl tidak mengandung antiseptic yang dibutuhkan seperti
pada cairan savlon yang biasa masih digunakan.
3. Saat ini sudah banyak digunakan trokar dan kateter yang disediakan dalam satu set yang
steril dan sekali pakai (disposable). Terbuat dari plastic tidak mudah pecah, lebih aman
karena system ini sel-contained tidak dapat dipisah dan terlepas, yang mungkin bisa
terjadi pada sytem WSD memakai botol. Disamping itu dapat memfasilitasi transfuse
mandiri (autotransfusi). Mencegah kesulitan dan mengurangi resiko komplikasi pada
pasien dan keluarga yang pemahaman dan pengetahuannya tentang dasar-dasar
pelaksanaan selang masih kurang. Kemudahan juga bagi perawat dalam pemberian askep
dan pada saat ambulasi. Tetapi harganya mahal dan kehilangan water seal dan
keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik. (Tabrani, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santosa, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Jakarta : Prima
Medika
Carpenito L.J, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Volume 1, Edisi VI, Jakarta :
EGC.
Potter & Perry, 2002, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Volume 2, Edisi 4, Jakarta: EGC
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Edisi 8, Jakarta : EGC.
Tabrani Rab,1996, Ilmu Penyakit Paru, Bandung: Hipokrates
Tabrani Rab, 1998, Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Bandung: Alumni
Wilkinson Judith, 2007, Buku Saku Keperawatan, Edisi 7, Jakarta: EGC
http://indonesiannursing.com/2008/07/30/water-seal-drainage-wsd/
http://contoh-askep.blogspot.com/2008/08/water-seal-drainage-wsd.html
http://bedahumum.wordpress.com/2008/12/21/pemasangan-pipa-intratorakal-atau-water-seal-
drainase-wsd/
http://tikagemini.blogspot.com/2009/06/perawatan-water-seal-drainase.html
http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/01/29/water-seal-drainage/
http://radit11.wordpress.com/2009/05/19/trauma-thorax/ http://images.google.co.id/imgres?
imgurl=http://nursecerdas.files.wordpress.com/2009/01/gbr19.jpg&imgrefurl=http://
nursecerdas.wordpress.com/2009/01/12/sistem-pernapasan/
&usg=__DwsOQr6oV1C4wGiLG74n5tF48W0=&h=575&w=588&sz=40&hl=id&start=16&um
=1&itbs=1&tbnid=2REKvzu2jNllwM:&tbnh=132&tbnw=135&prev=/images%3Fq%3Dedema
%2Bparu%26hlm