Post on 14-Mar-2019
PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di
Pengadilan Agama Jakarta Timur )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
FARIZI
NIM : 208044100022
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBARPENGESAHAN
PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH
AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 (Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di
Pengadilan Agama Jakarta Timur )
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Farizi
NIM:208044100022
Disetujui Oleh:
~~
Nahrowi. S.H.,M.H.
Pembimbing
NIP: 197302151999031002
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIFHDAYATULLAH
JAKARTA
1435 Hf2014 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi berjudul PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas
Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ) telah diujikan dalam
Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi
Hukum Keluarga.
Jakarta, 13 Mei 2014
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
z--~
~.M. Mulimm. M.A. NIP. 196808121999031014
P AN/TIA UJIAN
I. Ketua : Dr. J. M. l\'1uslimin, M.A. f.u~ NIP. 196808121999031014
2. Sekretaris : Mufidah, S.Hl
3. Pembimbing : Nahrowi, S.H.,M.H.
NIP. 197302151999031002
4. Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.
NIP. 195510151979031002
5. Penguji II : Drs. Abu Tamrin, S.H.,M.Hum.
NIP. 196509081995031001
ABSTRAK
FARIZI. NIM: 208044100022. Judul Skripsi : PERANAN BANTUAN HUKUM
PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 (
Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur )
Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan yang diperlakukan
untuk penghidupan di dalam masyarakat, demi ketertiban masyarakat, kebaikan
dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan
perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak-hak serta
menentukan kewajiban-kewajiban anggota masyarakat, agar tercipta suatu
kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil, dan makmur. Dalam
menghadapi situasi ini, maka perlu adanya perombakan strategi pembangunan
hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan rakyat yang
kurang mampu, dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan hukum, akan
tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan mereka.
Dengan adanya Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menurut
penulis ini merupakan kajian yang menarik untuk diangkat dan dibahas mengigat
program ini sangat baik untuk bisa membantu para pencari keadilan yang tidak
mampu secara ekonomi, serta untuk membayar advokat atau sekedar konsultasi
tentang permasalahan hukum di Peradilan Agama.
Dari persoalan tersebut, tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk
mengetahui bagaimanakah peranan bantuan hukum di Peradilan Agama yang
didasari oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 tentang
Pedoman Bantuan Hukum Lampiran B sebagai bantuan bagi warga negara yang
ingin mencari keadilan dan mengetahui hukum lebih khusus warga negara yang
tidak mampu di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama Jakarta
Timur).
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai
pendekatan yuridis sosiologis terhadap bantuan hukum di Pengadilan Agama
sehingga memperoleh kejelasannya. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu
penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena dan
kejadian yang terjadi dilapangan. Untuk memperoleh data yang berkaitan penulis
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada
dalam kehidupan manusia, yang berkaitan dengan judul..
Setelah data diolah dan dianalisa sesuai dengan metode yang telah
ditetapkan, diperoleh kesimpulan bahwa Bantuan Hukum di lingkungan
Pengadilan Agama Jakarta Timur sangat membantu para pencari keadilan yang
tidak mampu secara ekonomi dalam proses hukum di Pengadilan, dan masalah
yang dihadapi para pencari keadilan jadi cepat selesai, di samping itu Bantuan
Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur telah bekerja secara efisien dan
sangat efektif sesuai dengan aturan dan tujuan yang dibuat dalam SEMA No. 10
Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.
LEMBARPERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar starata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) SyarifHidayatuIlah Jakarta;
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta; dan
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Mei 2014
r\f Farizi
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah subhana wa taala, yang telah
memberikan nikmat sehat, pengetahuan dan kemudahan untuk penulis dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan Bantuan Hukum Pasca Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan
Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ). Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya yang selalu berpegang teguh
dan setia hingga akhir zaman.
Keseluruhan proses penyusunan karya ilmiah ini telah melibatkan
bantuan berbagai pihak, melalui pengantar ini dengan segala kerendahan hati
penulis hanturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM. Guru besar Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah banyak memberikan motivasi dan nasihat-nasihat berharga
kepada mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
3. Drs. H.A. Basiq Djalil, MA. Ketua Program Studi Hukum Keluarga, yang
telah banyak memberikan pelajaran berharga dalam perkuliahan.
iii
4. Nahrowi, SH.MH. Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, nasihat-
nasihat berharga dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi menjadi lebih baik.
5. Mufidah S.HI. yang telah banyak membantu dalam memudahkan pelayanan
terhadap mahasiswa dalam birokrasi dan administrasi kampus
6. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum, terima
kasih atas ilmu yang telah diberikan selama masa pekuliahan.
7. Drs. Amril Mawardi, SH.MH. Pembina di Pengadilan Agama Jakarta Timur,
yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh informasi yang
diperlukan.
8. Abdullah S.HI dan Makini Staf Posbakum di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, yang telah bersedia membantu penulis, baik dari wawancara maupun
dalam memberikan informasi yang diperlukan.
9. Kedua orang tua tercinta H. Waqi dan Hj. Iis Latifah, Ana Nurhamna, dan Hj.
Ayanah Ayu, Kakak Nurul, Syaiful Rahman, Nasuha, Zaini, adik Suwwaipi,
Saqiatul Muawwanah, dan istriku tercinta Nurhayati, yang selalu memotivasi
dan menemani dengan tulus dalam penyusunan skripsi, serta sanat saudara
yang telah banyak memberikan motivasi, doa, kasih sayang, dukungan moril
dan materil, kesabaran, cinta, perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga
sepanjang masa, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik,
segala hormat penulis sembahkan semoga Allah subhana wa taala senantiasa
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.
iv
10. Sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah di Kelas PA, khususnya kepada
Aziz sahabat sejati yang selalu bersama-sama dalam penyusunan skripsi
hingga selesai, serta Nizar, Hendrik dan Rizki Akbar yang telah berbagi ilmu
dan saling memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi, semoga
kesuksesan dan keberhasilan selalu menyertai kita.
Akhirnya, tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kecuali
hanya doa dan kasih sayang. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang membacanya, amiin.
Jakarta, 13 Mei 2014
Penulis
Farizi
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah..................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11
D. Review Study Terdahulu ..................................................................... 12
E. Metodologi Penelitian .......................................................................... 14
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANTUAN HUKUM MENURUT
SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN
2010 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG BANTUAN HUKUM
A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia ................................................. 19
B. Pengertian Bantuan Hukum ................................................................. 24
C. Tujuan dan Manfaat Bantuan Hukum .................................................. 29
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Pengadilan ............................................................................... 31
B. Struktur Organisasi Pengadilan ............................................................ 33
C. Wilayah Hukum dan Wewenang Pengadilan ....................................... 34
vi
BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN POS BANTUAN
HUKUM DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Pengertian Efektifitas ......................................................................... 39
B. Peranan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ......... 40
C. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung terlaksananya
Bantuan Hukum ................................................................................. 48
D. Analisa efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan
Agama Jakarta Timur ......................................................................... 49
E. Analisa Bantuan Hukum Menurut Islam Berkaitan dengan
Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur....................... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 60
B. Saran ..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 65
LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi ...................... 68
2. Surat Permohonan Data dan Wawancara ..................................................... 69
3. Data Hasil Wawancara dengan Kordinator Pengadilan Agama Jakarta
Timur............................................................................................................ 70
4. Data Hasil Wawancara dengan Staf Posbakum Pengadilan Agama
Jakarta Timur ............................................................................................... 74
5. Data Hasil Wawancara dengan Pengguna Jasa Posbakum .......................... 78
vii
6. Instrumen Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur ............. 88
7. Laporan Rekapitulasi Pengguna Jasa Posbakum Tahun 2011-2012
Pengadilan Agama Jakarta Timur ................................................................ 89
8. Surat Keterangan Penelitian dan Wawancara .............................................. 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dapatlah diketahui bahwa lahirnya hukum Indonesia bersamaan dengan
lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan proklamasi
itulah, lahir secara resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka
dan berdaulat yang meliputi wilayah kekuasaanya dari Sabang sampai Merauke.
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, merupakan awal kelahiran
bangsa Indonesia dan negara Republik Indonesia. Negara yang berdiri diatas
Undang-Undang Dasar 1945 di mana Pancasila menjadi dasar falsafah.
Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar
1945.1 Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara
Indonesia. Yang memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, hal ini
sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya sebagai
berikut: Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.2
1 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), Cet
ke-3, h. 7-8.
2 Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 101.
2
Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan yang diperlakukan
untuk penghidupan di dalam masyarakat, demi ketertiban masyarakat, kebaikan
dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan
perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak-hak serta
menentukan kewajiban-kewajiban anggota masyarakat, agar tercipta suatu
kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil, dan makmur.3
Kebutuhan akan keadilan merupakan salah satu hak asasi yang harus dijaga
dan dilindungi, sebagaimana yang termaktub dalam pasal 27 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia yang menyatakan Segala warga Negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Begitupun di dalam pasal
28D UUD Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Semua sama dihadapan hukum dan berhak memperoleh perlindungan
hukum tanpa membedakan warga negara yang satu dengan yang lainnya,
termasuk fakir miskin, di dalam pasal 34 UUD 1945 menyatakan bahwa Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, di dalam pasal tersebut
negara berkewajiban melindungi fakir miskin sebagai sebagian dari warga
negaranya, akan tetapi pada realitanya masih banyak warga yang di bawah garis
kemiskinan tidak memperoleh jaminan dan mengerti akan hukum dan hampir
3 Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), h. 52.
3
semuanya buta hukum sehingga mereka tidak tahu dalam menyelesaikan perkara-
perkara perdata yang mereka alami.
Dalam menghadapi situasi ini, maka perlu adanya perombakan strategi
pembangunan hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan
rakyat yang kurang mampu, dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan
hukum, akan tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan
mereka. Ini perlu kembali diefektifkan agar masalah-masalah yang muncul
belakangan ini mendapat penyelesaian, sebab apabila semua itu tidak ditindak
lanjuti dalam bentuk yang nyata, maka konsep-konsep tersebut hanya akan
menjadi huruf mati yang tidak mempunyai efektifitas.4
Seperti yang dikatakan seorang tokoh bantuan hukum di Indonsia Adnan
Buyung Nasution, berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid adalah
memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat yang
membutuhkannya.5
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan kehakiman negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Dijelaskan
pula dalam Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
4 Soerjono Sukanto, Pendekatan Sosiolgi Hukum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 10.
5 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1981), h. 5.
4
Kehakiman, bahwa lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu diantara
lingkungan Peradilan Khusus
Penyebutan Peradilan Khusus tidaklah dimaksudkan untuk
mengistimewakan warga negara yang diadili atau mencari keadilan melalui
peradilan-peradilan itu, penamaan itu hanyalah sekedar menunjukkan perbedaan
ketiga lingkungan peradilan (Agama, Militer dan Tata Usaha Negara) dengan
Peradilan Umum yang mempunyai wewenang yang lebih luas dan umum baik
mengenai perdata maupun pidana. Karena luasnya wewenang itu, Peradilan
Umum dapat mengadakan kekhususan pula dalam tubuhnya. Dengan berpuncak
dan berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung keempat lingkungan
peradilan itu melakukan kekuasaan kehakiman dalam negara RI. Dengan
demikian, pengadilan-pengadilan (Agama dan Tinggi Agama) dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah bagian dari peradilan negara dalam sistem peradilan
nasional.6
Peradilan Agama adalah peradilan Islam di Indonesia, sebab dari jenis-
jenis perkara yang ia boleh mengadilinya, seluruhnya adalah jenis perkara
menurut agama Islam. Dirangkaikannya kata-kata Peradilan Islam dengan
kata-kata di Indonesia adalah karena jenis perkara yang ia boleh mengadilinya
tersebut tidaklah mencakup segala macam perkara menurut Peradilan Islam
6 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, ( Jakarta: Kencana Pranada Media Group,
2010 ), Cet ke- 2, h. 23-24.
5
secara universal. Tegasnya, Peradilan Agama adalah Peradilan Islam limitatif,
yang telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.7
Dalam dunia peradilan termasuk lingkungan Peradilan Agama di
Indonesia, sumber hukum yang dipakai atau dirujuk dalam memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara secara garis besar terbagi dua, Pertama, Sumber
Hukum Materil; Kedua, Sumber Hukum Formil yang sering disebut Hukum
Acara.8
Peradilan Agama sebagai salah satu peradilan dalam tata peradilan di
Indonesia yang melaksanaan kekuasaan kehakiman dalam negara kesatuan
Republik Indonesia. Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, maka kekuasaan
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama semakin bertambah. Oleh karena
itu, maka tugas-tugas badan Peradilan Agama menjadi meningkat. Dengan
sendirinya hal itu mendorong usaha peningkatan jumlah dan kualitas aparatur
pengadilan, khususnya hakim, untuk menyelesaikan tugas-tugas peradilan
tersebut.
Selanjutnya, dengan berlakunya UU No. 7 Tahun 1989 posisi Peradilan
Agama di Indonesia semakin kuat, dan dasar penyelenggaraannya mengacu
kepada peraturan perundang-undangan yang unifikatif. Selain itu, dengan
perumusan KHI yang meliputi bidang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan,
7Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010), Cet ke- 14, h. 6.
8 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000), Cet. Pertama, h. 4.
6
maka masalah yang dihadapi oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama di Indonesia, yaitu keanekaragaman rujukan dan ketentuan hukum, dapat
diatasi.9
Pada tahun 2006, UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah disahkan oleh DPR RI, dan pada
tahun 2009 terjadi perubahan kedua atas UU Nomor 7 tahun 1989 dengan
disahkannya UU No. 50 Tahun 2009. Proses perubahan berjalan lancar tanpa
kontroversi. Tanpa ada perdebatan alot baik ditingkatan politisi, akademisi
maupun masyarakat umum. Seolah semua mengamini dan meneguhkan akan
pentingnya revisi UU tersebut bagi Pengadilan Agama (PA) pasca satu atap
dengan Mahkamah Agung (MA).
Dengan disahkannya UU nomor 3 tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009,
maka secara yuridis formal kelembagaan Peradilan Agama semakin kokoh dan
mempuyai kedudukan yang sama dan sejajar dengan tiga lingkungan peradilan
lainnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan
Militer. Diberlakukannya UU Nomor 3 tahun 2006 tersebut menandai lahirnya
paradigma baru peradilan agama. Paradigma baru itu menyangkut yurisdiksinya,
sebagaimana ditegaskan bahwa: Peradilan Agama adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
9 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada,2004), Cet ke-4, h. 124-125.
7
Kata perkara tertentu merupakan perubahan terhadap kata perkara perdata
tertentu sebagaimana disebutkan dalam UU No. 7 Tahun 1989. Penghapusan
kata ini dharapkan agar tidak hanya perkara perdata saja yang menjadi
kewenangan pengadilan agama.10
Kompetensi relatif setiap Pengadilan Agama dasar hukumnya adalah
berpedoman pada ketentuan Undang-undang Hukum Acara Perdata. Landasan
untuk menentukan kewenangan relatif Peradilan Agama merujuk kepada
ketentuan pasal 118 HIR atau pasal 142 R.Bg. Jo. Pasal 66 dan pasal 73 Undang-
undang N0. 7 Tahun 1989. Penentuan kompetensi relatif ini bertitik tolak dari
aturan yang menetapkan ke Pengadilan Agama mana gugatan diajukan agar
gugatan memenuhi syarat formal. Pasal 118 ayat (1) HIR, menganut asas bahwa
yang berwenang adalah pengadilan ditempat kediaman tergugat. Asas ini dalam
bahasa latin disebut actor sequitur forum rei. namun ada beberapa
pengecualian, yaitu tercantum dalam pasal 118 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4),
yaitu:
- Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah seorang dari
tergugat;
- Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan di tempat tinggal penggugat;
10
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:
Kecana, 2008), h. 343.
8
- Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan
kepada peradilan di wilayah hukum dimana barang tersebut terletak; dan
- Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan
dapat diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang dipilih dalam akta
tersebut.
Kompetensi Absolut, saat ini dengan dikeluarkannya Undang-undang No.3
Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama, salah satu yang diatur adalah tentang perubahan atau perluasan
kewenangan lembaga Peradilan Agama pada pasal 49 yang sekarang juga
meliputi perkara-perkara dibidang ekonomi syariah. Secara lengkap bidang-
bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama meliputi: (a) perkawinan;
(b) waris; (c) wasiat; (d) hibah; (e) wakaf; (f) zakat; (g) infak; (h) sedekah; dan
(i) ekonomi syariah.11
dalam Pasal 60B UU No. 50/2009 tentang perubahan kedua atas UU No.
7/1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa setiap orang yang
tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung
biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
Dengan memperhatikan keadaan/nasib warga negara yang tidak
mengetahui hukum apalagi untuk para pencari keadilan yang tidak mampu untuk
membayar biaya advokat. Mahkamah Agung melakukan terobosan baru
11
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:,Kencana,
2006), h. 104-106.
9
memberikan bantuan hukum kepada masyarakat pencari keadilan yang
dipandang tidak mampu secara ekonomi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010.12
Serta di dalam Pasal 60 (c) UU No.50 Tahun 2009 juga mengatur bahwa di
setiap pengadilan di bentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan tidak
mampu secara ekonomi dalam berperkara ke pengadilan, meliputi layanan
perkara prodeo, peyelenggaraan sidang keliling, dan penyedian pos bantuan
hukum dipengadilan, meliputi perkara di Peradilan Agama, Peradilan Umum
serta di Peradilan Tata Usaha Negara, tata cara dan mekanisme pemberian
bantuan hukum tersebut diatur dalam lampiran SEMA, dan khusus di lingkungan
Peradilan Agama diatur dalam lampiran B SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama.
Dengan adanya Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menurut
penulis ini merupakan kajian yang menarik untuk diangkat dan dibahas mengigat
program ini sangat baik untuk bisa membantu para pencari keadilan yang tidak
mampu secara ekonomi, serta untuk membayar advokat atau sekedar konsultasi
tentang permasalahan hukum di Peradilan Agama.
Penulis terdorong ingin mengkaji lebih dalam untuk mengetahui
bagaimanakah pelaksanaan Bantuan Hukum di Peradilan Agama yang didasari
oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman
12
www.hukumonline.com/2010/10/rakernas MA.html, diakses pada 20 Januari 2013.
http://www.hukumonline.com/2010/10/rakernas%20MA.html
10
Bantuan Hukum Lampiran B sebagai bantuan bagi warga negara yang ingin
mencari keadilan dan mengetahui hukum lebih khusus warga negara yang tidak
mampu di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur).
Oleh karena itu penulis mengangkat suatu tema yang akan di tulis sebagai bahan
skripsi, yaitu dengan judul Peranan Bantuan Hukum Pasca SEMA No. 10
Tahun 2010 (Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama
Jakarta Timur).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian terhadap skripsi ini lebih terarah, maka dalam hal ini
penulis memberikan batasan masalah yang akan dikaji, yaitu tentang Efektifitas
Implementasi Bantuan Hukum di Peradilan Agama, sesuai SEMA No. 10 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Khususya mengenai
Bantuan Hukum di Lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur dari tahun
2011 hingga tahun 2012.
2. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan keadaan warga negara yang tidak mengetahui
hukum apalagi untuk para pencari keadilan yang tidak mampu pada umumnya
mereka tidak tahu bagaimana menghadapi dan menyelesaikan perkara-perkara
yang mereka hadapi di pengadilan dan tidak mampu untuk membayar biaya
pengacara untuk mendampingi ataupun hanya sekedar konsultasi.
11
Dengan melihat realita yang ada, maka rumusan masalah dalam skripsi ini
ialah bagaimana pelaksanaan bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, apakah efektif atau tidak efektif dalam memberikan bantuan hukum
kepada masyarakat dalam mencari keadilan sesuai dengan Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan
Hukum, dari tahun 2011 hingga tahun 2012.
Dalam hal ini penulis merumuskan dengan beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana Peranan Bantuan Hukum Pasca SEMA No. 10 Tahun 2010 di
Pengadilan Agama Jakarta Timur?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan yang mendukung terlaksananya
bantuan hukum?
3. Bagaimana efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta
Timur?
4. Bagaimana bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum
di Pengadilan Agama Jakarta Timur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui peranan bantuan hukum pasca SEMA No. 10 Tahun 2010
di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
12
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
terlaksananya bantuan hukum di Lingkungan Pengadilan Agama Jakarta
Timur.
c. Untuk mengetahui efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama
Jakarta Timur.
d. Untuk mengetahui bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan
hukum di Pengadilan Agama Jakarta timur.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis, diharapkan dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya
dibidang hukum dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan baru yaitu
mengenai bantuan hukum yang terdapat di Pengadilan Agama.
b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat
akan adanya Bantuan Hukum bagi mereka yang tidak mampu di Lingkungan
Peradilan Agama.
D. Review Studi Terdahulu
No Judul Skripsi Pengarang Pokok
Pembahasan
Perbedaan
13
1 Tinjauan Yuridis Pos
Bantuan Hukum di
Lingkungan
Pengadilan
Agama(Analisis
SEMA No. 10
Tahun 2010 Tentang
Pedoman Pemberian
Bantuan Hukum)
Jainul
Amidin
Mekanisme
pembentukan,
pelaksanaan Pos
Bantuan Hukum
di linkungan
Peradilan
Agama yang
ditinjau dari
hukum yang
berlaku di
Negara
Indonesia
Analisa Efektifitas
dan faktor yang
menghambat dan
mendukung
pelaksanaan
Bantuan Hukum
meliputi Bantuan
Hukum Prodeo,
Bantuan Hukum
Sidang Keliling,
dan Pos Bantuan
Hukum di
Pengadilan Agama
Jakarta Timur
pasca SEMA No.
10 Tahun 2010
tentang bahasan yang sedang penulis bahas didalam skripsi studi
terdahulu, penulis hanya mendapatkan tinjauan kajian terdahulu dari penulis
Jainul Amidin. Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Yaitu tentang Tinjauan Yuridis Pos Bantuan Hukum di
14
Lingkungan Peradilan Agama (Analisis SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Hukum).
Penulis tersebut memfokuskan tentang Pembentukan, pelaksanaan Pos
Bantuan Hukum di lingkungan Peradilan Agama di tinjau dari hukum yang
berlaku di Negara Indonesia. Sedangkan penulis memfokuskan tentang analisa
efektifitas dan faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan Bantuan
Hukum meliputi Bantuan Hukum Prodeo, Bantuan Hukum Sidang Keliling, dan
Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pasca Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan
Hukum. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa perbedaan yang paling
mendasar ialah dari bahasan dan objeknya.
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk
menghasilkan data yang valid adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan masalah
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan
memakai pendekatan yuridis sosiologis terhadap bantuan hukum di Pengadilan
Agama sehingga memperoleh kejelasannya. Penelitian yuridis sosiologis adalah
15
suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena dan
kejadian yang terjadi dilapangan.13
Untuk memperoleh data yang berkaitan penulis menggunakan pendekatan
kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang
mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia,
yang berkaitan dengan judul.14
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan berupa
gambaran yang sesuai dengan realitanya, yang bersifat deskriptif analisis yaitu
penelitian lapangan yang menggambarkan data dan informasi di lapangan
berdasarkan fakta yang ada yang diperoleh secara mendalam.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari objek yang diteliti,
yaitu data yang diperoleh dari Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur
melalui hasil wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait yang
terutama pemberi jasa bantuan hukum yang berkaitan dengan penelitian bantuan
hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
b. Data Sekunder
13
Soejono Sukanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja
Grafindo. 2001), h. 26.
14 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 20.
16
Data sekunder data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang
berhubungan dengan masalah yang diajukan, buku-buku ilmiah, undang-undang
serta peraturan-peraturan lainnya, buku-buku literatur, makalah umum dan
bacaan lain yang berkaitan dengan judul yang diajukan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
berupa:
a. Studi Pustaka (Library Research)
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang
berhubungan dengan penulisan skripsi yaitu dari buku-buku, literatur-literatur,
artikel-artikel di internet yaitu pembahasan yang bekaitan dengan pokok masalah
yang diajukan, kemudian melalui jurnal, maupun year book yaitu mengenai
fakta-fakta dan statistik yang diterbitkan setiap tahun.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data-data mengenai
pelaksanaan bantuan hukum. melalui wawancara, observasi dan dokumentasi
dengan pihak-pihak yang berkaitan, yaitu yang mengurusi bantuan hukum di
Pengadilan Agama Jakarta Timur.
c. Pengolahan data
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan melalui penelitian
dilapangan, kemudian dilakukan analisis perkembangan dalam pembahasan
17
masalah, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk
perbaikan.
5. Metode Analisa Data
Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
metode analisis statistik atau evaluasi yang menilai apakah pelaksanaan bantuan
hukum oleh bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur periode tahun
2011 hingga tahun 2012 efektif atau tidak efektif dan sesuai dengan Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan
Hukum.
F. Sistematika Penulisan
Di dalam melakukan penyusunan skripsi agar mempermudah pembaca
dalam hal ini penulis menyusun skripsi terdiri dari lima bab. Setiap bab terdiri
dari beberapa sub bab bahasan, agar lebih terarah dan sistematis. Isi dari proposal
ini secara singkat adalah sebagai berikut:
Bab I, berisi mengenai pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi
terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II, membahas mengenai bantuan hukum menurut SEMA No. 10 Tahun
2010 dan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, sejarah bantuan
hukum di Indonesia, pengertian bantuan hukum, tujuan dibentuknya bantuan
hukum.
18
Bab III, membahas tentang profil Pengadilan Agama Jakarta Timur yang terdiri
dari, sejarah singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur, struktur organisasi
Pengadilan Agama Jakarta Timur, wilayah hukum dan wewenang Pengadilan
Agama Jakarta Timur.
Bab IV, berisi tentang pengertian efektifitas, peranan bantuan hukum pasca Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, faktor-faktor yang menghambat dan mendukung terlaksananya bantuan
hukum, analisa efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, analisa bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum
di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Bab V, sebagai penutup berisi kesimpulan dan saran-saran, penulis juga
melampirkan daftar pustaka dan lain-lain.
19
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BANTUAN HUKUM
A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia
Sebelum membahas tentang apa itu bantuan hukum, untuk memudahkan
dalam pembahasan lebih dalam maka lebih dahulu kita pelajari tentang sejarah
bantuan hukum di Indonesia.
a. Bantuan hukum pra-kemerdekaan.
Bantuan hukum pada zaman penjajahan Belanda tidak memberlakukan
hukum yang baru, akan tetapi Belanda menerapkan kebijaksanaan politik baru.
Sejak permulaan, pihak kompeni (VOC) berketetapan menghormati hukum lokal.
Hal yang tidak mereka hormati adalah hubungan-hubungan ekonomi dan politik
yang selamanya merupakan sumber pokok hukum lokal.
Hubungan yang serupa juga terdapat di bidang peradilan dengan
perbedaan penting bahwa tapal batas etnis diterobos ke satu arah, ke pihak
Belanda yang jenjang peradilannya terdiri atas Residentiegerecht untuk tingkat
pertama, Raad van justitie untuk tingkat banding, dan Mahkamah Agung
(Hooggerechtshof). Negara Eropa mempunyai dua kitab undang-undang hukum
acara, satu untuk perkara perdata (Burgelijk Rechtsvordering) dan untuk perkara
pidana (Strafvordering). Dan tahun 1950-an kedua kitab undang-undang ini
memuat ketentuan-ketentuan, termasuk jaminan hak-hak pribadi yang termaktub
20
dalam kitab undang-undang di Belanda. Untuk orang Indonesia cukup disediakan
dalam kitab undang-undang baik untuk perkara perdata dan pidana, yaitu:
Herziene Inlandsch Reglement (H.I.R).
Dalam masa pendudukan Jepang, terhadap golongan Eropa dan Tionghoa
diberlakukan Burgerlijk Werboek (B.W.) dan Wetboek van Koophandel (W.v.K),
sedang untuk golongan Indonesia asli berlaku hukum adat. Selanjutnya bagi
golongan-golongan lainnya berlaku hukum yang diperlakukan bagi mereka
menurut peraturan dahulu.
Organisasi peradilan pada masa pemerintah pendudukan Jepang tidak
menunjukkan adanya suatu kesatuan. Ada 5 (lima) lingkungan peradilan yang
dikenal pada waktu itu, yaitu Gunritukaigi (Mahkamah Militer), Gunsei Hooin
(Pengadilan Pemerintah Balatentara), Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri), Kootoo
Hooin (Pengadilan Tinggi), Saikoo Hooin (Pengadilan Agung) dan Peradilan
Swapraja dan Peradilan Adat.1
Di Indonesia bantuan hukum sudah ada sejak tahun 1500 M, bersamaan
dengan datangnya bangsa Portugis, Spanyol Inggris dan Belanda ke Indonesia.
Pada awal perkembangannya bantuan hukum ini merupakan manifestasi dari
sikap kedermawanan (charity) yang umumnya dilakukan oleh patron kepada
klien. Kemudian bantuan hukum berkembang sejalan dengan perkembangan
profesi hukum menjadi kedermawanan profesi, yang selanjutnya profesi bantuan
1 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Bukan Belas Kasihan, (Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2000), h. 7.
21
hukum menjadi professional responsibility (tanggungjawab profesi). Dalam
perkembangan selanjutnya menjadi tanggung jawab sosial yang diselesaikan
tidak hanya masalah hukum yang litigasi, tetapi juga non litigasi.2
b. Bantuan hukum pasca kemerdekaan
Sejak Indonesia merdeka, pemerintahan RI telah mengeluarkan berbagai
macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bantuan hukum di
muka persidangan. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang No. 1 tahun 1946
Pada tahun 1946, pemerintah RI mengeluarkan UU No 1 tahun 1946 tentang
peratura Hukum Pidana. Dalam undang-undang tersebut diatur di dalamnya
tentang kedudukan advokat dan orang-orang yang memberikan bantuan hukum.
2. Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 9 mei 1950, mengatur tentang
susunan kekuasaan Mahkamah Agung yang mempunyai kedudukan tertinggi
untuk mengawasi jalannya peradilan. Dan dalam Pasal 42 terdapat istilah yang
menerangkan pemberi bantuan hukum dengan kata Pembela.
3. Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951
2 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta : Kencana, 2006), h. 67.
22
Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 mengatur tentang tindakan-tindakan
sementara untuk menyelenggarkan kesatuan susunan kekuasaan dan acara
pengadilan sipil.
4. Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban advokat dan pemberi bantuan
hukum di muka persidangan diatur dalam beberapa pasal HIR, seperti: Pasal 83
h ayat 6, Pasal 120 Rsv, Pasal 250 ayat 5 HIR, Pasal 254 ayat 1 HIR, Pasal 123
HIR, Undang-undang No.19 tahun 1946 tentang ketentuan pokok Kekuasaan
Kehakiman yang pada intinya seseorang yang terkena masalah hukum berhak
mendapatkan bantuan hukum dari seorang ahli hukum.3
Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program
bantuan hukum atau advokat dilakukan oleh Mauro Cippelleti, yang dikutip oleh
Adnan Buyung Nasution yang mengatakan bahwa:
Program bantuan hukum kepada si miskim telah dimulai sejak zaman
Romawi. Juga ternyata bahwa pada tiap zaman, arti dan tujuan pemberian
bantuan hukum kepada si miskin erat hubungannya dengan nilai-nilai moral,
pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku .
Pada tahun 1892 di kota Amsterdam dibentuk suatu biro bantuan hukum
dari organisasi Toynbee, yang bernama Ons Huis. Biro-biro tersebut juga
3 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Bukan Belas Kasihan, h. 16-22
23
dibentuk di kota Leiden dan Den Hag. Biro tersebut menberikan konsultasi
hukum dengan biaya yang sangat rendah.
Pada tahun 1905 kota Keulen Jerman didirikan biro kunsultasi hukum
yang pertama dengan nama Rechtsaus Kunfsteble Fur Minderbemittleden dengan
mendapat subsidi dari kotapraja. Di Amerika Serikat juga dibentuk organisasi
bantuan hukum swasta pada tahun 1876, yang bertujuan untuk melindungi
kepentingan-kepentingan imigran Jerman, yang bernama Deutsche Rechtsschutz
Verein.
Pemberian advokat khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan
buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat dikatakan relatif baru di
negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai legal
institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum
tradisional, dan baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya
sistem hukum barat di Indonesia. Menurut Ali Yusuf Amir bahwa bantuan
hukum merupakan pelayanan hukum yang bersifat cuma-cuma. Semua warga
negara memiliki aksesbilitas yang sama dalam memperoleh pelayanan hukum,
baik didalam maupun di luar Pengadilan.
Kemudian Bambang Sunggono dan Aries Harianto menjelaskan bahwa
bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara cuma-cuma kepada
masyarakat miskin dan buta hukum dalam dekade terakhir ini tampak
menunjukkan perkembangan yang amat pesat di Indonesia, apalagi sejak Pelita
24
ke III pemerintah mencanangkan program bantuan hukum sebagai jalur untuk
meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum.
Secara formal bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak zaman
penjajahan Belanda. Hal ini bermula pada tahun 1848 ketika di Belanda terjadi
perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka
firman raja tanggal 16 Mei 1848 Nomor 1 perundang-undangan di negara
Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia (waktu itu bernama Hindia
Belanda), antara lain tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan pengadilan
(Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia)
yang disingkat dengan nama R.O.Stb. 1847 Nomor 23 Jo Stb. 1848 Nomor 57
dengan segala perubahan dan tambahannya.4
B. Pengertian Bantuan Hukum
Bantuan hukum diyakini dapat memberikan kesamaan dan jaminan
terhadap seluruh masyarakat dalam menikmati perlindungan dihadapan hukum
dan dari sesuatu perbuatan yang tidak adil. Bantuan hukum merupakan
penyempurnaan dari jaminan sosial, dan menjadi sistem yang melengkapi
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Di dalam UUD 1945, permasalahan bantuan hukum tidak secara tegas
dinyatakan sebagai tanggung jawab negara. Namun adanya prinsip-prinsip
4 Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, (Jakarta :Sinar Grafika, 2010), h. 12-14.
25
persamaan di hadapan hukum dan perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat,
merupakan petunjuk bahwa negara wajib memperhatikan masalah bantuan
hukum bagi warganya.
Bantuan hukum pada dasarnya terdapat dua model (sistem) bantuan
hukum, yang dinamakannya sebagai model yuridis-individual dan model
kesejahteraan, artinya di satu pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu
hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-
kepentingan individual, dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan
yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu
negara kesejahteraan.
Bantuan hukum model yuridis-individual adalah permintaan akan bantuan
hukum atau perlindungan hukum tergantung pada warga masyarakat yang
memerlukannya. Warga masyarakat yang memerlukan bantuan hukum menemui
pengacara, dan pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa-jasa yang
diberikannya dari negara. Pada model bantuan hukum ini prosesnya tergantung
pada calon-calon klien maupun keahlian yang ada pada para pengacara.
Model kesejahteraan memandang bantuan hukum sebagai bagian dari
haluan sosial, misalnya, untuk mentralisasikan ketidakpastian atau kemiskinan.
Didalam rangka kesejahteraan, maka pada model ini dituntut campur tangan yang
intensif dari negara atau pemerintah. Kewajiban-kewajiban negara atau
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga masyarakat,
26
menimbulkan hak-hak tertentu, di mana bantuan hukum merupakan salah satu
cara untuk memenuhi hak-hak tersebut.5
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak
baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana
maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka
pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan.6
Santoso Poedjosoebroto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid
diartikan sebagai Bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian nasihat
hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang
berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya,
sehingga tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau
pengacara.7
Jaksa Agung Republik Indonesia ternyata juga mempunyai pendapat yang
lebih sempit lagi ruang lingkupnya Yang dimaksud dengan bantuan hukum
adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat
5 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tujuan Sosio Yuridis, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1983), h. 11-12.
6 Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1989), h. 119.
7 Santoso Poedjosobroto, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan
Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:
Departemen Penerangan RI,1976), h. 61.
27
hukum, sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau
dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka Pengadilan.8
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, memberikan batasan pengertian
yang agak luas terhadap bantuan hukum Pemberian bantuan hukum sebagai
pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya terbatas untuk jurusan-jurusan pidana
dan perdata untuk akhirnya tampil di depan pengadilan, tetapi juga untuk
jurusan-jurusan lain seperti jurusan hukum tata negara, hukum administrasi
pemerintahan, hukum internasional dan lain-lainnya yang memungkinkan
memberikan bantuan hukum di luar pengadilan misalnya memberikan bantuan
hukum kepada seseorang yang tersangkut dalam soal-soal perumahan di kantor
urusan perumahan (KUP); bantuan hukum kepada seseorang dalam urusan
kewarganegaraan di Imigrasi atau Departemen Kehakiman; bantuan hukum
kepada seseorang yang menyangkut dalam urusan internasional di Departemen
Luar Negeri; bahkan memberikan bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum
termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya.9
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor 48 Tahun 2009, pasal 56
dan 57, Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 pasal 68 B dan 69 C, Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009 pasal 60 B dan 60 C, Undang-undang Nomor 51
8 Jaksa Agung, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:
Departemen Penerangan RI,1976), h. 72.
9 Kepala Kepolisian, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan
Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:
Departemen Penerangan RI, 1976), h.88.
28
Tahun 2009 pasal 144 C dan 144 D yang mengatur tentang hak setiap orang yang
tersangkut perkara untuk memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung
biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Dengan dasar itu
Mahkamah Agung melakukan terobosan baru memberikan bantuan hukum
kepada masyarakat pencari keadilan yang dipandang tidak mampu secara
ekonomi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10
Tahun 2010.
Bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum yang difasilitasi oleh
negara melalui Peradilan, dengan pembebasan biaya perkara, baik dalam perkara
perdata gugatan dan permohonan, perkara pidana maupun perkara jinayat dan
biaya sidang ditempat sidang tetap (zitting plaatz).
Bantuan Hukum menurut Undang-undang Nomor 16 Tentang Bantuan
Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara
cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
Pemohon Bantuan Hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang
perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau
memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau
penetapan upah minimum regional atau program jaring pengaman sosial lainnya,
atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Sema No. 10 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, yang memerlukan bantuan
untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan.
29
Jadi dapatlah dikatakan disini bahwa bantuan hukum adalah memberikan
pelayanan hukum kepada rakyat miskin atau orang-orang yang tidak mampu
yang buta hukum, tidak dapat membayar biaya pembela atau pengacara tanpa
memandang agama, asal, suku maupun keyakinan politik masing-masing,
sehingga meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, terutama hak-haknya
sebagai subyek hukum.
C. Tujuan Bantuan Hukum
Bantuan hukum di Indonesia mempunyai tujuan dan ruang lingkup yang
lebih luas dan lebih jelas arahnya. Arti dan tujuan program bantuan hukum
tersebut tercantum di dalam anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum, yang
artinya adalah sebagai berikut, Disamping memberikan pelayanan bantuan
hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya, Lembaga Bantuan Hukum
berambisi untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengan
tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subyek
hukum. Lembaga Bantuan Hukum juga berambisi turut serta mengadakan
pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum di segala bidang.10
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa ruang lingkup bantuan
hukum di Indonesia mencakup pemberian pelayanan hukum, mengadakan
pendidikan (hukum), serta mengadakan pembaharuan dan perbaikan pelaksanaan
hukum.
10
Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1981), h. 5-6.
30
Di dalam SEMA No 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian
Bantuan hukum. Bantuan hukum bertujuan untuk:
(1) Membantu masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomis
dalam menjalankan proses hukum di pengadilan;
(2) Meningkatkan akses terhadap keadilan;
(3) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum
melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan hukum terhadap hak dan
kewajibannya; dan
(4) Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari keadilan. Tujuan
Bantuan Hukum Menuurut UU No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum,
Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk:
a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk
mendapatkan akses keadilan;
b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggung
jawabkan.
31
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Pengadilan
Kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur Sebagai kelanjutan dari sikap
pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama, pada tahun 1828 dengan
ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828 nomor 17 khusus untuk
Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari:
a. Komandan Distrik sebagai Ketua
b. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota
Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad
1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di
masa itu mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820
sebagai berikut:
Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain
mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis
yang harus diputus menurut hukum Islam, maka para pendeta memberi
keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari
keputusan dari para pendeta itu harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan
biasa. Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari
pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam
bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari
32
hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di
Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW).
Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr.
Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang-
undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah
nota kepada pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa:
Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin
juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera,
maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap
dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka.
Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan
kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor cabang menjadi 4 kantor
cabang, antara lain :
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur
b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan
c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat
d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat
33
B. Struktur Organisasi Pengadilan
STRUKTUR ORGANISASI
PENGADILAN AGAMA KELAS IA JAKARTA TIMUR
KETUA
Drs. H. Zulkarnain, SH., M.H.
WAKIL KETUA
-
PANITERA SEKRETARIS
Dra. Hj. Aminah
WAKIL PANITERA
H. Hanafi Baihaqi, Lc., SH
Plt. WAKIL SEKRETARIS
Muhammad Zuhri
HAKIM
11. Drs. H. Nemin Aminudin, SH., MH
12. Hj. Shafwah, SH., MH
13. H. Abdillah, SH., MH
14. Drs. H. Muhiddin, SH., MH
15. Drs. Sultoni, MH.
16. Elvi Nailana, SH., MH.
17. Dra. Orba Susilawati, MHI
18. Drs. Amril Mawardi, SH
19. Drs. Yayan Admaja, SH (MARI)
HAKIM
1. Dra. Hj. Saniyah, KH.
2. Dra. Nuraini Saladdin, SH
3. Dra. Hj. Ai Zainab, SH
4. Dra. Haulillah, MH
5. Hj. Yustimar B., SH
6. Drs. H.M. Syamri Adnan, SH., MH.I
7. Dra. Hj. Farchanah Muqoddas, M.Hum.
8. H. Muhammad Kailani, SH., MH.
9. Dra. Nurroh Sunah, SH
10. Drs. H. Abd. Ghoni, SH., MH. (MARI)
PAN MUD PERMOHONAN
H. Bambang SP, SH, SP.I, MH
PAN MUD GUGATAN
Ali Mustofa, SH.
PAN MUD HUKUM
Pahrurozi, SH
1. Siti Mahbuhah, S.Ag.
2. Sri Komalasari
3. Monika Septi Indriyani, A.Md
1. Kemas M. Irfan, SE1. R. Desy Psp, A.Md.
2. Dani N, SH
KEPALA SUB. BAG.
UMUM
Muhammad Zuhri
KEPALA SUB. BAG.
KEUANGAN
Dewi Utari, SE
Plt. KA. SUB. BAG.
KEPEGAWAIAN
Hismi Mubarok
1. Sutini, S.Ag.
2. Muhammad Arsyi
3. Rd. Yadi Sumiadi W.
4. A. Syahrus Sikti, SHI
5. Handika Imron, S.Kom
1. Sanjaya Langgeng S.
2. Achmad Mubarok, SHI1. Winahya V. A.Md.
PANITERA PENGGANTI
1. Drs. Ade Faqih
2. Dra. Siti Nurhayati
3. Siti Makbullah, SH
4. Titiek Indriaty, SH
5. Aday, S.Ag.
6. Fathony, SH
7. Zulhemi, B.A.
8. Hj. Spa Ichtiyatun, SH., MH
9. Hj. Andar Aryani, SH., MH
10. Drs. H. Ujang Sodik
11. Mastanah, SH
12. Sri Mulyati, S.Ag.
13. Yulisma, SH
14. Winarti, SH
15. Rahmah Sufiyah, SH., MH
16. Muhammad Sayhon, SH
17. Syarif Maulana, SH
18. Rohimah, SH., MH
19. Hj. Alfiah Yuliastuti, SH
20. Dwiarti Yuliani, SH
JURUSITA
1. Moh. Sidik
2. Abd. Rochim
3. Ade Husniati
JURUSITA
1. Sumiyati
2. Veny Rahmawati
3. Sirajuddin Haris
4. M. Dirwansyah Ridlah
5. Yuspa
6. Agus Alwi
7. Imam Sunardi
8. Marhamah
9. Prio Rinanto
34
C. Wilayah Hukum dan Wewenang Pengadilan
Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur
adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh)
kecamatan dan 65 kelurahan. Adapun batas-batas wilayahnya adalah:
1. Sebelah utara dengan: Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat
2. Sebelah barat dengan: Kodya Jakarta Selatan
3. Sebelah selatan dengan: Kabupaten Bogor /Kodya Depok
4. Sebelah timur dengan: Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi
Luas wilayah: 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa
(besumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama
Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur
adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah
kecamatan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 153.484 jiwa:
- Kelurahan Kebon Manggis
- Kelurahan Palmeriam
- Kelurahan Pisangan Baru
- Kelurahan Kayu Manis
- Kelurahan Utan Kayu Utara
- Kelurahan Utan Kayu Selatan
35
2) Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 250.186 jiwa:
- Kelurahan Bali Mester
- Kelurahan Bidaracina
- Kelurahan Cipinang Besar Selatan
- Kelurahan Cipinang Besar
- Kelurahan Cipinang Cempedak
- Kelurahan Cipinang Muara
- Kelurahan Rawa Bunga
- Kelurahan Kampung Melayu Kecil
3) Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 240.074 jiwa:
- Kelurahan Baru
- Kelurahan Cijantung
- Kelurahan Gedong
- Kelurahan Kalisari
- Kelurahan Pekayon
4) Kecamatan kramat jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 175.883 jiwa:
- Kelurahan Balekambang
- Kelurahan Batu Ampar
- Kelurahan Cawang
36
- Kelurahan Cililitan
- Kelurahan Dukuh
- Kelurahan Kampung Tengah
- Kelurahan Kramat Jati
5) Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduk sebanyak 250.878 jiwa:
- Kelurahan Cipinang
- Kelurahan Jati
- Kelurahan Jatinegara Kaum
- Kelurahan Kayu Putih
- Kelurahan Pisangan Timur
- Kelurahan Pulogadung
- Kelurahan Rawamangun
6) Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 251.184 jiwa:
- Kelurahan Cakung Barat
- Kelurahan Cakung Timur
- Kelurahan Jatinegara
- Kelurahan Penggilingan
- Kelurahan Pulogebang
- Kelurahan Rawa Terate
- Kelurahan Ujung Menteng
37
7) Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 160.679 jiwa:
- Kelurahan Cibubur
- Kelurahan Ciracas
- Kelurahan Kelapa Dua Wetan
- Kelurahan Rambutan
- Kelurahan Susukan
8) Kelurahan Cipayung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 171.883 jiwa:
- Kelurahan Ceger
- Kelurahan Cilangkap
- Kelurahan Cipayung
- Kelurahan Lubang Buaya
- Kelurahan Munjul
- Kelurahan Pondok Rangon
- Kelurahan Setu
9) Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduk sebanyak 193.085 jiwa:
- Kelurahan Cipinang Melayu
- Kelurahan Halim
- Kelurahan Kebon Pala
- Kelurahan Pinang Ranti
38
- Kelurahan Makasar
10) Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya 203.280 jiwa:
- Kelurahan Duren Sawit
- Kelurahan Malaka Jaya
- Kelurahan Pondok Kopi
- Kelurahan Pondok Bambu
- Kelurahan Klender1
1 www, Situsresmi.pa-jakartaTimur.go.id.03 April 2013.
39
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN POS BANTUAN HUKUM DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Pengertian Efektifitas Secara Etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif dalam bahasa
Inggris effective, dalam kamus John M. Echols dan Hassan Shadily artinya
adalah berhasil dan ditaati.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif
artinya dapat membawa hasil, berhasil guna tentang usaha atau tindakan. Dapat
berarti sudah berlaku tentang undang-undang atau peraturan.2
Pengertian seperti tersebut sejalan dengan rumusan yang dikemukakan
oleh The Liang Gie, yaitu EfectivenessEfektivitas: Suatu keadaan yang
mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang
dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud
tertentu yang memang dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif kalau
menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang
dikehendakinya.3
Ulum mengemukakan bahwa pengertian efektivitas pada dasarnya
berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna).
1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1996), Cet Ke-23, h. 207.
2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Cet Ke-2, h. 284.
3 The Liang Gie, Ensiklopedi Administrasi, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 2001), h. 108.
40
Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran
yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses
kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wesely).4
Rumusan dan pandangan tentang efektivitas yang dikemukakan di atas
menunjukkan bahwa untuk mengetahui sesuatu mencapai efektivitas atau tidak,
harus dikaitkan antara rencana, kehendak, aturan, tujuan atau sasaran dengan
hasil yang telah dicapai setelah melakukan kegiatan untuk mencapai maksud,
sasaran atau apa yang telah direncanakan sebelumnya.
Dengan kata lain bahwa suatu hasil dikatakan mencapai efektivitas jika
hasil tersebut benar-benar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya, termasuk ketentuan yang berlaku. Disamping itu, uraian yang
dikemukakan di atas, menunjukkan pula bahwa indikator atau ukuran efektivitas
adalah kesesuaian antara rencana dengan hasil yang dicapai, atau antara
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan kenyataan pelaksanaannya,
atau dengan kata lain bahwa efektif adalah kesamaan antara rencana dan hasil
yang dicapai.
B. Peranan Bantuan Hukum Pasca Sema Nomor 10 Tahun 2010 di Pengadilan
Agama Jakarta Timur
4 MD Ihyau Ulum, Akuntansi Sektor Publik, (Malang: UMM Press, 2008), h. 199.
41
Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Pos bantuan hukum
merupakan salah satu jasa bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang tidak
mampu secara keseluruhan ekonomi/tidak mampu membayar advokat tetapi
mampu membayar biaya perkara.
Pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur baru terealisasi
pada tahun 2011 dan terealisasi diseluruh Indonesia pada tanggal 1 Maret 2011,
akan tetapi dalam pelaksanaanya pos bantuan hukum itu sendiri di Pengadilan
Agama Jakarta Timur baru diresmikan pada tanggal 29 Maret, dikarenakan
banyak proses yang harus dilewati agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditentukan.
Pasca lahirnya Undang-undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum, praktik Posbakum tidak lagi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Menurut
pasal 6 Undang-Undang No. 16 tahun 2011, pemberian bantuan hukum kepada
penerima bantuan hukum diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum.
Undang-undang No. 16 Tahun 2011, berlaku pada tahun 2013. Dan pada
tahun 2013 bantuan hukum dikelola oleh Kementrian Hukum dan HAM. Akan
tetapi, dalam praktiknya belum terealisasikan, sehingga terjadi kekosongan
dalam memberikan bantuan hukum di Posbakum. Prosedur pemberian bantuan
hukum menurut UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pasal 4 ayat (3)
meliputi: menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau
42
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan
hukum. Menurut pasal 8 ayat (1), UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum praktik bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang
sudah di tunjuk oleh menteri dan memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam
ayat berikutnya ayat (2), yaitu:
a. Berbadan hukum.
b. Terakreditasi berdasarkan Undang-undang.
c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap.
d. Memiliki pengurus.
e. Memiliki program bantuan hukum.
Adanya perpindahan penyelenggara bantuan hukum dari Mahkamah
Agung ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menyebabkan pada tahun
2013 pelaksanaan Posbakum belum berjalan. Sedangkan dalam aturan SEMA No
10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, menuturkan
persyaratan yang sangat rinci agar tidak terjadi penyalahgunaan. Sehingga di
Pengadilan Agama Jakarta Timur pada bulan april tahun 2013, Mahkamah
Agung melalui Badan Peradilan Agama kembali menyelenggarakan bantuan
hukum dengan menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun
2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum untuk memberikan bantuan
hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu.5
5 Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
43
Jasa bantuan hukum yang di berikan oleh pemberi bantuan hukum di pos
bantuan hukum sebagaimana di atur dalam pasal 17 ayat 1 SEMA No. 10 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, fasilitas pelayanan bantuan
hukum yang diberikan adalah berupa:
1. Informasi
2. Konsultasi hukum
3. Advis
4. Pembuatan surat gugatan/permohonan
Jenis-jenis perkara yang dapat ditangani oleh pos bantuan hukum adalah:
- Perkara perceraian
- Penetapan ahli waris
- Hadhanah
- Istbat nikah
- Poligami
- Perwalian
Pemberi jasa bantuan hukum di pos bantuan hukum Pengadilan Agama
Jakarta Timur adalah:
1. Advokat;
2. Sarjana hukum; dan
3. Sarjana syariah
Pemberi jasa bantuan hukum berasal dari organisasi bantuan hukum.
Pemberi jasa yang akan bertugas di pos bantuan hukum ditunjuk oleh ketua
44
Pengadilan Agama, ada tiga lembaga bantuan hukum yang berkiprah di
Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memberikan bantuan hukum, yaitu,
lembaga bantuan hukum Nahdatul Ulama, Mandiri, dan Syariah, yang tedaftar
di kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lembaga bantuan hukum ini
berkiprah untuk membantu masyarakat dalam memberikan bantuan hukum
kepada para pencari keadilan yang tidak mampu di Pengadilan Agama Jakarta
Timur.
Yang berhak menerima jasa dari pos bantuan hukum adalah orang yang
tidak mampu dari segi ekonomi untuk membayar jasa advokat dan masyarakat
yang buta hukum tetapi mampu dalam hal ekonomi, juga dapat menggunakan
layanan jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.6
Syarat-syarat permintaan layanan jasa pos bantuan hukum. bagi yang
tidak mampu secara keseluruhan, dengan cara mengisi formulir permohonan jasa
pos bantuan hukum dengan melampirkan:
a. Surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala
Desa/Lurah.
b. Surat tunjangan sosial lainnya seperti:
- Kartu keluarga miskin (KKM), atau
- Kartu jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS),
- Kartu program keluarga harapan (PKH), dan
6 Wawancara Pribadi dengan Abdulloh. Kordinator Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan
Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
45
- Kartu bantuan langsung tunai (BLT)
Bagi yang tidak mampu membayar jasa advokat tetapi mampu dalam
membayar biaya perkara yaitu dengan cara membuat surat pernyataan tidak
mampu untuk membayar jasa advokat yang dibuat dan ditanda tangani oleh
pemohon bantuan hukum serta diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama.
Mekanisme pemberian jasa pos bantuan hukum, para pihak yang akan
mengajukan permohonan jasa pos bantuan hukum:
1. Datang ke tempat resepsionis setelah itu pemohon diarahkan ke tempat
meja informasi,
2. Tempat meja informasi akan memberikan informasi selengkap-lengkapnya
kepada pemohon jasa bantuan hukum tentang pos bantuan hukum.
3. Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada pos
bantuan hukum dengan mengisi formulir yang telah di sediakan.
4. Permohonan di lampiri:
a. Foto copy surat keterangan tidak mampu (SKTM) dengan
memperlihatkan aslinya; atau
b. Surat keterangan tunjangan sosial lainnya dengan memperlihatkan
aslinya,
c. Surat tidak mampu membayar advokat.
5. Pemohon yang sudah mengisi formulir dan melampirkan SKTM, setelah
itu di daftarkan ke pos bantuan hukum. satu hari berikutnya dapat
46
langsung diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian
informasi, advis, konsultasi dan pembuatan gugatan/permohonan.7
Secara singkat mekanisme pemberian bantuan dapat digambarkan dengan
bagan sebagai berikut:
7 Wawancara Pribadi dengan Makini. Staf Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
47
P IH A K
P e n g g u g a t /P e m o h o n
R E S E P S IO N IS
M e m in ta in fo rm a s i y a n g
d ib u tu h k a n te n ta n g ja s a
p o s b a n tu a n h u k u m
u n tu k m e n d a p a tk a n ja s a
b a n tu a n h u k u m y a n g
d ip e r lu k a n
P IH A K
T e rg u g a t /T e rm o h o n
J E N IS J A S A H U K U M
1 . K o n s u lta s i
2 . P e m b u a ta n S u ra t G u g a ta n /P e rm o h o n a n
3 . P e m b u a ta n J a w a b a n
4 . P e m b u a ta n R e p lik
5 . P e m b u a ta n D u p lik
6 . P e m b u a ta n K e s im p u la n
P O S B A K U M
D e n g a n M e n y a ta k a n :
1 . S u ra t K e te ra n g a n T id a k M a m p u (S K T M ) y a n g d ik e lu a rk a n o le h K e p a la D e s a /L u ra h a ta u S u ra t
K e te ra n g a n T u n ja n g a n S o s ia l la in n y a .
2 . S u ra t P e rn y a ta a n T id a k M a m p u M e m b a y a r J a s a A d u k a tif y a n g d ib u a t d a n d ita n g a n i o le h p e m o h o n
b a n tu a n h u k u m d a n d ik e ta h u i o le h K e tu a P e n g a d ila n A g a m a
3 . M e n g is i F o rm u lir P e rm o h o n a n J a s a B a n tu a n H u k u m
48
Pengawasan jasa pos bantuan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan
Agama jakarta Timur, yaitu:
(1) Panitrera Pengadilan Agama membuat buku registrasi khusus untuk
mengontrol pelaksanaan pemberian bantuan hukum;
(2) Perlunya perhatian/pengawasan apabila ada pembuatan draft yang keliru
atau tidak lengkap;
(3) Pemberi bantuan hukum wajib memberikan laporan tertulis kepada Ketua
Pengadilan Agama tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan
melampirkan bukti-bukti sebagai berikut:
a. Formulir permohonan dan foto kopi Surat Keterangan Tidak Mampu
atau Surat Keterangan Tunjanngan Sosial lainnya, jika ada; dan
b. Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditandatangani
oleh pihak pemberi dan penerima bantuan hukum.8
C. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung Terlaksananya Bantuan
Hukum.
Dalam melaksanakan tugas layanan Pos Bantuan Hukum banyak
menemui berbagai masalah dan hambatan. Masalah yang dialami POSBAKUM
Pengadilan Agama Jakarta Timur meliputi fasilitas yang kurang memadai.
Karena ruangan POSBAKUM yang satu dengan ruangan posbakum yang lainya
8 Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
49
berdekatan, sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dalam menyampaikan
masalah yang dihadapi pemohon bantuan hukum.9
Problem selanjutnya adalah para pihak penerima bantuan hukum yang
datang beragam dan masalahnya sudah sangat rumit sehingga mempersulit
pemberi bantuan hukum.
Kurangnya petugas dalam Posbakum Pengadilan Agama Jakarta Timur,
juga menghambat sistem kerja dalam melayani masyarakat pencari keadilan.
Karena begitu banyaknya masyarakat yang datang meminta layanan Posbakum.
Kemudian peralatan yang ada kurang lengkap dalam melancarkan
kegiatan jasa pos bantuan hukum, seperti halnya alat fotocopy, dll.
Faktor yang mendukung adalah:
1. Adanya anggaran yang memadai
2. Dari pihak pengadilan terus mendukung jasa pos bantuan hukum
3. Keterbukaan dari penerima bantuan hukum dalam memberikan informasi.10
D. Analisa Efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta
Timur
Dewasa ini bantuan hukum bagi masyarakat miskin dirasa cukup
mendesak. Untuk itulah Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 10 Tahun
9 Wawancara Pribadi dengan Syarifah. Penerima Bantuan Hukum Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Jakarta, 27 Januari 2014
10 Wawancara Pribadi dengan Abdulloh. Kordinator Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan
Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
50
2010 tanggal 30 Agustus tentang pedoman pemberian bantuan hukum, yang
terdiri dari dua lampiran; lampiran A untuk lingkungan Peradilan Umum ( PN
dan PTUN ), dan lampiran B untuk lingkungan Peradilan Agama.
Salah satu jenis bantuan hukum yang diberikan oleh negara adalah
dibentuknya pos bantuan hukum di Peradilan Indonesia. Pos bantuan hukum
sudah dikenal oleh sebagian masyarakat kita, hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya masyarakat dalam menggunakan jasa di pos bantuan hukum
Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Sebelumnya masyarakat yang tidak mampu dan awam hukum dalam
mengajukan perkaranya ke pengadilan sering kali dihadapkan pada aturan dan
bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural. Baik dalam
permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan padahal bisa
jadi hanya tidak memenuhi prosedural hukum.
Dalam konteks inilah pemberian bantuan hukum kepada masyarakat
miskin, khususnya dalam pembuatan surat gugatan/permohonan, perkara prodeo
dan sidang kelilling diperlukan sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-
undang dan rujukan dalam menjamin optimalisasi akses masyarakat
termarginalkan terhadap pengadilan.
Pada tahun 2011, Pengadilan Agama Jakarta Timur memperoleh pagu
anggaran DIPA dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebesar Rp
175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) yang terdiri dari perkara
prodeo mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas
51
juta rupiah) dan kegiatan penyediaan bantuan hukum sebesar Rp 160.000.000,-
(seratus enam puluh juta rupiah). Dan pada tahun 2012, Pengadilan Agama
Jakarta Timur mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar RP 185.600.000,-
(seratus delapan puluh lima juta enam ratus ribu rupiah) yang terdiri dari
kegiatan perkara prodeo mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar Rp
41.600.000,- (empat puluh satu juta enam ratus ribu rupiah) dan kegiatan
penyediaan bantuan hukum sebesar Rp 144.000.000,- (seratus empat puluh
empat juta rupiah).11
Anggaran bantuan hukum tersebut setiap tahunnya
mengalami peningkatan, karena masyarakat pencari keadilan yang kurang
mampu merasa sangat terbantu dengan adanya pos bantuan hukum di Pengadilan
Agama Jakarta Timur sehingga Dipa menaikkan anggaran bantuan hukum.12
Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mendapatkan jasa layanan secara
gratis di POSBAKUM Pengadilan Agama Jakarta Timur. Untuk konsultasi dan
advis mereka tanpa membawa persyaratan apapun tetap dilayani, namun untuk
pembuatan surat gugatan dan atau surat permohonan diharuskan mengisi formulir
yang telah disediakan, lihat lampiran.
Lebih lanjut Bapak Amril Mawardi dan Abdulloh, mengemukakan
pengguna jasa POSBAKUM, baik dari kalangan tidak mampu atau mereka yang
merasa mampu sama-sama bisa menggunakan jasa pos bantuan hukum.
11
Data Laporan Anggaran Bantuan Hukum Tahun 2011 dan 2012, Dewi Utari, Keuangan
Subag Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 januari 2014.
12 Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
52
Walaupun sudah ada ketentuan bahwa POSBAKUM ini hanya diperuntukan bagi
orang-orang yang tidak mampu membayar jasa advokat, akan tetapi masyarakat
pencari keadilan yang mampu secara ekonomi tidak dapat berperkara secara
prodeo.13
Kriteria kemiskinan yang hanya dilihat dari segi ketidakmampuan
seseorang untuk mambayar honorarium advokat harus dikaitkan pula dalam
kerangka yang lebih luas yaitu faktor-faktor pola ketergantungan ekonomi
maupun politis. Karena faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di
Indonesia ini sangat kompleks sekali. Masyarakat yang mampu dalam hal
ekonomi juga menggunakan layanan POSBAKUM ini.
Menurut Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945, menyebutkan: Setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah tersebut tanpa
terkecuali.
Berikut data penerima jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta
Timur pada tahun 2011.
13
Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi dan Abdullah. Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.
53
No ITEM JENIS JASA
HUKUM Ma
ret
Ap
ril
Mei
Ju
ni
Ju
li
Ag
ust
us
Sep
tem
ber
Ok
tob
er
No
pem
ber
Des
emb
er
Ju
mla
h
1 Jumlah
pemohon
berdasarkan
jenis jasa
hukum
a. Informasi 9 87 124 131 90 63 78 97 99 72 850
b. Konsultasi 10 65 110 120 70 32 54 38 28 17 544
c. Advis 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 3
Pembuatan :
a. Permohonan 3 17 19 9 10 3 13 10 18 22 124
b. Gugatan 10 19 21 23 19 10 25 39 33 45 244
2 Jumlah
penerima
jasa bantuan
hukum
23 122 141 152 145 85 93 153 146 142 1202
Data penerima jasa pos bantuan hukum pada tahun 2012.
No ITEM JENIS JASA
HUKUM
Jan
uari
Feb
ruari
Mare
t
Ap
ril
Mei
Ju
ni
Ju
li
Agu
stu
s
Sep
tem
ber
Ok
tob
er
Nop
emb
er
Des
emb
er
Ju
mla
h
1 Jumlah
pemohon
berdasarkan
jenis jasa
hukum
a. Informasi 67 122 88 98 152 145 95 72 78 156 142 131 1346
b. Konsultasi 56 81 76 53 72 70 52 43 48 80 86 62 849
c. Advis 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
Pembuatan :
a. Permohonan 20 18 19 15 19 23 17 11 16 19 27 21 225
b. Gugatan 37 36 42 44 43 37 41 28 38 46 39 34 465 2 Jumlah
penerima
jasa bantuan
hukum
178 211 162 156 208 173 151 115 215 201 176 153 2099
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa penerima/pemohon jasa pos
bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur meningkat, pada tahun 2011
berjumlah 1202 penerima jasa pos bantuan hukum dan pada tahun 2012
54
berjumlah 2099, jumlahnya meningkat 897 pemohon jasa pos bantuan hukum
dari tahun 2011 hingga Desember tahun 2012.14
Karena secara psikologis masyarakat sangat terbantu dengan adanya jasa
pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta pelayanannya
sangat baik dan masalah yang dihadapi pemohon bantuan hukum jadi cepat
selesai.15
Dengan ini pos bantuan hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur telah
banyak memberikan kontribusi dan jasa bantuan hukum kepada masyarakat
pencari keadilan terutama masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi,
sebagaimana tujuan bantuan hukum yang diatur dalam pasal 2 SEMA No. 10
Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.
Petugas pos bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum
informasi, konsultasi dan advis telah menjalani prosedur sesuai dengan aturan
SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hu