Post on 25-Oct-2015
description
BLEFARITIS
A. Definisi
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi
pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak
atau tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.
Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar
di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri
yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.
B. Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata.
Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan,
kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin
bakteri, sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat
ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar
meibom.
C. Etiologi
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan
kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan
kimia, iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman
streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Di kenal
bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.
Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu:
1. Blefaritis anterior: mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat
melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan
seborrheik. Blefaritis stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan
Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis
atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis seboroik (non-ulseratif) umumnya
bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale.
2. Blefaritis posterior: mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak
mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah
kelainan pada kelenjar minyak. Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan
blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis
seboroik).
D. Klasifikasi
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan
manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom
(Meibormianitis), yang biasanya menyertai.
2. Blefaritis Seboroik
Blefaritis seboroik biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50
Tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya
adalah sekret yang keluar dari kelenjar Meibom, air mata berbusa pada kantus
lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat
terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.
Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan
membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas
lidi hangat. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan
dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten,
keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang
mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitik seboroik.
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh
jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal. Pada
blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo
palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya
mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi
kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai
dengan memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada
blefaritis skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat
infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang yang kecil dan
mengeluarkan dfarah di sekitar bulu mata. Pada blewfaritis ulseratif skuama
yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan
disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih
lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan
rontok (madarosis).
Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada
blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin.
Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila
ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi
roboransia.
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak
folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan
kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan
parut yang juga dapat berakibat trikiasis.
5. Blefaritis angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi
kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai
sudut kelopak mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefariris angularis
disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat.
Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan
menyumbat duktus lakrimal.
6. Meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan
tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu
pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam
berulang kali disertai antibiotik lokal.
E. Gejala dan Tanda
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak,
sakit, eksudat lengket dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis. Gejala lainnya ialah:
1. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk
sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
2. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.
Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi
pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
3. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang. Bisa
terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika
keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata
mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Tanda:
- Skuama pada tepi kelopak
- Jumlah bulu mata berkurang
- Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
- Sekresi Meibom keruh
- Injeksi pada tepi kelopak
- Abnormalitas film air mata
F. Penatalaksanaan
Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk
mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan
sampo bayi atau pembersih khusus. Untuk membantu membasmi bakteri
kadang diberikan salep antibiotik (misalnya erythromycin atau sulfacetamide)
atau antibiotik per-oral (misalnya tetracycline). Jika terdapat dermatitis
seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan
mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.
G. Komplikasi
Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis,
hordeolum, kalazoin, dan madarosis.
H. Prognosis
Pada blefaritis prognosis sangat baik dan dapat hilang dengan terapi.
HORDEOLUM
A. Definisi
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang
terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan
hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss
atau Moll.
Gb I. Hordeolum eksterna
Gb II. Hordeolum interna
B. Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.
C. Faktor Resiko
1. Penyakit kronik.
2. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
3. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
4. Diabetes
5. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
6. Riwayat hordeolum sebelumnya
7. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
8. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
D. Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau
Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan
jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.
E. Gejala dan Tanda
Gejala:
- Pembengkakan
← - Rasa nyeri pada kelopak mata
← - Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
← - Riwayat penyakit yang sama
Tanda:
- Eritema
- Edema
← - Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
← - Seperti gambaran abses kecil
←
←F. Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.
Penatalaksanaan secara umum ialah sebagai berikut:
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu
drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo
yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat
proses penyembuhan. Lakukan dengan mata tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi
yang lebih serius.
4. Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
Penatalaksanaan medikamentosa:
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada
perbaikan, dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
1. Antibiotik topikal.
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-
10 hari. Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum
eksterna dan
hordeolum interna ringan.
2. Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakteriemia atau terdapat tanda
pembesaran kelenjar limfe di preauricular.Pada kasus hordeolum internum
dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau
dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin
atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari
selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.
Pembedahan:
Dilakukan bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.Pada
insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes
mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum
dan dilakukan insisi yang bila:
← - Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada
margo palpebra.
← - Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.Setelah
dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan
meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.
KALAZION
A. Definisi
Kalazion adalah suatu lipogranuloma yang terjadi akibat sumbatan pada
kelenjar Meibom, menyebabkan terbentuknya suatu nodul pada palpebra yang bersifat
keras dan tidak nyeri.
B. Patofisiologi
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim
bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur sekresinya
memasuki jaringan di sekitarnya dan merangsang terbentuknya respon inflamasi.
Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel radang ini membentuk
kalazion. Hal ini dapat membedakan kalazion dari hordeolum, yang merupakan reaksi
radang akut dengan leukosit PMN dan nekrosis disertai pembentukan pus. Namun
demikian, hordeolum dapat menyebabkan terbentuknya kalazion, dan sebaliknya.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan nodul tunggal yang tidak lunak yang
terdapat di dalam palpebra, berbeda dari hordeolum yang terdapat lebih superfisial.
Pada pembalikan kelopak mata mungkin dapat ditemukan pembesaran
kelenjar Meibom dan penebalan kronis pada kelenjar yang berkaitan.
C. Etiologi
Kalazion dapat muncul secara spontan akibat sumbatan pada orifisium
kelenjar atau karena adanya hordeolum. Kalazion dikaitkan dengan seborrhea,
blefaritis kronik, dan akne rosasea. Higiene yang buruk pada palpebra dan faktor
stress juga sering dikaitkan dengan terjadinya kalazion.
D. Gejala Klinis
Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra
baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah, pembengkakan,
perlunakan). Seringkali terdapat riwayat keluhan yang sama pada waktu yang lampau,
karena kalazion memiliki kecenderungan kambuh pada individu-individu tertentu.
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior, di mana jumlah
kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada palpebra inferior. Penebalan dari
saluran kelenjar Meibom juga dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom.
Kondisi ini tampak dengan penekanan pada kelopak mata yang akan menyebabkan
keluarnya cairan putih seperti pasta gigi, yang seharusnya hanya sejumlah kecil cairan
jernih berminyak.
Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di
kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin terdapat akne rosasea berupa
kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan spider nevi pada pipi,
hidung, dan kulit palpebra.
E. Diagnosis Banding
- Karsinoma sel basal pada palpebra
- Blefaritis
- Selulitis pada orbita
- Konjungtivitis bakterialis
- Komplikasi akibat lensa kontak
- Dakrioadenitis, dakriosistitits
- Dermatitis atopik
- Dermatitits kontak
- Kista dermoid pada orbita
- Floppy Eyelid Syndrome
- Hemangioma kapiler
- Hemangioma kavernosa
- Herpes simpleks
- Herpes zoster
- Hordeolum
- Juvenile xanthogranuloma
- Sarkoma Kaposi
- Tumor glandula lakrimalis
- Melanoma konjungtiva
- Moluskum kontagiosum
- Kelainan kongenital duktus lakrimalis
- Obstruksi duktus lakrimalis
- Neurofibromatosis
- Papiloma
- Psoriasis
- Ptosis
- Karsinoma kelenjar sebasea
- Gigitan serangga
- Trikiasis
- Tuberkulosis
- Tumor orbita
- Xanthelasma
F. Penatalaksanaan
Perawatan Medis:
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan secara
konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan steroid topikal
ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian besar kasus, pembedahan
hanya dilakukan bila pengobatan selama berminggu-minggu tidak membuahkan hasil.
Sebagian besar kalazion berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di bagian
yang lebih dalam dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan menyatu bila
2 buah kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika isi kalazion tidak
daapt dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna)
meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa kasus
mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus, kuretase atau
kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan rusaknya jaringan. Steriod
topikal diperlukan untuk mencegah terjadinya reaksi peradangan kronis yang dapat
menimbulkan sikatrik.
Perawatan Pembedahan:
Drainase dilakukan melalui tindakan insisi dan kuretase transkonjungtival.
Sebelumnya diberikan anestesi lokal infiltrasi, atau dapat juga dengan
menggunakan anestesi topikal berbentuk krim untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien anak-anak.
Gunakan klem kalazion untuk membalikkan kelopak mata dan untuk
mengontrol perdarahan. Lakukan insisi vertikal dengan pisau tajam, tidak
kurang dari 2-3 mm dari tepi palpebra. Hindari perforasi pada kulit. Kerok isi
kalazion, termasuk batas kantongnya. Lakukan penekanan selama beberapa
menit untuk menghentikan perdarahan. Balut luka selama beberapa jam .
Jika sebelumnya pernah dilakukan drainase eksternal, maka dianjurkan
pendekatan eksternal. Buat insisi horisontal, sedikitnya 3 mm dari tepi
palpebra pada daerah lesi. Jangan sampai melukai jarinagn yang sehat. Setelah
perdarahan berhenti, lakukan penjahitan yang sesuai. Penyatuan yang baik
antara kulit dan konjungtiva memerlukan perencanaan yang baik mengenai
lokasi sayatan guna mencegah pembentukan fistula. Kauterisasi dengan fenol
atau asam trikloroasetat setelah insisi dan drainase dapat mencegah terjadinya
kembali kalazion.
Kalazion yang besar, atau yang dibiarkan berlangsung lama, serta kalazion yang
mengalami fibrosisi luas mungkin membutuhkan eksisi yang lebih besar,
termasuk pengangkatan sebagian lempeng tarsal. Kalazion multipel harus
disayat dengan hati-hati agar tidak terjadi deformitas luas pada palpebra,
sehingga memungkinkan lempeng tarsal sembuh tanpa meninggalkan celah.
Suntikan kortikosteroid lokal intralesi (0,5-2 mL triamsinolon asetonid 5
mg/mL) daapt diberikan dan diulang dalam 2-7 hari.
Konsul:
Konsul kepada dermatologis mungkin dapat berguna untuk membantu
mengatasi rosasea serta disfungsi sebasea.
Aktivitas:
Kebiasaan sehari-hari seperti tidur cukup, pajanan sinar matahari tidak terlalu
sering, olah raga, dan udara segar mungkin dapat bermanfaat bagi kesehatan dan
kebersihan kulit dan kelenjar-kelenjar yang terdaapt pada palpebra. Stress sering
dikaitkan dengan kejadian kalazion berulang, meskipun peranannya sebagai penyebab
belum dapat dibuktikan.
Medikamentosa:
Terapi dengan pengobatan jarang diperlukan, kecuali pada rosasea, dapat
diberikan tertrasiklin dosis rendah selama enam bulan. Dosisnya adalah Doksisiklin
tablet 100 mg/minggu selama 6 bulan mungkin dapat menimbulkan perubahan
biokimiawi, yaitu pembentukan asam lemak rantai pendek yang dibandingkan dengan
produksi asam lemak rantai panjang lebih jarang menimbulkan sumbatan pada mulut
kelenjar. Meskipun nampak bernanah, antibiotik topikal tidak berguna pada kondisi
ini, karena kalazion tidak infeksius. Tetrasiklin sistemik dapat berguna. Namun
pemberian tetes mata lokal malah akan dapat menyebabkan dermatitis kontak
daripada membantu. Steroid topikal daapt sangat membantu untuk mengurangi
peradanagn dan mengurangi edema, membantu proses drainase.
Antibiotik, tidak memiliki indikasi untuk pengobatan infeksinya. Efek yang
signifikan dapat diperoleh dengan pemberian jangka panjang tetrasiklin dosis rendah.
Kortikosteroid, memiliki sifat anti inflamasi namun dapat menyebabkan efek
metabolik.
G. Komplikasi
Drainase marginal kalazion dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan,
trikiasis, dan hilangnya bulu mata. Diperlukan biopsi untuk menyingkirkan adalnya
kalazion yang rekuren/berulang. Ingatkan petugas patologi anatomi untuk
memperhatikan adanya tanda-tanda karsinoma sel sebasea. Pada penderita kalazion
dapat terjadi astigmatisma jika massa palpebra mencapai bagian kornea. Kalazion
yang didrainase secar tidak sempurna dapat megakibatkan timbulnya massa besar
terdiri dari jaringan granuloma yang jatuh ke konjungtiva atau kulit.
H. Prognosis
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik.
Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat
drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat
mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut intermiten.
LASERASI PALPEBRA
A. Definisi
Berbagai mekanisme trauma seperti kecelakaan mobil, perkelahian,
gigitan binatang, dan berbagai mekanisme lain dapat merusak kelopak mata
dan sistem drainase air mata. Sedangakan yang disebut sebagai laserasi
kelopak mata merupakan rudapaksa pada kelopak mata akibat benda tajam
yang mengakibatkan luka robek/laserasi.
B. Klasifikasi
Kerusakan pada kelopak mata diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan
lokasi:
Untuk pasien muda (tight lids)
o Small - 25-35%
o Medium - 35-45%
o Large - > 55%
Untuk pasien yang lebih tua (lax lids)
o Small - 35-45%
o Medium - 45-55%
o Large - > 65%
Kerusakan khas mungkin melibatkan 50% dari bagian tengah kelopak
mata atas. Keterlibatan margin kelopak mata harus diperhatikan. Jika
margin kelopak mata terhindar, penutupan dengan flap lokal atau skin
graft mungkin sudah cukup. Setelah margin terlibat, perbaikan bedah
harus mengembalikan integritas dari margin kelopak mata.
C. Patofisiologi
a. Trauma Tumpul
Echimosis dan edema termasuk dalam manifestasi klinis trauma
tumpul. Pasien membutuhkan evaluasi biomikroskopik dan pemeriksaan
fundus dengan pupil yang dilebarkan untuk menyingkirkan permasalahan
yang terkain kelainan intraokular. CT scan di perlukan untuk mengetahui
adanya fraktur.
Echimosis dan edema akibat trauma tumpul
b. Trauma Benda Tajam
Pengetahuan yang mendetail tentang anatomi palpebra membantu
dokter ahli bedah untuk memperbaiki trauma tajam palpebra. Secara
umum, penanganan trauma tajam palpebra tergantung kedalaman dan
lokasi cedera.
c. Laserasi yang Tidak Melibatkan Margo Palpebra
Laserasi pada palpebra superficial hanya terdapat pada kulit dan otot
orbicularis biasanya hanya memerlukan jahitan pada kulitnya saja. Untuk
menghindari sikatrik yang tidak di kehendaki, harus mengikuti prinsip
dasar tindakan bedah plastik. Hal ini termasuk debridemant luka yang
sifatnya konservatif, menggunakan benang dengan ukuran yang kecil.
Menyatukan tepi luka sesegera mungkin dan melakukan pengangkatan
jahitan. Adanya lemak orbita di dalam luka menyatakan bahwa septum
orbita telah terkena. Bila terdapat benda asing di daerah superfisial harus
dicari sebelum laserasi pada palbebra di jahit. Melakukan irigasi untuk
menghilangkan kontaminasi material di dalam luka. Prolaps lemak orbita
pada palpebra superior merupakan indikasi untuk melakukan eksplorasi,
laserasi pada otot levator atau aponeurosis harus dengan hati-hati
melakukan perbaikan untuk menghindari ptosis post operasi.
Laserasi palpebra tanpa melibatkan margo palpebra
d. Laserasi pada Margo Palpebra
Laserasi pada margo palpebra memerlukan jahitan untuk menghindari
tepi luka yang tidak baik. Banyak teknik – teknik sudah diperkenalkan tapi
pada prinsip pentingnya adalah aproksimasi tarsal harus dibuat dalam
garis lurus.
Laserasi pada margo palpebra
e. Trauma pada Jaringan Lunak Kantus
Trauma pada medial atau lateral kantus pada umumnya disebabkan
oleh adanya tarikan horizontal pada palpebra menyebabkan avulsi dari
palpebra pada titik lemah medius atau lateral dari tendon kantus. Avulsi
dari tendon kantus medial harus dicurigai bila terjadi di sekitar medial
tendon kantus dan telekantus. Harus diperhatikan juga posterior dari
tendon sampai dengan posterior kelenjar lakrimalis. Penanganan avulsi
dari tendon medial kantus tergantung pada jenis avulsinya. Jika pada
bagian atas atau bagian bawah terjadi avulsi tetapi pada bagian posterior
masih intake avulsi dapat di jahit. Jika terdapat avulsi pada posterior tetapi
tidak ada fracture pada nasoorbital tendon yang mengalami avulsi harus di
lakukan wirering melalui lubang kecil di dalam kelenjar lakrimal ipisi
lateral posterior. Jika avulsi tendon disertai dengan fraktur nasoorbital,
wirering transnasal atau platting diperlukan setelah reduksi dari fraktur.
f. Gigitan Anjing dan Manusia
Robekan dan trauma remuk terjadi sekunder dari gigitan anjing atau
manusia. Laserasi palpebra pada sebagian kulit luar dan kulit secara
menyeluruh, avulsi kantus, laserasi kanalikulus paling sering terjadi.
Trauma pada wajah dan intracranial mungkin dapat terjadi terutama pada
bayi.
Irigasi dan penutupan luka secara dini harus segera dilakukan dan
kemungkinan terjadinya tetanus dan rabies harus dipikirkan serta
memerlukan observasi, direkomendasikan untuk pemberian antibiotik.
Laserasi akibat gigitan anjing
g. Luka Bakar pada Palpebra
Pada umumnya luka bakar pada palpebra terjadi pada pasien-pasien
yang mengalami luka bakar yang luas. Sering terjadi pada pasien dengan
keadaan setengah sadar atau di bawah pengaruh sedatif yang berat dan
memerlukan perlindungan pada mata untuk mencegah ekspose kornea,
ulserasi dan infeksi. Pemberian antibiotik tetes dan salep serta pelembab.
Evaluasi secara rutin pada palpebra merupakan penanganan dini pada
pasien-pasien tersebut.
D. Penatalaksanaan
a) Stabilisasi Sistemik
Evaluasi luka periorbital dimulai setelah pasien trauma telah stabil dan
cedera yang mengancam hidup ditangani. Peran dokter mata dalam evaluasi dan
manajemen adalah sangat penting - harus ada komunikasi yang baik antara tim
trauma dan dokter mata.
b) Riwayat Penyakit
Sebuah riwayat penyakit yang lengkap diperoleh untuk menentukan waktu
kejadian dan mekanisme cedera. Untuk anak-anak, harus dipertimbangkan
kemungkinan adanya kekerasan pada anak sebagai penyebab cedera mata dan
periorbital. Adanya anamnesa tentang partikel proyektil berkecepatan tinggi
mungkin memerlukan studi pencitraan yang tepat untuk menentukan adanya benda
asing intraokuler atau intraorbital. Gigitan hewan dan gigitan manusia harus diberi
perhatian khusus dan dikelola sesuai dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pada
bagian yang cedera diperiksa dengan hati-hati untuk setiap jaringan yang hilang,
dan setiap jaringan yang teramputasi yang ditemukan di lokasi kejadian diawetkan
dan ditempatkan pada es secepat mungkin. Dalam kebanyakan kasus jaringan ini
dapat dijahit kembali ke lokasi anatomi yang tepat.
c) Pemeriksaan Oftalmologi
Penilaian ketajaman visual adalah wajib dan dilakukan sebelum setiap upaya
rekonstruksi. Periksa keadaan pupil, jika didapatkan kerusakan relatif pada afferent
pupillary, potensi hasil visual akan buruk dan harus didiskusikan dengan pasien
sebelum dilakukan bedah rekonstruksi. Otot-otot luar mata dievaluasi dan jika
didapatkan adanya diplopia harus tercatat sebelum operasi. Pemeriksaan eksternal
meliputi penilaian lengkap tulang tulang wajah, dengan penekanan khusus pada
wilayah periorbital. Palpasi yang jelas menunjukkan adanya krepitasi, atau unstable
bone memerlukan evaluasi radiologi. Pengukuran baseline proyeksi bola mata
didokumentasikan dengan exophthalmometry Hertel karena enophthalmos
merupakan sequela lambat yang umum terjadi pada trauma orbital. Posisi kelopak
mata, fungsi otot orbicularis, dan setiap bukti lagophthalmos dicatat. Pengukuran
jarak intercanthal dan evaluasi integritas dari tendon canthal juga dilakukan, karena
dapat terjadi dehiscence tendon traumatis dan telecanthus.
d) Evaluasi Laboratorium dan Radiografi
Biasanya, evaluasi laboratorium yang tepat dilakukan oleh tim ruang gawat
darurat. Hitung darah lengkap dan analisis kimia serum seringkali diperlukan untuk
tujuan anestesi. Pemeriksaan faal hemostasis dapat membantu dalam kasus-kasus
tertentu, dan pemeriksaan kimia darah untuk alkohol dan zat-zat beracun lainnya
diperlukan dalam beberapa kasus. Ketika kecurigaan klinis patah tulang orbital
tinggi, pencitraan yang sesuai dengan orbita, terutama computed tomography, harus
diusulkan. Ultrasonografi bola mata, otot luar mata, saraf optik, dan orbita kadang-
kadang bisa menjadi pemeriksaan tambahan yang penting.
e) Profilaksis Infeksi
Pencegahan infeksi merupakan hal yang utama. Data riwayat imunisasi
tetanus lengkap harus diperoleh dan akan dilakukan manajemen yang tepat pada
pasien tidak mendapat imunisasi atau tidak tahu tentang riwayat imunisasinya. Jika
diketahui atau dicurigai adanya gigitan hewan, semua informasi tentang bagian
yang cedera , pemilik hewan, dan setiap perilaku hewan yang abnormal harus
diperoleh dan departemen perawatan hewan setempat diberitahu. Ikuti protokol
standar rabies.
Gigitan kucing, dan bahkan luka yang disebabkan oleh cakar kucing,
merupakan resiko tinggi infeksi. Profilaksis yang sesuai termasuk penisilin VK
(phenoxymethylpenicillin) 500mg sehari selama 5-7hari. Pada pasien alergi
penisilin maka dapat diberikan tetrasiklin. Luka gigitan manusia memerlukan
pemberian antibiotik yang tepat, seperti penisilin.
f) Timing of Repair
Waktu perbaikan ini ditentukan oleh beberapa faktor. Setiap upaya harus
dilakukan untuk merekonstruksi jaringan terluka sesegera mungkin setelah
pasien telah sepenuhnya dievaluasi dan data pemeriksaan penunjang tambahan
telah diperoleh. Jika terpaksa dilakukan penundaan perbaikan, maka penting
untuk selalu menjaga jaringan agar selalu dalam kondisi lembab.
Penatalaksanaan trauma palpebra termasuk :
Menggali riwayat
Mencatat ketajaman penglihatan
Mengevaluasi bola mata
Mengetahui secara detail tentang palpebra & anatomi mata.
Memastikan posisi yang terbaik dalam penanganan
E. Komplikasi
a) Akibat kegagalan dalam memperbaiki laserasi khususnya jika melibatkan margin
palpebra, dapat berupa:
Epifora kronis
Konjungtivitis kronis, konjungtivitis bakterial
Exposure keratitis
Abrasi kornea berulang
Entropion/ ektropion sikatrikal
b) Akibat teknik pembedahan yang buruk, terutama dalam hal akurasi penutupan
luka, dapat berupa:
Jaringan parut
Fibrosis
Deformitas palpebra sikatrikal
c) Keadaan luka yang memburuk akibat adanya infeksi atau karena penutupan luka
yang tertunda.
d) Laserasi dekat canthus medial dapat merusak sistem nasolacrimal.
F. Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada luasnya laserasi atau kerusakan
palpebra serta lokasi dan ketebalan jaringan yang rusak.