Post on 30-Jun-2015
description
1
PENGOLAHAN LEACHATE
I. PENDAHULUAN
Pengelolaan TPA di Indonesia yang sebagian besar dioperasikan secara open dumping,
pada umumnya dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana, salah satunya adalah
tidak berfungsinya Instalasi Pengolahan Leachate (IPL) dengan benar. Instalasi
Pengolahan Leachate memegang peranan yang cukup penting dalam usaha melindungi
tercemarnya lingkungan di sekitar TPA dari cairan leachate. Leachate merupakan zat
pencemar yang sangat berbahaya, karena karakteristiknya yang mengandung kadar
organik yang tinggi, bahkan tidak jarang juga mengandung kadar logam berat.
Leachate dapat didefinisikan sebagai cairan yang menginfiltrasi melalui tumpukan
sampah dan telah mengekstraksi material terlarut maupun tersuspensi
(Tchobanoglous, 1993). Di kebanyakan landfill, leachate terbentuk dari cairan yang
memasuki area landfill dari sumber-sumber eksternal, seperti drainase permukaan, air
hujan, air tanah, dan cairan yang diproduksi dari dekomposisi sampah, sedangkan
leachate yang ditimbulkan dari kadar air yang terkandung dari dalam sampah dapat
diabaikan dalam perhitungan, karena jumlahnya yang relatif kecil. Leachate memiliki
karakteristik yang khas, yaitu tingginya kandungan organik, logam, asam, garam
terlarut, dan mikro organisme. Karakteristik tersebut menyebabkan leachate menjadi
sangat berbahaya untuk lingkungan dengan potensial kontaminasi melebihi dari
beberapa limbah industri (Orta et al, 1999).
Leachate adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga
materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa
kuantitas dan kualitas leachate akan sangat bervariasi dan berfluktuasi.
Dalam kaitannya dengan perancangan prasarana sebuah landfill, paling tidak terdapat
dua besaran debit leachate yang dibutuhkan dari sebuah lahan urug, yaitu :
• Untuk perancangan saluran penangkap dan pengumpul leachate, yang mempunyai skala waktu dalam orde yang kecil (biasanya skala jam), artinya saluran tersebut hendaknya mampu menampung leachate maksimum yang terjadi pada waktu tersebut
2
• Untuk perancangan pengolahan leachate, yang biasanya mempunyai orde dalam skala hari, dikenal sebagai debit rata-rata harian.
Rancangan praktis yang sering digunakan di Indonesia untuk perancangan antara lain
adalah :
a. Debit pengumpul leachate :
- Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian dari data beberapa tahun - Assumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam sebanyak 90 %
b. Debit pengolah leachate :
- dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data beberapa tahun, atau dihitung dari neraca air, kemudian diambil perkolasi kumulasi bulanan yang maksimum
Sesaat setelah leachate terbentuk, dan mengalir ke luar landfill, leachate dapat
menyebabkan pencemaran yang serius baik ke air tanah maupun ke badan air
permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang cukup mengenai timbulan
leachate, karakteristik leachate, jenis-jenis pengolahan, serta best practice dari
beberapa instalasi pengolahan leachate yang beroperasi dengan baik di Indonesia.
II. TIMBULAN LEACHATE
Produksi leachate bervariasi tergantung pada kondisi pengoperasian landfill, yaitu :
a. Dalam tahap pengoperasian (terbuka sebagian) : dalam tahapan ini, bagian-bagian yang belum ditutup tanah penutup akhir, baik lahan yang sudah dipersiapkan maupun sampah yang hanya ditutup tanah penutup harian, akan meresapkan sejumlah air hujan yang lebih besar.
b. Setelah pengoperasian selesai (tertutup seluruhnya) : dalam kondisi ini sampah telah dilapisi tanah penutup akhir. Tanah penutup akhir berfungsi untuk mengurangi infiltrasi air hujan, sehingga produksi juga akan berkurang.
Pendekatan yang biasa digunakan dalam memprediksi banyaknyanya leachate dari
sebuah landfill adalah dengan metode neraca air dengan :
a. Metode Thorntwaite b. Metode HELP, yang dikembangkan oleh USEPA.
3
Metode neraca air dari Thorntwaite :
Leachate yang timbul setelah pengoperasian selesai, dapat diperkirakan dengan
menggunakan suatu metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method).
Metoda ini didasari oleh asumsi bahwa leachate hanya dihasilkan dari curah hujan
yang berhasil meresap masuk ke dalam timbunan sampah (perkolasi). Beberapa
sumber lain seperti air hasil dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran
air permukaan lainnya dapat diabaikan. Potensi kuantitas leachate adalah jumlah air
yang terbentuk setelah kapasitas penahan air (moist holding capacity) dari TPA
terpenuhi.
Faktor-faktor yang berpengaruh di neraca air adalah:
1. Air yang masuk dari atas
Presipitasi air hujan merupakan faktor utama yang menentukan kuantitas leachate
yang terbentuk di TPA. Oleh karena itu data mengenai curah hujan yang akurat
sangat penting untuk dapat memperkirakan jumlah timbulan leachate di suatu
TPA.
2. Kelembaban sampah dan tanah penutup
Kelembaban sampah dan tanah penutup ini sangat bergantung pada musim. Pada
musim hujan, kelembaban sampah dan tanah penutup akan lebih tinggi
dibandingkan pada saat musim kemarau.
3. Jumlah air yang dikonsumsi untuk pembentukan gas landfill
Air akan dibutuhkan selama dekomposisi anaerobik dari materi organik di sampah.
Jumlah air yang dikonsumsi untuk reaksi dekomposisi tersebut dapat diestimasi
dengan menggunakan pendekatan empiris.
4. Air yang hilang akibat evaporasi
Jumlah air yang hilang akibat evaporasi ini juga sangat tergantung pada musim.
5. Jumlah air yang keluar dari dasar landfill
Air yang keluar dari dasar landfill inilah yang dinamakan leachate. Air ini akan
timbul apabila kapasitas penahan air dari TPA sudah terpenuhi.
Gambar berikut menggambarkan sistem input-output dari neraca air, sedang
persamaannya adalah :
PERC = P - (RO) - (AET) - (∆ST)
I = P - (R/O)
APWL = Σ NEG (I - PET)
................(1)
......................................(2)
...................................(3)
4
AET = (PET) + [ (I - PET) - (∆ST) ]
� PERC = perkolasi, air yang keluar dari sistem menuju lapisan di bawahnya, akhirnya menjadi leachate
� P = presipitasi rata-rata bulanan dari data tahunan � RO = limpasan permukaan (runoff) rata-rata bulanan dihitung dari presipitasi serta
koefisien limpasan � AET = aktual evapotranspirasi , menyatakan banyaknya air yang hilang secara nyata
dari bulan ke bulan � ∆ST = perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan, yang terkait dengan
soil moieture stotage � ST = soil moisture storage, merupakan banyaknya air yang tersimpan dalam tanah
pada saat keseimbangan � I = infiltrasi, jumlah air terinfiltrasi ke dalam tanah � APWL = accumulated potential water loss , merupakan nilai negatif dari (I-PET) yang
merupakan kehilangan air secara kumulasi � I - PET = nilai infiltrasi dikurang potensi evapotranspirasi; nilai negarif menyatakan
banyaknya infiltrasi air yang gagal untuk dipasok pada tanah, sedang nilai positip adalah kelebihan air selama periode tertentu untuk mengisi tanah.
� PET = potensial evapotranspirasi, dihitung berdasarkan atas nilai rata-rata bulanan dari data tahunan
Presipitasi (P)
Evapotranspirasi (ET)
Run Off (RO)
Moisture Storage (∆S)
PERC = P - RO - AET + ∆S
LEACHATE
Gambar 1. Input – output konsep neraca air
................(4)
5
Dengan menganggap aliran air ke bawah sebagai sistem berdimensi-satu, maka model
neraca air yang dikembangkan oleh Thorntwaite [Thorntwaite], dapat digunakan untuk
menghitung perkolasi air dalam tanah penutup menuju lapisan sampah di bawahnya.
Salah satu keuntungan penggunaan tanah penutup akhir dalam mengurangi timbulnya
leachate adalah dari kemampuan penyerapan airnya. Air akan tertahan dalam tanah
sampai menyamai angka field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah
bergantung pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya evapotranspirasi dan
bertambah kembali akibat infiltrasi. Tanpa adanya tanaman, setelah periode yang
lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field capacity. Bila terdapat
tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkannya sehingga air akan berada di
bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka akar tidak
dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut. Di bawah titik ini kandungan air
dikenal sebagai air higroskopis (Hygroscopic water) yaitu air yang terikat pada partikel-
partikel tanah dan tidak dapat dikurangi oleh transpirasi. Dengan demikian, air tersedia
(Available water) berkisar antara wilting point dan field capacity. Air inilah yang akan
mengalami pergerakan kapiler dan jumlah ini berubah karena evapotranspirasi dan
infiltrasi. Satuan yang digunakan dapat berupa milimeter-air per meter tinggi media.
Contoh, bila yang digunakan untuk penutupan sebuah landfill adalah silty clay dengan
ketebalan 0,5 m, maka diperkirakan jumlah air yang dapat diserap pada field capacity-
nya adalah 0,5 m x 250 mm/m = 125 mm.
Evapotranspirasi terjadi karena adanya penguapan dari tanah, dan transpirasi, yaitu
pernafasan tumbuhan yang terdapat pada lapisan tanah penutup. Jumlah air yang
hilang atau kembali ke atmosfer lebih besar pada transpirasi dibandingkan pada
evaporasi. Tumbuhan berfungsi untuk menahan air agar air tidak diteruskan ke lapisan
sampah, dan bagian daun akan menguapkan air tersebut. Evapotranspirasi yang sebe-
narnya terjadi (Actual Evapotranspiration = AET) tergantung persediaan air dalam
tanah (soil moisture storage). Angka AET ini tidak sama dengan data ET dari stasiun
meteorologi. Angka ET ini terjadi pada kondisi air yang selalu tersedia. Angka ET
stasiun meteorologi ini disebut Potential Evapotranspiration (PET) atau
evapotranspirasi maksimum yang dapat terjadi.
Bila soil moisture storage mendekati field capacity, ET mencapai nilai maksimumnya,
tetapi bila soil moisture mendekati wilting point, ketersediaan air yang terbatas itu
akan mengurangi laju ET. Metoda untuk mengetahui air yang dapat diserap setelah
terjadi PET tertentu telah dikembangkan oleh Thorntwaite. PET dihitung dengan
eksperimen maupun dengan metode empirik.
6
Umumnya tidak tersedianya data evapotranspirasi, maka nilai PET dikembangkan dari
nilai evaporasi hasil pengukuran dilapangan dengan evaporimeter, yang memerlukan
suatu faktor koreksi tertentu. Faktor koreksi ini dihitung dengan menggunakan
perbandingan antara evapotranspirasi tanah berumput yang terairi dengan baik,
dengan Pan evaporasi klas A, yaitu Pan yang terletak pada tanah berumput. Cara lain
adalah dengan pendekatan empirik, seperti metode-metode: Thorntwaite, Blaney-
Criddle, Penmann atau metode Christiansen. Berikut ini diberikan contoh metode
neraca air dengan Thornwaite dengan parameter PET yang dihitung dengan
pendekatan Thorntwaite.
Model Hydrologic Evaluation of Landfill Performance (HELP)
Model HELP dikembangkan oleh USEPA yang dapat di-download langsung melalui
situs. HELP merupakan program simulasi yang paling banyak digunakan di dunia dalam
merancang, mengevaluasi dan mengoptimasi kondisi hidrologi dari sebuah landfill serta
laju timbulan leachate yang dilepas ke alam. Versi komersialnya dengan penampilan
grafik dalam sistem Windows 95/98/NT/2000 antara lain dikeluarkan oleh Waterloo-
Hydrogeologic Software.
Model HELP merupakan sebuah model quasi-two-dimensional serta model hidrologi
multi-layer, yang membutuhkan input data sebagai berikut :
1. Data cuaca : parameter-parameter presipitasi, radiasi matahari, temperatur dan evapotranspirasi
2. Sifat-sifat tanah : porositas, field capacity, wilting point, dan hydraulic conductivity 3. Informasi desai landfill : pelapis dasar (liners), sistem pengumpul leachate, sistem
pemgumpul runoff, dan kemiringan permukaan landfill
Profil struktur sebuah landfill dapat terdiri dari berbagai kombinasi dari tanah (alamiah)
dan bahan artifisial (limbah, geomembran), dengan pilihan lapisan-lapisan horizontal
sistem drainase.
Terdapat 11 (sebelas) jenis lapisan yang dapat disusun sesuai dengan keinginan
perancang landfill. Perubahan kemiringan dari masing-masing lapisan juga
diperhitungkan. Model ini menggunakan teknik pemecahan numerik yang
mempertimbangkan pengaruh dari surface storage, soil moisture storage, runoff,
infiltrasi, evapotranspirasi, pertumbuhan vegetatif, drainase subsurface lateral,
7
resirkulasi leachate, drainase vertikal, kebocoran melalui liner tanah atau geomembran
atau bahan komposit lainnya.
Contoh parameter-parameter input yang digunakan dalam model HELP adalah :
− Precipitasi harian (mm) : data tahun 1996 - 2002 − Temperatur udara harian (oC) : data tahun 1996 – 2002 − Radiasi matahari harian (MJ/m2) : data tahun 1996 – 2002 − Rata-rata kecepatan angin = 0,018 Kph − Rata-rata kelembaban relatif untuk 4 periods of musim: kuarter-1 = 82%, kuarter-
2 = 89%, kuarter-3 = 93% dan kuarter = 84%.
− Kedalaman zone evaporation : diukur pada Landfill-1 = 75 cm − Assumsi musim pertumbuhan dimulai pada hari = 0, dan berakhir pada hari = 367 − Assumsi maksimum area indeks daun = 2, artinya sepanjang tahun. − Assumsi latitude = - 5 (nilai negatif terhadap nilai nol-ekuatorial)
III. KARAKTERISTIK LEACHATE
Persoalan utama dalam pengolahan leachate adalah penentuan kualitas desain dari
leachate yang akan diolah di IPL. Kualitas desain leachate sangat bergantung pada
sampling leachate yang dilakukan. Karakteristik dan kuantitas leachate dipengaruhi
oleh:
1. Karakteristik dan komposisi sampah
2. Jenis tanah penutup landfill
3. Musim
4. pH dan kelembaban
5. Umur timbunan (usia landfill).
Sehingga dalam pengambilan sampel leachate, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
1. Posisi pengambilan sampel
2. Waktu pengambilan sampel � apakah setelah hujan atau pada saat musim
kemarau
3. Metode pengambilan sampel (apakah composit atau grab sampling)
Leachate yang berasal dari timbunan sampah yang baru mempunyai nilai BOD dan
COD yang sangat tinggi, tetapi semakin lama umur landfill, maka kualitas leachate
landfill juga akan menurun. Karakteristik leachate berdasarkan umur landfill seperti
8
tergambar pada tabel 1 di bawah ini, dan tabel 2 menggambarkan karakteristik
leachate di beberapa kota di Indonesia.
Tabel 1. Karakteristik Leachate Berdasarkan Umur Landfill
Sumber :
9
Tabel 2. Karakteristik Leachate di Beberapa Kota di Indonesia
Karakteristik umum leachate adalah:
1. Konsentrasi BOD/COD tinggi di awal
2. Kandungan nitrogen yang tinggi
3. Daya hantar tinggi, hal tersebut dikarenakan banyaknya mineral yang dilarutkan
oleh aliran leachate, sehingga daya hantarnya menjadi tinggi
4. Logam berat yang kadang tinggi, hal tersebut dikarenakan pH leachate yang asam
yang dapat melarutkan logam berat yang mungkin tercampur di sampah yang
masuk di TPA
5. pH netral sampai asam
6. Warna yang sulit dihilangkan (coklat muda sampai hitam)
7. Berbau asam.
Sumber :
10
IV. Kondisi Umum Instalasi Pengolahan Leachate di Indonesia
Instalasi Pengolahan Leachate yang ada di TPA-TPA di Indonesia pada umumnya tidak
atau belum beroperasi sesuai dengan kriteria teknis yang ada. Beberapa hal yang
menyebabkan kurang optimalnya operasi IPL di TPA adalah:
1. Terbatasnya dana yang dialokasikan untuk pengoperasian dan pemeliharaan IPL di
TPA.
Pada umumnya alokasi dana untuk pengelolaan sampah di TPA sudah sangat
kecil, sehingga dana yang dialokasikan untuk O/M IPL semakin kecil lagi. Di sisi
lain, untuk pengoperasian dan pemeliharaannya, IPL memerlukan biaya yang tidak
sedikit.
2. Terbatasnya Sumber Daya Manusia yang kompeten yang dapat mengoperasikan
IPL.
Di sebagian besar TPA di Indonesia tidak tersedia operator khusus yang bertugas
untuk menjalankan IPL. IPL yang ideal seharusnya dijalankan oleh SDM yang
kompeten, karena kebanyakan IPL menggunakan pengolahan secara biologis
dimana mikroorganisme perlu kondisi yang spesifik untuk dapat bekerja dengan
optimal.
3. Tidak ada kontrol dan monitoring yang baik untuk pengoperasian IPL.
Mayoritas IPL di Indonesia dibiarkan berjalan begitu saja tanpa ada kontrol yang
baik, padahal seharusnya sebelum mulai dijalankan, harus dilakukan aklimatisasi
selama kurang lebih 3 bulan untuk mendapatkan kondisi mikroorganisme yang
optimal.
4. Kurang perhatiannya para pengambil kebijakan pada TPA.
Sampai saat ini, pengelolaan sampah belum menjadi prioritas untuk mendapatkan
alokasi dana yang besar di daerah-daerah. Hal tersebut dikarenakan masih
rendahnya tingkat kesadaran para pengambil kebijakan untuk pengelolaan
sampah pada umumnya dan IPL pada khususnya.
11
Gambar 2. Skema Pengolahan Leachate TPA
Dari gambar 2 di atas diketahui bahwa pengolahan leachate di TPA mempunyai
masalah yang sama, yaitu kuantitas dan kualitas leachate yang berfluktuasi. Di sisi
lain, dasar untuk dapat merencanakan suatu instalasi pengolahan leachate yang baik
adalah beban hidrolis (Q), serta beban organik (BOD, COD) yang stabil. Oleh karena
itu, diperlukan pengaturan/penyeimbangan untuk debit dan beban organik yang masuk
ke IPL, dikarenakan mikroorganisme yang bekerja di IPL tersebut sangat sensitif
dengan perubahan debit dan beban organik yang ekstrim. Salah satu cara untuk
mengatur debit dan beban organik tersebut adalah dengan menggunakan kolam
stabilisasi serta pintu air sebelum inlet IPL.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengurangi dampak negatif dari
leachate adalah:
1. Penggunaan lapisan tanah penutup, baik lapisan tanah penutup harian, antara,
dan penutup akhir
2. Pemakaian lapisan dasar/liner yang sesuai dengan kriteria teknis untuk dapat
mencegah infiltrasi leachate ke tanah dan air tanah
3. Pembangunan sarana pengumpul dan pengolah leachate yang sesuai dengan
kriteria teknis, serta pembangunan drainase sekeliling TPA yang sesuai dengan
kriteria teknis untuk dapat mengurangi jumlah limpasan air hujan yang masuk ke
dalam TPA
4. Melakukan resirkulasi leachate
Sumber :
12
5. Mengoperasikan landfill secara tepat. Alternatif pengoperasian landfill yang sedang
berkembang saat ini adalah dengan menggunakan semi aerobic landfill.
V. SEMI AEROBIC LANDFILL
Gambar 3. Skema Landfill Anaerobik dan Semi-Aerobik
Semi Aerobic landfill adalah metoda terbaru yang pertama kali diterapkan di Fukuoka,
Jepang dan oleh karena itu dikenal juga sebagai Landfill metoda Fukuoka. Metoda ini
merupakan alternatif yang sangat disarankan untuk dapat mempercepat stabilitas
sampah dan menurunkan kualitas timbulan leachate sehingga beban yang masuk ke
IPL tidak terlalu tinggi.
Perbedaan yang paling mendasar antara sanitary landfill yang dioperasikan semi
aerobik dan anaerobik adalah pada intensitas penutupan tanah dan besar pipa
pengumpul dan penyalur leachate. Pada landfill semi aerobik pengaplikasian tanah
penutup tidak dilakukan setiap hari, hal tersebut dilakukan agar kontak sampah
Sumber :
13
dengan udara terjadi lebih lama sehingga proses dekomposisi dan stabilisasi sampah
berlangsung lebih cepat.
Selain itu, pada TPA semi aerobik digunakan pula pipa pengumpul leachate dengan
diameter lebih dari 60 cm, serta ujung pipa tidak terendam di IPL, sehingga
memungkinkan masuknya udara ke dalam pipa untuk membantu proses pembusukan
dan pada akhirnya menurunkan kualitas timbulan leachate.
Gambar-gambar di bawah ini menunjukkan hasil penelitian pembandingan landfill yang
dioperasikan secara anaerob dan semi aerob terhadap karakteristik leachate yang
dihasilkan, khususnya untuk parameter pH dan BOD.
Gambar 4. Perbandingan Karakteristik Timbulan Leachate antara Anaerobic dan
Semiaerobic Landfill
Gambar 5. Karakteristik Timbulan Leachate untuk Landfill Relatif terhadap Waktu
14
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Fukuoka, maka disimpulkan bahwa:
• Konsentrasi BOD dan evaporasi untuk landfill semi-aerobik lebih rendah jika
dibandingkan dengan landfill anaerobik
• Tongginya konsentrasi BOD selama 2,5 tahun pada landfill anaerobik karena
akumulasi asam-organik yang menghambat aktivitas bakteri
• Dari dua hal tersebut di atas, maka landfill semi-aerobik sampai saat ini dinilai
mempunyai keuntungan selain dapat mengurangi beban pencemar leachate, tetapi
juga dapat mengurangi timbulan gas rumah kaca.
VI. PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN LEACHATE
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai dasar perencanaan dan memilih sistem
IPL/Instalasi Pengolahan Leachate adalah :
1. Kualitas dan kuantitas air leachate yang akan diolah
2. Kemudahan pengoperasian dan ketersediaan SDM yang memenuhi kualitas untuk
OM IPL terpilih
3. Jumlah akumulasi lumpur
4. Kebutuhan dan ketersediaan lahan
5. Biaya operasional, meliputi :
a. Biaya Investasi
Biaya investasi yang dibutuhkan tergantung pada kapasitas dan kompleksitas
IPAL.
Biaya ini meliputi :
o Lahan
o Konstruksi
o Perpipaan
o Instrumen
b. Biaya Pengoperasian
Sedangkan biaya operasi biasanya sangat ditentukan oleh masing-masing jenis
IPL yang terpilih.
Biaya ini meliputi :
o Biaya SDM untuk OM dan perbaikan
o Penggantian komponen dan perbaikan besar
o Biaya bahan kimia, kalau ada
o Biaya bahan bakar
o Biaya pengunaan energi listrik
15
6. Kualitas hasil olahan yang diharapkan
Ambang batas kualitas olahan yang diperkenankan dibuang ke badan air penerima
diatur oleh masing-masing daerah. Semakin ketat nilai ambang batasnya, maka
dituntut efisiensi pengolahan air leachate yang semakin tinggi. Beberapa kualitas
hasil olahan yang diharapkan menurut peraturan yang berlaku di Indonesia:
Tabel 3. Beberapa Baku Mutu yang berlaku di Indonesia
Kepmen
no.
Klasifikasi BOD5 COD pH ∑∑∑∑ N
Anorganik
Oil,
fats
SS
mg/L mg/L - mg/L mg/L mg/L
Kep-
MenLH
03/91
Golongan I 20 40 6 – 9 10,88 100
Golongan II 50 100 6 – 9 22 200
Golongan III 150 300 6 – 9 38 400
Golongan IV 300 600 6 – 9 75 500
Kep-
MenLH
03/98
Kawasan
Industri 50 100 6 – 9 200
Kep-
MenLH
112/03
Air Limbah
Domestik 100 6 – 9 10 100
7. Kebutuhan energi
o Setiap sistem IPL yang digunakan akan memerlukan energi.
o Energi yang diperlukan biasanya adalah untuk pompa, supply oksigen
(aerator/blower), menggerakkan shaft, serta keperluan utilitas lainnya
16
Bagan pemilihan sistem IPL /pengolahan leachate bisa dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Bagan Pemilihan Sistem IPL
VII. OPSI TEKNOLOGI
Beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di Indonesia adalah :
a. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1)
b. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment/ Wetland (alternatif 2)
c. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3)
d. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR (alternatif 4)
e. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II
(alternatif 5)
17
Alternatif 1 Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter
Tabel 4. Alternatif 1 Pengolahan Leacahate
No. Kriteria Proses Pengolahan
Anaerobik Fakultatif1 Maturasi Biofilter
1. Fungsi Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi, stabilisasi influen
Removal BOD
Removal mikroorganisme pathogen, nutrien
Menyaring effluen sebelum dibuang ke badan air
2. Kedalaman (m)
2,5 - 5 1 - 2 1 - 1,5 2
3. Removal BOD (%)
50 - 85 70 - 80 60 - 89 75
4. Waktu Detensi2 (hari)
20 - 50 5 - 30 7 - 20 3 - 5
5. Organic Loading Rate3 (kg/Ha hari)
224 - 560 56 - 135 ≤ 17 < 80
6. pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5 -
7. Bahan Pasangan batu Pasangan batu
Pasangan batu
Batu, Kerikil, Ijuk, Pasir
18
Alternatif 2 Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment/ Wetland
Tabel 5. Alternatif 2 Pengolahan Leacahate
No. Kriteria
Proses Pengolahan
Anaerobik Fakultatif1 Maturasi Wetland
1. Fungsi Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi, stabilisasi influen
Removal BOD
Removal mikroorganism pathogen, nutrien
Removal BOD, removal nutrien
2. Kedalaman (m)
2,5 - 5 1 - 2 1 - 1,5 0,1-0,6* 0,3-0,8**
3. Removal BOD %
50 - 85 70 - 80 60 - 89 -
4. Waktu Detensi2 (hari)
20 - 50 5 - 30 7 - 20 4-15
5. OLR3 (kg/Ha .hr)
224 - 560 56 - 135 ≤ 17 < 67
6. pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5 -
7. Bahan Pasangan batu Pasangan batu
Pasangan batu Tanah permeabilitas rendah***
19
Alternatif 3 Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon
Tabel 6. Alternatif 3 Pengolahan Leacahate
No. Kriteria
Proses Pengolahan
ABR Aerated Lagoon
Pemisah Padatan
1. Fungsi Removal BOD yg relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi padatan, stabilisasi influen
Removal BOD Removal solid
2. Kedalaman (m)
2 - 4 1,8 - 6 3-5
3. Removal BOD %
70 - 85 80 - 95 -
4. Waktu Detensi
(hari) 1 - 2 3 - 10 0,06 - 0,125
5. Organic Loading Rate (kg/m3hari)
4 - 14 0,32 - 0,64 0,5-5 kg/m2 jam
5. Hydraulic Loading Rate (m3/m2hari)
16,8 – 38,4 - 8-16
6. pH 6,5 - 7,2 6,5-8,0 -
7. Bahan Beton Bertulang - Bata
Pasangan batu Pasangan batu
20
Alternatif 4 Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR
Tabel 7. Alternatif 4 Pengolahan Leacahate
No. Kriteria
Proses Pengolahan
Koagulasi-Flokulasi
Sedimentasi
Anaerobik Pond
ABR
1. Fungsi Pembentukan flok padatan
Removal flok padatan
Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi padatan,stabilisasi influen
Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi padatan, stabilisasi influen
2. Kedalaman - 3 - 5 m 2,5 - 5 m 2 – 4 m
3. Removal BOD %
- - 50 - 85 % 70 – 85 %
4. Waktu Detensi 0,5 jam 1,5 - 3 jam 20 - 50 hari 1 – 2 hari
5. OLR, kg/Ha hari
- - 224 - 560 4 – 14 kg/m3 hari
6. Hydraulic Loading Rate
- 8-16 m3/m2 hari
- 16,8 – 38,4 m3/m2 hari
7. pH - - 6,5-7,2 6,5 - 7,2
8. Dosis koagulan , mg/l
300-4500 Kapur (CaOH) 100-5000 Tawas (Al2(SO4)3 0,2 ml/L Polimer kationik 1%
21
Alternatif 5 Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon,
Sedimentasi II
Tabel 8. Alternatif 5 Pengolahan Leacahate
No. Kriteria
Proses Pengolahan
Koagulasi-Flokulasi
Aerated Lagoon Sedimentasi
I/II
1. Fungsi Pembentukan flok padatan
Removal BOD Removal solid
2. Kedalaman (m)
- 1,8 - 6 3-5
3. Removal BOD %
- 80 - 95 -
4. Waktu Detensi
(hari) 0,5 jam 3 - 10 1,5-3 jam
5. OLR (kg/m3hari)
- 0,32 - 0,64 0,5-5 kg/m2 jam
6. HLR (m3/m2hari)
- - 8-16
7. pH - 6,5-8,0 -
8. Bahan Beton/ Baja Pasangan batu Pasangan batu
9. Dosis koagulan (mg/L) :
300-4500 Kapur (CaOH) 100-5000 Tawas (Al2(SO4)3 0,2 ml/L leachate Polimer kationik 1%
-
22
Sebagai referensi, pengolahan leachate tipikal di Eropa menggunakan proses berikut :
- Netralisasi
- Presipitasi/flokulasi/sedimentasi
- Oksidasi/reduksi
- Reverse Osmosis
- Ion exchange
Proses-proses yang sebaiknya ada didalam pengolahan leachate yaitu :
- Storage
- Biological pre-teratment
- Adsorption
- Precipitation/floculation
- Chemical oxidation
- Membrane
Beberapa proses pengolahan leachate yang ada :
1. Pengolahan onsite : pengolahan leachate langsung di lokasi yang sama untuk
kemudian dibuang ke badan air. Biasanya pengolahan leacahte inilah yang
digunakan di TPA.
2. Pengolahan offsite : pengolahan leachate dibawa ke tempat lain untuk diproses
sebelum dibuang ke badan air
3. Resirkulasi ke TPA : air leachate disirkulasikan kembali ke TPA untuk digunakan
kembali.
Gambar 7. Proses pemilihan pengolahan leachate
23
Pengolahan leachate yang sesuai dengan konsep pengolahan dimana pengolahan fisik
mampu mengurangi kualitas limbah sebesar 10 %, pengolahan biologis sebesar 40 %
dan pengolahan kimia sebesar kurang lebih 90 %. Pengolahan ini bisa dilihat :
Gambar 8. Proses pengolahan leachate yang sesuai
Efluen dari tiap proses bisa dilihat pada gambar dibawah :
Gambar 9. Simulasi lab pengolahan leachate
24
Sedangkan proses pengolahan leachate yang diresirkulasikan kembali bisa dilihat :
Gambar 10. Pengolahan leachate alternatif dengan mensirkulasikan kembali leachate
yang diolah
Konsep-konsep dalam pengolahan leachate yang perlu diterapkan yaitu :
- Biology/activated carbon adsorption
- Biology/Chemical Oxidation with ozone/biology
- Biology/reverse osmosis/concentrate treatment
Gambar 11. Konsep pengolahan leachate
Menambah kelembaban
dan nutrien
25
Untuk pengolahan leachate, seleksi pemilihan pengolahan leachate sangat tergantung
dari lokasi TPA, sehingga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
- Kualitas dan kuantitas effluent
- Residu/lumpur hasil pengolahan
- Perizinan yang dibutuhkan
- Cost-efectiveness dari pengolah (IPL)
- Biaya investasi
Dari beberapa faktor diatas, bisa diambil kesimpulan mengenai beberapa variabel
yang mempengaruhi proses pengolahan leachate adalah :
Tabel 9. Beberapa variabel yang mempengaruhi proses pengolahan leachate
Faktor yang independen
Þ Landfill Þ Kuantitas dan Kualitas Leachate
Inspeksi awal
Kriteria yang wajib
Þ Infrastruktur Þ Ekologi Þ Ekonomi
Alokasi
Peraturan hukum
Unit Pengolahan
Þ Teknologi Þ Kondisi saat ini Þ Peralatan Þ Metoda operasi
Tabel dibawah ini merupakan ringkasan mengenai metoda pengolahan yang paling
sesuai untuk mengurangi konsentrasi jenis pencemar yang ada dalam leachate :
26
Tabel 10. Metode pengolahan yang paling sesuai dengan jenis pencemar dalam
Leachate
BOD5 COD Tot.-
anorg. N
NH4-N/
NH3-N
Heavy
metals
AOX Salts
Biolog. treatment
+ + + + - - -
Chem. oxidation - + - - - + -
Adsorption - + - - - + -
Precipitation/ Flocculation
- + - - + + -
Reverse
osmosis
+ + + + + + +
Nanofiltration + + - - +
Pengaruh berbagai strategi pengolahan :
Tabel 11. Pengaruh berbagai strategi pengolahan
Pengolahan Biologis Pengaruhnya
Konsentrasi Presipitasi/ Adsorpsi
Oksidasi/ Destruksi
Pencemar Biodegradable
Konsentrasi efluen Carbon atau flokulan yg lebih sedikit
Lebih sedikit Oksidan
Calcium, Besi Sedikit endapan Pelepasan Pelepasan atau terjadi
endapan
Ammonium Pelepasan pada efluen garam nitrat selama atau
setelah pengeringan
Diperlukan bila pembuangan langsung
ke badan air*
Diperlukan bila pembuangan langsung ke
badan air*
Kapasitas
Penyangga (Hardness)
Pengurangan konsumsi
asam
Pengurangan
konsumsi asam dan bhn pengendap
Dengan H2O2:
Pengurangan konsumsi asam
*)Juga diperlukan apabila pembuangan tidak langsung tetapi memerlukan toksisitas ikan
27
Pengaruh BOD/COD pada pengolahan leachate bisa dilihat dari grafik berikut :
Gambar 12. Pengaruh BOD/COD pada pengolahan leachate
Dibawah ini adalah gambaran perkiraan biaya untuk proses pengolahan leachate:
Tabel 12. Perkiraan biaya proses pengolahan leachate untuk lahan 6 Ha
Proses
Biaya Investasi
Biaya Investasi
Biaya Operasi
Total
[Milyar Rp.] [Rp/m3] [Rp/m3] [Rp/m3]
Ozonization 14,9 248.000 32.240 57.040
Precipitation/ Flocculation
12,4 207.000 19.840 40.548
Reverse
osmosis 9,9 161.200 52.080 68.200
BOD5 COD5 BOD5/COD
28
Perkiraan biaya untuk pembuangan lumpur/residu sebagai berikut :
Tabel 13. Perkiraan biaya untuk pembuangan lumpur/residu
Proses Biaya Pembuangan
Ozonasi _
Presipitasi/Flokulasi Rp. 2.480.000/ton Lumpur Presipitat
Reverse osmosis Rp. 620.000/ton Konsentrat
Kesimpulan dalam perencanaan instalasi pengolahan leachate :
1. Pengolahan leachate yang paling sesuai dengan kondisi di Indonesia adalah
menggunakan sistem kolam stabilisasi (kombinasi proses anaerobik – aerobik),
namun hal ini hanya mampu mengolah beban organik leachate < 40%
2. Apabila diperlukan standard yang lebih ketat, maka proses kimiawi (kombinasi
koagulasi/flokulasi/sedimentasi dan dilanjutkan dengan filtrasi) merupakan opsi
yang paling sesuai untuk diterapkan
3. Penggunaan resirkulasi efluen IPL ke TPA dapat dilakukan untuk meningkatkan
treatability sampah dengan penambah kelembaban dan sumber nutrien
4. Untuk mencegah kegagalan operasional, diperlukan standar kriteria desain yang
baku. Penyebab utama kegagalan adalah kurang disiplinnya pemeliharaan dan
kesesuaian operasional dengan SOP yang berlaku. Pelatihan pengoperasian dan
pemeliharaan IPL sangat diperlukan untuk SDM dari pengelola. Jika perlu,
bersertifikasi.
29
VIII. PEMANFAATAN MIKROORGANISME DALAM PENGOLAHAN LEACHATE
Pengolahan leachate di sebagian besar TPA di Indonesia masih menggunakan proses
pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai pengurai
materi-materi organik yang terkandung dalam leachate. Agar proses biologis tersebut
dapat berjalan dengan baik, diperlukan kondisi lingkungan yang optimal yang sesuai
agar mikroorganisme dapat tumbuh dan bekerja dengan baik. Contoh metoda untuk
optimalisasi pendegradasian biologis tersebut adalah dengan mengontrol level oksigen
terlarut, penambahan nutrien-nutrien, meningkatkan konsentrasi mikroorganisme,
serta menjaga faktor-faktor lingkungan, seperti pH, temperatur, serta melakukan
pengadukan (Qasim, 1994).
Untuk proses-proses pengolahan secara aerobik, materi organik akan didekomposisi
menjadi karbon dioksida dan air yang dibantu oksigen yang merupakan faktor penting
untuk terjadinya pengolahan secara aerobik. Sebaliknya, untuk proses-proses
pengolahan secara anaerobik, materi-materi organik didekomposisikan tanpa kehadiran
oksigen. Gas metan dan karbon dioksida merupakan produk akhir dari dekomposisi
tersebut (Qasim, 1994).
Pengolahan leachate secara biologis dapat berlangsung secara optimal apabila
sebelumnya dilakukan aklimatisasi yang sesuai untuk pertumbuhan populasi
mikroorganisme, serta ekualisasi yang tepat sebagai treatment awal untuk menjaga
beban hidrolis dan beban organik dari leachate yang akan masuk ke instalasi (Qasim,
1994).
Proses aklimatisasi untuk dapat menentukan bakteri yang tepat untuk setiap tahap
pengolahan merupakan tahapan yang penting dari pengolahan secara biologis. Saat ini
pengembangan mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan leachate
masih dilakukan dalam skala laboratorium.
IX. BEBERAPA PENELITIAN MENGENAI MENGENAI PROSES PENGOLAHAN
LEACHATE
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puslitbang Permukiman) merupakan
salah satu dari empat pusat litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum, yang diarahkan sebagai the techno structure atau
30
scientific backbone dalam merumuskan kebijakan penyelenggaraan infrastruktur di
bidang permukiman.
Sudah ada beberapa penelitian terkait pengolahan leachate yang dilakukan oleh
Puslitbang Permukiman, antara lain :
- Kajian pengolahan leachate di beberapa kota di Indonesia
- Uji coba model penimbunan semi aerobik landfil di TPA Cibeurem – Banjar
- Cell uji coba (semi aerobik dan anaerobik landfil )
- Penelitian kinerja proses pengolahan leachate di TPA Suwung Denpasar.
A. Kajian pengolahan leachate di beberapa kota di Indonesia :
Beberapa kesimpulan yang didapat dari beberapa kajian mengenai pengolahan
leachate di beberapa kota di Indonesia adalah :
1. Untuk timbulan leachate :
- Semakin banyak air yang mengalir melalui timbunan sampah, maka semakin
banyak polutan yang akan terbawa oleh aliran air
- Hal ini dapat diminimalkan dengan perencanaan lapisan penutup yang tepat
pada pengolahan sampah menggunakan sanitary landfil.
2. Untuk komposisi leachate :
- Semakin lama umur timbunan sampah yang ada di landfil, maka semakin
berkurang parameter yang ada pada leachate
- Komposisi leachate tergantung pada karakteristik sampah, komposisi sampah,
ukuran dan sel pada landfil, besarnya kompaksi, kelembaban dan infiltrasi
hujan serta metode sampling dan analisis
- Penurunan senyawa organik pada leachate disebabkan oleh proses dekomposisi
dan pembilasan air hujan, sedangkan penurunan senyawa inorganik hanya
disebabkan adanya infiltrasi air hujan.
- Semakin bertambahnya umur landfil, maka senyawa organik dalam leachate
berkurang lebih cepat daripada senyawa inorganik.
31
Sedangkan hasil beberapa penelitian pengolahan leachate di beberapa kota di
Indonesia dapat dilihat pada keterangan di bawah ini :
− Komposisi leachate dari 2 landfill yang berbeda umurnya
Tabel 14. Komposisi dari leachate pada umur landfill 1,5 dan 16 tahun
Parameter
Satuan
Umur dari Landfill 1 tahun 5 tahun 16 tahun
BOD mg/l 7.500 – 28.000 4.000 80 COD mg/l 10.000-40.000 8.000 400 PH 5,2-6,4 6,3 - TDS mg/l 10.000-14.000 6.794 1.200 TSS mg/l 100-700 - - Specific Conductance microhms/cm 600-9.000 - - Alkalinitas (CaCO3) mg/l 800-4.000 5.810 2.250 Kesadahan (CaCO3) mg/l 3.500-5.000 2.200 540 Total P mg/l 25-35 12 8 Ortho P mg/l 23-33 - - NH4-N mg/l 56-482 - - Nitrat mg/l 0,2-0,8 0,5 1,6 Kalsium mg/l 900-1.700 308 109 Klorida mg/l 600-800 1.330 70 Sodium mg/l 450-500 810 34 Potassium mg/l 295-310 610 39 Sulfat mg/l 400-650 2 2 Mangan mg/l 75-125 0,06 0,06 Magnesium mg/l 160-250 450 90 Besi (Fe) mg/l 210-325 6,3 0,6 Seng (Zn) mg/l 10-30 0,4 0,1 Tembaga (Cu) mg/l - <0,5 <0,5 Cadmium mg/l - <0,05 <0,05 Timah mg/l - 0,5 1
32
− Kualitas BOD dan COD berdasarkan usia penimbunan sampah di beberapa kota di Indonesia
Tabel 15. Kualitas BOD dan COD berdasarkan usia penimbunan sampah di beberapa
kota di Indonesia
No Kota Sistem TPA Umur
Penimbunan (tahun)
BOD
(mg/L)
COD
(mg/L)
1 Cianjur Open Dumping 6 82,96 497,93
2 Jakarta Open Dumping 4 290,24 497,07
3 Surabaya Open Dumping 5 158,31 942,65
4 Denpasar Open Dumping 1 936 2010
5 Makasar Open Dumping 2 213,75 356,54
6 Banjar Semi aerobik 1 163,78 257,37
Sumber : Hasil pengukuran 2010 dan studi literatur
− Tabel baku mutu efluen
Tabel 16. Tabel Baku Mutu Efluen
Komponen Satuan Baku mutu
Zat padat terlarut mg/L 4000 Zat padat tersuspensi mg/L 400 pH - 6-9 N-NH3 mg/L 5 N-NO3 mg/L 30 N-NO2 mg/L 3 BOD mg/L 150 COD mg/L 300
33
− Hasil pemeriksaan IPL Piyungan Yogyakarta beserta efluen yang dibuang ke sungai dan dampaknya terhadap air sumur penduduk di sekitar TPA
Tabel 17. Hasil pemeriksaan IPL Piyungan Yogyakarta
Parameter
Satuan
Kadar maksimum
yang di perbolehkan
Hasil Pemeriksaan
I II Zat padat terlarut mg/L 2000 5641 – 6532 5121 Temperatur 0 C 30 27,5 – 28,5 28 Zat padat tersuspensi mg/L 200 102,2 – 132,8 47 Air Raksa mg/L 0,002 ttd -ttd ttd Arsen mg/L 0,1 ttd-ttd ttd Barium mg/L 2 0,011- 0,021 0,009 Kadnium mg/L 0,05 ttd-ttd ttd Kromium mg/L 0,1 4,3182 – 5,1273 1,6715 Tembaga mg/L 2 0,62 – 0,48 0,51 Sianida mg/L 0,05 ttd-ttd ttd Flourida mg/L 2 < 0,5 - < 0,5 <0,5 Timbal mg/L 0,1 0,0965 – 0,0987 0,0644 Nikel mg/L 0,2 ttd-ttd ttd Nitrat mg/L 20 8,0024 – 8,5269 3,5786 Nitrit mg/L 1 0,1046 – 0,3478 0,059 Amonia mg/L 1 109,6765 – 118,4533 52,0436 Besi mg/L 5 13,2 – 14,6 6,34 Mangan mg/L 2 3,11 – 4,32 2,02 Sulfida mg/L 0,05 - - Klorin bebas mg/L 1 0,0 0,0 Seng mg/L 5 3,5 – 3,8 1,01 Krom total mg/L 0,5 11,0142 – 12,764 3,1457 BOD mg/L 50 2248,46 – 2458,67 764 COD mg/L 100 5632,21 – 5892,51 1143,24 Phenol mg/L 0,5 2,2113 – 2,7352 1,3845 Cobalt mg/L 0,4 0,31 – 0,12 0,20 Sumber : Hasil pengujian Laoratorium Teknologi Lingkungan STTL “ YLH”26 Maret 2007 Keterangan : I . Limbah cair TPA piyungan sebelum pengolahan II.Limbah Cair TPA piyungan Sesudah pengolahan
34
Tabel 18. Hasil Pengujian Lab Mengenai Efluen Yang Keluar Di Sungai
Parameter Satuan
Kadar maksimum yang di perbolehkan untuk kualitas air golongan B
Hasil Pemeriksaan
I II Zat padat terlarut mg/L 1000 431 462 – 684 Temperatur 0 C Suhu air normal 28,5 28,6- 29,5 Zat padat tersuspensi
mg/L - 10 11 – 18
Kadnium mg/L 0,01 ttd ttd -ttd Kromium mg/L 0,05 0,6432 0,8523 – 0,8856 Tembaga mg/L 1 ttd ttd -ttd Sianida mg/L 0,1 ttd ttd –ttd Flourida mg/L 1,5 ttd ttd-ttd Timbal mg/L 0,1 ttd ttd-ttd Nitrat mg/L 10 2,0432 2,8576-3,282 Nitrit mg/L 1 0,0126 0,0251-0,1582 Amonia mg/L 0,5 1,6436 1,9989 – 2,3696 Besi mg/L 5 13,2 2,39 – 2,67 Mangan mg/L 0,5 3,11 0,37 -0,48 Sulfida mg/L 0,1 ttd ttd-ttd Klorida mg/L 600 ttd ttd-ttd Seng mg/L 5 ttd ttd-ttd BOD mg/L - 160,75 188,54 – 214,23 COD mg/L - 204,66 212,53- 275,34 Phenol mg/L 0,5 0,0315 0,0424 – 0,0523 Sumber : Hasil pengujian Laoratorium Teknologi Lingkungan STTL “ YLH”26 Maret 2007 Keterangan : I . Sungai TPA II.Sungai Campuran
35
Tabel 19. Hasil pengujian lab terhadap air sumur penduduk di sekitar TPA Piyungan
Parameter Satuan Kadar maksimum
yang di perbolehkan
Hasil Pemeriksaan
A. FISIKA Bau Tak berbau Tak berbau Kekeruhan NTU 5 15 - 23 Rasa Tak berasa Tak berasa Temperatur 0 C Suhu udara ± 3 27 – 27,9 Warna PtCo 15 10 - 18 B.KIMIA Air Raksa mg/L 0,001 ttd Arsen mg/L 0,01 ttd Barium mg/L 0,7 ttd Boron mg/L 0,3 ttd Kadnium mg/L 0,003 ttd Kromium mg/L 0,05 ttd Tembaga mg/L 2 ttd Sianida mg/L 0,07 ttd Flourida mg/L 1,5 0,26 – 0,41 Timbal mg/L 0,01 - Nikel mg/L 0,02 - Nitrat mg/L 50 0,0379 – 0,0653 Nitrit mg/L 3 0,0002 – 0,0068 Amonia mg/L 1,5 0,2123 – 0,8744 Alumunium mg/L 0,2 - Klorida mg/L 250 17 – 20 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500 198,69 – 598,45 Hidrogen Sulfida mg/L 0,05 ttd Besi mg/L 0,3 0,10 – 13 Mangan mg/L 0,1 0,03 – 0,65 pH 6,5 – 8,5 7,0 – 7,1 Sulfat mg/L 250 25 – 29 Total zat padat terlarut (TDS)
mg/L 1000 -
Seng mg/L Bakteriologi Coliform MPN/100 mL 0 140 - 1900 E.Coli MPN/100 mL 0 73-1100 Sumber : Hasil pengujian Laoratorium Teknologi Lingkungan STTL “ YLH”26 Maret 2007
36
− Hasil analisis kualitas leachate di TPA Jombang :
Tabel 20. Analisis kualitas leachate TPA
− Efisiensi IPL di beberapa kota di Indonesia :
Tabel 21. Efisiensi IPL di beberapa kota di Indonesia
No. Lokasi Sistem IPL
Kualitas Leacheate Efisiensi
Pengolahan ( % ) Inlet Outlet
BOD COD BOD COD BOD COD
1
Balikpapan
(TPA
Manggar )
Kolam stabilisasi & Aerasi 2719 10810 493,5 1422,76 81,8 86,8
2 Makasar
(TPA Tamangapa) Kolam penampungan 1663 2209 1659 2347 0,2 -
3 Yogyakarta ( Piyungan )
Kolam stabilitasi & Aerasi
2458,7 5892,5 764 1143,2 68,9 80,6
4
Bekasi
(Bantargebang-92)
Kolam penampungan 5328 18317 1270 1665 76,2 90,9
No Parameter Satuan Kadar max Hasil analisa 1 Suhu oC 40 28,3 2 pH - 6-9 7,38 3 TDS Ppm 4000 565 4 Sianida (Cn) mg/L 0.5 0,16 5 Cl2 bebas mg/L 0.04 0,002 6 Total Fe mg/L 1.5 8,2 7 Cr 6+ mg/L 0.5 0,09 8 Tembaga (Cu) mg/L 3 2,89 9 Nitrat (NO3-N) mg/L 30 47 10 Nitrat (NO2-N) mg/L 3 0,059 11 Total Chlor mg/L - 46
Sumber : Dinas CK, Tata Ruang dan Kebersihan Jombang
Kualitas air memenuhi baku mutu sebagaimana ditetapkan SK Gubernur Jawa Timur no. 45 tahuh 2002 lampiran II golongan III
37
Beberapa persoalan yang spesifik dengan pengolahan leachate dari beberapa hasil
kajian di atas adalah :
o konsentrasi yang pekat serta kemungkinan menimbulkan pencemaran
o variasi komposisi leachate berbeda dari tiap landfil, menyebabkan pengolahan
yang sesuai untuk landfil tertentu tidak dapat diterapkan untuk landfil
lainnya, sehingga harus setiap landfil harus dianalisis kembali sesuai dengan
komposisi leachate yang akan diolah
o sumber utama leachate adalah perkolasi air dimana tergantung curah hujan serta
faktor musim
o kandungan kimia dari sampah sangat mempengaruhi leachate
o Fluktuasi dari kuantitas dan kualitas leachate sehingga desain awalnya harus
dievaluasi untuk menentukan apakah hasil efluennya masih sama sejalan dengan
umur landfil
B. Uji Coba Model Penimbunan Semi Aerobik Landfil di TPA Cibeureum Banjar dengan menggunakan pipa pengumpul 80 cm (aplikasi pengelolaan sampah terpadu berbasis 3R pada kota sedang/kecil di Banjar dari hulu sampai ke hilir) Model pengelolaan sampah yang terintegrasi tersebut dan telah diaplikasikan di TPA Cibeurem Banjar, meliputi :
- TPA semi aerobic landfill dengan kapasitas 1,86 ton - Kegiatan 3R dibeberapa desa, yaitu desa Raharja (1,6 ton), kelurahan Banjar
(1,35 ton) desa Langensari (0,43 ton), desa Neglasari (1,66 ton) dan kelurahan Pataruman (1,6 ton)
(dapat dilihat pada ilustrasi gambar dibawah ini).
38
Gambar 13. Aplikasi model pengelolaan sampah berbasis 3R melalui
pemberdayaan masyarakat kota Banjar
39
Model TPA semi aerobik yang diterapkan di TPA Cibeureum Kota Banjar :
Gambar 14. Model TPA Semi Aerobik TPA Cibeureum kota Banjar
Keterangan :
� 3 sel masing-masing luas 10 m x 15 m
� Pipa leachate : pipa beton berlubang diameter 80 cm
� Mulai timbunan Desember 2009
� Operasional pengisian 2 bulan, tinggi 5
40
Detail uji coba landfill yang diadakan di TPA Cibeureum kota Banjar dengan luasan 30
x 15 m sebagai berikut :
� Sistem perpipaan manifold menggunakan bahan buis beton, yang diletakkan bagian
pinggir landfill
� Pemasangan pipa buis beton tidak perlu memasang kerikil, diletakan di atas galian
yang dilapisi clay 2 x 25 cm dan diselimuti clay sampai ½ lingkaran bagian bawah
buis beton.
� Pemasangan pipa lateral tidak diberi bantalan pasir, langsung diletakan di atas
geomembran, bagian atas pipa baru lapisi pasir.
� Jenis pasir yang digunakan berupa pasir beton, jangan pasir urug, agar tidak terjadi
penggumpalan sehingga dapat menyumbat dan menghalangi aliran air ke pipa.
� Ada sistem pengontrol leachate dilengkapi tutup buis (bilik) berupa manhole dan
dipasang tangga monyet.
� Dalam bak control dipasang alat ukur Thomson untuk mengukur debit leachate
yang dihasilkan.
Kualitas leachate yang dihasilkan TPA Cibeureum kota Banjar :
Tabel 22. Kualitas leachate yang di TPA Cibeureum kota Banjar
41
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
1 2 3 4 5 6
Bulan ke
mg
/L COD
BOD
Gambar 15. Grafik penurunan leachate hasil pengolahan di TPA Cibeureum kota Banjar
Gambar 16. Pemantauan debit leachate
42
Pemantauan debit leachate berkisar antara 0,002 – 0,442 L/det.
- awal proses dekomposisi, debit leachate rata-rata 0,114 L/det
- bulan ke 8 penimbunan rata-rata debit leachate adalah 0,022 L/det
Target perencanaan efisiensi IPL di TPA Cibeureum Kota Banjar adalah:
- Proses anaerobik : 70 – 90 %
- Proses fakultatif : 70 – 90 %
- Proses maturasi : 60 – 80%
C. Cell uji coba model semi aerobik dan anaerobik landfil (revitalisasi TPA melalui reusable landfil dan landfil mining)
Percobaan ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari model semi aerobik
dengan anaerobik landfil, baik dari pekerjaan liner dasar dan dinding, perpipaan gas
dan leachate dan operasi pengisian sampah serta tanah penutup akhir.
MODEL SEMI AEROBIK DAN ANAEROBIK LANDFILL
• Luas tiap sel 30 x 15 m dengan tinggi pengisian sampah 8 m.
• Total volume sampah 12.000 m3, dengan masing2 sel 6000 m3, dan sistem
operasional yang dijalankan adalah dengan controll landfill
• Konstruksi Semi Aerobik : pipa beton berlubang diamater 60 cm
Konstruksi An aerobik landfill : pipa beton berlubang diameter 30 cm
• Pipa dipasang menuju Bak Kontrol dan dipasang alat ukur debit (meter air)
• Pipa leachate berhubungan dengan pipa vertikal
43
Gambar 17. Potongan desain TPA Cibeureum kota Banjar
44
Kualitas leachate hasil uji coba semi aerobik dan an aerobik landfil yang dilakukan
pada tanggal 22 Februari 2011 (Setelah 2 bulan pasca penimbunan), sebagai berikut :
Tabel 23. Hasil uji coba leachate semi aerobik dan anaerobik
D. Penelitian kinerja proses pengolahan leachate di TPA Suwung Denpasar
Penelitian ini dilakukan karena kinerja pengelolaan leachate di TPA Suwung Denpasar
belum beroperasi secara optimal.
Kajian yang dilakukan meliputi :
- Sampling kualitas leachate inlet, oulte, dan parameter tiap unit
- Kajian efisiensi tiap unit
- Kajian waktu kontak
Gambar 18. Kualitas leachate tiap unit
No Parameter An aerobik Semi aerobik
1 pH 8.44 8.422 DHL 1220 11833 Kekeruhan 113 1274 Nitrit - NO2 < 0.03 <0.035 Ammonia-NH3 0.854 0.9976 Ammonia-N 0.628 0.7027 COD 1103 10708 BOD 717 696
45
Gambar 19. Kualitas outlet dibandingkan dengan baku mutu Industri Menteri Negara
Lingkungan Hidup no : Kep-51/MENLH/10/1995, tentang Baku mutu limbah cair bagi kegiatan
industri, baku mutu limbah cair golongan II
Hasil kajian yang didapat :
- Proses belum berjalan secara stabil, sehingga perlu dilakukan proses seeding dan
aklimatisasi
- Efisiensi pengolahan leachate di setiap unit proses masih dibawah ketentuan dari
kriteria desain (waktu kontak/TD dan kedalaman kolam)
- Kondisi tanaman air pada kolam wetland belum tumbuh dengan baik sehingga
kurang berfungsinya dalam penyerapan polutan (BOD, COD dan warna)
Tabel 24. Hasil uji coba BOD efluen TPA Suwung
EFFISIENSI PENGOLAHAN(PENYISIHAN BOD)
1 Kolam stabilisasi anaerobik 189,40 122,60 38,20 70 - 902 Kolam fakultatif 122,60 116,1 5,30 70- 903 Maturasi 2009 116,1 98,15 15,41 60 -80 4 Maturasi 2010 116,1 102,15 12 60 - 80 5 kolam wettland 102,15 92,6 9 506 IPL 189,40 92,6 51,11
NO UNIT PROSES INLET OUTLET % eksisting % standar
46
Tabel 25. Hasil uji coba BOD efluen TPA Suwung
Sedangkan hasil pengolahan parameter kimia lainnya :
Tabel 26. Hasil uji coba parameter kimia lainnya
EFFISIENSI PENGOLAHAN(PENYISIHAN COD)
1 Kolam stabilisasi anaerobik 224,20 180,70 19,40 70 - 902 Kolam fakultatif 180,70 145,60 19,42 70- 903 Maturasi 2009 145,60 148,20 MINUS 60 -80 4 Maturasi 2010 145,60 136,70 6,11 60 - 80 5 kolam wettland 136,70 130,10 4,83 506 IPL 224,20 130,10 41,97
NO UNIT PROSES INLET OUTLET % eksisting % standar
Penyisihan terhadap parameter-parameter diatas cukup baik sebagaian besar berada diatas 50 %
EfisiensiPengolahan
1 Besi Terlarut 4,10 0,65 84,152 Mangan terlarut 3,45 0,70 79,713 Barium 0,0 0,0 0,04 tembaga 2,60 0,78 705 Seng 6,70 1,10 83,586 Crom heksavalensi 0,9 0,06 93,337 Crom total 1,2 0,56 53,338 Cadmium 0,16 0,044 72,59 Raksa ttd ttd ttd
10 Timbal 0,45 0,095 78,8911 Stanium ttd ttd ttd12 Arsen 0,75 0,075 9013 Selenium 0,70 0,35 5014 Nikel ttd ttd ttd15 Kobalt ttd ttd ttd16 Sianida 0,90 0,08 91,1117 Sulfida 1,90 0,28 85,2618 Flourida ttd 0,08 ttd19 Khlorin bebas ttd ttd ttd
NO PARAMETER INLET OUTLET %
47
Sehingga untuk peningkatan kinerja IPL di TPA Suwung ini, disarankan adanya :
- Seeding dan aklimatisasi :
• Seeding dilakukan dengan pemasukan bibit mikroorganisme dari septik tank yang
kurang dari 1 bulan sampai mencapai MLSS 500 – 2 g/l dan ditambahkan gula
sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme yang ada
• Selanjutnya bahan yang mengandung mikroorganisme ini dimasukan secara
bertahap (aklimatisasi) mulai dari 10 %, 20 % dan seterusnya sampai BOD dan
COD stabil
- Penambahan oksigen pada kolam fakultatif dengan aerator, untuk penurunan BOD
dan COD sampai 80 %
- Penataan wetland antara lain dengan perbaikan :
• Media tanam dengan kerikil dan antrasit/arang batok untuk mereduksi warna,
dengan ketebalan media tanam 60 – 80 cm
• Mengganti tanaman antara lain dengan reed beds/bamboo air, kana, papyrus,
dengan jarak tanaman 30 – 50 cm
Dari perbaikan-perbaikan diatas diharapkan dapat memperbaiki kualitas efluen sebagai
berikut :
- BOD : 10 mg/L
- COD : 17 mg/L
- Warna : 40 unit PtCo
Kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang dilakukan adalah :
o Pada umumnya leachate hasil IPL masih belum layak untuk dibuang ke badan air,
sehingga perlu diadakan kajian lebih lanjut untuk dapat meningkatkan kinerja dari
IPL yang sudah ada atau dengan melakukan resirkulasi
o Penerapan semiaerobik landfil terbukti lebih efisien dalam menurunkan kualitas
leachate sekitar 6x lebih kecil dibanding dengan anaerobik
o Untuk proses persiapan untuk peningkatan efisiensi IPL, maka perlu dilakukan
antara lain :
� Aklimatisasi
� Penataan wetland
48
X. BEBERAPA BEST PRACTICE DALAM PENGOLAHAN LEACHATE
Sebagai hasil penguraian sampah, leachate mengandung senyawa-senyawa yang
terdapat di dalam sampah. Oleh karena itu, jenis pengolahan leachate harus
didasarkan pada karakteristik senyawa yang terdapat dalam leachate tersebut. Berikut
adalah contoh pengolahan leachate di TPA Benowo dan TPA Bangli.
A. Pengolahan leachate di TPA Benowo
Dengan luas lahan TPA sebesar 37 ha, TPA Benowo menerima sampah sebesar
1,480 ton/hari. Dioperasikan secara controlled landfill, TPA Benowo juga dilengkapi
dengan Instalasi Pengolah Leachate (IPL) dengan kapasitas ± 300 m3. Pengolahan
leachate TPA Benowo terdiri dari 3 (tiga) proses, yaitu:
a. pengolahan secara kimia-fisika
b. pengolahan secara biologi
c. pengolahan dengan gabungan kimia-fisika-biologi
Dalam pengoperasiannya, IPL TPA Benowo telah melalui 3 (tiga) tahap
pengembangan:
a. IPL Tahap Pertama Pada tahap pertama ini, pengolahan leachate terdiri dari kolam ekualisasi, filter
anaerobik dan kolam pematangan dengan aquaculture. Namun sistem ini tidak
berfungsi dengan baik sehingga pengolahan leachate kurang berhasil.
b. IPL Tahap Kedua
Pada IPL tahap kedua ini digunakan penambahan bahan kimia berupa tawas,
kapur dan poli elektrolit kationik. Proses yang digunakan pada IPL tahap kedua
ini dapat dilihat pada Gambar 20 berikut.
Efluen yang dihasilkan dari pengolahan tahap kedua ini secara umum lebih baik
jika dibandingkan dengan kualitas efluen hasil pengolahan tahap pertama.
Secara fisik, warna leachate berkurang cukup signifikan sehingga efluen lebih
jernih. Namun, hasil pemeriksaan efluen menunjukkan bahwa parameter
pencemar masih berada diatas baku mutu yang ditetapkan. Ini terkait dengan
ketersediaan karbon aktif yang terbatas padahal kebutuhan akan karbon aktif
sangat besar untuk mencapai kualitas efluen yang memenuhi baku mutu.
Secara keseluruhan, pengoperasian IPL tahap kedua ini memerlukan biaya
yang tinggi dikarenakan penambahan bahan kimia yang relatif mahal. Selain
49
itu, kemampuan operator juga kurang memadai sehingga pengoperasian IPL
tidak maksimal.
Gambar 20. IPL Tahap Kedua IPL Benowo
c. IPL Tahap Ketiga
Pada tahap ini, proses pengolahan leachate merupakan penyempurnaan dari
IPL tahap kedua yang dicapai melalui penambahan proses biologi untuk
menurunkan bahan pencemar dalam leachate. Sistem ini terdiri dari bioreaktor
anaerobik (ABR), kolam aerasi, kolam pengendap, filter pasir dan filter karbon
aktif. Kualitas efluen yang dihasilkan dari pengolahan tahap ketiga ini dapat
dilihat pada Tabel 27.
KOLAM LEACHATE KOAGULASI
BAK PELARUT BAHAN KIMIA
BAFFLE CHANNEL
PENAMPUNG SEMENTARA
(bekas bak Flitrasi)
KARBON AKTIF
PENAMPUNG SEMENTARA
RESERVOIR
PENAMPUNG SEMENTARA
(bekas bak sedimentasi)
50
Tabel 27. Karakteristik Leachate TPA Tahap Ketiga TPA Benowo (Tahun 2005)
No. Parameter Efluen Baku Mutu Golongan III
1 DHL 15400 -
2 pH 4.6 6 – 9
3 TSS 100 mg/l 200 mg/l
4 TDS 13860 mg/l 4000 mg/l
5 Fe 1.3 mg/l 15 mg/l
6 Mn 0 5 mg/l
7 Sisa Klor 0 0.04 mg/l
8 NH3 65.61 mg/l 5 mg/l
9 NO3 0.78 mg/l 30 mg/l
10 NO2 0 3 mg/l
11 BOD 210 mg/l 150 mg/l
12 COD 500 mg/l 300 mg/l
13 Deterjen 0.66 mg/l 10 mg/l
14 Fenol 0 1 mg/l
15 Minyak dan lemak 34 mg/l 15 mg/l
Hasil analisa menunjukkan bahwa efluen IPL pengembangan tahap ketiga ini
masih belum memenuhi baku mutu untuk parameter TDS, NH3, BOD, COD
serta minyak dan lemak.
Dalam upaya meningkatkan mutu pengolahan, pada tahun 2006 TPA Benowo
mendapatkan bantuan teknik (bantek) dari Kementerian PU berupa penelitian pilot
plant skala laboratorium. Pilot plant ini bertujuan untuk meneliti proses kimiawi
pengolahan leachate dalam rangka meningkatkan efisiensi proses pengolahan IPL
Benowo. Sistem IPL yang direkomendasikan untuk IPL Benowo ditunjukkan pada
Gambar 21, sedangkan kualitas efluen yang dihasilkan dari pilot plant ditunjukkan
pada Tabel 28.
51
Gambar 21. Rekomendasi Sistem IPL Benowo Berdasarkan Hasil Bantek
Tabel 28. Kualitas Efluen Pilot Plant
Parameter Efluen Satuan
pH 9.5
COD 60 mg/l
BOD 24 mg/l
TSS 16 mg/l
Saat ini, pengolahan leachate di IPL Benowo beroperasi menggunakan gabungan
proses fisika-kimia-biologi. IPL dioperasikan oleh 24 operator yang dikoordinir oleh
1 (satu) koordinator operator dan dikepalai oleh 1 (satu) kepala instalasi.
Sedangkan biaya operasional non-listrik yang dibutuhkan sebesar Rp 18.180,-/m3
leachate.
Kolam
leachate
Baffle Chanel Koagulator
Kapur
Tawas
Polimer
Pengendap Filter Pasir
dan Karbon
Aktif
Efluen
Pengenceran Leachate
Efluen Bioreaktor
52
Tabel 29. Kualitas Efluen Eksisting IPL Benowo
Tanggal
sampling
Parameter
BOD
(mg/l)
COD
(mg/l)
NH4+-N
(mg/l)
Salinitas
(mg/l)
pH
10 Maret
2010
420 880 538 2400 7.6
21 April 2010 126 240 379.44 3500 7.62
12 Okt 2010 208 400 61.08 4000 7.3
5 Nov 2010 6 16 29.72 3900 7.85
Baku mutu 150 300 5 - 6 - 9
Dalam pengoperasiannya, IPL Benowo menghadapi kendala operasional berupa:
a. Salinitas leachate dan kandungan nitrogen ammonia sangat tinggi sehingga mempengaruhi proses biologi. Rata-rata efisiensi proses biologi secara keseluruhan mencapai ± 60 %.
b. Pengoperasian filter karbon aktif tidak dilakukan berdasarkan prinsip proses adsorpsi.
c. Pembubuhan bahan kimia kurang terukur secara baik dikarenakan dosing pump sering rusak dan tidak berfungsi.
d. Kemampuan SDM secara keseluruhan belum cukup memadai.
e. Belum tersedianya SOP secara rinci. Sebagai alternatif, disediakan lembar monitoring operasional untuk masing-masing unit operasi.
53
Gambar 22. Sistem Eksisting IPL Benowo
B. Teknologi Pengolahan Leachate dengan Kandungan Amonia dan Nitrat Tinggi
Kandungan senyawa nitrogen banyak ditemukan di dalam leachate dalam bentuk
NH3 bebas, NH4+, N2O, NO3
- dan NO2-. Dalam konsentrasi berlebih, senyawa ini
dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain:
a. akumulasi nutrien di badan air dapat menyebabkan algae blooming b. sindrom baby blue pada bayi yang disebabkan oleh NO3
- dan NO2-
c. NO2- yang bereaksi dengan senyawa organik di alam akan membentuk
Nitrosoamina yang bersifat karsinogen.
KOLAM LEACHATE PROSES FISIK – BIOLOGI
AIR REMBESAN TAMBAK AIR HUJAN AIR PADA SAMPAH
PROSES FISIK - KIMIAWI
SUMUR PENGUMPUL I
BAK SEDIMENTASI I
ANAEROBIC BAFFLED REACTOR
AEROBIK REAKTOR
BAK SEDIMENTASI II
PROSES FILTRASI
SLUDGE DRYING BED
SUMUR PENGUMPUL II
BAK PENAMPUNG AKHIR
KOLAM PENAMPUNG
BAK RAPID MIXING
PROSES FILTRASI
PROSES AERASI
BAK PENGUMPUL AKHIR
BAK FLOKULASI
BAK SEDIMENTASI II
BAHAN KIMIA
KOAGULASI-FLOKULASI –
SEDIMENTASI
BADAN AIR PENERIMA
BAHAN KIMIA
54
Oleh karena itu diperlukan pengolahan senyawa nitrogen dalam leachate melalui:
a. Nitrifikasi, yaitu proses oksidasi amonia untuk diubah menjadi nitrat dan nitrit oleh organisme.
NH4+ � NO2
- � NO3-
b. Denitrifikasi, yaitu proses reduksi nitrat dan nitrit menjadi nitrogen bebas oleh organisme.
Proses denitrifikasi dapat dibedakan menjadi:
- Denitrifikasi heterotrof, dimana mikroba heterotrof tidak dapat menghasilkan nutrien untuk dikonsumsi sendiri sehingga mencari nutrien dari luar dengan mengkonsumsi senyawa organik.
- Denitrifikasi autotrof, dimana mikroba tidak memerlukan bahan organik untuk melakukan aktivitas dan pertumbuhannya melainkan cukup dengan menggunakan senyawa anorganik.
Denitrifikasi autotrof mempunyai keuntungan antara lain: (a) tidak perlu
menambahkan sumber karbon organik sebagai nutrisi sehingga menekan
biaya operasional; (b) tidak menimbulkan polusi sampingan oleh bahan
organik yang tidak terolah; (c) dapat diterapkan dengan sistem yang
sederhana; dan (d) tidak akan menghasilkan sisa lumpur sehingga
mengurangi penanganan lumpur.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan penelitian terhadap
leachate TPA dengan kandungan amonia dan nitrat yang tinggi menggunakan
kombinasi proses biofilter anaerob, bioreaktor aerob dan denitrifikasi dengan media
isian batu belerang dan batu kapur (Gambar 23). Belerang berfungsi sebagai donor
proton (H+) yang akan bereaksi dengan senyawa nitrat untuk berubah menjadi
senyawa antara, yaitu nitrat, dan akhirnya menjadi gas nitrogen. Sedangkan kapur
(CaCO3) berperan sebagai penyangga (buffer) dan juga sebagai penetral kondisi
pH di dalam bioreaktor. Belerang dan kapur akan dimanfaatkan oleh
mikroorganisme sebagai tempat tumbuh untuk melakukan aktifitas dalam
pendegradasian senyawa nitrat dan nitrit.
NO3- NO2- NO N2O N2
NO- NO
- NO N O N
reduksi
nitrat
reduksi
nitrit
reduksi
nitrit oksida
reduksi
nitrat
55
Penggunaan biofilter anaerob pada proses pengolahan leachate ini dipilih karena
biofilter anaerob mempunyai keunggulan, antara lain:
• tidak membutuhkan oksigen
• menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik)
• menghasilkan gas metan yang bermanfaat, yang dapat menurunkan BOD dalam penguraian lumpur limbah
• cocok untuk limbah dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi
• energi untuk penguraian limbah kecil
• memungkinkan untuk diterapkan pada proses penguraian limbah dalam jumlah besar
• sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik, antara lain chlorinated aliphatic hydrocarbons (seperti trichloroethylene dan trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti lignin
Gambar 23. Teknologi Pengolahan Leachate TPA Kombinasi Proses Biofilter Anaerob, Bioreaktor Aerob dan Denitrifikasi dengan Media Isian Batu Belerang dan Batu Kapur
56
BPPT melakukan penelitian terhadap leachate yang dihasilkan oleh TPA Bantar
Gebang, Jakarta, dan TPA Bangli, Denpasar. Khusus untuk TPA Bangli, BPPT
melakukan penelitian terhadap kinerja pilot plant IPL Bangli. Kriteria perencanaan yang
digunakan untuk pilot plant IPL ini adalah sebagai berikut.
Tabel 30. Kriteria Perencanaan Pilot Plant IPL Bangli
Bioreaktor
Anaerob
Bioreaktor
Aerob
Bioreaktor
Denitrifikasi
Waktu Tinggal/
Reaksi (HRT)
8 hari 3 hari 2 hari
Efisiensi Penurunan
Organik COD
60% 80% 30%
Efisiensi Penurunan
Amonia (NH4-N)
- 90% 20%
Efisiensi Penurunan
Nitrat/Nitrit
- - 95%
COD Inlet : <5000 ppm dan NH4-N Inlet : <1000 ppm
Gambar 24. Diagram Proses Pilot Plant IPL Bangli
57
Tabel 31. Hasil Pengujian Kualitas Leachate
No Parameter Satuan
Golongan
Baku Mutu
Hasil Analisa
Leachate
I II Bantar
Gebang
Bangli
Dry
Cell
1 Suhu (Lab) 0C 38 40 26,0 26,0
2 Zat Padat
Terlarut (TDS)
mg/L 2.000
4.000
12.060
4.100
3 Zat Padat
Tersuspensi
(TSS)
mg/L 200 400
243
268
4 pH (260C) mg/L 6,0 - 9,0 6,0 – 9,0 8,6 7,8
5 Amoniak
Bebas (NH3-N)
mg/L 1
5
94,24
104,68
6 Nitrat
(NO3-N)
mg/L 20 30 15,3 3,0
7 Nitrit
(NO2-N)
mg/L 1 3 8,123 <0,002
8 BOD5 mg/L 50 150 954 800
9 COD mg/L 100 300 2.524 2052
10 Surfactan
anion (MBAS)
mg/L 5 10
6,20
1,10
11 Fenol mg/L 0,5 1 2,999 <0,001
12 Minyak dan
Lemak
mg/L 7,5 30 1,2 < 0,2
58
Hasil pengujian terhadap kualitas pengolahan leachate yang ditampilkan dalam Tabel
31 di atas menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh BPPT mampu
menurunkan kandungan amonia dan nitrat di dalam leachate. Namun perlu
diperhatikan bahwa walaupun kandungan amonia dan nitrit berhasil diturunkan,
pengolahan dengan metode ini belum berhasil menurunkan kandungan paramater-
parameter lain sehingga memenuhi baku mutu. Oleh karena itu diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk menghasilkan sistem pengolahan yang tidak hanya dapat
menurunkan kandungan amonia dan nitrat, namun juga dapat menurunkan kandungan
parameter-parameter lainnya.