Post on 23-Oct-2021
PENGENDALIAN KUALITAS UNTUK
MENGURANGI JUMLAH NG (NO GOOD) PADA
PRODUK ARMATURE TIPE GS34
DI PT. ASMO INDONESIA
Oleh
Ayi Sutiman
004201305084
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu
pada Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Industri
2018
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi berjudul “Pengendalian Kualitas Untuk Mengurangi Jumlah NG (No
Good) pada Produk Armature Type GS34 di PT. Asmo Indonesia” yang
disusun dan diajukan oleh Ayi Sutiman sebagai salah satu persyaratan untuk
mendapatkan gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik telah ditinjau
dan dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi. Oleh karena itu, Saya
merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang.
Cikarang, Indonesia, 31 Oktober 2018
Burhan Primanintyo, B.Sc., M.Eng.
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan bahwa skripsi berjdul “Pengendalian Kualitas Untuk
Mengurangi Jumlah NG (No Good) pada Produk Armature Type GS34 di
PT. Asmo Indonesia” adalah merupakan hasil pekerjaan saya dan seluruh ide,
pendapat atau materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan
referensi yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak sesuai dengan kenyataan maka saya bersedia menanggung sanksi yang akan
dikenakan pada saya.
Cikarang, Indonesia, 31 Oktober 2018
Ayi Sutiman
LEMBAR PENGESAHAN
Pengendalian Kualitas Untuk Mengurangi Jumlah NG (No Good)
pada Produk Armature Tipe GS34 di PT. Asmo Indonesia
Oleh
Ayi Sutiman
ID No. 004201305084
Disetujui oleh
Burhan Primanintyo, B.Sc., M.Eng.
Pembimbing Skripsi
Ir. Andira, M.T.
Ketua Program Studi Teknik Industri
i
ABSTRAK
PT Asmo Indonesia merupakan perusahaan manufaktur pembuatan komponen
otomotif baik roda 4 maupun roda 2. Salah satu produk yang dibuat di PT. Asmo
Indonesia adalah Armature. Produk armature ini dalam aspek pengendalian
kualitas masih kurang efisien. Setiap perusahaan harus memiliki standar kualitas
untuk masing-masing produk yang mereka produksi demi memenuhi permintaan
pelanggan dan kepuasaan pelanggan. Setelah dianalisa, masih tingginya defect
NG unbalance yang terjadi pada line Armature assembly khususnya pada tipe
GS34 merupakan permasalahan utama yang harus segera diselesaikan untuk
meningkatkan kualitas pada produk Armature itu sendiri. Quality Control
menjadi salah satu alternatif yang digunakan untuk dapat memperbaiki masalah
defect NG Unbalance tersebut. Metode ini menggunakan diagram pareto dan
diagram sebab-akibat untuk mencari akar penyebab masalah. Dari data dan
analisa yang dikumpulkan, terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya cacat
tersebut, yang selanjutnya diidentifikasi menggunakan diagram sebab-akibat.
Berdasarkan analisa tersebut, defect NG unbalance yang tinggi disebabkan oleh
3 faktor, yaitu faktor manusia, metode, dan mesin. Setelah dilakukan perbaikan,
defect NG Unbalance yang terjadi pada line Armature assembly khususnya tipe
GS34 mengalami penurunan, dari yang sebelumnya rata-rata Ratio NG dari
bulan Januari-Maret 2018 sebesar 3.13% turun menjadi 0.46%.
Kata Kunci: Kualitas, Defect, Quality Control, Diagram Fishbone, Diagram
Sebab-Akibat
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia serta kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam yang senantiasa tercurah
kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW., kepada keluarganya,
sahabatnya, tabi’in, tabiut tabiahum, serta seluruh umatnya hingga akhir zaman
yang menjadikan sebagai uswatun hasanah dan suri tauladan yang baik.
Laporan skripsi yang berjudul “Pengendalian Kualitas Untuk Mengurangi
Jumlah NG (No Good) pada Produk Armatute Tipe GS34 di PT. Asmo
Indonesia” disusun sebagai salah satu syarat wajib yang harus ditempuh dalam
kurikulum perkuliahan di President University. Dengan penelitian ini, penulis
berharap dapat memberikan masukan secara luas kepada PT. Asmo Indonesia.
Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, oleh sebab itu penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang seluas-
luasnya kepada :
1. Bapak Burhan Primanintyo, B.Sc., M.Eng., selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam melaksanakan bimbingan
sampai terselesaikannya laporan skripsi ini, serta memberikan pencerahan
dan dorongan dalam penyusunan laporan skripsi ini.
2. Manager Warehouse, Supervisor, Foreman, Leader dan rekan-rekan kerja PT.
Asmo Indonesia yang telah banyak memberi bimbingan, dukungan serta
bantuannya.
3. Orang tua, istri dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dorongan
dan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan maupun dalam
menyelesaikan laporan skripsi di President University.
4. Seluruh teman-teman khususnya di Fakultas Teknik President University
angkatan 2013.
Penulis sangat menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
yang dapat membantu penulis menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
iii
Semoga dengan apa yang penulis sampaikan dalam laporan ini dapat berguna bagi
penulis, rekan-rekan mahasiswa ataupun seluruh pihak yang membutuhkan.
Cikarang, 31 Oktober 2018
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... I
KATA PENGANTAR ............................................................................................ II
DAFTAR ISI ......................................................................................................... IV
DAFTAR TABEL ................................................................................................. VI
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... VII
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. IX
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
1.4. Batasan Masalah ........................................................................................ 4
1.5. Asumsi ....................................................................................................... 5
1.6. Kerangka Penulisan ................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
2.1. Pengertian Kualitas .................................................................................... 7
2.2. Pengertian Pengendalian Kualitas ………...……………………………………11
2.2.1. Tujuan Pengendalian Kualitas ........................................................ 12
2.2.2. Faktor-faktor Pengendalian Kualitas .............................................. 12
2.2.3. Langkah-Langkah Pengendalian Kualitas ...................................... 13
2.2.4. Tahapan Pengendalian Kualitas ..................................................... 15
2.3. Peningkatan Kualitas ............................................................................... 16
2.4. Quality Control Circle (QCC) .................................................................. 17
2.5. Seven Tools .............................................................................................. 20
2.5.1. Lembar Periksa (Check Sheet)........................................................ 21
2.5.2. Histogram ....................................................................................... 21
2.5.3. Diagram Pareto ............................................................................... 22
2.5.4. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) .................................. 23
2.5.5. Stratifikasi....................................................................................... 24
v
2.5.6. Diagram Pencar (Scatter Diagram) ................................................ 25
BAB III………………………………………………………………………………….……….26
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 26
3.1. Studi Pendahuluan ................................................................................... 27
3.2. Identifikasi Masalah ................................................................................. 27
3.3. Pemecahan Masalah ................................................................................. 28
3.4. Pengumpulan Data ................................................................................... 28
3.5. Data dan Analisi ....................................................................................... 30
3.6. Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 30
BAB IV .................................................................................................................. 25
DATA DAN ANALISIS ........................................................................................ 25
4.1. Pemecahan Masalah ................................................................................. 25
4.2. Pemilihan Tema ....................................................................................... 29
4.3. Menetapkan Target ......................................................................... 30
4.4. Menentukan Sebab Akibat ............................................................. 30
4.5. Merencanakan Tindakan .......................................................................... 35
4.6. Tindakan Perbaikan ................................................................................. 35
4.6.1. Perbaikan pada Faktor Manusia ..................................................... 35
4.6.2. Perbaikan pada Faktor Metode ....................................................... 38
4.6.3. Perbaikan pada Faktor Mesin ......................................................... 40
4.7. Check Hasil .............................................................................................. 42
4.8. Standarisasi .............................................................................................. 44
BAB V .................................................................................................................... 45
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 45
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 45
5.2. Saran ........................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 47
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 NG Armature Tipe GS34 ...................................................................... 26
Tabel 4. 2 Jumlah Jenis Cacat Produk Armature Tipe GS34 ................................. 27
Tabel 4. 3 Plan dan Actual ..................................................................................... 29
Tabel 4. 4 Penyebab Faktor Mesin ......................................................................... 34
Tabel 4. 5 Rencana Perbaikan ................................................................................ 37
Tabel 4. 6 Data Perbandingan Cutter Lokal dan CKD .......................................... 41
Tabel 4. 7 Data Monitoring Selama Melakukan Perbaikan ................................... 42
Tabel 4. 8 Data Perbandingan Keseluruhan NG Unbalance .................................. 43
Tabel 5. 1 Perbandingan NG Unbalance sebelum dan Sesudah QCC ................... 45
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kualitas dapat Memperbaiki Kemampuan Meraih Laba .................... 9
Gambar 2. 2 Siklus PDCA ..................................................................................... 14
Gambar 2. 3 Contoh Histogram ............................................................................. 22
Gambar 2. 4 Contoh Diagram Pareto ..................................................................... 23
Gambar 2. 5 Contoh Diagram Fishbone ................................................................ 24
Gambar 2. 6 Contoh Scatter Diagram .................................................................... 25
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 26
Gambar 4. 1 Armature Tipe GS34 ......................................................................... 25
Gambar 4. 2 Grafik NG Ratio Armature Assy ....................................................... 26
Gambar 4. 3 Diagram Pareto NG Terbanyak ......................................................... 28
Gambar 4. 4 Grafik Menetapkan Target ................................................................ 30
Gambar 4. 5 Kondisi NG dan OK .......................................................................... 31
Gambar 4. 6 Cutter Local dan CKD....................................................................... 31
Gambar 4. 7 Line Produksi Armature .................................................................... 32
Gambar 4. 8 Diagram Fishbone NG Unbalance .................................................... 32
Gambar 4. 9 Instruksi Kerja Pemasangan Cutter ................................................... 36
Gambar 4. 10 Perbandingan Core Sheet Lokal NG dan OK.................................. 38
Gambar 4. 11 Instruksi Kerja Master Check Electric Machine ............................. 39
Gambar 4. 12 Cutter Lokal .................................................................................... 41
Gambar 4. 13 Cutter CKD ..................................................................................... 41
Gambar 4. 14 Grafik setelah Melakukan Perbaikan NG Unbalance ..................... 43
viii
ix
DAFTAR ISTILAH
NG (No good) : Sebuah keadaan dimana sebuah barang/ produk
tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Kualitas : Tingkat baik buruk atau taraf atau derajat sesuatu.
Stator : Bagian pada motor listrik atau dinamo listrik yang
berfungsi sebagai stasioner (bagian diam) dari
sistem motor.
Armature : Bagian dari sistem motor (terdiri dari shaft, core
sheet, wire, conmi, dll) yang berputar dikelilingi
magnet dalam stator.
Performance : Tingkat pencapaian atau kinerja
Reliability : Peluang sebuah komponen, sub-sistem atau sistem
yang melakukan fungsinya dengan baik dalam
kondisi dan waktu tertentu.
Estetika : Berkaitan dengan keindahan secara visual.
Defect : Cacat atau kesalahan dalam produk.
Implikasi : Suatu konsekuensi atau akibat langsung dari hasil
penemuan suatu penelitian ilmiah.
Conformance : Kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan
standar yang diinginkan.
Durability : Daya tahan.
Serviceability : Kemudahan dalam perbaikan.
Interpretasi : Proses komunikasi melalui lisan maupun gerakan
antara dua atau lebih pembicara dengan
menggunakan simbol-simbol yang unik atau
berbeda satu sama lain, baik secara simultan
(bersamaan) atau berurutan.
QCC : Suatu kegiatan yang berusaha melakukan
pengendalian mutu atau kualitas dengan cara
mengidentifikasi, menganalisis dan melakukan
tindakan untuk menyelesaikan masalah yang
x
dihadapi di dalam lingkungan pekerjaan dengan
menggunakan alat-alat pengendalian mutu..
Allowance : Nilai toleransi
Browsing : Suatu aktifitas yang dilakukan di dalam media
internet menggunakan aplikasi perangkat lunak
bernama web browser.
Chipping : Sisa potong besi yang tidak sempurna.
Burry : Tegangan yang tidak normal karena arus terbagi
menjadi dua segmen.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi perusahaan
secara menyeluruh dalam rangka untuk memiliki daya saing dan bertahan
terhadap persaingan global dengan produk perusahaan lain (La Hatani, 2007).
Kualitas suatu produk bukan suatu yang serba kebetulan (occur by accident)
(Suyadi Prawirosentono, 2007).
Kualitas dapat diartikan sebagai tingkat atau ukuran kesesuaian produk
dengan standar yang telah ditetapkan (Juwita Alisjahbana, 2005). Jadi,
kualitas yang baik akan dihasilkan dari proses yang baik dan sesuai dengan
standar kualitas yang telah ditentukan berdasarkan kebutuhan pasar.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang sukses dan
mampu bertahan pasti memiliki program mengenai kualitas. Karena melalui
program kualitas yang baik akan dapat secara efektif mengeliminasi
pemborosan dan meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan.
Dengan memberikan perhatian pada kualitas akan memberikan dampak yang
positif kepada bisnis melalui dua cara yaitu dampak terhadap biaya produksi
dan dampak terhadap pendapatan (Gaspers, 2002 dalam Juwita Alisjahbana,
2005). Namun, meskipun proses produksi telah dilaksanakan dengan baik,
pada kenyataannya seringkali masih ditemukan ketidaksesuaian antara produk
yang dihasilkan dengan yang diharapkan.
Hal tersebut disebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari berbagai
faktor, baik yang berasal dari bahan baku, tenaga kerja maupun kinerja dari
fasilitas-fasilitas mesin yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Agar
produk yang dihasilkan tersebut mempunyai kualitas sesuai dengan standar
yang ditetapkan perusahaan dan sesuai dengan harapan konsumen, maka
perusahaan harus melakukan kegiatan yang berdampak pada kualitas yang
2
dihasilkan dan menghindari banyaknya produk yang rusak/cacat ikut terjual
ke pasar.
Pengendalian kualitas produk dengan sistem pengecekan berlapis bermanfaat
pula mengawasi tingkat efesiensi. Jadi, dapat digunakan sebagai alat untuk
mencegah kerusakan dengan cara menolak (reject) dan menerima (accept)
berbagai produk yang dihasilkan oleh supplier dan proses produksi. Dengan
menolak atau menerima produk, berarti bisa juga sebagai alat untuk
pengawasan proses produksi.
PT. Asmo Indonesia merupakan perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing)
Jepang yang bergerak di bidang produksi spare part otomotif, khususnya DC
Motor seperti: Armature, Throttle Control, Rear Wiper, Motor & Link, Power
Window, Electric Power Steering, Power Seat, dan lain-lain. Produk-produk
tersebut menggunakan motor (dynamo) untuk sistem penggeraknya. Motor
sendiri terdiri dari beberapa part, seperti stator, magnet dan armature. Salah
satu bagian dari motor tersebut yang juga dibuat oleh PT. Asmo Indonesia
adalah Armature. Armature terdiri dari beberapa bagian poros armature,
kumparan, inti armature (core) dan commutator (conmi).
Line Armature Assy terdiri dari 10 proses untuk menggabungkan masing-
masing bagian menjadi satu bentuk produk armature yang sebagian
didistribusikan ke line lain dan ada juga yang langsung dikirim ke customer
seperti Toyota, Daihatsu, Suzuki, Hino, dan lain-lain. Baik dalam negeri
maupun mancanegara.
3
Berikut ini adalah data NG Ratio Armature Assy dari bulan Januari-Maret
2018:
Gambar 1.1 di atas menjelaskan bahwa jumlah produk cacat yang ditemukan
di line Armature Assy. Armature tipe GS34 merupakan cacat terbanyak pada
bulan Januari-Maret 2018 dengan produk cacat mencapai jumlah sebanyak
3.316 pcs.
Untuk mengetahui penyebab NG dan perbaikan terhadap tingginya jumlah
cacat produk yang dihasilkan pada line Armature Assy yang secara tidak
langsung berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan. Maka perlu
dilakukan analisa dengan menggunakan Quality Control. Quality Control
lebih terfokus pada pengendalian mutu produk dalam melakukan perbaikan
(improving), menekan kesalahan, dan meminimalisir produk-produk yang
cacat seperti yang biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Jepang.
Penerapan Quality Control sangat diperlukan untuk melakukan identifikasi,
analisis, dan mencari pemecahan beragam masalah yang berkenaan dengan
pekerjaan dan diterapkannya dalam kegiatan operasional suatu perusahaan.
Cara yang efektif dalam penerapan Quality Control ini adalah dengan
menggunakan tujuh alat (7 tools) meskipun bisa juga menggunakan hanya
Gambar 1. 1 NG Ratio Armature Assy
4
beberapa alat dari semua tools yang ada. Seven Tools digunakan untuk alat
dalam mengolah data serta melihat apa saja faktor yang menyebabkan cacat
pada suatu produk dan kemudian mencari solusi penyelesaian dari tiap-tiap
akar masalah.
1.2. Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang tersebut, selanjutnya yang akan dibahas pada
pokok permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja jenis defect (cacat) yang terjadi pada proses assembly Armature
tipe GS34 di PT. Asmo Indonesia?
2. Bagaimana solusi pemecahan masalah defect (cacat) yang ditemukan pada
assembly armature tipe GS34 di PT. Asmo Indonesia?
3. Apakah pengendalian kualitas dapat menanggulangi defect (cacat) yang
terjadi pada proses assembly armature tipe GS34 di PT. Asmo Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
Penelitian dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari satu line di PT.
Asmo Indonesia pada produk armature tipe GS34 sehingga mengurangi cacat
pada produk tersebut. Adapun tujuan penelitan antara lain:
1. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis cacat yang terjadi pada proses assembly
armature tipe GS34 di PT. Asmo Indonesia.
2. Untuk mengetahui solusi pemecahan masalah NG yang terjadi pada
assembly armature tipe GS34 di PT. Asmo Indonesia.
3. Untuk mengetahui apakah pengendalian kualitas dapat menanggulangi
defect (cacat) pada proses assembly armature tipe GS34 di PT. Asmo
Indonesia.
1.4. Batasan Masalah
Berikut beberapa batasan masalah pada penelitian ini:
1. Penelitian dilakukan di PT. Asmo Indonesia pada line Armature Assy.
5
2. Penelitian difokuskan pada persentase NG tertinggi.
3. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data proses produksi
periode Januari-Maret 2018.
4. Produk yang diteliti adalah produk Armature tipe GS34 di departemen
Manufacturing PT. Asmo Indonesia.
5. Untuk mencari dampak dan solusi peneliti berfokus pada diagram
Fishbone.
1.5. Asumsi
Beberapa asumsi yang ada pada penelitian ini diantaranya:
1. Proses produksi berjalan dengan normal pada saat penelitian.
2. Persediaan bahan baku dan material berjalan lancar tanpa ada kekurangan.
1.6. Kerangka Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan laporan ini, kerangkan penulisan dibagi ke
dalam beberapa bab yang berisi dari beberapa uraian maupun keterangan
yang diperoleh. Laporan ini menerapkan penyusunan atas 5 bab yang masing-
masing berdiri sendiri namun sebagai rangkaian yang menjelaskan secara
terperinci dan jelas serta menjadi satu penulisan. Kerangka tersebut berupa:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijabarkan tentang latar belakang dari suatu masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metode dan
teknik pengumpulan serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini menjelaskan beberapa teori yang menjadi penunjang
penulisan atau penelitian, dan menjelaskan secara singkat tentang
teori yang berkaitan erat dan berhubungan dengan permasalahan
yang akan dibahas dan merupakan tinjauan kepustakaan yang
6
menjadi landasan dan kerangka berfikir dalam proses pemecahan
masalah dari penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan metodologi penulisan yang digunakan
penulis menguraikan tahapan-tahapan penelitian, metode dalam
pengumpulan data, serta metode analisa dalam memecahkan
masalah yang terjadi di PT. Asmo Indonesia.
BAB IV DATA DAN ANALISIS
Dalam bab ini berisi pengumpulan data, proses produksi dan data
dari beragam jenis cacat yang ada serta jumlah cacat yang telah
dikumpulkan kemudian pengolahan selama proses produksi yang
terjadi dengan pertimbangan dari beberapa teori yang berkaitan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan bagian terakhir dari laporan ini yang
mencakup hasil dan kesimpulan dari penelitian dan beberapa saran
yang diberikan oleh penulis atas hasil telah dicapai.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kualitas
Kualitas atau Quality memiliki beberapa definisi yang berbeda dan bervariasi,
pertama yaitu definisi kualitas dari sisi konvensional hingga definisi kualitas
dari sisi strategi. Definisi kualitas dari sisi konvensional biasanya
menjelaskan karakteristik suatu produk secara langsung, seperti: kinerja
(performance), mudah dalam penggunaan (easy of use), keandalan
(reliability), estetika (esthetic), dan lain-lain. Sedangkan untuk definisi
kualitas dari sisi strategi menyatakan bahwa kualitas merupakan segala
sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (meeting
the needs of customers) (Gasperz, 2002).
Untuk definisi kualitas secara lebih umum dapat dilihat berdasarkan definisi
yang dikemukakan oleh salah satu pakar kualitas, Juran (1974). Beliau
mengartikan bahwa Quality is fitness for use, yaitu bahwa definisi kualitas ini
menekankan pada beberapa poin penting sebagai pengendali dalam
menentukan level kualitas yang wajib terpenuhi oleh suatu produk atau jasa,
yaitu pelanggan atau konsumen. Oleh sebab itu, kemauan pelanggan sangat
berpengaruh terhadap standar kualitas yang harus ditetapkan. Hal tersebut
menunjukan bahwa karakteristik kualitas ditentukan oleh adanya beberapa
elemen yang menentukan level dari kualitas.
Menurut Kotler ada 8 dimension of quality yaitu sebagai berikut:
1. Performa (performance): karakteristik operasi dari sebuah produk,
2. Ciri khas atau kelebihan fitur tambahan (feature),
3. Keandalan (reliability): kemungkinan sebuah malfungsi produk tidak
berjalan dengan baik atau gagal,
4. Spesifikasi produk yang sesuai (conformance to specifications),
8
5. Daya Tahan (durability),
6. Kemampuan dalam pelayanan (serviceability)
7. Estetika (estethic): pandangan pelanggan terhadap suatu produk dengan
cara dilihat, dirasa, dan didengar,
8. Kesesuaian kualitas dengan persepsi. (perceived quality).
Nyatanya, kualitas merupakan konsep yang sangat rumit untuk dipahami.
Kini, kualitas memiliki beberapa penafsiran, dan tidak bisa diartikan dengan
hanya melihat dari satu aspek saja, dan sangat tergantung pada konteksnya.
Penjelasan mengenai kualitas berdasar pada konteksnya harus dibagi atas
dasar: produk, organisasi, proses, pelayanan, orang, kejadian, hasil,
komunikasi dan kegiatan (Besterfield, 2003:4).
Menurut Dale (2003:12-20), beliau menyimpulkan hasil dari beberapa survey
yang telah dilakukan, yang berfokus pada kualitas merupakan hal terpenting
dari suatu produk dan jasa, antara lain: semakin luasnya pandangan publik
terhadap kualitas produk dan jasa, semakin bertambah tingginya persepsi dan
peranan top manajemen, tidak ada toleransi untuk kualitas dan tidak ada
negosiasi untuk kualitas (quality is not negotiable), kualitas mencakup
seluruh hal (quality is all-pervasive), produktifitas akan meningkat seiring
dengan meningkatnya kualitas suatu produk dan jasa, kinerja pasar sangat
berpengaruh dari kualitas suatu produk dan jasa, meningkatnya kinerja bisnis
akan mempengaruhi meningkatnya kualitas suatu produk dan jasa, tingginya
biaya non kualitas, pelanggan adalah raja, kualitas adalah persepsi hidup (way
of life).
Menurut Render dan Heizer (2004:93-96), terdapat 4 hal yang dapat
berpengaruh terhadap suatu perusahaan, yaitu:
a. Cost dan target pasar: meningkatnya kualitas bisa diartikan bahwa target
pasar meningkat sedangkan biaya yang dikeluarkan harus dapat dipangkas
sedemikian rupa. Kedua hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap profit
atau pendapatan perusahaan. Dapat dilihat pada gambar 2.1.
9
(Sumber: Render dan Heizer 2001:94)
b. Reputasi atau nama baik perusahaan: kualitas suatu produk dan jasa akan
sangat mempengaruhi reputasi perusahaan. Produk dan jasa baru yang
dihasilkan oleh salah satu perusahaan akan secara otomatis menimbulkan
persepsi baru mengenai kualitas produk dan jasa tersebut. Tata cara
penanganan pegawai oleh sebuah perusahaan juga akan mempengaruhi
reputasi perusahaan. Selain itu, hubungan perusahaan dengan pemasok
juga akan mempengaruhi reputasi perusahaan.
c. Pertanggungjawaban produk: organisasi bertanggung jawab penuh
terhadap seluruh akibat dari penggunaan barang atau jasa.
d. Implikasi internasional: pada era globalisasi seperti sekarang ini, kualitas
adalah sorotan operasional dan internasional. Produk atau jasa yang dibuat
Gambar 2. 1 Kualitas dapat Memperbaiki Kemampuan Meraih
Laba
10
oleh sebuah perusahaan wajib memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan dan harga yang diinginkan oleh konsumen atau pengguna,
supaya persaingan produk atau jasa tersebut efektif dalam ekonomi global
ataupun internasional.
Salah satu yang sangat penting bagi seorang pelanggan atau konsumen adalah
kualitas produk. Kualitas dari barang ataupun jasa perlu ditentukan melalui
beberapa dimensi kualitas. Ada 8 dimensi kualitas tersebut yang dipopulerkan
oleh Prof. Garvin yaitu:
1. Performance (kinerja)
Performa berkaitan dengan kemampuan dasar dari suatu produk.
2. Durability (daya tahan)
Yaitu lamanya usia dari suatu produk tersebut dapat bertahan sampai
produk tersebut perlu diganti atau rusak. Semakin tinggi daya tahan
produknya maka semakin tinggi pula frekuensi pemakaian konsumen
terhadap produk atau jasa yang dihasilkan.
3. Conformance to spesification (kesesuaian dengan spesifikasi)
Yaitu kemampuan suatu produk untuk mememuhi spesifikasi yang telah
ditentukan oleh konsumen dan tidak ada cacat yang ditemukan pada
produk.
4. Features (fitur-fitur)
Daya tarik tambahan atau added value (nilai tambah) dapat
menyempurnakan fungsi dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan. Daya
tarik tambahan tersebut diperoleh dari adanya fitur-fitur tambahan yang
ada pada suatu produk atau jasa.
5. Reliability (reliabilitas)
Suatu produk atau jasa akan dikatakan dapat diandalkan apabila
kemungkinan produk atau jasa tersebut rusak semakin kecil atau rendah.
6. Aesthetics (estetika)
Ada hubungannya terhadap beberapa pandangan produk yang dapat dilihat
dari wujud, rasa, bau dan bentuk dari sebuah produk.
11
7. Perceived Quality (kesan kualitas)
Suatu hasil pemakaian ukuran yang dilakukan dengan cara tidak langsung
oleh sebab adanya potensi pelanggan tidak memahami atau kurang
mengetahui informasi terhadap produk.
8. Serviceability (kemudahan dalam perbaikan)
Kemudahan suatu produk bila diperbaiki atau kemudahan memperoleh
komponen-komponen tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka terlihat bahwa konsumen adalah fokus
terbesar dari kualitas suatu produk atau jasa. Dengan demikian suatu produk
atau jasa dibuat untuk dapat memenuhi kepuasan dan keinginan pelanggan.
Kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan adalah pengalaman yang
sebenarnya terhadap suatu produk atau jasa menurut kebutuhan konsumen
tersebut, baik yang dirasakan ataupun yang tidak dirasakan.
Kualitas yang dihasilkan oleh produsen akan selalu berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan konsumen. Oleh sebab itu, meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan secara terus-menerus adalah salah satu cara untuk
dapat memenuhi tuntutan tersebut.
2.2. Pengertian Pengendalian Kualitas
Suatu teknik atau kegiatan agar memperoleh, menjaga, serta meningkatkan
kualitas dari suatu produk atau jasa dapat diartikan sebagai pengendalian
kualitas atau quality control. Pengendalian kualitas juga dapat dikatakan
sebagai suatu cara untuk menjaga dan meningkatkan mutu suatu produk atau
jasa, supaya spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan dapat diikuti
dan dipenuhi oleh produk atau jasa yang dihasilkan. Dalam menjalankan
proses pengendalian kualitas ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
teknik dan kegiatan, yaitu sebagai berikut :
1. Spesifikasi dari sebuah produk,
2. Design dari suatu produk atau jasa agar spesifikasi terpenuhi,
3. Produksi agar tercapainya tujuan dari spesifikasi,
12
4. Inspeksi untuk menentukan conformance terhadap spesifikasi,
5. Persepsi terhadap fungsi dari produk atau jasa agar tersedianya informasi
yang dipergunakan untuk perbaikan dan spesifikasi yang dibutuhkan.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas produk atau
jasa secara terus-menerus. Suatu produk atau jasa dapat dikembangkan dan
dipelihara kualitasnya dengan cara mengendalikan kualitas dari produk atau
jasa itu sendiri.
2.2.1. Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan dari pengendalian kualitas adalah :
a. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang
telah ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil
mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah
mungkin.
2.2.2. Faktor-faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Douglas C.Montgomery (2001:26) dan berdasarkan literatur
lain menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah :
a. Kemampuan proses batas-batas yang ingin dicapai haruslah
disesuaikan dengan kemempuan proses yang ada. Tidak ada gunanya
mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi
kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.
b. Spesifikasi yang berlaku dari hasil produksi yang ingin dicapai harus
dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan
13
keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil
produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu
apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi yang telah
disebutkan diatas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat
dimulai.
c. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat
mengurangi produk yang ada dibawah standar seminimal mungkin.
Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya
produk yang berada dibawah standar yang dapat diterima.
d. Biaya kualitas
Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas
dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai
hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.
1. Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
2. Biaya Deteksi/Penilaian ( Detection/Appraisal Cost)
3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)
4. Biaya Kegagalan Eksternal (Eksternal Failure Cost).
2.2.3. Langkah-Langkah Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas harus dilakukan melaului proses yang terus
menerus dan berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas tersebut
dapat dilakukan salah satunya dengan melalui penerapan PDCA (Plan,
Do, Check, Action) yang diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards Deming,
seorang pakar kualitas ternama berkebangsaan Amerika Serikat,
sehingga siklus ini disebut siklus deming (Deming Cycle/Deming
Wheel).
Siklus PDCA umumnya digunakan untuk mengetes dan
mengimplementasikan perubahan-perubahan untuk memperbaiki
kinerja produk, proses atau suatu sistem di masa yang akan datang.
14
Gambar 2. 2 Siklus PDCA
Penjelasan gambar 2.2 dari tahap-tahap dalam siklus PDCA adalah
sebagai berikut (M. N. Nasution, 2005:32):
a. Mengembangkan rencana (Plan). Merencanakan spesifikasi,
menetapkan spesifikasi atau standar kualitas yang baik, memberi
pengertian kepada bawahan akan pentingnya kualitas produk,
pengendalian kualitas dilakukan secara terus-menerus dan
berkesinambungan.
b. Melaksanakan rencana (Do). Rencana yang telah disusun
diimplementasikan secara bertahap, mulai dari skala kecil dan
pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan
rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar
seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran
dapat tercapai.
c. Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (Check). Memeriksa atau
meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya berada
dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan
perbaikan yang direncanakan. Membandingkan kualitas hasil
produksi dengan standar yang telah ditetapkan, berdasarkan
penelitian diperoleh data kegagalan dan kemudian ditelaah penyebab
kegagalannya.
d. Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (Action).
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil
15
analisis di atas. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur
baru guna menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau
menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya. Untuk
melaksanakan pengendalian kualitas, terlebih dahulu perlu dipahami
beberapa langkah dalam melaksanakan pengendalian kualitas.
Menurut Roger G. Schroeder (2007:173) untuk mengimplementasikan
perencanaan, pengendalian dan pengembangan kualitas diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan karakteristik (atribut) kualitas.
b. Menentukan bagaimana cara mengukur setiap karakteistik.
c. Menetapkan standar kualitas.
d. Menetapkan program inspeksi.
e. Mencari dan memperbaiki penyebab kualitas yang rendah.
f. Terus-menerus melakukan perbaikan.
2.2.4. Tahapan Pengendalian Kualitas
Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka
pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua
hasil produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Menurut Suyadi Prawirosentono (2007:72), terdapat beberapa standar
kualitas yang bias ditentukan oleh perusahaan dalam upaya menjaga
output barang hasil produksi diantaranya:
a. Standar kualitas bahan baku yang akan digunakan.
b. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang
melaksanakannya).
c. Standar kualitas barang setengah jadi. d. Standar kualitas barang
jadi.
d. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir
tersebut sampai ke tangan konsumen.
16
Sedangkan Sofjan Assauri (1998:210) menyatakan bahwa tahapan
pengendalian/ pengawasan kualitas terdiri dari 2 (dua) tingkatan antara
lain:
a. Pengawasan selama pengolahan (proses) yaitu dengan mengambil
contoh atau sampel produk pada jarak waktu yang sama, dan
dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah
proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah,
maka keterangan kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana
semula untuk penyesuaian kembali. Pengawasan yang dilakukan
hanya terhadap sebagian dari proses, mungkin tidak ada artinya bila
tidak diikuti dengan pengawasan pada bagian lain. Pengawasan
terhadap proses ini termasuk pengawasan atas bahan-bahan yang
akan digunakan untuk proses.
b. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan Walaupun
telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat proses,
tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak
atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk
menjaga supaya hasil barang yang cukup baik atau paling sedikit
rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke konsumen/
pembeli, maka diperlukan adanya pengawasan atas produk akhir.
2.3. Peningkatan Kualitas
Peningkatan kualitas atau quality control merupakan salah satu aktifitas
teknik dan manajemen. Melalui pengukuran karakteristik kualitas dari produk
atau jasa, kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan
spesifikasi produk atau jasa yang diharapkan oleh konsumen, apabila
ditemukan hasil yang berbeda antara hasil kerja aktual dengan standar
kualitas yang ada, maka perlu dilakukan peningkatan terhadap kualitas
dengan cara yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut, kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwa
untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan perlu dilakukan
17
peningkatan terhadap kualitas. Pengendalian kualitas itu sendiri dapat
diartikan sebagai metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas serta
meneruskan dan menginterpretasikan beberapa pengukuran tentang suatu
proses ke dalam sistem perindustrian (Gasperz,2001).
2.4. Quality Control Circle (QCC)
Kaoru Ishikawa memperkenalkan Quality Control Circle di Jepang pada
tahun 1960, Quality Control Circle atau dikenal juga sebagai Gugus Kendali
Mutu (GKM) merupakan sebagian kecil kelompok karyawan (4-8 orang)
yang bertugas menjalankan suatu aktivitas mengendalikan dan meningkatkan
kualitas dengan cara tersusun, sukarela, dan saling berkaitan dengan bidang
pekerjaannya masing-masing dengan penerapan teknik-teknik dan prinsip-
prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas. Kaoru Ishikawa, merupakan
otoritas kualitas di Jepang yang telah mengakui bahwa pemikirannya
berdasarkan pada teori dari Deming dan Juran. Walaupun demikian, Ishikawa
tetap memerlukan pengakuan atas kontribusinya. Karena Ishikawa lah yang
memcetuskan gugus kendali mutu (QCC= Gugus Kendali Mutu), baik secara
praktik ataupun terkonsep. Ishikawa juga yang mengembangkan “Ishikawa
Cause-Effect” atau “Fishbone Diagrams”, pemberian nama tersebut dapat
dilihat dari sisi strukturalnya yang serupa dengan tulang ikan. Ishikawa juga
menekankan mutu sebagai “A Way Of Management” seperti Deming, Juran,
dan Feigenbaum, Ishikawa.
Pemecahan masalah dengan mengedepankan kreatifitas dan partisipasi
karyawan merupakan salah satu tujuan dari Quality Control Circle (QCC).
Setiap bagian atau departemen juga bertindak sebagai pemantau untuk
membantu para karyawan yang tergabung dalam organisasi tersebut untuk
dapat beradaptasi dengan lingkungan perusahaan dan untuk dapat mencari
peluang, tidak hanya menunggu ada masalah baru yang muncul, tetapi harus
tetap menjalankan kegiatannya walaupun masalah sebelumnya telah
ditemukan dan terpecahkan. Artinya, bahwa QCC harus berjalan secara terus
menerus dan tidak bergantung terhadap proses produksi guna kebaikan
organisasi yang sebesar-besarnya (Crocker, et.al, 2004, p8). Secara lebih
18
terperinci, karakteristik atau ciri-ciri umum QCC dikemukakan Crocker, et.al,
(2004, p10) diantaranya:
1. Meningkatkan komunikasi merupakan salah satu visi dari QCC,
khususnya komunikasi antara karyawan dengan atasan atau manajemen.
Dan untuk dapat mencari solusi dari pemecahan terhadap suatu masalah.
2. Organisasi QCC terdiri dari satu ketua dengan beberapa anggota yang
bersumber dari satu bagian atau departemen. QCC juga mempunyai satu
orang kordinator dan satu orang atau lebih fasilitator yang berfungsi untuk
menjalin komunikasi dengan organisasi. Fasilitator bertugas untuk
menyiapkan program latihan, memberi beberapa pelatihan dan bimbingan
kepada para kepala gugus secara terus menerus, dan apabila ada
permintaan khusus dapat pula memberikan pelatihan dan bimbingan bagi
para anggota tim.
3. Keikutsertaan para anggota bersifat sukarela, sedangkan partisipasi dari
kepala gugus ada yang bersifat sukarela ada pula yang tidak.
4. Tim tidak dapat memilih sendiri masalah yang akan dianalisa.
Permasalahan yang akan dianalisa tersebut tidak hanya berasal dari bagian
atau departemennya sendiri. Permasalahan tersebut tidak terbatas hanya
pada kualitas, namun juga mencakup produktifitas, biaya keselamatan
kerja, moral, dan lingkungan serta bidang lainnya.
5. Salah satu bagian dari pertemuan gugus adalah latihan formal terhadap
teknik pemecahan permasalahan.
6. Pertemuan dilakukan kurang lebih 1 jam setiap minggunya. Pertemuan
dapat dilakukan pada jam kerja di waktu normal, sesuai dengan
persetujuan dari pengawas maupun berdasarkan inisiatif karyawan di luar
jam kerja. Kepala kelompok bertugas memimpin setiap pertemuan yang
dilakukan. Kepala kelompok hanya berperan sebagai moderator dan tidak
memiliki kewenangan teerhadap anggotanya dalam rangka QCC.
QCC (Quality Control Circle) memiliki 8 langkah dalam proses pemecahan
masalah yang dijelaskan secara sistematis. Kedelapan langkahnya adalah:
19
1. Pemilihan Tema
Penentuan tema biasanya mengacu pada aspek kualitas, biaya,
keselamatan, pengiriman maupun produktifitas. Data yang dibutuhkan
biasanya berbentuk check sheet atau laporan harian. Data tersebut dapat
membantu dalam proses penentuan tema. Alasan pemilihan tema tersebut
harus memiliki dasar yang kuat, misal cacat atau NG tersebut adalah top
defect dari suatu departemen dan apabila melakukan perbaikan atau repair
dibutuhkan biaya yang cukup besar (lost cost).
2. Menetapkan Target
Penentuan target merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan QCC.
Target ditetapkan berdasarkan kesepakatan tim, tentu dengan
memperhatikan data, baik keinginan pelanggan ataupun kebijakan
perusahaan. Dalam penentuan target, sebisa mungkin target tersebut harus
bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, dan
Time-based).
3. Analisa Kondisi Yang Ada
Analisa kondisi dibutuhkan untuk memperoleh gambaran detail dari
permasalahan yang sedang dihadapi. Dari analisa kondisi tersebut dapat
ditemukan beragam data aktual yang terjadi selama proses yang sangat
mempengaruhi permasalahan yang sedang dihadapi. Salah satu tools yang
bisa digunakan untuk menganalisa kondisi yaitu diagram tulang ikan
(Fishbone Diagram).
4. Menentukan Sebab Akibat
Data aktual yang telah diperoleh dalam analisa kondisi harus dipertajam
lagi. Analisa data ini tujuannya agar memperoleh berbagai akar penyebab
dari masalah yang sedang dihadapi, yang perlu ditindak lanjuti dalam
upaya untuk menyelesaikan masalah.
5. Merencanakan Tindakan
Setelah diketahui akar masalahannya, tim kemudian menyusun suatu
rencana penanggulangan dan tindakan. Rencana tersebut perlu dibuat
20
dengan jelas supaya bisa dipahami dengan mudah oleh seluruh anggota
tim.
6. Melaksanakan Tindakan
Langkah selanjutnya adalah melakukan proses penanggulangan atau
tindakan sesuai dengan rencana yang sebelumnya telah ditetapkan. Jika
terjadi perbedaan antara tindakan aktual dengan rencana yang telah dibuat
sebelumnya perlu untuk dicatat, karena biasanya aktual proses yang
dilakukan tidak sesuai dengan rencana awal.
7. Memeriksa Hasil
Untuk membandingan antara target yang telah ditetapkan dengan kondisi
aktual yang diperoleh di perusahaan setelah tindakan penanggulangan
dilaksanakan maka perlu untuk mengevaluasi atau pemeriksaan hasil.
Perbandingan yang dilakukan selain terhadap target yang telah ditetapkan
juga harus mengacu pada aspek quality, cost, delivery, safety, maupun
productivity.
8. Standarisasi dan Rencana Berikutnya
Langkah terakhir dalam satu proses QCC adalah membuat standarisasi
terhadap permasalahan yang telah terpecahkan masalahnya. Perlu
diperhatikan juga bahwa perbaikan harus dilaksanakan terus–menerus dan
dalam proses kerja aktual, hal tersebut diperlukan supaya permasalahan
yang sama tidak terulang kembali serta bisa diminimalkan.
2.5. Seven Tools
Seven tools merupakan salah satu cara efektif untuk menerapkan Quality
Control. Seven Tools itu sendiri merupakan alat yang dapat dipakai untuk
proses pengolahan data dan dapat dipakai untuk melihat berbagai faktor
penyebab dari cacat suatu produk. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal, penggunaan seven tools ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dari
setiap langkah yang akan dilakukan. Manfaat dari penggunaan seven tools
dalam upaya pengendalian kualitas ini adalah untuk mengetahui akar
permasalahan dan untuk meningkatkan kemampuan perbaikan proses. Fungsi
dari ketujuh alat dalam seven tools adalah antara lain sebagai berikut:
21
1. Mengetahui permasalahan suatu kasus.
2. Mempersempit ruang lingkup permasalahan yang ada.
3. Mencari factor-faktor penyebabnya.
4. Mencegah terjadinya kesalahan akibat kurang teliti.
5. Melihat akibat dari perbaikan.
6. Mengetahui hasil yang tidak sejalan dengan hasil lainnya.
2.5.1. Lembar Periksa (Check Sheet)
Check Sheet biasanya berupa form isian yang telah dicantumkan poin-
poin yang dibutuhkan atau harus diisi dan tersusun sedemikian rupa.
Lembar periksa ini dipakai dalam proses pengumpulan data dari hasil
pemeriksaan atau pengecekan, oleh karena itu lembar periksa ini biasa
juga disebut sebagai lembar pengumpul data. Tujuan dari lembar
periksa atau check sheet itu sendiri adalah sebagai alat untuk
mengumpulkan informasi dan data tentang suatu keadaan dan aspek
tertentu yang dibutuhkan. Lembar periksa atau check sheet ini
merupakan salah satu dari tujuh alat yang mudah digunakan dalam
proses pengumpulan dan analisa data.
2.5.2. Histogram
Histogram merupakan salah satu dari seven tools yang dapat digunakan.
Tampilan histogram ini berbentuk grafis yang dapat menunjukkan
distribusi data berbentuk visual. Histogram ini juga dapat digunakan
untuk mengetahui keterulangan suatu nilai yang berbeda yang terjadi
dalam suatu kumpulan data. Histogram berfungsi untuk memberikan
informasi perihal variasi dalam proses dan membantu manajemen
dalam membuat keputusan dalam usaha peningkatan proses yang saling
berkaitan. Contoh histogram dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah.
22
2.5.3. Diagram Pareto
Vilfredo Pareto (1884-1923) adalah seorang ahli yang pertama kali
memperkenalkan Diagram Pareto. Diagram pareto berfungsi untuk
mengetahui prioritas tertinggi dari suatu masalah. Diagram pareto
biasanya digambarkan dalam sebuah diagram batang yang disusun
mulai dari data terbesar atau terbanyak. Fungsinya untuk bisa melihat
jenis data terbesar dari semua data dengan lebih jelas serta
menunjukkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap data
keseluruhan. Diagram Pareto ini digunakan juga sebagai metode untuk
menentukan permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
Data kuantitatif merupakan dasar dari diagram pareto.
Diagram pareto juga dapat digunakan untuk identifikasi suatu
permasalahan paling penting yang dapat mempengaruhi usaha
perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan
sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah (Mitra, 1993).
Selain itu, diagram pareto juga dapat digunakan sebagai upaya untuk
membandingkan kondisi proses, misalnya jika terdapat ketidaksesuaian
proses sebelum dan sesudah diambil tindakan perbaikan terhadap proses
penyusunan diagram pareto sangat sederhana menurut Mitra (1993) dan
Gambar 2. 3 Contoh Histogram
23
Besterfield (1998). Penyusunan diagram pareto terdiri dari 6 langkah
diantaranya:
1. Menentukan metode atau arti dari pengelompokan data, misalnya
berdasar pada masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan
sebagainya.
2. Menentukan satuan yang dipakai untuk membuat urutan beberapa
karakteristik tersebut (rupiah, frekuensi, unit, dsb).
3. Mengumpulkan data sesuai periode waktu yang telah ditentukan.
4. Merangkum data dan membuat tingkatan kategori data tersebut
mulai dari paling besar sampai kepada data paling kecil.
5. Menghitung frekuensi atau persentasi kumulatif yang dipakai.
6. Membuat diagram batang, menunjukkan level kepentingan relatif
tiap-tiap masalah. Mengidentifikasikan hal-hal penting meraih focus.
Contoh diagram pareto dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah.
2.5.4. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Diagram sebab akibat adalah diagram yang digunakan untuk
memvisualisasikan relasi antara karakteristik mutu dengan faktor
penyebab. dikarenakan struktur yang serupa dengan struktur tulang ikan
itulah sebabnya dinamakan diagram fishbone. Fungsi dasar dari
Gambar 2. 4 Contoh Diagram Pareto
24
diagram ini untuk mengindentifikasi dan mengorganisasi segala
penyebab yang mungkin muncul dari suatu efek spesifik dan kemudian
men-sortir akar penyebab masalah. Penyebab utama permasalahan
biasanya adalah: metode kerja (method), mesin atau peralatan
(machine), manusia (man), material (material), dan lingkungan
(environment). Penyebab-penyebab lainnya yang lebih spesifik tersebut,
yang diperoleh dari diagram sebab akibat dapat dikembangkan lebih
lanjut lagi untuk selanjutnya dicari penyelesaian masalahnya. Pada
gambar 2.5 di bawah merupakan contoh penggunaannya.
2.5.5. Stratifikasi
Alat ini digunakan untuk menjabarkan dan mengelompokkan
sekumpulan data (data kerusakan, fenomena, sebab-sebab, dsb.)
menjadikannya sebagai kelompok yang lebih sejenis (tunggal). Agar
terhindarnya kesalahan interpretasi pada pembacaan data merupakan
salah satu tujuan dari digunakannya alat ini. Dasar dari
pengelompokkan stratifikasi ini sangat bergantung kepada tujuan
pengelompokkannya, sehingga dapat berbeda-beda dasar
pengelompokkannya bergantung pada masalah yang dihadapi. Dua
sudut pandang pokok dalam penggunaan stratifikasi yaitu berdasar pada
sumber dan hasil. Dalam pengendalian kualitas, stratifikasi mempunyai
tujuan yaitu:
Gambar 2. 5 Contoh Diagram Fishbone
25
1. Mempermudah dalam menentukan faktor penyebab kualitas yang
utama.
2. Dalam pengambilan kesimpulan dengan peta control menjadi lebih
mudah.
3. Mempelajari masalah yang dihadapi secara menyeluruh.
2.5.6. Diagram Pencar (Scatter Diagram)
Diagram ini digunakan untuk menggambarkan beberapa korelasi atau
keterkaitan dari dua faktor data yang berbeda. Dengan menggunakan
diagram pencar, dapat dilihat keterkaitan antara 2 faktor yang kita uji
tersebut saling mempengaruhi dan ada tidaknya korelasi atau tidak.
Contoh diagram pencar dapat kita lihat pada gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Contoh Scatter Diagram
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
Asmo Indonesia
27
Metedologi penelitian adalah kerangka kerja atau kerangka berfikir secara
sistematis yang akan menggambarkan tahapan untuk mengidentifikasi,
merumuskan, menganalisa, memecahkan masalah dan menyimpulkan suatu
masalah sehingga peneliti lebih focus dan beraturan dalam melakukan
penelitian. Gambar 3.1 di atas merupakan diagram alir dari penelitian ini.
3.1. Studi Pendahuluan
Dalam studi pendahuluan metode yang akan digunakan adalah metode
deskriptif, metode ini dimulai dengan pengumpulan data, menganalisis data
yang didapat, dan mencari keterkaitan antar data yang telah didapat. Data
yang dikumpulkan berdasarkan denagan data aktual yang sudah ada di
lapangan.
Untuk menemukan pokok permasalahan yang terjadi dalam kondisi tertentu,
maka setelah data terkumpul kemudian dianalisa sehingga mendapatkan
pokok permasalahan yang terjadi. Pokok permasalahan yang telah ditentukan
selanjutnya di studi lebih lanjut dengan studi kepustakaan dan referensi-
referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan, sehingga dapat
menentukan tujuan dan maksud dilakukannya penelitian.
3.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah tahapan awal dari penguasaan masalah yang
mengarah pada suatu objek tertentu dalam situasi tertentu dapat diidentifikasi
sebagai suatu masalah. Tahap pertama, identifikasi rumusan masalah
merupakan analisa terhadap masalah yang terjadi dari hasil observasi awal.
Dari hasil penelitian ini maka akan ditetapkan tujuan tujuan penelitian dan
ditetapkan batasan agar penelitian tidak keluar dari pembahasan. Kemudian
dari proses tersebut maka didapatkan data kebutuhan mengenai NG
Unbalance sebagai NG tertinggi yang terjadi di line Armature Assembly
untuk selanjutnya dilakukan penentuan spesifikasi produk armature dan
penyebab terjadinya NG Unbalance yang dilanjutkan dengan penentuan studi
literatur untuk dasar teori yang akan digunakan dalam penelitian dan
pengolahan data. Data yang digunakan untuk identifikasi dan perumusan
28
masalah adalah dengan observasi awal selain itu dilakukan juga dengan studi
literatur yang bermanfaat untuk memperkuat langkah pengerjaan penelitian
yang dilakukan.
3.3. Pemecahan Masalah
Untuk pemecahan masalah, penulis akan menggunakan salah satu alat kendali
kualitas yang mana merupakan bagian dari seven tools (7 alat) pada Quality
Control yaitu diagram fishbone atau bisa juga disebut diagram sebab akibat.
Diagram fishbone dapat membantu untuk menemukan akar penyebab
terjadinya masalah yang terjadi pada proses assembly Armature tipe GS34.
3.4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai dari mengamati proses produksi dengan
mengumpulkan data NG yang terjadi pada line Armature dan mencari
peyebab terjadinya NG khususnya pada armature type GS34. Setelah proses
pengamatan dilakukan, wawancara terhadap karyawan/pekerja tersebut untuk
mengetahui dan mencari data lebih lanjut mengenai proses produksi.
Terdapat beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk pengumpulan
data yang relevan terhadap masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan
metode field research, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan secara
langsung di lokasi penelitian dilaksanakan. Teknik yang digunakan dalam
metode penelitian field research adalah:
1. Observasi
Suatu metode pengumpulan data dengan mengamati secara langsung
terhadap jalannya aktivitas-aktivitas objek yang diteliti.
2. Wawancara/Dialog
Suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau dialog langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam
perusahaan yang dapat membantu memberikan penjelasan mengenai
masalah yang diteliti.
29
3. Dokumentasi
Suatu metode pengumpulan data dengan menelusuri arsip-arsip atau
catatan yang ada dalam perusahaan yang berkaitan dengan permasalahan
yang sedang diteliti. Beberapa data perusahaan yang dikumpulkan untuk
melihat kondisi sebenarnya yang terjadi pada perusahaan. Dengan
mengetahui kondisi tersebut akan mempermudah penulis untuk
mendapatkan masalah yang terjadi dan bagaimana cara penyelesaian
masalah tersebut. Data-data arsip perusahaan yang dikumpulkan adalah
sebagai berikut:
Laporan produksi
Data kapasitas produksi
Proses assembly produk Armature.
Data jumlah produksi selama penelitian.
Data NG produk armature selama 3 bulan terakhir selama penelitian.
Jenis-jenis NG yang muncul pada produk Armature.
Analisa penyebab terjadinya NG yang terjadi pada produk armature.
3.5. Langkah-langkah Penggunaan Metode
Adapun langkah-langkah penggunaan metode adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data Produksi
Data yang diperoleh dari perusahaan terutama yang berupa data produksi
dan data kerusakan produk kemudian disajikan dalam bentuk tabel secara
rapi dan terstruktur. Hal ini dilakukan agar memudahkan dalam
memahami data tersebut sehingga bisa dilakukan analisis lebih lanjut.
2. Menentukan prioritas perbaikan (menggunakan diagram pareto)
Dari data informasi mengenai jenis kerusakan produk yang terjadi
kemudian dibuat diagram pareto untuk mengidentifikasi, mengurutkan dan
bekerja menyisihkan kerusakan secara permanen. Dengan diagram ini,
maka dapat diketahui jenis cacat yang paling dominan/ terbesar.
3. Mencari faktor penyebab yang dominan dengan diagram sebab akibat
Setelah diketahui masalah utama yang paling dominan, maka dilakukan
30
analisa faktor penyebab kerusakan produk dengan menggunakan fishbone
diagram, sehingga dapat menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi
penyebab kerusakan produk.
4. Membuat rekomendasi/usulan perbaikan kualitas
Setelah diketahui penyebab terjadinya kerusakan produk, maka dapat
disusun sebuah rekomendasi atau usulan tindakan untuk melakukan
perbaikan kualitas produk.
3.5. Data dan Analisis
Hasil dari pengolahan data dan analisis tersebut menunjukkan jumlah produk
cacat yang terjadi, kemudian selanjutnya menentukan jenis cacat yang
terbesar dengan menggunakan beberapa dari Seven Tools yaitu diagram
pareto, diagram sebab-akibat untuk mengetahui akar permasalahan yang
sebenarnya terjadi. Kemudian dicari solusi untuk menyelesaikan masalah
yang ada serta diberi usulan rencana tindakan perbaikan yang dapat
digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dengan penerapan
Quality Control tersebut. Karena penerapan Quality Control diperlukan untuk
mengetahui sebab-sebab terjadinya suatu permasalahan dan mendapatkan
solusi pemecahan masalah.
3.6. Kesimpulan dan Saran
Tahapan ini adalah tahapan terakhir dari keseluruhan penelitian yang
dilakukan. Pada tahap ini akan ditarik kesimpulan berdasarkan hasil
pengolahan data, analisis hasil dan implementasi usulan perbaikan serta
merupakan jawaban dari tujuan penelitian. Disamping itu pemberian saran-
saran yang diharapkan berguna bagi PT. Asmo Indonesia dalam usaha
peningkatan kualitas produk dalam menghadapi persaingan dalam dunia
industri.
25
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1. Pemecahan Masalah
Salah satu produk yang diproduksi oleh PT. Asmo Indonesi adalah Armature.
Armature terdiri dari beberapa bagian poros armature, kumparan, inti
armature (core) dan commutator/conmi. Pada gambar 4.1 merupakan produk
armature type GS34.
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memulai penelitian ini adalah
dengan cara mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk mengetahui
masalah utama, yaitu mengenai cacat (NG) produksi yang terjadi pada line
Armature. Dari 3 tipe yang diproduksi di line Armature seperti armature tipe
GS34, armature tipe Ga Rear, dan armature tipe Blower, cacat terbanyak yang
ditemukan adalah armature tipe GS34 untuk pencapaian defect ratio yang
dihasilkan perbulannya masih jauh di atas dari target. Berikut ini adalah data
NG Ratio dari bulan Januari-Maret 2018:
Gambar 4. 1 Armature Tipe GS34
26
Gambar 4.2. menjelaskan jumlah produk cacat yang ditemukan di line
Armature Assy pada bulan Januari-Maret 2018, tipe GS34 merupakan cacat
terbanyak pada bulan Januari-Maret 2018 dengan jumlah produk cacat
sebanyak 3.316 pcs.
Tabel 4. 1 NG Armature Tipe GS34
ITEM JAN FEB MAR TOTAL
(Pcs)
RATA-
RATA
PRODUKSI 24.272 25.200 26.650 76.122 25.374
Total NG 719 1.200 1.397 3.316 1.105,33
%NG 2,96% 4,76% 5,24% 4,36% 4,32%
TARGET 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5%
Tabel 4.1 menggambarkan presentase NG yang ada pada produk armature tipe
GS34 dari jumlah produksi selama bulan Januari-Maret 2018.
Gambar 4. 2 Grafik NG Ratio Armature Assy
27
Tabel 4. 2 Jumlah Jenis Cacat Produk Armature Tipe GS34
NO ITEM NG BULAN TOTAL
(Pcs)
RATA2/
BULAN JAN FEB MAR
1 NG Unbalance 550 856 991 2.397 799
2 NG Insulation 19 65 80 164 55
3 NG Resistance 45 95 74 214 71
4 Shaft Scratch 30 78 90 198 66
5 Conmi cacat 75 106 162 343 114
TOTAL (Pcs) 719 1.200 1.397 3.316 1.105
Dari data-data pada table 4.2, kita dapat melihat jenis masing-masing jumlah
cacat perbulannya yang terjadi di bulan Januari-Maret 2018. Di bawah ini
merupakan hasil dari perhitungan persentase dari lima jenis cacat yang ada:
Rumus perhitungan:
Persentase
NG
Jumlah NG (Pcs)
100%
= x Total Produksi
(Pcs)
1. Data perhitungan untuk NG Unbalance:
NG
Unbalance
2.397
100%
= X = 3,15%
76.122
2. Data perhitungan untuk NG insulation:
NG insulation
164
100%
= X = 0,22%
76.122
28
3. Data perhitungan untuk NG resistance:
NG resistance
214
100%
= X = 0,28%
76.122
4. Data perhitungan untuk shaft scratch:
Shaft scratch
198
100%
= X = 0,26%
76.122
5. Data perhitungan untuk Conmi cacat:
Conmi
cacat
343
100%
= X = 0,45%
76.122
Dari hasil perhitungan di atas kita dapat mengetahui jenis produk cacat
terbesar yang terjadi pada proses assembly armature tipe GS34 tersebut.
Dengan diagram pareto kita dapat melihat presentase cacat dan grafiknya
dengan urutan dari jumlah jenis cacat terbanyak yaitu NG Unbalance.
Gambar 4. 3 Diagram Pareto NG Terbanyak
29
Dari gambar 4.3 terlihat NG Unbalance memiliki kontribusi yang sangat
signifikan dalam presentase NG. Maka berdasarkan keputusan yang telah
disepakati bahwa temanya adalah menurunkan NG Unbalance tipe GS34 dan
ditargetkan untuk dapat menurunkan NG Unbalance tersebut turun 0.5%.
Alasan penetapan target adalah sebagai berikut :
Specific (Jelas) : Menurunkan NG Unbalance Armature Tipe
GS34.
Measurable (Terukur) : NG Unbalance dari 3,15% menjadi 0,5%.
Archievable (Dapat Dicapai) : Study NG Unbalance.
Reasonable (Beralasan) : NG Unbalance merupakan NG tertinggi.
Time Phased (Target Waktu) : Target pencapaian bulan Juli 2018.
Setelah memperoleh data dan menentukan temanya yaitu menurunkan NG
Unbalance armature tipe GS34. Maka penelitian tersebut akan dimulai pada
bulan Januari 2018. Untuk rencana kegiatan dapat dilihat pada table 4.3 di
bawah.
4.2. Pemilihan Tema
Dari gambar 4.3. di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa NG/cacat produk
tertinggi pada proses assembly armature tipe GS34 adalah NG Unbalance.
Tabel 4. 3 Plan dan Actual
30
Maka, target yang harus dicapai pada aktifitas pengendalian kualitas ini yaitu
menurunkan NG Unbalance yang terjadi pada assembly armature tipe GS34.
4.3. Menetapkan Target
Dengan berdasar pada data sebelumnya untuk NG Unbalance periode
Januari-Maret 2018 mencapai rata-rata 3.15%, maka target QCC-nya adalah
menurunkan cacat produk yang disebabkan NG Unbalance menjadi 0.5% tiap
bulan. Grafik menetapkan target dapat dilihat pada gambar 4.4.
4.4. Menentukan Sebab Akibat
Untuk dapat mengetahui sebab-akibat yang terjadi dari cacat produk, terlebih
dahulu kita perlu melakukan analisa penyebab terjadinya NG Unbalance
tersebut. Setelah dilakukan pengecekan pada produk armature tipe GS34
ternyata ditemukan NG pada hasil pemotongan di bagian core sheet armature
yaitu chipping dan burry.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Avg : 3,15%
Target: 0,5%
During QCC After QCC Before QCC
Gambar 4. 4 Grafik Menetapkan Target
31
Gambar 4. 5 Kondisi NG dan OK
Pada gambar 4.5 dapat dilihat adanya Chipping dan Burry. Untuk Chipping
sendiri yaitu sisa cutting yang tidak sempurna sehingga menyebabkan conmi
segment-nya tersambung sehingga menyebabkan short (konslet) pada
armature. Sedangkan Burry yaitu tegangan tidak normal karena arusnya
terbagi ke dua segment.
Penyebab adanya chipping dan burry adalah cutter lokal pada mesin balancer
mempunyai daya tahan pemakaian yang kurang baik dibandingkan dengan
supplier import dari Jepang (CKD). Hal tersebut mengakibatkan gigi atau
gerigi dari cutter (pemotong) yang mengalami kerusakan sehingga untuk
produksi selanjutnya mempunyai kemungkinan menghasilkan produk yang
cacat.
Dari gambar 4.6 di atas dapat dilihat kerusakan pada cutter lokal yang terjadi
setelah ±176 jam pemakaian tanpa breakdown mesin.
Condition OK Condition NG
Gambar 4. 6 Cutter Local dan CKD
Local Cutter CKD Cutter
32
Setelah ditemukan penyebab terjadinya NG Unbalance, kemudian penulis
melakukan investigasi di lapangan untuk menganalisa proses lain yang
mempengaruhi terjadinya NG Unbalance.
Dilihat pada gambar 4.7 di atas dari aliran proses yang terlihat pada gambar
kita dapat menganalisa kemungkinan terjadi NG Unbalance pada proses
assembly line armature tipe GS34 adalah pada proses Balancer. Berikut
analisa yang penulis terapkan dalam diagram sebab-akibat (Fishbone
Diagram) sebagai berikut:
Gambar 4. 7 Line Produksi Armature
Gambar 4. 8 Diagram Fishbone NG Unbalance
33
Dari gambar 4.8 dapat dilihat diagram sebab-akibat (Fishbone Diagram) di
atas dapat ditarik kesimpulan dari masing-masing faktor yang berpotensi
menyebabkan terjadinya NG Unbalance diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Manusia (Man)
Walaupun proses assembly pada line produksi dilakukan oleh mesin, akan
tetapi yang pengaruh terbesar dalam pembuatan produk adalah manusia
atau operator. Munculnya produk NG pada saat produksi ini dipengaruhi
oleh kurangnya skill yang dimiliki operator menyebabkan pengaturan
(setting) yang kurang tepat atau bahkan pemasangan cutter yang terbalik
mengakibatkan NG serta minimnya pengetahuan dalam hal yang terkait
dalam proses produksi.
2. Faktor Metode (Method)
Belum adanya Master ok untuk material core sheet lokal. Kesalahan
terjadi karena Master OK yang digunakan merupakan Master OK dari
material core sheet CKD tetapi barang yang mengalir pada saat proses
terdapat material lokal sehingga antara produk dengan Master OK berbeda,
karena berbeda material core sheet maka berbeda juga spesifikasi yang
dihasilkan, hal tersebut mempengaruhi letak core atau inti armature yang
tidak simetris menyebabkan armature tidak seimbang.
3. Faktor Mesin (Machine)
Penyebab yang berpotensi terjadinya kegagalan pada element mesin dalam
proses ini adalah pada proses balancer. Lokalisasi spare part yang
dilakukan sebelumnya menimbulkan NG yang tinggi setelah pemakaian
terus menerus pada proses mesin Balancer. Kualitas material cutter yang
digunakan tidak sebaik material import dari Jepang atau CKD (Completely
Knock Down). Berikut salah satu penyebab pada factor mesin dapat dilihat
pada gambar 4.4 di bawah.
34
Tabel 4. 4 Penyebab Faktor Mesin
Sebab Akibat
Alasan Rencana Perbaikan
Daya tahan cutter kurang baik
sehingga cutter patah setelah
pemakaian ±176 jam (tanpa
breakdown).
Mengganti cutter lokal dengan
cutter import yang mempunyai
daya tahan yang lebih baik dan
cutter dapat di repair.
4. Material
Pada elemen ini, material produk tidak mempengaruhi terjadinya cacat.
Karena material yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang
memenuhi standar.
5. Faktor Lingkungan ( Environment)
Pada elemen lingkungan tidak mempengaruhi terjadinya cacat karena
lingkungan produksi sudah cukup memenuhi kebutuhan. Seperti suhu
ruangan yang sesuai, kebisingan yang masih dalam batas normal, tidak ada
kontaminasi debu dikarenakan semua proses terjadi dalam mesin yang
mempunyai cover penutup.
Cutter patah Chipping dan Burry
35
4.5. Merencanakan Tindakan
Dari hasil analisa diagram fishbone dapat dilihat faktor–faktor penyebab
terjadinya cacat pada produk armature tipe GS34 yang dilihat dari faktor
manusia, metode dan mesin. Untuk penanggulangan masalah cacat pada
produk armature tipe GS34 adalah dengan menggunakan metode 5W + 1H.
Metode ini merupakan langkah-langkah atau tindakan-tindakan untuk
memperkecil terjadinya penyimpangan. Berikut ini adalah rencana perbaikan
dari penyimpangan, dapat dilihat pada tabel 4.5.
4.6. Tindakan Perbaikan
Untuk tindakan selanjutnya adalah menanggulangi masalah yang ada sesuai
dengan prioritas. Sehingga langkah yang diambil dapat efektif dan tepat.
4.6.1. Perbaikan pada Faktor Manusia
Berdasarkan analisa penyebab terjadinya produk cacat yang timbul,
disebabkan oleh faktor manusia dapat diminimalisir dengan cara:
1. Melakukan pelatihan untuk menambah kemampuan dan pengetahuan
operator baru maupun operator lama. Pelatihan tidak saja dilakukan
saat penerimaan karyawan baru, tetapi juga dilakukan saat karyawan
tersebut akan melakukan pekerjaan baru yang akan ditugaskan
kepada setiap karyawan serta untuk karyawan yang telah di-training
tetapi pada kenyataannya masih terus melakukan kesalahan dalam
pekerjaan (dilatih ulang atau re-training).
2. Petunjuk atau instruksi kerja dibuat serta ditempatkan pada posisi
yang terlihat di area proses setting. Sebelum dilakukan perbaikan,
operator jarang melihat IK sebelum mengganti cutter, sehingga
memungkinkan terjadinya kesalahan atau ada tahapan yang terlewat
pada saat pemasangan atau setting cutter karena tidak mengikuti
instruksi kerja. Intstruksi kerja yang dibuat dapat dilihat pada
gambar 4.9 di bawah.
36
Gambar 4. 9 Instruksi Kerja Pemasangan Cutter
3. Leader melakukan pengawasan setelah dilakukan proses setting oleh
operator, supaya kesalahan dalam proses setting dapat diminimalisir.
Setelah dilakukan training kepada semua operator baik operator baru
maupun lama, serta dilakukan pengawasan terhadap operator setelah
melakukan pergantian cutter, kemudian NG Unbalance turun dari
3,72% menjadi 2,7%.
37
\
Tabel 4. 5 Rencana Perbaikan
38
4.6.2. Perbaikan pada Faktor Metode
Belum adanya Master OK pada proses pengecekan elektrik (electrical
check) pada core sheet lokal, sehingga hasil pada proses winding atau
pelilitan tembaga ke dalam core sheet memiliki hasil yang tidak sesuai
dengan spesifikasi.
Dilihat dari gambar 4.9 di atas, gelombang berwarna putih adalah
Master OK, sedangkan gelombang berwarna merah merupakan
gelombang dari produk yang sedang di-check. Terdapat diferensiasi
luas pada core sheet lokal dari hasil pengecekan pada gambar sebelah
kiri sehingga produk yang di check dinyatakan NG atau tidak sesuai
spesifikasi. Perbedaan spesifikasi cenderung berpengaruh terhadap
panjangnya lilitan tembaga pada core sheet. Apabila lilitan tembaga
(wire) terlalu panjang atau beda 1 putaran pun maka produk yang
dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi produk. Selama ini
penggunaan Master OK dari material CKD namun material produk
yang mengalir dalam proses masih terdapat material lokal, sehingga
diferensiasi luas yang terjadi masih sangat tinggi dari nilai Master OK.
Untuk perbaikan yang dilakukan yaitu dengan membuat produk sebagai
Master OK dari material core sheet lokal kemudian data dari produk
Master tersebut di-record ke dalam Setting Master OK pada mesin.
Berikut Master ok yang digunakan :
Gambar 4. 10 Hasil Electrical Check Core Sheet Lokal NG dan OK
39
Local Core Sheet
Pair (Max)
Area : 4,6%
Next (Max)
Area : 6,1%
Dif. Area : 25,7% Dif. Area : 16,2%
Untuk mendapatkan nilai-nilai seperti tabel di atas, langkah pertama
yaitu dengan membuat produk yang akan dijadikan master ok dengan
mengacu pada IK yang ada (lihat gambar 4.11). Produk yang dibuat
harus sesuai dengan standar dan akan digunakan sebagai pedoman
atau acuan pada proses pengecekan. Jadi, produk yang dibuat harus
sempurna. Setelah master ok dibuat, kemudian produk master
direkam spesifikasinya pada mesin impulse. Hasil pada tabel
merupakan pencatatan dari master Ok yang dibuat sebelumnya.
Gambar 4. 11 Instruksi Kerja Master Check Electric Machine
40
Setting Master OK yang dibuat berguna sebagai pemberitahuan
kepada operator apabila produk armature yang melalui konveyor
pengecekan mengalami NG, maka sistem akan membunyikan alarm
tanda ditemukannya produk yang tidak memenuhi spesifikasi master
produk OK.
Sebelum adanya master Ok untuk material Core Sheet lokal, produk
NG banyak ditemukan, salah satu NG yang terjadi ada pada lilitan
tembaga yang tidak sesuai dengan master Ok. Master Ok yang
digunakan sebelumnya menggunakan material CKD, sehingga
apabila ada produk material lokal yang mengalir pada satu proses
yang menggunakan master Ok material CKD.
Setelah dilakukan improvment pada setting Master OK tersebut Ratio
NG Unbalance dari 2,7% menjadi 1,21%.
4.6.3. Perbaikan pada Faktor Mesin
Selanjutnya perbaikan yang dilakukan karena faktor mesin setelah
dianalisa penyebab NG pada faktor mesin menunjukkan bahwa cutter
pemotong yang terdapat pada mesin Balancer mengalami masalah
disebabkan pemakaian terus menerus dan daya tahan cutter buatan lokal
tidak sebagus cutter import dari Jepang (CKD). Sehingga hasil potong
dari cutter tersebut tidak sempurna serta menghasilkan chipping dan
burry.
Meskipun mempunyai ketebalan yang lebih besar, material cutter lokal
memiliki daya tahan yang kurang baik dibanding dengan cutter CKD
sehingga cutter cepat rusak. Untuk perbandingan cutter lokal dan CKD
dapat dilihat pada gambar dan tabel 4.6 di bawah.
41
Tabel 4. 6 Data Perbandingan Cutter Lokal dan CKD
Satuan
Cutter Lokal Cutter
CKD
Tebal mm 24 16
Panjang
Gerigi mm 2,45 3,16
Masa Pakai jam ±176 ±528
Setelah diketahui penyebab sering terjadinya NG pada mesin Balancer,
yaitu pada cutter dari supplier lokal. Untuk perbaikan yang dilakukan
adalah dengan melakukan pergantian cutter dari lokal menjadi CKD.
Karena kualitas cutter CKD jauh lebih baik daripada cutter lokal.
3.16
Gambar 4. 12 Cutter Lokal
Gambar 4. 13 Cutter CKD
42
Pergantian cutter akan dilakukan mulai pada tanggal 27 April 2018.
Lalu dilakukan pengamatan selama 3 bulan dimulai pada bulan Mei –
Juli 2018. Setelah dilakukan pergantian cutter maka ratio NG
Unbalance turun dari 1,21% menjadi 0,46%.
4.7. Check Hasil
Berdasarkan data yang telah diolah, data perbandingan cacat NG Unbalance
dari mulai periode bulan Januari – Maret 2018 (sebelum improvement) dan
dilakukan monitoring dari tahapan selama QCC dan sesudah aktivitas QCC
dilakukan. Proses perbaikan yang telah dilakukan menghasilkan penurunan
jumlah cacat atau tidak dapat dilihat pada table 4.7.
Tabel 4. 7 Data Monitoring Selama Melakukan Perbaikan
NO ITEM NG BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI
1 NG Unbalance 550 856 991 891 415 202 162
2 NG Insulation 19 65 80 45 75 36 33
3 NG Resistance 45 95 74 65 48 42 29
4 Shaft Scratch 30 78 90 44 52 36 30
5 Conmi cacat 75 106 162 110 134 98 66
TOTAL 719 1.200 1.397 1.155 724 414 320
PRODUKSI 24.272 25.200 26.650 32.965 34.200 24.625 35.328
Ratio NG Unbalance 2,27% 3,40% 3,72% 2,70% 1,21% 0,82% 0,46%
TARGET NG
Unbalance 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5%
43
Gambar 4. 14 Grafik setelah Melakukan Perbaikan NG Unbalance
Gambar 4.12 menunjukkan penurunan NG yang cukup signifikan.
Berdasarkan hasil diterapkannya metode pengendalian kualitas yang
dilakukan, berhasil menurunkan NG Unbalance pada line Armature tipe
GS34 dari yang tertinggi yaitu 3,72% turun menjadi 0,46% pada bulan Juli
2018.
Tabel 4. 8 Data Perbandingan Keseluruhan NG Unbalance
ITEM
BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI
Total Produksi 24.272 25.200 26.650 32.965 34.200 24.625 35.328
NG Unbalance 550 856 991 891 415 202 162
Ratio NG 2,27% 3,40% 3,72% 2,70% 1,21% 0,82% 0,46%
Target 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5%
Dari data pada table 4.8 di atas dapat dilihat bahwa NG pada armature tipe
GS34 secara keseluruhan mengalami penurunan yang sebelumnya dengan
rata-rata ratio dari bulan Januari-Maret 2018 mencapai 3,13% mengalami
penurunan pada bulan Juli 2018 menjadi 0,46% yang dihasilkan dari dampak
perbaikan NG Unbalance yang terjadi pada line Armature Tipe GS34.
Sebelum QCC Selama QCC Setelah QCC
44
4.8. Standarisasi
Selanjutnya untuk standarisasi yang dilakukan dari penyebab terjadinya
masalah NG Unbalance yang terjadi di line Armature yaitu:
1. Salah Setting Mesin (Faktor Manusia)
Jika sebelumnya pelatihan dilakukan hanya pada saat operator baru masuk
ke line produksi, maka setelah kegiatan pengendalian kualitas perlu
dilakukan beberapa hal untuk mengatasi masalah pada setting mesin:
Melakukan training berkala untuk setiap operator mesin yang
bersangkutan. Untuk jadwal pelatihan skill dilakukan tiap 6 bulan
sekali. Baik operator yang sudah lama maupun operator baru yang
bertujuan untuk me-refresh kembali ingatan perihal pekerjaan yang
dilakukan.
Pembuatan instruksi kerja yang jelas dan mudah dipahami.
Penempatan instruksi kerja terlihat oleh operator di depan area proses
kerja.
Aktivitas di atas akan dimulai pada minggu ketiga di bulan April 2018.
2. Tidak Ada Master OK untuk Core Sheet Lokal (Faktor Metode)
Membuat Master OK pada core sheet lokal untuk panduan operator dalam
pengecekan produk yang diproses tersebut tersebut OK atau NG.
Pembuatan Master OK dilakukan pada bulan Mei 2018.
3. Cutter Patah Saat Proses (Faktor Mesin)
Melakukan pergantian cutter pada mesin Balancer dari yang sebelumnya
menggunakan cutter lokal diubah menjadi cutter CKD yang di-import dari
Jepang. Hal tersebut dilakukan karena material cutter CKD lebih keras dan
mempunyai daya tahan yang lebih baik dibanding dengan cutter lokal.
Penggantian cutter akan dilakukan mulai tanggal 27 Juni 2018.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asmo Indonesia, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Jenis-jenis cacat yang terjadi pada proses assembly Armature khususnya
tipe GS34, dimana terdapat 5 jenis cacat yaitu, NG Unbalance, NG
Insulation, NG Resistance, Shaft Scratch dan Conmi Cacat. NG Unbalance
sebagai jenis NG tertinggi di periode bulan Januari-Maret 2018.
2. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh akar masalah yang menyebabkan
NG Unbalance tinggi. Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan,
penyebab utama NG Unbalance terdiri dari 3 faktor yaitu faktor manusia,
faktor metode dan faktor mesin sedangkan dari faktor material dan
lingkungan tidak mempengaruhi terjadinya NG Unbalance. Aktivitas QCC
yang dilaksanakan berhasil menemukan solusi pemecahan masalah yang
ada untuk mengurangi NG Unbalance yaitu dengan meningkatkan skill
operator melalui training mengenai masalah produksi pada line armature,
mengganti cutter lokal menjadi cutter impor CKD pada proses mesin
Balancer dan membuat Master OK pada core sheet lokal.
3. Aktivitas QCC ini dapat menanggulangi cacat yang terjadi pada proses
assembly armature tipe GS34. Dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah.
Tabel 5. 1 Perbandingan NG Unbalance sebelum dan Sesudah QCC
Sebelum QCC Sesudah QCC
3,15 % per bulan 0,46% per bulan
Dengan demikian aktivitas QCC mampu mengurangi NG Unbalance pada
produk Amature tipe GS34.
46
5.2. Saran
Setelah penelitian dilakukan, beberapa saran untuk perusahaan antara lain
sebagai berikut:
1. Para pekerja harus lebih teliti dan selalu memiliki kesadaran yang tinggi
akan kualitas produk.
2. Aktivitas QCC lebih baik dilakukan terus-menerus supaya dapat
menyelesaikan permasalahan yang mungkin muncul di PT. Asmo
Indonesia khususnya di departemen manufacturing.
3. Dukungan sepenuhnya dari atasan dapat memotivasi karyawan lebih giat
dalam melakukan kegiatan kegiatan QCC yang berguna untuk kemajuan
perusahaan.
4. Setiap pekerja wajib mengikuti standar-standar yang ada supaya proses
dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Besterfield, D.H. 1998. Quality Control 5th Edition. Singapore. Prentice – Hall,
inc.
Besterfield, Dale H.,2003,Total Quality Management 3rd ed.,New Jersey: Prentice
Hall.
Juran, J. M. Quality Control Handbook. New York: McGraw-Hill.
Kotler, P. 2000. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jilid 1. Terjemahan Damos
Sihombing. 2000. Jakarta. Erlangga.
Crocker, Olga L., et al. 2004. Diterjemahkan oleh Anassidik. 2004. Gugus
Kendali Mutu Pedoman, Partisipasi dan Produktivitas. Jakarta. PT. Bumi
Aksara.
Gaspersz, V. 2002. Total Quality Management. Jakarta. Gramedia.
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2004. Operation Management, 7 edition,
Management Operasi Edisi 7. Buku 1. Jakarta. Salemba Empat.
Mitra, A. 1993. Fundamentals of Quality Control and Improvement. Singapore.
Mc. Millan Publishing Co.
Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Edisi Kedua. Bogor. Ghalia
Indonesia.
Pareto, Vilfredo. 2008. The Concise Encyclopedia of Economics. Liberty Fund.
Library of Economics and Liberty.