Post on 28-Dec-2020
PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK FOUR-TIER DIGITAL
UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA
KONSEP GELOMBANG CAHAYA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
ABDUL MUHYI
NIM. 11150163000039
PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
ABDUL MUHYI (11150163000039), “Pengembangan Tes Diagnostik Four-
Tier Digital Untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep
Gelombang Cahaya”. Skripsi, Program Studi Tadris Fisika, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2020.
Penelitian dilatarbelakangi oleh masih adanya miskonsepsi siswa pada materi
gelombang cahaya di SMA Negeri Depok dan kurangnya media atau alat tes
diagnostik miskonsepsi yang praktis dan efektif untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan.
Media yang dikembangkan merupakan pengembangan dari media sebelumnya.
Peneliti mengembangkan tes diagnostik four-tier digital untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa pada konsep gelombang cahaya. Tahapan pengembangan yang
digunakan adalah tahapan menurut Van den Akker, yang terdiri dari (1) Penelitian
Pendahuluan, (2) Tahap Prototipe, (3) Evaluasi Sumatif, dan (4) Refleksi
Sistematik serta Dokumentasi. Penelitian ini dilakukan pada empat sekolah SMA
Negeri di Depok. Penelitian pengembangan ini menghasilkan instrumen digital
four-tier test sebanyak 30 butir soal pada konsep gelombang cahaya, analisis
miskonsepsi dan petunjuk penggunaan. Instrumen yang dikembangkan efektif
karena memenuhi validitas konten (CVI = 0,92), validitas konstruksi (r = 0,9), dan
validitas butir soal (r > 0,36). Berdasarkan tahapan penelitian, instrumen tes
digitak sudah praktis dan siap diimplementasikan. Penerimaan guru dan siswa
terhadap instrumen digital four-tier test memberikan respon yang positif, dengan
persentase penerimaan sebesar 100% untuk guru dan 64,29% untuk siswa.
Kata kunci: Four-tier test, Miskonsepsi, Gelombang Cahaya, Instrumen digital,
Penelitian Pengembangan
ABSTRACT
ABDUL MUHYI (11150163000039), Development of Digital Four-Tier
Diagnostic Test to Identify Students' Misconceptions on the Concept of Light
Waves. Thesis of Physics Education Study Program, Department of Natural
Science Educatioan, Faculty of Tarbiya and Teacher’s Sciences, Syarif
Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2020.
The research is motivated by the persistence of students' misconceptions on light
wave material in Depok State Senior High School and the lack of media or
diagnostic misconceptions that are practical and effective for identifying students'
misconceptions. This research is categorized as development research. The
developed media is a development from the previous media. Researchers develop
digital four-tier diagnostic tests to identify students' misconceptions on the
concept of light waves. The stages of development used are stages according to
Van den Akker, which consists of (1) Preliminary Research, (2) Prototype Stage,
(3) Summative Evaluation, and (4) Systematic Reflection and Documentation.
This research was conducted at four state high schools in Depok. This
development research produced a digital four-tier test instrument of 30 items on
the concept of light waves, misconception analysis and usage instructions. The
instrument developed was effective because it had content validity (CVI = 0,92),
construction validity (r = 0,9), and item validity (r > 0,36). Based on the stages of
the research, the digital test instrument is already practical and ready to be
implemented. Teacher and student acceptance of the digital four-tier test
instrument gives a positive response, with a percentage of acceptance of 100% for
teachers and 64,29% for students.
Keywords: Four-tier test, Misconception, Light Waves, Digital Instrument,
Research Development
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
menciptakan alam semesta dengan segala kesempurnaannya. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabat, serta para pengikutnya yang senantiasa berada
dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Atas Ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pengembangan Tes Diagnostik Four-Tier
Digital Untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Gelombang
Cahaya”. Penulis sangat menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Secara khusus, apresiasi dan ucapan
terimakasih disampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Tadris
Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Dwi Nanto, Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, arahan, dan saran untuk
membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen, staff, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya program studi tadris fisika yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama proses perkuliahan.
5. Kepala SMA Negeri 5 Depok, kepala SMA Negeri 6 Depok, kepala SMA
Negeri 9 Depok, dan kepala SMA Negeri 10 Depok yang sudah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
6. Seluruh dewan guru SMA Negeri 5 Depok, SMA Negeri 6 Depok, SMA
Negeri 9 Depok, dan SMA Negeri 10 Depok yang telah membantu penulis
dalam pengambilan data.
7. Keluargaku tercinta, Ayahanda Abdul Aziz, dan Ibunda Ni’mah Damanhuri,
yang selalu memberikan dukungan baik berupa materi, moril serta do’a yang
tidak pernah terputus. Kakak-kakak saya Rima Karimah, Ahmad Munawar,
Ria Ruqoyyah, Ari Abdurrohim, Hasan Basri dan Wisnu Broto, serta seluruh
keluarga yang selalu mendo’akan dan mendorong penulis untuk tetap
semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan Reza, Fajar, Bayu, Kiya, Iis, Nurwulan, Surya,
Listiana, Hani, Oka, Tias, dan Intan yang selalu menjadi tempat berbagi
informasi, memberikan waktu, pikiran, saran dan dukungan.
9. Kawan-kawan seperjuangan Tadris Fisika Angkatan 2015 beserta kakak-
kakak tingkat Tadris Fisika yang telah memberikan banyak informasi,
inspirasi dan motivasi kepada penulis.
10. Seluruh pihak yang telah membantu selama proses perkuliahan dan penelitian
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga segala bentuk bantuan, dorongan, saran dan bimbingan yang
diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT.
Amin.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis senantiasa menunggu kritik dan saran untuk memberikan masukan dan
wawasan yang lebih luas kepada penyusun. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 08 Agustus 2020
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... 2
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH ............................. 3
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................................... 4
ABSTRAK ................................................................................................................... 5
ABSTRACT ................................................................................................................. 6
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 7
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 9
DAFTAR GAMBAR ................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL ..................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ............................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................... 12
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 16
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 16
D. Perumusan Masalah ............................................................................................. 17
E. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ................................................................... 17
F. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 18
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritis ................................................. Error! Bookmark not defined.
1. Konsep .......................................................... Error! Bookmark not defined.
2. Miskonsepsi .................................................. Error! Bookmark not defined.
3. Instrumen Tes Diagnostik Four Tier Test .... Error! Bookmark not defined.
4. Instrumen Tes Diagnostik Digital ................ Error! Bookmark not defined.
5. Google Formulir ........................................... Error! Bookmark not defined.
6. Remediasi Miskonsepsi ................................ Error! Bookmark not defined.
7. Gelombang Cahaya ...................................... Error! Bookmark not defined.
B. Penelitian Relevan ............................................... Error! Bookmark not defined.
C. Kerangka Berpikir ................................................ Error! Bookmark not defined.
D. Pertanyaan Penelitian ........................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Model Pengembangan .......................................................................................... 19
B. Prosedur Pengembangan ...................................................................................... 21
1. Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research) .......................................... 21
2. Tahap Prototipe (Prototyping Stage) ............................................................ 21
3. Tahap Evaluasi Sumatif (Summative Evaluation) ........................................ 27
4. Refleksi Sistematik dan Dokumentasi (Systematic Reflection and
Documentation) .................................................................................................... 27
C. Desain Uji Coba ................................................................................................... 27
D. Subjek Uji Coba ................................................................................................... 28
E. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 29
1. Pedoman Wawancara .................................................................................... 29
2. Daftar Ceklis Kualitas Pilihan Ganda ........................................................... 31
3. Angket Judgement Ahli ................................................................................ 32
4. Angket Respon Siswa ................................................................................... 32
F. Uji Coba Produk ................................................................................................... 33
G. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 34
1. Validitas Instrumen ....................................................................................... 35
2. Validitas Butir Soal ....................................................................................... 39
3. Analisis Butir Soal ........................................................................................ 40
4. Reliabilitas .................................................................................................... 44
5. Praktikabilitas (Practicability) ...................................................................... 45
6. Kualitas Instrumen Two-Tier Test Pilihan Ganda ......................................... 45
7. Respon Siswa ................................................................................................ 46
8. Perhitungan Persentase Miskonsepsi ............................................................ 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek .................................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Deskripsi Hasil Pengembangan ............................ Error! Bookmark not defined.
1. Two-tier Test Jawaban Terbuka .................... Error! Bookmark not defined.
2. Two-tier Test Pilihan Ganda ......................... Error! Bookmark not defined.
3. Four-tier Test Pilihan Ganda ........................ Error! Bookmark not defined.
4. Four-tier Test Digital ................................... Error! Bookmark not defined.
C. Hasil Penelitian .................................................... Error! Bookmark not defined.
1. Judgement Ahli ............................................. Error! Bookmark not defined.
2. Uji Coba Four-tier Test Pertama .................. Error! Bookmark not defined.
3. Uji Coba Four-tier Test Kedua .................... Error! Bookmark not defined.
D. Pembahasan .......................................................... Error! Bookmark not defined.
1. Analisis Efektifitas Four-tier Test Digital .... Error! Bookmark not defined.
2. Analisis Kepraktisan Four-tier Test Digital . Error! Bookmark not defined.
3. Analisis Penerimaan Four-tier Test Digital . Error! Bookmark not defined.
4. Karakteristik Four-tier Test .......................... Error! Bookmark not defined.
5. Kelebihan dan Kekurangan Four-tier Test DigitalError! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 49
B. Saran Pemanfaatan dan Diseminasi ..................................................................... 50
1. Saran Pemanfaatan ....................................................................................... 50
2. Diseminasi .................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum sains merupakan proses penyelidikan tentang fenomena
alam dan dunia sekitar untuk mencari kebenaran yang ada di dalamnya.1 Fisika
merupakan salah satu bagian dari ilmu sains, ilmu fisika diperoleh dari kegiatan
eksperimen dan eksplanasi teoritis terhadap suatu fenomena atau peristiwa di alam
sekitar.2 Hampir semua peristiwa alam berkaitan langsung dengan konsep fisika.
3
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui bahwa sebenarnya ilmu fisika sudah
kita dapatkan dari peristiwa alam disekitar. Peristiwa-peristiwa tersebut kemudian
diteliti oleh para ilmuwan, hingga terciptanya suatu konsep atau teori yang
akhirnya kita pelajari di sekolah.
Fisika juga merupakan ilmu yang menjadi dasar dalam perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Perkembangan IPTEK pada saat ini
telah mempermudah kehidupan manusia. Mengingat begitu pentingnya ilmu fisika
dalam perkembangan IPTEK, sudah seharusnya siswa harus memahami dengan
baik ilmu fisika yang diajarkan oleh guru di sekolah. Dari hasil studi pendahuluan
lapangan dan literatur didapatkan, bahwa upaya siswa dalam memahami ilmu
fisika selalu menemui hambatan-hambatan. Hambatan yang sering dialami oleh
siswa ialah terjadinya miskonsepsi pada mata pelajaran fisika.
Selama proses pembelajaran, setiap siswa memiliki perbedaan dalam
mengonstruksi pengetahuan serta pemahaman konsep yang bermacam-macam
terhadap sesuatu yang ia pelajari. Hal tersebut menimbulkan perbedaan makna
terhadap satu konsep yang sama. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada
ketidaksesuaian suatu konsep dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang telah
1 Tatiana Goris, & Michael Dyrenfurt, Student’s Misconseptions in Science, Technology,
and Engineering, Department of Industrial Technology Engineering Technology (ECET) Collage
of Technology Purdue University, 2010, h. 2. 2 Robert E. Krebs, Scientific Development and Misconceptions Through The Age: a
reference guide, USA: Greenwood Press, 1999, h. 5. 3 Anastasia, “Pemahaman dan Miskonsepsi Tentang Konsep Gerak dan Gaya pada Siswa
Kelas XI IPA SMAN 1 Titehena”, Skripsi, FKIP Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sanata Darma Yogyakarta, 2017, h. 1.
disepakati para pakar dalam bidang tersebut.4 Miskonsepsi juga dapat diartikan
sebagai pemahaman konsep yang diyakini secara kuat namun konsep yang
diyakini itu tidak sesuai dengan konsep ilmiah para ahli.5 Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah kesalahpahaman siswa dalam
memahami konsep, namun konsep yang dipahami itu salah atau bertentangan
dengan konsep ilmiah para ahli.
Menurut Suparno penyebab miskonsepsi siswa secara umum disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu dari siswa sendiri, kesalahan dari guru, kesalahan dari
buku teks yang digunakan, kesalahan konteks dan kesalahan metode yang
digunakan oleh guru saat proses pembelajaran.6 Dalam penelitian Ismiara
penyebab miskonsepsi dapat berasal dari diri sendiri maupun dari cara pengajaran
guru disekolah, bahan ajar ataupun media ajar.7 Miskonsepsi yang dialami oleh
siswa haruslah dipahami dan ditemukan oleh para guru agar dapat membantu
siswa memperbaiki miskonsepsi yang dialaminya secara efektif. Namun masih
sedikit guru yang memperhatikan cara mengidentifikasi dan menyelesaikan
miskonsepsi siswa. Cara mengidentifikasi atau mengukur sejauh mana
pemahaman siswa dan miskonsepsi siswa dapat diketahui dengan menggunakan
peta konsep, wawancara mengenai konsep, dan instrumen tes diagnostik.8
Salah satu cara untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa ialah dengan
menggunakan tes diagnostik. Tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk
mengukur tingkat pemahaman siswa ketika mempelajari sesuatu, sehingga
hasilnya dapat digunakan sebagai dasar memberikan tindak lanjut. Tes ini dapat
berupa sejumlah pertanyaan atau permintaan untuk melakukan sesuatu.9 Tujuan
4 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, Jakarta:
Grasindo, 2013, h. 4. 5 H. Pesman, “Development of a Three Tier Test to Assess Ninth Grade Students’
Misconceptions About Simple Electric Circuit”, Tesis, Middele East Technical University, 2005,
h. 171, unpublished. 6 Suparno, op. cit., h. 29.
7 Ismiara Indah Ismail, Achmad Samsudin, Endi Suhendi, & Ida Kurniawati, “Diagnostik
Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four Tier Test”, Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains 2015 (SNIPS 2015), 2015, h. 381. 8 Cengiz Tuyuz, Development of Two-tier Diagnostic Instrument and Assess Students’
Understanding in Chemistry, Academic Journal, Vol. 4, No. 6, 2009, h. 627. 9 Ani Rusilowati, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Vol.
6, Semarang 2015, h. 1.
tes diagnostik ini ialah untuk mengukur pemahaman belajar siswa pada materi
tertentu, dengan cara menemukan kelemahan siswa dan menunjukkan bagaimana
siswa berpikir dalam menjawab pertanyaan yang diberikan meskipun jawaban
mereka tidak benar.10
Tes diagnostik dua tingkat dan tiga tingkat dapat mengatasi masalah
pendeteksian miskonsepsi dibandingkan tes pilihan ganda biasa. Namun, seiring
perkembangannya instrumen two tier test masih memiliki kekurangan salah
satunya tidak bisa memastikan penyebab siswa yang benar-benar mengalami
miskonsepsi.11
Two tier test memiliki hasil yang terlalu tinggi (overestimate)
dalam mengidentifikasi miskonsepsi, karena semua jawaban yang salah dianggap
miskonsepsi.12
Kelemahan pada instrumen two tier test diperbaiki oleh hadirnya
instrumen three tier test. Pada instrumen tes diagnostik three tier terdapat tingkat
keyakinan yang diletakkan setelah tingkat jawaban dan alasan guna memastikan
keyakinan siswa dalam menjawab pertanyaan pada dua tingkat sebelumnya.13
Instrument three tier test dapat mengukur miskonsepsi bebas dari eror dan tidak
paham konsep, tetapi masih memiliki keterbatasan terkait tingkat keyakinan untuk
tier 1 dan 2. Pada instrumen three tier test tingkat keyakinan berada setelah dua
tingkat pertama, ketika siswa mengisi pada salah satu tingkat merasa tidak yakin
atas jawaban yang dia pilih tetapi mau tidak mau harus memilih yakin karena
hanya ada satu tingkat keyakinan pada soal. Dengan begitu four tier test hadir
untuk menambahkan dua tingkat keyakinan yang terletak untuk tier pertanyaan
dan tier alasan. Instrumen tes diagnostik miskonsepsi berbentuk four tier
dinyatakan lebih mengetahui kondisi pemahaman siswa.14
10
J. F. Law & Treagust D. F., Diagnostic of Student Understanding of Content Spesific
Areas Using On-Line Two-tier Diagnostic Test, Australia: Ccurtin University of Technology,
2010, h. 2. 11
Gurel, Erylmaz, dan McDermott, A Review and Comparison of Diagnostic Instrument to
Identify Students’ Misconceptions In Science, (Eurasia Journal of Mathematic, Science &
Technology Education, 11 (5), 989-1008, 2015), h. 995. 12
Yasin Kutluay, Diagnosis of Eleventh Grade Students’ Misconceptions About Geometric
Optic By Three Tier Test, (A Thesis Master from Univ. Middle East Technical, 2005), h. 11. 13
Gurel, Erylmaz, dan McDermott, op. cit., h. 996. 14
Derya Kaltakci Gurel, Development and Application of a Four-tier Test to Assess Pre-
service Physics Teachers’ Misconceptions about Geometrical Optics, (A Thesis of Middle East
Technical University, 2012), h. 201.
Cara mengidentifikasi miskonsepsi dengan four tier test membutuhkan
tingkat ketelitian dan waktu yang cukup lama dalam pembuatan sekaligus
pengkoreksiannya (pengolahan data). Pada pengolahan datanya
mengkombinasikan empat jawaban dari setiap tingkat untuk menganalisis
miskonsepsi. Berdasarkan studi pendahuluan wawancara kepada guru didapatkan
bahwa penggunaan instrumen tes diagnostik four tier membutuhkan waktu yang
cukup lama dalam menganalisis jawaban siswa. Selain itu, alokasi waktu untuk
mengerjakan soal pun sulit dikontrol saat memulai ataupun selesainya, waktu
banyak terbuang dalam pendistribusian soal dan lembar jawaban, serta pada saat
mengerjakan soal melingkari atau menghapus jawaban yang dianggap salah akan
memakan waktu yang tidak sedikit.15
Berdasarkan uraian tersebut, perlu adanya pengembangan instrumen four-
tier test yang dilengkapi dengan program untuk menganalisis miskonsepsi.
Melalui pengolahan data secara digital diharapkan akan mempermudah
penggunaan instrumen four-tier test. Four-tier test digital ini akan dilengkapi
dengan analisis miskonsepsi berbantuan Google Form dan hasil yang didapatkan
dalam bentuk Microsoft Excel, sehingga guru hanya perlu merekapitulasi hasil
yang diperoleh dari instrumen ini tanpa mengkoreksi atau menganalisis jawaban
siswa.
Dari hasil studi pendahuluan literatur dan wawancara guru didapatkan
bahwa konsep fisika yang masih sering terjadi miskonsepsi adalah pada konsep
gelombang cahaya. Miskonsepsi yang terjadi pada konsep gelombang cahaya
antara lain siswa menganggap cahaya selalu berjalan lurus melalui benda
transparan tanpa ada perubahan arah, suatu benda terlihat karena adanya cahaya
(cahaya merupakan syarat mutlak agar benda dapat terlihat), cermin membalik
segala sesuatu, dan lain sebagainya.16
Berdasarkan penelitian Carolin yang
berkaitan dengan gelombang cahaya menunjukkan bahwa miskonsepsi
pembentukan bayangan pada cermin datar sebesar 44,7%, pembentukan bayangan
15
Iwan Permana Suwarna, Mengembangkan Instrumen Ujian Komprehensif Di Program
Studi Pendidikan Fisika Melalui Computer Based Test (CBT), (Jurnal FITK, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta), h. 5. 16
Suparno, op. cit., h. 142-143.
pada cermin cekung 53,4%, dan miskonsepsi mengenaik pembentukan bayangan
pada cermin cembung sebesar 48,2%.17
Penelitian lainnya yang dilakukan
Sheftyawan menunjukkan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada konsep
pembentukan bayangan pada cermin datar sebesar 51,78%, konsep letak bayangan
pada cermin datar sebesar 46,43%, dan konsep pembiasan cahaya pada medium
berbeda sebesar 33,33%.18
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti miskonsepsi pada konsep Gelombang Cahaya dengan
menggunakan tes diagnostik four tier berbasis digital. Oleh karena itu, peneliti
mengajukan penelitian dengan judul “Pengembangan Tes Diagnostik Four-Tier
Digital Untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Gelombang
Cahaya”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Konsep gelombang cahaya dirasakan sebagai konsep yang sulit untuk
dipahami dan banyak menyebabkan miskonsepsi pada siswa.
2) Pengkoreksian instrumen tes diagnostik four-tier memakan waktu lebih lama
jika dikerjakan secara manual.
3) Instrumen tes diagnostik four-tier yang praktis dan efektif untuk
mengidentifikasi miskonsepsi belum tersedia.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, batasan
masalah pada penelitian ini adalah:
17
Betzy Carolin, Remediasi Miskonsepsi Pembentukan Bayangan Pada Cermin
Menggunakan Picture and Picture, (Skripsi, FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2016), h.
6. 18
Widya Bratha Seftyawan, dkk., Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-tier
Diagnostic Test Pada Materi Optik Geometri, (Jurnal FKIP Universitas Jember, Vol. 7, No. 2,
2018), h. 150-151.
1) Identifikasi miskonsepsi siswa pada konsep gelombang cahaya dalam
penelitian ini ditentukan dengan mengacu pada kurikulum 2013 revisi.
2) Aspek kognitif yang digunakan dari C1 sampai C4 berdasarkan taksonomi
Bloom.
3) Tes Diagnostik four-tier yang digunakan berbasis digital (google form).
D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan menjadi
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimana miskonsepsi yang terjadi pada konsep gelombang cahaya
berdasarkan hasil tes siswa?
2) Seberapa praktis dan efektifnya tes diagnostik four-tier digital dalam
mengidentifikasi miskonsepsi siswa?
3) Apakah siswa dan guru dapat menerima dengan baik terhadap instrumen
digital four-tier test yang dikembangkan?
E. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1) Instrumen digital yang dikembangkan mampu mengidentifikasi terjadi atau
tidaknya miskonsepsi pada konsep gelombang cahaya.
2) Instrumen digital yang dikembangkan berupa tes diagnostik berformat four-
tier test.
3) Setiap butir four-tier test terdiri dari 4 rangkaian soal bertingkat. Soal pada
tingkat berupa soal pilihan ganda dengan 5 pilihan jawaban. Soal pada tingkat
kedua menanyakan tingkat keyakinan (yakin atau tidak yakin) siswa dari
pertanyaan tingkat pertama. Soal pada tingkat ketiga menyediakan 4 pilihan
alasan untuk jawaban tingkat pertama dan satu tempat kosong untuk mengisi
alasan secara bebas. Pada tingkat keempat menanyakan tingkat keyakinan
(yakin atau tidak yakin) siswa dari pernyataan alasan di tingkat ketiga.
4) Instrumen digital four-tier test dilengkapi dengan alat untuk menganalisis
jawaban siswa. Sehingga dapat diketahui pemahaman konsep siswa dan
miskonsepsi siswa.
5) Instrumen disusun berdasarkan kompetensi dasar dan miskonsepsi yang ada
pada konsep gelombang cahaya yang sudah ditemukan pada saat studi
literatur atau penelitian sebelumnya tentang miskonsepsi pada konsep
gelombang cahaya.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan umum dari penelitian ini
adalah menjelaskan profil miskonsepsi siswa pada konsep gelombang cahaya
berdasarkan hasil tes diagnostik four-tier digital. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Menunjukkan miskonsepsi yang terjadi pada konsep gelombang cahaya
berdasarkan hasil tes siswa.
2) Guru dapat menggunakannya sebagai instrumen penilaian untuk mengukur
pemahaman siswa terhadap konsep gelombang cahaya.
3) Dapat digunakan sebagai pretest yang membantu guru dalam menyiapkan
proses pembelajaran pada konsep gelombang cahaya, sehingga dapat
meminimalkan miskonsepsi pada siswa.
4) Dapat digunakan sebagai posttest yang membantu guru dalam menyiapkan
pembelajaran remedial bagi siswa yang mengalami miskonsepsi.
5) Hasil penelitian dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian mengenai tes diagnostik four-tier.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan dikarenakan
peneliti ingin menghasilkan suatu produk (alat evaluasi) yang efektif serta bisa
digunakan dalam sekolah, bukan untuk menguji suatu teori yang sudah ada. Oleh
karena itu dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
penelitian pengembangan karena sesuai dengan tujuan tersebut. Menurut Akker
et.al., penelitian pengembangan ini memiliki beberapa istilah lain yaitu: design
research, design studies, design experiments, development, formative research,
formative evaluation, dan engineering research.1
Menurut Akker et.al., terdapat dua model dalam penelitian pengembangan,
yaitu: validation studies yang bertujuan untuk menyangkal teori-teori belajar dan
development studies yang bertujuan untuk memecahkan masalah pendidikan
dengan menggunakan teori yang relevan.2 Penelitian ini menggunakan
development studies karena memiliki tujuan untuk menghasilkan suatu produk
(alat evaluasi) yang dapat memecahkan masalah yang ada di dalam kelas serta
melibatkan komponen yang ada di kelas yaitu guru dan siswa. Adapun tahapan
dalam development study dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:
1 Jan Van Den Akker, et.al., Educational Design Research, (New York: Routledge, 2006),
h. 4. 2 Ibid., h. 152.
Studi Literatur
Survey Lapangan
Preliminary
Research
Pembuatan Four-tier test
Evaluasi Formatif dan Revisi
Penyempurnaan Four-tier tes Digital
Prototyping Stage
Pelaporan
Uji Coba
Angket Siswa Wawancara Guru
Summative Evaluation
Systematic Reflection and Documentation
Gambar 3. 1 Alur Penelitian Pengembangan
B. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan four-tier test digital yang peneliti gunakan
mengikuti tahapan pengembangan Jan Van Den Akker3, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research)
Tahap penelitian pendahuluan ini terdiri dari dua langkah, yaitu studi
literatur dan survey lapangan. Peneliti melakukan studi literatur untuk
mengidentifikasi masalah terkait miskonsepsi siswa pada pembelajaran fisika
melalui jurnal, skripsi, dan buku yang relevan. Setelah masalah terkait
miskonsepsi siswa pada pembelajaran fisika teridentifikasi, peneliti melakukan
survey lapangan ke beberapa sekolah untuk mendapatkan informasi tambahan
terkait miskonsepsi siswa pada pembelajaran fisika. Survey lapangan yang
dilakukan oleh peneliti yaitu berupa wawancara kepada empat orang guru fisika
pada beberapa sekolah yang berbeda di Depok Jawa Barat.
2. Tahap Prototipe (Prototyping Stage)
Tahap prototipe merupakan tahap pembuatan dan pengoptimalan prototipe
produk yang akan digunakan untuk memecahkan masalah yang telah
diidentifikasi pada tahap pendahuluan. Pada tahap prototipe ini terdiri dari
perancangan pedoman desain, pengoptimalan prototype, evaluasi formatif, dan
revisi.4
Four-tier test digital merupakan instrumen tes diagnostik pilihan ganda
empat tingkat. Tingkat pertama berisi pertanyaan deskriptif, tingkat kedua
menanyakan keyakinan atas pilihan jawaban dari tingkat pertama, tingkat ketiga
berisi pertanyaan alasan dari jawaban pada tingkat pertama, dan tingkat keempat
menanyakan keyakinan siswa dalam menjawab pertanyaan alasan pada tingkat
ketiga.
3 Ibid., h. 154
4 Ibid.
Peneliti mengadopsi dan mengadaptasi perancangan petunjuk desain two-
tier test yang dibuat oleh Chandrasegaran dalam pembuatan four-tier test digital.
Berikut gambar tahapannya:5
5 A. L. Chandrasegaran, et. al., The Development of a Two-tier Multiple-choice Diagnostic
Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical
Reaction Using Multiple Level of Representation. Chemistry Education Research and Practice, 8,
2007, pp. 293-307.
Mengidentifikasi konsep berdasarkan hasil
observasi
Menentukan sub konsep esensial
Membuat Indikator
Mengidentifikasi miskonsepsi melalui literatur
Membuat two-tier test jawaban terbuka
Uji coba untuk pembuatan distraktor
Wawancara
Siswa
Two-tier test pilihan
ganda
Validasi isi CVR dan penilaian kualitas soal
Perbaikan Tidak
digunakan
CVR < 0,99 CVR ≥ 0,99
Menambahkan CRI pada two-tier test
Four-tier test pilihan ganda
Uji coba four-tier test pilihan ganda
Membuat test digital dengan Google Formulir
Membuat analisis miskonsepsi menggunakan Ms. Excel
Uji coba four-tier test digital
Uji kepraktisan instrumen (wawancara guru dan respon siswa)
Validitas soal dan Uji reliabilitas soal
Tahap I
Menentukan isi materi
Tahap II
Menyusun two-tier test
Tahap III
Membuat four-tier test
Tahap IV
Membuat four-tier test
digital
Gambar 3. 2 Tahap Pembuatan Instrumen Four-Tier Test
a. Menentukan Isi Materi
Hasil studi pendahuluan memperlihatkan bahwa terdapat permasalahan
dalam proses pembelajaran fisika yaitu pada konsep gelombang cahaya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan timbulnya miskonsepsi pada proses
pembelajaran fisika. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi sub konsep esensial
yang ada dalam konsep gelombang cahaya. Sub konsep esensial tersebut
digunakan berdasarkan silabus kurikulum 2013 revisi dan buku ajar. Tahapan
selanjutnya peneliti membuat indikator pembelajaran dan indikator soal konsep
gelombang cahaya yang mengacu pada kompetensi dasar kurikulum 2013 revisi.
b. Menyusun Two-Tier Test
Peneliti menyusun kisi-kisi instrumen soal berdasarkan indikator
pembelajaran dan melalui literatur buku atau jurnal yang membahas miskonsepsi
pada konsep gelombang cahaya. Tujuannya ialah agar instrumen yang
dikembangkan dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa secara tepat.
Peneliti membuat instrumen soal dalam bentuk pilihan ganda, pembuatan
distraktor atau pengecoh pada pilihan ganda two-tier test harus sesuai dengan
pemikiran siswa. Maka sebelum soal dibuat ke dalam bentuk pilihan ganda, two-
tier test akan diuji cobakan kepada siswa dalam bentuk jawaban terbuka (open
ended test). Jawaban siswa dari hasil uji coba two-tier test jawaban terbuka (open
ended test) ini nantinya akan digunakan sebagai opsi pilihan ganda dan distraktor
(pengecoh) pada instrumen four-tier test.
Sampel yang digunakan sebanyak dua kelas dari sekolah yang berbeda,
pengambilan sampel ini dilakukan secara simple random sampling. Simple
random sampling maksudnya adalah pengambilan sampel secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi.6 Sampel pertama ditujukan
kepada siswa kelas XI SMA Negeri 9 Depok tahun ajaran 2019-2020 berjumlah
6 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2012), h. 120.
20 siswa dan sampel kedua ditujukan kepada siswa kelas XI SMA Negeri 6
Depok tahun ajaran 2019-2020 yang berjumlah 20 siswa.
Setelah instrumen two-tier test dengan jawaban terbuka ini diuji cobakan
ke siswa, peneliti segera menyusun jawaban siswa menggunakan tabel frekuensi.
Penggunaan tabel frekuensi bertujuan untuk melihat pernyataan apa yang sering
diajukan oleh siswa, selanjutnya pernyataan tersebut akan dipertimbangkan dan
diolah sebagai distraktor atau pengecoh jawaban pada instrumen two-tier test
pilihan ganda. Pembuatan distraktor juga mengacu pada miskonsepsi siswa yang
terdapat pada literatur.
Peneliti menyusun two-tier test pilihan ganda dengan masing-masing
tingkat memiliki 5 pilihan jawaban yaitu satu jawaban yang benar dan empat
distraktor. Pada soal tingkat kedua (tingkat alasan) terdiri dari lima pilihan
jawaban yang terbagi atas empat pilihan pernyataan tertulis dan satu pilihan
lainnya dalam bentuk isian kosong. Tujuannya adalah untuk menampung konsepsi
siswa yang masih tidak sesuai dengan pilihan yang disediakan serta agar tidak
adanya jawaban ragu-ragu dari siswa, sehingga siswa benar-benar
mengungkapkan konsep yang dipahaminya.
Instrumen two-tier test yang sudah berbentuk pilihan ganda akan divalidasi
isi oleh dosen dan guru dengan menggunakan validasi isi CVR. Selain validitas isi
CVR, instrumen two-tier test pilihan ganda ini juga akan dinilai kualitas soal
dengan mengacu kepada panduan penulisan soal pilihan ganda.7 Selanjutnya akan
dilakukan perbaikan sesuai dengan saran validator, soal yang tidak valid tidak
akan digunakan untuk ke tahap berikutnya.
c. Menyusun Four-Tier Test
Instrumen two-tier test pilihan ganda yang sudah melalui tahap validasi
ahli ini kemudian ditambahkan dengan CRI dengan dua opsi jawaban yaitu
“yakin” dan “tidak yakin” pada tier kedua dan tier keempat. Instrumen two-tier
test yang sudah dikombinasikan dengan CRI ini dinamakan sebagai instrumen
four-tier test. Four-tier test pilihan ganda akan diujikan kepada siswa kelas XI
7 Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang-Depdiknas, Panduan Penulisan Soal Pilihan,
(Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang-Depdiknas, 2007), h. 13-14.
yang sudah mempelajari konsep gelombang cahaya. Hasil uji coba instrument
four-tier test ini akan digunakan untuk mengujivaliditas, reliabilitas, dan indeks
kesukaran soal. Tujuannya adalah agar peneliti mengetahui bahwa soal yang
dikembangkan itu valid, reliabel, dan diketahui tingkat kesukarannya.
d. Menyusun Four-Tier Test Digital
Setelah instrumen four-tier test pilihan ganda diuji validitas dan
reliabilitasnya, tahap selanjutnya ialah instrumen tes tersebut akan diubah dalam
bentuk digital menggunakan Google Formulir. Pada dasarnya Google Formulir
sudah memiliki desain tata letaknya sendiri, sehingga peneliti hanya dapat
merubah tampilan font, background, dan gambar.
Data hasil respon siswa yang didapat melalui Google Formulir ini akan
diolah menggunakan software Microsoft Excel. Peneliti membuat analisis untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa dengan menuliskan formula pada sheet yang
terkunci, sehingga formula tersebut tidak dapat diubah baik disengaja maupun
tidak. Proses analisis yang dilakukan oleh Microsoft Excel meliputi identifikasi
miskonsepsi per butir soal, per siswa, per indikator, dan secara keseluruhan.
Peneliti juga menambahkan hasil analisis berupa persentase siswa yang paham
konsep dan siswa yang tidak paham konsep (eror). Tujuannya adalah agar guru
mengetahui sejauh mana pemahaman konsep siswa, sehingga guru dapat
menentukan remediasi pembelajaran yang cocok untuk siswanya.
Penggunaan Google Formulir dikalangan guru untuk membuat instrumen
tes diagnostik miskonsepsi belum begitu familiar. Oleh karena itu, peneliti
membuat petunjuk penggunaan untuk membantu guru dalam menggunakan
instrumen digital four-tier test ini. Petunjuk penggunaannya berisi penjelasan
instrumen four-tier test, prasyarat yang dibutuhkan untuk menggunakan
instrumen, serta cara penggunaannya. Instrumen digital four-tier test beserta
analisisnya yang sudah siap dan telah diperiksa oleh dosen pembimbing akan diuji
cobakan kepada siswa kelas XI untuk diuji keefektifan dan kepraktisannya.
3. Tahap Evaluasi Sumatif (Summative Evaluation)
Pada tahap ini prototipe instrumen digital four-tier test di evaluasi
keefektifan dan kepraktisannya. Keefektifan produk dapat diperoleh dengan
menggunakan angket respon siswa. Angket respon ini diberikan kepada siswa
menggunakan Google Formulir. Angket respon siswa dapat diakses melalui link
yang tersedia pada pernyataan konfirmasi ketika siswa berhasil mengirim
jawabannya.
Uji kepraktisan produk diperoleh melalui wawancara kepada guru terkait
instrumen digital four-tier test. Uji kepraktisan ini bertujuan untuk mengetahui
apakah instrumen digital four-tier test mudah digunakan, apakah analisisnya
sudah tepat, dan apakah semua guru dapat menggunakan instrumen digital four-
tier test. Selanjutnya data angket respon siswa dan hasil wawancara guru akan
diolah untuk dianalisis kepraktisan dan keefektifan dari instrumen digital four-tier
test.
4. Refleksi Sistematik dan Dokumentasi (Systematic Reflection and
Documentation)
Tahap refleksi sistematik dan dokumentasi merupakan tahap akhir dari
prosedur pengembangan ini. Tahap ini meliputi penggambaran seluruh materi
pelajaran untuk menunjang analisis terdahulu, diikuti oleh spesifikasi prinsip-
prinsip desain dan artikulasi hubungannya dengan kerangka berpikir yang sudah
ditetapkan.8
C. Desain Uji Coba
Berdasarkan pengertian dan sifat-sifat miskonsepsi, walaupun jarak waktu
antara tes identifikasi miskonsepsi dengan pembelajaran mengenai gelombang
cahaya cukup lama, miskonsepsi siwa muncul atau hilang tidak disebabkan oleh
waktu, melainkan karena faktor epistemologi, psikologis, dan pedagogik.9 Oleh
8 Jan Van De Akker, et.al., op. cit., h. 154.
9 Mehmet Suat Bal, Misconceptions of High School Students Related to The Conception of
Absolutism and Constitutionalism in History Course (Educational Research and Reviews Vol.
6(3), Maret 2011), h. 285.
karena itu, peneliti tidak melakukan kegiatan pembelajaran terlebih dahulu kepada
siswa, yang terpenting siswa sudah mempelajari materi gelombang cahaya
sebelum dilakukan tes tersebut.
Peneliti memberikan informasi mengenai materi yang akan diuji cobakan
kepada siswa sekitar seminggu sebelum tes dilaksanakan. Tujuannya adalah agar
siswa mempelajari kembali materi yang akan diuji cobakan, sehingga hasil yang
diperoleh sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Penelitian ini dilaksanakan
pada semester genap tahun ajaran 2019-2020 antara bulan Februari sampai bulan
Juni.
D. Subjek Uji Coba
Subjek uji coba pada penelitian ini adalah siswa kelas XI dari empat
SMAN di Depok, Jawa Barat. Secara terperinci subjek uji coba digunakan pada
penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Subjek Uji Coba Four-Tier Test Pilihan Ganda
Sampel pada uji coba four-tier test pilihan ganda sebanyak 30 siswa kelas
XI SMA Negeri 6 Depok. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada masing-masing individu yang
dilakukan dengan melihat beberapa aspek tinjauan yang dapat mendukung
penelitian.
2. Subjek Uji Coba Four-Tier Test Digital
Sampel pada uji coba four-tier test digital ini melibatkan dua kelas dari
dua sekolah yang berbeda, yaitu SMA Negeri 5 Depok dan SMA Negeri 10
Depok. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada subjek uji coba ini
adalah cluster sampling.
3. Subjek Respon Siswa Terhadap Four-Tier Test Digital
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada subjek respon siswa
terhadap four-tier test digital ini sama seperti saat uji coba four-tier test digital
yaitu cluster sampling. Hal itu disebabkan karena angket respon siswa diberikan
ketika siswa telah selesai mengerjakan four-tier test digital.
4. Subjek Repon Guru Terhadap Four-Tier Test Digital
Sampel yang digunakan pada subjek respon guru ini melibatkan empat
orang guru fisika dari beberapa SMAN di Depok. Teknik pengambilan sampel
yaitu dengan cara mewawancarai guru mengenai kepraktisan penggunaan four-
tier test digital ini.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur yang digunakan dalam
penelitian, atau alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
sosial yang diamati.10
Pada penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan
bertujuan untuk melihat kriteria kevalidan atau keefektifan dan kepraktisan dari
instrumen digital four-tier test. Secara rinci instrumen penelitian yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Pedoman Wawancara
Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk
mendapatkan jawaban dari responden dengan cara tanya-jawab.11
Pedoman
wawancara yang digunakan dibuat secara terstruktur menggunakan pertanyaan
terbuka. Pedoman wawancara ini berisikan pertanyaan-pertanyaan tertulis dan
alternatif jawabannya pun telah disiapkan.12
Dalam penelitian ini, pedoman
wawancara digunakan sebayak dua kali. Pertama digunakan ketika studi
pendahuluan wawancara ke guru pada beberapa sekolah. Tujuannya untuk
mendapatkan data awal dari guru tentang instrumen diagnostik yang digunakan
dalam pembelajaran fisika serta agar mengetahui pada konsep mana siswa banyak
mengalami miskonsepsi.
Tabel 3. 1 Pedoman Wawancara Pendahuluan Guru
No Pertanyaan
Kurikulum
10
Sugiyono, op. cit., h. 148. 11
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h.
44. 12
Sugiyono, op. cit., h. 195.
1 Kurikulum apa yang diterapkan di sekolah ini? Sejak kapan kurikulum
tersebut berlaku?
2 Menurut Ibu apakah kurikulum tersebut sudah diterapkan sepenuhnya
dalam proses pembelajaran? Misalnya dalam metode pembelajaran,
kompetensi dasar yang harus dicapai, dsb.
3 Berapakah nilai minimal standar kelulusan (KKM) fisika di kelas XI?
4 Metode pembelajaran apa yang digunakan Ibu dalam pembelajaran fisika?
5 Sumber bahan ajar (buku) apa yang digunakan Ibu dalam pembelajaran
fisika?
Konten
6 Apakah rata-rata hasil belajar fisika siswa sudah mencapai kriteria
ketuntasan minimum?
7 Apakah pernah Ibu mengecek atau memastikan tidak terjadi miskonsepsi
pada siswa?
8 Bagaimana Ibu mengecek atau memastikan miskonsepsi pada siswa?
9 Pada konsep apa saja siswa sering mengalami miskonsepsi? (sebutkan 3)
10 Apa faktor penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa?
11 Upaya dalam mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa?
Evaluasi
12 Bagaimana cara Ibu dalam memberikan evaluasi kepada siswa?
13 Jenis instrumen evaluasi apa yang sering digunakan oleh Ibu dalam proses
pembelajaran fisika?
14 Apakah evaluasi pemahaman siswa menggunakan tes diagnostik
miskonsepsi siswa pernah dilakukan?
Pedoman wawancara yang kedua digunakan untuk memperoleh respon
dari guru mengenai kepraktisan instrumen four-tier test digital yang
dikembangkan. Berikut pedoman wawancara yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
Tabel 3. 2 Pedoman Wawancara Respon Guru
No Pertanyaan
1 Apakah instrumen digital four-tier test ini mudah digunakan dalam evaluasi
pembelajaran di kelas?
2 Apakah analisis dari instrumen digital four-tier test ini sudah cukup
mempresentasikan miskonsepsi siswa di kelas?
3 Apakah instrumen digital four-tier test dibutuhkan dalam evaluasi
pembelajaran?
4 Apakah Bapak/Ibu berkenan untuk menggunakan instrumen digital four-tier
test ini sebagai alat evaluasi di kelas?
2. Daftar Ceklis Kualitas Pilihan Ganda
Daftar ceklis digunakan untuk melihat kualitas soal two-tier test dan
sebagai pedoman untuk perbaikan instrumen. Daftar ceklis ini akan diisi oleh
dosen dan guru fisika. Peneliti mengadopsi dan mengadaptasi daftar ceklis
kualitas soal berdasarkan panduan penulisan soal pilihan ganda Depdiknas.
Adapun kisi-kisi kualitas soal dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3. 3 Kisi-kisi Kualitas Soal
No Aspek Yang Ditelaah
A Materi
1 Soal sesuai dengan indikator
2 Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, kontinuitas,
keterpakaian sehari-hari tinggi)
3 Pilihan jawaban homogen dan logis
4 Hanya ada satu kunci jawaban
B Konstruksi
5 Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas dan tegas
6 Soal yang disusun sesuai dengan miskonsepsi yang akan dideteksi
7 Soal tidak menimbulkan miskonsepsi baru
8 Pokok soal bebas dari pertanyaan yang bersifat negatif ganda
9 Soal tidak memberikan petunjuk ke arah jawaban benar
10 Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi
11 Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan
besar kecilnya angka atau kronologinya
12 Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya
C Bahasa/Budaya
13 Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia
14 Menggunakan bahasa yang komunikatif
15 Tidak menggunakan bahasa yang setempat/tabu
16 Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali
menggunakan satu kesatuan pengertian
3. Angket Judgement Ahli
Angket Judgement ahli digunakan untuk memvalidasi instrumen tes digital
yang dibuat serta memvalidasi tampilan instrumen digital. Angket penilaian ini
ditujukan kepada dosen ahli dan guru mata pelajaran fisika SMA. Angket ini akan
menentukan apakah instrumen tes digital yang dibuat sudah layak digunakan
tanpa revisi, dengan revisi atau tidak layak digunakan karena masih banyak
kekurangannya. Angket Judgement ahli ini berupa tabel yang berisikan butir soal,
kolom valid, tidak valid, dan catatan. Kolom catatan diisi apabila dosen atau guru
fisika merasa ada yang harus diperbaiki atau ditambahkan pada butir soal. Angket
judgement ahli dapat dilihat pada lampiran 9.
4. Angket Respon Siswa
Angket respon siswa ini digunakan sebagai alat untuk mengetahui
tanggapan siswa terhadap instrumen digital four-tier test yang sudah diuji
cobakan. Angket respon siswa ini menggunakan skala Likert yang mengukur
pendapat atau persepsi seseorang tentang fenomena sosial (variabel penelitian).13
Dalam skala Likert ini variabel yang akan diukur dijadikan sebagai indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk
13
Sugiyono, op. cit., h. 134.
menyusun beberapa pernyataan yang berkaitan dengan instrumen digital four-tier
test. Adapun kisi-kisi angket respon siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3. 4 Angket Respon Siswa
Variabel Indikator Variabel Nomor Butir
Positif Negatif
Desain Instrumen
Digital
a. Perpaduan warna pada desain tema
google formulir tidak mengganggu
siswa dalam mengerjakan soal.
- 4
b. Gambar pada instrumen digital dapat
berfungsi dengan baik dalam
pemberian informasi pada soal.
2 -
Konstruksi
Bahasa
a. Bahasa yang digunakan dalam
instrumen digital mudah dipahami
siswa.
1 3
Aplikasi
Instrumen Digital
a. Kemudahan dalam mengoperasikan
aplikasi Google Formulir. - 5
b. Penggunaan Google Formulir membuat
siswa tertarik untuk mengerjakan soal 6 -
Skala Likert memiliki jawaban gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif. Angket respon siswa ini terdiri dari lima gradasi jawaban untuk setiap
butir pernyataan. Lima gradasi jawabannya itu adalah sangat setuju, setuju, tidak
yakin, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Angket respon siswa ini dibuat dan
diberikan kepada siswa melalui Google Formulir.
F. Uji Coba Produk
Terdapat dua tahapan uji coba produk dalam mengembangkan instrumen
digital four-tier test. Pertama yaitu uji coba sebelum four-tier test, uji coba ini
dilakukan ketika instrumen masih dalam bentuk two-tier test. Kedua uji coba
setelah four-tier test, uji coba ini dilakukan ketika instrumen telah berbentuk four-
tier test baik dalam format digital maupun non digital.
Peneliti mengembangkan instrumen harus sesuai dengan konsepsi siswa.
Oleh karena itu, peneliti membuat uji coba two-tier test dengan jawaban terbuka
yang akan diuji cobakan pada dua sampel kelas dari sekolah yang berbeda.
Tujuannya untuk menemukan lebih banyak konsepsi siswa. Uji coba two-tier test
dengan jawaban terbuka ini dilakukan dengan tes tertulis.
Uji coba setelah four-tier test dilakukan sebanyak dua kali. Uji coba
pertama dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen soal yang
yang dibuat. Instrumen yang digunakan untuk uji coba pertama berupa four-tier
test pilihan ganda dalam bentuk kertas. Uji coba kedua dilakukan untuk
mengetahui kepraktisan instrumen digital four-tier test yang dibuat menggunakan
Google Formulir.
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian pengembangan, produk yang dikembangkan harus
memenuhi uji efektifitas dan praktikabilitas instrumen tes digital. Produk yang
dikembangkan peneliti berupa instrumen tes diagnostik. Suatu instrumen tes dapat
dikatakan efektif bila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Dan sebuah instrumen dikatakan praktis bila mudah mengadministrasikannya.14
Untuk mengecek efektifitas dan praktikabilitas instrumen digital four-tier
test, peneliti melakukan lima kali pengambilan data, yaitu two-tier test uraian,
wawancara alasan siswa, angket judgement ahli, daftar ceklis kualitas pilihan
ganda, uji coba four-tier test, angket siswa dan wawancara guru. Hasil two-tier
test uraian, wawancara alasan siswa, kualitas pilihan ganda, dan wawancara guru
merupakan data kualitatif. Sedangkan angket judgement ahli, hasil skor four-tier
test dan angket siswa akan diolah secara kuantitatif.
Hasil four-tier test yang diperoleh pada uji coba pertama akan digunakan
untuk menguji validitas, validitas item, reliabilitas, dan analisis butir soal pada
14
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.
77.
four-tier test. Dalam menganalisis hasil four-tier test, dibutuhkan sistem penilaian
yang berbeda. Jika jawaban siswa pada soal tingkat pertama benar dan jawaban
alasan yang diberikan siswa pada tingkat ketiga pun benar, maka nilai untuk
tingkat pertama dan ketiga tersebut bernilai 1. Jika salah satu atau kedua jawaban
dari tingkat pertama dan ketiga salah, maka nilainya 0. Untuk penilaian pada
tingkat kedua dan keempat, jika siswa memilih yakin atas jawabannya dari tingkat
kedua dan keempat tersebut maka nilainya 1. Sedangkan jika siswa memilih
jawaban tidak yakin diantara salah satu atau kedua tingkat (tingkat kedua dan
keempat), maka nilainya 0. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5 di
bawah ini:
Tabel 3. 5 Penskoran
Penskoran Tingkat Pertama dan
Ketiga
Tingkat
Pertama
Tingkat
Ketiga Skor
Benar Benar 1
Salah Benar 0
Benar Salah 0
Salah Salah 0
Penskoran Tingkat Keyakinan
Tingkat
Kedua
Tingkat
Keempat Skor
Yakin Yakin 1
Tidak Yakin Yakin 0
Yakin Tidak Yakin 0
Tidak Yakin Tidak Yakin 0
1. Validitas Instrumen
Butir soal yang telah dikembangkan kemudian diuji validitasnya. Validitas
merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang hendak diukur.15
Validitas dibagi menjadi tiga macam, yaitu
validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria.16
Validitas yang ditujukan
pada instrumen four-tier test ini terdiri dari validitas isi dan validitas konstruk.
Karena peneliti tidak menemukan instrumen yang dapat dijadikan sebagai
15
Arikunto, 2012, h. 80. 16
Malcolm L. Van Blerkom, Measurement and Statistic for Teachers, (New York:
Routledge, 2008), h. 57.
acuan/kriteria untuk melakukan validitas kriteria. Validitas isi dan konstruk juga
sudah cukup untuk mengetahui apakah instrumen four-tier test sudah valid dan
dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa.
a. Validitas Isi
Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas isi jika dapat mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan.17
Instrumen akan divalidasi oleh lima orang ahli, yaitu terdiri dari tiga
dosen dan dua guru senior. Validitas isi yang dilakukan merupakan validitas logis,
karena instrumen yang memenuhi ketentuan valid didasarkan oleh hasil
penalaran/judgement.18
Judgement para ahli akan diolah secara kuantitatif menggunakan Content
Validity Ratio (CVR).19
CVR merupakan sebuah pendekatan validitas isi untuk
mengetahui kesesuaian item dengan yang diukur berdasarkan judgement ahli.
Pemberian skor untuk butir yang dikatakan sesuai atau essentiali adalah 1.
Sedangkan skor untuk butir yang tidak sesuai atau not essentiali bernilai 0.
Setelah semua item mendapatkan skor, kemudian data tersebut diolah. Berikut ini
rumus yang digunakan Lawshe untuk menghitung nilai CVR:20
𝐶𝑉𝑅 = 𝑛𝑒 −
𝑁2
𝑁2
Dengan:
𝑛𝑒 : Jumlah responden yang menyatakan sesuai atau essential
𝑁 : Total respon
Ketentuan
1) Ketika kurang dari ½ total respon yang menyatakan essential maka nilai CVR
= -
2) Ketika ½ dari total respon yang menyatakan essential maka nilai CVR = 0
3) Ketika seluruh responden mengatakan essential maka nilai CVR = 1
17
Arikunto, Op. cit., h. 82. 18
Arikunto, Op.cit., h. 80. 19
Lawshe, A Quantitative Approach to Content Validity, Personal Psychology, 1975, 28, h.
563. 20
Ibid., h. 567.
Nilai CVR merupakan nilai statistic per butir soal. Nilai ini berguna untuk
menentukan tindak lanjut apakah butir soal tersebut akan digunakan atau tidak
digunakan. Butir soal yang digunakan harus memiliki nilai CVR yang lebih besar
dari nilai CVR minimal. Dan sebaliknya butir soal yang tidak digunakan berarti
memiliki nilai CVR yang lebih kecil dari nilai CVR minimal. Nilai CVR minimal
dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini:21
Tabel 3. 6 Nilai Minimum CVR, α = 0,05
Jumlah Responden Nilai Minimal
5 0,99
6 0,99
7 0,99
8 0,75
9 0,78
10 0,62
Setelah butir soal yang teridentifikasi valid, selanjutnya mencari nilai
Conten Validity Index (CVI). Secara sederhana CVI merupakan rata-rata dari nilai
CVR.22
𝐶𝑉𝐼 = ∑ 𝐶𝑉𝑅
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙
b. Validitas Konstruksi
Validitas konstruksi adalah derajat yang memeriksa pengukuran intangible
(sesuatu yang tidak bisa diraba), secara kuantitatif seperti depresi, kebahagiaan,
kepemimpinan, dan perlambatan mental.23
Validitas konstruksi dapat diuji melalui
korelasi antara konstruksi psikologis yang diukur dengan banyaknya pengukuran
lain yang didapat, secara teoritikal menunjukkan apakah terdapat hubungan atau
21
Ibid., h. 568. 22
Ibid. 23
Yasin Kutluay, “Ddiagnosis of Eleventh Grade Students’ Misconceptions about
Geometric Optic by Three-tier Test”. Published Thesis Master in Middle East Ttechnical
University, Ankara, 2005, h. 38.
tidak.24
Mengacu pada penelitian yang dilakukan Kutluay, untuk menguji validitas
konstruksi three-tier test secara kuantitatif digunakan korelasi antara nilai dua
tingkat pertama dan tingkat keyakinan siswa.25
Peneliti melakukan pengembangan
pada instrumen four-tier test, uji validitas konstruksi four-tier test ini digunakan
korelasi antara nilai atau skor tingkat pertama dan ketiga dengan tingkat
keyakinan siswa (tingkat kedua dan keempat). Uji ini disebut validitas konstruk
karena mengkorelasikan tingkat keyakinan siswa yang merupakan konstruksi
psikologi.26
Diharapkan siswa dengan nilai skor tinggi akan yakin dengan
kebenaran jawabannya. Hal ini menandakan mereka paham dengan apa yang
mereka baca atau mereka kerjakan pada saat uji coba instrumen four-tier test.
Kedua variabel yang dikorelasikan merupakan data kontinu, yaitu total
skor tingkat pertama dan ketiga dengan total skor tingkat keyakinan siswa (tingkat
kedua dan keempat). Untuk menghitung korelasi data kontinu teknik korelasi
yang digunakan adalah product moment.27
Rumus product moment yang
digunakan adalah korelasi product moment dengan angka kasar.28
Berikut
formulasi yang digunakan:
𝑟𝑥𝑦 =𝑁 ∙ (∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋) ∙ (∑ 𝑌)
√{𝑁 ∙ (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋)2} ∙ {𝑁 ∙ (∑ 𝑌2) − (∑ 𝑌)2}
Dengan :
𝑟𝑥𝑦 : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dan variabel yang
dikorelasikan
X : Skor tiap butir soal
Y : Skor total tiap butir soal
N : Jumlah siswa
24
Drew W. dan Robert R, Quantifying Construct Validity: Two Simple Measures (Journal
Personality and Social Psychology, vol. 84, no. 3, 2003), h. 608. 25
Kutluay, Op.cit., h. 56. 26
Kutluay, Op.cit., h. 76. 27
Annas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2018), h. 190. 28
Arikunto, Op. cit., h. 85.
Terdapat dua cara untuk memberikan interpretasi terhadap angka indeks
korelasi “r” product moment. Cara pertama dapat menggunakan interpretasi secara
sederhana dan cara kedua membandingkan indeks r yang didapat dalam
perhitungan dengan tabel r.29
Cara kedua dipandang lebih teliti jika dibandingkan
interpretasi secara sederhana.30
Maka peneliti menggunakan cara yang kedua
untuk menafsirkan hasil korelasi.
Jika indeks korelasi hitung sama dengan atau lebih besar dari indeks
korelasi (dengan N tertentu) pada tabel harga kritik r product moment, maka butir
soal dikatakan berkorelasi atau dinyatakan valid.31
Jika sebaliknya, maka butir
soal dikatakan tidak valid. Butir soal yang valid menunjukkan bahwa siswa
memiliki skor yang tinggi pada tingkat pertama dan ketiga serta yakin dengan
jawabannya. Begitupun siswa yang memiliki skor rendah pada tingkat pertama
dan ketiga serta tidak yakin dengan jawabannya.
2. Validitas Butir Soal
Validitas butir soal bertujuan agar peneliti mengetahui pengaruh dari
setiap butir soal terhadap kevalidan suatu instrumen. Sehingga dapat dideteksi
butir soal manakah yang menyebabkan baik atau buruknya validitas instrumen
secara keseluruhan. Validitas butir soal akan terpenuhi apabila butir soal tersebut
memiliki dukungan besar terhadap skor total. Dengan kata lain skor pada butir
soal menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Korelasi dibutuhkan
untuk menguji hal tersebut.
Teknik korelasi yang digunakan bergantung pada penskoran butir soal.
Untuk instrumen soal four-tier test karena data skor butir soal berupa diskrit
(bernilai 1 jika pada tingkat pertama dan ketiga benar, namun bernilai 0 jika salah
satu atau keduanya salah) dan skor total berupa kontinu, maka teknik yang
29
Sudijono, h. 192. 30
Sudijono, h. 194. 31
Sudijono, h. 195.
digunakan adalah point biseral.32
Adapun point biseral memiliki formula sebagai
berikut:33
𝛾𝑝𝑏𝑖 =𝑀𝑝 − 𝑀𝑡
𝑆𝑡 √
𝑝
𝑞
Keterangan:
𝛾𝑝𝑏𝑖 = koefisien korelasi point biseral
𝑀𝑝 = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang
dicarivaliditasnya
𝑀𝑡 = rerata skor total
𝑆𝑡 = standar deviasi dari skor total proporsi
𝑝 = proporsi siswa yang menjawab benar (𝑝 =𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎)
𝑞 = proporsi siswa yang menjawab salah (𝑞 = 1 − 𝑝)
Setelah koefisien korelasi didapatkan, selanjutnya membandingkan 𝛾𝑝𝑏𝑖
dengan tabel r. Jika 𝛾𝑝𝑏𝑖 yang diperoleh dalam perhitungan ternyata sama dengan
atau lebih besar dari 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka dapat diambil kesimpulan bahwa butir soal yang
sedang diujikan itu valid.34
3. Analisis Butir Soal
Instrumen four-tier test merupakan salah satu jenis tes diagnostik, maka
dalam menginterpretasikan skor siswa instrumen tes ini mengacu pada criterion-
referenced interpretation.35
Criterion-referenced interpretation merupakan
interpretasi skor siswa dengan membandingkan skor siswa terhadap suatu standar
yang telah ditetapkan.36
Dalam hal ini standar yang telah ditetapkan mengarah ke
kriteria ketuntasan minimum.
32
Annas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2018), h. 257-
258. 33
Arikunto, op. cit., h. 93. 34
Sudijono, op. cit., h. 259. 35
Malcolm L. Van Blerkom, Measurement and Statistics for Teachers, (New York:
Routledge, 2008), h. 23. 36
Blerkom, op. cit., h. 20.
Analisis butir soal terdiri dari taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola
jawaban soal.37
Namun pada instrumen penelitian ini analisis butir soal yang
dilakukan hanya taraf kesukaran butir soal dan daya pembeda saja, pola jawaban
soal tidak dianalisis pada instrumen ini karena pilihan jawaban yang digunakan
pada four-tier test itu berdasarkan jawaban siswa pada instrumen two-tier test
sebelumnya. Dengan demikian, pola jawaban siswa tidak perlu diujikan kembali.
Pada dasarnya analisis butir soal juga tidak terlalu berpengaruh pada efektifitas
dari instrumen tes diagnostik ini, namun peneliti tetap menggunakan agar dapat
terlihat jelas karakteristik dari instrumen tes yang dikembangkan.
a. Taraf Kesukaran
Soal yang baik merupakan soal yang tidak terlalu sukar dan juga tidak
terlalu mudah dalam proses penyelesaiannya. Soal yang terlalu sukar akan
menimbulkan rasa putus asa dalam diri siswa bahkan bisa menghilangkan
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauan pemahaman siswa.
Sebaliknya soal yang terlalu mudah itu tidak dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa untuk memecahkan masalah. Untuk menunjukkan sukar atau
mudahnya soal, maka diperlukan taraf kesukaran soal. Taraf kesukaran soal
merupakan proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal
tersebut. Taraf kesukaran dapat dinyatakan dengan rumus:38
𝑃 =𝐵
𝐽𝑆
Keterangan:
𝑃 = indeks/taraf kesukaran soal
𝐵 = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
𝐽𝑆 = jumlah selurus siswa peserta tes
Arti dari nilai indeks kesukaran soal (𝑃) dapat diketahui dengan cara
membandingkan nilai tersebut dengan ketentuan yang sering diikuti. Berikut
klasifikasi indeks kesukaran di bawah ini:39
37
Arikunto, op. cit., h. 222. 38
Ibid., h. 223. 39
Ibid., h. 225.
Tabel 3. 7 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi Tingkat Kesukaran
0,71-1,00 Mudah
0,31-0,70 Sedang
0,00-0,30 Sukar
Jika semua skor siswa rendah yang diakibatkan karena soal terlalu sulit,
maka kita akan sulit melihat perbedaan antara kemampuan pemahaman siswa
yang baik dan kurang. Begitu juga apabila semua skor siswa tinggi yang
diakibatkan karena soal terlalu mudah. Oleh karena itu, tingkat kesukaran sangat
berpengaruh apabila menggunakan norm-referenced interpretation (interpretasi
dengan membandingkan skor yang diperoleh siswa dengan skor dari norm grup).
Tetapi apabila mengacu pada criterion-referenced interpretation indeks kesukaran
disini tidak berpengaruh. Hal itu disebabkan karena walaupun standar deviasi
yang dihasilkan oleh skor soal mudah dan skor soal sulit sangat kecil, interpretasi
ini tidak membutuhkan perbedaan kemampuan diantara siswa.40
Kesimpulannya,
yang menjadi acuan ialah setiap siswa sudah memenuhi kriteria tertentu atau
belum.
b. Daya Pembeda
Daya pembeda suatu butir soal merupakan kemampuan butir soal untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah.41
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda
disebut indeks diskriminasi, ditulis dengan simbol 𝐷. Daya pembeda ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:42
𝐷 =𝐵𝐴
𝐽𝐴=
𝐵𝐵
𝐽𝐵= 𝑃𝐴 − 𝑃𝐴
Keterangan:
𝐷 = indeks daya pembeda
40
Blerkom, op. cit., h. 24. 41
Arikunto, op. cit., h. 226 42
Ibid., h. 228.
𝐽𝐴 = jumlah peserta kelompok atas
𝐽𝐵 = jumlah peserta kelompok bawah
𝐵𝐴 = jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
𝐵𝐵 = jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
𝑃𝐴 = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
𝑃𝐵 = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Daya pembeda yang diperoleh pada perhitungan dapat ditentukan klasifikasinya
melalui tabel interpretasi daya pembeda. Berikut tabel interpretasi daya pembeda
di bawah ini:
Tabel 3. 8 Interpretasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi
Nilai negatif Buruk (Drop)
0,00 - 0,20 Jelek (Poor)
0,21 - 0,40 Cukup (Satisfactory)
0,41 – 0,70 Baik (Good)
0,71 – 1,00 Baik Sekali (Excellent)
Apabila mengacu pada norm-referenced interpretation nilai indeks
diskriminasi sangat penting. Karena norm-referenced interpretation mengolah
skor siswa dengan membandingkan nilai siswa tersebut dengan kelompoknya.43
Maka hasil dari instrumen soal harus dapat membedakan mana siswa yang pintar
dan kurang terhadap kemampuan berpikir di kelas.
Nilai indeks diskriminasi tidak terlalu berpengaruh pada tes yang mengacu
pada criterion-referenced interpretation. Karena tidak bertujuan untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah, tetapi bertujuan untuk
melihat sejauh mana siswa memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan.
43
Blerkom, op. cit., h. 19.
4. Reliabilitas
Instrumen yang reliabel merupakan instrumen yang apabila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang
sama.44
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabilitas
internal. Reliabilitas internal ini dilakukan dengan cara mencobakan instrumen
sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu.45
Peneliti menggunakan teknik K-R. 20 untuk menguji reliabilitas instrumen
four-tier test. Karena dengan teknik ini hasil yang didapatkan akan sama
walaupun distribusi soal diubah, tidak seperti teknik belah dua yang sangat
bergantung dengan distribusi butir soal. Dan jika dibandingkan dengan K-R. 21
hasil reliabilitas K-R. 20 yang didapat lebih besar, tetapi tahapannya lebih rumit.46
Adapun rumusnya sebagai berikut:
𝑟1 = (𝑛
𝑛 − 1) (
𝑆2 − ∑ 𝑝𝑞
𝑆2)
Dengan:
𝑟1 = Reliabilitas tes secara keseluruhan (koefisian reliabilitas Kuder-
Richardson)
𝑝 = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
𝑞 = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (𝑞 = 1 − 𝑝)
∑ 𝑝𝑞 = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
𝑛 = Banyaknya item
𝑆 = Standar deviasi dari tes
Koefisien korelasi yang diperoleh hanya mengetahui tinggi-rendahnya
koefisien tersebut. Untuk penafsiran indeks reliabilitas instrumen dilakukan
dengan membandingkan indeks reliabilitas (𝑟𝑥𝑦) hasil hitung terhadap indeks
korelasi pada tabel harga kritik r product moment.47
Jika indeks reliabilitas hitung
lebih besar dari indeks korelasi (dengan N tertentu) pada tabel harga kritik r
44
Sugiyono, op. cit., h. 173. 45
Ibid., h. 185. 46
Arikunto, op. cit., h. 117. 47
Ibid., h. 125.
product moment, maka instrumen dikatakan reliabel. Jika sebaliknya, maka
instrumen dikatakan tidak reliabel.
Menurut Marx ada beberapa faktor yang mempengaruhi reliabilitas seperti
kecepatan dalam mengerjakan instrumen tes, panjang tes, tingkat kesukaran butir
soal, banyaknya pilihan yang disediakan pada butir soal, subjektifitas dalam
penskoran, dan homogenitas group.48
5. Praktikabilitas (Practicability)
Suatu instrumen tes dapat dikatakan memiliki nilai praktikabilitas yang
tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis atau mudah dalam
pengadministrasiannya.49
Kepraktisan ini dapat dilihat apabila dari segi
administrasi dan implementasi instrumen digital lancar serta tidak ada masalah.50
Menurut Arikunto tes dinilai sebagai tes yang praktis apabila:51
a. Tes mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan
menyulitkan siswa, serta memberikan kebebasan pada siswa untuk
mengerjakan bagian yang dianggap mudah terlebih dahulu.
b. Mudah dalam pemeriksaannya, maksudnya ialah tes yang dilengkapi dengan
kunci jawaban serta pedoman penskorannya.
c. Instrumen tes dilengkapi dengan petunjuk penggunaan yang jelas, sehingga
memudahkan orang lain dalam menggunakannya.
Praktikabilitas instrumen digital four-tier test akan diujikan melalui angket
siswa, observasi dan wawancara guru. Setelah itu, hasilnya akan diolah menjadi
data kualitatif.
6. Kualitas Instrumen Two-Tier Test Pilihan Ganda
Kualitas instrumen two-tier test dapat dicek untuk membantu ahli dalam
memberikan judgement serta juga bisa digunakan oleh peneliti sebagai acuan
48
Kutluay, op. cit., h. 39. 49
Arikunto, op. cit., h. 77. 50
Christina Keing, et.al., Summative eAssessments: Piloting, Acceptability, Practically,
and Effectiveness, Proceeding of the 19th
Annual World Conference on Educational Multimedia,
Hypermedia & Telecommunications, Canada, 25-29 June 2007, h. 488. 51
Arikunto, loc. cit.
revisi selain catatan yang diberikan oleh ahli. Daftar ceklis yang sudah diisi oleh
ahli akan dihitung rata-rata per butir soal dan rata-rata keseluruhan pada setiap
soal. Tujuannya adalah untuk mengetahui soal mana yang memiliki kualitas
terbagus dan terburuk pada instrumen two-tier test pilihan ganda.
Perhitungan rata-rata diawali dengan memberikan nilai 1 jika memenuhi
dan 0 jika tidak memenuhi pada setiap indikator. Nilai maksimal dari setiap
indikator adalah 5, hal itu dikarenakan jumlah ahli yang mengecek kualitas juga
berjumlah 5 orang.
7. Respon Siswa
Untuk mengolah data angket respon siswa, sebelumnya respon siswa
diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk data kuantitatif. Agar bisa diubah dalam
bentuk data kuantitatif, maka jawaban respon siswa akan diberi skor dengan
kriteria sebagai berikut:
Tabel 3. 9 Penskoran Jawaban Angket Respon Siswa
Jawaban Siswa Skor
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sangat Setuju 5 1
Setuju 4 2
Tidak Yakin 3 3
Tidak Setuju 2 4
Sangat Tidak Setuju 1 5
Angket respon siswa ini akan diolah dengan dua cara, pertama menghitung
persentase alternatif jawaban setiap pernyataan dan kedua menghitung rata-rata
jawaban berdasarkan skor setiap jawaban dari siswa atau responden.52
Tujuannya
adalah untuk mengetahui tanggapan siswa pada tiap indikator dan tanggapan
siswa secara keseluruhan mengenai instrumen digital four-tier test ini.
52
Sugiyono, op. cit., h. 136.
Persentase per indikator akan disajikan dalam bentuk grafik untuk setiap
nomor soal. Untuk perhitungan persentase jawaban setiap pernyataan dapat
dihitung menggunakan rumus:
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) =∑ 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑎𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛
∑ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Rata-rata jawaban siswa dihitung dengan menggunakan rumus mean.
Selain dengan rata-rata, interpretasi dari jawaban seluruh siswa pun dapat
disajikan dalam bentuk garis bilangan untuk total skor jawaban siswa.53
Melalui
garis bilangan ini dapat dilihat kategori respon dari total respon siswa. Dalam
pelaksanaan uji coba dilakukan pada dua kelas dari dua sekolah yang berbeda.
8. Perhitungan Persentase Miskonsepsi
Instrumen four-tier test dapat membedakan jawaban siswa yang
mengalami miskonsepsi dengan tidak paham konsep. Untuk lebih jelas analisis
miskonsepsi dijabarkan pada Tabel 3.10 berikut ini:
Tabel 3. 10 Analisis Miskonsepsi Four-Tier Test
Tingkat
Pertama
Tingkat
Kedua
Tingkat
Ketiga
Tingkat
Keempat Kategori Kode
Benar Yakin Salah Yakin
Miskonsepsi M Benar Tidak Yakin Salah Yakin
Salah Yakin Salah Yakin
Salah Tidak Yakin Salah Yakin
Benar Yakin Benar Tidak Yakin
Tidak
Paham
Konsep
LK
Benar Yakin Salah Tidak Yakin
Benar Tidak Yakin Benar Yakin
Benar Tidak Yakin Benar Tidak Yakin
Benar Tidak Yakin Salah Tidak Yakin
Salah Yakin Benar Tidak Yakin
Salah Yakin Salah Tidak Yakin
Salah Tidak Yakin Benar Tidak Yakin
53
Ibid., h. 137.
Salah Tidak Yakin Salah Tidak Yakin
Salah Yakin Benar Yakin Error Error
Salah Tidak Yakin Benar Yakin
Benar Yakin Benar Yakin Paham Paham
Analisis miskonsepsi ini akan dimasukkan ke dalam formula excel. Untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa yang mengerjakan instrumen digital four-tier
test. Di dalam excel hasil analisis akan dibuat dalam bentuk kode untuk
memudahkan proses perhitungan persentase, dengan kode seperti pada Tabel 3.10.
Persentase miskonsepsi akan dihitung per siswa, per indikator dan dihitung
pula total miskonsepsi yang dialami siswa secara keseluruhan yang mengikuti tes
uji coba instrumen digital four-tier test. Berikut ini perhitungan persentase yang
akan digunakan pada analisis miskonsepsi:
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 (%) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑥 100%
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah four-tier test digital
dengan jumlah soal sebanyak 30 butir soal yang dikembangkan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep gelombang cahaya. Proses
penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengikuti tahapan Van den Akker
yaitu penelitian pendahuluan, tahap prototipe, evaluasi sumatif, dan refleksi
sistematik serta dokumentasi.
Efektifitas dari four-tier test digital didapatkan melalui analisis validitas.
Analisis validitas yang dilakukan adalah validasi isi, validasi konstruk, dan
validasi butir soal. Hasil dari validitas isi yang dianalisis oleh 5 orang ahli
diperoleh 30 butir soal yang valid dengan CVI sebesar 0,92 dari skor maksimal
1,00. Validitas konstruk diperoleh rhitung (0,91) > rtabel (0,361) sehingga dapat
dikatakan bahwa instrumen tersebut valid secara konstruk. Dan melalui validitas
butir soal diketahui bahwa 30 butir soal secara keseluruhan dinyatakan valid.
Dari hasil uji coba diketahui bahwa four-tier test digital yang
dikembangkan ini telah memenuhi syarat praktis. Four-tier test digital dapat
digunakan apabila sarana dan prasarana tersedia dengan baik. Instrumen four-tier
test digital ini cukup mudah dalam penggunaannya, mudah dalam pemeriksaan,
petunjuk penggunaannya sudah cukup jelas, dan cukup lancar dalam pelaksanaan
tes nya.
Four-tier test digital ini diterima baik oleh guru dan siswa. Dari hasil
wawancara guru (4 orang responden), menerima dengan baik dan berminat untuk
menggunakan instrumen digital ini. Sebanyak 64,29% siswa tertarik dan
merespon positif terhadap penggunaan four-tier test digital.
B. Saran Pemanfaatan dan Diseminasi
1. Saran Pemanfaatan
Four-tier test digital dapat dimanfaatkan oleh guru maupun peneliti lain,
dengan kegunaan sebagai berikut:
a. Guru dapat menggunakan instrumen digital ini sebagai instrumen tes
diagnostik untuk mengecek pemahaman siswa pada konsep gelombang
cahaya.
b. Guru maupun peneliti lain dapat menggunakan instrumen digital ini sebagai
instrumen pretest sebelum memulai pembelajaran, ataupun posttest sebagai
bahan dalam melakukan remediasi miskonsepsi siswa.
c. Guru maupun peneliti lain dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk
dijadikan sebagai bahan referensi dalam menerapkan model pembelajaran
yang mampu meremediasi miskonsepsi siswa.
d. Peneliti lain dapat menggunakan instrumen digital ini sebagai instrumen
penelitian untuk menganalisis miskonsepsi siswa dengan jumlah sampel yang
lebih banyak.
e. Peneliti lain dapat mengembangkan lebih baik lagi instrumen digital ini.
Karena pada four-tier test digital yang dikembangkan ini masih memiliki
kekurangan.
2. Diseminasi
Diseminasi merupakan proses penyebaran inovasi yang direncanakan,
diarahkan, dan dikelola. Produk four-tier test digital ini akan disebarkan melalui
kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, pelatihan guru dan symposium guru.
Guru dan peneliti lain yang berminat memanfaatkan instrumen digital ini dapat
mengirimkan email kepada peneliti untuk memperoleh instrumen digital.
Selanjutnya peneliti akan mengkolaborasikan Google Formulir (instrumen digital
four-tier test) kepada guru/peneliti lain menggunakan akun Google mereka. Serta
mengirimkan analisis miskonsepsi dan petunjuk penggunaan melalui email. Bila
masih terdapat kesulitan dalam pemanfaatan four-tier test digital dapat
menghubungi peneliti untuk pelatihan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Akker, Jan van den, et al., Educational Design Research. New York: Routledge,
2006.
Anastasia, Pemahaman dan Miskonsepsi Tentang Konsep Gerak dan Gaya pada
Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Titehena, Skripsi, FKIP, Pend. Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2017.
Ani Rusilowati, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika
(SNFPF) Vol. 6, Semarang, 2015.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Bal, Mamet Suat. Misconceptions of High School Students Related to The
Conception of Absolutism and Constitutionalism in History Course.
Educational Research and Reviews, 6 (3). 2011.
Berg, E. V. D. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi, Yogyakarta: Universitas
Kristen Satya Wacana, 1991.
Blerkom, Malcolm L. Van. Measurement and Statistics for Teacher. New York:
Routledge, 2008.
Buzzetto-More, Nicole A. and Ayodele Julius Alade, Best Practices in e-
Assessment, Journal of Information Technology Education. 5. 2006.
Cahyani, Fieska dan Yandri Santoso. Fisika 2. Jakarta: Quadra, 2014.
Caleon, I. S., & Subramaniam, R. Do Stuednt Know What They Know and What
They Don’t Know? Using a Four-tier Diagnostic Test to Assess the Nature
of Students’ Alternative Conceptions. Springer Science, 2009.
Chandrasegaran, A. L., et al. The Developmet of a Two-tier Multiple-Choice
Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Ability to
Describe and Explain Chemical Reaction Using Multiple Level of
Representation. Chemistry Education Research and Practice. 8. 2007.
Dahar, Ratna Wilis. Teori-teori Belajar, Bandung: Erlangga, 1996.
Fariyani, Q., Rusilowati, A., & Sugianto. Pengembangan Four-tier Diagnostic
Test Untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika Siswa SMA Kelas X. Journal
of Innovative Science Education, 2015.
Giancoli, D. C., FISIKA Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2001.
Google Coorperation. “Google Apps for Work”. https://apps.google.com. 12
Desember 2019.
Goris Tatiana dan Michael Dyrenfurt. Student’s Misconception in Science,
Technology, and Engineering, Department of Industry Technology (IT)
Engineering Technology (ECET) Collage of Technology Purdeu University,
2010.
Gurel, Derya Kaltakci Ali Erylmaz & Lilliana Christie McDermott. A Review and
Comparation of Diagnostic Instrument to Identify Students’ Misconception
in Science, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, Vol. 11, 2015.
Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.
Ismail, Ismiara Indah, dkk. Diagnostik Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis
Four-Tier Test. Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran
Sains (SNIPS 2015), 2015.
J.F. Law & Treagust D.F., Diagnostic of Student Understanding of Content
Specific Science Areas Using On-Line Two-Tier Diagnostic Test, Australia:
Curtin University of Technology, 2010.
Kaltakci, D., Development and Application of Four-tier Test to Assess Pre-
Service Physics Teachers’ Misconceptions About Geometrical Optics.
Middle East Technical University: Secondary Science and Mathematics
Education Department, 2012.
Kamajaya, K., & Purnama, W., Buku Siswa Aktif dan Kreatif Belajar Fisika 2
Untuk SMA/MA Kelas XI Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam.
Bandung: Grafindo Media Pratama, 2016.
Kamilah, D. S., & Suwarna, I. P., Pengembangan Three-tier Test Digital untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi pada Konsep Fluida Statis. Edusains, 2016.
Keing, Christina, et al. “Summative eAssessments: Piloting, Acceptability,
Practically and Effectiveness”. Proceeding of the 19th
annual World
Conference on Educational Multimedia, Hypermedia &
Telecommunications. 25-29 June. Canada: ED-MEDIA, 2007.
Kerbs, R. E. Scientific Development and Misconceptions Through The Age: a
reference gude, USA: Greenwood Press, 1999.
Kutluay, Yasin. “Diagnosis of Eleventh Grade Students’ Misconceptions about
Geometric Optic by Three-tier Test” Thesis Master in Middle East
Technical University: 2005.
Lai, Ah-Fur and Deng-jyi Chen. Web-Based Two-tier Diagnostic Test and
remedial Learning Experiment. International Journal of Distance Education
Technologies. 8 (1), 2010.
Lawshe, A Quantitative Approach to Content Validity, Personnel Psychology. 28.
1975.
Mintzes, Joel J, Wandersee, James H, and Novak, Joseph D. Assessing Science
Understanding. California: Elsevier Academic Press, 2005.
Nikolova, Mariyana. Characteristics and Forms of the Electronic Assessment of
the Knowledge. 51. 2012.
Nugroho, Djoko. Fisika. Jakarta: Erlangga, 2009.
Ormrod, Jeanne E. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang, Jakarta: Erlangga, 2009.
Ozmen, Haluk. Some Student Misconceptions in Chemistry: A Literature Review
of Chemical Bonding. Journal of Science Education and Technology, 13
(2), 2004.
Pesman, Haki. Development of A Three-Tier Test to Asses Ninth Grade Students’
Misconceptions About Simple Electric Circuit, Tesis, Middle East Technical
University, 2005.
Purwati, Dwi dan Alifi Nur PN. Pengembangan Media Evaluasi Pembelajaran
Sejarah Berbasis Google Formulir di SMAN 1 Prambanan. Jurnal
Pendidikan dan Ilmu Sejarah Vol. 4, No. 1, 2018.
Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang-Depdiknas, Panduan Penulisan Soal
Pilihan Ganda. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang-Depdiknas,
2007.
Rahardja, Untung, dkk. Pemanfaatan Google Formulir Sebagai Sistem
Pendaftaran Anggota pada Website Aptisi.or.id Journal Ilmiah
SISFOTENIKA Vol. 8, No. 2. 2018.
Rusilowati, Ani. Pengembangan Tes Diagnostic Alat Evaluasi Kesulitan Belajar
Fisika, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pembelajaran Fisika
(SNFPF) Ke-6. Vol. 6, No. 1, 2015.
Sarojo, Ganijanti Aby. Gelombang dan Optika. Jakarta: Salemba Teknika, 2011.
Septiyani, Evi. Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Tes Diagnostik
Four-tier Digital Test (4TDT) Berbasis Website Pada Konsep Suhu dan
Kalor. Skripsi, FITK, Pendidikan Fisika, UIN Jakarta, 2019.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia, cet. 1, 2010.
Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Indeks,
Cet. 1, 2019.
Sudijono, Annas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2018.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2012.
Suparno, Paul. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika,
Jakarta: Grasindo, cet. 2, 2013.
Suwarna, I.P., Mengembangkan Instrumen Ujian Komprehensif di Program Studi
Pendidikan Fisika Melalui Computer Based Test (CBT). Jakarta: FITK UIN
Jakarta, 2016.
Suwarto. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,
2010.
Tayubi, Yuyu R. Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika
Menggunakan Certainty of Response Indeks (CRI). Jurnal Universitas
Pendidikan Indonesia, Vol. 3, No. 24, 2005.
Tuyuz, Cengiz. Development of Two-Tier Diagnostic Instrument and Assess
Students’ Understanding in Chemistry, Academic Journal, Vol. 4, No. 6,
2009.
Westen, Drew dan Robert R., Quantifying Construct Validity: Two Simple
Measures. Journal Personality and Social Psychology. 84 (3), 2003.
Widdiharto, Rachmadi. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan
Alternatif Proses Remedinya, Yogyakarta: Depdiknas, Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008.