Post on 13-Dec-2015
description
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
1
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
Ahmad Muzaki
Jurusan Pendidikan Non Formal, FIP, Unesa. Email : zackymoe@ymail.com
Abstrak
Pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptiif kualitatif.
Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu klien yang merupakan informan utama, serta
penyelenggara, instruktur, dan eks klien yang merupakan informan pendukung. Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan teknik analisis data yang digunakan adalah
reduksi data, display data, verifikasi data dan simpulan. Sedangkan untuk uji keabsahan data peneliti menggunakan
kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, dan transferabilitas.
Penelitian yang dilakukan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan menunjukkan hasil bahwa: 1)
Program rehabilitasi sosial di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan terdiri dari bimbingan pokok yaitu
bimbingan sosial, bimbingan mental, bimbingan keterampilan, dan bimbingan fisik dan bimbingan penunjang yaitu
home industry dan bimbingan salon 2) Program Rehabilitasi Sosial di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh
Pasuruan meliputi penerimaan, pemeriksaan kesehatan, pra rehabilitasi, assesment, pembinaan dan bimbingan
sosial, resosialisasi, bimbingan lanjut, dan terminasi. 3) rehabilitasi sosial memiliki manfaat dalam mengembangkan
berbagai sektor yang menjadi bekal positif dalam upaya peningkatan kesempatan kerja penyandang disabilitas.
Perkembangan tersebut adalah perubahan sikap dan konsep diri, pengembangan kepercayaan diri, berani
menghadapi tantangan, penyesuaian diri dengan lingkungan, dan pengembangan produktivitas vokasional. 4)
kekurangan dari program rehabilitasi sosial di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan adalah luasnya daerah
sasaran yang berpengaruh terhadap sosialisasi, terbatasnya pekerja profesional, kurang lengkapnya bimbingan yang
ada, dan perbedaan latar belakang klien. Sedangkan kelebihannya adalah adanya dukungan dari pihak ketiga yang
peduli akan masalah kesejahteraan sosial, dan semangat klien dalam mengikuti program rehabilitasi sosial.
Kata kunci: rehabilitasi sosial, penyandang disabilitas, dan kesempatan kerja.
Abstract
This study was a descriptive qualitative research within the same approach. Subjects of this study were the
coordinator of the program as the main subject, also the client, social employee, and the ex clients as the supporting
subjects. This study employed interview, observation, and documentation in collecting data, meanwhile in analysing
the data, techniques used were data reduction, display data, verification and conclusion. Also, in maintaining the
validity of the data, the researcher applied crdeibility, dependability, confirmability, and transferability.
The results obtained showed that 1) there were two types guidance in the social rehabilitation program in
disability social rehabilitation Technical and Operational Units of Pasuruan, they are basic guidance and
supporting guidance. Basic guidance included social, mental, skill, and physical guidances, and supporting
guidance contained home industry and beauty care guidance. 2) the activities which were done in the social
rehabilitation program in disability social rehabilitation Technical and Operational Units of Pasuruan were
reception, medical examination, pre rehabilitation, assessment, development and social guidance, resocialization,
further guidance, and termination. 3) The social rehabilitation have some advantages in developing various sectors
as an effort in advancing employment opportunity for people with disability. The development arise in the some
sectors, they were changing attitudes and self-concept, the development of self confidence, encouraged to face
challenges, adjusting to the environment, and the development of vocational productivity. 4) there were also
disadvantages of this program, they were the extent of the target area which affect the socialisation, lack of
professional workers, incomplete the material of guidance, differences of backgrounds among the clients. However,
there were also advantages of this program, they were the supports of the third persons who care about the issue of
social welfare, also the spirit of the clients in the social rehabilititation program.
Keywords: social rehabilitation, employment opportunity.
PENDAHULUAN
Jumlah penyandang cacat berdasarkan data WHO
tahun 2010 yaitu 10% dari jumlah penduduk dunia, kira-
kira mencapai 600 juta jiwa. Data Kementrian Kesehatan
tahun 2010 mencatat bahwa jumlah orang dengan
kebutuhan khusus di Indonesia mencapai 6,7 juta orang
yang terdiri dari tunanetra, tunawicara, tunarungu,
lumpuh dan jenis kecacatan lainnya. Berdasarkan data
Kementrian Sosial Republik Indonesia Pusdatin dan
Direktorat Orang Dengan Kecacatan, pada tahun 2012
jumlah penyandang cacatan di Indonesia berjumlah
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
2
2.126.000 yang terdiri dari tuna netra sebanyak 338.672
orang, tuna rungu sebanyak 223.655 orang, tuna wicara
151.371 orang, tuna rungu dan tuna wicara 73.560 orang,
tuna daksa atau cacat fifik 717.312 orang, tuna grahita
149.458 orang, tuna daksa dan tuna grahita 149.458
orang, dan tuna laras 181.135 orang (BPS, Susenas
2012). Dari data Kementrian Kesehatan dan Kementrian
Sosial Republik Indonesia Pusdatin dan Direktorat Orang
Dengan Kecacatan, terbukti bahwa tuna daksa (cacat
tubuh atau yang biasa disebut disabilitas) memiliki
jumlah terbesar jika dibandingkan dengan jenis kecacatan
lainnya yang ada.
Penyandang disabilitas akan mengalami
keterbatasan dan gangguan yang berpengaruh terhadap
aktivitas fisik dan sosial, kepercayaan dan harga diri,
proses sosialisasi dengan manusia dan lingkungannya,
sehingga hak dari penyandang disabilitas untuk
beraktivitas secara penuh dalam aspek kehidupan akan
berkurang. Kecacatan yang dimiliki oleh penyandang
disabilitas akan memberikan dampak permasalahan sosial
yaitu peran-peran sosial dari penyandang disabilitas akan
sulit dilaksanakan secara wajar. Hal inilah yang memicu
masyarakat memandang penyandang disabilitas sebagai
orang yang tidak produktif yang tidak mampu
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya karena
kekurangan fisiknya sehingga akan memunculkan
diskriminasi bagi penyandang disabilitas.
Diskriminasi dan kesenjangan yang dialami
penyandang disabilitasdapat dilihat pada kesenjangan
dalam berbagai hal, yang paling sering terjadi adalah
terjadinya kesenjangan dalam hal kesempatan kerja.
Penyandang disabilitas dianggap oleh pelaku usaha akan
kesulitan dalam melakukan pekerjaan secara produktif
jika dibandingkan dengan karyawan lain yang tidak
mengalami disabililtas. Sehingga bagi para pelaku usaha
yang menyediakan lapangan kerja, dengan
memperkerjakan penyandang cacat sama saja dengan
mendekatkan perusahaan dalam kebangkrutan. Pelaku
usaha selalu mengedepankan prestasi kerja yang akan
menghasilkan suatu kepuasan kerja.
Laporan Markus Sudibyo untuk ILO disebutkan
bahwa menurut Susenas tahun 2000, 17% penyandang
disabilitas bekerja di sektor pertanian, 18.6% di sektor
industri, 23.9% di sektor perdagangan (general trading),
dan 13% di sektor lainnya. Hasil Pendataan Pusdatin
Kementrian Sosial Depsos 2007 di Provinsi DKI Jakarta,
Jateng, Jatim, DIY dan Banten menunjukkan bahwa
Sebanyak 5.110 orang penyandang disabilitas bekerja di
perusahaan/swasta, 2.844 orang penyandang disabilitas
bekerja sebagai PNS/Polri/TNI, 253 orang bekerja di
sektor BUMN/BUMD, dan sebanyak 960 0rang sebagai
wiraswasta/mandiri. Hasil survey international
Classification of Functioning for Disability and Healt
(ICF) di 14 Provinsi oleh Dr.Marjuki, M.Sc pada tahun
2010 menunjukkan bahwa hanya 25,6% penyandang
disabilitas yang memiliki pekerjaan yang terbagi dalam
1,0% bekerja sebagai peternak/perikanan, 32,1% sebagai
buruh, 1,3% sebagai PNS/POLRI/TNI, 39,9% sebagai
Petani, 15,1% di layanan Jasa, 2,1% sebagai Pegawai
Swasta, 0,1% sebagai pegawai BUMN/BUMD, dan 8,5%
sebagai Pedagang/Wiraswasta. Sedangkan sebanyak 74,4
% penyandang cacat tidak memiliki pekerjaan (tidak
bekerja). Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI)
menyebutkan bahwa rasio penyandang cacat yang
dipekerjakan di Indonesia baru di bawah 0,5 persen, dari
463 daerah tingkat dua baru lima daerah saja yang sudah
membuat peraturan daerah tentang kewajiban
mempekerjakan satupenyandang cacat setiap 100
karyawan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi suatu kesenjangan dalam hal peluang kesempatan
kerja yang diperoleh penyandang disabilitas
(m.tribunnews.com).
Diskriminasi dan kesenjangan dalam hal peluang
kesempatan kerja yang dialami oleh penyandang
disabilitas dalam praktiknya terus terjadi meskipun
masalah tentang penanganan penyandang disabiltas sudah
tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997
pasal 5 tentang penyandang cacat yang menyebutkan
bahwa setiap penyandang cacat mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan. Begitu pula dengan kewajiban
penyandang cacat seperti yang tercantum dalam pasal 7
yang berbunyi (1) Setiap penyandang cacat mempunyai
kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. (2) Kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya disesuaikan
dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan
kemampuannya. Sehingga dalam pasal 9 dalam Undang-
Undang tentang penyandang cacat menyebutkan bahwa
setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan
kesempatan dalam segala aspek penghidupan dan
kehidupan.
Penanganan terhadap penyandang disabilitas agar
mendapatkan kesamaam kesempatan dalam segala aspek
kehidupan perlu dilakukan dengan sebaik mungkin
karena penyandang disabilitas tujuan dan keinginan
seperti manusia normal lainnya yaitu selalu
mengusahakan kebermaknaan hidup yang menjadi
pendorong bagi penyandang disabilitas untuk melakukan
kegiatan sehari-hari agar terus berkembang. Oleh karena
itu perlu dibuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi
penyandang disabilitas untuk mengaktualisasikan dirinya
dengan cara memberikan pemenuhan hak dan
kewajibannya unutk meningkatkan produktivitas dalam
dunia pekerjaan.
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
3
Peraturan Pemerintah pasal 3 tentang upaya
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat
mengamanatkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan
sosial penyandang cacat bertujuan untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat.
Sehingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
penyandang cacat merupakan bagian dari upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Upaya meningkatkan kesejahteraan penyandang cacat
tubuh tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Nasional
melainkan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah atau Provinsi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 pasal 3 ayat 11 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai daerah
otonom, yaitu bidang sosial memberikan kewenangan
dalam bentuk mendukung upaya pengembangan
pelayanan sosial. Salah satu yang melakukan peningkatan
kesejahteraan penyandang disabilitas adalah Unit
Pelaksanan Teknis (UPT) Rehabilitasi Cacat Tubuh
Pasuruan.
UPT Rehabilitasi Cacat Tubuh Pasuruan
melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial bagi
penyandang disabilitas berdasarkan nilai-nilai agama,
budaya dan menerapkan prinsip profesi pekerja sosial.
Dalam proses rehabilitasi penyandang disabilitas, UPT
Rehabilitasi Cacat Tubuh Pasuruan memiliki berbagai
program bimbingan mulai dari bimbingan sosial, mental,
fisik, dan keterampilan yang bertujuan mengembalikan
fungsi sosial penyandang disabilitas.
Latar belakang diatas mendasari peneliti untuk
menggali lebih jauh mengenai usaha UPT Rehabilitasi
Sosial Pasuruan dalam meningkatkan keberfungsian dan
produktivitas penyandang disabilitas melalui pelaksanaan
rehabilitasi sosial. Sehingga peneliti menulis sebuah
penelitian yang berjudul “Pengembangan Program
Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan
Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan”.
Fokus penelitian dari latar belakang yang telah
diuraikan diatas adalah “Upaya peningkatan kesempatan
kerja penyadang disabilitas melalui pengembangan
program rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan”. Dengan sub
fokus penelitian sebagai berikut:
1. Bentuk dan pelaksanaan program rehabilitasi
sosial yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
2. Proses program rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan
3. Manfaat program rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan sebagai upaya peningkatan
kesempatan kerja penyandang disabilitas.
4. Kekurangan dan kelebihan yang mempengaruhi
program rehabilitasi sosial yang diselenggarakan
di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
Berkaitan dengan latar belakang dan Fokus
penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu
mendeskripsikan dan Menguraikan hal berikut:
1. bentuk dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial
yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan.
2. proses program rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan.
3. manfaat program rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan sebagai upaya peningkatan
kesempatan kerja penyandang disabilitas.
4. kekurangan dan kelebihan program rehabilitasi
sosial yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat untuk semua pihak yang
bersangkutan, baik manfaat secara akademik maupun
manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan dan
dasar referensi pengembangan teori terkait dengan
rehabilitasi sosial dan kesempatan kerja serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian
di jurusan Pendidikan Non Formal.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh
maupun lembaga UPT Rehabilitasi Sosial lain untuk
meningkatkan peluang kesempatan kerja
Penyandang Kesejahteraan Masalah Sosial (PMKS)
melalui program rehabilitasi sosial agar pemenuhan
terhadap hak dan kewajiban Penyandang
Kesejahteraan Masalah Sosial (PMKS) dapat
terpenuhi sehingga akan tercipta suatu kesejahteraan
sosial.
Perbedaan persepsi perlu dihindari dalam penelitian
ini, sehingga peneliti mendeskripsikan beberapa istilah
sebagai berikut:
1. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial merupakan proses
pelayanan sosial yang dilakukan di masyarakat,
keluarga maupun panti sebagai bentuk penyiapan
klien secara vokasional, fisik, mental dan sosial agar
klien dapat menyempurnakan ketidakberfungsian
sosialnya sehingga rasa harga diri, penyesuaian diri
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
4
dengan lingkungan, dan kesempatan vokasional
dapat pulih dan berkembang. Rehabilitasi sosial
bertujuan untuk memperkuat dan mengembangkan
kapasitas sosial dan ekonomi klien yang mengalami
disfungsi sosial yang dapat dilakukan melalui
motivasi dan diagnosa psikologis, perawatan dan
pengasuhan, berbagai macam bimbingan dan
pelatihan vokasional, dan pelayanan aksesbilitas.
Sehingga rehabilitasi sosial dilakukan secara
bertahap mulai dari pendekatan awal (identifikasi),
assesment, perencanaan program, diagnosis,
pelaksanaan pelayanan atau treatment, dan
pembinaan lanjut.
2. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja merupakan kemungkinan
banyaknya orang yang tertampung pada sebuah
instansi maupun perusahaan yang menyediakan
lapangan kerja yang siap diisi oleh para pencari
kerja yang mengharapkan upah dan imbalan dari
pekerjaan yang didapat. Kesempatan kerja
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia pencari
kerja, tingkat pendidikan dan yang paling penting
adalah kemampuan orang yang berkeinginaan untuk
bekerja. Selain itu, dalam kesempatan kerja para
pencari kerja diharuskan memiliki kesiapan dalam
berbagai sektor agar calon tenaga kerja benar-benar
siap untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
tugasnya. Kesiapan tersebut antara lain seperti
kesiapan sikap dan konsep diri, kepercayaan diri,
kesiapan untuk menghadapi tantangan, kemandirian,
dan tingkat kemampuan atau produktivitas
vokasional yang dimiliki.
Pendidikan non formal selalu berkaitan dengan
pengembangan masyarakat yang berbentuk
pemberdayaan karena dalam pendidikan non formal
seseorang dapat memperoleh pendidikan, informasi,
latihan dan bimbingan sesuai dengan kebutuhannya
dengan tujuan adanya peningkatan keterampilan, sikap
dan nilai-nilai untuk mewujudkan kesejahteraan
sosialnya.
Pemberdayaan itu sendiri merupakan proses
pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara
konsekuen melaksanakan keputusan tersebut (McArdle
dalam Hikmat 2010:3). Konsep pemberdayaan dalam
macana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan
dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan
keadilan (Hikmat 2010:3). Oleh karena itu pemberdayaan
masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi
ekonomi masyarakat, melainkan juga rasa percaya diri
masyarakat, peningkatan harkat dan martabat masyarakat
serta tatanan budaya setempat yang tetap terpelihara
dengan baik.
Melihat peran yang penting dari pemberdayaan
masyarakat, maka pendidikan non formal memiliki suatu
kontribusi yang penting bagi proses pemberdayaan.
Seperti yang sebutkan oleh Kamil (2009:54) Kontribusi
pendidikan non formal dalam pemberdayaan masyarakat,
secara lebih jelas dapat dilihat dari definisi dan hakekat
peran pendidikan non formal itu sendiri yakni
membelajarkan masyarakat yang dilakukan diluar sistem
formal. Sedangkan kegiatan pembelajaran dalam
pendidikan non formal merupakan aktivitas yang
disengaja dan diorganisasi secara sistematis untuk
mencapai tujuan tertentu. Sesuai dengan fungsi
pendidikan non formal, sasarannya adalah semua warga
masyarakat dalam membantu membelajarkan
(pemerataan pendidikan), dan bertujuan memberikan
bekal pengetahuan, sikap, dan kegterampilan dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan pengembangan
sumberdaya manusia sebagai modal pembangunan
Nasional.
Proses pemberdayaan masyarakat melalui
pendidikan non formal didasarkan pada need oriented,
endegenious, self reliant, ecologically sound, and based
on structural trasformation (Kindervatter 1975:45).
Lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut:
a. need oriented, yaitu pendekatan yang berorientasi
pada kebutuhan warga masyarakat.
b. Endegenious, yaitu pendekatan yang
mengutamakan kesesuaian nilai-nilai lokal, dengan
cara menggali dan menggunakan potensi yang
dimiliki warga belajar.
c. Self Reliant, yaitu pendekatan yang membangun
rasa percaya diri atau sikap mandiri pada setiap
warga masyarakat.
d. Ecologically Sound, yaitu pendekatan yang
berorientasi, memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek perubahan lingkungan.
e. Based On Structural Transformation, yaitu
pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada
perubahan struktur sistem, baik yang menyangkut
hubungan sosial, kegiatan ekonomi, penyebaran
keuangan, sistem manajemen partisipasi masyarakat
setempat.
Rehabilitasi sosial merupakan salah satu bentuk
program pemberdayaan karena rehabilitasi sosial
merupakan perbaikan atau pemulihan menuju
penyempurnaan ketidakberfungsian fisik, mental, sosial
dan ekonomi sesuai kapasitas potensi mereka (The
National Council On Rehabilitation dalam Astusi
2013:56). Selanjutnya rehabilitasi sosial menurut
LE.Heinsie dan Canbell (dalam Astuti 2013:56) adalah
segala tindakan fisik, penyesuaian psikologis dan
penyesuaian diri secara maksimal untuk mempersiapkan
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
5
klien secara fisik, mental, sosial, dan vokasional bagi
kehidupan sesuai dengan kemampuan.
Kegiatan rehabilitasi sosial dilaksanakan melalui
berbagai bimbingan secara kontinyu dan bertahap agar
klien dapat berkembang secara optimal. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Stoops (dalam
Safaat 2014:20) bahwa bimbingan adalah suatu proses
terus menerus untuk membantu perkembangan individu
dalam rangka mengembangkan kemampuan secara
maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya, baik bagi dirinya maupun masyarakat. Adapun
beberapa bimbingan yang terdapat dalam program
rehabilitasi sosial adalah sebagai berikut:
a. Bimbingan sosial
Bimbingan sosial adalah usaha untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui
pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada
mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi
sosial (Suharto 2005:37).
Sedangkan menurut Murray G. Ross (dalam
Sutarso, 2005:189) menjelaskan bahwa bimbingan
sosial merupakan suatu proses dimana suatu
masyarakat berusaha untuk menentukan kebutuhan-
kebutuhan atau tujuan-tujuannya mengatur atau
menyusun kebutuhan-kebutuhan ini,
mengembangkan kepercayaan dan hasrat untuk
mengarap kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan
ini mengambil tindakan yang di perlukan
sehubungan dengan hal-hal ini dan dalam
pelaksanaan keseluruhannya ini memperluas dan
mengembangkan sikap-sikap dan praktek kooperatif
dan kolaboratif di dalam masyarakat.
b. Bimbingan Mental
Bimbingan mental merupakan suatu usaha sadar
untuk memperbaharui dan memperbaiki tingkah
laku seseorang agar terbentuk suatu akhlak yang
mulia dan terpuji sehingga dapat bertanggungjawab
dalam menjalani kehidupannya. Seperti yang
dinyatakan oleh Amin (dalam Safaat 2014:103)
bahawasannya bimbingan mental memiliki tujuan
sebagai berikut:
1) Untuk menghasilkan suatu perubahan,
perbaikan, kesehatan, kebersihan jiwa dan
mental.
2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan
dan kesopanan tingkah laku yang dapat
memberikan manfaat, baik pada diri sendiri,
lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun
lingkungan sosial dan alam sekitar.
3) Untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga
dengan potensi itu individu dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dan benar, ia dapat dengan
baik dan benar menanggulangi berbagai
persoalan hidup, dan dapat memberikan
kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
c. Bimbingan keterampilan
Anwar (2004:31) mengatakan bahwa
kecakapan vokasional sering disebut dengan
kecakapan kejuruan, artinya kecakapan yang
dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang
terdapat di masyarakat.
Rehabilitasi sosial merupakan suatu proses layanan
yang di dalamnya terdapat suatu tujuan untuk
menyiapkan klien secara menyeluruh agar klien memiliki
bekal untuk menjalani eksistensi kehidupannya.
LE.Heinsie dan Canbell (dalam Astuti 2013:56)
menyebutkan berbagai macam tujuan adanya rehabilitasi
sosial yaitu mencapai perbaikan penyesuaian klien
sebesar-besarnya, kesempatan vokasisonal sehingga
dapat bekerja dengan kapasitas maksimal, dan
penyesuaian diri dalam lingkungan perorangan dan sosial
secara memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai
anggota masyarakat.
Rehabilitasi sosial dilakukan secara bertahap.
Secara umum (Astuti 2013:57) meneyebutkan bahwa
rehabilitasi sosial dilakukan melalui beberapa tahapan,
yaitu pendekatan awal, assessment, perencanaan
program pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan
rehabilitasi sosial
Prinsip dasar rehabilitasi sosial yang dikemukakan
oleh Szymanski (dalam Astuti 2013:57) antara lain:
a. Masyarakat syogyanya bertanggung jawab, melalui
semua lembaga publik dan swasta yang
memungkinkan untuk memberikan layanan dan
kesempatan kepada penyandang cacat.
b. Program rehabilitasi harus dilaksanakan dengan
keterpaduan antar disiplin dan antar lembaga.
c. Rehabilitasi merupakan proses yang berkelanjutan
selama masih dibutuhkan.
d. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat merupakan
mitra yang penting dalam upaya rehabilitasi.
e. Penyandang cacat seyogyanya diajak untuk berpern
sebagai ko-perencana, ko-evaluator, dan sebagai
konsultan bagi penyandang cacat lainnya, termasuk
bagi professional.
Selanjutnya widiati (dalam Astuti 2013:57)
menyebutkan bahwa dalam kode etik rehabilitasi sosial
telah ditetapkan bahwa kewajiban tenaga rehabilitasi
meliputi:
a. Individu dan keluarga yang direhabilitasi.
b. Masyarakat atau pihak yang berkepentingan dalam
proses rehabilitasi.
c. Teman sejawat atau profesi.
d. Tanggung jawab professional
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
6
e. Keterbukaan pribadi.
Bekal rehabilitasi sosial yang didapatkan oleh
penyandang disabilitas akan mampu memberikan
pengembangan sikap, pengetahuan, bakat dan potensi
yang mereka miliki sehingga tingkat produktivitas dan
SDM (sumber daya manusia) penyandang disabilitas
akan meningkat. Hal inilah yang menjadikan
penyandang disabilitas menjadi pribadi yang jujur,
bertanggung jawab, terampil, mandiri, serta mampu
merubah pola pikir penyandang disabilitas bahwa
mereka mampu melakukan kegiatan seperti manusia
normal lainnya. Sehingga keterbatasan fisik yang
mereka alami bukan lagi menjadi penghalang untuk
menjadi pribadi yang mandiri serta mampu
menimbulkan rasa percaya diri untuk menjalani
kehidupannya, dan nantinya mereka akan mampu
bersaing dalam dunia kerja layaknya manusia normal
lainnya maupun membuka lapangan pekerjaan sendiri
secara mandiri.
Sukirno (2000:68) mendefinisikan peluang kerja
sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin
bekerja pada suatu tingkat upah tertentu akan dengan
mudah mendapat pekerjaan
Selanjutnya Ace Suryadi (dalam Saleha 2011:47)
mengatakan bahwasannya tenaga kerja akan memiliki
peluang besar untuk meraih kesempatan memperoleh
pekerjaan sebagai pekerja (emplovee) atau usaha
mandiri (self emplovee), jika mereka memiliki
kompetensi yang memadai, juga memiliki sikap mental
positif tinggi, kesediaan untuk bekerja keras dan cerdas,
jujur, rajin, dan tekun, bertanggung jawab dan disiplin.
Selain itu Konsep diri memegang peranan yang
sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup
seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan
sebagai suatu operating system yang menjalankan suatu
komputer. Terlepas dari sebaik apapun perangkat keras
komputer dan program organisasinya tidak baik dan
banyak kesalahan, maka komputer tidak dapat bergerak
secara maksimal. (Gunawan dalam Suryana 2013:75).
Suryana (2013:76) menjelaskan bahwasannya
konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Konsep diri dasar yaitu apa yang diyakini seseorang
sebagai gambaran dirinya sesungguhnya.
b) Konsep diri sosial, yaitu apa yang diyakini
seseorang sebagai gambaran dirinya dalam
pandangan orang lain.
Konsep diri erat hubungannya dengan percaya diri.
Karena percaya diri merupakan kondisi mental atau
psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat
pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu
tindakan. Percaya diri dapat diartikan bahwa suatu
kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan
menyadari kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan
secara tepat (Thantaway dalam Sarastika, 2014:50).
Sehingga orang yang percaya dirinya tinggi adalah orang
yang sudah matang jasmani dan rohaninya. Sikap ini
akan membuat klien memiliki sikap pantang menyerah
dalam menghadapi suatu tugas atau pekerjaan (Buchari
dalam Rezka 2013:186).
Kemandirian merupakan karakteristik individu
sehingga mampu membuat keputusan sendiri setelah
secara masak dan konsekuen mampu mensistemkan dan
mensinergikan lingkungannya secara baik (Kamil 2010:
133).
Hal ini diperkuat oleh Suryana (2006:34) yang
menjelaskan bahwa orang yang mandiri adalah orang
yang tidak suka mengandalkan orang lain namun justru
mengoptimalkan segala daya dan upaya yang dimilikinya
sendiri. Klien berupaya untuk dapat memanfaatkan segala
potensi yang dimilikinya dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Kompetensi dan sikap yang memadai seperti yang
telah disebutka diatas membuat penyandang disabilitas
akan mampu bersiang dalam hal kesempatan kerja
sebagai perwujudan dari adanya pasal 13 UU No. 4
Tahun 1997 yaitu “setiap penyandang cacat mempunyai
kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya”. Pasal ini
merupakan penegasan hak dan kesempatan yang sama
kepada penyandang cacat, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 dan pasal 6 Undang-Undang inilah yang berkaitan
dengan bidang ketenagakerjaan. Selanjutnya dalam pasal
14 ditegaskan bahwa perusahaan-perusahaan baik berupa
perusahaan negara maupun swasta, diharuskan
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama
kepada penyandang cacat dengan memperkerjakan
penyandang cacat diperusahaannya, sesuai dengan jenis
dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya,
yang jumlahnya disesuaikan denganjumlah karyawan dan
atau klasifikasi perusahaan.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif
kualitatif dimana penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat ini. Khususnya
yaitu untuk bentuk dan pelaksanaan program rehabilitasi
sosial yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan, proses program rehabilitasi sosial
yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan, manfaat program rehabilitasi sosial
yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh sebagai upaya peningkatan kesempatan kerja
penyandang disabilitas, kekurangan dan kelebihan yang
mempengaruhi program rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
7
Pasuruan sebagai upaya peningkatan kesempatan kerja
penyandang disabilitas
Penelitian ini akan dilaksanakan di UPT
Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Tubuh Pasuruan JI.
RA. Kartini No. 292 Bangil Pasuruan Telp. (0343)
741135. Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi
ini karena UPT Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat
Tubuh Pasuruan melakukan upaya penanganan terhadap
masalah penyandang disabilitas dalam hal kesempatan
kerja melalui layanan rehabilitasi sosial di UPT
Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Tubuh Pasuruan.
Subjek penelitian atau sumber data penelitian adalah
orang atau benda atau hal yang melekat pada dimensi
penelitian. Sumber data yang akan diperoleh yaitu:
1. Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari informasi
para informan yang dapat dipercaya dan
mengetahui tentang kajian dalam penelitian ini.
Informan utama yaitu penyandang disabilitas
(klien) program rehabilitasi sosial yang ada di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan.
2. Data Sekunder
Informan pendukung adalah orang yang
sekiranya dapat melengkapi data dalam penelitian
ini seperti penyelenggara, instruktur, dan eks klien
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah
1. Wawancara
Metode wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan
jenis wawancara tak berstruktur yang dilakukan
secara formal atau direncanakan, namun tidak
menutup kemungkinan dilakukan secara informal
yaitu tidak menggunakan catatan dan bentuk yang
tertentu.
Metode wawancara ini digunakan untuk
memperoleh data-data atau informasi tentang Bentuk
dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan, Proses program rehabilitasi sosial
yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan, Manfaat program rehabilitasi
sosial yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh sebagai upaya peningkatan
kesempatan kerja penyandang disabilitas, Kekurangan
dan kelebihan yang mempengaruhi program
rehabilitasi sosial yang diselenggarakan di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan, Identitas
informan yaitu dalam hal ini penyandang disabilitas
(klien) di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
TubuhPasuruan., Latar belakang kehidupan
klien/penyandang disabilitas, Aktivitas
klien/penyandang disabilitas ketika dilingkungan
sosial dan ketika berada di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan, Tingkat kesempatan kerja
yang diperoleh oleh penyandang disabilitas (klien).
2. Observasi Partisipatif
Penelitian ini menggunakan observasi partisipan
yang mengharuskan peneliti melakukan pengamatan
dan berperan langsung dengan informan yang diamati
atau yang digunakan sebagai sumber data sehingga
peneliti ikut kedalam lingkungan kehidupan informan.
3. Dokumentasi
Data-data yang didokumentasikan dalam
penelitian ini yaitu: Profil UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan, Struktur kelembagaan, Data
informan penelitian dalam hal ini adalah Penyandang
disabilitas (klien), Jadwal pembelajaran, Arsip
kegiatan.
Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan
setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain
terkumpul. Teknik analisis data tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Reduksi data
Reduksi data diawali dengan menerangkan,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting terhadap isi dari suatu data yang
berasal dari lapangan, sehingga data yang telah siap
direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih
tajam tentang hasil pengamatan (Riyanto 2007:32).
a. Membuat Ringkasan Kontak
b. Pengkodean Kategori
c. Membuat catatan refleksi
d. Pemilihan data
2. Display data
Peneliti membuat uraian secara terperinci
tentang hasil penelitiannya sehingga dapat dibaca dan
dipahami untuk disimpulkan. Data tersebut meliputi:
Bentuk dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial
yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan, proses program rehabilitasi
sosial yang diselenggarakan di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan, manfaat program
rehabilitasi sosial yang diselenggarakan di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh sebagai upaya
peningkatan kesempatan kerja penyandang disabilitas,
kekurangan dan kelebihan yang mempengaruhi
program rehabilitasi sosial yang diselenggarakan di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan,
Identitas informan primer yaitu dalam hal ini
penyandang disabilitas (klien) di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat TubuhPasuruan, latar belakang
kehidupan klien/penyandang disabilitas, aktivitas
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
8
klien/penyandang disabilitas ketika dilingkungan
sosial dan ketika berada di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan, dan tingkat kesempatan kerja
yang diperoleh oleh penyandang disabilitas (klien).
3. Verifikasi dan simpulan
Penarikan simpulan dalam penelitian ini diawali
dengan simpulan sementara dari data-data yang
terkumpul yang selanjutnya terus menerus
dilakukananalisis dan verifikasi tentang
kebenarannya, akhirnya didapat simpulan akhir lebih
bermakna dan lebih jelas.
Uji keabsahan data dalam penelitian
kuatitatif bertujuan untuk membantu meningkatkan
kepercayaan terhadap data yang disajikan sehingga
hasil penelitian yang dilakukan akurat, nyata dan
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dengan
kata lain yaitu terbukti kevalidannya. Untuk
menjamin data yang diperoleh dalam penelitian
yang dilakukan peneliti di UPT Rehabilitasi Sosial
Penyandang Cacat Tubuh Pasuruan.
1. Kredibilitas
Data dan informasi yang dikumpulkan
harus mengandung nilai kebenaran, yang berarti
bahwa hasil penelitian kualitatif harus dapat di
percaya oleh para pembaca (Riyanto 2007:25).
Uji kredibilitas ada berbagai cara, Licold dan
Guba (dalam Riyanto 2007:26) menyebutkan
terdapat 6 teknik yang digunakan, diantaranya
adalah:
a. Prolonged Engegement
Yaitu lamanya peneliti harus tinggal
di tempat peneliltian cukup lama. Lamanya
waktu tergantung pada sempit atau luasnya
cakupan fokus penelitian.
b. Triangulation
Denzin (dalam Moleong,
2013:331) membedakan empat macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode
penyidik dan teori.
1) Triangulasi Sumber
membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaa suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berada yang dapat dicapai dengan jalan
membandingkan hasil wawancara dari
informan utama yaitu Penyandang
disabilitas (klien), dengan informan
pendukung atau sumber data skunder.
2) Triangulasi Metode
Trianggulasi dengan metode
menurut Patto (dalam Moleong, 2013:331),
terapat dua strategi, yaitu (1) pengecekan
derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan
data dan (2) pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama.
3) Triangulasi penyidik
memanfaatkan peneliti atau
pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan
data.
c. Referential Adequancy Checks
Referential Adequancy Checks
yaitu peneliti melakukan pengecekan data
agar sesuai dengan dimensi yang diteliti.
Dalam hal ini yang dilakukan termasuk
mengecek pengarsipan data yang
dikumpulkan selama penelitian lapangan.
Apabila ada kesesuaian antara
data/informasi dan kesimpulan-kesimpulan
hasil penelitian maka dapat dikatakan
bahwa kesimpulan ini dapat dipercaya.
d. Member checks
Member checks yaitu peneliti
memberikan hasil wawancara yang telah
direkap kepada informan utama yaitu
Penyandang disabilitas (klien), serta
informan pendukung yaitu pengelola UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan.
2. Dependabilitas
Dependabilitas yaitu suatu kegiatan untuk
mengecek apakah proses penelitian kualitatifnya
bermutu atau tidak (Riyanto 2007:33).
Pengujian dependabilitas dilakukan dengan cara
melalukan audit terhadap keseluruhan proses
penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang
independen, atau pembimbing untuk mengaudit
keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan
penelitian.
3. Konfirmabilitas
Menguji konfirmabilitas berarti menguji
hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang
dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan
fungsi dari proses penelitian yang dilakukan,
maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
konfirmabilitas. Penilaian kualitas hasil
penelitian ini dilakukan oleh pembimbing
peneliti. Penilaian kualitas hasil penelitian ini
dilakukan dengan cara melakukan sebuah
penelusuran dengan mempersiapkan hasil
dokumentasi, hasil analisis data serta tentang
proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
9
4. Transferabilitas
Transferabilitas yaitu hasil penelitian
kualitatif yang dilakukan dapat
ditransfer/diapikasikan pada konteks lain
(Riyanto 2007:35). Uji transferabilitas dalam
penelitian ini, peneliti membuat uraian yang
rinci, jelas, dan sistematis,dan dapat dipercaya
mengenai focus penelitian. Jika hasil penelitian
memperoleh gamabaran yang jelas, maka
laporan penelitian memenuhi standar
transferabilitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang telah didapatkan kemudian dideskripsikan
dalam suatu penyajian data yang ada yang selanjutnya
akan dianalisa dengan menggunakan teori-teori yang
terkait sebagai acuan. Berikut adalah analisa dari
penyajian data yang telah diberikan oleh peneliti.
1. Bentuk dan Pelaksanaan Program Rehabilitasi
Sosial yang Diselenggarakan di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
Bentuk kegiatan rehabilitasi sosial yang ada
di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
terdiri dari empat bentuk kegiatan yaitu bimbingan
sosial, bimbingan mental, bimbingan keterampilan,
dan bimbingan kesehatan serta terdapat lagi
bimbingan penunjang yang berperan sebagai
penambah dan pelengkap bagi bimbingan-
bimbingan lain. Hal ini sesuai dengan apa yang
terdapat dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun
2009 Pasal 7 ayat 3 yang menyatakan bahwa
Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberikan dalam bentuk :
a. Motivasi dan diagnosis psikososial;
b. Perawatan dan pengasuhan;
c. Pelatihan vokasional dan pembinaan
kewirausahaan;
d. Bimbingan mental spiritual;
e. Bimbingan fisik;
f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial;
g. Pelayanan aksesibilitas;
h. Bantuan dan asistensi sosial;
i. Bimbingan lanjut; dan atau
j. Rujukan.
Rehabilitasi sosial yang ada di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan berupaya untuk menyiapkan
klien secara menyeluruh agar klien memiliki bekal untuk
menjalani eksistensi kehidupannya dalam mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan hidupnya. Seperti yang
diungkapkan oleh LE.Heinsie dan Canbell (dalam Astuti
2013:56) yang menyebutkan bahwasannya tujuan adanya
rehabilitasi sosial adalah untuk mencapai perbaikan
penyesuaian klien sebesar-besarnya, kesempatan
vokasional sehingga dapat bekerja dengan kapasitas
maksimal, serta penyesuaian diri dalam lingkungan
perorangan dan sosial secara memuaskan sehingga dapat
berfungsi sebagai anggota masyarakat.
a. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial yang diberikan kepada klien
terbukti dapat menjadikan klien menjadi manusia
yang berani dalam melakukan adaptasi dan interaksi
dengan lingkungan sosial mereka. Hal ini berarti
akan terjadi suatu interaksi sosial bagi klien karena
terjadi suatu kontak dan komunikasi antara klien
dengan masyarakat dan lingkungan.Interaksi sosial
itu sendiri merupakan hubungan sosial yang dinamis,
menyangkut hubungan antara individu, antara
kelompok maupun antara individu dengan kelompok
(Soekanto 2007:62).
b. Bimbingan Mental
Bimbingan mental yang ada di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan terbukti
dapat memberikan suatu perubahan, perbaikan,
kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan
manfaat, kebersihan jiwa dan mental. Hal tersebut
tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka
yaitu antara lain: Klien bisa menerima jika
diperingatkan oleh sesama maupun oleh
masyarakat sekitar , klien tidak tersinggung jika
menerima ejekan, klien termotivasi jika melihat
teman berhasil, jika mengalami kesedihan klien
memiliki jiwa tabah dan terkadang mencurahkan
hatinya pada sesame, dan klien melakukan ibadah
sehari-hari. sesuai tujuan bimbingan mental yang
disampaikan oleh Amin (dalam Safaat 2014: 45)
yaitu:
1) Untuk menghasilkan suatu perubahan,
perbaikan, kesehatan,kebersihan jiwa dan
mental.
2) Untuk menghasilkan suatu perubahan,
perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang
dapat memberikan manfaat, baik pada diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja,
maupun lingkungan sosial dan alam sekitar.
3) Untuk menghasilkan potensi ilahiyah,
sehingga dengan potensi itu individu dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan benar,
ia dapat dengan baik dan benar menanggulangi
berbagai persoalan hidup, dan dapat
memberikan kemanfaatan dan keselamatan
bagi lingkungannya pada berbagai aspek
kehidupan.
c. Bimbingan Keterampilan
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
10
bimbingan keterampilan yang klien
dapatkan selama di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan memberikan dampak
yang dapat dirasakan langsung oleh klien,
mereka yang dahulunya tidak bisa sama sekali
kini dengan mengikuti bimbingan keterampilan
semakin bisa bahkan dengan keterampilan itu
mereka yakin nantinya setelah lulus dari UPT
Rehabilitasi Sosial dapat bekerja dan memenuhi
kebutuhannya.Klien memiliki suatu keahlian
keterampilan tertentu yang dapat digunakan
sebagai bekal untuk mencari bahkan
menciptakan sebuah pekerjaan. Semakin lama
klien mengikuti program rehabilitasi sosial
semakin terasah pula keterampilan klien.
d. Bimbingan Fisik
Bimbingan fisik diadakan dengan tujuan
memberikan bekal kesehatan kepada klien agar
klien dapat menjaga kesehatan diri dan kekuatan
otot meskipun gerakan dalam layanan olahraga
yang diberikan hanya sebatas gerakan-gerakan
dasar tanpa gerak berlebih. Selain itu, bimbingan
fisik terbukti dapat meningkatkan kedisiplinan.
Disiplin merupakan sikap yang harus ditanamkan
pada klien yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
(Fakhrudin dalam Rezka 2013:185).
2. Proses Program Rehabilitasi Sosial yang
Diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan.
Proses pelayanan yang ada di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan berbeda dengan yang
disampaikan Soetomo (2008:53) yang memberikan
gambaran tentang tahapan/langkah dalam pelaksanaan
rehabilitasi sosial yaitu tahapan identifikasi, tahap
diagnosis, dan tahap treatment. Namun temuan data
yang diperoleh dengan teori yang ada tidaklah jauh
berbeda, karena temuan dilapangan merupakan
perkembangan dari teori yang ada. teori dengan
temuan data di lapangan tidak berbeda secara
keseluruhan. Adapun proses pelayanan yang ada di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan yaitu:
a. Tahap penerimaan
Proses pertama dalam Rehabilitasi Sosial di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
adalah penerimaan yang prosesnya melibatkan
Dinas Sosial Provinsi serta Dinas Sosial
Kabupaten atau Kota melalui program UPSK
(Unit Pelayanan Sosial Keliling) dengan dibantu
oleh PKSK (Pekerja Kesejahteraan Sosial
Kecamatan) dan pihak-pihak lain yang peduli
akan kesejahteraan PMKS. Seperti yang dikatakan
oleh Randall dan Susan (1997:227) bahwasannya
rekrutmen merupakan suatu upaya pencarian
sejumlah calon yang memenuhi syarat dalam
jumlah tertentu sehingga dari mereka dapat
dipilih orang-orang yang paling tepat sesuai
dengan kebutuhan.
b. Tahap Pemeriksaan Kesehatan
Tahap pemeriksaan kesehatan merupakan
tahap yang bertujuan untuk memeriksa kesehatan
klien dan memastikan calon klien itu layak atau
tidak menjadi klien di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan. Pada tahap ini akan
diperiksa oleh dokter tempat asal mereka yang
sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial
Kabupaten Kota yang kemudian memberikan
rekomendasi yang selanjutnya akan ditindak
lanjuti dengan pemeriksaan kembali oleh UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan untuk
memastikan apakah klien memenuhi syarat apa
tidak untuk mengikuti layanan program.
c. Tahap Pra Rehabilitasi
Tahap pra rehabilitasi dapat dikatakan
sebagai tahap sosialisasi yang diberikan oleh
pihak UPT kepada klien mengenai kehidupan dan
program yang ada di panti agar klien dapat
beradabtasi dengan lingkungan yang baru. Seperti
pendapat Brim (dalam Soekanto 2007:387) yang
mendefinisikan sosialisasi sebagai proses dimana
seseorang memperoleh pengetahuan, kemampuan
dan dasar yang membuat mereka mampu atau
tidak mampu menjadi anggota dari suatu
kelompok.
d. Tahap Assesment
Tahap Assesment merupakan tahap
pengungkapan masalah klien serta kondisi
lingkungan sosial yang ada disekitarnya dengan
menggunakan berbagi tes dan metode untuk
mendapatkan informasi lengkap berkaitan dengan
latar belakang permasalahan, penggalian potensi,
bakat, minat klien sreta cita–cita klien sehingga
akan ditentukan langkah-langkah pelyanan yang
sesuai dengan permasalahan Tahap assessment
bisa dikatakan sebagai tahap analisa kebutuhan
dari klien, karena pada tahap ini dilakukan
langkah pengungkapan masalah dari klien untuk
mengetahui potensi klien. Menurut Soekidjo
(dalam Rezka 2013:166) menyebutkan bahwa
tujuan analisis kebutuhan adalah untuk mencari
atau mengidentifikasi kemampuan-kemampuan
apa yang diperlukan oleh peserta didik dalam
rangka menunjang kebutuhan hidupnya.
e. Tahap Pembinaan dan Bimbingan Sosial
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
11
Tahap pembinaan dan bimbingan sosial
dilaksanakan berdasarkan hasil assesment yang
telah dilakukan terhadap klien. Bentuk pembinaan
yang diberikan lembaga dalam tahap ini adalah
layanan penyediaan asrama atau tempat tinggal,
makanan, dan pelayanan kesehatan. Selain itu
dalam tahap pembinaan ini terdapat bimbingan
yang merupakan unsur penting dalam program
rehabiltasi sosial. Bimbingan tersebut yaitu
bimbingan sosial, bimbingan mental, bimbingan
fisik, bimbingan keterampilan serta bimbingan
penunjang seperti yang telah dijelaskan dalam
pembahasan sebelumnya tentang bentuk layanan
Rehabilitasi Sosialyang ada di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan.
f. Tahap Resosialisasi
Resosialisasi merupakan tahap penyiapan
bagi klien untuk dapat kembali ke dalam
kehidupan bermasyarakat secara normal dan baik
dengan mengaplikasikan seluruh kemampuan
yang dimilikinya selama berada di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan yang
tercermin melalui PBK atau Praktek Belajar Kerja
yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan
magang. PBK dilakukan dengan tujuan
memberikan kesempatan kepada klien untuk
mempraktekkan kemampuan yang didapatkan
selama di UPT serta untuk mempersiapkan klien
terjun kembali ke kehidupan masyarakat. Kegiatan
ini berlangsung selama 2 bulan di perusahaan
maupun pelaku usaha lain. Karena PBK adalah
urusannya dengan perusahaan, maka UPT
berusaha mencarikan perusahaan maupun pelaku
usaha lain sebagai tempat magang klien.
g. Tahap Bimbingan Lanjut
Kamil (2007:169) menjelaskan
bahwasannya pendampingan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang yang bersifat
konsultatif yaitu menciptakan suatu kondisi
sehingga pendamping maupun yang didampingi
bisa berkonsultasi memecahkan masalah bersama-
sama, interaktif, komunikatif, dan motifatif.
Pelaksanaan pendampingan yang ada di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
dilaksanakan dalam kurun waktu satu bulan sekali
kepada klien yang sudah lulus dua tahun terakhir.
Pendampingan tersebut berupa bimbingan analisa
usaha dan perencanaan operasional usaha sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, engunjungi
tempat usaha klien secara berkala guna memantau
perkembangan usaha dan kesejahteraan klien, dan
pembinaan komunikasi dengan Dinas Sosial Kota
atau Kabupaten untuk berkoordinasi mencarikan
peluang usaha kepaa klien yang telah lulus yang
masih belum bekerja untuk disalurkan ke
perusahaan.
h. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan tahap terakhir dari
layanan rehabilitasi sosial, sehingga dapat
dikatakan bahwa terminasi merupakan terputusnya
secara resmi layanan rehabilitasi sosial yang
diberikan. Setelah masa layanan dari program
rehabilitasi yang intinya berupa berbagai
bimbingan telah selesai dan habis, maka disitulah
saatnya bagi klien untuk kembali ke lingkungan
sosial asalnya serta melakukan aktivitas pekerjaan
seperti manusia normal lainnya untuk melakukan
fungsi sosialnya secara wajar. Hal ini dilakukan
karena kasus atau permasalahan klien telah
selesai.Penyaluran dilakukan secara optimal
dengan pelayanan panti yang diikuti prosedur
administratif dan teknis untuk menghentikan
seluruh pelayanan . hal ini apabila klien sudah
menunjukan hasil yang maksimal.
3. Manfaat Program Rehabilitasi Sosial yang
Diselenggarakan di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan Sebagai Upaya Peningkatan
Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas
Bekal rehabilitasi sosial yang didapatkan oleh
penyandang disabilitas akan mampu memberikan
pengembangan terhadap sikap, perubahan tingkah
laku, rasa harga diri, penyesuaian diri dengan
lingkungan, pengetahuan, bakat dan potensi yang
mereka miliki sehingga tingkat produktivitas dan
SDM (sumber daya manusia) penyandang disabilitas
akan meningkat yang akan berpengaruh terhadap
pulihnya kesempatan vokasional dari penyandang
disabilitas. Hal inilah yang menjadikan penyandang
disabilitas menjadi pribadi yang jujur, bertanggung
jawab, terampil, mandiri, serta mampu merubah pola
pikir penyandang disabilitas bahwa mereka mampu
melakukan kegiatan seperti manusia normal lainnya.
Sehingga program rehabilitasi sosial memberikan
bantuan kepada klien untuk mendapatkan kesempatan
kerja yang lebih besaryang tercermin dari berbagai
kesiapan klien seperti hal-hal berikut
a. Perubahan Konsep Diri Penyandang
Disabilitas (Klien)
Klien merasa dirinya sama dengan manusia
normal lainnya setelah mendapatkan layanan
program rehabilitasi sosial. Mereka sudah mampu
menerima kondisinya yang cacat yang tidak
mungkin bisa dirubahnya, serta memahami bahwa
setiap manusia tidak ada yang sempurna, semua
pasti ada kurang dan lebihnya.
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
12
Konsep diri yang dimiliki oleh klien
menggambarkan suatu konsep diri yang positif
terutama dari segi sosial dan fisik. Konsep diri
positif itu sendiri menurut William D. Brooks
(dalam Sarastika 2014:20) merupakan konsep diri
yang terdiri beberpa unsur, yaitu:
1) Yakin dengan kemampuannya
Orang yang berkonsep diri positif
yakian akan kemampuannya dalam mengatasi
masalah. Orang seperti ini mempunyai rasa
percaya diri sehingga merasa mampu dan
yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa
setiap masalah pati ada jalan keluarnya. Klien
memiliki suatu keyakinanan akan kemampuan
yang dimilikinya yang terbukti dari mampunya
klien membuat sesuatu keterampilan dan hasil
dari keterampilan tersebut lebih bagus. Selain
itu klien menjadi memiliki suatu kapabilitas
dan orientasi untuk maju yang terbukti dari
semangat klien untuk melakukan sesuatu yang
diikuti dengan rasa antusias yang tinggi. Hal
ini menujukkan bahwasannya setelah
mendapatkan program rehabilitasi sosial di
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
klien menjadi memiliki rencana untuk masa
depan.
2) Setara Dengan Orang Lain.
Ciri-ciri yang kedua adalah merasa
setara dengan orang lain. Namun begitu, ia
selalu merendakan hati, tidak sombong, tidak
mencela atau meremehkan siapapun dan selalu
menghargai orang lain. Ini dirasakan betul oleh
klien, karena klien merasa siap menghadapi
orang yang lebih dewasa dan menghadapi
masayarakat disekitar klien. Klien tidak lagi
merasa bahwa dengan kecacatan yang
dimilikinya klien berbeda dengan orang
normal lainnya. Bahkan klien sudah mulai
berani berinteraksi dengan masyarakat yang
ada di sekitar UPT. Interaksi tersebut biasanya
tercermin dari kegiatan klien bertegur sapa
dengan masyarakat sekitar yang dilakukan
oleh klien setiap sore hari dan ketika hari libur.
Mereka menyempatkan diri untuk berjalan-
jalan dan berinteraksi dengan masyarakat
disela-sela kegiatan pembelajaran. Dari
kondisi tersebut terbukti bahwa dengan adanya
program rehabilitasi sosial yang diberikan oleh
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
membuat klien memiliki suatu keberanian
untuk berinteraksi dengan masyarakat karena
klien merasa sama dengan orang lain yang ada.
b. Mengembangkan Kepercayaan Diri
Klien
Kepercayaan diri dari klien tersebut
ditunjukan pada tercapainya indikator-indikator
kepercayan diri seperti yang disampaikan oleh
yang disampaikan oleh Corsini (dalam Safaat
2014:39) pertama, Optimis yaitu selalu
berpengharapan dan berpandangan baik dalam
menghadapi segala hal walaupun dengan
keterbatasan mereka tetap ingin menjalani hidup
bahagia. Penyandang disabilitas yang ada di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan merasa
optimis setelah mendapatkan layanan rehabilitasi
sosial yang terlihat dari keyakinan klien setelah
lulus pasti dapat kembali kemasyarakat dan
bekerja. Rasa optimis ini muncul karena klien
menganggap bahwasannya bekal berbagai
bimbingan yang diberikan oleh pihak UPT
memberikan peningkatan kemampuan klien dalam
hal bersosisialisasi, berinteraksi, konsep diri
untuk bersaing, dan keterampilan untuk bekal
bekerja kelak.
Kedua, berani menghadapi tantangan yaitu
sifat batin (hati) yang tidak takut dalam
menjumpai bahaya atau kesulitan meskipun
dengan kekurangan yang dimiliki oleh mereka
mampu menerima dan menjalankan kesulitan
tersebut secara lebih sabar telaten. Program
Rehabilitasi sosial memberikan bekal keyakinan
kepada klien agar dapat menghadapi rintangan
serta tantangan dalam kehidupannya. Setelah
mendapatkan layanan rehabilitasi sosial klien
mengalami perubahan menjadi tidak takutnya
klien dalam menjalani hidup dan rintangan yang
ada. Mereka berani bekerja dengan segala
kemampuan yang dimilikinya. Terbukti dengan
suksesnya eks klien yang telah lulus dan kembali
kemasyarakat.
Ketiga, yakin terhadap kemampuan yang
dimiliki, yaitu percaya atau mengerti sungguh-
sungguh terhadap kekuatan diri sendiri, mereka
menerapkan kemampuan yamg dimiliki demi
mengisi waktu dan kehidupannya. Hal ini dapat
dilihat pada perubahan kemampuan klien di setiap
bentuk bimbingan keterampilan yang semakin
baik, yang mulanya tidak bisa menjadi bisa.
Bahkan dengan kemampuan yang dimilikinya
membuat klien memiliki usaha sendiri seperti
yang dialami oleh Mas Amin selaku mantan klien
UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan.
Keempat, tidak bergantung pada orang lain,
yaitu klien tidak lagi bergantung pada orang lain
atau yang bisa disebut dengan ADL (Activity
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
13
Daily Living). Kemandirian tersebut tercermin
dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari yang
dilakukan oleh klien seperti mencuci pakaian,
makan, berjalan, dan pada waktu pelaksanaan
bimbingan. Hal inilah yang nantinya akan menjadi
bekal bagi klien untuk terjun dalam dunia kerja.
c. Berani Menghadapi Tantangan dan Risiko
Keyakinan klien tumbuh setelah mereka
mendapatkan berbagai bimbingan yang diberikan,
terutama bimbingan keterampilan yang banyak
memberikan keterampilan bagi klien untuk
digunakan sebagai bahan untuk bekerja, baik itu
secara mandiri maupun ikut di perusahaan sebagai
upaya untuk menghadapi tantangan yang ada.
Sebagaimana dinyatakan oleh Drucker (dalam
Rezka 2013:189) optimisme dan keberanian
mengambil resiko dalam menghadapi suatu
tantangan tidak luput dari pengaruh kepercayaan
diri yang ada. Sikap optimisme dan keberanian
mengambil resiko didasarkan atas perhitungan
yang benar-benar matang dan disesuaikan dengan
tingkat kepercayaan diri yang ada.
d. Menciptakan Kemandirian Klien
Kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
oleh klien di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh
Pasuruan tidak menjadi penghalang bagi mereka
untuk melakukan kegiatan dan aktivitas sehari-
hari layaknya orang normal lainnya sehingga klien
tidak lagi bergantung pada orang lain. Dengan
kata lain klien menjadi manusia yang memiliki
kemandirian hidup sehingga dapat mengurus diri
mereka sendiri tanpa bantuan orang
lain.Kemandirian tersebut tercermin dari aktivitas
yang dilakukan sehari-hari yang dilakukan oleh
klien seperti mencuci, berjalan, melakukan
bimbingan keterampilan dan lain-lain. Hal inilah
yang nantinya akan menjadi bekal bagi klien
untuk terjun dalam dunia kerja yang nyata sebagai
upaya untuk mencapai taraf kesejahteraan
sosialnya. Seperti yang diakatakan oleh Inoue
(dalam Astuti 2013:57) bahwasannya penyandang
cacat juga ingin mencapai taraf kesejahteraan
sosial yang baik, karena mereka juga mampu
untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa
mengharapkan belas kasihan orang lain. Mereka
menjadi tauladan bagi orang-orang yang normal
dengan segala kekurangannya tapi mereka
mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya dan orang banyak.
e. Penyesuaian Diri dengan Lingkungan dan
Menjalin Hubungan Sosial
Seluruh bimbingan yang diberikan kepada
klien terbukti dapat meningkatkan kemampuan
klien dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
sehingga mengembangkan relasi sosial yang
positif pada diri klien agar dapat menjalankan
peran sosialnya dalam hidup bermasyarakat. Hal
ini berarti akan terjadi suatu interaksi sosial bagi
klien karena terjadi suatu kontak dan komunikasi
antara klien dengan masyarakat dan lingkungan.
Interaksi sosial itu sendiri merupakan hubungan
sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara
individu, antara kelompok maupun antara individu
dengan kelompok (Soekanto 2007:62
f. Mengembangkan Produktivitas Vokasional
Klien
Setelah mendapatkan program rehabilitasi
sosial yang diberikan UPT kepada klien dapat
membuat klien memiliki bekal untuk menjalani
eksistensi kehidupannya dalam mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan hidupnya. Klien
memiliki suatu keahlian keterampilan tertentu
yang dapat digunakan sebagai bekal untuk
mencari bahkan menciptakan sebuah pekerjaan.
Karena keterampilan yang dimiliki oleh klien
berkembang sesuai dengan berjalannya waktu.
Semakin lama klien mengikuti program
rehabilitasi sosial semakin terasah pula
keterampilan klien.
Kemajuan yang dimiliki oleh klien dalam
bentuk produktivitas voksional karena adanya
program rehabilitasi sosial seperti yang dijelaskan
diatas, sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
LE.Heinsie dan Canbell (dalam Astuti 2013:56)
yang menyebutkan bahwasannya tujuan adanya
rehabilitasi sosial adalah untuk mencapai
perbaikan penyesuaian klien sebesar-besarnya,
kesempatan vokasional sehingga dapat bekerja
dengan kapasitas maksimal, serta penyesuaian diri
dalam lingkungan perorangan dan sosial secara
memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai
anggota masyarakat.
4. Kekurangan dan Kelebihan Program Rehabilitasi
Sosial yang Diselenggarakan di UPT Rehabilitasi
Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
a. Luasnya daerah yang menjadi sasaran dan
jangkauan UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh
Pasuruan membuat UPT kesulitan dalam
menjangkau dan menyentuh masyarakat yang
mengalami disabilitas sehingga kurang adanya
sosialisasi.
b. Pekerja profesional yang menangani masalah
kesejahteraan sosial di dalam program rehabilitasi
selama ini dianggap terbatas. Padahal standartnya
untuk melayani dan mengatasimasalah
kesejahteraan sosial khususnya penyandang
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
14
disabilitas perlu sebuah tenaga profesional yang
lain selain pegawai dan instruktur. Mereka adalah
psikolog, dokter orthopedi dan istruktur.
c. Bimbingan keterampilan yang diberikan lembaga
kepada klien dianggap sebagai bimbingan yang
kurang lengkap dan kurang mengikuti kebutuhan
pasar kerja. Sehingga perlu bagi lembaga
melakukan suatu pembaharuan dan inovasi
program.
Inovasi itu sendiri merupakan kreativitas
yang diterjemahkan menjadi sesuatu yang dapat
diimplementasikan dan memberikan nilai tambah
atas sumber daya yang kita miliki (Suryana
2013:213). Inovasi merupakan alat untuk
memanfaatkan perubahan sebagai peluan bagi
bisnis yang berbeda atau jasa yang bebeda.
Inovasi dapat ditammpilkan sebagai ilmu,
dipelajari, dan dipraktekkan. Inovasi juga dapat
dikatak sebagai mengubah nilia dan kepuasan
yang diperoleh konsumen dari sumber daya
(Suryana 2013:221).
d. Klien berasal dari latar belakang yang berbeda-
beda, sehingga dalam pelaksanaan program
terkadang mengalami kesulitan. Terdapat klien
yang memiliki dasar pendidikan bahkan ada juga
klien yang tidak memilikinya sehingga klien
tersebut ada yang buta huruf, ada klien yang
masuk usia produktif dan ada juga klien yang
sudah melewati usia produktif.
Sedangkan mengenai kelebihan dari program
rehabilitasi yang terdapat di UPT Rehabilitasi Sosial
Cacat Tubuh Pasuruan adalah sebagai berikut:
a. UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
mendapatkan dukungan dari pihak ketiga yang
merupakan sekumpulun orang yang peduli akan
kesejahteraan sosial terutama masalah penyandang
disabilitas karena adanya kerjasama dengan pihak
ketiga tersebut.
b. Semangat dan ketertarikan klien dalam mengikuti
layanan rehabilitasi sosial menjadi kelebihan
dalam pelaksanaan karena dengan segala
keterbatasan yang mereka miliki, mereka masih
memiliki semangat yang tinggi untuk berubah.
Bahkan kepercayaan diri mereka muncul yang
terbukti dengan sosialisasi yang berjalan antar
sesama.
PENUTUP
Simpulan
Sesuai hasil data penelitian dan pembahasan yang
telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diperoleh
kesimpulan mengenai:
1. Program Rehabilitasi Sosial yang terdapat di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan terdiri
dari bimbingan sosial, bimbingan mental,
bimbingan keterampilan, dan bimbingan fisik.
2. Proses Kegiatan Rehabilitasi Sosial di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
diterapkan delapan tahapan pelayanan antara lain
tahap penerimaan, pemeriksaan kesehatan, pra
rehabilitasi, assesment, pembinaan dan bimbingan
sosial, resosialisasi, bimbingan lanjut, dan
terminasi.
3. Bekal rehabilitasi sosial yang didapatkan oleh
penyandang disabilitas mampu memberikan
pengembangan dalam berbagai sektor yang
menjadi bekal positif dalam kesempatan kerja
klien. Berbagai perkembangan tersebut adalah
membantu klien dalam perubahan konsep diri,
membantu mengembangkan kepercayaan diri
klien yang terbukti dengan tercapainya indikator
kepercayaan diri yaitu optimis, berani menghadapi
tantangan, yakin terhadap kemampuan yang
dimiliki, dan tidak bergantung pada orang lain,
selanjutnya yaitu membantu klien untuk berani
menghadapi tantangan, membantu menciptakan
kemandirian klien, membantu klien dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan serta menjalin
hubungan sosial, dan yang terakhir adalah
membantu klien dalam mengembangkan
produktivitas vokasionalnya.
4. Kekurangan program rehabilitasi sosial di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan adalah
sebagai berikut:
a. Luasnya daerah yang menjadi sasaran dan
jangkauan UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan membuat UPT kesulitan
dalam menjangkau dan menyentuh masyarakat
yang mengalami disabilitas.
b. Terbatasnya pekerja profesional yang
menangani masalah kesejahteraan sosial di
dalam program rehabilitasi.
c. Bimbingan keterampilan yang diberikan
lembaga kepada klien dianggap sebagai
bimbingan yang kurang lengkap dan kurang
mengikuti kebutuhan pasar kerja.
d. Perbedaan latar belakang kehidupan kllien
terkadang menjadi penghalang dalam
pelaksanaan program.
5. Kelebihan program rehabilitasi sosial di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan adalah
sebagai berikut:
c. UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
mendapatkan dukungan dari pihak ketiga yang
merupakan sekumpulun orang yang peduli
Pengembangan Program Rehabilitasi Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas di UPT
Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh Pasuruan
15
akan kesejahteraan sosial terutama masalah
penyandang disabilitas.
d. Semangat dan ketertarikan klien dalam
mengikuti layanan rehabilitasi sosial menjadi
kelebihan
Saran
Hasil penelitan dan pembahasan, serta
kesimpulan dari penelitian ini membuat peneliti
menyampaikan bebrbagai saran sebagai berikut:
1. Harusnya pihak UPT Rehabilitasi Sosial Cacat
Tubuh Pasuruan juga memiliki tekerja
professional lain seperti dokter orthopedy,
psikolog, dan instruktrur yang bekerja bersama-
sama dalam menangani masalah kesejahteraan
sosial di dalam program rehabilitasi.
2. Bimbingan keterampilan yang diberikan lembaga
kepada klien hendaknya ditambah dan disesuaikan
dengan kebutuhan pasar sehingga setelah klien
lulus dari UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Tubuh
Pasuruan memiliki keahlian yang sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan saat ini.
3. Perlu adanya suatu ketegasan dari pemerintah
khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk
memberikan penekanan kepada perusahaan
maupun pelaku usaha lain agar dapat menerima
tenaga kerja disabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills
Education). Bandung: Alfabeta.
Astuti, Mulia. 2013. Penguatan peran keluarga,
masyarakat, dan pemerintah daerah dalam
proses rehabilitasi sosial penyandang disabilitas
netra melalui panti. Jurnal Kementrian Sosial.
Vol. 18. No. 01 Tahun 2013. Hal 55-62.
Departemen Sosial RI. Undang-undang RI No. 4
Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
Jakarta Hikmat, Harry. 2010. Strategi
pengembangan Kewirausahaan Masyarakat.
Bandung: Humaniora Utama Press
Kamil, Mustofa. 2009. Pendidikan Non Formal.
Bandung: Alfabeta.
Kamil, Mustofa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan
(Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta
Kemensos RI. 2012. Profil Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial Indonesia 2011.Jakarta.
Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal As An
Empowering Process With Casda Studies From
Indonesia and Thailand. Boston.: Center Of
International Education, University Of
Massachusetts.
M.tribunnews.com/nasional/2011/51/09/PPCI-
Perusahaan-Harus-Mempekerjakan-1-Persen-
Penyandang-Cacat. Diakses tanggal 07-januari-
2015-pukul 00.12 WIB.
Moleong, Lexy J . 2013. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Randall S S, dan Susan E. Jackson. 1997. Manajeman
Sumber Daya Manusia. Menghadapi Abad 21.
Jakarta: Erlangga
Rezka, Arina R. 2013. Penerapan Model EFT (Enam
Model Inti) dalam Menumbuhkan Sikap
Kewirausahaan Peserta Didik Pada Program
Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKM)
di UPT SKB Kota Malang. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Surabaya. Universitas
NegeriSurabaya
Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif. Surabaya: Unesa University
Press.
Safaat, Ridhon. 2014. Program Bimbingan Sosial Dalam
Upaya Menumbuhkan Kepercayaan Diri Warga
Eks penderita kusta di UPT Rehabilitasi Sosial
Eks penderita kusta Desa Kedungjambe
Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban.
Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya. Universitas
Negeri Surabaya.
Saleha, Putri K. 2011. Evaluasi Hasil (Outcome)
Program Kursus Kecantikan dalam Memberikan
Peluang Kerja bagi Peserta Didik di Lembaga
Kursus dan Pelatihan “Noeralita” Jl. Simorejo
II No. 66 Surabaya. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.
Sarastika, Pradipta. 2014. Buku Pintar Tampil Percaya
Diri, Yogyakarta: Araska
Soekanto,S. 2007. Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi 4.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya
Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Suryana. 2006. Kewirausahaan, Pedoman Praktis:
Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta:
Salemba Empat.
Suryana, yunus. 2013. Kewirausahaan Pendekatan
Karakteristik Wirausahawan Sukses. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Sutarso. 2005. Praktek Pekerjaan Sosial dalam
Pembangunan Masyarakat, jilid 1.
Balatbangsos Depsos RI.