Post on 26-Oct-2020
PENGARUH PERSEPSI PENERAPAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46
TAHUN 2013 TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK UMKM
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Gelar Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
ABDUL WASHIK
135030400111032
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
PROGRAM STUDI PERPAJAKAN
MALANG
2017
i
Motto
Jangan takut untuk gagal
Selagi Kaki kita sudah melangkah maju, jangan sampai
kaki kita melangkah untuk mundur
Abdul Washik
ii
iii
iv
v
RINGKASAN
Peran UMKM sangat penting dalam perekonomian Indonesia karena dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. UMKM sebagai penyumbang
cukup besar terhadap PDB (Produk Domestik Indonesia) tetapi penerimaan pajak
dari sektor UMKM relatif kecil. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 4,8 Miliar sehingga dapat meningkatkan
penerimaan pajak dari sektor UMKM. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun
2008 batasan Rp 4,8 Miliar merupakan kategori UMKM. Upaya untuk
meningkatkan kepatuhan pajak tersebut dilaksanakan dengan pemberian
kesederhanaan dan kemudahan dalam perhitungan, penyetoran, dan pelaporan
Pajak Penghasilan. Namun, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dengan tarif
tunggal 1% yang bersifat final ini menimbulkan beberapa pro dan kontra terhadap
UMKM. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh persepsi keadilan pajak,
persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan, dan persepsi kemudahan
administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan teknik
analisis regresi linear berganda untuk menguji hipotesis dari tiga variabel bebas
yaitu persepsi keadilan pajak, persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan, dan
persepsi kemudahan administrasi perpajakan terhadap satu variabel terikat yaitu
kepatuhan Wajib Pajak. Data primer didapatkan melalui penyebaran kuesioner
kepada 98 responden yang tergolong Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama
Sidoarjo Utara dengan teknik sampling insidental. Hasil penelitian menunjukan
bahwa persepsi keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Sedangkan persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan dan persepsi
kemudahan administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib
Pajak di KPP Pratama Sidoarjo Utara.
Kata kunci: Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, keadilan pajak,
kesederhanaan administrasi perpajakan, kemudahan administrasi perpajakan, dan
kepatuhan Wajib Pajak
vi
SUMMARY
The role of Micro, Small, and Medium Esterprise (MSMEs) is very important
in the Indonesian economy because it can increase the national economic growth.
MSME is a big contributor to the GDP (Gross Domestic Bruto) but the tax revenue
from MSME is relatively small. The government regulation No. 46 of 2013 is the
government’s effort to improved tax compliance with gross turnover less than Rp
4,8 Bilion so it can increase tax revenue from MSME sector. Regarding to law No.
20 Year 2008 limit of Rp 4,8 Bilion is a category of MSMEs. Efforts to improve
tax compliance are carried out by providing simplicity and ease in calculating,
depositing, and reporting Income Tax. However, Goverment Regulation No. 46
Year 2013 with a single rate of 1% which is final this cause some pros and cons
againts MSMEs. The purpose of this study to determine the influence of perception
of tax fairness, perception of simplicity of tax administration, and perception of
ease of tax administration to MSME taxpayer compliance.
The type used in this research is quantitative with multiple linier regression
analysis technique to test the hypothesis of three independent variables are the
perception of tax fairness, the perception of simplicity of tax administration,
perception of ease of tax administration to a dependent variable is taxpayer
compliance. The primary data in this research have been obtained by issuing
questionnaires to 98 respondents belonging to taxpayer subject to income tax in
accordance with the government regulation No. 46 of 2013 in KPP Pratama North
Sidoarjo with incidental sampling technique. The result of this research showed that
the perception of tax fairness did not have any influence to the level of taxpayer
compliance. Meanwhile, the perception of simplicity of tax administration and
perception of ease of tax administration have positive influence to the level of
taxpayer compliance.
Keywords: Government Regulation No. 46 of 2013, tax fairness, simplicity of tax
administration, ease of tax administration, and taxpayer compliance.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, Tuhan semesta
alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah milimpahkan Rahmat
dan Hidayatnya. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Persepsi Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak UMKM”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Perpajakan pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terwujud tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang
2. Bapak Dr.Drs. Mochammad Al Musadieq, MBA selaku Ketua Jurusan
Admistrasi Bisnis
3. Bapak Khadarisman Hidayat, M,Si selaku Ketua Program Studi Perpajakan
Fakultas Ilmu Administrasi Universita Brawijaya Malang
4. Bapak Yuniadi Mayowan, S.Sos, M. AB selaku Sekretaris Program Studi
Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
5. Ibu Priandhita Sukowidyanti A. SE, MSA, Ak selaku Dosen Pembibing
Skripsi, yang selalu membimbing selama proses penulisan skripsi dan
mendidik agar sering membaca.
viii
6. Kedua orang tua saya dan kakak adik saya yang senantiasa selalu
memberikan doa’a dan dukungan kepada saya.
7. Yuniar Putri Andaru, yang selalu mendampingi saat senang maupun susah.
Terima kasih atas do’a, motivasi, dan dukungannya dari proses di bangku
sekolah hingga sama-sama mau jadi sarjana.
8. Teman – teman perpajakan angkatan 2013 yang telah mendukung saya
untuk terus maju dan meyelesaikan skripsi ini dan juga teman-teman WMC
Malanan selalu mendukung untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Dan seluruh pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Malang, 1 September 2017
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO ................................................................................................................... i
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ...................................................... iv
RINGKASAN ......................................................................................................... v
SUMMARY ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 11
D. Kontribusi Penelitian ............................................................................... 12
E. Sistematika Penulisan .............................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 14
B. Persepsi ..................................................................................................... 16
C. Keadilan Pajak ......................................................................................... 17
D. Kesederhanaan Perpajakan ...................................................................... 19
E. Kemudahan Perpajakan ........................................................................... 20
F. Kompleksitas Pajak .................................................................................. 21
G. Kebijakan Publik ..................................................................................... 22
1. Pengertian Kebijakan Publik ............................................................. 22
2. Proses Kebijakan Publik .................................................................... 23
3. Tahapan-Tahapan dalam Proses Implementasi ................................... 24
4. Pendekatan-Pendekatan Implementasi .............................................. 25
H. Peraturan pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ......................................... 28
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 .................................... 28
2. Kriteria yang dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 .. 28
3. Pengecualian yang dikenakan Peraturan Pemeritah No. 46 Tahun 2013 29
4. Tarif Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dan Dasar Pengenaan
Pajak .................................................................................................. 30
I. Pajak Penghasilan Final ........................................................................... 32
J. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ....................................... 32
1. Definisi UMKM ................................................................................. 32
2. Kriteria UMKM ................................................................................. 34
3. Karakteristik UMKM ........................................................................ 34
K. Kepatuhan Wajib Pajak ........................................................................... 35
1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak ................................................... 35
2. Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak ................................................... 36
L. Tinjauan Umum Perpajakan .................................................................... 37
1. Definisi Pajak .................................................................................... 37
2. Asas Pemungutan Pajak .................................................................... 38
3. Sistem Pemungutan Pajak ................................................................. 40
4. Tarif Pajak ......................................................................................... 42
5. Syarat Pemungutan Pajak .................................................................. 42
M. Model Konseptual ................................................................................... 43
N. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 44
O. Model Hipotesis ...................................................................................... 50
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 52
B. Lokasi Penelitian .......................................................................................... 52
C. Variabel penelitian ....................................................................................... 53
a. Variabel Independen (bebas) ................................................................. 53
b. Variabel dependen (terikat) .................................................................... 54
D. Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel .................. 54
1. Definisi Operasional .............................................................................. 54
2. Skala Pengukuran ................................................................................... 59
E. Populasi dan Sampel .................................................................................... 59
F. Teknik Pengumpulan data ............................................................................ 61
1. Jenis Data ............................................................................................... 61
a. Data Primer ...................................................................................... 61
b. Data sekunder ................................................................................... 62
2. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 62
G. Metode Analisis Data ................................................................................... 63
1. Uji Validitas ........................................................................................... 64
2. Uji Reliabilitas ....................................................................................... 64
3. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 65
a. Uji Normalitas .................................................................................. 65
b. Uji Multikolinieritas ......................................................................... 66
c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................................... 66
4. Analisis Regresi Linear Berganda .......................................................... 67
H. Uji Hipotesis ................................................................................................ 68
1. Uji F ....................................................................................................... 68
2. Uji t ........................................................................................................ 68
3. Analisis Koefisien Determinasi (R 2 ) ................................................... 69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Instansi ........................................................................... 70
1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara ...................... 70
2. Lokasi ..................................................................................................... 71
3. Visi ......................................................................................................... 71
4. Misi ........................................................................................................ 71
5. Struktur Organisasi ................................................................................ 72
a. Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal .................................... 72
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ............................................. 73
c. Seksi Pelayanan ............................................................................... 73
d. Seksi Penagihan ............................................................................... 73
e. Seksi Pemeriksaan ........................................................................... 74
f. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan ............................................... 74
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I ................................................. 74
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV ............................. 74
B. Gambaran Umum Responden ...................................................................... 75
1. Gambaran Responden Berdasarkan Subjek Pajak ................................. 75
2. Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Omzet ............................... 76
C. Analisis Statistik Deskriptif ......................................................................... 77
1. Deskripsi Tanggapan Responden ........................................................... 77
2. Deskripsi Variabel Persepsi Keadilan Pajak (X1) ................................. 77
3. Deskripsi Variabel Persepsi Kesederhanaan Administrasi Perpajakan (X2) 81
4. Deskripsi Variabel Persepsi Kemudahan Administrasi Perpajakan (X3) 83
5. Deskripsi Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) .................................... 85
D. Analisis Statistik Inferensial ........................................................................ 87
1. Uji Validitas ........................................................................................... 87
2. Uji Reliabilitas ....................................................................................... 90
3. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 91
a. Uji Normalitas .................................................................................. 91
b. Uji Multikolinieritas ......................................................................... 92
c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................................... 93
d. Analisis Regresi Linear Berganda .................................................... 94
E. Pengujian Hipotesis ..................................................................................... 97
1. Uji F ....................................................................................................... 97
2. Uji t ........................................................................................................ 97
a. Uji Hipotesis 1 ................................................................................. 98
b. Uji Hipotesis 2 ................................................................................. 98
c. Uji hipotesis 3 .................................................................................. 98
3. Koefisien Determinasi (R2) .................................................................... 99
F. Pembahasan .................................................................................................. 99
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKIASI
A. Kesimpulan .................................................................................................. 106
B. Saran ............................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 109
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 14
Tabel 3.1 Data Jumlah UMKM Tahun 2012 2016............................................ 52
Tabel 3.2 Variabel, Indikator, dan Item ............................................................ 57
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Subjek Pajak ........................ 76
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Omzet ...................... 76
Tabel 4.3 Interpretasi Mean Jawaban Responden ............................................. 77
Tabel 4.4 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Persepsi Keadilan
Pajak (X1) ......................................................................................... 78
Tabel 4.5 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Persepsi
Kesederhanaan Administrasi Pajak (X2) .......................................... 82
Tabel 4.6 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Persepsi Kemudahan
Administrasi Pajak (X3) .................................................................... 84
Tabel 4.7 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Kepatuhan Wajib
Pajak UMKM .................................................................................... 85
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Keadilan Pajak ...................... 88
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Kesederhanaan Administrasi
Pajak ….............................................................................................. 89
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Kemudahan Administrasi Pajak
............................................................................................................ 89
Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak UMKM ......... 90
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas ......................................................................... 91
Tabel 4.13 One-Sample Kolmogorov Smirnov Test ............................................ 92
Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolinieritas ................................................................ 93
Tabel 4.15 Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 94
Tabel 4.16 Tabel Uji Linier Berganda ................................................................. 95
Tabel 4.17 Hasil Uji Simultan (Uji F) ................................................................. 97
Tabel 4.18 Koefisien Determinasi (R2) ............................................................... 99
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Konseptual .............................................................................44
Gambar 2.2 Model Hipotesis ................................................................................51
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Sidoarjo Utara .............................72
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner.........................................................................................113
Lampiran 2 Hasil Rekap Kuesioner....................................................................117
Lampiran 3 Hasil Output SPSS...........................................................................122
Lampiran 4 Curriculum Vitae.............................................................................130
Lampiran 5 Surat Riset.......................................................................................131
Lampiran 6 Surat Keterangan Setelah Riset.......................................................132
Lampiran 7 Dokumentasi....................................................................................133
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran UMKM sangat penting dalam perekonomian Indonesia karena dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak dipungkiri, kontribusi
UMKM terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia cukup besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kontribusi UMKM terhadap PDB dalam
kurun waktu tahun 2006 sampai tahun 2013 meningkat 46% (Badan Pusat Statistik,
2013). Menurut Sukirno (2012:17), Produk Domestik Bruto adalah produk nasional
yang diwujudkan oleh faktor-faktor produksi di dalam negeri baik milik warga
negara dan orang asing . Selain itu, UMKM lebih tangguh dari perusahaan besar
yang mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya pada saat krisis
ekonomi beberapa waktu yang lalu. UMKM juga sangat berperan dalam
mengurangi angka pengangguran dan menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik, tahun 2010 jumlah tenaga kerja UMKM tercatat sebesar 99,4
juta orang dan mengalami kenaikan sebesar 14,1 persen atau sebanyak 114,1 juta
orang di tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2013).
Pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan untuk mendorong pertumbuhan
UMKM. Menurut Abidin (2015) dalam Kemenkeu (2015), salah satu kebijakan
yang dikeluarkan yaitu, memberikan fasilitas subsidi bunga kepada UMKM dengan
memperoleh kredit bunga yang rendah dari 22 persen menjadi 12 persen. Selain
kebijakan tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan dibidang perpajakan
di tahun 2013 yaitu, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang pengenaan
2
Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif tunggal. Meski tidak dinyatakan
secara ekplisit, yang menjadi target pemajakan dalam ketentuan peraturan tersebut
adalah UMKM. Hal ini terlihat dari batasan pengenaan pajak dengan peredaran
usaha Rp 4,8 Miliar dalam Peraturan Pemerintah tersebut yang masih dalam
lingkup pengertian UMKM. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008
pengertian UMKM adalah Usaha Mikro, yaitu usaha yang dilakukan orang
perorangan atau badan usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 300 juta. Usaha Kecil, yaitu usaha yang dilakukan orang perorangan atau badan
usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5
Miliar. Sedangkan Usaha Menengah, yaitu usaha yang dilakukan orang perorangan
atau badan usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan Rp 2,5 Miliar sampai
dengan Rp 50 Miliar. Menurut Tambunan (2013) dalam Ortax (2013), latar
belakang terbitnya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dikarenakan
penerimaan pajak dari sektor UMKM belum tergali secara maksimal dan terdapat
potensi pajak dari sektor UMKM yang dapat meningkatkan penerimaan negara
dalam sektor pajak.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini mengatur tentang Pajak
Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu yang bersifat final dengan tarif 1%. Peredaran
bruto yang dimaksud adalah peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 Miliar.
Namun, tidak semua Wajib Pajak dikenakan Peraturan Pemerintah yang bersifat
final ini. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa
yang menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang
3
menetap maupun tidak menetap dan badan yang belum beroperasi secara komersial
atau badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun beroperasi secara komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4,8 Miliar, tidak termasuk Wajib Pajak
yang dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 merupakan salah satu produk dari
kebijakan publik. Menurut Udoji (1981) dalam Wahab (2012:15), kebijakan publik
merupakan suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang
saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga masyarakat. Salah satu
tahapan kebijakan publik yaitu, tahap implementasi kebijakan. Suatu kebijakan
yang akan diproyeksikan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau
dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana kebijakan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang diharapkan mempunyai dampak yang
signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan berpengaruh terhadap penerimaan
pajak sehingga tujuan untuk mencapai target dari penerimaan negara dari sektor
pajak dapat terpenuhi. Oleh karena itu, kebijakan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013 perlu untuk direalisasikan dengan harapan berdampak positif terhadap
penerimaan negara.
Pandangan pemerintah sendiri, terbitnya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada Wajib
Pajak dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu, penerbitan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 juga bertujuan untuk mengurangi beban
administrasi bagi Wajib Pajak maupun fiskus. Penerapan Peraturan Pemerintah No.
4
46 Tahun 2013 dengan tarif pajak 1% yang dikenakan kepada usaha UMKM
diharapkan memiliki dampak positif bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan karena tarif pajak yang dikenakan sangat rendah sehingga Wajib Pajak
akan membayar pajak dengan tepat waktu.
Namun, ada pihak UMKM yang kontra terhadap Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013. Menurut Tambunan (2013) dalam Ortax (2013) adapun kontra tersebut
yaitu, Peraturan Pemerintah ini tidak menerapkan keadilan pajak yang
mencerminkan kemampuan membayar (ability to pay) seperti dalam teori
pembagian beban pajak yaitu teori daya pikul yang dikemukakan oleh Suparnyo.
Berdasarkan teori daya pikul pembagian pajak hendaknya disesuaikan dengan daya
pikul atau kemampuan seseorang. Pemajakan yang adil adalah semakin besar
penghasilan yang diperoleh semakin besar pula pajak yang dibayar. Penghasilan
yang dimaksud adalah penghasilan neto yaitu, penghasilan bruto setelah dikurangi
biaya-biaya pengurang yang diperkenakan sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku (Mansury, 1996). Pengenaan pajak dari ketentuan Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 dihitung dengan mengalikan tarif langsung terhadap peredaran
bruto. Jadi, besar kecilnya peredaran bruto tetap akan dikalikan dengan tarif tunggal
sebesar 1%, namun tidak semua peredaran bruto dapat dikatakan laba. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 pasal 8 huruf c, Wajib Pajak yang
dikenakan dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tidak dapat
mengkompensasikan kerugian dengan tahun pajak berikutnya. Apabila suatu
perusahaan pada tahun 2014 dikenai Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dan
5
mengalami kerugian, maka atas kerugian pada tahun 2014 tersebut tidak dapat
dikompensasikan dengan pajak tahun 2015.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 juga dapat merugikan sebagian
UMKM yang berbentuk badan usaha. Menurut Tambunan (2013) dalam Ortax
(2013), apabila Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dibandingkan dengan
peraturan Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 31E, UMKM yang berbentuk
badan usaha yang persentase penghasilan kena pajak dibawah 8% maka menjadi
kerugian bagi UMKM tersebut. Jika peredaran bruto Rp 2,4 Miliar, maka pajak
yang dibayar dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah 24 juta (2,4
miliar x 1%), sedangkan dengan peraturan Undang-Undang Pajak Penghasilan
pasal 31E pajak yang dibayar adalah Rp 18 juta (2,4 miliar x 6% x 50% x 25%).
Sehingga dengan penggenaan pajak yang lebih besar akan berdampak pada
pendapatan bersih UMKM tersebut. Apakah dengan pengenaan pajak yang lebih
besar akan dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak UMKM dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya atau tidak.
Liu (2014), menunjukkan bahwa kebanyakan kebijakan pajak tidak berdampak
signifikan pada kinerja kewirausahaan. Jadi, kebijakan pajak tidak berpengaruh
terhadap pendapatan dari kewirausahaan, ketanagakerjaan, atau produktivitas di
Amerika Serikat. Namun, Gentry dan Hubbard (2004), menunjukan bahwa tingkat
tarif pajak marginal berpengaruh negatif pada kewirausahaan di Amerika Serikat.
Tarif pajak marginal adalah salah satu sistem pajak yang dikenakan terhadap
pendapatan tertentu, dalam sistem pajak progresif yang dianut Amerika Serikat,
tarif pajak marginal meningkat sejalan dengan kenaikan pendapatan. Hal tersebut
6
dapat mengurangi minat untuk berwirausaha sehingga akan berpengaruh negatif
terhadap kewirausahaan. Sementara itu, Atawodi dan Ojeka (2012) yang
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) terhadap kepatuhan pajak di Nigeria Tengah Utara. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan UKM adalah tarif
pajak yang tinggi dan prosedur pelaporan yang kompleks. Oleh karena itu,
disarankan sebaiknya UKM dikenai persentase pajak yang lebih rendah agar
pendapatan UKM cukup untuk mengembangkan bisnisnya.
Meskipun terdapat beberapa pro dan kontra terhadap terbitnya Peraturan
Pemeritah No. 46 Tahun 2013, tetapi peraturan ini diharapkan mampu
meningkatkan kepatuhan pajak Wajib Pajak khususnya kelompok UMKM.
Richardson dan Sawyer (2011) dalam Saad (2013), kompleksitas kepatuhan
merupakan salah satu bentuk dari kompleksitas pajak. Evans dan Tran-Nam (2013)
dalam (Gambo et al, 2014) kompleksitas pajak menurut Wajib Pajak yaitu, dilihat
dari waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan pajak
terutang yang dibayarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sedangkan Kepatuhan pajak adalah perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Menurut
Manurung (2013) dalam Direktorat Jenderal Pajak (2013), kepatuhan pajak
merupakan fenomena yang sangat kompleks yang dilihat dari banyak perspektif.
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak antara lain
pengetahuan Wajib Pajak, kualitas pelayanan publik, tingkat tarif pajak, dan
ketidakadilan pajak. Helhel dan Ahmed (2014), menyimpulkan bahwa faktor
7
rendahnya kepatuhan pajak di Yaman dikarenakan dua faktor yaitu, tarif pajak yang
tinggi dan sistem pajak yang tidak adil. Andreas dan savitri (2015), menyimpulkan
bahwa sosialisasi pajak, pengetahuan pajak, dan kualitas layanan mempengaruhi
kesadaran pajak sehingga dapat juga berpengaruh terhadap kepatuhan pajak.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 bertujuan memberikan
kesederhanaan administrasi perpajakan sehingga diharapkan dapat mendorong
tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Joumard (Kamleitner et al, 2010) dalam Bashori
(2014) menyatakan bahwa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak adalah penyederhanaan proses perpajakan. Widodo (2010) dan
Bashori (2014) dalam Rosella (2015) juga menyatakan bahwa administrasi
perpajakan perlu dilakukan penyederhanaan sehingga memberikan kemudahan dan
akan mampu mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Penyederhanaan tarif pajak
yang ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 1% berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 juga diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Tarif tunggal sebesar 1% akan membuat sederhana dan mudah Wajib Pajak dalam
menghitung jumlah Pajak Penghasilan yang terutang sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Sedangkan penelitian Rosella (2015)
menyimpulkan bahwa persepsi kesederhanaan perpajakan terkait Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak.
Kemudahan administrasi juga merupakan tujuan dari Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 yang diharapkan mampu mendorong Wajib Pajak untuk patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sari (2015) menyatakan bahwa PP
8
Nomor 46 Tahun 2013 ditetapkan atas dasar pertimbangan memberikan kemudahan
dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak. Resyniar (2014) juga
menyatakan bahwa kemudahan perpajakan khususnya dengan penerapan PP No. 46
tahun 2013 yaitu tidak ada penghitungan pajak yang rumit dan sukar dipahami.
Rumus dalam menghitung pajak cukup mudah yaitu 1% dari omset. Penghitungan
Pajak Penghasilan terutang antara Wajib Pajak Orang Pribadi maupun badan adalah
sama. Wajib Pajak hanya perlu mencatat hasil penjualan kemudian dikalikan
dengan tarif 1% untuk mendapatkan jumlah Pajak Penghasilan yang terutang sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
Disisi lain, berdasarkan SE Nomor 42/PJ/2013 tentang pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu, bahwa Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) tepat waktu sebelum tanggal 15 masa pajak
berikutnya tidak wajib melaporkan SPT Masa Pajak PPh sehingga pelaksanaan
administrasi semakin mudah. Pendapat tersebut didukung dengan adanya penelitian
Rosella (2015), menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan perpajakan terkait
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh positif terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak. Sari (2015), menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan
perpajakan terkait Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh positif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin mudahnya
mekanisme dari suatu peraturan maka akan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak.
9
Pelaksanaan kemudahan dan kesederhanaan administrasi yang diberikan
belum cukup untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Diperlukan juga
keadilan dalam sistem Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 karena suatu
sistem pajak harus menerapkan keadilan pajak terhadap pemungutan pajak yang
akan dibebankan terhadap Wajib Pajak. Smith (Wicaksono, 2014) dalam Rosella
(2015) menyatakan bahwa prinsip paling utama dalam rangka pemungutan pajak
adalah keadilan dalam perpajakan yang dinyatakan dengan suatu pernyataan bahwa
setiap warga negara hendaklah berpartisipasi dalam pembiayaan pemerintah.
Keadilan yang dimaksud dalam peraturan ini yaitu, berapapun peredaran bruto yang
diperoleh akan dikenakan tarif tunggal sebesar 1%. Menurut Vogel, et al
(Richardson, 2005) dalam Berutu dan Harto (2012), pembayar pajak cenderung
untuk menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak
adil. Hal tersebut menunjukkan pentingnya dimensi keadilan pajak sebagai variabel
yang mempengaruhi kepatuhan pembayar pajak.
Azmi dan Perumal (2008), menyimpulkan bahwa dari lima dimensi keadilan
yaitu keadilan umum, struktur tarif pajak, timbal balik pemerintah, kepentingan
pribadi, dan ketentuan-ketentuan khusus, hanya tiga dimensi keadilan pajak yang
berpengaruh di Malaysia, yaitu keadilan umum, struktur pajak, dan kepentingan
pribadi. Sedangkan 2 dimensi keadilan pajak lainnya yaitu, timbal balik dengan
pemerintah dan ketentuan-ketentuan khusus yang tidak mempengaruhi Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Sementara itu, Pris (2010) menyimpulkan
bahwa seluruh dimensi keadilan pajak, yaitu keadilan umum, struktur pajak, timbal
balik pemerintah, kepentingan pribadi, dan ketentuan-ketentuan khusus tidak
10
berpengaruh signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak badan. Hal ini
menunjukkan meskipun Wajib Pajak badan menilai adil maupun tidak suatu sistem
pajak tetap akan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Rosella (2015) dan Sari (2015) secara khusus menganalisis keadilan pajak yang
diterapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Rosella (2015)
menyimpulkan bahwa persepsi keadilan pajak terkait PP Nomor 46 Tahun 2013
berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan Sari
(2015) menyimpulkan bahwa persepsi keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti ingin menganalisis
pengaruh persepsi penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 sebagai
variabel bebas terhadap kepatuhan perpajakan Wajib Pajak dengan subjek
penelitian adalah Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 Miliar sebagaimana dijelaskan dalam
ketentuan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 . Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk merumuskan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi
Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak UMKM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
11
1. Apakah persepsi keadilan pajak dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM ?
2. Apakah persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak UMKM ?
3. Apakah persepsi kemudahan administrasi perpajakan dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak UMKM ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis apakah persepsi keadilan pajak dalam penerapan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
UMKM.
2. Untuk menganalisis apakah persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan
dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
3. Untuk menganalisis apakah persepsi kemudahan administrasi perpajakan
dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
12
D. Kontribusi Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kontribusi penelitian dapat
diperoleh :
1. Kontribusi Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan teori
di bidang perpajakan khususnya penelitian yang bertema pengaruh persepsi
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Penelitian ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin
melakukan penelitian yang sejenis di waktu yang akan datang.
2. Kontribusi Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan
kepada Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini agar dapat memahami dan memenuhi
kewajiban perpajakannya.
3. Kontribusi Kebijakan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
atau dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah atau pihak-
pihak lainnya yang terkait dalam membuat kebijakan Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013 yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM
sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak dan agar dapat lebih efektif
dalam membuat kebijakan.
13
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan masalah dan alasan untuk dilakukan penelitian yang
dijabarkan dalam latar belakang, rumusan masalah merinci permasalahan yang
akan dibahas, tujuan penelitian yang akan di peroleh dalam penelitian, kontribusi
penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi deskripsi penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi penelitian ini, kajian pustaka yang di dalamnya memuat teori-
teori dan pendapat para ahli dari buku maupun jurnal yang berhubungan dengan
masalah penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian,
antara lain variabel penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,
metode analisis data penelitian, serta uji hipotesis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini terdiri atas gambaran lokasi penelitian, gambaran responden, hasil
deskripsi data penelitian dan analisis data, pembuktian hipotesis, dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri atas kesimpulan yang jelas atas hasil penelitian yang merupakan
jawaban dari rumusan masalah. Selain itu, bab ini terdiri atas saran yang
diperuntukan untuk keperluan pengembangan atas pembahasan dan kesimpulan
yang telah dikemukakan.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013 dan kepatuhan Wajib Pajak yang dapat dijadikan sebagai referensi
dalam penelitian ini. Berikut ini beberapa peneliti terdahulu yang menjadi acuan
penelitian ini :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama
(Tahun)
“Judul”
Variabel
Penelitian
Metodologi Hasil Penelitian
1. Rosella (2015)
“Pengaruh
Persepsi atas PP
Nomor 46 Tahun
2013 Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak”
Variabel
bebas: persepsi
keadilan pajak,
persepsi
kemudahan
perpajakan,
dan persepsi
kesederhanaan
terkait PP
Nomor 46
Tahun 2013
Variabel
terikat:
kepatuhan
Wajib Pajak
Jenis
penelitian :
kuantitatif
Analisis data :
Analisis
regresi linear
berganda
Instrumen
penelitian :
menggunakan
kuesioner
Bahwa persepsi
keadilan pajak dan
persepsi
kemudahan
perpajakan terkait
PP Nomor 46
Tahun 2013
berpengaruh positif
terhadap tingkat
kepatuhan Wajib
Pajak. Sedangkan,
persepsi
kesederhanaan
perpajakan terkait
PP Nomor 46
Tahun 2013 tidak
berpengaruh
terhadap tingkat
kepatuhan Wajib
Pajak.
15
No. Nama
(Tahun)
“Judul”
Variabel
Penelitian
Metodologi Hasil Penelitian
2. Sari (2015)
“Pengaruh
Persepsi Keadilan
dan Persepsi
Kemudahan
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Kelompok
UMKM Pasca
Penetapan
Peraturan
Pemerintah No.
46 Tahun 2013
Variabel
bebas:
Persepsi
keadilan pajak
dan persepsi
kemudahan
perpajakan
Variabel
terikat:
kepatuhan
Wajib Pajak
Jenis
penelitian:
kuantitaitf
Analisi data:
Analisis
regresi linear
berganda
Instrumen
penelitian:
menggunakan
kuesioner
Bahwa persepsi
keadilan pajak
tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan
Wajib Pajak.
Sedangkan persepsi
kemudahan
perpajakan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan
Wajib Pajak.
3. Azmi dan
Perumal (2008)
“Tax Fairness
Dimensions In An
Asian Context:
The Malaysian
Perspective”
Variabel
bebas: keadilan
pajak
Variabel
terikat:
kepatuhan
pajak
Jenis
penelitian:
kuantitatif
Analisis data:
Analisis
deskriptif
Instrumen
penelitian:
menggunakan
kuesioner
Bahwa dari lima
dimensi keadilan
pajak hanya tiga
dimensi pajak yaitu
keadilan umum,
struktur tarif pajak,
dan kepentingan
pribadi yang
berpengaruh
terhadap perilaku
kepatuhan pajak.
4. Pris (2010)
“Dampak
Dimensi Keadilan
Pajak Terhadap
Tingkat
Kepatuhan Wajib
Pajak Badan”
Variabel
bebas: keadilan
pajak
Variabel
terikat:
kepatuhan
pajak
Jenis
penelitian:
kuantitatif
Analisis data:
Analisis
Partial Least
Square (PLS)
Instrumen
penelitian:
menggunakan
kuesioner
Bahwa seluruh
dimensi keadilan
pajak tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
perilaku kepatuhan
Wajib Pajak badan.
Terdapat perbedaan dan keterbaruan antara penelitian terdahulu dengan
penelitian yang dilakukan, perbedaan tersebut antara lain, variabel yang diteliti
16
dalam penelitian ini tiga variabel bebas yaitu persepsi keadilan pajak, persepsi
kemudahan administrasi perpajakan, dan persepsi kesederhanaan administrasi
perpajakan. Sedangkan dalam penelitian Sari hanya dua variabel bebas yaitu
keadilan pajak dan kemudahan perpajakan, penelitian Azmi dan Perumal serta Pris
hanya menggunakan satu variabel bebas yaitu keadilan pajak. Perbedaan
selanjutnya yaitu analisis data, penelitian ini menggunakan analisis data regresi
linear berganda yang sama dengan penelitian Rosella dan Sari. Sedangkan
penelitian Azmi dan Perumal analisis data menggunakan analisis deskriptif, serta
Pris analisis data menggunakan analisis Partial Least Square (PLS).
Selain perbedaan juga terdapat keterbaruan dari penelitian yang diteliti dengan
penelitian sebelumnya. Keterbaruan tersebut yaitu penelitian ini indikator
kepatuhan pajak menggunakan kepatuhan formal dan material. Sedangkan Rosella
dan Sari indikator menggunakan filling compliance, payment compliance, dan
reporting compliance
B. Persepsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) persepsi adalah tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal
melalui panca indranya. Sedangkan Walgito (2002:69) menyatakan bahwa persepsi
merupakan proses interpretasi seseorang atas apa yang diinderakan kemudian
dianalisa sehingga mampu mengerti hal tersebut. Walgito (2002:69) juga
menyatakan bahwa proses persepsi suatu proses yang diawali oleh proses
pengindraan yaitu diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera dimana
17
alat indera yang digunakan merupakan alat penghubung antara individu dengan
dunia luarnya. Stimulus yang diindera itu selanjutnya oleh individu diorganisasikan
dan diinterprestasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang
diindera. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi, yaitu:
1. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus
dapat datang dari luar atau dalam diri individu yang mempersepsi yang
langsung mengenai syaraf penerima yang berkerja sebagai reseptor.
2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syarat
Alat indera atau reseptor adalah alat yang menerima stimulus, dimana stimulus
tersebut akan diteruskan melalui syaraf sensoris ke pusat susunan syaraf , yaitu
otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon
diperlukan syaraf motoris.
3. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk megadakan persepsi diperlukan adanya perhatian.
Perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu
yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
C. Keadilan Pajak
Perpajakan yang adil adalah semakin besar penghasilan yang diperoleh
semakin besar pula pajak yang dibayar. Adapun teori pembagian pajak agar
pembagian pajak itu adil, menurut Suparnyo (2012:18) teori pembagian pajak
dibagi menjadi 3 antara lain, yaitu:
18
1. Teori Kepentingan
Teori ini hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus
dipungut dari penduduk seluruhnya. Pembagian beban pajak ini didasarkan atas
kepentingan rakyat, termasuk juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu
beserta harta bendanya. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara,
semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar. Oleh karena itu, sudah selayaknya
bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk menunaikan kewajiban
dibebankan kepada rakyat.
2. Teori Prestasi Negara
Teori ini berpangkal pada prestasi yang oleh penduduk diharapkan negara
akan melakukannya. Teori ini juga disebut dengan teori prestasi modern yang
berpangkal pada kemampuan ekonomi subjektif. Untuk mengetahui kemampuan
ekonomi subjektif, negara membuat suatu daftar yang berisi daftar prestasi
negara.
Semakin banyak yang diisi atau diminta berarti bersedia memikul biaya,
sehingga bersedia dipajaki lebih banyak dan makin sedikit yang diisi berarti
makin sedikit kesediaannya untuk dipajaki. Hipotesa teori prestasi negara ini
diletakkan pada kejujuran seseorang penduduk atau wajib pajak. Hal ini juga
merupakan suatu hipotesa kemampuan ekonomi yang sulit dibuktikan
kebenarannya.
3. Teori Daya Pikul
Teori ini menyatakan bahwa agar pemungutan pajak dirasa adil maka dalam
membagi beban pajak hendaknya disesuaikan dengan daya pikul atau
19
kemampuan Wajib Pajak yang bersangkutan. Teori daya pikul pembagian beban
pajaknya dilihat dari penghasilan atau kekayaan yang dimilik dan dari besarnya
kebutuhan materil yang harus dipenuhi. De Langen menyatakan bahwa daya
pikul adalah kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari apa yang
tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-
pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta
keluarganya.
Menurut Smith (Wicaksono, 2014) dalam Rosella (2015), prinsip paling
utama dalam rangka pemungutan pajak adalah keadilan dalam perpajakan yang
dinyatakan dengan suatu pernyataan bahwa setiap warga negara hendaklah
berpartisipasi dalam pembiayaan pemerintah. Pembiayaan tersebut mungkin
ditentukan secara proporsional sesuai dengan kemampuan masing-masing, yaitu
dengan cara membandingkan penghasilan yang diperolehnya dengan
perlindungan yang dinikmatinya. Pernyataan tersebut hampir mirip teori
kepentingan yang dikemukakan oleh Suparnyo.
D. Kesederhanaan Perpajakan
Joumard (Kamleitner et al, 2010) dalam Bashori (2014) menyatakan bahwa hal
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah
penyederhanaan proses perpajakan. Widodo (2010) dan Bashori (2014) dalam
Rosella (2015) juga menyatakan bahwa administrasi perpajakan perlu dilakukan
penyederhanaan sehingga memberikan kemudahan dan akan mampu
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
20
Penyederhanaan administrasi perpajakan tersebut diterapkan dengan
menetapkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Penyederhanaan
administrasi perpajakan dilakukan melalui penyederhanaan tarif dengan penetepan
tarif tunggal PPh final yaitu sebesar 1% dari peredaran bruto sebagaimana telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Wajib Pajak hanya mengalikan
perolehan peredaran bruto dengan tarif 1% dengan demikian perhitungan PPh
terutang menjadi mudah dan sederhana.
E. Kemudahan Perpajakan
Sari (2015) menyatakan bahwa PP Nomor 46 Tahun 2013 ditetapkan atas dasar
pertimbangan memberikan kemudahan dalam penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan pajak. Penghitungan dalam menentukan Pajak Penghasilan yang terutang
hanya dengan mencatat peredaran bruto kemudian mengalikan dengan tarif 1%.
Wajib Pajak yang dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 apabila telah
melakukan penyetoran dengan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN) tepat waktu sebelum tanggal 15 masa pajak berikutnya tidak wajib
melaporkan SPT Masa Pajak PPh.
Resyniar (2014) menyatakan bahwa kemudahan perpajakan khususnya dengan
penerapan PP No. 46 tahun 2013 yaitu tidak ada perhitungan pajak yang rumit dan
sukar dipahami. Rumus dalam menghitung pajak cukup mudah yaitu 1% dari
omset. Perhitungan antara Wajib Pajak Orang Pribadi maupun badan adalah sama.
21
F. Kompleksitas Pajak
Menurut Evans dan Tran-Nam (2013) dalam (Gambo et al, 2014),
kompleksitas pajak adalah konsep multidimensional yang didefinisikan oleh orang
yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda. Evans dan Tran-Nam (2013) dalam
(Gambo et al, 2014) memberikan tiga definisi kompleksitas pajak yang berbeda
dilihat dari prespektif akuntan pajak, pengacara pajak, dan Wajib Pajak.
Kompleksitas pajak menurut akuntan pajak disebut sebagai waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan perencanaan pajak atau waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan nasihat pajak. Kompleksitas menurut pengacara pajak yaitu, dilihat
dari sulitnya dalam membaca, memahami, dan menafsirkan Undang-Undang pajak
sebagai aplikasi dalam memenuhi kepatuhan pajak. Kompleksitas pajak menurut
Wajib Pajak yaitu, dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban
perpajakan dan pajak terutang yang dibayarkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Kompleksitas pajak timbul karena meningkatnya perkembangan dalam hukum
pajak (Richardson dan Sawyer, 2001) dalam Saad (2013). kompleksitas pajak dapat
mengambil berbagai bentuk misalnya, kompleksitas kepatuhan, aturan
kompleksitas, dan tingkat pemahaman yang rendah. Paul et al (2007) dalam Saad
(2013), bahwa peningkatan dalam penyerderhanaan pajak melalui langkah-langkah
untuk memudahkan dalam memahami sistem pajak. Sawyer (2007) dalam Saad
(2013), bahwa diperlukan perbaikan dengan penyerderhanaan pajak dan melakukan
perubahan secara terus-menerus untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
.
22
G. Kebijakan Publik
1. Pengertian kebijakan publik
Kebijakan publik merupakan suatu program yang diproyeksikan dengan
tujuan tertentu yang dibuat oleh pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang
terkait tugas pemerintah, seperti pertahanan keamanan, pendidikan, kesehatan,
perekonomian, kriminalitas, perpajakan dan lain-lain. Wilson (2006:154) dalam
Wahab (2012:13) merumuskan kebjiakan publik adalah “the actions, objectives,
and pronouncements of goverments on particular matters, the steps they take (or
fail to take) to implement them, and the explanations they give for what happens
(or does not happen)” (tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pertanyaan-
pertanyaan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah
yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan, dan
penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah
terjadi (atau tidak terjadi)). Sedangkan Udoji (1981) dalam Wahab (2012:15)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “an santioned course af action
addressed to a particular problem or group of related problems that affect
society at large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan
tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga
masyarakat).
Definisi lain yang dikemukakan oleh Dye (1978; 1987: 1) dalam Wahab
(2012:14) yang menyatakan bahwa kebijakan publik ialah “whatever
goverments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apa pun yang dilakukan
atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah). Menurut Eystone (1971 : 18) dalam
23
Wahab (2012:13) mendefinisikan kebijakan publik ialah “the relationship of
governmental unit to its enviroment” (antar hubungan yang berlangsung diantara
unit/satuan pemerintah dengan lingkungannya). Berdasarkan definisi-definisi
kebijakan publik diatas dapat disimpulkan, bahwa kebijakan publik adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan yang ingin dicapai dan dapat mempengaruhi masyarakat.
2. Proses Kebijakan Publik
Kebijakan publik tidak begitu saja dilaksanakan, namun melalui proses atau
tahapan yang cukup panjang. James Anderson dalam Subarsono (2011:12)
menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:
1) Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya ? Apa yang
membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan ? Bagaimana masalah
tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah ?
2) Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-
pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut ?
Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan ?
3) Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternatif ditetapkan ?
persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi ? Siapa yang akan
melaksanakan kebijakan ? Bagaimana proses atau strategi untuk
melaksanakan kebijakan ? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan ?
4) Implementasi (Implementaion): Siapa yang terlibat dalam implementasi
kebijakan ? Apa dampak dari isi kebijakan ?
24
Sedangkan menurut Michael Howlet dan M. Ramesh sebagaimana dikutip
Subarsono (2011) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima
tahapan sebagai berikut:
1) Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah
bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
2) Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-
pilihan kebijakan oleh pemerintah.
3) Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah
memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu
tindakan.
4) Implementasi kebijakan (policy implementation), yakni proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
5) Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil atas kinerja kebijakan.
Berdasarkan penjelasan diatas, kesimpulannya bahwa proses kebijakan
publik melalui tahapan : merumuskan masalah, formulasi kebijakan, pembuatan
atau penentuan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
3. Tahapan-Tahapan dalam Proses Implementasi
Implementasi kebijakan yaitu proses dimana suatu tujuan kebijakan dapat
mencapai hasilnya. Adapun tahapan-tahapan dalam proses implementasi
menurut Wahab (2012:203), yaitu:
1) Output-output kebijakan (keputusan-keputusan) dari badan-badan
pelaksana.
25
2) Kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan tersebut.
3) Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana.
4) Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut.
5) Evaluasi sistem politik terhadap Undang-Undang, baik berupa perbaikan-
perbaikan mendasar atau upaya untuk melaksanakan perbaikan dalam
muatan/isinya.
Semua tahapan diatas seringkali digabung menjadi satu di bawah pokok
bahasan mekanisme umpan balik. Masing-masing tahapan tersebut dapat disebut
sebagai titik akhir (end point). Masing-masing tahap itu juga merupakan input
bagi keberhasilan tahap yang lain.
4. Pendekatan-Pendekatan Implementasi
Menurut Wahab (2012:235), pendekatan-pendekatan implementasi antara
lain, yaitu:
1) Pendekatan-Pendekatan Struktural (Structural Approaches)
Pendekatan ini untuk meyederhanakan masalah yang luas, diperlukan
untuk menarik perbedaan antara perencanaan mengenai perubahan (planning
of change) dan perencanaan untuk melakukan perubahan (planning for
change). Perencanaan mengenai perubahan mengandung arti bahwa
perubahan ditimbulkan dari dalam organisasi, baik arah, laju, maupun
waktunya. Bentuk-bentuk organisasi yang cocok untuk merencanakan
perubahan tersebut dapat bersifat birokratik, seperti dalam model Weber
dimana tugas-tugas dan hubungan antar tugas dirumuskan dengan jelas serta
struktur yang disusun secara hierarkis.
26
Di sisi lain, dalam hal perencanaan untuk melakukan perubahan struktur
organisasi yang lain mungkin lebih cocok memiliki ciri-ciri organisasi yang
lain mungkin lebih cocok memiliki ciri-ciri organisasi yang oleh Burns,
Staker (1961), serta para ahli lain yang menulis lebih belakangan,
digambarkan tidak terlalu mementingkan perincian tugas-tugas dan hubungan
antar tugas yang kaku, serta kurang menekankan struktur yang bersifat
hierarkis. Struktur-struktur yang bersifat organis dianggap cocok dengan
lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian, atau lingkungan apa yang
sedang mengalami perubahan dengan cepat dan efektif.
2) Pendekatan-Pendekatan prosedural dan manajerial (Procedural and
Managerial Approaches)
Pendekatan ini, implementasi dipandang sebagai semata-mata masalah
teknis atau masalah manajerial. Tahap implementasi dalam pendekatan ini
diantaranya menyangkut penjadwalan (Scheduling), perencanaan (planning),
dan pengawasan (control). Teknik manajerial yang merupakan perwujudan
dari pendekatan ini ialah perencanaan jaringan kerja (network) dengan
program evaluation and review technique (PERT) dan pengawasan network
planning and control (NPC) yang menyajikan suatu kerangka kerja proyek
yang dapat direncanakan, dan implementasinya dapat diawasi dengan cara
mengidentifikasi tugas-tugas yang harus diselesaikan, hubungan diantara
tugas-tugas tersebut, dan urutan-urutan logis di mana tugas-tugas itu harus
dilaksanakan.
27
3) Pendekatan-Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approaches)
Pendekatan ini, apabila kebijakan ingin dapat diimplementasikan dengan
baik harus mempengaruhi perilaku manusia beserta segala sikapnya.
Pendekatan keperilakuan diawali dengan suatu kesadaran bahwa seringkali
terdapat penolakan terhadap perubahan (resistance to change). Terdapat dua
bentuk dalam pendekatan keperilakuan yaitu, organizational development
(OD) dan management by objectives (MBO). OD adalah suatu proses untuk
menimbulkan perubahan-perubahan yang diinginkan dalam suatu organisasi,
melalui penerapan ilmu-ilmu keperilakuan (Eddy, 1981). Sedangkan, MBO
merupakan suatu pendekatan yang menggabungkan unsur-unsur yang
terdapat dalam pendekatan prosedural/manajerial dengan unsur-unsur yang
termuat dalam analisis keperilakuan.
4) Pendekatan-Pendekatan Politik (Political Approaches)
Pendekatan politik ini secara fundamental menentang asumsi yang
diketengahkan oleh pihak ketiga pendekatan terdahulu, khususnya
pendekatak keperilakuan. Para ilmuwan sosial menentang asumsinya bahwa
konflik itu adalah suatu bentuk penyimpangan yang dapat disembuhkan
dengan cara menyempurnakan kemampuan komunikasi antarpribadi. Dengan
demikian, keberhasilan suatu kebijakan pada akhirnya akan tergantung pada
kesediaan dan kemampuan kelompok-kelompok yang dominan untuk
memaksakan kehendaknya. Apabila kelompok-kelompok yang dominan itu
tidak ada, implementasi kebijakan yang dikehendaki mungkin hanya akan
28
bisa dicapai melalui suatu proses panjang yang bersifat inkremental dan
saling pengertian di antara mereka yang terlibat.
H. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Peraturan pemerintah yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang
bersifat final atas penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh dari Wajib
Pajak yang Memiliki peredaran bruto tertentu. Peredaran bruto yang dimaksud
adalah peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 Miliar. Tarif Peraturan
Pemerintah ini sebesar 1% dengan mengalikan langsung tarif dengan jumlah
peredaran bruto setiap bulan. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berlaku
mulai dari 1 juli 2013.
2. Kriteria yang dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan yang bersifat final, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria yang
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah sebagai berikut :
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap; dan
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
Tahun Pajak.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Wajib Pajak yang
dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usahanya saja dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Miliar.
29
3. Pengecualian yang dikenakan Peraturan Pemeritah No. 46 Tahun 2013
Menurut Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (3) terdapat
pengecualian atas kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikenakan PPh Final,
antara lain sebagai berikut:
Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap; dan
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang
tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Selain itu, terdapat juga Wajib Pajak Badan yang dikenakan Pajak
Penghasilan Menurut Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013. Berikut kriteria
Wajib Pajak Badan yang dikecualikan dari Pajak Penghasilan yang bersifat final
sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, antara
lain:
Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah:
a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1(satu) tahun setelah
beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa, yang dikecualikan dari Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
menjalankan usahanya menggunakan sarana prasarana yang dapat dibongkar
pasang maupun menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan
umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha, tidak termasuk Wajib Pajak
Badan adalah Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial dan
30
Wajib Pajak Badan yang telah beroperasi secara komersial namun telah memiliki
peredaran bruto lebih dari Rp4,8 Miliar.
4. Tarif Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dan Dasar Pengenaan
Pajak
Menurut Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima dan diperoleh Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto. Tarif Pajak Penghasilan yang terutang
dikenakan sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) yaitu, “Besarnya tarif Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1%
(satu persen)”.
Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4,8 Miliar ditentukan berdasarkan
peredaran bruto dari seluruh usahanya, perhitungan peredaran bruto sebagai
dasar pengenaan pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final yang
telah diatur sebagaimana sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 Pasal 10, adalah sebagai berikut:
1. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak Berakhir sebelum
Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam
hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan
Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
2. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak
terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini
yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang
sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan
sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku;
3. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehya
penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Kesimpulannya bahwa perhitungan peredaran bruto sebagai dasar
pengenaan pajak harus didasarkan pada jumlah peredaraan bruto sebelum tahun
31
pajak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang disetahunkan.
Apabila Wajib Pajak terdaftar sama dengan tahun pajak berlakunya Peraturan
Pemerintah tersebut maka perhitungan peredaran brutonya, mensetahunkan
peredaran bruto pada bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Sedangkan
apabila Wajib Pajak terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut
maka, maka didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama
diperoleh penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (3) dan
(4) mengatur tentang keadaan dimana Wajib Pajak sebagai berikut:
1) Keadaan dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan
telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap akan dikenai tarif Pajak
Penghasilan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
2) Keadaan dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu tahun
pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada
Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) dan (4), kesimpulannya yaitu, apabila Wajib
Pajak pada suatu bulan peredaran kumulatinya melebihi Rp 4,8 Miliar maka
Wajib Pajak tersebut tetap dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
sampai akhir tahun yang bersangkutan. Sedangkan pada Tahun Pajak berikutnya
atas peredaran bruto tersebut akan dikenai tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
32
I. Pajak Penghasilan Final
Resmi (2013:145) menyatakan bahwa Pajak Penghasilan bersifat final
merupakan pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga
tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total Pajak Penghasilan terutang pada
akhir tahun pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, pajak penghasilan yang
bersifat final terdiri atas:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi deviratif yang
diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran,
penghentian penyidikan tindak pidana, dan lain-lain).
Pajak penghasilan bersifat final selain yang disebut diatas adalah:
1. PPh final Pasal 17 ayat (2) c UU PPh atas dividen yang diterima oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi.
2. PPh final Pasal 15, terdiri atas:
a. PPh atas jasa pelayaran dalam negeri;
b. PPh atas pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri;
c. PPh atas penghasilan perwakilan dagang diluar negeri;
d. PPh atas pola bagi hasil;
e. PPh atas kerjasama bentuk BOT;
3. PPh final Pasal 19 yaitu PPh atas revaluasi aset tetap.
J. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
1. Definisi UMKM
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai definisi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah terdapat beberapa definisi yang diklasifikasikan
sebagai berikut:
33
a) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan dengan total asset maksimal Rp 50.000.000,00 dan omset
dalam satu tahun maksimal Rp 300.000.000,00.
b) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha
Menengah atau Usaha Besar. Usaha Kecil memiliki total asset lebih dari Rp
50.000.000,00 sampai Rp 500.000.000,00 dan mempunyai omset dalam satu
tahun diatas Rp 300.000.000,00 sampai Rp 2.500.000.000,00.
c) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau Usaha Besar dengan total asset lebih dari Rp 500.000.000,00 sampai
Rp 10.000.000.000,00 dan memiliki omset dalam satu tahun diatas Rp
2.500.000.000,00 sampai Rp 50.000.000.000,00.
Namun, BPS (Badan Pusat Statistik) menjelaskan definisi lain mengenai
UMKM, dimana BPS membagi jenis UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja.
Menurut BPS, usaha kecil identik dengan Industri Kecil dan Industri Rumah
Tangga (IKRT). BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah
pekerjanya, yaitu : (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2)
34
industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja
20-99 orang.
2. Kriteria UMKM
Kriteria UMKM dibagi menjadi tiga yang memiliki kriteri yang berbeda-
beda. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 kriteria UMKM dibagi
menjadi beberapa kriteria yaitu, sebagai berikut:
a) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
b) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
c) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Kesimpulanya, kriteria UMKM dibagi menurut kekayaan bersih yang
dimilki dan dari hasil penjualan tahunan yang dimiliki oleh masing-masing
UMKM.
3. Karakteristik UMKM
Selain memiliki kriteria, terdapat juga karakteristik UMKM. Menurut
Kuncoro (2000:190) UMKM mempunyai beberapa karakteristik yang hampir
seragam, yaitu:
35
1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan
operasi. Kebanyakan UMKM dikelola oleh perorangan yang merangkap
sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga
kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.
2. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal
sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari
modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, dll.
3. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dimilikinya status badan
hukum.
4. Dilihat menurut golongan industri, tampak bahwa hampir sepertiga bagian
dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan,
minuman, dan tembakau.
K. Kepatuhan Wajip Pajak
1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Rahayu (2010:139), kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib
Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang
berlaku dalam suatu negara. Adapun menurut Nowak dalam Zain (2007:31),
misi utama dari instansi pajak adalah menciptakan dan mengembangkan iklim
perpajakan yang bercirikan Wajib Pajak dalam paham atau berusaha untuk
memahami ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi
36
formulir dengan tepat, menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan
membayar pajak tepat pada waktunya.
2. Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Nurmantu dalam Widodo dkk., (2010:68) terdapat dua jenis
kepatuhan perpajakan, yaitu:
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
perpajakan. Misalnya ketentuan tentang batas waktu penyampaian SPT PPh
Tahunan, yaitu paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak
(tanggal 31 Maret) untuk Wajib Pajak orang pribadi dan paling lambat 4
bulan setelah berakhirnya tahun pajak (tanggal 30 April) untuk Wajib Pajak
badan. Jika Wajib Pajak menyampaikan SPT PPh tersebut sebelum batas
waktu yang telah ditetapkan berarti Wajib Pajak telah memenuhi kepatuhan
formal. Namun apakah isi SPT tersebut telah sesuai dengan ketentuan
materialnya masih dapat dipertanyakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif (hakekat) memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan material dapat
juga meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan
material dalam mengisi SPT PPh yaitu Wajib Pajak yang melakukan
pengisian atas SPT tersebut dengan jujur, baik dan benar sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang perpajakan dan menyampaikan ke KPP
sebelum batas waktu.
37
L. Tinjauan Umum Perpajakan
1. Definisi Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara melalui iuran secara
paksa yang disetorkan kepada kas negara tetapi tidak menerima timbal balik
secara langsung yang digunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas
lainnya. Beberapa definisi tentang pajak menurut pendapat ahli di bidang
perpajakan sebagai berikut. Menurut Soemitro (1992) dalam Rahayu (2013:22),
“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor
partikulir sektor pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat
ditunjukkan dan dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”.
Menurut Fieldman (1949) dalam Resmi (2013:2) berpendapat “pajak adalah
prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
Sedangkan menurut Soemahamidjaja (1964) dalam Sutanto (2014:2)
mengatakan bahwa “pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam menguasai kesejahteraan
umum”.
Dari beberapa definisi pajak diatas, maka dapat tarik kesimpulan bahwa ciri-
ciri pajak sebagai berikut :
Iuran rakyat yang dikenakan paksa atau wajib.
38
Jasa timbal balik dari pembayaran pajak tidak secara langsung.
Berdasarkan undang-undang.
Digunakan untuk membiayai keperluan negara yang sejatinya bertujuan
untuk mensejahterakan masyarakat.
2. Asas Pemungutan Pajak
Diperlukan asas-asas dalam pemungutan pajak agar dapat mencapai tujuan
pemungutan pajak yang ditargetkan. Menurut Susyanti dan Dahlan (2015:5) asas
pemungutan pajak ada 3 yaitu, Asas Domisili, Asas Sumber, dan Asas
Kebangsaan.
a. Asas Domisili
Pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada diwilayah suatu
Negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang diperoleh
atau diterima Wajib Pajak.
b. Asas Sumber
Pembebanan Pajak oleh Negara hanya terhadap objek pajak yang
bersumber atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memperhatikan
tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
Status kewarganegaraan seseorang menentukan pembebanan pajak.
Perlakuan perpajakan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing itu
berbeda.
39
Sedangkan asas pemungutan pajak menurut Adam Smith yaitu, equality,
certainly, convenience of payment, dan efficiency yang disebut The four Maxims
yang di kutip dalam Prawoto (2015:204) sebagai berikut :
a. Asas Persamaan (equality)
Asas ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan
masing-masing subjek pajak. Yang dimaksud dengan keseimbangan atas
kemampuan subjek pajak adalah hendaknya dalam pemungutan pajak tidak
ada diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak.
b. Asas Kepastian (certainly)
Asas ini ditekankan pentingnya kepastian mengenai pemungutan pajak
yaitu: kepastian mengenai hukum yang mengaturnya, kepastian mengenai
subjek pajak, kepastian mengenai objek pajak, dan kepastian mengenai tata
cara pemungutannya. Kepastian ini menjamin setiap orang untuk tidak ragu-
ragu dalam menjalankan kewajiban membayar pajak, karena segala
sesuatunya sudah jelas.
c. Asas Kemudahan Pembayaran (convenience of payment)
Asas ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat dalam
memenuhi kewajiban pajaknya. Sangat bijaksana jika pemotongan pajak
dilakukan pada saat WP menerima penghasilannya dan sudah memenuhi
syarat objektifnya (yaitu suatu syarat di mana WP mempunyai penghasilan
diatas penghasilan minimumnya).
40
d. Asas Efisien (efficiency)
Asas ini ditekankan pentingnya efisiensi pemungutan pajak, artinya
biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh
lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut. Dalam asas ini diberi pengertian
bahwa pemungutan pajak sebaiknya memperhatikan kondisi subjek dan objek
pajaknya.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa asas pemungutan
pajak ada 7 yaitu, asas domisili, asas sumber, asas kebangsaan, asas persamaan,
asas kepastian, asas kemudahan pembayaran, dan asas efisien.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak bertujuan untuk memudahkan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan dan memberikan Wajib Pajak pengetahuan
dibidang perpajakan. Menurut Rahayu (2013:101) dalam sistem pemungutan
perpajakan dikenal Self Assessment System, Official Assessment, dan
Withholding Tax System.
a. Self Assessment System
Self Assessment terdiri dari dua kata bahasa Inggris yakni self uang
artinya sendiri, dan to asses yang artinya menilai, menghitung, menaksir.
Dengan demikian maka pengertian Self Assessment adalah menghitung atau
menilai sendiri. Jadi Wajib Pajak sendirilah yang menghitung dan menilai
pemenuhan kewajiban perpajakannya. Jadi Self Assessment adalah suatu
sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk
memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya.
41
b. Withholding Tax System
Sistem ini merupakan sistem perpajakan di mana pihak ketiga baik Wajib
Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi
kepercayaan oleh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan
kewajiban memotong atau memungut pajak penghasilan yang dibayarkan
kepada penerima penghasilan. Pihak ketiga tersebut memiliki peran aktif
dalam sistem ini, dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak, penagihan
maupun tindakan penyitaan jika ada indikasi pelanggaran perpajakan, seperti
halnya pada self assessment system.
c. Official Tax System
Merupakan sistem perpajakan dalam mana inisiatif untuk memenuhi
kewajiban perpajakan berada di pihak fiskus. Dalam sistem ini fiskuslah yang
aktif sejak dari mencari Wajib Pajak untuk memberikan NPWP sampai pada
penetapan jumlah pajak yang terutang melalui penertiban SKP. Sistem ini
cenderung berlaku pada masa berlakunya ordonasi Pajak Perseroan tahun
1925 dan Ordonasi Pajak Pendapatan 1944. Dalam sistem official assessment
besarnya kewajiban pajak Wajib Pajak ditentukan sepenuhnya oleh fiskus
selaku pemungut pajak. Dalam UU KUP 2000 juga dikenal beberapa macam
Surat Ketetapan Pajak (SKP) yakni Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tamabahan (SKPKBT),
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN). Wajib Pajak yang menerima SKP-SKP tersebut adalah Wajib
Pajak yang telah melalui proses pemeriksaan.
42
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pemungutan
yang digunakan di Indonesia ada 3 yaitu, sistem Self Assessment, sistem
Withholding Tax, dan sistem Official Tax.
4. Tarif Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:9) terdapat 4 macam tarif pajak yaitu:
1. Tarif Sebanding/Proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak uang terutang proporsional terhadap
besarnya nilai yang dikenai pajak.
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
3. Tarif Progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.
4. Tarif Degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.
5. Syarat Pemungutan Pajak
Syarat pemungutan pajak diperlukan agar dalam pemungutan pajak tidak
menimbulkan suatu hambatan. Menurut Susyanti dan Dahlan (2015:6) syarat
pemungutan pajak terdapat 5 syarat antara lain sebagai berikut :
43
1. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak dilaksanakannya secara adil baik dalam peraturan
maupun realisasi pelaksanaannya.
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang untuk menjamin
adanya hukum yang menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk Negara
maupun untuk warganya.
3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh menghambat perekonomian rakyat,
artinya pajak tidak boleh dipungut apabila malah menimbulkan kelumpuhan
perekonomian rakyat.
4. Syarat Finansial
Pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya
pemungutan tidak boleh melebihi hasil pemungutannya.
5. Syarat Sederhana
Sistem pemungutan pajak harus dirancang sesederhana mungkin untuk
memudahkan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak.
M. Model Konseptual
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh persepsi penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM
dan mengacu kepada penelitian sebelumnya. Model konseptual dapat membantu
peneliti dalam menunjukan bagaimana melihat fenomena yang di ketengahkan
44
dalam penelitian ini sehingga peniliti dapat menggambarkan keterkaitan antara
pengaruh persepsi penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap
kepatuhan Wajib Pajak UMKM:
Gambar 1. Model Konseptual
N. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian (Sugiyono, 2015:84). Terdapat tiga hipotesis yang akan
dilakukan proses pengujian dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pengaruh persepsi keadilan pajak dalam penerapan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Persepsi keadilan pajak merupakan penilaian dari Wajib Pajak UMKM
terkait keadilan pajak yang diterapkan dan dilaksanakan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Apakah sistem dalam Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013 dapat memberikan keadilan bagi Wajib Pajak terkait pengenaan
pajak atau sebaliknya.
Persepsi keadilan pajak
Persepsi kesederhanaan
administrasi perpajakan Kepatuhan Wajib Pajak
Persepsi kemudahan
administrasi perpajakan
45
Suatu sistem pajak harus menerapkan keadilan pajak terhadap pemungutan
pajak yang akan dibebankan terhadap Wajib Pajak. Pendapat tersebut sesuai
dengan Smith (Wicaksono, 2014) dalam Rosella (2015) yang menyatakan bahwa
prinsip paling utama dalam rangka pemungutan pajak adalah keadilan dalam
perpajakan yang dinyatakan dengan suatu pernyataan bahwa setiap warga negara
hendaklah berpartisipasi dalam pembiayaan pemerintah.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 harus menerapkan keadilan pajak
dalam memungut Pajak Penghasilan final yang dikenakan terhadap Wajib Pajak
yang memperoleh peredaran bruto kurang dari Rp 4,8 Miliar. Keadilan pajak
yang dimaksud dalam peraturan tersebut yaitu, berapapun peredaran bruto yang
diperoleh akan dikenakan tarif tunggal sebesar 1%. Namun dengan pengenaan
pajak dengan tarif 1% dari peredaran bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 tidak menerapkan keadilan pajak yang mencerminkan
(ability to pay) seperti dalam teori pembagian pajak yaitu teori daya pikul yang
dikemukakan oleh Suparnyo. Berdasarkan teori daya pikul pembagian pajak
hendaknya disesuaikan dengan daya pikul atau kemampuan seseorang.
Menurut Vogel, et al (Richardson, 2005) dalam Berutu dan Harto (2012),
pembayar pajak cenderung untuk menghindari membayar pajak jika mereka
menganggap sistem pajak tidak adil. Hal tersebut menunjukkan pentingnya
dimensi keadilan pajak sebagai variabel yang mempengaruhi kepatuhan
pembayar pajak. Azmi dan Perumal (2008) di Malaysia, menyimpulkan bahwa
terdapat tiga dimensi keadilan pajak yang berpengaruh di Malaysia, yaitu
keadilan umum, struktur pajak, dan kepentingan pribadi. Hal itu menunjukkan
46
bahwa hanya 2 dimensi keadilan pajak yaitu, timbal balik dengan pemerintah
dan ketentuan-ketentuan khusus yang dapat mempengaruhi Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan. Pris (2010), menyimpulkan bahwa seluruh
dimensi keadilan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku
kepatuhan Wajib Pajak badan. Hal ini menunjukkan meskipun Wajib Pajak
badan menilai adil maupun tidak tetap akan memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Rosella (2015) dan Sari (2015) secara khusus menganalisis keadilan pajak
yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Rosella (2015)
menyimpulkan bahwa persepsi keadilan pajak terkait PP Nomor 46 Tahun 2013
berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan Sari
(2015) menyimpulkan bahwa persepsi keadilan pajak tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Terdapat perbedaan hasil penelitian dalam penelitian sebelumnya, maka
dalam penelitian ini perlu menguji kembali pengaruh persepsi keadilan pajak
dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan
Wajib Pajak UMKM. Sehingga terbentuk hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Persepsi keadilan pajak dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
47
2. Pengaruh persepsi kesederhanaan administrasi pajak dalam
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap
kepatuhan Wajib Pajak
Persespi kesederhanaan administrasi perpajakan adalah peniliaian dari
Wajib Pajak terkait kesederhanaan administrasi perpajakan yang diterapkan dan
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Apakah
aturan-aturan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dapat
memberikan kesederhanaan administrasi bagi Wajib Pajak dalam penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang atau sebaliknya.
Selain memberikan kemudahan administrasi pajak, tujuan pemerintah juga
memberikan kesederhanaan administrasi pajak dalam Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013. Pendapat ini juga sesuai dengan pernyataan Widodo (2010) dan
Bashori (2014) dalam Rosella (2015) juga menyatakan bahwa administrasi
perpajakan perlu dilakukan penyederhanaan sehingga memberikan kemudahan
dan akan mampu mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Penyederhanaan
administrasi perpajakan tersebut diterapkan dengan menetapkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Kesederhaana yang dimaksud yaitu,
penyederhanaan tarif pajak dengan penetapan tarif tunggal sebesar 1% sehingga
penghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang menjadi sederhana dan
mudah.
Joumard (Kamleitner et al, 2010) dalam Bashori (2014) menyatakan bahwa
hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah
penyederhanaan proses perpajakan. Namun penelitian Rosella (2015)
48
menyimpulkan bahwa persepsi kesederhanaan perpajakan terkait Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak. Hal tersebut menunjukkan bahwa Wajib Pajak cenderung untuk
memilih kemudahan dalam setiap pemenuhan kewajiban perpajakan daripada
penyederhanaan tarif.
Terdapat perbedaan dalam penelitian terdahulu, maka perlu menguji
kembali pengaruh persepsi kemudahan administrasi pajak dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak
UMKM. Sehingga terbentuk hipotesis penelitian sebagai berikut:
H2 : Persepsi kesederhanaan administrasi pajak dalam penerapan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM.
3. Pengaruh persepsi kemudahan administrasi pajak dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib
Pajak
Persespi kemudahan administrasi perpajakan adalah peniliaian dari Wajib
Pajak terkait kemudahan administrasi perpajakan yang diterapkan dan
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Apakah
aturan-aturan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dapat
memberikan kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak dalam penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang atau sebaliknya.
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 memberikan kemudahan dalam
penghitungan, penyetoran, dan pelaporan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib
49
Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana sejalan dengan
tujuan pemerintah menerbitkan peraturan ini. Hal ini sejalan dengan Sari (2015)
yang menyatakan bahwa PP Nomor 46 Tahun 2013 ditetapkan atas dasar
pertimbangan memberikan kemudahan dalam penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan pajak. Resyniar (2014) juga menyatakan bahwa kemudahan
perpajakan khususnya dengan penerapan PP No. 46 tahun 2013 yaitu tidak ada
perhitungan pajak yang rumit dan sukar dipahami. Rumus dalam menghitung
pajak cukup mudah yaitu 1% dari omset. Penghitungan Pajak Penghasilan
terutang antara Wajib Pajak Orang Pribadi maupun badan adalah sama.
Penghitungan dalam menentukan Pajak Penghasilan yang terutang hanya dengan
mencatat peredaran bruto kemudian mengalikan dengan tarif 1%. Wajib Pajak
yang dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 apabila telah
melakukan penyetoran dengan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN) tepat waktu sebelum tanggal 15 masa pajak berikutnya tidak wajib
melaporkan SPT Masa Pajak PPh sesuai dengan SE Nomor 42/PJ/2013.
Pemberian kemudahan administrasi dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 diharapkan dapat mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Rosella (2015), menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan perpajakan
terkait Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh positif terhadap
tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin mudahnya
mekanisme dari suatu peraturan maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan
Wajib Pajak. Sari (2015), menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan perpajakan
terkait Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh positif terhadap
50
kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin mudahnya
mekanisme dari suatu peraturan maka akan dapat meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak.
Terdapat persamaan hasil penelitian dalam penelitian terdahulu, namun
perlu menguji kembali pengaruh persepsi kemudahan administrasi pajak dalam
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM. Sehingga terbentuk hipotesis penelitian sebagai berikut:
H3 : Persepsi kemudahan administrasi pajak dalam penerapan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM.
O. Model Hipotesis
Berdasarkan hipotesis penelitian diatas yang dikembangkan dalam tiga
pengembangan hipotesis variabel persepsi keadilan pajak dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, variabel persepsi kesederhanaan
administrasi perpajakan dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013, dan variabel persepsi kemudahan administrasi perpajakan dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Mada dapat hipotesis penelitian dapat
dirangkum dalam model hipotesis sebagai berikut:
51
Gambar 2. Model Hipotesis
Persepsi keadilan pajak
Keadilan umum
Struktur tarif pajak
Timbal balik pemerintah
Kepentingan pribadi
Ketentuan-ketentuan khusus
Persepsi kemudahan administrasi
perpajakan
Kemudahan penghitungan
Kemudahan penyetoran
Kemudahan pelaporan
Kepatuhan Wajib
Pajak
Kepatuhan
formal
Kepatuhan
material
Persepsi kesederhanaan administrasi
perpajakan
Kesederhanaan penghitungan
Kesederhanaan penyetoran
Kesederhanaan pelaporan
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan eksplanatori. Sugiyono (2016:7) mengatakan bahwa jenis kuantitatif
merupakan penelitian yang datanya berupa angka-angka dan analisis menggunakan
statistik. Pendekatan eksplanatori untuk mengetahui atau menjelaskan hubungan
antara variabel-variabel dengan dilakukan pengujian hipotesis. Alasan penggunaan
jenis penelitian kuantitatif karena tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
pengaruh persepsi penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap
kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan untuk
memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan tema penelitian. Penelitian
ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo utara. Alasan pemilihan
lokasi penelitian tersebut karena pertumbuhan UMKM yang signifikan di kota
Sidoarjo.
Tabel 3.1 Data Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Tahun 2012-2016
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Usaha mikro 16.790 154.892 154.865 173.793 196.372
Usaha kecil 5.015 14.863 14.863 17.657 18.524
Usaha menengah 2.065 1.536 1.536 2.582 2.847
Jumlah 23.870 171.291 171.264 194.032 217.743
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Sidoarjo
53
Meningkatnya pertumbuhan UMKM di kota Sidoarjo sehingga kota Sidoarjo
merupakan kota UKM di Indonesia. Alasan lain karena pada tahun 2016 kota
Sidoarjo merupakan salah satu kota dengan jumlah UMKM terbanyak di provinsi
Jawa Timur.
C. Variabel Penelitian
Sugiyono (2011:38) berpendapat bahwa variabel penelitian adalah atribut
seseorang, atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang lain
atau satu objek dengan objek lain, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh persepsi penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak
kelompok UMKM, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
tiga variabel independen (bebas) dan satu variabel dependen (terikat), yaitu:
a. Variabel Independen (bebas)
Menurut Sugiyono (2015:61) berpendapat bahwa variabel bebas merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu, persepsi keadilan
pajak dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, persepsi
kesederhanaan administrasi perpajakan dalam penerapan Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013, dan persepsi kemudahan administrasi perpajakan dalam
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
54
b. Variabel dependen (terikat)
Menurut Sugiyono (2015:61) berpendapat bahwa variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya yaitu variabel bebas. Penelitian
ini hanya menggunakan satu variabel dependen (terikat) yaitu, kepatuhan Wajib
Pajak UMKM.
D. Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel
1. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel wajib diberikan terhadap variabel penelitian
dengan tujuan untuk mempermudah pelaksanaan penelitian. Variabel
independen dalam penelitian ini yaitu, persepsi keadilan pajak dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, persepsi kesederhanaan administrasi
perpajakan dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, dan
persepsi kemudahan administrasi perpajakan dalam penerapan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Sedangkan, variabel dependen yaitu, kepatuhan
Wajib Pajak UMKM. Peneliti menjabarkan definisi operasional masing-masing
variabel penelitian sebagai berikut:
a. Persepsi keadilan pajak dalam penerapan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013
Persepsi keadilan pajak didefinisikan sebagai suatu penilaian dari wajib pajak
yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 terkait keadilan pajak yang ditetapkan dan
dilaksanakannya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Keadilan yang
55
dimaksud dalam penelitian ini yaitu, meratakan pengenaan pajak dengan tarif
1% berapapun perolehan peredaran brutonya. Cara menilai variabel persepsi
keadilan pajak, penelitian ini menggunakan unsur-unsur dalam Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang dikombinasikan dengan lima dimensi
keadilan pajak dalam Azmi dan Perumal (2008), Pris (2010), dan Sari (2015)
meliputi keadilan umum, struktur tarif pajak, timbal balik pemerintah,
kepentingan pribadi, dan ketentuan-ketentuan khusus.
b. Persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan dalam penerapan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
Persepsi kesederhanaan didefinsikan sebagai penilaian dari Wajib Pajak
UMKM yang dikenakan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 atas
kesederhanaan administrasi perpajakan yang ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
memberikan kesederhanaan administrasi dalam penghitungan, penyetoran,
dan pelaporan. Kesederhanaan penghitungan yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu, penetapan tarif pajak bersifat final dengan tarif sebesar
1% sehingga penghitungan Pajak Penghasilan terutang menjadi sederhana
sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
Sedangkan untuk kesederhanaan penyetoran yaitu, Wajib Pajak hanya
menggunakan dokumen Surat Setoran Pajak (SSP). Sementara itu untuk
kesederhanaan pelaporannya yaitu, Wajib Pajak hanya menggunakan
dokumen SPT dan mengisi SPT masa secara benar.
56
c. Persepsi kemudahan administrasi perpajakan dalam penerapan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013
Persepsi kemudahan administrasi pajak dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai penilaian dari Wajib Pajak UMKM yang dikenakan dalam Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 atas kemudahan administrasi perpajakan yang
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 juga memberikan kemudahan administrasi
dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan. Kemudahan penghitungan
yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu, cara menghitung Pajak Penghasilan
yang terutang dengan hanya perlu mencatat hasil penjualan kemudian
dikalikan dengan tarif 1% tanpa memerlukan pembukuan, serta lebih mudah
penghitungannya dari UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 untuk orang
pribadi dan Pasal 31E untuk badan. Sedangkan kemudahan penyetoran yang
dimaksud dalam penelitian ini yaitu, Wajib Pajak bisa menyetor dengan
menggunakan aplikasi PPh final 1% Online Pajak, tanpa perlu membuat ID
biling terlebih dahulu. Sementara itu untuk kemudahan pelaporan yaitu,
Wajib Pajak tidak perlu melaporkan SPT Masa PPH jika SSP sudah validasi
NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) karena dianggap telah
menyampaikan SPT Masa PPh sesuai tanggal validasi NTPN berdasarkan SE
Nomor 42/PJ/2013 sehingga administrasi perpajakan semakin mudah.
57
d. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan suatu dimana Wajib Pajak dapat
memenuhi kewajiban perpajakannya. Adapun dalam penelitian ini variabel
kepatuhan Wajib Pajak diukur dengan 2 indikator antara lain:
1) Kepatuhan formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang perpajakan.
2) Kepatuhan material
Kepatuhan material suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif
atau hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai
isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan.
Berdasarkan definisi operasional variabel yang telah dijelaskan, maka dapat
dipetakan variabel, indikator, dan item pengukuran penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.2 Variabel, Indikator, dan Item
Variabel Indikator Item
Persepsi keadilan
pajak
Keadilan umum 1. Sosialiasi tentang
Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013.
2. Sistem dalam
Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013.
Struktur tarif pajak 1. Pengenaan tarif 1%
sebagai dasar
perhitungan PPh atas
Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013.
Timbal balik
pemerintah
1. Penggunaan dana yang
didapatkan dari pajak.
58
Variabel Indikator Item
Persepsi keadilan
pajak
Kepentingan pribadi 1. Penetapan PPh
Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013
bersifat final.
2. Penetapan peredaran
bruto sebagai dasar
PPh Peraturan
Pemerintah No. 46
Tahun 2013.
3. Besar PPh atas
Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013
yang terutang.
Ketentuan-
ketentuan khusus
1. Ketentuan atas batas
peredaran bruto Rp 4,8
Miliar selama setahun
sebagai dasar
dikenakan PPh.
Persepsi
kesederhanaan
administrasi
perpajakan
Kesederhanaan
penghitungan
1. Kesederhanaan dalam
penghitungan PPh
final.
Kesederhanaan
penyetoran
1. Kesederhanaan dalam
penyetoran PPh final.
Kesederhanaan
pelaporan
1. Kesederhanaan dalam
pelaporan PPh final.
Persepsi kemudahan
administrasi
perpajakan
Kemudahan
penghitungan
1. Kemudahan dalam
penghitungan PPh
final.
Kemudahan
penyetoran
1. Kemudahan dalam
penyetoran PPh final.
Kemudahan
pelaporan
1. Kemudahan dalam
pelaporan PPh final.
Kepatuhan Wajib
Pajak
Kepatuhan formal
1. Tepat waktu
menyampaikan SPT.
2. Tepat waktu
membayar pajak.
Kepatuhan material 1. Mengisi SPT dengan
benar.
2. Membayar pajak
sesuai pajak yang
terutang.
3. Tidak mempunyai
tunggakan pajak.
Sumber: Olahan Peneliti, 2017
59
e. Skala Pengukuran
Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala pengukuran likert dalam
mengukur berbagai persepsi maupun pendapat terhadap setiap fenomena sosial
yang terjadi. Fenomena sosial telah ditetapkan peneliti secara spesifik yang
kemudian dapat disebut sebagai variabel penelitian. Penggunaan skala linkert
dapat mempermudah pengukuran variabel yang dijabarkan dalam indikator
variabel. Sugiyono (2011:93) Skala Likert adalah skala yang dimanfaatkan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena sosial. Variabel yang akan diukur dengan Skala Likert
dijabarkan menjadi indikator variabel. Selanjutnya indikator tersebut dijadikan
titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan
atau pernyataan.
Terdapat 5 tingkatan skor dari setiap jawaban pernyataan kuesioner dalam
penelitian ini, yaitu:
Skor 1 = Jika jawaban pernyataan responden sangat tidak setuju
Skor 2 = Jika jawaban pernyataan responden tidak setuju
Skor 3 = Jika jawaban pernyataan responden cukup setuju
Skor 4 = Jika jawaban pernyataan responden setuju
Skor 5 = Jika jawaban pernyataan responden sangat setuju
E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian, baik hasil menghitung ataupun
pengukuran (kuantitatif dan kualitatif) dari karakteristik tertentu yang akan dikenai
60
generalisasi (Gunawan, 2013:2). Populasi yang akan digunakan dalam penelitian
adalah seluruh Wajib Pajak orang pribadi maupun badan yang memiliki peredaran
bruto tidak melebihi Rp 4,8 Miliar sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 yang terdaftar di KPP Pratama Sidoarjo Utara.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti atau secara lebih
sederhana sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai
sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi Arikunto (2010) dalam Gunawan
(2013:2). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik sampling insidental. Menurut Sugiyono (2015:67), sampling
insidental adalah teknik penetuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber
data. Alasan menggunakan teknik sampling insidental karena peneliti tidak
mendapatkan data mengenai identitas Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Penentuan
sampel dipilih secara kebetulan kepada Wajib Pajak yang dikenai Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang datang dalam memenuhi kewajiban
perpajakan di KPP Pratama Sidoarjo Utara.
Berdasarkan data di KPP Pratama Sidoarjo Utara Wajib Pajak yang dikenai
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah 5622 sehingga dengan
menggunakan rumus Slovin, jumlah sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan
sebagai berikut:
61
n = N
N(e2) + 1
n = 5622
5622 (0,12) + 1
n = 98,25235 = 98 responden
Keterangan:
n: Jumlah sampel yang dibutuhkan
N: Jumlah populasi Wajib Pajak yang dikenakan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013
e: Nilai kritis atau tingkat kesalahan pengambilan sampel yang didapat ditolerir
yaitu 0,1
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a) Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber pertama. Data primer dalam penelitian ini adalah data dari hasil
kuesioner. Data tersebut disebut data primer karena dalam melakukan
penelitian peneliti memperoleh data secara langsung dari sumber lokasi
penelitian yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yaitu,
62
Wajib Pajak orang pribadi maupun badan kelompok UMKM yang terdaftar
di KPP Pratama Sidoarjo Utara.
b) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain atau data
yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti dari subjek penelitiannya.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu, data yang
diperoleh dari KPP Pratama Sidoarjo Utara berupa data internal berupa profil
KPP Pratama Sidoarjo utara, visi dan misi KPP Pratama Sidoarjo utara, dan
data jumlah Wajib Pajak UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Sidoarjo
utara. Selain itu, penelitian ini didukung oleh data dari buku bacaan, jurnal,
dan beberapa website tertentu.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan
menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2016:142).
Kuesioner digunakan sebagai salah satu instrumen untuk mengumpulkan data
mengenai pengaruh persepsi penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Peneliti perlu melakukan
pengumpulan data secara sistematis untuk memperoleh setiap data yang
diperlukan.
Peneliti menggunakan metode pengumpulan data survei dengan instrumen
penelitian berupa kuesioner dengan jenis pertanyaan tertutup. Pertanyaan
63
tertutup adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau
mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap
pertanyaan yang telah tersedia (Sugiyono, 2016:143). Peneliti menggunakan
pertanyaan tertutup karena dapat membantu responden menjawab secara cepat
dan juga memudahkan dalam melakukan analisis data terhadap seluruh
kuesioner yang telah terkumpul. Metode dokumentasi dengan cara
mengumpulkan data yang ada di KPP Pratama Sidoarjo Utara yaitu, jumlah
Wajib Pajak UMKM.
G. Metode Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan statistik. Terdapat dua jenis statistik yang digunakan dalam
menganalisis data penelitian ini yaitu, statistik deskriptif dan statistik inferensial.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
generalisasi (Sugiyono, 2016:147). Menggunakan statistik bertujuan untuk
mengetahui karakteristik setiap variabel dalam sampel.
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana
sampel itu diambil (Sugiyono, 2016:148). Menggunakan statistik inferensial untuk
mengetahui hubungan kausal antara variabel independen dengan variabel
dependen. Tahap awal yang dilakukan adalah dengan melakukan pengujian
64
validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kelayakan alat ukur, kemudian
melakukan pengujian asumsi klasik serta pengujian analisis regresi linear berganda,
dan tahap berikutnya dilakukan dengan pengujian hipotesis.
1. Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2015:348). Uji validitas
mengukur ketepatan antara data dari kuesioner yang digunakan sebagai alat
pengumpul data dengan data yang sesungguhnya terjadi. Hal ini memberikan
arti apakah alat kuesioner yang digunakan sudah mampu mengukur dan
mengungkapkan keseluruhan data. Ghozali (2013:53) menyatakan bahwa untuk
menguji validitas bisa dilakukan dengan analisis setiap butir pertanyaan yaitu
membandingkan rhitung dengan rtabel product moment pearson dengan melihat df
yaitu jumlah sampel (n) dikurangi dua dengan tingkat signifikansi dalam
penelitian ini sebesar 5%. Nilai rhitung dapat dilihat pada tampilan output
Cronbach Alpha pada kolom Correlated Item – Total Correlation. Jika rtabel <
rhitung maka instrumen penelitian dapat dikatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Suatu data dinyatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten (stabil) dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013:47).
Hal itu menujukkan bahwa reliabel yang dimaksud adalah konsistensi dari data
sehingga dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan formula Alpha Cronbach karena instrumen yang digunakan
65
merupakan rentangan beberapa nilai yaitu dalam skor bertingkat dengan
menggunakan Skala Linkert. Jika instrumen yang digunakan dinilai dalam skor
bertingkat maka dapat menggunakan rumus alpha, dimana batas terendah yang
digunakan dalam menyatakan bahwa butir pertanyaan yang digunakan reliabel
adalah sebesar 0,6. Apabilia nilai Cronbach Alpha > 0.60 maka suatu konstruk
atau variabel dikatakan reliabel.
3. Uji Asumsi Klasik
Model regresi linear dapat disebut sebagai model yang baik jika dapat
memenuhi asumsi klasik. Adapun uji asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji
heteroskedastisitas. Penelitian ini tidak melibatkan uji autokorelasi karena uji
autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu), namun
penelitian ini menggunakan data cross section dengan instrumen kuesioner.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data menurut Gunawan (2013:70) bertujuan untuk
mengetahui bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. Data yang baik dan layak digunakan untuk Uji t atau F adalah nilai
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal yaitu
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati
distribusi normal. Pengujian normalitas ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Konsep dasar dari uji normalitas
Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data dengan
distribusi normal baku. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka
66
data tersebut termasuk berdistribusi normal. Sebaliknya, apabila nilai
signifikansi kurang dari 0.05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas menurut Gunawan (2013:96) dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan antar variabel
bebas. Jika terdapat hubungan yang cukup tinggi (signifikan), berarti ada
aspek yang sama diukur pada variabel bebas. Hal ini tidak layak digunakan
untuk menentukan kontribusi secara bersama-sama variabel bebas terhadap
variabel terikat. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari patokan nilai VIF
(variance inflation faktor) dan nilai tolerance. Jika nilai VIF lebih kecil dari
10 dan nilai tolerance diatas 0,1 atau 10%, maka dikatakan tidak terdapat
masalah multikolinearitas dalam model regresi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan agar dapat mengetahui apakah terjadi
penyimpangan heteroskedastisitas yang terjadi akibat ketidaksamaan varian
dari residual untuk segala jenis pengamatan pada model regresi. Menurut
Ghozali (2013:134) jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskesdatisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskesdatisitas. Uji
Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode uji Gletser, yaitu dengan
cara meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel independen,
sehingga dapat diketahui ada tidaknya derajat kepercayaan 5%. Jika nilai
67
signifikansi variabel independen > 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas.
Sebaliknya, jika nilai signifikansi variabel independen < 0,05 maka terjadi
heterokedastisitas.
4. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis assosiatif/hubungan bila
datanya berbentuk interval atau rasio, dimana analisis regresi digunakan untuk
memprediksi perubahan variabel dependen apabila variabel independen
dinaikan atau diturunkan (Sugiyono, 2011:153). Analisis ini digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu, keadilan pajak (X1),
kesederhanaan administrasi perpajakan (X2), dan kemudahan administrasi
perpajakan (X3) terhadap variabel terikatnya yaitu kepatuhan Wajib Pajak
UMKM (Y). Menurut Sugiyono (2015:275) Persamaan regresi linear berganda
adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Y = Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
a = Konstanta
b = Koefisien garis regresi
X1 = Keadilan pajak
X2 = Kesederhanaan administrasi pajak
X3 = Kemudahan administrasi pajak
e = error / variabel pengganggu
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
68
H. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan adanya
keterkaitan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen.
Pengujian hipotesis dilakukan sebagai upaya dalam menguji korelasi dari variabel
yang akan diteliti, dalam hal ini keterkaitan antara korelasi pengaruh persepsi
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam pengujian hipotesis
yaitu:
1. Uji F
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2013:63). Dasar pengambilan keputusan dalam uji F menggunakan
kriteria sebagai berikut:
1) Apabila Fhitung < Ftabel pada α 0.05 dan nilai signifikansi lebih dari 0,05, maka
H0 diterima dan Ha ditolak, hal ini berarti secara simultan tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
2) Apabila Fhitung > Ftabel pada α 0.05 dan nilai signifikansi kurang dari 0,05,
maka H0 ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti secara simultan terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen.
2. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-
masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang
69
diuji pada tingkat signifikasi 0,05 (Ghozali, 2013:63). Terdapat beberapa kriteria
yang digunakan dalam pengujian ini, yaitu:
1) Apabila thitung < ttabel dan nilai probabilitas > 0,05 maka H0 diterima dan Ha
ditolak. Berarti menyatakan bahwa variabel independen tidak mempunyai
pengaruh secara individual terhadap variabel dependen.
2) Apabila thitung > ttabel dan nilai probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Berarti menyatakan bahwa variabel independen mempunyai
pengaruh secara individual terhadap variabel dependen.
3. Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linier berganda digunakan untuk
mengetahui persentase pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap
variabel terikatnya. Koefisien ini menunjukan besaran persentase variasi
variabel independen yang digunakan dalam model yang mampu menjelaskan
variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
sampai dengan satu. Apabila nilai koefisien determinasi (R2) sama dengan 0
(nol) artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen. Apabila nilai koefisien determinasi (R2) mendekati 0 (nol) artinya
lemahnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila
nilai koefisien determinasi (R2) mendekati 1 artinya kuatnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
70
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Instansi
1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara mulai beroperasi pada
tanggal 27 November 2007 berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak
Nomor KEP-158/PJ/2007 tanggal 5 November tentang Penerapan Organisasi,
Tata Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan
Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan
Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I, Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II, Kantor
Wilayah DJP Jawa Timur III dan Kantor Wilayah DJP Bali. Sebelumnya Kantor
ini bernama Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Timur. Gedung Kantor KPP
Pratama Sidoarjo Utara diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu Ibu Sri
Mulyani pada tanggal 4 Desember 2007.
Pembetukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara dilakukan
sebagai bagian dari upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan
perubahan besar-besaran (modernisasi) menuju ke pemerintahan yang baik
(good governance). Modernisasi DJP ditandai dengan pengembangan Sistem
Informasi (SI) perpajakan, adanya peralihan direktorat-direktorat berdasarkan
jenis pajak, sekarang beralih ke struktur berdasarkan fungsi dan melakukan
praktek-praktek good governance dengan cara:
1) Menerapkan manajemen kasus dan sistem alur kerja sebagai sistem
pengawasan melekat atas tugas-tugas pelayanan dan pengawasan
71
2) Menerapkan kode etik pegawai DJP yang menjadi standar perilaku pegawai
yang secara jelas mengatur kewajiban dan larangan bagi para pegawai,
berikut sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut.
3) Melakukan konsolidasi berupa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan,
pembinaan sikap mental dan perilaku secara berkesinambungan, pemberian
reward dan punishment kepada para pegawai.
4) Mengembangkan dan menerapkan budaya “Zero Telorance of Corruption”.
2. Lokasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara beralamatkan di Jalan
Pahlawan No. 55 Sidoarjo, dengan Nomor telepon 031-8941714. Wilayah
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara terdiri atas 4 kecamatan yaitu,
Kecamatan Waru, Kecamatan Sendati, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan
Buduran.
3. Visi
Menjadi Kantor Pelayanan Pajak yang excelent dalam kinerja penerimaan
dan pelayanan.
4. Misi
Menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
melalui administrasi perpajakan yang efektif, efisien, dan berlandaskan nilai-
nilai Kementrian Keuangan.
72
5. Struktur Organisasi
Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Sidoarjo Utara
Sumber: Data Primer, 2017
Tugas dan wewenang dari masing-masing jabatan dalam struktur organisasi
di Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Utara adalah sebagai berikut:
a. Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal
1) Melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah
tangga.
2) Melakukan pengelolahan kinerja pegawai.
3) Melakukan pemantauan pengendalian intern, pemantauan
pengelolahan risiko, dan pemantauan kepatuhan terhadap kode etik
dan disiplin.
4) Melakukan tindak lanjut hasil pengawasan.
5) Melakukan penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
KPDJP
Kanwil DJP
JATIM II
Seksi
Pengawasan
dan
KPP
Pratama
Sidoarjo
Seksi
Pengolahan
Data dan
Seksi
Pengawasan
dan
Seksi
Pelayan
an
Seksi
Penagi
han
Pegawai
Fungsion
al
Seksi
Pengawasan
Seksi
Pengawasa
nn dan
Seksi
Ekstensifika
si dan
Seksi
Pemeri
ksaan
Subbagian
Umum dan
Kepatuhan
73
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
1) Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data.
2) Melakukan pengamatan potensi perpajakan.
3) Melakukan penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakan, dan urusan tata usaha penerimaan perpajakan.
4) Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan
dukungan teknis komputer, dan pemantauan aplikasi e-SPT dan e-
Filing.
5) Melakukan pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG.
6) Melakukan pengelolahan kinerja organisasi.
c. Seksi Pelayanan
1) Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
2) Melakukan pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.
3) Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan,
penerimaan surat lainnya.
4) Melakukan pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak.
d. Seksi Penagihan
1) Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan, dan
angsuran tunggakan pajak.
2) Penagih aktif.
3) Melakukan usulan penghapusan piutang pajak.
4) Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
74
e. Seksi Pemeriksaan
1) Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan.
2) Melakukan pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan.
3) Melakukan penerbitan, penyalur Surat Perintah Pemeriksaan Pajak,
dan administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
4) Melakukan Pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak
yang ditunjuk kepala kantor.
f. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan
1) Melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek, dan
subjek pajak.
2) Melakukan pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek
pajak dalam menunjang ekstensifikasi.
3) Melakukan bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak baru.
4) Melakukan penyuluhan perpajakan.
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
1) Melakukan proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak.
2) Melakukan usulan pembetulan ketetapan pajak.
3) Melakukan bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada
Wajib Pajak.
4) Melakukan usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV
1) Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak.
75
2) Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak.
3) Melakukan analisis kinerja Wajib Pajak.
4) Melakukan Rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi dan himbauan kepada Wajib Pajak.
B. Gambaran Umum Responden
Responden penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang
terdaftar di KPP Pratama Sidoarjo Utara dan memiliki peredaran bruto kurang dari
Rp 4,8 Miliar pertahun sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013 dimana batasan Rp 4,8 Miliar adalah kategori kelompok UMKM.
Gambaran responden ditentukan berdasarkan subjek pajak dan jumlah omzet.
1. Gambaran Responden Berdasarkan Subjek Pajak
Gambaran responden berdasarkan subjek pajak dibagi menjadi dua yaitu
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan. Ketentuan tersebut sesuai dalam
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 pasal 2 ayat 2 bahwa Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan tidak termasuk bentuk usaha
tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran
bruto tidak lebih dari Rp 4,8 Miliar dalam satu tahun pajak.
Berdasarkan kuesioner yang terkumpul, komposisi gambaran umum
responden berdasarkan subjek pajak dalam penelitian ini terdiri atas 52 Wajib
Pajak Orang Pribadi (WPOP) dan 46 Wajib Pajak Badan (WP Badan). Penyajian
data responden berdasarkan subjek pajak adalah sebagai berikut ini:
76
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Subjek Pajak
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
2. Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Omzet
Gambaran responden dalam kuesioner diklasifikasikan menurut kelompok
usaha sesuai peredaran bruto (omzet) selama setahun berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang
UMKM yaitu, apabila jumlah omzet maksimal Rp 300 Juta, maka tergolong
kelompok usaha mikro. Apabila jumlah omzet diatas Rp 300 Juta – Rp 2,5
Miliar, maka tergolong kelompok usaha kecil dan apabila jumlah omzet diatas
Rp 2,5 Miliar – Rp 4,8 Miliar, maka tergolong kelompok usaha menengah.
Berdasarkan kuesioner yang terkumpul, komposisi gambaran responden
berdasarkan jumlah omzet terdiri atas 51 usaha mikro, 36 usaha kecil, dan 11
usaha menengah. Penyajian data responden berdasarkan jumlah omzet sebagai
berikut ini:
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Omzet
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Wajib Pajak Jumlah Prosentase
WP OP 56 57,1
WP Badan 42 42,9
Total 98 100,0
Omzet setahun terakhir Jenis Kelompok
Usaha
Jumlah Prosentase
Maks Rp 300 Juta Usaha Mikro 51 52,0
> Rp 300 Juta – Rp 2,5 M Usaha kecil 36 36,8
> Rp 2,5 M – Rp 4,8 M Usaha menengah 11 11,2
Total 98 100,0
77
C. Analisis Statistik Deskriptif
1. Deskripsi Tanggapan Responden
Deskripsi tanggapan responden merupakan penjelasan atas keseluruhan
jawaban responden dari masing-masing pernyataan dalam kuesioner. Deskripsi
tanggapan responden dinilai berdasarkan skor rata-rata jawaban pernyataan
kuesioner dalam kategori yang telah ditetapkan. Kategori ditetapkan dengan
melihat skor tertinggi, skor terendah dan banyak kategori yang diharapkan.
Tabel 4.3 Interpretasi Mean Jawaban Responden
Sumber: Supranto, 2000:64
2. Deskripsi Variabel Persepsi Keadilan Pajak (X1)
Variabel persepsi keadilan pajak diukur menggunakan lima indikator
menurut dimensi keadilan pajak dalam Azmi dan Perumal (2008), Pris (2010),
dan Sari (2015) yaitu antara lain, keadilan umum, struktur tarif pajak, timbal
balik pemerintah, kepentingan pribadi, dan ketentuan-ketentuan khusus. Item
X1.1 dan X1.2 mewakili indikator keadilan umum, item X1.3 mewakili indikator
struktur tarif pajak, item X1.4 mewakili indikator timbal balik pemerintah, item
X1.5, X1.6, X1.7 mewakili indikator kepentingan pribadi, dan item X1.8 mewakili
indikator ketentuan-ketentuan khusus. Hasil tanggapan responden variabel
persepsi keadilan pajak dijabarkan dalam tabel 4.4 sebagai berikut:
No. Interval Mean Pernyataan
1. 1 – 1,8 Sangat Tidak Setuju (STS)
2. 1,81 – 2,6 Tidak Setuju (TS)
3. 2,61 – 3,4 Cukup Setuju (CS)
4. 3,41 – 4,2 Setuju (S)
5. 4,21 – 5 Sangat Setuju (SS)
78
Tabel 4.4 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Persepsi
Keadilan Pajak (X1)
Item
Alternatif Jawaban
Mean
SS (5) S (4) R (3) TS (2) STS (1)
F % F % F % f % F %
X1.1 0 0 23 23,5 66 67,3 9 9,2 0 0 3,14
X1.2 0 0 12 12,2 79 80,6 7 7,1 0 0 3,05
X1.3 0 0 35 35,7 24 24,5 31 31,6 8 8,2 2,88
X1.4 0 0 17 17,3 19 19,4 37 37,8 25 25,5 2,29
X1.5 0 0 48 49 45 45,9 3 3,1 2 2 3,42
X1.6 1 1 62 63,3 21 21,4 11 11,2 3 3,1 3,48
X1.7 0 0 14 14,3 36 36,7 37 37,8 11 11,2 2,54
X1.8 8 8,2 71 72,4 15 15,3 1 1,0 3 3,1 3,82
Grand Mean 3,08
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Hasil dari item X1.1 menunjukan 23 Wajib Pajak (23,5%) menjawab setuju,
66 Wajib Pajak (67,3%) menjawab ragu-ragu, dan 9 Wajib Pajak (9,2%)
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,14 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa semua Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 telah mendapatkan sosialisasi tentang Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013.
Hasil dari item X1.2 menunjukan 12 Wajib Pajak (12,2%) menjawab setuju,
79 Wajib Pajak (80,6%) menjawab ragu-ragu, dan 7 Wajib Pajak (7,1%)
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,05 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa keseluruhan sistem dalam
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah adil untuk semua Wajib Pajak
yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 Miliar.
79
Hasil dari item X1.3 menunjukan 35 Wajib Pajak (35,7%) menjawab setuju,
24 Wajib Pajak (24,5%) menjawab ragu-ragu, 31 Wajib Pajak (31,6%)
menjawab tidak setuju, dan 8 Wajib Pajak (8,2%) menjawab sangat tidak setuju.
Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 2,88 yang masuk dalam kategori cukup
setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara
menganggap cukup setuju bahwa penggunaan tarif tunggal 1% sebagai dasar
perhitungan Pajak Penghasilan berdasarkan PP No 46 Tahun 2013 sudah adil
dibandingkan dengan tarif progresif Pajak Penghasilan Pasal 17 untuk orang
pribadi dan tarif Pajak Penghasilan Pasal 31E untuk badan.
Hasil dari item X1.4 menunjukan 17 Wajib Pajak (17,3%) menjawab setuju,
19 Wajib Pajak (19,4%) menjawab ragu-ragu, 37 Wajib Pajak (37,8%),
menjawab tidak setuju, dan 25 Wajib Pajak (25,5%) menjawab sangat tidak
setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 2,29 yang masuk dalam kategori tidak
setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara
menganggap tidak setuju bahwa pengunaan dana untuk pembangunan yang
didapatkan dari pajak telah dijalankan secara adil.
Hasil dari item X1.5 menunjukan 48 Wajib Pajak (49%) menjawab setuju,
45 Wajib Pajak (45,9%) menjawab ragu-ragu, 3 Wajib Pajak (3,1%) menjawab
tidak setuju, dan 2 Wajib Pajak (2%) menjawab sangat tidak setuju. Tingkat rata-
rata (mean) diperoleh 3,42 yang masuk dalam kategori setuju. Ini berarti Wajib
Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju bahwa
penetapan Pajak Penghasilan berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 yang bersifat
80
Final sudah adil dibandingkan dengan Pajak Penghasilan yang bersifat tidak
final untuk wajib pajak lainya.
Hasil dari item X1.6 menunjukan 1 Wajib Pajak (1%) menjawab sangat
setuju, 62 Wajib Pajak (63,3%) menjawab setuju, 21 Wajib Pajak (21,4%)
menjawab ragu-ragu, 11 Wajib Pajak (11,2%) menjawab tidak setuju, dan 3
Wajib Pajak (3,1%) menjawab sangat tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean)
diperoleh 3,48 yang masuk dalam kategori setuju. Ini berarti Wajib Pajak
UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju bahwa penetapan
peredaran bruto sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan berdasarkan PP
No. 46 Tahun 2013 sudah adil dibandingkan dengan penghasilan neto sebagai
dasar pengenaan Pajak Penghasilan lainnya.
Hasil dari item X1.7 menunjukan 14 Wajib Pajak (14,3%) menjawab setuju,
36 Wajib Pajak (36,7%) menjawab ragu-ragu, 37 Wajib Pajak (37,8%)
menjawab tidak setuju, dan 11 Wajib Pajak (11,2%) menjawab sangat tidak
setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 2,54 yang masuk dalam kategori tidak
setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara
menganggap tidak setuju bahwa besar Pajak Penghasilan berdasarkan PP No. 46
Tahun 2013 sudah adil dibandingkan dengan besar Pajak Penghasilan menurut
aturan perpajakan lainnya.
Hasil dari item X1.8 menunjukan 8 Wajib Pajak (8,2%) menjawab sangat
setuju, 71 Wajib Pajak (72,4%) menjawab setuju, 15 Wajib Pajak (15,3%)
menjawab ragu-ragu, 1 Wajib Pajak (1%) menjawab tidak setuju, dan 3 Wajib
Pajak (3,1%) menjawab sangat tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh
81
3,82 yang masuk dalam kategori setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP
Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju bahwa ketentuan batas peredaran
bruto Rp 4,8 miliar selama setahun sebagai dasar dikenakanya Pajak Penghasilan
berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 sudah adil.
Berdasarkan tabel 4.4 hasil secara keseluruhan mengenai variabel persepsi
keadilan pajak memiliki rata-rata jawaban responden (Grand Mean) sebesar 3,08
yang masuk dalam kategori cukup setuju. Ini menunjukan bahwa Wajib Pajak
UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap bahwa Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah cukup adil.
3. Deskripsi Variabel Persepsi Kesederhanaan Administrasi Perpajakan
(X2)
Variabel persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan diukur dengan
menggunakan tiga indikator yaitu kesederhanaan perhitungan, kesederhanaan
penyetoran, dan kesederhanaan pelaporan sesuai Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013. Indikator-indikator penelitian tersebut dijabarkan dalam bentuk
tiga pernyataan. Item X2.1 mewakili indikator perhitungan, item X2.2 mewakili
indikator penyetoran, dan item X2.3 mewakili indikator pelaporan. Distribusi
tanggapan responden atas variabel persepsi kesederhanaan perpajakan
dijelaskan dalam tabel 4.5 sebagai berikut:
82
Tabel 4.5 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Persepsi
Kesederhanaan Administrasi Perpajakan
Item
Alternatif Jawaban
Mean
SS (5) S (4) R (3) TS (2) STS (1)
F % F % F % f % F %
X2.1 4 4,1 62 63,3 14 14,3 18 18,4 0 0 3,53
X2.2 0 0 51 52 27 27,6 20 20,4 0 0 3,32
X2.3 4 4,1 56 57,1 21 21,4 17 17,3 0 0 3,48
Grand Mean 3,44
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Hasil dari item X2.1 menunjukan 4 Wajib Pajak (4,1%) menjawab sangat
setuju, 62 Wajib Pajak (63,3%) menjawab setuju, 14 Wajib Pajak (14,3%)
menjawab ragu-ragu, dan 18 Wajib Pajak (18,4%) menjawab tidak setuju.
Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,53 yang masuk dalam kategori setuju. Ini
berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju
bahwa penghitungan Pajak Penghasilan final sebesar 1% dari omzet berdasarkan
PP No. 46 Tahun 2013 sudah sederhana.
Hasil dari item X2.2 menunjukan 51 Wajib Pajak (52%) menjawab setuju,
27 Wajib Pajak (27,6%) menjawab ragu-ragu, dan 20 Wajib Pajak (20,4%)
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,32 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa penyetoran Pajak Penghasilan
final sebesar 1% dari omzet berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 sudah
sederhana.
Hasil dari X2.3 menunjukan 4 Wajib Pajak (4,1%) menjawab sangat setuju,
56 Wajib Pajak (57,1%) menjawab setuju, 21 Wajib Pajak (21,4%) menjawab
ragu-ragu, dan 17 Wajib Pajak (17,3%) menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata
(mean) diperoleh 3,48 yang masuk dalam kategori setuju. Ini berarti Wajib Pajak
83
UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju bahwa pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan final sebesar 1% dari omzet
berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 sudah sederhana.
Berdasarkan tabel 4.5 hasil secara keseluruhan mengenai variabel persepsi
kesederhanaan administrasi perpajakan memiliki rata-rata jawaban responden
(Grand Mean) sebesar 3,44 yang masuk dalam kategori setuju. Ini menunjukan
bahwa Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap bahwa
administrasi Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 adalah sederhana.
4. Deskripsi Variabel Persepsi Kemudahan Administrasi Perpajakan
(X3)
Variabel persepsi kemudahan administrasi perpajakan diukur dengan
menggunakan tiga indikator yaitu kemudahan perhitungan, kemudahan
penyetoran, dan kemudahan pelaporan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013. Indikator-indikator penelitian tersebut dijabarkan dalam bentuk
tiga pernyataan. Item X3.1 mewakili indikator perhitungan, item X3.2 mewakili
indikator penyetoran, dan item X3.3 mewakili indikator pelaporan. Distribusi
tanggapan responden atas variabel persepsi kemudahan perpajakan dijelaskan
dalam tabel 4.6 sebagai berikut:
84
Tabel 4.6 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Persepsi
Kemudahan Administrasi Perpajakan
Item
Alternatif Jawaban
Mean
SS (5) S (4) R (3) TS (2) STS (1)
F % F % f % F % F %
X3.1 4 4,1 63 64,3 23 23,5 8 8,2 0 0 3,64
X3.2 0 0 49 50 28 28,6 21 21,4 0 0 3,29
X3.3 6 6,1 53 54,1 27 27,6 12 12,2 0 0 3,54
Grand Mean 3,48
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Hasil dari item X3.1 menunjukan 4 Wajib Pajak (4,1%) menjawab sangat
setuju, 63 Wajib Pajak (64,3%) menjawab setuju, 23 Wajib Pajak (23,5%)
menjawab ragu-ragu, dan 8 Wajib Pajak (8,2%) menjawab tidak setuju. Tingkat
rata-rata (mean) diperoleh 3,64 yang masuk dalam kategori setuju. Ini berarti
Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju bahwa
penghitungan Pajak Penghasilan final sebesar 1% dari omzet berdasarkan PP
No. 46 Tahun 2013 sudah mudah.
Hasil dari item X3.2 menunjukan 49 Wajib Pajak (50%) menjawab setuju,
28 Wajib Pajak (28,6%) menjawab ragu-ragu, dan 21 Wajib Pajak (21,4%)
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,29 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa penyetoran Pajak Penghasilan
final sebesar 1% dari omzet berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 sudah mudah.
Hasil dari item X3.3 menunjukan 6 Wajib Pajak (6,1%) menjawab sangat
setuju, 53 Wajib Pajak (54,1%) menjawab setuju, 27 Wajib Pajak (27,6%)
menjawab ragu-ragu, dan 12 Wajib Pajak (12,2%) menjawab tidak setuju.
Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,54 yang masuk dalam kategori setuju. Ini
berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap setuju
85
bahwa pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan final sebesar
1% dari omzet berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 sudah mudah.
Berdasarkan tabel 4.6 hasil secara keseluruhan mengenai variabel persepsi
kemudahan administrasi perpajakan memiliki rata-rata jawaban responden
(Grand Mean) sebesar 3,48 yang masuk dalam kategori setuju. Ini menunjukan
bahwa Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara menganggap bahwa
administrasi Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 adalah mudah.
5. Deskripsi Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Variabel kepatuhan Wajib Pajak UMKM diukur dengan menggunakan 2
indikator yaitu, kepatuhan formal dan kepatuhan material. Indikator-indikator
penelitian tersebut akan dijabarkan menjadi lima pernyataan. Item Y1 dan item
Y2 mewakili indikator kepatuhan formal. Item Y3, item Y4, dan item Y5 mewakili
indikator kepatuhan material. Distribusi tanggapan responden atas variabel
kepatuhan Wajib Pajak dijelaskan dalam tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Tanggapan Responden atas Variabel Kepatuhan
Wajib Pajak UMKM
Item
Alternatif Jawaban
Mean
SS (5) S (4) R (3) TS (2) STS (1)
f % F % f % F % F %
Y1 0 0 37 37,8 50 51 11 11,2 0 0 3,27
Y2 0 0 31 31,6 35 35,7 32 32,7 0 0 2,99
Y3 0 0 28 28,6 54 55,1 16 16,3 0 0 3,12
Y4 6 6,1 40 40,8 32 32,7 20 20,4 0 0 3,33
Y5 0 0 24 24,5 36 36,7 35 35,7 3 3,1 2,83
Grand Mean 3,108
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Hasil dari item Y1 menunjukan 37 Wajib Pajak (37,8%) menjawab setuju,
50 Wajib Pajak (51%) menjawab ragu-ragu, dan 11 Wajib Pajak (11,2%)
86
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,27 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa Wajib Pajak harus melaporkan
SPT tepat waktu sesuai aturan yaitu, paling lambat untuk Orang Pribadi 31 Maret
dan paling lambat untuk Badan 30 April tahun pajak berikutnya.
Hasil dari item Y2 menunjukan 31 Wajib Pajak (31,6%) menjawab setuju,
35 Wajib Pajak (35,7%) menjawab ragu-ragu, dan 32 Wajib Pajak (32,7%)
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 2,99 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa Wajib Pajak harus membayar
pajak secara tepat waktu.
Hasil dari item Y3 menunjukan 28 Wajib Pajak (28,6%) menjawab setuju,
54 Wajib Pajak (55,1%) menjawab ragu-ragu, dan 16 Wajib Pajak (16,3%)
menjawab tidak setuju. Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,12 yang masuk
dalam kategori cukup setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara menganggap cukup setuju bahwa Wajib Pajak harus mengisi SPT
secara benar.
Hasil dari item Y4 menunjukan 6 Wajib Pajak (6,1%) menjawab sangat
setuju, 40 Wajib Pajak (40,8%) menjawab setuju, 32 Wajib Pajak (32,7%)
menjawab ragu-ragu, dan 20 Wajib Pajak (20,4%) menjawab tidak setuju.
Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 3,33 yang masuk dalam kategori cukup
setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara
87
menganggap cukup setuju bahwa Wajib Pajak harus membayar pajak sesuai
pajak yang terutang.
Hasil dari item Y5 menunjukan 24 Wajib Pajak (24,5%) menjawab setuju,
36 Wajib Pajak (36,7%) menjawab ragu-ragu, 35 Wajib Pajak (35,7%)
menjawab tidak setuju, dan 3 Wajib Pajak (3,1%) menjawab sangat tidak setuju.
Tingkat rata-rata (mean) diperoleh 2,83 yang masuk dalam kategori cukup
setuju. Ini berarti Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara
menganggap cukup setuju bahwa sebaiknya Wajib Pajak tidak mempunyai
tunggakan pajak.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil secara keseluruhan mengenai variabel
kepatuhan Wajib Pajak UMKM memiliki rata-rata jawaban responden (Grand
Mean) sebesar 3,108 yang masuk dalam kategori cukup setuju. Ini menunjukan
bahwa Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara cukup patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakan.
D. Analisis Statistik Inferensial
1. Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2015:348). Pengujian
validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis setiap butir pertanyaan
yaitu membandingkan rhitung dengan rtabel product moment person dengan df = n-
2 = 98-2 = 96 dan signifikasi 5% sehingga diketahui rtabel sebesar 0,1986
88
Sedangkan rhitung dapat dilihat pada Correlated Item – Total Correlation. Jika
rtabel < rhitung maka instrumen penelitian dapat dikatakan valid.
Pengujian validitas dilakukan terhadap semua variabel penelitian yaitu
persepsi keadilan perpajakan, persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan,
persepsi kemudahan administrasi perpajakan, dan kepatuhan Wajib Pajak. Hasil
pengujian validitas masing-masing pernyataan untuk menilai variabel persepsi
keadilan pajak dapat dilihat dalam tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Keadilan Pajak
Item r hitung Keterangan
X1.1 0,343 Valid
X1.2 0,517 Valid
X1.3 0,588 Valid
X1.4 0,511 Valid
X1.5 0,693 Valid
X1.6 0,483 Valid
X1.7 0,806 Valid
X1.8 0,544 Valid
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan bahwa seluruh item pernyataan variabel
persepsi keadilan pajak adalah valid karena nilai rhitung yang dilihat dari
Correlated Item – Total Correlation diatas 0,1986. Hal ini berarti seluruh item
pernyataan dapat digunakan untuk mengukur dan mengungkap seluruh data
untuk menilai persepsi keadilan pajak.
Selanjutnya hasil pengujian validitas masing-masing pernyataan untuk
menilai variabel persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan dapat dilihat
dalam tabel 4.9 sebagai berikut:
89
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Kesederhanaan
Administrasi Perpajakan
Item r hitung Keterangan
X2.1 0,759 Valid
X2.2 0,762 Valid
X2.3 0,863 Valid
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan bahwa seluruh item pernyataan variabel
persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan adalah valid karena nilai rhitung
yang dilihat dari Correlated Item – Total Correlation diatas 0,1986. Hal ini
berarti seluruh item pernyataan dapat digunakan untuk mengukur dan
mengungkap seluruh data untuk menilai variabel kesederhanaan administrasi
perpajakan.
Selanjutnya hasil pengujian validitas masing-masing pernyataan untuk
menilai variabel persepsi kemudahan administrasi perpajakan dapat dilihat
dalam tabel 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Persepsi Kemudahan Administrasi
perpajakan
Item r hitung Keterangan
X3.1 0,847 Valid
X3.2 0,670 Valid
X3.3 0,794 Valid
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukan bahwa seluruh item pernyataan variabel
persepsi kemudahan administrasi perpajakan adalah valid karena nilai rhitung yang
dilihat dari Correlated Item – Total Correlation diatas 0,1986. Hal ini berarti
seluruh item pernyataan dapat digunakan untuk mengukur dan mengungkap
seluruh data untuk menilai variabel kemudahan administrasi perpajakan.
90
Sedangkan hasil pengujian validitas masing-masing pernyataan untuk
menilai variabel kepatuhan Wajib Pajak UMKM dapat dilihat dalam tabel 4.11
sebagai berikut:
Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Item r hitung Keterangan
Y1 0,689 Valid
Y2 0,700 Valid
Y3 0,836 Valid
Y4 0,740 Valid
Y5 0,799 Valid
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa seluruh item pernyataan variabel
kepatuhan Wajib Pajak adalah valid karena nilai rhitung yang dilihat dari
Correlated Item – Total Correlation diatas 0,1986. Hal ini berarti seluruh item
pernyataan dapat digunakan untuk mengukur dan mengungkap seluruh data
untuk menilai variabel kepatuhan Wajib Pajak.
2. Uji Reliabilitas
Suatu data dinyatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten (stabil) dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013:47).
Hal itu menujukkan bahwa reliabel yang dimaksud adalah konsistensi dari data
sehingga dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan nilai Alpha Cronbanch, Jika instrumen yang digunakan dinilai
dalam skor bertingkat maka dapat menggunakan rumus alpha. Apabilia nilai
Cronbach Alpha > 0.60 maka suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel.
Hasil pengujian reliabilitas atas variabel-variabel dalam penelitian ini dapat
dilihat dalam tabel 4.12 sebagai berikut:
91
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach
Alpha
Keterangan
Persepsi Keadilan Pajak (X1) 0,675 Reliabel
Persepsi kesederhanaan
Administrasi Perpajakan (X2)
0,708 Reliabel
Persepsi Kemudahan
Administrasi Perpajakan (X3)
0,646 Reliabel
Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
(Y)
0,802 Reliabel
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.12 keseluruhan variabel penelitian baik variabel bebas
yaitu persepsi keadilan perpajakan (X1), persepsi kesederhanaan perpajakan
(X2), dan persepsi kemudahan administrasi perpajakan (X3) maupun variabel
terikat yaitu kepatuhan Wajib Pajak (Y) menunjukan nilai Alpha diatas 0,6. Hal
tersebut berarti seluruh item pernyataan dalam kuesioner adalah reliabel (andal)
yaitu dapat digunakan untuk menjawab pernyataan secara konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data menurut Gunawan (2013:70) bertujuan untuk
mengetahui bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka data tersebut
termasuk berdistribusi normal. Sebaliknya, apabila nilai signifikansi kurang
dari 0.05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.
92
Tabel 4.13 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 98
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation 2,48507641
Most Extreme Differences Absolute ,106
Positive ,059
Negative -,106
Test Statistic 1,046
Asymp. Sig. (2-tailed) ,225
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.13 menunjukan bahwa nilai signifikansi sebesar
0,225 lebih besar dari 0,05. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dari data
kuesioner yang terkumpul, variabel penganggu atau residual memiliki
distribusi normal.
b. Uji Multikolineritas
Uji Multikolinearitas menurut Gunawan (2013:96) dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan antar variabel
bebas. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari patokan nilai VIF (variance
inflation faktor) dan nilai tolerance. Jika nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai
tolerance diatas 0,1 atau 10%, maka dikatakan tidak terdapat masalah
multikolinearitas dalam model regresi.
93
Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukan bahwa masing-masing variabel
bebas meliputi persepsi keadilan pajak, persepsi kemudahan administrasi
perpajakan, dan persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan memiliki
nilai VIF (Varian Inflation Factor) dibawah 10 dan memiliki nilai tolerance
diatas 0,1. Jadi, antara variabel bebas menunjukan tidak terdapat
multikolinieritas atau tidak saling mengganggu satu sama lain.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan agar dapat mengetahui apakah terjadi
penyimpangan heteroskedastisitas yang terjadi akibat ketidaksamaan varian
dari residual untuk segala jenis pengamatan pada model regresi. Model
regresi yang baik adalah yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi
heteroskesdatisitas. Uji Heteroskedastisitas dalam penelitian ini
menggunakan metode uji Glejser, yaitu dengan cara meregeresikan nilai
absolute residual terhadap variabel independen, sehingga dapat diketahui ada
tidaknya derajat kepercayaan 5%. Jika nilai signifikansi variabel independen
> 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Sebaliknya, jika nilai
signifikansi variabel independen < 0,05 maka terjadi heterokedastisitas.
Variabel Bebas Collinearity Statistic
Tolerance VIF
Persepsi Keadilan Pajak (X1) 0,912 1,096
Persepsi Kesederhanaan Administrasi
Pajak (X2)
0,912 1,096
Persepsi kemudahan Administrasi
Pajak (X3)
0,995 1,005
94
Tabel 4.15 Hasil Uji Heterokedastisitas
Variabel Signfikansi Keputusan
Persepsi Keadilan Pajak 0,304 Homokedastisitas
Persepsi Kesederhanaan
Administrasi Pajak
0,613 Homokedastisitas
Persepsi Kemudahan
Administrasi Pajak
0,567 Homokedastisitas
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukan bahwa nilai signifikansi masing-
masing variabel bebas pada persamaan model regresi terhadap nilai absolut
residual lebih besar dari 0,05. Kesimpulannya adalah variance atau ragam
untuk variabel bebas tidak terjadi heteroskedastisitas (homogen), sehingga
dapat dilakukan pengujian selanjutnya.
4. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis assosiatif/hubungan bila
datanya berbentuk interval atau rasio, dimana analisis regresi digunakan untuk
memprediksi perubahan variabel dependen apabila variabel independen
dinaikan atau diturunkan (Sugiyono, 2011:153). Hasil analisis regresi adalah
koefisien untuk masing-masing variabel independen yang diperoleh dengan cara
memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan. Analisis regresi
linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh tiga variabel independen
yaitu persepsi keadilan pajak (X1), persepsi kesederhanaan administrasi pajak
(X2), dan persepsi kemudahan administrasi pajak (X3) terhadap variabel
dependen yaitu kepatuhan Wajib Pajak (Y). Berikut hasil analisis regresi linear
berganda dalam tabel 4.16.
95
Tabel 4.16 Tabel Uji Linear Berganda
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan perhitungan tabel 4.16 maka diperoleh persamaan regresi
linear berganda sebagai berikut:
Y=2,233+0,147X1+0,422X2+0,509X3
Keterangan :
Y = Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
X1 = Persepsi Keadilan Pajak
X2 = Persepsi Kesederhanaan Administrasi Perpajakan
X3 = Persepsi Kemudahan Administrasi Perpajakan
Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa:
1) Nilai konstanta sebesar 2,233. Artinya jika variabel kepatuhan Wajib
Pajak UMKM tidak dipengaruhi oleh ketiga variabel bebas, maka nilai
kepatuhan Wajib Pajak akan bernilai 2,233.
2) Seluruh variabel bebas mempunyai arah koefisien yang bertanda positif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Hal tersebut menunjukan
bahwa terdapat hubungan searah antara, persepsi keadilan pajak,
persepsi kemudahan administrasi perpajakan, dan persepsi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.233 2.459 .908 .366
PKd .147 .077 .178 1.905 .060
PKs .422 .137 .287 3.078 .003
PKm .509 .147 .309 3.464 .001
96
kesederhanaan administrasi perpajakan dengan kepatuhan Wajib Pajak
UMKM.
3) Koefisien persepsi keadilan pajak (X1) memberikan nilai 0,147.
Artinya, setiap peningkatan variabel persepsi keadilan pajak (X1)
sebesar satu satuan akan menyebabkan peningkatan variabel kepatuhan
Wajib Pajak UMKM (Y) sebesar 0,147.
4) Koefisien persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan (X2)
memberikan nilai 0,422. Artinya, setiap peningkatan variabel persepsi
kesederhanaan administrasi perpajakan (X2) sebesar satu satuan akan
menyebabkan peningkatan variabel kepatuhan Wajib Pajak UMKM
(Y) sebesar 0,422.
5) Koefisien persepsi kemudahan administrasi perpajakan (X3)
memberikan nilai 0,509. Artinya, setiap peningkatan variabel persepsi
kemudahan administrasi perpajakan (X3) sebesar satu satuan akan
menyebabkan peningkatan variabel kepatuhan Wajib Pajak UMKM
(Y) sebesar 0,509.
6) Persepsi kemudahan administrasi perpajakan memiliki pengaruh paling
besar yakni 0,509 dengan demikian variabel persepsi kemudahan
administrasi perpajakan adalah variabel yang lebih dominan dalam
mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak.
97
E. Pengujian Hipotesis
1. Uji F
Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap
variabel terikat maka diuji dengan menggunakan uji F. Hasil perhitungan regresi
secara simultan diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.17 Hasil Uji Simultan (Uji F)
ANOVAa
Sumber: Data Primer Diolah, 2017
Berdasarkan tabel diatas hasil perhitungan statistik menunjukan nilai F
hitung sebesar 10,742 dengan F tabel sebesar 2,70. Sedangkan nilai signifikansi
yang diperoleh sebesar 0,000 yaitu kurang dari batas signifikasi sebesar 0,05. Ini
berarti persepsi keadilan pajak, persepsi kemudahan administrasi perpajakan,
dan persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
2. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh ketiga variabel bebas yaitu persepsi
keadilan pajak (X1), persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan (X2), dan
persepsi kemudahan perpajakan (X3) terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM
(Y) secara parsial. Apabila thitung < ttabel atau nilai probabilitas > 0,05 maka H0
diterima dan Ha ditolak. Sedangkan apabila thitung > ttabel atau nilai probabilitas <
0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Penjabaran hasil uji t dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Model
Sum of
Squares
Df
Mean
Square
F
Sig
1 Regression
Residual
Total
205,375
599,034
804,408
3
94
97
68,458
6,373
10,742 ,000
98
a. Uji Hipotesis 1
Berdasarkan tabel 4.16 hasil pengujian persepsi keadilan pajak
menunjukan t hitung sebesar 1,905 yang lebih kecil dari t tabel sebesar 1,985.
Sedangkan taraf signifikansi sebesar 0,060 lebih besar dari 0,05. Ini berarti
bahwa hipotesis 1 dalam penelitian ini menolak Ha dan menerima H0. Ini
berarti persepsi keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM.
b. Uji Hipotesis 2
Berdasarkan tabel 4.16 hasil pengujian persepsi kesederhanaan
administrasi perpajakan menunjukan t hitung sebesar 3,078 yang lebih besar
dari t tabel sebesar 1,985. Sedangkan taraf signifikansi sebesar 0,003 lebih
kecil dari 0,05. Ini berarti bahwa hipotesis 2 dalam penelitian ini menolak H0
dan menerima Ha. Ini berarti persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
c. Uji hipotesis 3
Berdasarkan tabel 4.16 hasil pengujian persepsi kemudahan administrasi
perpajakan menunjukan t hitung sebesar 3,464 yang lebih besar dari t tabel
sebesar 1,985. Sedangkan taraf signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari
0,05. Ini berarti bahwa hipotesis 3 dalam penelitian ini menolak H0 dan
menerima Ha. Ini berarti persepsi kemudahan administrasi perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
99
3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk menunjukan berapa besar pengaruh
variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikatnya. Nilai koefisien
determinasi dijabarkan dalam tabel 4.18:
Tabel 4.18 Koefesien Determinasi (R2)
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 ,505a
,255 ,232 2,52442
Sumber: Data Primer diolah, 2017
Berdasarkan tabel diatas, hasil perhitungan koefisien determinasi (R2) yang
diperoleh sebesar 0,232. Hal ini berarti 23,2% variasi variabel kepatuhan Wajib
Pajak UMKM dapat dijelaskan oleh variabel persepsi keadilan pajak, persepsi
kemudahan administrasi pajak, dan persepsi kesederhanaan administrasi pajak.
sedangkan sisanya sebesar 76,8% diterangkan oleh variabel lain yang tidak
dilibatkan dalam penelitian ini.
F. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari pengujian hipotesis secara parsial (Uji t) semua variabel
bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Pengaruh yang diberikan ketiga
variabel bebas bersifat positif artinya semakin tingga ketiga variabel bebas tersebut
maka mengakibatkan semakin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak UMKM untuk
memenuhi kewajiban perpajakan. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang
diajukan. Penjelasan dari masing-masing pengaruh variabel dijelaskan sebagai
berikut:
100
1. Pengaruh Persepsi Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
UMKM
Berdasarkan pengujian hipotesis dalam tabel 4.14 nilai signfikansi uji t
sebesar 0,060 lebih besar dari nilai signifikansi sebesar 0,05 sehingga hipotesis
Ha ditolak dan H0 diterima. Ini berarti variabel persepsi keadilan pajak tidak
berpengaruh terhadap variabel kepatuhan Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama
Sidoarjo Utara.
Variabel persepsi keadilan pajak diukur berdasarkan lima dimensi keadilan
pajak dalam Azmi dan Perumal (2008), Pris (2010), Sari (2015), dan Rosella
(2015) yang dikombinasikan dengan unsur dalam Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013. Lima dimesi keadilan pajak tersebut meliputi keadilan umum,
struktur tarif pajak, timbal balik pemerintah, kepentingan pribadi, dan ketentuan-
ketentuan khusus. Unsur-unsur Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 yang
digunakan untuk menilai variabel persepsi keadilan pajak berfokus pada
penetapan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif peredaran bruto setiap
bulan dan peredaran bruto sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
Besar Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 yang terutang yang dibebankan kepada Wajib Pajak tidak tidak
menerapkan keadilan pajak yang mencerminkan (ability to pay) seperti dalam
teori pembagian pajak yaitu teori daya pikul yang dikemukakan oleh Suparnyo
(2012) dan asas pemungutan pajak menurut Adam Smith dalam Prawoto (2015)
yaitu asas persamaan (equality), karena besar pajaknya dihitung dari peredaran
101
bruto meskipun Wajib Pajak mengalami kerugian tetap harus membayar pajak
1% dari peredaran bruto. Teori daya pikul yaitu teori yang menyatakan bahwa
agar pemungutan pajak dirasa adil maka dalam membagi beban pajak hendaknya
disesuaikan dengan daya pikul Wajib Pajak yang bersangkutan. Asas persamaan
(equality) yaitu pajak dibebankan berdasarkan kemampuan masing-masing
subjek pajak dan juga dikatakan lain kemampuan membayar Wajib Pajak.
Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata tanggapan responden tentang
persepsi keadilan pajak dalam tabel 4.4 sebesar 3,08 yang masuk dalam kategori
“Cukup Setuju” yang berarti Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 menganggap unsur-unsur
dalam peraturan ini adalah cukup adil. Sedangkan hasil uji hipotesis menunjukan
bahwa variabel persepsi keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak UMKM di KPP Pratama Sidoarjo Utara. Jadi dapat diartikan bahwa
Wajib Pajak akan tetap memenuhi kewajiban perpajakan karena persepsi
keadilan pajak tidak mempengaruhi Wajib Pajak untuk berperilaku patuh
terhadap pajak.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Azmi dan Perumal (2008)
lima dimensi keadilan pajak hanya tiga dimensi pajak yaitu keadilan umum,
struktur tarif pajak, dan kepentingan pribadi yang berpengaruh terhadap perilaku
kepatuhan pajak. Rosella (2015) persepsi keadilan pajak terkait PP Nomor 46
Tahun 2013 berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Namun mendukung penelitian Sari (2015) persepsi keadilan pajak tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan Pris (2010) seluruh dimensi
102
keadilan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku kepatuhan Wajib
Pajak badan.
2. Pengaruh Persepsi Kesederhanaan Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak UMKM
Berdasarkan pengujian hipotesis dalam tabel 4.14 nilai signfikansi uji t
sebesar 0,003 lebih kecil dari nilai signifikansi sebesar 0,05 sehingga hipotesis
H0 ditolak dan Ha diterima. Selain itu, nilai t hitung sebesar 3,078. Ini berarti
variabel persepsi kemudahan perpajakan berpengaruh positif terhadap variabel
kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Semakin tinggi Wajib Pajak UMKM yang
menganggap bahwa Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 sederhana dalam
memenuhi hak dan kewajiban maka akan semakin meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak UMKM.
Hasil penelitian yang menunjukan pengaruh positif variabel persepsi
kemudahan administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP
Pratama Sidoarjo Utara, karena Wajib Pajak menganggap Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 adalah sederhana dalam perhitungan, penyetoran, dan
pelaporan sehingga memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya yang dapat mempengaruhi Wajib Pajak untuk
berperilaku patuh terhadap pajak. Penghitungan dalam Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 juga mengalami penyederhanaan tarif pajak dengan
menetapkan tarif tunggal sebesar 1% sehingga secara perhitungan pun sederhana
yaitu dengan mengalikan tarif tunggal 1% dengan peredaran bruto. Pendapat
tersebut sesuai dengan tanggapan responden terhadap variabel persepsi
103
kesederhanaan administrasi perpajakan dalam tabel 4.6 sebesar 3,44 yang
mengindikasikan “Setuju” bahwa Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah sederhana. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Widodo (2010) dan Bashori (2014) dalam Rosella (2015)
menyatakan bahwa administrasi perpajakan perlu dilakukan penyederhanaan
sehingga memberikan kemudahan dan akan mampu mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak dan penyederhanaan tarif juga perlu dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Joumard (Kamleitner et al, 2010) dalam Bashori (2014)
juga menyatakan bahwa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak adalah penyederhanaan proses perpajakan. Hasil
penelitian ini tidak mendukung penelitian Rosella (2015) persepsi
kesederhanaan perpajakan terkait PP Nomor 46 Tahun 2013 tidak berpengaruh
terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
3. Pengaruh Persepsi Kemudahan Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak UMKM
Berdasarkan pengujian hipotesis dalam tabel 4.14 nilai signfikansi uji t
sebesar 0,001 lebih kecil dari nilai signifikansi sebesar 0,05 sehingga hipotesis
H0 ditolak dan Ha diterima. Selain itu, nilai t hitung sebesar 3,464. Ini berarti
variabel persepsi kemudahan perpajakan berpengaruh positif terhadap variabel
kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Semakin tinggi Wajib Pajak UMKM yang
menganggap bahwa Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 memberikan
kemudahan dalam memenuhi hak dan kewajiban maka akan semakin
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
104
Hasil penelitian yang menunjukan pengaruh positif variabel persepsi
kemudahan administrasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP
Pratama Sidoarjo Utara, karena Wajib Pajak menganggap Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 adalah mudah dalam perhitungan, penyetoran, dan pelaporan
sehingga memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya yang dapat mempengaruhi Wajib Pajak untuk berperilaku patuh
terhadap pajak. Pendapat tersebut sesuai dengan tanggapan responden terhadap
variabel persepsi kemudahan administrasi perpajakan dalam tabel 4.5 sebesar
3,48 yang mengindikasikan “Setuju” bahwa Pajak Penghasilan berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah mudah. Hal tersebut sesuai
pernyataan yang dikemukan oleh Sari (2015) menyatakan bahwa PP Nomor 46
Tahun 2013 ditetapkan atas dasar pertimbangan memberikan kemudahan dalam
penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak. Resyniar (2014) juga
menyatakan bahwa kemudahan perpajakan khususnya dengan penerapan PP No.
46 tahun 2013 yaitu tidak ada perhitungan pajak yang rumit dan sukar dipahami.
Rumus dalam menghitung pajak cukup mudah yaitu 1% dari omset.
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang antara Wajib Pajak Orang Pribadi
maupun badan adalah sama. Penghitungan pajak hanya perlu mencatat perolehan
peredaran bruto kemudian dikali dengan tarif 1% tanpa memerlukan pembukuan
serta lebih mudah penghitungannya dari UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 17
untuk orang pribadi dan Pasal 31E untuk badan. Wajib Pajak tidak wajib
melaporkan SPT Masa Pajak PPh apabila telah melakukan penyetoran dengan
validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) tepat waktu sebelum
105
tanggal 15 masa pajak berikutnya. Hasil penelitian mendukung penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini
yaitu, Rosella (2015) dan Sari (2015) persepsi kemudahan perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
106
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh persepsi Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap
kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Melalui analisi data hasil penelitian, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel persepsi keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib
Pajak UMKM yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Sidoarjo Utara. Wajib Pajak
tetap akan memenuhi kewajiban perpajak meskipun Wajib Pajak menilai adil
atau tidaknya Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Sari (2015) dan Pris
(2010). Namun tidak mendukung penelitian Rosella (2015) dan Azmi dan
Perumal (2008).
2. Variabel persepsi kesederhanaan administrasi perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama
Sidoarjo Utara. Hal tersebut karena Wajib Pajak menganggap Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah sederhana dalam perhitungan,
penyetoran, dan pelaporan sehingga memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang dapat meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Pendapat tersebut sesuai sesuai dengan rata-
107
rata tanggapan responden yang mengindikasikan “Cukup Setuju” dan Joumard
(Kamleitner et al, 2010) dalam Bashori (2014) perlu penyederhanaan proses
perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian ini
tidak mendukung penelitian Rosella (2015).
3. Variabel persepsi kemudahan administrasi perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama
Sidoarjo Utara. Hal tersebut karena Wajib Pajak menganggap Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah mudah dalam perhitungan, penyetoran,
dan pelaporan sehingga memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya yang dapat meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak UMKM. Pendapat tersebut sesuai dengan nilai rata-rata tanggapan
responden yang mengindikasikan “Setuju” dan SE Nomor 42/PJ/2013 Wajib
Pajak tidak wajib melaporkan SPT Masa Pajak PPh karena telah melakukan
pembayaran dengan validasi NTPN. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Rosella (2015) dan Sari (2015).
B. Saran
Saran bagi penelitian selanjutnya perlu untuk menambahkan variabel-variabel
lainnya selain tiga variabel dalam penelitian ini untuk menganalisis pengaruh
unsur-unsur dalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap kepatuhan
Wajib Pajak. Selain itu, diperlukan untuk menggunakan lingkup yang lebih luas
atau tidak pada satu KPP. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui apakah kebijakan
108
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 sudah mampu merata dalam
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak di Wilayah Provinsi Jawa Timur.
109
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ghozali, H. Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21. Semarang: Badan Penerbit Universtas Diponegoro.
Gunawan, Muhammad Ali. 2013. Statistik untuk Penelitian Pendidikan.
Yogyakarta: Parama Publishing.
Kuncoro, Mudrajad. 2000. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mansury, R. (1996). Pajak penghasilan Lanjutan. Jakarta : Indhill co.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: CV ANDI.
Prawoto, Agus. 2015. Pengantar Keuangan Publik. Yogyakarta: BPFE.
Rahayu, siti kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia (konsep & Aspek formal).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
________ . 2013. Perpajakan Indonesia (konsep & Aspek formal). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Resmi, Siti. 2013. Perpajakan (Teori dan Kasus). Jakarta: Salemba Empat.
Subarsono. 2011. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta.
________. 2015. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta
________. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta.
Sukirno, sadono. 2012. Makro ekonomi (teori pengantar). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Suparnyo. 2012. Hukum Pajak (Suatu Sketsa Asas). Semarang: Pustaka Magister
Supranto. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Susyanti, Jeni dan Dahlan, Ahmad. 2015. Perpajakan (untuk praktisi dan
akademisi). Malang: Empat Dua Media.
Sutanto, paojan mas’ud. 2014. Perpajakan Indonesia (teori & aplikasi). Jakarta:
Mitra wacana media.
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
110
Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Andi.
Widodo, Widi, dkk. 2010. Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. Bandung:
Alfabeta.
Zain, Mohammad. 2007. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Jurnal
Andreas. dan Savitri, Enni. 2015. The Effect of Tax Socialization, Tax Knowledge,
Expediency of Tax ID Number and Service Quality on Taxpayers
Compliance With Taxpayers Awareness as Mediating Variables. Procedia
- Social and Behavioral Sciences. vol 211.
Atawodi, Ojochogwu Winnie. dan Ojeka, Stephen Aanu. 2012. Factors That Affect
Tax Compliance among Small and Medium Enterprises (SMEs) in North
Central Nigeria.vol 7.
Azmi, Anna Che. dan Perumal, Kamala A. 2008. Tax Fairness Dimensions In An
Asian Context: The Malaysian Perspective. International Review of
Business Research Papers.vol 4 (5).
Bashori, Ahsan Nashrudin. 2014. Pengaruh Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun
2013 Terhadap Kepatuhan Sukarela Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut.
Surabaya: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.
Berutu, Dian Anggraeni dan Harto, Puji. 2012. Persepsi Keadilan Pajak Terhadap
Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Diponegoro
Journal of Accounting. Vol 2 (2).
Gambo et al. 2014. Tax Complexity and Tax Compliance In African Self-Assessment
Environment. International Journal of Management Research & Review.
vol 4 (5).
Gentry, M. & Hubbard, R. 2004. Tax Policy and Entry Into Enterpreneurship. Tax
Policy and Entrepreneurship.
Helhel, Y. & Ahmed, Y. 2014. Factors Affecting Tax Attitudes and Tax
Compliance: A Survey Study in Yemen. European Journal of Business and
Management. Vol 6 (22).
Liu, Xiaowen. 2014. State Tax Policy and Entrepreneurship. Tax Policy and
Entrepreneurship. vol 6 (6).
Pris, K. Andarini. 2010. Dampak Dimensi Keadilan Pajak Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas
Diponogoro.
111
Resyniar, Gandhys. 2014. “Persepsi Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) Terhadap Penerapan PP. 46 tahun 2013”. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang.
Rosella, Vina. 2015. Pengaruh Persepsi Atas PP Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak. vol 4.
Saad, Natrah. 2014. Tax Knowledge, Tax Complexity and Tax Compliance:
Taxpayers’ View. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Vol 109.
Sari, Melisa Anita. 2015. Pengaruh Persepsi Keadilan dan Persepsi Kemudahan
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak kelompok UMKM Pasca
Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Surabaya:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.
Internet
Abidin, M. Z. 2015. Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi UMKM,
diakses pada 11 November 2016 dari
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/kebijakan-fiskal-dan-peningkatan-
peran-ekonomi-umkm.
Badan Pusat Statistik, di akses pada 13 Januari 2017 dari www.bps.go.id.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, di akses pada 25 Maret 2017 dari
www.kbbi.web.id.
Manurung, Surya. 2013. Kompleksitas Kepatuhan Pajak. diakses pada 22 Februari
2017 dari http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-
pajak.
Tambunan, Ruston. 2013. Ketentuan Terbaru Pajak Penghasilan Atas UMKM:
Sederhana Tapi Tidak Adil. Diakses pada 11 November 2016 dari
http://ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=51.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE – 42/PJ/2013 tentang pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil, Menengah.