Post on 22-Oct-2021
PENGARUH PENAMBAHAN FILLER BENTONITE
TERHADAP KARAKTER BIOPLASTIK
BERBASIS PATI SAGU
REZKI AMALIA SYAMSUDDIN
1603410016
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
ii
PENGARUH PENAMBAHAN FILLER BENTONITE
TERHADAP KARAKTER BIOPLASTIK
BERBASIS PATI SAGU
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
REZKI AMALIA SYAMSUDDIN
1603410016
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Rezki Amalia Syamsuddin. 2020. Pengaruh Penambahan Filler Bentonite
Terhadap Karakter Bioplastik Berbasis Pati Sagu (dibimbing oleh Nurmalasari
dan Muhammad Nur Alam).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan filler
bentonite terhadap ketahanan air dan biodegradasi bioplastik berbasis pati sagu
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pembuatan bioplastik dilakukan
dengan penambahan filler bentonite yaitu 3%, 6%, 9%, dan 12% pada masing-
masing perlakuan P1, P2, P3, dan P4 serta 25% sorbitol. Formula kemudian
dicetak pada plat kaca dengan ukuran 13x13 cm lalu dikeringkan selama 3 hari
pada suhu ruang dan selanjutnya direndam dalam H2SO4 1 M. Hasil yang
diperoleh yaitu ketahanan air pada masing-masing sampel P1, P2, P3, dan P4
adalah 93,96%, 89,95%, 88,76%, dan 84,62% dan kehilangan massa pada masing-
masing sampel P1, P2, P3, dan P4pada hari ke-15 berturut-turut adalah 36,55%,
33,45%, 26,82%, dan 37,09%. Dari hasil tersebut, ketahanan air bioplastik yang
dihasilkan sudah mendekati Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 99%
sedangkan pada degradasi bioplastik belum memenuhi standar bioplastik untuk
biodegradasi yaitu 100%.
Kata kunci: bentonite, bioplastik, pati sagu, sorbitol
iii
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tiada
daya dan kekuatan dalam menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Pengaruh
Penambahan Filler Bentonite Terhadap Karakter Bioplastik Berbasis Pati Sagu”
ini kecuali izin dari yang Maha Kuasa.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) pada Program Studi Kimia Fakultas
Sains Universitas Cokroaminoto Palopo. Namun segala kesulitan dan hambatan
dalam tugas akhir ini dapat diatasi dengan bantuan beberapa pihak. Maka dari itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Hanafie Mahtika, MS, selaku Rektor Universitas
Cokroaminoto Palopo.
2. Ibu Pauline Destinugrainy Kasi, S.Si., M.Sc, selaku Dekan Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo.
3. Ibu Ilmiati Illing, S.Si., M.Pd, selaku Wakil Dekan Fakultas Sains Universitas
Cokroaminoto Palopo. Terima kasih atas ilmu, masukan, dan saran yang telah
diberikan kepada penulis.
4. Ibu Nurmalasari S, S.Si., M.Sc, selaku pembimbing I. Terima kasih atas ilmu,
saran, dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.
5. Bapak Muhammad Nur Alam, S.Si., M.Si, selaku pembimbing II dan
sekaligus Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains Universitas
Cokroaminoto Palopo. Terima kasih atas masukan dan kritikan yang telah
diberikan kepada penulis.
6. Ibu Fitri Jusmi, S.Si., M.Sc, selaku kepala Laboratorium Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo.
7. Bapak Irwan Ramli, Ph.D, selaku Dosen Fisika Fakultas Sains Universitas
Cokroaminoto Palopo. Terima kasih atas ilmu dan masukan kepada penulis
mengenai pengujian kuat tarik pada bioplastik.
8. Seluruh dosen dan staf Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo atas
arahan dan bimbingan serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis.
iv
viii
9. Laboratorium Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo, sebagai
tempat pembuatan bioplastik, pengujian ketahanan air, dan pengujian
beiodegradasi.
10. Pengawai Laboratorium Kimia Terpadu Universitas Hasanuddin atas
ketersediaanya dalam membantu pengujian FTIR dan pengawai Laboratorium
Forensik POLRI Cabang Makassar yang telah memberikan arahan dan
masukan mengenai pengujian FTIR bioplastik.
11. Perpustakaan kampus dua Universitas Cokroaminoto Palopo sebagai salah
satu sumber referensi bagi penulis.
12. Syamsuddin dan Harisa sebagai kedua orang tua yang telah memberikan
motivasi, mendoakan, dan menyemangati penulis.
13. Satriawan MB. dan Setiawati yang telah memberikan masukan dan motivasi
kepada penulis serta Ruskiah Syamsuddin yang telah membantu dalam
pengambilan sampel.
14. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan angkatan 2016 Program Studi Kimia
yang telah memberikan bantuan, masukan selama menyelesaikan tugas ini,
semangat, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan, dukungan, dan motivasi. Semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Palopo, 20 Januari 2020
Rezki Amalia Syamsuddin
v
ix
RIWAYAT HIDUP
Rezki Amalia Syamssuddin, lahir di Waituo Kecamatan
Kamanre pada tanggal 14 September 1998 dari pasangan
Syamsuddin dan Harisa, sebagai anak pertama dari empat
bersaudara. Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan di
SDN 31 Sampeang tahun 2006 dan lulus tahun 2010. Pada
tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMPN
Satap Sampeang tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMAN 1 Bajo tahun 2013 dan lulus tahun 2016. Selanjutnya
penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Cokroaminoto Palopo S1 Program
Studi Kimia Fakultas Sains tahun 2016. Selama menjadi mahasiswa di Universitas
Cokroaminoto Palopo, penulis pernah menjadi peserta Olimpiade Nasional-MIPA
di Makassar tahun 2017 dan 2018, pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Biokimia Dasar dan Kimia Analitik Dasar tahun 2018, penulis pernah melakukan
praktek kerja lapang (PKL) di Laboratorium Forensik POLRI Cabang Makassar
tahun 2019, dan pernah menjadi penulis terpilih dalam lomba event Indonesia
berkreasi tahun 2020. Penulis juga merupakan penerima beasiswa USS
(University Scolarship Science) yang merupakan beasiswa gratis SPP selama IV
tahun di universitas Cokroaminoto Palopo. Selain kuliah, penulis juga aktif di
dunia pergerakan dan kelembagaanintra kampus yaitu pernah menjabat sebagai
pengurus HMK UNCP periode 2017-2018 pada bidang kaderisasi dan periode
2018-2019 dibidang dana dan usaha serta pernah menjabat sebagai pengurus
UKM LDK MPM UNCP pada periode 2017-2018 pada bidang kaderisasi dan
2018-2019 dibidang dakwah.
vi
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ........................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori ..................................................................................... 5
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ......................................................... 17
2.3 Kerangka Pikir ................................................................................. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 20
3.2 Definisi Operasional Variabel ......................................................... 20
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 20
3.4 Prosedur Penelitian .......................................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................ 26
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 43
5.2 Saran ................................................................................................ 43
Halaman
vii
xi
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 44
LAMPIRAN ........................................................................................................ 53
viii
xii
DAFTAR TABEL
1. Standar SNI plastik ...................................................................................... 6
2. Nilai kandungan kalori dan gizi sagu 100 gram .......................................... 10
3. Komposisi kimia tepung dan ampas sagu genus Metroxylon sp. ................. 11
4. Komposisi kimia bentonite .......................................................................... 14
5. Perkiraan serapan gugus bioplastik .............................................................. 17
6. Hasil pengamatan pembuatan bioplastik...................................................... 25
7. Pengaruh penambahan filler bentonite
terhadap kuat tarik bioplastik ....................................................................... 27
8. Pengaruh penambahan filler bentonite
terhadap ketahanan air bioplastik ................................................................. 27
9. Pengaruh penambahan filler bentonite
terhadap degradasi bioplastik ....................................................................... 28
10. Analisis spektra FTIR plastik biodegradable perlakuan (P4)
sebelum dan sesudah penimbunan (5 hari, 10 hari, dan 15 hari) ................. 41
11. Pengujian kuat tarik .................................................................................... 56
12. Pengujian ketahanan air .............................................................................. 60
13. Pengujian biodegradasi ............................................................................... 62
Halaman
ix
xiii
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur molekul kandungan pati ................................................................. 8
2. Tanaman sagu .............................................................................................. 9
3. Pati sagu ....................................................................................................... 10
4. Struktur sorbitol ........................................................................................... 11
5. Sorbitol ......................................................................................................... 12
6. Bentonite ...................................................................................................... 13
7. Struktur bentonite ......................................................................................... 14
8. Komponen dasar FTIR (fourier transform infrared) ................................... 15
9. Alat instrument FTIR (fourier transform infrared) ..................................... 16
10. Bagan kerangka pikir ................................................................................... 19
11. Bagan diagram alir penelitian ...................................................................... 23
12. Hasil pengujian FTIR (fourier-transform infrared spectroscopy)
sebelum penimbunan ................................................................................... 28
13. Hasil pengujian FTIR (fourier-transform infrared spectroscopy)
sesudah penimbunan .................................................................................... 30
14. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap
penyerapan air bioplastik ............................................................................. 34
15. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap
ketahanan air bioplastik ............................................................................... 34
16. Struktur bentonite ......................................................................................... 35
17. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap
degradasi bioplastik ..................................................................................... 37
18. (a) Bioplastik sebelum terdegradasi dan (b) Bioplastik sesudah
terdegradasi pada hari ke-15 ........................................................................ 38
19. Preparasi sampel pati sagu .......................................................................... 68
20. Pencampuran bahan dan pembuatan larutan bioplastik .............................. 68
21. Proses pencetakan dan pengeringan ............................................................ 69
22. Pengukuran ketebalan ................................................................................. 69
23. Uji kuat tarik ............................................................................................... 69
24. Uji ketahanan air ......................................................................................... 70
Halaman
x
xiv
25. Tahap penimbunan ...................................................................................... 70
26. Uji biodegradasi hari ke-5 (P1, P2, P3, dan P4) ......................................... 70
27. Uji biodegradasi hari ke-10 (P1, P2, P3, dan P4) ....................................... 70
28. Uji biodegradasi hari ke-15 (P1, P2, P3, dan P4) ........................................ 71
29. Proses penimbangan ..................................................................................... 71
30. Uji FTIR ....................................................................................................... 71
xi
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan hasil pengujian bioplastik ........................................................ 54
2. Dokumentasi kegiatan penelitian ................................................................. 68
3. Hasil pengujian FTIR ................................................................................... 72
4. Surat permohonan izin melakukan penelitian .............................................. 76
5. Surat keterangan pelaksanaan penelitian ..................................................... 78
6. Laporan hasil pengujian ............................................................................... 80
7. Keterangan hasil similarity check skripsi .................................................... 83
8. Surat pernyataan keaslian naskah skripsi ..................................................... 84
Halaman
xii
xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan
ABS
b/b
cm
cm-1
oC
dkk
EM4
FTIR
gram
Inaplas
kg
kj
L
%
M
m
mg
mL
mm
Mpa
PC
PE
PET
PLA
POM
PP
PS
SAN
SNI
ton
wt
Acrylonitrile-butadiene-styrene
Berat per berat
Sentimeter
Satuan bilangan gelombang
Derajat celcius, satuan suhu
Dan kawan-kawan
Effective microorganisme
Fourier transform infra-red spectroscopy
Satuan bobot gram
Asosiasi, olefin, aromatik, dan plastik
Kilogram
Kilo joule
Liter
Perseratus
Molaritas
Meter
Milligram
Milliliter
Millimeter
Mega pascal
Policarbonate
Polietilena
Polyethylene terephthalate
Polylactic acid
Polyoxymethylene
Polipropilena
Polistirena
Styrene-acryonitile copolymer
Standar Nasional Indonesia
Satuan 1000 kilogram
Persentase massa
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kecenderungan terhadap
kebutuhan makanan yang tinggi. Makanan dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh, namun disamping itu juga diperhatikan aspek kemasannya
karena mengakibatkan dampak pada ekosistem dan lingkungan. Akan tetapi,
kemasan makanan pada dasarnya berasal dari plastik yang telah dibuat sedemikian
rupa sehingga dapat menarik konsumen untuk membeli makanan tersebut. Plastik
memiliki kemampuan dalam melindungi makanan, namun memiliki sifat yang
sulit terurai dengan cepat dialam (Nugraha dan Widya, 2017).
Penggunaan plastik sebagai kemasan semakin meningkat, sehingga
menyebabkan pencemaran lingkungan dikarenakan sulit terurai oleh
mikroorganisme. Berdasarkan data Inaplas tahun 2017, total konsumsi plastik di
Indonesia secara total adalah 5,76 juta ton per tahun dengan rata-rata konsumsi
per kapita sebesar 19,8 kg/kapita. Menurut Sahwan dkk (2005), jumlah plastik
yang sangat besar apabila tidak diolah dengan baik akan berpotensi memperburuk
kualitas lingkungan.
Berdasarkan penelitian Jambeck dkk (2015), Indonesia adalah Negara
dengan penghasil sampah ke laut yang kedua setelah Cina yaitu sebesar 187,2 juta
ton. Menurut Purwaningrum (2016), banyaknya jumlah sampah plastik yang
dihasilkan sehingga diperlukan penanganan dengan menggunakan konsep 3R
(reuse, reduce, dan recycle). Reuse adalah penanganan sampah plastik dengan cara
menggunakan kembali barang yang terbuat dari bahan plastik. Reduce adalah
konsep penanganan sampah plastik untuk mengurangi pembelian barang-barang
yang terbuat dari plastik khususnya plastik yang sekali pakai. Recycle adalah
teknik penanganan sampah plastik yang dilakukan dengan cara mendaur ulang
plastik.
Selain itu, upaya pemerintah dalam mengurangi sampah plastik yaitu
dengan menerapkan kantong plastik berbayar yang dapat memberikan
pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
perlindungan pada lingkungan (Novianti dan Kartika, 2017). Hal ini dikarenakan
2
untuk mendaur-ulang sampah plastik membutuhkan biaya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan memproduksinya (Avella dkk., 2009). Plastik pada
umumnya menimbulkan dampak negatif jika dibuang kelingkungan sehingga
diperlukan solusi untuk menanggulangi hal tersebut.
Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan adalah dengan
membuat plastik ramah lingkungan yang berasal dari bahan alami, tersedia dalam
jumlah besar di alam, dapat menghasilkan produk yang memiliki sifat seperti
plastik konvensional, dan menghasilkan hasil akhir atau produk yang sama seperti
plastik konvensional. Keunggulan bioplastik yaitu dapat terurai dengan baik
dilingkungan sehingga menyebabkan permintaan produk ini meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2018 kapasitas produksi global bioplastik meningkat dari
885 ton meningkat menjadi 912 ton pada tahun 2019 (European Bioplastics,
2018). Berdasarkan data Freedonia Group 2013, permintaan global untuk
bioplastik akan meningkat 19% per tahun meningkat menjadi 960.000 ton pada
tahun 2017 serta permintaan bioplastik oleh pasar juga meningkat dari 8,3 ribu
metrik ton pada tahun 2002 menjadi 77,0 ribu metrik ton pada tahun 2017.
Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan seperti plastik
konvensional, namun plastik tersebut akan terurai oleh aktivitas mikroorganisme
ketika dibuang ke tanah. Hasil akhir dari dekomposisi tersebut adalah air dan
karbon dioksida (Pranamuda, 2001). Bahan dasar pembuatan bioplastik yaitu
tanaman yang memiliki kandungan pati, selulosa, lignin, protein, dan lipid pada
hewani (Selpiana dkk., 2016).
Peneliti sebelumnya telah menggunakan pati sebagai bahan utama dalam
pembuatan bioplastik seperti pembuatan plastik biodegradable pati sagu dengan
penambahan kitosan dan gelatin (Pulungan dkk., 2015) dan pengaruh penambahan
kitosan dan plasticizer gliserol pada karakteristik plastik biodegradable dari pati
limbah kulit singkong (Sanjaya dan Puspita, 2010). Salah satu sumber pati yang
potensial dijadikan bioplastik berasal dari pati sagu (Metroxylon sp.). Pati sagu
mengandung 87,25% pati, 0,018% serat kasar, 0,26% protein, 0,12% kadar abu,
0,06% kadar lemak, dan 14,09 kadar air (Maherawati dkk., 2011).
Pembuatan plastik dengan penambahan pati dapat mempermudah proses
degradasi oleh bakteri dengan cara memutus rantai polimer menjadi monomer-
3
monomernya (Vilpoux dan Averous, 2006). Selain itu, meningkatkan
degradabilitas bahan dan berdampak pada menurunnya kekuatan mekanis bahan
(Widyaningsih dkk., 2012). Pati adalah polimer alami yang dihasilkan dari proses
ekstraksi tanaman yang mempunyai sifat ramah lingkungan, dapat terdegradasi
dengan cepat di alam, ketersediaannya yang besar di alam atau terjangkau
sehingga pati tersebut dapat digunakan untuk bahan utama yang dapat digunakan
untuk memproduksi material biodegradable (Sandra, 2004).
Penelitian yang dilakukan Melani dkk (2017), melaporkan bahwa
bioplastik pati umbi talas melalui proses melt intercalation dengan penambahan
jenis filler dan plasticizer menghasilkan karakteristik seperti, uji tarik sebesar
89,327801 MPa, uji degradasi sebesar 52% berat residual, uji logam timbal (Pb)
sebesar 0,0057 mg/L dan kadmium (Cd) sebesar 0,127 mg/L. Penelitian ini
memiliki keunggulan yaitu bioplastik yang dihasilkan sudah memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI). Kelemahannya terletak pada variasi konsentrasi clay
sebagai pengisi/komposit mengakibatkan pori-pori pada lembaran bioplastik
mengalami kelebihan filler yang mengakibatkan hasil bioplastik menjadi tidak
baik.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti berinisiatif untuk menggunakan pati
sagu sebagai bahan baku pembuatan bioplastik dengan penambahan filler
bentonite yang berfungsi untuk menguatkan dan lebih mudah terdegradasi serta
plasticizer sorbitol untuk meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film.
Penelitian yang dilakukanMelani dkk (2017), melaporkan bahwa plasticizer
sorbitol merupakan plasticizer yang lebih efektif dibandingkan gliserol karena
memiliki beberapa kelebihan seperti mengurangi ikatan hidrogen internal pada
suatu ikatan intermolekuler sehingga baik dalam menghambat penguapan air dari
suatu produk, dapat larut pada tiap-tiap rantai polimer sehingga dapat
mempermudah gerakan molekul pada polimer, dan mempunyai sifat permeabilitas
O2 yang lebih rendah sehingga menyebabkan bioplastik dengan mudah terurai
(terdegredasi).
Hasil penelitian Illing dan Satriawan (2017), melaporkan bahwa ketahanan
air tertinggi diperoleh pada konsentrasi gelatin 0% dengan penyerapan air sebesar
44,3% sedangkan penyerapan air tertinggi terdapat pada gelatin 10% sebesar 59%
4
dari berat awal 0,105 gram. Edible film yang dihasilkan memiliki sifat ketahan air
yang rendah. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti berinisiatif untuk
mengetahui pengaruh penambahan filler bentonite terhadap karakter bioplastik
berbasis pati sagu untuk memperbaiki sifat mekanik dan ketahanan air dari
bioplastik sebelumnya sehingga diperoleh bioplastik yang lebih baik yang dapat
mengurangi jumlah sampah plastik setiap tahun, seiring dengan peningkatan
populasi dan kebutuhan hidup masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penambahan filler bentonite terhadap karakter
bioplastik berbasis pati sagu? .
2. Apakah ketahanan air dan biodegradasi bioplastik berbasis pati sagu dengan
penambahan filler bentonite memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)? .
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian yaitu
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh penambahan filler bentonite terhadap karakter
bioplastik berbasis pati sagu.
2. Mengetahui ketahanan air dan biodegradasi bioplastik berbasis pati sagu
dengan penambahan filler bentonite memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dengan
pemanfaatan bioplastik sehingga membantu menyelamatkan lingkungan dari
sampah plastik.
2. Menambah wawasan masyarakat mengenai pati sagu yang dapat digunakan
sebagai pengganti plastik yang ramah lingkungan.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan pati sagu
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Plastik
Plastik merupakan kemasan yang banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari baik sebagai kemasan pangan, bahan pelindung, pewadahan produk
elektronika, dan pewadahan zat kimia industri. Disamping itu, plastik memiliki
kelebihan seperti fleksibel (tidak mengikuti bentuk suatu produk), transparan
(tembus pandang), tidak mudah pecah sehingga aman dalam melindungi produk,
bentuk lanimasi (tidak dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak
korosif, dan harganya relatif murah sehingga masyarakat banyak menggunakan
plastik dalam berbagai aspek sehari-hari. Adapun kelemahan dari plastik yaitu
tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer)
sehingga menyebabkan resiko keamanan maupun kesehatan konsumen, dan
termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat atau non-
biodegradable (Puspita dan Taufik, 2014).
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang terbentuk dari proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah suatu proses penggabungan dari beberapa
monomer (molekul sederhana) yang melalui proses kimia sehingga menjadi
makromolekul (molekul besar) (Surono, 2013). Apabila monomernya sejenis
disebut homopolimer dan jika berbeda disebut kopolimer (Mujiarto, 2005). Plastik
memiliki istilah yang mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik,
namun terdapat beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik terbentuk
dari proses kondensasi organik atau penambahan polimer dan juga terdiri dari zat
lain yang bertujuan untuk meningkatkan performa atau keekonomian. Plastik yang
memiliki suatu ikatan karbon rantai panjang akan menghasilkan tingkat kestabilan
yang tinggi dan sulit diuraikan oleh mikroorganisme (Wardani, 2009).
Adapun klasifikasi plastik berdasarkan struktur kimianya terdiri atas dua
yaitu:
a. Linear yaitu polimer yang terbentuk dari monomer sehingga membentuk rantai
polimer lurus (linear) maka terbentuk plastik thermoplastic dengan sifat meleleh
6
pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu, dan sifatnya dapat balik
(reversibel) yaitu kembali mengeras apabila didinginkan.
b. Jaringan tiga dimensi yaitu jika monomer berbentuk tiga dimensi yang
diakibatkan polimerisasi berantai, maka terbentuk plastik thermosetting dengan
sifat tidak mengikuti perubahan suhu dan sifatnya tidak dapat balik (irreversibel)
yaitu apabila telah terjadi pengerasan maka bahan tersebut tidak dapat dilunakkan
kembali (Nurminah, 2002).
Berdasarkan penggolongannya, plastik terbagi menjadi dua yaitu plastik
thermoplast merupakan plastik yang dapat diproses secara berulang-ulang dengan
bantuan panas seperti PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, POM, dan PC,
sedangkan plastik thermosetting merupakan plastik yang sekalicetak dalam hal ini
tidak bisa berulang-ulang dikarenakan bangun polimernya sudah berbentuk
jaringan tiga dimensi. Adapun yang termasuk plastik thermosetting yaitu PU (poli
ureten), UF (urea formaldehida), MF (melamine formaldehida), polyester, epoksi,
dan lain-lain (Halid, 2017).
Plastik yang dibuat harus diperhatikan bahan baku yang dipilih agar
diperoleh plastik yang memiliki sifat seperti yang diinginkan. Selain itu,
diperlukan bahan tambahan untuk memperkuat plastik yang dihasilkan.
Berdasarkan fungsinya, bahan tambahan antara lain yaitu bahan pelunak
(plasticiezer), bahan penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan
pengisi (filler), pewarna (colorant), antistatic agen, blowing agin, flame
retardant, dan sebagainya (Mujiarto, 2005).
Sifat-sifat plastik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Tabel 1. Standar SNI plastik No. Karakteristik Nilai
1. Kuat tarik (Mpa)
2. Persen elongation (%)
3. Hidrofobisitas (%)
24,7-302
21-220
99
Sumber: Darni dan Herti (2010)
2. Bioplastik
Bioplastik adalah salah satu bahan dalam waktu tertentu mengalami
perubahan dalam struktur kimia yang mempengaruhi sifat-sifat plastik karena
adanya pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, dan alga) (Firdaus, 2008).
7
Bioplastik merupakan plastik yang cepat terurai dialam yang diakibatkan oleh
mikroorganisme ketika dibuang kelingkungan sehingga menjadi hasil akhir air
dan gas karbon dioksida. Disamping sifatnya yang dapat kembali ke alam, maka
bioplastik termasuk ramah lingkungan (Sinaga dkk., 2014). Bioplastik dibuat
dengan menggabungkan plastik dengan bahan yang bersumber dari alam. Bahan
dasar pembuatan plastik adalah senyawa-senyawa tanaman seperti pati, selulosa,
dan lignin serta bahan-bahan dari hewan seperti protein dan lipid (Setiawan dkk.,
2015).
Depolimerisasi atau mineralisasi meyebabkan bioplastik dapat berubah
menjadi biomassa, H2O, CO2, dan CH4. Depolimerisasi terjadi karena enzim
ekstraseluler yang terdiri atas endo (bekerja dengan cara memutus ikatan internal
pada rantai utama polimer secara acak) dan ekso enzim (bekerja dengan cara
memutus unit monomer pada rantai utama secara berurutan). Akibat dari proses
depolimerisasi tersebut maka akan membentuk CO2, H2O, CH4, O2, garam-garam
mineral, dan biomassa (Ardiansyah, 2011).
Bioplastik yang dibuang kelingkungan cepat terdegradasi dengan bantuan
bakteri yaitu pseudomonas, aspergillus niger, dan bacillus. Bakteri tersebut dapat
memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-senyawa hasil
degradasi polimer yaitu karbon dioksida dan air. Selain itu, juga menghasilkan
senyawa organik lain seperti asam organik dan aldehida yang tidak berbahaya
bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik sintetik membutuhkan waktu
sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi sedangkan, bioplastik dapat
terdekomposisi sekitar 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil dari degradasi plastik
dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau pupuk kompos (Ummah,
2013).
Bahan pertanian yang mempunyai potensi untuk pembuatan film kemasan
bioplastik adalah polisakarida. Polisakarida dari hasil pertanian bernilai lebih
murah dan ketersedian sumber patinya cukup melimpah. Pati memiliki polimer
yang potensial karena murah dan mudah tergedradasi oleh mikroorganisme tanah.
Salah satu pati dapat yang tersedia melimpah adalah pati sagu. Berdasarkan
penelitian Yuniarti dkk (2014), bioplastik berbasis pati sagu dengan bahan asam
8
asetat dan gliserol dapat terdegradasi secara alami dengan media pasir dan
mikroba EM4.
Film pati terbentuk dengan menggunakan prinsif gelatinasi yaitu
penambahan sejumlah air yang dipanaskan dengan suhu tinggi sehingga
mengakibatkan ikatan amilosa cenderung saling berdekatan. Hal ini dikarenakan
adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan mengakibatkan penyusutan dari film
sebagai akibat lepasnya air sehingga membentuk gel dengan film yang stabil
(Anita dkk., 2013).
3. Pati
Pati dapat diperoleh dari beberapa tanaman seperti singkong, beras,
kentang, sorgum, pisang, dan sebagainya. Pati dapat diperoleh dengan cepat
karena tersedia di alam dan harganya relatif murah. Hal ini membuat pati
digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan bioplastik dan dengan cepat
didegradasi oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang ramah
lingkungan (Darni dan Herti, 2010).
Pada pati terdapat campuran kandungan amilosa dan amilopektin sehingga
mengakibatkan perbedaan pada setiap tumbuhan. Amilosa memberikan sifat keras
dan membentuk kompleks berwarna biru sedangkan, amilopektin memberikan
sifat lengket dan membentuk kompleks berwarna ungu-coklat apabila
ditambahkan dengan iodin (Hee Joung An, 2005). Amilosa dan amilopektin terdiri
atas D-glukosa yang terikat dengan ikatan -1,4 glikosidik, namun amisola
menyebabkan molekulnya merupakan rantai terbuka dan amilopektin terdapat
ikatan -1,6 glikosidik (Ariani, 2009).
(a) (b)
Gambar 1. Struktur molekul kandungan pati (a) amilosa dan (b) amilopektin
(Sumber: Zulaidah, 2012)
9
Pati memiliki kandungan amilopektin lebih besar daripada amilosa. Hal ini
mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar
kandungan amilosa, maka pati akan bersifat kering dan kurang lengket (Nisah,
2017). Kandungan amilopektin mempengaruhi kestabilan plastik biodegradable
sedangkan, amilosa berpengaruh terhadap kekompakannya. Pati dengan kadar
amilosa yang tinggi menghasilkan biodegradable yang lentur dan kuat. Hal ini
dikarenakan struktur amilosa dapat menyebabkan terjadinya pembentukan ikatan
hidrogen antarmolekul glukosa penyusunnya dan selama pemanasan mampu
membentuk jaringan tiga dimensi sehingga dapat memerangkap gel yang kuat.
Penelitian banyak mengkaji tentang bioplastik menggunakan pati sebagai
matriksnya. Penggunaan pati pada pembuatan bioplastik sangat berpotensi
dikarenakan keberadaan pati yang melimpah, mudah terdegradasi, dan murah.
Namun perlu penambahan bahan plasticizer untuk mengubah sifat dan
karakteristik plastik yang dihasilkan (Radhiyatullah dkk., 2015).
a. Tanaman sagu
Di Indonesia tanaman sagu umumnya tumbuh secara liar seperti ditempat
rawa air tawar, bergambut, dan air payau. Tanaman sagu terdapat dibeberapa
daerah seperti kepulauan Riau, Mentawai, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Papua Barat. Tanaman sagu
(Metroxylon sagu Rottb) merupakan tumbuhan yang dapat menghasilkan pati dan
dikelompokkan dalam suku palma.
Gambar 2. Tanaman sagu
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2020)
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Spadicifflorae
Famili : Palmae
10
Genus : Metroxylon
Spesies : Metroxylon sagus Rottb (Ruddle dkk., 1978)
Tabel 2. Nilai kandungan kalori dan gizi sagu per 100 gram Komponen Sagu (gram)
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Ca
Fe
357
1,4
0,2
85,9
15
1,4
Sumber : Novarianti dan Mahmud (1989)
b. Pati sagu
Pati sagu dapat diperoleh dari pohon sagu sehingga keberadaannya sangat
penting bagi masyarakat yang berada di pedesaan karena keragaman
penggunaannya (Louhenapessy, 1992). Pohon sagu mempunyai empelur dengan
berat 270-360 kg dan menghasilkan 90-180 kg pati sagu atau rata-rata 40% dari
berat total (Corbishley dan Miller, 1984). Salah satu cara untuk memperoleh pati
yang terkandung pada pohon sagu adalah menggunakan prinsif ekstraksi dengan
proses batang sagu yang sudah terpisah dari kulit serat kasar setebal 2-4 cm
dibersihkan, lalu dibelah menjadi beberapa bagian dengan panjang 4-7cm,
selanjutnya dilakukan pemarutan, pemisahan pati sagu dari seratnya, dan
kemudian pengeringan pati sagu (Flack, 1983).
Gambar 3. Pati sagu
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)
Pati sagu adalah polimer karbohidrat yang merupakan homopolimer
glukosa dengan ikatan glikosidik (Thomas dan Atwell, 1999). Mempunyai sifat
yang berbeda dibandingkan pati lainnya karena adanya perbedaan panjang rantai
karbon, sehingga menyebabkan perbedaan sifat pati yang bersangkutan
(Pomeranz, 1991).
11
Tabel 3. Komposisi kimia pati sagu Komponen Jumlah (%)
Protein
Abu
Serat
Pati
Amilosa
Amilopektin
0,62
0,32
0,15
75,88
23,94
76,06
Sumber: Richana dan Titi (2000)
4. Sorbitol
Pada pembuatan edible film, sorbitol banyak digunakan sebagai plasticizer
(Megawati dan Machsunah, 2016). Sorbitol memiliki rumus kimia C6H14O6dan
merupakan senyawa monosakarida polyhydric alcohol. Struktur molekul sorbitol
hampir menyerupai (mirif) dengan struktur molekul glukosa, yang berbeda yaitu
gugus aldehid pada glukosa diganti menjadi gugus alkohol.
Gambar 4. Struktur sorbitol
(Putra dkk., 2017)
Sorbitol memiliki sifat fisika antara lain yaitu specific gravity yaitu 1.472
(-5 oC), titik lebur yaitu 93
oC (metasable form), titik didih yaitu 296
oC, kelarutan
dalam air yaitu 235 gram/100 gram H2O, panas pelarutan dalam air yaitu 20.2
kj/mol, dan panas pembakaran yaitu -3025.5 kj/mol. Selain memiliki sifat fisika
juga memiliki sifat kimia yaitumemiliki wujud kristal pada suhu kamar, berwarna
putih, tidak berbau, berasa manis, dapat larut (air, gliycerol, dan propylene
glycol), sedikit larut (dalam metanol, etanol, asam asetat, dan phenol), dan tidak
larut dalam sebagian besar pelarut organik (Perry, 1950).
Sorbitol mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi dalam air sehingga
semakin tinggi konsentrasi sorbitol maka tingkat kelarutannya juga semakin
tinggi. Penambahan sorbitol ke dalam film akan meningkatkan kelarutan di dalam
air. Hal ini dikarenakan sorbitol memiliki sifat hidrofilik (Hidayati dkk., 2015).
12
Kemampuan sorbitol untuk mengurangi ikatan hidrogen internal dan
meningkatkan jarak intermolekul menjadikan sorbitol digunakan sebagai
plasticizer dalam pembuatan edible film yang dapat mengatasi sifat rapuh film
(Putri, 2018).
Gambar 5. Sorbitol
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)
5. Bentonite
Bentonite meruapakn jenisclay yang mengandung monmorillonite (80%)
dengan rumus kimia [All.67Mg0.33(Na0.33)]Si4O10(OH)2. Kandungan pengotor dari
bentonite yaitu kwarsa, illit, kalsit, mika, dan klorit. Biasanya terdapat pada air
tawar (misalnya danau alkali) dan cekungan laut (fosil laut yang melimpah dan
batu kapur) yang ditandai dengan energi pengendapan yang rendah oleh
lingkungan dan kondisi iklim yang sedang.
Bentonite memiliki sifat hidrofilik (suka air) (Syuhada dkk., 2009).
Dijumpai pada beberapa kegiatan seperti pengecoran pasir dan logam, lumpur bor,
absorben, campuran berbagai komposit, kosmetik, obat-obatan, dan penjernihan
cairan (terutama anggur putih dan jus). Selain itu, juga merupakan adsorben yang
banyak digunakan sebagai zat pemutih (bleaching) dan katalis (Utracki, 2004).
Adapun sifat fisika bentoniteyaitu, berkilap lilin, lunak, plastis, berwarna
pucat dengan kenampakan (putih, hijau muda, kelabu hingga merah muda) dalam
keaadaan segar sedangkan, lapuk (berwarna kream lalu menjadi kuning, merah
coklat hingga menjadi hitam), diraba seperti licin (sabun), saat dimasukkan ke
dalam air akan menyerap air (sedikit atau banyak), apabila terkena air hujan maka
akan berubah menjadi bubur, dan pada keadaan kering menimbulkan rekahan
yang nyata. Selain itu, mempunyai massa jenis 2,2-2,8 g/L, indeks bias 1,547-
1,557, dan titik lebur 1330-1430 oC (Johnstone, 1961).
13
Gambar 6.Bentonite
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020)
Aplikasi bentonite yaitu pemanfaatannya sebagai filler yang berukuran
nano, dikenal sebagai nanofiller yang dapat diaplikasikan ke dalam material
polimer sehingga menghasilkan material nanocomposite. Nanocomposite dapat
menyebabkan beberapa peningkatan sifat dasar polimer yaitu sifat ketahanan
termal, sifat mekanik, ketahanan terhadap bahan kimia, dan sifat bakar
(flammability) (Syuhada dkk., 2009).
Berdasarkan kandungan aluminium silikat hydrous, bentonite dibagi
menjadi dua golongan, yaitu:
a. Activated clay adalah lempung yang memiliki daya pemucatkurang, namun
daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu.
b. Fuller's earth digunakan pada fulling atau pembersih bahan wool dari lemak.
Adapun berdasarkan tipenya, bentonite dibagi menjadi duayaitu :
a. Tipe wyoming (Na-bentonite-swelling bentonite). Tipe jenis inimemiliki ciri–
ciri seperti kemampuan daya mengembang (delapan kali) ketika dicelupkan ke
dalam air, tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air, berwarna putih atau
kream pada keadaan kering, serta berwarna mengkilap dalam keadaan basah dan
terkena sinar matahari.
b. Mg, (Ca-bentonite-nonswelling bentonite). Bentonite ini mempunyai ciri-ciri
seperti kemampuan mengembang yang kurang ketika dicelupkan ke dalam air,
tetap terdispersidi dalam air (setelah diaktifkan sehingga mempunyai sifat
menghisap yang baik), pada keadaan kering bersifat rapid slaking, dan berwarna
(abu-abu, biru, kuning, merah, dan coklat) (Panjaitan, 2010).
14
Tabel 4. Komposisi kimia bentonite Senyawa Na-bentonite (%) Ca-bentonite (%)
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O
H2O
61,3-61,4
19,8
3,9
0,6
1,3
2,2
0,4
7,2
62,12
17,33
5,30
3,68
3,30
0,50
0,55
7,22
Sumber: Puslitbang (2005)
Bentonite memiliki struktur bermuatan negatif, walaupun pada lapisan
oktahedral terdapat kelebihan muatan positif dan kemudian dikompensasi oleh
kekurangan muatan positif pada lapisan oktahedral. Hal ini terjadi karena
substitusi isomorfik ion-ion pada lapisan tetrahedral yaitu terjadi substitusi ion
Si4+
oleh Al3+
, sedangkan pada lapisan oktahedral yaitu terjadi substitusi ion Al3+
oleh Mg2+
dan Fe2+
. Ruang yang terdapat pada lapisan bentonite dapat
mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air serta kation-kation lain
(Alexander dan Dubois, 2000).
Gambar 7. Struktur bentonite
(Sumber: Syuhada dkk., 2009)
6. Karakterisasi Bioplastik
a. Ketahanan Terhadap Air
Karakterisasi ketahanan air dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan
dalam polimer, tingkatan, dan keteraturan yang dapat ditentukan dengan adanya
perubahan atau penambahan berat pada bioplastik ketika terjadi penyerapan air
(Darni, 2009). Selain itu, pengujian ini dapat dilihat kemampuannya dalam
melindungi produk dari air (Pandu dkk., 2013).Polimer dengan polaritas tinggi
(polisakarida dan protein) menghasilkan nilai permeabilitas oksigen yang rendah
dikarenakan polimer mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Polimer yang
15
bersifat non polar (lipida) mengandung gugus hidroksil, nilai permeabilitas air
rendah, dan permeabilitas oksigen yang tinggi sehingga mampu menjadi penahan
air yang baik (Fadli, 2016).
b. Uji Biodegradasi
Biodegradasi merupakan salah satu parameter pengamatan yang dapat
menunjukkan bahwa bioplastik ramah lingkungan atau tidak. Menurut Wypich
(2003), pada uji biodegradabilitas air dapat masuk untuk menetrasi struktur
material dan membantu aktivitas biologi (mikroba) pada material tersebut. Upaya
yang dilakukan agar plastik menjadi berkurang adalah membuat kemasan yang
terbuat dari bioplastik dengan bahan utama yang dapat diperoleh dari hasil
pertanian sehingga ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi kesehatan
manusia, ekosistem, dan mahkluk hidup yang lain.
Uji biodegradasi dilakukan pada kondisi aerobik (tanpa oksigen) dengan
bantuan bakteri dan jamur yang berada di dalam tanah sehingga mempercepat
proses degradasi dengan reaksi sebagai berikut:
C plastik + O2 bakteri CO2 +H2O + Humus
Biodegradasi bioplastik pada setiap perlakuan, diuji dengan menggunakan
metode soil burial test (metode uji penguburan dalam tanah). Hal ini bertujuan
untuk melihat laju degradasi bioplastik yang terurai oleh mikroorganisme dalam
tanah dengan waktu yang cepat. Selain itu, merupakan metode yang sederhana
karena dilakukan dengan cara mengubur bioplastik dalam tanah kemudian
dikontrol sifat fisik dan kimiawinya dan selanjutnya dihitung fraksi berat dari
residual sampel pada tiap satuan waktu (gram/day) (Ardiansyah, 2011).
c. Karakterisasi FTIR (fourier transform infrared)
Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) dapat menganalisis gugus
fungsi suatu senyawa. Adapun komponen dasar instrumen spektroskopi FTIR
(fourier transform infrared) ditunjukkan secara skemati sebagai berikut:
Gambar 8. Komponen dasar FTIR (fourier transform infrared)
(Sumber: Anggraini, 2013)
Sumber
inframerah Interferometer Sampel Detektor
Pemanasan
data dari
sinyal
16
Prinsif kerja spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) yaitu adanya
interaksi energi dengan materi. Pada spektroskopi inframerah, radiasi inframerah
dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi inframerah diserap oleh sampel dan
sebagian lagi dilewatkan. Hasil dari spektrum merupakan besarnya absorpsi
molekul dan transmisi yang membentuk sidik jari molekul dari suatu sampel.
Struktur sidik jari dari spektrum yang dihasilkan tidak ada yang sama. Hal
ini, membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa analisa. Terdapat
dua jenis instrumen yang biasa digunakan untuk memperoleh spektrum
inframerah yaitu instrumen disperse dimana menggunakan suatu monokromator
untuk memilih masing-masing bilangan gelombang secara berurutan untuk
memantau intensitasnya setelah radiasi telah melewati sampel dan instrument
transform fourier yang menggunakan suatu interferometer (Fadli, 2016). Manfaat
informasi yang dapat diketahui dari spektroskopi FTIR (fourier transform
infrared) adalah dapat mengidentifikasi suatu senyawa yang tidak diketahui,
menentukan kualitas sampel, dan menentukan banyaknya komponen dalam suatu
campuran (Corporation, 2001).
Gambar 9. Alat instrument FTIR (fourier transform infrared)
(Sumber: Nugroho, 2012)
Hasil pengujian gugus fungsi yang diperoleh menggunakan spektroskopi
FTIR (fourier transform infrared) adalah apabila terdapat gugus fungsi C=O
karbonil dan C-O ester mengidentifikasi adanya kemampuan degrabilitas plastik
yang disintesis. Hal ini dikarenakan gugus fungsi O-H, C=O karbonil dan C-O
ester merupakan gugus yang bersifat hidrofilik sehingga molekul air dapat
mengakibatkan mikroorganisme pada lingkungan memasuki matriks plastik
tersebut. Gugus-gugus dalam setiap molekul umumnya mempunyai karakteristik
tersendiri, sehingga spektroskopi ini dapat digunakan untuk mendeteksi gugus
yang spesifik pada senyawa organik maupun polimer. Intensitas pita serapan
17
merupakan ukuran konsentrasi gugus khas yang dimiliki oleh polimer (Creswell,
2005). Gugus fungsi yang dapat mendegradasi plastik dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5. Perkiraan serapan gugus bioplastik Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm
-1)
C=O keton
C=O aldehida
C=O asam karboksilat
C=O ester
C=O amina
C=C aromatik
C=N amina
N-H amina
O-H alkohol
O-H asam karboksilat
C-H alkana
C-H alkena
C-N amina
C-O eter
C-O ester
1700-1725
1720-1740
1700-1725
1735-1750
1630-1690
1650-1450
1480-1690
3300-3500
3200-3600
3600-2000
3000-2850
3020-3000
1180-1360
1120-1140
1300-1000
Sumber: Dachriyanus (2004 )
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Melani dkk (2017), tentang
bioplastik pati umbi talas melalui proses melt intercalation (kajian pengaruh jenis
filler, konsentrasi filler, dan jenis plasticizer) dengan penambahan plasticizer 25%
dan variasi filler (ZnO, kitosan, dan clay) yaitu 3% wt, 6% wt, 9% wt, dan 12%
wt. Berdasarkan hasil analisa yang didapatkan bahwa bioplastik dari pati umbi
talas melalui proses melt intercalation pada konsentrasi filler clay 4%, plasticizer
sorbitol 25% dengan pengadukan selama 40 menit dan pengovenan pada
temperatur 45 selama 5 jam menghasilkan uji tarik 89,327801 MPa, uji degradasi
52% berat residual, uji logam timbal (Pb) 0,0057 mg/L dan kadmium (Cd) 0,127
mg/L. Bioplastik ini memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Penelitian yang telah dilakukan Satriawan (2017), tentang pemanfaatan
limbah ampas sagu sebagai bahan dasar pembuatan plastik biodegradable dengan
variasi konsentrasi gelatin (0%w/v, 5%w/v, 10%w/v, dan 15% w/v) dan
plasticizer gliserol. Hasil uji ketahanan air tertinggi terdapat pada konsentrasi
gelatin 0% dengan penyerapan sebesar 44,3%, penyerapan air tertinggi dengan
gelatin 10% sebesar 59% dari berat awal 0,105 gram. Hasil uji biodegradasi
18
menunjukan semakin lama waktu penguburan maka semakin tinggi tingkat
degradasi, degradasi tertinggi sebesar 77,4% dengan konsentrasi gelatin 10%,
waktu degradasi terbaik yaitu pada hari ke 20.
Penelitian Nugroho (2012), tentang sintesis bioplastik dari pati ubi jalar
menggunakan penguat ZnO dan penguat alami clay. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode melt intercalation sedangkan untuk menganalisis
penelitian dilakukan pengujian morfologi yaitu FTIR, XRD, dan SEM. Pengujian
biodegradable dan pengujian mekanik tensile strength, elongation, dan analisis
WTR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila ZnO divariasikan dari 1-9%
kekuatan tarik meningkat dari 24,80 kgf/cm2 menjadi 64,19 kgf/cm
2. Begitu juga
dengan clay yang mengalami kenaikan dari 13,05 kgf/cm2 mmenjadi 40,22
kgf/cm2. Derajat elongasi ZnO mengalami penurunan dari 26,96% menjadi
6,00%. Begitu pula dengan clay dengan penurunan dari 27,00% hingga 5,17%.
Nilai WTR bioplastik/clay 6% sebesar 7,89 (g/m2 jam).
Berdasarkan penelitian Rifaldi dkk (2017),tentang sifat dan morfologi
bioplastik berbasis pati sagu dengan variasi penambahan filler clay ( 3% wt, 6%
wt, 9% wt, dan 12% wt) dan plasticizer gliserol (10% wt, 14% wt, 18% wt, dan
22%wt). Hasil bioplastik dengan karakteristik terbaik diperoleh pada bioplastik
dengan kadar filler clay 3% dan komposisi gliserol 14% dimana diperoleh nilai kuat
tarik 2,891 MPa, 30,98%. Hidrofobisitas tertinggi terdapat pada bioplastik dengan
komposisi filler 3%wt dan gliserol 10% dengan nilai 85,71%, % residual bioplastik
yaitu 60% sampai 80% per 8 hari. Penelitian Putra dkk (2017), tentang penambahan
sorbitol sebagai plasticizer dalam pembuatan edible film pati sukun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa edible film dengan konsentrasi sorbitol 0,4%
(perlakuan S1) dipilih sebagai konsentrasi terbaik, karena menghasilkan edible
film yang hampir memenuhi standar sehingga baik digunakan untuk mengemas
produk pangan.
Penelitian Ratnaningtyas (2019), tentang pengaruh plasticizer sorbitol dan
gliserol terhadap kualitas plastik biodegradable dari singkong sebagai pelapis
kertas pembungkus makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
penampilan fisik warna dan tekstur permukaan plastik biodegradable dengan
plasticizer sorbitol dan gliserol sama, yaitu bening dan halus. Namun, pada
19
variabel gliserol lebih lembab daripada sorbitol. Pada uji kuat tarik diperoleh hasil
terbaik pada variabel sorbitol 12 mL sebesar 32 g/cm2 sedangkan pada uji
elongasi diperoleh nilai terbaik sebesar 13% pada variabel sorbitol 14 mL.
2.3 Kerangka Pikir
Sagu merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki
kandungan pati sebesar 87,25%. Pada proses pengolahan sagu mennggunakan
metode ekstraksi sehingga diperoleh pati sagu. Pati sagu biasanya dimanfaatkan
masyarakat hanya sebagai bahan pokok. Namun dalam bidang kajian ilmu bisa
digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan bioplastik.
Bioplastik merupakan salah satu alternatif pengganti plastik konvensional
yang membahayakan bagi lingkungan seperti sampah plastik. Sampah plastik
merupakan salah satu permasalahan yang dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan. Hal ini dikarenakan, tidak dapat terurai oleh mikroorganisme tanah.
Maka dari hal tersebut, peneliti memanfaatkan pati sagu untuk membuat
bioplastik yang ramah lingkungan. Ketika ingin menentukan tingkat keberhasilan
dari bioplastik yang dihasilkan, maka perlu dilakukan uji kelayakan dengan
melihat hasil karakteristik seperti sifat ketahanan air dan biodegradasi. Maka
dalam penelitian ini, dilakukan penambahan konsentrasi filler bentonite yang
berbeda agar dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik tersebut.
Gambar 10. Bagan kerangka pikir
Pati sagu
Uji ketahanan air
Uji biodegradasi
Uji FTIR
Pembuatan plastik
biodegradable
Sorbitol
Bioplastik
Bentonite
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen,
yaitu membuat bioplastik dari pati sagu dengan penambahan bentonite dan
sorbitol.
3.2 Definisi Operasional Variabel
1. Pati sagu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pati sagu yang
sudah melalui beberapa tahap sehingga dihasilkan pati sagu yang siap pakai.
2. Bentonite yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentonite yang sudah
siap pakai dalam bentuk bubuk yang berfungsi sebagai pemplastis sehingga
bioplastik dapat dengan mudah dibentuk.
3. Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik
konvensional, namun akan hancur terurai oleh mikroorganisme menjadi air
dan karbon dioksida setelah habis terpakai dan dibuang kelingkungan.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sel dan Jaringan,
Laboratorium Bahan Alam Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo dan
pengujian FTIR (fourier transform infrared) dilakukan di Laboratorium Kimia
Terpadu Universitas Hasanuddin, serta pengambilan sampel pati sagu dilakukan
di Kecamatan Wara Kota Palopo. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal
17 Januari 2020 sampai 26 Februari 2020.
3.4 Prosedur Penelitian
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hotplate magnetic stirrer,
neraca analitik, gelas kimia, gelas ukur, batang pengaduk, spatula, pipet tetes,
pipet volume, corong kaca, erlenmeyer, cawan petri, botol selai, plat kaca ukuran
13 x 13 cm, termometer, pisau, gunting, gegep, kawat kasa, kompor, sendok,
toples, ember, spektrofotometer FTIR (fourier transform infrared), mikrometer
sekrup, dan alat tulis menulis.
21
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pati sagu,aquades, air,
bentonite, asam asetat glasial, sorbitol, asam sulfat 1 M, kertas label, aluminium
foil, tisu, dan tanah.
2. Prosedur Kerja
a. Tahap Preparasi
1) Pengeringan Pati Sagu
Sagu yang telah diolah melalui beberapa proses kemudian dikeringkan dan
selanjutnya diayak menggunakan ayakan 80 mesh sehingga didapatkan pati sagu.
2) Pembuatan Bioplastik
Pembuatan bioplastik berbasis pati sagu dilakukan dengan memasukkan
aquades 100 mL ke dalam gelas kimia kemudian asam asetat glasial 3 mL lalu
dilakukan penambahan sorbitol dengan konsentrasi 25% sebagai plasticizer.
Selanjutnya, larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer sehingga terbentuk
campuran homongen.
Setelah itu, dilakukan penambahan bentonite dengan variasi konsentrasi
perlakuan (P1=3%, P2=6%, P3=9%, dan P4=12%) kemudian pati sagu sebanyak
10 gram (Melani dkk., 2017) lalu campuran tersebut kemudian dipanaskan pada
suhu 70oC selama 5-6 menit. Larutan homogen kemudian dituang pada plat kaca
dan dikeringkan selama 1 hari dalam suhu ruang (Adityo, 2009).
Selanjutnya, bioplastik yang telah kering kemudian direndam dalam
larutan H2SO4 1 M selama 1 hari untuk lebih memperkuat ikatan silang bioplastik.
Lembaran bioplastik dikeringkan kembali pada suhu kamar (Alam dkk., 2018).
Sampel yang telah kering dianalisis dan dikarakterisasi dengan pengujian antara
lain yaitu, uji kuat tarik uji ketahanan, uji biodegradasi, dan uji FTIR (fourier
transform infrared).
Berikut pembuatan bioplastik dengan menggunakan variasi konsentrasi
bentonite:
P1 = 3 mL asam asetat + 25 % sorbitol + 3% bentonite + 10 gram pati sagu
P2 = 3 mL asam asetat + 25 % sorbitol + 6% bentonite + 10 gram pati sagu
P3 = 3 mL asam asetat + 25 % sorbitol + 9% bentonite + 10 gram pati sagu
P4 = 3 mL asam asetat + 25 % sorbitol + 12% bentonite + 10 gram pati sagu
22
b. Tahap Pengujian
1) Uji Kuat Tarik
Pengujian ini dilakukan dengan cara menjepit bioplastik pada perangkat
alat kuat tarik yang digunakan. Selanjutnya bagian bawah bioplastik dihubungkan
dengan perangkat beban sehingga dapat diketahui massa untuk menarik bioplastik
sampai putus (Jabbar, 2017).
2) Uji Ketahanan Air
Prosedur uji ketahanan air yaitu dengan menimbang berat awal sampel
yang akan diuji (W0) kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi aquades
30 mL selama 3 menit. Sampel yang telah direndam kemudian diangkat dari
wadah yang berisi aquades. Air yang terdapat pada permukaan dihilangkan
dengan tissu, setelah itu dilakukan penimbangan berat akhir sampel (W) sehingga
diperoleh persentase air yang diserap (Ban dkk., 2005).
3) Uji Biodegradasi
Pengujian degradasi sampel dilakukan dengan mengacu pada penelitian
Ardiansyah (2011), yaitu untuk mengetahui laju degradasi sampel dengan
berbagai variasi sehingga akan bisa diramalkan beberapa lama sampel tersebut
akan terurai oleh mikroorganisme dalam tanah.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode soil burialtest
yaitu mengendalikan mikroorganisme tanah sebagai pembantu proses degradasi
dengan cara penanaman sampel dalam tanah. Sampel plastik biodegradable yang
dikeringkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat konstan sebagai berat
awal (W0) masing-masing ditanam pada tanah yang ditempatkan dalam toples dan
diamati setiap lima hari sekali (selama 15 hari). Tanah yang digunakan adalah
tanah yang berada dilokasi Kampus II Universitas Cokroaminoto Palopo.
Kemudian membersihkan sampel dari tanah lalu mengeringkannya sampai kering
dan ditimbang sehingga didapatkan berat konstan (W).
4) Uji FTIR (fourier transform infrared)
Pengujian dilakukan dengan cara memotong sampel plastik biodegradable
kemudian disesuaikan dengan spektrum yang ada. Spektrum FTIR (fourier
transform infrared) direkam menggunakan spektrofotometer pada suhu ruang,
data yang diperoleh berupa gambar spektrum antara bilangan gelombang dan
23
tranmitasi sehingga dapat diketahui gugus fungsi yang terdapat pada plastik
biodegrable. Pengujian FTIR (fourier transform infrared) bertujuan untuk
mengetahui gugus fungsi senyawa yang terkandung dalam plastik biodegradable
(Mardianah, 2018).
5) Diagram Alir Penelitian
Gambar 11. Bagan diagram alir penelitian
6) Teknik Analisis Data
a) Uji Kuat Tarik
Uji kuat tarik dilakukan untuk mengetahui gaya tarik maksimum yang
dapat ditahan oleh lembaran bioplastik selama pengukuran (Jabbar, 2017). Kuat
Tahap
pendahuluan
- Identifikasi masalah
- Studi pustaka
Tahap
persiapan
Tahap
preparasi
Tahap
pengujian
Analisis data
Kesimpulan
Uji biodegradasi
Uji FTIR
Uji ketahanan air
- Persiapan alat
dan bahan
- Pengambilan
sampel
- Pembuatan pati sagu
- Pembuatan bioplastik
24
tarik dari bioplastikdapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Keterangan:
= kuat tarik (MPa)
= beban maksimum (N)
A = luas penampang (mm2)
b) Uji Ketahanan Air
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan air dalam bioplastik
yang didapatkan melalui penimbangan berat awal sampel dan berat akhir sampel
setelah penimbangan. Persentase air yang diserap oleh sampel dihitung
menggunakan persamaan:
Keterangan:
W = Berat setelah perendaman (gram)
W0 = Berat awal (gram)
Setelah diperoleh % penyerapan air maka ketahanan air dapat dihitung yaitu:
Ketahanan air plastik = 100% - persen penyerapan air (Anggraini dkk.,2013).
c) Uji Biodegradasi
Uji biodegradasi dilakukan untuk mengetahui nilai degradasi dari
bioplastik yang dibuat maka dilakukan pengujian dengan metode soil burial test
residual dalam sampel (Ardiansyah, 2011). Pada pengujian biodegradasi
dilakukan proses perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
W1 = Berat awal film bioplastik sebelum ditanam (gram)
W2 = Berat film bioplastik setelah ditanam (gram)
25
Menurut Anggraini dkk (2013), setelah didapatkan persentase kehilangan
berat maka dihitung perkiraan lamanya terdegradasi secara keseluruhan dengan
rumus sebagai berikut:
Selanjutnya laju degradabilitas juga dapat dihitung dengan rumus:
⁄
Keterangan:
W1 = Berat sampel sebelum dikubur (mg)
W2 = Berat sampel setelah dikubur (mg)
d) Uji FTIR (fourier transform infrared)
Pengujian FTIR (fourier transform infrared) dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui gugus fungsi senyawa yang terkandung dalam plastik
biodegradable (Satriawan dan Ilmiati, 2017). Pengujian FTIR (fourier transform
infrared) dilakukan pada sampel sebelum dan sesudah penimbunan yang
kemudian hasil spektrum dibandingkan dengan tabel korelasi gugus fungsi untuk
mengetahui gugus-gugus yang terdapat dalam bioplastik.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Hasil Pembuatan Bioplastik
Pembuatan bioplastik dengan menggunakan pati sagu telah berhasil dibuat
dan dikarakterisasi. Bahan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini adalah
pati sagu, sorbitol sebagai plasticizer, bentonite sebagai filler, dan asam asetat
glasial sebagai pelarut.Bentonite dan sorbitol yang digunakan berbentuk bubuk
yang kemudian dilarutkan dalam larutan aquades dan asam asetat glasial. Adapun
film bioplastik yang terbentuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengamatan pembuatan bioplastik Variasi Warna Bentuk Hasil
P1 (3%) Coklat muda,
jernih
Bagian atas permukaan
kasar sedangkan bagian
bawah permukaan halus
Kurang elastis
Terdapat gelembung
Ketebalan 0,06 mm
P2 (6%) Coklat muda,
jernih
Bagian atas permukaan
kasar sedangkan bagian
bawah permukaan halus
Kurang elastis
Terdapat gelembung
Ketebalan 0,05 mm
P3 (9%) Coklat sedikit
pekat
Bagian atas permukaan
kasar sedangkan bagian
bawah permukaan halus
Kurang elastis
Terdapat gelembung
Ketebalan 0,09 mm
P4 (12%) Coklat pekat
Bagian atas permukaan
kasar sedangkan bagian
bawah permukaan halus
Kurang elastis
Terdapat gelembung
Ketebalan 0,08 mm
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
27
2. Hasil Uji Kuat Tarik
Uji kuat tarik dilakukan untuk mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah
panjang.Berikut hasil pengujian kuat tarik yang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap kuat tarik bioplastik
sebelum dan sesudah perendaman dengan larutan H2SO4
Variasi
Kuat tarik (Mpa)
Sebelum perendaman dengan
larutan H2SO4
Sesudah perendaman dengan
larutan H2SO4
P1 (3%) 2,76x10-3
2,33x10-3
P2 (6%) 3,72 x10-3
2,07x10-3
P3 (9%) 5,08x10-3
1,60x10-3
P4 (12%) 7,62x10-3
1,70x10-3
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
3. Hasil Uji Ketahanan Air
Bioplastik yang telah dibuat kemudian dianalisis dan selanjutnya
dilakukan uji ketahanan air. Uji ini dilakukan untuk mengetahui persen
penyerapan air setelah terjadi pengembungan. Berikut hasil pengujian ketahanan
air pada tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap ketahanan air bioplastik
Variasi W0 (gram) W (gram) Penyerapan
air (%)
Ketahanan
air (%)
Hidrofobisitas
SNI (%)
P1 (3%) 0,397 0,421 6,04 93,96 99
P2 (6%) 0,358 0,394 10,05 89,95 99
P3 (9%) 0,436 0,485 11,24 88,76 99
P4 (12%) 0,403 0,465 15,38 84,62 99
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
4. Hasil Uji Biodegradasi
Uji biodegradasi dilakukan untuk mengetahui biodegradabilitas dari
bioplastik yang dibuat menggunakan metode soil burial test dengan tujuan
mengetahui laju degradasi sampel bioplastik dengan berbagai konsentrasi filler
bentonite sehingga dapat disimpulkan berapa lama sampel bioplastik tersebut
terurai oleh mikroorganisme di dalam tanah. Hasil pengamatan berupa massa
sampel bioplastik sebelum dan sesudah mengalami degradasi sehingga dapat
diketahui persen kehilangan massa yang dapat dilihat pada tabel 9.
28
o-h
Tabel 9. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap degradasi bioplastik
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
5. Hasil Pengujian FTIR
Berdasarkan hasil pengujian gugus fungsi sampel bioplastik pada berbagai
variasi bentonite, diperoleh informasi beberapa puncak yang muncul.Kemunculan
puncak ini menunjukkan bahwa dalam sampel bioplastik terdapat banyak jenis
gugus fungsi.Hasil analisa gugus fungsi bioplastik dengan FTIR (fourier-
transform infrared spectroscopy)dapat dilihat pada gambar 12.
P4 12%
Gambar 12. Hasil pengujian FTIR (fourier-transform infrared spectroscopy)
sebelum penimbunan (Sumber: Data primer setelah diolah, 2020)
Variasi
Hari
W1
(gram)
W2
(gram)
Kehilangan
massa (%)
Massa
total
(%)
Degradabilitas
(mg/hari)
Perkiraan
waktu
degradasi
P1
(3%)
5 0,307 0,288 6,19
36,55
7,07 10 0,325 0,286 12 41 hari
1 jam 15 0,290 0,184 36,55
P2
(6%)
5 0,367 0,307 16,35
33,45
6,27
44 hari
8 jam 10 0,320 0,256 20
15 0,281 0,187 33,45
P3
(9%)
5 0,325 0,310 4,62
26,82
7,13 10 0,351 0,304 13,39 55 hari
9 jam 15 0,399 0,292 26,82
P4
(12%)
5 0,388 0,267 31,19
37,09
7,47 10 0,329 0,213 35,26 40 hari
5 jam 15 0,302 0,190 37,09
34
12
,08
O-H
29
27
,94 24
95
,89
23
60
,67
20
69
,62
18
67
,09
16
43
,35
15
14
,12
14
56,2
6
14
25
,40
1
36
1,7
4
1
34
2,4
6
12
28
,66
11
55
,36
10
16
,49
9
20
,05
8
62
,18
7
67
,67
7
09
,80
58
4,4
3
53
2,3
5 46
4,8
4
42
6,2
7 37
2,2
6 C-H
Si-O C-O
dar
i C
-O-H
Si-
O-S
i
Si-
O-A
l
CH
2
C=O
29
a. P4 12% (5 hari)
b. P4 12% (10 hari)
34
17
,86
29
26
,01
26
61
,77
23
58
,94
20
88
,91
18
67
,09
17
64
,87
16
45
,28
15
06
,41
14
56
,26
13
71
,39
11
55
,36
10
78
,21
10
26
,13
91
6,1
9
85
6,3
9
7
65,7
4
7
05,9
5
67
1,2
3
57
4,7
9
52
8,5
0 4
68,7
0
4
24
,34
35
2,9
7
O-H C
-H
CH
2
Si-O
C-O
dar
i C
-O-H
Si-
O-A
l
Si-
O-S
i
29
26
,01
26
48
,26
24
59
,24
34
46
,79
23
62
,80
194
4,2
5
16
49
,14
10
24
,20
11
55
,36
10
78
,21
21
44
,84
20
90
,84
14
58
,18
14
23
,47 13
73
,32
9
16
,19
7
65
,74 7
07
,74
57
4,7
9
52
8,5
0
46
6,7
7
42
2,4
1
35
4,9
0
O-H
CH
2
C-O
dar
i C
-O-H
Si-
O-A
l
C-H
Si-
O-S
i
12
44
,09
C-O dari C-O-C
C=O
C=O
Si-O
8
56
,39
14
21
,54
C-O dari C-O-C
12
42
,16
30
c. P4 12% (15 hari)
Gambar 13. Hasil pengujian FTIR (fourier-transform infrared spectroscopy)
sesudah penimbunan (Sumber: Data primer setelah diolah, 2020)
4.2 Pembahasan
1. Hasil Pembuatan Bioplastik
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan lembaran
bioplastik dengan cara pemanasan pada suhu 70 oC dan kecepatan 1500 rpm.
Lelehan formula yang berasal pati sagu, aquades, asam asetat glasial, bentonite,
dan sorbitol kemudian dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu ruang
selama 3 hari yang berfungsi untuk menguapkan bahan yang terdapat pada sampel
bioplastik kemudian diangkat dari cetakan. Cetakan yang digunakan berasal dari
plat kaca dengan tujuan agar bioplastik yang dihasilkan mudah untuk diangkat.
Menurut Dow (2002), cetakan yang digunakan untuk canting film plastik harus
mempunyai permukaan yang rata dan mempunyai sifat non-adesif. Sifat non-
adesif dimasukkan agar film plastik yang dihasilkan tidak melekat pada cetakan.
Pada penelitian ini dilakukan penambahan filler bentonite dengan variasi
konsentrasi perlakuan (P1=3%, P2=6%, P3=9%, dan P4=12%) yang berfungsi
untuk menguatkan material dari suatu komposit (Melani dkk., 2017). Hasil kuat
tarik yang diperoleh pada masing-masing perlakuan (P1, P2, P3, dan P4) yaitu
sebesar 2,76x10-3 Mpa, 3,72x10
-3 Mpa, 5,08x10-3 Mpa, dan 7,62x10
-3 Mpa. Hasil
29
26
,01
34
14
,00
27
29
,27
23
60
,87
21
46
,77
16
45
,28
18
67
,09
10
26
,13
10
80
,14
11
55
,36
12
42
,16
16
39
,20
14
60
,11
14
23
,47
91
6,1
9 76
5,7
4
70
7,8
8
424,3
4
46
8,7
0
52
8,5
0
37
0,3
3
25
55
,68
13
71
,39
57
2,8
6
O-H C
-H
CH
2
Si-
O-A
l
Si-
O-S
i
Si-O
C-O
dar
i C
-O-H
C=O
67
5,0
9
85
8,3
2
C-O dari C-O-C
31
kuat tarik yang dihasilkan mengalami kenaikan seiring dengan penambahan
konsentrasi bentonite. Sesuai dengan Nugroho (2012), melaporkan bahwa
penambahan konsentrasi clay berbanding lurus dengan peningkatan kuat tarik. Hal
ini juga dikatakan oleh Hasanah dan Haryanto (2017), prosentase clay terhadap
tensile strength (kuat tarik) yang dihasilkan berbanding lurus, yang artinya
semakin besar prosentase clay maka nilai tensile strength (kuat tarik) juga
semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat
dalam bioplastik sehingga ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit diputus
karena memerlukan energi yang besar untuk memutuskan ikatan tersebut dan
Melani dkk (2017), mengatakan bahwa jumlah komposisi filler mampu mengisi
ruang pori-pori pada bioplastik sehingga didapatkan bioplastik yang memiliki
kuat tarik yang baik.
Pada lembaran bioplastik yang direndam dalam larutan H2SO41 M
bertujuan untuk memperkuat ikatan silang bioplastik, hasil uji kuat tarik yang
dihasilkan pada perlakuan (P1) sebesar 2,33x10-3 Mpa, perlakuan (P2) sebesar
2,07x10-3Mpa, perlakuan (P3) sebesar 1,60x10
-3 Mpa, dan perlakuan (P4) sebesar
1,70x10-3 Mpa. Jika dibandingkan dengan hasil kuat tarik sebelum perendaman
dengan larutan H2SO41 M terdapat perbedaan hasil kuat tarik yang
dihasikan.Menurut Moghadamzadeh dkk (2013), bentonite teraktivasi dengan
asam sulfat sehingga menyebabkan adanya penyerangan lapisan alumina silikat
oleh ion hidrogen (proton) di daerah interlayer yang dapat meningkatkan
keasaman permukaan, merubah komposisi kimia, dan sifat fisik. Nugrahaningtyas
dkk (2016), aktivasi akan membuka pori dengan melarutkan pengotor-pengotor
organik, anorganik, dan menghomogenkan kation pada bentonite. Adanya
kenaikan luas permukaan dan volume pori setelah aktivasi disebabkan
membukanya pori bentonite dikarenakan larutnya pengotor-pengotor yang
menempel pada pori bentonite.
Selain itu, proton dari asam sulfat akan menggantikan kation Na+ dan Ca
2+
di daerah interlayer. Proton berkontribusi untuk keasaman permukaan sehingga
terjadi perubahan struktural oktahedral yang mengakibatkan terbawanya kation
Al3+
dan Mg2+
saat aktivasi kemudian menyebabkan kekosongan pada pusat
oktahedral dalam kisi kristal (octahedral vacancies). Kation Al3+
dan Mg2+
yang
32
menduduki pusat oktahedral keluar dan terbawa saat proses aktivasi sehingga
menyebabkan terjadi kekosongan pusat oktahedral dan proton dari asam sulfat
tidak dapat menduduki ruang kosong pusat oktahedral sehingga ruang pada pusat
tersebut tetap kosong. Hal ini menyebabkan gugus hidroksil di sudut-sudut pusat
oktahedral labil. Ruang kosong dalam kisi oktahedral yang ditinggalkan oleh ion
Al3+
dan Mg2+
selama aktivasi bertidak seperti mikropori dan mesopori
(Alemdaroglu dkk., 2003).
Pada hasil penelitian ini, bioplastik yang dihasilkan memiliki permukaan
bagian atas kasar sedangkan permukaan bagian bawah halus, kurang elastis, dan
terdapat gelembung. Permukaan bagian atas yang kasar pada bioplastik terjadi
karena pencetakan yang dilakukan mengadopsi metode injection moulding (PIM).
Hal ini dikarenakan tidak adanya alat pendukung untuk mencetak plastik,
sehingga pencetakan dilakukan secara manual dengan metode sederhana
menggunakan spatula sehingga dihasilkan permukaan bioplastik yang tidak halus
(kasar) dan bahan-bahan belum larut sempurna yang diakibatkan pengadukan
yang kurang maksimal, sedangkan permukaan yang halus dikarenakan bahan-
bahan yang digunakan dapat tercampur dengan baik sehingga menghasilkan
permukaan rata.
Penyebab kurang elastisnya bioplastik yang dihasilkan yaitu kurangnya
penambahan sorbitol yang digunakan. Sesuai pernyataan Sirikhajornnam (2004),
semakin besar konsentrasi plasticizer maka semakin elastis bahan tersebut.Kurang
elastisnya bioplastik yang dihasilkan juga disebabkan oleh penambahan bentonite
yang berfungsi untuk menguatkan bioplastik, sesuai dengan pernyataan Nugroho
(2012), bahwa material bentonite memiliki sifat kaku dan kuat.Relevan dengan
Nurhanifa dkk (2017), penambahan bentonite ke dalam polimer bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan sifat bahan polimer agar lebih stabil, lebih kuat
secara mekanik dan kimia serta lebih tahan terhadap panas. Kemudian adanya
gelembung disebabkan oleh tidak seimbangnya proses pemanasan dalam hal ini
proses pengadukannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Coniwanti dkk (2014),
larutanyang dihasilkan terdapat gelembung-gelembung udara akibat pengadukan.
Hasil lembaran bioplastik pada perlakuan (P1 dan P2) berwarna coklat
muda, jernih dengan ketebalan masing-masing yaitu 0,06 mm dan 0,05 mm,
33
perlakuan (P3) berwarna coklat sedikit pekat dengan ketebalan 0,09, dan
perlakuan (P4) berwarna coklat pekat dengan ketebalan 0,08 mm. Warna coklat
yang terbentuk pada bioplastik disebabkan oleh warna dari bentonite yang
digunakan, dimana warna dasar dari bentonite adalah coklat. Penampakan
bioplastik yang jernih disebabkan karena penambahan sorbitol dan kurangnya
penambahan bentonite. Hidayati dkk (2015), penampakan visual dari
biodegradable film yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi sorbitol yang ditambahkan maka biodegradable film yang dihasilkan
semakin transparan. Mochtar (2001), adanya penambahan sorbitol pada
pembuatan biodegradable film akan mengurangi ikatan hidrogen pada pati
sehingga warna yang dihasilkan akan terlihat semakin transparan.Pengukuran
ketebalan dilakukan dengan menggunakan mikrometer sekrup.
2. Hasil Uji Ketahanan Air
Uji ketahanan terhadap air dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan
dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang
ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah mengalami
penggembungan (Sanjaya dan Puspita, 2010). Pada sampel bioplastik diharapkan
air yang terserap sangat sedikit atau daya serap bahan tersebut terhadap air sangat
rendah. Sifat ketahanan air suatu molekul dipengaruhi sifat dasar komponen-
komponen penyusun bioplastik seperti pati dan plasticizer (Septiosari dkk., 2014).
Semakin besar daya serap airnya maka plastik kurang mampu melindungi produk
air yang dapat menyebabkan produk cepat rusak atau berkurang kualitasnya
(Elisusanti, 2019). Nilai penyerapan air dapat dilihat pada tabel 7. Berdasarkan
data tersebut penyerapan air tertinggi terjadi pada perlakuan (P4) dan
digambarkan dalam bentuk grafik yang ditampilkan pada gambar 14.
34
Gambar 14. Pengaruh penambahan filler bentonite
terhadap penyerapan air bioplastik
(Sumber: Data primer setelah diolah, 2020)
Hasil pengujian ketahanan air dari film bioplastik dapat dilihat pada tabel
8. Nilai ketahanan air pada perlakuan (P1) sebesar 91,36% dengan penyerapan air
sebesar 6,04%, ketahanan air pada perlakuan (P2) sebesar 89,95% dan penyerapan
air sebesar 10,05%, perlakuan (P3) dengan ketahanan air sebesar 88,76 dan
penyerapan air sebesar 11,24%, dan ketahanan air perlakuan (P4) sebesar 84,62%
dengan penyerapan air sebesar. Berdasarkan data hasil pengujian ketahanan air
tersebut, maka ketahanan air tertinggi terdapat pada perlakuan (P1) dan
digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Dari grafik pada gambar 15 dapat diketahui bahwa ketahanan air terbaik
tedapat pada perlakuan (P1) dengan ketahanan air sebesar 93,96%, hal ini
dikarenakan penyerapan air yang rendah yaitu sebesar 6,04%. Darni (2009),
P1, 6.04
P2, 10.05 P3, 11.24
P4, 15.38
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 1 2 3 4 5
Pen
yer
apan
air
(%
)
Konsentrasi bentonite (%)
Penyerapan air
3 6 9 12
P1, 93.96
P2, 89.95
P3, 88.76
P4; 84,62 84
86
88
90
92
94
96
0 1 2 3 4 5
Ket
ahan
an a
ir (
%)
Konsentrasi bentonite (%)
Ketahanan air
3
6
9
12 0 Gambar 15. Pengaruh penambahan filler bentonite
terhadap ketahanan air bioplastik
(Sumber: Data primer setelah diolah, 2020)
35
mengatakan bahwa bioplastik dengan ketahanan air yang baik adalah bioplastik
yang dapat menyerap air lebih sedikit sedangkan ketahanan airnya tinggi. Pada
perlakuan (P4) bioplastik memiliki ketahanan air yang rendah yaitu sebesar
84,62%, hal ini dikarenakan penyerapan air yang tinggi yaitu sebesar 15,38%.
Semakin tinggi konsentrasi bentonite maka semakin tinggi penyerapan airnya.
Relevan dengan Alvian dkk (2016), melaporkan bahwa penyerapan air suatu
komposit akan bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah pengisi bentonite
dalam komposit.
Struktur utama bentonite yaitu selalu bermuatan negatif walaupun pada
lapisan oktahedral ada kelebihan muatan positif yang akan dikompensasi oleh
kekurangan muatan positif pada lapisan oktahedral. Hal ini terjadi karena
terjadinya substitusi isomorfik ion-ion yaitu, pada lapisan tetrahedral terjadi
substitusi ion Si4+
oleh Al3+
, sedangkan lapisan oktahedral terjadi substitusi ion
Al3+
oleh Mg2+
dan Fe2+
. Ruang dalam lapisan bentonite dapat mengembang dan
diisi oleh molekul-molekul air dan kation-kation lain (Alexander dan Dubois,
2000).
Gambar 16. Struktur bentonite
(Sumber: Syuhada dkk., 2009)
Selvin dkk (2004), mengatakan bahwa sifat hidrofilik dari bentonite yang
dapat mempengaruhi meningkatnya penyerapan air pada komposit dengan
peningkatan kandungan bentonite sehingga menyebabkan penyerapan air pada
komposit dengan komposisi pengisi bentonite yang lebih besar mengalami
peningkatan sifat penyerapan air.
Selain itu, ketebalan dari bioplastik yang dihasilkan mempengaruhi
penyerapan air. Park dkk (1996), menyatakan bahwa ketebalan bioplastik dapat
berpengaruh pada penyerapan air dan didukung oleh penyataan Mardianah (2018),
36
menyatakan bahwa semakin tebal film yang dihasilkan maka penyerapan air
semakin besar. Darni dkk (2014), faktor kecepatan pengadukan juga
mempengaruhi tingkat penyerapan air.Hal ini disebabkan oleh ikatan antar
komponen-komponen penyusun dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan.
Semakin cepat pengadukan maka semakin homongen dan semakin kuat ikatan
antar komponen-komponen penyusun tersebut. Jika ikatan antar komponen itu
semakin kuat maka akan sulit untuk air memutuskan ikatan tersebut.
Jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk plastik
konvensional yang memiliki hidrofobisitas 99% (Anggraini dkk., 2013), maka
bioplastik yang dihasilkan memiliki ketahanan air tertinggi pada perlakuan (P1)
sebesar 93,96%. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan terhadap airnya
mendekati Standar Nasional Indonesia (SNI). Bioplastik yang dihasilkan memiliki
ketahanan air yang lebih baik dikarenakan adanya perbedaan jenis plasticizer dan
filler sehingga diperoleh ketahanan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Illing dan Satriawan (2017), mengenai bioplastik
dari limbah ampas sagu dengan penambahan variasi konsentrasi gelatin yang
memiliki ketahanan air yang optimum sebesar 44,3%.
3. Hasil Uji Biodegradasi
Uji biodegradasi dilakukan untuk mengetahui apakah suatu bahan dapat
terdegradasi dengan baik dilingkungan (Harnist dan Darni, 2011). Peristiwa
degradasi akan mengakibatkan polimer terurai menjadi molekul-molekul yang
lebih kecil yang disebabkan oleh keadaan seperti cuaca, termal, dan mikrobiologi.
Secara ilmiah degradasi merupakan perubahan struktur dari polimer yang
menimbulkan perubahan kimia dan fisika sehingga menimbulkan gangguan
kestabilan polimer yaitu pada penurunan kualitas sifat tertentu bergantung pada
jenis polimer dan degradasinya. Apabila untuk mengetahui biodegradabilitas dari
bioplastik yang dibuat, maka dilakukan pengujian soil burial test dengan tujuan
untuk mengetahui laju degradasi sampel dengan berbagai variasi sehingga bisa
diramalkan berapa lama sampel tersebut akan terurai oleh mikroorganisme dalam
tanah (Ardiansyah, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, persen kehilangan
massa untuk bioplastik perlakuan (P1) pada hari ke-5 sebesar 6,19%, pada hari ke-
37
10 sebesar 12%, dan pada hari ke-15 sebesar 36,55%, % massa total pada hari ke-
15 sebesar 36,55%, degradabilitas 7,07 mg/hari dengan perkiraan waktu degradasi
41 hari 1 jam. Perlakuan (P2) persen kehilangan massa pada hari ke-5 sebesar
16,35%, pada hari ke-10 sebesar 20%, dan pada hari ke-15 sebesar 33,45%, %
massa total pada hari ke-15 sebesar 33,45%, degradabilitas 6,27 mg/hari dengan
perkiraan waktu degradasi 44 hari 8 jam. Persen kehilangan massa untuk
bioplastik perlakuan (P3) pada hari ke-5 sebesar 4,62%, pada hari ke-10 sebesar
13,39%, dan pada hari ke-15 sebesar 26,82%, % massa total pada hari ke-15
sebesar 26,82%, degradabilitas 7,13 mg/hari dengan perkiraan waktu degradasi 55
hari 9 jam. Bioplastik perlakuan (P4) persen kehilangan massa pada hari ke-5
sebesar 31,19%, pada hari ke-10 sebesar 35,26%, dan pada hari ke-15 sebesar
37,09%, % massa total pada hari ke-15 sebesar 37,01%, degradabilitas 7,47
mg/hari dengan perkiraan waktu degradasi 40 hari 5 jam. Berdasarkan hasil
pengujian biodegradasi tersebut dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada
gambar 17.
Gambar 17. Pengaruh penambahan filler bentonite terhadap degradasi bioplastik
(Sumber: Data primer setelah diolah, 2020)
Berdasarkan grafik pada gambar 17 tersebut dapat diketahui bahwa sampel
bioplastik setelah penguburan mengalami perubahan berat dengan persentase yang
berbeda-beda pada setiap sampel, dimana semakin lama waktu penguburan
masing-masing sampel bioplastik juga memberikan peningkatan degradasi.
Degradasi terbaik terjadi pada bioplastik perlakuan (P4) dengan degradasi
tertinggi pada hari ke-5 sebesar 31,2% kemudian mengalami peningkatan pada
6.19
12
36.55
16.35
20
33.45
4.62
13.39
26.82
31.19
35.26 37.09
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Hari ke-5 Hari ke-10 Hari ke-15
P1 P2 P3 P4
Waktu penguburan
38
hari ke-10 sebesar 35,3% dan meningkat pada hari ke-15 sebesar 37,1%. Hal ini
menunjukkan bahwa filler bentonite memiliki sifat lebih mudah terdegradasi.
Selain itu, pati juga mengandung gugus hidroksil OH yang akan terdekomposisi
menjadi potongan-potongan kecil hingga menghilang dalam tanah (Marhamah,
2008).
Relevan dengan Hasanah dan Haryanto (2017), degradasi bioplastik
berbahan dasar pati onggok singkong dengan penambahan clay menunjukkan
pada hari ke-1 sudah mengalami penurunan berat film bioplastik dan peningkatan
persentase penurunan berat film bioplastik terbesar yaitu setelah penguburan pada
hari ke-3. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan clay maka waktu yang
dibutuhkan plastik untuk terdegradasi juga semakin cepat jika dibandingkan tanpa
penambahan filler. Selain itu, penelitian Melani dkk (2017), clay ditambah
dengan plasticizer yang diperoleh kondisi paling cepat terdegredasi adalah clay
4% ditambah plasticizer sorbitol 25% dengan berat residu 52% dalam waktu
terdegredasi 8 hari. Hal ini dikarenakan clay merupakan filler berbahan baku
organik yaitu tanah liat yang mudah terurai.
Berikut gambar sampel bioplastik sebelum dan sesudah terdegradasi
selama 15 hari sebagai berikut:
Gambar 18. (a) Bioplastik sebelum terdegradasi dan (b) Bioplastik sesudah
terdegradasi pada hari ke-15
(Sumber: Data primer setelah diolah, 2020)
P1 (3%) P2 (6%) P4 (12%)bentonit
e
6% bentonite P3 (9%)
P1 (3%) P2
(6%)bentonite P3
(9%)bentoni
te
P4 (12%)
(a)
(b)
39
Proses degradasi pada perlakuan (P1), (P2), (P3), dan (P4) sampai hari ke-
15 seperti pada gambar 18 (b) menunjukkan kerusakan degradasi yang belum
sempurna. Didukung oleh penelitian Sinha dan Suprakas (2015), yang
mencampurkan antara PLA (polylactic acid) dan bentonite dengan konsentrasi
2%wt, 4%wt, dan 8%wt dimana menghasilkan tingkat degradasi yang lebih cepat
dengan adanya penambahan filler. Namun, tingkat degradasi yang diperoleh
mencapai dua bulan hingga terdegradasi secara keseluruhan dan perubahan
sampel baru dapat terlihat dalam waktu satu bulan.
Akan tetapi dari segi bentuk atau fisik pada bioplastik sudah mengalami
perubahan seperti retak, kasar, ditumbuhi jamur dilihat dari warna yang berbeda
seperti pada gambar 18 (a) dan (b), dan tampak tanah yang masuk ke dalam
rongga-rongga bioplastik. Semakin tinggi konsentrasi bentonite maka
memberikan pengaruh pada bentuk atau fisik sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi bentonite akan berbanding lurus dengan lamanya
waktu penguburan. Khoramnejadian (2011), menyatakan bahwa setelah uji
biodegradabilitas maka bioplastik berlubang yang akan berpengaruh pada matriks
polimer dan mengakibatkan bioplastik menjadi rapuh. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Setiawan dkk (2015), bahwa secara umum proses degradasi akan
menyebabkan perubahan warna dan kerusakan fisik pada bioplastik. Latief (2001),
besarnya pengurangan massa ini dikarenakan komposisi bioplastik adalah bahan
alam yang mudah dicerna oleh mikroba.
Laju degradasi pada bioplastik yang cepat juga disebabkan karena adanya
bantuan aktivitas mikroorganisme (bakteri) yang terdapat dalam media tanah.
Menurut Aripin dkk (2017), pada tanah terdapat banyak jenis mikroorganisme
(seperti jamur, bakteri, maupun alga) sehingga menunjang proses degradasi.
Selain itu, di dalam tanah terdapat mikroorganisme seperti pseudomonas, bacillus,
dan aspergillus niger yang berperan dalam proses degradasi plastik.
Pseudomonas, aspergillus niger, dan bacillus mengandung enzim α-amilase yang
dapat memecah ikatan glikosidik pada pati menjadi polimer yang lebih pendek
(glukosa). Shakina dkk (2012) menyatakan bahwa kemampuan degradasi plastik
melalui metode soil burial test menyimpulkan bahwa kemampuan degradasi
40
plastik yang disintesis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tanah,
jenis mikroba, dan kelembapan.
Berdasarkan standar mutu bioplastik untuk biodegradasi yaitu 100% dalam
waktu 60 hari (Haryati dkk., 2017). Maka nilai persen kehilangan massa dari
bioplastik yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada perlakuan (P4) sebesar
37,09% pada hari ke-15. Hal ini menunjukkan bahwa bioplastik yang dihasilkan
belum mendekati standar mutu bioplastik. Sehingga persen kehilangan massa dari
bioplastik yang diperoleh lebih rendah dibandingkan penelitian Mardianah (2018),
menghasilkan tingkat degradasi yang tinggi pada hari ke 15. Sesuai pernyataan
Sari dkk (2013), kemampuan degradasi suatu plastik berkaitan dengan
kemampuan menyerap air. Dimana semakin banyak kandungan air suatu material
maka semakin mudah terdegradasi. Air merupakan media bagi sebagian besar
mikroba terutama yang berada di dalam tanah. Menurut Wypich (2003), uji
biodegradabilitas dimana air dapat masuk untuk menetrasi struktur material dan
membantu aktivitas biologi (mikroba) pada material tersebut.
4. Hasil Uji FTIR
FTIR (fourier transform infrared) adalah salah satu instrumen yang
digunakan untuk mengindentifikasi gugus fungsi dalam suatu senyawa. Analisis
terhadap spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) sampel bioplastik perlu
dilakukan untuk mengetahui jenis gugus fungsi yang ada berdasarkan bilangan
gelombang dimana suatu peak muncul. Gugus-gugus dalam setiap molekul
umumnya mempunyai karakteristik tersendiri sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi gugus spesifik pada senyawa organik maupun polimer(Fadli, 2016).
Hasil analisa gugus fungsi bioplastik dengan menggunakan FTIR (fourier
transform infrared) sebelum dan sesudah penimbunan terdapat adanya spektrum.
Seperti data yang terdapat pada gambar 12 dan 13 menunjukkan beberapa
peak yang muncul sehinggapada bioplastik terdapat lebih dari satu jenis gugus
fungsi. Adapun hasil identifikasi jenis-jenis gugus fungsi terkait dengan
pitaspektrum FTIR (fourier transform infrared) yang terbaca pada bilangan
gelombang tertentu seperti pada tabel 10.
41
Tabel 10. Analisis spektra FTIR plastik biodegradable perlakuan (P4) sebelum
dan sesudah penimbunan (5 hari, 10 hari, dan 15 hari) Gugus
fungsi
Bentonite
(Zain, 2017)
Sebelum
penimbunan
Setelah penimbunan
5 hari 10 hari 15 hari
C-H
aromatik
3626,17 cm-1
(medium)
- - - -
O-H
alkohol
3425,58 cm-1
(medium, lebar)
3412,08 cm-1
(tajam, kuat)
3417,86 cm-1
(tajam, kuat)
3446,79 cm-1
(tajam, kuat)
3414,00
(tajam, kuat)
C-H
alifatik
- 2927,94 cm-1
(medium)
2926,01 cm-1
(medium)
2926,01 cm-1
(medium)
2926,01 cm-1
(medium)
C=C 1635,64 cm-1
(medium)
- - - -
C=O - 1643,35 cm-1
(tajam, kuat)
1645,28 cm-1
(tajam kuat)
1649,14 cm-1
(tajam, kuat)
1645,28 cm-1
(tajam, kuat)
CH2 - 1425,40-
1456,26 cm1
(medium)
1421,54-
1456,26 cm-1
(medium)
1423,47-
1458,18 cm-1
(medium)
1423,47-
1460,11 cm-1
(medium)
C-O dari
C-O-H
- 1155,36 cm-1
(medium)
1155,36 cm-1
(medium)
115,36 cm-1
(medium)
115,36 cm-1
(medium)
C-O dari
C-O-C
- - 1078,21 cm-1
(bahu)
1078,21 cm-1
(bahu)
1080,14 cm-1
(bahu)
Si-O 1033,85 cm-1
(tajam, kuat)
1016,49 cm-1
(tajam, kuat)
1026,13 cm-1
(tajam, kuat)
1024,20 cm-1
(tajam, kuat)
1026,13 cm-1
(tajam, kuat)
Si-O-Al 524,64 cm-1
(medium)
584,43 cm-1
(tajam, kuat)
528,50 cm-1
(tajam, kuat)
528,50 cm-1
(tajam, kuat)
528,50 cm-1
(tajam, kuat)
Si-O-Si 470,63 cm-1
(medium)
464,84 cm-1
(medium)
468,70 cm-1
(medium)
466,77 cm-1
(medium)
468,70 cm-1
(medium)
Sumber: Data primer setelah diolah (2020)
Berdasarkan gambar 12 dan 13, pada spektrum terdapat beberapa puncak
yang menujukkan adanya gugus fungsi dalam sampel yaitu pada bilangan
gelombang yang ditampilkan pada tabel 10. Pada tabel 10 dapat dilihat
perbandingan gugus fungsi yang terdapat pada bentonite murni dan bentonite
yang ditambahkan ke dalam bioplastik. Gugus fungsi O-H pada bentonite murni
terdapat pada bilangan gelombang 3425,58 cm-1
dengan pita serapan medium dan
lebar sedangkan pada bilangan gelombang 3412,08 cm-1
,3414,00 cm-1
3417,86
cm-1
,dan 3446,79 cm-1
merupakan gugus fungsi O-H dari bentonite yang
ditambahkan ke dalam bioplastik dengan pita serapan lebar dan kuat.
Gugus fungsi C-H alifatik dengan pita serapan medium pada bilangan
gelombang 2926,01 cm-1
dan 2974,79 cm-1
merupakan daerah ulur gugus fungsi
C-H yang menunjukkan adanya pati, asam asetat, dan sorbitol. Relevan dengan
Ma, Chang, Yang, dan Yu (2009), bahwa pita serapan yang mendekati 2930 cm-1
merupakan karakteristik dari gugus fungsi C-H. Pada bilangan gelombang 1155,36
cm-1terdapat gugus fungsi C-O dari C-O-H degan pita serapan medium dan pada
42
bilangan gelombang 1078,21 cm-1
dan 1080,14 cm-1
terdapat gugus fungsi C-O
dari C-O-C dimana keduanya menunjukan adanya gugus fungsi pati.
Pada bilangan gelombang 3412,08 cm-1
,3414,00 cm-1
3417,86 cm-1
,dan
3446,79 cm-1
menunjukkan adanya gugus O-H dari bentonite. Gugus fungsi
tersebutmenunjukkan bahwa puncaknya berubah-ubah seiring dengan lamanya
waktu degradasi. Hal ini menunjukkan intensitas O-H yang dilewatkan semakin
menurun.
Kemudian pada bilangan gelombang 1016,49 cm-1
, 1024,20 cm-1
, dan 1026,13
cm-1
menunjukkan adanya gugus fungsi Si-O diperkuat dengan gugus fungsi Si-O-Al
pada bilangan gelombang 528,50 cm-1 dan 584,43 cm
-1 dan gugus fungsi Si-O-Si
yang muncul pada bilangan gelombang 464,84 cm-1, 466,70 cm
-1, 467,77 cm
-1, dan
468,70 cm-1 dimana keduanya merupakan gugus fungsi dari Si-O dan diperkuat
dengan adanya gugus fungsi O-H pada daerah streaching. Sesuai dengan Zain
(2017), bentonite memiliki gugus Si-O-Si dan Si-O-Al seperti yang terlihat pada
tabel 9 yang merupakan kandungan dari bentonite yaitu terdapat gugus fungsi Si-
O. Relevan dengan Ardakani (2009), spektra hasil FTIR (fourier transform
infrared) dengan pengisi clay, gugus fungsi Si-O berada pada bilangan gelombang
466-520 cm-1
dan 1042 cm-1
.
Menurut Darni dan Herti (2010), adanya gugus fungsi C=O karbonil dan
ester (COOH) pada bioplastik yang disintesis mengindikasikan plastik tersebut
memiliki kemampuan degradabilitas. Hal ini disebabkan karena gugus fungsi
C=O karbonil dan C-O ester merupakan gugus yang bersifat hidrofilik.
Kemampuan kedua gugus tersebut dalam mengikat molekul-molekul air yang
berasal dari lingkungan mengakibatkan mikroorganisme yang dapat memasuki
matriks bioplastik juga semakin banyak seiring dengan semakin tingginya
intensitas gugus-gugus yang bersifat hidrofilik. Teo dkk (2005), adanya gugus
fungsi tersebut menunjukkan film plastik dapat terdegradasi dengan baik ditanah.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa
1. Penambahan filler bentonite berpengaruh terhadap ketahanan air dikarenakan
sifat hidrofilik dari bentonite yang dapat mempengaruhi meningkatnya
penyerapan air pada komposit. Degradasi bioplastik dengan penambahan
filler bentonite memberikan pengaruh pada bentuk fisik bioplastik
dikarenakan bentonite memiliki sifat lebih mudah terdegradasi.
2. Hasil uji ketahanan air pada bioplastik yang dihasilkan yaitu mendekati
Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti plastik konvensional pada perlakuan
(P1) sebesar 93,96% dan berdasarkan standar mutu bioplastik untuk
biodegradasi yaitu 100% dalam waktu 60 hari, maka persen kehilangan massa
dari bioplastik yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada perlakuan (P4)
sebesar 37,09% pada hari ke-15. Hal ini menunjukkan bahwa bioplastik yang
dihasilkan belum mendekati standar mutu bioplastik.
5.2 Saran
Mengacu pada hasil akhir karakteristik dan pembahasan yang telah
dilakukan, penelitian ini masih harus disempurnakan.
1. Perlu dilakukan sintesis edible film yang berbeda meliputi variasi filler dan
plasticizer agar dihasilkan karakter bioplastik yang lebih baik.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan seperti mengubah sifat hidrofilik dari filler
bentonite menjadi hidrofobik dengan penambahan surfaktan sehingga
penyerapan air dari bioplastik yang dihasilkan rendah.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menguji sifat mekanik dari bioplastik
seperti uji persen elongation dan uji modulus young sehingga dapat
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
44
DAFTAR PUSTAKA
Adityo, 2009. Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar dengan Penguat Alami ZnO
dan Clay. Jakarta. Jurusan Teknik Kimia Universitas Indonesia.
Alam Muhammad Nur, Kumalasari, Nurmalasari, dan Ilmiati Illing. 2018.
Pengaruh Komposisi Kitosan Terhadap Sifat Biodegradasi dan Water Uptake
Bioplastik dari Serbuk Tongkol Jagung. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al-kimia. Diakses pada tanggal 07 Oktober 2019.
Alemdaroglu Tulay, Gulcan Akkus, Muserref Onal, dan Yuksel Sarikaya. 2003.
Investigation of The Surface Acidity of A Bentonite Modified by Acid
Activation and Thermal Treatment. Turkey Journal Chemistry 27, Hal. 675-
681.
Alenxander Michael dan Dubois Philippe. 2000. Polymer-Layered Silicate
Nanocomposites: Preparation, Properties, and Uses of A New Class of
Materials. Materials Science and Engineering, Vol. 28, No. 2000, Hal. 1-63.
Anggraini Fetty, Latifah, dan Siti Sundari Miswadi. 2013. Aplikasi Plasticizer
Gliserol Pada Pembuatan Plastik Biodegradable dari Biji Nangka. J. Chem.
Sci, Vol. 2, No. 3, Hal. 173-178.
Anita Zulisma, Fauzi Akbar, dan Harmida Harahap. 2013. Pengaruh Penambahan
Gliserol Terhadap Sifat Mekanik Film Plastik Biodegradasi dari Pati Kulit
Singkong. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2, Hal. 37-41.
Ardakani Kazem Majdzaedah, Amir H. Navarchian, dan Farhad Sadeghi. 2009.
Optimization of Mechanical Properties of Thermoplastic Starch/Clay
Nanocomposites. Carbohydrate Polymers, 79, Hal.547-554.
Ardiansyah, Ryan. 2011. Pemanfaatan Pati Umbi Garut untuk Pembuatan Plastik
Biodegradable. Depok. Departemen Teknik Kimia.
Ariani, Dorothea Wahyu. 2009. Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta. Graham
Ilmu. http://www.slideshare.net/k- tarou/bmp-ekma4369. Diakses pada
tanggal 29 Juli 2019.
Aripin, Samsul, Bungaran Saing, dan Elvi Kustiyah. 2017. Studi Pembuatan
Bahan Alternatif Plastik Biodegradable dari Pati Ubi Jalar Dengan
Plasticizer Gliserol Dengan Metode Melt Intercalaction. Jurnal Teknik Mesin
(JTM),Vol. 06, Hal. 79-84.
Alvian, Kenrick, dan Iriany. 2016. Pengaruh Penambahan Bentonit Termodifikasi
Sebagai Pengisi Terhadap Sifat Mekanik dan Penyerapan Air Komposit
Epoksi. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 5, No. 4, Hal. 39-44.
45
Avella Maurizio, Aleksandra Buzarovska, Maria Emanuela Errico, Gennaro
Gentile, dan Anita Grozdanov. 2009. Eco-challenges of Bio Based Polymer
Composites Material. www.mdpi.com/journal.materials. Diakses pada
tanggal 25 Oktober 2019.
Ban Weiping, Jianguo Song, Dimitris S. Argyropoulos, dan Lucian A Lucia.
2005. Improving the Physical and Chemical Functionally of Starch-Derived
Films With Biopolymers. Journal of Applied Polymer Science 100, Hal.2542-
2548.
Coniwanti Pamilia, Linda Laila, dan Mardiyah Rizka Alfira. 2014. Pembuatan
Film Plastik Biodegradable dari Pati Jagung Dengan Penambahan Gliserol.
Jurnal Teknik Kimia, Vol. 20, No. 4, Hal. 22-30.
Corbishley, D.A. dan W. Miller, 1984.Tapioca, Arrowroot, and Sago Starches :
Production. In: Whistler R.L., J.N. Bemiller, E.F. Paschall, 1984. Starch :
Chemistry and Technology,Second Edition. Academic Press, Inc. Harcourt
Brace Jovanovich Publishers.
Corporation, Thermo Nicolet. 2001. Introduction To Fourier Transform Infrared
Spectrometry. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2062795. Diakses pada
tanggal 29 Juli 2019.
Dachriyanus. 2004. Analis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Padang. Universitas Andalas.
Darni Y., Chici D., dan Ismiyanti S. d. 2008.Sintesa Bioplastik dari Pati Pisang
dan Gelatin Dengan Plasticiezer Gliserol. Lampung. Seminar Nasional Sains
dan Teknologi II.
Darni. 2009. Pembuatan Bioplastik dari Pati Ubi Jalar dengan Plasticiezer
Gliserol dan Penambahan Zat Aditif. Sumatera Utara. Jurnal Universitas
Sumatera Utara.
Darni Yuli dan Herti Utami. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Sifat Mekanik
dan Hidrofobisitas Bioplastik dari Pati Sorgum. Lampung.Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan.Fakultas Teknik Universitas Lampung Bandar
Lampung, Vol. 7, No. 4, Hal 88-93. http://jurnal.unsyiah.ac.id. Diakses pada
tanggal 28 Juli 2019.
Darni dkk.2014. Produksi Bioplastik dari Sorgum dan Selulosa Secara
Termoplastik. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 10, No. 2,
Hal.55-62.
Elisusanti. 2019. Pemanfaatan Kulit Pisang Kapok (Musa paradisiaca) Sebagai
Bahan Dasar Bioplastik Termodifikasi Selulosa Serbuk Kayu Gergaji.
Palopo. Universitas Cokroaminoto Palopo.
46
European Bioplastics. 2018. Market. http://european-bioplastics.org/market.
Diakses pada tanggal 25 Oktober 2019.
Fadli, Nahwi Naufal. 2016. Analisis Pengaruh Penambahan Gliserol Pada
Karakteristik Edible Film dari Pati Kulit Pisang Raja, Tongkol Jagung, dan
Bonggol Eceng Gondok. Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Firdaus, Feris. 2008. Sintesis Kemasan Ramah Lingkungan dari Komposisi Pati,
Kitosan, dan Asam Polilaktat dengan Pemplatis Gliserol. Yogyakarta. Pusat
Sains dan Teknologi DPPM Universitas Indonesia.
Flack, M. 1983. FAO Production and Protection
Paper.AGPC/MISC/PREPRINT.The Sago Palm Domestrication,
Exploitation, and Product. Food and Agriculture Organization of The Unieted
Nation.
Freedonia Group. 2013. World Bioplastics Market. Cleveland. The Freedonia
Group.
Halid, Taqwin. 2017. Analisis Karakteristik Bioplastik Berbahan Dasar Batang
Kelapa Sawit dengan Penambahan Kitosan. Palopo. Universitas
Cokroaminoto Palopo.
Harnist R. dan Darni Y. 2011.Penentuan Kondisi Optimum Konsentrasi
Plasticizer Pada Sintesa Plastik Biodegradable Berbahan Dasar Pati
Sorgum.Universitas Lampung. Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II.
Haryati Sri, Anggie Septia Rini, Yuni Safitri. 2017. Pemanfaatan Biji Durian
sebagai Bahan Baku Plastik Biodegradable dengan Plasticizer Giserol dan
Bahan Pengisi CaCO3. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 23,No. 1.
Hasanah Yeti Rusmiati dan Haryanto. 2017. Pengaruh Penambahan Filler
Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Clay Terhadap Sifat Mekanik dan
Biodegradable Plastik dari Limbah Tapioka. Techno, p-ISSN 1410-8607, E-
issn 2579-9096, Vol. 18, No. 12, Hal.96-107.
Hee-Joung An. 2005. Effect of Ozonation and Addition of Amino Acids on
Properties of Rice Starches.A Dissertation Submitted To The Gradute Faculty
of The Louisina State University and Agricultural and Mechanical College.
Hidayati Sri, Ahmad Sapta Zuidar dan Astri Ardiani. 2015. Aplikasi Sorbitol Pada
Produksi Biodegradable Film dari Nata De Cassava. Universitas Lampung.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
Illing Ilmiati dan Satriawan MB. 2017. Uji Ketahan Air Bioplastik Limbah Ampas
Sagu Dengan Penambahan Variasi Konsentrasi Gelatin. Prosiding Seminar
Nasional, Vol. 03, No. 1, Hal.182-352.
47
Jabbar Uhsnul Fatimah. 2017. Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap
KarakteristikBioplastik dari Pati Kulit Kentang (Solanum Tuberosum. L).
Skripsi. Fakultas Sains dan TeknologiUin Alauddin Makassar.
Jambeck Jenna, R. Roland Geyer, Chris Wilcox, Theodore R. Siegler, Miriam
Perryman, Anthony Andrady, Ramani Narayan, dan Kara Lavender Law.
2015. Plastic Waste Inputs from Land Into the Ocean. Science, Vol. 347
ISSUE 6223, Hal. 768-772.
Johnstone, Sydney J. 1961. Mineralfor Chemical and Allied Industries. John
Willey dan Sons inc: 69-71.
Khoramnejadian, Shahrzad. 2011. Converting Non-Biodegradable Plastic To
Biodegradable by Using Natural Polymer To Help Environment
Conservation. Journal Of Food Agriculture and Environment, Vol. 9, No. 2,
Hal. 477-479.
Latief, Rindam. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradabel.
http://www.hayatiipb.com/userr/rudyct/i ndiv2001/htm. Diakses pada tanggal
17 Februari 2020.
Louhenapessy, J. E. 1992. Sagu di Maluku: Potensi, Kondisi Lahan dan
Permasalahannya. Prosiding Simposium Sagu Nasional, Hal. 135-149.
Ma X., Chang P. R., Yang J., dan Yu J. 2009. Preparation and Properties of
Glycerol Plastized-Pea Starch Zinc Oxide Bionanocomposite. Carbonhidrate
polymers. 75, 475-478.
Maherawati, Retno Budi Lestari, dan Haryadi. 2011. Karakteristik Pati dari
Batang Sagu Kalimantan Barat Pada Tahap Pertumbuhan yang Berbeda.
Agritech, Vol. 31, No. 1, Hal. 9-13.
Mardianah S. 2018. Pengaruh Penambahan SiO2 Mesopori Terhadap Sifat
Ketahanan Air dan Biodegradasibioplastik dari Pati Ampas Sagu
(Metroxylon sago rottb). Palopo. Universitas cokroaminoto palopo.
Marhamah. 2008. Biodegradasi Plasticizer Poligliserol Asetat (PGA) dan Dioktil
Ftalat (DOP) dalam Matriks Polivinil Klorida (PVC) dan Toksisitasnya
Terhadap Pertumbuhan Mikroba. Tesis. Sumatera Utara. USU.
Megawati dan Machsunah Elfi Lutfiyatul.2016. Ekstraksi Pektin dari Kulit Pisang
Kepok (Musa paradisiaca) Menggunakan Pelarut HCl sebagai Edible
Film.JBAT, Vol 5, No. 1, Hal. 14-21.
Melani Ani, Netty Herawati, dan Fajri Kurniawan. 2017. Bioplatik Pati Umbi
Talas Melalui Proses Melt Intercalation. Distilasi, Vol. 2, No. 2, Hal. 53-67.
48
Mochtar. 2001. Quality of Basic Oleochemicals Produced In Malaysia, Inform.
12, Hal.529-536.
Moghadamzadeh H. R, M. Naimi, H. Rahimzaedah, M. Ardjmand, V. M. Nansa,
A. M. Ghanadi. 2013. Experimental Study of Adsorption Properties of Acid
and Thermal Treated Bentonite from Tehran (Iran). International Journal of
Chemical and Molecular Engineering, Vo. 7, No. 6, Hal.426-429.
Mujiarto, Iman. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif.
Tarksi, Vol. 3, No. 2, Hal 65-73.
Nisah, Khairun. 2017. Study Pengaruh Kandungan Amilosa dan Amilopektin
Umbi-Umbian Terhadap Karakteristik Fisik Plastik Biodegradable Dengan
Plastizicer Gliserol. Jurnal Biotik, Vol. 5, No. 2, Hal. 106-113.
Novarianto H. dan Mahmud Z. 1989.Sagu Sebagai Pendamping Beras Dimasa
Depan. Bulletin Balitka.
Novianti Ayi Indah dan Kartika Lindawati. 2017.Pengaruh Green Marketing
Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Terhadap Green Behaviour Masyarakat
Kota Bogor. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, Vol. 2, No.1, Hal. 81 – 94.
Nugraha Irwan dan Widya Tri Septi Saputri.2017. Pengaruh Penambahan
Montmorillonit Terhadap Interaksi Fisik dan Laju Transmisi Uap Air
Komposit Edible Film Xanthan Gum-Montmorillonit. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Ilmu Kimia, Vol. 3, No. 2, Hal.142-151.
Nugrahaningtyas Khoirina Dwi, Dian M Widjonarko, Daryani, dan Yunita
Haryanti.2016. Kajian Aktivasi H2SO4 Terhadap Proses Pemilaran Al2O3
Pada Lempung Alam Pacitan.Jurnal penelitian kimia, Vol. 12, No. 12,
Hal.190-203.
Nugroho, Adityo Fajar. 2012. Sintesis Bioplastik dari Pati Umbi Jalar
Menggunakan Logam Zno dan Penguat Alami Clay. Depok. Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Nurhanifa, Suryani, Adriana, Pocut Nurul Alam, dan Teuku Rihayat. 2017.
Peningkatan Kualitas Biopolimer (Poly Lactid Acid) dengan Penambahan
Filler Bentonit. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah.
Nurminah, Mimi. 2002. Penelitian Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas
Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas.Sumatra Utara.Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Universitas Sumatra Utara.
Pandu Gilang, Luzuardi, dan Sari Edi Cahyaningrum. 2013. Pembuatan dan
Karakteristik Bioplastik Berbahan Dasar Kitosan dan Pati Singkong dengan
Plasticiezer Gliserol. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.
49
Panjaitan, Rumintang Ruslinda. 2010. Kajian Penggunaan Bentonit dalam
Industri, Vol. XLV, No. 3, Hal.22-28.
Park H. J., C. L. Weller, P. J. Vergano, dan R. F. Testin. 1996. Factor Affecting
Barrier and Mechanical Properties of Protein Edible Degradable Film. New
Orleans, LA.
Perry. 1950. Chemical Engineers Handbook 7th Edition. Mc. Graw-Hill
International Book Company.
Pomeranz, Yeshajahu. 1991. Functional Properties of Food Components. (2nd
ed.). Academic Press, Inc. Hal.24-78.
Pranamuda, Hardaning. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable
Berbahan Dasar Tropis. Jakarta. Bahan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi.
Pulungan Maimunah Hindun,Vemy Suryo Qushayyi, dan Wignyanto. 2015.
Pembuatan Plastik Biodegradeble Pati Sagu (kajian penambahan kitosan dan
gelatin). Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI.
Program StudiTIP-UTM.
Purwaningrum, Pramiati. 2016. Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik di
Lingkungan. JTL, Vol. 8, No.2, Hal. 141-147.
Puslitbag, Tekmira. 2005. Bentonite. http://www.tekmira.esdm.go.id. Diakses
pada tanggal 25 September 2019.
Puspita Riana dan Taufik Muhammad. 2014. Pemanfaatan Batang Kayu Kelapa
Sawit Sebagai Bahan Pembuatan Plastik Kemasan Makanan Daur Ulang.
Medan. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 ISSBN: 978-602-19421-0-9
HKI Institut Teknologi Medan.
Putra Anugerah Dwi, Vonny Setiaries Johan dan Raswen Efendi. 2017.
Penambahan Sorbitol Sebagai Plasticizer dalam Pembuatan Edible Film Pati
Sukun. JOM Fakultas Pertanian, Vol. 4 No. 2.Hal.2-3.
Putri, Sumaya Yulia. 2018. Pengaruh Konsentrasi Plasticizer Sorbitol Terhadap
Sifat Fisik dan Mekanik Edible Film Berbasis Protein Sorgum Manis. Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Radhiyatullah afifah, Novianty Indriani, dan M. Hendra.2015. Pengaruh Berat
Pati dan Volume Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteristik Film Bioplastik
Pati Kentang. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 3, Hal. 35-39.
Ratnaningtyas, Febriyanti. 2019. Pengaruh Plasticizer Sorbitol dan Gliserol
Terhadap Kualitas Plastik Biodegradable dari Singkong Sebagai Pelapis
50
Kertas Pembungkus Makanan. Surakarta. Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Richana Nur dan Titi Chandra Sunarti.2000. Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Gayong, Suweg. Ubi, Kelapa, dan
Gembili. J. Pascapanen, Vo. 1, No. 1, Hal. 29-37.
Rifaldi Anugerah, Irdoni Hs, dan Bahruddin. 2017. Sifat dan Morfologi Bioplastik
Berbasis Pati Sagu dengan Penambahan Filler Clay dan Plasticezer Gliserol.
Jom FTEKNIK, Vol. 4, No. 1, Hal. 1-7.
Ruddle Kenneth, Dennis Johnson, Patricia K. Townsend, dan John D. Ress. 1978.
Palm Sago A Tropical Starch from Marginal Lands. Honolulu. University
Press of Hawaii USA.
Sahwan Firman L., Djoko Heru Martono, Sri Wahyono, dan Lies A.
Wisoyodharmo.2005. Sistem Pengolahan Limbah Plastik Di Indonesia.
Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TI_BPPT, Vol. 6, No. 1, Hal. 311-318.
Sanjaya M.H I Gede dan Puspita Tyas.2010. Pengaruh Penambahan Khitosan
dan Plasticizer Gliserol Pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati
Limbah Kulit Singkong.Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS.
Sandra, Domenek. 2004. Biodegradability of Wheat Gluten Based Bioplastics.
Chemosphore, 54, Hal.551-559.
Sari, Payung. 2013. Pengaruh Suhu Pengadukan Terhadap Karakteristik Plastik
Biodegradable dari Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus) Dengan
Penambahan Gliserol dan CMC (Carboxy Methyl Cellulose).
Skripsi.Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Satriawan MB dan Ilmiati Illing. 2017. Uji FTIR Bioplastik dari Limbah Ampas
Sagu Dengan PenambahanVariasi Konsentrasi Gelatin. Jurnal Dinamika,
Vol. 08, No. 2, Hal. 1-13.
Selpiana, Patricia, dan Cindy Putri Anggraeni. 2016. Pengaruh Penambahan
Kitosan dan Gliserol Pada Pembuatan Bioplastik dari Ampas Tebu dan
Ampas Tahu. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 22, No. 1, Hal. 57-64.
Selvin, T. P., J. Kuruvilla, dan T. Sabu. 2004. Mechanical Properties of Titanium
Dioxide-Filled Polystyrene Microcomposites. Material Letters 58, Hal. 281-
289.
Septiosari. 2014. Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik Limbah Biji Mangga
Dengan Penambahan Selulosa dan Gliserol. Indonesian Journal of Chemical
Science Vol. 3.No. 2, Hal. 2252-6951.
51
Setiani Wini, Tety Sudiarti, dan Lena Rahmidar. 2013. Preparasi dan
Karakterisasi Edile Film dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan. Jurnal Kimia
Valensi,Vol. 3, No. 2, Hal. 100-109.
Setiawan Heru, Reza Faizal, dan Aziz Amrullah. 2015. Penentuan Kondisi
Optimum Modifikasi Konsentrasi Plasticizer Sorbitol PVA Pada Sintesa
Plastik Biodegradable Berbahan Dasar Pati Sorgum dan Chitosan Limbah
Kulit Udang. Semarang. Jurusan Biologi dan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Shakina J., Sathiya L. K., dan Allen G. R. G. 2012. Microbial Degradation of
Synthetic Polyesters from Renewable Resources. Indian Journal of Science,
Vol. 1, No. 1, Hal.21-28.
Sinaga Rinaldi Febrianto, Gita Minawarisa Ginting, M. Hendra S Ginting, dan
Rosdanelli Hisbuan, 2014. Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap Sifat
Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus Bioplastik dari Pati Umbi
Talas. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. 2, Hal. 19-24.
Sinha Ray dan Suprakas. 2015. Multifunctional Nanobiocomposites of
Biodegradable Polylactide and Nanoclay. National Centre for Nanostructured
Materials, Council for Scientific and Industrial Research, Pretoria, South
Africa, Department ofApplied Chemistry, University of Johannesburg,
Doornforntein, Johannesburg, and South Africa.
Sirikhajornnam Pongchayont dan Panu Danwanichakul. 2006. A Preliminary
Study of Preparing Biodegradable Film from Starch. Thammasat University.
Thailand.
Surono, Untoro Budi. 2013. Berbagai Metode Sampah Plastik Menjadi Bahan
Bakar Minyak. Jurnal Teknik, Vol. 3, No. 1, Hal. 32-40.
Syuhada, Rahmad Wijaya, Jayatin, dan Saeful Rohman. 2009. Modifikasi
Bentonite (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal
Nanosains dan Nanoteknologi, Vo1.2, No. 1.Hal.48-51.
Teo G,, Suzuki Y., Dejong TM., dan Dandekar AM. 2006. Silencing Leaf
Sorbitol Synthesis Alters Long-Distance Partitioning and Apple Fruit
Quality. Proceedings of the National Academyof Sciences of the United
States of America, Vol. 103, No. 49, Hal.18842–18847.
Thomas David J. and William. A. Atwell, 1999. Starches Handbook Series. Eagen
Press. St. Paul, Minessota, U.S.A.
Ummah, Nahiqoh. 2013. Uji Ketahanan Biodegradable Platik Berbasis Tepung
Biji Durian Terhadap Air dan Pengukuran Densitasnya. Semarang.
Universitas Negeri Malang.
52
Utracki, L. A. 2004. Clay-Containing Polymeric Nanocomposit. Vol. 1. Rapra
Technology Limited.
Vilpoux Olivier dan Averous Luc. 2006. Starch Based Plastic. Technology Use
and Potential, Use and Potentialities of Latin American Starchy Tubers.
Journal of Macro Molekuler Science, Vol. 3, Hal.521-533.
Wardani. 2009. Bahaya Penggunaan Plastik. Pendidikan MIPA. Universitas
Palangkaraya. http://pusdiklatmigas.esdm.go.id/file/t2-_bahaya_plastik_-
nurhenu_K.pdf. Diakses pada tanggal 15 Februari 2020.
Widyaningsih Senny, Dwi Kartika, dan Yuni Tri Nurhayati. 2012. Pengaruh
Penambahan Sorbitol dan Kalsium Karbonat Terhadap Karakteristik dan
Sifat Biodegradasi Film dari Pati Kulit Pisang. Purwokerto. Fakultas Sains
dan Teknik. Unsoed Purwokerto.
Wypich, George. 2003. Plasticiezer Use and Selection For Specific Polymer,
Toronto: Chem. Tee Labo-Ratories.
Yuniarti L. I., Gatot S. Hutomo, dan Abdul Rahim. Sintesis dan Karakterisasi
Bioplastik Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sp). J. Agrotegbis, Vol. 2, No. 1,
Hal. 38-46.
Zain, Amdatul Khoiroh Prasastiningtyas. 2017. Sintesis dan Karakterisasi
Komposit Edible Film Isolat Protein Ampas Tahu-Monmorillonit. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Zulaidah, A. 2012.Peningkatan Nilai Guna Pati Alami Melalui Proses Modifikasi
Pati. Jurnal Dinamika Sains, Vol. 10, No. 22, Hal. 1-13.
53
L
A
M
P
I
R
A
N
54
Lampiran 1: Perhitungan hasil pengujian bioplastik
1. Pembuatan filler bentonite
a. Bentonite 3%
Diketahui:
Massa pati sagu = 10 gram
Ditanyakan:
Massa bentonite 3% ……?
Penyelesaian:
= x
=
x
= 3 x 10 gram
=
= 0,3 gram
b. Bentonite 6%
Diketahui:
Massa pati sagu = 10 gram
Ditanyakan:
Massa bentonite 6% ……?
Penyelesaian:
= x
=
x
= 6 x 10 gram
=
= 0,6 gram
c. Bentonite 9%
Diketahui:
Massa pati sagu = 10 gram
55
Ditanyakan:
Massa bentonite 9% ……?
Penyelesaian:
= x
=
x
= 9 x 10 gram
=
= 0,9 gram
d. Bentonite 12%
Diketahui:
Massa pati sagu = 10 gram
Ditanyakan:
Massa bentonite 12% ……?
Penyelesaian:
= x
=
x
= 12 x 10 gram
=
= 1,2 gram
2. Pembuatan sorbitol 25%
Diketahui:
Massa pati sagu = 10 gram
Ditanyakan:
Massa sorbitol 25% ……?
Penyelesaian:
= x
=
x
56
= 25 x 10 gram
=
= 2,5 gram
2. Pembuatan larutan asam asetat 2%
Rumus: V1.M1 = V2.M2
Keterangan: V1 = Volume sebelum pengenceran
V2 = Volume setelah pengenceran
M1 = Konsentrasi sebelum pengenceran
M2 = Konsentrasi setelah pengenceran
Diketahui: V2 = 100 mL
M2 = 2%
M1 = 25%
Ditanyakan: M2 =.......?
Penyelesaian:
V1.M1 = V2.M2
V1. 25% = 100 mL.2%
V1 =
= 8 mL
3. Pengujian Kuat Tarik
Tabel 11. Pengujian kuat tarik
Variasi
Kuat tarik (Mpa)
Sebelum perendaman dengan
larutan H2SO4
Sesudah perendaman dengan
larutan H2SO4
P1 (3%) 2,76x10-3
2,60x10-3
P2 (6%) 3,72 x10-3
2,31x10-3
P3 (9%) 5,08x10-3
1,79x10-3
P4 (12%) 7,62x10-3
1,89x10-3
Rumus kuat tarik yaitu:
57
Perhitungan:
Sebelum perendaman
a. 3% bentonite
Diketahui: F = 4,145694 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
=
=
= 0,0027638 Mpa
= 2,76x10-3
Mpa
b. 6% bentonite
Diketahui: F = 5,576004 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
=
=
= 0,00371734 Mpa
= 3,72x10-3
Mpa
c. 9% bentonite
Diketahui: F = 7,61509 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
58
Penyelesaian:
= ⁄
=
=
= 0,00507673 Mpa
= 5,08x10-3
Mpa
d. 12% bentonite
Diketahui: F = 11,431798 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
=
=
= 0,0076212 Mpa
= 7,62x10-3
Mpa
Sesudah perendaman
a. 3% bentonite
Diketahui: F = 3,500854 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
59
=
=
= 0,0023339 Mpa
= 2,33x10-3
Mpa
b. 6% bentonite
Diketahui: F = 3,107776 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
= 2071,85
=
= 0,00207185 Mpa
= 2,07x10-3
Mpa
c. 9% bentonite
Diketahui: F = 2,401392 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
=
=
= 0,00160093 Mpa
= 1,60x10-3
Mpa
60
d. 12% bentonite
Diketahui: F = 2,54457 ⁄
= 0,0015 m2
Ditanyakan: ….?
Penyelesaian:
= ⁄
=
=
= 0,00169638 Mpa
= 1,70x10-3
Mpa
4. Pengujian Ketahanan Air
Tabel 12. Pengujian ketahanan air
Variasi W0 (gram) W (gram) Penyerapan
air (%)
Ketahanan
air (%)
Hidrofobisitas
SNI (%)
P1 (3%) 0,397 0,421 6,04 93,96 99
P2 (6%) 0,358 0,394 10,05 89,95 99
P3 (9%) 0,436 0,485 11,24 88,76 99
P4 (12%) 0,403 0,465 15,38 84,62 99
Keterangan:
W0 = Berat mula-mula (gram)
W = Berat uji setelah perendaman (gram)
Rumus persen air yang diserap:
Penyerapan air
100%
Perhitungan:
a. 3% bentonite
Penyerapan air (%) =
100%
=
100%
=
100%
61
= 0,0604 x 100%
= 6,04%
b. 6% bentonite
Penyerapan air (%) =
100%
=
100%
=
100%
= 0,1005 x 100%
= 10,05%
c. 9% bentonite
Penyerapan air (%) =
100%
=
100%
=
100%
= 0,1124 x 100%
= 11,24%
d. 12% bentonite
Penyerapan air (%) =
100%
=
100%
=
100%
= 0,1538 x 100%
= 15,38%
Rumus ketahanan air:
Ketahanan air (%) = 100%-persen air yang diserap
a. 3% bentonite
Ketahanan air (%) = 100% - persen air yang diserap
= 100% - 6,04%
= 93,46%
62
b. 6% bentonite
Ketahanan air (%) = 100% - persen air yang diserap
= 100% - 10,05%
= 89,95%
c. 9% bentonite
Ketahanan air (%) = 100% - persen air yang diserap
= 100% - 11,24%
= 88,76%
d. 12% bentonite
Ketahanan air (%) = 100% - persen air yang diserap
= 100% - 15,38%
= 84,62%
5. Pengujian Biodegradasi
Tabel 13. Pengujian biodegradasi
Keterangan:
W1 = Massa sampel sebelum biodegradasi (gram)
W2 = Massa sampel sesudah biodegradasi (gram)
Rumus persen kehilangan massa:
Variasi Hari W1
(gram)
W2
(gram)
Kehilangan
massa (%)
Massa
total
(%)
Degradabilitas
(mg/hari)
Perkiraan
waktu
degradasi
P1
(3%)
5 0,307 0,288 6,19
36,55
7,07 10 0,325 0,286 12 41 hari
1 jam 15 0,290 0,184 36,55
P2
(6%)
5 0,367 0,307 16,35
33,45
6,27
44 hari
8 jam 10 0,320 0,256 20
15 0,281 0,187 33,45
P3
(9%)
5 0,325 0,310 4,62
26,82
7,13 10 0,351 0,304 13,39 55 hari
9 jam 15 0,399 0,292 26,82
P4
(12%)
5 0,388 0,267 31,19
37,09
7,47 10 0,329 0,213 35,26 40 hari
5 jam 15 0,302 0,190 37,09
63
Perhitungan:
1. Penguburan hari ke-5
a. 3% bentonite
Kehilangan massa(%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
b. 6% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
c. 9% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
d. 12% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
64
2. Penguburan hari ke-10
a. 3% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
b. 6% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
c. 9% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
d. 12% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
65
3. Penguburan hari ke-15
a. 3% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
b. 6% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
c. 9% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
d. 12% bentonite
Kehilangan massa (%) =
100%
=
100%
=
100%
=
=
66
Rumus degradabilitas yaitu:
⁄
Keterangan:
W1 = Massa sampel sebelum biodegradasi (mg)
W2 = Massa sampel sesudah biodegradasi (mg)
a. 3% bentonite
⁄
= 7,04 mg/hari
b. 6% bentonite
⁄
= 6,27 mg/hari
c. 9% bentonite
⁄
= 7,13 mg/hari
d. 12% bentonite
⁄
67
= 7,47 mg/hari
Rumus perkiraan waktu degradasi
Perkiraan waktu degradasi =
a. 3% bentonite
Perkiraan waktu degradasi =
15 hari
= 2,74 15 hari
= 41,1 hari
= 41 hari 1 jam
b. 6% bentonite
Perkiraan waktu degradasi =
15 hari
= 2,99 15 hari
= 44,8 hari
= 44 hari 8 jam
c. 3% bentonite
Perkiraan waktu degradasi =
15 hari
= 3,73 15 hari
= 55,9 hari
= 55 hari 9 jam
d. 12% bentonite
Perkiraan waktu degradasi =
15 hari
= 2,70 15 hari
= 40,5 hari
= 40 hari 5 jam
68
Lampiran 2: Dokumentasi Kegiatan Penelitian
(a) (b)
Gambar 19. Preparasi sampel pati sagu
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 20. Pencampuran bahan dan pembuatan larutan bioplastik
69
(a) (b) (c)
Gambar 21. Proses pencetakan dan pengeringan
Gambar 22. Pengukuran ketebalan
(a) (b)
Gambar 23. Uji kuat tarik
70
(a) (b)
Gambar 24. Uji ketahanan air
(a) (b)
Gambar 25. Tahap penimbunan
(a) (b) (c) (d)
Gambar 26. Uji biodegradasi hari ke-5 (P1, P2, P3, dan P4)
(a) (b) (c) (d)
Gambar 27. Uji biodegradasi hari ke-10 (P1, P2, P3, dan P4)
71
(a) (b) (c) (d)
Gambar 28. Uji biodegradasi hari ke-15(P1, P2, P3, dan P4)
Gambar 29. Proses penimbangan
Gambar 30. Uji FTIR (fourier transform infrared)
72
Lampiran 3: Hasil pengujian FTIR
1. Konsentrasi bentonite perlakuan (P4 12%) sebelum penimbunan
Penimbunan hari ke-5
73
2. Konsentrasi bentonite perlakuan (P4 12%) sesudah penimbunan hari ke-5
74
3. Konsentrasi bentonite perlakuan (P4 12%) sesudah penimbunan hari ke-10
75
4. Konsentrasi bentonite perlakuan (P4 12%) sesudah penimbunan hari ke-15
76
Lampiran 4. Surat permohonan izin melakukan penelitian
77
78
Lampiran 5. Surat keterangan pelaksanaan penelitian
79
80
Lampiran 6. Laporan hasil pengujian
81
- Menambahankan
bentonite dengan
variasi konsentrasi
masing-
masing(P1=3%,
P2=6%, P3=9%,
dan P4=12%)
kemudian pati sagu
sebanyak 10 gram
- Dipanaskan pada
suhu 70oC selama 5-
6 menit
3. Mencetak larutan
bioplastik
4. Mengeringkan larutan
bioplastik pada suhu
ruang selama 3 hari
5. Merendam sampel
bioplastik dalam
larutan H2SO4 1 M
selama 1 hari
- Hasil yang
didapatkan
berupa lembaran
yang berwarna
coklat, kurang
elastis, bagian
permukaan atas
kasar sedangkan
permukaan bawah
halus, dan
terdapat
gelembung
82