Post on 16-Oct-2021
Jurnal Kebijakan Ekonomi Jurnal Kebijakan Ekonomi
Volume 16 Issue 1 Article 5
2020
Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor
Industri Indonesia Tahun 2007-2016 Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Welldy Welldy Kementerian Perindustrian, Jakarta
Diah Widyawati Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/jke
Part of the Economics Commons, Public Affairs, Public Policy and Public Administration Commons,
and the Urban Studies and Planning Commons
Recommended Citation Recommended Citation Welldy, Welldy and Widyawati, Diah (2020) "Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016," Jurnal Kebijakan Ekonomi: Vol. 16 : Iss. 1 , Article 5. Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Economics & Business at UI Scholars Hub. It has been accepted for inclusion in Jurnal Kebijakan Ekonomi by an authorized editor of UI Scholars Hub.
1
Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun
2007-2016
Welldy 1, Diah Widyawati
Kementerian Perindustrian, Jakarta
Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
Abstract
This study aims to see whether appreciation and depreciation have asymmetric impact on
Indonesia's industrial exports and which impact is greater. The researcher uses disaggregated
panel of Indonesian industrial product export HS Code 10 digit level with all partner country
of export. Acquired domestic appreciation has a negative impact and depreciation has a
positive impact on exports, where the impact is both asymmetric. The negative impact of
appreciation is greater than the positive impact of depreciation. While domestic appreciation,
export demand is more elastic due to competition in international markets which makes other
countries turn to domestic products in their destination countries or even import goods from
other countries and export supply less elastic or less elasticity due to avoiding risk due to
reduced export demand even though the price of imported goods is cheaper. Meanwhile, when
the depreciation due to competition in the international market resulted in an increase in
elasticity of export demand is smaller than when domestic appreciation occurs. In addition,
the export supply become more elastic as the industry sees imported goods becoming more
expensive which can increase production costs.
Key words:
Asymmetric, appreciation, depreciation, export, exchange rate, industry JEL Classification:
F1, F4
Abstrak
Penelitian ini bertujuan melihat apakah apresiasi dan depresiasi berdampak asimetris terhadap
ekspor industri Indonesia dan dampak manakah yang lebih besar. Peneliti menggunakan panel
disagregat ekspor produk industri Indonesia level kode HS 10 digit dengan seluruh negara
partner ekspor. Diperoleh apresiasi domestik berdampak negatif dan depresiasi berdampak
positif terhadap ekspor, dimana dampak keduanya asimetris. Dampak negatif apresiasi lebih
besar daripada dampak positif depresiasinya. Ketika apresiasi domestik permintaan ekspornya
lebih elastis karena adanya persaingan di pasar internasional yang membuat negara lain beralih
ke produk domestik di negara tujuan mereka atau bahkan mengimpor barang dari negara lain
dan penawarannya kurang elastis atau elastisitasnya lebih kecil karena upaya menghindari
risiko akibat permintaan ekspor yang berkurang meskipun harga barang impor lebih murah.
Sedangkan ketika depresiasi karena persaingan di pasar internasional mengakibatkan elastisitas
peningkatan permintaan ekspornya lebih kecil dibandingkan ketika terjadi apresiasi domestik.
Selain itu, penawaran ekspornya menjadi lebih elastis karena industri melihat barang impor
menjadi lebih mahal yang dapat meningkatkan biaya produksi.
Kata Kunci:
Asimetris, apresiasi, depresiasi, ekspor, nilai tukar, industry Klasifikasi JEL: F1, F4
PENDAHULUAN
Kontribusi industri pengolahan terhadap
total PDB (Produk Domestik Bruto) di
1 Alamat korespondensi: welldy84@gmail.com
Indonesia seiring berjalannya waktu dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2017
cenderung menurun. Meskipun begitu,
sektor tersebut memiliki kontribusi terbesar
1
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
2
terhadap PDB dibandingkan sektor lainnya.
Oleh karenanya, sektor industri memegang
peranan penting terhadap pertumbuhan PDB
di Indonesia. Sedangkan ekspor di Indonesia
cenderung menurun dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2017 dengan kenaikan terjadi
pada tahun 2011 dan 2017.
Penelitian terkait banyak yang melihat
pengaruh signifikansi dari nilai tukar
terhadap ekspor dengan hasil yang
bervariasi. Sharma (2003), Kemal dan Qadir
(2005), Fang et al. (2006), Abidin et al
(2013), Cheung dan Sengupta (2013),
Karagoz (2016), Adam et al (2017) meneliti
bahwa nilai tukar berpengaruh negatif
terhadap ekspor. Beberapa penelitian Hooy
et al (2015), Caglayan dan Demir (2013)
menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh
positif terhadap ekspor. Sedangkan Fountas
dan Aristotelous (2005), Fang dan Miller
(2007), Nyeadi et al. (2014) menemukan
bahwa nilai tukar dalam jangka panjang
tidak memiliki dampak terhadap ekspor.
Perbedaan tersebut tergantung dari kondisi
negara atau ekonomi negara yang dijadikan
objek penelitian dan periode waktu yang
digunakan.
Penelitian di atas mengasumsikan bahwa
dampak nilai tukar terhadap ekspor adalah
sama (simetris), baik ketika terjadi apresiasi
dan depresiasi. Sedangkan pada
kenyataannya apresiasi ataupun depresiasi
dapat memiliki dampak yang berbeda
(asimetris). Jika saat apresiasi sebesar x%
dalam nilai tukar ekspor akan berkurang
sebesar y%, maka saat terjadi depresiasi
nilai tukar sebesar x% peningkatan
ekspornya bisa tidak sama dengan y% atau
dampak dari apresaisi dan depresiasinya
asimetris.
Sama halnya dengan dampak nilai tukar
terhadap ekspor, hasil yang diperoleh dari
studi dampak asimetris nilai tukar terhadap
ekspor juga memiliki hasil yang berbeda.
Hal tersebut tergantung pada pilihan periode
atau waktu sampel, spesifikasi model,
bentuk perdagangan (bilateral negara
dengan negara, bilateral negara-kawasan,
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 1. Distribusi PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2017
19
19.5
20
20.5
21
21.5
22
22.5
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Industri Pengolahan
2
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
3
dll), serta negara-negara yang dijadikan
objek penelitian (negara maju, negara
berkembang atau negara tidak berkembang).
Seperti misalnya Arize et al (2017) meneliti
pengaruh apresiasi dan depresiasi nilai tukar
terhadap trade balance secara agregat di 8
negara, dimana apresiasi berdampak positif
di negara Cina, Israel, Korea, Pakistan,
Rusia, dan Singapura dan berdampak
negatif di negara Malaysia dan Filipina.
Sedangkan depresiasi berdampak positif
hanya di negara Korea, Pakistan, dan Rusia
dan berdampak negatif di negara Cina,
Singapura, Israel, Malaysia, dan Filipina.
Bahmani-Oskooee dan Baek (2016),
Bahmani-Oskooee dan Aftab (2017a),
Bahmani-Oskooee dan Aftab (2017d), dan
Bahmani-Oskooee dan Halcioglu (2017)
meneliti dampak asimetris apresiasi dan
depresiasi nilai tukar terhadap perdagangan
bilateral sektor industri di suatu negara.
Sedangkan Bahmani-Oskooee dan Aftab
(2017b) dan Bahmani-Oskooee dan Aftab
(2017c) meneliti perdagangan bilateral
sektor industri suatu negara dengan kawasan
perdagangan. Hasil yang diperoleh dari
keduanya adalah apresiasi dan depresiasi
nilai tukar memiliki tanda dan besaran
dampak yang berbeda terhadap trade
balance di setiap sektor industri, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan
studi-studi seperti di atas memiliki hasil
yang berbeda tergantung bagaimana reaksi
dan karakteristik eksportir dan importir di
suatu negara dalam melakukan
perdagangan. De Grauwe (1998) meneliti
bahwa dampak asimetris dapat disebabkan
oleh karakteristik trader apakah sangat risk
averse (menghindari risiko) atau sedikit risk
averse dalam melakukan perdagangannya.
Apabila risiko nilai tukar meningkat, maka
expected marginal utility pendapatan dari
ekspor untuk individu yang sangat risk
averse semakin meningkat. Akibatnya
mereka harus meningkatkan ekspornya
untuk menutupi kemungkinan kerugian
terhadap pendapatan ekspornya. Sedangkan
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2. Distribusi PDB Menurut Pengeluaran Tahun 2010-2017
0
5
10
15
20
25
30
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Barang dan Jasa
3
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
4
individu yang sedikit risk averse kurang
memperhatikan pengurangan pendapatan
dari ekspornya. Ketika mereka melihat
pengembalian dari ekspor sekarang menjadi
berkurang karena adanya risiko nilai tukar
yang meningkat, maka mereka memutuskan
untuk mengurangi ekspornya.
Perilaku dan karakter tersebut dapat
mempengaruhi penawaran dan permintaan
ekspor dan menyebabkan dampak yang
asimetris antara apresiasi dan depresiasi.
Misalkan apabila penawaran ekspor
berkurang dan sangat elastis dengan adanya
depresiasi, maka dapat membuat
peningkatan ekspornya menjadi lebih
berkurang daripada apresiasi. Apabila
permintaan ekspor di negara tujuan
meningkat dan sangat elastis saat depresiasi,
maka peningkatan ekspornya bisa menjadi
lebih besar daripada apresiasi
Meskipun begitu, penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya membahas tentang
dampak asimetris apresiasi dan depresiasi
terhadap ekspor suatu negara secara agregat
dan disagregat sektor komoditas atau sektor
industri di negara maju atau industri maju,
negara berkembang, negara tidak
berkembang, dan juga perdagangan bilateral
antara satu negara dengan masing-masing
negara partner utama ataupun bilateral
negara-kawasan. Hasil yang diperoleh dari
studi-studi tersebut juga berbeda tergantung
dari objek, waktu, dan metode yang
digunakan. Oleh karena itu, peneliti ingin
melakukan studi dengan melihat pengaruh
nilai tukar terhadap ekspor industri
Indonesia pada level yang lebih detail atau
rinci dengan menggunakan data disagregat
ekspor pada level kode HS 10 digit dan
dengan seluruh negara partner Indonesia
selama tahun 2007-2016.
Hipotesis penelitian ini adalah apresiasi nilai
tukar domestik memiliki dampak negatif
terhadap ekspor (apresiasi domestik < 0) dan
depresiasi nilai tukar domestik memiliki
dampak positif terhadap ekspor industri di
Indonesia (depresiasi domestik > 0). Selain
itu, hipotesis dampak yang ditimbulkan dari
apresiasi dan depresiasi terhadap ekspor
adalah asimetris dengan menggunakan
hipotesis H0: apresiasi domestik+depresiasi
domestik = 0 dan H1: apresiasi
domestik+depresiasi domestik 0.
Diperoleh apresiasi domestik berdampak
negatif dan depresiasi berdampak positif
terhadap ekspor, dimana dampak keduanya
asimetris. Dampak negatif apresiasi lebih
besar daripada dampak positif
depresiasinya. Ketika apresiasi domestik
permintaan ekspornya lebih elastis karena
adanya persaingan di pasar internasional
yang membuat negara lain beralih ke produk
domestik di negara tujuan mereka atau
bahkan mengimpor barang dari negara lain
dan penawarannya kurang elastis atau
elastisitasnya lebih kecil karena upaya
menghindari risiko akibat permintaan
ekspor yang berkurang meskipun harga
barang impor lebih murah. Sedangkan
ketika depresiasi karena persaingan di pasar
internasional mengakibatkan elastisitas
peningkatan permintaan ekspornya lebih
kecil dibandingkan ketika terjadi apresiasi
domestik. Selain itu, penawaran ekspornya
menjadi lebih elastis karena industri melihat
4
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
5
barang impor menjadi lebih mahal yang
dapat meningkatkan biaya produksi.
TINJAUAN TEORETIS
Perdagangan dapat menjadi kekuatan utama
dalam hubungan ekonomi antar negara dan
dengan adanya perdagangan internasional
terjadi pertukaran komoditi antar negara.
Apabila perdagangan tersebut tidak ada,
maka masing-masing negara harus
mengkonsumsi hasil produksinya sendiri.
Perdagangan dapat memberikan keuntungan
bagi masing-masing negara yang
melakukannya karena perdagangan akan
mendorong spesialisasi produksi pada
komoditi tertentu yang memiliki
keunggulan komparatif, sehingga negara
yang bersangkutan dapat memusatkan
rosorces-nya pada sektor tersebut dan
mengekspor sebagian outputnya untuk
memperoleh keuntungan dari komoditi lain
yang keunggulan komparatifnya tidak ia
kuasai. Pada dasarnya beberapa faktor yang
mendorong timbulnya perdagangan
internasional suatu negara dari negara lain
bersumber dari keinginan memperluas
pasaran komoditi ekspor, memperbesar
penerimaan devisa untuk kegiatan
pembangunan, perbedaan penawaran dan
permintaan antar negara, dan adanya
perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan
komoditi tertentu.
Mekanisme perdagangan internasional
antara dua negara atau lebih dapat terjadi
seperti gambar 1. Suatu negara, misalnya
Indonesia akan mengekspor suatu komoditi
ke negara lain. Misalkan harga domestik di
Indonesia adalah PI dan harga domestik di
negara lain adalah PU. Harga yang terjadi di
Indonesia lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi
domestiknya, sehingga di Indonesia terjadi
excess supply (kelebihan produksi). Dengan
demikian, Indonesia memiliki peluang
untuk menjual kelebihan produksinya ke
negara lain. Di negara lain terjadi
kekurangan supply karena konsumsi
domestiknya lebih besar daripada produksi
domestiknya (excess demand), sehingga
harga yang terjadi di negara lain lebih tinggi.
Akibatnya negara lain tersebut berkeinginan
untuk membeli produk dari Indonesia
dengan harga yang relatif lebih murah.
Gambar 1 memperlihatkan sebelum
terjadinya perdagangan internasional harga
di Indonesia sebesar PI, sedangkan di negara
lain sebesar PU. Penawaran di pasar
internasional akan terjadi jika harga
internasional lebih tinggi dari PI, sedangkan
permintaan di pasar internasional akan
terjadi jika harga internasional lebih rendah
dari PU. Pada saat harga internasional sama
dengan PI atau PU maka tidak terjadi
perdagangan antar negara. Apabila harga
internasional lebih besar dari PI maka terjadi
excess supply (ES) di Indonesia dan apabila
harga internasional lebih rendah dai PU
maka terjadi excess demand (ED) di negara
lain. Dengan demikian, dari keseimbangan
supply dan demand Indonesia dan negara
lain akan terbentuk kurva ES dan ED di
pasar internasional, dimana perpotongan
antara keduanya akan menentukan harga
yang terjadi di pasar internasional, yaitu
sebesar P.
5
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
6
Dalam melakukan perdagangan
internasional suatu negara dengan negara
lain terdapat nilai tukar atau exchange rate
yang menunjukkan tingkat harga yang
disepakati dalam melakukan pembayaran
antara kedua negara tersebut. Nilai tukar
tersebut biasanya diterbitkan berupa nilai
tukar nominal, yaitu tingkat harga relatif
antara mata uang kedua negara. Misalkan
nilai tukar antara Rupiah dengan USD
adalah 13700 Rupiah per US Dollar, berarti
bahwa kita dapat memiliki 1 USD dengan
membayar 13700 Rupiah mata uang kita.
Dapat dikatakan juga 1 Rupiah yang kita
miliki dapat ditukarkan dengan 1/13700 US
Dollar (0,0000729927 US Dollar).
Begitupun sebaliknya, orang asing akan
mendapatkan 13700 Rupiah dari setiap 1
USD yang dikeluarkannya atau
mendapatkan 1 Rupiah dari 0,0000729927
US Dollar yang ditukarkannya.
Adanya kenaikan atau penguatan dalam
nilai tukar mata uang domestik terhadap
mata uang negara lain disebut apresiasi, dan
sebaliknya penurunan atau pelemahan
disebut juga depresiasi. Apresiasi mata uang
domestik menunjukkan daya belinya
terhadap mata uang luar negeri meningkat,
dan sebaliknya. Jadi, apabila terjadi
apresiasi mata uang domestik, maka
katakanlah nilai tukar Rupiah dengan US
Dollar mengalami penguatan dari 1 Rupiah
per 0,0000729927 per USD menjadi 1
Rupiah per 0,00008 USD atau 1 USD per
12500 Rupiah. Begitupun jika terjadi
depresiasi, katakanlah nilai tukar Rupiah
dengan US Dollar mengalami pelemahan
dari 1 Rupiah per 0,0000729927 per USD
menjadi 1 Rupiah per 0,00007 per USD atau
1 USD per 14285 Rupiah.
Dalam melakukan perdagangan antara
barang domestik dengan luar negeri
tergantung dari harga barang domestik
tersebut dalam mata uang domestik dan pada
nilai tukar yang berlaku. Saat apresiasi atau
nilai tukar Rupiah terhadap USD meningkat,
katakanlah seperti contoh di atas 1 Rupiah
per 0,00008 USD atau 1 USD per 12500
Rupiah. Barang-barang domestik (dalam
harga Rupiah) dapat dibeli dengan nilai
USD yang semakin besar dibandingkan
sebelumnya. Akibatnya, orang asing akan
melihat harga barang domestik di negara
kita menjadi relatif lebih mahal dari barang
di negaranya atau dapat menyebabkan
ekspor negara kita menjadi berkurang.
Begitupun, penduduk domestik melihat
harga barang-barang di luar negeri menjadi
relatif lebih murah dibandingkan harga
barang domestik karena barang luar negeri
dapat dibeli dengan menukarkan lebih
sedikit nilai Rupiah-nya dibandingkan
sebelumnya. Akibatnya, penduduk domestik
akan melihat harga barang luar negeri
menjadi relatif lebih murah daripada barang
di negaranya sendiri. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan impor kita menjadi lebih
tinggi. Kondisi sebaliknya terjadi apabila
Rupiah mengalami depresiasi terhadap US
Dollar.
Dampak Apresiasi Mata Uang Rupiah-
US Dollar terhadap Ekspor
Misalkan P1 adalah harga ekspor yang
diterapkan negara Indonesia terhadap
negara tujuan. Kurva permintaan dan
6
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
7
penawaran ekspor negara Indonesia adalah
D1 dan S1. Kurva permintaan dan
penawaran ekspor negara tujuan adalah D2
dan S2. Saat terjadi apresiasi mata uang
domestik, harga barang Indonesia (dalam
US Dollar) di luar negeri menjadi lebih
mahal dibandingkan sebelumnya, sehingga
permintaan ekspor dari negara tujuan
berkurang (garis D2 bergeser ke kiri dari D2
menjadi D2*). Hal tersebut mengakibatkan
jumlah permintaan ekspor di negara tujuan
berkurang dari QD2 menjadi QD2*. Oleh
karenanya, terjadi penurunan ED sebesar
EDapr.
Di sisi lain, harga barang di luar negeri
relatif lebih murah. Karena industri
Indonesia lebih banyak mengimpor bahan
baku untuk produksi industri, maka
eksportir lokal merespon apresiasi tersebut
dengan meningkatkan penawaran (garis S1
bergeser ke kanan dari S1 menjadi S1*). Hal
tersebut mengakibatkan jumlah penawaran
ekspor domestik meningkat dari QS1
menjadi QS1*. Oleh karenanya, terjadi
peningkatan ES sebesar ESapr. Dan secara
keseluruhan ekspor Indonesia berkurang
dari QDw menjadi QDw* seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.
Dampak Depresiasi Mata Uang Rupiah-
US Dollar terhadap Ekspor
Saat terjadi depresiasi mata uang domestik,
harga barang Indonesia (dalam US Dollar)
di luar negeri menjadi lebih murah
dibandingkan sebelumnya, sehingga
permintaan ekspor dari negara tujuan
meningkat (garis D2 bergeser ke kanan dari
D2 menjadi D2*). Hal tersebut
mengakibatkan jumlah permintaan ekspor di
negara tujuan meningkat dari QD2 menjadi
QD2*. Oleh karenanya, terjadi peningkatan
ED sebesar EDdepr.
Di sisi lain, harga barang di luar negeri
relatif lebih mahal dan karena industri
Indonesia mengimpor bahan baku, maka
eksportir lokal merespon depresiasi tersebut
dengan mengurangi penawaran (garis S1
bergeser ke kiri dari S1 menjadi S1*). Hal
tersebut mengakibatkan jumlah penawaran
ekspor domestik berkurang dari QS1
menjadi QS1*. Apabila Oleh karenanya,
terjadi penurunan ES sebesar ESdepr. Dan
secara keseluruhan ekspor Indonesia
meningkat dari QDw menjadi QDw* seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.
Dampak Asimetris Nilai Tukar terhadap
Ekspor
Kedua gambar sebelumnya menunjukkan
bahwa peningkatan dan penurunan ekspor
simetris atau sama ketika terjadi apresiasi
dan depresiasi domestik. Apabila elastisitas
penawaran dan permintaan ekspor saat
apresiasi dan depresiasi di domestik dan
negara tujuan berbeda mengakibatkan
dampak tersebut juga berbeda atau asimetris
terhadap ekspor. Misalkan ketika depresiasi
Rupiah-US Dollar penawaran ekspor lebih
elastis (karena biaya produksi akibat impor
meningkat) dibandingkan saat apresiasi
(ES depresiasi > ES apresiasi), maka
dapat menyebabkan ES depresiasi > ES
apresiasi. Apabila misalkan elastisitas
permintaan ekspornya di negara tujuan sama
ketika terjadi apresiasi dan depresiasi
7
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
8
domestik, maka ketika depresiasi
peningkatan jumlah ekspornya menjadi
lebih kecil dibandingkan ketika apresiasi,
yang menurunkan ekspornya jauh lebih
besar. Secara garis besar dampaknya dapat
dilihat pada gambar 4.
Meskipun begitu, dampak asimetris yang
ditimbulkan tetap harus melihat dari sisi
permintaan ekspornya. Apabila elastisitas
permintaan ekspornya di negara tujuan juga
berbeda ketika apresiasi dan depresiasi
domestik, maka jumlah ekspornya pun dapat
memiliki hasil yang berbeda. Untuk
mempermudah dalam melihat dampaknya
asimetris atau tidak, cukup dengan melihat
dari salah satu sisi saja (misalkan dari
penawaran ekspor domestik).
TINJAUAN EMPIRIS
Beberapa studi telah meneliti tentang
dampak asimetris apresiasi dan depresiasi
nilai tukar terhadap ekspor. Bahmani-
Oskooee dan Baek (2016) meneliti dampak
asimetris apresiasi dan depresiasi nilai tukar
terhadap trade balance bilateral Korea
dengan US di 79 sektor industri level 3 digit
pada tahun 1989-2014. Hasil yang diperoleh
adalah apresiasi dan depresiasi nilai tukar
memiliki besaran dan dampak yang berbeda
terhadap trade balance di setiap sektor.
Dalam jangka pendek dampak asimetris
apresiasi dan depresiasi hanya signifikan di
21 sektor industri dan dalam jangka panjang
signifikan pada 42 sektor industri. Dia juga
membuktikan bahwa apresiasi dan
depresiasi lebih berdampak signifikan
terhadap perdagangan dibandingkan dengan
penggunaan model nilai tukar yang simetris.
Arize et al (2017) meneliti pengaruh
apresiasi dan depresiasi nilai tukar terhadap
trade balance secara agregat di masing-
masing negara Rusia, Cina, Singapura,
Israel, Pakistan, Korea, Malaysia, dan
Filipina tahun 1980-2013. Dalam jangka
panjang trade balance di semua negara
dipengaruhi oleh apresiasi dan depresiasi
dan dampaknya asimetris. Apresiasi
berdampak positif di negara Cina, Israel,
Korea, Pakistan, Rusia, dan Singapura dan
berdampak negatif di negara Malaysia dan
Filipina. Sedangkan depresiasi berdampak
positif hanya di negara Korea, Pakistan, dan
Rusia dan berdampak negatif di negara
Cina, Singapura, Israel, Malaysia, dan
Filipina.
Bahmani-Oskooee dan Aftab (2017a)
meneliti dampak asimetris nilai tukar
terhadap trade balance bilateral Malaysia-
Cina pada 59 sektor industri tahun 2001-
2015. Dia membuktikan bahwa dengan
menggunakan model non linear hampir
sepertiga sektor industri terpengaruh dengan
depresiasi ringgit terhadap yuan, dengan
hasil yang asimetris. Sektor industri
terbesar, yang menyumbang lebih dari 25%
perdagangan, mendapat keuntungan dari
depresiasi tersebut dan tidak merasakan
dampak oleh adanya apresiasi. Dia
membuktikan penelitian sebelumnya yang
bias karena menggunakan agregasi trade
balance dan tidak menemukan hubungan
jangka panjang yang signifikan.
Bahmani-Oskooee dan Aftab (2017b)
menggunakan model non linear dengan
membedakan dampak antara apresiasi dan
depresiasi nilai tukar terhadap trade balance
8
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
9
bilateral Malaysia-Uni Eropa di 63 sektor
industri tahun 2000-2013 untuk
membuktikan fenomena kurva-J ketika
terjadi depresiasi. Hasil yang didapatkan
adalah perubahan nilai tukar (apresiasi dan
depresiasi) memiliki dampak jangka pendek
yang signifikan dan asimetris terhadap trade
balance hampir di seluruh sektor industri.
Lebih lanjut mereka juga menemukan
pembuktian dari adanya fenomena kurva-J
pada beberapa sektor industri, yaitu dengan
adanya depresiasi nilai tukar trade balance
berkurang dalam jangka pendek, tetapi akan
meningkat dalam jangka panjang.
Bahmani-Oskooee dan Aftab (2017c)
meneliti dampak apresiasi dan depresiasi
nilai tukar terhadap bilateral ekspor dan
impor sektor industri di Malaysia dengan
Uni Eropa tahun 2000-2013. Sektor industri
untuk ekspor terdiri dari 81 sektor dan dan
66 sektor untuk impor. Hasil yang diperoleh
adalah dalam jangka panjang apresiasi atau
depresiasi hanya berpengaruh signifikan
pada 36 sektor ekspor industri dan 25 sektor
impor industri dan trade flow-nya memiliki
reaksi yang berbeda (asimetris) terhadap
apresiasi dan depresiasi.
Selanjutnya, Bahmani-Oskooee dan Aftab
(2017d) meneliti dampak apresiasi dan
depresiasi nilai tukar terhadap bilateral
ekspor dan impor sektor industri di Malaysia
dengan US tahun 2001-2015. Sektor industri
untuk ekspor terdiri dari 54 sektor dan 63
sektor untuk impor. Hasil yang diperoleh
adalah dalam jangka pendek dan jangka
panjang apresiasi dan depresiasi memiliki
dampak yang signifikan dan asimetris
terhadap sepertiga dari sektor (ekspor dan
impor) industri di Malaysia dengan besaran
dan tanda yang berbeda pada masing-
masing sektor. Dia berpendapat bahwa
dampak asimetris dapat dikarenakan
perubahan ekspektasi traders, dimana
traders memilih untuk mengurangi
perdagangannya ketika ketidakpastian
karena perubahan nilai tukar meningkat
sampai dengan perubahan nilai tukar
menjadi lebih stabil.
Bahmani-Oskooee dan Halcioglu (2017)
meneliti agregat perdagangan bilateral Turki
dengan masing-masing negara partner
utama (Kanada, Denmark, Perancis, Jerman,
Italia, Jepang, dan Belanda, Portugal,
Spanyol, Inggris, dan US) pada tahun 1980-
2014. Dia kemudian memisahkan dampak
apresiasi dan depresiasi nilai tukar dan
mendapatkan bahwa depresiasi memberikan
dampak positif terhadap trade balance Turki
dengan negara Perancis, Jerman, Italia,
Portugal, dan Inggris. Sedangkan
apresiasinya tidak signifikan terhadap trade
balance-nya.
Studi sebelumnya tentang dampak asimetris
nilai tukar terhadap ekspor dilakukan di
beberapa negara maju atau industri maju,
negara berkembang, negara tidak
berkembang, dan juga perdagangan bilateral
antara satu negara dengan masing-masing
negara partner utama ataupun bilateral-
kawasan serta menggunakan data agregat
ataupun disagregat sektor komoditas atau
sektor industri. Hal tersebut dapat
menghilangkan informasi tentang
karakteristik masing-masing barang yang
diekspor secara detail, begitupun dengan
karakteristik atau perilaku serta kondisi
9
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
10
perekonomian seluruh negara partner-nya.
Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan
studi tentang pengaruh nilai tukar terhadap
ekspor industri Indonesia dengan seluruh
negara partner Indonesia selama tahun
2007-2016 menggunakan data disagregat
pada level kode HS 10 digit.
Disini peneliti ingin meneliti pengaruh
apresiasi dan depresiasi terhadap ekspor
industri di Indonesia dan apakah keduanya
memiliki dampak asimetris terhadap ekspor
industri di Indonesia. Kemudian melihat
dampak tersebut manakah yang lebih besar
antara apresiasi dan depresiasi terhadap
ekspor.
SUMBER DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data ekspor dan impor industri dari
Indonesia ke seluruh negara tujuan, nilai
tukar Indonesia dengan mata uang US
Dollar, nilai tukar negara tujuan ekspor
dengan mata uang US Dollar, Gross
Domestic Product (GDP) atau Produk
Domestik Bruto (PDB) seluruh negara
tujuan ekspor, inflasi pada negara tujuan
ekspor, populasi negara tujuan ekspor, dan
jarak antara Indonesia dengan negara tujuan
ekspor.
Data ekspor dan impor industri diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mana
merupakan data disagregat ekspor dan
impor industri bulanan dari tahun 2007
sampai tahun 2016 dengan kode HS level 10
digit. Data nilai tukar Indonesia dan negara
tujuan ekspor terhadap US Dollar diperoleh
dari International Monetary Fund (IMF)
yang merupakan rata-rata bulanan nilai
tukar tahun 2007 sampai dengan tahun 2016.
PDB tahunan negara tujuan ekspor
diperoleh dari World Integrated Trade
Solution (WITS). Inflasi negara tujuan dan
populasi negara tujuan ekspor diperoleh dari
World Bank dan jarak Indonesia dengan
negara tujuan ekspor diperoleh dari CEPII
database.
MODEL PENELITIAN
Variabel utama yang akan dianalisis dan
dilihat pengaruhnya terhadap ekspor adalah
nilai tukar Rupiah dengan US Dollar ketika
terjadi apresiasi dan depresiasi. Apresiasi
dan depresiasi diperoleh dengan
mengadopsi metode yang digunakan oleh
Bahmani-Oskooee dan Baek (2016) dan
Bahmani-Oskooee dan Aftab (2017a,
2017c), yaitu:
Aprt (Deprt) adalah apresiasi (depresiasi)
mata uang Indonesia-US Dollar pada waktu
ke-t, dimana merupakan jumlah parsial
ketika terjadi perubahan positif (negatif)
dari nilai tukar antara tahun ke-t dengan
tahun sebelumnya. Dikarenakan dalam
memproduksi sektor industri membutuhkan
waktu untuk proses, stok barang, logistik
dan lain-lain, maka apresiasi dan depresiasi
nilai tukar yang dilihat adalah apresiasi dan
depresiasi pada bulan sebelumnya atau t-1.
π΄πππ‘ = β βπΏππΈπ +π‘π=1 = β πππ₯(βπΏππΈπ π‘
π=1 , 0)β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦ (1)
π·ππππ‘ = β βπΏππΈπ βπ‘π=1 = β πππ(βπΏππΈπ π‘
π=1 , 0)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ (2)
10
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
11
Disini apresiasi dan depresiasi yang
diperhitungkan selain apresiasi dan
depresiasi mata uang Rupiah-US Dollar
adalah apresiasi dan depresiasi mata uang
negara tujuan ekspor terhadap US Dollar.
Hal ini dikarenakan dalam melakukan
transaksi perdagangan, baik di Indonesia
ataupun di negara tujuan ekspor, mata uang
yang digunakan adalah US Dollar.
Indonesia menerima US Dollar sebagai hasil
dari penjualan ekspor barangnya, sedangkan
negara tujuan membeli barang dan
membayarnya dalam mata uang US Dollar.
Sehingga yang mempengaruhi transaksi
perdagangan (ekspor) adalah mata uang
Rupiah dengan US Dollar dan mata uang
masing-masing negara tujuan dengan US
Dollar. Perhitungan untuk apresiasi dan
depresiasi negara tujuan hampir sama
dengan persamaan (1) dan (2) di atas, yaitu:
Variabel kontrol adalah impor komoditas
industri di Indonesia, yaitu total impor
bulanan pada level HS 2 digit. Misalkan
untuk ekspor produk HS 10 digit tertentu
dipengaruhi oleh impor komoditasnya pada
level HS 2 digit. Hal tersebut dikarenakan
sektor industri di Indonesia masih
mengandalkan impor bahan baku dan
penolong untuk memproduksi yang dapat
ditunjukkan melalui grafik impor bahan
baku dan penolong tersebut.
Impor bahan baku dan penolong untuk
sektor industri dari tahun ke tahun
menunjukkan kecenderungan meningkat.
Secara rata-rata dari tahun 1989 s.d. 2016
impor bahan baku dan penolong mencapai
74% dibandingkan dengan impor barang
modal 19% dan barang konsumsi 7%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sektor industri
di Indonesia memang sangat tergantung
kepada impor bahan baku dan penolong
dalam memproduksi. Semakin besar impor
industri di Indonesia semakin besar
kemampuan industri lokal dalam
memproduksi dan mengekspor.
GDP negara tujuan ekspor menunjukkan
kemampuan negara tujuan dalam
mengimpor barang-barang dari Indonesia.
Semakin besar GDP negara tujuan semakin
meningkat juga daya beli impornya,
π΄πππ,π‘ = β βπΏππΈπ π+π‘
π=1 = β πππ₯(βπΏππΈπ ππ‘π=1 , 0)β¦β¦β¦ (3)
π·ππππ,π‘ = β βπΏππΈπ πβπ‘
π=1 = β πππ(βπΏππΈπ ππ‘π=1 , 0) β¦.β¦ (4)
11
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
12
sehingga ekspor Indonesia menjadi
meningkat. Populasi negara tujuan yang
semakin meningkat dapat menyebabkan
permintaan atau konsumsi di negara tujuan
ikut meningkat. Inflasi menunjukkan
perubahan kenaikan harga barang yang
terjadi di suatu negara. Semakin meningkat
inflasi di negara tujuan membuat harga-
harga barang di negara tujuan menjadi
semakin mahal, sehingga permintaannya
impornya atau ekspor Indonesia meningkat.
Sedangkan jarak menentukan biaya atau
cost yang berdampak pada harga barang.
Semakin jauh jarak Indonesia dengan negara
tujuan, maka harga barang juga semakin
mahal karena biaya transportasi yang
semakin mahal. Akibatnya permintaan
ekspor dapat berkurang. Untuk variabel
waktu merupakan proxy dari harga relatif
barang domestik terhadap barang luar negeri
yang semakin lama semakin meningkat.
Variabel kontrol dalam model penelitian,
seperti GDP, inflasi, dan populasi yang
digunakan diambil dari sisi negara tujuan,
karena dari sisi domestik variabel tersebut
tidak memiliki cukup variasi. Secara ringkas
model penelitian yang digunakan adalah
model panel ekspor dengan mengadopsi
model gravitasi DellβAriccia (1999), Abidin
et al. (2013), dan Karagoz (2016) sebagai
berikut:
dimana:
Xi,j,t = ekspor dengan kode HS i ke
negara tujuan j pada bulan ke-t;
Mt = impor komoditas industri
Indonesia pada bulan ke-t;
APRINDt-1 = apresiasi Rupiah terhadap
US Dollar pada bulan ke-t-1;
DEPRINDt-1 = depresiasi Rupiah terhadap
US Dollar pada bulan ke-t-1;
APRNGRj,t = apresiasi mata uang negara
tujuan terhadap US Dollar pada bulan ke-t;
ππππ,π,π‘=πΌ0+πΌ1ππππ‘+πΌ2π΄ππ πΌππ·π‘β1+πΌ3π·πΈππ πΌππ·π‘β1+πΌ4π΄ππ ππΊπ π,π‘+
πΌ5π·πΈππ ππΊπ π,π‘+πΌ6πππΊπ·ππ,π‘+πΌ7πΌππΉππΊπ π,π‘+πΌ8πππππππΏπ,π‘+πΌ9π·πΌπππ+π+
ππ,π,π‘β¦..(5)
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 3. Impor bahan baku dan penolong, barang modal, dan komsumi (juta USD)
0.00
50 000.00
100 000.00
150 000.00
200 000.00
250 000.00
198
9
199
0
199
1
199
2
199
3
199
4
199
5
199
6
199
7
199
8
199
9
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
201
5
201
6
Barang Konsumsi Bahan Baku dan Barang Penolong Barang Modal Jumlah
ππππ,π,π‘ = πΌ0 + πΌ1ππππ‘ + πΌ2π΄ππ πΌππ·π‘β1 + πΌ3π·πΈππ πΌππ·π‘β1 + πΌ4π΄ππ ππΊπ π,π‘ +
πΌ5π·πΈππ ππΊπ π,π‘ + πΌ6πππΊπ·ππ,π‘ + πΌ7πΌππΉππΊπ π,π‘ + πΌ8πππππππΏπ,π‘ + πΌ9π·πΌπππ + π + ππ,π,π‘
β¦.. (5)
12
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
13
DEPRNGRj,t = depresiasi mata uang
negara tujuan terhadap US Dollar pada
bulan ke-t;
GDPj,t = GDP negara tujuan j pada
tahun ke-t;
INFNGRj,t = inflasi negara tujuan j
pada tahun ke-t;
POPULj,t = populasi negara tujuan j
pada tahun ke-t;
DISTj = jarak Indonesia dengan
negara tujuan j;
T = waktu
i,j,t = error term.
HASIL DAN ANALISIS
Estimasi Koefisien Fungsi Ekspor
Estimasi dari nilai koefisien fungsi ekspor
menggunakan persamaan (5). Dataset yang
akan digunakan untuk proses estimasi
merupakan unbalanced panel data dengan
observasi dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2016. Statistik deskriptif untuk fungsi
ekspor industri (dalam bentuk logaritma
natural) yang diobservasi dapat dilihat pada
tabel 1.
Peneliti menggunakan software Stata versi
12.0 dan hasil dari pengujian metode fixed
effect (FE) pada gambar 5 didapatkan
Prob>F=0.0000 lebih kecil dari alpha
(sangat signifikan secara statistik). Hal ini
menunjukkan hipotesis nol (tidak ada
individual effect) ditolak, sehingga metode
FE lebih baik dari OLS Pooled. Kemudian,
untuk menentukan mana yang lebih baik
antara metode Random Effect (RE) dan FE
digunakan pengujian Hausman seperti pada
gambar 6 dan 7.
Hasil yang diperoleh dari pengujian
Hausman pada lampiran diperoleh Prob>chi
= 0.0000, yang menunjukkan hipotesis nol
(tidak ada korelasi individual effect dengan
variabel bebas) ditolak. Dengan demikian,
metode RE tidak tepat karena individual
effect atau unobserved component
kemungkinan terkorelasi dengan satu atau
lebih variabel bebas. Dalam hal ini, metode
FE lebih baik daripada RE. Hasil estimasi
koefisien fungsi ekspor tersebut ditunjukkan
dalam tabel 2.
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa level
signifikansi pada estimator FE berbeda,
dimana semua variabel signifikan pada level
0,1% kecuali impor komoditas signifikan
pada level 1% dan variabel waktu sebagai
proxy dari harga relatif yang tidak
signifikan. Untuk jarak karena tidak
bervariasi antar waktu (time invariants) dan
metode yang digunakan adalah metode FE,
maka variabel jarak harus dikeluarkan pada
model (omitted variabel).
Selain itu, dapat dilihat bahwa peningkatan
impor sebesar 1% akan meningkatkan
ekspor industri sebesar 0,0055% (ceteris
paribus). Peningkatan GDP negara tujuan
sebesar 1% akan meningkatkan ekspor
industri sebesar 0,42% (ceteris paribus).
Peningkatan populasi di negara tujuan
sebesar 1% akan meningkatkan ekspor
sebesar 0,056% dan peningkatan inflasi di
negara tujuan sebesar 1% akan
meningkatkan ekspor sebesar 0,007%
(ceteris paribus).
Peningkatan apresiasi Rupiah dengan US
Dollar sebesar 1% akan menurunkan ekspor
13
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
14
industri sebesar 1,8% (ceteris paribus) dan
peningkatan depresiasi Rupiah dengan US
Dollar sebesar 1% akan meningkatkan
ekspor industri sebesar 1,16% (ceteris
paribus). Peningkatan apresiasi mata uang
negara tujuan dengan US Dollar sebesar 1%
akan meningkatkan impor negara tujuan
atau ekspor Indonesia sebesar 0,64% (ceteris
paribus) dan peningkatan depresiasi mata
uang negara tujuan dengan US Dollar
sebesar 1% akan mengurangi impor negara
tujuan atau ekspor Indonesia sebesar 0,8%
(ceteris paribus).
Analisis Koefisien Fungsi Ekspor
Koefisien fungsi ekspor yang didapatkan
dari estimasi sesuai dengan yang
diharapkan, kecuali waktu sebagai proxy
dari harga relatif yang tidak signifikan.
Dampak dari impor komoditas adalah positif
dan signifikan terhadap ekspor. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi impor
komoditas industri semakin meningkat
produksi industri dalam negeri, sehingga
semakin besar produksi yang dihasilkan
untuk di ekspor. Dampak dari GDP negara
tujuan juga positif dan signifikan terhadap
ekspor industri. Artinya semakin tinggi
GDP negara tujuan, semakin meningkat
daya beli dan kemampuan negara tujuan
tersebut untuk mengimpor produk industri
dari Indonesia, sehingga nilai ekspor
Indonesia semakin meningkat.
Dampak populasi negara tujuan adalah
positif dan signifikan terhadap ekspor yang
menunjukkan bahwa semakin meningkat
jumlah penduduk di negara tujuan, maka
semakin meningkat permintaan impor dari
negara tersebut. Dengan kata lain,
meningkatnya impor negara tujuan dapat
meningkatkan ekspor Indonesia. Dampak
inflasi negara tujuan adalah positif dan
signifikan terhadap ekspor. Semakin
meningkat inflasi di negara tujuan membuat
harga barang di negara tujuan menjadi
semakin mahal, sehingga meningkatkan
permintaan impor barang luar negeri di
negara tujuan atau meningkatkan ekspor
Indonesia.
Apresiasi mata uang negara tujuan dengan
US Dollar berdampak positif dan signifikan
terhadap ekspor. Ini dapat disebabkan
karena apresiasi membuat harga barang di
negara tujuan relatif lebih mahal, sehingga
mereka memilih untuk mengimpor
barangnya dari negara lain. Selain itu,
penduduk asing membeli barang impor dari
Indonesia berupa US Dollar, sedangkan
karena adanya apresiasi mata uang mereka,
membuat mereka dapat membeli US Dollar
dengan murah untuk membayar barang
impor. Sehingga kemampuan mereka akan
meningkat dalam melakukan impor atau
permintaan ekspor Indonesia di negara
tujuan akan meningkat. Begitupun
sebaliknya ketika terjadi depresiasi di
negara tujuan.
Untuk variabel utama apresiasi Rupiah
dengan US Dollar didapatkan hubungan
negatif dan signifikan terhadap ekspor
industri. Hal ini dikarenakan adanya
apresiasi membuat harga barang Indonesia
(dalam US Dollar) di luar negeri menjadi
lebih mahal dibandingkan sebelumnya,
sehingga permintaan ekspor dari negara
tujuan dapat berkurang. Semakin besar
14
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
15
apresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US
Dollar, maka ekspor industri semakin
berkurang.
Untuk depresiasi Rupiah dengan US Dollar
didapatkan hubungan positif dan signifikan
terhadap ekspor industri. Hal ini
dikarenakan adanya depresiasi membuat
harga barang kita di negara tujuan menjadi
lebih murah dari sebelumnya, sehingga
permintaan ekspor negara tujuan meningkat.
Semakin meningkat nilai depresiasi, maka
ekspor Indonesia akan semakin meningkat.
ANALISIS DAMPAK ASIMETRIS
NILAI TUKAR TERHADAP EKSPOR
Untuk melihat apakah dampak apresiasi dan
depresiasi Rupiah terhadap US Dollar
berbeda atau asimetris terhadap ekspor
industri, peneliti menggunakan Wald-test
dengan hipotesis nol H0 adalah dampak dari
apresiasi dan depresiasi simetris dan H1
adalah asimetris. Hasil pada gambar 8
menunjukkan Prob>F=0.0000 lebih kecil
dari alpha atau signifikan secara statistik.
Hal ini menunjukkan hipotesis nol ditolak
atau dengan kata lain dampak apresiasi dan
depresiasinya asimetris.
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa dampak
peningkatan apresiasi domestik sebesar 1%
akan berdampak pada penurunan ekspor
industri sebesar 1,8% (ceteris paribus) dan
peningkatan depresiasi sebesar 1% akan
berdampak pada peningkatan ekspor
industri sebesar 1,16% (ceteris paribus).
Dengan kata lain, dampak negatif apresiasi
lebih besar daripada dampak positif
depresiasinya. Elastisitas penawaran dan
permintaan ekspor saat apresiasi dan
depresiasi yang berbeda menyebabkan
adanya dampak asimetris tersebut terhadap
ekspor.
Ketika terjadi apresiasi domestik membuat
barang di Indonesia relatif lebih mahal.
Dengan adanya peningkatan harga barang di
Indonesia, negara tujuan akan merespon
peningkatan harga tersebut. Dengan adanya
persaingan di pasar internasional sedikit
kenaikan harga barang di Indonesia
membuat negara tujuan beralih ke produk
domestik di negara tujuan mereka atau
bahkan mengimpor barang dari negara lain.
Akibatnya permintaan ekspornya lebih
elastis ketika apresiasi domestik. Sedangkan
karena industri Indonesia banyak
mengimpor bahan baku mereka melihat
barang impor lebih murah, sehingga
peningkatan penawarannya kurang elastis
atau elastisitasnya lebih kecil karena mereka
berupaya menghindari risiko akibat
permintaan ekspor yang berkurang.
Akibatnya apresiasi domestik berdampak
mengurangi ekspor lebih besar karena
permintaan ekspornya yang menurun lebih
elastis.
Ketika terjadi depresiasi domestik membuat
barang di dalam negeri lebih murah,
sehingga permintaan ekspor di negara tujuan
meningkat. Akan tetapi, apabila terjadi
persaingan di pasar internasional
mengakibatkan elastisitas peningkatan
permintaan ekspornya lebih kecil
dibandingkan ketika terjadi apresiasi
domestik. Sedangkan karena barang di luar
negeri relatif lebih mahal dan karena industri
Indonesia banyak mengimpor bahan baku,
industri melihat barang impor menjadi lebih
15
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
16
mahal. Hal tersebut mengakibatkan
penawaran ekspornya menjadi lebih elastis
dalam merespon depresiasi dibandingkan
elastisitas permintaan ekspor ketika
apresiasi. Oleh karena itu, ketika depresiasi
domestik dampak meningkatkan ekspornya
lebih sedikit karena penawaran ekspornya
lebih elastis dibandingkan permintaannya.
KESIMPULAN
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini
didapatkan bahwa impor komoditas industri,
GDP negara tujuan, populasi negara tujuan,
apresiasi mata uang negara tujuan, dan
inflasi negara tujuan memberikan dampak
yang signifikan positif terhadap ekspor
industri Indonesia. Sedangkan depresiasi
mata uang negara tujuan memberikan
dampak yang signifikan negatif terhadap
ekspor industri Indonesia.
Hasil utama diperoleh bahwa apresiasi mata
uang domestik dapat mengurangi ekspor
industri dan depresiasi meningkatkan ekspor
industri, dimana dampak keduanya berbeda
(asimetris) terhadap ekspor industri.
Dampak negatif apresiasi lebih besar
daripada dampak positif depresiasinya.
Ketika apresiasi domestik permintaan
ekspornya lebih elastis karena adanya
persaingan di pasar internasional yang
membuat negara lain beralih ke produk
domestik di negara tujuan mereka atau
bahkan mengimpor barang dari negara lain
dan penawarannya kurang elastis atau
elastisitasnya lebih kecil karena upaya
menghindari risiko akibat permintaan
ekspor yang berkurang meskipun harga
barang impor lebih murah. Sedangkan
ketika depresiasi karena persaingan di pasar
internasional mengakibatkan elastisitas
peningkatan permintaan ekspornya lebih
kecil dibandingkan ketika terjadi apresiasi
domestik. Selain itu, penawaran ekspornya
menjadi lebih elastis karena industri melihat
barang impor menjadi lebih mahal yang
dapat meningkatkan biaya produksi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam
meneliti pengaruh kebijakan perdagangan,
baik yang berlaku di dalam negeri maupun
di negara tujuan ekspor seperti tarif bea
keluar ataupun tarif bea masuk yang berlaku
di negara tujuan ekspor, perjanjian
perdagangan bilateral atau perdagangan
dalam suatu kawasan tertentu seperti AFTA,
AC-FTA dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, I.S.H., et al (2013). The
Determinant of Exports between
Malaysia and the OIC Member
Countries: A Gravity Model
Approach. Procedia Economics and
Finance 5, 12-19.
Adam, P., et al (2017). A Model of the
Dynamic of the Relationship between
Exchange Rate and Indonesiaβs
Export. International Journal of
Economics and Financial Issues 7(1),
255-261.
Arize, A.C., et al. (2017). Do exchange rate
changes improve the trade balance:
An Asymmetric Nonlinear
Cointegration Approach.
International Review of Economics
and Finance 49, 313-326.
16
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
17
Bahmani-Oskooee M. dan Baek, J. (2016).
Do exchange rate changes have
symmetric or asymmetric effects on
the trade balance? Evidence from
U.S.βKorea commodity trade Small.
Journal of Asian Economics 45, 15-
30.
aBahmani-Oskooee M. dan Aftab, M.
(2017). Asymmetric effects of
exchange rate changes on the
Malaysia-China Commodity Trade.
Economic Systems.
bBahmani-Oskooee M. dan Aftab, M.
(2017). Asymmetric effects of
exchange rate changeson the
Malaysia-EU trade: evidence from
industry data. Empirica 44, 339-365.
cBahmani-Oskooee M. dan Aftab, M.
(2017). Malaysia-EU trade at the
industry level: Is there an asymmetric
response to exchange rate volatility?
Empirica.
dBahmani-Oskooee M. dan Aftab, M.
(2017). On the asymmetric effects of
exchange rate volatility on trade
flows: New evidence from US-
Malaysia trade at the industry level.
Economic Modelling 63, 86-103.
Bahmani-Oskooee M. dan Halicioglu, F.
(2017). Asymmetric effects of
exchange rate changes on Turkish
bilateral trade balances. Economic
Systems 41, 279-296.
Caglayan, M. dan Demir, F. (2013). Firm
productivity,exchange rate
movements, source of finance, and
export orientation. World
Development 54, 204-219.
Cheung, YW. dan Sengupta, R. Impact of
exchange rate movements on exports:
An analysis of Indian non-financial
sector firms. Journal of International
Money and Finance 39, 231-245.
De Grauwe, P. (1988). Exchange Rate
Variability and the Slowdown in
Growth of International Trade. Staff
Papers (International Monetary
Fund) 35 (1), 63-84.
Fang, W.S., Lai, Y., dan Miller, S. M.
(2006). Export Promotion through
Exchange Rate Changes: Exchange
Rate Depreciation or Stabilization?
Southern Economic Journal 72 (3),
611-626.
Fountas, S. dan Aristotelous, K. (2005). The
impact of the exchange rate regime on
exports: Evidence from the European
monetary systems. Journal of
Economic Integration 20(3), 567-589.
Hooy, C. W., et al (2015). The impact of the
Renminbi real exchange rate on
ASEAN disggregated exports to
China. Economic Modelling 47, 253-
259.
Karagoz, K. (2016). Determining Factors of
Turkeyβs Export Performance:an
Empirical Analysis. Procedia
Economics and Finance 38, 446-457.
Kemal, M.A. dan Qadir, U. (2005). Real
exchange rate, exports, and imports
movements: A trivariate analysis. The
Pakistan Development Review, 44(2),
177-195.
Nyeadi, J.D., et al. (2014). The impact of
exchange rate movement on export:
Empirical evidence from Ghana.
17
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
18
International Journal of Academic
Research in Accounting, Finance, and
Management Sciences 4(3), 41-48.
Sharma, K. (2003). Factors determining
Indiaβs export performance. Journal
of Asian Economics 14, 435-446.
18
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
19
Tabel 1. Statistik Deskriptif Fungsi Ekspor (2007 s.d. 2016)
Variable Mean Std.Dev. Min Max Observations
X 9.555401 3.010892 -5.521461 22.08772 2816388
M 22.64156 0.7976239 20.61756 24.29695 9167907
APRIND-1 0.0062436 0.123481 0 0.0721154 9123299
DEPRIND-1 -0.0092559 0.174132 -0.1531329 0 9123299
APRNGR 0.0066353 0.011655 0 0.1294023 6465192
DEPRNGR -0.0078894 0.0153056 -0.649233 0 6469100
GDP 27.04038 2.047165 17.11247 30.55252 8610969
POPUL 6.031369 0.9733145 4.751862 10.86387 8742163
INFNGR 3.461509 87.92555 -35.83668 24411.03 8498391
T 201198.3 269.7565 200701 201612 9167907
DIST 8.717984 0.8054622 6.194654 9.892039 9136635
Tabel 2. Hasil Estimasi Fungsi Ekspor
19
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
20
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional
Sumber : (Salvatore, 1997)
Gambar 6. Kurva Perdagangan Internasional
Gambar 6 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional
harga di Indonesia sebesar PI sedangkan di Uni Eropa sebesar PU. Penawaran di
pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PI
sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional
lebih rendah dari PU. Pada saat harga internasional sama dengan PI atau PU maka
tidak terjadi perdagangan internasional. Apabila harga internasional lebih besar
dari PI maka terjadi excess supply (ES) di Indonesia dan apabila harga
internasional lebih rendah dai PU maka terjadi excess demand (ED) di Uni Eropa.
Dengan demikian, dari keseimbangan di Indonesia dan keseimbangan di Uni
Eropa akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar internasional, dimana
perpotongan antara kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar
internasional yaitu sebesar P.
2.3.2 Teori Permintaan Ekspor
Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang
mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih
antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau
P
Indonesia Uni Eropa
Harga Harga
PI
PU ES
ED Du
Di
Su
Si Ekspor
Impor
Harga
Gambar 2. Dampak Apresiasi Rupiah-US Dollar terhadap Ekspor
P1
QD1 QS1
QS2
QD2
QDW
QDW*
QD2*
S1
ES
ED
ED*D2D2*
D1
S2
Indonesia Dunia NegaraTujuan
ES*
S1*
QS1*
D ESaprD EDapr
20
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
21
Gambar 4. Dampak Asimetris karena Depresiasi (atas) dan Apresiasi (bawah)
terhadap Ekspor
P1
QD1
QS1
QS2 QD2
QDW
QDW*
QS1*
QD2*
S1S1*
ES
ES*
ED
ED*
D2
D2*
D1
S2
Indonesia Dunia NegaraTujuan
D ESdepr D EDdepr
P1
QD1 QS1
QS2
QD2
QDW
QDW*
QD2*
S1
ES
ED
ED*D2D2*
D1
S2
Indonesia Dunia NegaraTujuan
ES*
S1*
QS1*
D ESaprD EDapr
Gambar 3. Dampak Depresiasi Rupiah-US Dollar terhadap Ekspor
P1
QD1
QS1
QS2 QD2
QDW
QDW*
QS1*
QD2*
S1S1*
ES
ES*
ED
ED*
D2
D2*
D1
S2
Indonesia Dunia NegaraTujuan
D ESdepr D EDdepr
Gambar 5. Regresi FE
21
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020
22
Gambar 6. Regresi RE
Gambar 7. Pengujian Hausman FE-RE
Gambar 8. Wald-Test Asimetris Apresiasi dan Depresiasi
22
Jurnal Kebijakan Ekonomi, Vol. 16, Iss. 1 [2020], Art. 5
https://scholarhub.ui.ac.id/jke/vol16/iss1/5
23
23
Welldy and Widyawati: Pengaruh Asimetris Nilai Tukar terhadap Ekspor: Kasus Ekspor Industri Indonesia Tahun 2007-2016
Published by UI Scholars Hub, 2020