Post on 25-Jul-2021
i
Penamaan Laut dan Samudera
Tata cara dan Implementasinya
Diterbitkan oleh:
PUSAT HIDROGRAFI DAN OSEANOGRAFI TNI AL
JAKARTA
2019
ii
Perpustakaan Nasional RI: Katalog DalamTerbitan (KDT)
Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL
Penamaan Laut dan Samudera, Tata cara dan Implementasinya
Editor: Dyan Primana S, ___Jakarta, Pushidrosal, 2019
v + 31 hal, 13 cm
ISBN: 978-602-51221-3-2
1. Judul 1. Dyan Primana S.
Penamaan Laut dan Samudera Tata cara dan Implementasinya
Pengarang: Harjo Susmoro
Editor:
Dyan Primana S.
Perancang Isi: Rudy Salam
Desain Kover:
Untung Sugiarta
Foto Kover:
Peta NKRI dan KRI
(Sumber: Dokumentasi Pushidrosal, 2017)
Cetakan Kedua: Oktober 2019
Penerbit:
Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL
Jl. Pantai Kuta V No. 1 Ancol Timur Jakarta
Telp. 62-21-64714810 Fax: 62-21-64714819
www.pushidrosal.id
infohid@pushidrosal.id
Kata Pengantar
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta, kecuali mencantumkan identitas pemegang hak cipta.
iii
Kata Pengantar
Sebagai Negara kepulauan terbesar di
dunia yang berbatasan langsung dengan 10
negara lain, serta ditinjau dari sisi geografis
sebagian besar wilayah Indonesia merupakan
lautan dan mengandung posisi strategis, baik
dari aspek pertahanan, keamanan, politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Indonesia juga berada di persimpangan dunia,
di antara dua benua dan dua samudera. Letak
strategis ini menjadikan Indonesia penting bagi Negara manapun yang
hendak membangun hubungan internasional dan regional. Sebagai
negara kepulauan, Indonesia memiliki cukup banyak laut dan selat yang
memiliki keterkaitan dengan laut serta selat lain di kawasan Asia. Dari
jumlah tersebut, ada sejumlah laut dan selat yang dianggap sebagai
lokasi strategis jalur pelayaran. Dengan kepemilikan selat yang banyak,
dan beberapa sangat strategis maka kita jadi barometer kawasan dan
kunci stabilitas kawasan.
Seluruh alur pelayaran dunia yang melalui jalur strategis di
wilayah perairan yurisdiksi Indonesia akan dipergunakan sebagai
pendekatan diplomasi terkait dengan peran strategis bangsa Indonesia.
Buku ini akan berupaya menjelaskan bagaimana aturan-aturan
dalam pemberian nama laut dan atau nama-nama geografi baik di
permukaan maupun di dasar laut. Peran lembaga hidrografi suatu negara
sangat penting dalam penamaan laut ini Karena hal tersebut sangat
berguna bagi pembuatan peta laut serta informasi-informasi dan
publikasi nautika lainnya yang bermanfaat bagi keselamatan navigasi.
Dalam pemberian nama laut tidak terkait dengan batas maritim suatu
Negara dan adalah hak sebuah negara berdaulat untuk memberikan
nama bagi laut, selat dan teluk yang berada di perairan yurisdiksinya.
Dengan penuh harapan buku ini ditulis untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang penamaan Laut, sehingga dapat
iv
memberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat Indonesia.
Akhirnya dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, semoga
melalui terbitnya buku ini dan meberikan bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Oktober 2019
Kepala Pushidrosal,
Drs. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos.,S.H., M.H.
Laksamana Muda TNI
v
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
1. Pendahuluan 1
2. Penamaan Laut Berdasarkan Ketentuan Internasional 3
3. Praktek Nasional Dalam Penamaan Laut Natuna 12
4. Mengapa Harus Lau tNatuna Utara 19
5. Penutup 25
Daftar Pustaka 30
1
1. Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara
kepulauan atau negara nusantara (Archipelagic State) terbesar di dunia
yang memiliki 17.504 Pulau1, secara geografis terletak pada posisi
silang dunia yaitu diantara dua benua dan dua samudera, dengan posisi
geografis demikian menyebabkan laut diantara pulau-pulau menjadi alur
laut strategis bagi lalu lintas pelayaran internasional sebagaiSea Lines
Of Communications (SLOCS) / Sea Lines Of Oil Trade (SLOT) bagi
para pengguna laut yang berada di keduakawasan tersebut. Kondisi
demikian memberikan konsekuensi logis bagi Indonesia untuk
memberikan jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan
Indonesia, sehingga menjadi perhatian dan kepentingan dunia
mengingat semakin meningkatnya perdagangan melalui laut (seaborne
trade).
Untuk memberikan jaminan keselamatan navigasi pelayaran di
peraiaran Indonesia, Pushidrosal sebagai Lembaga hidrografi nasional
di Indonesai yang mempunyai tanggungjawab terhadap keselamatan
navigasi pelayaran ,elalui penyediaan data-data hidro-oseanografi
dengan menerbitkan peta laut maupun Electronic Navigational Charts
1 Undang-undang Repubik Indonesia No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yangditerangkan pada Penjelasan disebutkan bahwa jumlah pulau adalah 17.508 pulauyang berada dibawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan keputusan The International Court ofJustice (ICJ) pada tanggal 17 Desember 2002 yang menyatakan bahwa Kedaulatan atas PulauLigitan dan Pulau Sipadan dimiliki oleh Malaysia. Disamping itu sebagai akibat dari diakuinya olehMajelis Permusyarakatan Rakyat Republik Indonesia atas hasil pelaksanaan penentuan pendapatyang diselenggarakan di Timor Timur tanggal 30 Agustus 1999 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsasesuai dengan persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal mengenaimasalah Timor Timur, serta tidak berlakunya lagi Ketetapan Majelis Permusyarakatan RakyatRepublik Indonesia Nomor VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga lepasnya Provinsi Timor Timur menajdiNegara yang berdaulat yaitu Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) maka secara politis PulauYako dan Pulau Atauro (Pulau Kambing) masuk Negara RDTL , oleh sebab itu jumlah pulau diRepublik Indonesia berkurang 4 (empat) pulau menajdi 17.504 pulau.
2
(ENC) serta publikasi nautika lainnya tentu saja sangat berkepentingan
dalam penamaan laut dan samudera khususnya sebagai salah satu
informasi pada peta laut dan ENC serta produk-produk nautika lainnya.
Pentingnya penamaan laut dan samudera serta nama-nama toponimi
sangat diperlukan untuk mendukung kepentingan keselamatan navigasi
pelayaran. Kapal yang sedang melaksanakan navigasi harus aman dan
efisien. Untuk tujuan ini, informasi bahari, seperti peta laut, berita
pelaut, kepanduan bahari dan data untuk mendukung jaminan
keselamatan navigasi harus akurat serta mutakhir, sehinggabermanfaat
bagi perdagangan melalui jalur laut dan kegiatan kelautan lainnya.
Karena navigasi merupakan kegiatan internasional, perlu adanya sarana
untuk mengkoordinasikan kerja kantor hidrografi dan standarisasi
produk untuk memberikan layanan serta jaminan keselamatan navigasi
bagi para pelaut di seluruh dunia.
Penamaan laut dan samudera ditetapkan sesuai dengan aturan
standar International Hydrographic Organization (IHO) S-23 Limitis
Seas and Oceans, dengan tujuanagar tidak terjadi keragu-raguan bagi
para pengguna laut dalam bernavigasi. Saat ini standar batas laut dan
samudera yang masih berlaku adalah S23 edisi ke-3 tahun 1953. Pada
edisi itu belum semua nama-nama laut, selat dan teluk di Indonesia
masuk di dalam daftar pada pubikasi tersebut. Implikasi jika tidak
ditetpkan batas-batas laut akan menjadikan kebingungan serta keragu-
raguan bagi pengguna laut dalam berlayar. Di sisi lain penetapan batas
laut dan samudera ii tidak berkaitan dan tidak berhubungan dengan
batas negara, namun demikian isu batas laut dan samudera ini sangat
sensitive, sehingga dalam pembahasan S-23 edisi ke-4 sampai saat ini
3
tertunda karena ada isu terkait dengan penaaan laut beberapa negara
anggota IHO yang berdampingi belum ada kesepakatan.
Penamaan fitur geografis, merupakan salah satu informasi bahari,
hal ini sederhana bila berada di wilayah laut territorial sebuah negara
berdaulat. Negara tersebut dapat menentukan nama lautnya dengan
caranya sendiri2. Dalam penamaan laut ini bagaimanapun juga harus
menjaga agar ada keseragaman penyebutan dalam peta laut dan
dokumen-dokumen publikasi nautika lainnya.Untuk memberikan nama
fitur geografis, mungkin tidak sesederhana itu, jika berhubungan dengan
lebih dari satu negara yang mempunyai laut berdampingan. Jika negara
yang bersangkutan mengklaim nama mereka sendiri, mungkin timbul
perselisihan di antara negara tersebut dan bahkan juga tidak
memberikan kenyamanan bahkan resiko bagi para pelaut.
2. Penamaan Laut Berdasarkan Ketentuan Internasional.
a. Sejarah singkat International Hydrographic Organization
(IHO).3
Pada tahun 1912, Ingénieur hydrographe M.J. Renaud
menyuarakan sangat keras pada pertemuan International Maritime
Conference, di St. Petersburg, tentang pentingnya kerjasama di
bidang pembuatan peta laut dan publikasinya untuk mendukung
kepentingan keselamatan navigasi. Pada bulan April 1919,
hidrografer Perancis dan Inggris mempunyai gagasan melalui
British hidrografer mengajukan proposal resmi untuk
2 Nohyoung PARK, -, International Norms on the naming of features common to two or moreStates, hal.13 IHO, 2005, The History Of The International Hydrographic Bureau, 2nd eddition
4
menyelenggarakan Konferensi Hidrografi Internasional pertama di
dunia yang diselenggarakan di London kepada Kerajaan Inggris.
Pada Konferensi Hidrografi Internasional disetujui untuk
dibentuk Biro Hidrografi Internasional atau disebut International
Hydrographic Bureau (IHB). Pada tahun 1921 disetujui anggaran
dasar yang dibuat oleh negara-negara pendiri. Pada tanggal 21
Juni 1921 terbentuklah organisasi hidrografi internasional dengan
anggotanya sejumlah 18 negara, yaitu: Argentina, Belgium, Brazil,
British Empire (UK and Australia), Chile, China, Denmark,
France, Greece, Japan, Monaco, Netherlands, Norway, Peru,
Portugal, Siam (Thailand), Spain and Sweden. Italy, Egypt dan
USA bergabung ke IHB pada awal tahun 1922.
Markas IHB berada di Monaco sejak disetujuinya oleh HSH
Prince Albert I, sebagai tuan rumah dari IHB, pada January 1931,
yang beralamat di No. 7 of President J.F. Kennedy Avenue.
Namun demikian pada akhir tahun 1996, markas IHB dipindahkan
ke lantai atas 4 Quai Antoine Ier, berada di seberang pelabuhan
Monaco.
Pada tanggal 18 Oktober 1951 Indonesia diterima secara
resmi masuk menjadi anggota IHO. Pada Konferensi IHO ke XIV
(1992) pernah ikut serta dalam pemilihan Directing Committee
IHB yaitu Mr. Katopo. Bersama-sama UK, Italia, Kanada,
Yunani, USA, dan Yugoslavia.
5
b. Publikasi IHO no. 23 Limits Oceans and Seas.
Sejak berdirinya IHO telah menerbitkan beberapa publikasi
terkait dengan standar dan informasi hidrografi untuk kepentingan
survei hidrografi, pembuatan peta laut dan keselamatan pelayaran.
Pada tahun 1928,IHO menerbitkan pedoman "Limits Oceans and
Seas" sebagai Publikasi Khusus No. 23. Publikasi ini diproduksi
untuk menentukan batas-batas dan nama-nama laut internasional.
Usulan nama dan batas laut diterima secara resmi pada tahun 1929
saat konferensi IHO. Ini adalah pertama kalinya lautan diberikan
nama dengan batas-batasnya untuk 58 samudera dan laut, yang
terdiri dari 6 samudera, 26 laut dan 13 teluk. Oleh karena itu
publikasi tersebut memiliki otoritas tinggi dalam produksi peta
terkait dengan batas demarkasi dan penamaan lautan. Sementara
itu jumlah perairan telah meningkat dengan jelas. Rancangan
untuk edisi baru tahun 2002 telah menunjukkan 154 samudera dan
lautan4.
Penamaan laut dan batas-batasnya sebenarnya dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan bagi kantor hidrografi (lembaga
hidrografi) ketika akan menerbitkan Kepanduan Bahari, Berita
pelaut (NtM) dan publikasi nautika lainnya. Sehingga dapat
meyakinkan bahwa publikasi yang dimaksud memiliki maksud
nama laut atau samudera yang sama. Oleh sebab itu penamaan
laut dan batas-batasnya tidak memiliki arti penting secara politik
sampai kapanpun juga. Namun demikian perkembangan
4 IHO,2002, Draft S-23 Limits and Ocean 4th edition
6
situasilingkungan strategi saat ini dalam menamaan laut dan
batas-batasnya sudah masuk ke dalam ranah politik, sebagai
contohnya pada penamaan laut Jepang oleh negara Jepang (Japan
Sea) dan Laut Timur oleh Jepang dan Republik Korea (East Sea).
Setelah edisi pertama S-23 terbit, ada beberapa saran untuk
perbaikan edisi tersebut sehingga terbitlah edisi kedua pada tahun
1937. Kemudian pada tahun 1953 diterbitkan edisi ketiga yang
menyebutkan total 102 fitur maritim. Sejalan dengan
perkembangan waktu, edisi ketiga perlu ada revisi, mengingat
sudah ada banyak perubahan sejak saat itu serta ada kebutuhan
mendesak untuk edisi baru. Konsep untuk edisi keempat telah
diproduksi pada tahun 1986 dan 2002, namun gagal untuk
diterima karena ada perbedaan nama penyebutan laut oleh dua
negara yang berbatasan, sehingga masuk keranah politik,
contohnya adalah antara Jepang dan Republik Korea, yang
mempermasalahkan nama Laut Jepang (Japan Sea) atau Laut
Timur (East Sea).
Di dalam S23 terdapat nama-nama Laut dan Samudera di
duniayang telah dibagi untuk tujuan administratif ke dalam
sepuluh zona utama. Zona ini tidak harus sesuai dengan wilayah
laut yang telah ada dan sesuai dengan area kompleks tertentu,
seperti Laut Tengah dan Laut Hitam; Dan Laut Cina Selatan dan
Laut Kepulauan Timur telah diberi wilayah sendiri.
Kesepuluh zona tersebut adalah :
1) Samudera Atlantik Utara dan laut-laut disekitarnya.
2) Laut Baltik dan laut-laut disekitarnya.
7
3) Wilayah Mediterania dan laut-laut disekitarnya.
4) Samudera Atlantik Selatan dan laut-laut disekitarnya.
5) Samudera Hindia dan laut-laut disekitarnya.
6) Laut Cina Selatan dan Laut Kepulauan Timur dan laut-
laut disekitarnya.
7) Samudera Pasifik Utara dan laut-laut disekitarnya.
8) Samudera Pasifik Selatan dan laut-laut disekitarnya.
9) Samudra Arktik dan laut-laut disekitarnya.
10) Samudra Selatan dan laut-laut disekitarnya.
Penamaan umum wilayah laut, digunakan bahasa Inggris
untuk nama "Samudera" dan "Laut". Penamaanwilayah seperti
selat, teluk dan alur sempit juga menggunakan Bahasa Inggris
terutama pada daerah perairan yang dikelilingi oleh lebih dari satu
negara dan bahasa nasional telah digunakan pada kawasan ini.
Bila ada perselisihan dalam penggunaan nama, maka
diupayakan untuk mencapai kesepakatan dengan suara bulat,
namun jika tidak memungkinkan maka merujuk pada IHO
Technical Resolution A4.2, (1974)yaitu bila dua atau lebih nama
diindikasikan untuk fitur, maka kartografer dapat menentukan
nama atau nama yang akan digunakan. Sementara itu praktik
internasional untuk penamaan samudera dan laut ditunjukkan
dalam publikasi S-23, dalam beberapa kasus praktik nasional
mungkin berbeda.
Pada penulisan ini juga dijelaskan tentang apa yang
dimaksud dengan fitur maritim permukaan,yaitu: entitas yang
8
terdiri dari satu atau lebih bagian perairan yang berdampingan,
dinamai dan digambarkan sebagai satu kesatuan5. Entitas
semacam ini mungkin menerima satu nama dan penggambaran
untuk berbagai alasan yang mungkin bersifat hidrografi, budaya,
ekologis, atau mungkin didasarkan pada konfigurasi daratan di
sekitarnya. Penggambaran Fitur Maritim Permukaan dapat
mewakili hubungan konseptual dari fitur maritim permukaan yang
sudah mempunyai sebelumnya (misalnya Salish Sea, Parry
Channel) atau dapat mengidentifikasi pembagian fitur yang lebih
besar (Laut Labrador). Fitur batimetri, serta batuan atau pulau
kecil yang memisahkan permukaan dalam kondisi air rendah,
bukanlah fitur maritim permukaan. Fitur maritim permukaan
berbeda dengan fitur-fitur bawah laut. Fitur bawah laut adalah
bagian dasar laut atau dasar laut yang memiliki bentuk terukur
atau dibatasi oleh bentuk dan terendam pada air surut terendah (di
bawah chart datum).
Penamaan Surface Maritime Features(penamaan laut dan
samudera) ditujukan untuk keperluan pemetaan dan deskripsi pada
publikasi nautika untuk kepentingan keselamatan navigasi. Hal
tersebut ditetapkan dengan tanpa mengurangi hak kedaulatan
negara dan tidak dapat ditafsirkan sebagai pernyataan, posisi atau
pengakuan apapun sehubungan dengan klaim mengenai batasan,
zona maritim dan yurisdiksi sebuah negara. Oleh sebab itu seperti
telah diuraikan di atas, batas untuk beberapa nama laut dan
5 - , 2014, Principles For The Naming Of Undersea And Surface Maritime Features, hal. 1
9
samudera telah digambarkan oleh IHO melalui publikasi S-23
IHO (saat ini yang masih berlaku adalah S-23 edisi ketiga tahun
1953).Pada prinsipnya dalam menetapkan nama laut dan
samudera itu tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh ketentuan internasional, yaitu:IHO/IOC
Standardization of Undersea Feature Names, Bathymetric
Publication No.6; The IHO Technical Resolutions A4.2 and A4.3;
the Geographical Names Board of Canada (GNBC) Principles
and Procedures for Geographical Naming; and the Limits of
Oceans and Seas, IHO Special Publication No. 23, 1953.
Namun, jika suatu negara dalam menetapkan nama-nama
laut dan samudera terjadi ketidaksesuaian, maka diharapkan dapat
mempertimbangkan publikasi dan resolusi teknis yang disebutkan
internasional di atas. Nama yang telah digunakan selama
bertahun-tahun pada peta dapat diterima. Tentunya setiap negara
mengharapkan bahwa nama yang berlaku di dalam laut
teritorialnya diakui oleh negara-negara lain.
Pada The IHO Technical Resolutions A4.2 disebutkan
bahwadisarankan agar di mana dua atau lebih negara berbagi fitur
geografis tertentu (seperti, misalnya, teluk, selat,alur atau
kepulauan) dengan nama yang berbeda, maka negara-negara
tersebut harus berusaha mencapai kesepakatan mengenai
penetapan satu nama untuk fitur tersebut. Jika negara-negara itu
memiliki bahasa resmi yang berbeda dan tidak dapat menyetujui
bentuk nama yang umum, sebaiknya nama masing-masing bahasa
yang bersangkutan harus diterima untuk digunakan pada peta
10
lautdan publikasi nautika lainnya kecuali alasan teknis jika harus
digambarakan pada peta sekala kecil, contohnyaEnglish Channel
/ La Manche.
Gambar 1 : Ilustrasi nama-nama laut yangmerupakan bagian dari
Samudera Atlantik bagian Utara6
Gambar-1 mengilustrasikan nama Selat Inggris atau disebut
dengan English Channel menurut Bahasa Inggris, namun
demikian negara Perancis menyebutnya dengan nama La Manche.
Kedua nama tersebut disebutkan dengan mengutamakan nama
umum dengan menggunakan Bahasa Inggris yaitu English
Channel yang selanjutnya diikuti oleh nama penyebutan dengan
menggunakan Bahasa Perancis di bawahnya dengan memberikan
tanda “(..)” pada La Manche. Praktek demikian telah juga
6 IHO, 2002, Draft IHO Publication S.23 “Limits Oceans and Seas”, hal.1-10
11
disebutkan pada Publikasi IHO S-23 Limits Oceans and Seas
edisi ketiga tahun 1953.Perlu dicatat bahwa English Channel dan
La Manche berada pada wilayah perairan yang berbatasan antara
Inggris dan Perancis.
Penaman laut dapat dibedakan menjadi beberapa kategori
dari cara memberikan namanya. Menurut F. Ormeling dalam
Journal of Geography Education menyebutkan bahwa hampir
semua nama-nama laut dapat dikategorikan ke dalam beberapa
kategori, antara lain7 : nama laut berdasarkan arah cardinal (utara,
timur, selatan dan barat), nama wilayah (Caspians adalah contoh
di Eropa), nama orang (pada umumnya menggunakan nama
penemunya, sebagai contoh Aegean Sea yang ditemukan oleh
Aegeus raja Yunani), nama tempat (namanya yang digunakan kota
contohnya Selat Makasar), atribut (laut yang mempunyai warna
sebagai akibat dari pengaruh lumpur, ganggang ataupun
mikroorganisame lainnya, misalnya Laut Merah), nama sungai
(aliran sungai mengalir ke laut tersebut dari hilir ke hulu), nama
yang berbatasan dan nama negara (Laut Jepang). Semua kategori
itu tidak hanya diaplikasikan untuk penamaan laut, Karena tidak
ada ukurun standar luasan untuk perairan yang bisa disebut laut.
Namun kita tahu dalam hirarki penyebutan perairan dalam
samudera, laut, lalu teluk. Akan tetapi ada juga luas laut yang
lebih sempit dari pada teluk, yaitu contohnya Teluk Meksiko atau
Teluk Bengal.
7F. Ormeling, 2002, Sea Names Categories and Their Implications. Hal. 1
12
3. Praktek Nasional dalam Penamaan Laut Natuna.
Laut Natuna adalah laut yang dibatasi oleh garis yang
menghubungkan pantai timur laut Sumatera, Pulau Karimun Kecil,
Pulau Pemping, Pulau Batam, Pulau Pulau Bintan, selanjutnya
dihubungkan dengan garis pangkal kepulauan Indonesai yang terhubung
dari di Tanjung Berakit, Pulau Damar, Pulau Mangkai, Gosong Nanas,
Pulau Sekatung, Pulau Senua, Pulau Subi Kecil Tanjung Datu, ke pantai
barat Pulau Kalimantan, Pulau Belitung dan Pulau Bangka (Gambar 2)8.
Sayangnya batas Laut Natuna sampai dengan saat ini belum resmi
masuk kedalam Publikasi IHO S23, Karena publikasi IHO S 23 edisi
keempat belum disepakati untuk diterbitkan.
Gambar 2 : Ilustrasi batas Laut Natuna
8 Ibid, hal. 6-12
13
Sementara itu berdasarkan Publikasi IHO S.23 Limits Oceans and
Seas edisi ketiga tahun 1953, yang masih berlaku sampai dengan saat ini
menyebutkan batas-batas Laut Cina Selatan masuk sampai masuk
perairan kedaulatan Indonesia, batas selatannya adalah pantai barat Pulau
Kalimantan, Pulau Belitung dan Pulau Bangka, pantai timur Pulau
Kalimantan, Pulau Karimun Kecil, Pulau Pemping, Pulau Batam dan
Pulau Bintan.9 (Gambar 3)
Gambar 3 : Ilustrasi area Laut Cina Selatan (No. 49), sesuai Publikasi
IHO S-23 edisi ketiga tahun 195310
Dari dokumen-dokumen yang ada, nama laut Natuna sebenarnya
belum ada, namun pada Peta laut No. 147 edisi bulan Maret 1929 yang
edisi pertamanya adalah pada tahun 1909 diterbitkan oleh Manisterie
Van Marine, Afdelling Hydrographie (Departemen Angkatan Laut,
9 IHO, 1953, Publication S-23 Limits of Oceans and Seas, hal.30.10 Ibid, sheet 1
14
Departemen Hidrografi, Belanda) nama Natuna dituliskan sebagai Zuid
Natoena Eilanden (Kepulauan Natuna Selatan) berada di sebelah barat
Pulau Subi Besar dan Groot Natoena Eilanden ( Kepulauan Natuna
Besar) berada disebelah barat Pulau Bunguran Besar (Pulau Natuna).
Laut Cina Selatan tertulis sebagai Zuid Chineesche Zee (Laut Cina
Selatan) yang berada di antara Kepulauan Bunguran Besar dan
Kepulauan Natuna Selatan.(Gambar : 4)
Gambar 4 : Ilustrasi penyebutan Laut Cina Selatan pada Peta laut No.
147 edisi tahun 1929
Perjuangan bangsa Indonesia yang tidak mengenal lelah dalam
memperjuangkan konsep negara kepulauan pada konferensi-konferensi
Hukum Laut Internasional telah membuahkan hasil hingga akhirnya
konsepsi negara kepulauan mendapat pengakuan Internasional pada
tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica. Pata hari itu
15
ditandatanganinya United nation Cenvention on the Law of the Sea
(UNCLOS) oleh 159 negara, yang kemudian berlaku pada tanggal 14
November 1994 melalui ratifikasi yang dilakukan oleh 158 negera di
seluruh dunia11. UNCLOS 1982 diratifikasi oleh Republik Indonesia
melalui Undang-undang RI no. 17 tahun 1985.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang
(Perpu ) No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, ketentuan tentang
laut wilayah Indonesia selebar 12 mil laut dari garis pangkal lurus resmi
ditetapkan seiring dengan upaya memperjuangkan Indonesia sebagai
negara kepulauan. Saat itu masih ada kantung Natuna yang masih
terbuka
Gambar 5 : Batas perairan Indonesia berdasarkan Perpu. No.4 tahun
1960 tentang Perairan Indonesia
Disahkannya UNCLOS 1982 telah membawa warna baru bagi
Indonesia, salah satunya dengan diakuinya Indonesia sebagai negara
kepulauan. Menurut UNCLOS 1982 pasal 47 ayat 1 yang menyebutkan
11 Marsetio, 2016, Kesadaran Baru, Biografi Laksamana TNI Dr. Marsetio, hal. 8
16
bahwa sebagai negara kepulauan berhak menarik garis pangkal lurus
kepulauan.Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan bahwa dalam menarik
garis pangkalnya tidak boleh melebihi 100 mill laut, kecuali hingga 3%
seluruh dari jumlah garis pangkalnya dapat melebihi 100 mill laut,
hingga panjang maksimum 125 mil laut.12
Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982,
Pemerintah Indonesia mencabut UU No. 4 / Prp tahun 1960 tentang
Wilayah Perairan Indonesia dengan menerbitkan UU No. 6 tahun 1996
tentang Perairan Indonesia, serta menetapkan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 61 tahun 1998 tentang Penutupan Kantung Natuna. Melalui PP
tersebut maka garis pangkal lurus kepulauan Indonesia ditarik dari titik
dasar (TD.001A) di Pulau Sentut dihubungkan keTD. 022 di Pulau
Tokong Malang Biru yang jaraknya kurang dari 100 mil laut yaitu 87
mil laut, sehingga tertutuplah kantung Natuna menjadi perairan
Kepulauan Indonesia.
12 -, 1982, Unclos 1982
17
Gambar 6 : Peta Batas Laut Indonesia setelah kantung Natuna ditutup.
Sebelum ada penutupan kantong Natuna, Pusat Survei dan
Pemetaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pussuta ABRI)
menerbitkan pengumuman no. 99/05/2/3 Surta yang dikeluarkan pada
tanggal 17 Februari 1984 telah menetapkan batas-batas laut yang
disebut sebagai Laut Natuna, yang selanjutnya di beritakan melalui
Berita Pelaut Indonesia No.16/139 tahun 198413 yang menyebutkan
bahwa Laut Natuna merupakan bagian dari Laut Cina Selatan dengan
batas-batasnya adalah garis yang menghubungkan Tanjung Berakit,
Pulau damar, Pulau Mangkai, Gosong Nanas, Pulau Sekatung, Pulau
Senua, Pulau Subi, Tanjung Datu, Pantai barat Pulau Kalimantan
menuju Tanjung Sambar, pantai utara Pulau Belitung, Tanjung Burung
Mandi, Tanjung Binga, Tanjung Berika, Tanjung Nangka, Tanjung
Kait, sepanjang pantai timur Pulau Sumatera, Tanjung Kedabu, melalui
batas selatan Selat Malaka dan batas selatan Selat Singapura.Sejak saat
itu nama Laut Natuna tergambarkan pada Peta Laut Indonesia.
13Dishidros TNI AL, 1984, Berita pelauat Indonesia No. 16/139
18
Gambar 7 : Surat Kadishidros TNI AL kepada Chairman S-23 WG(Sumber : Dishidros TNI AL, 2010)
Dalam memperjuangkan nama Laut Natuna untuk dapatnya
dimasukkan ke Publikasi IHO S-23 edisi keempat, Pushidrosal bersama-
sama Kementerian Luar Negeri RI selalu aktif mengikuti sidang-sidang
IHO yang membahas tetang perkembangan S-23. Sungguh disayangkan
jika pada saat itu Indonesia dalam hal ini Dishidros TNI AL (nama
sebelum Pushidrosal) tidak masuk dalam keanggotaan kelompok kerja
(working group) dari pembahasan perbaikan Publikasi IHO S-23 Limits
of Oceans and Seas.Namun demikian usulan nama laut Natua sudah
masuk pada “Draft IHO Publication S-23 Limits of Oceans and Seas 4th
edition 2002”. Melalui surat Kadishidros nomor B/03/II/2005 tanggal
25 Februari 2010, Dishidros TNI AL (nama sebelum menjadi
Pushidrosal)14 memberikan tanggapan salah satunya menyetujui Draft
IHO Publication S-23 4th edition, July 2002.
Menanggapi usulan Indonesia tentang Laut Natuna, Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) pada pertemuan kedua S-23 Working Group
memberikan usulannya terkait penamaan Laut Natuna yaitu
menyebutkan bahwa Laut Natuna merupakan bagian dari Laut Cina
Selatan15. Pertemuan kedua kelompok kerja S-23 pada saat itu
mengambil keputusan terhadap usulan dari RRT, yaitu RRT diminta
untuk mempertimbangkan kembali posisi Laut Cina Selatan di perairan
Laut Natuna dan/atau memberikan informasi tambahan terkait dengan
14 Berdasarkan Peraturan presiden No. 62 tahun 2016, pada tanggal 23 November 2016 namaDishidrosal secara resmi berubah menjadi Pushidrosal.15 IHO, 2011, File No. S3/7020, S-23 Working Group Reporting To Member States
19
hal tersebut kepada Ketua WG dan anggota S23 WG.Sampai dengan
waktu yang ditentukan (Mei 2011) RRT tidak memberikan informasi
tambahan seperti yang diputuskan pada sidang S-23 WG kedua,
sehingga diputuskan untuk tidak melakukan perubahan pada Draft IHO
Publication S-23 Limits of Oceans and Seas 4thedition, yang dapat
diartikan bahwa tetap memasukkan Laut Natuna pada S-23 edisi
keempat.
4. NamaLaut Natuna Utara ditinjau dari sisi kartografi
kelautan.
Laut Cina Selatan adalah perairan yang mempunyai posisi yang
sangat strategis di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Laut ini
adalah jalur perdagangan utama dari kawasan Timur Tengah menuju
kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Selain posisi yang strategis,
Laut Cina Selatan juga kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi.
Jika ditinjau dari segi kepentingan jalur lalu lintas pelayaran maupun
dari aspek politik, pertahanan dan keamanan, serta aspek ekonomi
berupa kekayaan sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut,
tentu saja perairan Laut Cina Selatan merupakan primadona.
Di perairan strategis Laut Cina Selatan, Indonesia tentunya
mempunyai kepentingan diantaranya adalah kepentingan ekonomi dan
pertahanan. Kepentingan Indonesia di bidang pertahanan adalah jika
eskalasi pertikaian di Laut Cina Selatan semakin meningkat dan
memanas, maka sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara,
Indonesia mempunyai tanggungjawab terhadap keamanan regional. Hal
ini sebagaimana yang diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945 yaitu
20
ikut serta menjaga ketertiban dunia. Penguasaan kawasan Laut Cina
Selatan memberi keuntungan besar bagi penguasaan ekonomi melalui
jalur perdagangan laut dan berpengaruh langsung kepada negara-negara
kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Ketergantungan ekonomi
antar negara kawasan ASEAN akan terganggu dengan adanya, sengketa
di Laut Cina Selatan.
Pada 12 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional atau
Permanent Court of Arbitration (PCA) telah membuat putusan
mengenai sengketa di Laut Cina Selatan yang diajukan oleh Filipina
terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT)16. RRT pun menolak
putusan PCA itu. Pokok perkara yang diajukan oleh Filipina, terutama
invaliditas klaim historic rights dan Nine Dotted Line serta klasifikasi
fitur maritim, sebenarnya memiliki implikasi langsung bagi kawasan,
khususnya negara klaiman, yaitu Vietnam, Malaysia, dan Brunei,
terutama terkait dengan invaliditas klaim historic rights dan Nine
Dotted Line. Indonesia yang bukan pengklaim pun dalam kenyataannya
sudah berbenturan dengan RRT, seperti pada insiden penangkapan
kapal nelayan RRT di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia selama
ini. Klaim traditional fishing ground dan Nine Dotted Line yang sempat
diklaim RRT sudah dinyatakan tak berlaku dengan keputusan PCA
tersebut.
Penyebutan traditional fishing ground dan banyak kehadiran
kapal-kapal ikan RRT yang hadir di perairan ZEE Indonesia, bahkan
mereka hadir masuk sampai mendekati perairan territorial Indonesia,
16 Daryanto, 2016, Dampak Putusan Permanent Court Of Arbitration (PCA) Terhadap BatasMaritim Indonesia, disampaikan pada FGD di Mabesal pada tanggal 10 Agustus 2016
21
telah membuat pemerintah Republik Indonesia tidak bisa tinggal diam
“halamannya” dimasuki kapal-kapal ikan asing secara illegal. Hal
tersebut diperkuat dengan ditemukannya peta di kapal ikan Tiongkok
yang menggambarkan wilayah penangkapan ikan milik RRT di dalam
perairan yurisdiksi Indonesia(Gambar 8).
Gambar 8 : Ilustrasi Overlay garis batas maritim Republik
Indonesia dengan area yang dianggap sebagai fishing ground RRT
Republik Indonesia mempunyai batas maritim dengan negara-
negara tetangga di perairan Laut Cina Selatan antara lain dengan
Malaysia yaitu batas Landas Kontinen (LK) yang sudah disepakati pada
tahun 1969 dan batas LK dengan Vietnam yang juga telah disepakati
oleh kedua negara pada tahun 2003. Namun demikian lain halnya
dengan batas ZEE antara Indonesia dan Malaysia serta antara Indonesia
dan Vietnam, batas ZEE tersebut masih dalam proses perundingan.
Indonesia melakukan klaim secara sepihak (unilateral claim) terhadap
garis bats ZEE Indonesia di perairan Laut Cina Selatan.
22
Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak untuk
melakukan pengelolaan atas wilayah lautnya baik terhadap sumber daya
alam yang berada di bawah dasar laut maupun yang berada di kolom
airnya. Pengelolaan sumber daya alam non hayati yaitu berupa minyak
dan gas di perairan utara Kepulauan Natuna sudah lama dilakukan.
Banyak blok-blok minyak dan gas yang telah dieksplorasi maupun
dieksploitasi.
Blok minyak dan gas Natuna “C” yang berada di sebelah utara
Pulau-pulau Anambas (dekat dengan batas LK antara Indonesia dan
Vietnam serta LK Indonesia dan Malaysia) telah ditemukan sejak tahun
1973. Cadangan migas di blok tersebut konon merupakan terbesar di
Asia Pasifik17. Blok-blok konsesi minyak telah lama menggunakan
nama Natuna Sea, North Natuna Sea, East Natuna Sea danSouth
Natuna Sea18.
17https://www.slideshare.net/ignatiuswirawan/gambaran-potensi-migas-natuna1-new2 diaksespada tanggal 29 Juli 2017 pukul 03.17 WIB18 -,.., Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10612 Tentang PengambilalihanSaham Perusahaan Cnooc Onwj Ltd Oleh Emp International (Bvi) Ltd
23
Gambar 9 : Peta blok migas di wilayah Natuna sebelum kesepakatan
perjanjian LK antara Indonesia dan Vietnam19
Dari uraian data di atas diketahui bahwa sejumlah kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi migas telah menggunakan nama Natuna
Utara, Natuna Selatan atau North East Natuna dalam nama proyeknya.
Nama wilayah perairan itu disesuaikan agar sejalan dengan sejumlah
kegiatan pengelolaan migas yang dilakukan di wilayah tersebut.
Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak dan
merasa perlu untuk memberikan nama laut yang berada di perairan
yurisdiksinya. Masih banyak nama-nama laut dan selat serta teluk yang
belum masuk kedalam Publikasi IHO S-23. Setelah berupaya
memasukkan nama Laut Natuna ke dalam Publikasi IHO S-23, melihat
perkembangan lingkungan startegi saat ini Indonesia merasa perlu
memutakhirkan data perairannya dengan menambahkan nama Laut
Natuna Utara pada Peta NKRI edisi tahun 2017. Penamaan Laut Natuna
Utara itu bukan berarti menghilangkan nama Laut Cina Selatan. Nama
Laut Cina Selatan masih ada di peta, namun letaknya lebih ke utara.
Penamaan Laut Natuna Utara ini menurut pendapat Andi Arsana yang
dimuat di Harian Kompas pada tanggal 24 Jui 2017 menyebutkan
bahwa penamaan Laut Natuna Utara merupakan sebuah bentuk dari
diplomasi kartografi. Indonesia menggunakan seni membuat pembuatan
peta sebagai alat diplomasi20.
19 Oegroseno.H, 2017, Penetapan Upsate Peta NKRI 2017, dipaparkan saat peluncuran PetaNKRI 2017 di Kantor Kemenko bidang Maritim20Arsana.A, 2017, Diplomasi Kartografi di Laut Natuna, pada harian Kompas tanggal 24 juli 2017
24
Gambar 10 : Nama Laut Natuna Utara di Peta NKRI edisi 2017
Pemberian nama Laut Natuna Utara merupakan bagian dari
pemutakhiran Peta NKRI edisi tahun 2017. Pada peta tersebut terdapat
beberapa perubahan yang cukup penting, yaitu : penyederhanaan garis
batas ZEE Indonesia (klaim unilateral) di Selat Malaka yang berbatasan
dengan Malaysia; telah disepakatinya garis batas laut territorial antara
Indonesia dan Singapura di perairan Selat Singapura bagian timur
(selatan Changi) pada tanggal 3 September 2014 dan telah diratifikasi
melalui UU no 1 tahun 2017; telah disepakatinya garis batas ZEE antara
Indonesai dan Filipina pada tanggal 23 Mei 2014 dan telah diratifikasi
melalui UU no. 4 tahun 2017; pemberian nama Laut Natuna Utara di
periaran yurisdiksi Indonesia sebelah utara Kepulauan Natuna;
perubahan garis batas ZEE Indonesia dengan Palau sebagai akibat dari
keputusan PCA terhadap klaim RRT di Laut Cina Selatan terutama
status karang dan pulau kecil atas haknya akan ZEE dan LK.
25
Pemberian nama baru terhadap laut di wilayah yurisdiksi suatu
negara, sebenarnya bukan dilakukan oleh Indonesia saja. Pada tahun
2011 Filipina juga memberi nama laut diperairan sebelah barat Filipina
dengan nama Laut Filipina Barat. Melihat hal tersebut RRT tidak terima
dan melakukan protes ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den
Haag, Belanda21. Namun pada tahun 2016, protes tersebut ditolak oleh
badan itu dan dinyatakan bahwa Filipina punya hak untuk menamai
wilayah lautnya sendiri.
Pentingnya penamaan laut ini sebaiknya diikuti dengan
pembuatan peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang nama-
nama laut, selat dan teluk di seluruh perairan yurisdiksi Indonesia,
sehingga dapat sebagai dasar dalam pengusulan nama-nama laut, selat
dan teluk pada sidang-sidang S-23 WG. Penamaan laut ini juga
merupakan bagian dari diplomasi maritim melalui bidang kartografi
kelautan.
5. Penutup.
Publikasi IHO S-23 Limits of Oceans and Seasedisi ketiga tahun
1953, ada 17 nama-nama laut yang ada di perairan Indonesia yang
disebutkan. Nama-nama laut itu adalahSelat Malaka, Selat Singapura,
Laut Sulawesi (di publikasi tersebut di sebutkan Celebes Sea), Laut
Maluku, Teluk Tomini, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda, Laut
Arafura, Laut Timor, Laut Flores, Teluk Bone (tertulis pada publikasi
tersebut sebagai Gulf of Boni), Laut Bali, Selat Makasar, Laut Jawa,
21http://www.kompasiana.com/harmenbatubara/laut-natuna-utara-diplomasi-peta-deklarasi-sepihak_5978203c7460f007384ff9c2 diakses pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 21.17 WIB
26
Laut Sawu (pada publikasi tersebut tertulis Savu Sea), Laut China
Selatan (sebagian perairannya berada di perairan yurisdiksi Indonesia
(batas paling selatan sampai dengan selat Karimata, pantai utara Bangka
Belitung dan pantai timur Sumatera).
Sedangkan pada draft Publikasi IHO S-23 edisi keempat tahun
2002, jumlah nama-nama laut di perairan Indonesia sejumlah 20 Nama-
nama laut itu adalah : Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Singapura, Selat
Sunda, Laut Jawa, Selat Makasar, Laut Bali, Laut Flores, Selat Sumba,
Laut Sawu, Laut Aru, Laut Banda, Teluk Bone, Laut Seram, Teluk
Berau, Laut Halmahera, Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut Sulawesi
(masih menggunakan istilah Celebes Sea) dan Laut Cina Selatan
(berada di utara Laut Natuna).
Seperti disampaikan pada pembahasan-pebahasan sebelumnya,
bahwa batas-batas dan nama laut telah disusun semata-mata untuk
tujuan keselamatan navigasi, dan konsistensi publikasi serta informasi-
informasi nautika lainnya agar memberikan kemudahan bagi para
pelaut. Dari data-data nama laut di perairan Indonesia masih banyak
yang belum masuk kedalam publikasi IHO S-23. Salah satu pekerjaan
rumah yang sudah semestinya dilakukan adalah memasukkan nama-
nama laut, selat, teluk dan alur pelayaran di seluruh perairan yurisdiksi
Indonesiai kedalam sebuah produk peraturan/perundang-undangan di
Indonesia, misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang nama-
nama laut, selat, teluk dan alur pelayaran di periaran yurisdiksi
Indonesia. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak hukum nasional
yang tentu saja kedepan akan mempermudah bagi pemerintah Indonesia
jika ada permasalaha dengan negara-negera tetangga bahwa Indonesai
27
telah lama membakukan nama-nama laut, selat, teluk dan alur pelayarannya ke
dalam sebuah peraturan pemerintah Indonesia. Seperti halnya dengan
pembakuan nama-nama rupa bumi (nama-nama geografis), tujuan penting dari
pembakuan nama geografis adalah untuk menghindari ambiguitas dan
kebingungan.
Pada resolusi teknis IHO direkomendasikan agar IHO bekerja sama
dengan United Nations Group of Expert on Geographocal Names dengan
tujuan agar ada kesamaan dalam menentukan standar nama-nama laut dan
nama-nama fitur-fitur di bawah laut. Hal tersebut juga disampaikan pada The
1st UN Converence on the Standardization of Geographical Names. 22
Pushidrosal sebagai lembaga hidrografi nasional di Indonesia yang
merupakan vocal point bidang hidrografi di Indonesia pada kegiatan IHO,
akan memperjuangkan nama-nama laut di periaran Indonesai yang belum
masuk pada Publikasi IHO S-23 edisi ke-3 tahun 1953 di sidang-sidang IHO
khususnya pada pertemua S-23 WG yang setelah the 1st IHO Assembly di
Monaco pada tanggal 24 sampaia 28 April 2017 diputuskan untuk melanjutkan
diskusi-diskusi terkait perkembangan Publikasi IHO S-23, yang telah lama
tidak dibahas akibat dari penamaan Laut Jepang (Japan Sea) dan Laut Timur
(East Sea) yang merambah ke ranah politik. Diharapkan hasil diskusi tentang
S-23 akan menghasilkan sesuatu yang positif yang dapat di laporkan pada 2nd
IHO Assembly 2020. Oleh Karena itu point penting kiranya Pushidrosal
sebagai lembaga hidrografi nasional di Indonesia, turut berperan aktif didalam
pembahasan nama-nama geografi baik di tingkat nasional maupun
internasional.
22 IHO, -, Principles and Apllications of Ocean Feature Nomenclature, hal. 2.
28
29
30
Daftar Pustaka
Arsana.A, 2017, Diplomasi Kartografi di Laut Natuna, pada harian
Kompas tanggal 24 juli 2017
Dishidros TNI AL, 1984, Berita Pelaut Indonesia No. 16/139
Daryanto, 2016, Dampak Putusan Permanent Court Of Arbitration
(PCA) Terhadap Batas Maritim Indonesia, disampaikan pada
FGD di Mabesal pada tanggal 10 Agustus 2016
F. Ormeling, 2002, Sea Names Categories and Their Implications.
Hasjim Djalal, 1990, “Potential Conflict in the South Cina Sea: In
search of Coopertation,”Indonesian Quarterly XVIII,no.2 (Second
Quarter,1990)
IHO,2002, Draft S-23 Limits and Ocean 4th edition
IHO, 2005, The History Of The International Hydrographic Bureau,
2nd edition
IHO, 2011, File No. S3/7020, S-23 Working Group Reporting To
Member States
Marsetio, 2016, Kesadaran Baru, Biografi Laksamana TNI Dr.
Marsetio
Nohyoung PARK, -, International Norms on the naming of features
common to two or more States.
- , 2014, Principles For The Naming Of Undersea And Surface
Maritime Features
-, 1982, Unclos 1982
https://www.slideshare.net/ignatiuswirawan/gambaran-potensi-migas-
natuna1-new2 diakses pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 03.17 WIB
31
-,.., Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10612
Tentang Pengambilalihan Saham Perusahaan Cnooc Onwj Ltd
Oleh Emp International (Bvi) Ltd
http://www.kompasiana.com/harmenbatubara/laut-natuna-utara-
diplomasi-peta-deklarasi-sepihak_5978203c7460f007384ff9c2
diakses pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 21.17 WIB
Hidrografi Bukan Hanya Sekedar Peta LautHidrografi adalah Kunci Gerbang Perekonomian dan Ujung
Tombak Pertahanan Laut Suatu Negara
(Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H.)