Post on 25-Jul-2015
Pertemuan 1
Sensor & Elemen Pemanas
1.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan tentang sensor
thermal sebagai alat kontrol dan sensor panas dalam pemakaian listrik di rumah tangga maupun industri
dan memahami jenis – jenis elemen pemanas dalam pemakaian listrik rumah tangga dan industri.
1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari topik per topik pada bab ini mahasiswa diharapkan :
1. Mengerti peranan dan fungsi sensor thermal dalam sistem pengaturan otomasi.
2. Mengerti tentang bimetal sebagai sensor thermal.
3. Mengerti tentang termistor sebagai sensor thermal.
4. Mengerti tentang RTD sebagai sensor thermal.
5. Mengerti tentang Termokopel sebagai sensor thermal.
6. Mengerti tentang Dioda (IC Hybrid) sebagai sensor thermal.
7. Mengerti tentang Infrared Pyrometer sebagai sensor thermal.
8. Memahami jenis – jenis dan karakteristik elemen pemanas.
1.3. Sensor Panas
1.3.1. Pendahuluan
AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar
yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin
pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik tetap triple point,
dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16 oK ( derajat
Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan
hubungan sebagai berikut:
oF = 9/5 oC + 32 atau oC = 5/9 (oF-32) atau oR = oF + 459,69
Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat.
Sedangkan “panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul
dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah
yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas
tersebut.
Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:
1. Benda padat,
2. Benda cair dan
3. Benda gas (udara)
Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara :
1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui benda padat (penghantar) secara kontak langsung
2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung
3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak langsung
Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu tipe sensor
dengan pertimbangan :
1. Penampilan (Performance)
2. Kehandalan (Reliable) dan
3. Faktor ekonomis ( Economic)
1.3.2. Pemilihan Jenis Sensor Suhu
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah: (Yayan
I.B, 1998)
1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.
2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran
3. Konduktivitas kalor dari substrat
4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat
5. Linieritas sensor
6. Jangkauan temperatur kerja
Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia dari sensor seperti
ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan
dan lain-lain.
1.3.3. Tempertur Kerja Sensor
Setiap sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda, untuk pengukuran suhu disekitar
kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC, dapat dipilih sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid.
Untuk suhu menengah yaitu antara 150oC sampai 700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD. Untuk
suhu yang lebih tinggi sampai 1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak
langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk pengukuran suhu
pada daerah sangat dingin dibawah 65oK = -208oC ( 0oC = 273,16oK ) dapat digunakan resistor karbon
biasa karena pada suhu ini karbon berlaku seperti semikonduktor. Untuk suhu antara 65oK sampai -35oC
dapat digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.
Gambar 1.1. berikut memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor suhu yang ada.
Thermocouple RTD Thermistor IC Sensor
V
T
R
T
R
T
V, I
T
Adva
ntag
es
- self powered- simple- rugged- inexpensive- wide variety- wide temperature
range
- most stable- most accurate- more linear than
termocouple
- high output- fast- two-wire ohms
measurement
- most linear- highest output- inexpensive
Dis
adva
ntag
es
- non linear- low voltage- reference
required- least stable- least sensitive
- expensive- power supply
required- small ΔR- low absolute
resistance- self heating
- non linear- limited
temperature range
- fragile- power supply
required- self heating
- T < 200oC- power supply
required- slow- self heating- limited
configuration
Gambar 1.1. Karakteristik sensor temperature (Schuller, Mc.Name, 1986)
1.3.4. Bimetal
Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena kesederhanaan yang
dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat strika listrik dan lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal
adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α)
yang direkatkan menjadi satu.
Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian tergantung dari
jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua lempeng logam saling direkatkan
dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang
sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan
reaksi muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam
aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi saklar Normally Closed (NC) atau Normally Open (NO).
Gambar 1.2. Kontruksi Bimetal ( Yayan I.B, 1998)
Disini berlaku rumus pengukuran temperature dwi-logam yaitu :
dan dalam praktek tB/tA = 1 dan (n+1).n =2, sehingga;
di mana ρ = radius kelengkungan
t = tebal jalur total
n = perbandingan modulus elastis, EB/EA
m = perbandingan tebal, tB/tA
T2-T1 = kenaikan temperature
αA, αB = koefisien muai panas logamA dan logam B
1.3.5. Termistor
Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan
dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Umumnya tahanan termistor
pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan
yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran,
pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.
Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn),
nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5
sampai 75 dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-
manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer)
Bimetal sesudahdipanaskan
Bimetal sebelumdipanaskan
Logam ALogam B
(1.1)
(1.2)
dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri
atau paralel guna memperbesar disipasi daya.
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan
umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative
Thermal Coeffisien).
Koefisien temperatur α didefinisikan pada temperature tertentu, misalnya 25oC sbb.:
Gambar 1.3 . Konfigurasi Thermistor: (a) coated-bead (b) disk (c) dioda case dan (d) thin-film
Teknik Kompensasi Termistor:
Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur dan resistansi
seperti tampak pada gambar 1.4
Gambar 1.4. Grafik Termistor resistansi vs temperature: (a) logaritmik (b) skala linier
Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut rangkaian dasar untuk
mengubah resistansi menjadi tegangan.
(1.4)
TAT eRR (1.3)
Gambar 1.5. Rangkaian uji termistor sebagai pembagi tegangan
Thermistor dengan koefisien positif (PTC, tidak baku)
Gambar 1.6. Termistor jenis PTC: (a) linier (b) switching
Cara lain untuk mengubah resistansi menjadi tegangan adalah dengan teknik linearisasi.
Daerah resistansi mendekati linier
Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan lebih baik digunakan
untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat diatur titik kesetimbangannya.
Gambar 1.7. Dua buah Termistor Linier: (a) Rangkaian sebenarnya (b) Rangkaian Ekivalen
Gambar 1.8. Rangkaian penguat jembatan untuk resistansi sensor
Nilai tegangan outputnya adalah:
atau rumus lain untuk tegangan output
1.3.6. Resistance Thermal Detector (RTD)
RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari
bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut
antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena
dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu
yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi.
RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:
1. Tidak diperlukan suhu referensi
2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara mem-perpanjang kawat yang
digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.
3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel
4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi masalah
5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi sederhana dan
murah.
Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji
tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah:
dimana : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0oC)
RT = tahanan konduktor pada temperatur toC
α = koefisien temperatur tahanan
Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal
Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:
Kabel keluaran
Kumparan kawat platina
Inti dari Quartz
Terminal sambungan
Gambar 1.9. Konstruksi RTD
Gambar 1.10. Resistansi versus Temperatur untuk variasi RTD metal
Bentuk lain dari Konstruksi RTD
Gambar 1.11. Jenis RTD: (a) Wire (b) Ceramic Tube (c) Thin Film
Rangkaian Penguat untuk three-wire RTD
Gambar 1.12. (a) Three Wire RTD (b) Rangkaian Penguat
Ekspansi Daerah Linier
Ekspansi daerah linear dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Menggunakan tegangan referensi untuk kompensasi nonlinieritas
2. Melakukan kompensasi dengan umpan balik positif
Gambar 1.13. Kompensasi non linier (a) Respon RTD non linier; (b) Blok diagram
rangkaian koreksi
1.3.7. Termokopel
Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang
logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam
logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-
elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian
pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.
+
-
Ujung dingin
Arus elektron akan mengalir dari ujung panas ke ujung dingin
Gambar 1.14. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan
Ujung panase
Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika dua
batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang
logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya
rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang
tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya electromagnet ) yang
dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2)
dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E, Peltir (1834), menemukan gejala panas yang mengalir
dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan cold-junction, dan Sir William Thomson,
menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya
menghasilkan rumus sbb:
E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T2
2) (…)
Efek Peltier Efek Thomson
atau E = 37,5(T1_T2) – 0,045(T12-T2
2) ( ...)
di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel tembaga/konstanta.
Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas dari ujung
panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel diberi tegangan listrik
DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret
Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel
menjadi pendingin.
Thermocouple sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda workfunction dua bahan
metal
Vs
+
-
Ujung dingin
Beda potensial yang terjadi pada kedua ujung logam yang berbeda panas jenisnya
Gambar 1.15. Beda potensial pada Termokopel
Ujung panas
VR
RS VVVout
Gambar 1.16. Hubungan Termokopel (a) titik beda potensial (b) daerah pengukuran dan titik referensi
Pengaruh sifat thermocouple pada wiring
Gambar 1.17. Tegangan referensi pada titik sambungan: (a) Jumlah tegangan tiga buah metal (b) Blok titik sambungan
Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan :
Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple diperlihat oleh gambar 2.18
Gambar 1.18. Rangkaian penguat tegangan junction termokopel
Perilaku beberapa jenis thermocouple diperlihatkan oleh gambar 1.19
Gambar 1.19. Karateristik beberapa tipe termokopel
1.3.8. Dioda sebagai Sensor Temperatur
Dioda dapat pula digunakan sebagai sensor temperatur yaitu dengan memanfaatkan sifat
tegangan junction
Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki rangkaian penguat dan
kompensasi dalam chip yang sama).
Contoh rangkaian dengan dioda sebagai sensor temperature
Contoh rangkaian dengan IC sensor
- tipe E (chromel-konstanta)- tipe J (besi-konstanta)- tipe T (tembaga-Konstanta)- tipe K (chromel-alumel)- tipe R atau S (platina-pt/rodium)
Rangkaian alternatif untuk mengubah arus menjadi tegangan pada IC sensor temperature
Gambar 1.20. Rangkaian peubah arus ke tegangan untuk IC termo sensor
1.3.9. Infrared Pyrometer
Sensor inframerah dapat pula digunakan untuk sensor temperatur
Gambar 1.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur
Memanfaatkan perubahan panas antara cahaya yang dipancarkan dengan diterima yang diterima
pyrometer terhadap objek yang di deteksi.
1.4. Elemen Pemanas
1.4.1. Pendahuluan
Proses pembangkitan panas secara elektrik pada suatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan
elemen penghasil panas berupa material konduktor yang dapat menghantarkan panas secara konduksi,
konveksi maupun radiasi. Oleh karena itu elemen pemanas sebagai material penghasil panas menjadi
faktor yang sangat menentukan proses perpindahan panas dari elemen pemanas ke material yang
dipanaskan. Sehingga karakteristik fisik dan kimia dari bahan elemen pemanas sangat menetukan
kualitas panas yang dihasilkan suatu peralatan pemanas.
Karakteristik dari elemen pemanas adalah sebagai berikut:
Merupakan material yang bersifat konduktor listrik
Mendapatkan suplay dari listrik melalui kontak, terminal blok atau lead
Membutuhkan kedudukan (mechanical support)
Material yang solid
Memiliki nilai ekonomis untuk masa operasi pada lingkungan atau proses yang akan digunakan.
1.4.2. Material Elemen Pemanas
Material yang digunakan sebagai elemen pemanas umumnya berupa konduktor listrik yang baik, namun
untuk mencapai tingkat disipasi panas yang lebih tinggi, ada kalanya konduktor listrik dicampur dengan
material lain yang dapat meningkatkan kemampuan (kapasitas) panas yang dihasilkan konduktor listrik
seperti lapisan isolator atau keramik yang membungkus bagian konduktor. Berdasarkan materialnya
maka elemen pemanas dapat berupa:
Elemen metalik
Elemen metalik merupakan elemen pemanas tradisional yang dibuat dari gulungan, lempengan atau
lembaran logam (metal) yang bersifat konduktor dan menghasilkan panas jika dialiri listrik. Untuk
masa operasi pemanasan yang lama, elemen metalik dapat mengalami degradasi disebabkan oleh
proses oksidasi permukaan yang terjadi pada saat pemanasan. Oleh karena itu pemilihan jenis
logam yang sesuai dengan aplikasi proses pemanasan yang akan dilakukan sangat menentukan
efektifitas penggunaan elemen pemanas. Pemilihan komposisi logam yang digunakan tergantung
kepada suhu operasional, resistivitas material, koefisien resistansi temperatur, koefisien resistansi
perkaratan, kekuatan mekanis, kemudahan pembentukan dan biaya. Tingkat keakuratan resistivitas
elemen metalik berkisar kurang lebih 5 %. Jenis campuran logam yang biasa digunakan sebagai
elemen metalik antara lain: nikel-kromium, besi-nikel-kromium dan besi-krom-alumenium.
Campuran besi-krom-alumenium dapat beroperasi pada tingkat suhu lebih tinggi daripada nikel-
kromium, sedangkan logam – logam khusus seperti platina, tantalum, molibdenum dan lainnya
biasanya digunakan untuk keperluan khusus di laboratorium. Karakteristik berbagai campuran
elemen metalik ini disajikan pada tabel 1.1 dibawah.
Tabel 1.1. Karakteristik dan Aplikasi berbagai material elemen metalik.[9]
Elemen lembaran (sheathed elements)
Untuk melindungi bagian elemen pada berbagai kondisi lingkungan sekitar dalam berbagai aplikasi
pemanasan, ada kalanya bagian logam elemen dilindungi oleh lapisan isolasi yang memisahkan
elemen metalik (logam) dengan lapisan luar elemen. Elemen yang berbentuk seperti ini dinamakan
elemen lembaran (sheathed elements) dan banyak digunakan pada aplikasi rumah tangga seperti
peralatan memasak, pemanas celup dan elemen ketel. Elemen ini terdiri atas bubuk magnesium
oksida murni yang melapisi koil elemen tembaga, nikel atau stainles steel yang berupa lembaran.
Rating elemen biasanya dinyatakan dalam watt per cm2 lembaran. Selain magnesium oksida, pada
aplikasi industri juga digunakan mika sebagai pelapis isolator pada elemen pemanas. Pemilihan
bahan yang digunakan tergantung kepada pemakaian dengan mempertimbangkan kapasitas
transfer panas, kemampuan mekanis dan elektris dan karakteristik perkaratan.
Elemen keramik
Elemen keramik biasanya digunakan untuk aplikasi pemanasan dengan suhu yang sangat tinggi.
Material yang digunakan dapat berupa silikon karbida, molibidenum disilisida, lanthanum kromite,
dan zirkonia yang memiliki karkater konduktor listrik yang memungkinkan material tersebut
berfungsi sebagai elemen pemanas. Selain itu dapat juga digunakan material grafite untuk aplikasi
pemanasan tanpa menggunakan oksigen. Konstruksinya dapat berupa kawat spiral elemen metalik
yang dilapisi lapisan keramik tebal dan kompak yang melindungi bagian metal elemen. Elemen
metal yang digunakan biasanya memiliki tingkat resistansi yang rendah sehingga dapat
menghasilkan panas maksimal. Karena sifat bahan keramik yang mudah pecah dan retak, maka
bagian penopang elemen jenis ini harus memberi ruang gerak yang leluasa sehingga elemen
keramik dapat menyesuaikan pemuaian dan penyusutan yang terjadi selama proses pemanasan
tanpa menyebabkan elemen ini pecah dan retak. Karaktersitik resistivitas elemen keramik
dibandingkan dengan elemen logam (metalik) diperlihatkan pada gambar 1.22 berikut:
Gambar 1.22. Perbandingan karakteristik resistivitas elemen keramik dengan elemen logam.[9]
1.4.2. Konstruksi Elemen Pemanas
Konstruksi elemen pemanas baik yang menggunakan material logam, lembaran maupun keramik sangat
tergantung kepada aplikasi pemakaian dari elemen tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
konstruksi elemen pemanas adalah penggunaan material yang akan digunakan sebagai terminal atau
lead dari elemen yang akan dipasang. Untuk elemen yang akan digunakan pada aplikasi dengan kondisi
kelembaban tinggi, sebaiknya digunakan terminal yang tahan karat dan mampu menahan arus yang
akan melalui elemen tanpa mengalami kerusakan. Lead yang akan digunakan hendaklah memiliki
resistansi yang rendah dan mampu menahan besar daya pemanasan joule (I2 R) yang terjadi selama
pemanasan. Bentuk kontruksi yang umum digunakan pada elemen pemanas diperlihatkan pada gambar
1.23 berikut:
Gambar 1.23. Konstruksi elemen pemanas pada oven dan tungku pemanas: (i) elemen metalik; (a)
belitan koil; (b) strip; (c) elemen plat; (d) elemen pipa; (ii) elemen pemanas non-metalik:
(e) elemen silikon karbida batangan dan pipa; (f) elemen molibdenum disilisida; (g)
elemen grafit. [9]