Post on 20-Nov-2020
GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM POSYANDU DANSTATUS IMUNISASI BALITA DI WILAYAH KERJAPUSKESMAS SUAK RIBEE KECAMATAN JOHAN
PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH
LISA ERVINANIM : 09C10104040
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2013
GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM POSYANDU DANSTATUS IMUNISASI BALITA DI WILAYAH KERJAPUSKESMAS SUAK RIBEE KECAMATAN JOHAN
PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH
LISA ERVINANIM : 09C10104040
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH-ACEH BARAT
2013
i
iv
ABSTRAK
Lisa Ervina. Gambaran Pelaksanaan Program Posyandu Dan Status ImunisasiBalita Di Wilayah Kerja Puskesmas Suak Ribee Kecamatan Johan PahlawanKabupaten AcehBarat.Dibawah bimbinganDrs. Moenawar Iha, MM dan SufyanAnwar, SKM, MARS
Imunisasi merupakan usaha memberi kekebalan kepada bayi dan anakdengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untukmencegah penyakit tertentu¸Posyandu sebagai salah satu tempat pelayanankesehatan dalam kegiatannya melibatkan partisipasi masyarakat yangdilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan danpelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dariprogram posyandu adalah meningkatkan peran serta masyarakat untukmengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjangpeningkatan kemampuan hidup sehat Penelitian ini bertujuan untukmengetahuiGambaran Pelaksanaan Program Posyandu Dan Status ImunisasiBalita Di Wilayah Kerja Puskesmas Suak Ribee Kecamatan Johan PahlawanKabupaten AcehBarat. Jenis penelitian bersifat deskriptif dan rancanaganpenelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian sebanyak 78balita. Hasilpenelitian diperoleh Persentase pelaksanaan program posyandu bedasarkankelengkapan status imunisasi yang mempunyai status terlaksana adalah sebesar62,8 %, dan yang tidak terlaksana adalah sebesar 37,2%. Persentase kelengkapanstatus imunisasi yang mempunyai status terlaksana adalah sebesar 65,4 %, danyang tidak terlaksana adalah sebesar 34,6%.Bagi Ibu dianjurkan kepada ibusupaya lebih banyak mencari sumber informasi atau menambah pengetahuankhususnya tentang imunisasi dengan sering mengikuti penyuluha-penyuluhanyang diadakan oleh puskesmas. Kepada ibu yang mempunyai balita supaya ikutserta apabila ada program imunisasi yang diadakan oleh tenaga kesehatan ataupuskesmas.
Kata Kunci : Posyandu, Imunisasi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan bayi dan anak melibatkan tindakan pencegahan maupun
pengobatan penyakit. Salah satu prestasi paling besar dalam perawatan anak adalah
pencegahan penyakit-penyakit infeksi tertentu dengan menggunakan imunisasi.
Imunisasi merupakan usaha memberi kekebalan kepada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh
melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak (Hidayat, 2002).
Posyandu sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan dalam kegiatannya
melibatkan partisipasi masyarakat yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan
yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai
pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dari program posyandu adalah meningkatkan
peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-
kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat (Effendi, 2008).
Mengingat bahwa pemberian imunisasi merupakan salah satu kegiatan di
posyandu maka jelaslah bahwa kelengkapan imunisasi dalam suatu wilayah tertentu
juga di tentukan oleh terlaksananya program posyandu dengan baik di wilayah
tersebut. Imunisasi pada balita dikatakan lengkap apabila balita tersebut telah
1
2
mendapatkan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ikatan dokter anak
indonesia (IDAI) diantaranya BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis B.
Menurut Soetedjo (2003) posyandu yang aktif di tingkat kabupaten rata-rata
hanya 40%. Angka ini menunjukkan bahwa pelaksanaan posyandu di tingkat
kabupaten belum optimal. Pengaktifan posyandu juga akan dilengkapi kader-kader
terlatih dengan rasio lima kader tiap satu posyandu. Selain kader terlatih, posyandu
juga harus dilengkapi perlengkapan seperti timbangan bayi, KMS (Kartu Menuju
Sehat), serta biaya operasional (Soetedjo, 2005).
Berdasarkan data dari Provinsi tahun 2010 cakupan imunisasi 74,25 dan pada
tahun 2011 cakupan imunisasi 74,15. Sedangkan data yang ada di dinas kesehatan
aceh barat jumlah balita yang mendapatkan imunisasi pada tahun 2012 Imunisasi
68,77. (Profil Dinkes Provinsi Aceh, 2012)
Beberapa kendala yang dihadapi posyandu dalam pelaksanaan programnya
antara lain; minimnya sarana, kurangnya kader yang terlatih, dan kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya posyandu. Disamping itu tidak tersedianya
bangunan untuk posyandu juga menjadi kendala bagi kegiatan posyandu. Kendala-
kendala tersebut mengakibatkan posyandu kurang berfungsi yang menimbulkan
rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan posyandu. Akibat lebih lanjut
adalah banyak hal yang sesungguhnya dapat bermanfaat bagi ibu-ibu untuk
memahami cara memelihara anak secara baik sejak dalam kandungan, kemudian
meningkatkan keselamatan ibu saat melahirkan secara mudah dan terjangkau,
menjadi tidak dapat dilaksanakan (Soedirdja, 2005).
3
Berdasarkan data dari puskesmas Suak Ribee, 60 % balita tidak mendapat
imunisasi lengkap. Hal ini akibat kurangnya partisipasi mayarakat dalam kegiatan
posyandu. Kurangnya partisipasi ini diakibatkan karena kebanyakan dari ibu yang
mempunyai balita berstatus pekerja, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk membawa anaknya ke posyandu. Jumlah desa dalam wilayah kerja puskesmas
Suak Ribe adalah 10 desa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penting dilakukan penelitian tentang
pelaksanaan program posyandu dan kelengkapan status imunisasi balita di desa Suak
Ribee Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah
bagaimanakah gambaran pelaksanaan program posyandu dan kelengkapan status
imunisasi balita di desa Suak Ribee Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanaan program posyandu dan kelengkapan status
imunisasi balita di desa Suak Ribee Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat pada tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Diketahui kelengkapan alat, motivasi pelaksana, kendala dan harapan dari
pelaksana di lapangan.
4
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori Pengetahuan terhadap
praktik penerapan gambaran pelaksanaan program balita posyandu da status
imunisasi balita di wilayah kerja puskesmas suak ribee.
1.4.1. Manfaat Praktis
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan dan keperawatan
Dapat dijadikan masukan dan pedoman dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada balita dalam lingkup perawatan komunitas terutama dalam
hal imunisasi
2. Bagi penelitian
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan
penelitian, serta dapat menjadi bekal dalam melakukan penelitian dimasa yang
akan datang dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam melakukan penelitian
lebih lanjut di bidang keperawatan, khususnya dalam perawatan balita.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan
keperawatan lebih lanjut khususnya perawatan balita dalam lingkup
keperawatan komunitas, serta dapat menambah referensi kepustakaan yang
telah ada.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Konsep posyandu
2.1.1 Definisi posyandu
Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan
untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, kader-kader kesehatan
yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai
pelayanan kesehatan dasar.
Posyandu adalah forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan
masyarakat dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam
pengembangan sumber daya manusia sejak dini (Effendi, 2008).
Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan suatu bentuk peran serta
masyarakat dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Diharapkan dengan adanya
posyandu akan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga
masyarakat bisa mengubah sikap dan perilaku dari yang kurang sehat menjadi sikap
dan perilaku sehat (Gani, 2002).
Selain ikut berperan dalam peningkatan kesehatan, masyarakat juga dapat
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan aktivitas posyandu. Hal ini sesuai
dengan wacana yang dikembangkan pemerintah yaitu model pembangunan
partisipatif dimana pentingnya pemberdayaan masyarakat (Soetedjo, 2005).
5
6
Menurut Effendi (2008) kehadiran posyandu merupakan salah satu bentuk
penerapan dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya kuratif
dan rehabilitatif.
2.1.2 Tujuan posyandu
Sesuai dengan definisi posyandu diatas, sudah jelas bahwa tujuan dari
posyandu adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dari tujuan pokok posyandu yaitu; mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
anak, meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan angka kematian
bayi, mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS),
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat,
meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi
untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat (Effendi, 2008).
Untuk mencapai tujuan diatas tentunya sangat tergantung pada upaya-upaya
yang dilakukan oleh pemerintah dan sejauh mana peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan program posyandu. Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan
posyandu adalah revitalisasi posyandu. Hakekat dilaksanakannya revitalisasi
posyandu adalah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat (Soedirdja, 2005).
7
2.1.3 Sistem Pelayanan Terpadu
Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama
lain dan mempunyai suatu tujuan jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari input,
proses, output, effeck, outcome dan mekanisme umpan balik. Hubungan antara
komponen-komponen sistem ini berlangsung secara aktif dalam suatu tatanan
lingkungan. Input adalah sumber daya atau masukan yang dikonsumsi oleh suatu
sistem. Sumber daya suatu sistem adalah man, money, material, method, minute, dan
market, disingkat dengan 6M. Didalam sistem posyandu yang menjadi sumber daya
man (orang) adalah kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan, staf
puskesmas yang terdiri dari dokter, bidan dan perawat, staf kecamatan, kelurahan,
kader, pemuka masyarakat dan sebagainya. Money adalah dana yang dapat digali dari
swadaya masyarakat dan yang disubsidi oleh pemerintah. Material adalah tersedianya
sarana yang dibutuhkan seperti vaksin, jarum suntik, kartu menuju sehat (KMS), alat
timbang, obat-obatan, oralit, alat keluarga berencana (KB) dan sebagainya. Method
adalah teknik pelaksanaan kegiatan diantaranya cara penyimpanan vaksin, cara
mencampur oralit, cara mencatat dan melaporkan data, cara memberikan penyuluhan
dan sebagainya. Minute adalah waktu yang disediakan untuk suatu kegiatan posyandu
yang biasanya dilaksanakan sekali dalam sebulan, dan market adalah masyarakat dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi kegiatan posyandu, transport,
sistem kepercayaan masyarakat di bidang kesehatan dan sebagainya. Proses yaitu
semua kegiatan sistem. Melalui proses akan dirubah input menjadi output. Proses dari
sistem pelayanan terpadu adalah semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari
8
persiapan bahan, tempat dan kelompok penduduk sasaran yang dilakukan oleh staf
puskesmas dan kader (Muninjaya, 2004 ).
Proses kegiatan di posyandu dikenal dengan istilah ” mekanisme lima meja”.
Kegiatan dimeja satu adalah pendaftaran balita, ibu hamil, ibu menyusui dan
pasangan usia subur (PUS). Bagi balita yang sudah punya kartu menuju sehat (KMS)
catat nama balita disecarik kertas dan diselipkan di KMS. Kemudian anjurkan ibu
membawa anaknya ke meja dua untuk ditimbang. Bila balita belum memiliki KMS
berikan KMS yang baru dan diisi lengkap. Untuk ibu menyusui, PUS dan ibu hamil
yang tidak membawa balita setelah didaftar langsung menuju meja empat. Kegiatan
di meja dua adalah penimbangan balita. Hasil penimbangan berat badan balita dicatat
pada secarik kertas dan diselipkan ke dalam KMS. Selesai ditimbang ibu dan balita
dipersilahkan menuju meja tiga. Kegiatan di meja tiga adalah pencatatan. Catat hasil
penimbangan berat badan balita di KMS dengan cara menarik garis putus-putus tegak
sesuai dengan bulan penimbangan dan garis putus-putus datar sesuai dengan hasil
penimbangan dalam kilogram. Pertemuan pada kedua garis putus-putus tersebut
ditandai dengan menulis titik. Kegiatan di meja empat adalah penyuluhan mengenai
KB, imunisasi, diare, perbaikan gizi, pentingnya air susu ibu (ASI), dan pentingnya
vitamin A dan zat besi. Kemudian pemberian makanan tambahan misalnya
pemberian bubur kacang hijau, pemberian vitamin A, oralit dan tablet zat besi.
Mintalah KMS anak dan perhatikan umur dan berat badan anak. Kemudian berikan
penyuluhan kepada ibu balita berdasarkan hasil penimbangan berat badan anaknya,
pentingnya makanan bergizi, pentingnya imunisasi, pentingnya vitamin A bagi anak,
dan bahaya diare pada anak. Untuk ibu hamil diberikan penyuluhan tentang
9
pentingnya imunisasi TT, makan lebih banyak 1-2 piring dari sebelum hamil,
pencegahan anemi dan sebagainya. Bagi PUS diberikan penyuluhan mengenai
Keluarga Berencana (KB) dan bagi ibu menyusui diberikan penyuluhan tentang ASI
eksklusif, jika ASI tidak keluar atau keluarnya sedikit anjurkan ibu untuk
memeriksakan diri ke Puskesmas (Depkes RI, 2008).
Kegiatan di meja lima adalah pemberian imunisasi diantaranya BCG,
Campak, DPT , Hepatitis B , dan Polio. Selanjutnya pemeriksaan kehamilan,
pelayanan KB, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan. Untuk meja satu sampai meja
empat dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja lima dilaksanakan oleh
petugas kesehatan diantaranya; dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya
Output yaitu hasil langsung (keluaran) suatu sistem, yang menjadi output
dalam sistem pelayanan terpadu adalah produk program posyandu. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan produk adalah cakupan kelima program posyandu untuk
masing-masing kelompok penduduk sasaran. Cakupan program posyandu terdiri dari
jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi dan ibu hamil yang diimunisasi, jumlah
pasangan usia subur (PUS) yang diberikan pelayanan KB (Muninjaya, 2004).
Effeck yaitu hasil tidak langsung yang pertama dari proses suatu sistem. Pada
umumnya efek suatu sistem dapat dikaji pada perubahan pengetahuan, sikap perilaku
kelompok masyarakat yang dijadikan sasaran program. Outcome sistem pelayanan
terpadu adalah penurunan kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit yang bisa
dicegah dengan imunisasi, penurunan fertilitas pasangan usia subur (PUS), dan
jumlah balita yang kurang gizi dan sebagainya. Turunnya angka kematian bayi, angka
kematian ibu adalah outcome sistem pelayanan terpadu yang penting karena
10
keduanya merupakan indikator yang paling peka untuk menentukan status kesehatan
masyarakat (Muninjaya, 2004).
2.2 Konsep Imunisasi
2.2.1 Definisi Imunisasi
Perawatan bayi dan anak melibatkan tindakan pencegahan maupun
pengobatan penyakit. Salah satu prestasi paling besar dalam perawatan anak adalah
pencegahan penyakit-penyakit infeksi tertentu dengan menggunakan imunisasi.
Imunisasi merupakan usaha memberi kekebalan kepada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh
melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak (Hidayat, 2005).
Menurut Gupte (2004) yang dimaksud dengan imunisasi adalah cara
memproduksi imunitas aktif buatan untuk melindungi diri melawan penyakit tertentu
dengan memasukkan suatu zat kedalam tubuh melalui penyuntikan atau secara oral.
2.2.2 Jenis-jenis vaksin imunisasi
Sampai saat ini dikenal dua jenis imunitas yaitu alamiah dan buatan. Imunitas
alamiah adalah murni pemberian Tuhan dan dibawa sejak seseorang dilahirkan
kedunia. Sedangkan imunitas buatan jika pertahanan tubuh atau resistensi terhadap
infeksi dibuat dengan memasukkan sebuah perlindungan dari luar.
Imunitas buatan terbagi dua yaitu imunitas pasif dan imunitas aktif. Dikatakan
imunitas pasif apabila perlindungan diberikan dari luar dan tidak berlangsung lama
11
tanpa ada partisipasi pertahanan tubuh dari dalam yang biasa disebut antibodi.
Sedangkan imunitas aktif apabila perlindungan dari luar membuat tubuh memiliki
simpanan antibodi yang berfungsi melawan penyakit tertentu maka tubuh secara aktif
berpartisipasi menolak infeksi (Gupte, 2004).
Di negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang di wajibkan oleh
pemerintah dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia
sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO di tambah dengan hepatitis B (Hidayat,
2005).
Jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah ini mencakup vaksinasi
terhadap tujuh penyakit utama yaitu vaksin BCG, DPT, polio, campak dan
hepatitis B.
2.2.2.1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan. Pemberian imunisasi BCG sebaiknya
dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada
umur 0-2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan satu kali saja (Markum, 2007).
Dosis untuk bayi kurang dari satu tahun adalah 0,05ml, dan untuk anak adalah
0,10ml. Imunisasi diberikan secara intrakutan di daerah insersi muskulus deltoideus
kanan. BCG tidak dapat diberikan pada penderita leukemia, penderita dalam
pengobatan jangka panjang, dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2001).
12
Menurut Markum (2007) pemberian imunisasi BCG juga memberikan efek
samping tetapi sifatnya ringan seperti peningkatan suhu tubuh. Pada tempat
penyuntikan akan timbul benjolan kecil berisi cairan dan akan meninggalkan bekas.
2.2.2.2. Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Manfaat pemberian imunisasi ini adalah untuk menimbulkan kekebalan aktif
dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. DPT
merupakan vaksin yang mengandung tiga elemen, yaitu toksoid Corynebacterium
diphteriae (difteri), bakteri bordetella pertussis yang telah dimatikan (seluruh sel),
dan toksoid Clostridium tetani (Wahab, 2001).
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali. Waktu pemberian imunisasi DPT
antara umur 2-11 bulan dengan interval empat minggu. Cara pemberian imunisasi
DPT melalui intra muskuler. Efek samping pada pemberian imunisasi DPT antar lain
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam, kadang-kadang bisa
terjadi kejang dan shock (Hidayat, 2005).
2.2.2.3. Vaksin Poliomielitis
Imunisasi polio diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit
poliomielitis. Terdapat dua jenis vaksin poliomielitis, yaitu vaksin yang diberikan per
oral dan yang diberikan secara suntikan. Vaksin poliomielitis oral (Sabin)
mengandung tiga tipe virus polio hidup yang dilemahkan (Virus polio 1, 2, dan 3).
WHO merekomendasikan pemberian vaksin poliomielitis oral trivalent sebagai
vaksin pilihan untuk pemberantasan poliomielitis (Wahab, 2001).
Di Indonesia dipakai vaksin poliomielitis oral (Sabin) yang diberikan sejak
bayi baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya 4-6 minggu. Pemberian
13
vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, hepatitis B, dan DPT. Bagi
bayi yang sedang menetek maka ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak
berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan
imunisasi ulangan DPT (Markum, 2007).
2.2.2.4. Vaksin Campak (Morbili)
Imunisasi campak diberikan untuk memperoleh kekebalan terhadap penyakit
campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah
dilemahkan. Vaksin campak harus didinginkan dengan suhu yang sesuai (2-80C)
karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus vaksin campak. Bila virus
vaksin mati sebelum disuntikan, vaksin tersebut tidak akan mampu menginduksi
respons imun. Banyak kegagalan vaksinasi akibat kesalahan penyimpanan (Wahab,
2001).
Menurut WHO (2003) yang dikutip oleh Markum (2007), imunisasi campak
cukup dilakukan dengan satu kali suntikan setelah bayi berumur sembilan bulan.
Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih
dari 90%. Namun, karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih
dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah
mempunyai imunitas. Oleh karena itu perlu pemberian ulangan vaksinasi pada usia
sekitar 5-7 tahun. Tujuannya adalah untuk menekan jumlah individu yang rentan
terjangkit campak sampai di bawah 1% (Gold, 2000 dalam Wahab, 2001).
2.2.2.5. Vaksin Hepatitis B
Ada dua tipe vaksin hepatitis B yang mengandung HBsAg, yaitu vaksin yang
berasal dari plasma, dan vaksin rekombinan. Kedua vaksin ini aman dan imunogenik
14
walaupun diberikan pada saat lahir karena antibody anti HBsAg ibu tidak
mengganggu respon terhadap vaksin (Wahab, 2001).
Bayi dari ibu pengidap HBsAg positif berespons kurang baik terhadap vaksin
karena vaksinasi sering baru diberikan setelah infeksi terjadi. Efektifitas vaksin untuk
mencegah pengidap hepatitis B kronis pada bayi-bayi ini berkisar antara 75-95%.
Pemberian satu dosis imunoglobulin hepatitis B (hepatitis B Immunoglobulin, HBIG)
pada saat lahir dapat sedikit memperbaiki efektifitasnya, tetapi HBIG tidak selalu
tersedia di kebanyakan negara-negara berkembang, disamping harganya yang relatif
mahal (EPI WHO, 1995 dalam Wahab, 2001).
Pemberian imunisasi hepatitis B berdasarkan status HbsAg ibu pada saat
melahirkan adalah sebagai berikut:
1) bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HBsAg-nya mendapatkan
5mcg (0,5ml) vaksin rekombinan atau 10mcg (1,0ml) vaksin asal plasma dalam
waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan
dosis ketiga pada umur 6 bulan. Kalau kemudian diketahui ibu mengidap
HbsAg positif maka segera berikan 0,5ml HBIG (sebelum anak berusia satu
minggu)
2) bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapatkan 0,5ml imunoglobulibn
hepatitis (HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5mcg (0,5ml) vaksin
rekombinan. Bila digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan 10mcg
(1,0ml) intramuskuler dan disuntikan pada sisi yang berlainan. Dosis kedua
diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan.
15
3) Bayi yang lahir dari ibu HbsAg negatif diberi dosis minimal 2,5mcg (0,25ml)
vaksin rekombinan, sedangkan kalau digunakan vaksin berasal dari plasma,
berikan dosis 10mcg (1,0ml) intramuskuler pada saat lahir sampai usia 2 bulan.
Dosis kedua diberikan pada umur 1-4 bulan, sedangkan dosis ketiga diberikan
pada umur 6-18 bulan
4) Ulangan imunsasi hepatitis B (Hep B4) diberikan pada umur 10-12 tahun
(IDAI, 1999 dalam Wahab 2001)
2.3 Gambaran pelaksanaan program posyandu dan status imunisasi
Muninjaya (2004) menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan terpadu adalah
suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah
kerja puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu dibalai dusun,
balai kelurahan, RW dan sebagainya disebut dengan pos pelayanan terpadu
(Posyandu).
Kegiatan dalam posyandu ini adalah semua kegiatan pelayanan terpadu mulai
dari persiapan bahan, tempat dan kelompok penduduk sasaran yang dilakukan oleh
staf puskesmas dan kader. Dilaksanakannya kegiatan posyandu di lapangan
menggunakan mekanisme lima meja dengan urutan yang dimulai dari pendaftaran,
penimbangan balita dan ibu hamil, pencatatan pada KMS, penyuluhan dan pelayanan
untuk ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur (PUS) tentang KB, sampai
dengan imunisasi (Effendi, 2008).
Pelaksanaan program posyandu dikatakan berhasil apabila telah sesuai dengan
tujuan dan target masing-masing program, misalnya meningkatkan cakupan vaksinasi
16
campak dari 45% manjadi 60% di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun,
mengintensifkan kegiatan imunisasi campak diwilayah binaan melalui upaya
penyuluhan dan pencatatan penduduk sasaran setempat, menyediakan vaksin campak
di semua posyandu sejumlah dua kali dari perhitungan jumlah bayi sasaran
(Muninjaya, 2004).
Mengingat bahwa pemberian imunisasi merupakan salah satu kegiatan di
posyandu maka jelaslah bahwa kelengkapan imunisasi dalam suatu wilayah tertentu
juga di tentukan oleh terlaksananya program posyandu dengan baik di wilayah
tersebut. Imunisasi pada balita dikatakan lengkap apabila balita tersebut telah
mendapatkan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ikatan dokter anak
indonesia (IDAI) diantaranya BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis B.
Status imunisasi balita ditentukan tidak hanya oleh faktor faktor rumah tangga
seperti komunikasi, geografis program imunisasi yang di lakukan di posyandu. Status
imunisasi dikatakan lengkap jika anak sudah memperoleh imunisasi, jika salah satu
imunisasi tidak ada maka imunisasi tidak lengkap.
17
2.4 Kerangka Teori
Skema 1 : kerangka teori penelitian tentang pelaksanaan program posyandu dankelengkapan status imunisasi balita.
Keterangan :
= Tidak diteliti
Gambar 2.1Kerangka Teori
Sumber: Muninjaya (2004).
Pelaksanaan programposyandu
Status imunisasi balita
Mekanisme lima meja
- Terlaksana dengan baik- Terlaksana sebagian- Tidak terlaksana
- Lengkap- Tidak lengkap
- Imunisasi wajib
- Imunisasi di anjurkan
Pelaksanaan programposyandu dan kelengkapan
status imunisasi balita
18
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
status imunisasibalita
Pelaksanaan programposyandu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Rancangan Cross Sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach). (Notoatmodjo, 2010).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribee
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 agustus sampai 31 agustus tahun
2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu dengan anak balita yang
pernah datang ke posyandu-posyandu yang berada diwilayah kerja Puskesmas Suak
19
20
Ribee Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat jumlah populasi 353 anak
balita.
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik Accidental sampling ibu dan balita
yang datang keposyandu pada pelaksaan posyandu.
2)(1 dN
Nn
n = besarnya sampel
N = total populasi
d = derajat kebebasan = 0,1
Sehingga didapatkan :
78)1,0(3531
3532
n
Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 78 Balita.
Rumus: Jumlah Balita Jumlah Sampel
Desa Suak Nie : 40 9
Desa Suak Raya : 30 7
Desa Suak Sigadeng : 21 578353 X 21 = 5
78353 X 30 = 7
78353 X 40 = 9
SampelPopulasi X Jumlah Balita
21
Desa Suak Ribe : 60 13
Desa Kuta Padang : 55 12
Desa Ujong Kalak : 40 9
Desa Kampung Belakang : 35 8
Desa Suak Indrapuri : 24 5
Desa Kampung Pasir : 27 6
Desa Pasir Aceh : 21 4
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, untuk mencari informasi dari responden status imunisasi pada
balita
78353 X 21 = 4
78353 X 27 = 6
78353 X 24 = 5
78353 X 35 = 8
78353 X 40 = 9
78353 X 55 = 12
78353 X 60 = 13
22
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung yang dibutuhkan peneliti yang berupa
data Gambaran Umum Lokasi penelitian, dan laporan jumlah balita yang di
imunisasi.
3.5 Definisi Operasional
No VariabelDependen
Keterangan
1 Pelaksanaanprogramposyandu
Definisi
Cara ukurAlat UkurHasil Ukur
Skala ukur
Seperangkat kegiatan yang dilakukan padawaktu tertentu oleh puskesmas dan kaderkesehatanObservasiLembar Observasi1. Terlaksana2. Tidak terlaksanaOrdinal
Variabelindenpenden
Keterangan
2 Status imunisasibalita
Definisi
Cara ukurAlat UkurHasil Ukur
Skala ukur
Terpenuhinya pemberian imunisasi aktifbuatan sesuai dengan program imunisasiyang diwajibkan oleh pemerintah kepadabalita.WawancaraKuesioner1. Lengkap2. Tidak lengkapOrdinal
3.6. Aspek Pengukuran
Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang meliputi pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Alat yang digunakan adalah lembar
kuesioner.
Adapun penjelasan dari hasil ukur pada definisi operasional adalah sebagai berikut:
23
1. Pelaksanaan program posyandu :
Berdasarkan kutipan dari Guttman (2006) adalah sebagai berikut:
1. Terlaksana = > 9 jawaban ya
2. Tidak terlaksana = ≤ 9 jawaban tidak
2. Status Imunisasi balita :
Berdasarkan kutipan dari Guttman (2006) adalah sebagai berikut:
1. Lengkap = > 8 jawaban ya
2. Tidak lengkap = ≤ 8 jawaban tidak
3.7. Analisa Data
Univariat adalah Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan statistik sederhana yaitu persentase atau proporsi. (Eko
Budiarto, 2001).
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Secara geografis Puskesmas Suak Ribee Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat dengan luas wilayah kerja UPTD puskesmas Suak Ribe
seluruhnya ± 6.328 km2 yang meliputi 10 desa.puskesmas Suak Ribee dengan
batas batas wilayah kerja.
1. Sebelah Utara : Laut
2. Sebelah Selatan : Seunebok
3. Sebelah Barat : Cot Darat Sama Tiga
4. Sebelah Timur : Ujong Baroh
Jumalah pegawai 70 orang dan 13 pegawai bakti
1. Dokter Umum : 1
2. Dokter Gigi : 1
3. Bidan : 40
4. Perawat : 41
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 12 agustus
sampai dengan 31 agustus 2013. Dengan Mengunakan teknik pengambilan sampel
yaitu total sampling di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribeepada 78balita.
25
4.2 Analisis Univariat
4.2.1. Pelaksanaan Program Posyandu
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan PelaksanaanProgram Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Suak RibeeKecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
No Pelaksanaan ProgramPosyandu
Frekuensi %
1 Tidak Terlaksana 2 202 Terlaksana 8 80
Total 10 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
bahwa mayoritas pelaksanaan program posyandu yang terlaksana yaitu 8
posyandu 80 %
4.2.2. Status Imunisasi balita
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status ImunisasibalitaDi Wilayah Kerja Puskesmas Suak Ribee KecamatanJohan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
No Status Imunisasi balita Frekuensi %
1 Tidak Lengkap 27 34,62 Lengkap 51 65,4
Total 78 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
bahwa mayoritas kelengkapan status imunisasi balita yaitu 51 responden
65,4%
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pelaksanaan Program Posyandu
Ranuh, (2008).Imunisasi atau kekebalan tubuh terhadap ancaman penyakit
adalah tujuan utama dari pemberian vaksinasi.Pada hakekatnya kekebalan tubuh
dapat dimiliki secara pasif maupun aktif.Keduanya dapat diperoleh secara alami
26
maupun buatan oleh karena itu perlu dilakukannya imunisasi sebagai upaya
pencegahan terhadap serangan penyakit yang berpengaruh terhadap status gizi anak.
Program ini merupakan intervensi kesehatan yang paling efektif, yang
berhasil meningkatkan angka harapan hidup (Ranuh, 2001).Sejak penetapan the
Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak
meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada
2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000
kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya. Vaksinasi terhadap 7
penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang:
BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Banyak anggapan salah tentang
imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangan
praktisi tertentu khawatir terhadap risiko dari beberapa vaksin.
Menurut pendapat peneliti.Program imunisasi dan pelaksanaan program
posyandu di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribe masih ada posyandu yang belum
terlaksana, karena akibat kurangnya partisipasi mayarakat dalam kegiatan
posyandu. Kurangnya partisipasi ini diakibatkan karena kebanyakan dari ibu yang
mempunyai balita berstatus pekerja, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk membawa anaknya ke posyandu.
4.3.2 Status Imunisasi balita
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar
meliputi beberapa hal, salah satunya yang disampaikan oleh Suparyanto (2011) yang
menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi balita
antara lain adalah pengetahuan, motif, pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga,
fasilitas posyandu, lingkungan, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan dan pendidikan.
27
Para peneliti juga telah melakukan riset tentang faktor yang berhubungan dengan
kelengkapan imunisasi, antara lain yang dilakukan oleh Ningrum (2008) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di
Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali di dapatkan hasil bahwa pengetahuan dan
motivasi ibu berpengaruh positif terhadap kelengkapan
imunisasi dasar, sedangkan tingkat pendidikan dan jarak rumah tidak
mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Albertina (2009) tentang kelengkapan imunisasi dasar anak balita dan
faktor-faktor yang berhubungan di poliklinik anak beberapa rumah sakit di Jakarta
dan sekitarnya pada bulan Maret 2008 di dapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan orang tua terhadap kelengkapan imunisasi dasar, sedangkan
faktor pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan sikap orang tua tidak
berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar.
Menurut peneliti.Kelengkapan imunisasi pada anak balita adanya kesadaran
dari orang tua balita yang ingin membawa anak keposyandu untuk di imunisasi, di
dalam penelitian ini peneliti mendapatkan 34,6 % balita yang tidak lengkap di
imunisasi dan yang lengkap 65,4 dari 78 balita.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan analitik seperti yang diuraikan
pada bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan sebagai berikut :
1. Persentase pelaksanaan program posyandu bedasarkan kelengkapan status
imunisasi yang mempunyai status terlaksana adalah sebesar 62,8%.
2. Persentase kelengkapan status imunisasi yang mempunyai status terlaksana
adalah sebesar 65,4 %.
5.2 Saran
1. Bagi Ibu dianjurkan kepada ibu supaya lebih banyak mencari sumber
informasi atau menambah pengetahuan khususnya tentang imunisasi
dengan sering mengikuti penyuluha-penyuluhan yang diadakan oleh
puskesmas. Kepada ibu yang mempunyai balita supaya ikut serta apabila
ada program imunisasi yang diadakan oleh tenaga kesehatan atau
puskesmas.
2.Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk dapat bekerjasama dengan
keluarga dalam menjaga dan meningkatkan kepeduliannya terhadap
pentingnya imunisasi khususnya pada balita.
3.Bagi peneliti lain mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran
pelaksanaan program posyandu dan status imunisasi balita di wilayah
kerja Puskesmas Suak Ribee Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.