Post on 06-Mar-2019
i
PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN
PADA ANAK PENYANDANG TUNA NETRA
DI PANTI TUNA NETRA “DISTRARASTRA” PEMALANG
(Analisis Bimbingan Konseling Islam)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
FARUKHIN 1103109
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (lima) Eksemplar
Hal : Persetujuan Naskah
Usulan Skripsi
Kepada Yth :
Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara :
Nama : Farukhin
NIM : 1103105
Fak/Jurusan : Dakwah/BPI
Judul Skripsi : Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak Penyandang Tuna
Netra Di Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang (Analisis
Bimbingan Konseling Islam)
Dengan ini saya setujui dan mohon diujikan. Demikian atas perhatiannya
diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Januari 2009
Pembimbing,
Bidang Subtansi dan Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Drs. H. Sholekhan, M. Ag H. Abdul Sattar, M. Ag. NIP. 150 271 978 NIP. 150 290 160
iii
PENGESAHAN
SKRIPSI
PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN
PADA ANAK PENYANDANG TUNA NETRA
DI PANTI TUNA NETRA DISTRARASTRA PEMALANG
(Analisis Bimbingan Konseling Islam)
Disusun Oleh
Farukhin 1103109
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 28 Januari 2009
Dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji/ Dekan/Pembantu Dekan Anggota Penguji Drs. Ali Murtadho, M. Pd Hj. Jauharotul Farida, M. Ag NIP. 150 274 618 NIP. 150 245 379 Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing, H. Abdul Sattar, M. Ag H. Abu Rohmad, M. Ag NIP. 150 290 160 NIP. 150 318 014 Pembimbing l, Pembimbing ll, Drs. Sholehan, M. Ag H. Abdul Sattar, M. Ag NIP. 150 271 978 NIP. 150 290 160
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang
belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar
pustaka.
Semarang, Januari 2009
Farukhin
v
MOTTO
$pκ š‰r'̄≈ tƒ â¨$ ¨Ζ9$# ô‰s% Ν ä3ø?u™!$ y_ ×π sà Ïãöθ ¨Β ⎯ ÏiΒ öΝà6În/§‘ Ö™!$xÏ© uρ $yϑÏj9 ’Îû Í‘ρ߉Á9$# “ Y‰èδuρ ×π uΗ ÷qu‘ uρ
t⎦⎫ÏΨ ÏΒ ÷σßϑù= Ïj9 .)57: يونس(
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS. Yunus: 57).
vi
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Illahi tanpa batas, dengan
keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang
yang selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka
yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
Bapak dan Ibuku yang tercinta (Bapak H. Marjana dan Ibu Hj.
Ropi’ah), yang memberi motivasi dan semangat dalam hidupku.
Ridlamu adalah semangat hidupku.
Kakakku tersayang dan tercinta, yang telah memberi semangat untuk
menuntaskan skripsi ini.
Keponakanku semua yang selalu aku kangenin, smoga kalian menjadi
anak yang shaleh dan shalekhah…..Amien.
Untuk orang yang selalu menyayangiku dan menemaniku dalam suka
dan duka.
Sahabat-sahabatku keluarga besar Pondok Pesantren Sirojul
Mubtadi’in, Kang Zaenal, Cak Rochmat, Sale dkk. yang tak dapat
kusebutkan satu persatu yang selalu bersama dalam canda dan tawa
yang senasib seperjuangan.
Temen-temenku keluarga besar Aliansi Putra-Putri Al-Amin
(APFAL), yang selalu memberikan dorongan serta motivasi dalam
menyusun skripsi ini.
Penulis
vii
ABSTRAKSI Skripsi ini disusun oleh Farukhin (NIM 1103109) dengan pembimbing
Drs. H. Sholekhan, M.Ag (bidang substansi materi) dan H. Abdul Sattar, M.Ag (bidang metodologi dan tata tulis). Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak Penyandang Tuna Netra Dipanti Tuna Netra Distrarastra Pemalang (Analisis Bimbingan dan Konseling Islam)”. Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Manusia juga memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya, maksudnya bantuan dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari luar lingkungan. Karena manusia hidup tidak akan terlepas dari permasalahan atau problem yang mengakibatkan manusia itu terpojok dan tidak bisa berpikir panjang, sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku dan kehidupan manusia. Ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik batin akan timbul pada seseorang apabila kebutuhan-kebutuhan hidup yang sifatnya vital, terhalang, maka akan mengakibatkan frustasi, rendah diri dan keminderan.
Hal ini yang dialami oleh anak tuna netra karena mereka mengalami kekurangan pemuasan kebutuhan dan ketegangan dalam kehidupannya. Sebab anak tuna netra adalah orang yang mengalami kekurangan dalam penglihatan pada dunia luar, sehingga terjadi perbedaan dalam menanggapi permasalahan yang muncul akibat dari kekurangan yang ada pada diri anak tuna netra.
Penulis ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi dan psikologi. Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kepustakaan dengan analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan melainkan menggambarkan dan menganalisis data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau kata-kata.
Dalam pembahasannya bimbingan dan konseling Islam berusaha membantu jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. Bantuan pencegahan masalah ini merupakan salah satu fungsi bimbingan. Karena berbagai faktor, individu bisa juga terpaksa menghadapi masalah dan kerap kali pula individu tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapinya itu. Bantuan pemecahan masalah ini merupakan salah satu fungsi bimbingan juga, khususnya merupakan fungsi konseling sebagai bagian sekaligus teknik bimbingan.
Orang-orang tuna netra agak kurang mampu menyesuaikan diri dari pada orang-orang yang dapat melihat. Tetapi meskipun orang-orang tuna netra kurang mampu dalam menyesuaikan diri dari pada orang-orang yang dapat melihat, tetapi fakta menunjukkan bahwa penglihatan yang rusak berat tidak ada hubungannya dengan gangguan-gangguan tingkah laku yang parah pada sebagian besar orang tuna netra
Oleh karena itu sangat diperlukan bimbingan keagamaan dalam menumbuhkan pribadi anak tuna netra, dengan melalui penghayatan nilai-nilai ketaqwaan dan keimanan. Sehingga mereka menyadari bahwa apa yang telah mereka alami merupakan karunia yang diberikan Allah Swt.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang
senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis
dalam rangka menyelesaikan karya skripsi dengan judul “PELAKSANAAN
BIMBINGAN KEAGAMAAN PADA ANAK PENYANDANG TUNA
NETRA DI PANTI TUNA NETRA DISTRARASTRA PEMALANG
(Analisis Bimbingan dan Konseling Islam)”. Karya skripsi ini disusun
memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
bidang jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam di Fakultas Dakwah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang. Shalawat serta salam semoga selalu
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti jejak perjuangannya.
Dalam menyusun skripsi ini penulis merasa bersyukur atas bantuan dan
dorongan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya skripsi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Rektor IAIN Walisongo, yang telah memimpin lembaga tersebut
dengan baik.
2. Bapak Drs. H. M. Zaen Yusuf, MM. Selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. H. Solekhan, M.Ag selaku Dosen pembimbing I dan Bapak H.
Abdul Sattar, M.Ag. selaku Dosen pembimbing II yang telah berkenan
membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaannya meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan-pengarahan
hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Seluruh dosen, staf dan karyawan dilingkungan civitas akademik Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan pelayanan
yang baik serta membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
5. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang serta pengelola
perpustakaan Fakultas Dakwah yang telah memberikan pelayanan
kepustakaan dengan baik.
ix
6. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, kakak-kakakku yang tersayang serta
keponakan-keponakan.
7. temen-temenku mahasiswa IAIN Wlisongo Semarang. Terutama ditujukan
kepada temen-temenku dijurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skipsi ini belum
mencapai kesempurnaan yang ideal dalam arti sebenarnya, namun penulis
berharap semoga skipsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Januari 2009
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .……………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………… iv
HALAMAN MOTTO ………...……………………………………… v
HALAMAN PERSEMBAHAN …………..………………………… vi
HALAMAN ABSTRAKSI ……….. ……………………………… vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ……………………………… viii
HALAMAN DAFTAR ISI …...………………………………………. x
BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………… 1
1.1 Latar belakang………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………… 5
1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ………………………………. 6
1.4 Tinjauan pustaka…………………………………………. … 7
1.5 Metode penelitian ……………………………………….. 8
1.5.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian ……………………… 8
1.5.2 Data dan Sumber Data …………………………………. 9
1.5.3 Metode Pengumpulan Data ………………………… 9
1.5.4 Metode Analisis Data ………………………………… 11
1.6 Sistematika Penulisan ………...…………………………… 12
BAB 11 : TINJAUAN UMUM TENTANG BIMBINGAN
KEAGAMAAN DAN ANAK TUNA NETRA
2.1 BIMBINGAN KEAGAMAAN ………………………… 14
2.1.1 Pengertian Bimbingan Keagamaan …………………… 14
2.1.2 Pentingnya Bimbingan Keagamaan ………………… 16
2.1.3 Azas-azas Bimbingan Keagamaan ……………………… 17
2.1.4 Tujuan dan Fungsi Bimbingan Keagamaan …………… 19
2.1.5 Materi Bimbingan Keagamaan………………………… 21
xi
2.2. ANAK TUNA NETRA
2.2.1 Pengertian Anak Tuna netra ……………. .………… 24
2.2.2 Macam-macam Tuna netra…………………………. 29
2.2.3 Faktor-faktor penyebab Tuna Netra ……………… 32
2.2.4 Kondisi Psikologis Anak Tuna Netra ……………… 34
2.2.5 Peran bimbingan keagamaan dalam dakwah pada anak tuna
netra ………………………………………………….. 35
BAB 111 : PANTI TUNA NETRA DISTRARASTRA PEMALANG DAN
PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN
3.1 Gambaran Umum Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang … 38
3.1.1 Tinjauan Historis ..………………………………. …… 38
3.1.2 Letak Geografis ………………………………………… 39
3.1.3 Struktur Organisasi dan fungsi, visi dan misi Panti
Distrarastra Pemalang ………………………………………... 40
3.1.4 Keadaan Pengurus dan Anak Tuna Netra .………….. 43
3.1.5 Sarana dan Prasarana ………………………………… 44
3.2 Pola Pelaksanaan Bimbingan Pada Anak Penyandang Tuna Netra
Dipanti Tuna Netra Distrarastra Pemalang………………… 45
3.3 Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak Penyandang Tuna
Netra Dipanti Tuna Netra Distrarastra Pemalang……………… 51
3.3.1 Pengisian Waktu Senggang …..……………………….. 51
3.3.2 Bimbingan Agama Yang tepat ..……………………….. 53
3.3.3 Orientasi dan Konsultasi ………………………………… 55
BAB 1V : ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN
PADA ANAK PENYANDANG TUNA NETRA DIPANTI
TUNA NETRA DISTRARASTRA PEMALANG
4.1 Analisis Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak
Penyandang Tuna Netra Dipanti Distrarastra Pemalang ………. 57
4.2 Analisis Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak
Penyandang Tuna Netra Dipanti Distrarastra Pemalang Di Tinjau
Dalam Analisis Bimbingan Konseling Islam ………………… 61
xii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ……………………………………………….. 67
5.2 Saran-saran ……………………………………………….. 68
5.3 Penutup ……………………………………………………. 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama universal sebagai rahmat bagi seluruh
alam termasuk umat manusia. Islam tidak membedakan antara orang yang
kaya dengan orang yang miskin, lemah, kuat ataupun mereka yang normal
(sehat) bahkan mereka yang mengalami kecacatan, karena yang
membedakan di antara manusia di sisi Allah Swt, hanyalah tingkat
ketakwaan mereka (Jalaludin, 2001: 225).
Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Manusia
juga memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang
secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya, maksudnya
bantuan dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dari luar lingkungan.
Karena manusia hidup tidak akan terlepas dari permasalahan atau problem
yang mengakibatkan manusia itu perpikiran sempit dan juga tidak bisa
berpikir panjang, sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku dalam
kehidupan manusia (Purwanto, 2000: 113).
Setiap tingkah laku manusia merupakan manifestasi dari sifat atau
karakter manusia dan ditujukan untuk memenuhi kesesuaian pola hidup.
Dengan kata lain setiap tingkah laku manusia terarah pada satu obyek atau
suatu tujuan tertentu. Tingkah laku yang salah dapat mengakibatkan
ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik batin, yang dapat menimbulkan
keresahan dalam setiap pribadi manusia, hal ini dapat mengakibatkan
frustasi, rendah diri dan keminderan (Kartono, 1989: 36). Hal ini yang
2
dialami oleh anak tuna netra karena mereka mengalami ketidaksesuaian
dalam hidupnya dengan orang lain, sehingga menyebabkan ketegangan
dalam kehidupannya. Sebab anak tuna netra adalah orang yang mengalami
kekurangan dalam penglihatan pada dunia luar, maka terjadi perbedaan
dalam menanggapi permasalahan yang muncul akibat dari kekurangan yang
ada pada diri anak tuna netra.
Sikap anak tuna netra terhadap diri mereka sendiri didapatkan dari
apa yang mereka rasakan dari dunia luar, sehingga dapat menyebabkan
tingkah laku yang berbeda-beda walaupun dalam kondisi yang sama. Maka
anak tuna netra kurang mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan, dari
pada orang-orang yang dapat melihat. Karena pada dasarnya setiap anak
tuna netra lebih cenderung mengarahkan tingkah laku agresifnya ke dalam
diri mereka sendiri (Semiun, 2006:302).
Akibat dari ketunanetraan, maka pengalaman dan pengenalan
terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh.
Dalam perkembangan kognitif anak tuna netra cenderung terhambat
dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan
perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau
kemampuan intelegensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera
penglihatannya. Oleh karena itu sangat diperlukan bimbingan keagamaan
dalam menumbuhkan pribadi anak tuna netra, dengan melalui penghayatan
nilai-nilai ketaqwaan dan keimanan. Sehingga mereka menyadari bahwa
apa yang telah mereka alami merupakan karunia yang diberikan Allah Swt.
Setiap anak yang cacat fisik adalah anak yang mengalami
kekurangan dalam berpikir, berbuat dengan lingkungannya. Setiap apa yang
3
dilakukan hanya berdasarkan kemampuan bawaan dan pengalamannya
sendiri yang didapatkan. Jika anak telah merasakan cinta kasih orang tua
yang normal, dan diterima oleh orang-orang yang berarti dalam
lingkungannya, maka ini merupakan kesempatam yang baik dimana anak
bisa belajar menerima cacatnya dan mengatur cara yang terbaik untuk
menyesuaikan diri dengan cacatnya itu. Sebaliknya, apabila anak tidak
pernah memiliki lingkungan yang baik, dan pola hidup yang tidak sesuai
dengan pembawaan anak tersebut dapat menimbulkan keresahan dalam jiwa
mereka (Semiun, 2006: 299).
Ketika seorang anak mengalami keresahan dalam kehidupannya
maka hal yang terpenting adalah memberikan ajaran agama yang tepat.
Karena agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem
nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma
tersebut menjadi pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan
dengan keyakinan agama yang dianutnya (Jalaludin, 2001: 240). Dengan
menanamkan nilai-nilai agama pada anak tuna netra, maka anak tuna netra
mampu dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama,
sehingga anak tuna netra dapat hidup selaras sesuai dengan norma yang ada
dalam masyarakat maupun norma-norma agama. Norma-norma agama
perlu ditanamkan pada anak tuna netra, supaya mereka dalam berinteraksi
maupun berkomunikasi dalam masyarakat sesuai dengan norma-norma
tersebut, sehingga dapat tercipta hubungan yang harmonis dan selaras, baik
hubungannya dengan manusia (Khablum Minannas) maupun dengan
Tuhan-Nya (Khablum Minallah).
4
Sebagai pedoman dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan, maka
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Imran : 112
ôM t/ÎàÑ ãΝ Íκö n= tã èπ ©9Ïe%!$# t⎦ø⎪ r& $tΒ (# þθ àÉ)èO ωÎ) 9≅ö6 pt ¿2 z⎯ ÏiΒ «! $# 9≅ö6 ymuρ z⎯ÏiΒ Ä¨$ ¨Ψ9$# .) 112:عمران ال(
Artinya : “mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali
jika mereka berpegang kepada tali (Agama) Allah dan tali
(perjanjian) dengan manusia.” (Qs. Al-Imran : 112).
Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya.
Dengan mengenal diri sendiri, maka manusia akan dapat bertindak dengan
tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian
tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka
ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri,
lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan bantuan ini dapat
diberikan melalui bimbingan dan konseling (Walgito, 2005: 9-10).
Agama merupakan kebutuhan jiwa manusia, yang dapat mengatur
dan mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan dan cara menghadapi
tiap-tiap masalah. Bimbingan keagamaan memberikan alternativ pada anak
tuna netra, untuk mendapatkan perhatian yang layak sebagai pribadi yang
sedang berkembang serta mendapatkan bantuan dalam menghadapi semua
tantangan, kesulitan dan permasalahan yang berkaitan dengan
perkembangan mereka. Dapat ditegaskan, bahwa penanaman nilai-nilai
agama dan keyakinan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan Yang Maha
Esa adalah kebutuhan jiwa yang pokok, yang dapat memberikan bantuan
bagi anak tuna netra dalam menghadapi permasalahan hidup yang selalu
datang silih berganti.
5
Dari uraian tersebut, maka bimbingan keagamaan pada anak tuna
netra bukan tugas ringan yang dapat dilakukan dalam waktu yang singkat,
akan tetapi merupakan tugas yang berat dan memerlukan ketekunan,
kebijaksanaan dan tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan yang dibimbing.
Karena dalam hal ini anak tuna netra memiliki kelainan fisik yang tidak
sempurna dalam penglihatannya. Untuk itu anak tuna netra membutuhkan
bimbingan keagamaan, agar dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup
yang muncul, baik yang timbul dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya,
misalnya kurang percaya diri, frustasi, dan keminderan, dapat cepat
diselesaikan dengan baik, sehingga anak tuna netra akan mudah dalam
bergaul dalam lingkungan masyarakat dan menjadi manusia yang mampu
menjalankan ajaran agamanya agar tercapainya kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, penyusun tertarik untuk mengangkat
skripsi berjudul “Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak
Penyandang Tuna Netra Di Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang
(Analisis Bimbingan dan Konseling Islam).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana pelaksanaan bimbingan keagamaan pada anak
penyandang tuna netra di panti tuna netra Distrarastra Pemalang ?
6
1.2.2 Bagaimana pelaksanaan bimbingan keagamaan pada anak
penyandang tuna netra bila ditinjau dalam analisis bimbingan
konseling Islam ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan bimbingan
keagamaan pada anak penyandang tuna netra di panti tuna netra
“Distrarastra” Pemalang.
b. Untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan bimbingan
keagamaan pada anak penyandang tuna netra bila ditinjau dalam
analisis bimbingan konseling Islam.
1.3.2 Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat, baik secara
praktis maupun teoritis :
a. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi para pengelola dan pembimbing sebagai bahan
pertimbangan dan pemikiran lebih lanjut dalam usaha
meningkatkan kualitas bimbingan terhadap anak tuna netra di
panti tuna netra “Distrarastra” Pemalang.
b. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam ilmu dakwah khususnya Bimbingan Konseling
Islam dan dapat menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat
7
menambah koleksi kepustakaan Islam dan bermanfaat bagi
kalangan akademis pada khususnya serta masyarakat pada
umumnya.
1.4 Tinjauan Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis, ada beberapa penelitian yang
relevan dengan judul skripsi yang penulis ajukan, antara lain :
“Pengaruh Bimbingan Keagamaan Terhadap Kesehatan Jiwa
Penderita Penyakit Kanker Dirumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta”, judul
tersebut disusun oleh Masfiah yang lulus tahun 2006. Dalam
pembahasannya penulis memfokuskan pada kesehatan jiwa, yaitu
bimbingan keagamaan diarahkan pada kesembuhan pasien. Sedangkan
dalam penelitian yang saya ajukan memfokuskan pada pelaksanaan
bimbingan keagamaan dalam menghadapi rasa rendah diri yang merupakan
gejala-gejala gangguan jiwa pada anak tuna netra.
“Efektifitas Bimbingan Keagamaan Terhadap Perubahan Akhlak
Pada Santri Pimpinan K. H. Amin Budi Harjono”, judul tersebut disusun
oleh Yusriyah yang lulus tahun 2004. Dalam pembahasannya penulis
memfokuskan pada perubahan akhlak setelah mengikuti bimbingan
keagamaan. Sedangkan dalam penelitian yang akan saya susun fokus
kajiannya pada masalah pengendalian tingkah laku.
Di samping dua skripsi diatas, penulis juga menggunakan telaah
pustaka dari skripsi dengan judul “Bimbingan Penyuluhan Agama Islam
Dalam Membentuk Mental Pribadi Yang Sehat Dan Mandiri Di Yayasan
Pembinaan Anak Cacat Surakarta”, judul tersebut disusun oleh Hanafiyah
8
yang lulus tahun 1999. Dalam pembahasannya penulis menyimpulkan
bahwa pelaksanaan bimbingan penyuluhan agama Islam (PBAI) di Yayasan
pembinaan anak-anak cacat Surakarta didasarkan pada kesadaran dan
kebutuhan akan PBAI dan kondisi jasmani dan rohani serta kemandirian
seseorang yang diharapkan anak binaannya nanti dapat beraktualisasi
didunia realitas. Sedangkan dalam penelitian yang akan saya ajukan fokus
kajiannya pada bimbingan keagamaan yang menekankan pada nilai-nilai
keagamaan.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian secara holistic dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah (Moleong, 2006: 6).
Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan
pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang
mendalam dan komprehensif. Ada dua pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini. Pertama: pendekatan sosiologis, sosiologi
adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan
masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala
sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu
fenomena sosial dapat di analisa dengan faktor-faktor yang
9
mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-
keyakinan yang mendasari proses tersebut (Nata, 2000: 38-39).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologis
dikarenakan sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu
pendekatan memahami kehidupan manusia di masyarakat. Kedua :
Pendekatan psikologis, psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu yang
mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat
diamatinya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
psikologis dikarenakan dengan pendekatan psikologis dapat
diketahui tingkat keagamaan yang dialami oleh seorang individu
atau dalam hal ini anak tuna netra.
1.5.2 Data dan Sumber Data
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan
responden maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam
bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya (Subagyo, 1991: 87).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber data primer yaitu:
sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung
(Subagyo, 1991: 87-88). Dalam hal ini yang digunakan sebagai
sumber data primer adalah para pembina dan anak tuna netra yang
berada di Panti “Distrarastra” Pemalang.
Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh
lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek
penelitian (Azwar, 1998: 91). Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber data sekunder adalah sesuatu sesuatu yang memiliki
10
kompetensi dengan masalah yang menjadi pokok dalam penelitian
ini, baik buku-buku maupun dokumen-dokumen yang ada
relevansinya dengan kajian penelitian.
1.5.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk mengadakan penelitian ini, metode pengumpulan
data yang digunakan adalah:
a. Observasi
Penelitian yang dilakukan dengan cara menggunakan
pengamatan terhadap obyek secara langsung atau tidak
langsung. (Ali, 1993: 72). Metode observasi biasa juga diartikan
sebagai pengamatan atau pencatatan data dengan sistematis
fenomena yang diselidiki (Hadi, 2004: 151).
Metode observasi penulis lakukan dengan melihat
langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pembina atau
pengasuh panti dengan anak tuna netra yang berkaitan dengan
bimbingan keagamaan.
b. Wawancara
Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara,
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan pada informan, wawancara bersama berhadapan
langsung antara interviewer dengan informan dan kegiatannya
dilakukan secara lisan (Subagyo, 1996: 234).
Dalam metode wawancara ini, peneliti mengadakan
wawancara langsung dengan anak tuna netra dan para pembina
11
panti Distrarastra Pemalang. Penelitian ini menggunakan
wawancara bentuk terbuka sehingga dapat diperoleh data yang
luas dan mendalam.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi ini adalah suatu metode dengan
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan sebagainya. Dibandingkan dengan
metode yang lain, metode dokumentasi ini yang tidak begitu
sulit dan diamati dalam metode ini adalah benda mati bukannya
benda hidup (Arikunto, 2002: 206).
Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh dokumen-
dokumen tentang keadaan umum panti Distrarastra kabupaten
Pemalang dan kebijakan yang terkait dengan penelitian ini.
1.5.4 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lain-lain untuk
meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain (Muhadjir, 1992:
183). Setelah data terkumpul, kemudian dikelompokkan dalam
satuan kategoris dan dianalisis secara kualitatif. Adapun metode
yang digunakan adalah metode analisis kualitatif deskriptif. Metode
ini bertujuan melukiskan secara sistematis, fakta dan karakteristik
bidang-bidang tertentu, secara faktual dan cermat dengan
12
menggambarkan keadaan atau struktur fenomena (Arikunto, 1996:
243).
1.6 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab dan setiap bab terdiri dari sub
bab, dengan perincian sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan umum tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan pada
anak penyandang tuna netra meliputi: pengertian bimbingan
keagamaan, pentingnya bimbingan keagamaan, asas-asas bimbingan
keagamaan, tujuan dan fungsi bimbingan keagamaan dan materi
bimbingan keagamaan. Anak tuna netra, definisi anak tuna netra,
macam-macam tuna netra, faktor penyebab tuna netra, kondisi
psikologis anak tuna netra, dan peran bimbingan keagamaan pada
anak tuna netra.
Bab III Berisi gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi tinjauan
historis, letak geografis, struktur organisasi dan fungsi, visi dan
misi, keadaan pengurus dan anak tuna netra, sarana dan prasarana.
Pola pelaksanaan bimbingan keagamaan pada anak penyandang tuna
netra di panti tuna netra “Distrarastra” Pemalang. pelaksanaan
bimbingan keagamaan pada anak penyandang tuna netra di panti
tuna netra “Distrarastra” Pemalang.
13
BAB IV Memuat analisis pembahasan masalah yang berisi tentang analisis
dari bab II dan bab III yang membahas tentang pelaksanaan
bimbingan keagamaan pada anak penyandang tuna netra di panti
tuna netra “Distrarastra” Pemalang studi analisis bimbingan
konseling Islam
BAB V Merupakan bab terakhir sekaligus sebagai bab penutup yang
meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BIMBINGAN KEAGAMAAN
DAN ANAK TUNA NETRA
2.1 Bimbingan Keagamaan
2.1.1 Pengertian
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata
“Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti
“menunjukkan, membimbing, menuntun, ataaupun membantu”. Sesuai
dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai
suatu bantuan atau tuntunan. Namun, meskipun demikian tidak berarti
semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan (Hallen, 2002: 3).
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar
tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam
mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri
dengan lingkungannya (Sukardi, 2000: 20). Sementara Rochman
Natawidjaja (1987: 37) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya,
sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga,
masyarakat dan kehidupan pada umumnya (Nurihsan, 2005: 6).
Sedangkan Frank W. Miller dalam bukunya Guidance, Principle
and Services (1968), mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
15
bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan
pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri secara baik dan
maksimum disekolah, keluarga dan masyarakat (Willis, 2004: 13).
Dari uraian diatas dan dengan penuh kesadaran bahwa sulit untuk
memberikan suatu batasan yang dapat diterima secara umum, maka
dapatlah dikemukakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan
yang diberikan kepada individu-individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan didalam kehidupannya, agar individu atau
sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahtaraan hidupnya
(Walgito, 1995: 4).
Apabila seseorang memahami dirinya sendiri dengan lebih baik
dan juga menyadari dirinya berharga, maka ia lebih siap untuk menyelami
perasaan-perasaan, emosi-emosi dan motifasi-motifasi yang dimiliki oleh
orang lain. Ia akan segera menyesuaikan cara hidupnya dengan sesamanya
sehingga ia dapat hidup bersama dengan mereka secara harmonis
(Semiun, 2006: 24). Selanjutnya perlu pula diketahui lingkungan,
termasuk kaidah-kaidah sosial, peraturan-peraturan, undang-undang, adat
kebiasaan, ajaran agama yang dianut dan suasana pada umumnya. Dalam
tindakan, pandangan dan apa saja yang terjadi, kita tidak boleh melupakan
dimana kita berada, agar tindakan kita tidak bertentangan dengan
peraturan dan kebiasaan yang berlaku, serta menyadari sepenuhnya akan
kewajiban kita terhadap lingkungan itu (Daradjat, 1983: 12).
Bimbingan keagamaan merupakan suatu bentuk sosialisasi agar
agama Islam tetap lestari dengan mengajarkan pendidikan agama bagi
kehidupan masyarakat dan lingkungan (Hamka dan Rafiq, 1989: 65). Kata
16
keagamaan berasal dari kata agama yang kemudian mendapat awalan
“ke” dan akhiran “an”, sehingga membentuk kata baru yaitu keagamaan.
Keagamaan adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan
ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan itu (Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1997: 10).
Sedangkan menurut Daud Ali (2002: 40) keagamaan berarti
kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan
hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan dan permohonan
dan membentuk sikap hidup manusia menurut alam berdasarkan ajaran
agama.
Jadi bimbingan keagamaan adalah usaha pemberian bantuan
kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahir maupun batiniah,
yang menyangkut kehidupan dimasa kini dan masa mendatang. Bantuan
tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual, dengan
maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya
dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dari
kekuatan iman dan takwa kepada Allah Swt (Arifin, 1994: 2).
2.1.2 Pentingnya Bimbingan Keagamaan
Usaha pemberian bimbingan ini berdasarkan pada kenyataan yang
menunjukkan bahwa tidak ada seseorang yang dapat hidup secara
sempurna, dalam arti mampu memenuhi segala kebutuhan dan
kemampuannya sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Makin maju
suatu masyarakat maka akan semakin kompleks persoalan-persoalan yang
dihadapi oleh anggota masyarakat (Walgito, 2004: 10).
17
Agama berpengaruh sebagai motifasi dalam mendorong individu
untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan
latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta
ketaatan. Keterkaitan ini akan memberikan pengaruh diri seseorang untuk
berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam
melakukan suatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara
mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang
dianutnya.
Agama sebagai penolong dalam menghadapi kesukaran
sebagaimana diketahui bahwa kesukaran sering menjangkit manusia,
berupa kekecewaan. Apabila kekecewaan itu terlalu sering dihadapi
dalam hidup, ini akan mengakibatkan orang menjadi rendah diri, pesimis,
apatis dalam hidupnya. Dengan demikian, keadaan yang seperti ini akan
timbul suatu kegelisahan (Daradjat, 1983: 52).
2.1.3 Azas-azas Bimbingan Keagamaan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, seharusnya ada sesuatu asas
atau dasar yang melandasi dilakukannya kegiatan tersebut. Asas-asas
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Asas kerahasiaan, yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap
data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui orang lain.
b. Asas kesukarelaan, yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik (klien) mengikuti, menjalani layanan, dan
kegiatan kegiatan yang diperuntuhkan baginya. Oleh karena itu
18
diperlukan kerjasama yang demokratis antara pembimbing dengan
kliennya.
c. Asas keterbukaan, merupakan asas yang menghendaki agar peserta
didik yang menjadi sasaran layanan bersikap terbuka dan tidak pura-
pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya.
d. Asas kegiatan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik yang
menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan bimbingan.
e. Asas kemandirian, yaitu asas yang menunjuk pada tujuan umum, yaitu
peserta didik diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri
dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungan,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri
sendiri.
f. Asas kekinian, yaitu asas yang menghendaki agar permasalahan
peserta didik bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien saat
sekarang atau kini.
g. Asas kedinamisan, yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu
bergerak maju, tidak monoton dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuia dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
19
h. Asas keterpaduan, yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan
baik oleh pembimbing maupun pihak lain saling menunjang, harmonis
dan terpadukan.
i. Asas kenormatifan, yaitu asas yang menghendaki agar seganap
layanan didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai
dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama, hukum dan
peraturan, adapt istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang
berlaku.
j. Asas keahlian, yaitu asas yang menghendaki agar layanan
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional. Dalam hal ini
pembimbing harus mendapat pendidikan dan latihan yang memadai.
k. Asas alih tangan, yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (klien) mengalih-tangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
l. Asas tut wuri handayani, yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan
secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi
(memberi rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan
rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik (klien) untuk maju (Prayitno, 2001: 72-75).
2.1.4 Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling Islam mempunyai tujuan dan fungsi.
Secara global, tujuan dan konseling Islam itu dapat dirumuskan sebagai
membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar
mencapai hidup di dunia dan akhirat.
20
Bimbingan dan konseling Islam berusaha membantu jangan
sampai individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain
membantu individu mencagah timbulnya masalah bagi dirinya. Bantuan
pencegahan masalah ini merupakan salah satu fungsi bimbingan. Karena
berbagai faktor, individu bisa juga terpaksa menghadapi masalah dan
kerap kali pula individu tidak mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya itu. Bantuan pemecahan masalah ini merupakan salah satu
fungsi bimbingan juga, khususnya merupakan fungsi konseling sebagai
bagian sekaligus teknik bimbingan (Musnamar, 1992: 33-34).
Dengan memperhatikan tujuan umum dan khusus bimbingan dan
konseling Islam tersebut, dapatlah dirumuskan fungsi (kelompok tugas
atau kegiatan sejenisnya) dari bimbingan dan konseling Islam itu sebagai
berikut:
1. Fungsi preventuf, yakni membantu individu menjaga atau mencegah
timbulnya masalah bagi dirinya.
2. Fungsi kuratif atau korektif, yakni membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
3. Fungsi preservstif, yakni membantu individu menjaga agar situasi dan
kondisi yang semula tidak baik (mangandung masalah) menjadi naik
(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good).
4. Fungsi developmental atau pengembangan, yakni membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik
agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya (Faqih,
2000: 37-41).
21
Untuk mencapai tujuan seperti disebutkan diatas, dan sejalan
dengan fungsi bimbingan dan konseling islam tersebut, maka bimbingan
dan konseling Islam melakukan kegiatan yang dalam garis besarnya dapat
disebutkan sebagai berikut.
1. Membantu individu mengetahui, mengenal dan memahami keadaan
dirinya sesuai dengan hakekatnya, atau memahami kembali keadaan
dirinya, sebab dalam keadaan tertentu dapat terjadi tidak mengenal
atau menyadari dirinya yang sebenarnya.
2. Membantu individu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya,
segi-segi baik dan buruknya, kekuatan serta kelemahannya, sebagai
sesuatu yang memang telah ditetapkan Allah (nasib atau takdir), tetapi
juga menyadari bahwa manusia diwajibkan untuk berikhtiar,
kelemahan yang ada pada dirinya bukan untuk terus-menerus disesali,
dan kekuatan atau kelebihan bukan pula untuk membuatnya lupa diri
(Faqih, 2001:39).
3. Membantu individu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang
dihadapi saat ini. Kerap kali masalah yang dihadapi individu tidak
dipahami oleh individu itu sendiri, atau individu tidak merasakan atau
tidak menyadari bahwa dirinya sedang menghadapi masalah, tertimpa
masalah. Bimbingan dan konseling Islam membantu merumuskan
masalah yang dihadapinya dan membantu mendiagnosis masalah yang
sedang dihadapinya itu.
2.1.5 Materi bimbingan dan konseling Islam
Bimbingan dan konseling Islam berkaitan dengan masalah yang
dihadapi individu, yang mungkin dihadapi, atau yang sudah dialami
22
individu. Masalah itu sendiri dapat muncul dari berbagai faktor atau
bidang kehidupan, jika dirinci dengan pengelompokan, masalah-masalah
itu dapat menyangkut bidang-bidang:
1. Individu
Telah diketahui bahwa manusia merupakan makhluk individu.
Artinya seseorang memiliki kekhasanahannya sendiri sebagai suatu
pribadi. Keadaan orang perorang, mencakup keadaan jasmaniah dan
rohaniah atau psikologisnya bisa membawanya kekehidupan yang tidak
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT. Problem-problem
yang berkaitan dengan kondisi individu akan kerap muncul dihadapan
manusia menjadi hidup tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
SWT. Karena itulah bimbingan dan konseling Islam diperlukan
kehadirannya (Faqih, 2001: 17).
2. Lingkungan (masyarakat)
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan kehidupannya
sedikit tergantung pada orang lain. Kehidupan kemasyarakatan
(pergaulan) ini pun kerapkali menimbulkan masalah bagi individu yang
memerlukan penanganan bimbingan dan konseling Islam (Musnamar,
1992: 41).
3. Keagamaan
Manusia merupakan makhluk religius. Akan tetapi dalam
perjalanan hidupnya manusia dapat jauh dari khakekatnya tersebut.
Bahkan dalam kehidupan keagamaan pun kerapkali muncul pula berbagai
masalah yang menimpa dan menyulitkan individu. Dan ini memerlukan
penanganan bimbingan dan konseling Islam (Faqih, 2001: 21).
23
Berdasarkan uraian tersebut bimbingan dan konseling Islam dapat
membantu individu dalam menyelesaikan permasalahannya, karena
bimbingan konseling Islam dijadikan sarana untuk mencegah timbulnya
rasa kekurang percayaan diri dan sebagai upaya untuk menanggulanginya.
Sebagai makhluk sosial, anak tuna netra merupakan bagian tidak
terpisahkan dari kelompok masyarakat. Jika orang normal untuk
menyatakan keberadaannya dilakukan lewat serangkaian aktivitas atau
karya-karya yang dapat dihargai secara moril maupu materiil oleh
masyarakat. Hal ini sama juga menjadi keinginan para penyandang tuna
netra. Jadi, pada khakekatnya apa yang dirasakan orang normal tidak
berbeda dengan yang dirasakan anak tuna netra.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengalaman visual yang dimiliki
seseorang dapat memiliki daya yang memungkinkan seseorang dapat
menguasai lingkungan, penguasaan diri, atau hubungan antar keduanya.
Oleh karena itu, dengan berkurangnya atau hilangnya kemampuan
persepsi visual pada anak tuna netra akan mengakibatkan terjadinya
keterpisahan sosial. Demikian pula, kesulitan anak tuna netra memperoleh
(Effendi, 2006: 50).
Dengan demikian bimbingan konseling Islam sangat dibutuhkan
anak tuna netra sebagai pemberian bantuan agar mampu hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Menurut Adz-Dzaky (2002: 189)
bimbingan konseling Islam adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan,
pelajaran dan pedoman kepada individu yang memerlukan bimbingan,
dalam halini bagaimana seharusnya seorang individu dapat
24
mengembangkan potensi akal fikiran, kejiwaan, keimanan dan keyakinan
serta dapat menanggulangi permasalahan hidup dengan baik dan benar
secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
Rasulullah SAW.
2.2 Anak Tuna Netra
2.2.1 Pengertian
Anak, menurut UU No. tahun 2002 tentang perundangan anak
(UUPA). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Dalam kamus ilmu jiwa dan
pendidikan, anak adalah merupakan masa dalam perkembangan dari
berakhirnya masa bayi hingga menjelang pubertas (Marsal, 1997: 17).
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang diberikan oleh
Allah SWT, kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan
memelihara anak, serta menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya. Karena manusia adalah milik Allah, maka mereka harus
mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan dirinya kepada
Allah (Toha, 1998: 105).
Dari beberapa pengertian mengenai anak diatas, maka peneliti
mengambil suatu kesimpulan bahwa anak adalah amanat yang diberikan
Allah kepada orang tua melalui proses dalam kandungan hingga menjelang
pubertas atau dikategorikan umur kurang dari 18 tahun, maka setiap orang
tua wajib menjaga dan memelihara amanat tersebut.
Sesuai dengan hal ini maka peneliti mengambil suatu pengertian
mengenai anak dan mengimplementasikan pada kekurangan fisik yang
terdapat pada seorang anak. Yang pada intinya bahwa pengertian anak
25
adalah sama, yang membedakan adalah faktor pembawaan, sifat, tingkah
laku, dan lingkungan dalam diri anak tersebut, salah satu contoh dari
pengertian tersebut adalah anak tuna netra. Hal ini sesuai dengan pengertian
anak tuna netra yang dikutip dari buku “Pedoman Pelaksanaan Pelayanan
Sosial” oleh Pemprov (tth: 7), bahwa yang dimaksud anak tuna netra adalah
seseorang yang mempunyai hambatan fisik dan kemampuan untuk bergaul,
rendahnya rasa percaya diri, dan banyak bergantung pada orang lain.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai anak tuna netra, maka
peneliti akan menjelaskan permasalahan yang berhubungan dengan anak,
diantaranya adalah permasalahan yang ada pada diri seorang anak, adapun
permasalahan yang dihadapi anak, antara lain:
1). Gejala Malu
Gejala malu merupakan salah satu tabiat anak. Biasanya sifat ini
di mulai sejak usia empat bulan, setelah umurnya lewat satu tahun, sifat
malu ini semakin tampak pada dirinya. Faktor lingkungan berperan
penting dalam menambahkan sifat malu pada anak kecil. Juga tidak
dipungkiri bahwa lingkungan akan berpengaruh besar dalam memperbesar
sifat malu.
2). Gejala Takut
Gejala takut merupakan kondisi kejiwaan yang menjangkiti anak
kecil dan orang dewasa, laki-laki dan perempuan. Seringkali gejala ini
dianggap gejala alamiah anak, karena hal ini bisa manjadi sarana dalam
upaya menjaga dirinya dari kejadian-kejadian yang tidak menguntungkan
dan menghindari dari berbagai kesalahan.
26
Akan tetapi, jika takut meningkat keluar dari batas-batas
kewajaran dan melanggar batas-batas alamiah, maka hal itu akan
menyebabkan anak menjadi guncang. Maka hal itu dipandang sebagai
kesulitan psikologis yang harus diatasi.
Para psikolog anak mengatakan “anak kecil pada usia satu tahun
sering kali menampakkan gejala-gejala takut ketika terjadi keributan yang
mendadak”. Bertambahnya rasa takut pada anak kecil adalah karena
beberapa faktor-faktor sebab, antara lain:
- Karena ibu sering menakut-nakuti anaknya dengan boneka, kegelapan
ataupun makhluk-makhluk aneh.
- Seorang Ibu sering memanjakan, memelihara, dan melindungi secara
berlebihan.
- Mendidik anak mengasingkan diri dan mengurungnya di dalam rumah.
- Di ceritai, cerita-cerita fiktif yang berhubungan dengan jin ifrit dan
sejenisnya.
3). Gejala rendah diri
Gejala rendah diri merupakan gejala psikis yang paling
membahayakan yang membelenggu anak-anak, menyelewengkannya, dan
yang akan menyebabkan hina, menderita, dan jahat.
Munculnya perasaan rendah diri pada anak antara lain adalah
karena: di cerca dan di hina, di manja secara berlebihan, tindakan
diskriminatif orang tua dalam memberikan kasih sayang terhadap anak-
anak, cacat fisik, keyatiman, dan, kemiskinan. Dan hal ini pula yang akan
melahirkan pada jiwanya cacat mental sehingga anak bersikap sinis,
27
dengki, dan penuh prsangka negativ terhadap orang lain dan cenderung
akan mengucilkan diri dari pergaulan.
Dari ketiga pemasalahan pada anak tersebut di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak tuna netra juga mengalami hal yang sama dalam
permasalahan ataupun hambatan pada anak tersebut.
Ketunanetraan merupakan gangguan dan hambatan dalam fungsi
penglihatan. Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan lebih akrab disebut anak tuna netra. Pengertian tuna netra
tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu
melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi anak-anak
dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”, “low
vision” atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tuna netra.
Dari uraian di atas, pengertian anak tuna netra adalah individu
yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran
penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.
Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam
kondisi berikut:
a. Ketajaman penglihatan kurang dari ketajaman yang dimiliki orang
awas.
b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan
penglihatan.
28
Dari kondisi-kondisi di atas, pada umumnya yang digunakan
sebagai patokan apakah seorang anak itu termasuk tuna netra atau tidak
ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatanya. Untuk
mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai
tes spellen card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tuna netra bila
ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21, artinya
berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter
yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter. (Somantri, 2006:
65-66).
Organ mata dalam sistem panca indra manusia merupakan salah
satu dari indra yang sangat penting, sebab disamping menjalankan fungsi
fisiologis dalam kehidupan manusia, mata dapat juga memberikan
keindahan muka yang sangat mengagumkan. Organ mata yang normal
dalam menjalankan fungsinya sebagai indra penglihatan melalui proses
berikut pantulan cahaya dari obyek di lingkungannya di tangkap oleh mata
melewati kornea, lensa mata dan membentuk bayangan nyata yang lebih
kecil dan terbalik pada retina. Dari retina dengan melalui saraf penglihatan
bayangan benda dikirim ke otak dan terbentuklah kesadaran orang tentang
objek yang dilihatnya.
Sedangkan organ mata yang tidak normal atau berkelainan dalam
proses fisiologis melihat sebagai berikut. Bayangan benda yang ditangkap
oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina dan ke
saraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan,
kering, keriput, lensa mata menjadi keruh atau saraf yang menghubungkan
mata dengan otak mengalami gangguan. Seseorang yang mengalami
29
kondisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau
tuna netra (Effendi, 2006: 30).
Berdasarkan hasil penyelidikan anak tuna netra ternyata mereka
mempunyai inteligensi yang normal sehingga tidak mempunyai gangguan
kognitif, mereka hanya mengalami hambatan dalam perkembangannya
yang sehubungan dengan ketunaannya. Hal-hal yang berhubungan dengan
rangsangan mata diganti dengan indra lain sebagai kompensarinya.
Kadang-kadang anak tuna netra mempunyai kelainan ganda yang lain
misalnya kerusakan pada otak (brain damage). Dengan demikian anak
tuna netra itu mempunyai kelainan kognitif (cognitive defisit). Indra
merupakan alat yang penting dalam menerima rangsangan dari luar.
Kerusakan pada otak menyebabkan kesulitan dalam belajar anak
tuna netra dalam intelektual karena; kerusakan pada otak mengakibatkan
hambatan persepsi visual, sebab meskipun mata normal tetapi otak tidak
bekerja menjalankan fungsinya, sukar mengatur arah gerak terhadap suatu
obyek. kesukaran ini bukan karena tidak dapat memusatkan perhatian,
tetapi karena perhatian di tujukan kepada obyek yang keliru. Semua anak
yang berkelainan mental mengalami kesulitan belajar. Karena itu
belajarnya memerlukan cara-cara tersendiri yang disertai dengan alat-alat
yang khusus pula. (Supriyono,60).
2.2.2 Macam-Macam Tuna Netra
Menurut Dra. T. Sutjihati dalam bukunya Psikologi Anak Belajar,
anak tuna netra dapat dikelompokkan menjadi 2 macam:
30
a. Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang
cahaya dari luar (visusnya = 0).
b. Low vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca
headline pada surat kabar (Somantri, 66).
Derajat tuna netra berdasarkan distribusinya berada dalam
rentangan yang berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat. Berat
ringannya jenjang kelainan ditinjau dari ketajaman untuk melihat
bayangan benda dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai
kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat
optik tertentu. Anak yang termasuk dalam kelompok ini tidak
dikategorikan dalam kelompok anak tuna netra sebab ia dapat
menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar.
b. Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi
dengan pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan
mengikuti kelas reguler sehingga diperlukan kompensasi pengajaran
untuk mengganti kekurangannya. Anak yang memiliki kelainan
penglihatan dalam kelompok kedua dapat dikategorikan sebagai anak
tuna netra ringan sebab ia masih bisa membedakan bayangan. Dalam
praktik percakapan sehari-hari anak yang masuk dalam kelompok
kedua ini lazim disebut anak tuna netra sebagian (partially seeing-
children).
31
c. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi
dengan pengobatan atau alat optik apapun, karena anak tidak mampu
lagi memanfaatkan indra penglihatannya. Ia hanya dapat dididik
melalui saluran lain selain mata. Dalam percakapan sehari-hari anak
yang memiliki kelainan penglihatan dalam kelompok ini dikenal
dengan sebutan buta (tuna netra berat). Terminologi berdasarkan
rekomendasi dari The White House Conference on Child Health and
Education di Amerika (1930), “Seseorang dikatakan buta jika tidak
dapat mempergunakan penglihatannya untuk kepentingan pendidikan”
(Pattor: 1991).
Cruickshank (1980) menelaah tentang ketunanetraan berdasarkan
pengaruh gradasi kelainan penglihatan terhadap aktivitas ingatannya,
dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Anak tuna netra total bawaan atau yang diderita sebelum usia 5 tahun.
b. Anak tuna netra total yang diderita setelah usia 5 tahun.
c. Anak tuna netra sebagian karena faktor bawaan.
d. Anak tuna netra sebagian akibat sesuatu yang didapat kemudian.
e. Anak dapat melihat sebagian karena faktor bawaan.
f. Anak dapat melihat sebagian akibat tertentu yang didapat kemudian.
Anak tuna netra termasuk dalam nomor ‘a’ sampai dengan ‘d’
termasuk dalam kategori perlu mendapat intervensi dan modifikasi
program layanan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhannya (Efendi,
2006: 31-32).
32
2.2.3 Faktor Penyebab Tuna Netra
Mengetahui sebab-sebab terjadinya ketunanetraan dalam dunia
pendidikan luar biasa merupakan bagian yang amat penting, bahkan
seorang pendidik anak tuna netra dengan mengetahui latar belakang tuna
netranya dapat memberi petunjuk, apakah penyimpangan itu tejadi pada
mata saja atau penyimpangan yang sistematis, misalnya penyakit katarak
pada mata yang disebabkan penyakit gula. Demikian pula dalam
menghadapi anak albino, pendidik harus mengetahui bahwa anak albino
sangat peka terhadap rangsang cahaya karena irisnya memang tidak
berwarna.
Dengan memahami secara baik karakteristik anak didiknya,
pendidik anak tuna netra diharapkan memberikan layanan pendidikan
yang relevan dengan kebutuhan dan sisa potensi yang dimiliki oleh anak
tuna netra (Effendi, 2006: 35).
Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar
anak (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor
yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam
kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat pembawa
keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat dan
sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya
yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan,
terkena penyakit siphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan,
pengaruh alat bantu medis saat melahirkan sehingga sistem
persyarapannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus
33
trachoma, panas badan yang terlalu tinggi serta peradangan mata karena
penyakit, bakteri ataupun virus (Somantri, 2006: 66).
Secara etiologi, timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh faktor
endogen dan faktor eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen, seperti
keturunan (herediter) atau karena faktor eksogen seperti penyakit,
kecelakaan, obat-obatan dan lain sebagainya. Demikian pula dari kurun
waktu terjadinya, ketunanetraan dapat terjadi pada saat anak masih berada
dalam kandungan, saat dilahirkan, maupun sesudah kelahiran (Effendi,
2006:34).
Penyebab kebutaan pada anak bisa secara sederhana
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh pada saat konsepsi, misalnya penyakit
genetik.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada masa kandungan, misalnya
rubella.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh pada saat persalinan, misalnya
retinopati prematuritas.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh pada masa anak-anak, misalnya
defisiensi vitamin A.
Penyebab utama kebutaan pada anak dalam masyarakat ditentukan
oleh status sosial ekonomi dari masyarakat dan tingkat pelayanan
kesehatan yang ada (Melfiawati, 1998: 3).
34
2.2.4 Kondisi Psikologis Anak Tuna Netra
Dalam awal perkembangan sensori motorik yaitu sejak adanya
koordinasi gerak, maka mereka mengalami hambatan atau gangguan.
Hambatan perkembangan bagi anak tuna netra ini disebabkan oleh:
1. Kurangnya pengalaman fisik dan kurangnya belajar dari orang lain
2. Bagi anak tuna netra mempunyai sifat rasa rendah diri terhadap
lingkungan (anak-anak normal).
3. Kadang-kadang cemas dan sedih sebagai tanda hilangnya
keseimbangan kepribadiannya.
4. Sifat regresi, yaitu mempunyai sifat-sifat yang menunjukkan tingkah
laku seperti anak-anak usia dibawahnya, egosentris terhadap apa yang
menjadi tuntutannya, menarik diri dari pergaulan orang lain, bersikap
melindungi diri, angkuh.
5. Frustasi, yaitu suatu keadaan dalam diri yang disebabkan oleh tidak
tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat adanya halangan atau
rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan.
6. Putus asa, yaitu suatu keadaan yang tidak mau berusaha untuk
mendapatkan kemanfaatan bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.
Semua permasalahan tersebut perlu diantisipasi dengan
memberikan bimbingan keagamaan pada anak tuna netra sehingga
permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam berbagai aspek
tersebut dapat ditanggulangi sedini mungkin. Artinya perlu dilakukan
upaya-upaya khusus secara terpadu untuk mencegah jangan sampai
permasalahan tersebut muncul, meluas, dan mendalam, yang akhirnya
dapat merugikan anak tuna netra (Somantri, 2006: 87).
35
2.2.5 Peran Bimbingan Keagamaan Dalam Dakwah Pada Anak Tuna Netra
Bimbingan keagamaan merupakan pemberian bantuan yang
diberikan kepada anak tuna netra guna mengatasi berbagai persoalan-
persoalan hidup, agar anak tuna netra dapat mencapai kesejahteraan dalam
hidupnya. Ketika anak tuna netra mengalami persoalan-persoalan dalam
hidupnya, maka akan menimbulkan perilaku yang tidak sesuai dengan
lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, proses bimbingan keagamaan
adalah mengajak atau mengarahkan anak tuna netra, untuk melakukan
suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
Persoalan-persoalan yang sering muncul pada anak tuna netra
adalah frustasi, cemas, putus asa, keminderan dan sebagainya. Persoalan
ini datang pada anak tuna netra karena beberapa faktor internal dan
ekaternal, faktor internal, adalah faktor yang datang dari dalam diri anak
tuna netra, berupa gejala malu, takut, dan rendah diri, hal ini merupakan
tabiat anak, tabiat ini memang tidak sedikit yang dialami oleh anak tuna
netra. Hal ini sangat membahayakan perkembangan jiwa mereka
selanjutnya, kalau tidak diselesaikan dengan baik dan cepat akan
mengakibatkan jiwa atau mental yang buruk dalam masa depannya. Faktor
eksternal, adalah faktor yang timbul dari luar dirinya, yaitu berupa
penolakan-penolakan yang dilakukan oleh lingkungan sekitar, ataupun
tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup. Hal ini dapat
mengakibatkan anak tuna netra tidak dapat bergaul ataupun menyesuaikan
diri dalam masyarakat.
Anak tuna netra pada umumnya memiliki sikap tidak berdaya, sifat
ketergantungan, memiliki tingkat kemampuan rendah dalam memahami
36
dan mengenal pada obyek yang dihadapinya. Untuk itu pemberian
bimbingan keagamaan sangat dibutuhkan bagi mereka, karena dengan
bimbingan keagamaan ini, anak tuna netra dapat mengaktualisasikan
dirinya, bahwa apa yang telah diberikan Allah berupa kelainan fisik
sebagai hal yang wajar dan patut disyukuri. Dengan begitu anak tuna netra
dapat menjalankan fungsi dalam hidupnya tanpa ketergantungan pada
orang lain, sehingga akan menjadikan anak tuna netra hidup mandiri,
dapat bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, tanpa adanya perbedaan
yang mendasari. Karena sesungguhnya manusia yang dinilai disisi Allah
hanyalah ketaqwaanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hujurat
ayat 13.
4 ¨βÎ) ö/ä3 tΒ tò2 r& y‰Ψ Ïã «! $# öΝä39 s)ø?r& 4 ……..
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”
Dari surat diatas, jelas sekali bahwa manusia pada khakekatnya
adalah sama, tidak ada perbedaan baik normal maupun yang mempunyai
kelainan fisik. Dengan begitu tidak ada perbedaan antara anak tuna netra
dengan anak normal, yang menjadi perbedaan disisi Allah hanyalah iman
dan taqwanya.
Dalam eksistensinya sebagai makhluk Allah yang mempunyai
kedudukan yang sama, maka seharusnya anak tuna netra perlu diberi
bimbingan keagamaan baik berupa materi aqidah, ibadah dan akhlak.
Mereka akan mudah dalam menerima cobaan yang dialaminya, yaitu
berupa kelainan fisik, agar tidak terjadi suatu persepsi yang membuat
dirinya merasa tidak percaya diri, frustasi dan kecemasan. Untuk itu anak
tuna netra membutuhkan suatu bimbingan keagamaan yang dapat
37
mengantarkan mereka pada hakekat hidup yang sebenarnya yaitu mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Sebagaimana pelaksanaan dalam bimbingan keagamaan yang
diterapkan di panti Distrarastra Pemalang, harus disesuaikan dengan
anjuran atau perintah agama, karena dalam kenyataannya bimbingan
keagamaan merupakan suatu proses dakwah, karena di dalamnya terdapat
suatu unsur dakwah yaitu, adanya da’i (pembimbing), dan mad’u (anak
tuna netra). Dalam penyampaiannya pembimbing harus menyesuaikan
kondisi psikologis anak tuna netra, karena dengan mengetahui kondisi
psikologis anak tuna netra, akan mempermudah bagi pembimbing untuk
memberikan solusi yang tepat, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
anak tuna netra. hal ini dimaksudkan agar dalam proses dakwah dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya bimbingan keagamaan yang diberikan pada
anak tuna netra diharapkan mampu mengetahui arti hidup yang
sebenarnya, yaitu dapat melaksanakan apa yang telah dianjurkan dalam
agama, untuk dapat merealisasikan ajaran Allah Swt dengan sepenuh hati.
Sehingga dapat berbuat kebajikan baik kepada Allah maupun kepada
sesama manusia, dalam keadaan dan kondisi yang bagaimanapun. Hal ini
sesuai dengan tujuan dakwah yang sesungguhnya, karena pada
khakekatnya manusia sebagai hamba Allah yang mempunyai akal pikiran
yang sehat pasti sadar akan keberadaannya sebagai hamba yang harus
mengabdi dan taat terhadap perintah Tuhannya, karena segala sesuatu
yang terjadi di alam ini atas kehendak Allah Swt.
38
BAB III
PANTI TUNA NETRA DISTRARASTRA PEMALANG DAN
PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN
3.1 Gambaran Umum Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang
3.1.1 Tinjauan Historis
Panti Tuna Netra dan Tuna Rungu Wicara DISTRARASTRA
Pemalang berdiri pada tanggal 17 Nopember 1953 dengan nama
Pendidikan Kader Buta Distrarastra Pemalang yang waktu itu
menempati rumah perawatan “MARDI HUSADA” Pemalang yang
kemudian sampai sekarang menjadi lokasi atau komplek panti ini.
Ide pendirian lembaga ini, berawal dari Kepala Kantor Sosial
Kabupaten Pemalang (Bpk. Suwarso Alm.) sebagai upaya menolong
penyandang cacat netra yang pada waktu itu banyak terdapat di wilayah
Petarukan Kabupaten Pemalang.
Sejak berdiri hingga sekarang Panti Distrarastra Pemalang telah
mengalami 6 kali pergantian nama yaitu : pertama, Pendidikan Kader
Buta Kabupaten Pemalang, yang berdiri pada tanggal 17 Nopember
1953 sampai dengan tanggal 9 Juli 1957. Kedua, Pusat Latihan
Ketrampilan Menetap, yang berdiri pada tanggal 9 Juli 1957 sampai
dengan tanggal 11 Mei 1960. Ketiga, Pusat Pendidikan dan Pengajaran
Kegunaan Tuna Netra (P 3 KT) Distrarastra Pemalang yang berdiri pada
tanggal 11 Mei 1960 sampai dengan tanggal 01 Nopember 1979.
Keempat, Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Netra (PRPCN) Distrarastra
Pemalang yang berdiri pada tanggal 01 Nopember 1979 sampai dengan
39
tanggal 24 April 1995. Lima, Panti Sosial Bina Netra (PSBN)
Distrarastra Pemalang yang berdiri pada tanggal 24 April 1995 sampai
dengan tanggal 02 April 2002. Yang keenam sehubungan dengan adanya
otonomi daerah dimana Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Distrarastra
Pemalang yang tadinya merupakan unit pelaksanaan teknik (UPT) eks
kantor wilayah Departemen Sosial Propinsi Jawa Tengah maka
berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah No.1 tahun 2002 tentang
pembentukan kedudukan tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi
unit pelaksanaan teknis Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Jawa
Tengah (PSBN) Distrarastra Pemalang kembali berubah nama menjadi
Panti Tuna Netra dan Tuna Rungu Wicara (PTN dan TRW) Distrarastra
Pemalang sampai sekarang (Dokumentasi Panti Tuna Netra, 2003).
3.1.2 Letak Geografis
Panti tuna netra Distrarastra Pemalang berada di tempat yang
sangat strategis karena tempatnya yang tidak jauh dari pusat perkotaan
dan mudah dijangkau oleh alat transportasi yaitu berada di pusat kota
Pemalang tepatnya di Jl. Cipto Mangunkusumo No.4 Pemalang dengan
bangunan permanen murni seluas 22,250 m.
Gedung panti Distrarastra merupakan bangunan yang cukup
megah, serta fasilitasnya memungkinkan dan peralatannya sudah
mencukupi dengan apa yang dibutuhkan. Panti Distrarasta terletak di
desa Bojong Bata kecamatan Pemalang kabupaten Pemalang Jawa
Tengah.
Adapun batas lokasi panti Distrarastra Pemalang yaitu:
a. Sebelah utara perbatasan dengan perkampungan jalan Dieng.
40
b. Sebelah selatan perbatasan dengan Jl. Cipto Mangunkusumo
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kali Srengseng
d. Sebelah barat berbatasan dengan jalan Dieng
(Wawancara dengan Ibu Suhartini tanggal 20 Agustus 2008 di
Kantor).
Letak panti Distrarastra yang berada di pinggir jalan ini
menunjukkan lokasi yang sangat strategis dan menguntungkan untuk
melaksanakan proses belajar mengajar dan kegiatan keagamaan,
sehingga apa yang menjadi tujuan dari panti ini akan menyiapkan
peserta didik menjadi manusia yang memiliki wawasan dan bisa
mengembangkan bakat yang dimilikinya.
3.1.3 Struktur Organisasi dan fungsi, visi dan misi Panti Tuna Netra
“Distrarastra” Pemalang
a. Struktur Organisasi Panti Tuna Netra “Distrarastra” Pemalang
Struktur dimaksudkan sebagai pembagian tugas dan tanggung
jawab formal sehingga semua tugas dapat dilaksanakan sesuai dengan
yang diharapkan serta untuk menunjang kelancaran mekanisme kerja
supaya kegiatan dapat terkontrol dan terorganisasi dengan baik. Untuk
lebih jelasnya penulis cantumkan struktur organisasi pengurus panti
Distrarasta Pemalang di lampiran.
b.Fungsi, visi dan misi Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang.
1) Fungsi Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang
Panti tuna netra Distrarastra Pemalang mempunyai fungsi
sebagai berikut:
41
a) Penyusunan rencana terkait operasional pelayanan penyandang
masalah kesejahteraan sosial tuna netra.
b) Pengkajian dan analisis teknis operasional pelayanan penyandang
masalah kesejahteraan sosial tuna netra.
c) Pelaksanaan kebijakan teknis operasional pelayanan penyandang
masalah sosial tuna netra.
d) Pelaksanaan identifikasi dan registrasi calon kelayan
e) Pelaksanaan pemberian penyantunan, bimbingan dan rehabilitasi
sosial terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial tuna
netra.
f) Pelaksanaan penyaluran dan pembinaan lanjut
g) Pelaksanaan evaluasi proses pelayanan panti dan pelaporan
h) Pelayanan penunjang penyelenggaraan
i) Pengelolaan ketatausahaan.
2) Visi
Panti distrarastra pemalang mempunyai visi mengarahkan
profesionalitas pelayanan panti menuju kesejahteraan sosial kelayan.
Dengan adanya panti distrarasta di Pemalang ini, bisa
mengarahkan kelayan agar berperan aktif dalam masyarakat dan bisa
hidup bersosialisasi seperti anak yang normal pada umumnya.
3) Misi
Panti tuna netra Distrarastra Pemalang mempunyai misi
sebagai berikut:
a) Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang tuna netra
42
Bahwa di Panti Distrarasta Pemalang memberikan
pelayanan kepada anak tuna netra baik berupa pengetahuan
umum, bahasa, ketrampilan dan bimbingan baik yang berkaitan
dengan bimbingan keagamaan maupun bimbingan kecerdasan
emosional. Tujuan dari pelayanan ini agar anak tuna netra bisa
menambah pengetahuan dan bisa memiliki ketrampilan-
ketrampilan sesuai dengan keahlianya.
b) Meningkatkan, memperluas serta pemerataan kesejahteraan
sosial bagi tuna netra
Panti Distrarasta Pemalang memberikan kesejahtraan
sosial bagi anak tuna netra. Misi ini ditujukan pada anak tuna
netra agar lebih meningkatkan bakatnya dan mamperluas
hubunganya dengan masyarakat dilingkungan sekitarnya. Karena
dengan adanya pemerataan kesejahtraan sosial akan mampu
meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri yang dimiliki oleh
para anak tuna netra.
c) Membina dan mengentaskan penyandang tuna netra sehingga
mampu melaksanakan fungsi secara wajar.
Bahwa di Panti Distrarasta Pemalang mempunyai misi
membina dan mengentaskan para penyandang tuna netra. Dengan
tujuan agar mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dan
bisa bermanfaat untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara. Disamping itu, di Panti Distrarasta Pemalang juga
membina para anak tuna netra agar mempunyai cara berpikir
yang rasional.
43
d) Memulihkan rasa harga diri dan percaya diri bagi tuna netra
Di Panti Distrarastra Pemalang, anak tuna netra diberikan
motivasi dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi.
e) Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam usaha
kesejahteraan sosial bagi tuna netra.
Di panti Distrarasta Pemalang, anak tuna netra juga ikut
berpartisipasi sosial dalam masyarakat seperti adanya kerja bakti
serta perlombaan yang diadakan oleh warga masyarakat sekitar.
f) Meningkatkan pelayanan secara terbuka.
Bahwa di Panti Distrarastra Pemalang terbuka untuk
siapa saja, baik dari kalangan masyarakat bawah maupun
kalangan masyarakat atas.
3.1.4 Keadaan Pengurus dan Anak Tuna Netra
a. Keadaan Pengurus
Tenaga instruktur di Panti Tuna Netra “Distrarastra” Pemalang
berjumlah 33 orang, untuk lebih jelasnya penulis cantumkan di dalam
lampiran.
b. Keadaan Kelayan
Keadaan kelayan di panti tuna netra dan tuna rungu wicara
Distrarastra Pemalang pada tahun 2008 adalah sebagai berikut; jumlah
daya tampung kelayan khusus anak tuna netra di panti Distrarastra
Pemalang secara keseluruhan berjumlah 73 orang yang terdiri dari 49
kelayan pria dan 24 kelayan wanita (Wawancara dengan Bapak
Pambudiarto, tanggal 28 Agustus 2008 di Kantor), untuk lebih jelasnya
daftar nama-nama anak tuna netra penulis cantumkan di dalam lampiran.
44
3.1.5 Sarana dan Prasarana
Saat ini panti Distrarastra Pemalang terdiri atas :
1. Ruangan Kantor
a. Ruang Pimpinan
b. Ruang Tamu / Ruang Data
c. Ruang Tata Usaha
d. Ruang Penyantunan
e. Ruang Rehabilitasi dan Penyaluran
f. Ruang Assesment / CC / BK
g. Ruang Rapat
h. Ruang ADL
i. Ruang Pejabat Fungsional
j. Ruang Administrasi Keuangan
2. Asrama / Wisma
3. Ruang Kelas / Teori
4. Ruang Praktek Ketrampilan
5. Ruang Makan
6. Dapur / Tempat Cuci
7. Poliklinik
8. Rumah Dinas
a. Rumah Kepala Panti
b. Rumah Kasubag / Kasie
c. Rumah petugas / pengasuh
9. Aula / Serba Guna
10. Gudang
45
11. Rumah Ibadah
12. Ruang Perpustakaan
13. Ruang Pamer
14. Ruang Jaga / Gardu Satpam
15. Garasi Kendaraan Roda 2 dan 4
16. Lapangan Olah Raga / Upacara
Bangunan fisik di panti Distrarastra Pemalang memiliki fasilitas yang
cukup memadai sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar,
kursus pijat dan kegiatan ekstra dan intra di panti (Dokumentasi Panti
Tuna Netra, 2003).
3.2. Pola Pelaksanaan Bimbingan Pada Anak Penyandang Tuna Netra di
Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang
Pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap anak tuna netra di Panti
Distrarastra Pemalang merupakan suatu komponen yang sangat penting
karena untuk menumbuhkan rasa percaya diri terhadap para penyandang
tuna netra dalam menghadapi lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini
pembimbing dituntut bukan hanya sebagai transformator tetapi juga
berfungsi sebagai motivator yang dapat menggerakkan penyandang cacat
dalam belajar menggunakan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia
sebagai pendukung tercapainya suatu tujuan agar bisa memiliki suatu
pengetahuan dan wawasan (Wawancara dengan Bapak Pambudiarto, tanggal
28 Agustus 2008 dikantor).
Dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan di panti tuna netra
Distrarastra Pemalang tidak terlepas dari bimbingan yang lain yaitu meliputi
46
bimbingan fisik, bimbingan mental spiritual dan sosial, bimbingan
kecerdasan dan ketrampilan. Semua bimbingan itu harus berkaitan, tidak
boleh dipisahkan karena bimbingan keagamaan itu bagian dari bimbingan
mental spiritual dan sosial.
Adapun proses pelaksanaan bimbingan itu melalui enam tahapan
pendekatan yaitu:
1 Pendekatan awal
Pada pendekatan awal ini merupakan langkah pertama yang
dilakukan oleh pembina Panti sebelum melakukan pembelajaran.Langkah-
langkah ini meliputi:
a. Orientasi
Orientasi merupakan langkah awal yang dilakukan oleh
pembimbing Panti Distrarasta Pemalang. Orientasi ini diberikan untuk
anak tuna netra dengan tujuan agar anak tuna netra bisa beradaptasi
baik kepada para pembimbing, sesama anak tuna netra di panti
maupun di lingkungan sekitar Panti Distrarasta Pemalang.
b. Identifikasi
Identifikasi merupakan suatu pendekatan yang diberikan oleh
pembimbing dengan tujuan agar anak tuna netra bisa mengenal para
pembimbingnya dan sekaligus bisa mengetahui keadaan serta
mengenal kondisi dan letak bangunan disekitar panti.
c. Motivasi
Motivasi merupakan suatu pendekatan yang diberikan oleh para
pembimbing dengan tujuan agar anak tuna netra mempunyai semangat
47
dan kemampuan untuk belajar di Panti dan memberikan dorongan
mental maupun spritual.
d. Seleksi
Seleksi merupakan suatu pendekatan yang diberikan oleh
pembimbing kepada anak tuna netra agar anak tuna netra bisa
mengetahui tentang bakat dan minatnya setelah itu baru diseleksi
berdasarkan kemampuan dan bakatnya masing-masing.
2 Penelaahan pengungkapan masalah.
Pada penelaahan pengungkapan masalah ini bertujuan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak tuna netra.
Langkah-langkah ini meliputi:
a. Pengkajian diagnostik
Pengkajian diagnostik merupakan suatu percobaan yang
dilakukan oleh pembimbing kepada anak tuna netra baik secara
teoritis maupun dilihat dari segi ketrampilanya.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu hasil pengamatan yang dilakukan
oleh para pembimbing kepada anak tuna netra baik berupa fisik
maupun dari segi penampilanya.
c. Wawancara
Wawancara merupakan suatu tanya jawab yang dilakukan oleh
pembimbing kepada anak tuna netra dengan tujuan untuk mengetahui
bakat dan minat dari anak tuna netra.
3 Perumusan rencana atau jenis pelayanan dan penempatan kelayan dalam
program pelayanan.
48
a. Perumusan rencana atau jenis pelayanan
Perumusan jenis pelayanan ini bertujuan untuk menentukan
jenis pelayanan yang diberikan kepada anak tuna netra.
b. Penempatan kelayan dalam program pelayanan
Penempatan kelayan dalam program pelayanaan ini bertujuan
untuk menempatkan kelayan sesuai dengan program pelayananya.
4 Bimbingan rehabilitasi sosial
Pada bimbingan rehabilitasi sosial anak tuna netra bimbingan di
dalam Panti. Dengan tujuan agar bisa memiliki kemampuan berpikir yang
rasional dan memiliki ketrampilan-ketrampilan sehingga dapat beradaptasi
dengan lingkungan masyarakat. Pada bimbingan rehabilitasi sosial ini
meliputi:
a. Bimbingan kecekatan fisik
Bimbingan kecekatan fisik merupakan suatu pelayanan yang
diberikan kepada anak tuna netra agar mereka bisa memiliki keahlian
yang berkaitan dengan keadaan fisiknya.
b. Bimbingan mental
Bimbingan mental merupakan suatu pelayanan yang
diberikan kepada anak tuna netra agar mereka memiliki mental yang
sehat dan selalu optimis dalam menghadapi suatu masalah.
c. Bimbingan ketrampilan kerja.
Bimbingan ketrampilan kerja merupakan suatu pelayanan yang
diberikan kepada anak tuna netra agar mereka mempunyai ketrampilan
kerja seperti ketrampilan pijet, ketrampilan memasak dan ketrampilan
dalam memainkan musik.
49
d. Bimbingan kecerdasan.
Bimbingan kecerdasan merupakan suatu pelayanan yang
diberikan kepada anak tuna netra dengan tujuan agar mereka bisa
memiliki kecerdasan, baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan
emosional.
5 Resosialisasi
Resosialisasi merupakan suatu bimbingan yang diberikan kepada
anak tuna netra agar mereka mampu beradaptasi dengan masyarakat, yang
berupa ketrampilan yang membuat dirinya mampu berintegrasi kedalam
masyarakat.
Pada tindakan resosialisasi ini meliputi:
a. Bimbingan kesiapan keluarga dan masyarakat
Pada bimbingan ini, anak tuna netra diberikan kesiapan
bagaimana kesiapan di lingkungan keluarga dan masyarakat di
lingkungan sekitarnya.
b. Bimbingan kerja atau usaha
Bimbingan kerja merupakan suatu bimbingan yang diberikan kepada
anak tuna netra agar mereka bisa bekerja atau berusaha sesuai dengan
keahlianya masing-masing.
6 Bimbingan lanjut
Bimbingan lanjut merupakan suatu bimbingan yang diberikan
kepada ank tuna netra setelah mereka menguasai teori-teori dan
ketrampilan-ketrampilan yang diberikan dalam panti. Pada bimbingan
lanjut ini meliputi:
50
a. Bimbingan penempatan atau pengembangan dan pemantapan kerja
atau usaha.
Pada bimbingan penempatan dan pemantapan kerja ini, anak
tuna netra dibekali usaha sesuai dengan ketrampilanya masing-masing
dan sebelum adanya bimbingan penempatan anak tuna netra biasanya
dites terlebih dahulu dengan tujuan untuk menguji kemampuanya
seperti tes pijet.
b. Pemantapan stabilitas hasil pelayanan rehabilitasi melalui pemberian
motivasi.
Pada bimbingan pemantapan stabilitas hasil pelayanan
rehabilitasi ini, anak tuna netra diberi motivasi terlebih dahulu sebelum
mereka bekerja dan sebelum mereka keluar dari panti. (Dokumentasi
Panti Tuna Netra Distrarasta Pemalang Jawa Tengah 2003).
3.3 Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Di Panti Tuna Netra
Distrarastra Pemalang
Dalam prakteknya palaksanaan bimbingan keagamaan dipanti tuna
netra Distrarastra Pemalang dalam menumbuhkan sikap optimisme dan
percaya diri sangatlah dibutuhkan. Sesuai dengan hasil wawancara penulis
dengan Bapak Pambudiarto selaku kepala rehabilitasi dan penyaluran, untuk
itu dibutuhkan langkah yang harus dilakukan dalam bimbingan keagamaan
antara lain:
3.3.1 Pengisian Waktu Senggang
Waktu senggang adalah waktu kosong, dimana tidak ada
kegiatan di panti yang dapat menyebabkan waktu terbuang sia-sia, untuk
51
itu pembimbing memberikan berbagai macam alternatif guna
memanfaatkan waktu yang ada, untuk membentuk kepribadian yang
berkualitas pada anak tuna netra diantaranya adalah:
a. Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu langkah bimbingan yang dilakukan
bagi anak tuna netra. Oleh karena itu sebagai permulaan dan sebagai
pangkal bimbingan, pembiasaan merupakan langkah satu-satunya. Sejak
dilahirkan anak-anak harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan
perbuatan-perbuatan yang baik.
Anak tuna netra dapat menurut dan taat kepada peraturan dengan
jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatannya yang baik.
Pembiasaan yang baik penting, artinya bagi pembentukan watak anak
tuna netra, dan juga akan terus berpengaruh kepada anak sampai hari
tuannya. Menanamkan pembiasaan pada anak tuna netra adalah sukar
dan kadang-kadang memakan waktu yang lama. Akan tetapi, segala
sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sukar pula di ubah. Maka dari itu,
lebih baik kita menjaga anak tuna netra supaya mempunyai kebiasaan-
kebiasaan yang baik, sehingga tidak sampai memiliki kebiasaan-
kebiasaan yang tidak baik (Purwanto, 2000:177).
a. Pengawasan
Pengawasan itu penting sekali dalam membimbing anak tuna
netra, tanpa pengawasan, berarti membiarkan anak berbuat
sekehendaknya. Anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang
buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya dihindari dan mana yang
52
seharusnya dilakukan (Wawancara dengan Bapak Widiyatno, tanggal 29
Januari).
Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya, akan
menjadi manusia yang hidup menurut nafsunya saja. Kemungkinan
besar anak itu menjadi tidak patuh dan tidak dapat mengetahui kemana
arah tujuan hidup yang sebenarnya.
b. Perintah
Perintah adalah anjuran yang diberikan pembimbing pada anak
tuna netra untuk dapat ditaati. Dalam hal ini perintah bukan hanya apa
yang dikatakan pembimbing yang harus dikerjakan oleh anak tuna netra,
termasuk juga peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak
tuna netra. Tiap-tiap perintah dan peraturan dalam bimbingan
mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi arahan atau
mengandung tujuan kearah perbuatan susila.
c. Larangan
Larangan atau pencegahan yang diterapkan pada anak tuna netra
bertujuan untuk membatasi perbuatan atau tindakan yang kurang baik
atau tidak sesuai dengan anjuran atau peraturan yang telah ditetapkan,
agar tidak membahayakan atau merugikan dirinya. Larangan-larangan
ini didasarkan pada nilai-nilai agama yang diajarkan.
3.3.2 Bimbingan Agama Yang Tepat
Dalam bimbingan keagamaan ini lebih mengedepankan aspek
materi yang diterapkan pada anak tuna netra sebagai proses pembekalan
dalam dirinya. Karena materi adalah salah satu komponen yang sangat
penting dalam rangka bimbingan agama, karena harus mengetahui
53
kebutuhan anak tuna netra dan disesuikan dengan situasi dan kondisi
anak tuna netra (Wawancara dengan Ibu Siti Khadirotun, tanggal 29
Januari 2009).
Dalam hal ini pembimbing dituntut bukan hanya sebagai
transformator tetapi juga sebagai motivator yang dapat menggerakkan
anak tuna netra dalam belajar dengan menggunakan berbagai sarana dan
prasarana yang tersedia sebagai pendukung tercapainya tujuan. Dalam
skripsi ini penulis fokuskan pada materi bimbingan keagamaan yang
meliputi aqidah, syariah dan budi pekerti.
Berdasarkan pedoman operasional bimbingan keagamaan anak
tuna netra dan juga didukung oleh wawancara penulis dengan pihak
terkait (pembimbing) yaitu Bapak Kasmari, materi bimbingan
keagamaan yang disampaikan dipanti tuna netra Distrarastra Pemalang
sebagai berikut :
a. Materi Aqidah
Aqidah merupakan materi yang paling sering disampaikan
kepada anak tuna netra, yaitu dengan jalan memberikan bimbingan
kelompok (ceramah) dan bimbingan individu (konsultasi). Bimbingan
kelompok ini disampaikan didalam kelas sebagai kurikulum juga
disampaikan dalam pengajian rutin yang dilaksanakan pada setiap hari
rabu jam 19.30 WIB, dengan mendatangkan ustadz-ustadz dari luar panti
untuk memberikan pengarahan dan bimbingan tentang agama,
khususnya tentang materi keimanan yaitu iman kepada Allah Swt, iman
kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada kitab, iman kepada
qadha dan qadar, dan iman kepada hari akhir. Hal ini bertujuan untuk
54
menumbuh kembangkan kepribadian anak tuna netra tentang keyakinan
atau kepercayaan adanya Allah dan ke Esaan-Nya, sehingga timbul
ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah Swt.
b. Materi Syariah
Bimbingan syariah ini adalah bimbingan mengenai ibadah,
sesuai dengan wawancara penulis dengan pembimbing keagamaan yaitu
Bapak Kasmari yang meliputi shalat, wudlu, dan baca tulis Al-Qur’an
braille. Shalat merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim yang
harus dikerjakan karena didalamnya terkandung hubungan antara
manusia dengan Tuhannya. Perintah wajib wudlu adalah bersamaan
dengan perintah wajib shalat lima waktu. Dalam hal ini, anak tuna netra
diberi materi tentang tata cara shalat dan wudlu yang baik dan benar,
serta mempraktekkannya dengan didampingi pembimbing. Adapun
perintah membaca Al-Qur’an adalah agar anak tuna netra mempunyai
kepribadian yang suka membaca, memahami, dan mengamalkan ajaran
yang terkandung di dalamnya, sehingga mampu melaksanakan nilai-nilai
Al-Qur’an dalam tingkah laku yang nyata.
c. Materi Akhlak
Materi akhlak sama dengan materi budi pekerti yakni pembinaan
moral agama dalam bentuk pengembangan kepribadian dengan jalan
menumbuh kembangkan sikap keberagamaan yang baik dan
menghilangkan sikap keberagamaan yang buruk. Sikap keberagamaan
yang buruk dan sering terjadi pada anak tuna netra adalah rasa ketidak
percayaan diri, frustasi dan keminderan, sehingga mereka dalam
melakukan interaksi atau hubungan komunikasi dengan orang lain
55
kurang begitu nyaman. Dalam hal ini, anak tuna netra diberi materi oleh
pembimbing tentang bagaimana caranya menghilangkan sikap
keberagamaan yang buruk, dengan menanamkan sikap sabar dan
tawakal kepada Allah Swt. Dengan mengembangkan materi ini anak
tuna netra diharapkan mempunyai kepribadian yang sesuai dengan
ajaran agama, sehingga anak tuna netra akan lebih mudah bergaul dalam
keluarga ataupun di lingkungan masyarakat.
3.3.3 Orientasi dan Konsultasi
Dalam langkah ini pembimbing mencermati dan mencari apa-apa
yang terjadi dalam persoalan anak tuna netra. Dalam bimbingan ini,
merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya sering
menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang
satu dapat diatasi, persoalan yang lain timbul, demikian seterusnya.
Berdasarkan atas kenyataan bahwa manusia itu tidak sama satu dengan
yang lainnya, baik dalam sifat-sifatnya maupun dalam kemampuan-
kemampuannya, maka ada manusia yang sanggup mengatasi
persoalannya tanpa adanya bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit
manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalan-persoalnnya tanpa
adanya bantuan atau pertolongan dari orang lain. Bagi yang akhir inilah
bimbingan dan konseling sangat diperlukan (Walgito, 1995: 7).
Dalam orientasi dan konsultasi ini, pembimbing dapat
mengetahui anak tuna netra yang mengalami persoalan-persoalan yang
terjadi. Selanjutnya pembimbing mengadakan pemanggilan pada anak
tersebut untuk berkonsultasi, meliputi persoalan-persoalan yang ada. Hal
56
ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali rasa harga diri dan
kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri dalam
lingkungan sosialnya.
57
BAB IV
ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN
PADA ANAK PENYANDANG TUNA NETRA DI PANTI
“DISTRARASTRA” PEMALANG
(Analisis Bimbingan Konselng Islam)
A. Analisis Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Anak
Tuna Netra di Panti Distrarastra Pemalang
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap anak
tuna netra di Panti Distrarastra Pemalang. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian ini, maka dapat dideskripsikan bahwa anak tuna
netra adalah mereka yang tidak mempunyai keutuhan fungsi inderanya, yaitu
indera penglihatan. Namun demikian, bagaimanapun keadaan fisik maupun
kemampuan mereka, mereka tetap mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan maupun bimbingan, baik yang bersifat pengetahuan
secara umum, ketrampilan, maupun bimbingan dalam bidang keagamaan.
Khusus dalam bidang keagamaan, ini sangat diperlukan bagi para penyandang
tuna netra, karena dengan bimbingan keagamaan diharapkan mereka bisa
lebih ikhlas dalam menerima keadaan mereka yang kurang sempurna
dibandingkan dengan orang-orang normal lainnya. Pada akhirnya diharapkan
bisa menumbuhkan sikap optimisme mereka dalam menyongsong masa
depan. Lain dari pada itu, yang paling utama dalam bimbingan keagamaan
bagi mereka adalah agar mereka tetap bisa melaksanakan kewajibannya
sebagai hamba Allah untuk beribadah kepada-Nya. Untuk itu diperlukan suatu
58
upaya yang dapat mengarahkan manusia kepada perkembangan hidup yang
serasi dan harmonis. Salah satu upaya tersebut dapat berupa layanan atau
bimbingan yang dapat membentengi diri dari semua yang merugikan.
Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang termasuk salah satu panti yang
di dalamnya mengadakan bimbingan di bidang keagamaan. Sebagaimana hasil
penelitian penulis, bimbingan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan di Panti Tuna Netra Distrarastra
Pemalang ini diberikan secara kelompok yang terbagi ke dalam enam
kelompok bimbingan tuna netra. Kelompok-kelompok tersebut diantaranya:
KBP (Kelompok Bimbingan Persiapan) yang dilaksanakan pada hari kamis
jam 07.30-0900 dengan pembimbing Bapak Widiyatno, S.ST, KBLD-I
(Kelompok Bimbingan Latihan Dasar) dilaksanakan pada hari rabu jam 11.00-
12.30 dengan pembimbing Akhmad Slamet, SE, KBLD-II (Kelompok
Bimbingan Latihan Dasar) dilaksanakan pada hari senin jam 11.00-12.30
dengan pembimbing Bapak Widiyatno, S.ST, KBLK (Kelompok Bimbingan
Latihan Kerja) dilaksanakan pada hari selasa jam 09.15-10.45 dengan
pembimbing Akhmad Slamet, SE, KBLK (Lanjutan) (Kelompok Belajar
Latihan Kerja) yang dilaksanakan pada hari selasa jam 09.15-10.45 dengan
pembimbing Bapak Widiyatno, S.ST, KBLK (Praktis) (Kelompok Belajar
Latihan Kerja) yang dilaksanakan pada hari selasa jam 11.00-12.30 dengan
pembimbing Bapak Widiyatno, S.ST. Dalam hal ini, masing-masing
kelompok mendapatkan bimbingan dari mulai hari Senin sampai dengan hari
Jumat yang dimulai pada jam 07.30 sampai dengan 12.30, kecuali pada
tanggal merah dan hari Minggu.
59
Dari hasil penelitian tentang bimbingan keagamaan anak tuna netra, di
panti tuna netra distrarastra Pemalang, sangat dirasakan oleh beberapa anak
tuna netra yang mengalami rasa kurang percaya diri, frustasi, minder dan
sebagainya. Hal ini dialami oleh Suwanto, salah seorang anak tuna netra yang
mengalami rasa kurang percaya diri sebelum masuk panti tuna netra
Distrarastra Pemalang. Namun setelah beberapa minggu berada dalam panti,
dia merasa ada dorongan kuat yang membuat dirinya lebih baik dari
sebelumnya, karena di dalam panti diberikan bimbingan keagamaan berupa
pengisian materi-materi yang diberikan pada tiap-tiap anak tuna netra seperi
halnya kebiasaan (pembentukan watak anak tuna netra agar dapat menurut
pada peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-pebuatan
yang baik), pengawasan (anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan
yang buruk, maka dibutuhkan pengawasan dalam membimbing pada anak
tuna netra) (Wawancara dengan Suwanto, tanggal 30 Januari 2009).
Hal ini juga dirasakan oleh Winarso salah satu anak tuna netra yang
mengalami frustasi, dengan adanya materi bimbingan yang diberikan di panti
tuna netra Distrarastra Pemalang berupa bimbingan mental spiritual dan sosial
melalui proses pelaksanaan bimbingan, dengan beberapa tahapan pendekatan
yaitu dengan pendekatan awal, dalam pendekatan ini menggunakan pemberian
identivikasi yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang permasalahan anak tuna netra tersebut. Kemudian diberikan motivasi
agar menumbuhkan kemauan anak dalam mengikuti program di panti tuna
netra Distrarastra Pemalang (Wawancara dengan Winarso, tanggal 30 Januari
2009).
60
Dalam bimbingan keagamaan, anak tuna netra yang mengalami
kecemasan-kecemasan dalam hidup khususnya hidup bersosial dengan
masyarakat setelah keluar nanti. Dalam bimbingan ini lebih mengedepankan
aspek materi sebagai proses pembekalan dalam dirinya, karena materi adalah
salah satu komponen yang sangat penting dalam rangka bimbingan agama,
dalam hal ini dapat diketahui kebutuhan anak tuna netra dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi. Salah satu bimbingan keagamaan yang diterapkan
di panti tuna netra ini adalah materi aqidah, materi ini diberikan sebagai
pengarahan dan bimbingan tentang agama, khususnya materi keimanan, hal
ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kepribadian anak tuna netra
tentang keyakinan atau kepercayaan adanya Allah dan keesaan-Nya, sehingga
timbul ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah.
Hal ini juga dialami oleh Miftahul Surur, salah seorang anak tuna netra
yang merasakan kebimbangan dalam hidup, sehingga mengakibatkan
kecemasan dalam tingkah laku sehari-hari, yang ditimbulkan dari kurangnya
pengetahuan dalam keagamaan, untuk itu pihak panti memberikan bimbingan
keagamaan ini. Dalam hal ini pembimbing dituntut bukan hanya sebagai
transformator tetapi juga sebagai motivator yang dapat menggerakkan anak
tuna netra dalam belajar dengan menggunakan berbagai sarana dan prasarana
yang tersedia sebagai pendukung tercapainya tujuan, yaitu tercapainya
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat (Wawancara dengan Miftahul Surur,
tanggal 30 Januari 2009).
Di dalam panti juga ada yang mengalami sikap keberagamaan yang
buruk pada anak tuna netra, seperti halnya rasa tidak ikhlas dengan apa yang
terdapat pada dirinya (kecacatan), yang dapat menimbulkan berbagai macam
61
sikap baik rasa ketidak percayaan diri, frustasi dan minder, sehingga mereka
merasa kurang nyaman dalam melakukan interaksi atau hubungan komunikasi
dengan orang lain. Dalam hal ini, anak tuna netra diberi materi oleh
pembimbing tentang bagaimana caranya menghilangkan sikap keberagamaan
yang buruk, dengan menanamkan sikap sabar dan tawakal kepada Allah SWT,
sehingga anak tuna netra akan lebih mudah bergaul dalam lingkungan
masyarakat, dengan kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama
(Wawancara dengan Bapak Kasmari, tanggal 30 Januari 2009).
B. Analisis Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Anak
Tuna Netra di Panti Distrarastra Pemalang Di Tinjau Dalam Analisis
Bimbingan Konseling Islam.
Bimbingan Konseling Islam merupakan suatu upaya untuk
membantu individu dalam mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya
agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat (Faqih, 2001: 35).
Pemberian bantuan layanan konseling hendaknya dilakukan oleh orang yang
berkemampuan tinggi dalam melaksanakan komunikasi dengan anak tuna
netra dan menjadi suri tauladan dalam tingkah laku serta bersikap
melindungi anak tuna netra dari kesulitan-kesulitan yang ada.
Dalam hal ini bimbingan keagamaan sangat penting untuk diberikan
pada anak tuna netra, yang memiliki empat fungsi bimbingan konseling
Islam yaitu : preventif, kuratif, preservative, dan development. Dalam
kerangka fungsi preventif (pencegahan), memiliki arti membantu anak tuna
netra menjaga atau mencegah timbulnya masalah adalah dengan cara
pemberian bantuan meliputi pengembangan materi aqidah bagi anak tuna
62
netra sebagai sarana mengantisipasi dan mengelakkan resiko-resiko hidup
yang tidak perlu terjadi. Melalui fungsi ini, pembimbing memberikan materi
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang
membahayakan dirinya (Nurikhsan, 2005 : 16).
Di dalam Islam seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya dengan
cara: berlaku aktif, tawakal dan taat terhadap ajaran dan perintah agamanya.
Ketaatan dan ketawakalan anak tuna netra harus dibina sejak dini, Sehingga
anak tuna netra dalam kehidupan sehari-hari akan tercipta situasi yang
religius, memiliki dan meningkatkan keimanan, ketaqwaan dalam
menjalankan ketekunan kehidupan beragama (Depsos RI, 1999: 11).
Berkaitan dengan penelitian yang diangkat, maka penulis
menekankan bahwa bimbingan keagamaan pada anak tuna netra harus tetap
dipertahankan dalam upaya penemuan integritas dirinya. Upaya penemuan
integritas diri dapat dilakukan oleh diri sendiri ataupun dengan bantuan
orang lain, yang dalam hal ini adalah pembimbing. Mereka bisa bertindak
sebagai konselor dalam membantu anak tuna netra menemukan identitas diri
dan integritas dirinya.
Metode yang digunakan dalam fungsi preventif adalah metode
ceramah dan tanya jawab. Dengan menggunakan metode ceramah, anak
tuna netra akan lebih mudah dalam memahami pengertian agama maupun
ajaran-ajaran agamanya, karena metode ini dirasa lebih nyaman, mereka
hanya duduk sambil mendengarkan pembimbing memberikan ceramahnya.
Sedangkan metode tanya jawab dimaksud, agar apa yang disampaikan oleh
pembimbing yaitu berupa materi keagamaan lebih mengena pada anak tuna
netra, dengan membuka tanya jawab tentang materi yang disampaikan oleh
63
pembimbing ataupun tentang materi yang belum dipahaminya (Wawancara
dengan Bapak Widiyanto tanggal 18 September 2008 di Kantor).
Fungsi kuratif atau pengobatan, fungsi kuratif diartikan membantu
individu memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini
pembimbing mempunyai peran penting dalam memecahkan permasalahan
keagamaan anak tuna netra dalam pengalaman dan pengenalan obyek yang
dituju, karena terhambatnya fungsi penglihatan, mereka sering mengalami
frustasi, minder, dan melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama bahkan
norma-norma yang ada di masyarakat, perlu mendapatkan perhatian secara
khusus.
Bimbingan dan konseling Islam berusaha membantu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi oleh anak tuna netra, baik dalam sifatnya,
jenisnya maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam
pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perorangan ataupun
konseling kelompok (Hallen, 2002: 61).
Dengan fungsi kuratif ini, anak tuna netra didekati dan diajak
ngobrol tentang masalah yang terjadi pada dirinya, sehingga akan
mempermudah bagi pembimbing untuk melakukan pengobatan ataupun
memecahkan masalah. Anak tuna netra akan lebih terbuka tentang
permasalahan pribadinya jika menggunakan pendekatan konseling atau
pendekatan individu. Hal ini, dirasa lebih nyaman bagi anak tuna netra dari
pada harus mengutarakan permasalahannya didepan teman-temannya atau
dengan bimbingan kelompok.
Fungsi preservative bertujuan untuk membantu individu menjaga
situasi dan kondisi semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik
64
(terpacahkan) dan kebaikan itu dapat bertahan lama. Dalam hal ini, lebih
berorientasi pada pemahaman anak tuna netra mengenai keadaan dirinya,
baik kelebihan maupun kekurangan, situasi dan kondisi yang dialami saat
ini. Kerap kali masalah yang dialami anak tuna netra merasa tidak dipahami
oleh anak tuna netra itu sendiri atau bahkan anak tuna netra itu tidak
merasakan dan tidak menyadari akan kesalahan serta masalah yang sedang
dihadapinya. Anak yang sering tidak menghargai dirinya sendiri, hal ini
terbukti ketika anak merasa tidak diterima teman sebayanya, maka mereka
akan rela melakukan apa saja, sekalipun itu sangat bertentangan dengan hati
nuraninya.
Oleh karena itu fungsi preservative sangat dibutuhkan dalam
membantu anak tuna netra memahami keadaan yang dihadapinya,
memahami sumber masalah, dan anak tuna netra akan mampu secara
mandiri, mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Dalam hal ini, pembimbing memberikan bimbingan keagamaan pada
anak tuna netra secara sungguh-sungguh sehingga akan menimbulkan rasa
dekat kepada Allah SWT. Sehingga dapat memahami diri sendiri, baik
kelebihan dan kekurangan maupu situasi dan kondisi yang sedang
dialaminya. Disinilah peran materi akhlak yang dapat
menumbuhkembangkan sikap keagamaan anak tuna netra dalam
memperbaiki dirinya yang kurang baik menjadi lebih baik.
Fungsi developmental merupakan fungsi bimbingan konseling Islam
yang terfokus pada upaya pemberian bantuan berupa pemeliharaan dan
pengembangan situasi dan kondisi anak tuna netra yang telah baik agar tetap
65
menjadi baik atau bahkan lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi
sebab munculnya masalah.
Fungsi bimbingan dan konseling Islam sebagai pengembangan
berorientasi pada upaya pengembangan fitrah manusia, yaitu sebagai
makhluk Tuhan, individu, sosial dan budaya.
Sebagai makhluk beragama, anak tuna netra harus taat kepada Allah
SWT, beribadah dan sujud kepada-Nya. Sebagai makhluk sosial mempunyai
pengertian bahwa mereka hidup di dunia ini pastilah memerlukan bantuan
orang lain. Bahkan mereka baru dikatakan sebagai manusia bila berada
dalam lingkungan dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia selain harus
mengembangkan hubungan vertikal dengan Tuhan, mereka juga harus
membina hubungan horizontal dengan orang lain dan alam semesta (Hallen,
2002: 18).
Sebagai makhluk berbudaya anak tuna netra dituntut untuk dapat
mengembangkan cipta, rasa, dan karsanya dalam memanfaatkan alam
semesta dengan sebaik-baiknya. Anak tuna netra harus bertanggung jawab
atas apa yang telah diperbuatnya. Manusia sering menjadi sombong, lupa
diri, egoistik dengan urusan dunianya. Terlebih dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kecenderungan ini merupakan bentuk
penyimpangan terhadap fitrah kemanusiaan dan keagamaan.
Manusia yang hidup dalam tataran kehidupan yang berorientasi pada
kemajuan teknologi umumnya juga mengarah pada berbagai penyimpangan
tersebut. Dalam kondisi penyimpangan terhadap nilai dan fitrah keagamaan
tersebut, upaya bimbingan konseling Islam sangat dibutuhkan terutama
dalam pengembangan fitrah kemanusiaan dan keagamaan, sehingga dengan
66
upaya pengembangan dan pemahaman kembali atas fitrah manusia, anak
tuna netra mampu mencapai kebahagiaan yang di idam-idamkan, yakni
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
67
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian skripsi tentang “Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan
Pada Anak Penyandang Tuna Netra Di Panti Distrarastra Pemalang
(Analisis Bimbingan Konseling Islam)” dari awal sampai akhir dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan bimbingan keagamaan pada anak penyandang tuna netra
di Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang, meliputi beberapa
komponen penting yang dapat menumbuhkembangkan rasa percaya
diri, frustasi dan kecemasan. Dalam pelaksanaan bimbingan
keagamaan meliputi: bimbingan fisik, bimbingan mental spiritual dan
sosial, bimbingan kecerdasan dan ketrampilan. Praktek pelaksanaan
bimbingan keagamaan di Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang,
bertujuan menumbuhkembangkan optimisme dan kualitas anak tuna
netra, dengan menggunakan berbagai macam langkah diantaranya:
pengisian waktu senggang, bimbingan agama yang tepat, orientasi dan
konsultasi. Sehingga anak tuna netra mampu beradaptasi dan
berkomunikasi dengan baik di lingkungannya.
2. Bimbingan konseling Islam adalah suatu usaha untuk membantu
individu dalam mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat, maka bimbingan
keagamaan yang dilakukan Panti Tuna Netra Distrarastra Pemalang,
mencakup fungsi-fungsi -sebagaimana BKI- yang meliputi fungsi
preventif, kuratif, preservative, dan developmental. Sehingga
68
membentuk kepribadian yang baik, sabar, tahan menghadapi cobaan
pada setiap persoalan yang ada, dan memberi keyakinan bahwa Allah
yang memberi ujian dan cobaan.
B. SARAN-SARAN
Demi keberlangsungan Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada
Anak Penyandang Tuna Netra Di Panti Distrarastra Pemalang, serta
sebagai upaya peningkatan mutu, penulis ingin menyampaikan beberapa
saran bagi semua pihak sebagai berikut:
1. Kepada kepala panti hendaknya selalu meningkatkan mutu bimbingan
yang selama ini telah berlangsung.
2. Kepada para pembimbing hendaknya senantiasa memperhatikan para
penderita Tuna Netra untuk memberikan motivasi serta bimbingan
agar mereka selalu menjalankan ajaran Islam.
3. Kepada anak tuna netra hendaknya meningkatkan belajarnya dan
pergunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk memperoleh ilmu
pengetahuan baik dari panti maupun dari luar panti, sehingga kelak
setelah keluar dari panti dapat berguna untuk meraih masa depan yang
lebih baik.
4. Kepada Orang Tua jangan merasa malu untuk memasukkan anggota
keluarganya ke panti apabila menderita Tuna Netra, agar proses belajar
ilmu pengetahuan tidak berhenti.
C. PENUTUP
Teriring rasa syukur Al-Hamdulillah yang tak terhingga ke hadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dengan segala daya dan upaya dapat menyelesaikan
69
skripsi ini. namun penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu, mohon maaf yang sebesar-besarnya,
kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Namun, tidak kurang dari
harapan penulis, mudah-mudahan melalui skripsi ini sedikit dapat diambil
manfaatnya oleh para pembaca, terutama dalam rangka mengemban misi
dakwah islamiyah, sehingga dapat menjadikan penggugah hati ke arah
yang lebih jauh dan luas dalam rangka kita melangkah ke arah yang
positif.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan petunjuk serta bimbingan-Nya
kepada kita, sehingga kita semua dapat menggapai ketentraman lahir dan
batin untuk mengabdi kepada-Nya.
70
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, Konseling Dan Psikoterapi Islam, Yogyakarta :
Fajar Pustaka Baru
Ali, Muhammad, 1993, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa
Arikunto, Suharsini, 1996, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.
Arifin, H.M, 1994, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Pengarahan Agama,
Jakarta : Citra Mandala Pratama
Banjamin, Harry N.D, 1995, Pembangunan Alamiah Untuk Pemakaian Kaca
Mata, Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press.
Darajat, Zakiyah, 1983, Kesehatan Mental, Jakarta : PT. Gunung Agung.
Depdikbud, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Departemen Sosial RI, 1999, Kurikulum Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat
Dalam Panti, Jakarta, Direktorat Jendral Bina Rehabilitasi Sosial.
---------------,2004, Standarisasi Pelayanan Minimal Rehabilitasi Sosial
Penyandang Cacat dalam Panti, Jakarta, Direktorat Jendral Bina
Rehabilitasi Sosial.
Effendi, Muhammad, 2006, Pengantar Psikodagogika Anak Berkelainan. Jakarta
: PT. Bumi Aksara.
Faqih, Ainur Rahim, 2001, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta :
UII Press.
Hadi, Sutrisno, 2001, Metode Research, Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM,
UII Press.
Hallen, 2002, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta : UII Press.
Jalaludin, 1996, Psikologi Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
71
Kartono, Kartini, Hygiene Mental dan kesehatan Mental Dalam Islam, Bandung :
PT Mandar Maju.
Muhajir, Noeng, 1991, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : rake
Sarasin.
Musnamar, Tohari, 1992, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islam, Yogyakarta : UII Pres.
Melfiawati, 1998, Pencegahan Kebutaan Pada Anak, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Moleong, J. Lexy, 2006, Metodologi Studi Islam : Rineka Cipta.
Nata, Abuddin, 1998, Metodologi Studi Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Nurikhsan, Achmad Juntika, 2006, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai
Latar Kehidupan, Bandung : PT. Refika Aditama.
-------------------, 2005, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Prayitno, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikam Teoritis dan Praktis, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Semiun, Yustinus, 2006, Kesehatan Mental 2, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Somantri, T. Sutjihati, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Refika
Aditama.
Subagyo, P. Joko, 1996, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta.
Sukardi, 2000, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya : Al-Ikhlas
72
Toha, H.M.Chabib, 1998, Pendidikan Islam, Yogyakarta : PT Pustaka Pelajar
Walgito, bimo, 2005, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Yogyakarta :
Andi Offset.
---------------, 1995, Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Yogyakarta : Andi
Offset.
Willis, Sofyan, S. 2004, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung :
Alfabeta.
73
STRUKTUR ORGANISASI PANTI TUNA NETRA DAN TUNA RUNGU
WICARA DISTRARASTRA PEMALANG
Kepala Panti Sugeng, M.Pd
Kelompok Jabatan Fungsional
Kasubag Tata Usaha Dra. Siti Chodiratun
Peksos Pelaksanaan Lanjutan Sumarmo
Pengadministrasian Umum Suprapti
Pembantu Pemegang Kas Warsito, S.Sos
Peksos Penyelia Agus Rudianto
Peksos Pelaksanaan Lanjutan Listiyarni
Peksos Pelaksanaan Lanjutan Listiyarni
Peksos Muda Dara Yusdiantini
Peksos Penyelia Cahyo Hartuti
Pengadministrasian Umum
Drs. Ramudi
Pengadministrasian Umum
Chisnih Nur Hidayati
Pengadministrasian Umum Irawati
Pengadministrasian Keuangan
Salmidi
Pemagang Barang Inventaris
Kasmari
Pengadministrasian Umum
Supamah
Pramu Taman Saehadi
Pramu Kantor Joko Suyono
74
Kepala Seksi Penyantunan Drs. Restu Wdagdo
Kepala Seksi Rehabilitasi & Penyaluran
Pambudiarto, SH
Pelaksanaan Teknis Asrama
Syarif Maruapey
Pelaksanaan Teknis Asrama
Minda Kartiningsih
Pelaksanaan Teknis Asrama Suhartini
Pelaksanaan Teknis Rehab & Penyaluran
Katarini, Pw.Sip
Pelaksanaan Teknis Rehab & Penyaluran
Widayanto
Pelaksanaan Teknis Rehab & Penyaluran
Agus Wahono
Pelaksanaan Teknis Rehab & Penyaluran
Koeswono, S.Sos
Pelaksanaan Teknis Asrama
Ahmad Selamet
Pelaksanaan Teknis Rehab & Penyaluran
Muslikhatun
75
DAFTAR NAMA ANAK TUNA NETRA DI PANTI DISTRARASTRA PEMALANG
No Nama Pendidikan
1. Nofiah Kursus 2. Nur Fitriyana SMP 3. Kasmi Kursus 4. Nur Diana SMA 5. Kasmari SMP 6. Saudah Kursus 7. Indah Syah Kursus 8. Triani Semarang 9. Kaswen SMA
10. Yuli Wastika SMP 11. Tuti Wasilah Kursus 12. Mulyati Kursus 13. Yanti Nur Sita Kursus 14. Purwati Kursus 15. Sri Panganti SD 16. Marhamah SMA 17. Darsih Kursus 18. Triyana Kursus 19. Turasih Kursus 20. Dian Rahayu SD 21. Cici Agustina Kursus 22. Aulia Sanafiah SD 23. Saniati Kursus 24. Namdanrini SMP 25. Hermawan SMA 26. Sudarno SMP 27. Agung Nugroho SMA 28. Sugio SD 29. M. Sarjono SMA 30. Mahendro SMA 31. Slamet Riyadi Kursus 32. Kismanto Kursus 33. Kunasin SD 34. Suwanto Kursus 35. Abdul Manam Kursus 36. Arif Fulhakim SD 37. Mudiono SD 38. Ruli S. SMA 39. Mulyono SMA 40. Hendrian Taufiq SMA 41. Helmi Efendi SMA 42. Kosim Hadi Ilmizan SD 43. Abu Bakar SMA 44. Fahrudin SMP
76
45. Turadi Kursus 46. Wandi SD 47. Winarso Kursus 48. Tohirin SD 49. Rohmat SD 50. Abdul Rosyid SMA 51. Slamet A. Kursus 52. Darmudi SMP 53. Arif Andi SD 54. Erman Tri S. SMA 55. Feri Sutandi SD 56. Hisbul Muflih SMA 57. Deni Sukroni SMA 58. Izudin SMA 59. Ahmad Tosirin SMP 60. Agus Prasetyo SD 61. Casian Kursus 62. Sucipto Raharjo Kursus 63. Samsul Ma’arif SD 64. Suyono SD 65. Eng Muzakar SD 66. Miftahul Surur Kursus 67. Nur Khozin Kursus 68. M. Sofi SMA 69. Budi Siswanto SMA 70. Muamal SMP 71. Raif Kursus 72. Taufiq SMA 73. Syarif SMP
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Farukhin
NIM : 1103109
Tempat / tgl. Lahir : Tegal, 25 Juli 1985
Alamat asal : Jatimulya RT 02 RW 06 Suradadi, Tegal 52182
Pendidikan : - SDN Jatimulya II Suradadi Tegal lulus th. 1997
- SLTPN Warureja, Tegal lulus th. 2000