Post on 19-Oct-2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti sering menggunakan sistem pasak
dan inti sebagai retensi tambahan. Dewasa ini, beberapa tipe pasak dari bahan fiber
yang telah dikombinasikan dengan sistem adhesif modern dari resin komposit
diperkenalkan di dunia kedokteran gigi sebagai alternatif dari penggunaan pasak
metal tuang. Hal ini karena pasak fiber memiliki modulus elastisitas yang menyerupai
dentin dan lebih estetis dibandingkan dengan pasak metal. Pasak fiber berikatan
dengan dentin intraradikular melalui sistem adhesif, sehingga dapat membangun
struktur yang lebih kompleks dengan dentin. Penggunaan pasak fiber mulai diminati
para praktisi karena kunjungan perawatan dapat lebih singkat.1-3
Pada restorasi dengan menggunakan pasak fiber, retensi diperoleh secara adhesif
dari semen luting resin. Kelemahan dari semen luting resin terjadinya pengkerutan
selama polimerisasi, sehingga dapat menimbulkan celah mikro pada restorasi. Salah
satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin komposit dengan dentin saluran akar
menggunakan teknik etsa asam dan bahan bonding adhesive. Aplikasi bonding
bertujuan untuk mengimbangi kontraksi resin komposit pada saat polimerisasi.3-6
Universitas Sumatera Utara
2.1 Sejarah Perkembangan Pasak Fiber
Dahulu pasak metal sering digunakan oleh dokter gigi untuk restorasi pasak
setelah perawatan endodonti. Pasak ini merupakan pasak dari bahan base metal alloy
ataupun silver-paladium alloys tipe III yang memiliki sifat kaku dan keras sehingga
dapat menahan tekanan pengunyahan. Namun banyak penelitian yang menyebutkan
bahwa restorasi ini dapat menyebabkan fraktur pada akar, karena kurangnya daya
adhesif dari bahan pasak tersebut. Selain itu, pasak berbahan metal juga
mengakibatkan korosi sehingga sering kali menyebabkan terjadinya bayangan abu-
abu (grey zone) pada daerah servical gingiva (gambar 2). Dalam penggunaannya,
masih diperlukan pembuangan daerah undercut untuk adaptasi pasak ke dalam
saluran akar. 1
A B
DC
7
65
43
21
Gambar 1 . A pasak dan inti dari metal tuang, B. pasak metal dari bahan Titanium dan alloy, C. Pasak zirconia, D. pasak fiber : 1 & 2. Pasak zirconia, 3&4 pasak glass fiber, 5&6 pasak quartz fiber, 7 pasak carbon fiber 3
Universitas Sumatera Utara
Pada awal tahun 1990,diperkenalkan pasak fiber reinforced composite untuk
mengurangi dampak dari pemakaian pasak metal. Beberapa kelebihan pasak fiber
dibandingkan dengan pasak metal adalah nilai estetisnya lebih tinggi, tidak adanya
proses korosi, memiliki modulus elastisitas yang hampir menyerupai dentin, dan
dapat berikatan dengan struktur gigi dengan menggunakan sistem adhesif. Selain itu,
penggunaan pasak fiber tidak memerlukan proses laboratorium, sehingga dapat
mempersingkat waktu kunjungan klinis. Restorasi adhesif menyebabkan dokter dapat
membuat preparasi yang minimal, sehingga dapat mempertahankan struktur gigi,
selain itu karena keinginan pasien akan restorasi yang estetis. Akan tetapi dalam
penggunanya pasak fiber ini masih memerlukan pembuangan undercut untuk dapat
mengadaptasikan kedalam saluran akar.1,3,14
Kemudian diperkenalkan pula pasak dengan bahan yang terbuat dari
polyethylene fiber. Pasak ini telah dikembangkan untuk meningkatkan daya tahan
Gambar 2. Gambaran panah menunjukkan efek dari pemakaian pasak berbahan metal, terjadinya zona abu (grayzone) pada daerah gingiva, karena sistem pasak metal yang memblokir cahaya incidental secara keseluruhan.2
Universitas Sumatera Utara
terhadap resin bonded composite (RBC). Pasak ini memiliki kelebihan dibandingkan
pasak fiber lainnya. Didalam penggunaannya, pasak polyethylene tidak memerlukan
preparasi saluran akar, karena sistem pasak tersebut memanfaatkan bentuk anatomi
saluran akar dan dapat beradaptasi dengan baik, sehingga kesatuan antara pasak,
semen luting dan dentin saluran akar dapat tercapai dengan lebih baik, dan
penggunaan pasak ini dapat menghemat struktur dentin pada saluran akar.16-18
2.2 Klasifikasi Pasak Fiber
Pasak fiber merupakan pasak buatan pabrik yang mengandung bahan resin dan
fiber reinforced (gambar 3). Fungsi fiber reinforced ini adalah memberikan kekuatan
dan kekerasan sekeliling matriks resin. Fiber disusun dalam berbagai bentuk seperti
berbentuk batang, anyaman atau pita dengan diameter 7-10 m. Penambahan fiber
kedalam polimer dapat meningkatkan dan mengoptimalkan sifat bahan polimer.
Kekuatan bahan polimer dapat ditingkatkan dengan menambahkan fiber reinforced
yang sesuai. Kemampuan penguatan fiber reinforced tergantung kepada kepadatan
fiber reinforced, ikatannya dengan resin, dan peresapan antara serat penguat dengan
resin.3,19
Gambar 3. Berbagai jenis pasak fiber 20
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan fiber reinforced komposit menjadi populer dalam beberapa tahun
belakangan ini. Jenis fiber reinforced yang digunakan untuk memperkuat resin
komposit tergantung kepada cara penggunaan dan tujuan dari penggunaan fiber
tersebut. Jenis pasak fiber prefabricated dapat dibagi sesuai dengan fiber yang
dikandungnya untuk memperkuat komposit antara lain adalah pasak carbon fiber,
quartz, dan glass fiber.3,19,20
1 . Carbon Fiber
Ruyter pada tahun 1986, mengakui kekuatan yang rendah dari bahan resin untuk
menahan tekanan oklusal yang mempelajari polimetakrilat yang diperkuat carbon
fiber. Penemuan ini menyatakan bahwa penambahan carbon fiber kedalam resin
secara nyata menambah ketahanan fraktur dan modulus elastisitas bahan resin.21,22
Penambahan kekuatan resin ini memungkinkan penggunaannya pada restorasi pasak
dalam perawatan endodonti. Pasak carbon fiber berwarna hitam dan opak (gambar 4),
dengan kekakuan yang sama dengan dentin. Pasak ini memiliki kekuatan yangg lebih
tinggi dari pada pasak fiber yang lain dan mudah dalam perbaikannya. Salah satu
kekurangan pasak carbon fiber ini adalah kurang estetis. Carbon fiber yang biasa
digunakan adalah berbentuk anyaman (gambar 5).23,24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Pasak carbon fiber reinforced 23
2. Quartz Fiber
Quartz fiber juga sering digunakan untuk memperkuat resin komposit (gambar
6). Powell pada tahun 1944 dan Ramos pada tahun 1996 melakukan penelitian
memperkuat bahan komposit dengan quartz fiber reinforced, glass, dan polyethylene.
Hasilnya menunjukkan adanya perbaikan ketahanan bahan ini terhadap fraktur.25
Pasak yang menggunakan bahan fiber ini memiliki beberapa keuntungan karena
Gambar 5. Gambaran mikroskop elektron pasak carbon berbentuk anyaman24
Universitas Sumatera Utara
warnanya lebih estetis jika dibandingkan dengan carbon fiber karena pasak ini
berwarna putih, bersifat translusen dan opak. Pasak berbahan fiber ini lebih kuat
daripada pasak berbahan glass fiber. Translusensi pasak ini menyalurkan cahaya
transmisi.23,25
Walaupun quartz fiber mempunyai stabilitas termal yang lebih rendah
dibandingkan glass fiber dan karbon, fiber ini tetap digunakan dalam kebanyakan
sistem polimer. Serat ini mengalami kerusakan apabila terpapar dengan sinar
matahari. Sinar tampak dan ultraviolet mengakibatkan perubahan warna dan
pengurangan sifat mekanik.25
Gambar 6. Pasak berbahan quartz23
3. Glass Fiber
Glass fiber merupakan tipe fiber reinforced yang paling sering digunakan untuk
memperkuat resin komposit. Glass fiber sangat biokompatibel, tidak mudah korosi,
dan mudah diperbaiki, serat ini juga mempunyai keunggulan penampilan yang sangat
estetis. Pasak glass fiber akan meningkatkan kekuatan mekanis dari resin komposit.
Pasak ini berwana putih, bersifat translusen dan opak, dan mempunyai kekakuan
yang sama dengan dentin. Translusensi pada pasak ini juga membolehkan cahaya
Universitas Sumatera Utara
transmisi seperti pada pasak quartz (Gambar 7). Glass fiber lebih unggul bila
dibandingkan dengan penguat dari metal dalam hal estetis dan perlekatannya ke
matriks resin. Disamping itu glass fiber mudah mencapai pembasahan yang sempurna
sehingga lebih mampu menahan tekanan pengunyahan.3,19,20,26
Bahan glass fiber tersedia dalam bentuk yang berbeda. Bentuk fiber reinforced
mempunyai pengaruh yang nyata baik terhadap sifat mekanik maupun kemudahan
penggunaannya. Glass fiber berbentuk anyaman mudah digunakan karena sifatnya
yang mudah dibentuk sehingga menjadi pilihan yang tepat untuk dilingkarkanpada
gigi. Glass fiber berbentuk batang mempunyai daya lentur yang tinggi dan keras
sehingga serat ini merupakan pilihan yang tepat untuk daerah yang menerima tekanan
pengunyahan yang tinggi (gambar 8).27
Gambar 7. Pasak berbahan glass fiber23
Universitas Sumatera Utara
Dalam perkembangannya, pasak fiber ini belum mampu memenuhi sistem pasak
yang ideal. Penggunaan pasak fiber ini masih melakukan pelebaran saluran akar
setelah perawatan endodonti untuk mengadaptasikan ukuran pasak fiber buatan
pabrik ini. Dengan demikian pasak ini dapat membuang struktur dentin sehingga
dapat menyebabkan fraktur pada gigi yang direstorasi dengan pasak ini.
2.3 Pasak Customized Polyethylene Fiber
Pasak customized polyethylene fiber merupakan salah satu jenis pasak yang yang
dapat direstorasi sendiri dan terdiri dari fiber reinforced polyethylene yang berbentuk
pita, sehingga dapat mengahasilkan bentuk pasak individu / customized. Penggunaan
pasak pita polyethylene sebagai retensi tambahan untuk inti restorasi mahkota harus
menggunakan etching bonding dan semen luting resin (gambar 9).17 Akhir-akhir ini
fiber polyethylene telah diperkenalkan untuk meningkatkan daya tahan terhadap resin
komposit bonding. Restorasi adhesif menyebabkan dokter dapat membuat preparasi
Gambar 8. Scanning elektron mikrograf arsitektur fiber, A.Woven polyethylene fiber ,B. Braided glass fiber, C. Woven glass fiber, (dalam dua arah), D. Glass fiber satu arah27
Universitas Sumatera Utara
yang minimal, sehingga struktur gigi yang masih ada dapat dipertahankan.
Perkembangan fiber polyethylene semakin lama mendorong para dokter untuk
meninggalkan pemakaian amalgam. Pasien menginginkan restorasi yang estetis dan
keinginan pasien untuk mempertahankan struktur gigi yang masih ada mendorong
dokter gigi untuk memperluas indikasi klinis restorasi fiber polyethylene direct..16-18
Gambar 9 .Prosedur pembuatan pasak dari pita polyethylene fiber (Ribbond, Seattle, USA) 1. Aplikasi etching dan bonding, 2. Semen luting dimasukkan kedalam saluran akar, 3. Pengukuran pita polyethylene fiber, 4.Pita polyethylene fiber dimasukkan kedalam saluran akar, 5. Light cure, 6. Buid-up inti dengan resin komposit16
Fiber polyethylene dengan Ultra High Molecular Weight Polyethylene
(UHMWPE) semakin populer dan memiliki aplikasi klinis yang bervariasi. Sebagai
bondable reinforcement fiber, fiber polyethylene ini dapat digunakan sebagai splin
periodontal, retainer ortodonti, metal-free bridge sementara, perawatan split-tooth
syndrome. Selain itu juga dapat digunakan untuk pasak dan inti perawatan endodonti
sebagai persiapan untuk restorasi mahkota porcelen baik pada gigi anterior maupun
gigi posterior (gambar 10).
1
654
2 3
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian polyethylene fiber reinforced post yang telah beredar dipasaran saat
ini adalah preimpregnated fiber tape post (Interlig, Angleus Rua Goias, Londrina,
PR, Brazil), Ribbond polyethylene fiber post (Ribbond, Seattle, USA) (gambar 11).
Namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah Ribbond. Fiber anyaman ini
memiliki modulus elastisitas yang asam dengan dentin dan dapat membentuk sistem
monoblok dentin-pasak-inti yang mampu mendistribusikan tekanan disepanjang
saluran akar dengan lebih baik.16-18
Gambar 11. Jenis polyethyelene fiber A. Ribbond, B. Interlig 17
Gambar 10. Persiapan inti untuk restorasi mahkota porselen gigi anterior yang dibentuk dengan pasak pita polyethylene fiber dan resin komposit 16
A B
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Material Pasak Polyethylene Fiber
Polyethylene fiber diperkenalkan pada pasaran pada tahun 1992. Material ini
merupakan fiber pengikat sekaligus memilliki sifat memperkuat, yang terdiri dari
serat polyethylene dengan kekuatan ultrahight. Serat ini memiliki kekuatan yang jauh
lebih tinggi dibanding glass fiber berkualitas tinggi (fiber glass), sehingga
membutuhkan gunting khusus untuk memotongnya.16-18
Pita dari polyethylene fiber ini adalah suatu bahan yang berupa anyaman yang
sangat tahan lama, dengan locked-stitched threads yang secara efektif menyalurkan
tekanan melalui anyaman tanpa menyalurkan kembali tekanan ke resin. Anyaman
pita ini mudah dikendalikan, dan beradaptasi dengan baik pada kontur dan lengkung
gigi (gambar 12 ).
Gambar 12. Representasi secara skematik dari anyaman serat pita polyethylene fiber dengan locked-stitched threads, ditunjukkan juga pada gambar perbedaan struktur serat antara ribbond traditional dengan ribbond triaxial braid.16
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Estetik Pasak Polyethylene Fiber
Apabila estetis menjadi fokus utama, pemilihan material restorasi menjadi
pertimbangan yang sangat penting. Transmisi cahaya membuat pasak tuang dan
pasak pabrik tampak memberi bayangan pada daerah submarginal. Pada pemakaian
pasak metal, warna keburaman pasak tersebut tampak berbayang pada daerah gingiva
dan servikal gigi. Pita polyethylene fiber bersifat translusen, tidak berwarna dan
menghilang di dalam resin komposit tanpa menunjukkan bayangan warna apapun.
Pita ini tidak hanya memberi keunggulan estetis, sifat tranlusennya menyebabkan
light cure mudah melewati komposit.1,16-18
2.3.3 Konservasi Struktur Gigi
Pasak customized polyethylene fiber memungkinkan pemeliharaan struktur
saluran akar dan merupakan metode yang dapat digunakan dalam perawatan
konfigurasi saluran akar yang irreguler karena tidak membutuhkan jalur masuk yang
konvergen. Selain itu pasak ini dapat digunakan dengan preparasi yang minimal
karena memanfaatkan undercut dan ketidakrataan permukaan fraktur gigi saat
berfungsi atau bila terjadi injuri traumatik.1,4,16-18 Sifat fisik dari bahan polyethylene
fiber ini dapat membentuk suatu sistem pasak dan inti yang estetis dan dapat
beradaptasi dengan morfologi saluran akar secara individual. pita polyethylene
dengan resin komposit dapat membentuk inti untuk restorasis mahkota porselen pada
gigi posterior, dan pasak pita polyethylene dengan semen luting resin akan
membentuk pasak individual yang mampu mengikuti bentuk morfologi saluran akar
(gambar 13). 17
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Modulus Elastisitas Yang Mendekati Dentin
Modulus elastisitas adalah kekakuan relatif dari bahan restorasi di dalam kisaran
elastis. Desain restorasi yang ideal untuk suatu sistem pasak membutuhkan modulus
elastisitas sistem menyerupai dentin. Sistem pasak customized polyethylene fiber
memiliki modulus yang menyerupai dentin. Jaringan keras alami memiliki kisaran
nilai modulus elastik, dan penambahan bahan restorasi dengan nilai modulus yang
berbeda dapat mempengaruhi kekuatan total dari kompleks gigi-restorasi dan
menghasilkan pembentukan tekanan interfasial. Tekanan interfasial yang berasal dari
A
B
Gambar 13. A. inti yang dibentuk dari pita polyethylene fiber dengan resin komposit, B. pasak individual yang dibentuk dari pita polyethylene dengan luting resin semen17
Universitas Sumatera Utara
perbedaan modulus dapat menimbulkan strain penyusutan, termal atau mekanis pada
bahan restorasi. 1,4
Tabel 1. MODULUS ELASTISITAS DARI BEBERAPA BAHAN DENTAL MATERIAL17
Sistem pasak ini memiliki sejumlah keuntungan yang dapat bermanfaat bagi
mekanisme yang kompleks antara penyusutan polimerisasi dan adhesi. Karena
modulus elastisitas bahan adhesif dan semen resin rendah, komposit akan
merenggang untuk mengakomodasi modulus gigi. Faktor-faktor ini, yang mengurangi
dan mendistribusikan tekanan ke struktur dentinal yang tersisa, akan mengurangi
kemungkinan pemisahan pasak atau fraktur akar sehingga meningkatkan keberhasilan
klinis dari kompleks restorasi. 16-18
2.3.5. Adaptasi Internal
Semen luting konventional (misal : zink oksifosfat) hanya mengisi ruang kosong
antara pertemuan restorasi tanpa melekat ke permukaanya. Penggunaan bahan luting
dual-cure dengan pasak customized polyethylene fiber memiliki interaksi fisik serta
kimiawi dengan bahan reinforcement dan dentin yang meningkatkan kontinuitas
Dental material Modulus elastisitas
Dentin Composite resin Amalgam Type IV Gold Nonprecious NiCr Stainless steel Alumina ceramic
14 GPa 14 GPa 35 GPa 90 GPa
182 GPa 200 GPa 350 Gpa
Universitas Sumatera Utara
adhesif interfasial. Penggunaan semen resin komposit diantara sistem adhesif dan
bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih erat dengan bahan dentin
bonding karena viskositas yang lebih rendah dan menghasilkan peningkatan adaptasi
morfologi intraradikular. Komposit dengan modulus rendah ini bekerja sebagai buffer
elastis yang mengkompensasi tekanan penyusutan polimerisasi, menghilangkan
pembentukan celah dan mengurangi kebocoran mikro. Jika modulus elastisitas
rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi modulus gigi. Visikositas
resin yang rendah akan meningkatkan kapasitas sewaktu proses wetting sehingga
dapat menyebabkan adaptasi interfacial yang lebih sempurna dan dapat mengurangi
celah mikro. Wetting resin merupakan suatu unfilled resin yang berfungsi untuk
mempersiapkan adaptasi interfasial permukaan pita polyethylene fiber sehingga dapat
melekat dengan resin komposit dan semen luting semen.1, 16-18
2.4 Polimerisasi Resin
Kontraksi resin komposit selama polimerisasi dapat menyebabkan terbentuknya
celah (gaps) diantara restorasi dan permukaan gigi, sehingga menimbulkan stress
yang terkonsentrasi pada daerah interfasial. Stress yang terjadi pada daerah interfasial
diakibatkan oleh kompetisi gaya yang dihasilkan antara tekanan pengkerutan
polimerisasi resin dan gaya adhesi terhadap substrat gigi.16 Stress ini dapat dikurangi
dengan beberapa metode yaitu, kinerja dari dentin bonding agent yang dapat
menahan kekuatan kontraksi dengan membentuk hybrid layer diantara restorasi
dengan permukaan gigi. Salah satu metode yang dianjurkan untuk mengurangi
kegagalan perlekatan selama polimerisasi shrinkage adalah dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
resin dengan visikositas dan modulus elastisitas yang rendah diantara bonding agent
dan resin restorative yang dapat bertindak sebagai elastic buffer atau stress breaker
sehingga dapat meningkatkan marginal integrity.38 Pengkerutan polimerisasi
merupakan masalah terbesar pada semua bahan restorasi berbahan dasar resin. C-
faktor pada saluran akar adalah 200 , hal ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
restorasi pada daerah coronal yang hanya 1- 5 % volume. 6-7
Pengkerutan polimerisasi berkaitan dengan C-faktor yang merupakan
perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang bebas.
Semakin tinggi C-faktor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan
polimerisasi. Pada resin aktivasi sinar, pengkerutan terjadi kearah tengah dari massa
resin. Adanya kontraksi polimerisasi menyebabkan terjadinya kehilangan kontak
antara resin dan dentin saluran akar sehingga mengakibatkan terbentuknya celah
(gaps) pada restorasi tersebut. Selain itu, resin memiliki koefisien ekspansi termal
tiga atau empat kali lebih besar daripada koefisien ekspansi termal struktur gigi.
Perbedaan ekspansi termal antara struktur gigi dan resin dapat menyebabkan
terjadinya perbedaan perubahan volume yang dapat menimbulkan celah mikro.6,7,11,28
2.5 Sistem Adhesif
Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke
substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut adherend.
Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang
menggabungkan dua substansi sehingga mengeras, dan mampu memindahkan suatu
kekuatan dari suatu permukaan ke permukaan lainya. Bahan perekat atau bonding
Universitas Sumatera Utara
agent adhesive system adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu
benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan, dan dapat menyebarluaskan
beban melalui perlekatanya (gambar 14).7,11,28
Gambar 14. Definisi terminologi sistem adhesif.28
Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin ke jaringan gigi adalah
penggunaan teknik etsa asam dan bahan bonding adhesive. Buonocore (1955),
memperkenalkan konsep bonding dengan etsa asam yaitu memodifikasi pembukaan
enamel dengan menggunakan bahan yang bersifat asam.7,11,28,32
Proses etsa asam pada permukaan enamel akan menghasilkan kekasaran
mikroskopik pada permukaan email yang dinamakan enamel tags atau micropore
sehingga diperoleh ikatan fisik antara resin komposit dan email yang membentuk
retensi mikromekanis. Keberhasilan usaha tersebut mendorong peneliti untuk
melakukan etsa pada dentin, namun walaupun dentin telah dietsa perlekatan resin
komposit terhadap permukaan dentin lebih lebih sulit dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
perlekatan terhadap permukaan email. Hal ini disebabkan karena dentin merupakan
jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan email.26 Email merupakan
jaringan yang hampir termineralisasi dengan sempurna, sedangkan dentin merupakan
jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45% volume), komponen
organik (33% volume), dan air. Komposisi organik substrat dentin memiliki sruktur
ultra tubulus yang lembab dan heterogen. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kesulitan perlekatan resin komposit pada dentin yaitu bervariasi
tingkat mineralisasi dan adanya cairan pada tubulus dentin yang menghalangi
perlekatan. 11,28,32
Perlekatan pada dentin juga menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear layer.
Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin
akibat preparasi dentin.7,31 Smear layer masuk kedalam tubulus dentin dan berperan
sebagai barier difusi, sehingga menurunkan permeabilitas dentin. Untuk mengatasi
hal tersebut, dilakukan pengetsaan dentin untuk menyingkirkan smear layer.
Fusayama (1980) mempelopori etsa dentin untuk mendapatkan ikatan secara adhesif
antara dentin dan resin komposit dan untuk melarutkan smear layer. Smear layer
dihilangkan melalui pengetsaan dengan asam phospor 37% selama 15 detik yang
menyebabkan terbukanya tubulus dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan
peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding
sehingga terbentuk hybrid layer.11,28,32
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15. Mekanisme perlekatan total-etch system. A. Aplikasi etsa asam akan menghilangkan
seluruh smear layer dan membuka tubulus dentin. B. Aplikasi bahan primer(merah). C. Aplikasi bahan adhesif (hijau) akan berdifusi dalam bahan primer dan masuk kedalam tubulus dentin dan membentuk resin tag.32
Sistem adhesif total-etch merupakan sistem adhesif generasi ke-4, dimana
karakter utamanya adalah sistem adhesif total-etch three-step. Sistem ini
menggunakan asam phosfor selama 15-20 detik. Asam ini secara bersamaan
menghasilkan efek pada email (pola pengetsaan) dan dentin (menyingkirkan semua
smear layer, membuka semua tubulus dentin dan kolagen terekspos), kemudian
diikuti oleh aplikasi primer dan bahan adhesif (gambar 15). Selanjutnya
dikembangkan lagi generasi ke -5 dengan menyederhanakan langkah prosedur klinis
sistem adhesif. Karakter utamanya adalah sistem adhesif total etch-two step. Sistem
adhesif ini disebut juga dengan one bottle adhesive system yang merupakan
kombinasi dari primer dan resin adhesif dalam satu botol yang diaplikasikan setelah
pengetsaan email dan dentin secara simultan dengan asam phosfor 35-37 % selama
15-20 detik.32
Universitas Sumatera Utara
Albashaireh et al (2008) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan retensi pasak
setelah diaplikasikan sistem adhesif total-etch jika dibandingkan dengan self- etch,
hal ini disebabkan smear layer lebih efektif di bersihkan dengan menggunakan sistem
adhesif total etch.12 Hasimoto et al (2004) menyatakan bahwa pergerakan air pada
rensin-bonded dentin dengan menggunakan sistem adhesif etch - rinse lebih baik
daripada penggunaan sistem adhesif self-etch.13
2.6 Sistem Perlekatan Pasak Dan Inti Adhesif
Selain bentuk, ukuran, dan desain dari pasak, retensi dari pasak juga dipengaruhi
oleh semen luting, interaksi antara post-core, post-cement dan dentin-cement
interface(gambar 16). Semen resin direkomendasikan sebagai semen luting pada
pasak fiber reinforced composite (FRC). Hal ini dikarenakan semen resin memiliki
daya tahan terhadap fraktur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen yang
lainnya. Komposisi resin-based cements hampir menyerupai resin-based composite
filling materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di
dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin.30
Universitas Sumatera Utara
Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system
(self cure, autopolymerizble) atau dengan light cure . Beberapa sistem menggunakan
kedua mekanisme dan disebut sistem dual-cure. Dual cure dapat meningkatkan
derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas semen
dapat diperbaiki (Giachetti et al 2004). 30
Mekanisme yang terpenting dari sistem adhesi pada post cementation adalah
mekanisme adhesi (interlocking), chemical adhesi, dan interdiffusion. Mekanisme
adhesi bergantung pada interlocking dari adhesif ke permukaan substrat. Chemical
adhesi berdasarkan ikatan kovalen atau ionik yang menghasilkan sistem perlekatan
yang kuat. Perlekatan interdiffusion didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada
A
B
C
Gambar 16. Perlekatan sistem pasak dan inti, A. perlekatan pasak &inti,B.Perlekatan pasak dengan semen luting,C.Perlekatan dentin dengan luting semen 30
Universitas Sumatera Utara
suatu permukaan ke permukaan yang lainnya. Mekanisme ini digunakan ketika
perlekatan antara pasak dengan dentin saluran akar.30,34,36
Pasak fiber reinforced composite berikatan dengan dentin saluran akar dengan
menggunakan semen luting resin. Dentin saluran akar di etsa terlebih dahulu,
sehingga akan menghasilkan adhesi yang lebih kuat. Hal ini disebabkan karena proses
pengetsaan menyebabkan tubulus dentin terbuka dan kolagen fiber akan terekspos
sehingga bahan bonding akan berpolimerisasi dengan tubulus dentin, sehingga hal
tersebut menghasilkan ikatan yang kuat.30,34,36
Universitas Sumatera Utara