Post on 09-Jul-2016
description
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
PAPER
LACRIMAL GLAND NEOPLASM
Disusun oleh:
WILLIAM OMAR
NIM: 110100321
Supervisor:
dr. Ruly Hidayat, M.Ked(Oph), Sp.M
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu
bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Ruly
Hidayat, M.Ked(Oph), Sp.M, selaku supervisor yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini berjudul Lacrimal Gland Neoplasm dimana tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan Lacrimal Gland Neoplasm. Dengan demikian diharapkan
karya tulis ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran
serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2016
Penulis
i
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1.Latar Belakang................................................................................ 1
1.2.Tujuan Penulisan............................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1.Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Lakrimal...................................... 3
a. Anatomi Kelenjar Lakrimal................................................ 3
b. Fisiologi Kelenjar Lakrimal................................................ 4
2.2.Lacrimal Gland Neoplasm.............................................................. 7
2.3.Klasifikasi Tumor Glandula Lakrimal............................................ 8
2.4.Epidemiologi................................................................................... 8
2.5.Patofisiologi dan Etiologi............................................................... 8
2.6.Diagnosis......................................................................................... 9
2.7.Diagnosis Banding.......................................................................... 15
2.8.Penatalaksanaan.............................................................................. 16
2.9.Komplikasi...................................................................................... 17
2.10.Prognosis....................................................................................... 17
BAB 3 KESIMPULAN..................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20
LAMPIRAN
ii
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air mata merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam tubuh
kita. Air mata dibutuhkan untuk menjaga keadaan bola mata agar tetap dalam
kondisi basah, membilas bola mata ketika adanya iritasi, hingga sebagai suatu
system imun dengan sifat antimikroba. Air mata sendiri diproduksi oleh suatu
kelenjar yang berada didaerah superotemporal orbita yang disebut sebagai
kelenjar lakrimal.1
Selain suatu infeksi kelenjar lakrimal (darcocystitis), kelainan lain yang
sering menyerang kelenjar lakrimal adalah tumor, baik jinak maupun ganas. Dari
berbagai jenis tumor yang sering terjadi pada kelenjar lakrimal, suatu pleomorphic
adenoma merupakan suatu tumor jinak yang paling sering dijumpai. Pleomorphic
sendiri memiliki arti bahwa tumor tersebut berasal dari sel epitel dan jaringan
mesenkim. Walaupun terbilang cukup jarang terjadi, hanya 4-9% dari keseluruhan
tumor-tumor orbita dan tumor adnexa, pleomorphic adenoma memiliki angka
morbiditas yang cukup tinggi.2
Selain angka morbiditas yang tinggi, angka rekurensi suatu tumor
pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal juga cukup tinggi. Tiga puluh dua persen
(32%) dalam 15 tahun setelah dilakukannya tindakan eksisi inkomplit terjadi
rekurensi, maka dari itu diperlukan suatu tindakan yang tepat dalam
penatalaksanaan kasus ini.3
Suatu penatalaksanaan yang tepat akan tercapai bila didahului oleh
penegakan diagnosis secara dini dan tepat pula. Suatu pleomorphic adenoma
kelenjar lakrimal dapat ditegakkan melalui runtutan pemeriksaan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pleomorphic adenoma mempunyai
klinis sebagai massa padat, tegas pada fosa lakrimalis dengan gejala yang
ditimbulkan berupa proptosis yang tidak disertai nyeri, pergeseran bola mata
kearah medioinferior.4 Walaupun dikatakan bahwa pemeriksaan radiologi sudah
memberikan gambaran diagnosis preoperatif, diagnosis defenitif didapatkan
3
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
berdasarkan suatu pemeriksaan histopatologi jaringan kelenjar lakrimal. Hingga
pada akhirnya, penegakan diagnosis dan penatalakasanaan yang tepat dapat
mengurangi tingkat rekurensi tumor, progresifitas menuju suatu proses
malignansi, hingga menurunkan angka komplikasi.3
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang Lacrimal Gland Neoplasm. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Lakrimal
a. Anatomi Kelenjar Lakrimal
Kompleks lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal, kelenjar lakrimalis
aksesorius, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.
Kelenjar lakrimal tersusun atas struktur-struktur berikut:
1. Bagian orbita: berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandula
lakrimalis di segmen superiorlateral anterior orbita yang dipisahkan dari
bagian palpebra oleh kornu lateralis musculus levator palpebra.
2. Bagian palpebra: bagian yang lebih kecil, terletak tepat di atas segmen
temporal forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal yang
bermuara pada sekitar sepuluh lubang kecil, menghubugkan bagian orbita
dengan bagian palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva
superior.
Kelenjar lakrimal aksesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam
substansia propia di konjungtiva palpebra.1,5,6
Gambar2.1 Anatomi Kelenjar Lakrimalis6
5
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Pembuluh darah dan limfe
Perdarahan kelenjar air mata berasal dari arteri lakrimalis. Vena dan
kelenjar bergabung dengan vena opthalmica. Drainase limfe bersatu dengan
pembuluh limfe konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening periaurikular.
Persarafan
Kelenjar air mata dipersarafi oleh (1) nervus lakrimalis (sensoris), suatu
cabang dari divisi pertama trigeminus; (2) nervus petrosus superfisialis magna
(sekretoris), yang datang dari nukleus salivarius superior, dan (3) saraf simpatis
yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.1
b. Fisiologis Kelenjar Lakrimal
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak
di fossa glandula lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang
berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus
orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing
dengan sistem duktusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus
palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.
Kelenjar lakrimalis aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, tapi tidak mempuyai duktus. Kelenjar-
kelenjar ini terletak dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel
goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein
dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian
palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang juga ikut membentuk film air mata.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir melewati tepian palpebra. Kelenjar lakrimal
aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya
cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat
mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal. 1,7
6
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gambar2.2 Fisiologis Kelenjar Lakrimal7
Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas pungtum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan
ductus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup seperti resleting-
mulai dari lateral, menyebabkan airmata secara merata di kornea dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek media palpebra. Pada
kondisi normal, airmata dihasilkan dengan kecepatan kira-kira sesuai dengan
kecepatan penguapannya. Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke system
ekskresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan memasuki
pungta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus
orbikularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang dan
mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik kearah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif dalam sakus. Kerja
pompa dinamik menarik air ke dalam sakus, yang kemudian berjalan melalui
duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke
7
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel pelapis
sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air mata. Yang paling
berkembang diantara lipatan ini adalah katup Hasner, diujung distal duktus
nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi,
menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.1,6
Gambar2.3 Sistem Ekskresi Air Mata6
Air mata
Volume air mata normal diperkirakan 7±2 μL di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE. Pada
keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan
air mata meningkat. Enzim air mata lain juga dapat berperan dalam diagnosis
8
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
berbagai kondisi klinis tertentu, misalnya hexoseaminidase pada panyakit Tay-
Sachs. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5mg/dL) dan urea (0,004
mg/dL), pH air mata adalah 7,35 dan dalam keadaan normal air mata bersifat
isotonik.1,5
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 mikrometer yang menutupi epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah :
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
yang lembut
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba
4. Menyediakan kornea sebagai substansi nutrien yang diperlukan1,5
2.2. Lacrimal Gland Neoplasm
Lacrimal gland neoplasm merupakan suatu keadaan klinis yang jarang
ditemukan. Diantara semuanya, tumor epitel yang paling sering dijumpai adalah
lacrimal gland pleomorphic adenoma (LGPA), yang merupakan suatu tumor jinak
kelenjar lakrimal. Dari keseluruhan lesi kelenjar lakrimal, 50% diantaranya
berasal dari sel epitel. Tumor sel epitel ini sendiri bisa bersifat jinak dengan
kejadian pleomorphic adenoma dengan angka tertinggi, bisa juga bersifat ganas,
yaitu adenoid cystic carcinoma dengan prevalensi tertinggi. Secara terminology
pleomorphic pertama sekali dikemukakan oleh Wilis, pleomorphic merupakan
suatu tumor campuran berisi sel epitel dan komponen mesenkimal.2
Pleomorphic adenoma sendiri merupakan tumor jinak dari sel epitel pada
kelenjar lakrimal yang paling sering dijumpai. Sebagaimana tumor-tumor jinak
lainnya, pleomorphic adenoma mempunyai onset dengan sifat progresifitas yang
lambat, yaitu 6-12 bulan.
Pleomorphic adenoma mempunyai klinis sebagai massa padat, tegas pada
fosa lakrimalis dengan gejala yang ditimbulkan berupa proptosis yang tidak
disertai nyeri, pergeseran bola mata kearah medioinferior. Pertumbuhan tumor
9
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
pada pleomorphic adenoma juga mampu menstimulasi periosteum untuk
membentuk suatu lapisan tipis berisi tulang-tulang baru (kortikasi).2,4,8
2.3. Klasifikasi Tumor Glandula Lakrimal4
Tumor Jinak Pleomorphic adenoma (benign mixed tumor)
Myoepithelioma
Oncocytoma
Cavernous hemangioma
Tumor Ganas Adenoid cystic carcinoma
Primary adenocarcinoma
Pleomorphic adenocarcinoma (malignant mixed tumor)
Mucoepidermoid carcinoma
Squamous cell carcinoma
Sebaceous cell carcinoma
2.4. Epidemiologi
Data mengenai prevalensi lacrimal gland neoplasm dalam beberapa
literature masih belum terlalu jelas diakibatkan oleh angka kejadian lacrimal
gland neoplasm yang tidak terlalu banyak. Angka kejadian tumor epitel ganas
pada kelenjar lakrimal mencapai 2% dari seluruh tumor-tumor orbita. Hampir
sama dengan itu, angka kejadian tumor epitel jinak kelenjar lakrimal mencapai 4-
9% dari seluruh kejadian tumor orbita dengan lebih dari setengah tumor epitel
kelenjar lakrimal tersebut adalah pleomorphic adenoma.2,6,9
2.5. Patofisiologi dan Etiologi
Translokasi kromosom yang terlihat pada kasus pleomorphic adenoma
kelenjar saliva diduga terjadi juga pada LGPA. Secara spesifik, translokasi
genetik terjadi pada PLGA1 (kromosom 8q12) atau gen HMGA2 yang dicurigai.
10
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gen ini terlibat dalam proses pengiriman sinyal faktor pertumbuhan dan regulasi
siklus sel.
Kejadian pleomorphic adenoma, salah satunya adalah terpaut oleh umur
penderita, dimana tumor kelenjer lakrimal paling banyak menyerang pada usia
dekade ke tiga kehidupan (sekitar usia 30-an tahun) dan angka kejadian terbanyak
terjadi pada usia remaja. Namun beberapa sumber juga menyebutkan bahwa
pleomorphic adenoma paling sering terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5 masa
kehidupan. 6,9
2.6. Diagnosis
Pada penegakan diagnosis, presentasi klinis kejadian tumor-lacrimal gland
neoplasm sangatlah bervariasi pada tiap-tiap pasien. Lacrimal gland neoplasm
bisa saja didapati sebagai suatu penyakit yang asimptomatis, namun terkadang
dapat dirasakan bengkak pada daerah superiolateral orbita, dengan diikuti adanya
gejala proptosis, diplopia dan adanya massa yang teraba jelas. Keadaan ini
biasanya dirasakan cukup lama (sekitar 1-2 tahun), pada lesi kelenjar lakrimal
yang bersifat tidak menginfiltrasi (tumor jinak), misalnya pada pleomorphic
adenoma. Sedangkan pada keluhan yang dirasakan pada waktu singkat, kita bisa
curiga dengan suatu proses keganasan pada kelenjar lakrimal.
Pada kasus – kasus lesi jinak, termasuk didalamnya pleomorphic
adenoma, manifestasi klinis didapati rasa penuh pada daerah superotemporal
orbita dan pergerseran bola mata (globe displacement) ke daerah inferonasal yang
tidak disertai dengan rasa nyeri (painless).
11
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gambar2.4 Manifestasi Klinis Pleomorfic Adenoma6
Sedangkan pada kasus-kasus keganasan, nyeri terasa amat sangat disertai
dengan adanya tanda-tanda inflamasi. Nyeri juga dapat dirasakan seperti nyeri
pada daerah persarafan, serta adanya keterlibatan nyeri pada tulang. Pada tumor
ganas kelenjar lakrimal juga didapati keadaan proptosis yang terjadi dalam jangka
waktu singkat, dan diikuti oleh gangguan sensoris pada daerah temporal yang
dilalui oleh persarafan lakrimal pada sepertiga pasien tumor ganas. Diplopia dan
gangguan penglihatan dapat terjadi juga pada lesi progresif. 6,9
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk alat bantu diagnosis
kejadian lacrimal gland neoplasm. Pada inspeksi dapat terlihat pergesaran bola
mata dengan atau tanpa proptosis, yang merupakan manifestasi klinis utama pada
kasus lacrimal gland neoplasm (terjadi pada 75% kasus). Presentasi klinis ini
secara karakteristik berupa pergeseran bola mata non-axial kearah inferomedial
(nonaxial with inferomedial globe displacement). Suatu kontur berbentuk huruf S
pada bagian atas kelopak mata juga sering dijumpai pada lesi kelenjar lakrimal,
tapi relatif non-spesifik untuk jenis tumor.
12
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gambar2.5 Manifestasi Klinis dan pemeriksaan Fisik Pleomorfic Adenoma6
Pada palpasi, massa dapat teraba ataupun tidak teraba pada fosa lakrimalis.
Massa yang padat, berbatas tegas, konsistensi lunak, non-tender didapati pada
tumor jinak ataupun tumor limphoproliferative. Penurunan tes Schrimer untuk
menilai lesi inflamasi curiga keganasan. Temuan lain yang mungkin saja
didapatkan berupa keterbatasan gerakan bola mata, peningkatan tekanan intra
okuli dan gangguan chorioretinal. Temuan non-okular dapat berupa preauricular
lymphadenopathy yang berasal dari metastasis lesi maligna.6,9,10
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
glaukoma tekanan normal:
1. Penilaian tekanan intraokular
Tonometri adalah pengukuran terhadap tekanan intraokular. Tekanan
intraokular pada populasi adalah sekitar 15-20mmHg. Instrumen yang paling
sering digunakan adalah tonometer aplanasi Goldman, yang dilekatkan ke slitlamp
dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.
Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran. Pengukuran IOP
dengan Tonometri Goldman terbatas pada keadaan korneal astigmatisme dengan
dioptri lebih dari 3 dioptri. Tonometer aplanasi lainnya, yaitu tonometer Perkins
dan TonoPen, keduanya portabel; pneumatotonometer, yang dapat digunakan
walaupun terdapat lensa kontak lunak di permukaan kornea yang ireguler.
Tekanan intraokular dapat ditemukan pada kasus-kasus lacrimal gland neoplasm.
13
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Tonometer Schiotz, sekarang sudah jarang digunakan, mengukur besarnya
indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban yang telah ditentukan. Dengan makin
meningkatnya tekanan intraokular, makin sedikit indentasi kornea yang terjadi. 10,11,12
2. Hertel Exophtalmometry
Merupakan metode untuk mengukur lokasi anteroposterior bola mata
terhadap tepian tulang orbita. Eksoftalmometer adalah suatu instrument manual
dengan 2 alat pengukur yang identik, yang dihubungkan dengan balok horizontal.
Jarak antar ke 2 alat dapat diubah dengan menggeser salah satunya agar mendekat
atau menjauh, dan masing-masing memiliki takik yang pas untuk menahan tepian
orbita lateral yang sesuai. Bila diposisikan dengan tepat, 1 set cermin yang
terpasang akan memantulkan bayangan samping masing-masing mata di sisi
sebuah skala pengukur, yang terkalibrasi dalam millimeter. Ujung bayangan
kornea yang sejajar dengan bacaan skala menunjukkan jaraknya dari tepian orbita.
Jarak dari kornea ke tepian orbita biasanya berkisar dari 12-20mm, dan
ukuran kedua mata biasanya berselisih tidak lebih dari 2mm. Jarak yang lebih
besar terdapat pada eksoftalmos, bisa uni atau bilateral. Penonjolan mata yang
abnormal ini dapat disebabkan oleh penambahan massa orbita apapun, mengingat
ukuran rongga orbita tulang tetap. Penyebabnya antara lain perdarahan orbita,
neoplasma, radang, atau edema.1
Kondisi yang diperhatikan adalah apakah pergeseran posisi bola mata
axial globe displacement ataupun non axial globe displacement.
Axial (anteroposterior protruding globe): tanpa pergeseran secara horizontal
ataupun vertical. Terjadi pada orbitopati yang general seperti thyroid eye
disease ataupun massa intraconal.
Non-axial : terdapat pergeseran bola mata secara vertical ataupun horizontal
akibat pendorongan massa ke arah samping. Sebagai contohnya, terjadi pada
lacrimal gland neoplasm pada region superolateral mendorong bola mata
kearah inferomedial.13
14
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gambar2.6 Pengukuran Proptosis dengan menggunakan Exopthalmometer10
3. Tes Schrimer
Dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip
schrimer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul-de-sac konjungtiva
inferior. Bagian basah yang terpajan diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang
bagian basah kurang dari 10mm tanpa anestesi dianggap abnormal. Bila dilakukan
tanpa anestesi, uji ini mengukur kelenjar lakrimal yang utama, yang aktivitas
sekresinya oleh iritasi kertas saring. Uji Schrimer adalah uji penyaring untuk
menilai produksi air mata.1
4. Pemeriksaan Pencitraan
CT scan : merupakan pemeriksaan radiologi yang paling sering digunakan
dalam penegakan diagnosis pleomorphic adenoma. Bersama dengan MRI, CT
scan dapat memberikan gambaran anatomi secara luas, konfigurasi, batas
tumor, dan angulasi yang ditimbulkan oleh massa pada fossa glandula. Namun,
yang menjadi kelebihan CT scan adalah adanya gambaran yang detail
mengenai keterlibatan tulang dan adanya kalsifikasi.
15
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gambar2.7 Gambaran CT Scan Potongan Coronal6
MRI : baik digunakan untuk menilai jaringan lunak namun tidak untuk jaringan
tulang. Berbeda dengan CT scan, MRI memberikan tampilan yang lebih baik
pada tampilan jaringan lunak dan ekstensi intrakranial. Pleomorphic adenoma
memberikan tampilan lesi isointense dengan batas yang teratur, ketika
dibandingkan dengan gambaran otot ekstraokuler dan serebral gray matter
pada gambaran T1 dan gambaran hiperintense pada gambaran T2 dengan
bantuan iv contrast.3,6,13
6. Pemeriksaan Histopatologi
Walaupun gambaran radiologi sudah mampu memberikan diagnosis
preoperatif, namun diagnosis definitif yang menjadi gold standard adalah
berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
Gambaran Histopatologi
Lacrimal gland pleomorphic adenoma merupakan suatu tumor jinak
dengan massa yang berbatas tegas, sering mengakibatkan kompresi atropi pada
kelenjar normal, pergeseran jaringan lakrimal normal, dan tumor ini diselubungi
oleh suatu “pseudocapsule” yang memungkinkan pertumbuhan suatu adenoma.
Pada gambaran histopatologi ditemukan suatu susunan epitel tubulus yang
berdiferensiasi baik yang berasal dari duktus kelenjar lakrimal dengan
myxomatous jaringan ikat longgar. Perlu diketahui bahwa gambaran ini sering
terdiagnosa dengan suatu keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan apakah
16
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
terdapat tanda keganasan yang ditemukan, untuk mengkonfirmasi diagnosis suatu
LGPA (lacrimal gland pleomorphic adenoma).3,6,14
Gambar 2.8 : Histology of benign mixed tumor (pleomorphic adenoma) menunjukkan pola diphasic: gambaran pucat, stroma myxomatous dan relatif
amorphous; dan area seluler yang berisi sel-sel epitel.
2.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kasus ini antara lain beberapa tumor, baik itu tumor
jinak ataupun tumor ganas, yang menyerang kelenjar lakrimal ataupun tumor
didaerah lain yang mengakibatkan pendorongan kearah orbita, misalnya:
1. Adenoid cystic carcinoma,
2. Granulomatous dacryoadenitis (sarcoidosis),
3. Benign lymphoid hyperplasia,
4. Intracranial schwannoma
17
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Pada tumor-tumor ganas kelenjar lakrimal, dijumpai sifat progresifitas tumor
yang tinggi dan cepat. Keluhan utama selain benjolan, dijumpai nyeri proptosis.
Pada gambaran histopatologi dijumpai gambaran mirip tumor jinak campuran,
namun terlihat gambaran focus-fokus malignansi.
5. Lymphoma, ditandai dengan benjolan. Menyerang kelenjar limfe.
Limfoma merupakan penyebab limfadenopati servikal dibandingkan
tumor-tumor metastasis
6. Sjogren’s Syndrome, merupakan suatu inflamasi kronik yang ditandai
dengan infiltrasi limfositik pada organ eksokrin. Pasien-pasien dengan
sjorgen syndrome datang dengan keluhan mata kering, mulut kering,
pembesaran kalenjar parotis.
7. Cavernous hemangioma, merupakan suatu tumor intraorbital yang paling
sering terjadi pada orang dewasa. Lesi jinak yang menyerang sistem
pembuluh darah ini berkembang secara lambat dangan manifestasi klinis
tidak disertai nyeri, dan proptosis yang progresif.3
2.8. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dianjurkan pada kasus-kasus pleomorphic adenoma
adalah eksisi total pada tumor dan pada jaringan-jaringan sekitar, biasanya
dilakukan lateral orbitotomy. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan,
biopsi preoperatif ataupun reseksi dapat meningkatkan resiko rekurensi tumor
(bahkan dalam beberapa tahun berikutnya), ataupun perubahan sisa tumor menuju
suatu proses malignansi. Setiap defek pada kapsul dapat mengakibatkan bagian
mixoid berefusi dan relaps, yang dapat meningkatkan kejadian transformasi
kearah suatu malignansi.2,3,10,15
Pengobatan pada Lacrimal Gland Neoplasm bisa juga dengan terapi
radiasi untuk lesi limfoid, dengan kisaran radiasi 2000-3000 cGy. Antineoplastic
agents sering diberikan dengan anjuran dari onkologist, biasanya dibutuhkan pada
penyakit sistemik.9
18
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
Gambar2.9 Lateral Orbitotomy2
2.9. Komplikasi3
1. Pendarahan Orbital
2. Edema
3. Kompresi nervus optikus
4. Infeksi orbital
5. Dry eye syndrome
6. Tosis
7. Retraksi palpebra
8. Diplopia yang bersifat sementara.
19
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
2.10. Prognosis
Prognosis pada kasus ini terbilang baik pada lesi-lesi yang telah dilakukan
eksisi total dengan kapsul yang intak. Rekurensi rasio dalam 5 tahun setelah
dilakukan eksisi hanya terjadi pada 3% kasus dengan eksisi total dan 32% dalam
15 tahun pada kasus dengan eksisi inklompit. Dikatakan juga 10% pleomorphic
adenoma akan berubah menjadi sel ganas dalam 20 tahun setelah pengobatan
pertama dan 20% pada 30 tahun setelahnya dengan gambaran perubahan
pleomorphic adenoma menjadi suatu squamous cell carcinoma dalam 19 tahun
setelah dilakukannya tindakan operasi.3,15,16
20
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
BAB 3
KESIMPULAN
1. LGN (lacrimal gland neoplasm) merupakan suatu tumor kelenjar air mata.
2. Prevalensi kejadian suatu LGN tidak mempunyai suatu angka yang pasti,
namun dikatakan dari seluruh tumor orbita, 4-9% diantaranya merupakan
suatu pleomorphic adenoma. Pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal
sama halnya tumor-tumor jinak lainnya memiliki tingkat progesifitas yang
lambat dengan gejala yang tidak terlalu spesifik, namun memiliki angka
morbiditas yang cukup tinggi.
3. Serangkaian pemeriksaan diperlukan untuk menegakkan diagnosis
Pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal. Pada kasus – kasus pleomorphic
adenoma, manifestasi klinis didapati rasa penuh pada daerah
superotemporal orbita dan pergerseran bola mata (globe displacement) ke
daerah inferonasal yang tidak disertai dengan rasa nyeri (painless). Pada
inspeksi ditemui pergeseran bola mata non-axial kearah inferomedial
(nonaxial with inferomedial globe displacement). Pada palpasi, massa
dapat teraba ataupun tidak teraba pada fosa lakrimalis. Massa yang padat,
berbatas tegas, konsistensi lunak, dan tidak nyeri.
4. Pemeriksaan histopatologi kelenjar lakrimal dijadikan sebagai gold
standart penegakan diagnosis dengan gambaran. Pada gambaran
histopatologi ditemukan suatu susunan epitel tubulus yang berdiferensiasi
baik yang berasal dari duktus kelenjar lakrimal dengan myxomatous
jaringan ikat longgar.
5. Eksisi komplit pada kelenjar lakrimal dan pengangkatan jaringan sekitar
dengan lateral orbitotomy dijadikan ajuran sebagai tatalaksana definitif
mengingat angka rekurensi cukup tinggi pada kasus-kasus dengan eksisi
inkomplit. .
21
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
2. Binatli O, Yaman O, Ozdemir N, Erdogan IG. Pleomorphic Adenoma of
Lacrimal Gland, a case report. JSCR. 2013;10: 1-4.
3. Iyeyasu JN, Reis F, Altemani AM, Carvalho KM. An Unususal
Presentation of Lacrimal Gland Pleomorphic Adenoma. Rev Bras
Oftalmol.2013;72 (5):339-340
4. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC.
2006.Common Eye Diseases and Their Management. 3rd ed. London:
Springer. 127-128
5. Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
6. American Academy of Ophthalmology. 2014.Opthalmic Pathology and
Intraocular Tumor, Section 4, Orbit, Eyelids and Lacrimal System, section
7. San Francisco: AAO
7. Jogi R. 2009. Basic Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher. 424-427
8. Trattler W, Kaiser PK, Friedman NJ. 2012. Review of Ophthalmology.
2nd Ed. San Francisco: Elsevier.166-168
9. DeAngelis DD. 2015. Lacrimal Gland Tumor. Available at:
http://reference.medscape.com/article/1210619-overview.com [accessed in
14th November 2015]
10. Kanski J. 2015. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. 8th Ed. Australia: Elsevier. 103-106
11. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology. 17th Ed. USA: The McGraww-Hill Companies.
12. Yanoff M, Duker JS. 2014. Ophthalmology. 4th Ed. USA: Elsevier,1297-
1299
22
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : WILLIAM OMARNIM : 110100321
13. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophthalmology at a Glance. USA: Blackwell
Science. 58-60
14. Said MS. 2013. Pathology of Carcinoma Ex Pleomorphic Adenoma.
http://emedicine.medscape.com/article/1652374-overview.com [accessed
in: 14th November 2015]
15. Vander JF, Gault JA. Ophthalmology Secrets in Colour, 3rd edition. USA:
Molby Elsevier,432-433
16. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. 2011. Oxford
American Handbook of Ophthalmology. China: Oxford University Press,
487-488
17. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Lids, Lacrimal Apparatus, and Tears. In :
Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P. General Ophthalmology. 14 th Ed.
New York : Mc.Graw Hill; 2004 : 92-98
23