Post on 11-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi nilai-nilai kebudayaan
bangsa Indonesia yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai
sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia.
Hal tersebut dapat dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu
proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai Pancasila sudah ada dan
hidup sejak zaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila
yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat yang diakui
dan diterima oleh Bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup. Sistem yang
dimaksud dalam hal ini adalah satu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu.
Menurut Roeslan Abdoelgani (1962), menyatakan bahwa pancasila adalah
filsafat negara yang lahir sebagaia collection ideologis dari keseluruhan bangsa
Indonesia. Filsafat Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu realiteit atau
noodzakelijkheid bagi keutuhan persatuan Bangsa Indonesia (Panjaitan, 2003).
Pancasila memiliki ciri-ciri suatu kesatuan bagian-bagian, dimana bagian-
bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri, saling berhubungan dan
ketergantungan, keseluruhannya dimaksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(tujuan sistem), dan terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks. Pancasila
menjadi landasan dirinya sebagai wadah yang dapat menyatukan bangsa. Dengan
Pancasila bangsa Indonesia diikat oleh kesadaran sebagai satu bangsa dan satu
negara. Pancasila memberikan ciri khas dalam kehidupan bangsa dan negara
Indonesia.
1.2 Tujuan
- Untuk memahami filsafat Pancasila dan hakikat sila-sila Pancasila.
- Untuk memahami filsafat Pancasila sebagai cara pandang dalam merespon
fenomena global
1
1.3 Manfaat
- Mampu memahami filsafat Pancasila dan hakikat sila-sila Pancasila sebagai
cara pandang dalam merespon fenomena global.
- Mampu mengaplikasikan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Secara entimologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam,
sebanyak orang yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa
definisi tersebut :
Rapar menjabarkan beberapa pengertian filsafat dari beberapa beberapa
tokoh dalam bukunya yang berjudul Pengantar Filsafat, tokoh-tokoh tersebut
antara lain:
- Plato memiliki berbagai gagasan tentang filsafat. Antara lain, Plato pernah
mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih
kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, id juga mengatakan bahwa
filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling
akhir dari segala sesuatu yang ada.
- Aristoteles (murid Plato) juga memiliki beberapa gagasan mengenai
filsafat. Antara lain, ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realitas ada. Ia pun mengatakan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku peri
ada”(being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya” (being as such)
- William James, filsuf Amerika yang terkenal sebagai tokoh pragmatisme
dan pluralisme, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk
berpikir yang jelas dan terang.
- Marcus Tulius Cicero (106SM-43SM), seorang politikus dan ahli pidato
Romawi merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang
maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya. ·
- Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya.
3
Pengertian filsafat menurut Imanuel Kant dalam buku karangan Lasiyo
dan Yuwono, 1985:6, dan bahwa filsafat adalah pokok pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya terdapat 4 persoalan yaitu apakah yang dapat kita
ketahui, apa yang boleh kita kerjakan, sampai dimana harapan kita, dan terakhir,
apa yang itu manusia? Metafisika akan menjawab pertanyaan pertama, etika
menjawab kedua, dan ketiga serta keempat dijawab oleh agama dan antropologi.
Harun Nasution dalam bukunya pada halaman 24 (1973), bahwa pengertian
filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat
pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam dalamnya, sehingga sampai
ke dasar dasar persoalan.
Dalam Bukunya Imam Barnadib (1982:11-12) bahwa filsafat sebagai
pandangan menyeluruh dan sistematis. Disebut meyeluruh, karena pandangan
filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan, melainkan suatu pandangan yang dapat
menembus di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan seperti ini akan
terbuka kemungkinan untuk menemukan hubungan pertalian antara semua unsur
yang dipertinggi, dengan mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai
kebijakan. Dikataakan sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara
sadar, teliti, teratur, sesuai dengan hukum hukum yang ada.
Beerling juga mengatakan bahwa filsafat adalah suatu usaha untuk
mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud, juga akar pengetahuan tentang
diri sendiri. (Beerling, R.F. 1996)
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. (Meliono, 2007)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah
suatu pengetahuan yang berusaha untuk mencari prinsip-prinsip dan kebenaran
dari peristiwa-peristiwa yang ada dengan cara berpikir secara logika, jelas, dan
terang.
4
2.2 Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran
yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat
Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan
hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father
kita, yang dituangkan dalam suatu sistem. Filsafat Pancasila memberi
pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila
(Notonagoro,1984 )
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
fundamental, dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan
yang bulat dan utuh, hirarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-
sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi
serta makna yang utuh (Kaelan, 2004). Pancasila adalah filsafat bangsa yang
sesungguhnya berhimpit pada jiwa bangsa. Pancasila dapat dikatakan Sebagai
Sistem Filsafat, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai
manusia (antropologi), nilai kesatuan (metafisika, yang berhubungan dengan
pengertian hakekat satu), kerakyatan (hakekat demokrasi) dan keadilan (Djanarko,
2010).
2.3 Hakikat sila-sila Pancasila
1. Hakikat Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
Rumusan sila pertama merupakan gambaran realita hidup bangsa Indonesia
yang benar-benar yakin dan berimana kepada Allah sebagaimana yang telah ada
dalam keyakinan setiap agama masing-masing. Kata ‘Yang Maha Esa’ sesudah
kata ‘Ketuhanan’ dalam sila pertama jelas sekali menunjukkan konsep Ketuhanan
dalam pancasila bukanlah suatu fenomena sosiologis melainkan hasil dari ajaran
5
tauhid. Dalam dunia filsafat terdapat beberapa masalah yang dapat dikategorikan
dengan sebutan ‘kepercayaan’ atau ‘belief’ dimana mereka mengakui bahwa akal
fikiran, betapapun kritisnya tidak lagi berkompeten untuk menjawab, khususnya
terhadap hal-hal seperti adanya Tuhan, kekekalan nyawa dan kebebasan. Hal
inilah yang tidak dapat dicapai dengan akal manusia tetapi selalu dipercayai dalam
hati setiap pribadi manusia.
Tuhan yang digambarkan dalam falsafah Pancasila ialah Tuhan yang aktif
dalam kehuidupan sehar-hari, Tuhan yang manusia dapat menyembahNya, Tuhan
yang senantiasa mencurahkan dan memberikan berbagai macam kenikmatan
kepada hamba-Nya, memberikan barakah serta rahmat-Nya kepada umat manusia.
Sila pertama merupakan sila yang paling fundamental yang mendasari sila-sila
berikutnya karena dalam sila ini terdapat ajaran moral dasar untuk melakukan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
bentuk dari rasa percaya dan taqwa bangsa Indonesia sebagai manusia terhadap
Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa :
Pengakuan adanya kuasa yang tidak terbatas yaitu Tuhan yang Maha Esa
Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
Bertoleransi dalam beragama, beribadah menurut agamanya
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
2. Hakikat Sila Kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Rumusan sila kedua mencerminkan keyakinan bangsa Indonesia terhadap
hakikat sifat manusia sebagai makhluk sosial (homo socius). Dilihat dari segi
bahasa kata ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ menggambarkan sebuah
ungkapan yang mana mengisyaratkan satu ungkapan yang di dalamnya
terkandung sifat-sifat manusia yang luhur dan mulia. Prinsip kemanusiaan
6
secara tegas mengandung arti adanya penghargaan & penghormatan terhadap
harkat dan martabat manusia yang luhur, tanpa harus dibeda-bedakan antara
satu sama lainnya dikarenakan adanya perbedaan keyakinan hidup, politik,
status sosial dan ekonomi, asal usul keturunan, dsb. Tuhan menciptakan umat
manusia dalam kedudukan yang sama dan sederajat, tanpa ada yang
dilebihkan dan dianak emaskan.
Sila kedua dalam falsafah Pancasila memuat pengertian bahwa bangsa
Indonesia dalam merenungkan hakikat hidupnya menyadari sepenuhnya,
bahwa dirinya adalah makhluk Tuhan, yang hidup bersama dengan
sesamanya. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang menyadari bahwa dirinya
merupakan bagian tak terpisahkan dari umat manusia sesungguhnya
merupakan perwujudan konkrit dari hakekat sifat manusia sebagai mahluk
sosial, atau homo socius. Pancasila dengan pengertian sebagai suatu kesatuan
yang bulat (mono pluralis) maka tentu saja pengakuan terhadap hak-hak asasi
memiliki ciri-cirinya yang khas yang menjadikan paham humanisme pancasila
berbeda dengan humanisme barat.Pengakuan terhadap HAM menurut Filsafat
pancasila adalah sebatas hak-hak asasi yang bersesuaian dengan ajaran Tuhan.
Sementara apa yang terjadi di dunia barat penganut faham humanisme
antroposentris seperti aborsi tanpa sebab, perkawinan sejenis, dsbg semua itu
mereka anggap sebagai hak asasi manusia yang tidak semestinya orang ikut
campur terhadap urusan tersebut.Indonesia adalah suatun Negara yang sangat
memang teguh prinsip kemanusian yang berdasar pada Sila pertama, dimana
keduanya adalah merupakan dasar negara yang sangat tinggi kedudukanya.
Dan dalam sila kedua tersebut dapatlah diambil maknanya bahwa
sesungguhnya Indonesia adalah suatu Negara yang sangat mendukung
pengakuan HAM namun yang tidak menyalahi aturan agama. Dalam
kehidupan sekarang di Indonesia ini sila kedua ini sudah mulai luntur seiring
dengan westernisasi masyarakat yang besar-besaran, dimana saat ini sudah
banyak orang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar HAM
Indonesia.
7
Kemanusiaan yang adil dan beradab menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani
membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat,
maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan
bangsa –bangsa lain. Makna sila kemanusiaan yang adil beradab adalah
Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang kuat.
Menghargai setiap hak asasi manusia yang sudah tertuang dalam Undang
Undang Dasar 1945
3. Hakikat Sila Ketiga Persatuan Indonesia
Sila ketiga dari falsafah pancasila ialah Persatuan Indonesia. Sila ini
semula dalam konsepsi Bung Karno dinamakan Kebangsaan Indonesia atau
nasionalisme. Sila ini merupakan cerminan faham hidup yang dikenal dengan
faham individualisme, yaitu faham yang manakla berdiri sendiri tanpa
didampingi oleh faham lainnya akan menjadi dasar titik tolak lahirnya faham
liberalisme. Sila ini semula dimaksudkan untuk menjadi pengimbang terhadap”
internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam buminya
nasionalisme. Hakikatnya sifat manusia terdapat dua dorongan nafsu yang paling
utama yaitu ke-aku-an dan ke-kita-an. Kedua dorongan tersebut manakala salah
satunya terlalu dominan akan mengakibatkan munculnya penyimpangan psikologi
yang akan menganggu stabilitas kepribadiannya. Bila seseorang yang terlalu
didominasi oleh sifat ke-aku-an maka terjadi dorongan yang semata-mata hanya
mengabdi pada diri pribadinya sendiri akan melahirkan sikap ‘ego oriented’
segala sesuatu diukur dari kepentingan dirinya & segala sesuatu diabdikan untuk
dirinya sendiri, walaupun itu merugikan pihak lain. Sebaliknya manusia yang
terlalu dikuasai oleh dorongan ke-kita-an akan melahirkan watak yang terlalu
berlebih-lebihan pengorbanannya untuk kepentingan orang lain, sementara
kepentingan pribadinya sendiri terabaikan. Kebangaan terhadap golongan atau
kelompoknya ini bagi suatu bangsa bila terlalu berlebihan akan terlihat dalam
8
bentuk rasa nasionalisme yang tidak sehat, yang lazim dikenal dengan istilah
Chauvinistik. Sebaliknya kalau suatu bangsa telah kehilangan rasa bangga akan
dirinya sebagai suatu bangsa, telah kehilangan rasa bangga terhadap bangsa, maka
keadaan seperti ini akan mengakibatkan timbulnya penyimpangan rasa
kebangsaan yang lazim disebut dengan kosmopolitanistik, yaitu suatu sikap yang
melihat yang melihat tidak ada artinya merasa bangga sebagai suatu bangsa.
Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka
Tunggal Ika, Makna Sila Persatuan Indonesia :
Nasionalisme.
Cinta bangsa dan tanah air.
Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Menghilangkan penonjolan kekuatan, keturunan dan perbedaan warna
kulit
4. Hakikat Sila Keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Sila keempat ini mrupakan rumusan yang menegaskan tentang cara atau
langkah yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk mewujudkan tercapainya tujuan
hidup berbangsa dan bernegara. Sila kerakyatan diyakini sebagai salah satu
alternatif dari sekian alternatif keyakinan yang dipilih oleh bangsa Indonesia.
Kerakyatan atau demokrasi di samping berfungsi sebagai alat untuk
mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara
bagi kita(demokrasi) bukan sekedar satu alat tehnis saja, tetapi suatu satu
keperjayaan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat yang kita cita-citakan.
Istilah kerakyatan dalam filsafat mengandung pengertian adanya sifat-sifat dan
keadaan dati dan di dalam negara yang harus sesuai dengan hakekat rakyat, dan
semuanya adalah untuk kepantingan dan keperluan rakyat. Negara didasarkan atas
9
rakyat, tidak pada golongan, tidak pula pada perseorangan. Demokrasi filsafat
Pancasila tidak semata-mata berfungsi sebagai alat untuk mencapai
tujuan,melainkan satu keyakinan. Dikatakan sebagai kepercayaan, sebagai
keyakinan karena hanya dengan:
1. Prinsip demokrasi sajalah yang diyakini sebagai satu-satunya alat yang
paling sesuai dengan hakekat manusia selaku mahluk Tuhan. Manusia
diciptakan dalam kedudukan dan martabat yang sama sederajat, tidak ada
yang berlebihan dan tidak ada yang kurang.
2. Prinsip demokrasi sajalah yang diyakini sebagai satu-satunya alat yang
sesuai dengan hakekat manusia selaku mahluk sosial. Sebagai mahluk
sosial manusia wajib memperlakukan kepada sesamanya sebagai mahluk
yang menyandang kemuliaan dan kehormatan.
3. Prinsip demokrasi sajalah satu-satunya alat yang sesuai dengan hakekat
manusia selaku makhluk individu.
Masyarakat Indonesia menghayati dan menjunjung tinggi setiap hasil
keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus
menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung
jawab.Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan. Pembicaraan dalam
musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.Dalam melaksanakan
permusyawaratan,kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.
Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan:
Hakikat sila ini adalah demokrasi.
Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat,
baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
5. Hakikat Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
10
Sila kelima dari falsafah pancasila ini dilihat dari segi fungsinya dapat
dikatakan sebagai sila yang berkedudukan sebagai tujuan pokok yaitu
mewujudkan suatu keadilan soaial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan
menunjuk sila kelima sebagai sila yang berkedudukan sebagai tujuan berarti telah
sempurnalah unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk satu kesatuan
pandangan hidup. Apabila silapertama, kedua dan ketiga merupakan sila-sila yang
menggambarkan pandangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia, sila keempat
menggambarkan cara-cara yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan hidup yang
dicita-citakan, maka sila kelima menggambarkan tujuan hidup berbangsa dan
bernegara yang dicita-citakan bangsa Indonesia. Keadilan adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, atau sikap yang mutlak untuk
meletakkan hak dan kewajiban secara proporsional, dan tidak merubah ketentuan-
ketentuan karena kasih sayang atau benci.
Aristoteles membedakan keadilan menjadi tiga macam, yaitu:
Keadilan Distributif (Distributive Justice), yang terwujud bilamana hal-
hal yang sama diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama
diperlakukan secara tidak sama. Keadilan disrtibutif ini dalam bentuk
konkritnya adalah sikap adilnya Negara terhadap seluruh warga negara,
atau Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganegaranya.
Keadilan Legal (legal Justice), yang terwujud bilamana setiap anggota
masyarakat melaksanakan fungsinya dengan baik sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Bentuk konkrtinya ialah sikap adilnya
warga masyarakat terhdap Negara. Keadilan ini disebut juga keadilan
bertaat, yaitu warga Negara bersikap adil dalam wujud mentaati segala
peraturan perundang-undangan & peraturan lainya yg dikeluarkan
Negara.
Keadilan komunitatif (Communitative Justice), yaitu keadilan yang
berlangsung dalam bentuk timbal balik secara proposional dalam
kehidupan bersama.
Di samping pembagian macam keadilan seperti di atas, ada pula yang
membedakan keadilan menjadi enam macam, yaitu:
11
Justitia Comunitative, memberikan kepada masing-masing haknya atas
dasar kesamaan, di mana prestasi seharga dengan kontra prestasi
Justitia Distributive, memberikan kepada masing-masing bagiannya atas
dasar perbedaan, dimana diperhitungkan perbedaan kualita antara satu
dengan lainnya.
Justitia Vindicativa, memberikan kepada masing-masing bagiannya atas
dasar proporsi, dimana berat ringanya hukuman disesuaikan dengan berat
ringanya pelanggaran hokum.
Justitia creative; memberikan kepada masing-masing bagian
kebebasannya untuk menciptakan sesuai dengan daya kreatifnya dalam
bidang kebudayaan .
Justitia Protectiva; keadilan yang berupa memberikan pengayoman
hukum kepada manusia.
Justitia Legalis; keadilan yang berupa kebajikan yang menyeluruh yang
mencakup semua kebajikan, kebajikan yang menyeluruh.
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia
menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan
perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
gotong royong. Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia :
Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan
meningkat.
Kemakmuran yang merata di antara seluruh rakyat, dalam arti
kemakmuran yang bersifat dimanis, hidup & berkembang
Karta raharja atau makmur sejahtera, masyarakat yang
berkecukupan kebutuhan pokoknya
Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan
bersama menurut potensi masing-masing.
Melindungi yang lemah agar masyarakat dapat bekerja sesuai bidangnya.
12
Perbedaan sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikan
sehinggamemberikan manfaat yang terbesar bagi mereka yang
berkedudukan paling tak menguntungkan
Berbahagia semua orang
Tidak ada penghinaan
Tidak ada penindasan
Tidak ada penghisapan atau tidaka da eksploitasi
Masyarakat yang tentram
BAB III
13
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pengertian filsafat yang dikemukakan
oleh beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu ilmu
yang berusaha untuk mencari prinsip-prinsip dan kebenaran dari suatu peristiwa
yang ada. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Filsafat pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Hakikat sila pertama Pancasila mencerminkan gambaran realita hidup
bangsa Indonesia yang yakin dan beriman kepada Allah sebagaimana yang telah
ada dalam keyakinan setiap agama masing-masing. Rumusan sila kedua Pancasila
mencerminkan keyakinan bangsa Indonesia terhadap hakikat sifat manusia
sebagai makhluk sosial. Rumusan sila ketiga dalam Pancasila merupakan
cerminan faham hidup yang dikenal dengan faham individualisme yaitu faham
yang manakla berdiri sendiri tanpa didampingi oleh faham lainnya akan menjadi
dasar titik tolak lahirnya faham liberalisme. Sila keempat Pancasila merupakan
rumusan yang menegaskan tentang cara atau langkah yang dipilih oleh bangsa
Indonesia untuk mewujudkan tercapainya tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
Dan tang terakhir adalah Sila kelima dari falsafah pancasila dilihat dari segi
fungsinya dapat dikatakan sebagai sila yang berkedudukan sebagai tujuan pokok
yaitu mewujudkan suatu keadilan soaial bagi seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
14
Anonymous, 2009. Hakikat Sila Sila Pancasila.
https://hengkikomarudin.wordpress.com diakses tanggal 22 Februari 2015
Beerling, R.F. 1996. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 22
Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yokyakarta: Andi
Offet, 1994.
Djanarko, Indri. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Surabaya: Fakultas Ekonomi, Univ. Narotama.
Kaelan, 2004. Pendidikan Pancasila Edisi Kedelapan. Yogyakarta: Paradigma Offset.
Lasiyo dan Yuwono. Pengantar Ilmu Filsafat. Yokyakarta: Liberty, 1985.
Meliono, Irmayanti dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan
FEUI. hal. 1
Nasution,Harun. 1973. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, hal. 15
Rosyidi, Abidarin. 2011. Makna Hakikat Pancasila. Yogyakarta : STMIK
Yogyakarta
15