Post on 21-Dec-2015
description
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PEROBAAN 4
ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK
ANALISIS KUANTITATIF ASAM SALISILAT PADA SEDIAAN KOSMETIK BEDAK TABUR MENGGUNAKAN METODE ALKALIMETRI
Disusun Oleh :
KELOMPOK / GOLONGAN : 4 / A2
Intan Diah Pertiwi (G1F011069)
Fela Anggia S. P. (G1F011071)
Preggi Salvezza P. (G1F011073)
Najah (G1F011075)
ASISTEN : Dina Aruni S.
Resti Mahlifati Awaliyah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
PEROBAAN 4
14 gram Bedak Tabur
NaOH
ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK
ANALISIS KUANTITATIF ASAM SALISILAT PADA SEDIAAN KOSMETIK BEDAK TABUR MENGGUNAKAN METODE ALKALIMETRI
I. TUJUAN
Menetapkan kadar asam salisilat dalam sediaan kosmetik bedak tabur dengan
menggunakan metode titrasi alkalimetri.
II. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah beaker glass, labu
Erlenmeyer, labu volume, pipet tetes, pipet volume, corong, timbangan analitik, kaca
arloji, batang pengaduk, spatula, filler, kertas saring, statip dan buret.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain NaOH 0,1 N,
Asam Oksalat (C2H2O4), Indikator phenolphthalein (PP), Sampel bedak tabur, etanol
dan aquades.
III. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Preparasi Sampel
Dimasukkan ke dalam labu volume
Dilarutkan dalam 700 mL etanol
Dikocok hingga homogen
Disaring dengan kertas saring
B. Pembuatan NaOH 0,1 N
Ditimbang 1 gr
Dimasukkan ke dalam labu volume
Ditambahkan akuades bebas CO2 add 250 mL
Filtrat
Asam Oksalat 0,1 M
Filtrat Asam Salisilat
Dikocok hingga homogen
C. Pembakuan NaOH 0,1 N
Ditimbang 90 mg
Dimasukkan dalam beaker glass
Ditambahkan aquades add 100 ml
Diaduk hingga homogen
Dimasukkan dalam labu Erlenmayer
Ditambahkan 2-3 tetes indikator Phenolpthalein
(PP)
Dititrasi dengan NaOH
Dihentikan titrasinya jika warna telah berubah
menjadi merah muda
Dilakukan replikasi 3 kali
D. Penetapan Kadar Asam Salisilat
Diambil 10 mL dengan menggunakan pipet
volume
Dimasukkan dalam labu Erlenmayer
Ditambahkan 2-3 tetes indikator PP
Dititrasi menggunakan NaOH yang telah
dibakukan
Dihentikan titrasinya jika warna larutan
berubah menjadi merah muda
Dilakukan replikasi 3 kali
IV. DATA PENGAMATAN
Hasil
Hasil
Hasil
A. Pembakuan larutan NaOH dengan Asam Oksalat
Volume C2H2O4
(mL)
Normalitas
C2H2O4 (N)
Volume NaOH
(mL)
Normalitas
NaOH (N)
10
10
10
0,1
0,1
0,1
1,4
1,4
1,5
0,71
0,71
0,67
Rata-Rata 0,69
B. Penetapan kadar asam salisilat
Banyaknya sampel (mg)
Volume NaOH (mL)
Normalitas NaOH (N)
Kadar (%)
14000 1 0,69 34
14000 0,95 0,69 32
14000 1,05 0,69 35,5
Rata-rata 33,83
V. PERHITUNGAN
Menentukan Bobot Sampel Bedak Tabur
V NaOH x M NaOH = n NaOH
20 mL x 0,1 M = 2 mmol
n NaOH = n Asam Salisilat
Bobot Asam Salisilat = n x Mr
= 2 mmol x 138
= 276 mg
Bobot Sampel Bedak = 100
2 x 276 mg
= 13.800 mg
= 13,8 gr 14 gr
Banyaknya NaOH yang dibutuhkan
NaOH 0,1 M
Mr 40
Volume 250 mL = 0,25 L
n = M x V
GrMr
= M x V
Gr40
= 0,1 x 0,25
Gr = 1 gr
Banyaknya Asam Oksalat (C2H2O4) yang dibutuhkan :
mmol NaOH = 2 mmol asam oksalat
mmol NaOH = mg asam oksalat
12
BM
V NaOH x N NaOH = mg asam oksalat
12
BM
NNaOH = mgasam oksalat12
BM x VN aOH
0,1 = mg asam oksalat
45 x20 mL
0,1 = mg asam oksalat
900
mg Asam Oksalat= 90 mg
Pembakuan NaOH
V1 x N1 = V2 x N2
N1 = V 2 x N 2
V 1
Volume titran 1 = 1,4 mL
Volume titran 2 = 1,4 mL
Volume titran 3 = 1,5 mL
Percobaan 1 :
NNaOH = V asam oksalat x N asam oksalat
V titran
= 10 x 0,1
1,4
= 0,71
Percobaan 2 :
NNaOH = V asam oksalat x N asam oksalat
V titran
= 10 x 0,1
1,4
= 0,71
Percobaan 3 :
NNaOH = V asam oksalat x N asam oksalat
V titran
= 10 x 0,1
1,5
= 0,67
NNaOH rata-rata = N NaOH 1+N NaOH 2+N NaOH 3
3
= 0,71+0,71+0,67
3= 0,69 N
Penetapan Kadar asam salisilat
Rumus Kadar =mLTitran x N titran x BE zat
mg Sampelx100 %
% Kadar dalam sampel =kadar yangdidapatkadar yang tercatum
x 100 %
Volume titran 1 = 1 ml
Volume titran 2 = 0,95 ml
Volume titran 3 = 1,05 ml
Ntitran = 0,69
BE AsamSalisilat = 138
Mg sampel = 14000 mg
Percobaan 1
Kadar 1 = mLTitran x N titran x BE zat
mg Sampelx100 %
= 1 x 0,69 x 138
14000 x100 %
= 0,68 %
% Kadar dalam sampel =kadar yangdidapatkadar yang tercatum
x 100 %
= 0,682%
x 100%
= 34%
Percobaan 2
Kadar 2 = mLTitran x N titran x BE zat
mg Sampelx100 %
= 0,95 x0,69 x138
14000 x100 %
= 0,64 %
% Kadar dalam sampel = kadar yangdidapatkadar yang tercatum
x 100 %
= 0,642%
x 100%
= 32%
Percobaan 3
Kadar 3 = mLTitran x N titran x BE zat
mg Sampelx100 %
= 1,05 x 0,69 x138
14000 x100 %
= 0,71 %
% Kadar dalam sampel = kadar yangdidapatkadar yang tercatum
x 100 %
= 0,712 %
x 100%
= 35,5%
% Kadar dalam sampel rata-rata = 34+32+35,5
3
= 33,83 %
X X d = |x−x| ¿)2
34
32
35.5
33.83
0,17
1,83
1,67
0,0289
3,3489
2,7889
∑= 3,67 ∑=6,1667
d = ∑dn
= 3,67
3
= 1,223
SD = √ ∑d2
n−1
= √6,16672
= 1,75
Jadi kadar Asam Salisilat dalam sediaan Kosmetik bedak tabur = x ± SD
= 33,83 % ± 1,75
VI. PEMBAHASAN
TITRASI
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi komlpeksometri
untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya
(Underwood, 1999).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran
ditambah sedikit demi sedikit pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi
perubahan warna indicator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat
terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan
warna pada indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi (waktunya
titrasi dihentikan, situasinya berupa kondisi setelah titik ekuivalen terlewati sehingga
sudah terdapat sedikit titran berada dalam Erlenmeyer yang ditandai dengan
perubahan warna indikator) dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik
ekivalen (kondisi dimana analit yang ada di Erlenmeyer tepat habis bereaksi dengan
titran yang di buret). Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka
semakin besar kesalahan titrasi, oleh karena itu pemilihan indicator menjadi sangat
penting agar warna indikator berubaha saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai
titik ekivalen maka pHnya 7 (Underwood, 1999).
PRINSIP TITRASI ASAM BASA
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit
demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara stoikiometri titran dan
titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik
ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang
diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume
titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran (Harjadi,
1986).
Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana jumlah
asam yang mengandung 1 mol H+ akan selalu bereaksi secara sempurna dengan
jumlah basa yang mengandung 1 mol OH-. Titik dalam titrasi dimana jumlah asam
dan basa berada dalam jumlah yang sama dan disebut titik ekivalen. Penentuan
konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume titrasi larutan basa dan garam
dari asam lemah dengan larutan baku asam disebut asidimetri (Harjadi, 1986).
Dalam hal ini jumlah asam yang tepat ekivalen ditentukan dengan jumlah basa
yang ada. Penentuan konsentrasi larutan basa melalui perhitungan volume titrasi
larutan asam dan garam dari basa lemah dengan larutan baku basa disebut alkalimetri.
Disini jumlah basa yang tepat ekivalen secara kimia ditentukan dengan jumlah asam
yang ada (Harjadi, 1986).
Alkalimetri (Alkali = Basa atau metri = pengukuran) diartikan sebagai titrasi
untuk penetapan asam dengan larutan standar basa sebagai alat ukurnya. Alkalimetri
termasuk reaksi netralisasi yaitu antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan
ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan
penerima proton (basa). Alkalimetri adalah penetapan adar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa. (Mursyidi dan Rohman, 2006).
Titrasi alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang
menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam (Khopkar, 1990). Titrasi
asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan
pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa
atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104. Pada
reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air
proton biasnya tersolvasi sebagai H3O. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator
tergantung secara tidak langsung pada temperatur (Susanti dan Wunas, 1995).
Dalam sebuah kurva titrasi asam basa memiliki ciri :
1. Bentuk kurva selalu berupa sigmoid
2. Ketika mendekati titik ekuivalen bentuk kurva tajam
3. Pada titik setara pH sama dengan 7 (Sunarya, 2002).
Prinsip dari percobaan yang dilakukan adalah penentuan kadar asam salisilat
dengan menggunakan metode alkalimetri berdasarkan reaksi netralisasi dimana
sampel yang bersifat asam dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan
penambahan indikator fenolftalein dan ditandai dengan perubahan warna bening ke
merah muda. Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang
ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang menyetarakan dengan perubahan
warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady,
1999).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa,
yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah titrasi kita hentikan.
(Khopkar, 1990).
INDIKATOR
Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk
asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk
warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang
lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. Ketepatan pemilihan indikator
merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator
didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen
(Bassett, 1991).
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa
lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator
tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi
harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan
demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga
seminimal mungkin (Bassett, 1991).
Pemilihan indikator sangat menentukan titik akhir titrasi. Indikator asam basa
adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen atau kekeruhan pada
suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan
ukuran dari pH. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron.
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka
menunjukan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar,1990).
Tabel indikator yang biasa digunakan dalam asidi-alkalimetri :
Indikator Trayek pHWarna
Asam Basa
Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning
Biru bromfenol 3,0 – 4,0 Kuning Biru
Jingga metal 3,1 – 4,1 jingga Metil
Hijau bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning Biru
Merah metal 4,2 – 6,3 Merah Kuning
Ungu bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Biru bromtimol 6,1 – 7,6 Kuning Biru
Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning Merah
Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah
Biru timol 8,0 – 9,3 Kuning Biru
Fenolftalein 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timolftalein 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru
(Gandjar,2007).
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak
terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein (pp) dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan
berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi
(dalam larutan basa). Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi
adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein
karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka
yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda (Anonim, 2009).
LARUTAN BAKU
Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui
konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan baku primer
Suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui
metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana,
setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam
volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Syarat-syarat larutan baku primer :
mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120
derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni
tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara
zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan
tertentu
sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar,
sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan
zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik
dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan
secara tepat dan mudah
2.Larutan baku sekunder
Suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan
menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh:
AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
(Basset, 1994).
APLIKASI DALAM BIDANG FARMASI
Dalam bidang farmasi, alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar
suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini penyimpangan titik ekuivalen lebih
kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai
dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien
mungkin.
Adapun hubungan antara titrasi asam basa dalam dunia farmasi yaitu sebagian
sediaan obat dapat bersifat asam atau basa sehingaa metode ini sangat penting
sehingga dapat disesuaikan dengan metabolisme obat di dalam tubuh, dan untuk
menentukan konsentrasi atau kadar dari suatu sedian obat yang akan dibuat.
MONOGRAFI BAHAN
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
1. Asam Salisilat ( C7H6O3 )
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5 % C7H6O3. Pemerian
hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau,
rasa agak manis dan tajam. Kelarutan larut dalam 550 bagian air dan dalam 4
bagian etanol ( 95 % ) P, mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P, larut
dalam amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium
sitrat P. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan
Keratolitikum, antifungi ( Anonim, 1979 ).
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium
Hidroksida mengandung tidak kurang dari 97,5% alkali jumlah dihitung sebagai
NaOH, dan tidak lebih dari 2,5% Na2CO3. Pemerian bentuk batang, butiran,
massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur :
mudah meleleh, basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida. Kelarutan sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%).
Identifikasi larutan bereaksi alkali kuat, jika dinetralkan dengan asam
klorida encer, menunjukkan reaksi natrium yang tertera pada reaksi identifikasi.
Klorida larutan 500 mg dalam air dengan penambahan 1,8 ml asam nitrat,
memenuhi uji batas klorida. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat
dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).
3. Asam oksalat (C2H2O4)
(CO2H)2.2H2O. mengandung tidak kurang dari 99,5% C2H2O4.2H2O.
pemerian hablur tidak berwarna. Larut dalam air dan dalam etanol 95%.
Singkatnya, kita harus memilih indicator yang berubah warna di sekitar titik
ekivalensi dari titrasi. Untuk asam lemah. pH pada titik ekivalen di atas 7 dan
fenolftalein merupakan indikator yang lazim. Untuk basa lemah, yang memiliki
pH di bawah 7, indikator yang sering digunakan adalah metil merah atau metil
orange. Untuk asam dan basa kuat, indikator yang sesuai adalah metil merah,
bromtimolbiru, dan fenolftalein (Underwood, 1999).
4. Aquades (H2O)
H2O BM 18,02
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.
Dibuat dari air yang yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung
zat tambhan lain. Pemeriannya cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. pHnya
antara 5,0 dan 7,0. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat
(Anonim,1995).
5. Indikator Phenolpthalein
C20H14O4 BM 318,2
Pemeriannya Serbuk hablur putih, putih atau kekuningan, larutdalam
etanol, agak sukar larut dalam eterKelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam
etanol (95%). Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Sebagai
larutan indikator (Anonim, 1979).
Indikator Phenolphtalein (PP) berfungsi sebagai indikator yang
menunjukkan titik akhir titrasi (titik ekivalen). Rumus molekulnya yaitu C20H14O4.
Padatan Kristal tak berwarna dengan massa jenis : 1,227. Indikator ini berbentuk
larutan dan merupakan asam lemah yang dapat larut dalam air. Trayek pH 8,2 –
10. Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indicator
(Mulyono, 2006).
Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang
tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena
anionnya (Underwood, 1999).
6. Etanol (C2H6O)
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua (Anonim, 1995).
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5) (Anonim, 1995).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada
parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas.
Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak
dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi
oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus
hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya
cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa
molekul yang sama (Anonim, 1995).
CARA KERJA DAN FUNGSI PENAMBAHAN
Sebelum dalam menentukan kadar suatu obat, pertama kali yang dilakukan
adalah penyiapan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian dilakukan pembuatan
suatu larutan standar. Hal ini merupakan proses dimana konsentrasi larutan ditentukan
secara akurat. Suatu larutan standar terkadang dapat dipersiapkan dengan
menguraikan suatu sampel dari zat terlarut yang diinginkan dan menimbang secara
akurat dalam suatu larutan yang volumenya diukur secara akurat (Underwood, 1999).
Larutan baku pada percobaan ini adalah larutan NaOH. Larutan NaOH mudah
teroksidasi di udara yang menyebabkan perubahan kepekatannya. Oleh karena itu,
dalam menimbang NaOH sebanyak 1 gram (sesuai perhitungan) dilakukan dalam
kaca arloji. Kemudian ditambahkan aquades bebas CO2 hingga 250 ml dalam labu
volume, dikocok hingga homogen dan akan menghasilkan larutan NaOH 0,1 N.
Fungsi penambahan aquades bebas CO2 adalah sebagai pelarut. Cara pembuatan
aquadest bebas CO2 adalah dengan merebus air sampai mendidih dan setelah itu
segera masukkan aquadest tersebut ke dalam botol kemudian ditutup. NaOH
merupakan basa yang paling lazim digunakan untuk titrasi asam basa. NaOH selalu
terkontaminasi oleh sejumlah kecil pengotor yang paling serius diantaranya adalah
Na2CO3. Ketika CO2 diserap oleh larutan NaOH, reaksi berlaku dan terjadi:
CO2 + 2 OH- CO32- + H2O
(Haeria, 2011).
Larutan NaOH merupakan larutan standar sekunder sehingga diperlukan
proses pembakuan. Larutan baku NaOH 0,1 N ditentukan kembali kepekatan
(konsentrasi) yang sebenarnya dengan titrasi asam basa (Underwood, 1999).
Pembakuan NaOH 0,1 N dilakukan mula-mula dengan menimbang 90 mg
asam oksalat (C2H2O4) lalu dilarutkan dengan aquades bebas CO2 ke dalam labu ukur
hingga 100 ml, dikocok hingga homogen. Fungsi penambahan aquades adalah sebagai
pelarut. Kemudian larutan dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer, ditambah 2 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi langsung dengan
larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi
warna merah muda. Terjadi reaksi sebagai berikut :
C2H2O4.2H2O + NaOH → C2NaHO4.2H2O + H2O
Fungsi penambahan indikator Phenolphtalein (PP) adalah sebagai indikator yang
menunjukkan titik akhir titrasi atau titik ekivalen (Mulyono, 2006).
Pembakuan NaOH dilakukan sebanyak tiga kali, didapatkan normalitas
sebesar 0,71 N; 0,71 N; 0,67 N. Maka didapat rata-rata normalitas NaOH sebesar 0,69
N. Konsentrasi NaOH ini digunakan untuk menentukan kadar asam salisilat.
Pembakuan dilakukan karena konsentrasi larutan NaOH dapat berubah disebabkan
karena larutan NaOH mudah teroksidasi dalam udara sehingga larutan NaOH perlu
distandarisasi. Perubahan warna tersebut khusus untuk indikator fenolftalein yang
berwarna merah muda dalam bentuk basa dan dalam bentuk asamnya tidak berwarna
dengan kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu larutan indikator membentuk
kesetimbangan :
H2O + HIn ↔ H3O+ + In
(Bird, 1993).
Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran (basa) yang
ditambahkan sudah melebihi titik ekivalen, yaitu titik dimana jumlah ekivalen basa
sama dengan jumlah ekivalen asam (asam dan basanya sudah bereaksi dengan tepat).
Indikator fenolftalein sangat peka terhadap perpindahan proton dengan menunjukan
perubahan warna yang tajam. Indikator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat
berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan membentuk asam yang
tidak berwarna. Lepasnya proton pertama dari molekul fenolptalein tidak banyak
mengubah kerangka molekulnya. Tetapi lepasnya proton kedua menyebabkan
perubahan besar pada molekulnya (Rivai,1995).
Pada titrasi ini, ada kemungkinan bahwa hasil yang diperoleh tidak 100%
tepat. Beberapa faktor yang memungkinkan adanya kesalahan-kesalahan tersebut
adalah ketidaktepatan pembacaan volume titran pada saat titrasi, ketidaktepatan
pengambilan larutan sampel saat akan dititrasi, ketidakbersihan alat yang digunakan,
dan sebagainya.
Penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak
14 gram dilarutkan dalam etanol, setelah itu dilakukan filtrasi sampel agar mendapat
sampel yang jernih. Fungsi penambahan etanol adalah sebagai pelarut dari asam
salisilat yang terkandung di dalam bedak tabur, karena asam salisilat larut dalam 4
bagian etanol 95% (Anonim, 1979). Kemudian, dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang
sebelumnya telah ditetesi dengan menggunakan indicator fenolftalein, kemudian
dititrasi hingga larutan berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
OH
COOH
OH
COONa
Fungsi penambahan indicator dalam reaksi ini adalah untuk mengetahui titik akhir dari
titrasi, yang dapat dilihat dengan penambahan indicator yang sesuai (dilihat dari
perubahan warna yang terjadi) (Underwood, 1999).
Reaksi:
+ NaOH + H20
Reaksi (titrasi) yang terjadi antara Asam salisilat dengan NaOH 0,1 N adalah
reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion hydrogen yang berasal dari asam (C7H6O3)
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa (NaOH) menghasilkan air yang bersifat
netral. Reaksi penetapan kadar asam salisilat dengan menggunakan NaOH merupakan
reaksi Alkalimetri, yaitu cara penetapan kadar senyawa asam (C7H6O3) dengan
menggunakan baku basa (NaOH) (Gandjar, 2007).
Titrasi dihentikan hingga terjadi perubahan warna dari tak berwarna sampai
berwarna merah muda. Penetapan kadar dilakukan sebanyak 3 kali. Adapun reaksinya
adalah,
HASIL
Senyawa-senyawa yang bersifat keratolistik dan antiseptik biasa digunakan
untuk mencegah jerawat dan salah satu bahan yang paling sering digunakan adalah
asam salisilat. Asam salisilat merupakan zat anti akne sekaligus keratolitik yang lazim
diberikan secara topikal. Penggunaanya dalam kosmetika anti akne atau keratolitik
(peeling) merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan kosmetik tersebut
umpamanya dalam kosmetika perawatan yaitu akan mengurangi ketebalan intraseluler
dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan
desintegrasi dan pengelupasan kulit. Asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat
memberikan efek terapeutik yang diinginkan, namun pada penggunaannya secara terus
menurus dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat
dengan konsetrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan keracunan sistemik akut. Penggunaan
+ NaOH + H2O
kosmetik yang memungkinkan mengandung asam mercury dan asam salisilat,
meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih sensitif terhadap
paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat mengendap di kulit dan
menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat memicu timbulnya kanker
melanocyt atau kanker kulit. Oleh sebab itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya
penggunaan asam salisilat dengan konsetrasi tinggi dalam kosmetik maka BPOM telah
menetapkan kadar maksimun yang diizinkan terkandung dalam produk kosmetik, tidak
boleh lebih dari 2 % (Wadiaatmadja M.S dan Anief M, 1997).
Dari percobaan telah didapat kadar asam salisilat dalam bedak tabur tersebut
sebesar 34 % ; 32 % ; dan 35,5 %. Rata-rata kadar yang diperoleh sebesar 33,83 %.
Hasil perhitungan kadar tersebut berbeda dengan kadar yang seharusnya seperti yang
tertera pada kemasan yaitu 2 %. Hasil pengukuran kadar asam salisilat yang dilakukan
pada percobaan kami belum sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan yaitu 2 %
b/b karena kemungkinan terdapat kesalahan dalam melakukan pembakuan NaOH.
Pengukuran kadar asam salisilat dalam bedak tabur dilakukan dengan metode
analisis titrasi alkalimetri. Metode ini sesuai dengan kondisi sampel yaitu asam salisilat
bersifat asam. Pengukuran dengan metode ini dapat dikatakan belum berhasil karena
hasil yang didapat berbeda dengan kadar yang tertera dalam kemasan sampel. Kadar
sampel yang tertera adalah 2 %, dan hasil dari percobaan yang kami lakukan adalah
33,83 %. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan literatur ialah kurang telitinya praktikan melihat volume titran dan
menimbang bahan, bahan yang tdak steril dan kurang teliti pada saat mengamati
perubahan warna pada saat mentitrasi larutan. Selain itu juga kesalahan dapat berasal
dari sampel yang digunakan, dimana dalam sampel terdapat partikel-partikel yang
dapat mengganggu analisis.
VII. KESIMPULAN
Pengukuran kadar asam salisilat dalam suspensi dilakukan dengan metode
analisis titrasi alkalimetri. Metode ini sesuai dengan kondisi sampel yaitu asam
salisilat yang bersifat asam dititrasi menggunakan NaOH yang bersifat basa.
Pengukuran pada praktikum kali ini dapat dikatakan kurang berhasil karena hasil yang
didapat tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam kemasan sampel. Kadar sampel
yang tertera adalah 2 %, dan hasil dari percobaan yang kami lakukan adalah 33,83 %.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2009, Titrasi Asidi Alkalimetri, http://www.anehnie.com/2009/07/larutan-
baku.html. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.
Bassett, J. dkk., 1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Bird, T., 1993, Kimia Fisik Untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Brady, J. E., 1999, Kimia Universitas Asas dan Struktur, Binarupa Aksara, Bandung
Day, RA dan A.L Underwood, 1999, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Haeria, 2011, Penuntun Kimia Analitik, UIN Press, Makassar.
Harjadi W., 1986, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Ui-press, Jakarta.
Mulyono, 2006, Kamus Kimia Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.
Mursyidi, A., dan Rohman, A., 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri
dan Gravimetri, Yayasan Farmasi Indonesia bekerjasama Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Rivai, H., 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-press, Jakarta.
Sunarya, Yayan, 2002, Kimia Umum Berdasarkan Prinsip-Prinsip Kimia Modern,
Alkemi Grafisindo Press, Bandung.
Susanti, S dan Yeanny Wunas, 1995, Analisis Kimia Farmasi Kwantiitatif, Lembaga
Penerbitan Unhas, Makassar.
Wadiaatmadja, M, S., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta.