Post on 07-Jul-2020
1
NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB
FATHUL MAJID KARYA ASY-SYEIKH MUHAMMAD
NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
DEWI LESTARI
NIM: 111 – 13 – 232
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTASTARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
2
3
4
5
6
MOTTO
ماوات واألرض وسارعوا إل مغفرة من ربكم وجنة عرضها الس
ت للمتقي أعد
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa
( Qs. Ali Imron 133)
7
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
Kedua oramg tuaku Bapak Ismun dan Ibu Ismiati, orang tuaku tercinta yang
tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang kepada ku selama ini dan
memberikan semangat, do‟a serta uang saku yang lebih sehingga skripsi ini
bisa penulis selesaikan.dalam proses pembuatan skripsi ini.
Kakaku tersayang Ulis Sa‟adah yang selalu memberikan semangat
Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah
Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah serta
segenap keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manaryang senantiasa
memberikan tempat bagi saya untuk menimba ilmu.
Jajaran kepengurusan pondok pesantren Al-Manar.
Untuk Temanku Rikha nurussafinatun Naja dan Ngatini yang sudah
membantu saya dalam penyelesaian dan kelancaran skripsi ini dan berjuang
bersam-sama menyelesaikan skripsi ini
Untuk teman-teman ku seangkatan PAI 2013 terimakasih telah menjadi
bagian keluarga semasa di IAIN Salatiga.
Someone yang masih jauh di mata.
Seluruh Umat Islam di belahan dunia manapun yang bersedia membaca
karya kecil ini.
8
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut asma-Mu ya Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, segala puji-pujian hanya untuk-Mu Rabb, sang pemilik kemaha
sempurnaan. Dengan penuh rasa bahagia, dari dalam hati kecil ini ingin selalu
penulis panjatkan rasa syukur yang teramat kepada-Mu karena telah
memberikan kekuatan, kemampuan, semangat serta waktu yang lebih kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir. Walaupun harus
dengan melalui berbagai rintangan, ujian dan cobaan hidup yang sempat
membuat penulis jungkir balik seperti kehilangan harapan untuk bisa
menyelesaikan skripsi ini. Tapi, walaupun dengan berlinangan air mata dan
dengan adanya buku panduan dan beberapa buku yang dapat di jadikan
rujukan dalam penulisan skripsi ini, penulis tetap berusaha menyelesikan
tulisan skripsi ini dengan bermodalkan keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT
pasti akan membantu dan memudahkan jalan penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, dan ternyata benar, dengan mengetik huruf per huruf tersusunlah
menjadi beberapa kata, dari beberapa kata itu tersusunlah beberapa kalimat,
sehingga dari susunan beberapa kalimat tersebut dapat menghasilkan karya
yang sederhana dan jauh dari sempurna. Maha Besar Engkau atas segala
pertolongan-Mu Rabb.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaat-Nya kelak di Yaumul Akhir. Amiin.
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai-nilai pendidikan Tauhid Dalam kitaf
fatkhul Majid karya syeikh Nawawi Al-jawi”. Skripsi ini disusun guna memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
9
Dalam menyusun skripsi ini penulis tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun materil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan secara ikhlas dan sabar meluangkan waktu serta mencurahkan
pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat
berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
5. Dra. Nur Hasannah, M.Pd. Selaku dosen pembimbing akademik (PA).
Terimakasih atas bimbingannya selama lima tahun membimbing penulis.
6. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan pelayanan kepada penulis.
7. Almukarrom romo Kyai As‟ad Haris Nasution, romo Kyai
Taufiqurrohman, ibunda Nyai Fatikhah Ulfah Imam Fauzi, Nyai Chusnul
Khalimah, serta ustadz-ustadzah pon-pes Al-Manar yang telah berjuang
bersama dalam agama Allah SWT.
10
11
ABSTRAK
Lestari, Dewi. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Tauhid dalam kitab Fathul Majid
Karya Syekh Nawawi Al-Jawi.Skripsi. JurusanPendidikan Agama Islam.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Dr. Ghufron, M.Ag.
Kata kunci: Nilai,Pendidikan Tauhid.
Syekh Nawawi Al-Jawi adalah seorang ulama yang terkenal. Salah satu
kitabnya adalah Fathul Majid, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pendidikan tauhid menurut Syekh Nawawi Al-Jawi dalam kitab
Fathul Majid. Pentingnya sebuah pribadi yang memiliki keimanan yang kuat,
bertauhid dan mengenal Dzatnya Allah. Pertanyaa yang ingin dijawab melalui
penelitian ini adalah: (1) Bagaimana nilai tauhid dalam kitab Fathul Majid karya
Syekh Nawawi Al-Jawi (2) Bagaimana implikasi pendidikan tauhid dalam
kehidupan masa kini. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian
menggunakan pendekatan kepustakaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Sumber data primer adalah kitab Fathul Majid, sumber sekundernya
adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku
lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data
menggunakan metode deduktif dan metode induktif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Ada dua nilai-nilai
pendidikan tauhid dalam kitab fathul majid, yaitu nilai pendidikan ilhiyah dan
nilai insaniyah, nilai ilahiyah yaitu hubungan kepada Allah, nilai insaniyah
yaitu hubungan sesama manusia atau diri sendiri. 2) implikasi nilai-nilai
pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari dari sifat-sifat Allah SWT
merupakan pintu menuju kesuksesan kehidupan dunia dan akhirat, dan sebagai
acuan dalam menciptakan akhlakul karimah dan pondasi untuk mencapai
pengabdian yang Muthlak, disamping itu dengan mengimplikasikan sifat-sifat
Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari dapat mempermudah hubungan sosial
baik dalam urusan Agama maupun antar masyarakat, serta sesuai dengan
syar‟i dan norma-norma yang berlaku di masyarakat itu sendiri.
12
DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
2. LOGO IAIN ......................................................................................... ii
3. NOTA PEMBIMBING ....................................................................... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................... v
6. MOTTO................................................................................................ vi
7. PERSEMBAHAN............................................................................... vii
8. KATA PENGANTAR......................................................................... viii
9. ABSTRAK ........................................................................................... x
10. DAFTAR ISI ....................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 5
C. Tujuan Penelilitian ........................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ........................................................ 5
E. Kajian Pustaka .................................................................. 7
F. Metode Penelitian ............................................................ 11
G. Sistematika Penulisan ..................................................... 13
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid................................ 14
B. Materi Pendidikan Tauhid .............................................. 19
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid...………………... 22
13
D. Tauhid dan penbagianya ..................................................24
E. Metode Pendidikan Tauhid............................................. 25
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN SYEIKH MUHAMMAD
NAWAWI AL-JAWI AL- BANTANI
A. Biografi Pengaran Kitab Fathul Majid..........................29
1. Masa Kecil Hinga Masa Remaja syeikh Nawawi.....29
2. Pendidikan Syeikh Nawawi......................................30
3. Guru-guru Syeikh Nawawi ....................................31
4. Karya-karya Sayid Ahmad Al-Marzuki .................... 44
B. Sistematika Penulisan Kitab Aqidatul Awam....................... 47
C. Isi Pokok Kitab „Aqidatul Awam.......................................... 48
BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM
KITAB FATHUL MAJID KARYA SYEIKH NAWAWI AL
JAWI AL-BANTAN
A. Nilai Tauhid dalam kitab Fatkhul Majid Karya Syeikh
Nawawi Al-JAwi AL-Bantani .......................................60
B. Implikasi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan
Masa Kini ........................................................................70
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................... 76
B. Saran .............................................................................. 78
C. Kata Penutup .................................................................. 79
14
11. DAFTAR PUSTAKA
12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tauhid adalah suatu kepercaya kepada Tuhan yang maha Esa dan
senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan, maka ia akan merasa
dilindungi dan diawasi oleh Tuhannya (Musa,1999:43). Karena di alam ini
ada yang mengatur semua tatanan sistem peredaran kehidupan dimana
tatanan tersebut dipimpin oleh Allah SWT. Manusia menjadi hamba dan
Tuhannya adalah Allah. Kepercayaan kepada Allah SWT adalah suatu
landasan utama sebagai muslim. Seorang muslim dapat menjalankan
kewajiban dengan mempelajari tauhid. Tauhid menjadi prinsip landasan
ajaran islam yang menegaskan bahwa Tuhan hanya satu dan menjadi satu-
satunya Tuhan yang disembah, dan satu-satunya sumber kehidupan
(Zainuddin,1992:3).
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang allah SWT,
sifat-sifat wajib yang ada pada-Nya, sifat-sifat boleh kepada-nya,(sifat jaiz
Allah) dan sifat-sifat yang tidak semestinya ada pada Allah serta
penetapan kerasulan para Nabi. Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas
tentang keesaan Allah SWT dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan
dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Allahlah tempat kembali, satu-
satunya tujuan ( Maslikah, 2003:90).
16
Tujuan ilmu tauhid yaitu untuk menetapkan keyakinan dan
kepercayaan melalui akal pikiran, disamping kemantapan hati, yang
didasarkan pada wahyu. Selain itu ilmu tauhid digunakan untuk membela
kepercayaan dan keimanan dengan menghilangkan bermacam-macam
keraguan yang mungkin masih melekat. Sehingga para umat islam
terhindar dari taqlid. Itulah sebabnya ilu tauhid dianggap sebagai “induk
ilmu-ilmu agama”(Ensiklopedi islam,2003:91).
Pokok-pokok pembahasan dalam ilmu tauhid terdapat tiga hal
yaitu: a) meyakini dalam hati bahwa Allah adalah Tuhan yang maha Esa
dan satu-satunya Tuhan yang wajib di sembah, b) mempercayai dengan
penuh keyakinan tentang para utusan Allah dan para perantara Allah yang
dibawa para utusan dan disampaikan kepada umat manusia yang berisi
ajaran-ajaran-Nya, tentang kitab-kitab-Nya dan dan para malaikat-Nya, c)
percaya bawah akan ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu
akhirat dengan segala hal ihwal yang ada didalamnya.
Berdasarkan jenis dan sifatnya, ilmu tauhid dapat dibagi
dalam tiga tingkatan atau tahapan. 1) Tauhid Rububiyyah yaitu:
mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya dan meyakini bahwa
Allah menciptakan segala makhluk. 2) Tauhid Uluhiyah yaitu:
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba, misalnya: tawakal,
beribadah, memohon pertolongan. 3) Tauhid asma‟ wa sifat yaitu:
beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya yang diterangkan
17
dalam Al-Qur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang pantas ditiru oleh
umat-Nya ( Ilyas, 1993 :23)
Sumber utama ilmu tauhid ialah Al-Qur‟an dan Hadis yang
banyak berisi penjelasan tentang wujud Allah SWT, keesaan-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan persoalan ilmu tauhid lainnya. Maka dari itu ilmu
tauhid selalu didasarkan pada dua hal, yaitu dalil aqli dan dalil
naqli. Dengan menggunakan dalil aqli maupun naqli tersebut, maka
seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan meyakini segala
bentuk penjelasan yang ada di dalam ilmu tauhid. Terutama untuk
memahami dan meyakini penjelasan tentang sifat-sifat Allah SWT
baik yang wajib maupun yang mustahil, ataupun yang jaiz pada-Nya,
sehingga seseorang akan lebih mudah mengenal dzat Allah SWT
secara mendalam (Maslikhah, 2003:90).
Hukum mempelajari ilmu tauhid bagi seorang mukallaf adalah
fardhu aina sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan
hati serta akal bahwa ia berada diatas agama yang benar. Sedangkan
mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika
telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa ( Maslikhah,
2003: 90).
Dengan demikian, setiap daerah baik itu yang mudah dijangkau
ataupun daerah yang sulit dijangkau (pedalam), sabaiknya ada yang
mendalami kaidah islam beserta dasar-dasar dalil yang terperinci. Sehinga
18
apabila terjadi kesalaah pahaman tentang ketauhidan di daerah tersebut ada
seseorang yang meluruskan atau memberikan suatu kenbenar sehingga
terhindar dari kesalah pahaman.
Dari uraian di atas, penulis berusaha mengkaji lebih mendalam
tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab fatkhul majid, yang di
dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan tauhid. Untuk
itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang
berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB
FATKHUL MAJID KARYA SYEKH MUHAMMAD NAWAWI AL-
JAWI‟ ”, alasan penulis mengambil judul di atas karena melihat
perkembangan zaman yang terjadi pada saat ini. Banyak masyarakat
yang mengaku beragama Islam dan beriman kepada Allah SWT. Akan
tetapi, sikap dan perilaku mereka tidak mencerminkan keimanan
tersebut. Sebagian besar dari mereka sering melakukan ke onaran dan
berbuat dzalim. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya keimanan, jika
keimanan benar-benar sudah tertancap pada diri seseorang, niscaya ia
akan benar-benar takut kepada Allah, ia akan melaksanakan perinta
Allah dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. semoga dengan
kajian skripsi ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam upaya
meningkatkan pemahanan dan pengetahuan tentan ilmu ketauhidan,
terutama untuk mengenal Allah SWT beserta dzat-dzat-Nya.
Penulis merujuk pada kitab fatkhul majid ini, karena di
dalam kitab tersebut membahas tentang ketauhidan yang menerapkan
19
dasar pokok bagi umat Islam. Selain itu, karena pendidikan tauhid suatu
perbuatan manusia untuk meng-Esa-kan Allah SWT sebagai suatu
landasan umat muslim dalam menjalankan semua ibadah. Tauhid yang
dimaksud penulis adalah Tauhid yang memiliki pengertian percaya
kepada Allah yang Satu. semoga dapat memberikan kontribusi dan
manfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
pendidikan tauhid, terutama bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penilitian ini adalah:
1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab
Fathul Majid karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.
2. Bagaimana implikasi pendidikan tauhid dalam kehidupan masa kini.
C. Tujuan panelitian
1) Mengetahui niali-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kitab
Fathul Majid karya Syekh Nawawi Al-jawi Al-Bantani.
2) Mengetahui Implikasi pendidikan tauhid dalam kehidupan masa
kini.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu:
20
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan tauhid
dalam kitab fatkhul majid dalam upaya peningkatan pengetahuan
tentang kajian mengenal sifat-sifat Allah SWT dan juga
pengetahuan tentang ilmu tauhid Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan serta pemahaman
penulis tentang kajian nilai pendidikan tauhid dalam
pengamalan kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat menjadi masukan serta sebagai bahan
pertimbangan untuk diterapkan sehari-hari dalam dunia
pendidikan Islam pada lembaga-lembaga pendidikan.
sebagai pedoman kehidupan manusia untuk menuju
kebahagiaan di dunia sampai akhirat.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah pengetahuan mengenai nilai pendidikan
tauhid yang terdapat dalam kitab fatkhul majid sehingga
21
mengetahui betapa pentingnya pendidikan tauhid dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan
terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat
memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut
khususnya dan bidang ilmu pengetahuan lain pada
umumnya.
E. Kajian Pustaka
Untuk memperjelas judul serta menghindari kekeliruan, maka
penulis membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalan tersebut.
Sehingga dapat mengemukakan uraian kajian tersebut sesuai yang
dikehendaki oleh penulis, sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai adalah tentang sesuatu
yang baik, benar dalam sesuatu perilaku maupun sikap perbuatan.
Nilai adalah sesuatu yang abstrak, ideal, nilai bukan benda konkrit,
bukan fakta, tidak hanya persoalan benar salah, yang menuntut
pembuktian, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenagi
dan tidak disenangi (Mansur, 2001:98)
22
Nilai juga dapat diartikan sebagai sifat dan sesutu yang dapat
berpengaruh dalam kehidupan manusia, baik secara lahir maupun
secara batin, nilai juga dapat dijadikan sebagai keyakinan untuk
pertanggung jawaban baik dalam hubungan antar sesama makhluk dan
juga sebagai hubungan dengan sang pencipta.
Nilai menjadi daya untuk mendorong atau pacuan seseorang
dalam kehidupan selanjutnya agar menjadi lebih baik lagi dari
sebelumnya. Melalui nilai seseorang akan merasakan adanya kepuasan
tersendiri. Nilai tersebut akan berkaitan erat dengan suatu kebaikan
dan kebijakan yang menjadikan sesutu dihargai dan dikejar oleh
manusia.
Menurut Maslikhah (2009: 130) pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, bangsa dan negara.
Menurut Ishom El-Saha (2008:23) pendidikan adalah suatu prosese
pertumbuhan yang menyesuaikan denagan lingkungan.Taufik Efendi
(2005:72) pendidikan adalah segala uasaha yang bertujuan
mengembangkan sikap dan kepribadian, pengetahuan dan ketrampilan.
23
Menurut Umar Tirtaraharja,(2005:40-41), pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar perserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya di masyarakat.
Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar
dari kata حيذا ذ - ت ح ذ - ي ح yang berarti percaya kepada Allah SWT
yang Maha Esa.Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah
dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan
peribadahan kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-
Nya serta menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan
shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya
dari kekurangan. Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah
meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Pendidikan tauhid bisa juga diartikan suatu proses untuk
memantabkan keyakinan seseoran tentang keesan (wahdah) Allah, bisa
juga sebagai pembimbing potensi manusia sebagai fitroh dalam
mengenal Allah SWT.
Pendidikan tauhid ini dimulai sejak manusia tersebut lahir kebumi,
dia dikenalkan dengan kepercayaan dan keyakinan melalui adzan yang
24
di kumandangkan orang tuannya. Kepercayaan terhadap adanya Allah
beserta dzat-Nya.
Pendidikan tauhid akan membentuk karakter muslim dan muslimah
semakin mengenal Allah dan ia akan selalu merasa diawasi setiap
tingkahlaku pergerakannya, sehingga akan timbul kehati-hatian dalam
mengambil suatu tindakan atau perilaku dalam kesehariaannya.
2. Syeikh Muhammd Nawawi al-jawi
Beliau adalah seorang Ulama Islam yang berintelektual tinggi dan
berspiritual ma‟rifat. Ayahnya adalah Umar bin Arabi, penghulu
kecamatan Tanara, Banten. Beliau lahir dari tiga saudara yaitu
Nawawi, Tanin dan Ahmad (Muhammad, 1996:271).
Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi belajar ilmu Agama Islam
pada ayahnya sendiri, Haji Sahal yang mana merupakan seorang ulama
masyhur di Banten, Raden Haji Yusup seorang ulma dari Purwakarta,
Dan juga bermukim di Mekkah selama 30 tahun untuk memperdalam
ilmu Agama Islam dan berguru kepada Khotib Sambas, Abdul Ghani
Bima, Yusuf Sumulaweni dan Nahrawi serta Abdul Hamid Daghastani
(Muhammad, 1996:271).
3. Fathul Majid
Adalah sebuah karya Syaikh Nawawi Al-jawi untuk pedoman
dan rujukan memantabkan aqidah-aqidah dalam katauhidan dan
25
kaimanan seseorang dalam memantabkan tauhid agar terhindar dari
kelafiran.
Di dalamnya menjelaskan tentang kandungan iman dan rukun-
rukunnya, menjelaskan tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Dalam
kitab tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima
puluh.
Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20
sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi
Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul. Semua
merupakan isi dari ajaran yang terangkum dalam kitab fathul majid .
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library reseach), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka, dan yang dijadikan objek kajian adalah hasil
karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research),
maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi
sumber data primer adalah kitab fathul majid karya syeikh Muhammad
Nawawi al-Jawi buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, terjemah kitab Tijan
26
al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah Kifayah Al-Awam, buku
Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku Keimanan Ilmu Tauhid,
buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid, buku Keimanan Ilmu Tauhid,
Ensiklopedi islam dan Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku lain yang
bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber
data primer yaitu kitab fathul majid karya syekh Muhammad Nawawi al
jawi Dan sumber data sekunder diantaranya adalah Terjemah kitab fathul
majid oleh Achmad Sunarto, terjemah kitab Jawahirul Kalamiyah
karangan Thahir bin Saleh Al-Jazairi, buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,
terjemah kitab Tijan al-Darary karangan Achmad Sunarto, terjemah
Kifayah Al-Awam, buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam, buku
Keimanan Ilmu Tauhid, buku kuliah Aqidah Islam, Rintisan Tauhid,
Kitab Tauhid Jilid I,Terjemah Kifayatul Awam, Ensiklopedi islam dan
Ensiklopedi Pendidikan, serta buku-buku dan kitab relevan yang lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang
lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
27
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut :
1. Metode Deduktif
Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa
dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua
peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu
proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari
pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus.(Hadi, 1990:
26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta adn peristiwa-
peristiwa yang khusus kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum.
Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisis data tentang nilai
yang akan dibahas yaitu nilai pendidikan tauhid.
Adapun cara kerja metode dekduktif adalah proses berfikir secara
umum kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara khusus.
2. Metode Induktif
Metode Induktif yaitu metode yang berangkat dari faktafakta yang
khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan
peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum
(Hadi, 1990: 26). Metode ini, penulis gunakan untuk menganalisa data
ayat-ayat dan teks kitab fathul majid sehingga dapat diketahui nilai
pendidikan tauhid yang terkandung di dalamnya.
28
Cara kerja metode dekduktif adalah proses berfikir secara khusus
kemudian ditarik menjadi pengetahuan secara umum.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan untuk memberikan kesan runtutnya
pembahasan dan memberikan yang penulis jabarkan dalam skripsi ini
adalah penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang bertujuan
agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan
skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini antara lain:
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaaan Penenlitian, Penegasan Istilah, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal untuk memahami
skripsi ini.
BAB II : Landasan Teori, berisi tentang: Nilai Pendidikan Tauhid, Materi
Pendidikan Tauhid, Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid, dan Metode Pendidikan
Tauhid.
29
BAB III : Biografi Syekh Nawawi Al jawi, menguraikan tentang: Biografi
Syekh Nawawi Al jawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual,
karya-karyanya dan guru-gurunya, dan sistematika penulisan kitab Fathul Majid
BAB IV : Nilai-nilai pendidikan Tauhid, Implikasi Pendidikan Tauhid dalam
Kitab fathul majid
BAB V : Penutup, menguraikan Kesimpulan dan Saran.
30
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai Pendidikan Tauhid
Nilai memiliki arti sesuatau yang dipandang baik, disukai, dan
paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatannya (Maslikah,
2009:106). Nilai merupakan suatu pedoman hidup dimana nilai tersebut
mempengaruhi sikap individual dalam membentuk kepribadian yang lebih
baik.
Nilai adalah suatu bagian yang penting dalam kehidupan
masyarakat. Suatu tindakan dianggap benar atau salah dan pantas atau
tidak jika sesuai dengan nilai-niali yang telah disepakati bersama oleh
masyarakat dimana tindakan itu dilakukan (Thaha 1996:61)
Nilai merupakan sifat-sifat yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan. Sesuatu yang dianggap bernilai, maka sudah pasti berharga
dari pada hal-hal yang lain. Manusia adalah ciptaan yang sudah dibekali
dengan akal yang luar biasa hebat, maka sudah menjadi hal yang wajar
jika manusia akan memilih sesuatu yang lebih berharga atau bernilai untuk
kehidupannya (Poardaminta,2006:667).
Nilai dapat diartikan sebagai hal- hal yang penting atau berguna bagi
manusia, dalam pengertian lain nilai adalah suatu penetapan atau suatu
31
kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat (tim PIP:
2007:42)
Nilai menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat karena
batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan,
tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya
tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dan orientasinya
(Soeleman, 2005:54).
Nilai menjadi sesuatu yang dibutuhkan sebagai pemicu untuk
melakukan suatu tindakan baik atau buruk, Nilai menjadi pengaruh
individual dalam menentukan keputusan suatu tindakan. Nilai menjadi
bermakna dan dibutuhkan dalam kehidupan.
Pendidikan dalam bahasa Arab berasal dari kata rabba-yarabbi-
tarbiyatan, bararti mendidik mengasuh dan memelihara (Munawir,
1989:504). Bahasa pendidikan sering juga diambil dari kata „allama yang
artinya mengajar ( menyampaikan pengetahuan).
Pendidikan adalah sesuatu hal yang penting dalam kehidupan
manusia. Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa yunani, pedagogy
yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar oleh pelayannya. Dalam bahasa Romawi pendidikan diistilahkan
sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesutu yang berada di
dalamnya. Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang
berarti memperbaiki moral dalam melatih intelektual ( Muhajir, 2000:20).
32
Pendidikan sebagai tranmisi dan seseorang kepada ketrampilan, seni
maupun ilmu. Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing
yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap
perkembangan jasmanai dan rokhani siswa menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (Mansur Isnan 2001: 37-38).
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses yang
disosialisasikan sebagai usaha dalam rangka membimbing anak didik
terhadap perkembangan jasmani dan rohaninya untuk menjadikan bekal
kelak di masa depan yang mempunyai kepribadian utama, kebaikan dan
kegemaran pekerja untuk kepentingan tanah air. Dalam artian dapat
menjadi orang-orang yang beriman, bertakwa dan mempunyai akhlak
mulia (Mansur,2007:328).
Dari pengertian-pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar
tentang pendidikan yang akan dilaksanakan:
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha
pendidikan sudah dimulai sejak dalam kandungan ibunya sapai tutup usia
Kedua, bahwa tangung jawab pendidikan merupakan tangung jawab
bersama semua manusia.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan,
karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan
33
kepribadian yang berkembang yang disebut manusia seluruhnya
(Uyoh,2014:5-6)
Pendidikan adalah suatu proses usaha mendewasakan manusia
melalui pengajaran, pelatihan dan pengarahan menyadarkan manusia agar
bertangung jawab sebagai hamba Allah SWT dan sebagai manusia yang
memiliki kesempurnaan akal pikiran.
Secara bahasa kata tauhid berasal dari bahasa arab, bentuk masdar
dari kata ذ -حذ ح حيذا -ي ت yang berarti percaya kepada Allah SWT
yang Maha Esa. Secara istilah syar‟i, tauhid berarti mengesakan Allah
dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan mengikhlaskan peribadahan
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta
menetapkan Asma‟ul Husna (Nama-nama yang baik) dan shifat Al-Ulya
(sifat-sifat yang tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan.
Lebih jelas lagi bahwasanya tauhid itu adalah meyakini bahwa Allah SWT
itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya (Abduh, 2003: 3).
Menurut Zainuddin, "tauhid berasal dari kata “wahid” yang artinya
“satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu
atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya
yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan
Ilmu Tauhid ( Zainuddin, 1992:2).
Tauhid dalam kajian pendidikan diartikan suatu upaya yang keras
dan bersunguh-sunguh dalam mengembangkan, mengarahkan, dan
34
mengarahkan mebimbing akal pikiran, jiwa, qalbu dan ruh kepada
pengenal (ma,rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah (Hamdani,
2001:10)
Tuhan mu memerintahkan puncak pengagungan yang tidak patut
dilakukan kecuali terhadap Tuhan (Allah). Dari-Nyalah keluar kenikmatan
dan anugrah atas hamba-hamba-Nya dan tidak ada yang dapat memberi
kenikmatan kecuali Dia (Allah). (Ahmad, 1993:59).
Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan
potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah, menurut pendapat
Chabib Thoha, “Supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan
terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa
sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai
tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur (Thoha, 1996: 62)”.
Pendidikan tauhid adalah usaha untuk membentuk muslim yang
beriman melalui proses bimbingan dan pengarahan bahwa Allah adalah
satu-satunya Tuhan alam semesta dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
B. Materi Pendidikan Ilmu Tauhid
1. Adanya wujud Tuhan
Di dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan tentang wujud Allah SWT
tidak menyerupai benda yang wujud, begitu pula benda yang wujud
tidak menyerupai Allah SWT. Ukuran tidak akan bisa mencapai Allah
SWT, dan arah tidak bisa memuat dan meliput-Nya. Begitu pula bumi
35
dan langit tidak bisa memadai jika ditempati oleh Allah SWT. Dia-lah
(Allah SWT) yang mengangkat derajat segala sesuatu dan lebih dekat
dari urat nadi manusia. Dialah (Allah SWT) yang maha mengetahui
atas segala sesuatu. Kedekatan Allah SWT tidak menyerupai
kedekatan jisim. Dia Maha Luhur dari tempat yang meliputi-Nya,
sebagaimana Dia Maha Bersih dari segala masa yang akan membatasi-
Nya. Dia telah wujud sebelum masa dan tempat diciptakan. Dia akan
tetap berada di atas tempat yang ada. Selain itu al-Qur‟an juga
memaparkan mengenai bukti sifat qudrat (kekuasaan) Allah SWT pada
penciptaan alam semesta sebagai aplikasi dari sifat wujud, qidam, dan
baqa‟ Allah SWT. Dengan sifat qudrat ini, Allah SWT akan
mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai
dengan kehendak-Nya. Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu
yang ada di alam semesta ini dengan seimbang, serasi, teratur dan rapi.
Tidak ada satupun dari makhluk-Nya yang mampu menandingi
keindahan ciptaan-Nya. Adapun alam semesta ini dari setiap bukti dari
sekian banyak bukti yang selalu berulang, beriringan atau perubahan
bentuk dari yang indah yang mengharubirukan kesan dalam jiwa kita,
semuanya adalah yang patut dikagumi nilai seninya dari pada segala
yang mengagumkan (Sa‟id, 2005: 112).
Meyakini adanya Tuhan ( wujud Allah) tidak hayan bisa
dibuktikan adanya fenomena alam semesta melainkan bisa juga
36
dirasakan dan dilihat dengan mengunakan mata hati karna didalamnya
sudah ditanamkan fitrah untuk mengenal Tuhan beserta dzat-Nya
2. Keesaan Allah
أحذ ﴿ ٱلل ذ ﴿١قو ٱىص يىذ ﴿٢﴾ ٱلل ى ييذ ﴾٣﴾ ى
ا أحذ ﴿ ۥ مف ين ى ى ٤
Artinya: “ Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah
tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak
dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara
dengan-Nya” (QS. Al-Ikhlash: 1-4) (Departemen Agama, 2005: 604).
Sebab turunya surat al-Ikhlas adalah
اىششمي قاىا ىيثي صي هللا ػيي سي : " يا حذ ، اسة ػ أتي ت مؼة : أ
ىا ستل، فأضه هللا تثشك تؼاى : )قا هللا احذ، هللا اىصذ، ى ييذ ى يىذ ى
احذ ين ى مفا
Artinya:Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin Ka‟ab bahwa
orang-orang musrik pernah berkata kepada Nabi” hai Muhammad,
terangkanlah kepada kami nasab Raabb-mu” maka Allah menurunkan
firman-Nya, berupa surat al-Ikhlas. Tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, karna tidak ada sesuatu pun yang dilahirkan dan tidak
ada pula yang sesuatu yang mati( H.R at-Tirmidzi dan Ibnu Jabir dari
Ahmad bin Mani‟)
Ayat-ayat di atas menegaskan tentang kemurnian keesaan Allah
SWT dan menolak segala kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak
ada sesuatu apapun di alam semesta ini yang menyamai-Nya
Ajaran mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para
Rasul Allah sebelum Nabi Muhammad. Keesaan Allah adalah Allah
37
itu Dzat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci
yang meliputi sifat, asma dan af‟al-Nya. Sementara menurut Quraish
Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan
Allah menjadi empat yaitu: keesaan Dzat, keesaan sifat, keesaan
perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Yang dimaksud
dengan esa pada Dzat ialah Dzat Allah itu tidak tersusun dari beberapa
bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah
tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk- Nya. Esa
pada af‟al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan
sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan
yang patut di sembah kecuali Allah (Asmuni, 1993: 17).
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid
1. Dasar Pendidikan Tauhid
Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau
bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya
adalah akar. Dasar pendidikan merupakan pandangan yang
mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan (Abidin,
1998: 21).
Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan dasar islam, karena
pendidikan islam sama dengan pendidikan tauhid al-Qur‟an, hadits dan
ijtihad sebagai sumber dasar dan ajaran yang bertumpu pada keyakinan
kepada Tuhan adalah Allah adalah Tuhan semesta alam.
38
a) Al-Qur‟an
Di dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam
surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah luqman yang mengajari
anaknya tentang tauhid,
شك ىظي اىش يؼظ يا تي ل تششك تالل ا لت ا ارقاه ىق ػظي
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku,
janganlah kamu menyekutukan Allah.Sesungguhnya
mempersekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar”.
(Q.S Luqman: 13)
Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya,
merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat
syirik, karena hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan
yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah
dengan keesaan-Nya, sehingga timbul ketetapan dalam hati
untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut
karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran
yang ditetapkan dalam hati sanubari.
b) Sunnah
Sunnah adalah suatu ketetapan baik berupa perkataan,
perbuatan,dan ketetapan yang bersumber dari Rasulullah. As-
Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, As-Sunnah
mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam
39
sesuai dengan konsep Al-Qur‟an, serta lebih merinci penjelasan
Al-Qur‟an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat
dalam penentuan metode penelitian dan sebagai petunjuk untuk
kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina umat menjadi
manusia seutuhnya atau muslim bertaqwa (Abdullah, 1999:34).
c) Ijtihad
Ijtihat bersal dari kata “ijtihada, yajtahidu, ijtihadan” yang artinya
mengarahkan segala kemampuan untuk menaggung beban.
Menurut istilah hukum islam ialah mencurahkan tenaga atau
memeras fikiran untuk menemukan hukum agama melalui salah
satu dalil tertentu (Ahmad, 1991:162). Memecahkan suatu masalah
yang tidak ditemukan penjelasannya dalam Al-Qur‟an dan hadits.
Ijtihad merupakan berfikir dengan menggunakan seluruh
ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at Islam untuk menetapkan
atau menentukan sesuatu hukum syariat Islam, tetapi tetap
berpedoman pada Al-Qur‟an dan Sunnah..
2. Tujuan Pendidikan Tauhid
Tujuan pendidikan menurut UU pendidikan ialah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertangung jawab.
40
Tujuan pendidikan menurut pendapat Al-Ghazali yang
dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah pendidikan dalam
prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada
Allah dan kesempurnaan insani untuk mencapai tujuan
kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Secara khusus
tujuan pendidikan tauhid menurut (Thoha, 1996: 72)
D. Tauhid dan Pembagianya
Tauhid dibagi menjadi tiga macam yaitu tuhid rububbiyah, tauhid
uluhiyah dan tauhid asma‟ wa shifa.
1) Tauhid rububiyah adalah kepercayaan yang pasti bahwa Allah
adalah Tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan mengesakan
Allah, dengan meyakini bahwa Allah adalah dzat satu-satunya
yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini(
2) Tauhid uluhiyah adalah mentauhidkan Allah melelui pekerjaan
hamba, yang dengan cara itu mereka dapat mendekatkan diri
kepada Allah SWT, apabila itu disyariatkan oleh-Nya, seperti
berdo‟a, khauf (takut), raja‟(harap), mahabbah (cinta), dzabh
(penyembelihan), bernadzar, isti‟anah (meminta pertolongan),
istighotsah (meminta pertolongan disaat sulit), isti‟adzah (meminta
perlindungan) dan segala apa yang disyari‟atkan dan diperintahkan
oleh Allah SWT dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesutu
apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus dilakukan hanya
41
kepada Allah semata dan tulus karena-Nya dan ibadah tersebut
tidak boleh dipalingkan selain kepada Allah.
3) Tauhid asma‟ wa shifat adalah menetapkan nama-nama dan sifat-
sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya melalui lisan
(sabda) Rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya.
Serta menolak atau menafikan Allah terhadap diri-Nya, baik
melalu kitab suci-Nya, Al-Qur‟an atau melalui sunnah Rasul-Nya.(
Abdul, 1998:9).
E. Metode Pendidikan Tauhid
Dari segi bahasa metode berasal dari dua suku kata yaitu, meta dan
hodos, Meta berarti “melalui” dan hodos berarti cara, dengan demikian
metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai
tujuan, selain itu ada juga yang mengatakan bahwa metode adalah suatu
sasaran untuk menemukan , menguji, dan menyusun data yang diperlukan
bagi pengembangan cara tersebut( Abdurrohman, 2005:197).
Dalam pembahasan metodologi pengajaran, yang perlu
diperhatikan adalah pengertian metodologi pengajaran itu sendiri.
Metodologi pengajaran dapat diartikan sebagai ilmu yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan (Al-Khazin, 2009: 27)
Dilihat dari jenis, ada beberapa metode pengajaran yang dapat
diterapkan dalam pendidikan tauhid khususnya dalam kitab fatkhul majid
sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa metode
antara lain:
42
a. Metode Ceramah
Metode Ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh
guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar
untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode
ceramah ini sering kita jumpai pada proses-proses pembelajaran di
sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan
tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode
yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar
(Supriawan, 1990: 95-96).
Ceramah adalah sebuah interaksi yang dilakukan untuk
menyampaikan suatu urainan dengan lisan atu menguraikan materi
oleh guru kepada peserta didik. Dalam melaksanakan ceramah seorang
guru bisa menggunakan alat bantu media pembelajaran seperti
mengunakan audio visual, gambar dan lain-lain.
b. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah metode belajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat ( two way traffic) sebab
pada saat yang sama terjadi dialog antar guru dan murid. Guru
bertanya dan murid menjawab atau sebaliknya ( B. Suryosubroto,
2002:57).
Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau
konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya, atau sebaliknya siswa
43
bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah
interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya
sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa
atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat
menjawab pertanyaan itu. Dengan metode tanya jawab tidak hanya
terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah.
c. Metode Menghafal
Kata menghafal juga berasal dari kata حفظ –يحفظ –حفظا yang
berarti menjaga, memelihara dan melindungi. Dalam kamus Bahasa
Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah
masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di
luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat
awal me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan
ke dalam pikiran agar selalu ingat. Kata menghafal dapat juga disebut
sebagai memori. Dimana mempelajarinya maka membawa seseorang
pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia sebagai pengelola
informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses yaitu
perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan (Al-Khazin, 2009: 45)
Tehnik ini dilakukn oleh seorang pelajar untuk mengingat
mufrodad dalam suatu kaidah tertentu, dimana kaidah-kaidah tersebut
adalah dasar dari suatu pembelajaran.
44
BAB IIl
BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD AN-NAWAWI AL-JAWI
A. Masa Kecil Hingga Masa Remaja Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi
Lahir dengan nama Abu Abd al-Mu‟thi Muhammad Nawawi bin „Umar
bin „Arabi. Lahir di Kampung Pesisir, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Serang,
Banten( sekarang di kampung pesisir, desa padaleman, tanaran, Serang
Kecamatan Tanara, Jawa Barat) pada tahun 1230 H/ 1813 M. Wafat di makkah
pada tanggal 25 Syawal1314/1879 M. Jenazahnya disholati di masjidil Haram
dengan golongan yang besar. Kemudian dimakamkan di Ma‟la berdekatan dengan
makam Ibnu Hajar dan Asma‟binti Abu Bakar.(Amirul, 2015:52-53).
Ayah beliau bernama K.H.„Umar bin „Arabi, seorang pejabat penghulu
yang memimpin masjid, dilacak dari segi silsilah , Imam Nawawi merupakan
keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Jati,
Cirebon), ayaitu cucu dari Maulana Hassanuddin (Sultn Bnaten1) yang
bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi
Muhammad SAW. Melalui jalur imam ja‟far ash-shadiq, Imam Muhammad al-
Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Az-Zahra.(Ghofur,
2008:189).
Imam Nawawi sendiri adalah salah seorang ulama besar bermadzhab
Syafi‟i. Beliau seorang pemikir muslim di bidang fikih dan hadits. Beliau
menyibukkan diri untuk baribadah, menuntut ilmu, menulis kitab, serta
45
mengabdikan diri untuk menyebarkan ilmu keislaman. Imam Nawawi meninggal
pada 24 Rajab 676H. (Tim Mutiara, 2013:5).
Syaikh Nawawi tumbuh dalam lingkungan agamis. Sejak umur 5 tahun,
Ayahnya yang seorang tokoh ulama Tanara langsung memberikan pelajaran-
pelajaran agama dasar kepada beliau. Di samping kecerdasan yang dimiliki,
Syaikh Nawawi sejak kecil, juga dikenal sebagai sosok yang tekun dan rajin.
Beliau juga dikenal sebagai orang yang tawadlu‟, zuhud, bertakwa kepada
Allah, disamping keberanian dan ketegasannya. Pada masa remaja, Syaikh
Nawawi sudah tidak berguru ilmu agama kepada ayahnya lagi, bersama
saudaranya, beliau mulai berguru pada para ulama yang terkemuka dizamannya,
guna untuk memperdalam pengetahuan ilmu agamanya
(http://nulibya.wordpress.com. ).
B. Pendidikan Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi
Pada usia 5 tahun Syaikh Nawawi belajar ilmu agama Islam pada ayahnya
sendiri. Sejak kecil beliau memang terkenal sangat cerdas, tekun, rajin, tawadhu‟,
dan bertakwa kepada Allah SWT disamping keberanian dan ketegasannya.
Pada masa remaja, Syaikh Nawawi bersama saudaranya Tamim dan
Ahmad, pernah berguru kepada KH. Sahal yang merupakan ulama masyhur di
Banten. kemudian belajar pula kepada Raden Haji Yusuf, seorang ulama dari
Purwakarta (Muhammad, 1996: 271).
46
Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat
ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan
kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang telah meneguhkan keinginannya
untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau menyerap berbagai
pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra arab, Ilmu hadist, tafsir
dan terutama Ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan yang dikajinya dari para
ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190
Tiga tahun menuntut ilmu di Mekkah, Syaikh Nawawi kemudian
pulang ke Indonesia. Namun, tujuan mengembangkan ilmu di kampung
halaman tidak semulus perkiraannya. Setiap gerak-gerik umat Islam di
Indonesia saat itu dibatasi secara ketat oleh kolonial Belanda. Keadaan yang
tidak kondusif ini memaksa Syaikh Nawawi untuk kembali ke Mekkah.
Akhirnya pada tahun 1855 H beliau kembali ke Mekkah, di sana beliau kembali
belajar sekaligus mengobarkan semangat juang para pahlawan Indonesia untuk
melawan kolonial Belanda, beliau tinggal di Makkah dan menetap di sana
selama 30 tahun, tepatnya daerah Syi‟ab Ali (http://nulibya.wordpress.com.).
C. Guru-guru Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi
Syeikh Imam Nawawi menuntut ilmu selam 30 tahun dalam segala bidang
keilmuan diantara guru beliau sebagai berikut:
1. Bidang Ilmu Hadits
a. Abdurrahman bin Salim bin Yahya al-Anshari
47
b. Abdul `Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-
Anshari
c. Khalid bin Yusuf an-Nablusi
d. Ibrahim bin `Isa al-Muradi
e. Isma`il bin Abi Ishaq at-Tanukhi
f. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi
2. Bidang Fiqih dan Ulumul Hadits
a. Ishaq bin Ahmad bin `Utsman al-Magribi al-Maqdisi
b. Abdurahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi
c. Sallar bin al-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi
d. Umar bin Badar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi‟i
e. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya‟ al-Fazari yang
lebih dikenal dengan al-Fakah.
3. Ilmu Nahwu dan Bahasa
a. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri
b. Al-`izz al-Malik, salah seorang ulama bahasa dari
madzhab Imam Malik.
D. Mengajar Dan Menjadi Imam Di Masjidil Haram
Dalam mengajar Syaikh Nawawi al-Bantani dikenal dengan
sebutan imam al-Manthuq wa al-Mafhum. Yaitu orang yang paling
menguasai dalam hal pemahaman ilmu dan cara penyampaiannya.
Sehingga para ulama mesir menyebutnya dengan Syyidul al-Ulama
al-Hijaz (penghulu para ulama di Negara Hijaz). Ketika keilmuan
48
Imam nawawi terkenal didataran Hijaz, akhirnya diambil menjadi
bagian dari Syeikh yang ikut serta dalam mengajar di Masjidil Haram
dan menjadi Imam di dalamnya. Dengan tampilnya Syaikh Imam
Nawawi al-Bantani sebagai pengajar di Masjidil Haram, maka
sosoknya dapat menyedot para tholabah untuk menghadiri
pengajiaanya sebab cara pemikiran dan peyampaiannya yang
mempunyai nilai lebih bila dibandingkan dengan ulama‟ yang lain.
Tercatat 200 pelajar yang setia untuk menghadiri majelis ilmunya di
Masjidil Haram (Amirul,2015:48)
E. Karya-karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi
Selain sebagai seorang ulama serta tokoh pendidik yang
menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan, Syaikh Muhammad
Nawawi al-Jawi juga merupakan seorang pengarang yang paling
produktif, beliau mempunyai pengaruh besar di dikalangan sesama
orang Nusantara dan generasi berikutnya melalui pengikut dan
tulisannya.
Sebagian dari karya-karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dalam Bidang Ilmu Fiqih diantaranya:
a. Kitab „Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
49
Kitab ini menjelaskan tentang hak dan kewajiban istri. Ini
adalah materi pelajaran wajib bagi santri putri di banyak
pesantren. Dua terjemahan dan syarah-nya dalam bahasa Jawa
beredar, Hidayah al-Arisin oleh Abu Muhammad Hasanuddin
dari Pekalongan dan Suud al-Kaumain oleh Sibt al-Utsmani
Ahdari al-Jangalani al-Qudusi.
b. Kitab Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
Merupakan syarah Nawawi atas pedoman ibadah Safinah
ash-Shalah karangan Abdullah bin Umar al-Hadrami.
c. Kitab al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb
al-Mujîb
Kitab ini menjelaskan tentang masalah hukum syari‟at
dalam ilmu fiqh. Selain itu, kitab ini juga telah menjadi
kurikulum pendidikan agama dibeberapa pondok pesantren di
Indonesia.
d. Kitab Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-Ain bi Muĥimmâh al-
Dîn
Kitab ini merupakan syarah kitab Qurrah al-Ain, yang
ditulis oleh ulama India Selatan abad ke-16, Zain ad-Din al-
Malibari (w. 975 M).
50
e. Kitab Tsamâr al-Yâniah syarah al-Riyâdl al-Badîah
Kitab ini diterbitkan oleh Pustaka al-‟Alawiyah Semarang.
Kitab ini menjelaskan tentang pokok-pokok agama dan hukum
syari‟at agama Islam.
f. Kitab Fath al-Mujîb
Kitab ini merupakan syarah dari kitab syarah Mukhtashar al-
Khathîb yang membahasan tentang babakan fiqih, kitab ini ditulis
pada tahun 1276 H.
g. Kitab Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
Kitab ini ditulis oleh Salim bin Abdullah bin Samir pada
tahun 1292 H, ulama Hadrami yang tinggal di Batavia (Jakarta)
pada pertengahan abad ke-19.
h. Kitab Mishbâh al-Dhalâm „ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-
Hukm
i. Kitab marāqi al-‟Ubūdiyyah syarah matan bidāyat al-Ĥidayah
Kitab ini diterbitkan oleh pustaka al-‟alawiyah, semarang.
karya Abu Hamid al-Ghazali dengan judul Maraqi al-Ubûdiyah
yang lebih popular, jika dinilai dari jumlah edisinya yang
berbeda-beda yang masih dapat ditemukan hingga sekarang.
51
2. Dalam Bidang Sejarah Rasulullah SAW diantaranya:
a. Kitab Madârij al-Shu‟ûd syarah Maulid al-Barzanji
b. Kitab Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-
Barzanjî
c. Kitab Fath al-Shamad al Âlam syarah Maulid Syarif al-Anâm
d. Kitab al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid
al-Adnâny
e. Kitab Baghyah al-Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
f. Kitab al-Durrur al-Baĥiyyah syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
3. Dalam Bidang Tasawuf diantaranya:
a. Kitab Nashâih al-Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ala al-Isti‟dâd li
yaum al-Mi‟âd
b. Kitab Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi‟ah bayn
al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
c. Kitab Qâmiu al-Thugyân syarah Mandhûmah Syubu al-Imân
4. Dalam Bidang Tafsir
Ada Kitab al-Tafsir al-Munîr li al-Muâlim al-Tanzîl al-Mufassir
„an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil Musammâ Murâh Labîd li Kasyafi
Manâ Qur΄an Majîd. Kitab ini sangat monumental, bahkan ada
52
yang mengatakan lebih baik dari Tafsîr Jalâlain, karya Imâm
Jalâluddîn al-Suyûthi dan Imâm Jalâluddîn al-Mahâlli yang sangat
terkenal itu.
5. Dalam Bidang Bahasa dan Sastra diantaranya:
a. Kitab Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
b. Kitab Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-
Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
c. Kitab al-Fushûsh al-Yâqutiyyah „ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi
Abwâb al-Tashrîfiyyah
d. Kitab Lubâb al-bayyân syarah „Ilmi Bayyân
6. Dalam Bidang Hadits
a. Tanqîh al-Qaul al-Hadsîts syarah Lubâb al-Hadîts
b. Syarah Shokhih Muslim
c. Riyadhul al-Shalihin
d. Irsyad fi al-Ulum al-Hadist
e. Arba‟in-Nawawi
7. Dalam Bidang Aqidah dan Akhlak
a. Kitab Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
53
b. Kitab Nur al-Dhalâm ala Mandhûmah al-Musammâh bi
Aqîdah al-Awwâm
c. Kitab Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-
Azkiyâ
d. Kitab Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
e. Kitab Dzariyy‟ah al-Yaqîn„ala Umm al-Barâĥîn fi al
Tauhîd
f. Kitab al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu‟b al-
Îmâniyyah
g. Kitab Naqâwah al-„Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
h. Kitab al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-„Aqîdah
i. Kitab al-„Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn yang ditulis
pada tahun 1292 H.
j. Kitab Tîjān al-Darāry syarah Matan al-Bājûry
Selain kitab-kitab diatas, Imam Nawawi juga mempunyai banyak
kitab karya dalam bagian kajian ilmu. Akan tetapi kitab yang terdeteksi
sangat sedikit jumlahnya. (Amirul, 2015:51-52)
F. Penulisan Kitab Fatkhul Majid
54
Penyelesaian penulisan kitb Fathul majid hari kamis, tangal 8
Dzulqoidah 1235H. Diterbitkan di Bangil, Tuban pada tahun1 sya`ban
tahun 1413 H. Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Fathul
Majid adalah tematik, penulisannya dari bab satu ke bab yang lain yang
terdiri dari 10 bab.
1. Kewajiban orang mukalaf dan hukum-hukum dalam ilmu tauhid
a. Pengertian wajib
b. Pengertian mustakhil
c. Pengertian jaiz
2. Lima puluh aqidah yang wajib diyakini oleh seorang mukalaf
a. Akidah yang berhubungn dengan ketuhanan
b. Akidah yang berhubungan dengan kenabian
3. Sifat wajib, mukhal, dan jaiznya Allah SWT
a. Sifat Wajib bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat)
b. Sifat Jaiz bagi Allah SWT (terdapat 1 sifat )
c. Sifat Mustahil bagi Allah SWT (terdapat 20 sifat )
4. Sifat wajib dan mustakhil bagi Rasulallah
a. Sifat wajib Rasul (terdapat 4 sifat)
b. Sifat Jaiz Rasul (terdapat 1 sifat )
c. Sifat Mustahil Rasul (terdapat 4 sifat )
5. Para Rasul yang wajib diimani
6. Iman kepada Malaikat
7. Derajat dan tingkatan para Rasul
55
8. Sifat jaiz para Rasul
9. Makna kalimat Tauhid
10. Hal-hal yang wajib diimani
F. Isi Pokok Kitab Fathul Majid
Kitab Fathul Majid menjelaskan tentang sifat-sifat wajib
dan jaiz bagi Allah SWT dan Rasul-Nya atau yang disebut aqoid lima
puluh. Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20
sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi
Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul.
Kitab ini berisi tentang ilmu ketauhidan yang akan menuntun
kita untuk lebih mengenal Allah SWT lewat sifat-sifatnya. Kitab ini
juga menjelaskan tentang sifat-sifat wajib, jaiz, mustahil bagi Allah
SWT dan rasul-Nya.
Dikatakan oleh Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dalam
kitab Tijan al-Darary bahwa wajib bagi setiap muslim untuk
menggetahui dan mempelajari ilmu tauhid, maka penulis
mengungkapkannya sebagai berikut:
Hukum mempelajari ilmu tauhid yang dijelaskan oleh Syaikh
Muhammad Nawawi al-Jawi dalam kitab Fatkhul Majid, T.t: 4 adalah
sebagai berikut
56
جة شش ػا تا ىغ ػا قو قذ تيغت دػج اىشسه صي هللا ػيى سي ا يجض تنو ا ي
يجة ػيي ا يجض تا يجة ا يجة لل تؼا ى ا يستحيو ا يجصف حق تؼا ى مزا
يستحىو ا يجصف حق اىشسو ػيي اىصال ج اىسال
Artinya: Menurut syara`, setiap orang mukalaf, yaitu setiap orang yang
baligh dan berakal wajib percaya mantap terhadap sifat yang dimiliki oleh
Allah yaitu, sifat-sifat yang mustahil bagi Allah SWT dan sifat yang jaiz bagi
Allah SWT (Ahmad, 2014:13).
Adapun nilai pendidikan tauhid yang ada dalam kitab Fatkhul Majid
menurut pemikiran Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi diantaranya adalah:
1. Pendidikan tentang Kewajiban bagi Seorang Mukallaf untuk Mengetahui
Sifat
a. Sifat Wujud ( ada) bagi Allah SWT.
Allah SWT itu ada, tidak mungkin Allah SWT tidak ada.
Dalil aqli yang membukti bahwa Allah SWT itu ada adalah
penciptaan alam semesta beserta isinya. Sebagaimana Allah telah
berfirman dalam Q.S Ar-Ra‟du ayat 16:
.... األسض قو هللا اخ ا سب اىس قو خاىق مو شيء قو هللا
احذ اىقاس اى
Artinya: katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?
Jawabnya: “Allah”...“Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala
sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha esa laig Maha Perkasa”
(Q.S Ar-Ra‟du: 16) (Mahmud, 2005: 251).
57
Ayat di atas sudah jelas membuktikan bahwa Allah SWT itu
ada, karena Allah SWT telah menciptakan alam semesta dan
seisinya mulai dari ‟Arsy hingga bagian bumi yang paling bawah,
semua itu merupakan perkara yang baru keberadaannya. Artinya,
perkara yang ada (tercipta) setelah tidak ada. Dan setiap perkara
yang baru pasti ada pencipta yang tetap wujudnya. Maka, alam
jelas ada yang menciptakan. Keberadaan Sang Pencipta diperoleh
dari dalil sifat keesaan dan dari ketetapan sifat wujud bagi Allah
SWT. Dengan demikian, menjadi mustahil bila Allah SWT
mempunyai sifat yang berlawanan dengan sifat wujud-Nya.
Makna sifat wujud menurut Syeik Nawawi adalah wujud
keberadaan Allah tidak dapat dijelaskan oleh penglihat mata , tetapi
wujud Allah dapat dilihat mengunakan hati. Sifat “wujud‟ sendiri
sudah melekat kepada Dzatnya Allah baik itu dahulu, sekarang dan
yang akan datang (selamanya). (Achmad , 2014: 20).
Sedangkan makna wujud menurut Syaikh Muhammad al-
Fudholi dalam kitab Kifāyah al-Awām adalah suatu keadaan yang
harus dimiliki suatu zat , selama zat tersebut masih ada, dan
keadaan seperti ini tidak bisa dibatasi suatu alasan (Achmad, 2010:
28).
b. Sifat Qidam ( dahulu) bagi Allah SWT
Sifat wajb Allah yang kedua adalah Qidam ( Maha Dahulu),
artinya Allah tidak ada pemulanya, berbeda dengan makhluk-
58
makhlukku. Sesunguhnya makhluk-makhluk ada permulanya yaitu
sang pencipta Allah SWT (Achmad Sunarto, 2014: 25).
تنو شيء ػيي اىثاط ش اىظا الخش ه األ
Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dzahir dan
Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Mahmud, 2005: 537)
Tidak ada yang mendahului dan tidak ada yang mengakhiri.
Allah mengetahui segala sesuatu baik itu yang batin maupun yang
dhohir, karena hanya Allah-lah yang menggetahui segala sesuatu.
c. Sifat Baqa‟ bagi Allah SWT.
(Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 24)
يجة في حق تؼا ى اىثقاء
Sifat Baqā‟ wajib ada didalam zat Allah SWT, karena Allah
SWT adalah zat yang kekal abadi. Allah SWT ada untuk selama-
lamanya, tidak mengalami kebinasaan atau kehancuran, tidak
mempunyai akhir kesudahan.
d. Sifat Mukhālafah lil Hawādits (tidak menyerupai makhluk-Nya)
(Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 24).
يحاد ث يجة في حق تؼا ى اىخا ىفح ى
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat Mukhālafah lil
Hawādits, karena berbeda dengan makhluknya, yang baru dan
59
terbatas, dan perbuata Allah tidak sama dengan perbuatan
makhluknya yang terencanakan, tidak ada sesuatu yang menyamai
Allah. (Achmad, 2014: 29)
Dalil yang menunjukkan sifat mukhalafatul lil hawaditsinya
Allah SWT adalah Seandainya Allah SWT Mumatsalah
(menyerupai makhluk) maka Allah SWT tidak ada bedanya dengan
makhluk, dan itu mustahil. Ditegaskan dalam al-Qur‟an
sebagaimana firman-Nya:
يغ اىثصيش اىس شيء ثي ...ىيس م
Artinya: “ Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura:
11) (Mahmud, 2005: 484).
e. Sifat Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri)bagi Allah SWT (Syaikh
Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 29)
يسفتاا يجة ف حق تؼاى اىقيا
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat berdiri sendiri.
Arti dari sifat ini dijelaskan Allah SWT tidak membutuhkan ruang
untuk ditempati, dan tidak membutuhkan pencipta karna Allah-lah
pencipta segala sesuatu Achmad Sunarto, 2014: 13). Dalil yang
menunjukkan bahwa Allah SWT bersifat Qiyāmuhu Binafsihi:
... ا ي اىؼي هللا ىغي ػ
60
Artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya
(Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Al-Ankabut: 6)
(Mahmud, 2005: 396).
Allah SWT ada dan berdiri dengan kekuasaan dan
kekuatannya sendiri, karena Allah SWT adalah Tuhan yang Maha
Kaya atas segala-galanya.
f. Sifat Wahdaniyah ( Maha Esa ) bagi Allah SWT.
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat “Wahdāniyah” di
dalam sifat, zat, dan perbuatan (af‟al)-Nya. Makna Wahdāniyah
dalam zat adalah bahwa zat Allah SWT tidak tersusun dari bagian
yang banyak dan juga tidak tersusun dari beberapa bagian.
Adapun makna Wahdāniyah dalam sifat adalah tidak
adanya banyak sifat, maksudnya Allah SWT tidak mempunyai
banyak sebutan ataupun makna. Jelasnya, Allah SWT tidak
mempunyai dua sifat dan seterusnya dari jenis yang satu, seperti dua
sifat Qudrat atau dua sifat Ilmu dan sebagainya.
Sedangkan makna Wahdāniyah dalam perbuatan adalah, bahwa
tidak ada satupun perbuatan makhluk yang sama dengan perbuatan
Allah SWT. Seperti; Allah SWT menciptakan makhluk, memberi
rezeki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain.
g. Sifat Qudroh (berkuasa)bagi Allah SWT.
61
Sifat qudroh ini merupakan aplikasi dari sifat wujud dan yang
telah dahulu dan selalu menetap pada zat Allah SWT. Dengan
sifat qudrat ini, Allah SWT akan mewujudkan dan meniadakan
segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Adapun dalil qudrohnya Allah SWT adalah:
هللا ػيي مو شيء قذيش ا
Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (Al-
Baqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) .
Kekusaan Allah meliputi segala sesuatu yang ada di bumi
dan di langit. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini beserta
isinya adalah bukti dari kekuasaan Allah
h. Sifat Irodatun (berkehendak) bagi Allah SWT.
Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan atas kehendak-Nya.
Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apapun yang
tidak dikehendaki-Nya maka tidak mungkin terjadi. Dalil yang
membuktikan sifat iradahnya Allah SWT adalah alam ini tercipta
dengan jalan iradah dan ikhtiyarnya Allah SWT (Abdullah Zakiy,
1999: 31). Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ستل فؼ و ىا يشيذ ا
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana
terhadap apa yang dia kehendaki” (Hud: 107 ) (Mahmud, 2005:
233) .
i. Sifat „Ilmun ( mengetahui)bagi Allah SWT.
62
Pengetahuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang
sebesar-besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah
ataupun yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana
saja, di dalam gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah
SWT tidak mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh.
Kebodohan adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci
dari sifat kekurangan.
Allah mengetahu segala kejadian atau peristiwa kecil maupun
besar Bahkan Allah mengetahu sesutu yang makhluknya tidak
mengetahu hal tersebut.
j. Sifat hayāt (hidup)bagi Allah SWT.
Kehidupan Allah SWT itu kekal abadi, tidak ada waktu
lahirnya dan tidak ada waktu matinya. Allah SWT hidup untuk
selama-lamanya dengan tidak berkesudahan.
Allah hidup tidak dengan mengunakan ruh akan tetapi
dengan Dzat-Nya oleh sebab Allah tidak mengalami maut. Hidup
Allah tidak berkaitan dengan sesuatu apapun (Achmad Sunarto,
2014: 58)
k. Sifat Sama‟ (mendengar)bagi Allah SWT.
Allah SWT mendengarkan segala sesuatu tanpa perantara.
Seperti pendengaran para makhluk. Sebab dzat-Nya Allah tidak
dapat terkena gangguan apapun yang menyebabkan tidak dapat
63
mendengar, karena daya pendengar yang dapat terganggu itu
adalah sifat manusia (Achmad Sunarto, 2014: 61).
يغ اىثصيش اىس
Artinya: “Dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (Asy-Syûrā: 11) (Mahmud, 2005: 42).
l. Sifat Bashar (melihat) bagi Allah SWT.
Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut
merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT karena
penglihatan termasuk hal yang ada, penglihatan Allah meliputi
segala hal tanpa terkecuali apapun.
m. Sifat Kalam (berbicara) bagi Allah SWT.
Sifat kalam Allah SWT, yang ada pada dzat-Nya tidak berupa
huruf dan berupa suara, tidak mengela posisi akhir atau dahulu,
tidak mengandung i`rob, bina‟a dan tidak mengndung surat atau
ayat, karena hal-hal tersebut termasuk sifat-sifat kalam yang baru
(Achmad Sunarto, 2014: 69).
Berbicaranya Allah SWT berbeda dengan bicaranya
makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu
yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan
perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya
Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah.
Menurut pendapat Abdullah Zakiy (1999: 34) kalam adalah
sifat Allah SWT yang qadim dan berdiri dengan zatnya sendiri
64
yang dilakukan tidak menggunakan huruf dan tidak pula
menggunakan suara.
n. Sifat Qadiran bagi Allah SWT.
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat qādiran, artinya
Allah SWT Maha Kuasa. Keadaan tersebut merupakan sifat yang
menetap pada diri Allah SWT (sifat) dan terdapat pada zat serta
selalu menetap pada qudrat. Yang dimaksud dengan “Allah Maha
Kuasa” adalah sifat qudrat yang selalu menetap pada zat Allah
SWT, dan tidak ada sifat lain yang melebihi ketetapan tersebut.
Adapun dalil qadirannya Allah SWT adalah:
هللا ػيي مو شيء قذيش ا
Artinya: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala
sesuatu” (Al-Baqarah: 20) (Mahmud, 2005: 4) .
o. Sifat Muridan bagi Allah SWT.
Wajib bagi Allah SWT mempunyai sifat murîdan, artinya
yaitu Allah SWT Maha Menghendaki. Muridan adalah sifat yang
kekal adanya tanpa permulaan dan berbeda dengan sifat iradat.
Namun, sifat ini selalu menetap pada sifat iradat dan merupakan
sesuatu yang bersifat pemikiran. Artinya, sifat ini tidak nyata
diluar fikiran, akan tetapi berada pada diri-Nya sendiri dan
dalam fikiran saja. Tidak akan terjadi segala sesuatu melainkan
atas kehendak-Nya. Maka apapun yang dikehendaki-Nya pasti
65
ada, dan apapun yang tidak dikehendaki-Nya maka tidak
mungkin terjadi.
p. Sifat „aliman bagi Allah SWT.
Pengetuan Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-
besarnya sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun
yang akan terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di
dalam gelap atau terang, lahir atau bathin.
Menurut pendapat Humaidi (1990: 65) pengetahuan
Tuhan meliputi segala sesuatu dari yang sebesar-besarnya
sampai yang sekecil-kecilnya, baik yang telah ataupun yang akan
terjadi di bumi, di udara, di laut, dan di mana saja, di dalam
gelap atau terang, lahir atau bathin. Mustahil Allah SWT tidak
mengetahui, karena tidak mengetahui berarti bodoh. Kebodohan
adalah sifat kekurangan, sedang Allah SWT Maha Suci dari sifat
kekurangan.
q. Sifat Hayyan bagi Allah SWT (Syaikh Muhammad Nawawi al-
Jawi, T.t: 69).
لصح ىا يشج ىيحياج ىناى م حيا ى تؼاى اصىيح غااجة ى تؼ
ى تحقق ف فس فقظ اشاػتثش
Artinya: Sifat Allah yang ada sejak zaman azali yang berbeda
dengna sifat Al-Hayat. Sifat hayyan ini dapat dibuktikan dalam hati
saja (Ahmad, 2014:77).
r. Sifat Sami‟an bagi Allah SWT.
66
Pendengaran Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut
merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT yang
memiliki keterkaitan dengan segala yang ada, yaitu dengan
memiliki sifat tersebut segala sesuatu yang ada di dunia akan
tampak jelas oleh-Nya baik yang ada itu wajib atau jaiz (Achmad,
2012:106).
s. Sifat Bashiron bagi Allah SWT.
Penglihatan Allah SWT meliputi segalanya. Sifat tersebut
merupakan sifat yang harus ada pada zat Allah SWT.
t. Sifat Mutakaliman bagi Allah SWT.
Berbicaranya Allah SWT berbeda dengan bicaranya
makhluk, karena sesungguhnya bicaranya makhluk adalah sesuatu
yang diciptakan pada diri makhluk dengan membutuhkan
perantara, seperti mulut, lidah dan dua bibir. Sedangkan bicaranya
Allah SWT adalah berupa firman atau kalāmullah.
2. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat
mustahil bagi Allah diantaranya:
1) Sifat al-‟Adam, artinya tidak ada, lawan dari Sifat Wujud.
2) Sifat al-Huduts, artinya baru, lawan dari Sifat Qidam.
3) Sifat al-Fana‟, artinya rusak, lawan dari sifat Baqa‟.
4) Sifat al-Mumātsalah lil Hawādist, artinya serupa dengan makhluk,
lawan dari sifat Mukhalafatul lil Hawadits.
67
5) Sifat al-Ihtiyāju Lighairih, artinya membutuhkan yang lain, lawan
dari sifat Qiyamuhu Binafsihi.
6) Sifat Ta‟adud, artinya berbilang, lawan dari sifat Wahdaniyah.
7) Sifat al-„Ajzu, artinya lemah, lawan Qudrat.
8) Sifat al-Karāhah, artinya terpaksa, lawan dari sifat Iradah.
9) Sifat al-Jahlu, artinya bodoh, lawan dari sifat Ilmu.
10) Sifat al-Mautu, artinya mati, lawan dari sifat Hayat.
11) Sifat al-Ashamu, artinya tuli, lawan dari sifat Sama‟.
12) Sifat al-‟Ama, artinya buta, lawan dari sifat Bashar.
13) Sifat al-Bukmu, artinya bisu, lawan dari sifat Kalam.
14) Sifat Ajizan, artinya maha selalu lemah, lawan dari sifat Qadiran.
15) Sifat Karihan, artinya maha selalu terpaksa, lawan dari sifat
Muridan.
16) Sifat Jahilan, artinya maha selalu bodoh, lawan dari sifat Aliman.
17) Sifat Mayyitan, artinya maha selalu mati, lawan dari Hayyan.
18) Sifat Ashamimu, artinya maha selalu tuli, lawan dari sifat
Sami‟an.
19) Sifat A‟ma, artinya maha selalu buta, lawan dari sifat Bashiran.
20) Sifat Abkam, artinya maha selalu bisu, lawan dari sifat
Mutakaliman.
3. Pendidikan tentang kewajiban seorang Mukallaf untuk mengetahui sifat
jaiz bagi Allah yaitu: “ تشم ا ن .”فؼو مو
68
Adapun Sifat Jaiz Bagi Allah SWT adalah bahwa Allah berbuat
apa yang dikehendaki, seperti dalam Al-Qur‟an disebutkan :
يلق ما يشاء ويتار وربك
“Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang
dikehendaki-Nya.(Al-Qashash: 68)
Membuat atau tidak itu adalah jaiz atau wewenang Allah SWT.
Bukan kewajiaban atau keharusan bagi-Nya, sebab apabila ada
sesuatu yang wajib dikerjakaan oleh Allah, berarti Allah
membutuhkan kepada sesuatu agar Dia menjadi sempurna. Oleh
karana itu tidak ada sesutu perkara yang wajib diciptakan atau
ditiadakan oleh Allah.
4. Pendidikan tentang Kewajiban Seorang Mukallaf untuk Mengetahui Sifat
Wajib dan Mustahil bagi Rasul (Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t:
112)
ا يجة ا يستحيو ا يجص ف حق اىشسو ػيي اىصال ج اىسال فتسغ صفاخ
. Artinya:Adapun sifat-sifat wajib mustakhil dan sifat jaiz bagi
rasul ada sembilan (Ahmad, 2014:88)
Sifat-sifat yang wajib bagi Rasul ada empat, sifat yang mustahil
juga ada empat karena merupakan lawan dari sifat yang wajib dan sifat
jaiznya rasul ada satu. Empat sifat yang wajib dan mustahil dimiliki oleh
seorang Rasul adalah sebagai berikut:
a. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Shiddiq (jujur).
69
Setiap Rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya bahwa
semua berita yang disampaikan oleh para Rasul adalah sesuai dengan
kenyataan (perintah Allah SWT dan fitrah manusia), meskipun itu
berasal dari keyakinan para Rasul itu sendiri. Apa-apa yang telah
disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus
sesuai dengan apa yang telah diterima dari Allah tidak boleh
dilebihkan atau dikurangkan. . Adapun lawan dari sifat shiddiq adalah
kidzib yang artinya berbohong/dusta.
b. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Amanah (dapat dipercaya).
Para Rasul terpelihara dari perbuatan-perbuatan terlarang atau tidak
baik lahir dan batin, setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap
ucapan dan perbuatannya. Rasul mustahil mempunyai sifat Khiyanah
(bohong/melanggar).
c. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Tabligh (menyampaikan).
Menyampaikan semua yang mereka dapat dari Allah SWT (sebagai
perintah) kepada seluruh umat manusia. Kecuali pada hal-hal yang
mereka diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembunyikannya
atau untuk memilihnya. Masing-masing dari hal tersebut maka mereka
tidak wajib menyampaikan kepada umat manusia, bahkan mereka
wajib menyimpan dan sama sekali tidak wajib menyampaikan kepada
umat manusia terhadap hal-hal yang mana mereka diperintahkan untuk
memilihnya. Selain itu Allah tidak pernah memerintahkan kepada
70
hamba-hamba-Nya melakukan perbuatan keji. Rasul mustahil
memiliki sifat kitman ( menyembunyikan).
d. Seorang Rasul wajib mempunyai sifat Fathanah (cerdas).
Rasul dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan
kemampuan dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan
didalamnya hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima
dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang Rasul wajib memiliki
sifat cerdas, dan mustahil Rasul memiliki sifat Baladah (bodoh).
5. Pendidikan Tentang Kewajiban Seorang Mukallaf untuk Mengetahui Para
Rasul yang Wajib di Imani
فؤلءاىخسح اىؼشش يجة اليا ت تفضيال
Mereka yang berjumlah 25 yang wajib diimani oleh setiap mukallaf
secara terperinci menurut Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dalam
kitab Fathul Majid .
Nama-nama Nabi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Nabi Adam a.s
2) Nabi Idris a.s
3) Nabi Nuh a.s
4) Nabi Hud a.s
5) Nabi Shaleh a.s
6) Nabi Ibrahim a.s
7) Nabi Luth a.s
8) Nabi Isma‟il a.s
71
9) Nabi Ishaq a.s
10) Nabi Ya‟kub a.s
11) Nabi Yusuf a.s
12) Nabi Ayyub a.s
13) Nabi Syu‟aib a.s
14) Nabi Musa a.s
15) Nabi Harun a.s
16) Nabi Dzulkifli a.s
17) Nabi Daud a.s
18) Nabi Sulaiman a.s
19) Nabi Ilyas a.s
20) Nabi Ilyasa‟ a.s
21) Nabi Yunus a.s
22) Nabi Zakariya a.s
23) Nabi Yahya a.s
24) Nabi Isa a.s
25) Nabi Muhammad SAW
6. Pendidikan Tentang Kewajiban Seorang Mukallaf untuk Mengetahui Para
Malaikat yang Wajib di Imani .
Menurut Syeikh Nawai al-Jawi dalam kitab Fatkhul Majid terbagi menjadi
dua, yaitu
1) Malaikat yang Wajib diimani secara terperinci
72
Malaikat yang wajib diimani secara terperinci ada empat
yaitu malaikat jibril, malaikat Mikail, malaikat israfil, dan
malaikat Izrail. Empat malaikat tersebut wajib diimani secara
mendetail.
2) Malaikat yang Wajib di Imani Secara Global
Allah mempunyai makhluk yang bernama malaikat yang
jumlahnya tidak dapat diketahui oleh sipapun kecuali Allah dan
mereka selalu taat kepada kapada-Nya dan tidak pernah durhaka
kepada-Nya, menjalankan semua yang diperintahkan kepadanya.
Adapun malaikat-malaikat yang wajib diimani adalah sebagai
berikut:
a) Jibril, tugasnya menyampaikan wahyu.
b) Mikail, tugasnya membagi rezeki.
c) Israfil, tugasnya meniup sangkakala.
d) Izrail, tugasnya mencabut nyawa.
e) Munkar, tugasnya menanyai didalam kubur.
f) Nakir, tugasnya menanyai didalam kubur.
g) Raqib, tugasnya mencatat amal baik manusia.
h) „Atid, tugasnya mencatat amal buruk manusia.
i) Malik, tugasnya menjaga pintu neraka.
j) Ridwan, tugasnya menjaga pintu surga..
7. Derajat dan Tingkatan Para Rasul
73
Menurut Syeikh Nawawi dalam Kitab Fatkhul Makid Nabi
Muhammad adalah makhluk paling sempurna dan paling mulia secara
mutlak, Rasul allah yang paling mulia setelah Nabi Muhammad adalah
Rasul-rasul yang termasuk Ulul` Azmi. Adapun urutan rasul Ulul` Azmi
tersebut adalah:
a) Nabi Muhammad SAW
b) Nabi Ibrahim a.s
c) Nabi Musa a.s
d) Nabi Nuh a.s
Makhluk-makhluk Allah yang paling mulia sesudah Ulul` Azmi
dalah para Nabi. Selain itu seorang mukalaf wajib mengimani, bahwa rasul
itu dikuatkan oleh Allah dengan Mukjizat.
8. Sifat Jaiz Para Rasul
(Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, T.t: 137)
اا اىجائضف حق ػيي اىصالج اىسال فأش اقغ قع
اى قص ف شاتث اىؼييح .يح اىت ل تؤد اىالػشاض اىثشش
رىل ماىناح المو اىششب اىشض
Artinya: Adapun sifat jaiz para Rasul Allah adalahh jelas
sama seperti sifat-sifat manusia pada umumnya, yaitu tidak
mengurangi derajat mereka yang tinggi. Sifat-sifat yang bisa
terjadi pada manusia umumnya yaitu, seperti menikah, makan,
minum dan sakit ( Ahmad, 2014:107).
Sakit yang menimpa atau pun cobaan-cobaan yang mereka
alami itu menambah derajat merekadan supaya umat sadar bahwa
74
dunia ini bukan tempat untuk memberikan balasan kepada kekasih
Allah. Sebab apabila dunia ini tempat memberikan balasan baik,
maka para rasul tidak akan terserang perkara yang menyusahkan,
seperti sakit dan musibah.
9. Makna Kaliamt Tauhid هللالاى هللا حذ سس
a. La ilaha ilallah ( لاى هللا)
La ilaha ilallah adalah ungkapan paling murni dalam
lubuk fitrh mnusia. Rasulallah Saw datang ketengah umat
manusia dengan mengumandangkan kalimat “La ilaha ilallah”
( tiada Tuhan selain Allah) itu; sebagian pernyataan utama dari
pesan kenabian , yang merupakan landasan paling penting bagi
pembebasan dan kemerdekaan manusia. Tauhid adalah kata inti
dan terpenting dalam islam, yang menjadi pembukaan dan
penutupan ajaranya (Syaid.1996:15-16).
Tiada dzat yang lain dan dibutuhkan semua makhuk
kecuali Allah. Makna kalimat trsebut mempunyai dua makna:
a) Allah tidak butuh makhluk mempunyai arti bahwa
Allah bersih dari berbagai kepentingan, dan Allah tidak
membutuhkan sesuatu agar menjadi sempurna.
b) Semua makhluk yang membutuhkan Allah, dapat
diartikan bahwa alam raya dan seluruh isinya
menbutuhkan Allah.
75
Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid “laa
ilaaha illallah” adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita
tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal
mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang
mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan-
Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yang
berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan
ataupun larangan yang mesti ditinggalkan semua itu akan
mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha
Esa.
b. Makna lafadz Muhammad Rasulullah
Mengimani atau menetabkan kerasulan Nabi Muhammad SAW,
beliau adalah utusan Allah memilik kemukjizatan atau keistimewaan.
F. Wafat
Syeikh Nawawi Al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syeib
„Ali, sebuah kawasan di pinggiran kota mekah, pada25 Syawal 1314H/
1879M. Ia dimakamkan di ma‟la Arab saudi, dekat makam istri
Rasulullah. Yang pertama, Ummul mukminin, Khadijah binti Khuwailid
R.A. beberapa tahun setelah ia wafat makamnya dibongkar oleh
pemerintah kerajaan Arab Saudi untuk dipindahkan tulang belulangnya
76
dan liang lahatnya ditumpuki jenazzah yang lain seperti kebiasaan di
Ma‟la. Saat itulah, para petugas mengurungkan niatnya, sebab kain
jenadzah Syeikh Nawawi Al-Bantani dan kain kafanya masih utuh, walau
jasadnya bertahun-tahun dikubur. Oleh karena itu ketika kita berangkat
ibadah haji atau Umroh ke Mekah, kita bisa berziarah ke makamnya di
pemakaman umum di Ma‟la (Iskandar, 2011:7).
77
BAB IV
ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KITAB FATKHUL
KARYA SAIKH NAWAWI AL-JAWI
A. Nilai Tauhid dalam kitab Fatkhul Majid Karya Syaikh Nawawi al-Jawi
Nilai-nilai pendidikan tauhid dalam kitab Fathul Majid karya syeikh Nawawi
al-jawi adalah sebagai berikut
1. Nilai ilahiyah.
Nilai pendidikan tauhid pribadi yang penting dan penting ditanamkan pada
setiap individu muslim. Diantara nilai-nilai yang mendasar adalah:
a. Iman
Iman ialah kepercayaan dalam hati meyakini dan
membenerkan semua yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Karena
iman, seseorang mengakui sesuatu yang wajib dan mustakhil bagi
Allah iman menjadikan seorang mukmin berbagi dan berhak untuk
mendapatkan surga Tuhan kelak di hari akhir ( Tufik, 2009:33).
Aspek dalam tauhid yaitu keyakinan tehadap eksistensi
Allah Yang Maha Berkuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan,
keyakinan tersebut akan mebawa kepada kepercayaan adanya
malikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah sebagai pedoman
hamba-Nya, percaya bahwa Nabi adalah pilihan Allah, akan ada
hari kebangkitan setelah kematian dan adanya kesadaran kewajiban
kepada Allah.
78
1. Iman kepada Allah
Iman secara bahasa berarti percaya atau keyakinan. Secara
istilah, iman berarti membenarkan dalam hati, mengucapkan
dengan lisan dan membuktikan dengan amal perbuatan
berdasarkan pengertian ini, iman kepada Allah SWT, ada
wujud dengan segala sifat, nama, kekuasaan, keagungan, dan
kesempurnaan-Nya. Keyakinan ini diikuti pula dengan ikrar
lisan dalam perbuatan secara nyata. Orang beriman disebut
mukmin ( Ensiklopedi Islam, 1994: 208).
2. Iman kepada Malaikat
iman kepada malaikat adalah mempercayai bahwa Allah itu
mempunyai suatu jenis makhluk yang bernama malaikat
yang selalu taat kepada-Nya dan mengerjakan sebaik-
baiknya tugas-tugas yang diberikan Allah kepada mereka (
Tatapangarsa, 1979:81).
Yunahar Ilyas menjelaskan dalam bukunya kuliah aqidah
Islam memaparkan dengan beriman kepada Malaikat
seseorang akan:
a) Lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang
menciptakan dan nugaskan para Malaikat tersebut.
b) Lebih bersyukur kepada Allah atas perhatian dan
perlindungan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya dengan
79
menugaskan para Malaikat untuk menjaga, membantu dan
mendoakan hamba-hambanya.
c) Berusaha berhubungan dengan para Malaikat dengan jalan
mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan meningkatkan
ibadah kepada Allah SWT, sehingga seseorang akan sangat
beruntung bila termasuk golongan yang didoakan oleh para
Malaikat, sebab do‟a Malaikat tidak pernah ditolak oleh
Tuhan.
d) Berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala
kemaksiatan serta ingat senantiasa kepada Allah, sebab para
Malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan
manusia.
3. Iman Kepada Kitab
Beriman kepada kitab-kitab Allah SWT berarti
membenarkan secara pasti bahwa seluruh kitab tersebut
diturunkan Allah SWT melalui firman yang diturunkan
secara hakiki, baik tanpa perantara malaikat dengan firman
di belakang tabir maupun melalui malaikat yang datang
kepada Rasulullah . selai itu adapula yang ditulis dengna
tanggan-Nya. (Al Hakami,1994:123).
Al-Qur‟an adalah kitab suci yang terakhir
diturunkan kepada Nabi Muhhamad. Al-Qur‟an dijadikan
80
sebagai pedomat umat islam dan sampai sekarang masih
terjaga keaslianya.
قا لما ب ي يديو من الكتاب ومهيمنا عليو وأن زلنا إليك الكتاب بالق مصد
Artinya:Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain
itu;( Q.S. Al-Maidah:48)
(Departemen Agama RI,2005:183).
4. Iman kepada para Rasul
Rasul adalah orang-orang yang telah dipilih Allah SWT,
untuk menerima wahyu dariNya untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akirat. Para Rasul
asalah manusia pilihan Allah yang mempunyai sifat jujur,
terbebas dari cacat dan kurang, terlindungi (ma‟shum) dari
dosa-dosa besar maupun kecil.
Beriman kepada Rasul Allah SWT berarti meyakini dalam
hati bahwa Allah mengutus beberapa orang Rasul untuk
menyampaikan wahyu kepada manusia. Nabi yang pertama
kali diutus Allah SWT adalah nabi Adam As, sedangkan Rasul
terakhir yang diutus Allah SWT adalah Nabi Muhammad
SAW. Nabi Muhammad sebagai penyempurna ajaran-ajaran
81
yang lalu. Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai Rahmat
bagi seluruh Alam. ( Masrun, 2007: 83).
5. Iman kepada Hari Akhir
Mempercayai dan menyakini bahwa seluruh alam semesta
dan segala seisinya pada suatu saat nanti akan mengalami
kehancuran dan mengakui bahwa setelah kehidupan ini akan
ada kehidupan yang kekal yaitu akhirat, kehidupan yang kekal
sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk
semua proses dan peristiwa yang terjadi pada Hari itu, mulai
dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya serta
berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah).
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif
bagi kehidupan manusia:
a. Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT Mahakuasa dan
Maha adil.
b. Senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan
perbuatan dosa dan maksiat serta akan selalu taat dan bakti
kepada Allah karena segala amal, baik atau buruk akan ada
balasannya di hari akhirat.
c. Sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan
hidup karena ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan
hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti.
82
d. Ia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam
setiap gerak dan tindakan yang dilakukannya, yaitu
kebajikan yang dapat membawanya kepada kebahagiaan
hidup di akhirat.
e. Memberikan dorongan untuk membiasakan diri dengan
sikap dan perilaku terpuji (akhlaqul-karimah) dan
menjauhkan diri dari sikap serta perilaku tercela (akhlaqul-
mazmumah)
6. Iman kepada Qodla dan Qadar
Iman kepada Qodla dan Qadar Allah secara ringkasnya
menyatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini,
termasuk juga yang terjadi pada manusia , baik dan buruk ,
suka dan duka, dan segala gerak gerik hidup ini semuanya
tidaklah terlepas dari takdir atau ketahuan Ilahi. Semuanya,
yaitu alam, benda-benda, dan manusi dikuasai oleh suatu
hukum pasti dan tetap, yang tidak tunduk kepada manusia
(Tatapangarsa, 1979: 215).
Qadha dan Qadar adalah rahasia Allah dimana manusia
harus memahaminya, terkadang tidak sesuai dengan harapan
kita. Meskipun segala sesuatu telah ditentukan oleh manusia
tidak boleh menyerah pada nasib apalagi putus asa. Karena
manusia diberikan kebebasan oleh Allah untuk mementukan
83
pilihannya sediri. Kita sebagai manusia harus yakin bahwa
yang diberikan oleh kepada kita dalah yang terbaik.
Orang yang percaya pada qadha dan qadhar Allah itu
senantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Allah dan rela
menerima segala keputusan-Nya. Yang dapat bertahan dalam
menerima keputusan-keputusan Allah seperti itu hanyalah
orang-orang yang telah mempunyai sifat ridha artinya rela
menerima dengan apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan
Tuhannya. Orang-orang yang telah memiliki sifat ridha itu
tidak akan mudah bimbang atau kecewa atas pengorbanan
yang dialaminya, tidak merasa menyesal dalam hidup
kekurangan karena mereka kuat berpegang kepada aqidah
Iman kepada qadha dan qadar yang semuanya datang dari
Allah.
b. Islam
Islam sebagai kelanjutan imam, maka pasrah kepadaNya
dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Tuhan tentu
mengandung hikmah kebaikan yang tidak mungkin diketahui
seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif. Sikap taat tidak diterima
oleh Tuhan kecuali jika berupa sikap pasrah kepadaNya (Abdul
&Dian, 2012: 93).
Jika seseorang dalam keadaan islam Allah akan datang
mengulurkan tangan-Nya yang lembut, mencukupi seagala
84
kebutuhan insan islam, memberikan yang terbaik dan terpilih, dan
senantiasa mengendalikan kehidupannya, membersihkan rohaninya
agar ia tetp di jalan yang lurus, terhindar dari penyakit-penyakit
hati yang menyesatkan (Sultoni, 2007:221)
c. Ihsan
Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir
atau berada bersama kita dimanapun kita berada. Berkaitan dengan
ini, karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku
dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh
rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan
menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya
(Abdul &Dian, 2012: 93).
d. Taqwa
Taqwa menurut bahasa menjaga. Sedangkan menurut istilah syari'i,
para ulama memiliki beberapa ungkapan dalam mendefinisikannya,
salahsatunya menurut Al-Hafidzh Ibnu Rajab menyatakan, taqwa
asalnya adalah penjagaaan yang dilakukan oleh seorang hamba untuk
dirinya terhadap sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkannya, supaya
ia terjaga darinya. Taqwa seorang hamba terhadap Rabb-Nya adalah
penjagaan yang dilakukan oleh seorang hamba untuk dirinya terhadap
kemurkaan dan hukum dari-Nya. Penjagaan itu adalah menaati semua
perintah-Nya dan menjahui segala larangan-Nya. Jika taqwa
85
diidhofahkan kepada Allah maka maknanya: takutlah kalian kepada
kemurkaan dan kemarahan Allah ( Farid,2008:17-18)
Sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita,
kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah,
dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-
Nya. Taqwa dengan melaksanakan segala perintah Allah SWT dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya, baik secara lahiriah maupun
batiniah dengan cara mensyiarkan agama Allah SWT dan mencintai-
Nya dengan penuh keikhlasan (Sultoni, 2007: 153).
Taqwa terdapat tiga tingkatan
a. Menjaga diri dari adzab yang abadi yakni dengan menjauhi
kemusyrikan.
b. Menjahui segala yang bernilai dosa baik perbuatan dosa kecil
maupun dosa besar.
c. Menjauhkan perkara yang menyibukkan batinya dari Allah.
e. Tawakal
Tawakal adalah salah satu dari derajat-derajat yang ada dalam
agama. Ia juga salah satu kemuliaan dari sekian kemuliaan bagi orang
yang yakin akan keimanannya. Bahkan ia merupakan derjat yang paling
tinggin bagi orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah.
Tawakal adalah syarat kokohnya iman ( Dewi, 2009;20).
Tawakal merupakan salah satu manzilah agama dan kedudukan
orang-orang yang beriman. Bahkan iman merupakan darajat
86
muqarrobin yang paling tinggi. Bahkan menurut Ibnu Qayyim tawakal
adalah separuh agama dan separuh lainnya inabah, kembali kepada
Allah ( Qardhawy, 1996:17).
Membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selai Allah
dan menyerahkan keputusan segala sesuatu sesuatu kepada-Nya. Sesuai
firman Allah:
ل على اللو ف هو حسبو إن اللو بالغ أمره قد جعل اللو ومن ي ت وك
لكل شيء قدر Artinya:Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah
telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.( Q.S. At-
Talaq:3)( Departemen Agama RI,2005:835)
Bertawakal kepada Allah merupakan bentuk beribadah yang
sempurnaan apabila disertai dengan berserah diri dan berjalan
dijalan yang benar sesuai dengan syariatnya.
f. Syukur
Sebagai umat muslim kita harus bersyukur kepada Allah yang telah
memberikan rezeki dan nikmat kepada kita. Dimana rezeki tersebut
tidak terhitung bilangannya. Wujud bersyukur kepada kepada Allah
dapat dilakukan dalam berbagai hal. Contoh mudahnya, ketika kita
bersin, kita mengucapkan hamdallah.
g. Sabar
87
Sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun maqam iman
kecuali disertai kesabaran (Hawa,2004: 370). Bahkan Allah akan
memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan menjadikannya
sebagai buah dari kesabaran. firman-Nya:
﴿ ي ا ماا يؼ ا أجش تأحس صثش ٱىزي ىجضي ٦٩
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada
orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl: 96)( Departemen Agama
RI,2005:222).
2. Nilai Insaniyah
Selain nilai Ilahiyah, niai Insaniyah juga termasuk dalam ilmu tauhid
yang perlu diajarkan kepada setiap individu Muslim. Dengan nilai
Insaniyah kita dapat mengetahui secara akal sehat dengan mengikuti hati
nurani kita.
Adapun diantara nilai-nilai yang mendasar adalah (Abdul &Dian, 2012:
94)
a. Silaturrahim
Silaturrahmi adalah pertalian rasa cinta kasih antara sesama
manusia, khususnya antara saudara, tetangga, kerabat dan lain-lain.
Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahim, rahmah) sebagai satu-
satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka
manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah cinta
kepadanya.
88
b. Al-Ukhuwah
Ukhuwah adalah semangat persaudaraan, lebih-lebih
kepada sesama orang yang beriman (biasa disebut Ukhuwah
Islamiyah). Adapun ukhuwah di bagi menjadi 4 macam antara lain:
a) Al-ukhuwah Ubudiyah atau saudara sesama
makhlik dan sama-sama tunduk kepada Allah.
b) Al-Ukhuwah (Basariyah) adalah seluruh umat
manusia saudara.
c) Al-Ukhuwah Wathoniyah wa An-Nasab
persaudaraan dalam keturunan dan bangsa.
d) Al-Ukhuwah Fid-Din adalah persaudaraan sesama
muslim.
c. Al-Muasawah
Muasawah adalah pandangan bahwa semua manusia, tanpa
memandang jenis kelamin, kebangsaan atau kesukuannya, adalah
sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahnya manusi hanya
dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya.
Nilai-niali insaniyah dapat membentuk akhlaq mulia, tentu
masih dapat ditambah dengan deretan nilai yang lebih bayak lagi.
89
d. Al-„Adalah adalah wawasan yang seimbang dalam memandang,
menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang dan seterusnya. Al-
Qur‟an menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah
untuk menjadi golongan tengah agar dapat menjadi saksi untuk
sekalian unat manusia, sebagai kekuatan menengah.
e. At- Tawadhu‟ adalah rendah hati, sebuah sikap yang tumbuh karena
keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah.
f. Amanah adalah dapat dipercaya, sebagai salah satu konsekuensi Iman
adalah penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi
luhur.
g. Al-Wafa, yaitu tepat janji. Salah satu sifat orang-orang yang benar-
benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat
perjanjian.
3. Implikasi Pendidikan Tauhid dalam kehidupan Masa Kini
Individu manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, tetapi
ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk
menguasai berbagi pengetahuan dan peradaban. Dengan memfusikan
fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan masyarakat orang dewasa
yang mendirikan institusi pendidikan (Aly,2008:1)
Tauhid adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia yang percaya dengan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa,
90
senantiasa merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhannya (Musa, 1999:
43).
Pendidikan tauhid sebagai pondasi awal pengenalan kepada Allah
yang menciptakan alam semesta. Penanaman pendidikan tauhid sebaiknya
dilakukan sejak dini baik di rumah, masarakat maupun lingkungan
sekolahan.Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah
dengan selalu mentaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti
beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya kepada Allah, ibadah apapun yg
dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan
dalam mencintai sesuatu.
Arti pendidikan itu sendiri adalah usaha sadar dan sistematis
yang dilakukan tidak hanya untuk memanusiakan manusia tetapi juga
agar manusia menyadari posisinya sebagai kholifah fil ai-ardhi, yang
pada gilirannya akan semakin meningkatkan diri untuk menjai manusia
yang bertakwa, beriman, berilmu dan beramal saleh memang memiliki
derajat yang tinngi(TPIP FIP-UPI,2007:ix).
Kehidupan di era moderen masa kini memberikan banyak
peluang dan fasilitas kemudahan bagi siapa saja. Kemudahan tersebut akan
menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.
Manusia harus mempunyai pendidikan tauhid, karena dengan
pendidikan tauhid itu sebagai pedoman pokok dasar pendidikan Islam.
Pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari juga membuat masyarakat
mampu memiliki keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar,
91
sehingga anak tidak hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan
mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits,
maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu
pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti
yang benar, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat
keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal
perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya
diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku
seorang muslim (Hunainin, 1983:57). Ketauhidan yang telah terbentuk
menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan perilaku yang
positif baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak
ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan
merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan
pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan
benar-benar karena mencari ridho Allah SWT.
Luasnya rahmat Allah serta kebaikanNya terhadap makhlukNya,
mendorong kita untuk mengagungkan Yang Maha menciptakan dan
mensyukurinya serta mengiklaskan agama ini hanya milik Allah. Segala
kenikmatan dan manfaat yang tidak pernah terhitung ataupun disebutkan
satu per satu. Implikasi nilai ilahiyah dalam kehidupan masa kini ditinjau
dari nilai ilahiyah dan nilai insaniyah.
92
a. Mengingatkan manusia untuk mensyukuri banyaknya nikmat
yang di ciptakan Allah.
Dalam menciptakan sesuatu Allah mempunyai maksud
tertentu, dan di dalam ciptaanya tidak ada hal yang sia-sia,
mealikan menpunyai manfaat dan fungsi kegunaan masing-
masing. Hal tersebut menunjukan luasnya rahmat Allah.
Nikmat Yang Allah berikan kepada kita tak terhitung
banyaknya. Sehingga Allah memerinta Rasulullah dan orang-
orang mukmin untuk selalu bersyukur. Rasa syukur tersebut
akan memabah keimanan kita.
b. Konsisten dalam mengakui ke-Esaan Allah yang telah
menciptakan Allam semesta beserta dzatNya.
c. Menjadilkan seorang muslim lebih terarah dalam melaksanakan
ibadah secara ikhlas dan sesua denagan tatacara yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah dan bisa menerapak dalam
kehidupan sehari-hari secara bijak.
d. Menerima segala kehendak yang Allah berikan baik berupa
takdir baik maupun takdir buruk.
e. Menjadikan manusia semakin dekat dan selalu merasa diawasi
dalam setiap tingkah perbuatan. Semakin sering kita mengingat
Allah maka akan semakin terkendali segala perbuatannya,
karana dia yakin bahwa Allah selalu mengawasi segala amal
dan perbutan hamba-Nya.
93
f. Terbentuknya pribadi yang berjiwa Tauhid dalam mewujudkan
manusia yang bertaqwa kepada Allah dan saling mengasihi
kepada sesamanya.
g. Berharap dan takut kepada Allah
Taaat dan berbakti kepada Allah tidak akan ada, apabila
tidak berasal dari benih keimanan yang sebenar-benarnya. Ia
mengerti bahwa Allah berkuasa atas segala yang ada, mudah
bagi allah untuk membinasakan seluruh makhlu di dunia ini
tanpa ada yang mampu menolaknya.
h. Timbulnya kepuasan batin hidup di dunia dan akhirat. Dengan
tertananmnya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan
mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah,
sehingga tujuan kebahagiaan bisa tercapai.
Dengan demikian, niali-nilai pendidikan tauhid dalam kitab
Fathul Majid menjadikan pribadi yang bertauhid baik
perilaku,perbuatan maupun pikiran.
Apabilla seorang telah menganut akidah tauhid dalam
pengertian yang sebenarnya, maka akan lahir dari dirinya berbagai
aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah kepada allah, baik
ibadah dalam pengertian yang sempit ( ibadah murni) maupun
pengertiannya yang luas. Ini disebabkan karena akidah tauhid
merupakan satu prinsip lengkap yang menebus semua dimensi dan
94
akal manusia ( M. Quraish, 1996:38).Seorang muslim akan lebih
terarah dalam melakukan ibadah sesuai dengan tata cara yang
dicontohkan Nabi dan menerapakan kepada sosial secara bijak.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan oleh
penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai tauhid dalam kitab fathul majid
Dalam kitab fathul majid karya syeikh Nawawi al jawi menjelaskan
perihal nilai tauhid. Adapun nilai tauhid diantaranya: 1) Nilai Ilahiyah:
Iman yang di dalamnya terkandung beberapa keimanan: keimanan dimana
keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat,
kepada kitab-kitab, kepada Rasul, kepada hari Akhir serta keimanan kepada
qadha dan qadar. Islam, Ihsan, taqwa, ikhlas, tawakal, syukur, sabar. 2)
Nilai Insaniyah: Silaturrahim, Al-Ukhuwah, Al-Muasawah, Al-„Adalah,
At- Tawadhu‟ dan Amanah.
2. Bagaimana implikasi pendidikan tauhid dalam kehidupan masa kini
Adapun implikasi dari kitab fathul majid karya syeikh Nawawi al Jawi
al-Bantani
a. Mengingatkan manusia untuk mensyukuri banyaknya nikmat
yang di ciptakan Allah.
b. Konsisten dalam mengakui ke-Esaan Allah yang telah
menciptakan Allam semesta beserta dzatNya.
c. Menjadilkan seorang muslim lebih terarah dalam melaksanakan
ibadah secara ikhlas.
96
d. Menerima segala kehendak yang Allah berikan baik berupa
takdir baik maupun takdir buruk.
e. Menjadikan manusia semakin dekat dan selalu merasa diawasi
dalam setiap tingkah perbuatan.
f. Terbentuknya pribadi yang berjiwa Tauhid
g. Berharap dan takut kepada Allah
h. Timbulnya kepuasan batin hidup di dunia dan akhirat.
B. Saran
1. Untuk Lembaga Pendidikan Islam
Pengajaran dan penanaman nilai pendidikan tauhid baik yang
bersumber dari al-Qur‟an, as-Sunah maupun empiris harus terus
dilakukan, dimana krisis aqidah dan moral yang sedang melanda negeri
ini. Oleh karena itu, hendaknya para ulama dan para pendidik selalu
memberikan pembelajaran tauhid kepada anak didiknya mulai sejak
dini. Sehingga ketika nanti anak didik itu sudah dewasa dan sudah
dikenai kewajiban untuk mengetahui sifat-sifat Allah SWT, mereka
tidak akan merasa asing dengan ilmu tersebut.
2. Untuk Masyarakat
Pada dasarnya pendidikan tauhid mengenai perintah untuk beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta larangan untuk
menyekutukan Allah SWT telah nyata dijelaskan oleh al-Qur‟an dan
as-Sunah. Oleh karena itu penulis menyarankan agar penggalian dan
penanaman ajaran tauhid tersebut terus dilakukan/disosialisasikan
97
kepada masyarakat sebagai salah satu langkah perbaikan aqidah dalam
jiwa manusia untuk menjalani kehidupan di dunia ini yang semata-mata
untuk beribadah dan menggapai ridho Allah SWT, agar memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
98
DAFTAR PUSTAKA
Abdul majid & Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Al-Ghazali, Muhammad. Tt. Fathul Majid. Terjemah oleh Sunrto, Achmad 2014.
Surabaya: Mutiara Ilmu
Ali, muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta:PT. Rajagrafindo
Persada.
Al Hakim, Ahmad. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunnah Wal Jama‟ah. Jakarta:
Gema Insani Press.
Departemen Agama. 2005. Al-Qur‟an dan Terjemah. Bandung: CV Penerbit
Jumānatul ‟Ali-art (J-art).
etheses.uin-malang.ac.id/1938/7/04210039_Bab_3.pdf, Diakses 15
Maret 2018. Pukul. 11:17
Farid, Ahmad. 2008. Quantum Takwa. Solo: Pustaka Arafah
Hamdanib, M. 2001 Pendidikan Ketuhanan dalam Islam. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Hamdani B, M. 2001. Pendidikan ketuhanan dalam islam. Surakarta:
Muhammadiyah University press.
Hadi, Sutresno. 1990. Metodologi Resarch. Yogyakarta. Andi Offset.
99
Iskandar ,Salman. 2001. 55 Tokoh Muslim Indonesia paling Berpengaruh.
Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Ibrahim, Mahyuddin. 1990. 180 sifat tercela dan sifat terpuji. Jakarta: PT Inti
Indayu Press.
Ilyas, Yunahar. 2009. Kuliyah Aqidah Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian
dan Pengalaman Islam (LPPI).
Mansur isna, Diskursus pendidkan islam yogyakarta:Global pustaka Utama, 2001)
Mansur. 2007. Pendidikan anak usia dini. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Mustzfz, al-Maragi Ahmad. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Thoha
putra.
Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Nata, Abuddin. 2012. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan . Jakarta: Rajawali Press.
Lathif ,abdul Aziz binMuhammad alu Abdul,1998. Pelajaran Tauhid Untuk
Tingkat Lanjutan. Jakarta: Darul Haq.
Thoha, Chabib. 1996 Kapita Selekta Pendidikan Islam (yogyakarta:pustaka
pelajar).
Tim Pengembangan ilmu pendidikan UPI. 2007 . ilmu dan aplikasi pendidikan
Bandung:PT.IMTITA
100
TirtarahardjA, Umardan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan,(jakarta:Rineka
Cipta,2005)
Rahman, taufiq, 2013. Tauhid Ilmu Kalam,bandung: CV Pustaka Setia.
Sabiq, Sayid.1996. Anshirul Quwwqh fil Islam, ter. Haryono S Yusuf, Unsur-
unsur Dinamika dalam Uslam. Jakarta: Pt. Intermasa
Sunarto, Achmad. 2010. Terjemah Tîjān al-Darāry. Surabaya: Mutiara Ilmu
Tim Mutiara, 2013. Hadits Arba‟in Nawawi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Suryosubro,B, 2002. Proses belajar mengajar di sekolahan. Jakarta: Rineka Cipta
Sultoni, Ahmad. 2007. Sang maha segalanya mencintai sang mahasiswa. Salatiga:
STAIN Salatiga Press.
Syamsu, Muhammad. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya.
Jakarta: Penerbit Lentera.
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu Dan Aplikasi
Pendidikan Bafisn I. Bandung. PT. Imperial Bhakti Utama.
Tatapangarsa, Humaidi. 1979. Kuliah Akidah Lengkap. Surabaya: PT Bina Ilmu
Ulum Amirul. 2005. Ulama-Ulama Nusantara yang berpengaruh di negri hijaz.
Yogyakarta:pustaka utam.
Yana, Dewi. 2009. Di Tolong Allah dengan Tawakal. Jakarta: Arifa Publishing.
101
https://www.tongkronganislami.net/dasar-dan-tujuan-menanamkan-
tauhid/ diakses 15 Maret 2018. Pukul. 11:17
Zainuddin. Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta, 1992
102
103
104
105
106
107
ri
108