Post on 02-Dec-2020
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
MODUL 0
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
validasi dan penyempurnaan Modul Kebijakan dan Kelembagaan Terkait JIAT
sebagai Materi Substansi dalam Pelatihan Perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah
(JIAT). Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur
Sipil Negara (ASN) di bidang Sumber Daya Air.
Modul Kebijakan dan Kelembagaan Terkait JIAT disusun dalam 5 (lima) bab yang
terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang
sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
kebijakan dan kelembagaan terkait JIAT dalam perencanaan JIAT. Penekanan
orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menekankan pada partisipasi aktif dari
para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber Validasi, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan
baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang Sumber Daya Air.
Bandung, Nopember 2017
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi
Ir. K. M. Arsyad, M.Sc
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI i
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................................... iDAFTAR ISI................................................................................................................. iiDAFTAR TABEL......................................................................................................... ivDAFTAR GAMBAR.....................................................................................................vPETUNJUK PENGGUNAAN MODUL........................................................................viBAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Deskripsi Singkat.............................................................................................3
1.3 Tujuan Pembelajaran......................................................................................3
1.3.1 Hasil Belajar..........................................................................................3
1.3.2 Indikator Hasil Belajar...........................................................................4
1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok...............................................................4
BAB II PERATURAN PERUNDANGAN......................................................................52.1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945................................................................6
2.2 Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan..........................6
BAB III STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH...................................................273.1 Kebijakan Umum...........................................................................................27
3.2 Dasar Pengelolaan Air Tanah........................................................................28
3.3 Status Cekungan Air Tanah (CAT).................................................................29
3.4 Landasan Pengelolaan Air Tanah..................................................................30
3.5 Kebijakan Pengelolaan Air Tanah..................................................................30
3.6 Strategi Pengelolaan Air Tanah.....................................................................33
3.7 Konservasi Pada Pengelolaan Air Tanah......................................................34
3.8 Pendayagunaan Air Tanah............................................................................36
3.9 Pengendalian Daya Rusak Air Tanah............................................................37
3.10 Kebijakan Peningkatan Konservasi Air Tanah Secara Menerus....................38
3.11 Kebijakan Pendayagunaan Air Tanah............................................................41
3.12 Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah...........................................44
3.13 Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha.......................46
3.14 Kebijakan Pengembangan Sistem Informasi Sumber Daya Air Tanah..........47
BAB IV PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN.............................................................494.1 Latar Belakang..............................................................................................49
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI ii
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
4.2 Maksud dan Tujuan.......................................................................................50
4.3 Pengertian-Pengertian..................................................................................50
4.4 Kelompok Sasaran, Alamat dan Luasnya.....................................................50
4.5 Tata Cara Pembentukan Kelembagaan Pengelola Air Tanah (KPAT)...........51
4.5.1 Sosialisasi...........................................................................................51
4.5.2 Profil Sosio, Ekonomi, Teknik dan Kelembagaan (PSETK)................51
4.5.3 Pendaftaran Calon Anggota Kelembagaan Pengelola Air Tanah........51
4.5.4 Rapat Anggota Kelembagaan Pengelola Air Tanah............................51
4.5.5 Pengajuan Pengesahan KPAT Kepada Bupati/ Walikota di Wilayahnya
............................................................................................................52
BAB V PENUTUP......................................................................................................535.1 Simpulan.......................................................................................................53
5.2 Tindak Lanjut.................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................55GLOSARIUM.............................................................................................................56KUNCI JAWABAN.....................................................................................................57
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI iii
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Jumlah Potensi Air Tanah Pada Cekungan Air Tanah Tiap Pulau di
Indonesia...................................................................................................................29
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI iv
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Pengelolaan Air Tanah Berlandaskan Kebijakan Pengelolaan Air Tanah
...................................................................................................................................31
Gambar 3.2. Kebijakan Pengelolaan Air Tanah Kabupaten/ Kota.............................32
Gambar 3.3. Strategi Pengelolaan Air Tanah............................................................34
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI v
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Deskripsi
Modul Kebijakan dan Kelembagaan Terkait JIAT ini terdiri dari tiga kegiatan
belajar mengajar. Kegiatan belajar pertama membahas peraturan perundangan.
Kegiatan belajar kedua membahas strategi pengelolaan air tanah. Kegiatan
belajar ketiga membahas pembentukan kelembagaan.
Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang
berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk
memahami kebujakan dan kelembagaan terkait JIAT. Setiap kegiatan belajar
dilengkapi dengan latihan atau evaluasi yang menjadi alat ukur tingkat
penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat
memahami dengan baik materi yang merupakan dasar dari Perencanaan JIAT.
Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih dahulu
Kebijakan dalam Pembangunan Bendungan.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah
dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Widyaiswara/ Fasilitator,
adanya kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi.
Alat Bantu/ Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat Bantu/
Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/ proyektor, Laptop, white board dengan
spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/ atau bahan ajar.
Tujuan Kurikuler Khusus
Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,
peserta diharapkan mampu memahami tentang Peraturan Perundang-Undangan,
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI vi
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yang berkaitan dengan Pengelolaan Sumber Daya Air, khususnya
pengelolaan prasatana Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT).
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI vii
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, air tanah dapat ditemui dimana saja pada setiap daerah akan
tetapi potensinya berbeda – beda setiap daerah. Agar pemenfaatannya
dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat maka diperlukan pengelolaan
yang dilakukan secara cermat, bijaksana, adil dan merata. Pembangunan
sumber daya air sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan
segala usaha mengembangkan pemanfaatan, pelestarian dan perlindungan
air beserta sumbernya melalui perencanaan yang terpadu guna mencapai
manfaat sebesar – besarnya dalam memenuhi hajat hidup masyarakat.
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh
manusia dan makhuk hidaup lainnya dan didalamnya mencakup air tanah,
dimana pemebentukannya mengikuti siklus perederan air di bumi, disebut
dengan siklus/daur hidrologi. Air tanah yang muncul kepermukaan dan
Bersama air hujan menjadi air permukaan, dan sebaliknya air permukaan
yang sebagian akan meresap dan tersimpan dalam lapisan batuan yang
dapat menyimpan air yaitu yang dikenal sebagai akifer. Air tanah sebagai
salah satu komponen penting dari sumber daya air mempunyai peranan
yang sangat penting bagi penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok
makhul hidup.
Ketersediaan air di bumi terdiri dari 94 % air asin dan 6 % air tawar ( air
yang dapat dimanfaatkan). Dari 6 % air tawar tersebut, 95 % merupakan air
tanah, 3,5 % air permukaan dan 1,5 % kelembaban tanah. Keterdapatan air
tanah di Indonesia sebesar 712 milyar m³/tahun yang tersedia pada 421
cekungan air tanah ( CAT ). Dengan pola ketersediaan air di bumi tersebut,
banyak para ahli di dunia berpendapat bahwa air tanah merupakan air
masa depan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup manusia yang
jumlahnya makin meningkat.
Kebutuhan air untuk berbagai keperluan umumnya dipasok dari air
permukaan namun dikarenakan jumlahnya semakin terbatas dan seiring
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 1
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan
pembangunan maka banyak industry, pertanian dan usaha komersial
lainnya saat ini mengandalkan air tanah sebagai pasokan utama bagi
kelangsungan usahanya.
Karena air tanah tidak mengenal batas – batas administrasi dan batas
kepemilikan lahan, sehingga dibergai kota besar yang padat penduduk dan
insdustrinya maka kegiatan eksplorasi air tanaholeh masyarakat, industry
dan usaha komersial semakin meningkat, bahkan cenderung tidak
terkontrol, yang akhirnya menimbulkan dampak negative berupa
kekurangan bahkan habisnya air tanah yang pada akhirnya menimbulkan
terjadinya kerawanan dan konflik social
Sumber daya air tanah sekalipun merupakan sumber air yang dapat
terbaruhi, namun pembaharuan/pengimbuhan air tanah pada cekungan air
tanah memerlukan kondisi yang baik dan rentang waktu yang bisa sangat
lama, tergantung dari kondisi geologinya. Dan kerusakan lingkungan pada
daerah resapan/ imbuhan (recharge area) akan sangat mempengaruhi
pengimbuhan kembali.
Pemanfaatan air pemukaan, seperti sungai, danau, waduk, embung dan
lain-lain telah lama dilakukan masyarakat. Namun demikian, karena
kebutuhannya belum proporsional dibandingkan dengan kesediaannya
terutama di musim kemarau, maka sering kali tanaman yang di
budidayakan pada periode tersebut mengalami kekeringn. Berdasarkan
fakta tersebut, maka perlu dipikirkan alternatif lain untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman dari sumber air yang lain. Air tanah merupakan
salah satu pilihan sumber air yang dapat dikembangkan untuk pertanian.
Pemanfaatan air tanah untuk irigasi, dikenal dengan Jaringan Irigasi Air
Tanah (JIAT) telah lama dikembangkan oleh pemerintah melalui
Kementerian PUPR hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Jaringan Irigasi
Air Tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air tanah, mulai
dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air tanah
termasuk bangunan di dalamnya. Pembangunan jaringan irigasi air tanah
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 2
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
memerlukan tenaga-tenaga ahli yang mengerti di dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan jaringan irigasi air tanah.
Dalam mengembangkan kompetensi manajerial dan teknis SDM
Kementerian PUPR serta aparatur sipil negara (ASN) maka Pusdiklat SDA
dan Konstruksi menetapkan strategi peningkatan kapasitas dan kompetensi
melalui Pendidikan dan pelatihan, untuk mendukung pencapaian kinerja
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
Untuk tujuan meningkatkan kemampuan ketrampilan teknis Aparatur Sipil
Negara (ASN) bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di bidang
irigasi air tanah maka Pusat Pendikan dan Latihan Sumber Daya Air dan
Konstruksi melaksanakan penyusunan modul pelatihan Perencanaan
Jaringan dan Bangunan Irigasi Air Tanah (JIAT) untuk menghasilkan SDM
bidang SDA dan Konstruksi yang kompeten dan berintegritas dalam rangka
mendukung pembangunan infrastruktur bidang SDA dan Konstruksi yang
handal.
1.2 Deskripsi SingkatMata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan mengenai
peraturan perundangan, strategi pengelolaan air tanah dan pembentukan
kelembagaan yang disajikan dengan cara ceramah dan tanya jawab.
1.3 Tujuan Pembelajaran1.3.1 Hasil Belajar
Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,
peserta diharapkan mampu memahami tentang Peraturan Perundang-
Undangan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat yang berkaitan dengan Pengelolaan Sumber Daya Air,
khususnya pengelolaan prasatana Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT).
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 3
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
1.3.2 Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan mampu:
a) Memahami peraturan perundangan yang berkaitan dengan
Perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT).
b) Memahami strategi pengelolaan jair tanah dalam Perencanaan JIAT.
c) Memahami pembentukan kelembagaan dalam Perencanaan JIAT.
1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokoka) Materi Pokok 1: Peraturan Perundangan
1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2) Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan
b) Materi Pokok 2: Strategi Pengelolaan Air Tanah1) Kebijakan Umum
2) Dasar Pengelolaan Air Tanah
3) Status Cekungan Air Tanah (CAT)
4) Landasan Pengelolaan Air Tanah
5) Kebijakan Pengelolaan Air Tanah
6) Strategi Pengelolaan Air Tanah
7) Konservasi Pada Pengelolaan Air Tanah
8) Pendayagunaan Air Tanah
9) Pengendalian Daya Rusak Air Tanah
10)Kebijakan Peningkatan Konservasi Air Tanah Secara Menerus
11)Kebijakan Pendayagunaan Air Tanah
12)Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah
13)Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha
14)Kebijakan Pengembangan Sistem Informasi Sumber Daya Air Tanah
c) Materi Pokok 3: Pembentukan Kelembagaan1) Latar Belakang
2) Maksud dan Tujuan
3) Pengertian-Pengertian
4) Kelompok Sasaran, Alamat dan Luasnya
5) Tata Cara Pembentukan Kelembagaan Pengelolaan Air Tanah (KPAT)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 4
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
BAB II
PERATURAN PERUNDANGAN
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan Perencanaan Jaringan dan
Jaringan Irigasi Air Tanah adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
4. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air
5. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1982 Tentang Irigasi
6. Peraturan Pemerintah N0. 121 tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber
Daya Air
7. Peraturan Menteri PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan
Pengelolaan Sistim Irigasi
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor :
15/PRT/M/2015, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
9. Peraturan Menteri PUPR No. 10/PRT/M/2015 tentang Rencana dan
RencanaTeknis Tata Pengaturan Air
10. Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset
Irigasi
11. Peraturan Menteri PUPR No. 50/PRT/M/2015 Tentang Ijin Penggunaan
Sumber Daya Air
12. Peraturan Menteri PUPR No. 17/PRT/M/2015 Tentang Komisi Irigasi
13. Permen ESDM No. 2 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah di Indonesia
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 5
Indikator Hasil Belajar:Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu Memahami peraturan perundangan yang berkaitan dengan Perencanaan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT).
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
2.1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945Pada bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial yang
menyebutkan pasal 33 adalah:
a) Perekonomian disusun sebagai usaha Bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
b) Cabang–cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
mengusai hajat hidup orang banyak dikusai oleh Negara.
c) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikusai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar–besar kemakmuran
rakyat.
d) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang–undang.
2.2 Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 1974 Tentang PengairanTerdapat pada Bab I, Pengertian:
Pasal: 1 ayat
3. “ AIR “ adalah semua air yang terdapat di dalam dana tau berasal dari
sumber–sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah
permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat
di laut;
4. “ SUMBER AIR “ adalah tempat–tempat dan wadah–wadah air, baik
yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah;
5. “ PENGAIRAN “ adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber–
sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di
dalamnya baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh
manusia;
6. “ TATA PENGATURAN AIR “ adalah segala usaha untuk mengatur
pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan,
pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta sumber–sumbernya,
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 6
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya,
guna mencapai manfaat yang sebesar–besarnya dalam memenuhi hajat
hidup dan peri kehidupan Rakyat;
7. “ TATA PENGAIRAN “ adalah susunan dan letak sumber–sumber air
dana tau bangunan–bangunan pengairan menurut ketentuan–ketentuan
teknik pembinaannya disuatu wilayah pengairan;
9. “ PEMBANGUNAN PENGAIRAN “ adaah segala usaha
mengembangkan pemanfaatan air beserta sumber–sumbernya dengan
perencanaan dan perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna
mencapai manfaat sebesar–besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan
peri kehidupan rakyat;
10. “ PERENCANAAN “ adalah kegiatan–kegiatan dan usaha–usaha untuk
merumuskan sesuatu dasar tuntunan guna sesuatu tindakan dalam
ruang lingkup yang luas dan berskala makro, sebagai hasil dari
penghubungan dan pengelolaan dari tugas pokok, tugas utama,
cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan;
11. “ RENCANA “ adalah hasil perencanaan;
12. “ PERENCANAAN TEKNIS “ adalah kegiatan–kegiatan dan usaha–
usaha untuk merumuskan perincian rencana sebagai dasar dan
tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang tertentu dan
berskala mikro serta bersifat teknis;
13. “ RENCANA TEKNIS “ adalah hasil perencanaan teknis.
BAB – III (Hak Penguasaan dan Wewenang)
Pasal: 3 ayat
1. Air berserta sumber–sumbernya, termasuk kekakayaan alam yang
terkandung didalamnya seperti dimaksud dalam pasal 1 angka 3, 4 dan
5 undang–undang ini dikuasai oleh Negara.
2. Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk:
a. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan/ atau
sumber–sumber air.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 7
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
b. Menyusun, mengesahkan, dan/ atau memberi izin berdasarkan
perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata
pengairan.
c. Mengatur, mengesahkan dan/ atau memberi izin peruntukan,
penggunaan, penyediaan air, dan/ atau sumber–sumber air.
d. Mengatur, mengesahkan dan/ atau memberi izin pengusahaan air
dan/ atau sumber–sumber air.
e. Menentukan dan mengatur perbuatan–perbuatan hukum dan
hubungan–hubungan hukum antara orang dan/ atau badan hukum
dalam persoalan air dan/ atau sumber–sumber air.
Pasal: 4
Wewenang Pemerintah sebagaimana tersebut dalam pasal 3 undang–
undang ini, dapat dilimpahkan kepada instansi–instansi Pemerintah, baik
pusat maupun Daerah dan/ atau badan–bandan hukum tertentu yang
syarat–syarat dan cara–caranya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal: 5
1. Menteri yang diserahi tugas urusan pengairan, diberi wewenang dan
tanggung jawab untuk mengkoordinasikan segala pengaturan usaha–
usaha perencanaan, perencanaan teknis, pengawasan, pengusahaan,
pemeliharaan, serta perlindungan dan penggunaan air dan/ atau
sumber–sumber air, dengan memperhatikan kepentingan Departemen
dan/ atau Lembaga yang bersangkutan.
2. Pengurusan administrasi atas sumber air bawah tanah dan mata air
panas sebagai sumber mineral dan tenaga adalah diluar wewenang
dan tanggung jawab Menteri yang disebut dalam ayat (1) pasal ini.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 8
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
BAB – IV (PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKIS)
Pasal: 8
1. Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan
Pengairan disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis
yang ditujukan untuk kepentingan umum.
2. Hasil perencanaan dan perencanaan teknis, tata pengaturan air dan
tata pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1)
pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat disegala bidang dengan
memperhatikan urutan prioritas.
3. Rencana–rencana dan rencana–rencana teknis dimaksud dalam ayat
(2) pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan
Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk
kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR: 22 TAHUN 1982
BAB – I: KETENTUAN UMUM
Pasal: 1, ayat
g. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan air untuk
keperluan tertentu.
i. Bangunan Pengairan adalah bangunan prasarana pengairan baik yang
berwujud saluran ataupun bangunan lain.
BAB – II: ASAS DAN LANDASAN HAK ATAS AIR
Pasal 2, ayat
1. Dalam Tata Pengaturan Air dipergunakan asas–asas kemanfaatan
umum, keseimbangan, dan kelestarian.
2. Hak atas air adalah Hak Guna Air.
BAB – III: POLA TATA PENGATURAN AIR
Pasal 3:
Untuk menjamin terselenggaranya tata pengaturan air secara nasional yang
dapat memberikan manfaat yang sebesar–besarnya bagi kepentingan
masyarakat di segala bidang kehidupan dan penghidupan ditetapkan pola
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 9
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
untuk perlindungan, pengembangan, dan penggunaan air/ atau sumber air
yang didasarkan atas wilayah sungai, wewenang dan tanggung jawab atas
sumber air serta perencanaan, perlindungan, pengembangan dan
penggunaan air dan/ atau sumber air.
Pasal 6:
1. Pengurusan administrasi atas sumber air bawah tanah, mata air panas
sebagai sumber mineral dan sumber tenaga menjadi wewenang
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertambangan.
2. Pengambilan air bawah tanah untuk penggunaan airnya pada batas
kedalaman tertentu hanya dapat dilaksanakan dengan izin Gubernur
yang bersangkutan setelah mendapat petunjuk–petunjuk teknis dari
Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.
3. Pelaksanaan ketentuan pasal ini diatur lebih lanjut oleh Menteri
sebagaimana dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 9:
Pengaturan usaha – usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
Peraturan Pemerintah ini meliputi sebagai berikut:
a. Penetapan rencana prioritas penggunaan air dan/ atau sumber air.
b. Penetapan urutan prioritas penggunaan air dan/ atau sumber air di
dalam rencana perlindungan, pengembangan, dan penggunaan sumber
air tersebut.
c. Pangaturan penggunaan air dan/ atau sumber air.
d. Pengaturan cara pembuangan air limbah beserta bahan–bahan limbah
lainnya.
e. Pengaturan pembangunan bangunan pengairan maupun bangunan lain
pada sumber air.
f. Pengaturan terhadap masalah–masalah lain yang mungkin timbul.
Pasal 10:
Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
Peraturan Pemerintah ini Menteri bertugas:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 10
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
a. Mengumpulkan data mengenai kuantitas dan kualitas air pada sumber
air serta memeliharan iventarisasinya.
b. Mengumpulkan data mengenai kebutuhan air dan memelihara
keseimbangan tata air.
c. Mengadakan studi yang bersangkutan dengan perlindungan,
pengembangan dan penggunaan air dan/ atau sumber air yang bersifat
umum maupun khusus.
d. Menyiapkan perumusan dan penyusunan kebijaksanaan dalam rangka
perencanaan pengembangan sumber air.
e. Menyiapkan perumusan dan penyusunan rencana pengembangan
sumber air berdasarkan kebijaksanaan tersebut pada huruf d pasal ini.
f. Memberikan bantuan dan pertimbangan dalam bidang teknologi kepada
departemen–departemen, Pemerintah Daerah, Lembaga–Lembaga dan
badan–bandan lain yang bersangkutan dalam menyusun rencana
penggunaan air dan/ atau smber air baik nasional, regional maupun
local.
g. Mengatur cara dan persyaratan pembuangan limbah berserta bahan–
bahan limbah lainnya baik cair maupun padat.
h. Mengatur cara pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan
kebijaksanaan tersebut diatas.
BAB – V: PENGGUNAAN AIR DAN/ATAU SUMBER AIR
Pasal 13: ayat
1. Air untuk keperluan minum merupakan prioritas utama di atas segala
keperluan lain.
2. Kecuali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan
urutan prioritas penggunaan air dan/ atau sumber air sesuai dengan
keperluan masyarakat pada setiap tempat dan keadaan.
3. Urutan prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini
ditetapkan dalam rencana pengembangan sumber air.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 11
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Pasal 16 :
1. Setiap orang berhak menggunakan air untuk keperluan pokok
kehidupan sehari–hari dan/ atau untuk hewan yang dipeliharanya.
2. Penggunaan air yang berasal dari sumber air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini dapat dilakukan sepanjang tidak menimbulkan
kerusakan atas sumber air dan lingkungannya atau bangunan umum
yang bersangkutan.
3. Pengambilan air dari bangunan pengairan atau melalui tanah hak orang
lain untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
harus dengan persetujuan dari pihak yang berhak atas bangunan
pengairan atau tanah yang bersangkutan.
4. Apabila penggunaan dan pengambilan air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan ayat (3) pasal ini ternyata menimbulkan kerusakan,
yang bersangkutan wajib mengganti kerugian yang diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 19 :
1. Penggunaan air dan/ atau sumber air selain untuk keperluan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 Peraturan Pemerintah ini wajib
memperoleh izin.
2. Penggunaan air dan/ atau sumber air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pasal ini meliputi penggunaan untuk keperluaan usaha
perkotaan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, lalu lintas
air, pengapungan, rekreasi, kesehatan dan keperluan lain sesuai
dengan perkembangan.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR: 23 TAHUN 1982 TENTANG
IRIGASI
BAB – I: KETENTUAN UMUM (Pengertian)
Pasal 1:
l. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi,
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 12
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
m. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan
dan mendapatkan air irigasi melalui saluran trsier yang sama.
n. Penyediaan air irigasi adalah penentuan banyaknya air yang dapat
dipergunakan untuk menunjang pertanian.
o. Pembagian air irigasi adalah penyaluran air yang dilaksanakan oleh
pihak yang berwenang dalam jaringan irigasi utama hingga saluran
tersier.
p. Pemberian air irigasi adalah penyaluran jatah air dari jaringan utama ke
petak tersier.
q. Penggunaan air irigasi adalah pemanfaatan air di tingkat usaha tani.
Bagian Kedua Wewenang Pengurusan Air Irigasi dan Jaringan Irigasi
Pasal 2:
1. Pengurusan dan pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi beserta
bangunan pelengkapnya yang ada di dalam wilayah Daerah, diserahkan
kepada Pemerntah Daerah yang bersangkutan dengan berpedoman
pada ketentuan–ketentuan dan Peraturan Pemerintah ini, kecuali
ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah atau Udang–undang.
2. Air irigasi dan jaringan berseta bangunan pelengkapnya dalam petak
tersier, irigasi desa, dan subak pengurusannya diserahkan kepada
petani pemakai air atau desa ataupun subak yang bersangkutan, di
bawah pembinaan Pemerintah Daerah dengan mengingat ketentuan–
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
3. Air irigasi dan jaringan beserta bangunan pelengkapnya yang
dibangunan oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan yang
bersangkutan dengan memperhatikan ketentuan–ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
BAB – II: PENYEDIAAN AIR IRIGASI (bagian pertama)
Pasal 4:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 13
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Air irigasi pada dasarnya disediakan untuk mengairi tanaman, tetapi dalam
penyediaan air irigasi tersebut perlu pila diperhatikan keperluan untuk
pemukiman, peternakan, perikanan air tawar suatu daerah irigasi
Pasal 5: ayat
1. Perencanaan penyediaan air irigasi untuk memenuhi keperluan daerah
ditetapkan oleh Menteri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan.
Pasal 6: ayat
1. Penyediaan air irigasi berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan
oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal (5) ayat 1 Peraturan
Pemerintah ini, dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang
bersangkutan.
2. Badan hukum, badan sosial, desa, subak maupun perorangan dapat
melaksanakan pembanguna jaringan–jaringan irigasi untuk keperluan
usahanya, setelah memperoleh izin pemanfaatan air dari Gubernur
Kepala Daerah.
Pasal 7:
1. Air irigasi disediakan dan dimanfaatkan untuk memperoleh hasil produk
yang optimum dari semua usaha pertanian yang mendapatkan manfaat
dari air irigasi.
2. Air irigasi disediakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi usaha
pertanian dalam jumlah dan waktu yang diperlukan sesuai dengan
kebutuhan bagi semua tanaman menurut tata tanam yang telah
ditetapkan.
3. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,
harus diusahakan penyaluran air yang diperlukan dari daerah irigasi lain
yang kelebihan air ke dalam daerah irigasi yang memerlukan tambahan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 14
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Pasal 8:
1. Gubernur Kepala Daerah menetapkan petak tersier yang akan
mendapat air sepanjang tahun, petak tersier yang hanya mendapatkan
air pada musim hujan dan petak tersier yang hanya mendapatkan air
pada musim kemarau saja, dilengkapai dengan keterangan tentang
okasinya, batas–batsnya dan luasnya menurut masing–masing desa.
2. Perubahan penggunaan tanah menjadi tanah persawahan baru atau
sebaliknya di dalam suatu daerah irigasi yang telah di tetapkan, harus
mendapat izin terlebih dahulu dari Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.
BAB – III: PEMBAGIAN DAN PEMBERIAN AIR
Pasal 10: ayat
1. Pembagian dan pemberian air irigasi dilakukan untuk mengairi tanaman
di tanah–tanah yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pasal 8
ayat (1) Peraturan Pemerintah.
Pasal 12: Ayat
1. Dalam rangka pembagian dan pemberian air secara tepat guna,
Pemerinta Daerah menetapkan masa irigasi untuk setiap daerah irigasi
selambat–lambatnya satu bulan sebelum musim tanam dimulai.
3. Bilamana debit air irigasi ternyata tidak mencukupi untuk dapat
memenuhi keperluan bagi tanaman di tanah–tanah yang telah
ditetapkan, untuk mencegah kegagalan panen bagi tanaman yang
sudah ada, maka :
a) Air irigasi hanya diberikan pada tanaman yang sudah ada tersebut;
b) Bilamanan perlu pemberian air irigasi dapat dikurangi atau dilakukan
bergilir antara petak tersier.
4. Pembagian dan pemberian air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, tidak mengurangi kewajiban Pemerintah Daerah untuk
memberikan air irigasi guna keperluan rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan pokok sehari–hari di pemukiman dan penanggulangan
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 15
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
bahaya kebakaran, sesuai dengan asas yang telah ditepkan dalam
pasal 4 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 14:
1. Pemberian air irigasi ke petak tersier harus dilakukan melalui bangunan
sadap yang telah ditetapkan.
2. Bangunan bagi dan bangunan sadap dilengkapi dengan alat pengukur
air dan papan tulis untuk pencatatan pembagian dan pemberian air
Pasal 16:
Penghentian untuk sementara waktu atau pengurangan pembagian dan
pemberian air irigasi dapat dilakukan oleh pihak yang berwenang, apabila
ternyata bahwa saluran tersier atau kwarter yang memperoleh hak untuk
diberi air, karena kelalaian atau dengan sengaja, tidak dipelihara dengan
baik oleh masyarakat tani pemakai air yang bersangkutan.
BAB – IV: PENGGUNAAN AIR IRIGASI
Pasal 17:
Penggunaan air irigasi hanya diperkenankan dengan mengambil air dari
saluran tersier atau saluran kwarter ada tempat pengambilan yang telah
ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Pasal 18:
1. Penggunaan air irigasi dalam petak tersier diselenggarakan oleh
masyarakat tani pemakai air sendiri dengan mengikuti petunjuk teknis
serta kebijaksanaan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah yang
bersangkutan.
2. Untuk melaksanakan penyelenggaraan penggunaan air irigasi dalam
satu atau lebih petak tersier, masyarakat tani pemakai air harus
menunjuk atau petugas pembagi air
Pasal 19: Ayat
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 16
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
1. Penggunaan air irigasi dalam petak tersier untuk tanaman industri yang
telah mendapat izin dari pihak yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang–undangan yang berlaku, diatur sedemikian rupa dengan
mengutamakan kepentingan tanaman pangan dalam petak irigasi yang
berdekatan.
2. Bilamana debit air irigasi tidak mencukupi untuk dapat memenuhi
keperluan tanaman industri dan tanaman lain secara bergilir dan
merata, maka penggunaan air dapat diatur secara bergilir berdasarkan
keputusan Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 20: Ayat
1. Dengan memperhatikan perkembangan daerah irigasi, Pemerintah
Daerah menetapkan pembentukan dan/ atau pengembangan
perkumpulan petani pemakai air (P3A) yang secara organisatoris, teknis
dan finansial mampu untuk diserahi tugas dan kewajiban pembangunan,
rehabilitasi, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi beserta
bangunan pelengkapnya dalam petak tersier, kwarter, desa dan subak.
2. Setiap pihak yang menggunakan air irigasi, baik perorangan maupun
badan hukum, dan badan sosial harus menjadi anggota Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A).
3. Dalam pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini Pemerintah Desa yang bersangkutan wajib memberikan
bantuannya.
Pasal 21: Ayat
2. Penggunaan air bawah tanah untuk irigasi wajib mendapat izin
Pemerintah Daerah setelah mendapat saran teknis dari Menteri yang
bertanggung jawab dalam bidang sumber air bawah tanah.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR: 121 TAHUN 2015, TENTANG
PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR
DASAR PENYELENGGARAN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 17
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Pasal 5: Ayat
2. Pengusahaan SDA dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan
usaha berdasarkan izin pengusahaan SDA atau izin Pengusahaan Air
Tanah dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya.
3. Pemberian izin dilakukan secara ketat dengan urutan prioritas :
a. Pemenuhan kebutuhan pokok sehari–hari bagi kelompok yang
memerlukan air dalam jumlah besar.
b. Pemenuhan kebutuhan pokok sehari–hari yang mengubah kondisi
alami sumber air.
c. Pertanian rakyat di luar system irigasi yang sudah ada.
d. Pengusahaan SDA untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
melalui system penyediaan air minum.
e. Kegiatan bukan usaha untuk kepentingan public.
f. Pengusahaan SDA oleh badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah, dan
g. Pengusahaan SDA oleh badan usaha swasta atau perseorangan.
4. Dalam hal rencana pengelolaan SDA belum ditetapkan, pengusahaan
SDA yang menggunakan air sebagai media dan/ atau materi dapat
dilakukan sesuai izin pengusahaan SDA atau izin pengusahaan air
tanah yang ditetapkan berdasarkan jumlah air yang tersedia.
5. Izin pengusahaan SDA atau izin pengusahaan air tanah sebagaimana
pada ayat (4) memuat kuota air sementara yang akan ditinjau kembali
setelah Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air ditetapkan.
Pasal 13: Ayat
JENIS PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR
1. Pengusahaan SDA dapat dilakukan pada :
a. Titik atau lokasi tertentu pada sumber air
b. Ruas tertentu pada sumber air
c. Bagian tertentu dari sumber air atau
d. Satu wilayah sungai secara menyeluruh
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 18
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Pasal 14:
Perizinan dalam pengusahaan SDA meliputi:
a. Izin Pengusahaan Sumber Daya Air
b. Izin Pengusahaan Air Tanah
Pasal 15: Ayat
1. Pengusahaan SDA yang dilakukan pada titik atau lokasi tertentu pada
sumber air, ruas tertentu pada sumber air, atau bagian tertentu dari
sumber air sebagai dimaksud dalam pasal (13) ayat (1) huruf a, huruf b,
dan huruf c dilaksanakan berdasarkan izin pengusahaan SDA dan
pengusahaan Air Tanah.
2. Izin pengusahaan SDA dan izin pengusahaan Air Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
3. Izin pengusahaan SDA merupakan dasar pelaksanaan kegiatan
pengusahaan SDA bagi pemegang izin yang melaksanakan kegiatan
usaha yang menggunakan SDA permukaaan.
4. Izin pengusahaan Air Tanah merupakan dasar pelaksanaan kegiatan
pengusahaan SDA bagi para pemegang izin yang melaksanakan
kegiatan usaha yang menggunakan sumber daya Air Tanah.
5. Izin pengusahaan SDA dan izin pengusahaan Air Tanah bukan
merupakan pemberian wewenang atau pengalihan pengusahaan
sumber air dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah kepada
pemegang izin.
6. Izin pengusahaan SDA dan izin pengusahaan Air Tanah ditetapkan
dengan memperhatikan prinsip keterpaduan penggunaan air permukaan
dan air tanah.
PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR: 30/PRT/M/2015, TENTANG
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI
Pasal 2: Ayat
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 19
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
1. Paraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota, Pemerintah Desa, masyarakat petani/ P3A/ GP3A/ IP3A, dan
pengguna jaringan irigasi lain dalam melaksanakan pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi
2. Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi prinsip
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, kelembagaan pengelola
irigasi wewenang dan tanggung jawab, koordinasi pengelola system
irigasi, pemberdayaan, partisipasi masyarakat petani/ P3A/ GP3A/ IP3A
dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, syarat dan tata
laksana partisipasi, serta pemantauan dan evaluasi dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
Pasal 6: Ayat
1. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan
pendayagunaan sumber daya air yang didasarkan pada keterkaitan
antara air hujan, air permukaan, dan air tanah secara terpadu dengan
mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
2. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu
kesatuan pengembangan dan pengelolaan, dengan memperhatikan
kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian
hulu, tengah dan hilir secara selaras.
Pasal 10: Ayat
1. Pengembangan sistem irigasi meliputi kegiatan pembangunan jaringan
irigasi baru dan/ atau peningkatan jaringan irigasi yang sudah ada.
3. Partisipasi sebagaimana dimaksud, diwujudkan dalam bentuk
sumbangan pemikiran awal, gagasan, waktu, tenaga, material dan
dana.
Pasal 11:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 20
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Pembangunan dan/ atau peningkatan jaringan irigasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 ayat (1), dilaksanakan berdasarkan pokok–pokok
kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dengan
memperhatikan rencana pembangunan pertanian dan disesuaikan dengan
norma, standar, pedoman dan manual yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12:
Partisipasi masyarakat petani/ P3A/ GP3A/ IP3A dalam pengembangan
sistem irigasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) dilakukan
melalui tahapan sosialisasi dan konsultasi publik, survei, investigasi dan
desain, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, serta persiapan dan
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan (OP).
PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR 15/PRT/M/2015, Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat
PUSAT AIR TANAH DAN AIR BAKU
Pasal 1382:
Pusat Air Tanah dan Air Baku mempunyai tugas melaksanakan
Penyususnan dan Pembinaan Pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria Perencanaan dan Konservasi Air Tanah dan Air Baku.
Pasal 1383:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 1382
Pusat Air Tanah dan Air Baku menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan dan pembinaan pelaksanaan norma, standar, prosedur
dan kriteria air tanah dan air baku, serta konservasi air tanah dan air
baku;
b. Penilaian kesiapan pelaksanaan kegiatan pada air tanah dan air baku
serta konservasi air tanah dan air baku;
c. Penyusunan perencanaan air tanah dan air baku, serta konservasi air
tanah dan air baku;
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 21
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
d. Pembinaan pengeloaan air tanah dan air baku, serta konservasi air
tanah dan air baku dan;
e. Pelaksanaan urusan tata usaha pusat.
Pasal 1384:
Pusat Air Tanah dan Air Baku terdiri atas:
a. Bagian Perencanaan dan tata Usaha
b. Bidang Air Tanah dan Air Baku Wilayah Barat
c. Bidang Air Tanah dan Air Baku Wilayah Timur
d. Bidang Konservasi Air Tanah dan Air Baku
e. Kelompok Jabatan Fungsional
Pasal 1385:
Bagian Perencanaan dan Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana program dan anggaran, bimbingan teknik,
pengelolaan urusan tata persuratan dan kearsipan, kepegawaian,
keuangan, penatausahaan barang milik negara dan rumah tangga.
Pasal 1386
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 1385,
Bagian Perencanaan dan Tata Usaha menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana, program dan anggaran kegiatan pengelolaan air
tanah dan air baku, serta konservasi air tanah dan air baku;
b. Penyusunan dokumen rencana pelaksanaan OP sarana dan prasarana
pada air tanah dan air baku, serta konservasi air tanah dan air baku;
c. Penyusunan laporan kinerja Pusat;
d. Pemberian bimbingan dan bantuan Teknik pengelolaan air tanah dan air
baku, serta konservasi air tanah dan air baku dan;
e. Pengelolaan urusan tata persuratan dan kearsipan, kepegawaian,
keuangan, penatausahaan barang milik negara dan rumah tangga
pusat.
Pasal 1389:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 22
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Bidang Air Tanah dan Air Baku Wilayah Barat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan penyusunan dan pembinaan pelaksanaan norma,
standar, prosedur dan kriteria, penilaian kesiapan pelaksanaan, pembinaan
pengelolaan, serta pembinaan persiapan pelaksanaan OP sarana dan
prasarana pada air tanah dan air baku di wilayah Pulau Sumatera dan
Jawa.
Pasal 1390:
Dalam merlaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 1389
Bidang Air Tanah dan Air Baku Wilayah Barat menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan penyusunan dan pembinaan pelaksanaan norma, standar,
prosedur dan kriteria air tanah dan air baku;
b. Penilaian kesiapan pelaksanaan air tanah dan air baku;
c. Pembinaan pengelolaan air tanah dan air baku;
d. Pembinaan persiapan pelaksanaan OP sarana dan prasarana pada air
tanah dan air baku;
e. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi, dan pelaporan hasil audit
pelaksanaan kegiatan konstruksi air tanah dan air baku.
Pasal 1393:
Sama dengan bidang wilayah barat hanya wilayahnya saja yang berbeda
yaitu Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Pasal 1397:
Bidang konsrvasi Air Tanah dan Air Baku mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pembinaan pelaksanaan norma, standar, prosedur dan
kriteria, penyiapan iventarisasi, menetapkan zone konservasi, pemantuan
dan evaluasi konservasi, menetapkan kawasan lindung dan melaksanakan
pengendalian dan penghematan penggunaan air tanah dan air baku serta
melaksanakan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air
tanah dan air baku.
Pasal 1398:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 23
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Bidang Konservasi Air Tanah dan Air Baku menyelenggarakan fungsi dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 1397 Bidang
Konservasi Air Tanah dan Air Baku menyenggarakan fungsi:
a. Penyusunan dan pembinaan pelaksanaan norma, standar, prosedur
dan kriteria konservasi air tanah dan air baku;
b. Pembinaan dan fasilitasi pelaksanaan pemantuan dan evaluasi,
pengumpulan data dan informasi air tanah dan air baku serta jaminan
mutu;
c. Pelaksanaan penyelenggaran system informasi air tanah dan air baku;
d. Penyusunan dan penetapan kawasan lindung air tanah dan air baku;
e. Pelaksanaan pengendalian perlindungan dan pelestarian penggunaan
air tanah dan air baku;
f. Pelaksanaan pengendalian pengawetan dan penghematan air tanah
dan air baku dan;
g. Pembinaan pelaksanaan pengelolaan kualitas dan pengendalian
pencemaran air tanah dan air baku.
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MENERAL RI
NOMOR: 2 TAHUN 2017 TENTANG CEKUNGAN AIR TANAH DI
INDONESIA
Pasal 1:
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung
di dalamnya.
2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas atau di bawah
permukaan tanah, termasuk air laur yang berada di darat.
3. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/ atau buatan yang
terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.
4. Daya air adalah potensi yang terkadung dalam air dan/ atau pada
sumber air yang dapat memberikan manfaat atau kerugian bagi
kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungan.
5. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 24
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
6. Air tanah adalah air yang terdapat di lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.
7. Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologik, tempat semua kejadian hidrogeologik seperti
proses proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah
berlangsung.
8. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang energi dan sumber daya mineral.
Pasal 2:
1. Sumber daya air termasuk di dalamnya air tanah dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
untuk mewujudkan kemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar–
besarnya kemakmuran rakyat.
2. Air tanah dikelola dengan prinsip keterpaduan dengan air permukaan.
3. Pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
dasarkan pada CEKUNGAN AIR TANAH (CAT).
Pasal 3:
Cekungan Air Tanah ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. Mempunyai batas hidrogeologi yang dikontrol oleh kondisi geologis
dan/ atau kondisi hidraulis air tanah;
b. Mempunyai daerah imbuhan dan lepasan air tanah dalam satu system
pembentukan air tanah, dan;
c. Memiliki satu kesatuan system akuifer.
Pasal 4 :
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 meliputi:
a. Cekngan Air Tanah dalam wilayah propinsi.
b. Cekungan Air Tanah lintas propinsi.
c. Cekungan Air Tanah lintas Negara.
Pasal 5:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 25
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Penetapan Cekungan Air Tanah sebagimana dimaksud dalam Pasal 4
dituangkan dalam Daftar Cekungan Air Tanah dan Peta Cekungan Air
Tanah di Indonesia mengacu pada Lampiran I dan Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6 :
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dijadikan
acuan oleh Menteri dan Gubernur sesuai dengan kewenangannya dalam
penetapan zone konservasi Air Tanah, pemakaian Air Tanah, pengusahaan
Air Tanah, dan pengendalian daya rusak Air Tanah
Pasal 7:
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat ditinjau
kembali berdasarkan perubahan fisik pada Cekungan Air Tanah yang
bersangkutan dan /atau ditemukan data baru sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang–undangan di bidang Air Tanah.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 26
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
BAB III
STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH
3.1 Kebijakan UmumAir Tanah adalah yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan. Air Tanah meskipun merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbahruhi, tetapi memerlukan waktu yang lama dalam pembentukannya,
biasanya mencapai puluhan tahun bahkan ribuan tahun.
Apabila sumber daya alam tersebut mengalami kerusakan baik kualitas,
kuantitas maupun kondisi lingkungannya akibat pengambilan air tanah yang
berlebihan, akan memerlukan waktu yang lama, biaya yang tinggi dan
teknologi yang rumit dalam pemulihannya.
Untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan dengan optimal, baik
untuk saat ini maupun yang akan dating, perlu adanya suatu peraturan
dalam pengeloaan air tanah tersebut baik untuk pengguna maupun aparat/
instansi pemerinah baik di pusat maupun di daerah yaitu propinsi maupun
kabupaten/ kota.
Pengelolaan Air Tanah selama ini didasarkan pada tempat/ lokasi
pengambian sumur air bersih/ produksi terutama pada sumur bor dalam
(well management). Ternyata pengelolaan Air Tanah seperti ini tidak efektif,
karena sifat air tanah yang tidak dapat dilepaskan dari susunan lapisan
akuifernya yaitu lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan
meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis, sehingga air
tanah tidak hanya diperlakukan pada lokasi sumur tersebut tetapi harus
memperhitungkan susunan lapisan akuifernya atau wadahnya.
Pendekatan pengelolaan air tanah berdasarkan sumur (well management)
juga dapat menimbulkan beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Tidak mengetahui potensi air tanah secara nyata dari setiap akuifer
yang dieksploitasi.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 27
Indikator Hasil Belajar:Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu Memahami strategi pengelolaan jair tanah dalam Perencanaan JIAT.
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
b. Tidak dapat mengetahui terjadinya perubahan kondisi lingkungan air
tanah seperti pencemaran air tanah dan amblesan tanah.
c. Tidak dapat melakukan pengendalian terhadap kualitas air tanah.
Untuk itu sebagai satu kesatuan system akuifer, cekungan air tanah (CAT)
ditetapkan sebagai dasar pengeloaan air tanah di Indonesia. Pada
peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Meneral Nomor : 2 Tahun 2017 tentang Cekungan Air Tanah (CAT) di
Indonesia, disebutkan bahwa cekungan air tanah menjadi dasar
pengelolaan air tanah di Indonesia dan menjadi acuan penetapan zone
KONSERVASI AIR TANAH, PENGUSAHAAN AIR TANAH DAN
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR TANAH.
Cekungan Air Tanah ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. Mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi geologis
dan/ atau kondisi hidraulika air tanah.
b. Mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu
sistem pembentukan air tanah.
c. Memiliki satu kesatuan system akuifer.
3.2 Dasar Pengelolaan Air TanahPengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah sesuai dengan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Meneral Nomor: 2 Tahun
2017, tentang Cekungan Air Tanah di Indonesia yang meliputi:
1. Cekungan Air Tanah yang lintas propinsi dan lintas negara menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Energi dan
Sumber Daya Meneral (ESDM).
2. Cekungan Air Tanah yang berada di wilayah propinsi maka
pengelolaannya menjadi kewajiban pemerintah propinsi dalam hal
Gubernur.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 28
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
3.3 Status Cekungan Air Tanah (CAT)Jumlah Cekungan Air Tanah yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah
sebanyak 421 buah terdiri dari cekungan air tanah (CAT) sebagai berikut:
a) Cekungan Air Tanah Lintas Negara : 4 buah (1 %)
b) Cekungan Air Tanah Lintas Propinsi : 36 buah (8,50 %)
c) Cekungan Air Tanah dalam wilayah propinsi : 381 buah (90,50 %)
Dan tersebar di seluruh propinsi Indonesia kecuali untuk propinsi kepaluan
Riau. Akuifer pada Cekungan Air Tanah (CAT) secara umum dibedakan
menjadi dua buah yaitu akifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer
tertekan (confined aquifer). Total besaran potensi air tanah pada cekungan
air tanah (CAT) mencapai pada akuifer bebas sebesar 494.390 m³/tahun
dan pada akuifer tertekan sebesar 20.903 juta m³/tahun.
Tabel 3.1. Jumlah Potensi Air Tanah Pada Cekungan Air Tanah Tiap Pulau di Indonesia
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 29
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
3.4 Landasan Pengelolaan Air Tanah
a) Sumber daya air yang termasuk di dalamnya air tanah dikelola secara
menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
untuk mewujudkan kemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
b) Air tanah dikelola dengan prinsip keterpaduan dengan air permukaan.
c) Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah yang
diselenggarkan berlandaskan pada kebijakan pengelolaan air tanah dan
strategi pengelolaan air tanah.
3.5 Kebijakan Pengelolaan Air TanahPengelolaan air tanah berlandaskan pada kebijakan pengelolaan air tanah
dan yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Meneral,
Gubernur. Kebijakan pengelolaan air tanah yang bersifat mendasar untuk
tujuan, melakukan kegiatan atau mengatasi masalah tertentu dalam rangka
pengelolaan air tanah. Kebijakan pengelolaan air tanah yang ditetapkan
berfungsi sebagai arahan dalam penyelenggaraan konservasi air tanah,
pendayagunaan air tanah, pengendalian daya rusak air tanah dan system
informasi air tanah.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 30
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Gambar 3.1. Pengelolaan Air Tanah Berlandaskan Kebijakan Pengelolaan Air Tanah
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 31
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Kebijakan pengelolaan air tanah disusun dan ditetapkan secara integrase
dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air yang dijabarkan dalam
kebijakan teknis pengelolaan air tanah yang berfungsi sebagai dalam
pengelolaan air tanah yang meliputi kegiatan konservasi, pendayagunaan,
pengendalian daya rusak dan system informasi air tanah di wilayah
administrasi bersangkutan, baik nasional maupun propinsi.
Kebijakan teknis pengelolaan air tanah nasional yang di susun dan ditetapkan
Menteri ESDM dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan air tanah
nasional dan berpedoman pada kebijakan pengelolaan sumber daya air
propinsi. Kebijakan teknis pengelolaan air tanah kabupaten/ kota dengan
mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan air tanah propinsi dan
berpedoman pada kebijakan pengelolaan sumber daya air kabupaten/ kota
(gambar dibawah ini).
Gambar 3.2. Kebijakan Pengelolaan Air Tanah Kabupaten/ Kota
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 32
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Kebijakan teknis pengelolaan air tanah menjadi dasar dalam penyusunan dan
penetapan strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah pada cekungan air
tanah. Kebijakan pengelolaan air tanah dengan memperhatikan hal sebagai
berikut:
a) Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan
penghidupan rakyat Indonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu
kebutuhan pokok hidup.
b) Air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
c) Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan prilaku air
tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan dan kualitas air
tanah serta lingkungan keberadaannya.
d) Pengelolaan air tanah wajib mengacu pada kebijakan pengelolaan air
tanah pada cekungan air tanah.
e) Kebijakan pengelolaan air tanah ditetapkan oleh Menteri dan Gubenur
sesuai dengan kewenangan masing–masing.
f) Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada kesimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasi dalam
kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air.
g) Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah mencakup konservasi dan
pendayagunaan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan :
1) Kelestarian dan kesinambungan ketersediaan air tanah.
2) Kemanfaatan air tanah yang bekelanjutan.
3.6 Strategi Pengelolaan Air TanahPengelolaan air tanah diselenggarakan berdasarkan pada strategi
pelaksanaan pengelolaan air tanah dengan prinsip keseimbangan antara
upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah. Strategi pengelolaan
dilaksanakan secara menyeluruh, seimbang antara upaya konservasi dan
pendayagunaan air tanah secara terpadu dalam penggunaan air yang
saling menunjang, serta melibatkan peran serta masyarakat. Strategi
pengelolaan air tanah berisikan tentang tujuan jangka Panjang, ketentuan
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 33
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
umum pengelolaan, kebijakan umum pengelolaan, dan strategi yang
diambil dalam pengelolaan.
Strategi pengelolaan air tanah merupakan kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah dan pengendalian daya
rusak air tanah pada cekungan air tanah (CAT).
Strategi pengelolaan air tanah dijabarkan dalam strategi pelaksanaan
pengelolaan air tanah yang disusun dan ditetapkan pada setiap cekungan
air tanah (gambar dibawah ini).
Gambar 3.3. Strategi Pengelolaan Air Tanah
3.7 Konservasi Pada Pengelolaan Air TanahKonservasi sumber daya air selalu berkaitan dengan konservasi air tanah,
sehingga keduanya disebut konservasi tanah dan air.
Konservasi air tanah adalah upaya melindungi dan memelihara
keberadaan, kondisi dan lingkungan air tanah guna mempertahankan
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 34
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
kelestarian atau kesinambungan dalam arti kuantitas dan kualitas yang
memadai, untuk kelangsungan fungsi, kemanfaatannya.
Pada awalnya air tanah dapat diartikan sebagai menyimpan air dan
menggunakan untuk keperluan yang produktif. Pada perkembangan
selanjutnya konservasi lebih mengarah pada pengurangan atau efisiensi
penggunaan air, dan dikenal sebagai konservasi segi kebutuhan.
Konservasi yang baik yaitu menyimpan air pada saat berlebihan dan
menggunakan seminimal mungkin untuk kebutuhan yang produktif.
Untuk mendukung konservasi air tanah, maka diselenggarakan
pemantauan air tanah, dan obyek pemantauan air tanah adalah
pemantauan muka air tanah, debit aliran, jumlah pengambilan air tanah,
kuantitas, kualitas dan lingkungan keberadaan air tanah. Sumur pantau
adalah salah satu alat pemantauan dalam rangka konservasi air tanah.
Penetuan zone konservasi yang disebabkan oleh proses alami dan/ atau
akibat kegiatan manusia.
Pelaksanaan kegiatan penentuan zone konservasi air tanah dilakukan
untuk menentukan upaya konservasi air tanah dalam kegiatan
pendayagunaan air tanah. Penentuan zone konservasi air tanah
merupakan salah satu unsur untuk menyusun rencana pengambilan,
penyediaan, pemanfaatan, pengembangan, pengusahaan air tanah dan
rencana tata ruang wilayah pada suatu cekungan air tanah (CAT).
Zone konservasi air tanah ditentukan berdasarkan faktor–faktor sebagai
berikut :
a) Keterdapatan dan potensi ketersediaan air tanah
b) Perubahan kedudukan muka air tanah
c) Perubahan kualitas air tanah
d) Perubahan lingkungan air tanah
e) Ketersediaan sumber air selain air tanah
f) Prioritas pemanfaatan air tanah
g) Kepentingan masyarakat dan pembangunan
Dari faktor–faktor tersebut, zone konservasi air tanah suatu daerah
dibedakan menjadi beberapa kategori: aman, rawan, kritis dan rusak, yang
kemudian disajikan dalam bentuk peta. Zona konservasi air tanah memuat
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 35
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
ketentuan konservasi dan pendayagunaan air tanah pada cekungan air
tanah (CAT). Selain itu juga memuat informasi tentang hidrogeologi dan
potensi air tanah.
3.8 Pendayagunaan Air TanahPendayagunaan air tanah diutamakan pada pemenuhan kebutuhan pokok
hidup masyarakat secara adil dan bekelanjutan serta dilaksanakan
berdasarkan rencana pengelolaan air tanah dan dilaksanakan oleh
Pemerintah dengan melibatkan masyarakat.
Pendayagunaan air tanah diarahkan untuk mendukung upaya efektifitas
dan efisiensi penggunaan air tanah yang dapat menerus serta
bekelanjutan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari–hari.
Penggunaan air tanah dapat digunakan juga untuk pertanian, sanitasi
lingkungan, perindustrian, pertambangan, pariwisata dan sebagiannya,
Pendayagunaan air tanah dilakukan melalui kegiatan: penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air tanah.
Penatagunaan air tanah ditujukan untuk menetapkan zone pemanfaatan air
tanah dan peruntkan air tanah pada cekungan air tanah berdasarkan zone
konservasi air tanah.
Penetapan zone pemanfaatan air tanah dialakukan dengan
mempertimbangkan:
1. Sebaran dan karakteristik akuifer, kelulusan dan keterusan akuifer.
2. Kondisi hidrogeologi, system akuifer, pola air tanah.
3. Kondisi dan lingkungan air tanah, kualitas dan kuantitas.
4. Kawasan lindung air tanah, daerah imbuhan, zona kritis dan zone rusak.
5. Kebutuhan air bagi masyarakat dan pembangunan.
6. Data dan inforasi hasil inventarisasi air tanah.
7. Ketersediaan air permukaan.
Zona pemanfaatan air tanah merupakan acuan dalam penyusunan rencana
pengeboran, penggalian, pemakaian, pengusahaan dan pengembangan air
tanah serta penyusunan rencana tata ruang wilayah.Sedangkan penetapan
peruntukan air tanah pada cekungan air tanah dilaksankan dengan
mempertimbangkan:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 36
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
1. Kuantitas dan kualitas air tanah.
2. Daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah.
3. Jumlah dan sebaran penduduk dan laju pertambahannya.
4. Proyeksi kebutuhan air tanah.
5. Pemanfaatan air tanah yang sudah ada.
Pelaksanaan kegiatan penatagunaan air tanah mulai dari penetapan zone
pemanfaatan air tanah sampai dengan penetapan peruntukan air tanah
pada cekungan air tanah diawasi oleh Menteri dan Gubernur.
3.9 Pengendalian Daya Rusak Air TanahPengendalian daya rusak air tanah adalah pengendalian daya rusak air
tanah pada cekungan air tanah, sedangankan pengendalian daya rusak air
tanah ditujukan untuk mencegah, menanggulangi instrusi air asin dan
memulihkan kondisi air tanah akibat intrusi air laut, serta mencegah,
menghentikan atau menguangi terjadinya amblesan muka air tanah (land
subsidence).
Pengedalian daya rusak air tanah dilakukan dengan mengendalikan
pengambilan air tanah dan meningkatkan jumlah imbuhan air tanah untuk
menghambat/ mengurangi laju penurunan muka air tanah. Penurunan muka
air tanah menyebabkan ketidak seimbangan kondisi hidrogeologi, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya intrusi air laut dan/ atau amblesan muka
tanah (land subsidence).
Pengendalian daya rusak air tanah meliputi upaya pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan. Untuk mencegah intrusi air laut dilakukan
dengan membatasi pengambilan air tanah di daerah pantai, sedangkan
untuk menanggulangi intrusi air laut dilakukan dengan cara melarang
pengambilan air tanah di daerah pantai, dan untuk memulihkan kondisi air
tanah yang telah terkena intrusi air laut dengan cara menciptakan imbuhan
atau resapan buatan atau sumur injeksi di daerah yang tercemar air laut.
Pengendalian pada amblesan tanah meliputi kegiatan pencegahan
terjadinya amblesan tanah dengan mengurangi pengambilan air tanah bagi
pemegang ijin pemakian air tanah atau pemegang ijin pengusahaan air
tanah pada zone kritis dan zona rusak.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 37
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Upaya penghentian terjadi amblesan muka tanah dilakukan dengan
menghentikan pengambilan air tanah, sedangkan untuk mengurangi
terjadinya amblesan tanah dilakukan untuk menanggulangi intrusi air laut
dengan membuat sumur resapan.
3.10 Kebijakan Peningkatan Konservasi Air Tanah Secara MenerusKebijakan peningkatan konservasi air tanah secara terus menerus terdari
dari :
a) Peningkatan upaya perlindungan dan pelesatarian sumber air tanah
dan strateginya untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Memelihara daerah imbuhan air tanah dan menjaga kelangsungan
fungsi resapan air berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya
air tanah di cekungan air tanah oleh semua pemangku kepentingan
yang antara lain :
(a) Mengendalikan budi daya pertanian ataupun hutan rakyat di
daerah imbuhan air tanah sesuai dengan kemiringan lahan dan
kaidah konservasi tanah dan air.
(b) Meningkatkan tampungan air permukaan dengan
memperbanyak waduk, embung, sumur resapan, ruang terbuka
hijau, serta mengendalikan alih fungsi lahan untuk
pembangunan permukiman, perkotaan maupun industry.
(c) Melakukan pengawasan dan kajian komprehensif secara terus
menerus pada zone imbuhan yang hasilnya dapat diakses
masyarakat.
(d) Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah
cekungan air tanah prioritas yang dilakukan secara partisipatif
dan terpadu.
(e) Menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan di
wilayah cekungan air tanah dengan sebaran yang proposional
untuk menjamin keseimbangan tata air dan lingkungan.
2) Meningkatkan upaya perlindungan sumber air/ mata air, pengaturan
daerah sempadan sumber air, dan imbuhan air tanah pada sumber
air oleh para pemilik kepentingan antara lain :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 38
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
(a) Melindungi dan melestarikan sumber air terutama di dekat
kawasan permukiman melalui kegiatan fisik dan/ atau non fisik,
dengan mengutamakan kegiatan non fisik.
(b) Mengendalikan ijin penambangan pada kawasan lindung sumber
air dan hutan lindung.
(c) Menata ulang daerah sempadan sumber–sumber air, terutama
pada kawasan perkotaan.
(d) Meningkatkan kapasitas resapan air melalui pangaturan
pengembangan kawasan, berupa penerapan pembuatan kolam
penampungan, sumur resapan atau berbagai teknologi resapan
air.
(e) Melindungi sumber air melalui pencegahan, pengaturan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan fisik pada sumber air,
pemanfaatan sumber air dan pemanfaatan lahan di sekitarnya
serta mengendalikan usaha pertambangan dan kegiatan lain
yang merusak kelestarian sumber air.
(f) Menetapkan daerah sempadan sumber air dan mengatur
penggunaannya untuk mengamankan dan mempertahankan
fungsi sumber air serta prasarana sumber air melalui perundang–
undangan.
3) Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan sumber air/ mata
air dan pengaturan prasarana dan sarana saitasi dengan cara:
(a) Mengendalikan pemanfaatan sumber air sesuai dengan
ketentuan zone pemanfaatan sumber air yang bersangkutan.
(b) Mewajibkan semua pengembang kawasan untuk menyediakan
dan mengoperasikan prasarana dan sarana sanitasi melalui
perundang–undangan agar tidak menambah beban pencemaran
air tanah.
b) Peningkatan upaya pengawetan air tanah
Strategi untuk meweujudkan kebijakan sebagai berikut:
1) Meningkatkan upaya penyimpanan air permukaan sebagai air tanah
yang berlebih di musim hujan, dengan cara :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 39
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
(a) Meningkatkan dan memelihara keberadaan sumber air dan
ketersediaan air tanah sesuai fungsi dan manfaatnya melalui
pemeliharaan dan pembangunan waduk dan embung serta mata
air.
(b) Menjaga dan melindungi keberadaan dan fungsi serta
merehabilitasi penampung air, baik alami maupun buatan yaitu
danau, rawa, waduk, mata air dan embung serta cekungan air
tanah.
(c) Meningkatan pemanenan air hujan melalui pembangunan dan
pemeliharaan penampung air hujan.
(d) Menerapkan peraturan tentang keikutsertaan para penerima
manfaat air dan sumber air tanah dalam pembiayaan
pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan sumber daya
air pada umumnya dan khususnya air tanah.
(e) Melaksanakan sosialisasi mengenai pengawetan air kepada
masyarakat dan dunia usaha.
2) Meningkatkan upaya penghematan air serta pengendalian
penggunaan air tanah dengan cara:
(a) Menciptakan system intensif kepada pengguna air tanah yang
hemat dengan menerapkan prinsip 3-R (Reduce “mengurangi”,
Reuse “menggunakan kembali” dan Recycling “mendaur ulang”)
serta disintif kepada pengguna air tanah yang boros.
(b) Memberikan insentif kepada pihak yang telah mengembangkan
dan menerapkan teknologi hemat sumber daya air tanah di
bidang pertanian, rumah tangga, perkotaan dan industri.
(c) Mengendalikan pengambilan air tanah pada cekungan air tanah
yang kondisinya rawan atau kritis dengan membatasi
pengambilan air tanah sesuai kapasitas spesifik (specific yield).
(d) Merehabilitasi dan meningkatkan fungsi lahan sebagai kawasan
imbuhan air tanah.
(e) Membatasi penggunaan air tanah dengan mengatur alokasi
penggunaan sumber–sumber air untuk meningkatkan manfaat air
baku yang berasal dari air permukaan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 40
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
c) Peningkatan upaya pengelolaan kualitas dan pengendalian
pencemarannya
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah:
1) Mempertahankan dan memulihkan kualitas air tanah pada sumber–
sumber air sesuai jenis kebutuhan air dengan melibatkan
masyarakat dan dunia usaha.
2) Menetapkan beban maksimum limbah yang boleh dibuang yang
dapat mempengaruhi kualitas sumber air tanah dan badan air
permukaan.
3) Membangun system pengelolaan limbah cair komunal atau terpusat
di kawasan permukiman, serta kawasan industri dan industri di luar
kawasan yang diprakasai oleh pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha.
4) Mengembangkan dan menerapkan teknologi perbaikan kualitas air.
5) Membangun system pemantauan limbah sebelum masuk atau
dimasukkan kedalam sumber–sumber air dan system pemantauan
kualitas air pada sumber–sumber air.
6) Memfasilitasi penyediaan sarana sanitasi umum untuk kawasan
permukiman yang berada di dekat dan/ atau di atas sumber–sumber
air tanah.
3.11 Kebijakan Pendayagunaan Air TanahKebijakan pendayagunaan air tanah untuk keadilan dan kesejahteraan
masyarakat terdari dari:
a) Peningkatan upaya penatagunaan air tanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini sebagai berikut:
1) Mempercepat penetapan zona pemanfaatan air tanah untuk
dijadikan acuan bagi penyusunan atau perubahan rencana tata
ruang wilayah dan rencana pengelolaan air tanah pada cekungan
air tanah.
2) Mempercepat penetapan peruntukan air pada sumber–sumber air
yang bersangkutan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 41
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
3) Melibatkan para pemilik kepentingan untuk menyusun rencana
tindak lanjut pengelolaan air tanah untuk meningkatkan
kemampuan adaptasi dan mitigasi dalam mengantipasi dampak
perubahan iklim.
4) Menetapkan pembangunan kawasan permukiman, kawasan
industri dan industri di luar kawasan guna mengurangi terjadi alih
fungsi lahan dan perlunya dibuat peraturan tetang kawasan ramah
lingkungan.
b) Peningkatan upaya penyediaan air tanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna air
tanah yang sudah ada dan yang baru sesuai dengan rencana
pengelolaan air tanah pada sestiap cekungan air tanah.
2) Memastikan pengelolaan air tanah terpadu untuk mencapai
sasaran pengelolaan air tanah dalam 25 tahun mendatang dalam
rangka memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
3) Mewujudkan pemenuhan kebutuhan air untuk sehari–hari serta
kebutuhan air irigasi dan kebutuhan lainnya sesuai prioritasnya.
4) Menetapkan standar pelayanan minimal kebutuhan pokok air baku
dari air tanah sehari–hari pada tingkat propinsi atau kabupaten/
kota untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
memberi alokasi pemenuhan kebutuhan air baku bagi penduduk
dalam rencana penyediaan air.
c) Peningkatan efisiensi penggunaan air tanah
Straegi untuk mewujudkan kebijakan sebagai berikut:
1) Mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian dan
pengawasan penggunaan air tanah.
2) Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku penggunaan air
tanah yang berlebihan di kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, daerah imbuhan air tanah, zona–zona
konservasi : zona rawan dan zona kritis.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 42
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
3) Meningkatkan efisiensi penggunaan air tanah oleh para pengguna
air irigasi dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian dan
keberlanjutan ketahanan pangan nasional.
d) Peningkatan pengembangan air tanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Menyusun rencana pengembangan air tanah yang didasarkan pada
rencana pengelolaan air tanah pada setiap cekungan air tanah.
2) Melaksanakan rencana pengembangan air tanah dengan
memadukan kepentingan antar sektor, antar wilayah dan antar
pemilik kepentingan dengan tetap memperhatikan daya dukung
lingkungan.
3) Mengembangkan system penyediaan air baku untuk memenuhi
kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri dengan
mengutamakan pemanfaatan air permukaan.
4) Meningkatkan pengembangan air tanah untuk mendukung
pengembangan irigasi baru dalam rangka mempertahankan dan
meningkatkan produksi pangan nasional.
5) Memberikan insentif kepada perseorangan atau kelompok
masyarakat yang berhasil mengembangkan teknologi pemenuhan
kebutuhan air bersih dari sumber air permukaan dalam upaya
mengurangi penggunaan air tanah.
e) Pengendalian pengusahaan sumber daya air tanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Mengatur pengusahaan air tanah berdasarkan prinsip keselarasan
antara kepentingan sosial, lingkungan hidup dan ekonomi dengan
tetap memperhatikan asas keadilan dan kelestarian untuk
kesejahteraan masyarakat.
2) Menerapkan norma, standar, pedoman dan kriteria dalam
pengusahaan air tanah yang mengutamakan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan kearifan local.
3) Meningkatkan peran serta perseorangan, badan usaha dan
lembaga swadaya masyarakat dalam pengusahaan air tanah
dengan izin pengusahaan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 43
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
4) Menyusun paraturan perundang–undangan untuk mengendalikan
penambangan bahan galian di sekitar sumber–sumber air guna
menjaga kelestarian sumber daya air tanah dan lingkungan
sekitarnya.
5) Memepercepat penetapan lokasi pemanfaatan air baku pada
sumber air tanah untuk pengusahaan air tanah sesuai dengan
rencana alokasi air baku yang ditetapkan.
6) Mengembangkan dan menerapkan system pemantauan dan
pengawasan terhadap pengusahaan sumber daya air tanah.
3.12 Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air TanahKebijakan pengendalian daya rusak air tanah dan pengurangan dampak
terdiri dari:
a) Peningkatan upaya pencegahan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Memetakan dan menetapkan kawasan kerentanan air tanah
terhadap pencemaran dan pemompaan air tanah sebagai acuan
dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan pengendalian
pemanfaatan ruang setiap cekungan air tanah.
2) Memetakan dan menetapkan kawasan konservasi air tanah
(daerah rawan, daerah kritis) pada cekungan air tanah sebagai
acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
3) Meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat yang tinggal di
daerah imbuhan air tanah, kawasan rawan dan kritis air tanah serta
kawasan kekeringan.
4) Memprakasai pembentukan pola kerjasama yang efektif antara
daerah imbuhan air tanah, daerah transisi dan daerah lepasan air
tanah pada setiap cekungan air tanah dalam pengendalian daya
rusak air tanah.
5) Meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan dan fungsi
daerah imbuhan air tanah oleh para pemilik kepentingan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 44
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
6) Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara :
(a) Mencegah dan membebaskan sumber–sumber air tanah dari
hunian dan bangunan liar, serta mengatur pemanfaatan daerah
sekitar sumber air tanah.
(b) Menertibkan penggunaan daerah sekitar sumber–sumber
sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
(c) Penyebarluasan informasi mengenai kawasan kerentanan air
tanah terhadap pencemaran dan pemompaan air tanah.
(d) Penyebarluasan informasi mengenai daerah imbuhan air tanah,
daerah transisi air tanah dan derah lepasan air tanah.
(e) Meningkatkan kesiap siagaan masyarakat dalam menghadapi
dampak perubahan iklim global dan daya rusak air.
7) Melakukan pengendalian aliran permukaan di sumber air tanah
dengan cara:
(a) Meningkatkan resapan air permukaan ke dalam tanah untuk
mengurangi aliran permukaan.
(b) Menetapkan kawasan yang memiliki fungsi resapan dan retensi
banjir sebagai prasarana pengendali banjir.
(c) Menyediakan prasarana peresapan air permukaan dan
pengendalian banjir untuk melindungi prasarana umum,
kawasan permukiman dan kawasan produkstif.
b) Peningkatan upaya penanggulangan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan dan melaksanakan sosialisasi mekanisme
penanggulangan kerusakan dan/ atau bencana akibat daya rusak
air tanah.
2) Mengembangkan dan mempublikasikan hasil prakiraan dampak
pemanfaatan dan pengembangan air tanah secara dini untuk
mengurangi dampak daya rusak air tanah.
3) Meningkatkan pengetahuan, kesiapsiagaan dan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana daya rusak air tanah.
4) Memperbaiki system dan meningkatkan kinerja penanggulangan
bencana akibat daya rusak air tanah.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 45
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
c) Peningkatan upaya pemulihan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Merehabilitasi dan merekonstruksi kerusakan prasarana sumber
daya air tanah dan memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan
mengalokasi dana yang cukup dalam APBN/ APBD dan sumber
dana lainnya.
2) Mengembangkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
kegiatan yang terkoordinasi untuk pemulihan akibat bencana daya
rusak air tanah.
3) Memulihkan dampak sosial dan psikologis akibat bencana air
tanah.
3.13 Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia UsahaKebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam
mengelola sumber daya air tanah terdiri dari:
a) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam perencanaan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan pemahaman serta kepedulian masyarakat dan dunia
usaha mengenai pentingnya keselaran fungsi sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup dari sumber daya air tanah.
2) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam
sosialisasi pengelolaan air tanah.
3) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam
sosialisasi rencana pengelolaan air tanah di tingkat wilayah
cekungan air tanah.
4) Meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta pendampingan
kepada masyarakat agar mampu berperan dalam pelaksanaan
pengelolaan air tanah oleh para pemilik kepentingan.
b) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 46
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
1) Membuka kesempatan yang seluas–luasnya kepada masyarakat
dan dunia usaha untuk menyampaikan masukan dalam
pelaksanaan pengelolaan air tanah.
2) Memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan dalam proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan
konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya.
3) Mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha untuk berkontribusi
dalam pembiayaan pelaksanaan pengelolaan air tanah.
4) Meningkatkan motivasi masyarakat dan dunia usaha untuk
berperan dalam konservasi air tanah dan pengendalian daya rusak
air tanah dengan cara memberikan insentif kepada yang telah
berprestasi.
5) Menyiapkan instrument kebijakan dan/ atau peraturan yang
kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air tanah.
6) Mengembangkan dan mewujudkan keterpaduan pemberdayaan
serta peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan
pengelolaan air tanah.
7) Meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pendidkan dan
pelatihan serta pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan air
tanah oleh para pemilik kepentingan.
3.14 Kebijakan Pengembangan Sistem Informasi Sumber Daya Air TanahKebijakan pengembangan jaringan sistem informasi terpadu terdiri dari:
a) Peningkatan kelembagaan dan sumber daya manusia pengelola sistem
informasi
Strategi untuk mewujudakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Membentuk dan/ atau mengembangkan instansi pengelola data
dan informasi sumber daya air tanah terpadu di tingkat propinsi,
kabupate/ kota di cekungan air tanah.
2) Meningkatkan ketersediaan dana untuk membentuk dan/ atau
mengembangkan sistem informasi khususnya sistem informasi
hidrologi, hidrometeorologi dan hidrogeologi.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 47
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
3) Menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai
instansi dan lembaga pengelola data dan informasi sumber daya air
tanah.
4) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam lembaga
pengelola sistem informasi oleh para pemilik kepentingan.
5) Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
pengelolaan data dan informasi sumber daya air tanah.
b) Pengembangan jejaring sistem informasi
Strategi untuk mewujudakan kebijakan ini adalah:
1) Menetapkan lembaga yang mengkoordinasikan pengelola sistem
informasi.
2) Membangun jejaring sistem informasi antara instansi dan lembaga
pusat, daerah serta antar sektor dan antar wilayah.
3) Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dan dunia usaha
pada pengelolaan sistem informasi.
c) Pengembangan Teknologi Informasi
Strategi untuk mewujudakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan sistem informasi berbasis teknologi informasi
hasil rancang bangun oleh para pemilik kepentingan.
2) Meningkatkan ketersediaan perangkat keras, perangkat lunak
dalam sistem informasi serta memfasilitasi pengoperasiaannya dan.
3) Memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan
informasi sumber daya air tanah.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 48
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 49
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
BAB IV
PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN
4.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Prasarana air tanah tidak hanya diukur dari
keberhasilan pengeboran dengan debit sumur yang mencukupi,
keberhasilan pemasangan pompa dan mesin penggerak atau keberhasilan
dalam sistem distribusinya, namun kesemua jenis prasarana yang telah
dibangun dapat saling bersinergi untuk dapat memberikan manfaat bagi
penerima manfaat.
Prasarana yang telah dibangun yaitu Sumur Bor, Pompa, Mesin penggerak
serta Jaringan Distribusi mempunyai batasan usia teknisnya. Misal sumur
antara 15 - 20 tahun, Pompa dan Mesin Penggeraknya 10 - 15 tahun, dan
Jaringan Distribusi antara 15 - 20 tahun. Namun adakalanya Usia Teknis
tersebut tidak dapat dicapai kerena kurangnya pemeliharaan masing-
masing prasarana tersebut.
Prasarana air tanah khususnya untuk irigasi merupakan hal yang relatif
baru bagi petani. Sehingga sering terjadi salah dalam pengoperasiannya
sehingga akan berakibat fatal bagi keawetan prasarana air tanah.
Prasarana yang telah dibangun selanjutnya akan diserahkan pengelolaan
dan Pemeliharaannya kepada Penerima manfaat, sehingga penerima
manfaat harus dipersiapkan sedini mungkin, bagaimana mengoperasikan
dan memelihara prasarana air tanah dengan benar. Masa persiapan Untuk
supaya penerima manfaat siap dan mandiri inilah yang selanjutnya disebut
sebagai “ Preparation of Operation and Maintenace ” atau Persiapan
Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Air Tanah yang disingkat dengan
“PROM”
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 50
Indikator Hasil Belajar:Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu Memahami strategi pengelolaan jair tanah dalam Perencanaan JIAT.
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
4.2 Maksud dan TujuanMaksudMaksud tata cara pembentukan Kelembagaan Pengelolaan Air Tanah
(KPAT) ini adalah memberikan acuan kepada pengelola, pelaksana dan
petugas OP Air Tanah agar dapat melaksanakan pembentukan
kelembagaan air tanah dengan benar.
TujuanTujuan pedoman ini agar kegiatan pembentukan Kelembagaan
Pengelolaan Air Tanah (KPAT) dapat terwujud secara partisipatif.
4.3 Pengertian-Pengertian
Air tanah adalah sumber air yang berasal didalam tanah yang
terbagi dalam air tanah bebas dan air tanah tertekan.
Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian,
penyediaan, serta pendistrubusian air tanah untuk
mengoptimalkan prasarana air tanah.
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat prasarana air tanah
yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi
sumber air tanah dan prasarananya.
Sumur bor adalah bangunan pemanfaatan air tanah dalam yang
diperoleh dari hasil pengeboran
4.4 Kelompok Sasaran, Alamat dan Luasnya
Pemilik, Alamat pemilik, luas kepemilikan.
Penggarap, Alamat penggarap, luas garapan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 51
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
4.5 Tata Cara Pembentukan Kelembagaan Pengelola Air Tanah (KPAT)4.5.1 Sosialisasi
Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, sosialisasi dan konsultasi
publik perlu dilaksanakan sedini mungkin. Hal ini dikarenakan penggunaan
air tanah merupakan hal yang relatif baru bagi masyarakat. Aspek Operasi
dan pemeliharaan berbeda dengan operasi dan pemeliharaan irigasi
permukaan, terutama menyangkut masalah biaya operasi.
4.5.2 Profil Sosio, Ekonomi, Teknik dan Kelembagaan (PSETK)a) Di wilayah yang seperti ini pada umumnya kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat serba kekurangan dan ketersediaan air terbatas.
b) Sumur Bor dibangun di tempat yang memang benar-benar
membutuhkan air tanah karena supplai air dari permukaan tidak ada
atau kurang.
c) Untuk mengelola prasarana air tanah ini perlu ada kelembagaan yang
kredibel seperti KPAT.
4.5.3 Pendaftaran Calon Anggota Kelembagaan Pengelola Air Tanaha) Setiap penerima manfaat harus menjadi anggota KPAT.
b) Setiap anggota KPAT wajib membayar iuran yang besarnya telah
disepakati.
c) Setiap anggota wajib mentaati apa yang diatur dalam AD/ ART.
d) Karena itu, pendaftaran untuk menjadi anggota KPAT menjadi penting
biala tidak maka hak atas jatah air akan hilang.
4.5.4 Rapat Anggota Kelembagaan Pengelola Air Tanaha) Pembentukan Formatur Kelembagaan Pengelola Air Tanah
Tim formatur terdiridari 3 0rang: Ketua, Sekretaris dan Pelaksana.
Tugas Tim ini adalah menginventarisir calon–calon pengurus,
membentuk pengurus dan menyampaikan tugas-tugas pengurus KPAT.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 52
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
b) Formatur Memfasilitasi Rapat Pembentukan dan Susunan Pengurus
KPAT
Dari beberapa nama penerima manfaat serta diamati adanya tokoh
masyarakat dan dengan arahan Kepala Desa/ Kelurahan maka dapat
diiinventarisir calon-calon pengurus KPAT, untuk selanjutnya akan
diajukan dan dipilih dalam rapat pleno pembentukan dan penetapan
pengurus KPAT.
Calon pengurus yang disiapkan adalah:
1) Ketua
2) Wakil Ketua
3) Sekertaris
4) Bendahara
5) Bagian Teknis
6) Ketua-ketua Blok
7) Operator
c) Calon Ketua Memimpin Rapat Untuk Pengesahan Pengurus dan
Anggota KPAT
Calon Ketua mengumumkan pengurus KPAT secara definitif sekaligus
mengesahkan anggota KPAT.
d) Ketua memimpin pembahasan dan perumusan AD/ART dari KPAT
Ketua dibantu pengurus lainnya memimpin rapat anggota untuk
membahas dan merumuskan AD/ART dari KPAT.
e) Kelembagaan KPAT terbentuk, diketahui Kepala Desa/ Kelurahan
Setempat.
AD/ ART yang sudah dirumuskan dan disetujui dalam rapat anggota,
sudah sah sebagai AD/ ART KPAT.
4.5.5 Pengajuan Pengesahan KPAT Kepada Bupati/ Walikota di Wilayahnya
AD/ ART disampaikan kepada Kepala Desa/ Kelurahan untuk mendapat
persetujuan, dan selanjutnya disampaikan kepada Bupati/ Walikota untuk
mendapat pengesahan.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 53
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Bila AD/ ART sudah di sahkan oleh Bupati atau Walikota sesuai
kewenangannya maka secara legal KPAT sudah berbadan hukum.
BAB V
PENUTUP
5.1 SimpulanDengan tidak berlakukanya undang–undang nomor 7 Tahun 2004, tentang
Sumber Daya Air berikut Peraturan Pemerintahnya saat ini menggunakan
perundang–undangan nomor 11 Tahun 1974, tentang Pengairan sehingga
dengan kondisi saat ini masih belum relevan dengan kondisi kekinian, karena
masalah sumber daya air saat ini sangat komplek maka diperlukan
perundangan yang baru yang sangat komprehensif.
Dalam kebijakan Pengelolaan Air Tanah dimana Peraturan Pemerintah
nomor: 43 Tahun 2008, tentang Air Tanah, walaupun sudah tidak berlaku
namun jiwa dari peraturan pemerintah tersebut masih sangat relevan
sebagai acuan dalam rangka pengelolaan air tanah yang meliputi, konservasi
air tanah, pendayagunaan air tanah dan pengendalian daya rusak air tanah.
Peraturan Presiden nomor: 26 tahun 2011, tentang Cekungan Air Tanah
sudah tidak berlaku dan diganti dengan Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Meneral (ESDM) nomor: 2 Tahun 2017, tentang Cekungan Air
Tanah di Indonesia, bahwa kewengan berada pada Kementerian dan
Pemerintah Daerah Propinsi yaitu Gubernur.
Kebijakan Pusat Air Tanah dan Air Baku dalam, sudah menyusun Norma,
Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) akan diusulkan dalam bentuk
Peraturan Menteri PUPR atau Surat Edaran, sehingga nantinya bias dipakai
sebagai pedoman kedepan.
Untuk pembentukan kelembagaan Pengelola Air Tanah sangat penting,
karena setelah terbangunnya sarana dan prasarana jaringan irigasi air tanah,
maka masyarakat petani yang akan mengelolanya, sehingga dapat
mempunyai umur ekonomis yang lama dan tat acara operasi dan
pemelihaannya.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 54
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
5.2 Tindak LanjutApabila dalam ada perubahan peraturan perundang–undangan yang baru
maka dasar hukum akan disesuaikan.
Dalam Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi agar
peserta dapat mengikuti kegiatan diklat Perencanaan Jaringan Irigasi Air
Tanah dari tingkat dasar hingga tingkat lanjut.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 55
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang RI no.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-undang RI nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah RI nomor 54 tahun 20016 tentang perubahan ke tiga atas
Peraturan Pemerintah RI nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaran
Jasa Konstruksi
Tatacara Keamanan Bendungan, SNI 1731-1989-F, Oktober 1987.
Permen PUPR no.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan.
H.Pougatsch, R.W. Muller & A.Kobelt, Water Alarm Concept in Swistzerland,
Federal Office for Water and Geology FOWG, Baden Swistzerland, Feb 2003
L.Mouver, R.W.Muller & H.Pougatsch, Structural safety of dams, according to the
new Swiss legislation, Federal Office for Water and Geology FOWG, Baden
Swistzerland, Feb 2003
Rudolf Biederman Dr, Safety concept for dams development for dams
development of the Swiss concept since 1980, Federal Office for Water and
Geology FOWG, Baden Swistzerland, Feb 2003.
Emergency Action Planning for Dams Owners, Federal Guidelines for Dam Safety,
FEMA, 2004.
Hydrologic and Hydraulic Guidelines for Dams in Texas, Dam Safety Program,
Texas Commission on Environmental Quality, January 2007;
Guidelines for Developing Emergency Action Plans for Dams in Texas, Dam
Safety Program, Critical Infrastructure Division, Texas Commission on
Environmental Quality, Revised March 2012.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 56
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
GLOSARIUM
abutmant : ebatmen, tumpuan, bukit tumpuan
deformation : deformasi, pergeseran
defferential settlement : perbedaan penurunan
emergency releas : sarana pengeluaran darurat
exit gradient : gradient keluaran
free board : tinggi jagaan
flood warning system : sistem peringatan banjir, gawar banjir
hydraulic fracturing : rekah hidrolik
liquifaction : likuifaksi, luluh
overtopping : peluapan
piping : aliran buluh
pulsating force : tekanan denyut
sand boil : didih pasir
scouring : gerusan
sink hole : lubang benam
up heaving : sembulan
up lift : tekanan angkat
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 57
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
KUNCI JAWABAN
A. Latihan Materi Pokok 1: Garis Besar Pengaturan Keamanan Bendungan 1. Jelaskan kenapa diperlukan adanya pengaturan keamanan bendungan?
Jawaban :
Karena bendungan menyimpan potensi bahaya yang besar bagi
masyarakat, untuk melindungi masyarakat dari ancaman kegagalan
bendungan pembangunan dan pengelolaan bendungan perlu diatur
secara khusus.
2. Apakah maksud dan tujuan pengaturan keamanan bendungan?
Jawaban:
Pengaturan keamanan bendungan dimaksudkan untuk mewujudkan tertib
penyelenggaraan pembangunan dan pengelolaan bendungan agar layak
teknis desain dan konstruksi, aman dalam pengelolaannya, sehingga
dapat mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi risiko kegagalan
bendungan.
Tujuan pengaturan keamanan bendungan untuk melindungi bendungan
dari kemungkinan kegagalan bendungan, serta melindungi jiwa, harta dan
prasarana umum di wilayah yang terpengaruh oleh potensi bahaya akibat
kegagalan bendungan.
3. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap keamanan suatu
bendungan dan sebutkan beberapa kewajiban pemilik bendungan setelah
bendungan beroperasi!
Jawaban:
Yang bertanggung jawab terhadap bendungan adalah pemilik bendungan.
Kewajiban pemilik bendungan setelah bendungan beroperasi, antara lain:
Melakukan:
a. Operasi bendungan, dengan memperhatikan keamanan bendungan
termasuk daerah hulu dan hilir bendungan;
b. Melakukan pemantauan bendungan, yang kegiatannya meliputi:
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 58
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
Melakukan pemantauan instrumen bendungan dan melakukan
evaluasi datanya;
Melakukan pemeriksaan bendungan, yang meliputi ; pemeriksaan
rutin, berkala tengah tahunan dan pemeriksaan besar, serta
pemeriksaan luar biasa dan pemeriksaan khusus.
Melakukan uji operasi terhadap semua peralatan yang terkait
dengan keamanan bendungan.
c. Melakukan pemeliharaan bendungan secara rutin dan berkala.
antauan bendungan;
d. Memiliki kesiapsiagaan tindak darurat yang didukung dengan
penyiapan sistem penanganan tindak darurat.
B. Evaluasi Materi Pokok 1: Garis Besar Pengaturan Keamanan Bendungan1. B
2. C
3. C
C. Latihan Materi Pokok 2: Konsepsi Keamanan Bendungan1. Konsepsi keamanan bendungan memiliki tiga pilar yang harus dipenuhi
bagi setiap bendungan. Sebutkan dan jelaskan!
Jawaban:
Keamanan struktur; Pemantauan pemeliharaan dan operasi;
Kesiapsiagaan Tanggap Darurat.
2. Agar keamanan struktur bendungan terpenuhi, bendungan harus
memenuhi tiga kreteria pokok desain bendungan. Sebutkan dan jelaskan
ke tiga kreteria pokok desain bendungan tersebut!
Jawaban:
Izin Pelaksanaan Konstruksi Bendungan, Izin Pengisian awal waduk, Izin
Operasi.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 59
Modul 1 KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN TERKAIT JIAT
3. Jelaskan apa tujuan pemantauan perilaku bendungan!
Jawaban:
Aman terhadap kegagalan struktural, Aman terhadap kegagalan Hidrolik,
Aman kegagalan rembesan.
4. Agar pemilik bendungan memiliki kesiapsiagaan tindak darurat, pemilik
bendungan perlu menyiapkan sistem penanganan tindak darurat.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem tersebut!
Jawaban:
Tujuan pemantauan bendungan adalah agar diketahui sedini mungkin
problem yang sedang berkembang sebelum menjadi ancaman yang
nyata, sehingga dapat dilakukan tindakan yang cepat dan tepat.
D. Evaluasi Materi Pokok 2 : Konsepsi Keamanan Bendungan1. B
2. C
3. A
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 60