Post on 20-Mar-2019
MODEL DUA LEVEL SEASONAL AUTOREGRESSIVE HIBRIDA
ARIMA-ANFIS UNTUK PERAMALAN BEBAN LISTRIK
JANGKA PENDEK DI JAWA BALI
Indah Puspitasari1, M. Sjahid Akbar
2, Suhartono
2
1Mahasiswa Jurusan Statistika ITS 2Dosen Jurusan Statistika ITS
Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu model ramalan
beban listrik tiap setengah jam di Jawa-Bali berdasarkan model dua level seasonal
autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS. Peramalan dua level ini memodelkan data tiap
setengah jam menggunakan ARIMA pada level 1 dan memodelkan residual data
menggunakan metode ANFIS pada level 2. Hasil peramalan model dua level dibandingkan
dengan hasil peramalan dari masing-masing model individunya, yaitu model ARIMA dan
metode ANFIS pada tahap ramalan 1 sampai 14 hari kedepan. Data yang digunakan adalah
data beban listrik Jawa-Bali dari tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model peramalan yang paling sesuai untuk 2 hari
kedepan adalah model dua level seasonal autoregressive Hibrida ARIMA-ANFIS dengan
fungsi Gaussian dan jumlah fungsi keanggotaan 2 yang menghasilkan MAPE 1,18%. Pada
peramalan 7 hari kedepan, model peramalan yang paling sesuai adalah model peramalan
dengan metode ANFIS yang menggunakan fungsi keanggotaan Gaussian dan jumlah
keanggotaan 3 dimana MAPE yang dihasilkan adalah 1,78%.
Kata Kunci : Beban listrik, ARIMA, ARIMAX, ANFIS, Hibrida ARIMA-ANFIS
1. Pendahuluan
Kebutuhan listrik di daerah yang satu dan daerah yang lain dari waktu ke waktu selalu berbeda
bergantung pada pemakaian listrik di daerah tersebut sehingga penyediaan tenaga listrik dan alokasi
pembangkit yang digunakan juga berbeda di daerah yang satu dengan lainnya. Alokasi pembangkit
yang akan digunakan dengan tepat diperlukan agar demand dari konsumen terpenuhi [25]. Pembangkit
yang digunakan terlebih dahulu adalah pembangkit dengan energi yang paling ekonomis, yaitu
pembangkit yang menggunakan energi air dan panas bumi. Pembangkit jenis ini hanya dapat
menghasilkan beban 1000 MW, sehingga perlu dialokasikan pembangkit lain dengan bahan bakar
batubara yang dapat meningkatkan beban sistem hingga sekitar 12000 MW. Kemampuan beban
tersebut masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dari konsumen. Oleh karena itu,
digunakan pembangkit berbahan bakar gas dan terakhir pembangkit BBM untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Dikarenakan faktor-faktor tersebut, maka diperlukan peramalan besarnya beban listrik
jangka pendek untuk perencanaan distribusi listrik yang tepat dan efisien. Peramalan jangka pendek
adalah model perkiraan beban untuk jangka waktu beberapa jam hingga satu minggu kedepan.
Banyak peneliti baik di luar negeri maupun di Indonesia yang meneliti tentang peramalan
besarnya daya listrik yang dibutuhkan oleh pelanggan menggunakan berbagai macam metode
2
peramalan. Penelitian mengenai peramalan beban listrik dapat dilihat pada [1]-[13], [16]-[24],
[26],[27],[28], [30] dan [31].
Two Level Seasonal Autoregressive (TLSAR) merupakan model yang melibatkan dua model time
series yang linear yaitu model regresi untuk trend dan musiman dan model ARIMA untuk residualnya
[22]. Model hibrida adalah gabungan model linear ARIMA pada level 1 dan model nonlinear pada
level 2 [32]. Model hibrida digunakan karena pada data time series jarang ditemukan data yang
mengandung pola linear atau pola nonlinear saja namun sering didapatkan data dengan pola gabungan
linear dan nonlinear.
Penelitian ini mengkaji model dua level seasonal autoregressive hibrida antara ARIMA dan
ANFIS untuk peramalan beban listrik jangka pendek di Jawa Bali tiap setengah jam. Analisis yang
digunakan adalah analisis time series dikarenakan data beban listrik ini mempunyai dependensi antar
waktu. Peramalan dilakukan tiap setengah jam karena adanya fluktuasi yang cukup besar tiap setengah
jamnya. Model hibrida cenderung memiliki akurasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan model
individu [15]. Model ARIMA merupakan model peramalan yang baik digunakan pada data linear time
series namun akan mengalami penurunan keakuratan apabila terdapat komponen nonlinear pada data
pengamatan. Metode ANFIS adalah metode nonlinear yaitu gabungan dari dua sistem logika fuzzy dan
jaringan syaraf tiruan. Metode ANFIS berdasar pada sistem inferensi fuzzy yang dilatih menggunakan
algoritma pembelajaran yang diturunkan dari sistem jaringan syaraf tiruan. Dengan demikian, metode
ANFIS memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh sistem inferensi fuzzy dan sistem jaringan syaraf
tiruan. Gabungan model ARIMA-ANFIS ini diharapkan akan menghasilkan tingkat keakuratan yang
lebih tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan metode dua level seasonal
autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS dan membandingkan hasil peramalannya dengan model
individunya, yaitu model ARIMA dan ANFIS sehingga akan diperoleh model peramalan terbaik yang
sesuai untuk beban listrik Jawa-Bali.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 ARIMA
Model ARIMA adalah salah satu model yang digunakan pada data time series non stasioner.
Model ARIMA merupakan gabungan antara model AR dan MA dengan differencing orde d. Bila data
yang digunakan mengandung pola musiman, maka model yang digunakan adalah model ARIMA
musiman. Secara matematis, model ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)S untuk pola data musiman dirumuskan
sebagai berikut [29].
ts
QqtDsd
ps
P aBΘBθZBBBBΦ ))(1()1)(()( (0) (1)
dimana
Bp = koefisien komponen AR nonmusiman dengan orde p
)( s
P B
= koefisien komponen AR periode musiman s dengan orde P
Bq = koefisien komponen MA nonmusiman dengan orde q
)( s
Q B = koefisen komponen MA periode musiman s dengan orde Q
dB1 = differencing nonmusiman dengan orde d
DsB )1( = differencing musiman s dengan orde D
3
0 = )...1( 21 pBB
= rata-rata dari data yang stasioner (dengan atau tanpa differencing)
Prosedur Box-Jenkins untuk peramalan model ARIMA dimulai dari tahap identifikasi, estimasi
parameter, cek diagnosa, peramalan dan pemilihan model terbaik. Identifikasi model meliputi
identifikasi stasioneritas data baik stasioner dalam varian dan stasioner dalam mean. Identifikasi pola
data untuk menentukan model yang sesuai dilakukan dengan melihat autocorrelation function (ACF)
dan partial autocorrelation function (PACF).
Model ARIMA yang sesuai adalah model yang memilki parameter signifikan. Setelah dilakukan
identifikasi model, tahapan selanjutnya agar model dapat digunakan adalah dengan melakukan
estimasi parameter dan pengujian signifikansi parameter. Uji kesesuaian model dilakukan dengan
menguji asumsi white noise dan uji kenormalan pada residual.
Peraman l-tahap kedepan dilakukan setelah memperoleh model yang sesuai dengan data. Setelah
dilakukan peramalan maka akan diketahui model yang baik digunakan untuk suatu data. Kriteria
model terbaik digunakan untuk memilih satu model berdasarkan pada error terkecil yang dihasilkan.
Kriteria model terbaik dibagi menjadi dua, yaitu kriteria in-sample dan kriteria out- sample. Kriteria
insample dapat menggunakan Akaike’s Information Criterion (AIC) dan Schwartz’s Bayesian
Criterion (SBC). Pada kriteria out-sample, pemilihan model terbaik dapat menggunakan Mean
Squared Error (MSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Model terbaik adalah model
yang mempunyai nilai MSE dan MAPE terkecil [29].
2.2. Adaptive Neuro Fuzzy Inference Systems (ANFIS)
Adaptive Neuro Fuzzy Inference Systems (ANFIS) adalah suatu metode yang mana dalam
penyetelan aturan digunakan algoritma pembelajaran terhadap sekumpulan data. Arsitektur ANFIS
secara fungsional sama dengan fuzzy rule base model Sugeno [14].
Jaringan ANFIS terdiri dari lima layer. Misalkan terdapat 2 input Zt-1 dan Zt-2 dan satu output Zt
serta terdapat 2 aturan model Sugeno:
If Zt-1 is A1 and Zt-2 is B1 then 0,122,111,1
1 cZcZcZ ttt
If Zt-1 is A2 and Zt-2 is B2 then 0,222,211,2
2 cZcZcZ ttt
Arsitektur jaringan ANFIS dapat dilihat pada Gambar 1. Penjelasan dari masing-masing layer
adalah sebagai berikut.
Layer 1 : Output dari tiap neuron berupa derajat keanggotaan yang diberikan oleh fungsi keanggotaan
input. Misalkan fungsi keanggotaan diberikan sebagai:
b
t
t
a
cZZμ
21
1
1
1
(2)
dimana µ adalah derajat keanggotaan, Zt-1 dan Zt-2 adalah variabel input serta {a, b, c} adalah
parameter. Parameter tersebut dikenal dengan nama premise parameter.
Layer 2 : Output pada layer 2 adalah hasil dari masukan. Biasanya digunakan operator AND.
2,1);()( 21, jZZw tjtjtj (3)
4
Gambar 1 Struktur Jaringan ANFIS
Layer 3 : Hasil pada layer 3 ini dikenal dengan nama normalized firing strength.
2,1;,2,1
,,
j
tww
ww
t
tjtj (4)
Layer 4 : Pada layer 4 terjadi proses defuzzifikasi sebagai berikut. 21 ;0,22,11,,, ,jcZcZcwZw jtjtjtjj
ttj (5)
Layer 5: Neuron pada layer 5 merupakan jumlahan dari semua masukan.
2,2
1,1
ˆttttt ZwZwZ (6)
Pada saat premise parameters ditemukan, output yang terjadi akan merupakan kombinasi linear
dari consequent parameter. Algoritma hybrid akan mengatur parameter-parameter cj,k (j =1,2 dan k =
0,1,2) secara maju (forward) dan akan mengatur parameter-parameter {aj,bj,cj} secara mundur
(backward). Pada langkah maju, input jaringan akan berjalan maju sampai pada lapisan keempat,
dimana parameter cj,k akan diidentifikasi menggunakan metode least-square. Pada langkah mundur,
error sinyal akan merambat mundur dan parameter-parameter {aj,bj,cj} akan diperbaiki menggunakan
metode gradient-desent.
2.3. Hibrida ARIMA-ANFIS
Model hibrida Zt yang diperkenalkan oleh Zhang secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut [32].
ttt NLZ (7)
dimana Lt adalah komponen linear dan Nt adalah komponen nonlinear. Terdapat dua komponen yang
diestimasi dari data. Pertama, data dimodelkan menggunakan model ARIMA musiman untuk
memodelkan time series linear. Misalkan et adalah error pada waktu ke-t dari model ARIMA.
ttt LZe ˆ (8)
5
dimana t adalah adalah nilai forecast waktu ke-t dari model ARIMA. Langkah selanjutnya adalah
memodelkan error dari model ARIMA menggunakan metode ANFIS. Metode ANFIS digunakan
untuk mengatasi time series yang nonlinear. Hasil forecast dari metode ANFIS kemudian dikombinasi-
kan dengan hasil forecast dari model ARIMA. Secara matematis, hasil forecast secara keseluruhan
yang diperoleh adalah sebagai berikut.
ttt LNZ ˆˆˆ (9)
t merupakan hasil forecast yang merupakan gabungan dari nilai forecast model ARIMA dan nilai
forecast metode ANFIS.
2.4. Ketenagalistrikan
Perencanaan sistem distribusi dimulai dari sisi konsumen. Pola kebutuhan, tipe dan faktor beban
dan karakteristik beban yang dilayani akan menentukan tipe sistem distribusi yang akan dipakai.
Beban listrik dapat dikelompokkan berdasarkan kegiatan pemakaian yaitu konsumen rumah tangga,
komersil, publik dan industri. Konsumen-konsumen ini mempunyai karakteristik-karakteristik beban
yang berbeda, sebab hal ini berhubungan dengan pola konsumsi energi listrik pada masing-masing
konsumen tersebut. Pola pembebanan pada konsumen rumah tangga ditunjukkan oleh adanya fluktuasi
konsumsi energi listrik yang cukup besar. Pada konsumen industry, fluktuasi konsumsi energi listrik
sepanjang hari akan hampir sama, sehingga perbandingan beban rata-rata terhadap beban puncak
hampir mendekati satu. Sedangkan pada konsumen komersil akan mempunyai beban puncak yang
lebih tinggi pada malam hari [31].
Listrik harus dibangkitkan hanya jika diperlukan, sebab listrik tidak dapat disimpan. Daya yang
dihasilkan disalurkan ke pengguna melalui jaringan transmisi dan distribusi, yang terdiri dari trafo,
jalur transmisi dan peralatan kontrol. Seluruh stasiun daya memiliki trafo pembangkit yang
meningkatkan tegangan menjadi tegangan ekstra tinggi (EHV, missal 132 KV, 220 KV, 400 KV)
sebelum ditransmisikan. Mentransmisikan daya pada tegangan tinggi mempunyai keuntungan dapat
mengurangi kehilangan selama transmisi dan dapat digunakan jalur transmisi yang lebih kecil dan
lebih ekonomis. Selanjutnya pada sub-stasiun dipasang trafo penurun, yang akan menurunkan
tegangan untuk didistribusikan ke pengguna industri, perdagangan dan pemukiman melalui jalur
distribusi. Perencanaan sistem distribusi ini harus dilakukan secara sistemik dengan pendekatan yang
didasarkan pada peramalan beban untuk memperoleh suatu pola pelayanan yang optimal. Perencanaan
yang sistemik tersebut akan memberikan sejumlah proposal alternatif yang dapat mengkaji akibatnya
yang secara langsung berhubungan dengan aspek keandalan dan ekonomis.
3. Metodologi Penelitian
Data yang digunakan adalah data konsumsi listrik pada bulan Januari 2009 sampai dengan
Desember 2010 yang merupakan data sekunder dari P3B Jawa-Bali. Variabel yang digunakan adalah
beban listrik tiap setengah jam. Peramalan konsumsi listrik dilakukan setiap setengah jam sehingga
akan diperoleh 48 model peramalan.
Langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi karakteristik atau pola konsumsi beban listrik per setengah jam menggunakan
statistika deskriptif
2. Membagi data menjadi 2 bagian, yaitu data in-sample (1 Januari 2009 – 17 Desember 2010) dan
data out-sample (18 – 31 Desember 2010)
6
3. Melakukan peramalan menggunakan model dua level seasonal autoregressive hibrida ARIMA-
ANFIS
4. Membandingkan akurasi peramalan hasil model dua level seasonal autoregressive hibrida
ARIMA-ANFIS dengan model individunya, yaitu ARIMA dan ANFIS
Langkah analisis menggunakan metode dua level seasonal autoregressive hibrida ARIMA-
ANFIS adalah sebagai berikut.
a. Melakukan pemodelan dan peramalan menggunakan model ARIMA
b. Setelah diperoleh residual dari peramalan model ARIMA, langkah selanjutnya adalah melakukan
peramalan residual dari model ARIMA tersebut dengan menggunakan metode ANFIS. Metode
ANFIS menggunakan jenis fungsi Gaussian, Generalized Bell, Phi dan Trapesium dengan jumlah
fungsi keanggotaan 2 dan 3 serta klasifikasi awal mnggunakan grid partition. Selain itu juga
digunakan jenis fungsi Gaussian dengan jumlah fungsi keanggotaan 2 sampai dengan 10 serta
klasifikasi awal menggunakan FCM.
c. Hasil peramalan diperoleh dengan menggabungkan hasil peramalan menggunakan metode ARIMA
dan hasil peramalan residual menggunakan metode ANFIS.
d. Menghitung nilai MAPE dari hasil peramalan.
4. Hasil Dan Pembahasan
Data beban listrik ini merupakan data agregat dari semua jenis konsumen yang meliputi
konsumen bisnis, industri maupun rumah tangga. Perilaku konsumen dalam pemakaian listrik dapat
dilihat dari karakteristik beban listrik yang digunakan. Berdasarkan analisis statistika deskriptif, rata-
rata beban listrik tiap setengah jam memiliki fluktuasi yang cukup besar dimana beban terendah terjadi
pada pukul 07.00 dengan rata-rata pemakaian beban 12272 MW dan Rata-rata pemakaian beban listrik
tertinggi berada pada jam 19.00, yaitu sebesar 16153 MW.
Terdapat perbedaan rata-rata pemakaian listrik yang cukup besar antara hari aktif dengan hari
libur kerja. Pemakaian rata-rata beban listrik pada hari Sabtu dan Minggu berada dibawah rata-rata
pemakaian listrik, yaitu 13542 MW untuk rata-rata beban listrik yang terpakai pada hari Sabtu dan
12569 MW untuk rata-rata beban listrik yang terpakai pada hari Minggu. Hal ini disebabkan hari Sabtu
dan Minggu merupakan hari libur kerja, sehingga banyak industri yang libur.
Banyak didapatkan data outlier pada beban listrik tiap setengah jam yang jauh lebih kecil dari
rata-ratanya. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian listrik di Indonesia masih belum stabil. Penyebab
belum stabilnya pemakaian listrik ini diperkirakan karena masih terdapat banyak error pada
pendistribusian listrik misalnya adanya korsleting listrik atau kerusakan gardu listrik yang
mengakibatkan pemadaman listrik sehingga pemakaian listrik berada jauh dibawah rata-rata.
Banyaknya data yang outlier diduga menyebabkan data pemakaian beban listrik tidak mengikuti
distribusi normal. Berdasarkan karakteristik beban listrik tersebut dapat dikatakan bahwa beban listrik
Jawa-Bali ini memiliki dependensi antar waktu dimana terdapat pola musiman mingguan pada beban
listrik tiap setengah jam. Pola musiman mingguan ini dilihat berdasarkan karakteristik beban listrik
yang cenderung sama pada setiap minggunya.
Peramalan beban listrik dilakakukan tiap setengah jam. Peramalan dengan model dua level
seasonal autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS ini merupakan peramalan dengan dua tahap yang
menggabungkan peramalan dengan model ARIMA pada level 1 dan peramalan menggunakan ANFIS
pada level 2. Peramalan level 1 adalah peramalan menggunakan data asli dan peramalan pada level 2
adalah peramalan dengan input residual dari ramalan pada level 1. Hasil peramalan model ini adalah
jumlahan dari peramalan pada level 1 dan peramalan pada level 2.
7
Jumlah keseluruhan sebanyak 35040 data beban listrik. Data yang digunakan untuk membentuk
model ramalan atau biasa disebut dengan data in-sample sebanyak 34368 data beban listrik mulai
periode 1 Januari 2009 sampai dengan 17 Desember 2010. Sedangkan Data out-sample yang
digunakan sebanyak 672 data beban listrik mulai tanggal 18 Desember sampai dengan 31 Desember
2010. Data beban listrik ini akan dimodelkan tiap setengah jam sehingga keseluruhan model yang akan
diperoleh sebanyak 48 model ramalan beban listrik.
3504031536280322452821024175201401610512700835041
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
index (t)
beb
an
listr
ik (
MW
)
34368
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa data listrik untuk tiap setengah jam dari pukul 00.30 sampai
dengan pukul 24.00 memiliki dependensi antar waktu dan beban listrik tiap setengah jamnya memiliki
Gambar 3 Time Series Plot Beban Listrik Tiap Setengah Jam
Gambar 2 Time Series Plot Beban Listrik Keseluruhan di Jawa-Bali
8
fluktuasi yang besar serta terdapat data beban listrik yang outlier jauh lebih rendah dibandingkan
dengan data beban listrik lainnya. Selain itu, data listrik untuk tiap setengah jam dari pukul 00.30
sampai dengan pukul 24.00 dapat dilihat masih belum stasioner dalam mean. Asumsi yang harus
dipenuhi dalam metode ARIMA adalah data harus stasioner dalam varian dan mean. Untuk
mengetahui stasioneritas data dalam varian, secara visual bisa dilihat berdasarkan Box-Cox plot.
Sedangkan stasioneritas dalam mean, selain dilihat dari time series plot juga dilihat berdasarkan plot
ACF. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan memodelkan data listrik tiap setengah jam.
Analisis pertama yang dilakukan adalah meramalkan beban listrik pada pukul 00.30
menggunakan model ARIMA. Asumsi awal yang harus dipenuhi adalah stasioneritas data dalam
varian dan mean. Nilai transformasi Box-Cox adalah 4,00. Angka tersebut melebihi nilai 1 sehingga
apabila dilakukan transformasi akan diperoleh nilai yang lebih besar dari data awal. Oleh karena itu,
tidak dilakukan transformasi pada data listrik dan diasumsikan data listrik pukul 00.30 ini stasioner
dalam varian. Setelah stasioneritas dalam varian terpenuhi, maka dilakukan pengujian untuk
stasioneritas dalam mean. Stasioner dalam mean selain dilihat berdasarkan time series plot juga dilihat
dari pola ACF data. Apabila data tidak stasioner dalam mean, maka perlu dilakukan differencing pada
data. Pada ACF beban listrik pukul 00.30 ini menggambarkan pola dies down very slowly pada tiap 7
lag. Hal ini menunjukkan terdapat pola musiman mingguan pada data listrik yang mengakibatkan data
listrik tidak stasioner dalam mean. Oleh karena itu, dilakukan differencing 7 lag agar data menjadi
stasioner dalam mean. Hasil differencing 7 lag ternyata belum memenuhi asumsi stasioneritas dalam
mean. Plot ACF dies down very slowly per lag 1 sehingga perlu dilakukan differencing 1 lag.
Selanjutnya ACF terakhir, yaitu ACF setelah dilakukan proses differencing 7 lag dan 1 lag
diidentifikasi kembali apakah sudah memenuhi asumsi stasioneritas dalam mean.
730657584511438365292219146731
3000
2000
1000
0
-1000
-2000
-3000
Index (t)
beba
n lis
trik
has
il di
ffer
enci
ng 7
dan
1
Secara visual, dapat disimpulkan data beban listrik tersebut sudah stasioner dalam mean setelah
dilakukan differencing 7 dan differencing 1. Hal ini dilihat berdasarkan titik-titik data yang berada
menyebar disekitar garis tengah. Stasioneritas dalam mean juga dilihat dari plot ACF. Gambar 5
menunjukkan tidak ada lag yang turun lambat pada plot ACF. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa data beban listrik stasioner dalam mean setelah dilakukan differencing musiman mingguan 7
lag dan differencing 1 lag.
Gambar 4 Time Series Plot Data Beban Listrik Pukul 00.30
Setelah Differencing 7 dan Differencing 1
9
423528211471
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
Lag
Auto
corr
ela
tion
423528211471
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
Lag
Part
ial Auto
corr
ela
tion
Gambar 5 menjelaskan plot ACF yang mana dapat dilihat lag 1, 12, 20 dan 27 keluar batas
signifikansi. Selain itu, lag musiman 7 juga keluar batas signifikansi. Pada Gambar 6 yaitu Plot PACF
diketahui lag 1, 12, 13 dan 29 keluar dari batas signifikansi. Lag musiman 7, 14, 21, 24, 35 dan 42
juga melebihi batas signifikansi. Berdasarkan lag yang keluar dari batas signifikansi pada plot ACF
dan PACF, model ARIMA terbaik yang diperoleh sesuai dengan data beban listrik pukul 00.30 adalah
ARIMA (0,1,1)(0,1,1)7.
Tabel 1 Hasil Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA (0,1,1)(0,1,1)7
Pada Beban Listrik Pukul 00.30
Model ARIMA Parameter Estimate P-value
(0,1,1)(0,1,1)7 1θ 0.108 0.0039
1Θ 0.840 <0.0001
Semua parameter pada model ARIMA (0,1,1)(0,1,1)7 signifikan. Hal ini dilihat dari p-value
semua parameternya yang kurang dari 0.05 Selanjutnya, dilakukan uji white noise dan uji kenormalan
pada residual. Hasil uji white menunjukkan bahwa residual dari model ARIMA (0,1,1)(0,1,1)7
sudah
memenuhi asumsi white noise berdasarkan p-value yang lebih besar dari 0.05. Asumsi lain yang harus
dipenuhi adalah residual mengikuti distribusi normal. Pengujian kenormalan residual menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. P-value hasil pengujian kurang dari taraf nyata 0.05 yang menunjukkan bahwa
residual dari model tersebut tidak mengikuti distribusi normal. Ketidaknormalan residual ini diduga
karena terdapat outlier pada data beban listrik pukul 00.30. Secara matematis, model ARIMA
(0,1,1)(0,1,1)7 ditulis sebagai berikut.
871871 09,0840,0108,0 tttttttt aaaaZZZZ
Salah satu cara mengatasi adanya outlier adalah dengan memasukkan outlier dalam model
ramalan. Deteksi outlier dilakukan untuk mengetahui data yang diduga merupakan data outlier dengan
jenis additive outlier atau level shift.
Pada data listrik pukul 00.30, didapatkan 35 data outlier yang mempengaruhi kebaikan model
ramalan sehingga data outlier tersebut dimasukkan dalam model ramalan. Model ARIMA
(0,1,1)(0,1,1)7 dengan data outlier kemudian diuji signifikansi parameternya serta pengujian asumsi
white noise dan kenormalan residual. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter dan outlier
signifikan terhadap model. Hal ini dilihat dari semua nilai p-value yang kurang dari 0,05. Pada
pengujian asumsi residual yaitu residual memenuhi asumsi white noise dan mengikuti distribusi
Gambar 5 ACF Data Beban Listrik Pukul
00.30 Setelah Differencing 7 dan
Differencing 1
Gambar 6 PACF Data Beban Listrik Pukul
00.30 Setelah Differencing 7 dan
Differencing 1
10
normal memberikan kesimpulan bahwa residual telah memenuhi kedua asumsi tersebut. P-value untuk
pengujian asumsi white noise hingga lag 48 lebih dari taraf nyata 0,05 dan hasil pengujian kenor-
malan residual dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan residual telah mengikuti
distribusi normal yang mana mempunyai p-value 0,0835 yang lebih besar dari taraf nyata 0,05.
Pemodelan dengan langkah yang sama dilakukan untuk beban listrik pukul 01.00 sampai dengan pukul
24.00 tiap setengah jam. Setelah keseluruhan model terbentuk maka bisa dilihat tingkat akurasi model
berdasarkan nilai MAPE yang dihasilkan.
1413121110987654321
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
Hari ke-
MAP
E (%
)
2
2 7
ARIMA
ARIMAX
3,9
3,3
3,1
3,1
3,33,33,2
2,1
1,41,51,5
1,3
1,51,5
4,0
3,4
3,2
3,03,03,1
3,0
1,9
1,21,1
1,2
1,0
1,21,3
Gambar 7 menunjukkan nilai MAPE model ARIMA dan ARIMAX untuk ramalan 1 hari
kedepan, 2 hari kedepan sampai dengan 14 hari kedepan mulai tanggal 18 Desember sampai dengan 31
Desember 2010. Pada peramalan satu hari kedepan sampai dengan 11 hari kedepan menunjukkan
bahwa model ARIMAX lebih baik digunakan daripada model ARIMA dan untuk peramalan 12 hari
sampai dengan 14 hari kedepan model ARIMA lebih baik digunakan daripada model ARIMAX. Dikarenakan menunjukkan hasil peramalan yang lebih baik dibandingkan dengan ARIMA, maka
model dua level hibrida ARIMA-ANFIS ini menggunakan model ARIMAX untuk peramalan pada
level 1. Pada level 2, peramalan dilakukan menggunakan metode ANFIS dengan input lag yang
signifikan pada model ARIMAX dimana data yang digunakan adalah residual model ARIMAX, yaitu
et-1, et-7 dan et-8. Kombinasi jenis dan jumlah membership function yang digunakan adalah adalah
fungsi Gaussian, Generalized Bell, Kurva Phi dan Trapesium dengan jumlah membership function 2
dan 3 serta menggunakan grid partition untuk klasifikasi awal. Selain itu digunakan juga klasifikasi
dengan FCM dengan fungsi Gaussian dengan jumlah membership function 2 sampai dengan 10.
Analisis yang akan dibahas kali ini adalah model hibrida dengan fungsi Gaussian dan jumlah
memberhip function 3 untuk peramalan residual beban listrik pukul 00.30.
Terdapat 3 Rule dan 12 consequent parameter pada model ANFIS ini. Berikut adalah 3 aturan
yang terdapat pada model ANFIS untuk residual beban listrik pukul 00.30.
1. Jika et-1 kelompok A1, et-7 kelompok B1 dan et-8 kelompok C1 maka 0,183,172,111,1
1cececece tttt
2. Jika et-1 kelompok A2, e-7 kelompok B2 dan et-8 kelompok C2 maka 0,283,272,211,2
2cececece tttt
3. Jika et-1 kelompok A3, et-7 kelompok B3 dan et-8 kelompok C3 maka 0,383,372,311,3
3cececece tttt
dengan Aj, Bj, dan Cj adalah kelompok yang terbentuk pada input 1, input 2 dan input 3 dimana j = 1,
2, 3.
Gambar 7 Nilai MAPE Model ARIMA dan ARIMAX untuk 1 Sampai 14 Hari Ke depan
11
Terdapat 18 premise parameter dan 12 consequent parameter akhir hasil pembelajaran dengan
metode backpropagation dan least square. Premise parameter akhir merupakan parameter non linear
setelah dilakukan proses iterasi.
Tabel 2 Premise Parameter Akhir Pada Metode Hibrida ARIMA-ANFIS
Untuk Residual Beban Listrik Pukul 00.30
Kelompok Input 1(et-1) Input 2 (et-7) Input 3 (et-8)
1 1,1 = 136,4
1,1 = 16,14
2,1 = 137,1
2,1 = 20,58
13 = 139,8
3,1 = -90,67
2 1,2 = 138,6
1,2 = 34,45
2,2 = 136,3
2,2 = -12,58
3,2 = 139,3
3,2 = -87,05
3 1,3
= 141,7
1,3 = -106,7 2,3 = 138,1
2,3 = 23,4
3,3 = 137,3
3,3 = 18
Fungsi jte yang terbentuk dari consequent parameter akhir adalah sebagai berikut.
1.
43,651877,0025,00512,0 8711
tttt eeee
2.
30,3210034,02812,07257,0 8712
tttt eeee
3. 90,3511171,05484,04443,0 8713 tttt eeee
Model ramalan residual beban listrik pukul 00.30 yang diperoleh menggunakan metode ANFIS
secara matematis ditulis sebagai berikut. 3
,32
,21
,1ˆ
ttttttt ewewewe
Hasil ramalan akhir adalah ramalan menggunakan ARIMAX pada level 1 dan ramalan residual
menggunakan ANFIS pada level 2. Sehingga model keseluruhan untuk metode dua level seasonal
autoregressive ini adalah model gabungan dari dua level peramalan yang telah dilakukan. Pemodelan
dilakukan dengan cara yang sama untuk data beban listrik pukul 01.00 sampai dengan pukul 24.00 tiap
setengah jam, yakni dilakukan pemodelan menggunakan ARIMAX dan residualnya dimodelkan
dengan ANFIS menggunakan kombinasi jenis dan jumlah fungsi keanggotaan yang telah ditentukan.
Gambar 8 Struktur Jaringan ANFIS fungsi Gaussian dengan Jumlah
Membership Function Pada Beban Lisrtik Pukul 00.30
12
Hasil peramalan terbaik berdasarkan nilai MAPE menggunakan model dua level seasonal
autoregressive ini adalah peramalan dengan model ARIMAX pada level 1 dan metode ANFIS dengan
klasifikasi awal menggunakan FCM dan kombinasi jenis fungsi Gaussian dengan jumlah fungsi
keanggotaan 2 untuk tahap ramalan 2 hari kedepan. Pada peramalan 7 hari kedepan, model dua level
seasonal autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS dengan klasifikasi awal menggunakan FCM dan
kombinasi jenis fungsi Gaussian dengan jumlah fungsi keanggotaan 3 adalah model yang paling sesuai
digunakan. Model dua level seasonal autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS yang terbentuk dengan
pendekatan fungsi Gaussian dan jumlah fungsi keanggotaan 3 untuk data beban listrik pukul 00.30
secara matematis ditulis sebagai berikut.
3
,3
2
,2
1
,1
619
,
707
,
616
,
261
,
594
,
142
,
499
,
130
,
627
,
441
,
86
,
458
,
265
,
270
,
100
,
27
,
353
,
333
,
360
,
307
,
262
,
102
,
686
,
202
,
331
,
2
,
615
,
367
,
514
,
617
,
69
,
688
,
595
,
190
,
230
,7
7
8,7742,807
1
3,992
1
6,1011
1
7,10148,8033,8213,792
1
1,1224
3,863883871B-1
1226,2
1
1336,3
B-1
1359,41090,6
10381
1418,81158,41041,5-
1
3,1381
1
7,1473
1
6,1602
11285,15759,12451
8,15367,14411381
1
1,1752
15461
2,19388,14683,18235,1960
)1)(1(
)9,01)(2,01(
tttttttata
tstststatatats
tatatatstststa
tatstatatststs
tatstatstatats
tatstatatatt
ewewewII
IB
IB
IB
IIIIB
IIIIIB
II
IIB
IIIB
IB
IB
IIIIB
IIIB
IIB
IIIaBB
BBZ
dengan
l
lTta
Tt
TtI l
,0
,1
,
l
lTts
Tt
TtI l
,0
,1
,
0,83,72,11, jtjtjtj
jt cececece
ttt
tjtj
www
ww
,3,2,1
,,
)()()( 871, tjtjtjtj eeew
21
211
21
j
jte
tj ee
;
22
227
27
j
jte
tj ee
;
23
238
28
j
jte
tj ee
j = derajat keanggotaan variabel input pada masing-masing jenis dan jumlah fungsi
keanggotaannya ij = nilai taksiran mean variabel input i dengan ki ,...,2,1 dan k adalah banyaknya variabel
input. ij = nilai taksiran standard deviasi input i dengan ki ,...,2,1 dan k adalah banyaknya variabel
input.
Peramalan dengan model dua level seasonal autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS ini
dibandingkan dengan peramalan dengan metode individunya, yaitu ARIMA dan ANFIS. Peramalan
13
menggunakan ANFIS terbaik adalah peramalan dengan kombinasi fungsi Gaussian dengan jumlah
membership function 8 dan 10 dan klasifikasi FCM untuk peramalan 2 hari ke depan dan peramalan
dengan kombinasi fungsi Gaussian dengan jumlah membership function 3 dan klasifikasi grid
partition untuk tahap ramalan 7 hari ke depan.
1413121110987654321
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
Hari Ke-
MA
PE (
%)
2 7
2A RIMA
A RIMA X
A NFIS Gauss (3)
A NF IS Gauss (8)
A NF IS Gauss (10)
Hibrida Gauss (2)
Hibrida Gauss (3)
Batasan nilai MAPE yang digunakan oleh PLN adalah 2% sehingga tahap ramalan yang bisa
digunakan adalah ramalan untuk 7 hari kedepan. Pada tahapan ramalan 7 hari kedepan, semua model
ramalan dari tiap metode masih mempunyai MAPE dibawa 2% kecuali model ARIMA. Model
ARIMA mempunyai nilai MAPE lebih dari 2%. Peramalan yang dilakukan oleh PLN adalah
peramalan dengan jangka waktu satu sampai dengan 2 hari kedepan. Untuk peramalan dengan jangka
waktu 2 hari kedepan, model peramalan dengan nilai MAPE terkecil adalah model dua level Hibrida
ARIMA-ANFIS dengan fungsi Gaussian dan jumlah keanggotaan 2 dengan klasifikasi awal
menggunakan FCM. Nilai MAPE yang dihasilkan adalah 1,18%. Model yang paling sesuai untuk
tahap ramalan 7 hari kedepan adalah ANFIS dengan fungsi keanggotaan Gaussian dan jumlah
keanggotaan 3 serta klasifikasi awal menggunakan grid Partition yaitu sebesar 1,78%.
Rata-rata beban listrik yang disediakan tiap harinya oleh PLN adalah 13960 MW. Peramalan
beban listrik yang dilakukan oleh PLN adalah peramalan beban listrik untuk 2 hari kedepan dengan
error maksimal 2% yaitu sekitar 279,2 MW. Pada peramalan menggunakan model dua level Hibrida
ARIMA-ANFIS ini diperoleh nilai MAPE 1,18% yaitu sekitar 164,73 MW. Berdasarkan hal tersebut,
maka dengan menggunakan model dua level Hibrida ARIMA-ANFIS dengan fungsi Gaussian dan
jumlah membership function 2 ini memperkecil kesalahan peramalan beban listrik sebanyak 0,82%
atau sekitar 114,47 MW tiap harinya.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil berdasarkan analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pola data beban listrik di Jawa-Bali pada periode 2009 sampai dengan 2010 menunjukkan adanya
fluktuasi yang cukup besar untuk tiap setengah jamnya dimana dapat dikatakan beban listrik
Gambar 12 Nilai MAPE Model ARIMA, ARIMAX,
ANFIS dan Hibrida ARIMA-ANFIS untuk 1
Sampai 14 Hari Ke depan
14
mempunyai dependensi antar waktu sehingga dapat digunakan analisa time series dalam peramalan
beban listrik. Selain itu, data beban listrik Jawa-Bali setelah dibagi tiap setengah jamnya
menunjukkan pola musiman mingguan dimana karakteristik beban listrik cenderung sama pada
setiap minggunya. Data outlier yang berada jauh dibawah rata-ratanya juga masih sangat banyak
pada beban listrik Jawa-Bali. Hal ini menunjukkan belum stabilnya keadaan listrik di Jawa-Bali.
2. Model dua level autoregressive Hibrida ARIMA-ANFIS yang sesuai untuk peramalan jangka
pendek di Jawa-Bali untuk 2 hari kedepan adalah model dua level Hibrida ARIMA-ANFIS dengan
menggunakan fungsi keanggotaan Gaussian dan jumlah keanggotaan 2 dengan klasifikasi awal
menggunakan FCM. MAPE yang dihasilkan adalah 1,18% dan untuk peramalan 7 hari kedepan,
model yang paling sesuai adalah model dua level Hibrida ARIMA-ANFIS dengan menggunakan
fungsi keanggotaan Gaussian dan jumlah keanggotaan 3 dengan klasifikasi awal menggunakan
FCM. MAPE yang dihasilkan adalah 1,79%
3. Hasil perbandingan model dua level seasonal autoregressive hibrida ARIMA-ANFIS dengan
masing-masing metode individunya, yaitu ARIMA dan ANFIS menunjukkan bahwa untuk
peramalan dengan jangka waktu 2 hari kedepan, model peramalan yang paling sesuai adalah model
dua level autoregressive Hibrida ARIMA-ANFIS dengan menggunakan fungsi keanggotaan
Gaussian dan jumlah keanggotaan 2 dengan klasifikasi awal menggunakan FCM. MAPE yang
dihasilkan adalah 1,18%. Untuk peramalan 7 hari kedepan, model ramalan yang paling sesuai
adalah peramalan menggunakan metode ANFIS dengan fungsi keanggotaan Gaussian dan jumlah
keanggotaan 3 dengan klasifikasi awal menggunakan grid partition. MAPE yang dihasilkan adalah
1,78%.
5.2 Saran
Saran yang diberikan berdasarkan analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pada metode ANFIS dan Hibrida ARIMA-ANFIS sebaiknya dilakukan pemodelan dengan jumlah
data yang lebih sedikit atau data yang lebih banyak dari penelitian ini. Sehingga bisa diketahui
jumlah data ideal yang bisa memberikan hasil peramalan yang lebih baik.
2. Penggunaan kombinasi jumlah dan jenis fungsi keanggotaan yang lain pada metode ANFIS dan
Hibrida ARIMA-ANFIS juga disarankan untuk mengetahui kemungkinan model terbaik lainnya.
Daftar Pustaka
1. Aal, R. A. (2006). Modeling and Forecasting Electric Daily Peak Loads using Abductive Networks. Electrical
Power and Energy Systems, 28, 133-141.
2. Al-Fuhaid, A. S., El-Sayed, M. A., & Mahmoud, M. S. (1997). Neuro-Short-Term Load Forecast of The
Power System in Kuwait. Appl. Math. Modelling, 21, 215-219.
3. Azadeh, A., & Tarverdian, S. (2007). Integration of Genetic Algorithm, Computer Simulation and Design of
Experiments for Forecasting Electrical Energy Consumption. Energy Policy, 36, 5229–5241.
4. Azadeh, A., Saberi, M., Gitiforouz, A., & Saberi, Z. (2009). A Hybrid Simulation-Adaptive Network Based
Fuzzy Inference System. Expert Systems with Applications, 36, 11108–11117.
5. Carpinteiro, O. A., Reis, A. J., & da Silva, A. P. (2004). Hierarchical Neural Model in Short-Term Load
Forecasting. Applied Soft Computing, 4, 405-412.
6. Chandrashekara, A. S, Ananthapadmanabhab, T., & Kulkarni, A. D. (1999). Neuro-Expert System for
Planning and Load Forecasting of Distribution Systems. Electrical Power and Energy Systems, 21, 309-314.
7. Darmawan, G. (2008). Perbandingan Penaksiran Parameter Pembeda Pada Model ARFIMA melalui Metode
Spektral. Laporan Thesis Jurusan Statistika. Surabaya: ITS.
8. Endharta, A. J. (2009). Peramalan Konsumsi Listrik Jangka Pendek Dengan Elman-Recurrent Neural
Network. Laporan Tugas Akhir Jurusan Statistika. Surabaya: ITS.
15
9. Fariza, A., Helen, A., & Rayid, A. (2007). Performansi Neuro Fuzzy untuk Peramalan Data Time Series.
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007. Yogyakarta.
10. Hippert, H., Pedreira, C., & Souza, R. (2001). Neural Networks for Short-Term Load Forecasting: A Review
and Evaluation. IEEE Transactions on Power Systems, 16, 44-55.
11. Kiartzis, S. J., Bakirtzis, A. G., & Petridis, V. (1995). Short-term Load Forecasting Using Neural Networks.
Electric Power Systems Research, 33, 1-6.
12. Kim, C. i., Yu, I. K., & Song, Y. H. (2002). Kohonen Neural Network and Wavelet Transform Based
Approach to Short-Term Load Forecasting. Electric Power Systems Research 63, 63, 169-176.
13. Kuncoro, A. H., & Dalimi, R. (2005). Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Peramalan Beban Tenaga listrik
Jangka Panjang Pada Sistem Kelistrikan Indonesia. Jurnal Teknologi, XIX (3), 211-217.
14. Kusumadewi, S., & Hartati, S. (2006). Neuro-Fuzzy : Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
15. Makridakis, S., & Hibon, M. (2000). The M3-Competition, Results, Conclusions and Implications.
International Journal of Forecasting, 16, 451-476.
16. Mastorocostas, P. A., Theocharis, J. B., Kiartzis, S. J., & Bakirtzis, A. G. (2000). A Hybrid Fuzzy Modeling
Method for Short-Term Load Forecasting. Mathematics and Computers in Simulation, 53, 221-232.
17. Mohamed, E. A., Mansour, M. M., & El-Debeiky, S. (1998). Egyptian Unified Grid Hourly Load Forecasting
Using Artificial Neural Network. Electrical Power & Energy Systems, 20 (7), 495-500.
18. Rahman, M. H. (2008). Model Kombinasi Tren Deterministik-Stokastik dan Holt Winter Exponential
Smoothing Musiman Ganda. Laporan Tugas Akhir Jurusan Statistika. Surabaya: ITS.
19. Ranaweera, D. K., Hubele, N. F., & Karady, G. G. (1996). Fuzzy Logic for Short Term Load Forecasting.
ElectricalPower & Energy Systems, 18 (4), 215-222.
20. Ristiana, Y. (2008). Model Autoregressive Neural Network (ARNN) untuk Peramalan Konsumsi Listrik di
PT. PLN Gresik. Laporan Tugas Akhir Jurusan Statistika. Surabaya: ITS.
21. Sa'diyah, H. (2008). Model ARIMA Musiman Ganda untuk Peramalan Beban Listrik Jangka Pendek di PT.
PLN Gresik. Laporan Tugas Akhir Jurusan Statistika. Surabaya: ITS.
22. Soares, L. J., & Medeiros, M. C. (2008). Modeling and Forecasting Short-Term Electric Load: A Comparison
of Methods with an Application to Brazilian Data. International Journal of Forecasting, 24 (4), 630-644.
23. Suhartono & Endharta, A. J. (2009). Short Term Electricity Load Demand Forecasting in Indonesia by Using
Double Seasonal Recurrent Neural Networks. International Journal of Mathematical Models and Methods In
Applied Sciences, 3 (3), 171-178.
24. Sulistiyawati, S. Pemodelan Bayesian Mixture Normal Autoregressive Pada Data Konsumsi Energi Listrik di
PT. PLN (Persero) Gresik. Laporan Tugas Akhir Jurusan Statistika. Surabaya: ITS.
25. Suswanto, D. (2009). Sistem Distribusi Tenaga Listrik : Untuk Mahasiswa Teknik Elektro (Edisi Pertama).
Padang: Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.
26. Syafrizal, M., Wardhani, L. K., & Irsyad, M. (2008). Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik
menggunakan algoritma genetika. Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Indonesia. Jakarta.
27. Taylor, J. W. (2003). Short-Term Electricity Demand Forecasting Using Double Seasonal Exponential
Smoothing. Journal of Operational Research Society, 54, 799-805.
28. Taylor, J. W. (2010). Triple Seasonal Methods for Short-Term Electricity Demand Forecasting. European
Journal of Operational Research, 204, 139-152.
29. Wei, W. W. (2006). Time Series Analisis: Univarite and Multivariate Method (2ond Edition). USA: Pearson
Education.
30. Ying, L. C., & Pan, M. C. (2008). Using Adaptive Network Based Fuzzy Inference System to Forecast
Regional Electricity Loads. Energy Conversion and Management, 49, 205–211.
31. Zhang, B. L., & Dong, Z. Y. (2001). An Adaptive Neural-Wavelet Model for Short Term Load Forecasting.
Electric Power Systems Research, 59, 121-129.
32. Zhang, G. P. (2003). Time Series Forecasting Using a Hybrid ARIMA and Neural Network Model.
Neurocomputing, 50, 159-175.