Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir

Post on 17-Jul-2015

325 views 14 download

Transcript of Menjawab syubhat terhadap ide ide hizbut tahrir

YANG DIMAKSUD DENGAN IMAMAH

Imam An-Nawawi(Ulama Sunni): “Imamah, Khilafah, dan ImaratulMukminin adalahSINONIM. Yang dimaksud dengannyaadalahKEPEMIMPINAN UMUM DALAM URUSAN-URUSAN AGAMA DAN DUNIA.” Artinya IMAMAH bukan Negara Sekular.

Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 21, hlm 26

Imam Al-Ijiy(Ulama Sunni): “(Imamahadalah): penerusRasulullah saw dalammenegakkanagama yang wajib ditaatioleh segenapumat Islam.” Negara sekularbukan Imamah.

Al-Mawaaqif fiy‘Ilm Al-Kalaam, hlm 395

Imam Al-Khatthabi(Ulama Sunni): “makna dari ‘Rasulullahsaw tidak beristikhlaf’ adalah bahwa beliautidak menunjukseseorang menjadikhalifah, itu tidak berartibahwa Beliau tidakmemerintahkan haltersebut (mengangkatImam), tidakmengajarkannya, danmembiarkan perkara(agama Islam) terbengkalai tanpa adayang mengurusi. … “. Masih menurut Beliau: Penundaan pemakamanjenazah Rasulullah saw menunjukkan wajibnyaKHILAFAH.(Tharh At-Tatsriyb fiySyarh At-Taqriyb, juz 8, hlm 75)

Hadits Rasulullah saw dalam Musnad Ahmad bin Hambal, nomor hadits 22273, bahwa masakekhilafahan umat Islam hanya 30 tahun, setelah itu tidak ada lagi khilafah.

Al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari (Ulama Sunni), menjelaskan dalam kitabnya, Muthabaqat al-Ikhtira’at al-’Ashriyyah limaa Akhbara bihi Sayyid al-Bariyyah, hal. 43, bahwa Nabi saw telah mengabarkan, “Umat Islam akan dipimpin oleh banyak penguasa (tanpa penguasa tunggal).”

1. Menurut Jumhur ‘Ulama Sunni umat Islam dilarang mempunyai lebih darisatu pemimpin.

Imam Abu Zakariyya An-Nawawi (Ulama Sunni): “Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh mengangkat dua khalifah dalam satu masa, baik wilayah Negara Islam luas maupun tidak.” Syarh An-Nawawî ‘alâ Muslim, juz 12 hal 321.

Imam Ibnu Katsir (Ulama Sunni): “Dan adapun pengangkatan dua imam atau lebih di muka bumi, maka hal itu tidak boleh, berdasarkan Sabda Nabi saw: “Barang siapa yang mendatangi kalian sementara urusan kalian terkumpul (pada satu khalifah) dia ingin memecahbelah kalian maka bunuhlah dia seketika bagaimanapun dia.” Yang demikian ini adalah pendapat jumhur Ulama, ...” Tafsîr Ibn Katsîr, juz 1 hlm 222.

Imam As-Sinqithi (Ulama Sunni): MenurutJumhur ‘Ulama: Bahwasannya Imam yangagung (khalifah) tidak boleh berjumlahlebih dari satu, bahkan wajib berjumlahsatu, …” Adhwâ’ Al-Bayân fî Îdhâh Al-Qur’ânbi Al-Qur’ân, juz 1 hlm 83

Sementara hadits Rasulullah saw tentang akan berbilangnya pemimpinumat Islam adalah berbentuk ikhbaar (pemberitaan) bukan berbentuktasyrii’ (penetapan hukum syara’). Sama halnya dengan pemberitaanBeliau akan banyaknya perilaku Zina dan Riba di akhir zaman, sama sekalitidak menunjukkan bahwa dua dosa besar tersebut nantinya dimaklumisebagai sesuatu yang boleh.

Jadi, apabila terjadi khalifah atau pemimpin umat Islam berjumlah lebihdari satu maka itu adalah kemungkaran, merubahnya dengan cara yang

syar’iy adalah kewajiban kaum muslim. Dan aktivitas izaalatu- l-munkaraat (menghilangkan kemungkaran) bukanlah amalan yang sia-sia.

Apalagi, pemimpin-pemimpin yang ada saat ini bukan pemimpin umatIslam, mereka sendiri tidak ingin disebut sebagai pemimpin umat Islam, dan negaranya juga tidak mau disebut sebagai negara Islam. Bahkanmereka berusaha mencegah negara mereka untuk menjadi negara Islam.

2. Selain memberitakan akan berakhirnyaKhilaafah ‘Alaa Minhaaji-n-Nubuwwah dalam30 tahun dan akan munculnya banyakpemimpin umat Islam di kemudian hari, di lain riwayat Rasulullah saw juga memberitakanakan datangnya kembali kekhilafahan ataukepemimpinan tunggal umat Islam (MusnadAhmad nomor hadits 18596)

Al-Imam al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, berkata dalam kitabnya, Dalail al-Nubuwwah wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, juz 6, hal. 491, bahwa maksud khilafah al-nubuwwah dalam hadits Hudzaifah adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani al-Asy’ari al-Syafi’i, ulama Sunni, kakek SyaikhTaqiyyudin al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, menyebutkan dalamkitabnya, Hujjatullah‘ala al-’Alamin fiMu’jizat Sayyid al-Mursalin, hal. 527, bahwa yang dimaksuddengan khilafah al-nubuwwah dalamhadits Hudzaifahtersebut adalahkhilafahnya Umar bin Abdul Aziz.

1. Bahwa khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang disebut hadits Ahmad adalah masaKhalifah Umar bin Abdil ‘Aziz ra. adalah merupakan asumsi seorang perawi bernamaHabib bin Salim rahimahullaah, dia tidak termasuk hadits Rasulullah saw.

2. Habib bin Salim rahimahullaah sendiri tidak meyakini akan asumsinya tersebut, beliauhanya mengatakan “berharap”:

3. Kalaupun ada yang berpendapat demikian tentunya tidak berupa keyakinan yangkemudian menafikan kemungkinan-kemungkinan lainnya, karena landasannya sebatasasumsi seorang perawi yang beliau sendiri bahkan tidak sampai meyakininya.

4. Menurut haditsMuslim Nomor 2913: Akan ada kembalikekhilafahan, (a) Hadits

menyebutkanmunculnya khalifahdi akhir umat NabiMuhammad saw.,

(b)Keterangan duaorang perawinyaAbu Nadhrah danAbu Al-’Alaa’ saatditanya oleh Al-Jurairiy,

Jelas yang dimaksudbukan kalifah ‘Umarbin ‘Abdil ‘Aziz,. Mengatakan tidakakan ada lagi khalifahberarti mengingkarihadits shahih ini.

5. Masih dari sumberyang sama, yaituhadits nomor 2914: akan munculkembali Khalifah diAkhir Zaman. Tentunya bukankalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, karenabeliau hidup dekatdengan masakenabian dan bukandi akhir zaman. Mengatakan tidakakan ada lagikhalifah berartimengingkari haditsshahih ini.

Abu Ya’la Al-Mushiliymeriwayatkanhadits dari jalan Abu Hurairah, bahwakhilafah di akhirzaman nanti adalahkhilafahnya Al-Imam Al-Mahdi. Itupunmasanya sangatsingkat, yaitu tujuhtahun saja.

Musnad Abu Ya’la, juz 12 hlm 19.

Al-Mahdi memangkhalifah di akhir zaman, tapi Beliau bukan satu-satunya. At-Thabaraniymeriwayatkan haditsshahih bahwa Beliaunanti dibai’at menjadikhalifah setelah khalifahsebelumnya wafat, itutandanya sebelum beliaumenjadi khalifah sudahberlangsung masakekhilafahan. Pertanyaannya, darimanadatangnya kekhilafahantersebut? Apakah munculdengan sendirinya?

Majma’ Az-Zawaid, juz 7 hlm 433

Al-Imam Hujjatul Islam al-Ghazali berkata dalam al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hal. 200, “Kajian tentang khilafah tidak penting, dan lebih selamat tidak mengkajinya.”

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam kitab al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 2, hal. 19 bahwa “Bengpangku tangan dari menegakkan khilafah termasuk dosa terbesar, dan menghentikan eksistensi Islam dalam ranah kehidupan. Semua kaum Muslim dosa besar karenanya.”

1. Yang benar, Abu Hamid Al-Ghazali (Ulama Sunni) berkata: “menghindari pembahasan imamah lebihselamat daripada membahasnya, iya kalau sudahbenar (pemahamannya), bagaimana jika ternyatasalah?”. Beliau kemudian membagi pembahasanimamah menjadi tiga topik:• Kewajiban mengangkat imam untuk

membantah kalangan yang mengingkari wajibnyaimamah

• Apakah Imam telah ditetapkan oleh nash untukmembantah pendapat sebagaimana yang dianutRafidhah bahwa Ali bin Abi Thalib ra telahditetapkan sebagai Imam berdasarkan nash, yaituhadits Ghadir Khum

• Akidah Ahlus Sunnah terhadap Shahabat Nabi danKhulafa Rasyidun untuk membantah kalanganyang mengkultuskan mereka dan juga kalanganyang membenci dan memusuhi mereka.

(Al-Iqtishaad fiy Al-I’tiqaad, hal. 200-207)

Asy-Syahrastaniy (UlamaSunni) mengatakanbahwa Imamah memangbukan bagian dari dasar-dasar keyakinan (akidah), akan tetapi adalah bahayabagi siapa-siapa yang salah dalammemahaminya, lebihbahaya lagi siapa-siapayang tidak tahu dasarnya, dan kelaliman yang muncul dari pengaruhhawa nafsu yang menyesatkan, yang mencegah seseorang dariberlaku adil.

Nihaayatu-l-Iqdaam fiy‘ilmi-l-Kalaam, hlm 478

Berikut juga keterangan Hasan Al-’Aththar (Ulama Sunni) dalamHasyiyah beliau atas Jam’u-l-jawaami’, juz 2 hlm 487:

2. Yang menyatakan Imamah adalah kewajiban yang Sangat Besar bukan hanya Hizbut Tahrir.

Muhammad bin Ahmad As-Safarini Al-Hambali (Ulama Sunni), dalam Lawâmi’ Al-Anwâr, juz2 hlm 419:

Ibnu Hajar Al-Haitamiy (Ulama Sunni), dalam Ash-Shawâ’iq Al-Muhriqah, hlm 10:

Syamsuddin Ar-Ramli (Ulama Sunni), dalam Ghâyah Al-Bayân Syarhu Zubad IbnRuslân, hlm 23:

Muhammad Al-Hashkifi Al-Hanafi (Ulama Sunni), dalam Ad-Durr Al-Mukhtaar syarhTanwiyr Al-Abshaar, hlm 75:

“Ekstrem”: Hanzhalah bin Ar-Rabiy’ ra. (Sahabatsekaligus JuruTulis Rasulullahsaw) menyebutkanbahwa dengantanpa KhilafahUmat Islam bisahina dan sesatseperti umatYahudi danNasrani!

Taariykhu-th-Thabariy, hlm776

“Ekstrem”: Khalifah ‘Umar bin Khaththab ra. Memberi instruksikepada Shuhaybuntuk membunuhsiapa-siapa darianggota syurayang menghambatproses pemilihankhalifah, sekalipunmereka adalahpara sahabatpilihan yang diridhai Rasulullahsaw, dan parasahabat lainnyatidak ada yang menolak bertandamereka setuju.

Al-Kaamil fi-t-taariykh, juz 2 hlm461

“Ekstrem”: Umar bin Khaththab ra. menyebutkanbahwa denganmeninggalkanHad Rajam sajaumat bisa sesat!Dan tanpaKhilafah banyakhududditinggalkan.

Shahiyh Al-Bukhariy, haditsnomor 6829

“Ekstrem”: Imam TaqyuddinAbu Bakr Al-Hishniy (UlamaSunni) menyebutkanbahwa menurutpara ulamaistighfar yang disertai dengandiantaranyakeridhaan tidakmenerapkanhudud adalahterhitung sebagaidosa!

Kifayatu-l-Akhyaar, hlm 242

Al-Imam Fakhruddin al-Razi, berkata dalam tafsirnya, al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, juz 13, hal. 204, bahwa tampilnya seorang pemimpin yang zalim adalah akibat kezaliman yang dilakukan oleh rakyat.

Hizbut Tahrirmerubah sistemdengan berdakwahdi tengah-tengahdan bersama umat(masyarakat) sampai merekamenjadikan Islam sebagai pandanganhidupnya, sehinggaakhirnya merekasendirilah yang menuntutpenerapan Syari’atdan Khilafah.

Al-Imam Abu Ja’far al-Thahawi (Ulama Sunni) berkata dalam al-’Aqidah al-Thahawiyyah, “bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah tidak memiliki konsep menggulingkan pemerintahan yang sah, meskipun mereka telah berbuat kezaliman.”

Yang haram digulingkan adalahPemerintahan Islam. Menurut Ibnu Katsir(Ulama Sunni) bahwa jika pemerintahIslam mengganti atau mencampur syari’atIslam dengan syari’at lain, maka wajibuntuk dilengserkan. Tafsiyr Al-Qur-aan Al-’Azhiym (tafsir Ibn Katsir) juz 3 hlm 131.

Adapun merubahpemerintahan yang tidak Islami, makadengan mencontohperjalanan dakwahRasulullah saw saatperiode Mekah, yaitudengan dakwah danaktivitas politik tanpamenggunakankekerasan.

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, dengan mengadopsi dari Mu’tazilah, menegaskan dalam kitabnya, al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 1, hal. 71 dan 72, bahwa perbuatan manusia tidak ada kaitannya dengan keputusan Allah.

Al-Imam al-Hafizh al-Kabir Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, w. 458 H, berkata dalam kitabnya, al-I’tiqad ‘ala Sadzhab al-Salaf Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, hal. 53-54, bahwa semua perbuatan manusia adalah ciptaan Allah dan terjadi sesuai dengan keputusan Allah.

Ungkapan bahwaperbuatan manusiayang bersifat ikhtiyariytidak termasuk Qadha’, bukan berartimenganggapnyasebagai ciptaanmanusia. Karena:

1. Yang dimaksudQadha’ di situ adalahperbuatan-perbuatanyang terjadi di luarkehendak manusiayang telahditetapkan oleh Allah swt. (Asy-Syakhshiyyah Al-Islaamiyyah, juz 1 hlm 94)

2. Perbuatan manusiayang bersifatpilihan adalahberupa intifaa’ (pemanfaatan) manusia ataskhashyyat (sifat-sifat khusus) yang telah Allah swttetapkan padabenda-benda. (Asy-Syakhshiyyah Al-Islaamiyyah, juz 1 hlm 96)

Jadi Hizbut Tahrir tidakpernah mengatakanbahwa manusia bisamenciptakanperbuatannya sendiri!

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, berkata dalam al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 1, hal. 73, bahwa “Ahlus Sunnahsama denganJabariyyah”.

1. Yang dimaksud Ahlus Sunnah oleh Syaikh Taqyuddin An-Nabhaniydalam pembahasan Qadha dan Qadar adalah Al-Asy’ariyyah

2. Dalam pembahasan Qadha dan Qadar pada hakikatnya pendapatkeduanya (Ahlus Sunnah dan Jabariyyah) adalah sama, yaitu bahwaperbuatan manusia baik berupa ketaatan maupun kemaksiatanadalah ketetapan dan ciptaan Allah swt. Bedanya Asy’ariyyahmengenal apa yang dinamakan dengan Kasb Ikhtiyariy, yaitu hambakuasa memilih perbuatannya. Namun meskipun demikian yang terjadi tetap apa yang telah ditetapkan Allah swt, baik dipilihmaupun tidak. Karena suatu perbuatan akan terjadi manakala kuasamanusia sejalan dengan kuasa Allah swt.

3. Yang menyatakan bahwa Asy’ariyyahmemiliki kesamaan dengan Jabariyyahbukan hanya Syaikh Taqyuddin. BerikutAl-Imam Al-Ijiy (Ulama Sunni) dalamkitabnya Al-Mawaqif hlm 428

Juga Al-Imam Al-Jurjaniy (UlamaSunni), dalam kitabnya At-Ta’riyfaat, hlm 66

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, berkata dalam al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 1, hal. 53, bahwa “Ta’wil pertama kali dilakukan oleh kalangan teolog, bukan ulama salaf”.

Al-Imam al-Syaukani (Ulama Syiah Zaidiyah), berkata dalam kitabnya Irsyad al-Fuhul, mengutip dari al-Imam al-Zarkasyi (Ulama Sunni) dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, bahwa ta’wil terhadap nushush mutasyabihat dilakukan oleh ulama salaf.

Hizbut Tahrir tidaksedang mengkritikta’wil, melainkanmengkritik manhajKaum Mutakalliminyang menjadikanakal sebagai asasdalam menta’wil, bukan ayat Al-Qur’an.

(Asy-SyakhshiyyahAl-Islaamiyyah, juz1 hlm 55-56)

Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam kitabnya,al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 1, hal. 43, bahwa yang dimaksud, “Qadar dalam hadits Jibril adalah ilmu Allah”. Dengan demikian berarti al-Nabhani menisbatkan keburukan kepada Allah swt.

Syaikh Abdullah al-Harari (Ulama Sunni), berkata dalam kitabnya, al-Syarh al-Qawim ‘ala al-Shirath al-Mustaqim, hal. 228, bahwa “Maksud Qadar dalam hadits Jibril adalah al-Maqdur (sesuatu yang diputuskan Allah) atau Makhluk, yang boleh dilabel sifa baik dan buruk.”

Syaikh Nawawi Banten, berkata dalam kitabnya Kasyifat al-Saja Syarh Safinah al-Naja, hal. 12, “Tidak boleh menisbatkan kejelekan kepada Allah.”

Maksud dari imankepada Qada’ dan Qadarbaik dan buruknya dariAllah swt: Mengimanibahwa perbuatan-perbuatan yang terjadioleh manusia atauatasnya yang bersifat“memaksa” dankhashiyyat yang adapada benda-bendaadalah dari Allah swtbukan dari Manusia, dantidak ada peran manusiadi dalamnya. al-Maqdur (sesuatu yang

diputuskan Allah). Jaditidak ada penisbatankejelekan kepada Allah swt tersebut. (Asy-Syakhshiyyah Al-Islaamiyyah, juz 1 hlm94)

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam kitab al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, juz 1, hal. 132, bahwa “Para nabi dan rasul itu ma’shum setelah menjadi nabi dan rasul. Sedangkan sebelum menjadi nabi dan rasul, mereka tidak ma’shum.”

Al-Imam Muhammad al-Dasuqi (Ulama Sunni), berkata dalam kitabnya, Hasyiyah ‘ala Ummi al-Barahin, hal. 163, “Para nabi itu terjaga dari dosa besar dan kecil, sengaja dan tidak sengaja, sebelum dan sesudah menjadi nabi.”

Imam Al-Amidiy(Ulama Sunni): menurut Qadhi Abu Bakar (Ulama Sunni) dan jumhur ulamamadzhab kami(Syafi’iyyah), sertabanyak darikalangan mu’tazilah, bahwa para nabimemungkinkanuntuk bermaksiatsebelumkenabiannya, baikdosa besar maupunkecil, bahkan bolehkerasulan orangyang sebelumnyakafir. Al-Ihkaam fiyUshuuli-l-Ahkaam, juz 1 hlm 227

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam kitab al-Tafkir, hal. 149 bahwa “Siapa saja mampu berijtihad.”

Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani, Ulama Sunni dan kakek pendidi Hizbut Tahrir berkata dalam kitabnya Hujjatullah ‘ala al-’Alamin, hal. 773, bahwa “Ijtihad telah terputus sejak ratusan tahun yang lalu.”

Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani, berkata dalam kitabnya Hujjatullah ‘ala al-’Alamin, hal. 775, bahwa “Yang mengaku mujtahid sekarang ini tidak punya akal, dan tidak tahu malu.”

Az-Zarkasyi (UlamaSunni): Nukilan bahwaada kesepakatan atassudah tertutupnyapintu ijtihad adalah halaneh, karena perkaraini termasukkhilafiyyah. UlamaHanabilahberpendapat: tidakboleh ada suatu masayang kosong darikeberadaan seorangmujtahid. Pendapat iniditegaskan oleh Abu Ishaq dan Az-Zubairiy. Ibnu Daqiq: inipendapat pilihan kami!

Irsyaadu-l-fuhuwl, hlm1037

Yang menyatakanbahwa ijtihad lebihmudah dilakukan dimasa sekarang bukanhanya SyaikhTaqyuddin An-Nabhani. Asy-Syaukaniberkata ijtihad bagikalanganmutaakhkhirun lebihgampang dan mudahdaripada ijtihad bagikalanganmutaqaddimun.

Irsyaadu-l-Fuhuwl, hlm1039

Ash-Shan’aaniy berkatabahwa tidak diragukanlagi ijtihad di masa-masa sekarang adalahmudah. Ibn Al-Waziyr(Ulama Sunni) berkatadalam kitabnya Al-Qawa’id bahwa banyakyang menganggapijtihad adalah perkarayang seakan-akanmustahil, padahalmenurut ulama salaftidak demikian. Meskibukan perkara remehdia tetap mungkinuntuk dilakukan, selamamemenuhi lima syaratnya. …

Irsyaadu-n-Naqqaadilaa taisiyri-l-Ijtihaad,hlm 11, 22-23

Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendidi Hizbut Tahrir, berkata dalam kitab al-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, hal. 57 bahwa “laki-laki boleh menyalami perempuan dan sebaliknya tanpa tabir antara keduanya.”

Membolehkan berjabattangan dengan wanitaajnabiyyah selama tidakkhawatir menimbulkanfitnah bukanlahpendapat asing, bahkandia adalah pendapatMayoritas Ulama di luarSyafi’iyyah. Lihatketerangan SyaikhWahbah Az-Zuhailiy(Ulama Sunni) dalam Al-Fiqhu-l-Islaamiy waAdillatuhu, juz 3 hlm567.

Naskah asli fatwa Hizbut Tahrir hal. 226 yang membolehkan ciuman laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan bukan sumai istri, asal tidak bermaksud berzina.

Bahwa Hizbut Tahrirmembolehkanberciuman denganwanita ajnabiyyahadalah anggapankeliru yang bertentangan denganfakta, dan bahwanaskah fatwa tersebut sebagaiproduk yang diadopsiHizb juga tidak benar.

An-Nizham Al-Ijtimaa’iy fiy –l-Islaam, hlm 57.

Naskah asli fatwa Hizbut Tahrir hal. 279, yang membolehkan menonton filem mesum.

Bahwa Hizbut Tahrirmengeluarkan fatwa membolehkannonton film porno adalah tuduhan keji. Menurut SyaikhTaqyuddin An-Nabhaniy gambarporno (baik yang bergerak maupuntidak) adalahgambar terlarangkarena bertentangandengan peradabanislam. Nizhaam Al-Islaam, hlm 68.

Naskah asli fatwa Hizbut Tahrir hal. 78, yang membolehkan bekerja menjadi agen negara kafir.

Menjadi agen (kaki-tangan/mata-mata) negara kafir menurut Hizbut Tahriradalah haram, dari sisi memberi jalan kepada kaum kafir untuk menang, dankeharaman aktivitas memata-matai kaum muslim.

: (8)