Post on 06-Feb-2016
description
TUGAS MAKALAH
DOSEN : MARHAMAH.
OLEH : KELOMPOK IV
HASNIATI LUPITASARI LINDASARI MIRNAWATI
DEKI SERANG NURUL SUSAN FIQI MUZZAMMIL
ROSELINA SEPRIADI WIWIN HANDAYANI
PROGRAM PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KURNIA JAYA PERSADA
PALOPO 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah dengan judul “ PENYAKIT TBC ” dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data yang diperoleh dari media cetak dan media
elektronik berupa internet. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok empat yang telah
memberikan partisipasinya dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah ilmu
pengetahuan dan penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, olehnya itu
sangat diharapkan saran dan kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Palopo, Januari 2015
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... i
Daftar isi ............................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3. Tujuan . ........................................................................................... 2
Bab II Konsep Dasar .................................................................................................. 3
2.1. Definisi .................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi …………………………………………………………… 4
2.3. Anatomi Fisiologi .................................................................................... 8
2.4. Etiologi …………………………………………………………………. 10
2.5. Faktor Resiko …………………………………………………………... 10
2.6. Patofisiologi ……………….…..………………………………………. 11
2.7. Manifestasi Klinis ………………………………………………………. 12
2.8. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………... 13
2.9. Penularan Penyakit TBC ……………………………………………….. 15
2.10. Penatalaksanaan ………………………………………………………... 15
2.11. Komplikasi …………………………………………………………….. 16
Bab III Penutup ………………………………………………………………………... 18
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………….. 18
Daftar Pustaka
II
BAB IPENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai " Hari TBC " oleh sebab pada 24 Maret
1882 di BerlinJerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab
tuberkulosis yang ditemukannya.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab morbiditas dan
mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru
dan 2 juta di antaranya meninggal.
Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberculosis padatahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia
Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia. Indonesia berada dalam peringkat ketiga
terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan
lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.
Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh
tuberkulosis. Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan
pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti
tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini
memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan
pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberculosis di Indonesia
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi TBC
2. Bagaimana epidemiologi tbc
3. Bagaiana anatomi fisiologi paru-paru
4. Bagaimana etiologi TBC
5. Bagaiamana patofisiologi TBC?
6. Apa faktor resiko TBC
7. Bagaimana manifestasi klinik TBC
8. Apa pemeriksaan penunjang TBC
9. Bagaimana cara penularan TBC
10. Bagaimana penatalaksanaan TBC
11. Apa komplikasi TBC
1
1.3. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar dari penyakit TBC, epidemiologinya, cara
penularannya dan cara pencegahan serta pengobatannya.
2
BAB II
KONSEP DASAR
2.1. DEFINISI
Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle
bacillus") merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat
mematikan. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, . Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil
yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia.
Sebagian besar akan menyerang organ paru disebut dengan TB paru,
bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan
paru-paru yang tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lain disebut dengan
TB ekstraparu, TB ekstra paru umumnya terjadi pada orang dewasa dengan imunosupresi
dan anak-anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok pengidap HIV.
Lokasi TB ekstra paru yang bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis),
sistem saraf pusat (pada meningitisTB), dan sistem kelenjar getah bening
(pada skrofuloderma leher). TB ekstra paru juga dapat terjadi di sistem urogenital
(yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada tulang dan persendian (yaitu pada penyakit
Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang ada lagi TB yang lebih serius yaitu TB
yang menyebar luas dan disebut sebagai TB diseminata, atau biasanya dikenal dengan
nama Tuberkulosis Milier Di antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya biasanya merupakan
TB Milier.
TBC ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia.
Jika diterapidengan benar tuberkulosis yangdisebabkan oleh kompleks Mycobacterium
tuberculosis, yang pekaterhadap obat, praktis dapat disembuhkan Tanpa terapi tuberkulosa
akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering
diIndonesia.
3
Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani
pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan
menularkan penyakitnya pada ingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis,
radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberculosis
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda–tanda lain
positif )
b. TB paru tersangka yang tidak dapat diobati (sputum BTA negatif dan tanda –
tanda lain meragukan Depkes RI, 2006 )
2.2. EPIDEMIOLOGI
Tuberculosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Beban TB
semakin meningkat seiring semakin bertambahnya kasus co-infeksi TB-HIV. Tidak pelak
lagi, masalah TB masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat hingga saat ini.
Selain masalah HIV/AIDS, meningkatnya kasus TB disebabkan oleh kemiskinan yang
meningkat akibat resesi ekonomi global, resistensi obat terhadap bakteri penyebab
tuberculosis, hingga masalah perumahan, kepadatan penduduk yang di picu oleh
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Secara global, Beban TB masih sangat
besar. Pada tahun 2011, terdapat perkirakan 8,7 juta kasus baru TB (13% nya merupakan
co-infeksi HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena TB, termasuk hampir satu juta
kematian di antara orang dengan HIV-negatif dan 430.000 diantara orang yang HIV-
positif. TB merupakan salah satu pembunuh atas wanita, dengan 300.000 kematian di
antara perempuan HIV-negatif dan 200.000 kematian di antara perempuan HIV-positif di
tahun 2011. Masalah regional seperti daerah Afrika dan Eropa belum dapat mengurangi
separuh tingkat kematian seperti pada tahun 1990, hingga tahun 2015 (WHO, 2012)
Pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus insiden TB (kisaran, 8,3 juta-
9,0 juta) secara global, setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Sebagian besar dari
perkiraan jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%); proporsi
kecil dari kasus terjadi di wilayah Mediterania Timur (7,7%), wilayah Eropa (4,3%) dan
Daerah Amerika (3%) (WHO, 2012).
4
Meskipun jumlah kasus baru TB meningkat sebagai akibat pertumbuhan penduduk
dunia, namun jumlah kasus per kapita mengalami penurunan. Tingkat penurunan terjadi
secara lambat, kurang dari 1% pertahun. Secara global, TB memuncak dengan142 kasus
per 100.000 penduduk pada tahun 2004. Tingkat Insiden TB turun dalam lima dari enam
wilayah.
Pengecualian terhadap daerah Eropa di mana persentasenya kurang stabil (WHO,
2009). Prevalensi TB telah menurun sejak tahun 1990. Berdasarkan wilayah, tren
prevalensi TB semenjak 1990-2008 menunjukkan penurunan di wilayah Timur
Mediterania, daerah Amerika, wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Di daerah Afrika
dan Eropa, tingkat prevalensi meningkat secara substansial selama era 1990-an, dan hanya
pada tahun 2007 prevalensi di daerah Eropa kembali ke level tahun 1990. Sebaliknya di
wilayah Afrika, prevalensi pada tahun 2008 masih di atas tahun 1990 (WHO, 2009).
Dalam laporan Global Tuberculosis Report, 2012, WHO merilis data kasus TB di
Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan angka insidensi, prevalensi dan mortalitas kasus
TB. Berikut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Tahun 2011
0 100 200 300 400 500 600
Tahun 2011
Insidensi
Tertinggi 225
Insidensi
Terendah 155
5
Prevalensi
Tertinggi 489
Prevalensi
Terendah 130
Kematian
Tertinggi 48
Kematian
Terendah 12
Gambar 2 Es timasi Beban Tuberculosis Per 100.0 00 Penduduk pada Tahun 2011 d i Indonesia (WHO, 2012)
Estimasi Beban Tuberculosis Per 100.000 Penduduk pada Tahun 2011 diIndonesia
(WHO, 2012)
Insidensi tertinggi kasus TB di Indonesia adalah 222 per 100.000 penduduk,
sedangkan angka insidensi terendah sebesar 155 per 100.000 penduduk. Selain itu,
ditampilkan pula angka prevalensi tertinggi kasus TB di Indonesia yaitu 489 per 100.000
penduduk, sedangkan angka prevalensi terendahnya adalah 130 per 100.000 penduduk.
Adapun angka kematian tertinggi yaitu 48 per 100.000 penduduk, sedangkan angka
kematian terendah berada di angka 12 per 100.000 penduduk. Angka-angka diatas
menggambarkan kasus TB Paru di Indonesia masih cukup tinggi (WHO, 2012).
Pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus insiden TB (kisaran, 8,3 juta-
9,0 juta) secara global, setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Sebagian besar dari
perkiraan jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%); proporsi
kecil dari kasus terjadi di wilayah Mediterania Timur (7,7%), wilayah Eropa (4,3%) dan
Daerah Amerika (3%) (WHO, 2012). Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada
peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi keadaan telah membaik dan pada tahun 2013
menjadi peringkat-5 dunia. Insiden TB bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya
mempengaruhi penduduk berusia antara 12dan 18 tahun dan dewasa muda Bagaimanapun,
di negara yang laju insidennya sudah menurun dengan tajam (seperti Amerika Serikat), TB
umumnya merupakan penyakit pada orang yang lebih tua dan mereka dengan sistem imun
rentan
6
SEGITIGA EPIDEMIOLOGI INTERAKSI HOST, AGENT DAN LINGKUNGAN
Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC
sebagai suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu
dipelajari faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan
alamiah.
1. Periode Prepatogenesis
a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk
jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem
serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga
menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
b. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.
Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran
sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas
sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan
pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan
industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah,
eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya
tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi
penyakit ini.
Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang
dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
7
c. Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua
penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3)
puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin
tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria
dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko
infeksi.
Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan
tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi
memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang
disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara
familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi
keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi
TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan
secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan
umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi
primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian
berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis.
Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan
Lingkungan.
2.3. ANATOMI FISIOLOGI
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,
merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.Mediastinum adalah dinding yang
membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
8
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-
paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh
membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus
dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah.
Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh
dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura.
Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus
lobaris (tigapada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus
segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus egmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan
ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus. Bronkiolus
membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-
sel yang permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan
benda asing menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk
percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan
silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran transisional antara kalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus
alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I
adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif
secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri,
bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).
9
2.4. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran
sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan
tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid)
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian
dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
2.5. FAKTOR RESIKO
a. HIV, 13% dari seluruh kasus TB ternyata terinfeksi juga oleh virus HIV
b. Kepadatan penduduk yang berlebihan
c. Gizi Buruk
d. Orang-orang yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB
dibandingkan yang tidak merokok
e. Alkoholisme/kecanduan alkohol
f. Diabetes mellitus (resikonya tiga kali lipat).
10
2.6. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis
terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai
permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di
saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus
bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear
pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau
proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam
sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan
gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di
sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan
granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan
mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler
materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitis untuk kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat
dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan
perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi limpal peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah.
11
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh
sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh
(Price & Wilson, 2005)
2.7. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala
khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran
secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.
1. Gejala umum (Sistemik)
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul .
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat
pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada
dinding bronkus.
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul
secara tidak teratur.
2. Gejala khusus (Khas)
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
12
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang
. Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC
dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.
Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji berkulin
positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan bakteriologis
Sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Spesimen dapat berupa dahak, cairan
pleura, cairan serebrospinalis, bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urin, dan
jaringan biopsi. Pemeriksaan dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan.
Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam pada
pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahak ditemukan BTA (+).Pemeriksaan
biakan M. Tuberculosis dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat
mendeteksi Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum
SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan
positif perlu dilakukan foto toraks bila :
- Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
- Hemoptisis berulang atau berat
13
- Didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+)
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran
radiologi yang dicurigai lesi TB a ktif :
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.
2. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi Pleura.
Gambaran radiologi yang dicurigai TB inaktif :
1. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah.
2. Kalsifikasi.
3. Penebalan pleura.
Diagnosis
1. Penegakan diagnosis TB didasarkan pada :
a. Anamnesis (keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan
riwayat penyakit keluarga).
b. Pemeriksaan fisik yang mendukung.
c. Hasil pemeriksaan dahak SPS
d. Hasil pemriksaan penunjang lainnya (sesuai indikasi : foto thorax/uji tuberkulin/histo-
patologi/patologi anatomi)
2. Untuk pasien TB paru dewasa, apabila :
a. Pada suspek pasien TB ditemukan BTA (+) pada >= 2 hasil pemeriksaan dahak S-P-S,
maka ditegakkan : diagnosis pasien TB, dan selanjutnya dilakukan penetapan klasifikasi
dan tipe pasien TB, untuk menentukan regimen pengobatan OAT-nya.
b. Pada suspek pasien TB, ditemukan BTA (+) pada hanya 1 hasil pemeriksaan dahak S-P-
S, maka dilakukan pemeriksaan foto thorax :
- Bila hasil foto thorax mendukung kelainan TB, maka ditegakkan diagnosis pasien
TB, selanjutnya dilakukan penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB untuk
menentukan regimen pengobatan OAT-nya.
- Bila hasil foto thorax tidak mendukung kelainan TB, maka dapat dilakukan
pemeriksaan dahak S-P-S ulang :
Bila ditemukan BTA (+), ditegakkan diagnosis pasien TB
Bila tidak ditemukan BTA (+), ditegakkan diagnosis bukan pasien TB
14
c. Pada suspek pasien TB, ditemukan BTA (-) pada ke-3 hasil pemeriksaan dahak S-P-S,
maka diberi pengobatan antibiotik spektrum luas terlebih dahulu, dan bila ada
perbaikan, maka ditegakkan diagnosis bukan pasien TB. Apabila dengan antibiotik
spektrum luas tidak ada perbaikan, maka dilakukan pemeriksaan foto thorax :
- Bila hasil pemeriksaan foto thorax mendukung kelainan TB, maka ditegakkan
diagnosis pasien TB, selanjutnya dilakukan penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB
untuk menentukan regimen pengobatan OAT-nya.
- Bila hasil pemeriksaan foto thorax tidak mendukung kelainan TB maka ditegakkan
diagnosis bukan pasien TB.
2.9. PENULARAN PENYAKIT TBC
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik titik air dari
bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering
mendapatkan penularan dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di
fasilitas umum seperti kendaraan umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah .
Oleh sebab ini asyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis
maka hati hati saat rinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk sembarangan , tidak
membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau
setidaknya sapu tangan atau tissue.
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang masih
rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah memasukkan Imunisasi
uberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG sebagai salah satu
program prioritas imunisasi wajib nasonal beserta dengan 4 jenis imunisasi wajib lainnya
yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak.
2.10. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok–kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa–siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6–12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
15
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat. (Muttaqin, 2008)
f. Menutup mulut pada waktu batuk dan Bersin
g. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air
sabun)
h. Menghindari udara dingin
i. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam
tempat tidur
j. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
k. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya
dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
l.. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen antituberkulosis)
selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah :
Isoniasid ( INH ),
Rifampisin ( RIF ),
Streptomisin( SM ),
Etambutol ( EMB ), dan
Pirazinamid ( PZA ).
- Kapremiosin kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001)
2.11. KOMPLIKASI
Menurut Suriadi (2006) komplikasi dari TB Paru antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada pasien lanjut:
Hemoptisis masif (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena sumbatan jalan napas, atau syok hipo¬volemik,
Kolaps lobus akibat sumbatan bronkus,
16
Bronkietasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru,
Pneumotoraks (pnemotorak/ udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena bula/ blep yang pecah,
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal dan sebagainya,
Insufisiensi kardio pulmoner (cardio pulmonary insufficiency).
17
BAB III
P E N U T U P
3.1. KESIMPULAN
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. dapat juga mengenai organ tubuh
yang lain disebut dengan TB ekstraparu
TBC merupakan salah satu problem utama epidemiologi kesehatan didunia.
Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang saling berinteraksi,
terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode Prepatogenesis maupun
Patogenesis. Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin,
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering
diIndonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam
menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan
menularkan penyakitnya pada lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Sumantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.2
Brunner & Suddarth Ed. 8. Jakarta : EGC
File pdf. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf. Diakses:
Tanggal 15 Januari 2015, pukul 14.20 WITA
File Pdf. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16379/4/Chapter%20II.pdf. Diakses:
Tanggal 15 Januari 2015, pukul 14.28 WITA
File pdf. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/05/pustaka_unpad.pdf . Diakses:
Tanggal 15 Januari 2015, Pukul 14.35 WITA
19