Post on 26-Jun-2015
MAKALAH KASUS 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SPONDILITIS TB
KELOMPOK 11
SITI ANISA ZAKIYYA NORDIN 220110080145
SALAS AULADI 220110080138
SRI HANDINI PERTIWI 220110080105
SILVIA JUNIANTY 220110080097
SRI MELFA DAMANIK 220110080079
SELLA GITA ADITI 220110080052
SUSI HANIFAH 220110080035
SARAH RIDHASA F. 220110080013
TIARA RACHMAWATI 220110080118
TIARA TRI 220110080108
TRIANDINI 220110080095
TAMMY KUSMAYANTI 220110080053
TIARA ARUM KESUMA 220110080050
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
JATINANGOR
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai penyakit Spondilitis.
Makalah ini disusun dalam rangka pendokumentasian dari aplikasi pembelajaran mata
kuliah Sistem Muskuloskeletal. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya terutama kepada tutor kelompok 11 dalam penyusunan mata kuliah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Pada akhirnya, penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jatinangor, desember 2009
Penulis
LATAR BELAKANG
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis yang dikenal pula dengan nama Pott’s disease
of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak
terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya
dikarenakan penyakit ini.
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang
menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang
belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya
basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan
untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat ini dengan adanya
perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan
umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di
negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas
utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan
kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah
berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu
30 tahun terakhir.
Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada
kurang lebih 10% kasus. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang
paling sering terkena tuberkulosa tulang. Diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-
tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal
terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang
paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai
maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sacral.
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang sebenarnya
memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu diperlukan tindakan operatif
serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita
menjalani tindakan operatif.
(http://pustakaunpad.ac.id)
KASUS
Nona Co, berusia 21 tahun, mengeluh nyeri pada punggung sejak 2 minggu yang lalu pada area
sekitar lumbal, tampak massa yang mengeluarkan cairan berwarna putih. Jumlah cairan 0,5 cc.
klien telah diperiksa elektromyografi, hasilnya sesuai iritasi radiks L4 dan L5 serta S1.
STEP I
1. Iritasi radiks L4 dan 5 serta S1? (LO) (Tiara A)
2. Lumbal? (LO) (Tiara R)
3. Elektromiografi? (LO) (Sella)
STEP II
1. Diagnosa medis? (Tiara R)
2. Apakah ada inflamasi atau tidak didaerah lumbal? (Sri Handini)
3. Rentang waktu timbulnya infeksi sampai keluar cairan putih? (Tammy)
4. Kandungan cairan putih? (Melva)
5. Asal cairan putih? (Siti Annisa)
6. Hasil rontgen pada klien penyakit ini? (Sarah)
7. Penyebab iritasi radiks? (Silvia)
8. Apakah ada kemungkinan untuk sembuh? (Susi)
9. Adakah kemungkinan penyebaran? (Tiara R)
STEP III
1. Spondilitis
2. Ada
3. LO
4. LO
5. LO
6. LO
7. LO
8. Ada, tapi ada kemungkinan untuk kambuh lagi
9. Mungkin ada.
STEP IV (mind map)
STEP V
LO dan Mind Map
STEP VII (reporting)
SPONDILITIS TB
Anfis tulang belakang Konsep penyakit
(etiologi, manfes,)
komplikasi
patofisiologi
Pem. diagnostik
Penatalaksanaan
medis
ASKEP
Health education
Aspek legal etik
JAWABAN LEARNING OBJECT
1. Iritasi radiks
a. Hasil pemeriksaan MRI yang menunjukkan adanya iritasi pada lumbal ke 4 dan 5.
(siti anisa)
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1002567
b. Radicks /radices : akar; bagian terkecil dari pembuluh darah/saraf spinal (Sri
Handini)
Dr.Med Akmad Ramali dan K, St pamoentjak:2005
c. Iritasi radiks : perangsangan pada akar depan saraf spinal atau akar belakang saraf
spinal (Sella)
Dr.Med Akmad Ramali dan K, St pamoentjak:2005
2. Lumbal
a. Daerah antara bagian tulang belakang atau samping antara tulang iga dan tulang
panggul (Tiara.A)
http://syafaka4wl.multiply.com/jornal/item/102/Nyeri lumbal
b. Daerah lumbal terbagi dari lumbal 1(L1) sampai lumbal 5(L5) merupakan bagian
paling tegap konstruksinya dan menanggung beban berat dari yang lainnya.
Memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh serta beberapa gerakan rotasi
dengan derajat yang kecil. (sella)
www.wikipedia.com
c. Pada penderita spondilitis akan terasa nyeri pada daerah punggung bawah (lumbal)
yang bisa menjalar hingga ke tungkai bawah pada satu sisi yang sama dengan
kelainan pinggangnya. (Siti Anisa)
http://syafaka4wl.multiply.com/jornal/item/102/Nyeri lumbal
3. Elektromiografi
a. Teknik untuk memeriksa dan merekam aktivitas sinyal otot, hasil rekamannya disebut
elektromiogram. (Triandini)
http://id.wikipedia.org/wiki/elektromiografi
b. Teknik pemeriksaan dengan menggunakan elektroda jarum yang ditusukkan kedalam
otot rangka untuk mempelajari perubahan potensial listriknya. (Tami)
http://library.usu.ac.id/download/penyakitdalam-suhaemi
c. Elektromiografi ini mendeteksi potensial listrik yang dihasilkan ketika oleh sel otot
ketika otot ini aktif dan sedang istirahat. (Tiara R)
www.wikipdiaindonesia.com
d. Metode untuk pengukuran, menampilkan dan penganalisaan setiap signal listrik
dengan menggunakan bermacam-macam electrode dimana signalnya berasal dari
signal serabut otot pada jarak tertentu dari electrode. (Sarah)
Luttman,A,1996
e. Analisa signal EMG menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk bermacam-
macam aplikasi, diantaranya dapat mendiagnose syaraf dan aplikasi ergonomic.
(Tiara Tri)
http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/12/19-SDMIV_MKhiori217-
223.pdf
4. Rentang waktu adanya infeksi sampai keluar cairan putih
a. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu.
b. Stadium destruksi awal. Terjadi destruksi korpus vertebrae serta penyempitan yang
ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
c. Stadium destruksi lanjut. Terjadi destruksi massif kolaps vertebrae dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang terbentuk cold abses yang terjadi 2-3 bulan.
Jadi, dengan kata lain rentang waktu antara infeksi sampai keluar cairan putih kurang
lebih selama 3 bulan. (susi)
http://dokterfoto.com20080406spondilitis-tb.htm
5. Kandungan cairan putih
Cairan putih pada penderita spondilitis mengandung serum, leukosit, tulang yang fibrosis
serta basil tuberkulosa. (sella)
6. Asal cairan putih
Cairan putih yang keluar pada kasus diatas berasal dari massa, dimana massa tersebut
mengandung cairan putih. (Salas)
7. Hasil rontgen pada klien penyakit spondilitis
(sri handini)
http://www.learningradiology.com
Foto rontgen suatu spondilitis tuberkulosa akan memperlihatkan: (Sri Melfa)
a. Dekalisifikasi suatu korpus vertebrae
Pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus
tersebut, oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur
patologi. Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari
korpus vertebrae ini menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya dan tampak
suatu gibbus pada tulang belakang itu.
b. Dekplate korpus vertebrae itu akan tampak kabur dan tidak teratur
c. Diskus intervertebrae akan tampak menyempit
d. Abses dingin
Foto rontgen abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk
kumparan.
http://medisdankomputer.co.cc/?p=379
8. Penyebab iritasi radiks
Adanya tekanan pada medulla spinalis. Tekanan dapat berasal dari proses yang terletak
didalam canalis spinalis. Jika didalam ada proses tuberculose yang terletak pada korpus
bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tidak
menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla
spinalis. (sella)
MIND MAP
1. ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung
yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya
bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx).
Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12
tulang thorax (thoraks atau dada) dan, 5 tulang lumbal. Banyaknya tulang belakang dapat
saja terjadi ketidaknormalan. Bagian terjarang terjadi ketidaknormalan adalah bagian leher.
Sumber gambar: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Gray90.png
1.1 Struktur umum
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung
oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan
procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen
vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran
sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang
punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.
Sumber gambar:
http://1.bp.blogspot.com/_p3RLmE_gWDU/ShD-
zHc22MI/AAAAAAAAABQ/buDLRb6NNzs/s1600-h/anatomi+tulang+belakang.jpg
1.2 Tulang punggung cervical
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang
procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari
cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.
Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun panjang lehernya.
1.3 Tulang punggung thorax
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan
memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam
konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
1.4 Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban
terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh,
dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
1.5 Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki
celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
1.6 Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa
hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang
punggung kaudal (kaudal berarti ekor).
Sumber gambar:
http://4.bp.blogspot.com/_p3RLmE_gWDU/ShIpBrKdf5I/AAAAAAAAABs/ofFD-
twewls/s1600-h/ligament+tulang+belakang.jpg
1.7 Ligamen dan otot
Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament, antara lain :
Ligament:
1. Ligament Intersegmental (menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung ke ujung):
a. Ligament Longitudinalis Anterior
b. Ligament Longitudinalis Posterior
c. Ligament praspinosum
2. Ligament Intrasegmental (Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas yang
berdekatan)
a. Ligamentum Intertransversum
b. Ligamentum flavum
c. Ligamentum Interspinosum
3. Ligamentum-ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang occipitalis
dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di antara tulang sacrum
dengan tulang pinggul
Otot-otot:
1. Otot-otot dinding perut
2. Otot-otot extensor tulang punggung
3. Otot gluteus maximus
4. Otot Flexor paha ( illopsoas )
5. Otot hamstrings
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap
dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain
menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus
intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot
ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan
mobilitas vertebrae. (CAILLIET 1981).
Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang
secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang
tetap tegak. (CAILLIET 1981).
Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada
perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut
mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan struktur yang terbesar
karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. Prosesus transverses terletak
pada ke dua sisi korpus vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung.
Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transverses terdapat fasies artikularis
vertebrae dengan vertebrae yang lainnya. Arah permukaan facet joint
mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet joint.
Pada daerah lumbal facet letak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi
dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi
lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar
terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet
saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
Bagian lain dari vertebrae, adalah “lamina” dan “predikel” yang membentuk arkus tulang
vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan
bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat
melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah buah tulang vertebrae terdapat diskusi
intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra
bergerak
Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang
membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung
mukopolisakarida. Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi
air yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang
merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh
diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus
akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi (CAILLIET 1981).
Karena proses penuaan pada diskus intervebralis, maka kadar cairan dan elastisitas diskus
akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang diskus intervebralis makin menyempit,
“facet join” makin merapat, kemampuan kerja diskus menjadi makin buruk, annulus
menjadi lebih rapuh.
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap
nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin
bertambah setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang
berulang-ulang setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan
menimbulkan robekan kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala
prodromal. Keadaan demikian merupakan “locus minoris resistensi” atau titik lemah
untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus Pulposus). Sebagai contoh, dengan gerakan yang
sederhana seperti membungkuk memungut surat kabar di lantai dapat menimbulkan
herniasi diskus. Ligamentum spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebrae.
Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan mencegah robekan.
(CAILLIET 1981).
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior.
Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan
kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang
lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,
yang juga turut memebntuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum tersebut
melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1,
secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – sacrum ligamentum tersebut
tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil mengalami kerusakan.
Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya
statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi
cidera kinetik. (CAILLIET 1981).
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang
berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan
vertebrae lumbalis adalah : M. quadraus lumborum, M. sacrospinalis, M.
intertransversarii dan M. interspinalis.
Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M. obliqus eksternus
abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M. rectus abdominis,
M. psoas mayor dan M. psoas minor.
Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas mayor dan minor,
kelompok M. abdominis dan M. intertransversarii.
Jadi dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan
punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri.
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis spinalis,
menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus
anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi “face t”.
Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae dengan radix saraf cenderung rentan
terjadinya gesekan dan jebakan radix saraf tersebut.
Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap nyeri adalah sebagai berikut:
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive terhadap
rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.Kecuali ligament flavum, discus
intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat oleh saraf sensoris.
Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan
dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri.
Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinalis anterior atau
posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari
facies artikularis vertebrae beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri.
Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena : aktivitas motor neuron, ischemia
muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat. (Zimmermann M.,
1987)
Tulang belakang mempunyai tiga lengkungan fisiologis yaitu lordosis servikalis,
kyphosis thorakalis dan lordosis lumbalis. Bila dilihat dari samping dalam posisi tegak
ketiga lengkungan fisiologis ini disebut posture atau sikap (lihat gambar 6). Posture yang
baik adalah posture tidak memerlukan tenaga, tidak melelahkan, tidak menimbulkan
nyeri, yang dapat dipertahankan untuk jangka waktu tertentu dan secara estetis
memberikan penampilan yang dapat diterima. Disini terjadi keseimbangan antara kerja
ligamen dan torus minimal otot.
Secara keseluruhan posture dipengaruhi oleh keadaan anatomi, suku bangsa, latar
belakang kebudayaan, lingkungan pekerjaan, sex dan keadaan psikis seseorang. Sudut
lumbosakral adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan ossakrum dengan garis
horizontal. Normal besar sudut lumbosakral (sudut Ferguson) 30 derajat. Rotasi pelvis ke
atas memperkecil sudut lumbosakral sedangkan rotasi pelvis ke bawah memperbesar
sudut lumbosakralis. (lihat gambar 7). Gerakan ekstensi vertebrae dari vertebrae lumbalis
hanya sedikit. Hiperekstensi dicegah oleh Ligamantum longitudinale anterior. Sedangkan
gerakan fleksi 60% – 75% terjadi pada antara L5 dan S1, 20 % – 25 % terjadi antara L4
dan L5 dan 5% – 10% terjadi antara L1 – L4 (terbanyak antara L2 – L4).
Bila seseorang membungkuk untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa
fleksi lutut, selain fleksi dari lumbal harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi
koksae. Perbandingan antara rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis.
(lihat gambar 9).
Secara singkat punggung bawah merupakan suatu struktur yang kompleks; dimana tulang
vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan otot akan akan bekerjasama membuat
manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan stabilitas. Vertebrae lumbalis
berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik (dinamik) yang sangat besar
maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera. (CAILLIET 1981).
http://herdinrusli.wordpress.com/2007/12/01/sekilas-tentang-anatomi-vertebra/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_punggung
http://www-back-pain.blogspot.com/2009/05/ligament-otot-tulang-belakang.html
http://www-back-pain.blogspot.com/2009/05/anatomi-tulang-belakang.html
http://www.ahlihnp.com/kesehatan/pengetahuan/anatomi-tulang-belakang/
(Tiara A)
2. KONSEP PENYAKIT
a) DEFINISI
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa
yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh
mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus
ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit
ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas
tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott.
(Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada
vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang
menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000). Penyakit Pott adalah osteomielitis
tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
http://stikep.blogspot.com dan http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan
keperawatan-dengan-spondilitis.html
b) ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).Bakteri yang
paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun
spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai
penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa
di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria
(banyak ditemukan pada penderita HIV)(7,10). Perbedaan jenis spesies ini menjadi
penting karena sangat
mempengaruhi pola resistensi obat. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri
berbentuk batang yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan
baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk
memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan
periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium
tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain(2).
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa
merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan
oleh mikobakterium tuberkulosa.Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang
merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal.
Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering
ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen
anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri
punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah
timbul abses ataupun kifosis
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/spondilitis_tuberkulosa.pdf
c) PREDISPOSISI dan PRESIPITASI
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi
sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber
morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang,
terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi
merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju
insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir(2,4,5,6,7). Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit
ini mengalami peningkatan pada populasi imigran,
tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical
Research Council TB and Chest Diseases Unit 1980)(2,5). Selain itu dari penelitian
juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah
kelompok beresiko besar terkena penyakit ini(8). Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi
Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun
sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi
antara usia 1-20 tahun).
Pola ini mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi
tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong
d) FAKTOR RESIKO
• Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
• Tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain.
• Pernah menderita penyakit ini sebelumnya karena spondilitis tuberculosa merupakan infeksi sekunder Dri tuberculosis di tempatlain dalam tubuh
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_SpondilitisTuberkulosisAbsesRetrofaringea
l.pdf/09
e) MANIFESTASI KLINIS.
Tuberkulosis pada tulang belakang tidak tampak pada tahun pertama kehidupan. Mulai
timbul setelah anak belajar berjalan dan melompat. Kemudian terjadi pada semua
umur.
Keluhan yang paling dini berupa rasa pegal di punggung yang belum jelas
lokalisasinya. Kemudian terasa nyeri sejenak kalau badan digerakkan atau tergerak,
yang tidak lama berikutnya akan jelas lokalisasinya karena nyerinya lebih mudah
timbul dan lebih keras intensitasnya. Pada tahap yang agak lanjut nyeri di punggung
itu ditambah dengan nyeri interkostal yang bersifat radikular. Nyeri itu terasa bertolak
dari ruas tulang belakang dan menjalar sejajar dengan iga ke dada dan berhenti tepat di
garis tengah dada. Untuk mengurangi keadaan ini anak menarik punggungnya kuat-
kuat. Anak menghindari penekukan tubuh waktu mengambil sesuatu di lantai. Jika
terpaksa dia hanya menekukkan lututnya untuk menjaga punggungnya tetap lurus.
Rasa nyeri akan membaik bila dia beristirahat.
Tanda-tanda pada tingkatan yang berbeda :
Ø Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya
dan duduk dengan meletakkan dagu di tangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher
atau pundaknya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktuasi yang ringan akan
tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan
pada bagian belakang mulut (faring).
Ø Pada punggung bawah sampai iga terakhir (regio toraks). Dengan adanya penyakit
pada regio ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia
lebih sering menggerakkan kakinya daripada mengayunkan pinggulnya. Saat
memungut sesuatu dari lantai dia menekuk lututnya sementara punggungnya tetap
lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang
belakang (gibus) diperlihatkan dengan korpus vertebra yang terlipat.
Ø Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul
sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat
menyebabkan tuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke
punggung dapat menekan serabut saraf spinal yang menyebabkan paralisis.
Ø Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (regio lumbal), di mana
juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot
sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai
pembengkakan lunak di atas atau di bawah ligamentum pada lipat paha atau di
bawahnya tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus
dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi panggul.
(Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi 1 dari 4 penderita dengan tuberkulosis
tulang belakang mempunyai abses yang dapat diraba.)
Ø Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang
demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa
negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan,
pembesaran hati dan limpa.
Ø Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi
dari tulang belakang), juga terdapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis
(paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah.
http://kliniksempurna.blogspot.com/2008/06/spondilitis-tuberkulosis.html
f) KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang
dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan
sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps
vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas
spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat
trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan
karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah
ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah
vertebral.
(4) Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan
lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan
tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta
lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang
melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-
10%.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/spondilitis_tuberkulosa.pdf
g) STADIUM
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :(1)
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama
6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-
anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di
sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan
10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi
pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia, yaitu :
Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari
abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh
adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh
terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh
pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa.
Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang
disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di
sebelah depan.
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/spondilitis.html
http://74.125.153.132/search?q=cache:Poywmwkhc_wJ:qittun.blogspot.com/2008/10/asu
han-keperawatan-
denganspondilitis.html+pengaruh+ke+sistem+lain+pada+spondilitis+tuberkulosis&cd=2
&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a (Siti Annisa)
Mutaqqin, Arif. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Trauma Sistem Muskuloskeletal. EGC : Jakarta.dan http://stikep.blogspot.com hal 294 (Silvia)
3. KOMPLIKASI
a. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.
b. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam pleura.
c. Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
d. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91
Miller F, Horne N, Crofton SJ. Tuberculosis in Bone and Joint. In : Clinical
Tuberculosis.2nd ed.: London : Macmillan Education Ltd, 1999 : 62-6.
Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics.
(Silvia)
4. Pemeriksaan diagnostik
4.1 Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan
untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan
33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
2. Uji Mantoux positif
3. Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
6. Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus masuk
abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan
serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga
menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga
likuor dapat secara spontan membeku.
7. Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis
yang berhubungan dengan pembentukan abses.
8. Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
9. Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay ) dilaporkan
memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada
pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung
tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.
10. Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus dikembangkan.
Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis
melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA , amplifikasi menggunakan DNA
polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. (2,3)
Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan
10 basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter
spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya
waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru
diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton
Dickinson Diagnostic Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan
dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih
tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus
dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
4.2 Pemeriksaan Radiologis:
1. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan
untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain
2. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra,
disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan
mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses
paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird’s net), di daerah torakal
berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium
lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis.
3. Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut mungkin
terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali pada
tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi,
sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian
belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada
tulang belakang itu.
4. “Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
5. Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
6. Abses dingin.
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk
kumparan (“Spindle”). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan
paling jarang pada vertebra C1-2.
4.3 Pemeriksaan CT scan
1. CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
2. Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam)
dengan abses soft-tissue (panah putih)
4.4 Pemeriksaan MRI
1. Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang.
2. Menunjukkan adanya penekanan saraf.
Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT-Scan
dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos.CT-Scan
efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-Scan dapat
digunakan untuk memandu prosedur biopsi.
5. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi , memberikan
stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Kriteria
kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang
didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau
tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang
tenang secara klinis maupun secara radiologis. (3,4,7)
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
c. Memperbaiki keadaan umum penderita
d. Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
v Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500
mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten)
selama 4 bulan (54 kali).
v Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk
penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari ,
Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3
bulan (90 kali).
o Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat
diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis
berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya
union pada vertebra. (1,3)
2. Terapi operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa.
Indikasi operasi yaitu:
· Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi
perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan
operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
· Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus
debrideman serta bone graft.
· Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi .
· Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT
dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita
tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting
dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,
paraplegia dan kifosis progresif atau hernasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis.
http://akbarpai.blogspot.com/2008/05/spondylitis-tuberkulosa.html
(Sri Handini)
6. ASPEK LEGAL ETIS
a. Respect for autonomi, yang berarti mandiri dan bersedia menanggung resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan, termasuk dalam menentukan dan mengatur dirinya sendiri. Dalam hal ini perawat memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarganya, serta memberikan pilihan tentang perawatan yang dipilih oleh pasien dan keluarganya, misal: tempat perawatan dan jenis perawatan.
b. Non-malaficence, mendiskusikan resiko dan masalah dengan klien perawat dan tim kesehatan dalam pemberian perawatan, perawat berhati-hati terhadap penyakit pasien agar tidak terjadi atau bertambah parahnya penyakit pasien. Perawat dalam melakukan perawatan kepada klien hindari hal-hal yang menyebabkan injuri, misalnya dalam merubah posisi klien saat istirahat jangan sampai membahayakan terutama daerah perut yang buncit akibat limpa yang membesar.
c. Beneficence, yaitu selalu mengupayakan tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien, serta merahasiakan tentang penyakit diderita kepada orang lain.
d. Justice, dengan tidak mendiskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan ekonomi, dsb., tetapi diperlukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan yang memang harus didapat.
(Tiara Tri)
7. PATOFISIOLOGI
Sumber: Buku Asuhan keperawatan Muskuloskeletal (Arif mutaqin)
(Melfa)
Infeksi secara hematogen TB paru ke discus intervertebralis
Perusakan tulang dan penjalaran infeksi ke ruang diskus
Pembentukan abses dingin
osteoporosis eksudat Perubahan pada vertebra lumbalis
Penekanan korda dan radiks
saraf oleh pembentukan
abses yg bergeser
Paraplegia, stimulus
nyeri di pinggang
nyeri Gangguan mobilitas
fisik
Penekanan local praplegia
Kerusakan pada
korteksepifisis diskus
eksudat
operasi
imobilisasi
Resiko
penyebaran
infeksi
Menyebar di ligamentum
longitudinal anterior
Menembus ligamentum&
berekspansi ke ligament
yang lemah
Abses lumbal
debridement
Muskulus psoas & muncul di
bawah ligamentum inguinal
Krista iliaka Pembuluh
darah
femoralis pd
trigon
8. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Biodata
Nama : Nn. CO
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : wanita
Diagnosa medis : Spondilitis tuberkulosa
Keluhan utama : nyeri pada punggung sejak 2 minggu lalu
Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : nyeri pada punggung sejak 2 minggu lalu
Pemeriksaan fisik : tampak massa pada area sekitar lumbal, mengeluarkan
cairan putih
Pemeriksaan diagnostik
Elektromyografi : terdapat iritasi radix L4, L5, dan S1
B. Analisa data
Data menyimpang Etiologi Masalah keperawatan
DO :
DS :
infeksi→ perkijuan jar. dan
pembentukan abses dingin→
penekanan saraf pada
lumbal→ merangsang reseptor
nyeri→ nyeri
Gangguan rasa nyaman nyeri
DO :
DS :
infeksi→ perkijuan jar. dan
pembentukan abses dingin→
penekanan saraf pada
lumbal→ nyeri→ keterbatasan
Gangguan mobilitas fisik
gerak → gangguan mobilitas
fisik
DO :
DS :
infeksi→ perkijuan jar. dan
pembentukan abses dingin→
penekanan pada lumbal→
penekanan lokal paraplegia→
resiko kerusakan integritas
kulit
Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit
DO :
DS :
Resiko penyebaran infeksi
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf pada lumbal ditandai oleh klien mengeluh
nyeri, adanya massa, iritasi radix
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai oleh
nyeri, iritasi radix
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penekanan lokal praplegia
4. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penumpukan absis pada lumbal
C. Rencana asuhan keperawatan
No. Diagnosa
keperawatan
Asuhan keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri
berhubungan
dengan
penekanan
saraf pada
lumbal
ditandai oleh
klien
mengeluh
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
- klien melaporkan penurunan nyeri
- menunjukkan perilaku yang
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa
nyeri, adanya
massa, iritasi
radix
lebih relaks - memperagakan
keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan
untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Dengan ganti –
ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif
seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
2. Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
penurunan
kekuatan otot
ditandai oleh
nyeri, iritasi
radix
Klien dapat
melakukan
mobilisasi secara
optimal.
Kriteria hasil
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan
- Mencari bantuan sesuai kebutuhan
- Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress 2) Bed Board ( tempat
a. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d. mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e. monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
g. Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada
d. Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e. Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f. Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g. Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan
lambung atau diare. dapat menimbulkan efek samping.
3. Resiko tinggi
kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan
penekanan
lokal praplegia
• Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.
• Ubah posisi tiap 2 jam.
• Gunakan bantal air atau penganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol.
• Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang beru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
• Bersihkan dan keringkan kulit. Jaga seprai tetap kering.
• Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar untuk mengetahui adanya kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
• Jaga kebersihan kulit
dan seminimal
mungkin hindari
trauma dan panas pada
kulit.
• Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
• Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
• Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
• Menghindari kerusakan kapiler.
• Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko kelembapan kulit.
• Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
• Mempertahankan
keutuhan kulit.
4. Resiko
penyebaran
infeksi
berhubungan
dengan
penumpukan
absis pada
lumbal
Infeksi tidak terjadi Mandiri
• Kaji dan pantau luka
• Lakukan perawatan
luka secara steril
• Bantu perawatan diri
dan keterbatasan
aktivitas sesuai
toleransi
• Pantau dan batasi
kunjungan
Kolaborasi
• Berikan antibiotic
sesuai indikasi
• Mendeteksi secara
dini gejala gejala
inflamasi yang
mungkin timbul
akibat adanya luka
• Teknik perawatan
luka secara steril
dapat mengurangi
kontaminasi
kuman
• Menunjukkan
kemampuan secara
umum
dankekuatan otot
serta merangsang
pengembalian
system imun
• Mengurangi resiko
kontak infeksi
dengan orang lain
• Satu atau
beberapa
agens
diberikan
yang
bergantung
pada sifat
pathogen dan
infeksi yang
terjadi
KESIMPULAN
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis
pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu
sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-
anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad. 1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian
diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia
dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri
spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda
terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50%
kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis,
ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis
(gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang
sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqqin, Arif. 2005. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Trauma Sistem Muskuloskeletal. EGC : Jakarta.
Brenda, Suzanne.Keperawatan Medikal Bedah vol 3.2002.EGC: Jakarta. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed. Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91 Miller F, Horne N, Crofton SJ. Tuberculosis in Bone and Joint. In : Clinical Tuberculosis.2nd ed.: London : Macmillan Education Ltd, 1999 : 62-6. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. http://pustakaunpad.ac.id http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1002567
Dr.Med Akmad Ramali dan K, St pamoentjak:2005
http://syafaka4wl.multiply.com/jornal/item/102/Nyeri lumbal
http://id.wikipedia.org/wiki/elektromiografi
http://library.usu.ac.id/download/penyakitdalam-suhaemi
http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/12/19-SDMIV_MKhiori217-223.pdf
http://dokterfoto.com20080406spondilitis-tb.htm
http://www.learningradiology.comhttp://medisdankomputer.co.cc/?p=379
http://stikep.blogspot.com
http://qittun.blogspot.com/2008/10/asuhan keperawatan-dengan-spondilitis.html
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/spondilitis_tuberkulosa.pdf
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_SpondilitisTuberkulosisAbsesRetrofaringeal.pdf/09
http://kliniksempurna.blogspot.com/2008/06/spondilitis-tuberkulosis.html
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/spondilitis_tuberkulosa.pdf
http://akbarpai.blogspot.com/2008/05/spondylitis-tuberkulosa.html
http://stikep.blogspot.com