Post on 23-Jul-2015
Tugas Kelompok
EKSKRESI HEWAN AKUATIK DAN TERESTRIAL
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan)
Dosen :
Lora Purnamasari, S.Pd, M.Si
Disusun oleh :
1. Fitri Mulyana (1211060062)
2. Irawansyah (1211060178)
3. Muslimatun (1211060078)
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji hanyalah milik Allah, Rabb yang menguasai perbendaharaan di alam
semesta ini dan mengaruniakan kepada setiap makhluk yang ia kehendaki. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada uswah kita, Rasulullah Muhammad saw, juga
kepada segenap keluarga, para sahabat, serta umat beliau hingga akhir zaman. Amin. Dan
atas Rahmat-Nya pula maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul Ekskresi Hewan Akuatik dan Terestrial.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Fisiologi Hewan di
Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lora Purnamasari, S.Pd, M.Si selaku dosen
pembimbing mata kuliah Fisiologi Hewan, serta teman kelompok yang bersama-sama
menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh
dari sempurna, oleh karna itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan isi makalah ini penulis mengucapka terimakasih dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, khusnya bagi penulis dan juga bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandar Lampung November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................1
1.3 TUJUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................
2.1 Pengerian Sistem Ekskresi.............................................................
2.2 Fungsi Sistem Ekskresi..................................................................
2.3 Sistem Ekskresi Pada Hewan.........................................................
A. Ekskresi Hewan Akuatik...........................................................
B. Ekskresi Hewan Terestrial........................................................
BAB III PENUTUP...................................................................................
A. KESIMPULAN.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan energi (ATP), semua hewan
menyelenggarakan berbagai reaksi metabolisme. Akan tetapi, reaksi metabolisme tidak
hanya menghasilkan ATP dan zat bermanfaat lainnya, tetapi juga menghasilkan zat sisa.
Semua zat sisa tersebut harus dikeluarkan dari tubuh. Untuk itu, hewan harus memiliki alat
atau organ pengeluaran yang berfungsi untuk membuang berbagai zat sisa metabolisme.
Selain itu sistem pengeluaran juga berperan penting dalam proses osmoregulasi.
Tubuh melakukan begitu banyak proses metabolisme seperti pencernaan, respirasi
dan sebagainya. Proses-proses seperti itu pada akhirnya akan menghasilkan limbah yang
tidak dikeluarkan jika tidak dikeluarkan akan menyebabkan penyakit. Limbah yang
dihasilkan beraneka ragam bentuknya, mulai dari gas, cair, sampai padat. Untuk itu, kita
memerlukan organ pengeluaran yang berbeda-beda pula. Proses pembebasan sisa-sisa
metabolisme dari tubuh disebut ekskresi. Kelebihan air, garam-garam dan material-material
organik (termasuk sisa-sisa metabolisme) diekskresikan keluar tetapi substan yang esensial
untuk fungsi-fungsi tubuh disimpan. Material-material yang dikeluarkan ini biasanya
terdapat dalam bentuk terlarut dan ekskresinya melalui suatu proses filterisasi selektif.
Manusia dan hewan memiliki sistem ekskresi yang berbeda. Adapun yang melatar
belakangi penulisan makalah ini adalah mengetahui kerja sistem ekskresi pada hewan
akuatik dan terestrial.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan sistem ekskresi dan fungsinya bagi tubuh ?
2. Apa saja alat tubuh hewan yang dapat mengekskresikan sisa metabolisme dan
bagaimana caranya?
3. Apa saja Hasil Ekskresi pada Hewan Akuatik dan Terestrial ?
1.3 Tujuan
Pada dasarnya penulisan makalah ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan
secara umum dan secara khusus. Tujuan secara umum adalah sebagai salah satu tugas yang
diberikan mahasiswa dan mahasiswi guna menyelesaikan mata kuliah Fisiologi Hewan.
Adapun tujuan secara khususnya yaitu untuk mengetahui lebih jelas mengenai Ekskresi
Hewan Akuatik dan Terestrial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Ekskresi
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh seperti CO2,
H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat. Zat hasil metabolisme yang tidak diperlukan
oleh tubuh akan dikeluarkan melalui alat ekskresi. Alat ekskresi yang dimiliki oleh mahluk
hidup berbeda-beda. Semakin tinggi tingkatan mahluk hidup maka semakin kompleks alat
ekskresinya. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi yaitu defekasi yang
merupakan proses pengeluaran sisa pencernaan makanan yang disebut feses. Zat yang
dikeluarkan belum pernah mengalami metabolisme di dalam jaringan. Zat yang dikeluarkan
meliputi zat yang tidak diserap usus sel epitel, usus yang rusak dan mikroba usus. Selain
defekasi ada juga eliminasi yang merupakan proses pengeluaran zat dari rongga tubuh,
baik dari rongga yang kecil (saluran air mata) maupun dari rongga yang besar (usus).
2.2 Fungsi Sistem Ekskresi
Fungsi sistem ekskresi adalah sebagai berikut :
1. Membuang limbah yang tidak berguna dan beracun dari dalam tubuh.
Makanan yang dimakan hewan pada umumnya mengandung karbohidrat, lemak,
protein, serta sejumlah kecil asam nukleat. Metabolisme, karbohidrat dan lemak akan
menghasilkan zat sisah berupa karbondioksida dan air. Kedua jenis zat tersebut dapat
dikeluarkan dengan mudah melalui organ pernafasan dan organ pengeluaran, sehingga
tidak menimbulkan masalah tubuh.
Hal yang menimbulkjan masalah adalah metabolisme senyawa bernitrogen terutama
protein dan asam nukleat. Didalam tubuh, protein dihidrolisis menjadi asam amino.
Sementara, hewan tidak dapat menyimpan kelebihan asam amino sehingga zat tersebut
harus dikeluarkan dari tubuh atau mengalami lebih lanjut. Selama proses metabolisme,
asam amino diubah menjadi senyawa lain yang dapat diproses lebih lanjut menjadi glukosa.
Metabolisme asam amino disebut deaminasi. Proses ini menghasilkan zat sisa
berupa amonia. Reaksi deaminasi dapat terjadi secara langsung atau melalui reaksi
transdeaminasi. Asam nukleat (purin dan pirimidin) akan diuraikan dengan cara tang sama
dan menghasilkan amonia. Apabila zat tersebut tidak dikeluarkan, tubuh hewan akan penuh
dengan amonia, suatu senyawa yang sangat toksin. Oleh karena itu hewan harus berusaha
untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuhnya. Pengeluaran senyawa bernitrogen dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a. Pengeluaran nitrogen dalam bentuk Amonia
b. Pengeluaran nitrogen dalm bentuk Urea
c. Pengeluaran nitrogen dalm bentuk asam urat
Pengeluaran Nitrogen Dalam Bentuk Amonia
Hewan yang mengeluarkan nitrogen dalam bentuk amonia dinamakan hewan
amonotelik, misalnya ikan teleostei, siklostomata, dan kebanyakan invertebrata akuatik.
Bagi hewan akuatik, pembentukan amonia didalam tubuh tidak menimbulkan masalah
karena amonia sangat mudah larut dalam air dan mudah menembus membran sel sehingga
akan segera keluar tubuh. Hewan yang mengsekresikan zat buangan bernitrogen sebagai
amonia memerlukan akses ke air yang banyak. oleh karena itu, ekskresi amonia paling
umum terjadi pada spesies akuatik. Pada ikan sebagian besar amonia hilang sebagai NH4+
melintasi epitelium insang, ginjal hanya mengekskresikan sedikit zat buangan bernitrogen.
Pengeluaran Nitrogen Dalam Bentuk Urea
Urea ialah senyawa yang mudah larut dalam air, memiliki toksisitas lebih rendah
daripada amonia, dan merupakan hasil sisa bernitrogen yang utama pada hewan terestrial.
Jadi, dibandingkan dengan amonia, urea memiliki toksisitas dan tingkat kelarutan dalam air
yang lebih kecil. Hewan yang menghasilkan dan mengeluarkan urea disebut ureotelik. Urea
dihasilkan dalam hati vertebrata, urea adalah produk siklus metabolik yang
mengombinasikan amonia dengan karbon dioksida.
Pengeluaran Nitrogen Dalam Bentuk Asam Urat
Hewan yang mengeluarkan asam urat dinamakan hewan urikotelik. Serangga,
bekicot dan banyak reptil termasuk burung mengekskresikan asam urat sebagai zat buangan
bernitrogen utamanya. Asam urat relatif nontoksin dan tidak mudah larut dalam air.oleh
karana itu asam urat dapat diekskresikan sebagai pasta semisolid (kristal) dengan
kehilangan air yang sangat sedikit.
Asam urat sangat sulit larut dalam air. Kelarutan asam urat hanya 6 mg per liter air.
Apabila air direabsorbsi dari cairan yang mengandung asam urat, misalnya cairan dalam
saluran pengeluaran atau tubulus ginjal, sejumlah garam dan asam urat akan tersisa sebagai
endapan. Hal ini dapat diamati pada burug yang meneteskan cairan pekat (kental) berwarna
putih, yang ternyata kandungan utamanya ialah asam urat.
2. Mengatur Konsentrasi dan volume cairan tubuh (osmoregulasi)
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keeimbangan antara jumlah air dan zat
terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Semua hewan terlepas dari filogeni, habitat, atau tipe
zat buangan yang dihasilkan menghadapi kebutuhan osmoregulasi yang sama. Pengambilan
dan kehilangan air haruslah seimbang. Jika pengambilan air berlebihan sel-sel hewan
membengkak dan pecah, jika kehilangan air terlalu banyak, mereka mengerut dan pecah.
Air memasuki dan meninggalkan sel-sel melalui osmosis. Osmosis terjadi ketika
dua larutan yang yang dipisahkan oleh membran memiliki perbedaan tekanan osmotik. Jika
dua larutan yang dipisahkan oleh sebuah membran permeabel selektif yang memiliki
osmolaritas yang sama, kedua larutan itu disebut isoosmotik. Namun ketika dua larutan
memiliki perbedaan molaritas, larutan dengan konsentrasi zat-zat terlarut yang lebih besar
disebut hiperosmotik dan larutan yang lebih encer disebut hipoosmotik. Air mengalir
melalui osmosis dari larutan hipoosmotik ke larutan hiperosmotik.
Seekor hewan dapat mempertahankan keseimbangan air dengan dua cara, yang
pertama adalah menjadi osmokonformer yang isoosmotik dengan sekitarnya. Cara kedua
adalah menjadi osmoregulator yang mengontrol osmolaritas internal terlepas dari
osmolaritas lingkungannya.
3. Mempertahankan temperatur tubuh dalam kisaran normal atau termoregulasi.
Termoregulasi ialah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya
supaya tetap konstan. Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu
lingkungannya. Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan
diklasifikasikan menjadi dua yaitu polikiloterm dan homeoterm. Hewan polikiloterm yaitu
hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan.
Sementara hewan homeoterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan atau tidak
berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah.
2.3 Sistem Ekskresi Pada Hewan
Hewan mempunyai bermacam-macam organ pengeluaran yang dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu organ ekskresi umum dan khusus. Organ pengeluaran
umum antara lain berupa vakuola kontraktil dan sejumlah saluran tubuler (berbentuk pipa),
antara lain organ nefridia, tubulus malpighi, dan nefron. Organ pengeluaran khusus
tersusun atas berbagai struktur seperti kelenjar garam (antara lain kelenjar insang dan
kelenjar rektal), insang dan hati vertebrata. Hewan juga melakukan metabolisme untuk
melakukan aktifitas kehidupan. Metabolisme menghasilkan zat sisa yang harus dieksresikan
dari tubuh. Setiap hewan memiliki cara yang berbeda untuk mengeksresikan sisa
metabolismenya.
a. Organ Pengeluaran Hewan Akuatik dan Prosesnya
1. Vakuola Kontraktil
Vakuola kontraktil adalah organ pengeluaran pada protozoa, ciliata dan
koelenterata, yang bekerja dengan cara mengatur tekanan osmotik dalam tubuhnya.
Vakuola kontraktil merupakan organela berbentuk bulat yang berisi cairan dan dibatasi oleh
membran.
Ciliata air tawar memiliki cairan tubuh yang hiperosmotik sehingga tubuhnya
cenderung menyerap air dalam jumlah besar. Kelebihan air yang masuk ke tubuhnya itu
harus selalu dibuang. Kecepatan pengeluaran air kelingkungannya berkorelasi dengan
konsentrasi osmotik cairan di lingkunganya. Apabila konsentrasi osmotik lingkungan
sekitarnya menurun (menjadi lebih encer), laju pemasukan air ke dalam tubuh hewan pun
akan meningkat sehingga dia harus bekerja lebih keras untuk mengeluarkan sejumlah besar
air. Untuk melakuakn hal tersebut, membran vakuola akan berdifusi dengan membran sel,
lalu air didalamnya dikeluarkan kelingkungannya.
2. Protonefridia
Protonefridia merupakan organ pengeluaran yang berbentuk tubulus atau pipa
tertutup, tidak berhubungan dengan rongga tubuh hewan, dan ditemukan pada hewan yang
lebih tinggi dari koelenterata. Sel penyusun bagian tubulus yang tertutup di lengkapi
dengan silia. Apabila jumlah silia yang dimiliki hanya satu, sel tersebut dinamakan sel
selenosit.akan tetapi, apabila memiliki beberapa silia, sel tersebut dinamakan sel api (flame
cell).
Protonefridia membentuk jejaring tubulus buntu yang berhubungan kebukaan
eksternal. Tubulus tersebut bercabang-cabang keseluruh tubuh. Unit-unit seluler yang
disebut sel api melindungi cabang setiap protonefridia.
.
Gambar Protonefridia :sistem sel api dari planaria. Protonefridia adalah tubulus internal
bercabang-cabang yang terutama berfungsi dalam osmoregulasi.
Cara kerja dari Protonefridia selama filtrasi denyutan silia menarik air dan zat-zat
terlarut dari cairan interstisial melalui sel api, sehingga melepaskan filtrat kedalam jejaring
tubulus. Filtrat yang telah diproses kemudian bergerak keluar melalui tubulus dan dibuang
sebagai urin ke lingkungan eksternal. Urin yang diekskresikan oleh cacing pipih air tawar
memiliki konsentrasi zat terlarut yang rendah, sehingga membantu menyeimbangkan
pengambilan osmotik air dari lingkungan.
3. Kelenjar Hijau pada Krustasea
Kelenjar hijau atau kelenjar antena adalah organ pengeluaran yang dimiliki oleh
krustasea, yang terletak di daerah kepala. Kelenjar hijau memiliki suatu kantong berujung
buntu, yang disebut the end-sac (pundi-pundi). Pundi-pundi tersebut berhubungan dengan
saluran nefridia yang berakhir pada kandung kemih. Pundi-pundi terendam diantara cairan
selomik, yang nantinya akan disaring untuk membentuk urin awal.
Urin awal krustasea masih memiliki komposisi yang serupa dengan cairan tubuh,
namun tidak mengandung senyawa bermolekul besar. Selama mengalir disepanjang saluran
nefridia, air dan berbagai macam zat direabsorbsi, sehingga akhirnya terbentuk urin yang
akan ditampung dalam kandung kemih. Kandung kemih berhubungan dengan lingkungan
sekitar melalui lubang pengeluaran yang terletak didekat dasar antena.
4. Organ Ekskresi Pada Ikan
Organ ekskresi pada ikan yaitu :
1. Insang yang mengeluarkan CO2 dan H2O,
2. Kulit, kelenjar kulitnya mengeluarkan lendir sehingga tubuhnya licin
untuk memudahkan gerak di dalam air.
3. Sepasang ginjal (sebagian besar) yang mengeluarkan urine.
1. Insang
Insang, yang berfungsi untuk mengeluarkan CO2 dan H2O. Sebagian besar ikan
memiliki 4 buah insang pada setiap sisinya. Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis
berwarna merah muda dan selalu berada dalam keadaan lembab. Bagian terluar dari insang
berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Setiap insang terdiri atas beberapa bagian,
antara lain:
a. Filamen insang (hemibranchia=gill filament), terdiri atas jaringan lunak, berbentuk
seperti sisir berwarna merah. Terletak melekat pada lengkung insang. Pada bagian
filamen insang ini banyak mengandung kapiler darah sebagai cabang dari arteri
branchialis dan merupakan tempat terjadinya pengikatan oksigen terlarut dari dalam
air;
b. Tulang lengkung insang (arcus branchialis =gill arch), memiliki warna putih.
Bagian ini berfungsi sebagai tempat melekatnya filamen dan tapis insang. pada
tulang lengkung insang terdapat saluran darah (arteri afferent dan arteri efferent)
yang memungkinkan darah dapat keluar masuk ke dalam insang;
c. Tapis insang (gill rakers),berupa sepasang deretan batang tulang rawan yang pendek
dan sedikit bergerigi, terletak melekat pada bagian depan dari lengkung insang.
Tapis insang memiliki fungsi untuk menyaring air pernapasan yang berkaitan
dengan fungsi insang sebagai alat ekskresi.
2. Kulit
Kelenjar kulitnya mengeluarkan lendir sehingga tubuhnya licin untuk memudahkan
gerak di dalam air. Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut Epidermis
dan lapisan dalam yang disebut Dermis atau Corium.
a. Epidermis. Merupakan lapisan luar dari kulit, kulit pada bagian epidermis ini selalu
basah yang disebabkan oleh lendir yang dihasilkan suatu sel kelenjar di bagian
dalam epidermis. Lendir, pada lapisan ini terdapat suatu sel kelenjar berbentuk piala
yang dapat menghasilkan suatu zat (semacam glycopretein) yang dinamakan mucin.
Jika zan tersebut bersentuhan dengan air maka akan berubah menjadi lendir, dan
menyebabkan kulit pada bagian epidermis ini selalu basah. Pada ikan yang tidak
memiliki sisik lendir yang dihasilkan lebih banyak daripada ikan yang memiliki
sisik. Fungsi lendir pada ikan itu sendiri adalah untuk mengurangi gesekan tubuh
dengan air yng membuat ikan dapat berenang lebih cepat, pada ikan belut lendiri
digunakan untuk mempertahankan diri dari mangsa khususnya manusia yang
membuat tubuhnya licin dan sulit digenggam. Selain itu lendir juga berperan dalam
proses osmoregulasi sebagai lapisan semipariabel yang mencegah keluar masuknya
air melalui kulit, serta mencegah infeksi dalam penutupan luka.
b. Dermis. Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut Epidermis dan
lapisan dalam yang disebut Dermis atau Corium.
3. Ginjal
Ginjal ikan berjumlah sepasang yang memanjang sepanjang dinding dorsal
abdomen, kanan dan kiri linea mediana. Tubulus ginjal pada ikan jantan telah mengalami
modifikasi menjadi duktus eferen yang menghubungkan testis dengan duktus
mesonefridikus. Kemudian, duktus mesonefridikus ini menjadi duktus deferens yang
berfungsi untuk mengangkut sperma dan urin yang bermuara di kloaka.
Ginjal melakukan dua fungsi utama: pertama, mengekskresikan sebagian besar
produk akhir metabolisme tubuh; dan kedua, mengatur konsentrasi cairan tubuh.
Glomerulus berfungsi menyaring cairan, sedangkan tubulus mengubah cairan yang disaring
menjadi urin. Dengan demikian nefron dapat membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia melalui ginjal. Filtrasi dapat terjadi pada
glomerulus karena jaringan kapiler glomerulus merupakan jaringan bertekanan tinggi
sedangkan jaringan kapiler peritubulus adalah jaringan bertekanan rendah.
Ginjal di dalam tubuh ikan juga mempunyai saluran-saluran, yakni:
1. Ureter (ductus mesonephridicus=saluran Wolffian), merupakan saluran yang
mengalirkan urin yang berasal dari ginjal. Terletak di bagian pinggir dorsal rongga
tubuh dan menuju ke belakang. Pada ikan jantan, kedua saluran ini tampak berupa
tabung (tubulus) yang pendek, terentang dari ujung belakang ginjal sampai kantong
urin, sedangkan pada ikan betina, saluran ini menuju ke sinus urogenitalia.
2. Vesica urinaria, atau disebut juga dengan kantong urin yang merupakan lanjutan
dari ureter kiri dan kanan, terletak di dekat anus dan berbentuk seperti kantong
kecil. Kantong urin ini berfungsi sebagai tempat penampungan urin sebelum
dikeluarkan.
3. Urethra, berupa saluran pendekyang berasal dari vesica urinaria dan menuju ke
porus urogenitalia. Urethra berfungsi sebagai saluran keluarnya urin dari dalam
tubuh.
Proses Eksresi Ikan
Glomerulus dan kapsul Bowman berfungsi untuk menyaring hasil buang
anmetabolik yang terdapat dalam darah. Darah tidak ikut tersaring dan masuk ke vena
renalis. Protein tetap bertahan di dalam darah. Selanjutnya cairan ekskretori ini kemudian
masuk ke tubuli ginjal. Glukosa, beberapa mineral dan cairan (solution) lainnya diserap
kembali ke dalam darah. Dan beberapa hormon ikut berperan dalam penyaringan dan
penyerapan kembali. Akhirnya hasil buang anmetabolik yang tidak tersaring dan tidak
terserap kembali akan masuk ke saluran pengumpul dan terus ke kantong air seni dan
kemudian dikeluarkan melalui lubang pelepasan.
Perbedaan Mekanisme Ekskresi Pada Ikan Air Tawar dan Ikan Air Laut
Osmoregulasi pada ikan air Laut (asin)
Ikan air laut bersifat hipoosmotik terhadap sekitarnya, dengan kata lain ikan yang
hidup diair laut memiliki kadar garam lebih rendah dibandingkan kadar garam air laut,
artinya tekanan osmotik dalam tubuh ikan lebih rendah dari pada tekanan osmosis air laut.
Hal ini dapat menyebabkan aior dalam tubuh ikan cenderung keluar melalui insang,
akibatnya ikan air laut dapat kehilangan air.
Osmoregulasi yang dilakukan yaitu hewan ini akan meminum air laut dalam jumlah
banyak. namun, cara tersebut menyebabkan garam yang ikut masuk ke dalam tubuh
menjadi banyak pula. Kelebihan garam ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Pengeluaran kelebihan garam dalam jumlah besar dilakukan melalui insang, karena insang
ikan mengandung sel khusus yang disebut sel klorid.
Didalam insang, sel klorid yang terspesialisasi secara aktif mentranspor ion klorida
(Cl-) keluar dan ion natrium (Na+) mengikuti secara pasif. Didalam ginjal kelebihan ion
kalsium, magnesium dan sulfat diekskresikan bersama dengan kehilangan sejumlah kecil
air dengan mengeluarkan urin dalam jumlah sedikit dan lebih pekat.
Osmoregulasi pada Ikan Air Tawar
Hewan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi
dari lingkungannya (hiperosmotik), dengan demikian, hewan ini terancam oleh dua hal
utama, yaitu kehilangan garam dan pemasukan air yang berlebihan.
Kadar garam dalam tubuh ikan air tawar lebih besar dari pada kadar garam dari
lingkungannya. Hal itu mengakibatkan hewan tersebut memiliki peluang yang besar untuk
memasukkan air kedalam tubuhnya, terutama melalui insang. Kelebihan air itu akan
dikeluarkan lewat urin, namun dengan cara itu sejumlah garampun akan hilang dari tubuh
bersama urin.
Sebagian garam meninggalkan tubuh ikan melalui insang. Sebagai pengganti garam
yang hilang, hewan tersebut akan menggambil garam melalui insang dengan transpor aktif.
Dalam hal ini, insang berfungsi sebagai alat untuk memasukkan garam kedalam tubuh
dengan cara transpor aktif, sekaligus untuk membuang kelebihan garam secara difusi.
Osmoregulasi yang dilakuakn oleh hewan ini dengan cara sedikit minum dan banyak
mengeluarkan urin encer.
d. Organ pengeluaran Hewan Terestrial dan Proesnya.
1. Metanefridia
Alat ekskresi beberapa caacing tanah berupa sepasang metanefridia yang terdapat
pada setiap ruas tubuhnya. Metanefridia adalah organ pengeluaran yang mempunyai lubang
bersilia dan saluran dengan ujung berpori (berlubang) yang terbuka kearah rongga tubuh
nefridiostom. Saluran ini berhubungan dengan lingkungan luar tubuh melalui nefridiosfor.
Proses pada metanefridia menghasilkan urin encer yang bersifat hipoosmotik terhadap
cairan tubuhnya.
Gambar Metanefridia cacing tanah. Setiap segmen cacing mengandung sepasang
metanefridia, yang mengumpulkan cairan selom dari segmen anterior yang bersebelahan.
Cara kerja metanefridia pada cacing tanah setiap segmen cacing memiliki sepasang
metanefridia, yang terendam dalam cairan selom dan terbungkus oleh jaringan kapiler.
Corong bersilia mengelilingi bukaan internal saat silia berdenyut, cairan tertarik kedalam
tubulus pengumpul yang mencangkup kandung kemih penyimpan urin yang membuka
keluar. Saat urin bergerak disepanjang tubulus, epitelium transport yang membatasi lumen
menyerap kembali sebagian besar zat-zat terlarut dan dialirkan kedarah didalam kapiler,
sedangkan zat buangan bernitrogen tetap berada didalam tubulus dan di ekskresikan keluar
melalui lubang pengeluaran (nefridiosfor)
2. Tabung Malpighi
Tubulus malpighi adalah organ pengeluaran pada serangga. Organ ini berupa
saluran atau pipa yang salah satunya buntu, sedangkan ujung lainya membuka kearah usus,
terletak diantara usus tengah dan rektum. Tubulus malpighi membentang dari ujung-ujung
buntu yang terendam dalam hemolimfe (cairan sirkulasi) hingga bukaan kesaluran
pencernaan.
Cara kerja tubulus malpighi pada belalang yaitu epitelium transport yang melapisi
tubulus menyekresikan zat terlarut tertentu, termasuk zat buangan bernitrogen dari
hemolimfe ke dalam lumen tubulus. Air mengikuti zat terlarut kedalam tubulus melalui
osmosis dan cairan tersebut kemudian mengalir kedalam rektum. Sebagian besar zat-zat
yang berguna diserap kembali (reabsorbsi) melewati jaringan epitelium pada rektum dan
diedarkan keseluruh tubuh oleh hemolimfe. Sebaliknya, limbah bernitrogen mengendap
menjadi asam urat yang dikeluarkan bersama feses lewat anus.
Gambar. Tubulus Malpighi serangga. Tubulus malpighi adalah kantong luar dari saluran
pencernaan yang membuang zat-zat buangan bernitrogen dan berfungsi dalam
osmoregulasi.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan mengenai sistem ekskresi pada hewan akuatik dan terestial
dapat di simpulkan diantaranya :
1. Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh seperti CO2,
H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat.
2. Alat ekskresi dan hasil ekskresi yang dimiliki oleh mahluk hidup berbeda-beda.
Seperti organ pada hewan akuatik berupa vakuola kontraktil pada protozoa,
protonefridia pada planaria, dan insang, ginjal pada ikan. Hewan terstrial berupa
metanefridia pada cacing tanah, tabung malpighi pada serangga, dan metanefros
pada aves.
3. Hasil ekskersi senyawa bernitrogen pada setiap hewan dapat diubah dengan cara
pengeluaran nitrogen dalam bentuk Amonia, pengeluaran nitrogen dalm bentuk
Ureadan pengeluaran nitrogen dalm bentuk asam urat.
4. Fungsi dari sistem ekskresi yaitu : Membuang limbah yang tidak berguna dan
beracun dari dalam tubuh, Mengatur Konsentrasi dan volume cairan tubuh
(osmoregulasi) dan termoregulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece & Mitchel. 2000. BIOLOGI jilid 3 Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga
Isnaini, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Suntoro, Susilo H., Djalal Tanjung Harminani, 1993. Anatomi dan Fisiologi Hewan.
Universitas Terbuka, Depdikbud : Jakarta.