Post on 21-Jun-2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang merupakan
lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-
pihak lainnya. Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap
pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilaan nilai
rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah, dan
mata uang negara lain yang tercermin dari stabilitas kurs valuta asing.
Dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan
handal inilah Bank Indonesia memerlukan suatu kebijakan yang disebut
redenominasi. Redenominasi mata uang rupiah merupakan salah satu kewenangan
Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
di Indonesia, yang tidak boleh diintervensi oleh pihak-pihak lain, baik oleh
pemerintah maupun DPR.
Ini bukan kebijakan mata uang pertama di Indonesia. Sudah ada beberapa
kebijakan mata uang sebelumnya. Ada 3 kebijakan mata uang yang pernah dilakukan
di Indonesia. Pertama, pada awal 1950, terdapat peristiwa 'Gunting Syafruddin'.
Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian,
bagian kanan dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat
pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai nominal yang tertera,
sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan obligasi
pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan
pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar yang ada di masyarakat. Kedua,
kebijakan sanering pada 25 Agustus 1959. Kebijakan ini prakteknya dilakukan
dengan menurunkan nilai uang kertas pecahan besar yaitu Rp 1000 dan Rp 500
menjadi bernilai hanya 10 %. Seperti Rp 1.000 diturunkan nilainya menjadi Rp 100,
2
Rp 500 diturunkan nilainya menjadi Rp 50, sementara pecahan lainnya bernilai tetap.
Pemerintah menerapkan kebijakan sanering ini dengan tujuan mengurangi jumlah
uang beredar yang melonjak akibat kebijakan fiskal yang ekspansif yang dibiayai
dengan pencetakan uang. Ketiga adalah kebijakan redenominasi pada 13 Desember
1965. Kebijakan ini dilakukan pemerintah secara tiba-tiba. Pemerintah menerbitkan
pecahan dengan desain baru Rp 1 dengan nilai atau daya beli masyarakat setara Rp
1.000 lama. Kebijakan pemerintah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden No.
27 Tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kesatuan moneter bagi seluruh
wilayah Republik Indonesia, termasuk daerah Provinsi Irian Barat.
Negara yang sukses melakukan redenominasi adalah Turki. Selain Turki, negara
yang berhasil meredenominasi mata uangnya adalah Rumania, Polandia, dan
Ukraina. Walaupun negaranya relatif kecil, baik dari ukuran ekonomi, jumlah
penduduk, maupun luas dan persebaran wilayah. Turki meredenominasi mata uang
Lira secara bertahap selama 7 tahun yang dimulai sejak 2005. Setelah redenominasi,
semua uang lama Turki (yang diberi kode TL) dikonversi menjadi Lira baru (dengan
kode YTL, di mana Y bermakna 'Yeni' atau baru). Kurs konversi adalah 1 YTL
untuk 1.000.000 TL, atau menghilangkan enam angka nol. Turki meredenominasi
mata uang secara bertahap dengan memperhatikan stabilitas perekonomian dalam
negerinya. Pada tahap awal, mata uang TL dan YTL beredar secara simultan selama
setahun. Kemudian mata uang lama ditarik secara bertahap digantikan dengan YTL.
Pada tahap selanjutnya, sebutan 'Yeni' pada uang baru dihilangkan sehingga mata
uang YTL kembali menjadi TL dengan nilai redenominasi. Selama tahap
redenominasi, keadaan perekonomian tetap terjaga. Inflasi Turki pada tahun 2005
sampai dengan tahun 2009 juga tetap stabil di kisaran 8-9 %. Sementara itu, negara-
negara seperti Rusia, Argentina, Zimbabwe, Korea Utara, dan Brasil tercatat sebagai
negara-negara yang gagal dalam melakukan redenominasi, meski Brazil kemudian
berhasil dalam melakukan redenominasi pada tahun 1994. Negara-negara tersebut
memberlakukan redenominasi pada saat yang tidak tepat di mana kondisi
perekonomian tidak stabil dan memiliki tingkat inflasi yang tinggi. Di Rusia,
redenominasi bahkan dianggap sebagai instrumen tak langsung pemerintah
merampok kekayaan rakyat. Korea Utara pada akhir tahun 2009 melakukan
3
redenominasi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak menggantikan
uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak tersedia. Brasil sempat mengalami
kegagalan melakukan redenominasi yakni pada tahun 1986-1989. Brasil melakukan
penyederhanaan mata uangnya dari cruzeiro menjadi cruzado. Namun, kurs mata
uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap dolar AS hingga mencapai ribuan
cruzado untuk setiap dolar AS. Kegagalan ini dikarenakan pemerintah Brasil tidak
mampu mengelola inflasi yang pada waktu itu masih mencapai 500% per tahun.
Rendahnya tingkat kepercayaan terhadap pemerintah juga menjadi pangkal masalah
kegagalan redenominasi pada tahun 1986 mengingat negeri itu masih dilanda konflik
politik dan instabilitas pemerintahan yang mengikis kepastian berusaha. Brasil
akhirnya berhasil dalam menerapkan redenominasi pada tahun 1994. Kombinasi
sukses memangkas inflasi dan masuknya modal asing yang meningkatkan cadangan
devisa merupakan faktor terpenting keberhasilan redenominasi di Brasil.
Adapun alasan yang melatarbelakangi bank Indonesia melakukan redenominasi
mata uang Rupiah adalah karena:
1. Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp 100.000,- yang
merupakan pecahan terbesar kedua setelah mata uang Vietnam yang pernah
mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang
pernah mencetak 100 Miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.
2. Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah ketimbang mata
uang lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan soal
substansi tapi soal identitas karena kekuatan mata uang kita relatif stabil,
cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (satu digit), investasi juga tidak ada
persoalan, kinerja ekonomi yang baik.
3. Pecahan uang Indonesia terlalu besar akan menimbulkan ketidak efisienan dan
ketidak nyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang
banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan
transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
4. Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN
dalam rangka memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015.
4
5. Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-
olah mencerminkan bahwa dimasa lalu, suatu negara pernah mengalami inflasi
yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang
baik.
1.2.Tujuan
Untuk memberikan deskripsi tentang redenominasi, terutama untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan, yaitu : apakah redenominasi itu, tujuan redenominasi,
tahapan-tahapan redenominasi, dampak redenominasi dan pro-kontra redenominasi
tersebut.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Redenominasi
Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional menghadapi tantangan ke
depan berupa integrasi perekonomian regional, saat ini Bank Indonesia tengah
melakukan kajian mengenai penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah yang
disebut redenominasi.
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan ) mata uang menjadi
pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol tanpa memangkas atau
mengubah nilai mata uang tersebut. Misalnya terjadi redenominasi tiga digit, maka
Rp 1.000.000 menjadi Rp 1.000 uang baru hasil redenominasi.
Redenominasi bukan sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui
pemotongan nilai uang. Sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi
perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong adalah nilai
uangnya,sedangkan harga barang tetap tinggi.
Berbeda halnya dengan redenominasi, dimana redenominasi dilakukan dalam
kondisi ekonomi yang setabil dan menuju kearah yang lebih sehat. Dalam
redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nol
nya saja. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai
barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (Uang).
Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakansistem akutansi dalam sistem
pembayaran.
2.2. Syarat Redenominasi
Beberapa faktor yang mendukung suksesnya pelaksanaan redenominasi adalah
ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran rendah dengan pergerakan yang stabil,
stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya jaminan terhadap stabilitas harga
serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.
6
Redenominasi membutuhkan komitmen nasional serta waktu dan persiapan yang
cukup panjang. Seperti yang terjadi di turki, proggram redenominasi baru
dilaksanakan setelah tercapai komitmen nasional dan berbagai syarat untuk
stabilisasi ekonomi seperti defisit fisikal yang terkendali dilaksanakan.
2.3. Tujuan Redenominasi
Bertujuan menyederhanakan pecahan uang yang beredar agar lebih efisien dan
nyaman dalam melakukan transaksi dan mempersiapkan kesetaraan ekonomi
Indonesia dengan negara regional.
2.4. Manfaat Redenominasi
Adapun manfaat dari adanya Redenominasi yaitu:
1. kebanggaan (pride) sebagai bangsa, Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri
Destry Damayanti, ada persepsi bahwa negara yang memiliki nilai tukar
masih besar memiliki perekonomian terbelakang. Apalagi, nilai tukar yang
masih besar-besar ini dipersepsikan sebagai negara berkembang. Misal nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS yang saat ini Rp 9.680 per dollar AS
menjadi hanya Rp 9,6 per dollar AS.
2. Lebih mudah menuliskannya, hemat pencatatan secara akuntansi, serta lebih
gampang mengonversikannya ke dalam mata uang asing. Kebijakan
redenominasi dapat pula meningkatkan martabat bangsa dengan meringkas
digit uang tanpa mengurangi nilai mata uang meskipun daya belinya tidak
berubah.
2.5. Tahapan Redenominasi
Pertama, tahap persiapan. Kegiatan utamanya meliputi pembahasan RUU
Redenominasi, rencana pencetakan uang dan distribusinya, penyesuaian infrastruktur
dan teknologi informasi untuk sistem pembayaran dan akuntansi, serta konsultasi
publik.
Kedua, masa transisi, di mana BI mulai mengedarkan pecahan rupiah baru ke
pasar dan berangsur menarik pecahan lama. Jadi, ada dua pecahan rupiah yang
7
beredar pada masa transisi ini, rupiah baru dan lama. Pecahan baru adalah pecahan
yang sudah dihilangkan tiga digit terakhir.
Tahap ketiga, saat mata uang rupiah baru disebut menjadi rupiah. Dengan
demikian, tidak ada lagi rupiah baru dan lama, tetapi rupiah hasil redenominasi.
Tahapan ini disebut juga sebagai phasing out. Dimana, BI mulai menarik mata uang
lama untuk tidak digunakan lagi di pasar. Tahap ini diberlakukan setelah masyarakat
telah terbiasa dengan mata uang nominal baru.
Adapun tahapan transisi redenominasi yang dirancang Bank Indonesia dapat
dilihat pada tabel berikut :
TAHUN TAHAPAN TRANSISI
2010 Pengundangan Redenominasi melalui tahapan UU Mata Uang
2011-2012 Sosialisasi serta persiapan sistem akuntansi dan pencatatan seluruh
kegiatan perekonomian (perbankan, perdagangan dll).
2013-2015 Masa transisi, dua nilai berlaku
2016 Masa transisi selesai
2016-2018 Semua uang kertas ditarik habis. Proses penarikan selesai tahun 2018.
2019-2020 Rupiah dengan nilai baru menyeluruh.
Rencana pelaksanaan redenominasi akan dimulai pada 1 Januari 2014. Mulai
1 Juli 2013, label harga ganda diberlakukan. Bersamaan dengan diberlakukannya
label harga ganda, Bank Indonesia menerbitkan mata uang dengan gambar yang
sama, tetapi berbeda angka. Angka lama seperti saat ini dan angka baru dengan tiga
nol yang dihilangkan. Untuk menunjang dan melancarkan kebijakan tersebut Bank
Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp 200 miliar untuk mendukung
kebijakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Anggaran tersebut
untuk mempersiapkan infrastruktur teknologi informasi dan percetakan uang rupiah
nominal baru.
8
2.6. Dampak Redenominasi
a. Dampak Positif dari redenominasi
melalui redenominasi ini, rupiah akan terlihat lebih memiliki kekuatan
karena nilainya akan mendekati dolar AS. Frekuensi percetakan pecahan
mata uang menjadi lebih jarang karena dengan redenominasi, tiga digit angka
nol di setiap pecahan rupiah uang kertas ribuan akan diganti dengan satu
rupiah uang logam yaang lebih awet sehingga percetakannya menjadi lebih
jarang, selain itu, masa berlaku uang logam ini lebih tahan lama, bisa sampai
10 tahun, sementara uang kertas hanya 1-2 tahun.
Redenominasi diperlukan untuk membangun infrastruktur
pembayaran non-tunai di masa depan, sebab semakin besar digit angka, maka
sistem pencatatan dan akuntansi semakin sulit.
Redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi yang semakin
kuat sehingga memberikan kebanggaan untuk memegang uang rupiah.
b. Dampak Negatif dari Redenomominasi
Penggantian mata uang secara serentak, selain mengagetkan orang
juga membutuhkan biaya operasional yang besar, karena para pengusaha
harus berinvestasi lagi untuk mengganti pembukuan, harus menyesuaikan
sistem teknologi informasi dan untuk penyesuaian materi cetak.
Bagi Bank Indonesia sendiri, kebijakan itu tentu akan memakan biaya
besar, karena Bank Indonesia harus melakukan pencetakan uang kembali
untuk mengganti uang lama yang akan diredominasi.
Gubernur Bank indonesia (BI) Darmin Nasution, menyatakan bahwa
redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang memiliki risiko adanya
potensi kenaikan harga akibat pembulatan harga ke atas secara berlebihan
oleh oknum-oknum tertentu. BI beserta pemerintah mengantisipasi risiko
9
tersebut dengan memasukkan berbagai ketentuan di dalam Rancangan
Undang-undang Redenominasi yang secara tegas mengatur praktik
pembulatan harga.
Jika pemerintah gagal menerapkan redenominasi, kepercayaan
terhadap mata uang domestik akan turun. Rupiah akan terdepresiasi. "Bukan
hanya penurunan nilai mata uang, tapi daya beli mata uang terhadap barang
juga akan turun, sehingga mengakibatkan inflasi seperti yang terjadi di
Zimbabwe.
Dengan sifat konsumtif masyarakat Indonesia, dikhawatirkan
berdampak buruk jika kebijakan redenominasi diberlakukan. Pasalnya,
psikologis yang tertanam di paradigma masyarakat, harga itu murah. secara
berkelanjutan keinginan belanja masyarakat akan lebih tinggi menurut pelaku
usaha dan ekonom Lyra Puspa.
2.7. Pro dan Kontra Redenominasi
Dengan akan digulirkannya kebijakan redenominasi memunculkan banyak
pendapat, baik pro maupun kontra. Beberapa pendapat yang mendukung kebijakan
tersebut yaitu, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia,
Franky Sibarani mengatakan pihaknya secara prinsip mendukung pelaksanaan
redenominasi rupiah, namun ada tiga hal yang harus dipenuhi.
Pertama, pemerintah dan BI harus melakukan studi kelayakan yang mendalam
mengenai dampak kebijakan ini diterapkan. Kajian itu tidak hanya di atas kertas, tapi
juga sampai ke implementasi. Misalnya, bagaimana dampaknya ke pedagang pasar,
pelaku usaha ekspor impor, atau pendistribusian barang.
Kedua, sosialisasi. Kegiatan sosialisasi ini sangat penting karena jangan sampai
pemikiran di masyarakat bahwa redenominasi rupiah ini sama dengan Sanering, yaitu
pemotongan nilai mata uang seperti yang dilakukan oleh pemerintah pernah terjadi
pada 1950 di era Sjafruddin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Menteri
10
Keuangan. Sosialisasi juga harus dilakukan secara menyeluruh tidak hanya di kota
besar tapi ke daerah terpencil dan wilayah perbatasan. Oleh karena itu, dibutuhkan
waktu hingga dua tahun untuk melakukan sosialisasi.
Ketiga transisi. Pada saat masa transisi akan ada penarikan uang lama dan
penerbitan uang baru sehingga ada potensi berlakunya dua mata uang. Dikhawatirkan
ini menimbulkan kebingungan di masyarakat. Misalnya, uang Rp 10 ribu yang lama
itu kan nilainya sama dengan uang baru Rp 10, sehingga ada gap yang bisa bikin
bingung. Tapi sejauh pemerintah masih mengakui dua mata uang ini sebenarnya
tidak masalah.
Sementara beberapa pendapat yang kurang setuju dengan kebijakan tersebut
yaitu, seperti yang dikatakan oleh Ahmad Ma’ruf SE Msi, pakar ekonomi publik
dari Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bahwa
Redenominasi dinilai hanya sebuah ilusi yang memburu kebanggaan semu di bidang
moneter perbankan dan tanpa ada substansinya sama sekali . kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tersebut hanya kegiatan yang bersifat lips
service. Dan bukan kebijakan substantif, lebih pada atribut saja, biar kelihatannya
uang kita gagah. Kebijakan tersebut untuk menutupi kelemahan nilai tukar rupiah
yang menjadi tanggung jawab BI, menutupi kelemahan moneter kita, biar seolah-
olah bagus, padahal tidak ada substansinya sama sekali.
Mungkin nanti masyarakat akan merasa senang dengan adanya kebijakan ini,
melihat uang yang awalnya Rp 10.000 menjadi Rp 10 jadi bangga karena seperti
negara-negara lain. Akan tetapi kebanggaan itu hanya kebanggaan semu. Kita baru
bisa bangga kalau nilai tukar rupiah kita itu sudah bagus. Kemudian dicurigai adanya
potensi moral hazard dalam kebijakan redenominasi . contohnya pada kebijakan
privatisasi. Kebijakan tersebut ternyata telah dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu
atau kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut dikhawatirkan
akan terjadi dalam proyek redenominasi . Apalagi saat ini sudah menjelang Pemilu
2014. Bisa saja ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan pragmatis atau aksi-aksi
pragmatis. Lebih baik BI agar lebih fokus pada masalah-masalah bangsa yang
11
dihadapi saat ini, seperti pengendalian inflasi dan perbaikan nilai tukar rupiah,
mengelola sistem moneter perbankan, atau kejahatan-kejahatan yang menggunakan
instrumen perbankan.
Menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang
Sulisto, belum memandang penting adanya penyederhanaan nilai nominal
redenominasi terhadap uang rupiah. Kadin menilai wacana redenominasi belum
mendesak untuk kondisi saat ini. Pengusaha belum merasa perlu untuk wacana
tersebut , yang diinginkan pengusaha saat ini adalah kestabilan nilai tukar rupiah
sehingga akan menguntungkan, baik bagi pengekspor maupun pengimpor. Hal ini
akan menepis anggapan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang
terendah dibanding negara lain.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon, Kebijakan Bank
Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk redenominasi bukan kebijakan prioritas
dan hanya menghamburkan anggaran. Ada masalah lain yang lebih penting
ketimbang redenominasi. Efek redenominasi pun besar implikasinya. Masyarakat
akan merasa uang yang dipegangnya murah sehingga ketika harga sedikit naik bisa
dipandang sesuatu yang wajar dan tak masalah. Dalam prosesnya, kebijakan ini pun
belum menyelesaikan mekanisme prosedural di DPR. Belum ada penjelasan
mendalam tentang apa substansi redenominasi rupiah.
Ekonom Rizal Ramli menilai, kebijakan baru ini akan membingungkan
masyarakat, Dalam praktiknya istilah itu nyaris sama dengan upaya pemotongan
uang. Menerbitkan uang baru Rp 1 yang nilainya sama dengan Rp1.000 saat ini, pada
praktiknya merupakan “paksaan inflasi” (force inflation). Dengan adanya
penyederhanaan mata uang, maka daya beli masyarakat menengah ke bawah akan
terpotong dengan adanya kenaikan harga-harga setelah mata uang diterbitkan.
Sementara untuk golongan menengah ke atas, rupiah baru akan lebih nyaman, sebab
mereka akan bisa membawa uang tunai Rp10 juta saat ini, menjadi hanya Rp10.000
uang baru atau hanya 10 lembar pecahan Rp1.000 baru.
12
Sementara menurut Kwik Kian Gie, rencana Pemerintah dan Bank Indonesia
untuk melakukan penyederhanaan mata uang bukanlah hal mendesak yang harus
segera dilakukan. Redenominasi yang dilakukan saat ini bersifat sangat teknis dan
butuh kematangan dari seluruh lapisan masyarakat untuk lebih mengerti bagaimana
konsep redenominasi yang akan diterapkan. Dan bukan waktu yang pas untuk
melakukan redenominasi. Pasalnya, nilai tukar rupiah saat ini cenderung terus
melemah. Sementara hal lain yang menjadi sorotan Kwik adalah alasan pemerintah
dan BI untuk melakukan redenominasi yang menurutnya masih belum jelas. Hal
yang menurut Kwik sangat mendesak untuk segera diselesaikan salah satunya adalah
pelemahan nilai tukar rupiah dan beban utang.
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kebijakan Redenominasi rupiah merupakan bukan kebijakan mata uang
pertama di Indonesia. Sebelumnya, ada kebijakan Gunting Syafruddin pada tahun
1950, kebijakan sanering atau pemotongan nilai pada 25 Agustus 1959 dan kebijakan
redenominasi rupiah pada 13 Desember 1965. Akhir 2012 isu penerapan kebijakan
redenominasi mulai menyeruak ke publik. Alasan Bank Indonesia melaksanakan
redenominasi karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp
100.000, yang merupakan pecahan terbesar kedua setelah mata uang Vietnam yang
pernah mencetak 500.000 Dong, munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu
rendah ketimbang mata uang lainnya, pecahan uang Indonesia terlalu besar sehingga
menimbulkan ketidak efisienan dan ketidak nyamanan dalam melakukan transaksi,
untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN
dalam rangka memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015, untuk
menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah
mencerminkan bahwa dimasa lalu, suatu negara pernah mengalami inflasi yang
tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.
Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan ) mata uang
menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi angka nol tanpa memangkas
atau mengubah nilai mata uang tersebut. Misalnya terjadi redenominasi tiga digit,
maka Rp 1.000.000 menjadi Rp 1.000 uang baru hasil redenominasi. Sedangkan
Sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat,
dimana yang dipotong adalah nilai uangnya,sedangkan harga barang tetap tinggi.
Adapun syarat atau faktor agar pelakasanaan redenominasi berjalan sukses adalah
ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran rendah dengan pergerakan yang stabil,
stabilitas perekonomian yang terjaga, adanya jaminan terhadap stabilitas harga,
adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat, komitmen nasional serta waktu dan
persiapan yang cukup panjang. Dengan tujuan menyederhanakan pecahan uang yang
beredar agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi dan
14
mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Manfaat
dengan adanya redenominasi adalah kebanggaan (pride) sebagai bangsa, lebih
mudah menuliskannya, hemat pencatatan secara akuntansi, serta lebih gampang
mengonversikannya ke dalam mata uang asing.
Redenominasi akan dilakukan secara bertahap, mebutuhkan waktu kurang
lebih selama sepuluh tahun. Jika dimulai pada 2013, akan berlangsung hingga 2023
dalam tiga tahapan. Tahapan pertama, tahapan persiapan, pada 2011 – 2012
diberlakukan kegiatan meliputi pembahasan RUU Redenominasi, rencana
pencetakan uang dan distribusinya, penyesuaian infrastruktur dan teknologi
informasi untuk sistem pembayaran dan akuntansi, serta konsultasi publik. Tahapan
kedua, masa transisi (2013-2015), ada dua pecahan rupiah yang beredar pada masa
transisi ini, rupiah baru dan lama. Pecahan baru adalah pecahan yang sudah
dihilangkan tiga digit terakhir. Tahap ketiga, disebut juga sebagai phasing out (2019-
2020), saat mata uang rupiah baru disebut menjadi rupiah.
Dampak positif dari redenominasi adalah rupiah akan terlihat lebih memiliki
kekuatan karena nilainya akan mendekati dolar AS, menyederhanakan penulisan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi
yang semakin kuat sehingga memberikan kebanggaan untuk memegang uang rupiah.
Adapun dampak negatifnya adalah membutuhkan biaya operasional yang besar,
karena para pengusaha harus berinvestasi lagi untuk mengganti pembukuan, harus
menyesuaikan sistem teknologi informasi dan untuk penyesuaian materi cetak. Bagi
Bank Indonesia sendiri, kebijakan itu tentu akan memakan biaya besar, karena Bank
Indonesia harus melakukan pencetakan uang kembali untuk mengganti uang lama
yang akan diredominasi. Dikhawatirkan penyederhanaan nilai mata uang memiliki
risiko adanya potensi kenaikan harga akibat pembulatan harga ke atas secara
berlebihan oleh oknum-oknum tertentu. Jika pemerintah gagal menerapkan
redenominasi, kepercayaan terhadap mata uang domestik akan turun. Rupiah akan
terdepresiasi.
15
Akan digulirkannya kebijakan redenominasi melahirkan pro dan kontra,
pihak yang mendukung kebijakan tersebut mengajukan tiga hal yang harus
dipenuhhi yaitu, pemerintah dan BI harus melakukan studi kelayakan yang
mendalam mengenai dampak kebijakan ini bila diterapkan, sosialisasi harus
dilakukan secara menyeluruh tidak hanya di kota besar tapi ke daerah terpencil dan
wilayah perbatasan, dan masa transisi yang cukup. Sedangkan pendapat yang kurang
setuju dengan kebijakan tersebut menilai redenominasi hanya sebuah ilusi yang
memburu kebanggaan semu di bidang moneter perbankan tanpa adanya substansi,
dan dicurigai adanya moral hazard dalam kebijakan tersebut serta wacana
redenominasi belum mendesak untuk kondisi saat ini dan membutuhkan dana yang
besar.
3.2. Saran
Untuk menghindari dampak sosial berupa trauma masyarakat seperti pada
kebijakan sanering pada masa lalu yang dapat menghilangkan kepercayaan pada
mata uang rupiah, maka disarankan kepada Bank Indonesia agar melakukan
sosialisasi yang intensif tentang rencana redenominasi nilai mata uang rupiah. Selain
itu diperlukan masa transisi yang cukup panjang dan komitmen pemerintah dalam
melaksanakan kebijakan tersebut serta adanya kajian atau studi kelayakan yang
menyeluruh. Dan bila perlu untuk menghindari adanya kepentingaan pragmatis atau
aksi pragmatis serta untuk keefektifan kebijakan tersebut mungkin perlu
diberlakukan setelah pemilu 2014 agar lebih fokus dan terencana.
DISUSUN OLEH :
Aby Setyo Kusumo 20100430021
Opissen Yudisyus 20100430019
Febrina Tirza 20100430011
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
16
DAFTAR PUSTAKA
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/30/15025056/Apa.Manfaat.Redenomin
asi.Rupiah
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/30/14243113/Plus-Minus.Redenominasi
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/25/02203347/Penyederhanaan.Rupiah
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/28/17541783/Redenominasi.Butuh.Day
a.Tahan
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/23/11130521/Apa.Dampak.jika.Redeno
minasi.Tidak.Dilakukan.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/27/17260558/Gerindra.Redenominasi.R
upiah.Tidak.Prioritas
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/16/18333554/Redenominasi.Sen.Menja
di.Satuan.Rupiah.Terkecil?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/12/08/12313460/Rp.1.000.Jadi.Rp.1.Bisa.Di
wujudkan
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/07/14400937/Nasib.Redenominasi.Rupi
ah.Ada.di.Tangan.DPR
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/23/21010599/Rupiah.Mata.Uang.Sampa
h.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/01/29/143480/Redenomin
asi-Rupiah-Tepat-Dilakukan
http://www.redenominasirupiah.com/
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/385938-dikritik--rencana-redenominasi-rupiah
http://finance.detik.com/read/2013/01/28/110249/2153817/5/ubah-rp-1000-jadi-rp-1-
lebih-tepat-setelah-pemilu-2014?
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/384809-bi-anggarkan-rp200-miliar-untuk-
redenominasi-rupiah
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/384777-apa-risiko-penyederhanaan-rupiah
http://finance.detik.com/read/2013/01/23/150106/2150769/5/bi-waspadai-oknum-yang-
cari-untung-dari-redenominasi?
17
http://finance.detik.com/read/2013/01/23/134534/2150674/5/ini-dia-cerita-negara-yang-
sukses-dan-gagal-melakukan-redenominasi?
http://bisnis.liputan6.com/read/503556/restoran-sudah-lebih-dulu-praktikkan-
redenominasi-rupiah
http://hharryazharazis.com/detail/474/.cnet