Post on 05-Aug-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat mempunyai kontribusi dalam pengkajian status kesehatan klien dengan
mengumpulkan spesimen cairan tubuh. Semua klien rawat inap menjalani paling sedikit
satu kali pengumpulan spesimen laboratorium selama dirawat di fasilitas pelayanan
kesehatan.
1. Spesimen darah
Tubuh manusia tersusun dari milyaran sel darah yang memiliki fungsi yang vital.
Terdapat tiga tipe sel darah pada manusia, sel darah merah dengan jumlah terbanyak,
sel darah putih, dan trombosit, yang masing-masing sudah memiliki fungsi dan kadar
yang berbeda-beda dalam tubuh. Pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan
adalah hitung jenis sel darah merah lengkap, yang merupakan penilaian dasar dari
komponen sel darah. Selain untuk menentukan jumlah sel darah dan trombosit,
presentasi dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin: menghitung
jenis sel darah biasanya menilai ukuran dan bentuk dari sel darah merah. Dengan
mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal pada sel darah merah, maka akan
membantu mendiagnosis suatu penyakit. Agar dapat diperoleh spesimen darah yang
memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel darah harus
dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan alat, pemilihan jenis antikoagulan,
pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan. Pemilihan letak
vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya
infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan
yang terpasang infus.
2. Spesimen sputum
a. Pemeriksaan sputum
Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan dalam mengidentifikasi organismee
patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan atau tidak. Aktivitas
1
ini juga digunakan untuk mengkaji sensitivitas (di mana terdapat peningkatan
eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodik mungkin diperlukan untuk klien
yang mendapatkan antibiotik, kortikosteroid, dan medikasi imunosupresi dalam
jangka panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi oportunistik.
Secara umum, kultur sputum digunakan dalam mendiagnosis untuk pemeriksaan
sensitivitas obat dan sebagai pedoman pengobatan. Spesimen seperti ini, harus
diperlakukan sebagai bahan biologis yang berbahaya dan harus dibuang dengan
cara yang tepat, untuk mencegah bau, semua wadah sputum di tutup dan higiene
oral yang sering adalah prioritas tindakan keperawatan untuk klien. Pemeriksaan
sputum bisaanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran mukosa
saluran pernapasan berespon terhadap inflamasi dengan mengingkatkan keluaran
sekresi yang sering mengandung organismee penyebab. Perhatikan dan catat
volume, konsistensi, warna dan bau sputum. Adapun pemeriksaan sputum
mencakup pemeriksaan:
- Pewarnaan gram, yang bisaanya memberikan cukup informasi tentang
organismee yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
- Kultur sputum, yang mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakan
diagnosa definitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus
dikeluarkan sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya untuk
menentukan kemajuan terapi.
- Sensitifitas, berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiootik yang mencegah pertumbuhan organismee yang
terdapat dalam sputum. Untuk pemriksaan ini, sputum juga dikumpulkan
sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan sputum dan sensitifitas bisaanya
diinstruksikan secara bersamaan.
- Basil tahan asam (BTA), menentukan adanya mikrobakterium tuberkulosis,
yang setelah dilakukan perawatan bakteri ini tidak mengalami perubahan
warna oleh alkohol asam.
- Sitologi, membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum
mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial, sehingga
mungkin saja terdapat sel-sel malignan (sel-sel malignan menunjukkan
2
adanya karsinoma). Namun, tidak terdapatnya sel-sel ini bukan berarti tidak
ada tumor.
- Pemeriksaan kualitatif harus sering dilakukan untuk menentukan apakah
sekresi merupakan saliva, lendir, pus, atau bukan. Jika bahan yang
diekspektorat berwarna kuning-hijau bisaanya menandakan infeksi parenkim
paru (pneumonia).
- Tes kuantitatif, klien diberikan wadah yang khusus untuk mengeluarkan
sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam. Jumlah serta karakter isinya
dicatat dan diuraikan.
b. Pengumpulan sputum
Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, klien sering dirangsang batuk
dalam dengan menghirup aerosol salin yang sangat jenuh, glikol propilen yang
mengiritasi, atau agen lainnya yang diberikan dengan nebuliser ultrasonik.
Metode lainnya dari pengumpulan spesimen sputum, adalah aspirasi
endotrakheal, pembuangan dengan bronkhoskopi, penyikatan bronkhial, aspirasi
transtrakheal, dan aspirasi lambung, yang bisaanya dilakukan untuk
mengumpulkan organismee tuberkulosis. Sebaiknya klien diinformasikan tentang
pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan sputum yang sesuai untuk
pemeriksaan ini. Instruksikan klien untuk mengumpulkan hanya sputum yang
berasal dari paru-paru. Karena sering kali jika klien tidak dijelaskan demikian,
klien akan mengumpulkan saliva dan bukan sputum. Sputum yang diambil pagi
hari bisaanya adalah sputum yang paling banyak mengandung organismee
produktif. Bisaanya dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan
laboratorium. Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:
- Klien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang sangat
banyak membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi, sehingga perlu untuk
memperbanyak asupan cairan.
- Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah karena
batuk.
- Instruksikan klien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan
spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.
3
- Instruksikan klien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen
terkumpul sehingga spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium
secepatnya.
3. Spesimen urine
Urinalisis adalah salah satu tes laboratorium yang paling umum. Keuntungan dari
urinalisis adalah bahwa tes ini non-invasif, spesimen mudah didapatkan, hasil dapat
diperoleh dengan cepat, dan murah. Informasi dari urinalisis meliputi warna, berat
jenis pH, dan adanya protein, sel darah merah dan sel darah putih, urobilinogen,
bakteri, silinder (cast), dan kristal. Urine yang tidak normal menunjukkan adanya
protein, bilirubin, urobilirubin, glukosa, keton, bakteri, atau asterase leukosit. Sedikit
sel darah merah dan sel darah putih, silinder, dan Kristal adalah temuan normal.
Perawat bertanggung jawab untuk mengumpulkan spesimen urine untuk sejumlah
pemeriksaan. Spesimen urine bersih untuk urinalisis rutin, spesimen urine tamping-
bersih atau pancar tengah untuk untuk kultur urine, dan spesimen urine
sewaktu/sesuai waktu untuk berbagai pemeriksaan bergantung masalah kesehatan
spesifik pada klien.
a. Spesimen urine rutin
Spesimen urine bersih bisaanya adekuat untuk pemeriksaan rutin. Banyak klien
mampu untuk mengumpulkan spesimen urine bersih dan mendapatkan spesimen
secara mandiri dengan petunjuk yang minimal. Klien pria bisaanya mampu untuk
berkemih secara langsung ke wadah spesimen dank lien wanita bisaanya duduk
atau jongkok pada kloset, meletakkan wadah di antara tungkai selama berkemih.
Pengumpulan spesimen urine rutin bisaanya menggunakan spesimen urine dari
kemih pertama di pagi hari, karena cenderung memiliki konsentrasi yang lebih
tinggi dan lebih seragam, serta pH yang lebih asam dibandingkan urine
selanjutnya sepanjang hari.
b. Spesimen urine sesuai waktu
Beberapa pemeriksaan urine memerlukan pengumpulan semua urine yang
dihasilkan dan dikeluarkan dalam periode waktu tertentu, dengan rentang waktu
satu atau dua jam hingga 24 jam. Spesimen sewaktu bisaanya dibekukan atau
4
dimasukkan pada wadah yang berpengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri
atau perubahan komponen urine. Beberapa pemeriksaan yang menggunakan
spesimen urine sesuai waktu bertujuan untuk:
- Mengkaji kemampuan ginjal memekatkan dan mengencerkan urine.
- Menentukan gangguan metabolism glukosa, misalnya diabetes mellitus.
- Menentukan kadar unsur tertentu, misalnya albumin, amilase, kreatinin,
urobilinogen, hormon tertentu seperti estriol atau kortikosteroid di dalam
urine.
c. Spesimen tampung-bersih
Spesimen urine pancar tengah atau tamping bersih dikumpulkan bila diminta
pemeriksaan kultur urine untuk mengidentifikasi mikroorganismee penyebab
infeksi saluran kemih. Kehati-hatian dilakukan untuk memastikan spesimen
terbebas dari kontaminasi mikroorganismee di sekitar meatus urinary.
4. Spesimen feses
Analisis spesimen feses dapat memberiikan informasi tentang kondisi kesehatan
klien. Beberapa tujuan pemeriksaan feses meliputi:
a. Untuk menentukan adanya darah samar (tersembunyi). Perdarahan dapat terjadi
akibat adanya ukus, penyakit inflamasi, atau tumor. Pemeriksaan untuk darah
samar dapat dilakukan dengan uji guaiac, Hematest, atau slide Hemoccult.
Makanan tertentu, obat, dan vitamin C dapat menjadikan hasil pemeriksaan tidak
akurat. Hasil positif yang palsu dapat terjadi bila klien baru saja memakan daging
merah, sayuran atau buah-buahan mentah, atau obat-obatan tertentu yang dapat
mengiritasi mukosa lambung dan mengakibatkan pendarahan, seperti aspirin atau
obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Hasil negative yang palsu dapat terjadi
bila klien mengonsumsi lebih dari 250 mg vitamin C.
b. Untuk menganalisis produk diet dan sekresi digestif. Sebagai contoh, jumlah
lemak yang berlebihan pada feses (steatore) dapat mengindikasikan absorbsi
lemak yang terganggu pada usus halus. Sedangkan penurunan jumlah empedu
pada mengindikasikan obstruksi aliran empedu dari hati dan kandung empedu ke
dalam usus.
5
c. Untuk mendeteksi adanya telur dan parasit. Ketika mengumpulkan spesimen
untuk pemeriksaan parasit, sampel harus segera dibawa ke laboratorium saat
masih baru.
d. Untuk mendeteksi adanya bakteri dan virus. Pemeriksaan hanya membutuhkan
sedikit feses karena spesimen tersebut akan dikultur. Wadah atau tabung
penampung harus steril dan teknik digunakan saat mengumpulkan spesimen dan
segera mengirim spesimen ke laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada spesimen, seperti darah, sputum, urine, feses, sekresi
saluran napas, spesimen saluran genetalia, spesimen asupan, spesimen untuk biakan
anaerob, bahan biopsi/jaringan, dan drainase luka akan memberikan informasi tambahan
yang penting untuk mendiagnosis masalah kesehatan serta mengukur respon terhadap
terapi. Perawat sering diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan spesimen. Berikut
merupakan tanggung jawab perawat dalam pengumpulan spesimen:
1. Berikan kenyamanan, privasi, dan keamanan bagi klien karena mungkin saja klien
merasa malu atau tidak nyaman saat pengambilan spesimen.
2. Jelaskan tujuan pengumpulan spesimen dan sedikit dan secara umum prosedur
pengambilan spesimen, karena keterangan yang jelas akan membuat klien untuk bisa
diajak bekerja sama dalam pengambilan spesimen.
3. Gunakan prosedur yang benar untuk mendapatkan spesimen. Untuk mencegah
kontaminasi yang dapat menyebabkan hasil tes yang tidak akurat, maka perawat
harus menggunakan teknik aseptic.
4. Perhatikan informasi yang relevan pada slip permintaan laboratorium, misalnya obat
yang sedang digunakan klien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan,
5. Segera bawa spesimen ke laboratorium karena spesimen yang segar akan
memberiikan hasil yang akurat.
6. Laporkan hasil pemeriksaan laboratorium kepada klien.
6
1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mahasiswa mengetahui alat-alat yang digunakan dalam pengambilan
spesimen serta memahami cara pengambilan, penyimpanan, dan pengiriman
spesimen darah, urine, sputum, dan feses yang benar.
1.2.2 Mengetahui peran perawat dalam diagnosis laboratorium mikrobiologi.
1.2.3 Mengetahui flora norma dan patogen yang terdapat dalam spesimen darah,
urine, sputum, dan feses.
1.2.4 Mengetahui manifestasi klinik yang terjadi jika suatu agen
biologis/mikroorganisme patogen terdapat dalam spesimen darah, urine,
sputum, dan feses.
1.3 Manfaat
1.3.1 Sarana membaca
1.3.2 Pelengkap arsip studi
1.3.3 Media pembelajaran
7
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan apa saja yang disiapkan dalam persiapan pengambilan spesimen!
Pembahasan:
a. Pengambilan spesimen darah
Peralatan yang perlu disiapkan adalah:
Berlaku untuk semua
- Tabung tes atau vacutainer sesuai dengan warna.
i. Berskala (merah/hitam, hijau/hitam, atau yang lainnya), digunakan
untuk pemeriksaan kimia atau obat dan mengandung pengawet.
ii. Merah pekat, digunakan untuk bank darah.
iii. Ungu, digunakan untuk jumlah darah lengkap.
iv. Biru, digunakan untuk koagulasi.
- Botol kultur darah (sesuai kebutuhan)
- Label yang sesuai
Pungsi vena perifer
- Sarung tangan tidak steril
- Bola kapas alcohol
- Torniket
- Bola kapas Povidon-iodin/betadine (jika perlu)
Metode spuit: Pungsi vena perifer
- Jarum steril (ukuran 20 atau 21 atau kateter vena kulit kepala)
- Spuit steril dengan ukuran yang sesuai
- Alat penampung darah
Aspirasi jalur sentral
8
- Kapas alcohol dan Povidon-iodin (sesuai kebijakan lembaga)
- Bilasan salin normal
- Larutan heparin lock (sesuai kebijakan lembaga)
- Sarung tangan
- Kaca mata pelindung (bila perlu)
b. Pengambilan spesimen sputum
Peralatan yang perlu disiapkan adalah:
- Baraskot dan masker
- Kaca mata pelindung
- Panangkap sputum steril
- Alat pengisap
- Salin steril dalam wadah steril dan slang yang telah diisi untuk irigasi
- Kantong dan label spesimen
- Sarung tangan steril
- Sarung tangan tidak steril
c. Pengambilan spesimen urine
Peralatan yang perlu disiapkan adalah:
- Baskom berisi air hangat
- Sabun
- Waslap
- Handuk
- Swab antiseptik atau bola kapas
- Wadah penampung spesimen steril
- Label wadah spesimen
- Pispot atau urinal
- Sarung tangan bersih
- Pena
d. Pengambilan spesimen tinja
Peralatan yang perlu disiapkan adalah:
9
- Pispot atau commode yang bersih atau steril
- Sarung tangan dispsabel
- Wadah spesimen dari plastic atau karton (berlabel) dengan penutup
- Dua spatel
- Handuk kertas
- Slip permintaan laboratorium yang terisi lengkap
- Penyegar udara
Pemeriksaan feses untuk darah samar
- Pispot atau commode bersih
- Sarung tangan disposable
- Dua spatel
- Handuk kertas
- Alat periksa
2. Jelaskan prosedur pengambilan spesimen darah, sputum, urine, dan tinja!
Pembahasan:
a. Prosedur pengambilan spesimen darah
- Cuci tangan dan atur peralatan. Rasionlanya untuk mengurangi
perpindahan mikroorganismee dan meningkakan efisiensi.
- Jelaskan prosedur dan kerja sama yang diharapkan dari klien.
Rasionlanya untuk meningkatkan relaksasi dan kepatuhan.
- Bantu klien pada posisi semi fowler, jika menggunakan tempat tidur,
naikkan ke posisi tegak. Rasionlanya untuk memberiikan akses ke vena yang lebih
mudah, meningkatkan kenyamanan selama prosedur, dan memudahkan mekanika
tubuh yang baik.
- Buka beberapa kapas alcohol dan Betadine. Rasionlanya untuk
memberiikan akses ke bahan pembersih dengan lebih mudah.
- Matikan semua intravena, termasuk yang menginfus ke lumen lain, dan
klem kateter tersebut. Rasionlanya untuk membantu dalam menghilangkan
kontaminasi spesimen.
10
Pungsi vena perifer
- Sambungkan jarum pada alat penampung darah, jika digunakan atau ke
dalam spuit.
- Letakkan handuk di bawah ekstremitas. Rasionalnya agar linen tidak
kotor.
- Dapatkan vena yang paling distal dan tempatkan torniket pada
ekstremitas 2 sampai 6 inchi (5 sampai 15 cm) di atas tempat pungsi vena.
Rasionalnya adalah jika upaya insersi gagal, vena dapat dicoba lagi pada titik yang
lebih tinggi dan pemasangan torniket untuk membatasi aliran darah (mendistensikan
vena).
- Gunakan sarung tangan. Rasionalnya untuk menurunkan perpindahan
mikroorganismee.
- Bersihkan area vena secara melingkar, dimulai pada vena sampai
diameter 2 inchi. Rasionalnya untuk mempertahankan asepsis.
- Dorong klien untuk mengambil napas dalam perlahan saat kita memulai
prosedur. Rasionalnya untuk memudahkan relaksasi.
- Lepaskan penutup jarum dan cubit kulit dengan satu tangan sambil
memegang spuit. Rasionalnya untuk menstabilkan vena dan mencegah kulit kulit
bergerak selama insersi.
- Pertahankan sterilitas jarum, masukkan jarum dengan bevel ke atas,
pada bagian vena paling lurus dengan sudut 150 sampai 300.
- Ketika jarum telah memasuki kulit, turunkan jarum sampai hampir
sejajar dengan kulit. Rasioalnya untuk menurunkan resiko penetrasi pada dua dinding
vena.
- Ikuti jalur vena, masukkan jarum ke dinding vena.
- Perhatikan aliran balik darah dan dorong jarum agak ke dalam vena.
Rasionlanya menunjukkan jarum telah menembus dinding vena.
- Dengan perlahan tarik mundur plunger spuit sampai didapatkan jumlah
darah yang cukup.
11
- Jika alat penampung darah digunakan, tempatkan tabung atau botol
kultur darah dan dorong masuk sampai jarum menusuk karet dan darah tertarik ke
dalam tabung karena proses vakum.
- Tempatkan kapas alcohol atau bola kapas di atas tempat penusukan
jarum dan lepaskan jarum dari vena sambil memberiikan tekanan dengan bola kapas.
Rasionalnya untuk memudahkan penutupan vena dan menurunkan pendarahan dari
tempat penusukkan.
- Tekan selama 2 sampai 3 menit (5 sampai 10 menit jika klien
mendapatkan terapi antikoagulasi); periksa adanya pendarahan dan berikan tekanan
sampai pendarahan berhenti. Rasionalnya untuk memudahkan pembekuan.
- Lanjutkan ke langkah penyelesaian.
Metode spuit kateter sentral
- Bersihkan sambungan atau lubang injeksi dengan alcohol atau swab
Betadine. Rasionalnya untuk menurunkan masuknya mikroorganismee ke dalam
lumen internal.
- Lepaskan sambungan Luer-lock atau slang IV dari keteter tersebut dan
sambungkan spuit kosong 10 mL ke hub.
- Lepaskan klem kateter.
- Aspirasi 3-5 mL darah untuk memberisihkan lumen, klem kembali
kateter dan buang spuit ini. Rasionalnya membantu dalam mendapatkan spesimen
akurat dan tidak terkontaminasi.
- Klem kembali jalur dan lepaskan spuit spesimen.
- Bersihkan hub dengan alcohol atau swab Betadine, bilan lumen dengan
NS dan sambungkan lubang injeksi steril baru. Rasionalnya untuk mencegah
penyumbatan lumen.
- Lanjutkanke langkah penyelesaian.
Langkah penyelesaian
12
- Tempelkan label identifikasi lengkap secara tepat paad setiap tabung
dan bubuhkan prosedur yang diminta. Rasionalnya pengujian harus dilakukan secara
tepat karena pemberian label yang tidak tepat dapat menyebabkan kesalahan
diagnostic.
- Buang dan simpan peralatan dengan tepat. Rasionalnya untuk
mempertahankan lingkungan yang bersih.
- Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan. Rasionalnya untuk
mengurangi perpindahan mikroorganismee.
- Simpan dengan tepat dan kirim spesimen ke laboratorium yang tepat.
b. Prosedur pengambilan spesimen sputum terisap
- Jelaskan prosedur kepada klien. Rasionalnya untuk mengurangi
ansietas.
- Cuci tangan dan atur peralatan. Rasionalnya untuk mengurangi
perpindahan mikroorganismee dan meningkatkan efisiensi.
- Pakai sarung tangan bersih, goggle, baraskot, dan masker. Rasionalnya
untuk melindungi perawat dari kontak dengan sekresi.
- Siapkan peralatan pengisapan untuk tipe pengisapan yang akan
dilakukan. Rasionalnya untuk meningkatkan efisiensi.
- Buka kemasan wadah yang akan dipakai untuk menaruh sputum.
- Lepaskan wadah sputum dari penutup kemasan dan sambungkan slang
pengisap ke slang penampung pendek. Rasionalnya untuk membuat pengisapan
untuk aspirasi sekresi.
- Gunakan sarung tangan steril pada tangan dominan. Rasionalnya untuk
mempertahankan sterilitas proses.
- Gulung kateter pengisap mengitari tangan steril. Rasionalnya untuk
mempertahankan control terhadap kateter.
- Pegang lubang pangisap kateter dengan tangan steril dan pegang slang
karet dari wadah sputum dengan tangan yang tidak steril, sambungkan pengisap ke
tempat sputum akan ditampung. Rasionalnya untuk mempertahankan sterilitas
prosedur.
13
- Isap sekresi klien sampai tertampung dalam slang dan wadah sputum.
Jika sekresi kental dan perlu dibuang dari keteter, isap sedikit salin normal sampai
spesimen dibersihkan dari slang. Rasionalnya untuk mendapatkan spesimen dan
memudahkan penampungan spesimen sputum yang kental.
- Jika jumlah sputum yang ditampung tidak cukup, ulangi proses
pengisapan. Rasionalnya untuk menjamin spesimen adekuat.
- Dengan menggunakan sarung tangan yang tidak steril, lepaskan
sambungan pengisap daei wadah sputum
- Lepaskan sambungan kateter pengisap dan wadah sputum, pertahankan
sterilitas lubang control kateter pengisap, slang penampung, dan sarung tangan.
Rasionalnya untuk mempertahankan sterilitas keteter untuk pengisapan selanjutnya,
jika diperlukan.
- Sambungkan kembali slang pengisap ke keteter dan lanjutkan proses
pengisapan, jika diperlukan. Rasionalnya untuk memberisihkan sekresi sisa dari jalan
napas.
- Buang kateter pengisap dan sarung tangan steril jika pengisapan telah
selesai. Rasionalnya untuk mencegah penyebaran mikroorganismee.
- Sambungkan slang karet ke lubang pengisap wadah sputum.
Rasionalnya untuk menutup spesimen.
- Masukkan spesimen ke dalam kantong plastic (sesuai kebijakan
pelayanan) disertai label bertuliskan nama klien, tanggal, waktu, dan inisial perawat.
Rasionalnya untuk menjamin ketepatan identifikasi spesimen.
- Buang peralatan. Rasionalnya untuk mencegah penyebaran
mikroorganismee.
- Bantu klien ke posisi yang nyaman. Rasionalnya untuk memudahkan
kenyamanan klien.
- Cuci tangan. Rasionalnya untuk menurunkan penyebaran infeksi.
Cara manual:
- Cuci tangan.
14
- Jelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan prosedur yang akan
dilakukan.
- Anjurkan pasien untuk membatukkan dahak ke dalam penampung
sputum.
- Ambil dahak kurang lebih 5 cc, kemudian masukkan ke dalam botol.
- Botol diberikan etiket dan bersama dengan formulir pemeriksaan yang
diisi lengkap segera kirim ke laboratorium.
- Bila kultur untuk pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA), ikuti instruksi
yang ada pada botol penampung. Bisaanya sputum yang diperlukan adalah 5-10 cc,
yang dilakukan secara 3 hari berturut-turut.
- Cuci tangan.
c. Prosedur pengambilan spesimen urine
- Cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi perpindahan
mikroorganismee.
- Jelaskan prosedur pada klien. Rasionalnya untuk menurunkan ansietas.
- Berikan privasi. Rasionalnya untuk mengurangi rasa malu.
- Cuci area perineal dengan sabun dan air, bilas, dan keringkan.
Rasionalnya untuk mengurangi mikroorganismee pada area perineal.
- Bersihkan meatus dengan larutan antiseptik dengan cara yang sama
untuk kateterisasi pria dan wanita. Rasionalnya untuk mengurangi mikroorganismee
pada lubang uretral.
- Minta klien untuk mulai berkemih. Rasionalnya untuk meneluarkan
organismee dari lubang uretral.
- Begitu urine mulai mengalir, tempatkan wadah spesimen di bawahnya
untuk mendapatkan urine sebanyak 30 mL. Rasionalnya untuk mendapatkan urine
yang paling sedikit terkontaminasi.
- Angkat wadah sebelum klien berhenti berkemih. Rasionalnya untuk
mencegah organismee di akhir aliran menetes ke dalam wadah.
- Biarkan klien menyelesaikan berkemih dengan menggunakan urinal
atau pispot.
15
- Cuci kembali area perineal jika antiseptik yang digunakan
menghasilkan warna.
- Beri label wadah spesimen yang bertuliskan tanggal dan waktu serta
informasi identitas klien.
- Buang alat dan sarung tangan. Rasionalnya untuk mengurangi
penyebaran infeksi.
- Cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi kontaminasi.
d. Prosedur pengambilan spesimen tinja/feses
- Jelaskan kepada klien apa yang akan kita lakukan, mengapa hal tersebut
perlu dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja sama.
- Berikan informasi dan instruksi kepada klien bahwa jangan sampai
spesimen terkontaminasi dengan urine atau rabas menstruasi. Jika memungkinkan,
berkemih dahulu sebelum mengumpulkan spesimen dan jangan membuang tisu toilet
ke dalam pispot setelah defekasi, karena kandungan kertas dapat mempengaruhi
analisis laboratorium, serta memberii tahu perawat secepat mungkin setelah defekasi
agar spesimen dapat segera dikirim ke laboratorium.
- Jaga privasi klien.
- Bantu klien yang memerlukan bantuan, dengan cara mendekatkan
commode atau pispot ke tempat klien. Setelah klien defekasi tutup pispot atau
commode untuk mengurangi bau dan rasa malu pada klien, serta memakai sarung
tangan untuk mengurangi kontaminasi pada tangan saat memberisihkan klien sambil
menginspeksi kulit sekitar anus untuk memeriksa adanya iritasi, terutama bila klien
sering defekasi dan fesesnya cair.
- Pindahkan sejumlah feses yang diperlukan ke dalam wadah spesimen
feses dengan menggunakan satu atau dua spatel, dan tetap berhati-hati agar tidak
mengkontaminasi bagian luar wadah.
- Bungkus spatel yang sudah digunakan dengan handuk kertas sebelum
membuangnya ke dalam wadah pembuangan. Rasionlanya untuk mencegah
penyebaran mikroorganismee melalui kontak dengan benda lain.
16
- Tutup wadah dengan segera setelah spesimen berada dalam wadah.
Resionalnya untuk mencegah penyebaran mikroorganismee.
- Pastikan klien dalam keadaan nyaman dengan mengosongkan pispot
atau commode, dan letakkan kembali ke tempatnya.
- Lepaskan dan buang sarung tangan.
- Gunakan penyegar udara untuk menghilangkan bau, kecuali
dikontraindikasikan untuk klien.
- Beri label dan kirimkan spesimen ke laboratorium.
- Dokumentasikan hal-hal yang relevan.
Pemeriksaan feses untuk darah samar
- Pilih alat periksa
- Pakai sarung tangan
- Dapatkan spesimen dengan spatel dan usapkan spesimen feses pada
kertas uji.
- Ikuti petunjuk pabrik. Sebagai contoh:
i. Untuk uji guaiac, teteskan reagen ke atas kertas uji/spesimen.
ii. Untuk Hematest, letakkan tablet di tengan spesimen dan tambahkan dua
tetes air.
iii. Untuk slide Hemoccult, teteskan reagen ke atas kertas uji/spesimen.
- Perhatikan reaksi, dimana untuk semua pemeriksaan, warna biru
mengindikasikan hasil positif, yaitu adanya darah samar.
3. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen!
Pembahasan:
a. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen darah adalah
pengkajian, identifikasi hasil dan perencanaan, petunjuk dalam melakukan pengambilan
spesimen darah, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak, dan
dokumentasinya. Tujuan dari pengambilan spesimen darah ini adalah untuk
menyediakan spesimen darah yang nantinya akan dianalisis. Hasil yang diharapkan
adalah: (i) darah diambil dengan ketidaknyamanan minimal pada klien, (ii) darah
17
ditempatkan pada tabung yang tepat da dikirim ke laboratorium, dan (iii) akses intravena
dan spesimen darah tidak terkontaminasi selama prosedur dilakukan. Kemudian, dalam
melakukan pengkajian, perawat berfokus pada tipe tes laboratorium yang diprogramkan,
waktu pengujian yang diprogramkan, keadekuatan persiapan klien (misalnya status
puasa, obat yang ditunda atau diberikan), dan kemampuan klien untuk bekerja sama.
Identifikasi hasil dan perencanaannya adalah klien tidak mengalami cedera pada vena
atau nyeri ekstrem selama prosedur atau klien akan mendapatkan terapi berdasarkan
hasil tes yang tepat.
Petunjuk:
- Untuk mendapatkan spesimen darah yang tidak terkontaminasi, semua infuse
perlu dimatikan sebelum mengambil spesimen darah.
- Untuk membantu dalam menampung sample yang berkualitas, klem semua
lumen kateter sebelum mendapatkan spesimen.
- Untuk mengurangi resiko kontaminasi jalur sentral. Dinajurkan untuk
menggunakan metode Vacutainer saat mendapatkan spesimen darah.
- Bilasan heparin dapat direntang dari konsentrasi 10 m/mL sampai 100 m/mL.
- Untuk keamanan, gunakan spuit 10 mL untuk semua pembilasan dan heparin
lock. Ini membantu dalam mempertahankan tekanan spuit PSI di bawah kebanyak
anjuran pabrik.
- Gunakan konsentrasi larutan heparin lock terendah. Ini membantu mencegah
komplikasi pendarahan yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan lumen yang
sering dipakai.
Dokumentasi
Hal-hal berikut harus tercatat pada catatan dokumentasi:
- Tanggal dan waktu pengambilan darah
- Tempat dan metode yan digunakan
- Pengujian yang dilakukan terhadap spesimen
- Jumlah darah yang diambil
- Toleransi klien terhadap prosedur
- Status kulit (misalnya memar atau pendarahan berlebih)
- Laboratorium tempat sample dikirim untuk pemrosesan.
18
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen sputum
adalah pengkajian, identifikasi hasil dan perencanaan, evaluasi apakah hasil yang
diharapkan tercapai atau tidak, dan dokumentasinya. Tujuan dari pengambilan spesimen
skutum adalah untuk mendapatkan spesimen sputum yang nantinya dianalisis sambil
meminimalkan resiko kontaminasi. Hasil yang diharapkan adalah jalan napas bersih dari
sekresi dan mendapatkan spesimen sputum yang tidak terkontaminasi. Pengkajian harus
berfokus pada: (i) instruksi dokter mengenai tes dan metode yang harus dilakukan untuk
mendapatkan spesimen, (ii) bunyi napas menunjukkan kongesti dan membutuhkan
pengisapan, dan (iii) catatan perawat dan ahli terapi pernapasan terdahulu untuk
menentukan adanya sekresi kental atau kesulitan dalam memasang kateter (nasofaring
atau nasotrakeal). Identifikasi hasil dan perencanaannya adalah klien akan
mempertahankan kebersihan jalan napas dan mendapatkan pengobatan yang tepat
berdasarkan spesimen sputum yang tidak terkontaminasi. Hal-hal berikut harus tercatat
dalam catatan dokumentasi:
- Tanggal, waktu, dan tipe penampungan spesimen
- Tipe pengisapan yang dilakukan
- Jumlah dan karakter sekresi
- Toleransi klien terhadap respon
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen urine adalah
pengkajian, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak, dan
dokumentasinya. Tujuan dari penampungan spesimen urine adalah mendapatkan
spesimen urine dengan teknik aseptic untuk analsis mikrobiologis. Pengkajian harus
berfokus pada karakteristik urine, gejala yang berkaitan dengan infeksi saluran kemih
(misalnya nyeri atau ketidaknyamanan pada saat berkemih, atau frekuensi perkemihan),
peningkatan suhu, kemampuan klien dalam mengikuti instruksi untuk mendapatkan
spesimen, waktu penampungan spesimen, serta asupan cairan dan haluaran cairan. Hal
yang perlu dicatat dalam catatan dokumentasi adalah tanda atau gejala infeksi
perkemihan, jumlah, warna, bau, dan konsistensi urine yang didapat, waktu pengambilan
spesimen, jumlah total yang dikeluarkan, penyuluhan yang dilakukan mengenai teknik
19
pembersihan genetalia. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengambilan
spesimen urine adalah urine tidak boleh dibiarkan pada suhu ruangan karena akan
berubah menjadi alkalin, akibat terkontaminasi bakteri pengubah urea dari lingkungan,
kemudian pemeriksaan mikroskopik perlu dilakukan dalam waktu ½ jam sesudah
pengambilan spesimen untuk mencegah dissolusi elemen seluler dan pertumbuhan
bakteri (kecuali jika telah menggunakan metode steril). Waktu ideal dalam pengambilan
spesimen urine adalah pada pagi hari karena pada saat ini, mikroorganismee penginfeksi
berada dalam jumlah terbanyak, dan pembeda antara temuan yang secara klinis
bermakna dengan yang tidak bermakna akan lebih mudah.
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen tinja adalah
pengkajian, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak, pertimbangan
sesuai usia dan dokumentasinya. Pengkajian berfokus pada program khusus mengenai
penampungan spesimen, karakteristik feses, asupan diet makanan atau obat yang dapat
mengubah keabsahan uji laboratorium, dan asupan obat yang dapat menyebabkan
pendarahan samar. Yang dimaksud dengan pertimbangan sesuai usia adalah untuk
mengumpulkan spesimen feses bayi, maka feses dapat diambil dari popoknya. Hal yang
tercatat dalam catatan dokumentasi adalah identitas klien, jumlah, warna, bau, dan
konsistensi feses yang didapatkan, serta waktu penampungan spesimen,
ketidaknyamanan selama atau sesudah defekasi, keadaan kulit perineal, adanya
pendarahan dair anus setelah defekasi, dan untuk pemeriksaan darah samar, catat tipe
alat pemeriksaan yang digunakan dan reaksi yang terjadi.
4. Jelaskan peran perawat dalam diagnosis laboratorium mikrobiologi!
Pembahasan:
a. Memeriksa permintaan dokter
Di laboratorium dikenal istilah APS (Atas Permintaan Sendiri), jadi pasien langsung
datang ke laboratorium tanpa berkonsultasi sebelumnya dan tidak membawa surat
pengantar dari dokter. Sebenarnya hal tersebut sangat tidak dianjurkan. Pasien dengan
APS belum tentu memahami dan mengetahui jelas pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan, persiapan apa yang harus dilakukan, dan jika sudah mendapatkan hasil
20
apakah hasil tersebut bisa dinterpretasikan secara benar. Pemeriksaan laboratorium
sebaiknya dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter dan dengan surat pengantar dari
dokter. Dengan demikian, jenis pemeriksaan yang memang diperlukan akan diperiksa
dan yang belum diperlukan tidak akan diperiksa. Disamping itu, dokter akan
menjelaskan persiapan apa yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan dan terakhir hasil
tersebut bisa dikonsultasikan kembali dengan dokternya. Meskipun saat ini semua hasil
laboratorium telah disertai nilai rujukan masing-masing pemeriksaan, namun pada hasil
yang tidak normal, tidak semuanya ketidaknormalan tersebut bermakna secara klinis.
Inilah pentingnya mengapa pemeriksaan laboratorium itu harus dilakukan atas
permintaan dokter.
b. Memberi petunjuk sederhana
Dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang sederhana pada saat pengambilan
spesimen, diharapkan pasien bias lebih mandiri, dalam arti sebatas kemampuan yang
dimiliki oleh pasien itu sendiri.
c. Standard precautions
Standard precaution adalah seperangkat praktek pengendalian infeksi yang digunakan
untuk mencegah penularan penyakit yang dapat diperoleh, dalam hal ini melalui
spesimen yang diambil, yaitu darah, sputum, urine, dan feses, ataupun yang lainnya,
seperti cairan tubuh, kulit yang tidak utuh, dan selaput lendir. Standar precaution yang
digunakan ketika memberikan perawatan kepada semua individu, di antaranya
kebersihan tangan, APD, pencegahan terhadap cidera oleh jarum dan benda tajam, dan
pembuangan limbah.
d. Labeling spesimen
Pemberian label pada spesimen juga merupakan hal yang penting dalam identifikasi
sampel. Oleh sebab itu, label harus dilekatkan pada setiap wadah sampel. Untuk
mencegah informasi pada label sampel luntur, label sebaiknya terbuat dari bahan yang
kedap air, dan semua informasi ditulis dengan tinta tahan air
e. Pengiriman spesimen ke laboratorium atau disimpan
Keberhasilan laboratorium mikrobiologi untuk mengidentifikasi penyebab infeksi sangat
bergantung pada pengambilan serta pengiriman spesimen klien ke laboratorium yang
dilakukan dengan cara/prosedur yang benar. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah
21
tempat pengambilan spesimen harus dipilih secara hati-hati agar memberi hasil terbaik
mengenai organisme yang menginfeksi, toksin, atau antibodi yang dibentuk oleh pejamu.
Pengambilan spesimen tersebut dilakukan dengan cara yang meminimalkan pencemaran
oleh flora endogen pejamu. Kemudian, untuk pengiriman spesimen ke laboratorium
harus dilakukan di bawah kondisi yang mempertahankan viabilitas agen infeksiosa atau
integritas produk-produknya, di mana waktu pengiriman ke laboratorium harus cukup
singkat untuk membatasi pertumbuhan berlebihan flora pencemar.
f. Dokumentasi
Setiap RS mempunyai metode sendiri atau format standar untuk dokumentasi
keperawatan dalam catatan klinis. Semua catatan keperawatan adalah dokumentasi
keperawatan, tanpa memperhatikan tipe atau lokasi dalam catatan. Apapun jenis system
jenis system pendokumentasian yang digunakan, pendokumetasian harus
mengomunikasikan status pasien, pemberian perawatan spesifik, dan respon pasien
terhadap perawatan.
Pada soal no 5-8 akan membahas hubungan antara agen biologis yang terdapat dalam spesimen
(darah, sputum, urine, dan feses) dengan manisfestasi klinik yang akan muncul pada individu
tersebut. Sebelum membahas lebih dalam, berikut merupakan mikroorganisme yang berperan
sebagai flora normal. Manifestasi klinik akan muncul apabila terdapat mikroorganisme yang
bersifat patogen pada spesimen tersebut, maksudnya mikroorganisme tersebut bukan merupakan
flora normal yang ada di sana. Misalnya, suatu mikroorganisme yang menjadi flora normal di
feses bisa menjadi patogen apabila ia ditemukan di dalam darah atau sputum. Lain halnya
dengan contoh berikut, misalnya di dalam sputum ditemukan bakteri yang biasa ada dalam di
mulut, gingival crevices, atau dental plaque maka kemungkinan orang tersebut tidak akan
mengalami gejala penyakit karena mungkin saja sputum yang dikeluarkan terkontaminasi oleh
bakteri yang ada di mulut, gingival crevices, atau dental plaque.
Berikut merupakan bakteri flora normal yang terdapat dalam tubuh kita:
1. Pada kulit
a. Staphylococcus epidermilis
b. Staphyloccus aureus (dalam jumlah yang sedikit)
22
c. Micrococcus sp.
d. Nonpatogenik Neisseria sp.
e. Streptococci
f. Corynebacterium (Diphtheroids)
g. Propionibacterium sp.
h. Peptostreptococcus sp.
i. Candida sp. (dalam jumlah yang sedikit)
j. Acinetobacter sp. (dalam jumlah yang sedikit)
k. Pseudomonas aeruginosa
l. Bakteri anaerob (msl. Propionibacterium)
m. Yeast (msl. Candida albicans)
2. Pada hidung dan nasofaring
a. Diphtheroids
b. Nonpatogenik Neisseria sp.
c. Streptococci
d. Staphylococcus epidermilis
e. Nonhemolytic streptococci
f. Prevotella species
g. Anaerobik cocci
h. Fusobacterium species
i. Yeasts
j. Haemophilus sp.
k. Pneumococci
l. Staphylococcus aureus
m. Gram-negative rods
n. Neisseria meningitidis
3. Pada mulut
a. Viridans streptococci
b. Eikenella corrodens
23
4. Pada gingival crevices
a. Bakteri anaerob, seperti Bacteroides, Fusobacterium, streptococci, dan
Actinomyces
5. Pada dental plaque
a. Streptococcus mutans
b. Prevotella intermedia
c. Porphyromonas gingivalis
6. Pada tenggorokan
a. Viridans streptococci
b. Streptococcus pyogenes
c. Streptococcus pneumonia
d. Neisseria sp.
e. Haemophilus influenza
f. S. epidermidis
7. Pada saluran gastrointestinal dan rectum
a. Enterobacteriaceae, seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Vibrio, dan Campylobacter
sp.
b. Non-dextrose-fermenting gram-negative rods
c. Enterococci
d. Alpha-hemolytic dan nonhemolytic streptococci
e. Diphtheroids
f. Staphylococcus aureus (dalam jumlah yang sedikit)
g. Yeasts (dalam jumlah yang sedikit)
h. Bakteri anaerob (dalam jumlah yang banyak)
8. Pada kolon
24
a. Bacteroides fragilis
b. Escherichia coli
c. Bifidobacterium
d. Eubacterium
e. Fusobacterium
f. Lactobacillus
g. various aerobic gram-negative rods
h. Enterococcus faecalis
i. Clostridium
9. Pada genetalia
b. Corynebacterium sp.
c. Lactobacillus sp.
d. alpha-hemolytic and nonhemolytic streptococci
e. Nonpatogenik Neisseria sp.
f. Enterococci
g. Enterobacteriaceae
h. Gram-negative rods
i. Staphylococcus epidermidis
j. Candida albicans
k. Prevotella sp.
l. Clostridium sp.
m. Peptostreptococcus sp.
5. Sebutkan agen biologis apa saja yang dapat disimpulkan dari pemeriksaan darah
dan jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu tersebut!
Pembahasan:
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh B.H Sage Jr. dan V.R. Neece tahun
1984, mikroorganisme yang ditemukan dalam darah adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Listeria monocytogenes, Candida
albicans, Haemophilus influenzae, dan Neisseria meningitidis.
25
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfed Young Itah dan Edet Ekpo
Uweh tahun 2005, mikroorganisme yang ditemukan dalam darah adalah Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Proteus
vulgaris, Streptococcus faecalis, Salmonella paratyphi dan Salmonella typhi pada pasien
dengan penyakit tipoid.
c. Menurut buku Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi,
dalam biakan darah juga dapat ditemukan Staphylococcus epidermidis.
Mikroorganisme: Staphylococcus aureus
Diagnosis: Keracunan makanan
Manifestasi klinik: Keracunan makanan melalui intoksikasi (masuknya toksin melalui
bahan pangan ke dalam tubuh). Infeksi kulit berupa sindroma kulit lepuh, impetigo bolusa
(penyakit pada kulit), folikulitis (peradangan pada selubung folikel rambu), furunkel (bisul),
hordeolum (infeksi akut pada kelenjar minyak di dalam kelopak mata), dan karbunkel
(sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan
jaringan parut). Manifestasi klinik yang lain adalah syok toksik, pneumonia, meningitis,
endokarditis akut, osteomyelitis, abses pada salah satu organ, dan artritis septik.
Mikroorganisme: Streptococcus pneumonia
Diagnosis: Penumonia pneumokokus
Manifestasi klinik: Timbulnya demam secara tiba-tiba (39-400C), menggigil, dan batuk
produktif dengan mengeluarkan sputum yang berwarna hijau, purulent, dan sering
mengandung darah, nyeri pleuritik, syok, pernapasan bronkial dengan laju pernapasan >
30x/mnt, denyut nadi >100x/mnt, TD diastolic < 60 mmHg, hidung kemerahan, sianosis.
Sering timbul bakterimia, dan menyebabkan meningitis, otitis media, dan sinusitis.
Mikroorganisme: Staphylococcus epidermidis
Diagnosis:Infeksi kateter
Manifestasi klinik: mikroorganisme ini menyebabkan berbagai infeksi oportunistik
termasuk endokarditis yang berhubungan dengan pemasangan katup jantung buatan dan
26
bakteremia (adanya bakteri dalam aliran darah) yang berhubungan dengan infeksi di sekitar
shunt atau kateter.
Mikroorganisme: Neisseria meningitidis
Diagnosis: Meningitis
Manifestasi klinik: Walaupun pintu masuk masuknya bakteri ialah dari nasofaring, namun
dari nasofaring dapat mencapai peredaran darah (meningokoksemia). Komplikasi yang
paling sering ditemukan dari meningokoksemia adalah meningitis. Petekiae luas dan
ecchymoses adalah tanda meningokoksemia. Kasus berat penyakit ini dapat menyebabkan
terjadinya koagulasi intravascular menyebar (DIC). Gejala penyakit meningitis yang paling
umum adalah sakit kepala dan leher kaku berhubungan dengan demam, kebingungan atau
kesadaran yang berubah, muntah, dan ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya
(photophobia) atau suara keras (phonophobia). Kadang-kadang, terutama pada anak kecil,
hanya gejala nonspesifik mungkin muncul, seperti mudah marah dan kantuk, serta ruam-
ruam pada tubuh.
Mikroorganisme: Salmonella typhi
Diagnosis:Demam enteric (tifoid)
Manifestasi klinik: Penyakit ini diawali dengan gejala gangguan pada saluran cerna dan
kemudian berkembang menjadi penyakit yang sistemik. Gejalanya adalah sakit kepala,
demam yang dapat berlangsung selama 3 sampai 4 minggu, nyeri perut, dan konstipasi.
Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain.
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam.
Mikroorganisme: Klebsiella pneumoniae
Diagnosis: Pneumonia oportunistik
Manifestasi klinik: Pneumonia nekrotik oportunistik dan infeksi saluran kemih.
27
6. Sebutkan agen biologis (mikroorganisme) apa saja yang dapat dilihat dari
pemeriksaan sputum dan jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu
tersebut!
Pembahasan:
a. Pada penelitian yang dilakukan oleh M.D. Epstein, C.P. Aranda, W.N. Rom,
Stanley Bonk, dan Bruce Hanna tahun 1997, mikroorganisme yang ditemukan dalam
sputum adalah Mycobacterium avium dalam jumlah yang banyak pada pasien dengan
Pulmonary Tuberculosis.
b. Pada penelitian yang dilakukan oleh P.W. Monroe, H.G. Muchmore, F.G. Felton,
dan J.K. Pirtle tahun 1969, mikroorganisme yang ditemukan dalam sputum adalah
Staphylococcus epidermidis, Neisseria spp., alfa-Streptococci, Diplococcus penumoniae,
Haemophilus spp., Klebseilla sp., Enterobacter sp., Escherichia coli, dan Candida spp.
c. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M.L. Sole, F.E. Poalillo, J.F. Byers,
dan J.E. Ludy tahun 2002, mikroorganisme yang ditemukan dalam sputum adalah bakteri
dari gram positif, seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Bakteri dari gram
negative yang ditemukan adalah Klebsiella, Acinetobacter, Pseudomonas, Proteus,
Escherichia coli dan Enterobacter, serta ditemukan berbagai macam ragi/yeast.
Mikroorganisme: Staphylococcus epidermidis
Diagnosis:Infeksi kateter
Manifestasi klinik: mikroorganisme ini menyebabkan berbagai infeksi oportunistik termasuk
endocarditis yang berhubungan dengan pemasangan katup jantung buatan dan bakteremia
yang berhubungan dengan infeksi di sekitar shunt atau kateter.
Mikroorganisme: Mycobacterium avium
Diagnosis: Pulmonary tuberculosis
Manifestasi klinik: Gejala umum yang sering dirasakan adalah batuk lama lebih dari 30 hari
yang disertai ataupun tidak dengan dahak bahkan bisa disertai juga dengan batuk darah,
demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifoid, malaria, atau infeksi saluran
nafas akut), dan terkadang disertai dengan badan yang berkeringat di malam hari, berat badan
28
dan nafsu makan menurun, danya pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak.
7. Sebutkan agen biologis apa saja yang dapat dilihat dari pemeriksaan urine dan
jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu tersebut!
Pembahasan:
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfed Young Itah dan Edet Ekpo
Uweh tahun 2005, mikroorganisme yang ditemukan dalam urine adalah S. aureus, S.
epidermidis, E. coli, K. aerogenes, S. faecalis, Proteus mirabilis, dan P. aeruginosa pada
pasien dengan penyakit tipoid.
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Y. Zafari dan W.J. Martin tahun
1977, mikroorganisme yang ditemukan dalam urine adalah Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Enterobacter cloacae,
Klebsiella pneumonia, Moraxella sp., Corynebacterium sp., group D streptococcus, dan
group B streptococcus.
c. Menurut buku Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi,
dalam air kemih juga dapat ditemukan Enterococcus faecalis.
Mikroorganisme: Enterococcus faecalis
Diagnosis: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
Manifestasi klinik: Meskipun tidak selalu virulen, infeksi E. faecalis sulit untuk dibasmi.
Dua manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah infeksi saluran kemih dan bakteremia.
Luka intra-abdominal seringkali mengandung E. faecalis sebagai komponen suatu infeksi
campuran. Endokarditis akibat infeksi E. faecalis berhubungan dengan adanya katup jantung
yang telah rusak sebelumnya.
Mikroorganisme: Proteus mirabilis
Diagnosis: Uretritis
Manifestasi klinik: Gejala uretritis tidak terlalu nampak, termasuk frekuensi kencing dan
adanya sel darah putih pada urin. Sistitis (infeksi berat) dapat dengan mudah diketahui,
termasuk sakit punggung, nampak terkonsentrasi, urgensi, hematuria (adanya darah merah
pada urin), sakit akibat pembengkakan bagian paha atas.
29
8. Sebutkan agen biologis apa saja yang dapat dilihat dari pemeriksaan feses/tinja
dan jelaskan manifestasi klinik yang akan muncul pada individu tersebut!
Pembahasan:
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alfred Young Itah dan Edet Ekpo
Uweh tahun 2005, mikroorganisme yang ditemukan dalam feses adalah S. aureus, E.
coli, S. typhi, S. paratyphi, Shigella sp., K. pneumoniae, P. vulgaris, P. aeruginosa dan
Vibrio cholera pada pasien dengan panyakit tipoid.
b. Menurut buku Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi,
dalam feses dapat ditemukan Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEK), Escherichia
coli Enterohemoragik (EHEC), Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC), dan
Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC).
Mikroorganisme: Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEK)
Diagnosis: Diare wisatawan
Manifestasi klinik: Gejala klinik utamanya adalah diare cair yang dibarengi dengan kejang
perut dan mual.
Mikroorganisme: Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Diagnosis: Kolitis hemoragik
Manifestasi klinik: EHEC menyebabkan kolitis hemoragik dan dapat berkembang menjadi
sindroma uremik hemolitik (HUS). Gejalanya mulai dengan kejang perut dan daire cair dan
kemudian berkembang menjadi diare berdarah.
Mikroorganisme: Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)
Diagnosis: Diare pada bayi
Manifestasi klinik: Diare cair yang berkepanjangan, mengalami dehidrasi berat, dan disertai
oleh muntah.
Diagnosis: Disentri basiler
Mikroorganisme: Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)
30
Manifestasi klinik: Disentri dengan gejala kejang perut, diare yang mengandung darah dan
lendir, demam, menggigil, dan lemah.
Diagnosis: Disentri basiler
Mikroorganisme: Shigella sp.
Manifestasi klinik: Shigella menyebabkan disentri yang secara klinik memiliki gejala yang
sama dengan disentri oleh Escherichia coli Enteroinvasif, yaitu nyeri perut, kejang perut,
dan diare berdarah. Shigella dysenteriae juga membuat toksin Shiga, yang menyebabkan
penyakit yang lebih berat dan terjadinya sindroma uremia hemolitik (HUS).
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu cara menanggulangi penyakit infeksi adalah dengan menentukan penyebab dan
kemudian memberi terapi yang rasional berdasarkan hasil uji laboratorium. Dalam hal ini
peranan laboratorium sebagai penentu maupun penunjang diagnosis dan terapi penyakit
infeksi sangat penting. Dalam hal ini, hasil pemeriksaan mikrobiologik sangat tergantung
oleh kualitas spesimen yang diambil, di mana kualitas ini ditentukan oleh metode
pengambilan dan proses transportasi ke baloratorium. Perlu diingat bahwa hasil
pemeriksaan mikrobiologik negative tidak selalu berarti bahwa diagnosis tersebut salah,
begitu pula sebaliknya. Kegagalan isolasi mikroorganisme penyebab infeksi sering
disebabkan oleh pengambilan dan pengiriman spesimen yang tidak benar atau teknik dan
cara kerja di laboratorium yang tidak tepat.
3.2 Saran
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik
sangat ditentukan oleh cara pengambilan, saat penagmbilan, dan seleksi specimen. Berikut
merupakan hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat memperoleh hasil pemeriksaan yang
baik:
1. Bahan spesimen sedapat mungkin diambil dari lokasi yang paling besar
kemungkinan mengandung penyebab infeksi.
32
2. Pada lokasi tubuh yang dalam keadaan normal, hasil laboratorium
positif sebaiknya dikorelasikan dengan keterangan klinik, sehingga
mendapat suatu interpretasi yang bermakna.
3. Hasil laboratorium positif sangat bermakna bila diperoleh dari lokasi
tubuh yang dalam keadaan normal steril.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Ni Luh Gede Y., dan Effendy, Christantie. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Berman, Audrey., et al. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
Johnson, J.Y., Smith-Temple, Jean., dan Carr, Patricia. 2005. Prosedur Perawatan di Rumah.
Jakarta: EGC.
Kenneth dan Stephen. 2011. Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi.
Tangerang: Karima Publish Group.
Marrelli, T.M. 2007. Buku Saku Dokumentsi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurachman, Elly., dan Sudarsono, R.S. 2000. Buku Saku Prodesur Perawatan Medikal-Bedah.
Jakarta: EGC.
33
Sacher, R.A., dan McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Edisi 11. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Uliyah, Musrifatul., dan Hidayat, A.A.A. 2008. Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik.
Jakarta: Salemba.
Alfred Young Itah dan Edet Ekpo Eweh. 2005. Bacteria Isolated from Blood, Stool and Urine of
Typhoid Pasient in a Developing Country. Volume 36. No. 3. Diakses pada tanggal 16 Mei
2012. Available at http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/2005_36_3/22-3427.pdf.
B.H. Sage Jr. dan V.R. Neece. 1984. Rapid Visual Detection of Microorganism in Blood
Culture. Volume 20. No. 1. Journal of Clinical Microbiology. American Society for
Microbiology. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012. Available at
http://jcm.asm.org/content/20/1/5.
M.D. Epstein, C.P. Aranda, W.N. Rom, Stanley Bonk, dan Bruce Hanna. 1997. The Significant
of Mycobacteium avium Complex Cultivation in the Sputum of Pasient With Pulmonary
Tubercolusis. Amarika: American College of Chest Physicians. Diakses pada tanggal 16 Mei
2012. Available at http://chestjournal.chestpubs.org/content/111/1/142.full.pdf+html.
M.L. Sole, F.E. Poalillo, J.F. Byers, dan J.E. Ludy. 2002. Bacterial Growth in Secretions and on
Suctioning of Orally Intubated Patients: A Pilot Study. Volume 11. No. 2. American Journal of
Critical Care. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012.
P.W. Monroe, H.G. Muchmore, F.G. Felton, dan J.K. Pirtle. 1969. Quantitation of
Microorganisms in Sputum. Volume 18. No. 2. Applied and Environmental Microbiology.
American Society for Microbiology. Diakses pada tanggal 16 Mei 2012. Available at
http://aem.asm.org/content/18/2/214.full.pdf+html.
34
S.G. Williams dan C.A. Kauffman. 1978. Survival of Streptococcus pneumonia in Sputum from
Patients with Pneumonia. Volume 7. No. 1. Journal of Clinical Microbiology. American Society
for Microbiology.
Y. Zafari dan W.J. Martin. 1977. Comparison of the Bactometer Microbial Monitoring System
with Conventional Methods for Detection of Microorganisms in Urine Specimens. Volume 5.
No. 5. Journal of Clinical Microbiology. American Society for Microbiology. Diakses pada
tanggal 16 Mei 2012. Available at http://jcm.asm.org/content/5/5/545.full.pdf+html.
35