Post on 01-Dec-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di
Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-
menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen
penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami
penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause
meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria
juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga
osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414
persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000
diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran
akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-
36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di
Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Mereka yang terserang rata-rata
berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Satu dari tiga perempuan dan
satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan
Osteoporosis Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. (depkes, 2006).
Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar
dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
Peran perawat adalah memberikan pengetahuan mengenai osteoporosis, program
pencegahan, pengobatan, cara mengurangi nyei dan mencegah terjadinya faktur.
2
1.2 Tujuan
1.2.1Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan ”Osteoporosis”.
1.2.2 Tujuan Khusus :
1. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan
osteoporosis.
2. Mampu melakukan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
osteoporosis.
3. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan klien dengan osteoporosis.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan osteoporosis.
5. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah di lakukan
6. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
7. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung,penghambat,serta dapat mencari
solusi.
8. Mampu mengdokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan osteoporosis.
3
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 I. KONSEP DASAR OSTEOPOROSIS
2.1.1 Pengertian
Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan
stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah
tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra
mengakibatkan deformitas skeletal.
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa
tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan
meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk mengalami fraktur spontan
atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Conference, 1993).
Kifosis
Kolaps bertahap tulang vertebra tidak menimbulkan gejala, hanya terlihat sebagai
kifosis progresif. Dengan berkembangnya kifosis terjadinya pengurangan tinggi badan.
kehilangan masa tulang merupakan fonomenal universal yang berkaitan dengan usia.
kalsitonin yang menghambat resorsi tulang dan merangsang pembentukan tulang mengalami
penurunan. estrogen yang menghambat pemecahan tulang juga berkurang bersama
pertambahan usia. Hormon paratiroid disisi lain meningkatkan bersama bertambahnya usia
dan meningkatkan resorsi tulang. Kosekuensi perubahan ini kehilangan tulang net bersama
berjalannya waktu.
4
Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan
sekunder.
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan, sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan
massa tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih
menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan
osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut
merupakan contoh dari osteoporosis primer.
2. Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu
termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada
osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk
menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid,
artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis
sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
Osteoporosis akibat pemakaian steroid
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Sindroma Cushing relatif
jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas untuk pengobatan pelbagai
kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan,
antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang mengalami patah tulang
(atraumatic fracture), misalnya di tulang belakang atau paha.
Penelitian mengenai osteoporosis akibat pemakaian steroid menghadapi kendala
karena pasien-pasien yang diobati tersebut mungkin mengalami gangguan sistemik yang
kompleks. Misalnya, penderita artritis rheumatoid dapat mengalami penipisan tulang (bone
loss) akibat penyakit tersebut atau karena pemberian steroid. Risiko osteoporosis dipengaruhi
oleh dosis dan lama pengobatan steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah
penderita sudah menopause atau belum.
5
Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6 bulan
pertama pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun
menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison 7,5 mg per hari atau
lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan fraktur. Bahkan
prednison dosis rendah (5 mg per hari) telah terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.
2.1.2 Epidemologi
Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih ekstensif lebih dari pria karena
masa puncak masa tulang juga lebih rendah dan efek kehilangan estrogen selama menopause.
wanita afrika/amerika memiliki masa tulang lebih besar dari pada wanita kaukasia lebih tidak
rentang terhadap osteoporosis. Wanita kaukasia tidak gemuk dan berkerangka kecil
mempunyai resiko tinggi osteoporosis.lebih setengah dari semua wanita diatas usia 45 tahun
memperlihatkan bukti pada sinar x adanya osteoporosis.
Identifikasi awal wanita usia belasan dan dewasa muda yang mempunyai resiko tinggi
dan pendidikan untuk meningkatkan asupan kalsium, berpartisipasi dalam latihan
pembebanan berat badan teratur, dan mengubah gaya hidup misalnya mengurang penggunaan
cafein,sigaret dan alcohol akan menurunkan resiko menurukan osteporsis, faraktur tulang dan
kecacatan yang diakibatkan pada usia lanjut.
Prevelensi osteoporosis pada wanita 75 tahun adalah 90%. Rata – rata wanita usia 75
telah kehilangan 25% tulang kortikalnya dan 40% trabekularnya.dengan bertambahnya usia
populasi ini isendensi fraktur 1,3jt pertahun,nyeri , dan kecacatan yang berkaitan dengan
nyeri meningkat.
2.1.3 Patogenesis/Etiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan masa tulang
sampai sekitar usia 35 tahun. genetik, nutrisi, pilihan gaya hidup dan aktifitas fisik
mempengaruhi puncak masa tulang menghilangnya estrogen pada saat menopause dan pada
ooforektomi mengakibatkan percepatan resorsi tulang dan berlangsung terus menerus selama
bertahun tahun pascamenopouse. Pria mempunyai massa tulang yang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Akibatnya, insidensi osteoporosis lebih rendah
pada pria. Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk
absorpsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan
6
vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodeling tulang dan fungsi tubuh.
Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian yang dianjurkan
(RDA=Recomment daily allowence) kalsium meningkat pada adoleasens dan dewasa muda
(11-24 thn) sampai 1200 mg untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang
dewasa tetap 800 mg, tapi 1000-1500 mg/hari untuk wanita pascamenopouse biasanya
dianjurkan, lansia menyerap kalsium diet kurang efisien dan mensekresikannya lebih cepat
melalui ginjal maka wanita pascamenopouse dan lansia perlu mengkonsumsi kalsium dalam
jumlah talk terbatas. Bahan katabolic endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari
sumber luar) dapat menyebabkan osteoporosis. Kortikosteroid berlebih, syndrome chusing,
hipertiroidsme dan hiperparatiroidesme menyebabkan kehilangan tulang. Derajat
osteoporosis berhubungan dengan durasi terapi kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau
masalah metabolisme telah diatasi, perkembangan osteoporosis akan berhenti namun restorasi
kehilangan massa tulang biasanya tidak terjadi. Keadaan medis menyerta (misalnya sindrom
malabsorpsi intoleransi laktosa, penyalahgunaan alcohol, gagal gnjal,gagal hepar dan
gangguan endokrin) mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Obat obatan misalnya
isoniasit, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, kortikosteroid)
mempengaruhi tubuh dan metabolism kalsium.
Imobilitas menyumbang perkembangan osteoporosis. Pembentukan tulang dipercepat
dengan adanya stress berat badan dan aktifitas otot. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis atau inalktifitas umum, tulang akan diresorpsilebh cepat dari pmbentukannya dan
terjadilah osteoporosis.
2.1.4 Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah
yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan
kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan
fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung
vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
7
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan
korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi
ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika
osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis
kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai
kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan
factor lingkungan.
Factor genetic meliputi:
usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
Factor lingkungan meliputi:
merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas,
anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium
dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang/Evaluasi Diagnostik
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
8
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
2.1.7 Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh
atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan
tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan
preparat kalsium(kalsium karbonat)
Pada menopause, terapi pergantian hormone(HRT=hormone replacemenet therapy)
dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang
dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah mengalami
pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause prematur dapat mengalami
osteoporosis pada usia yang cukup muda;penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien
ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan
hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan
kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit
pengingkatan insidensi kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus
diperiksa payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk masukan
papanicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan
9
kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular. Efek samping
( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasanya ringan dan kadang-
kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang
; namun,kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang
menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi
penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.
2.1.8 Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan
10
2.2 II. ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS
2.2. 1Pengkajian
1. Assesment
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis.
Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum
femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin,
ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan
pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin
D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obat-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti
kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium,
sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor
resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis
adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi
juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan
karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause
dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple
fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body
image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang
tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan
seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan
cemas dan takut bagi penderita.
11
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat
membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang
adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi
yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi
sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak
cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity
(kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada
fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi,
abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis
seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan
berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality,
nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan
lumbalis 3.
3.Manifestasi radiologi
a.Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan
lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal
12
merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan
penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis
dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai
nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3
biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65
mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen
merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.
2.2. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
13
2.2. III. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot, deformitas tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat yang
cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi Rasional
1. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang.
2. Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
4. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak adekuat untuk mengatasi nyerinya.
4.
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan
mobilitas fisik
kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu melakukan aktivitas
hidup sehari hari secara mandiri
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
2. Rencanakan tentang pemberian program latihan:
Bantu klien jika diperlukan latihan
Dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemapuannya.
2. Latihan akan meningkatkan pergerakan
otot dan stimulasi sirkulasi darah
14
Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
Ajarkan pentingnya latihan.
3. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari hari, rencana okupasi .
4. Peningkatan latihan fisik secara adekuat:
dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
instruksikan klien untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat dengan berbaring selama 15 menit
hindari latihan fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
4. Dengan latihan fisik:
Masa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
Program latihan merangsang pembentukan tulang
Gerakan menimbulkan kompresi vertical dan fraktur vertebra.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat menghindari aktivitas
yang mengakibatkan fraktur
Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya:
Tempatkan klien pada tempat tidur rendah.
Amati lantai yang membahayakan klien.
Berikan penerangan yang cukup Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk diobservasi. Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di ruangan
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
15
2. Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan:
Kaji kebutuhan untuk berjalan. Konsultasi dengan ahli therapist. Ajarkan klien untuk meminta bantuan
bila diperlukan. Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar
ruangan.
3. Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati.
4. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban berat.
5. Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah osteoporosis:
Rujuk klien pada ahli gizi Ajarkan diet yang mengandung banyak
kalsium Ajarkan klien untuk mengurangi atau
berhenti menggunakan rokok atau kopi
6. 6. Ajarkan tentang efek rokok terhadap pemulihan tulang
7. Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
2. Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
3. Penarikan yang terlalu keras akan menyebabkan terjadinya fraktur.
4. Pergerakan yang cepat akan lebih memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
5. Diet kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan kalsium serum, mencegah bertambahnya kehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kalsium dalam urine. Alcohol akan meningkatkan asidosis yang meningkatkan resorpsi tulang
6. Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis.
7. Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, megantuk, dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
16
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak
tenang
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, dan mampu menyebutkan
program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
2. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
3. Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
1. Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2. Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
3. Suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal
2.2 IV. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan Pada tahap ini perawat
siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Fase implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu
validasi rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan
asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.
17
2.2 V. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi:
1. Nyeri berkurang
2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3. Tidak terjadi cedera
4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5. Status psikologis yang seimbang
6. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi
18
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan
stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah
tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra
mengakibatkan deformitas skeletal.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://darkcurez.blogspot.com/2011/01/makalah-osteoporosis_22.html
http://devilsavehuman.blogspot.com/2009/03/askep-osteoporosis.html