Post on 02-Jul-2015
description
MTsN Warudoyong Kota Sukabumi
MAKALAH Karakteristik Remaja
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karakteristik remaja merupakan suatu ciri khas yang menetap pada diri seseorang remaja
dalam berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, yang mampu membedakan antara remaja yang satu
dengan remaja yang lain. Karakteristik remaja ini misalnya ada remaja yang tinggi, gemuk, periang
pemalu, pemberontak dan sebagainya. Dalam dunia pendidikan, sebagai seorang pendidik( guru)
penting untuk mengenali dan memahami karakteristik kepribadian remaja (siswa), ada siswa-siswa yang
menyenangkan, periang, mau terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya, aktif dalam
berbagai organisasi yang ada di sekolah dan sebaliknya ada siswa-siswa yang terkesan membosankan,
pendiam, tidak terbuka, tidak hangat dan lain sebagainya. Tentu saja sebagai seorang pendidik dituntut
untuk memahami karakteristik kepribadian setiap siswa, sehingga sebagai pendidik dapat memberikan
perlakuan yang sesuai dengan tipe kepribadian siswa yang dihadapi. Dengan perlakuan yang sesuai yang
diberikan guru kepada siswa akan mengantarkan siswa kepada suatu kondisi optimal, baik dalam bidang
prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Tetapi akan menjadi kebalikannya jika perlakuan
yang diberikan tanpa mempertimbangkan aspek karakteristik kepribadian siswa, justru akan
mengantarkan peserta didik kedalam kondisi siswa kesulitan belajar, tidak bisa berkonsentrasi dalam
belajar sehinnga menyebabkan siswa tidak bisa berprestasi.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mengetahui karakteristik remaja dan mengenali karakteristik
siswa , yang diharapkan sebagai pendidik bisa memahami kepribadian siswa tersebut dalam kaitannya
untuk keberhasilan proses pembelajaran disekolah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan karakteristik remaja?
1.2.2 Bagaimana Mengenali karakteristik kepribadian siswa (remaja) disekolah menengah?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memahami karakteristik remaja.
1.3.2 Untuk mengenali dan memahami karakteristik kepribadian siswa (remaja) disekolah
menengah.
BAB 2
PEMBAHASAN
Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang terjadi secara kontinue, yaitu pertumbuhan
dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependent, saling bergantung satu sama
lainnya dan tidak dapat dipisahkan (tidak bisa berdiri sendiri), akan tetapi dapat dibedakan (Kartono, K.,
1979).
Pertumbuhan dimaksudkan untuk menunjukkan bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi
fisik yang murni. Perubahan ukuran akibat bertambah banyaknya atau bertambah besarnya sel (Edwina,
2004) Misalnya : bertambahnya tinggi badan, bertambahnya berat badan, otot-otot tubuh bertambah
pesat (kekar).
Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu yaitu proses yang menuju kedepan dan tidak
dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang sedikit
banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangi. Perkembangan menunjukkan pada perubahan-
perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan maju (Ahmadi, A., 1991).
Dalam makalah ini, akan membahas mengenai tumbuh dan kembang masa remaja khususnya
anak usia Sekolah Menengah yaitu antara usia 12–18 tahun dan pentingnya pendidik (guru) mengenali
karakteristik siswa sekolah menengah.
2.1 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun
peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan,
dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari
pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S,
2004) masa remaja juga dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang
diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pada masa ini remaja
mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sebagai akibatnya akan muncul kekecewaan dan penderitaan,
meningkatnya konflik dan pertentangan, impian dan khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan
dari kehidupan dewasa dan norma kebudayaan (Gunarsa, 1986).
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan
tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan
diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami
kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang
sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan
fisiknya.
Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 – 21 tahun, dengan
pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan,
18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.
2.2 Karakteristik Remaja Sekolah Pertumbuhan Dan Perkembangan Menengah.
2.2.1 Pertumbuhan fisik
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan dengan
masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi yang lebih, agar
pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja jelas terlihat pada tungkai dan
tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot tubuh berkembang pesat.
2.2.2Perkembangan seksual
Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja. Tanda-tanda
perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi spermanya mulai berproduksi, ia
mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak
perempuan, bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada lehernya menonjol
buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah wajah, ketiak, dan di sekitar
kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya
pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini
dikarenakan produksi hormon dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan
bulat akibat dari membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara
membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi lebih penuh dan
merdu.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama
pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami
perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk
ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon
(gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1)
Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua
hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan.
Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH)
merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di
atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai
pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti
payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan
fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan
berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2.2.3 Cara berfikir kausalitas
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga
ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka
tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan
yang logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata
“pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika
orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya.
Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan
menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of
formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para
remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan
pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana
untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan
diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak
remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan
kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu
operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu
melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang
tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian
pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh
orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak
memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat
mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah
dan mencari solusi terbaik.
2.2.4 Emosi yang meluap-meluap
Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka
belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang
sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang
baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih
menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti
ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
2.2.5 Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang
timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan
aturan atau norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut
biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak
masih anak-anak. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan
anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara
normal dan sehat.
Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting manakala anak
sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki
dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat
menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan
dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah
diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun
anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja yang harus
diperhatikan.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase
perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan sosial (sosial skill)
untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut
meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri &
orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback,
memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila
keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu
mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Jadi tidak mengherankan jika pada masa ini
remaja mulai mencari perhatian dari ingkungannya dan berusaha mendapatkan status atau peranan,
misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung dan dia diberi peranan dimana dia bisa menjalankan
peranan itu dengan baik. Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan
untuk menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.
Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu kelompok.
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang
tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja
dihadapkan pada suatu pilihan untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman,
maka dia akan lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan jenisnya dan mulai
mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti dan melarangnya maka akan
menimbulkan masalah sehingga remaja cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak
perempuan secara biologis dan karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.
2.2.6 Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot
Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi
masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan,
perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan
absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan
keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis,
remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang
selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya
“kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada
banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih
luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu
saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena
mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu
dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan
merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari
sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat.
Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa
korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya
membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu
kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam
diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan
keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh
orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak
mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung
penerapan nilai-nilai tersebut.Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan
alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya.
2.2.7 Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering di indentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang,
namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya
(bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatilah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang
berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung
dikucilkan. Disinilah pentingnya pendidik (guru) memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai
harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
2.3 Permasalahan yang Dihadapi Remaja Usia Sekolah Menengah
Dalam pendidikan, guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar, maka ia
seharusnya memahami gejala-gejala kesulitan belajar atau permasalahan yang dihadapi oleh peserta
didiknya. Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar. Pada garis besarnya permasalahan yang dihadapi remaja usia sekolah
menengah dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
a. Faktor-faktor Internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara lain :
1) Gangguan secara fisik, seperti perubahan fisik kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat
bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan
sebagainya)
2) Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), seperti menampakkan
kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang
3) Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri, tercekam rasa
takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
4) Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat
terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti
pelajaran.
b. Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu berasal dari :
1) Sekolah, antara lain
a) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
b) Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
c) Metode mengajar yang kurang memadai
d) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
2) Keluarga (rumah), antara lain :
a) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
b) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
c) Keadaan ekonomi.
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab
dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid
menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan
menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki
penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki
penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha
murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar
atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang
murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar
memperhatikan peserta didiknya.
2.4 Faktor Pendukung Keberhasilan Guru dalam Memahami Karakteristik Siswa (Remaja)
Usaha memahami peserta didik berhasil dengan baik, jika guru memiliki sifat-sifat,
kemampuan, dan keterampilan tertentu yang merupakan faktor pendukung keberhasilannya. Oleh
karena itu guru perlu memiliki faktor-faktor pendukung tersebut. Faktor-faktor pendukung yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut :
a. Kasih sayang yang dalam kepada anak didik, terutama anak yang mengalami kegagalan dan
menampilkan tingkah laku yang menyimpang dalam belajar. Kasih sayang tanpa pamrih,
menjadi tenaga pendorong yang sangat kuat bagi guru untuk membantu anak didik, sehingga
keseriusan dalam melaksanakan usaha memahami anak terjadi.
b. Kesadaran akan tanggung jawabnya untuk membantu perkembangan anak didik. Guru
menyadari bahwa tugasnya adalah menjadikan anak didiknya berkembang optimal, maka ia pun
menyadari bahwa salah satu tugasnya yang penting adalah membantu anak agar dapat
mengatasi kesulitan yang dialami dalam mencapai perkembangan yang optimal.
c. Kesabaran yang tinggi dalam melakukan usaha memahami, maupun menunggu hasil usaha.
Memahami anak memerlukan waktu yang relatif panjang dan ketekunan. Hal ini disebabkan
guru bekerja dengan “jiwa”, atau tingkah laku yang sangat kompleks. Tingkah laku anak yang
ditampilkannya sekarang bukanlah terbentuk semalam, tetapi melalui sejarah perkembangan
yang panjang. Itu pula sebabnya guru perlu melakukan berbagai cara untuk memahami anak,
sehingga data dan informasi yang lengkap dapat diketahui guru.
d. Keterampilan untuk melaksanakan berbagai cara atau teknik memahami anak didik seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya. Misalnya keterampilan melaksanakan wawancara;
pengamatan dan pendekatan terhadap anak. Untuk itu guru perlu latihan terus menerus tanpa
mengenal bosan, kecewa atau putus asa.
e. Keterampilan dalam mengadministrasikan data peserta didik, dan kemampuan menerjemahkan
data sehingga menjadi informasi yang jelas tentang peserta didik.
2.5 Peranan Guru dalam Memahami Karakteristik Siswa (Remaja)
Sebagai seorang guru yang profesional harus memahami betul karakteristik siswa, karena setiap
antara satu dan lainnya. Disinilah peran dan fungsi serta tanggung jawab guru, selain mengajar juga
perlu memperhatikan keragaman karakteristik perilaku siswa, sehingga peran guru bukan hanya sebagai
pendidik akan tetapi guru juga mempunyai tugas sebagai motivator atau pendorong, sebagai
pembimbing dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Secara lebih
terperinci tugas guru berpusat pada:
1. Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan, baik
jangka panjang maupun jangka pendek.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri.
Demikianlah, dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu
pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan
kepribadian murid. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat
merangsang murid untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai (pengarah) belajar, hendaknya guru senantiasa berusaha untuk
menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karakteristik remaja merupakan suatu ciri khas yang menetap pada diri seseorang remaja dalam
berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, yang mampu membedakan antara remaja yang satu
dengan remaja yang lain. Karakteristik remaja ini misalnya ada remaja yang tinggi, gemuk, periang
pemalu, pemberontak dan sebagainya. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja sekolah
menengah ditandai dengan pertumbuhan fisik, pertumbuhan seksual, perkembangan emosi, moral, dan
social.
Dalam pendidikan, sebagai seorang guru yang profesional harus memahami betul karakteristik
siswa, karena setiap antara satu dan lainnya. Disinilah peran dan fungsi serta tanggung jawab guru,
selain mengajar juga perlu memperhatikan keragaman karakteristik perilaku siswa, sehingga peran guru
bukan hanya sebagai pendidik akan tetapi guru juga mempunyai tugas sebagai motivator. Untuk
mengenali karakteristik siswa dapat dilakukanmengetahui sifat/ karakter siswa, mengetahui latar
belakang siswa, mendidik tanpa pamrih,membantu anak didik agar dapat mengatasi kesulitan yang
dialami dalam mencapai perkembangan yang optimal, keterampilan untuk melaksanakan berbagai cara
atau teknik memahami anak didik seperti keterampilan melaksanakan wawancara; pengamatan dan
pendekatan terhadap anak. Dengan memahami karakteristik kepribadian setiap siswa, pendidik dapat
memberikan perlakuan yang sesuai dengan karakteristik kepribadian siswa yang dihadapi.
3.2 Saran
3.2.1 Untuk Mengenali karakteristik siswa diharapkan guru melakukan berbagai cara dan
melalui pendekatan kepada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipt.
Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BK Gunung Mulia.
Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke
lima. Jakarta : Erlangga.
Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni.
Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Zulkifli, L.. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosda
Karya. Akhmadsudrajat .2008. Karakteristik Perilaku dan Pribadi pada Masa
Remaja.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/05/karakteristik-perilaku-dan-pribadi-pada-
masa-remaja/ Diakses pada tanggal 9 Desember 2012 pukul 07.10