Post on 16-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence
merupakan komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander
(2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%,
dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara
partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka
post operatif harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki
kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan
evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam
perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit
pasien yang pernah mengalami burst abdomen.
Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593
operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus
diantara 5156. Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan
untuk pria dan wanita adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst abdomen
tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan
tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada
perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan
bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.
Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita. Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan
puncaknya pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian
sekitar 20
Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan
resiko kematiaan. Melalui makalah ini kami memberikan pengetahuan dan
1
cara pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka kejadian penyakit
tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien burst
abdomen yang benar.
1.2 Rumusan masalah
a. Bagaimana anatomi fisiologi abdomen?
b. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen?
c. Bagaimana klasifikasi dari penyakit burst abdomen?
d. Bagaimana etiologi dari penyakit burst abdomen?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen?
f. Bagaimana patofisiologi dari penyakit burst abdomen?
g. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen?
h. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen?
i. Bagaimana prognosis dari penyakit burst abdomen?
j. Bagaimana komplikasi dari penyakit burst abdomen?
k. Bagaimana WOC dari penyakit burst abdomen?
l. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen?
1.3 Tujuan
a. Memahami anatomi fisiologi abdomen
b. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen
c. Memahami klasifikasi dari penyakit burst abdomen
d. Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
e. Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen
f. Memahami patofisiologi dari penyakit burst abdomen
g. Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen
h. Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen
i. Memahami prognosis dari penyakit burst abdomen
j. Memahami komplikasi dari penyakit burst abdomen
k. Memahami WOC dari penyakit burst abdomen
l. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen
2
1.4 Manfaat
a. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit burst
abdomen.
b. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit burst abdomen.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan
meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan
lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di
bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua
sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di
bagian belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.
Rongga Abdomen dan Pelvis:
a. Hipokhondriak kanan
b. Epigastrik
c. Hipokhondriak kiri
d. Lumbal kanan
e. Pusar (umbilikus)
f. Lumbal kiri
g. Ilium kanan
h. Hipogastrik
i. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu
lambung, usus halus dan usus besar.
a. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, Fundus lambung,
mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus,
bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum
Fungsi lambung:
1) Tempat penyimpanan makanan sementara
2) Melunakkan makanan
4
3) Mencampurkan makanan.
4) Mendorong makanan ke distal.
5) Protein diubah menjadi pepton.
6) Faktor antianemi dibentuk.
b. Usus halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung
sampai katup ibo kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus
halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar. Fungsi usus
halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi
duodenum adalah alkali.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Duodenum : bagian pertama usus halus yang panjangnya 25cm.
b. Yeyenum : menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum : menempati tiga pertama akhir.
c. Usus besar
Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari
katup ileokdik yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira
satu setengah meter.
Fungsi usus besar adalah:
1. Absorpsi air, garam dan glukosa.
2. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
3. Penyiapan selulosa.
4. Defekasi (pembuangan air besar)
d. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di
bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah
diafragma
Fungsi hati adalah:
5
1. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah.
2. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai
pengantar matabolisme.
3. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
4. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
5. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
6. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
7. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
8. Membersihkan bilirubin dari darah
e. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan
merupakan membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di
sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Kandung
empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
f. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat
mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kurang lebih lima belas
centimeter.
Fungsi pankreas adalah :
1. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya,
yang membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan
elektrolit.
2. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat
kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan
nyata.
3. Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula darah
menjadi gula otot
g. Ginjal
6
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah
lumbal di sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum.
Panjang ginjal 6 sampai 7½ centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira
140 gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis
dexter, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra.
Fungsi ginjal adalah :
1) Mengatur keseimbangan air.
2) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam
basa darah.
3) Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
h. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen
diantara fundus ventrikuli dan diafragma.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Dua facies yaitu facies diafragmatika dan visceralis.
2. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
Fungsi limpa adalah :
1. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
2. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.
7
Struktur dinding abdomen
Dinding abdomen dibentuk oleh lapisan-lapisan yang berturu-turut dari
superficial ke profundus yang terdiri atas kulit, jaringan subkutan, otot dan
fasia, jaringan ekstraperitoneal dan peritoneum susunan dinding abdomen.
1. Kulit
2. Subkutan fet yang disekat oleh:
a. Fascia camfer
b. Fascia scarpa
c. Fascia transfersalis
3. Otot –otot dindidng abdomen :
a. Musculus rectus abdominis
b. Musculus oblica eksterna
c. Musculus transvesalis
d. Musculus piramidalis
4. Peritoneum
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan
mengkilat, terletak pada facies interna cavum abdominis. Secara umum,
dibagi menjadi peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan cavum
peritonei. Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan
organ abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding
8
abdomen dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei
adalah rongga yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan
mengandung cairan sereus.Peralihan peritoneum parietale menjadi
paritoneum viscerale (reflexi peritoneum) dapat berupa lipatan (plica),
lembaran (omentum), atau alat penggantung viscera.
Dinding ventrolateral abdomen
Garis-garis pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan
hamper horizontal disekitar tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi
sepanjang garis pembelahan akan sembuh dengan parut yang sedikit,
sedangkan insisi yang menyilang garis-garais ini akan sembuh dengan
parut yang luas atau parut yang menonjol
Fasia
Jaringan lemak akan semakin ke profundus semakin memadat sehingga
akhirnya akan tampak menyerupai selaput yang bersidat collagenous. Jaringan
subkutan dibagi 2 :
1. Pars superfisialis
Pars superfisialis dibagi menjadi jaringan lemak superfisialis yang disebut
fasia kamper, lapisan membranasea yang terletak di anterior abdomen
sebagai fascia scarpa dan lapisan membranasea pada perioneum disebut
fascia colles. Lapisan lemak melanjutkan diri dengan lemak superficial
yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin dapat sangat tebal.
Lapisan lemak akan menghilang pada dinding toraks dan disebelah lateral
linea aksilaris media.
2. Pars profunda
Pada dinding anterior abdomen, fasia profunda semata-mata merupakan
lapisan tipis jaringan areolar yang menutupi otot-otot
Otot-Otot Dinding Abdomen
9
Otot-otot dinding anterior dan lateral abdomen, yakni m. rektus abdominis,
m. eksternus oblik, m. abdominis eksternus oblik, m. abdominis internus oblik,
m. abdominis transversus
Nama Asal Menuju
Rektus abdominalis Sternum tulang iga ke-5
sampai iga ke-7
Os pubis
Oblika eksterna Tulang iga 8
Krista iliaka
Bertemu di linea alba
Oblika interna 2/3 krista iliaka
Ligamentum inguinal
Tendo torakolumbalis
Semua tegak lurus
dengan muskulus oblika
eksternus dan
selanjutnya sejajar
Bertemu dan
memperkuat linea alba
Transversa Tulang iga ke-6
Tendon torakolumbalis
Krista iliaka
Ligamentum inguinal
Bertemu dan
memperkuat linea alba
Piramidalis Os pubis kanan dan kiri
Besar dan bentuk bervariasi
Linea alba
a. M. abdominis eksternus oblik
Otot ini merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial. Otot ini
berorigo pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang terakhir, serat-serat nya
berjalan serong dari kraniolateral menuju kaudomedial dan berinsersi pada tiga
tempat.
1. Posterior dari otot ini berinsersi ke labium eksterna dan Krista iliaka
2. Menuju ligamen inguinalis setelah berubah bentuk menjadi aponeurosis
setinggi garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus
10
3. Menuju ke medial, ke tepi lateral dari m. abdominis bersatu dengan
aponeurosis m. abdominis internus oblik dan akhirnya bersama-sama menuju
linea alba sebagai sarung rektus lapisan ventral
Bagian lateral ujung posterior ligament inguinal merupakan origo dari
sebagian m. abdominis internus oblik dan m. abdominis transverses. Pada
pinggir inferior ligament inguinal yang membulat, melekat fasia profunda
paha yaitu fasia lata.
b. M. abdominis internus oblik
Otot ini melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-seratnya
berjalan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan m.
abdominiseksternus oblik.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1. Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir
2. Sarung rektus
3. Os pubis
`Dekat insersinya, serabut tendinosa yang terbawah bergabung oleh serabut-
serabut yang sama dari m. abdominis transverses membentuk conjoint tendon.
Conjoin tendon di medial melekat pada linea alba, tetapi memiliki pinggir lateral
yang bebas.
c. M. abdominis transversus
Otot ini berasal dari permukaan dalam enam kartilago kostalis bagian bawah
(saling bertautan dengan diafragma), fasia torakolumbal, labium internum Krista
iliaka, dan fasia iliaka.
Serat otot-otot ini berjalan hampir horizontal dan berinsersio sebagai aponeurosis
yang ikut membentuk sarung rektus
d. M. rektus abdominis
Merupakan otot panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh panjang
dinding abdomen. Diatas, otot ini melebar dan terletak berdekatan dengan garis
tengah, dipisahkan dari pasangannya oleh linea alba.
11
m. rektus abdominis berasal dari depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini
berinsersi ke kartilago kosta V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus.
Jika otot ini berkontraksi terlihat linea semilunaris yang terbentang dari
ujung rawan iga IX sampai tuberkulum pubikum.
Otot ini disilangi oleh tiga insersi :
1. Ujung proses xifoideus
2. Umbilicus
3. Ditengah keduanya
e. M. piramidalis
M. piramidalis ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada dasarnya berasal dari
permukaan anterior pubis dan berinsersi pada linea alba. Otot ini terletak pada
bagian depan bagian bawah m. rektus abdominis
Linea alba
Linea alba adalah suatu garis yang dibentuk oleh pertemuan aponeurosis
otot-otot dinding abdomen pada garis median dinding abdomen. Sarung rektus
(rektus sheath) adalah kumpulan dari aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang
membungkus m. rektus abdominis. Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum
yang mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah
terjadinya bow-string effect) pada waktu kontraksi
2.2 Definisi
Burst abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada
abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding
abdomen pada luka post operatif disertai protrusi dan eviserasi isi abdomen.
Burst abdomen dikenal juga sebagai abdominal wound dehiscence (Theodore,
1999). Eviserasi adalah suatu keadaan dimana keluarnya organ-organ
abdomen seperti usus.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
12
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka di dalam perut. (Saktya, 2011).
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka di dalam perut.
2.3 Klasifikasi
Menurut Theodore (1999), klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai
berikut :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
2.4 Etiologi
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan faktor resiko akan
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative, operative, dan post-
operative (British Medical Journal: 1966).
a. Pre operasi
Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan
pasien sebelum operasi dan karakteristik pasien.
13
Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan
pasien sebelum operasi dan karakteristik pasien.
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang
sedikit meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini dapat
dipicu karena faktor merokok, pada pria sering mengalami batuk
persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan intraabdomen dan
lebih beresiko terjadi burst abdomen.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya
umur. Burst abdomen pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar
1,3%, sedangkan pada pasien >45 tahun sebesar 5,4%. (Schwartz et al,
Principles Of Surgery)
Burst abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini
dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding rongga perut
melemah. (Lotfy, 2009)
Hal ini mungkin dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
a) Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang sering
ditemukan yaitu batuk kronis, konstipasi kronis dan dysuria.
b) Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan
vitamin dalam kelompok usia ini.
c) Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan muntah
berulang.
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan
granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi
penyembuhan luka. (Lotfy, 2009). Pada beberapa studi dikemukakan
bahwa rendahnya kadar hemoglobin (<10mg mg/dl) merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya burst abdomen.
4. Hipoproteinemia
14
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam
penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein
serum di bawah 6 g / dl memiliki resiko burst abdomen. (Saktya, 2011)
5. Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu
penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka.
Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan
dalam insiden wound dehiscence.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi,
fungsi makrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu juga
kortikosteroid dapat menurunkan sistem imun sehingga jika terjadi
suatu infeksi, proses penyembuhan luka terhambat.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk
yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen.
8. Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa
komponen sulfas mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan
dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi
proses fibroblasi dan kolagenisasi yangmerupakan proses awal
penyembuhan luka. Hal ini akan memperlambat proses penyembuhan
luka.
Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai penanda
malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor terpenting
dalam proses penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar
asam amino diperlukan. Asam amino membantu dalam pembentukan
RNA dan DNA. Kekurangan ini mengarah ke jaringan selular miskin,
yang menyebabkan kekuatan luka hilang.
9. Operasi yang bersifat emergensi
15
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan
terjadinya burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena
keadaan hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan
persiapan operasi yang terencana (elektif).
10. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka
berlangsung lama. (Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan gangguan
metabolisme pada jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu
proses penyembuhan luka operasi. Sehingga pengendalian DM yang
baik dibutuhkan untuk menghindari DM sebagai faktor resiko.
b. Operasi
1. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen
lebih besar daripada transverse incision. Midline incision tidak
anatomis karena incisi ini memotong serabut aponeurotik, sedangkan
pada transverse incision memotong diantara serabut. Kontraksi pada
dinding abdomen akan memberikan tekanan untuk membantu
penutupan luka. Pada midline incision, kontraksi ini dapat
menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan, sedangkan pada
transverse incision, jahitan akan merapat. Midline incision banyak
digunakan karena dengan teknik ini lapangan pandang saat operasi
menjadi lebih luas untuk melakukan explorasi.
16
Tipe insisi midline
Tipe insisi transversal
2. Jahitan luka
Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki
faktor resiko terjadinya burst abdomen lebih besar yaitu sebesar
14,8% sedangkan pada teknik interrupted X hanya sebesar 2,17%.
c. Post operasi
17
1. Peningkatan tekanan intra-abdominal
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah,
ileus, dan retensi urine. Setelah beberapa operasi intra abdomen,
kejadian ileus tidak dapat dielakkan. Tekanan intra abdomen yang
tinggi mungkin disebabkan pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik yang biasanya mereka menggunakan otot-otot
abdomen sebagai otot tambahan untuk respirasi. Sebagai tambahan,
batuk yang terjadi mendadak dapat meningkatkan tekanan intra
abdomen. Beberapa factor yang berperan dalam peningkatan tekanan
abdomen seperti obstruksi usus post opersi, obesitas, dan cirrhosis
dengan adanya ascites. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan
menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang.
Regangan otot dinding abdomen inilah yang akan menyebabkan
berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan
menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan
keluarnya jaringan dalam rongga abdomen.
Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen
diantaranya:
a) Mengangkat beban berat
b) Batuk dan bersin yang kuat
c) Mengejan akibat konstipasi
2. Infeksi pada luka
Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat proses
penyembuhan luka. Gagalnya penyatuan fasia karena adanya nekrosis
dipercaya dapat menyebabkan burst abdomen. Selain itu terjadinya
burst abdomen atau wound dehiscence dapat disebabkan oleh
beberapa factor sistemik dan local yang berpengaruh terhadap
timbulnya luka komplikasi ini.
a. Faktor Sistemik.
Burst abdomen jarang diderita pada pasien dibawah usia 30
tahun tetapi pada pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi
laparotomi hanya didapatkan sebanyak 5 %. Burst abdomen banyak
18
dijumpai pada pasien dengan Diabetes mellitus, uremia,
immunosuppresion, jaundice, sepsis, hipoalbuminemia, pasien dengan
obesitas, riwayat keganasan, maupun pasien dengan penggunaan obat-
obatan kortikosteroid.
b. Faktor Lokal.
Ketiga factor local yang penting untuk terjadinya burst
abdomen diantaranya adalah: penutupan luka yang tidak adekuat,
peningkatan tekanan intraabdomen, dan gangguan pada proses
penyembuhan luka. Burst abdomen lebih sering terjadi karena
kombinasi ketiga factor tersebut dibandingkan bila hanya muncul salah
satu saja. Jenis incise pada saat operasi seperti incise transversal
maupun longitudinal sampai saat ini tidak berpengaruh terhadap
insiden dari burst abdomen.
3. Penutupan jahitan dari Luka Operasi
Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah
factor yang penting dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan
fasial memberikan kekuatan pada saat penutupan, dan ketika fascia
terbuka atau rusak (disrupts) luka akan terbuka dan menjadi rusak.
Keakuratan penutupan pada lapisan anatomi sangat penting untuk
penutupan luka yang adekuat. Banyak luka-luka menjadi rusak
(burst/dehiscence) disebabkan karena terputusnya jahitan sampai
kedalam fascia.
Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan operasi
yang bagus dan bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat
diperhatikan selama operasi, penempatan dan penautan jahitan yang
tepat, dan pemilihan material jahitan yang sesuai. Jahitan ditempatkan
2-3 cm dari tepi luka dan kira-kira sepanjang 1 cm.
Luka dehiscence sering disebabkan karena jahitan bekas
operasi yang terlalu melekat dan rapat pada tepi fascia. Pada pasien
dengan factor resiko terjadinya luka dehiscence, para ahli bedah harus
melakukan penutupan yang kedua pada operasi pertama, dan
19
melakukan perawatan ekstra untuk mencegah terjadinya luka
dehiscence.
Bahan untuk jahitan sintetik yang modern seperti asam
polyglycolic, polypropylene, dan yang lain, digunakan untuk
penjahitan pada penutupan fascia yang superior. Pada luka yang
mengalami infeksi, benang dari bahan polypropylene lebih resisten
terhadap degradasi dari pada benang asam polyglycolic serta rata-rata
yang rendah terhadap terjadinya luka yang rusak. Komplikasi luka
menurun dengan adanya obliterasi pada daerah “dead space”.
Ostomies dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari incise
operasi untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.
4. Gangguan pada Penyembuhan Luka
Infeksi merupakan factor yang berhubungan pada separuh
lebih terjadinya luka karena rusak. Adanya drain, seroma, dan luka
hematom juga sebagai tanda adanya penyembuhan luka yang
terlambat. Normalnya, “healing ridge” ( penebalan kira-kira 0,5 cm
dari masing-masing sisi jahitan) tampak pada akhir dari minggu
pertama setelah operasi. Jika muncul jenis luka seperti ini maka
secara klinis penyembuhan luka berjalan dengan baik dan adekuat,
dan ini biasanya tidak muncul pada luka yang rusak.
Tabel Faktor Penyebab Luka dehiscence Post operative
Jahitan dipasang kurang tepat Terlalu berdekatan
Ditarik dan diikat terlalu kencang
Tehnik operasi kurang baik Tidak mencapai lapisan fascia
Jaringan nonvital ditinggalkan
Tekanan intra abdomen meninggi Dilatasi usus/ileus paralitik
Asites
Batuk
Muntah
Banyak mengejan
Hematoma di luka dengan atau
tanpa infeksi
20
Infeksi luka
Penyakit Metabolic
Hipoalbuminemia dan atau gizi buruk
Sirosis hepatis
Karsinomatosis
Uremia
Diabetes mellitus
5. Terapi radiasi
Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein
normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan
kolagen.
2.5 Manifestasi Klinis
Adanya luka yang dehiscence biasanya merupakan awal dari terjadinya
abses di intra abdomen, Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah ada
dehiscence fascia dan atau lapisan otot. Pasien merasakan nyeri yang sangat
bahkan sampai meledak-ledak yang biasanya berhubungan dengan batuk yang
berat disertai muntah-muntah, hal ini membuat pasien merasa sangat gelisah
dan iritabilitas disertai dengan peningkatan temperature (febrile) dan adanya
cairan yang keluar dari luka operasi membuat pasien kurang nyaman.
Seringkali disertai perut yang distended (membesar dan tegang) yang
menandai adanya infeksi di daerah tersebut (Brunner & Suddarth. 1997).
Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan. Luka yang terjadi pada dinding
abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak. Dalam satu hari keadaan ini akan
diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang menganga pada operasi kulit
(incisional hernia). Gejala intraperitoneal sepsis merupakan salah satu tanda
adanya burst abdomen.
a. Nyeri setelah beberapa hari operasi
b. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
c. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
21
d. Perut distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi
di daerah tersebut
e. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan
2.6 Patofisiologi
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan
post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor
pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, dan
malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan
bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi.
Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun.
Selain itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan
vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin
menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan
tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok
sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen
Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh
terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan
luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam
penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di
bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan
dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait
dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence. Seng
adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis (Saktya, 2011).
Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan,
penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen
menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi
midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan
22
pemisahan lemak transversal. Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak
dilawankan dengan kontraksi. Otot perut rektus segmental memiliki suplai
darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut
rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan
titik lemah di dinding dan pecah perut.
Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal
pressure yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding
abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana
kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama,
pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat
beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi. Terapi
radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor
peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat
penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik
Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan
kemampuan penyembuhan luka, maka akan beresiko mengalami burst
abdomen. Pasien burst abdomen biasanya akan ditemukan peningkatan
tekanan intra abdomen sehingga dapat mengganggu ekspansi paru dan suplai
oksigen menurun sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas. Distensi
abdomen juga sering ditemukan pada pasien burst abdomen sehingga dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan dan terjadi anoreksia. Luka insisi pada
pasien burst abdomen dapat menyebabkan diskontinuitas jaringan sehingga
menimbulkan nyeri pada daerah sekitar luka. dan memiliki resiko tinggi
terjadi infeksi (Medical Journal, 2011).
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat
memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
2. Sinar X abdomen
23
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus
atau obstruksi usus.
3. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh
manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun
terapi yang akan dilakukan terhadap pasien.
4. Tes Darah lengkap
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea. Hitung
darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum
pasien dimana dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan
operatif.
1. Terapi non-operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan tidak
disertai adanya eviserasi. Perawatan luka yang dilanjutkan dengan
penutupan secara steril perlu dilakukan. Pasien dianjurkan tidak turun dari
tempat tidur dan menutup luka dengan handuk yang dibasahi dengan
cairan steril. Abdominal binder dapat digunakan untuk membantu proses
penutupan luka. Diharapkan luka dapat menutup kembali, atau jika
keadaan pasien sudah membaik, maka dapat direncanakan operasi.
Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:
a. Inform Consent
b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT
dekompresi.
c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan.
d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama dua
hari sekali.
24
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi tinggi
protein dan serat pada pasien dengan burst abdomen membantu
penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.
2. Terapi operatif
Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila
menjumpai adanya burst abdomen adalah dengan memperbaiki kembali
luka operasi yang ditimbulkan segera dengan terlebih dahulu
mengevaluasi struktur di dalamnya. dibilas dengan cairan isotonis ringer
lactate yang mengandung antibiotic dan kemudian dilakukan penutupan
kembali dinding abdomen.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan
repair ini harus dilakukan dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan
dengan anastesi general. Lepas dahulu jahitan yang telah dilakukan pada
operasi pada bagian yang mengalami burst, kemudian explore bagian
terdalam dari luka yang rusak dengan jari yang menggunakan sarung
tangan steril sampai bagian jahitan yang terbuka kemudian evaluasi apa
yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.
Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan
isotonis yang mengandung antibiotic yang berlimpah, setelah itu dilakukan
perbaikan jahitan dengan memberikan jahitan ekstra untuk mencegah
timbulnya luka dehisence berulang.
Operasi Pembedahan
Penjahitan dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti dengan
menggunakan jarum dan benang yang sesuai (monofilamen nilon atau
poligycolic acid), setelah repair jahitan selesai luka ditutup dengan kassa
basah steril dan diberi antibiotik, kemudian ditutup kembali sehingga tidak
terkontaminasi dengan dunia luar.
1. Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat
bagian yang lemah, otot perut dirapatkan menutupi lubang yang ada.
2. Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka disarankan untuk
operasi kembali.
25
3. Kebanyakan teknik yang utama adalah segera menjahit kembali pada
tempat jahitan semula yang mengalami perobekan.
4. Pemberian antibiotic preoperative spektum meluas.
5. Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek pada
permukaan yang dalam dari luka pada kedua sisi.
6. Masukkan jahitan luka yang dalam.
7. Kemudian proses akir dari dinding abdomen, yakinlah untuk mengambil
potongan yang dalam dari jari, memakai materi jahitan yang banyak dan
hindari tegangan yang berlebihan pada luka.
8. Tutup kulit dengan agak longgar dan mempertimbangkan pemakaian
pengering luka dangkal. Jika terjadi infesi luka yang buruk , jangan
biarkan luka terbuka dan bungkuslah.
a. Penumpukan Jahitan
Ada beberapa teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya
adalah :
1) Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap.
2) Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka dan interval
stikjahitan 3cm atau kurang.
3) Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan
peritonium melewati kulit) atau (semua lapisan kecuali
kulit) mungkin digunakan.
4) Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari
pembentukan bekas luka yang tidak sedap dipandang akan
tetapi luka itu tidak dapat dipindahkan pada waktu
berikutnya(meningkatkan resiko infeksi)
5) Jangan mengikat terlalu kuat
6) Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan
selama paling tidak tiga minggu.
Pada sebagian kecil pasien bisa mendapat
penatalaksanaannya yang tepat.Teknik yang tidak aman atau
26
terkadang tidak mungkin untuk menutup dinding perut dengan
benar.
Beberapa kondisi yang mungkin bisa menjadi faktor
pencetus pada dinding perut yang tidak dapat menutup, meliputi:
1) Trauma abdomen mayor
2) Sepsis abdomen yang kasar
3) Retro peritoneal hematom.
4) Kehilangan jaringan pada dinding perut.
Penderita setelah operasi biasanya masih mengeluh soal
lain. Setelah operasi ia merasakan bagian yang dioperasi seperti
tertarik dan nyeri. Untuk mengatasi keluhan tadi, kini tersedia jala
sintetis yang dikenal dengan mesh. Penggunaannya
menguntungkan bagi penderita pascaoperasi, karena otot perutnya
tidak lagi ditarik, sehingga penderita tidak akan merasa nyeri.
Usaha untuk menutup dinding perut mungkin dapat
menyebabkan elevasi dari tekanan intra abdominal dan syndrome
ruang abdomen berikutnya. Pada kasus kasus tertetu (exs.jika
penyebabnya memungkinkan untuk diselesaikan dengan cepat)
mungkin bisa menutup abdomen untuk sementara waktu dengan
membungkus luka dan mengambil tindakan lebih lanjut dalam
waktu 24-48 jam. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen
biasanya menunjukan:
1) Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan
pada lubang.
2) Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka
yang menembus lapisan tebal dinding abdomen.
Perubahan balutan dan granulasi benuk jaringan berikutnya,
akhirnya berpengaruh pada permukaan yang bisa dibungkus
dengan pemindahan robekan kulit (transparansi kulit).
3. Upaya Pencegahan
27
Faktor resiko burst abdomen masih bisa dikurangi melalui
penanganan pasien secara terpadu sejak sebelum operasi sampai setelah
operasi. Untuk mencegah terjadinya burst abdomen diantaranya adalah:
a. Tehnik penjahitan yang tepat dan benar
Penjahitan yang dilakukan pada luka operasi sebaiknya
menggunakan jarum, benang, dan tehnik jahitan yang benar.
Jahitan yang dibuat jangan terlalu berdekatan dan jangan terlalu
kencang sehingga mengakibatkan luka yang ditimbulkan tidak
sembuh dengan sempurna.
b. Teknik operasi yang baik
Salah satu sebab terjadinya burst abdomen karena tehnik
operasi yang kurang baik diantaranya tehnik operasi yang tidak
mencapai lapisan fascia atau salah satunya dengan meninggalkan
jaringan yang sudah tidak vital dalam rongga abdomen, hal ini
cenderung untuk terjadinya infeksi. Oleh karena itu untuk
mencegah terjadinya burst abdomen sebaiknya operator benar-
benar memahami operasi yang akan dilakukan dan bertindak
sebaik mungkin.
c. Mencegah peningkatan intraabdomen
Peningkatan dari tekanan abdomen menghambat dari
penyembuhan luka bahkan mengakibatkan luka yang terjadi
mengalami kerusakan sehingga dapat terbuka kembali. Adapun
hal-hal yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdomen adalah: batuk, muntah, banyak mengejan, asites, dan
dilatasi usus atau adanya ileus paralitik. Oleh karena itu untuk
mengontrol adanya peningkatan intraabdomen selain
menganjurkan kepada pasien untuk tidak melakukan hal diatas,
maka dengan melakukan follow up setiap hari kepada pasien post
operativ dari bising ususnya dan dengan pemasangan nasogastric
tube untuk dekompresi.
28
d. Mencegah terjadinya infeksi
Infeksi sangat banyak penyebabnya oleh karena itu pada
luka post laparotomy harus dilakukan rawat luka se aseptis
mungkin dengan menggunakan peralatan yang steril. Selain itu
juga diikuti dengan pemberian antibiotika profilaksis.
e. Mengobati penyakit penyerta dari pasien
Selain hal-hal seperti diatas terjadinya burst abdomen dapat
dipicu karena penyakit penyerta dari pasien diantaranya:
hipoalbuminemia, malnutrisi, anemia, joundice, penyakit
keganasan, diabetes mellitus, sehingga dapat menghambat proses
penyembuhan luka. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut juga
harus diperhatikan dan diregulasi dengan baik.
a
2.9 Prognosis
Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst
abdomen rata-rata 18,1%, dengan range 9,4% – 43,8%. Apabila
terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit salah
satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif tidak
segera ditangani maka pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas
30%.
2.10 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Infeksi luka Operasi
Infeksi Luka Operasi ( ILO )/Infeksi Tempat Pembedahan
(ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi
atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam
kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO
dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan termasuk
juga instrumentasi.
29
Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection
(NNSI), kriteria jenis-jenis SSI ada tiga sebagai berikut :
1) Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30
hari paska operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit
dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya
ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
a) Terdapat cairan purulen.
b) Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan
superfisial.
c) Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
d) Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
2) Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30
hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam
kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut
memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia )
pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu
tanda :
a) Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b) Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah
karena ada tanda inflammasi.
c) Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau
radiologis.
d) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang
merawat
3) Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30
hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam
kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut
memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
30
suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang)
pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat
operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
a) Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
b) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c) Ditemukan abses
d) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
c. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus)
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah
selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding
perut sebelah dalam. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung
kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke
dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
d. Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif
e. Kebocoran usus
f. Trauma abdomen mayor
g. Sepsis abdomen yang kasar
h. Retro peritoneal hematom.
i. Kehilangan jaringan pada dinding perut.
2.11 WOC
Terlampir
31
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
dan alasan MRS.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah nyeri pada
daerah sekitar luka operasi di perut akibat membukanya luka bekas operasi
atau akibat perut distended dikarenakan adanya infeksi
c. Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul dan
penanganan yang telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian.
Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan burst abdomen. Seperti anemia, DM,
hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-lain..
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit
yang sama seperti pasien.
f. Pola Kebiasaan:
32
1) Pola Nutrisi : biasanya nafsu makan pasien menurun karena rasa
nyaman saat makan terganggu akibat nyeri yang dirasakan, serta
status nutrisi jelek.
2) Pola Tidur/ Istirahat : pasien tidak dapat tidur nyenyak akibat nyeri
yang dirasakan.
3) Pola aktivitas : aktivitas pasien dan pergerakan pasien burst
abdomen terbatas.
4) Pola eliminasi : biasanya tidak ditemukan gangguan eliminasi pada
pasien burst abdomen.
5) Pola koping : koping individu maupun keluarga dalam mengatasi
burst abdomen
6) Konsep diri : keadaan psikososial pasien terhadap burst abdomen
yang dialaminya seperti ansietas akibat kurang pengetahuan
terhadap proses penyakit
g. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) :
Terdapat RR yang meningkat
2) B2 (Blood) :
Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah menurun,
nadi meningkat namun lemah, akral teraba basah, pucat dan
dingin serta takikardia.
3) B3 (Brain) : -
4) B4 (Bladder) : -
5) B5 (Bowel) :
Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir kering.
Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
a) Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan
atau tonjolan dan apakah ada distensi abdomen. Pada
pasien hipertermi luka post operasi biasanya sedikit
bengkak an terdapat rembesan darah.
33
b) Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan
otot-otot perut, nyeri 2 cm pada sekitar luka
c) Perkusi : normal atau tidak normal
d) Auskultasi : bising usus normal
6) B6 (Bone) :
Lemah, turgor jelek
h. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hematologi) : 1. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
2. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3
(meningkat )
3. Hematokrit< dari 40-52%
4. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
5. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
3.2 Analisa data
Data Etiologi MK
Data Subjektif
1. Klien mengatakan nyeri
pada luka post-op.
2. Klien biasanya
mengatakan nyeri akan
dirasakan bertambah
bila klien bergerak/
beraktivitas,
Data Objektif
P: Terdapat luka post
operasi dengan kondisi
jahitan operasi yang
membuka dan kemerahan.
tindakan operasi
kerusakan jaringan
pasca operasi
diskontinuitas jaringan
nociceptor
nyeri
Nyeri
34
Q: nyeri biasanya seperti di
iris atau di tusuk-tusuk
R: pasien melaporkan nyeri
di daerah abdomen.
S: skala nyeri , pada nyeri
akut terdapat skala 8 (0-10)
T : Klien meringis saat
terasa nyeri. Nyeri
dirasakan saat batuk
ataupun ingin
menggerakkan badan
daerah pinggul.
Nadi:takikardia(115x/
menit)
TD: menurun (90/80
mmhg)
RR: 35x/menit
Data subyektif
Pasien sesak, nafasnya
cepat dan dangkal
Data obyektif
RR meningkat.
Pemakaian otot bantu
nafas abdomen.
Ada distensi abdomen
Distended
TIA ↑
Menghambat relaksasi
diafragma
Ekspansi tidak bisa
maksimal
Suplai O2 ↓
Sesak nafas
Pola nafas tidak
efektif
35
Data Subjektif:
Klien tidak nafsu makan
Data Objektif:
A : BB turun
B : tidak nafsu makan, bibir
kering, kondisi pasien
lemah. Hb menurun,
albumin menurun
C : membran mukosa pucat,
bising usus meningkat,
yonus otot menurun
D : porsi makan tidak habis
Pasca operasi
distensi abdomen
Nafsu makan
Menurunnya intake
makanan
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Data Subjektif :
Data objektif
1. Terdapat luka post
operasi membuka dan
kemerahan.
2. Suhu meningkat
Luka post operasi
terbuka
Port de entri kuman
Resiko infeksi
Resiko infeksi
Data subyektif : -
Data obyektif
1. Luka post operasi dan
sedikit bengkak
kerusakan lapisan kulit
2. Gangguan permukaan
kulit
3. Turgor jelek
Insisi pada kulit
Luka post op
Kerusakan integritas
kulit
Kerusakan
integritas kulit
3.3 Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
optimal
36
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari luka
pembedahan
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif
pasca operasi
3.4 Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menyatakan nyeri berkurang
2. Skala nyeri 0-1 (0-10)
3. Dapat mengidentifikasikan aktifitas yang dapat menurunkan nyeri
4. Pasien tenang dan dapat beristirahat
5. TTV dalam batas normal yaitu 120/80 mmhg
Intervensi Rasional
37
1. Kaji dan observasi tingkat
nyeri yang dirasakan oleh
pasien, lokasi dan intensitas (
skala 0-10)
2. Kaji dan observasi tanda-
tanda vital, perhatikan
tachikardi, hipertensi, dan
peningkatan pernapasan.
3. Berikan informasi mengenai
sifat ketidaknyamanan,
sesuai kebutuhan.
4. Anjurkan menggunakan
metode relaksasi napas dalam
pada saat nyeri
5. Atur posisi fisiologis (Posisi
semiflower dengan fleksi
pada ekstrimitas bawah)
6. Kolaborasikan untuk
pemberian obat analgesic
yang sesuai.
7. Health education kepada pasien
untuk tidak meningkatkan tekanan
abdomen (tidak mengejan, batuk)
1. Dapat mengindikasikan rasa sakit
akut dan ketidaknyamanan.
2. Untuk menunjukkan jika nyeri
mengganngu kondisi hemodinamik
sehingga dapat diatasi secara cepat
dan tepat.
3. Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi
nyerinyadan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
4. Teknik relaksasi akan
meningkatkan asupan oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri
dan memberikan relaksasi pada
otot-otot abdominal sehingga dapat
menurunkan distensi otot-otot
abdominal
5. posisi ini dapat mengurangi
tegangan otot abdomen dan juga
kondisi pascabedah dengan adanya
insisi sehingga dapat menurunkan
stimulus nyeri
6. Analgesik akan menimbulkan
penghilangan nyeri yang lebih
efektif.
7. Untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intra
abdomen yang dapat menyebabkan
insisi bedah terbuka kembali.
38
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal
Tujuan : setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam klien menunjukan pola
napas yang efektif
Kriteria hasil :
1. Tidak ada dyspneu, irama dan frekuensi nafas norma yaitu 16-24
x/menit
2. Bunyi nafas tambahan tidak ada.
3. Pasien tidak menunjukan otot bantu pernafasan
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi frekuensi dan
kedalaman pernapasan,
pemakaian otot bantu
pernapasan, perluasan
rongga dada, retraksi tau
pernapasan cuping hidung,
warna kulit dan aliran
udara.
2. Berikan tambahan oksigen
sesuai kebutuhan.
3. Berikan instruksi untuk
latihan nafas dalam
4. Catat kemajuan yang ada
pada klien tentang
pernafasan
A
1. Dilakukan untuk memastikan
efektivitas pernapasan sehingga
upaya memperbaikinya dapat segera
dilakukan.
2. Dilakukan untuk meningkatkan atau
memaksimalkan pengambilan
oksigen yang akan diikat oleh Hb.
3. Dengan latihan napas yang rutin,
klien dapat terbiasa untuk napas
dalam yang efektif.
4. Sebagai indikator efektif atau
tidakkah intervensi yang dilakukan
perawat pada klien.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan.
39
Tujuan : setelah dilakukan intervensi 3x24 jam klien menunjukkan status
gizi baik
Kriteria Hasil:
1. Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
2. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
3. Nilai laboratorium dalam batas normal, yaitu
a. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
b. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
c. Hematokrit< dari 40-52%
d. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
e. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
4. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi Rasional
40
Mandiri
1. Buat perencanaan makan
dengan pasien untuk
dimasukkan ke dalam jadwal
makan.
2. Dukung anggota keluarga
untuk membawa makanan
kesukaan pasien dari rumah.
3. Tawarkan makanan porsi besar
disiang hari ketika nafsu
makan tinggi. Jika nafsu
makan rendah, beri porsi
sedikit tapi sering
4. Lakukan perawatan mulut
5. Berikan pasien edukasi
mengenai kebutuhan nutrisi
klien terhadap penyakitnya
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai jenis nutrisi yang
akan digunakan pasien.
7. Pastikan pola diet biasa pasien,
yang disukai atau tidak disukai.
8. Pantau masukan dan
pengeluaran dan berat badan
secara pariodik.
9. Kaji turgor kulit pasien
1. Menjaga pola makan pasien
sehingga pasien makan secara
teratur
2. Pasien merasa nyaman dengan
makanan yang dibawa dari rumah
dan dapat meningkatkan nafsu
makan pasien.
3. Dengan pemberian porsi yang besar
dapat menjaga keadekuatan nutrisi
yang masuk.
4. Intervensi ini untuk menurunkan
resiko infeksi oral dan memberikan
rasa nyaman di mulut
5. Meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai penyakitnya khususnya
diet dan nutrisi yang dibutuhkan
6. Tinggi karbohidrat, protein, dan
kalori diperlukan atau dibutuhkan
selama perawatan.
7. Untuk mendukung peningkatan
nafsu makan pasien
8. Mengetahui keseimbangan intake
dan pengeluaran asupan makanan
9. Sebagai data penunjang adanya
perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan
10. Untuk dapat mengetahui tingkat
41
10. Pantau nilai laboratorium,
seperti Hb, albumin, dan kadar
glukosa darah
kekurangan kandungan Hb,
albumin, dan glukosa dalam darah.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry dari luka pembedahan
Tujuan: dalam waktu 4x24 jam terjadi perbaikan pada intregitas jaringan
lunak dan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
1. Tidak ada tanda infeksi dan peradangan pada luka pembedahan
dengan memperhatikan tanda-tanda infeksi
2. Leukosit dalam batas normal
3. TTV dalam batas normal
a. TD : 120/80 mmhg
b. RR 12-20 x/menit
c. Nadi 60-100x/menit
4. Kondisi luka operasi membaik dan tidak terjadi infeksia
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji jenis pembedahan, waktu
pembedahan dan apakah
adanya instruksi khusus dari
tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
2. Jaga kondisi balutan dalam
dalam keadaan bersih dan
kering
3. Lakukan perawatan luka.
Lakukan perawatan luka steril
3 hari pasca operasi dan
diulang setiap 2 hari.
1. Mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan
2. Kondisi bersih dan kering akan
menghindarkan kontaminasi
komensal.
3. Perawatan luka sebaiknya tidak
setiap hari untuk menurunkan
kontak tindakan dengan luka yang
dalam kondisi steril sehinnga
mencegah kontaminasi kuman ke
luka bedah.
42
4. Tutup luka dan penampang
eksternal dengan kasa steril
dan tutup dengan plester
adhesif yang menyeluruh
menutupi kasa
5. Berikan terapi antibiotik
6. Pantau tanda atau gejala
infeksi
7. Kaji faktor yang
meningkatkan serangan
infeksi
8. Pantau hasil laboratorium
9. Instruksikan untuk menjaga
hygiene pribadi
10. akolaborasi perbaikan/ operasi
ulang jika diperlukan
4. Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari
benda atau udara yang bersentuhan
dengan luka operasi.
5. Pemberian antibiotik dapat
mengurangi infeksi
6. Dapat melakukan pencegahan dini
terhadap terjadinya infeksi
7. Dapat menghindari faktor-faktor
yang mungkin dapat memperparah
infeksi
8. Hasil laboratorium dapat
menentukan sejauh mana infeksi
yang telah terjadi
9. Perlindungan terhadap infeksi
10. Untuk memperbaiki kondisi insisi
bedah yang kurang baik, agar tidak
terjadi komplikasi.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif pasca
pembedahan
Tujuan : Dalam perawatan 12x24 jam pasien menunjukkan
regenerasi jaringan.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan turgor kulit normal
2. Integritas kulit pasien pulih.
43
3. akondisi luka membaik, insisi bedah kembali baik, luka cepat
bergranulasi
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan luka
yang tepat dan tindakan
kontrol infeksi dan merawat
luka pada burst abdomen
sengan prinsip steril
2. Latih alih baring
3. Hindari terjadinya infeksi
pada luka operasi yang dapat
membuat parahnya integritas
kulit.
1. Menyiapkan jaringan untuk
penanaman dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
2. Mencegah terjadinya dekubitus.
3. Adanya infeksi dapat membuat
kerusakan integritas kulit lebih luas
44
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Kasus
Ny. B, berusia 46 tahun, dirawat di RSUA yang ada di Surabaya , satu
minggu yang lalu pasien baru saja menjalani operasi laparotomi. Pasien
mengeluh sangat nyeri karena luka bekas operasinya sedikit terbuka,
mengeluarkan darah dan sedikit rembesan cairan. Suhu tubuh pasien mencapai
38,7oC. Luas lukanya 28 cm, tampak kemerahan di kulit sekitar luka dan
bengkak. Pasien mengalami distensi abdomen. Pasien terlihat lemah dan
kurus.
4.1 Pengkajian
a. Identitas :
Nama : Ny B
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Surabaya
MRS : 08 April 2014
b. Keluhan utama :
Nyeri pada daerah sekitar luka operasi di perut.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk RS, Ny X mengalami panas
badan yang terus menerus meningkat dan disertai konstipasi. Dulunya
45
didiagnosis mengalami perdarahan saluran pencernaan. Sebelumnya
pasien dirawat di RSUD Ngudi Waluyo Blitar, kemudian dirujuk ke
RSUA di Surabaya dan dilakukan tindakan operasi laparatomi. Post
operasi laparatomi hari ke 7, luka pasien tampak bengkak dan
kemerahan di kulit sekitar luka operasi karena terlihat ada tanda-tanda
infeksi di sekitar insisi bedah. Luka jahitan mengeluarkan sedikit
darah dan tampak sedikit rembesan cairan. Pasien mengeluh sangat
nyeri pada daerah luka operasi. Pasien mengalami distensi abdomen.
Pasien terlihat lemah dan kurus. Pasien mengatakan bahwa balutan
lukanya hanya diganti setiap dua hari sekali dan hanya memakai kasa
kering dengan cara steril.
d. Riwayat penyakit dahulu : Diebetes Melitus
e. Riwayat penyakit keluarga :
Dalam keluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti
pasien.
i. Pola Kebiasaan:
1) Pola Nutrisi
Pasien hanya makan 2 kali sehari dan hanya menghabiskan
setengah dari porsi yang seharusnya, dan pasien suka pilih-pilih
makanan terutama makanan yang pedas.
2) Pola Tidur/ Istirahat
Pasien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terjaga di malam hari
karena nyeri yang dirasakan bertambah buruk pada malam hari.
3) Pola aktivitas
Pasien merasa aktivitasnya terbatas akibat nyeri yang dirasakan
pada area abdomen yang terdapat luka post operasi
4) Pola eliminasi
Tidak bisa BAB selama beberapa hari
5) Pola koping
Pola koping pasien kurang adekuat
6) Konsep diri : -
46
j. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath)
RR meningkat 35x/menit, nafas cepat dan dangkal, terdapat
penggunaan otot bantu nafas sternocleidomastoid.
2) B2 (Blood)
Akral HKM, CRT kurang dari 3 detik. Tekanan darah 120/80
mmHg. Nadi 95 x/ menit.
3) B3 (Brain) : -
4) B4 (Bladder) : -
5) B5 (Bowel)
Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, kurus, dan bibir
kering. Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai
dengan :
- Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan
atau tonjolan. Luka post operasi pasien hiperemi, sedikit
bengkak dan terdapat rembesan darah. Distensi abdomen.
- Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai
kekuatan otot-otot perut. Nyeri 2 cm pada sekitar luka
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus meningkat.
6) B6 (Bone)
Lemah, turgor jelek
7) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hematologi : Sysmex
47
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12 gr / dl 13–18 gr / dl
Leukosit 27 ribu mm3 3,8–10,6 ribu
mm3
Hematokrit 35 % 40–52 %
Trombosit 264 ribu mm3 150–440 ribu
mm3
4.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif :
Pasien mengeluh sangat nyeri
pada luka post-op terutama saat
bergerak dan diganti balutan
Data Objektif :
P: Terdapat luka post operasi
laparotomi hari ke-7
Q: nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk
R: pasien melaporkan nyeri di
daerah abdomen.
S: Skala nyeri 5 (0-10)
T : Pasien meringis saat diganti
balutan dan dipalpasi pada
daerah abdomen. Nyeri
bertambah buruk pada malam
hari.
8) Tanda vital normal :
TD: 110 / 80 mmHg
N : 100 x / menit
S :380C
R : 30x /menit
9) Perubahan nafsu makan dan
menghindar ketika lukanya
dipegang.
Operasi laparotomi
Luka insisi
Factor post operasi
(batuk/ mengejan)
TIA naik
kerusakan jaringan
pasca operasi
Nyeri akut
Data subyektif
Pasien mengeluh sesak
Data obyektif
1. RR meningkat 35x per
distensi abdomen
ekspansi paru tidak
optimal
Pola nafas tidak
efektif
48
menit.
2. nafasnya cepat dan
dangkal
3. Ada otot bantu
pernafasan yaitu otot
abdomninal
dipsnea
Data Subjektif:
Pasien tidak nafsu makan
Data Objektif:
Pemeriksaan Antopometri :
A : BB awal 58kg → 55kg
B = (hasil lab)
-Hb = 12 gr/dl
-albumin = 3g/dl
-Hematokrit = 35%
C = bibir kering, lemah, kurus.
D = pasien hanya
menghabiskan setengah porsi
makanan
Pasca operasi
laparotomi
distensi abdomen
Nafsu makan
menurun
Menurunnya intake
makanan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Data Subjektif : pasien merasa
lemah dan demam
Data objektif
3. luka post laparotomi 30 cm.
4. Terdapat luka bekas drain di
kuadran kanan atas
5. Leukosit 27.000/ mm3
6. Suhu 380C
Luka post operasi
terbuka
Port de entri kuman
Resiko infeksi
Resiko infeksi
Data subyektif : -
Data obyektif :
1. Luka post operasi
Insisi pada kulit
Luka post op
Resiko kerusakan
integritas kulit
49
kemerahan dan bengkak
2. Turgor jelek
Resiko Kerusakan
integritas kulit
3.3 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
optimal
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari luka
pembedahan
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses
invasif pada abdomen
3.4 Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menyatakan nyeri berkurang dengan Skala nyeri 0-3 (0-10)
2. Dapat mengidentifikasikan aktifitas yang dapat menurunkan nyeri
3. Secara umum pasien terlihat rileks
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan
PQRST
Keluhan nyeri yang dirasakan setiap
individu itu bersifat subyektif
Kaji kemampuan pasien untuk
mengontrol nyerinya
Banyak factor fisiologi (motivasi,
afektif, kognitif, dan emosional ) yang
mempengaruhi persepsi nyeri dari
setiap orang
50
Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan
berikan posisi yang nyaman.
Istirahat akan merelaksasi semua
jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
Mengajarkan tehnik relaksasi
dan metode distraksi
Akan melancarkan peredaran darah,
dan dapat mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang
menyenangka
Beritahu pasien untuk
menghindari mengejan,
meregang, batuk, dan
mengangkat benda yang berat.
ini khususnya penting selama
periode pascaoperasi awal dan
selama 6 minggu setelah
pembedahan.
Menghindari adanya tekanan intra
abdomen
Atur posisi fisiologis (Posisi
semiflower dengan fleksi pada
ekstrimitas bawah)
posisi ini dapat mengurangi tegangan
otot abdomen dan juga kondisi
pascabedah dengan adanya insisi
sehingga dapat menurunkan stimulus
nyeri
Kolaborasi analgesic Analgesik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri berkurang
Observasi tingkat nyeri dan
respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian analgesik
untuk mengkaji efektivitasnya
dan setiap 1-2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1-2
hari
Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal
51
Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Klien dapat bernapas normal.
Kriteria hasil :
1. Klien tidak sesak nafsa dan RR 16-20x/menit
2. Bunyi nafas tambahan dan otot bantu pernafasan tidak ada.
3. Ekspansi dada kembali normal
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, irama, kedalaman
pernafasan
Frekuensi, irama, dan kedalaman
napas yang normal menunjukkan
pola napas yang efektif
Auskultasi bunyi nafas Mendengarkan suara napas klien
normal atau tidak dan apakah ada
bunyi nafas tambahan (abnormal)
Berikan posisi yang nyaman :
semi fowler
Posisi semi fowler mempermudah
udara masuk sehingga klien dapat
bernapas dengan optimal
Berikan instruksi untuk latihan
nafas dalam
Dengan latihan napas yang rutin,
klien dapat terbiasa untuk napas
dalam yang efektif.
Berikan tambahan oksigen sesuai
kebutuhan.
Dilakukan untuk meningkatkan
atau memaksimalkan pengambilan
oksigen yang akan diikat oleh Hb.
Catat kemajuan yang ada pada
klien tentang pernafasan
Sebagai indikator efektif atau
tidakkah intervensi yang
dilakukan perawat pada klien
52
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar
lengan
2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl, Hb normal (laki-
laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
3. Klinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak
jarang dan merah
4. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan
bertambah
Intervensi Rasional
Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien
Mengetahui kebutuhan nutrisi klien secara
tepat.
Jelaskan pentingnya makanan bagi
proses penyembuhan.
Dengan pengetahuan yang baik tentang
nutrisi akan memotivasi untuk
meningkatkan pemenuhan nutrisi.
Monitoring intake dan output
makanan klien.
Mengetahui perkembangan pemenuhan
nutrisi klien
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi
selama sakit
Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu
gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya,
usia, tinggi, berat badannya.
Manganjurkn makan sedikit- sedikit
tapi sering
Dengan sedikit tapi sering mengurangi
penekanan yang berlebihan pada lambung.
Tawarkan makanan porsi besar
disiang hari ketika nafsu makan
tinggi.
Dengan pemberian porsi yang besar dapat
menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.
Lakukan perawatan mulut Intervensi ini untuk menurunkan resiko
infeksi oral dan memberikan rasa nyaman
di mulut
53
d. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry dari luka pembedahan
Tujuan: dalam waktu 12x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
1. pada hari ke-12 tidak ada tanda-tanda infeksi dan terjadi
perbaikan pada integritas jaringan lunak
2. Leukosit dalam batas normal
3. TTV dalam batas normal
a. TD : 120/80 mmhg
b. RR : 16-20x/menit
c. Nadi: 60-100x/menit
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, waktu
pembedahan dan apakah adanya instruksi
khusus dari tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
Mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan
Pantau tanda atau gejala infeksi Dapat melakukan pencegahan dini
terhadap terjadinya infeksi
Kaji faktor yang meningkatkan serangan
infeksi
Dapat menghindari faktor-faktor
yang mungkin dapat memperparah
infeksi
Lakukan perawatan luka steril 3 hari
pasca operasi dan diulang setiap 2 hari
Perawatan luka sebaiknya tidak
setiap hari untuk menurunkan kontak
tindakan dengan luka yang dalam
kondisi steril sehinnga mencegah
kontaminasi kuman ke luka bedah.
Jaga kondisi balutan dalam dalam
keadaan bersih dan kering
Kondisi bersih dan kering akan
menghindarkan kontaminasi
komensal.
Pantau hasil laboratorum Hasil laboratorium dapat menentukan
sejauh mana infeksi yang telah
terjadi
Berikan terapi antibiotik Pemberian antibiotik dapat
54
mengurangi infeksi
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif pasca
pembedahan
Tujuan : Dalam 5x24 jam pasien menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan turgor kulit normal, Integritas kulit pasien
normal
2. Tidak adanya tanda-tanda dekubitus
Intervensi Rasional
Lakukan perawatan luka yang
tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Menyiapkan jaringan untuk
penanaman dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
Hindari terjadinya infeksi pada
luka operasi yang dapat membuat
parahnya integritas kulit.
Adanya infeksi dapat membuat
kerusakan integritas kulit lebih luas
Lakukan mobilisasi miring kiri-
kanan setiap 2 jam
Mencegah penekanan setempat yang
bias beresiko terjadinya dekubitus
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan, serta palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap mengubah
posisi
Deteksi dini adanya gangguan
sirkulasi dan hilangnya sensasi
resiko tinggi kerusakan integritas
kulit kemungkinan komplikasi
bedrest total dan imobilisasi. Hangat
dan pelunakan adalah tanda
kerusakan jaringan
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka di dalam perut. Burst abdomen dipengaruhi oleh faktor-faktor
pre operatif, operatif, dan post operatif.
Pada pasien dengan burst abdomen dapat ditemukan masalah keperawatan
sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari luka
pembedahan
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif pasca
operasi
56
DAFTAR PUSTAKA
Airlangga, Saktya. 2011. Asuhan keperawatan pada burst abdomen.
http://saktyairlangga.wordpress.com/2011/11/27/asuhan-keperawatan-
burst-abdomen/. Diakses pada 25 Maret 2014
Br Med J. 1966. Burst Abdomen. British Medical Journal :
www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada 26 Maret 2014
Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Kumalasari, Arief Mutaqqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika
Purnawan Junadi, et al. 1992. Kapita Selekta Kedokteran 2nd ed. Media
Aesculapius : FK-UI
Theodore, Schrock. 1999. Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
57