Post on 21-Sep-2020
MAKALAH
Konstruktivis Dalam Pembelajaran MatematikaMakalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi belajar
matematika
Dosen Pengampu : Titis Sunanti, M.Pd
Disusun Oleh :
1. Dabi Tri Kurniawan (14144100149)
2.
Kelas 3A2
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2016
A. Teori Belajar Konstruktivis
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai
kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai
tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang
berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan
perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai
konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu
berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang
sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-
menerus.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang teori konstruktivisme
yaitu : John Dewey dengan pembelajaran demokratisnya, Piaget dan vygosky
dengan teori konstruktivis kognitifnya dan bruner dengan teori belajar
penemuan
B. Hakikat Pembelajaran Konstruktivis
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang siswa
yang aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun
pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut
disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh siswa itu sendiri.
Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri
terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Yang terpenting
dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswa
yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau
orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri
sendiri dalam kehidupan kognitif siswa sehingga belajar lebih diarahkan pada
experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan
pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang
kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si
pendidik melainkan pada pebelajar.
C. Tujuan dan Ciri- Ciri Pembelajaran Konstruktivis
Tujuan Pembelajaran Konstruktivis
a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaaan dan
mengembangkan sendiri pertanyaannya.
b. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Ciri- ciri pembelajaran konstruktivistik yaitu :
a. Memberikan peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru
melalui keterlibatannya alam dunia sekitarnya.
b. Mendorong ide- ide siswa sebagai panduan merancang pengetahuan.
c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.
d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh siswa.
e. Mendorong siswa untuk bertanya dan berdialog dengan guru.
D. Peran dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran Konstruktivis
Dalam pembelajarann konstruktivis peran dan fungsi guru atau pendidik
antara lain :
a. Sebagai fasilitator dan mediator artinya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian
pengetahuan agar berjalan lancar.
b. Guru harus menguasai bahan ajar dengan luas dan mendalam.
c. Guru harus menguasai bahan ajar dengan luas dan mendalam
d. Guru harus bisa membuat strategi mengajar yang sesuai dengan
kebutuhan dan situasi murid.
e. Guru bisa mengevaluasi proses belajar murid dengan menunjukkan
kepada murid bahwa yang mereka pikirkan tidak cocok dan tidak sesuai
untuk persoalan yang dihadapi.
f. Hubungan guru dan murid lebih sebagai mitra yang bersama-sama
membangun pengetahuan.
E. Aspek-Aspek Pembelajaran Konstruktivis
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut:
adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet),
dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek
tersebut diadaptasi terhadap lingkungan yang dilakukan melalui dua proses
yaitu asimilasi dan akomodasi.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada.
b. Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang
telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang
telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi
merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila
dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi
terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan
(disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah
akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau
munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan
proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan
setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi
kesetimbanganmaka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi
daripada sebelumnya.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh
Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti
membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil
alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk
lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vigotsky mengemukakan
tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
permasalahan, yaitu:
a. siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
b. siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
c. siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa
dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan
agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi
secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan
oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi
intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent
dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para
konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling
tukar gagasan antar individual. Terdapat dua prinsip penting yang
diturunkan dari teori Vigotsky adalah:
a. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social
yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai
kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan.
b. Zona of Proximal Development (ZPD) Pembelajar sebagai
mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa
dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan
kompetensi.
Dalam interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat
antar siswa dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai
memberi bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk
bagaimana cara memecahkan masalah tersebut, maka terjadi scaffolding,
siswa yang mengalami kesulitan tersebut terbantu oleh teman yang lebih
pandai. Ketika guru membantu secukupnya kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi scaffolding.
Konsep ZPD Vigotsky berdasar pada ide bahwa perkembangan
pengetahuan siswa ditentukan oleh keduanya yaitu apa yang dapat
dilakukan oleh siswa sendiri dan apa yang dilakukan oleh siswa ketika
mendapat bantuan orang yang lebih dewasa atau teman sebaya yang
berkompeten.
F. Tahap-Tahap Pembelajaran Konstruktivistik
Dalam pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme, siswa
membangun pemahaman sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada
pengetahuan awal dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi. Tahap-tahap dalam Pembelajaran Kontruktivisme Menurut
Driver dan Oldam (dalam Suparno, 2006) bahwa tahap-tahap pembelajaran
kontruktivisme dapat dikemukakan sebagai berikut ini:
1. Orientasi
Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu pokok bahasan, kemudian siswa diberi kesempatan
untuk mengadakan observasi terhadap apa yang dipelajari.
2. Elicitasi
Siswa dibantu mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi,
menulis, membuat poster, dan lainnya. Artinya siswa diberi kesempatan
untuk berdiskusi apa yang diobservasikan dalam bentuk tulisan, gambar
atau poster
3. Re-strukturisasi Ide
Dalam hal ini ada tiga hal, yaitu :
a. Klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau
teman melalui diskusi atau melalui pengumpulan ide. Artinya
melalui diskusi atau pengumpulan ide, siswa mengkonstruksi
gagasan-gagasan yang tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih
yakin bahwa gagasan tersebut cocok.
b. Membangun ide baru
c. Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen
4. Penggunaan ide dalam banyak situasi
Pengetahuan atau ide yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan
pada bermacam-macam situasi yang dihadapi agar dapat membuat
pengetahuan siswa lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala
pengetahuannya.
5. Review
Bagaimana bila ide itu berubah. hal ini dapat terjadi apabila dalam
aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari perlu
merevisinya.
G. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik Dalam Matematika
Setelah guru memberikan kasus misalnya contoh-contoh, siswa
mengamati, membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap
berbagai informasi yang terkandung dalam kasus tersebut untuk digunakan
memperoleh kesimpulan . Ini merupakan bagian kegiatan yang penting dalam
pembelajaran matematika beracuan kosntruktivisme . Melalui pengamatan
pada kasus-kasus tersebut, siswa memperoleh “pengalaman” yang diserap di
benak siswa. Dengan demikian terjadi aktivitas aktif siswa dalam
mengkonstruk matematika melalui proses asimilasi dan akomodasi.
H. Contoh Aplikasi Soal Matematika sesuai dengan Pembelajaran
Konstruktivis
Lima orang siswa yaitu Afnita, Anita, Alvenia, Amos dan Aleks
merupakan sahabat yang selalu bersama-sama dalam setiap kegiatan sekolah.
Bapak martono adalah guru matematika yang senang dengan persahabatan
yang mereka bina karena mereka selalu memliki nilai paling bagus dari antara
teman- temman sekelasnya. Suatu hari bapak Martono ingin mengetahui data-
data tentang mereka. Data- data yang diinginkan berupa berapa jam rata- rata
waktu belajar mereka dalam satu hari dan berapa banyak saudara mereka.
1. Kelima sahabat itu satu himpunan misalnya himpunan A dan lama waktu
belajar dalam satu hari, Himpunan B = {1,2,3,4,5,6,8}
a. Nyatakan sebuah relasi yang mungkin menurut anda yang
mengambarkan lama waktu belajar lima orang sahabat itu.
b. Apakah semua anggota himpunan A pasti memiliki pasangan dengan
anggota himpunan B? Berikan penjelasanmu!
c. Apakah ada kemungkinan bahwa anggota himpunan A berpasangan
dengan dua atau lebih anggota himpunan B? Berikan penjelasanmu!
d. Apakah ada kemungkinan bahwa anggota himpunan A memiliki
pasangan yang sama dengan salah satu anggota himpunan B? berikan
penjelasaanmu?
2. Jika kelima sahabat itu dibuat dalam satu himpunan misalnya C =
{Afnita, Anita, Amos, Alvenia, Aleks}, dan data tentang banyak saudara
mereka adalah D = {1, 2, 3, 4}.
a. Nyatakanlah sebuah relasi yang mungkin menurutmu menggambarkan
banyak saudara kelima orang sahabat itu.
b. Untuk semua relasi yang mungkin, apakah semua anggota himpunan
C memiliki pasangan anggota himpunan D? Berikan penjelasanmu!
c. Apakah ada kemungkinan bahwa anggota himpunan C berpasangan
dengan 2 atau lebih anggota himpunan D? Berikan penjelasanmu!
d. Apakah ada kemungkinan bahwa dua anggota himpunan C memiliki
pasangan yang yang sama dengan salah satu anggota himpunan D?
Berikan penjelasanmu!
Penyelesaian :
1. Diketahui: A = {Afnita, Anita, Amos, Alvenia, Aleks} B = {1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8}
a. Relasi yang mungkin menggambarkan rata-rata lama waktu belajar
lima orang sahabat itu.
Waktu Belajar
Afnita
Anita
Amos
Alvenia
Aleks
1 2 3 4 5 6 7 8
A B
Waktu Belajar
A B
b. Tidak, karena anggota himpunan B telah dibatasi dari waktu 1 s/d 8
jam, maka diantara kelima sahabat itu dan kemungkinan lain
memiliki rata-rata waktu belajar lebih dari 8 jam setiap hari.
c. Tidak. Anggota himpunan A dipasangkan dengan anggota
himpunan B dengan relasi rata-rata lama waktu belajar. Nilai rata-
rata waktu belajar seseorang hanya ada satu nilai, sehingga anggota
himpunan A akan dipasangkan dengan salah satu anggota di
himpunan B.
d. Iya. Nilai rata-rata waktu belajar seseorang dimungkinkan sama
dengan nilai rata-rata waktu belajar orang lain, sehingga anggota-
anggota himpunan A memungkinkan memiliki pasangan yang
sama dengan salah satu anggota di himpunan B
Afnita
Anita
Amos
Alvenia
Aleks
1 2 3 4 5 6 7 8
AfnitaAnitaAmosAlveniaAleks
1234
AfnitaAnitaAmosAlveniaAleks
1234
2. Kelima sahabat itu membentuk satu himpunan misalnya himpunan C
dan data tentang banyak saudara mereka himpunan D. Diketahui: C =
{Afnita, Anita, Amos, Alvenia, Aleks} D = {1, 2, 3, 4}
a. Relasi yang mungkin yang menggambarkan banyak saudara kelima
orang sahabat itu ditunjukkan pada diagram panah berikut.
Banyak Saudara
C D
Banyak Saudara
C D
b. Iya. Karena data tentang banyak saudara kelima sahabat itu ada di
anggota himpunan D, maka seluruh anggota himpunan C pasti
memiliki pasangan dengan anggota himpunan D.
c. Tidak. Anggota himpunan A dipasangkan dengan anggota
himpunan B dengan relasi banyak saudara. Banyak saudara
seseorang hanya ada satu nilai, sehingga anggota himpunan C akan
dipasangkan dengan salah satu anggota di himpunan D.
d. Jawabannya ya. Banyak saudara seseorang dimungkinkan sama
dengan banyak saudara orang lain, sehingga anggota-anggota
himpunan C memungkinkan memiliki pasangan yang sama dengan
salah satu anggota di himpunan D.
I. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang pembelajaran konstruktivis dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pembelajaran berfokus pada peserta didik, memberi perhatian pada proses
berfikir atau proses mental , dan bukan sekedar pada hasil belajar.
Disamping kebenaran peserta didik , guru harus memahami proses yang
digunakan anak sehingga sampai pada jawaban yang diinginkan.
2. Mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan
keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. didalam kelas, penyajian
pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak
didorong menemukan sendiri pengetahuan itu me1alui interaksi spontan
dengan keadaannya.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Seluruh peserta didik tumbuh melewati urutan, namun
perturnbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda
4. Semua kerja kognitif tingkat tinggi pada manusia berawal dari
lingkungannya. Pengetahuan merupakan suatu bentukan secara sosial dan
terintemalisasi pada masing-masing individu.
5. Menekankan pada pengajaran top-down daripada botom-up. Top-down
berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk
dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan
bantuan guru dalam bentuk scaffolding) keterampilan-keterampilan dasar
yang diperlukan.
6. Pembelajaran bermakna bagi peserta didik, konsep baru atau informasi baru
yang akan disarnpaikan harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah
ada pada sturktur kognitif dan terkait dengan kenyataan hidup yang dialami
peserta didik.
Daftar Pustaka
Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Sinaga Bornok, Pardomuan N.J.M dkk.2014. Untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X
Semester 1 Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi PendidikanTeori dan Praktik. Jakarta: PT
Indeks
Surianto. 2007. Teori Pembelajaran Konstruktivisme. (online)
http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori -pembelajaran-
kontruktivisme/ diakses 20 November 2016