Post on 04-Dec-2015
description
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
PNEUMONIA
OLEH:
AHMAD ABD. HADIY AZ-ZAKIY
1054 20 161 10
PEMBIMBING:
dr. Hj. Ratni Rahim, Sp.PD
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut yang sering
dijumpai. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan
manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya. Pneumonia adalah peradangan
yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.(1,2)
Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal dan atipikal
berdasarkan bakteri penyebabnya. Dalam perkembangannya pneumonia saat ini
dikelompokkan menjadi pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat dan
pneumonia nosokomial yang didapat di rumah sakit atau pusat perawatan
kesehatan. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam(2). Insiden pneumonia komunitas di Amerika dilaporkan 12
kasus per 1000 orang pertahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara tersebut(2).
Penyebab pneumonia terkadang sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati. Sehingga dokter diharapkan agar
dapat menilai sesegera mungkin kebutuhan hospitalisasi pasien dengan kecurigaan
pneumonia komuniti menggunakan indeks keparahan pneumonia yang
disesuaikan dengan kondisi klinis. Berdasarkan rekomendasi konsensus beberapa
organisasi, pengobatan awal pneumonia diberikan terapi antibiotik secara empirik
dengan memperhatikan pengalihan terapi antibiotik parenteral ke antibiotik oral
jika keluhan membaik dan pasien dapat mentoleransi pengobatan oral.(2,4)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, bagian distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.(1)
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.(2,5,6)
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7
di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.(2) Di Amerika Serikat pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 dan
nomor 1 sebagai penyebab kematian akibat penyakit infeksi.(4,7) Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas
bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Diperkirakan insiden community-acquired pneumonia (CAP) 3,5 – 4 juta kasus
pertahun atau 5-11 kasus per 1000 populasi dewasa, dengan insiden tertinggi pada
bayi dan usia lanjut. Sekitar 20% dari penderita tersebut memerlukan perawatan di
rumah sakit dengan angka mortalitas 5-12% dan 25-50% pada penderita yang
dirawat di ICU.(5,6)
2.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
2
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia
dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi bahan
sputum didapatkan hasil sebagai berikut; Klebsiela pneumoniae 45,18%,
Streptococcus pneumoniae 14,04%, Streptococcus viridans 9,21%,
Staphylococcus aureus 9%, Pseudomonas aeruginosa 8,56%, Streptococcus
hemolyticus 7,89%, Enterobacter 5,26%, Pseudomonas spp 0,9%.2 Dari beberapa
studi prospektif lain menyatakan kuman patogen pada 30–60% kasus pneumonia
komuniti tidak dapat diidentifikasi.(3,7)
2.4 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko
infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai
dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan(2,3) :
1. inhalasi bahan aerosol
2. aspirasi orofaring atau lambung
3. Inokulasi langsung
4. Penyebaran melalui pembuluh darah
5. Kolonisasi dipermukaan mukosa
6. Reaktivasi
Masuknya mikroorganisme secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Bakteri dengan ukuran 0,5 -
2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
3
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk
secara inhalasi atau aspirasi. Pada pneumonia komunitas, gambaran interaksi daya
tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor yang
meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian dimakan. Secara singkat gambaran proses ini akan
menunjukkan 4 zona pada daerah parasitik tersebut yaitu(2,3) :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah (red hepatization).
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak (gray hepatization).
4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag.
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia sangat beragam dan yang sering digunakan antara
lain:
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
4
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus, misalnya pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan
b. Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
2.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis dibuat dengan maksud megarahkan pemberian
terapi yaitu mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan
5
perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab
infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris yang tepat. Diagnosis
pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik
yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid
atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.(2,3-
7) Melalui anamnesis dievaluasi pula faktor predisposisi pasien, usia pasien
dan awitan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab.(1)
2. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,
pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi. Presentasi klinis yang muncul bervariasi tergantung
etiologi, usia dan keadaan klinis penderita. Pada pneumonia komunitas
terdapat perbedaan pneumonia atipik dan tipikal yang membantu dalam
memberikan terapi empiris sesuai etiologi.
6
Tabel 2. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik
Sumber: Pneumonia Komuniti; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
Pemeriksaan penunjang
1. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kavitas. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
7
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis
pemeriksaan fisisk, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat
progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
• Batuk-batuk bertambah
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
• Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan rhonki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500
2.8 Penatalaksanaan
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinis
penderita yang dapat dinilai dengan indeks derajat keparahan penyakit. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah.
Selain itu perlu diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi (tabel 2) yaitu
keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen
yang spesifik. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini
Tabel 3. Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)
Karakteristik Penderita Jumlah Point
Faktor demografi
- Usia :
laki-laki
perempuan
- Perawatan di rumah
umur (tahun)
umur (tahun) + 10
+10
8
- Penyakit penyerta
Keganasan
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskuler
Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik
- Perubahan status mental
- Pernapasan > 30 kali/menit
- Tekanan darah sistolik < 90
mmHg
- Suhu tubuh < 35o atau > 40o C
- Nadi > 125 kali/menit
Hasil laboratorium / radiologi
- Analisa gas darah arteri : pH <
7,35
- BUN > 30 mg/dL
- Natrium < 130 mEq/liter
- Glukosa > 250 mg/dL
- Hematokrit < 30%
- PO2 < 60 mmHg
- Efusi pleura
+30
+20
+10
+10
+10
+ 20
+ 20
+ 20
+15
+10
+ 30
+ 20
+ 20
+10
+ 10
+10
+10
Menurut American Thoracic Society (ATS) kriteria pneumonia berat bila
dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.
Kriteria minor sebagai berikut:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
9
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah (tabel 4) :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini :
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Tabel 4. Derajat Skor Risiko Pneumonia Menurut PORT
10
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di ruang rawat intensif adalah
penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu
(membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok
sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto
toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).
Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan
ruang rawat intensif.
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dapat dibagi 3 bagian yaitu :
penderita rawat jalan, penderita rawat inap di ruang rawat biasa, penderita rawat
inap di ruang rawat intensif. Penderita rawat jalan diberikan terapi
suportif/simptomatik yaitu istirahat di tempat tidur, minum secukupnya untuk
mengatasi dehidrasi, dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran, dan pemberian
antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam. Penderita rawat inap di ruang rawat
biasa diberikan terapi suportif berupa terapi oksigen, pemasangan infus untuk
rehidrasi dan koreksi dan elektrolit, obat simptomatik seperti antipiretik,
mukolitik, dan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam. Penderita yang
dirawat di ICU bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik. Petunjuk
terapi empiris menurut PDPI dapat dilihat pada tabel 5
Tabel 5. Petunjuk Terapi Empiris Menurut PDPI
Rawat Jalan - Tanpa faktor modifikasi :
Golongan β laktam atau β laktam + anti β laktamase
- Dengan faktor modifikasi :
Golongan β laktam + anti β laktamase atau Fluorokuinolon
respirasi (levofloksasin, moksifloksasin, gatifloksasin)
- Bila dicurigai pneumonia atipik : makrolid baru (roksitrosin,
klaritromisin, azitromosin)
11
Rawat inap - Tanpa faktor modifikasi :
Golongan beta laktam + anti beta laktamase i.v atau
Sefalosporin G2,G3 i.v atau
Fluorokuinolon respirasi
- Dengan faktor modifikasi :
Sefalosporin G2,G3 i.v atau
Fluorokuinolon respirasi i.v
- Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik ditambah makrolid
baru
Ruang
Rawat
intensif
- Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas :
Sefalosporin G3 i.v non pseudomonas ditambah makrolid baru
atau fluorokuinolon respirasi i.v
- Ada faktor risiko infeksi pseudomonas :
• Sefalosporin G3 i.v anti pseudomonas i.v atau karbapenem
i.v ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas
(siprofloksasin) i.v atau aminoglikosida i.v.
• Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik :
sefalosporin anti pseudomonas i.v atau carbamapenem i.v
ditambah aminoglikosida i.v ditambah lagi makrolid baru
atau fluorokuinolon respirasi i.v
Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitivitas.
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia
termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh
M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
12
Doksisiklin
Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak
ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita,
obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1. Evaluasi pengobatan pneumonia secara empiris (2)
2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita
yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5%
pada penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit
menjadi 20%.
13
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
No. RM : 393292
Nama lengkap : Tn. S
Tempat dan tanggal lahir : Bangkala, 01-01-1973
Usia : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Bangkala
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 23 Februari 2015
Diagnosis Masuk : Hepatoma
3.2 Anamesis
Keluhan Utama:
MRS dengan keluhan nyeri perut kanan atas.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien masuk RS Syekh Yusuf dengan keluhan nyeri dada kanan sejak 1
bulan yang lalu, disertai batuk berlendir. Riwayat demam (+). Os juga mengeluh
3.3 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
3.4 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit hipertensi : Tidak ada
Riwayat penyakit diabetes melitus : Tidak ada
Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada
Riwayat penyakit kuning : Tidak ada
Riwayat penyakit paru : Tidak ada14
3.5 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : 110/70 mmhg
- Nadi : 82 x/ menit
- Respiration rate : 20 x/ menit
- Temperature : 37,5
Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk kepala : Normocepali
- Rambut : Hitam, tidak rontok
- muka : pucat (-)
2. Pemeriksaan Mata:
- Palpebra : edema (-/-)
- Konjungtiva : pucat (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : refleks cahaya (+/+), shadow test OS (+)
3. Pemeriksaan Telinga : nyeri tekan (-/-), gangguan pendengaran (-)
4. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-)
5. Pemeriksaan Mulut + tengorokan:
Bibir sianosis (-) , lidah kotor (-), tonsil T1/T1, hiperemis (-),
caries gigi (-)
6. Pemeriksaan Leher :
Inspeksi : Terlihat benjolan disebelah kiri
Palpasi : pembesaran Tiroid (-). Pembesaran KGB (+)
JVP : -2 cm
15
7. Kulit: Hipergigmentasi (-), ikterik (-), petekhie (-), sianosis (-), pucat
pada telapak tangan dan kaki (+), turgor > 2 detik
8. Pemeriksaan Torax: simetris (+).
PARU Depan
Inspeksi : statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
teringgal, sela iga melebar (-), retraksi intercostae (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan dengan kiri berbeda, paru kanan
melemah.
Perkusi : Redup pada paru kanan mulai ICS V
Auskultasi : Vesikuler (-/-), ronki (-/-), wheezing (-/-)
PARU BELAKANG
Inspeksi : statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
tertinggal.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (-/-) kanan melemah, ronki (-/-), wheezing
(-/-)
JANTUNG
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS VI mid clavicula sinistra
Perkusi : Kanan atas : ICS II linea para sternalis dextra
Kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Kiri bawah : ICS VI 3 jari kearah lateral line midkavikula.
Auskultasi : HR: 80x/menit S1- S2 reguler S3(-) murmur (-) gallop (-)
9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: datar (+), lemas (+), caput medusa (-), spider naevi (-),
16
Auskultasi : BU (+) Normal
Palpasi:Nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (+),
pembesaran lien (-) , ginjal tidak teraba.
Perkusi: Tympani (+), undulasi (-), pekak berpindah (-),
10. Pemeriksaan Genitalia: tidak dilakukan.
11. Ekstremitas: clubbing fingger (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-)
3.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
06-01-2014
- WBC : 5.400/ ul (Normal)
- Hb : 10,9 g/dL (Menurun)
- PLT : 205.000/ul (Normal)
- LED : 9 mm/ jam (Normal)
Pemeriksaan Kimia Klinik
- GDS : 117 mg/dL (Normal)
- Ureum : 12 mg/dL (Normal)
- Kreatinin darah : 0,8 mg/dL (Normal)
- SGOT : 64 U/L (Meningkat)
- SGPT : 24 U/L (Normal)
3.7 Resume
Dari anamnesis didapatkan pasien merasakan sesak sejak sebulan yang lalu,
sesak pada pasien disertai dengan batuk berlendir berwarna hijau. Selain itu
pasien juga merasakan nyeri pada dada sebelah kanan serta perut bagian bawah
terutama setelah batuk.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan ada Ronkhi basah halus pada pulmo
dextra disertai wheezing.
17
Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan penurunan kadar Hb yakni
hanya 10.9 g/dL. Terdapat juga peninggian SGOT pada pasien tersebut.
Dari hasil Photo Thoraks, didapatkan infiltrate di lapangan tengah dan
bawah paru kanan disertai sinus yang tumpul. Tidak terdapat perbesaran jantung.
3.8 Diagnosis Banding
- Asma bronchial
- TB Paru
- CPOD / PPOK
3.9 Diagnosis
Pneumonia
3.10 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
1. Edukasi
2. Terapi gizi
3.11 Hasil Follow Up
Tanggal Terapi
05-01-2014
S: Pasien MRS dengan keluhan sesak (+),
batuk (+), Lendir warna hijau, dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu.Nyeri dada
sebelah kanan (+). Demam (-). Nyeri
perut (+) setelah batuk. BAK dan BAB
biasa.
O: - TD : 120/70 mmHg
- HR: 78x/ menit
- RR: 28x/menit
IVFD RL gtt 20x/menit
Inj Ranitidine amp / 12 j
Inj Ceftriaxon amp / 24 j
Inj. Ketorolac amp / 8 jam
Ambroksol 3x1
18
- T: 36 C
- Auskultasi : Rokhi basah halus (+),
Wheezing (+)
A: PPOK
P: Photo Thoraks
EKG
06-01-2014
S: Sesak (-), Batuk (+), Lendir (+), Nyeri
dada kanan (+), BAB dan BAK Biasa.
O: - TD : 120/70 mmHg
- HR: 78x/ menit
- RR: 20x/menit
- T: 36,1 C
A: Pneumonia
P: Evaluasi TTV
Diet bubur
IVFD RL gtt 24x/menit
Inj. Levofloxacin / 24 jam
Inj. Dexamethason / 8 jam
OBH Syrup 3xC I
Salbutamol 3x1
Ranitidin / 24 jam
07-01-2014
S: Batuk (+), Lendir (+), Nyeri dada kanan
(+), BAB dan BAK biasa.
O: - TD : 140/70 mmHg
- HR: 72x/ menit
- RR: 20x/menit
- T: 36,7 C
A: Pneumonia
Diet bubur
IVFD RL gtt 24x/menit
Inj. Levofloxacin / 24 jam
Inj. Dexamethason / 8 jam
OBH Syrup 3xC I
08-01-2014
S: Batuk (mulai berkurang), Lendir (mulai
berkurang), Nyeri dada kanan (+), BAB
dan BAK biasa.
Diet bubur
IVFD RL gtt 24x/menit
Inj. Levofloxacin / 24 jam
19
O: - TD : 140/90 mmHg
- HR: 80x/ menit
- RR: 20x/menit
- T: 36,3 C
A: Pneumonia
Inj. Dexamethason / 8 jam
OBH Syrup 3xC I
09-01-2014
S: Batuk (berkurang), Lendir (-), Nyeri dada
kanan (berkurang), BAB dan BAK biasa.
O: - TD : 150/70 mmHg
- HR: 76x/ menit
- RR: 20x/menit
- T: 36,4 C
A: Pneumonia
Diet bubur
IVFD RL gtt 24x/menit
Inj. Levofloxacin / 24 jam
Inj. Dexamethason / 8 jam
OBH Syrup 3xC I
10-01-2014
S: Batuk (berkurang), Lendir (-), Nyeri dada
kanan (berkurang), BAB dan BAK biasa.
O: - TD : 130/80 mmHg
- HR: 80x/ menit
- RR: 20x/menit
- T: 36,5 C
A: Pneumonia
Diet bubur
IVFD RL gtt 24x/menit
Inj. Levofloxacin / 24 jam
Inj. Dexamethason / 8 jam
OBH Syrup 3xC I
11-01-2014
S: Batuk (berkurang), Lendir (-), Nyeri dada
kanan (berkurang), BAB dan BAK biasa.
O: - TD : 130/80 mmHg
Diet bubur
IVFD RL gtt 24x/menit
Inj. Levofloxacin / 24 jam
20
- HR: 80x/ menit
- RR: 20x/menit
- T: 36,4 C
A: Pneumonia
Inj. Dexamethason / 8 jam
OBH Syrup 3xC I
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien adalah perempuan usia 84 tahun, datang dengan
keluhan nyeri dada sebelah kanan, batuk disertai dahak berwarna putih
kekuningan, kadang sesak napas (+),riwayat demam (+). Jika dibandingkan
dengan kasus maka usia penderita sesuai dengan teori yakni insiden tertinggi
pneumonia adalah pada bayi dan usia lanjut. Selain itu usia pasien 80 tahun
berdasarkan teori merupakan salah satu faktor perubah yang meningkatkan risiko
infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas yakni usia > 65 tahun.
Gambaran klinik yang dikeluhkan oleh pasien sesuai dengan teori yakni
pneumonia biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada, namun demam yg dirasakan pasien
hanya pada saat dirumah saja. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah,
kemungkinan keluhan tersebut berasal dari lambung, sebab pasien terlihat begitu
lemas sehingga intake makanan yang masuk pun terbatas.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan demam tetapi didapatkan RR: 28
kali/menit menunjukkan adanya usaha napas yang meningkat, sesuai dengan teori
yang mendukung diagnosis pneumonia. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan
konjungtiva pucat +/+, gerak dada kanan tertinggal, vokal fremitus kanan ↑,
perkusi kanan redup dan rhonki +/±. Hal ini sesuai dengan teori yakni
pemeriksaan fisik pada pneumonia menunjukkan bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan infiltrate di lapangan tengah dan
bawah paru kanan disertai sinus yang tumpul. Temuan ini sesuai dengan teori
gambaran radiologis pneumonia dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan
22
"air broncogram". Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien ditemukan tidak
ditemukan leukositosis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung ke
arah diagnosis pneumonia komuniti yakni gambaran radiologi disertai 2 atau lebih
gejala yaitu batuk-batuk bertambah, perubahan karakteristik dahak / purulen, suhu
tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam, pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki,Tidak di dapatkan leukositosis.
Berdasarkan kesesuaian klinis penderita dengan teori maka penderita didiagnosis
dengan pneumonia kelas II yang disesuaikan dengan skor PORT 30 sehingga
berdasarkan kesepakatan PDPI pasien memenuhi indikasi rawat jalan.
Selanjutnya pasien diterapi dengan, IVFD RL 24 tpm ; Diet Lunak,
Injeksi Levofloxacin/24 jam/IV, Injeksi Dexamethason /Hari, OBH syrup 3xCI
Salbutamol 3x1, serta Ranitidin 2x1. Jika dibandingkan teori maka
penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai karena pada teori pasien dapat
diberikan terapi suportif dan simptomatik, dan pemberian antibiotik sesegera
mungkin. Pemilihan levofloxacin sebagai terapi antibiotik empiris telah sesuai
dengan teori. Antibiotik intravena pada pasien dihentikan pada hari 6 perawatan
setelah tidak demam, batuk dan sesak berkurang. Terapi antibiotik diberikan
secara oral dan pasien dipulangkan sesuai dengan teori mengenai kriteria
perubahan antibiotik intravena ke oral.
23
24