Post on 13-Apr-2016
description
Percobaan VIYodometri dan Yodimetri
OlehKelompok 2
Ahmad Kadir KiloFitria SukataFatma muksin
Najwa shanti wulansariRizka aksara
Kelas A
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
(FMIPA)UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2009
PERCOBAAN VI
A. Judul : Yodometri dan Yodimetri
B. Tujuan : Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel serta
mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi oksidasi
dan reduksi.
C. Dasar Teori
Dasar : I2 + 2e 2I-
Yodometri : bila I- sebagai reduktor
Yodimetri : bila I- sebagai oksidator
Yodometri I- (+) oksidator
Sebagai I- biasa dipakai KI. Reaksi dapat berlangsung dalam lingkungan asam
atau netral. Contoh :
BrO3 + 6 H+ + 6I- 3 H2O + 3 I2 + Br-
IO3 + 6H++5I- 3 H2O + 3 I2
Dalam yodometri I- dioksidis suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa-
apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan
mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari.
Cara menghindari :
- Mempebesar [H+]
Jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH
- Memperbesar [I-]
Misalnya oksidasi dengan Fe3+
Fe3+ + I- Fe2+ + ½ I2
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya
dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk
dalam pelarut organis ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic
daripada dalam air.
Cara menentukan titik akhir titrasi
- Tanpa indikator
Dapat dilakukan karena I2 dalam KI warna kuning, titrasi akhir kalau warna
kuning hilang
- Dengan indikator amilum
Sebab I2 + amilum menghasilkan warna biru. Makin sensitive bila
berisi I- dan kurang sensitive bila larutan panas
Yodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk
menentukan kadar iyodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks. Reaksi yang
terjadi adalah
Oksidator +2I- I2 + reduktor
I2 + S2O32- 2I- + S4O62-S
Diantara sekian banyak contoh teknik atau dalam analisis kuanitatif terdapat 2
cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secaa
lagsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri(digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secaa kuantitatif
pada titik ekivalennya). Namun,metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung
disebut iodometri(oksidator yang dianalisi kemudian direaksikan dengan ion iodide
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara
kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat stndar atau asam arsenit).
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas
oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi
oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks.
Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi
titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi( III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn
dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .
Oksidator + KI → I2 + 2e I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara
langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan
larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine
dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor+ I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI +Na2S2O6
Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan
secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam
metode ini adalah indikator kanji. Sedangkan bromometri merupakan metode oksidasi
reduksi dengan dasar reaksi aksidasi dari ion bromat
BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi
dengan ion bromat
BrO3 + Br- + H+ → Br2 +H2O
Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat
(warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam berjalan
cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat maka dapat
dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine ditambah berlebih dan
kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin dapat diperoleh dari
penambahan asam kedalam larutan yang mengandung kalium bromat dan kalium
bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi
untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan entimon, sulfida dan
ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari beberapa substansi ini adalah
tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat
dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji
dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform.
Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap
dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksida yang kuat
dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin
yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam
untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.
Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak
muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat,
seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat,
namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti
tembaga banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini
memberikan hasil yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan elektrolit
tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang
kuat dengan potensial standar dari reaksinya:
BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai
sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk
membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri seperti
arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi secara
langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .
Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan
perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-
hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium
bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas
yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi
secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide berlebih hadir dalam kasus-
kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari
jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat
kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik
tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa
juga reaksi adisi.
Yodimetri
Dalam hal ini I2 sebagai oksidator,maka harus direaksikan dengan suatu oksidator.
Reduktor ada 2 macam : reduktor kuat & reduktor lemah
Dengan reduktor kuat berlangsung sempurna,cepat dan dapat juga berlangsung dalam
lingkungan asam.
D. Alat dan Bahan
Alat
Pipet tetes labu Erlenmeyer Gelas kimia
Gelas ukur Labu takar Statif dan klem
Corong batang pengaduk spatula
Pipet Volume Buret Neraca analitik
Bahan
1. Na2S2O3
2. KIO3
3. KI 20 %
4. H2SO4
5. Kloroform
6. Aquades
E. Prosedur Kerja
Yodometri
Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
Standarisasi dengan larutan KIO3
Natrium tiosulfat 24,8 gram
Timbang dan larutkan dengan aquadest sampai1 liter
Simpan dalam botol yang bersih yang sudah dibilas dengan larutan Na2S2O3 yang baru dibuat
Lalu tambahkan 1 tetes kloroform.
Larutan berwarna coklat kehitaman
Larutan KIO3 0,1 N
Warna larutan menjadi bening
Pipet larutan ini sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer
Tambahkan 5 mL KI 20% dan 8 mL H2SO4 4 N
Iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna kuning.
Tambahkan indikator amylum dan dititrasi terus hingga warna biru hilang. Ulangi percobaan ini 2 kali
Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O.
Yodimetri
Standarisasi larutan iod 0,1 N
2 gram CuSO4. 5H2O
Larutan berwarna bening
Timbang dan larutkan dengan aquadest,masukka dalam labu ukur 100 mL, impitkan dan kocok
Pipet 10 mL ke dalam erlemeyer, tambahka KI 20% sebanyak 50 mL dan H2SO4 4 N.
Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna menjadi merah muda, tambahkan indikator amylum
Titrasi lagi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna biru hilang
6,35 gr iod
Larutan berwarna bening
Timbang pada botol timbang, masukkan dalam labu ukur 500 mL
Tambahkan 20 gr KI, larutkan dalam 40 mL aquadest, encerkan sampai 500 mL.
Pipet larutan ini 10 mL ke dalam Erlenmeyer, titrasi dengan Na2S2O3, setelah warna merah muda,
Tambahkan indokator amylum, lalu titrasi dilajutkan hingga warna biru hilang.Dilakukan duplo
F. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
1. Yodometri
Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O
Perlakuan Hasil
Memasukkan CuSO4.5H2O 10 mL ke
dalam Erlenmeyer, ditambahkan KI 20%
sebanyak 50 mL dan H2SO4 4 N
Dititrasi dengan Na2S2O3
Ditambahkan 5 tetes indikator amylum
Dititrasi kembali dengan Na2S2O3
Terjadi perubahan warna merah bata
dan adanya endapan putih
Warna menjadi muda pada volume 4,7
mL
Perubahan warna kebiruan
Warna biru hilang pada volume 8,5 mL
Perhitungan
Pada percobaan Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O volume larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai adalah 8,5 mL. Sedangkan warna larutan yang
dihasilkan adalah merah bata – biru – bening.
Konsentrasi larutan CuSO4 di peroleh melalui persamaan berikut:
V1N1 = V2N2
N2 = V1N1/V2
= 8,5 mL x 0,1 N / 10 mL
= 0,085 N
Dengan persamaan reaksinya :
CuSO4 Cu2+ + SO42-
Kadar Cu(II) dalam CuSO4.5H2O) = V x N x BE / berat contoh x 100%
= 10 mL x 0,085 N x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 0,01 L x 0,085 ek/L x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 2,7 %
2. Yodimetri
Standarisasi Larutan Iod 0,1 N
Perlakuan Hasil
Memasukkan 10 mL larutan Iod yang
telah ditambahkan 10 gr KI ke dalam
erlenmeyer
Dititrasi dengan Na2S2O3
Ditambahkan indikator amylum
Dititrasi kembali dengan Na2S2O3
Melakukan Duplo;
Dititrasi dengan Na2S2O3
Ditambahkan indikator amylum
Dititrasi kembali dengan Na2S2O3
Tak ada perubahan
Perubahan warna menjadi merah muda
pada volume 3,5 mL
Perubahan warna kebiruan
Warna biru hilang pada volume 5,3 mL
Perubahan warna menjadi merah muda
pada volume 3,5 mL
Perubahan warna kebiruan
Warna biru hilang pada volume 5,3 mL
Perhitungan
Labu Titrasi I.
Volume larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai adalah 5,3 mL.
Sedangkan warna larutan yang dihasilkan adalah merah muda – biru – bening.
Labu Titrasi II
Volume larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang terpakai adalah 5,3 mL.
Sedangkan warna larutan yang dihasilkan adalah merah muda – biru – bening.
Konsentrasi Iod yang diperoleh:
Dik : Vrata-rata Na2S2O3 (V1) = (V1 + V2)/ 2 = (5,3 + 5,3) mL/ 2 = 5,3 mL
N Na2S2O3 (N1) = 0,1 N
V Iod (V2) = 10 mL
Dit : N Iod (N2)..?
Peny: V1N1 = V2N2
N2 = V1N1 / V2
= 5,3 mL. 0,1 N/ 10 mL = 0,053 N
G. Pembahasan
Yodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem
yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini :
I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 volt
Yodometri merupakan titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap
senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar dari sistem yodium yodida.
Yodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat. Yodimetri merupakan titrasi
langsung dengan baku yodium terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih
rendah.
1. Iodometri
Dalam percobaan ini, titrasi iodometri menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai
titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks
dimana reaksi yang terjadi adalah :
Oksidator + 2I- I2 + reduktor
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6
2-
Tititk akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indikator amylum, yang
ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai. Warna biru kompleks iodium
amylum akan hilang pada saat titik akhir tercapai.
1. Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 N
Dimana langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan standar Na2S2O3
0,1 N. Sebanyak 24,8 gr yang dilarutkan dalam aquades,dalam labu ukur 100 ml,
kemudian disimpan dalam botol yang bersih yang sudah dibilas dengan larutan
natrium tiosulfat yang baru dibuat, lalu ditambahkan satu tetes kloroform.
Larutan Na2S2O3 adalah standar sekunder karena sifatnya tidak stabil terhadap
oksidasi dari udar,asam dan adanya bakteri pemakan belerang yang terdapat dalam
pelarut.. Larutan Na2S2O3 0,1 N yang telah dibuat digunakan sebagai titran dalam
penentuan Cu(II)dalam CuSO4.5H2 Cara menentukan titik akhir titrasi yaitu dapat
dilakukan dengan tanpa menggunakan indikator dan dengan indikator amylum. Pada
percobaan pertama yaitu pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N. Langkah
awal yang dilakukan adalah dengan meimbang larutan natrium tiosulfat 24,8
gram.larutkan dengan aquadest sampai 1 dm3 dan ditambahkan dengan 1 tetes
kloroform sehingga menghasilkan warna larutan berubah menjadi coklat. Larutan
Na2S2O3 0,1 N yang telah dibuat digunakan sebagai titran
titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar
iodium yang dibebbaskan pada suatu reaksi redoks, reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
oksidator + 2I I2 + reduktor
Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang
memakan belerang akhirnya masuk kedalam larutan itu, dan proses metaboliknya
akan mengakibatkan pembentukan SO3 , SO4 dan belerang koloid. Belerang ini
akan menyebabkan kekeruhan; bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang.
Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan membetuk belerang sebgai
endapan mirip susu
S2O3 + 2H+ H2S2O3 H2SO3 + S (s)
Tetapi reaksi itu lambat dan tak-terjadi bila tiosulfit dititrasikan ke dalam larutan iod
yag asam, asal larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfit jauh lebih
cepat daripada reaksi penguraian.
2. Penentuan Cu (II)dalam CuSO4.5H2O
Larutan sebelum dititrasi
Langkah yang harus pertama kali dilakukan dalam percobaan ini adalah 2 gr
CuSO4.5H2O ditimbang & dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 100 ml
kemudian dipipet 10 ml kedalam Erlenmeyer,ditambahkan 50 ml KI 20% dan H2SO4 4
N. KI 20 % ditimbang 20 gr kemudian dilarutakan dalam 100 ml, aquades dalam labu
ukur. Sedangkan cara pembutan larutan H2SO4 4 N adalah melarutkan 10 ml H2SO4
dalam 100 ml aquadest.
Saat dititrasi dengan natrium tiosulfat, terjadi perubahan warna menjadi muda. Dan
saat ditambahkan 5 tetes amylum terjadi perubahan warna kebiruan. Setelah dititrasi
kembali dengan natrium tiosulfat warna biru tersebut hilang dan tercapai titik akhir
titrasi pada volume 8,5 mL. Pada penentuan Cu (II) dalam CuSO4. 5H2O langkah awal
yang dilakukan adalah dengan menimbang 2 gram CuSO4. 5H2O dan larutkan dengan
aquadest kemudian masukkan dalam labu ukur 100 mL, impitkan dan kocok.
Selanjutnya di Pipet 10 mL ke dalam erlemeyer, tambahkan KI 20% sebanyak 50 mL
dan H2SO4 4 N. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna menjadi merah muda,
tambahkan indikator amylum Titrasi lagi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna biru
hilang sehingga hasilnya yaitu larutan warnanya menjadi bening kembali.
Larutan setelah dititrasi
Potensial standar Cu (II)
Cu2+ + e Cu+
Pada persamaan diatas adalah + 0,15 gram V karena itu iod, E0 = +0,53 V, merupakan
zat pengoksida yang lebih baik dari pada ion Cu (II), tetapi bila ion iodide
ditambahkan ke dalam larutan Cu (II) terbentuk endapan Cu (I),
2Cu2+ + 4I- 2CuI(s) + I2
Reaksi berjalan ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga oleh panambahan
ion iodida berlebih.
pH larutan ini sebaiknya antara 3 dan 4. pada pH yang lebih tinggi hidrolisis
parsial dari ion Cu (II) akan terjadi, dan reaksi antara ion iodide akan lambat. Dengan
larutan yang sangat asam terjadi oksidasi oleh udara dan ion iodide
2. Iodimetri
Titrasi iodimetri adalah titrasi redoks yang menggunakan larutan standar iodium
sebagai titran dalam suasana netral atau sedikit asam.
Standarisasi Larutan Iod 0, 1 N
Mula-mula 6,35 gr Iod dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL. Ditambahkan 20
gr KI, lalu dilarutkan dalam 40 mL aquadest, dan diencerkan sampai 500 mL.
Larutan ini dipipet 10 mL ke dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan
Natrium Tiosulfat, terjadi perubahan warna merah muda.
Iod setelah ditambahkan amilum setelah dititrasi
Saat ditambahkan 5 tetes amylum terjadi perubahan warna kebiruan. Setelah
dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat warna biru tersebut hilang dan tercapai titik
akhir titrasi pada volume 5,3 mL.
H. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan :
1. Pada percobaan ini iodometri & iodimetri menggunakan larutan Na2S2O3
sebagai titran untuk menentukan kadar iodium.
2. Titik akhir titrasi ditentukan dengan bantuan indikator amilum pada saat warna
biru hilang.
I. kemungkinan kesalahan
1. Kurangnya kosentrasi pratikan-pratikan selama proses praktikum berlangsung
2. Kurang teliti dalam mencampurkan larutan
3. Kurang teliti dalam membersikan alat praktikum
Daftar Pustaka
P. Lukum Astin. 2009. Bahan Ajar Dasar-Dasar Kimia Analitik. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
Team teaching. 2009.Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik.Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
R.A.DAY,Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif.Jakarta. Erlangga.
http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com