Post on 07-Nov-2015
description
BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTIFIKASI
Nama
: Ny.M
Umur
: Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Banyuasin
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Kebangsaan
: Indonesia
Pekerjaan
: Ibu Tumah Tangga
MRS Tanggal
: 12 Mei 2012Tanggal pemeriksaan: 28 Juni 2012II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dari anak pasien)
Keluhan Utama
Kelumpuhan separuh badan sebelah kiri sejak 1 hari SMRS Keluhan Tambahan
Mulut agak mencong ke kiri, sakit kepala, mual, muntah Riwayat Perjalanan Penyakit
Penderita dirawat di bagian Neurologi RSUPMH karena mengalami kelemahan lengan dan tungkai kiri yang terjadi secara tiba-tiba.1 hari SMRS saat istirahat tiba-tiba penderita mengalami kelemahan lengan dan tungkai kiri tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita mengalami sakit kepala(+), kejang(-), mual muntah (+), gangguan sensibilitas (-), mulut mengot(+), bicara pelo(+). Serangan ini dialami untuk pertama kalinya. 16 hari setelah dirawat, penderita sudah dapat berbicara dengan cukup jelas, dapat mengungkapkan dan mengerti isi perkataan, miring kanan-kiri, duduk, makan dan minum sendiri, pasien sudah dapat berdiri, namun penderita merasa masih belum stabil dan nyaman saat berjalan, BAK dan BAB normal. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Pasien mempunyai riwayat kencing manis sejak 8 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien juga menderita hipertensi dan kencing manis. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, suami os bekerja sebagai pedagang, pasien mempunyai dua orang anak yang masih sekolah.
Kesan : status sosial ekonomi kurangIII. PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis, GCS = 15
Tinggi/ berat badan: 170 cm/ 70 kg (ideal bodyweight)
Cara berjalan : belum bisa dinilai
Bahasa/bicara : sulit dimengerti/disartriaTanda vital
Tekanan Darah: 140/ 100 mmHg
Pernapasan
: 20 x/m
Nadi
: 90 x/m
Suhu Badan
: 37,0 C
Status Psikis
Sikap
: kooperatif
Perhatian
: baik
Ekspresi muka
: tampak sakit
Kontak psikis
: baikB. Saraf-saraf Otak
N.I (Olfactorius): Tidak dilakukan pemeriksaanN.II (Opticus): Visus
: visus baik
Lapang pandang: baik
Funduskopi
: tidak dilakukan
N.III, IV, VI: Sikap bola mata
Ptosis
: tidak ada Strabismus
: tidak ada Eksoftalmus
: tidak ada Endoftalmus
: tidak ada Deviasi konjugae: tidak adaGerak bola mata Lateral kanan
: baik Lateral kiri
: baik Atas
: baik Bawah
: baik Berputar
: baikPupil
Bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, ditengah, tepi rata
Kanan
Kiri Reflek cahaya langsung
+
+
Reflek cahaya tidak langsung
+
+Refleks akomodasi: baik
N.V (Trigeminus): Motorik : membuka mulut: baik
gerakan rahang: baik
menggigit
: baik
Sensibilitas
rasa nyeri
: simetris
rasa raba
: simetris
rasa suhu
: tidak dilakukan
N.VII (Fascialis)
: kanan
kiri Sikap wajah : simetris
asimetris
Angkat alis
: baik
baik
Kerut dahi
: baik
baik
Lagoftalmos
: tidak ada
tidak ada
Menyeringai
: baik
plica nasiolabial datarN.VIII (akustikus)Vestibularis
Nistagmus
: -
-
Romberg
: Tidak dilakukan
Tandem gait
: Tidak dilakukanKokhlearis
Gesekan jari
: +
+
Mendengar suara bisik : +
+
Uji garpu tala Rinne: Tidak dilakukan Uji garpu tala Scwabach : Tidak dilakukan
Uji garpu tala Weber: Tidak dilakukan N.IX ( Glossopharygeus), N.X (vagus) Disfagia
: - Disfoni
: -
Disartria
: +
Arcus faring
: simetris
Posisi uvula : ditengah N.XI ( Acesorius) Menoleh ke kanan, kiri, bawah :
baik
Angkat bahu
: tidak dapat baik
N.XII ( Hypoglosus)
Lidah
Tremor : -
Atrofi : -
Ujung lidah waktu dijulurkan : deviasi ke kanan
C. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Bentuk
: oval
Ukuran
: normal
Posisi
: simetris
Mata
: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pandangan kabur (-)
Hidung: epistaksis (-), deviasi septum (-) Telinga: simetris, bentuk dalam batas normal, MAE lapang, sekret -/-
Mulut
: rhagaden (-), sianosis (-), perdarahan gusi (-)
Wajah
: simetris
Hematom: (-)
Tumor
: (-)
Deformitas: (-)
Fraktur
: (-)
Nyeri tekan: (-)
Gerakan abnormal : tic facialis (-)
Leher
Inspeksi
: tortikalis (-), deformitas (-)
Palpasi
: trakea ditengah, kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-), JVP (5-2)cmH2O
Thorax
Paru-paru
Inspeksi: statis dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi: stemfremitus kanan = kiri normal
Perkusi: sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi: vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
Palpasi: iktus kordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kiri linea axilaris anterior, batas kanan linea parasternalis
Auskultasi: HR- 88x/m, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: datar
Palpasi
: lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi: timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
Trunkus-Shoulder Level
Inspeksi: simetris, deformitas (-), lordosis lumbosakral (-), skoliosis (-), gibus (-), hairy spot (-), pelvic tilt (-)
Palpasi
: spasme otot paravertebrae (-), nyeri tekan (-)
Perkusi: nyeri ketok (-)
Anggota Gerak Atas
Inspeksi: deformitas (-), edema (-), tremor (-) Palpasi: akral hangat, nyeri tekan (-), pitting edema (-)
Status Neurologi
MotorikDekstraSinistra
GerakanCukupKurang
Kekuatan54
TonusNormal Meningkat
Tropi--
Refleks Fisiologis
- Tendo biceps
- Tendo triceps
- Tendo brachioradialisNormalNormal
Normal
MeningkatMeningkatMeningkat
Refleks Patologis
- Hoffman
- Trommer-
--
-
Sensorik
Protopatik
PropioseptikNormal
NormalNormal
Normal
Range of Motion (ROM)
Luas Gerak SendiAktif dekstraAktif sinistraPasif DekstraPasif Sinistra
Abduksi Bahu0-1000-70
Adduksi bahu0-1800-120
Fleksi bahu0-1800-180
Ekstensi bahu0-600-60
Endoratasi bahu0-900-60
Eksorotasi bahu 0-900-60
Ekstensi siku150-0120-0
Fleksi siku0-1500-120
Supinasi0-900-75
Pronasi0-900-75
Anggota gerak bawah
Status Neurologikus
MotorikDekstraSinistra
GerakanCukupKurang
Kekuatan54
TonusNormalMeningkat
Tropi--
Refleks Fisiologis
- Tendo patella
- Tendo achilles
- Tendo brachioradialisNormalNormal
NormalMeningkatMeningkat
Meningkat
Refleks Patologis
- Babinsky
- Chaddock--+-
Sensorik
Protopatik
PropioseptikNormal
NormalNormal
Normal
Range of motion (ROM)
Luas Gerak SendiAktif dekstraAktif sinistraPasif DekstraPasif Sinistra
Abduksi paha0-300-15
Adduksi paha0-450-45
Fleksi paha0-900-70
Ekstensi paha0-00-0
Ekstensi lutut0-200-20
Fleksi lutut0-900-750
Fungsi Vegetatif
BAK
: dalam batas normal BAB
: dalam batas normal
Fungsi Luhur
Afasia
: tidak ada kelainan
Apraksia: tidak ada kelainan
Agrafia: tidak ada kelainan
Alexia
: tidak ada kelainan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 12/5/2012Hb
: 15.3 g/dl Ht
: 44 % Leukosit : 7300/mm3 Thrombosit : 318.000/mm GDS
: 193 mg/dl
BSN
: 107 mg/dl
BSPP`
: 206 mg/dl Ureum
: 28mg/dlK
: 4.8 mmol/lNa
: 144 mmol/l Cholesterol: 296 mg/dlHDL
: 89LDL
: 232Trigliserid
: 131 mg/dlAsam urat
: 3,5 mg/dlKreatinin
: 1,3 mg/dlProtein total : 6.9 g/dlAlbumin
: 3.6 g/dlGlobulin
: 3.3 g/dl
SGOT
:24 U/I
SGPT
: 13 U/I
V. DIAGNOSIS
1. D/ klinis: Hemiparese sinistra spastik + parese NVII dan XII sinistra tipe sentral+ hipertensi grade II + DM tipe 2 terkontrol2. D/ topis: capsula interna3. D/ etiologis: Hemoragik serebriVI. TERAPI Medikamentosa
IVFD RL gtt xx/menit
Citicolin 2 x 500 tab Asam traneksamat 2 x 500 mg iv Omeprazole 1x1 tab Simvastatin 1x10 mg tab Drip tramadol 2 amp/kolf
Vitamin B complex 3 x 1 tab
Non medikamentosa
Diet NBRG Rehabilitasi medikRencana rehabilitasi medik :
1. Fase akut
a. Bed rest totalb. Perhatikan posisi pasien : cegah kecacatan dan rasa aman Berlawanan dengan pola spastisitas Posisi anatomis : untuk menghambat pola sinergis dan spastisitas ketika adanya peningkatan tonus Terlentang, posisi bahu dan lengan diletakkan diatas bantal sehingga bahu sedikit terdorong ke depan (protaksi) karena pada paisen stroke cenderung untuk terjadi retraksi bahu. Posisi bantal diletakkan dibawah tungkai bawah dengan maksud agar panggul tidak jatuh kebelakang dan tungkai tidak eksternal rotasi. Posisi miring ke sisi sehat : mencegah dekubitus, komplikasi fungsi paru, dengan posisi bahu protaksi dan lengan lurus didepan bantal Posisi miring kesisi sakit : memberikan rasa berat badan pada sisi lumpuh elevasi pada ekstremitas bawah dan ekstremitas atas : menurunkan oedem, prinsip gravitasi dengan postural drainage lewat pembuluh darah dan limfe. c. Mulai latihan pasif ekstremitas : untuk mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi 2. Fisika. Terapi fisik/fisioterapi IRR ekstremitas superior et inferior sinistra
Standing-gait training pada parallel barb. Terapi bicara c. Terapi mentald. Terapi okupasi e. Psikoterapi f. Alat bantug. Ortotik - prostetik h. OlahragaVII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam. Pasien memiliki penyakit kronis yang berpotensi bahaya seperti Hipertensi dan DM. Tanda vital pasien dalam batas normal kecuali tekanan darah. Pertimbangan prognosa di atas didasarkan karena penyakit ini membahayakan jiwa pasien, namun dilihat dari kondisinya sekarang, pasien merespon dengan baik pengobatan yang diberikan dan umurnya yang masih muda.Quo ad functionam: malam. Dengan adanya neuron yang rusak, sehingga fungsi di bawah neuron tersebut hilang dan irreversibel. Meskipun ada teori neuroplastisitas dimana neuron lain mungkin aktif dan membawahi fungsi yang sama, tetap saja bukan menggantikan neuron yang telah mati tersebut.VIII. PROBLEM REHABILITASI MEDIK
R1
Transfer: Penderita memerlukan bantuan untuk pindah tempat
Mobilitas: Penderita mampu berjalan sendiri dengan R2 ADL
: Penderita memerlukan sebagian bantuan orang lain untuk melakukan kegiatan sehari-hari
R3: Komunikasi: Penderita dapat berkomunikasi secara verbal dan nonverbal dengan baik
R4
Psikologi: Penderita dan Keluarga ingin cepat sembuh
R5
Sosial
: Penderita tidak bekerja
R6
Vokasional: Penderita mampu bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pembatasan aktivitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 StrokeDefinisi Stroke
Stroke menurut WHO didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1Epidemiologi
Stroke merupakan masalah neurologis serius yang utama di Amerika Serikat.Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat.
Menurut berbagai literatur, insidens stroke hemoragik antara 15%-30% dan stroke non hemoragik antara 70%-80%, tetapi untuk negara-negara berkembang atau Asia, kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan stroke non hemoragik 70%, terdiri dari trombosis serebri 60%, emboli serebri 5%, dan lain-lain 35%.
Insidens stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah umur 55 tahun, resiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade. Menurut Schultz, penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan intrakranial. Kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan 1,3:1, kecuali pada usia lanjut dimana rasionya sudah tidak jauh berbeda.
EtiologiYang menjadi persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu. Beberapa halyang menyebabkan lesi vaskuler serebral antara lain :
1. Penyumbatan aliran darah otak karena vasospasme langsung dan menimbulkan gejala defisit atau perangsangan sesuai dengan fungsi daerah otak yang terkena.
2. Penyumbatan aliran darah yang disebabkan oleh thrombus. Akibatnya aliran darah otak regional tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan darah otak yang terganggu.
3. Penyumbatan aliran darah otak oleh embolus. Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis tapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
4. Lesi daerah otak akibat ruptur dinding pembuluh darah. Penyebab ruptur pembuluh darah bisa akibat dari suatu stroke embolik, perdarahan lobaris spontan dan perdarahan intraserebral akibat hipertensi.
Faktor ResikoFaktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1. Yang tidak dapat dikontrol:
a. Umur, makin tua kejadian stroke makin tinggi.
b. Ras atau bangsa, Afrika (negro), Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke
c. Jenis kelamin, laki-laku lebih beresiko dibanding wanita
d. Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia muda, maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke.
2. Yang dapat dikontrol:a. Hipertensib. Diabetes Melitusc. Transien Ischemic Attackd. Fibrasi Atriale. Post strokef. Abnormalitas lipoproteing. Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal lainh. Perokoki. Peminum alcoholj. Hiperhomosisteinemiak. Infeksi virus dan bakteril. Obat kontrasepsi oralm. Obesitas / kegemukann. Kurang aktivitas fisiko. Hiperkolesterolemia/hipertrigliserida/hiperglikemiap. Stres fisik dan mentalManifestasi KlinikStroke non hemoragik biasanya bermanifestasi sebagai :
Kelumpuhan wajah dan anggota gerak.
Terjadi pada saat santai atau terjadi pada pagi hari.
Gangguan sensibilitas daerah yang lumpuh
Disartria.
Adanya riwayat TIA sebelumnya.
Tidak biasanya ditemukan nyeri kepala, muntah, kejang dan kesadaran yang menurun.
Tidak ditemui adanya tanda rangsangan meningeal.
Stroke hemoragik sendiri khas sehingga dapat dibedakan dari stroke non hemoragik. Gejala klinis yang biasanya ditemui :
Kelumpuhan wajah dan anggota gerak yang mendadak.
Serangan pada saat aktif disertai nyeri kepala yang hebat.
Gangguan sensibilitas daerah yang mengalami kelumpuhan.
Ataksia, disartria.
Mual, muntah yang nyata.
Gangguan penglihatan.
Gangguan kesadaran, kejang.
Kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan meningeal.
DiagnosisDiagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis.
2.2 Rehabilitasi Pasca Stroke
Rehabilitasi pasca stroke merupakan sebuah proses proaktif, ditujukan kepada seseorang dan berorientasi terhadap hasil yang dimulai pada hari pertama setelah stroke. Rehabilitasi tidak hanya memikirkan kesembuhan fisik namun juga reintegrasi pasien ke komunitas. Aspek penting dari rehabilitasi adalah pengadaan program terkoordinir oleh tim kesehatan profesional yang berkeahlian khusus dan multidisipliner. Tim ini mengikutsertakan penggunaan kombinasi dan terkoordinasi dari kemampuan medis, perawat, dan pekerja kesehatan lain, bersama-sama dengan pelayanan pendidikan, sosial, dan pekerjaan untuk menyediakan penilaian individu, terapi, peninjauan berkala, rencana pulang, dan follow up.2Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal
Evaluasi ini mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian khusus pada:
Tingkat kesadaran
Fungsi mental termasuk intelektual.
Kemampuan bicara.
Nervus kranialis.
Pemeriksaan sensorik.
Pemeriksaan fungsi persepsi.
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan gerak sendi.
Pemeriksaan fungsi vegetatif.
2. Evaluasi medik umum
Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta sistem saluran urogenital.
3. Evaluasi kemampuan fungsional
Meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci, kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga kebutuhan alat bantu.
4. Evaluasi psikososial-vokasional
Mencakup faktor psikologis, vokasional dan aktifitas rekreasi, hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan Evaluasi psikososial dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal sederhana yang dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat dan orientasi.
Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalahproper bed positioning, latihan luas gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional. Fase lanjutan
Tujuannya adalah unyuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS).Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi :a. Fisioterapi
1) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah)
2) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
3) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari kekuatan otot.
4) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
5) Latihan fasilitasi / redukasi otot
6) Latihan mobilisasi.b. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.c. Terapi BicaraPenderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani olehspeech therapistdengan cara:
1) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-kata.
3) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan kata-kata.
4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.d. Ortotik ProstetikPada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara lain:arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic(AFO), knee ankle foot orthotic(KAFO).e. PsikologiSemua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.f. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berumur 50 tahun datang dengan keluhan nyeri pada lutut kanan yang semain hebat sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri lutut kiri mulai muncul sejak 3 bulan lalu, nyeri dirasakan bertambah berat terutama jika setelh berjalan lama, perubahan posisi atau ketika sedang solat, pasien juga mengeluh timbul rasa kaku terutama saat bangun tidur di pagi hari dan terdapat suara gemeretak ketika berjalan. Dan pasien juga mengungkapkan bahwa lutut tersebut bengkak dan nyeri jika ditekan. Dari anamnesis diatas menunjukkan beberapa gejala klinis yang menunjukkan gejala OA lutut yaitu nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria yaitu : krepitus saat gerakan aktif, kaku sendi < 30 menit, umur > 50 tahun, pembesaran tulang sendi lutut, nyeri tekan tepi tulang, tidak teraba hangat pada sendi lutut. Ny. F didiagnosis OA karena ditemukan nyeri sendi serta lebih dari 3 kriteria diatas.
Beberapa faktor resiko terjadinya OA pada Ny.F yaitu dari faktor umur 50 tahun yang mana proses penuaan meningkatkan terjadinya kelemahan disekitar sendi, mengurangi propriosepsi sendi, kalsifikasi kartilago, dan mengurangi fungsi kondrosit, faktor laiinya adalah faktor kegemukan yang terlihat dari hasil BMI pasien yaitu 29 kg/m2 yang mana kegemukan dapat menyebabkan tekanan berlebihan yang melalui sendi lutut ketika berjalan sehingga akan meningkat resiko osteoartritis. Dan juga terdapat faktor genetik pada pasien yaitu ibu pasien yang menderita OA yang mana adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang kartilago sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya OAPada pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi pada lutut kiri pasien, tidak ditemukan kelainan seperti tanda peradagan, pada palpasi lutut kiri ditemukan adanya nyeri tekan, dan krepitasi. Hal ini juga merupakan ciri-ciri dari OA.
Pada pemeriksaan radiologi lutut kanan anteropoeterior ditemukan penyempitan celah sendi peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral dan osteofit pada pinggir sendi.
Pengobatan yang diberikan pada pasien terdiri dari meloksikam dan lansoprazole. Yang mana meloksikam berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri dan mengurangi peradangan dan lansoproazole digunakan untuk mencegah efek samping dari NSAID yaitu menyebabkan gastritis. Pasien juga diberi glucosamin dan kondoritin yang berfungsi untuk memberikan nutrisi pada tulag rawan disekitar sendi.
Selain pengobatan secara oral, dibutuhkan pula rehabilitasi medik yang terdiri dari MWD dan IRR 3 x seminggu. MWD Meningkatkan aktivitas metabolisme.Dengan meningkatkan sirkulasi darah, maka pengangkutan sisa metabolisme juga akan meningkat. Meningkatkan aliran darah. Rasa hangat yang dihasilkan MWD dapat memberikan pengaruh vasodilatasi pembuluh darah sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan juga semakin meningkat.Menstimulasi reseptor saraf yang terdapat dalam kulit atau jaringan. Efek termal yang dihasilkan MWD dapat menaikkan ambang rangsang nyeri (threshold) dari serabut saraf disekitar lutut sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sirkulasi darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan pembuangan substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efek sedatif pada jaringan. Sedangkan IRR berfungsi untuk akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan temperaturkulit, memperbaiki sirkulasidarah sehingga dapat meningkatkan O2 dan nutrisi ke jaringan.
Dukungan keluarga juga berpengaruh pada kesembuhan pasien, serta penurunan berat badan yang sesuai juga dibutuhkan untuk mencegah perburukan OA.DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro Klinis Dasar. Edisi VI. Jakarta : Dian Rakyat, 1995 ; 269 302
2. 2. Dobkin, Bruce H. Rehabilitation after Stroke. The New England Journal of Medicine: 2005; 352: 1677-84. Online version. (http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp043511, diunduh tanggal 22 Mei 2012)