Post on 13-Apr-2018
LAPORAN PENELITIANKAJIAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KERAKYATAN
KERJASAMA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHKOTA BANJARMASIN
DENGAN
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tim Peneliti
mampu merampungkan seluruh rangkaian kegiatan penelitian yang
diwujudkan dalam bentuk Laporan Akhir.
Terwujudnya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan penuh
Pemerintah Daerah Kota Banjarmasin terutama Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Banjarmasin, demikian pula halnya dengan
Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, Instansi Dinas
terkait di Kota Banjarmasin termasuk Camat Banjarmasin Utara, para
Lurah dan seluruh masyarakat Kota Banjarmasin yang ada di wilayah
Banjarmasin Utara, khususnya para pelaku usaha UMKM yang secara
keseluruhan telah memberikan dukungan positif dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian ini.
Berkenan dengan hal tersebut di atas, maka pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak
Walikota dan Bapak Wakil Walikota Kota Banjarmasin, demikian pula
Bapak Kepala Bappeda Kota Banjarmasin beserta seluruh jajarannya dan
juga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penelitian ini.
Semoga seluruh bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada kami
mendapatkan limpahan pahala dari Allah SWT, Amin Ya Rabbal Alamin.
Sekali lagi kami sampaikan ucapan terima kasih kepada
Pemerintah Kota Banjarmasin melalui Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Banjarmasin dan Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Lambung Mangkurat, yang telah memberikan kepercayaan
penuh kepada Tim Peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.
Selanjutnya Tim peneliti menyadari sepenuhnya bahwa kami
sebagai manusia biasa tentu saja tidak terlepas dari berbagai kekurangan
dan kehilapan dalam melaksanakan proses penelitian ini, untuk itu pada
kesempatan ini pula, kami sepatutnya menyampaikan permohonan maaf
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak.
Secara khusus kami sampaikan pula bahwa Tim Peneliti merasa
puas atas selesainya kegiatan penelitian ini, terutama dengan apresiasi
yang sangat baik dari Pemerintah Kota Banjarmasin pada saat
pelaksanaan seminar proposal maupun seminar akhir hasil penelitian
yang dipimpin langsung oleh Bapak Kepala Bappeda Kota Banjarmasin.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami segenap Tim
Peneliti dari Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin, menaruh harapan besar agar kiranya hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Banjarmasin dalam pengambilan
keputusan untuk kebijakan pembangunan terutama dalam
Pengembangan Industri Kerakyatan di Kota Banjarmasin.
Banjarmasin, Desember 2012
Ketua Tim Peneliti,
Irwansyah, S.Sos, M.Si NIP: 19710420 199903 1 001
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
BAB I PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN TEORITIS 9A. Permasalahan Pembangunan 9
B. Pengertian Kawasan Strategis 12
C. Pemberdayaan Masyarakat 13
D. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Yang
Konservatif 22
E. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Yang Radikal 28
F. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Alalak Berbasis
Kearifan Lokal 31
G. .Peningkatan PAD dan Pembangunan Daerah 33
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN 41BAB IV METODE PENELITIAN 44
A. Desain Penelitian 44
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 44
C. Populasi dan Sampel Penelitian 44
D. Jenis dan Sumber Data 45
E. Teknik Pengumpulan Data 45
F. Metode Analisis Data 46
G. Prosedur Penelitian 47
H. Tim Peneliti 47
BAB V HASIL PENELITIAN 49A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 49
B. Karakteristik Responden Penelitian 57
C. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
di Wilayah Alalak dan Sekitarnya 60
D. Analisis Potensi dan Kompetensi Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya Untuk Menjalankan Usaha 63
E. Analisis Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Alalak
dan Sekitarnya 76
F. Analisis Capital Social Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya 82
G. Deskripsi Kondisi Sosial dan Infrastruktur Wilayah
Alalak dan Sekitarnya 88
H. Analisis Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi 91
I. Gambaran Kondisi Usaha Pengolahan Kayu Yang
Dijalankan Saat Ini Pada Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya 99
J. Analisis Peluang Usaha Potensial di Wilayah Alalak dan
Sekitarnya 104
BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 119A. Ksimpulan 119
B. Saran 120
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABELHalaman
Tabel 1.1 Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka 4
Tabel 4.1 Sampel Penelitian 45
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Umur dan Status Perkawinan 58
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan 60
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggungan
Keluarga 61
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan 62
Tabel 5.5 Distribusi Pendidikan Anak 12 Tahun ke atas Pada
Wilayah Alalak dan Sekitarnya 64
Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Anak Dalam Keluarga Masyarakat
Alalak dan Sekitarnya Berdasarkan Usia 66
Tabel 5.7 Usaha Yang Telah Dijalankan Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya 69
Tabel 5.8 Lamanya Menjalankan Usaha Bagi Masyarakat Alalak
dan sekitarnya 70
Tabel 5.9 Rata-rata Pendapatan Usaha Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya 71
Tabel 5.10 Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Menjalankan Usaha 72
Tabel 5.11 Distribusi Rata-rata Pendapatan Keluarga Per Bulan
Masyarakat Alalak dan Sekitarnya 73
Tabel 5.12 Distribusi Rata-rata Pendapatan Keluarga Lainnya
Per Bulan Masyarakat Alalak dan Sekitarnya 74
Tabel 5.13 Distribusi Rata-rata Pengeluaran Keluarga Per Bulan
Masyarakat Alalak dan Sekitarnya 74
Tabel 5.14 Status Tempat Tinggal, Sumber Kebutuhan Air
Bersih, Kelengkapan Sarana MCK dan Sarana
Penerangan 75
Tabel 5.15 Distribusi Bantuan Lembaga Ekonomi Yang Diterima 77
Tabel 5.16 Besarnya Bantuan Permodalan Yang Diterima
Responden 79
Tabel 5.17 Sumber Permodalan Responden 81
Tabel 5.18 Frekuensi Kegiatan Gotong Royong Masyarakat
Alalak dan Sekitarnya 83
Tabel 5.19 Aktivitas Kegiatan Gotong Royong Masyarakat Alalak 84
Tabel 5.20 Sikap Keterbukaan Masyarakat Terhadap Pendatang 85
Tabel 5.21 Kondisi Modal Sosial Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya 87
Tabel 5.22 Kondisi Dukungan Infrastruktur Masyarakat Alalak
dan Sekitarnya 90
Tabel 5.23 Keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat
Lokal Dari Pemerintah Daerah 93
Tabel 5.24 Ketepatan Program Pemberdayaan Masyarakat 94
Tabel 5.25 Sumber Bahan Baku 94
Tabel 5.26 Pemenuhan Kebutuhan Hidup 95
Tabel 5.27 Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan 95
Tabel 5.28 Keterlibatan Masyarakat Dalam kegiatan
Pembangunan 96
Tabel 5.29 Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan 97
Tabel 5.30 Proses Pendampingan Yang Berkelanjutan 98
Tabel 5.31 Keberlanjutan Usaha Yang Mendapatkan Bantuan 98
Tabel 5.32 Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kayu 102
Tabel 5.33 Matriks Komparatif Potensi dan Preferensi
Masyarakat Wilayah Alalak dan Sekitarnya Terhadap
Potensi Sektor Ekonominya 105
Tabel 5.34 Potensi Pariwisata Pada Wilayah Alalak dan
Sekitanrnya Menurut Responden 110
Tabel 5.35 Hambatan Pengembangan Potensi Ekonomi Pada
Wilayah Alalak dan Sekitarnya Menurut Responden 116
Tabel 5.36 Usulan Usaha Pengembangan Potensi Ekonomi
Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya Menurut
Responden 117
DAFTAR GAMBARHalaman
Gambar 3.1 Kerangka Analisis Penelitian 43
Gambar 5.1 Peta Administrasi Kota Banjarmasin 51
Gambar 5.2 Peta Banjarmasin Utara 52
Gambar 5.3 Lokasi Penelitian 53
Gambar 5.4 Peta Sebaran Pasar Tradisonal Pada Wilayah Alalak
dan Sekitarnya 91
Gambar 5.5 Peta Sebaran Industri Kue Khas Banjar (Kue Kering)
Pada Lokasi Penelitian 108
Gambar 5.6 Peta Sebaran Industri Kerupuk Pada Lokasi
Penelitian 108
Gambar 5.7 Peta Sebaran Industri Tajau Pada Lokasi Penelitian 109
Gambar 5.8 Peta Sebaran Industri Tanggui Pada Lokasi
Penelitian 109
Gambar 5.9 Peta Sebaran Industri Tikar Purun Pada Lokasi
Penelitian 110
Gambar 5.10 Peta Pariwisata Pasar Terapung 114
Gambar 5.11 Peta Pariwisata Makam Sultan Suriansyah 115
Gambar 5.12 Peta Pariwisata Masjid Sultan Suriansyah 115
Gambar 5.13 Peta Sebaran Industri Dok Kapal Pada Lokasi
Penelitian 118
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan
distribusi pendapatan yang adil dan merata. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dapat dinikmati oleh
sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan,
sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang
lebih kecil dan tertinggal. Kesenjangan pendapatan ini semakin
diperburuk karena adanya kesenjangan pembangunan antar sektor,
terutama pada sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non
pertanian (ekonomi perkotaan).
Ketidakberdayaan masyarakat pedesaaan salah satunya akibat
kebijakan yang mismatch pada masa lalu, yaitu kebijakan yang
melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif
maupun kompetitif. Pada hakikatnya pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat
pedesaan itu sendiri, tetapi juga dapat membangun kekuatan ekonomi
Indonesia secara umum berdasarkan pada keunggulan komparatif dan
kompetitif yang dimiliki.
Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan
bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan
antara bidang pertanian dengan industri. Untuk mencapai ini
diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna
menunjang pertumbuhan di sektor industri yang kuat dan maju. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari arah pembangunan oleh pemerintah, yakni
membangun sektor pertanian yang tangguh. Hal tersebut sangat
beralasan karena lebih dari 70% penduduk di pedesaan bergantung
pada sumber pendapatan dari pertanian.
Program pembangunan jangka panjang memuat landasan
pembangunan dengan kebijaksanaan ekonomi yang diarahkan kepada
dua sektor kunci, yaitu sektor pertanian dan sektor industri dengan
memperhatikan keterkaitan dengan sektor lain. Secara spesifik arah
kebijaksanaan pembangunan untuk daerah pedesaan masih
menitikberatkan pada sektor kunci. Arah pembangunan tersebut
adalah untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta
meningkatkan kontribusi dalam pembentukan PDRB di daerah.
PDRB Kota Banjarmasin menurut lapangan usaha atas dasar
harga berlaku pada tahun 2011 mencapai 11,2 trilliun rupiah dan atas
dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 mencapai 5,3 trilliun
rupiah. Kontribusi PDRB selama tahun 2011 terbanyak disumbangkan
oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 23,29%.
Sektor perdagangan, restoran dan hotel memberikan kontribusi kedua
terbesar yaitu 20,65%, dan merupakan sektor yang mengalami
pertumbuhan tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai 10,32% (Kota
Banjarmasin Dalam Angka, 2012).
Pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang
dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang
berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Pada
umumnya setiap daerah memiliki potensi yang dapat dikembangkan
sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi daerah. Potensi yang
dimaksud sebagian besar berada di daerah pedesaan. Potensi
tersebut antara lain 1) pengembangan tanaman hortikultura; 2)
pengembangan tanaman perkebunan; 3) pengembangan usaha
perikanan; 4) pengembangan usaha peternakan; 5) pengembangan
usaha pertambangan; 6) pengembangan sektor industri; dan 7) potensi
kepariwisataan.
Perjalanan sejarah manusia dari yang sangat primitif sampai
pada perkembangan yang sangat modern sekarang ini tidak pernah
lepas dari ketergantungannya pada sumber daya alam.
Ketergantungan ini telah menghasilkan berbagai model
pengembangan sumber daya alam yang tujuan utamanya adalah
untuk menjaga kelestariannya. Model pengelolaan sumber daya alam
tersebut sangat tergantung pada karakteristik sumber daya alam,
karakteristik wilayah, dan karakteristik sosial ekonomi masyarakatnya.
(Irwansyah dan Maya, 2012)
Banjarmasin Utara sebagai salah satu kecamatan dari lima
kecamatan yang ada di kota Banjarmasin mempunyai potensi industri
kerakyatan yang dapat dikembangkan. Kecamatan Banjarmasin Utara
terdiri dari 9 kelurahan, berikut data mengenai Kecamatan
Banjarmasinl Utara:
Tabel 1.1Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka
Nama Kelurahan Penduduk Laki-Laki (Orang)
Penduduk Perempuan
(Orang)
Jumlah Rumah Tangga
JumlahPenduduk
Kuin Utara 5.368 5.188 2.786 10.556Pangeran 4.970 5.986 3.074 10.956Sungai Miai 8.257 8.747 5.686 17.004Antasan Kecil Timur 4.797 4.774 2.493 9.571Surgi Mufti 7.996 8.251 4.269 16.247Sungai Jingah 6.026 6.053 3.205 12.079Alalak Utara 10.578 10.482 5.624 21.060Alalak Selatan 6.023 5.837 3.115 11.860Alalak Tengah 4.479 4.318 2.429 8.797Sungai Andai 9.886 9.497 5.336 19.383Jumlah 68.380 69.133 38.017 137.513
Sumber: Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka, 2012
Kecamatan Banjarmasin Utara terdiri dari 10 (sepuluh)
kelurahan. Alalak adalah satu wilayah di Banjarmasin tepatnya di
Kecamatan Banjarmasin Utara yang dulunya merupakan bagian dari
Kelurahan Alalak Besar (Alalak Padang) yang telah dipecah menjadi 3
kelurahan, yaitu Kelurahan Alalak Utara, Alalak Tengah dan Alalak
Selatan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:
140/502 tanggal 22 September 1980 tentang penetapan desa menjadi
kelurahan. Wilayah Alalak Besar merupakan salah satu permukiman
tertua di Banjarmasin. Nama kawasan ini sudah ada dalam Hikayat
Banjar yang ditulis terakhir pada tahun 1963. Nama Alalak Besar
dalam Hikayat Banjar disebut Halalak.
Wilayah Alalak dimana penduduknya sebagian besar bermata
pencaharian sebagai tani dan usaha kayu, sedangkan pendatang
terutama yang bermukin di kawasan baru perumahan (Komplek Sudi
Rapi, AMD dan Pemda) bermata pencaharian sebagai wirausaha, PNS
dan karyawan swasta. Kondisi tanah yang rawa dan mengalami
pasang surut karena juga dikelilingi oleh sungai membuat terbatasnya
lahan usaha masyarakat Alalak. Pada saat kayu masih menjadi
primadona usaha di wilayah Kalimantan umumnya, maka di pinggir
Sungai Alalak menjadi pusat penggergajian kayu (sirkel) dan band saw
kayu.
Jauh berkurangnya sumber daya alam kayu sebagai
primadona usaha bagi pelaku usaha di Kalimantan yang diakibatkan
kelangkaan jumlahnya menjadikan masyarakat Alalak harus selalu
menjadi kreatif dan inovatif dalam kegiatan ekonomi. Untuk itu sangat
perlu dilakukan identifikasi kelayakan usaha masyarakat Alalak yang
diperkirakan potensial untuk dijadikan proyek pengembangan
pedesaan (kelurahan) dan juga jenis komoditas yang layak
dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga
dengan demikian masyarakat tidak selalu tergantung kepada sumber
daya alam, melainkan dapat memanfaatkan kearifan lokal masyarakat
setempat untuk dijadikan sumber usaha.
Pemberdayaan potensi ekonomi lokal di wilayah Alalak dan
sekitarnya menjadi peluang untuk mewujudkan daerah yang mandiri
dan maju berbasis ekonomi kreatif yang dapat memenuhi kebutuhan
lokal maupun regional. Banyaknya sektor-sektor ekonomi yang sudah
berjalan di wilayah Kota maupun Provinsi dapat ditingkatkan menjadi
salah satu motor penggerak dalam upaya meningkatkan daya beli
masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi lokal yang telah terbukti
pada saat krisis menjadi lapis kedua ekonomi yang resistance.
Pemberdayaan masyarakat (misalnya pengrajin, peternak, petani dan
pedagang) melalui pembangunan kapasitas menjadi salah satu effort
yang dapat dikembangkan melalui fasilitasi Pemerintah Daerah melalui
keberpihakan berupa perencanaan yang tepat, regulasi yang tegas,
konsistensi program, tanggung jawab lembaga (stake holders) serta
peran aktif masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah:
1) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah Alalak
dan sekitarnya?
2) Bagaimana potensi dan kompetensi masyarakat Alalak dan
sekitarnya untuk menjalankan usaha?
3) Bagaimana peranan lembaga ekonomi masyarakat Alalak dan
sekitarnya?
4) Bagaimana social capital masyarakat Alalak dan sekitarnya?
5) Bagaimana dukungan infrastruktur dalam pengembangan ekonomi
masyarakat Alalak dan sekitarnya?
6) Bagaimana efektivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat Alalak
dan sekitarnya?
7) Bagaimana kondisi usaha pengolahan kayu masyarakat Alalak dan
sekitarnya yang dijalankan saat ini?
8) Bagaimana peluang usaha potensial yang dapat dikembangkan
untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Alalak dan
sekitarnya?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai pada penelitian ini adalah
untuk:
1. Untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak
dan sekitarnya.
2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi potensi dan kompetensi
masyarakat Alalak dan sekitarnya untuk menjalankan usaha.
3. Untuk mengetahui peranan lembaga ekonomi masyarakat Alalak
dan sekitarnya.
4. Untuk mengetahui social capital masyarakat Alalak dan sekitarnya.
5. Untuk mengetahui dukungan infrastruktur dalam pengembangan
ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.
6. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pemberdayaan ekonomi
masyarakat Alalak dan sekitarnya.
7. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi usaha pengolahan
kayu pada masyarakat Alalak dan sekitarnya yang dijalankan saat
ini.
8. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi peluang usaha potensial
yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat Alalak dan sekitarnya.
D. MANFAAT PENELITIAN
Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan diperoleh beberapa
manfaat antara lain:
1) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk
pengambilan kebijakan dalam rangka identifikasi kondisi sosial
ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya.
2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk
pengambilan kebijakan dalam rangka menentukan usaha
masyarakat Alalak dan sekitarnya yang diperkirakan potensial
untuk dijadikan proyek pengembangan pada masyarakat Alalak
dan sekitarnya.
3) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk
pengambilan kebijakan dalam rangka menentukan jenis komoditas
yang layak dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat Alalak dan sekitarnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Permasalahan Pembangunan
Perencanaan pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan
bentuk intervensi kelembagaan publik. Diperlukannya intervensi
publik didasari oleh pemikiran bahwa kesejahteraan masyarakat tidak
dapat optimal dicapai akibat terjadinya kegagalan pasar yang
berlangsung tidak sempurna. Fenomena market failure dapat tumbuh
sebagai akibat sistem dapat menyediakan produk-produk yang
diperlukan atau akibat kegagalan alokasi sumberdaya. Market failure
akan terjadi manakala berbagai eksternalitas negatif gagal
direduksikan dalam harga pasar, atau akibat adanya praktek
monopoli-oligopoli, atau juga akibat kegagalan-kegagalan
pemerintah.
Secara teoritis, kegagalan pasar akan selalu mucul manakala
kompetisi sempurna tidak terjadi. Kegagalan pasar dapat
menyebabkan kemunduran (berdampak negatif) kewenangan atau
hak legal sebagai perencana dan pelaksana kepentingan-
kepentingan publik. Publik sebagai terjemahan dari kepentingan
publik. Perlunya lembaga publik juga didasari pemahaman bahwa
beberapa bentuk fasilitas diyakini hanya dapat berfungsi dengan
optimal jika diserahkan pada kelembagaan publik untuk
menyediakannya. Kelembagaan pemerintah dibangun secara
berhirarki dengan orientasi yang berbeda. Lembaga pemerintahan
berskala nasional, sedangkan pemerintahan daerah memiliki
kewenangan berskala daerah.
Intervensi publik oleh kelembagaan pemerintah harus
diusahakan untuk mendorong berjalannya mekanisme pasar.
Mekanisme pasar yang sempurna hanya dapat dicapai jika ada
keselarasan akses seluruh lapisan masyarakat terhadap
sumberdaya-sumberdaya produksi. Kelembagaan masyarakat lokal
yang kuat dan stabil dapat memberikan kontribusi yang besar
terhadap terbentuknya mekanisme pasar, akibat adanya kesetaraan
akses masyarakat. Kegagalan proses mekanisme pasar, pada
gilirannya akan menimbulkan market failure. Kelembagaan
pemerintahan dengan sistem terpusat seringkali tidak kuat
kelembagaan di bawahnya sehingga cenderung lambat di dalam
mengantisipasi perkembangan-perkembangan lokal.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah selama lebih dari dua
dekade mampu tumbuh dengan rata-rata 7,2 % per tahun. Sektor
pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan berhasil dipacu
produktivitasnya sehingga secara nasional pernah dicapai
swasembada beras pada era 1984-1987. Namun demikian, sumber
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang utama sejauh ini adalah yang
bersumber dari kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam
(migas, kayu, dll).
Sektor industri manufaktur yang diyakini merupakan sektor yang
akan membawa ke modernisasi pembangunan dan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja secara cepat ternyata terutama
berkembang tanpa keterkaitan yang kokoh dengan sektor primer
utama dan tidak berbasis sumberdaya alam lokal. Krisis ekonomi
memperjelas kerentanan pembangunan industri yang tidak berbasis
sumberdaya domestik, sedangkan sektor agribisnis, termasuk
agroindustri mampu tetap tumbuh. Di masa yang akan datang,
pendekatan pembangunan yang didasarkan atas kegiatan-kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam tidak dapat lagi dipertahankan akibat
semakin terbatasnya sumberdaya alam yang tidak terbarui
(unrenewable resources) serta semakin menurunnya kapasitas
produksi sumberdaya alam terbarui (renewable resources).
Di lain pihak, selain berbasis sumberdaya alam domestik yang
terbarui, pembangunan di masa datang perlu lebih menekankan
pengembangan masyarakat lokal melalui upaya-upaya peningkatan
pemberdayaan masyarakat lokal. Sering dengan pemberlakuan
otonomi daerah, pemerintah lokal yang akan memiliki kewenangan
dan peranan perencanaan pembangunan yang lebih besar memiliki
kemampuan yang lebih baik dan lebih berinisiasi dalam perencanaan
pembangunan wilayah.
B. Pengertian Kawasan Strategis
Suatu kawasan strategis adalah suatu kawasan ekonomi yang
secara potensial memiliki efek ganda (multiplier effect) yang signifikan
secara lintas sektoral, lintas spasial (lintas wilayah) dan lintas pelaku.
Dengan demikian, perkembangan wilayah strategis memiliki efek
sentrifugal karena dapat menggerakkan secara efektif perkembangan
ekonomi sektor-sektor lainnya, perkembangan wilayah di sekitarnya
serta kemampuan menggerakkan ekonomi masyarakat secara luas,
dalam arti tidak terbatas ekonomi masyarakat kelas-kelas tertentu
saja.
Upaya menilai potensinya yang dapat menimbulkan dampak
multiplier terhadap perkembangan sektoral lainnya dan wilayah
sasaran, diperlukan kajian-kajian secara seksama mengenai potensi
keterkaitan (linkages). Suatu kawasan dan komoditi dinilai strategis
jika memiliki potensi kaitan ke belakang dan ke depan yang kuat. Ke
arah belakang (backward) diharapkan pengembangan suatu kawasan
strategis dapat menyerap tenaga kerja serta memacu pertumbuhan
aktivitas-aktivitas penyedia input baik berupa produk-produk input
(bahan mentah, bahan baku dan alat) maupun produk-produk jasa
penunjang.
Ke depan (foreward) pengembangan kawasan diharapkan
berpotensi memicu berkembangnya aktivitas-aktivitas pengolahan
dan pemanfaatan produk output kawasan. Aktivitas-aktivitas tersebut
merupakan aktivitas-aktivitas pasca panen atau pasca penangkapan
(aktivitas pengolahan/agroindustri hingga distribusi-
pemasaran). Dalam dimensi spasial, keterkaitan ke belakang
maupun ke depan yang tumbuh terutama dengan aktivitas ekonomi
wilayah yang secara geografis berlokasi di sekeliling kawasan
produksi/penangkapan sehingga pengembangan kawasan pada
dasarnya adalah suatu bentuk pengembangan wilayah sasaran,
dimana sistem agribisnis merupakan salah satu prime mover yang
signifikan.
Upaya memperluas sebaran rentang aktivitas agribisnis,
khususnya dengan menumbuhkan kegiatan-kegiatan off-farm, berupa
pengolahan produk primer dapat dipandang sebagai upaya
pemberdayaan komunitas kawasan (community empowerment)
karena dapat memperkokoh posisi tawar pelaku-pelaku ekonomi
lokal. Untuk itu di dalam perencanaan kawasan sangat diperlukan
pemahaman mengenai struktur keterkaitan spasial antara kawasan
wilayah dimaksud dengan wilayah lainnya/sekelilingnya.
C. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan
Dalam wacana pekerjaan sosial, istilah empowerment yang
sekarang menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan
bukanlah sesuatu yang baru. Pekerjaan sosial sebagai profesi
mempunyai hakekat yaitu pada pertolongan dan pelayanan kepada
individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat yang
mengalami disfungsi. Berdasarkan hal itu, sebenarnya sejak awal
perkembangan pekerjaan sosial selalu menggunakan tema-tema
seperti kemandirian, kepercayaan diri, kefungsian sosial, dan
empowerment.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai empowerment
maka terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud
ketidakberdayaan (powerlessness). Para pakar teori motivasi
diantaranya Martin Seligman, Maier, Overmier, dan Hiroto (1976)
mengatakan ketidakberdayaan dan empowerment sangat terkait
dengan motivasi dan proses belajar. Oleh karenanya mereka
mengembangkan suatu teori yang dinamakan teori
ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). (Fahrudin,
hal:13) Pemberdayaan berasal dari penerjemahan bahasa Inggris
“empowerment” yang juga dapat bermakna “pemberian kekuasaan”
karena power bukan sekedar “daya”, tetapi juga “kekuasaan”,
sehingga kata “daya” tidak saja bermakna “mampu”, tetapi juga
“mempunyai kuasa”. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007, hal:1) Ife
(1995) mengatakan empowerment aims to increase the power of
disadvantaged (pemberdayaan bertujuan memberikan kekuatan
atau kekuasaan kepada orang-orang yang tidak beruntung). Swift
dan Levin (1987) cenderung mengartikan empowerment sebagai
pengalokasian ulang mengenai kekuasaan (realocation of power).
Rappaport (1984) mengartikan empowerment sebagai suatu cara
dimana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar dapat
berkuasa atas kehidupannya. (Fahrudin, 16)
Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan
individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang
sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat
serta inovatif, tentu memiliki keberdayaan yang tinggi. Namun,
selain nilai fisik, ada pula nilai-nilai intrinsik dalam masyarakat yang
juga menjadi sumber keberdayaan seperti kekeluargaan,
kegotongroyongan, kejuangan, dan yang khas pada masyarakat
Indonesia, yaitu kebhinekaan. Seperti halnya pada masyarakat
Alalak begitu banyak yang memiliki begitu banyak kearifan lokal
sehingga dapat menjadi modal dasar dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakatnya.
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat Indonesia
umumnya dan Masyarakat Alalak khususnya yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
dan ketertinggalan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat. (Wrihatnolo &
Dwidjowijoto, 2007)
Pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan
sebuah “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai
tiga tahapan yaitu, penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan.
Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut (Wrihatnolo &
Dwidjowijoto, 2007):
a. Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang
hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk
penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai
“sesuatu”. Misalnya, target adalah kelompok masyarakat miskin.
Kepada mereka diberikan pemahaman bahwa mereka dapat
menjadi berada, dan itu dapat dilakukan jika mereka mempunyai
kapasitas untuk keluar dari kemiskinannya.
Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya
memberikan pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan
healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti
bahwa mereka perlu (membangun “demand”) diberdayakan dan
proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (tidak
dari orang lain)
b. Tahap kedua adalah pengkapasitasan. Inilah yang sering disebut
dengan capacity building, atau dalam bahasa yang lebih
sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberikan daya
atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu.
Misalnya, sebelum memberikan otonomi daerah, seharusnya
daerah-daerah yang hendak diotonomkan diberi program
pemampuan atau capacity building untuk membuat mereka
“cakap” (skilfull) dalam mengelola otonomi yang diberikan.
Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia,
organisasi, dan sistem nilai.
c. Tahap ketiga adalah pemberian daya itu sendiri – atau
empowerment dalam makna sempit. Pada tahap ini target
diberikan daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang. Pemberian ini
ssuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.
2. Pemberdayaan Mampu Menambah Daya Masyarakat
Paradigma pemberdayaan masyarakat yang mengemuka
sebagi issue sentral pembangunan dewasa ini muncul sebagai
tanggapan atas kenyataan adanya kesenjangan yang belum tuntas
terpecahkan terutama antara masyarakat di daerah pedesaan,
kawasan terpencil, dan terkebalakang. Padahal pertumbuhan
ekonomi nasional di wilayah perkotaan terus meningkat.
Pemberdayaan pada dasarnya menempatkan masyarakat sebagai
pusat perhatian dan sekaligus pelaku utama pembangunan (people-
centered development). (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)
Program-program pembangunan di era 1990-an yang dimulai
dari program IDT (Inpres Desa Tertinggal) telah menunjukkan tekad
pemerintah untuk mengentaskan masyarakat miskin dan sekaligus
sebagai bagian dari perwujudan pembangunan alternative yang
melihat pentingnya manusia (masyarakat), tidak lagi sebagi objek,
tetapi subjek pembangunan. Dalam konteks ini “partisipasi
masyarakat sepenuhnya” dianggap sebagai penentu keberhasilan
pembangunan.
Dalam pengertian konvensional, konsep pemberdayaan
sebagai terjemahan empowerment mengandung dua pengertian,
yaitu (1) to give power or authority to atau memberi kekuasaan,
mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain,
(2) to give ability to atau to enable atau usaha untuk memberi
kemampuan atau keberdayaan. Eksplisit dalam pengertian kedua ini
adalah bagaimana menciptakan peluang untuk mengaktualisasikan
keberdayaan seseorang. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)
3. Penerapan Pemberdayaan dalam Penanggulangan Kemiskinan
Penerapan pemberdayaan paling banyak digunakan dalam
upaya penanggulangan kemiskinan. Upaya penanggulangan
kemiskinan secara konseptual dapat dilakukan oleh empat jalur
strategis, yaitu perluasan kesempatan, pemberdayaan masyarakat,
peningkatan kapasitas, dan perlindungan social. Strategi perluasan
kesempatan ditujukan menciptakan kondis dan lingkungan ekonomi,
politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin baik laki-
laki maupun perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-
luasnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan taraf
hidup secara berkelanjutan. Strategi pemberdayaan masyarakat
dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi
dan budaya masyarakat, dan memperluas partisipasi masyarakat
miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan
keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Strategi
peningkatan kapasitas dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin
baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan
perkembangan lingkungan. Strategi perlindungan sosial dilakukan
untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok
rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo,
anak telantar, kemampuan berbeda/penyandang cacat) dan
masyarakat miskin baru baik laki-laki maupun perempuan yang
disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis
ekonomi, dan kondisi sosial. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)
Upaya penanggulangan kemiskinan secara praktis dapat
berlangsung dalam dua variasi berikut ini. Pertama, adanya program
yang mengadopsi lebih dari satu strategi tersebut secara paralel dan
berkaitan. Misalnya Program Pengembangan Kecamatan, Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, Program Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan Program
Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil untuk
menjalankan instrument pemberdayaan masyarakat, peningkatan
kapasitas, perluasan kesempatan berusaha, dan perlindungan
sosial. Kedua, adanya satu program yang hanya mengadopsi salah
satu dari strategi tersebut. Misalnya Program Bantuan Langsung
Tunai kepada Rumah Tangga Miskin sebagai instrument strategi
perlindungan sosial. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
Bahan Bakar Minyak kepada Rumah Tangga Miskin melalui
komponen pendidikan (Program Bantuan Operasional Sekolah,
BOS) dan kesehatan (Program Asuransi Kesehatan untuk Keluarga
Miskin, ASKESKIN) untuk menjalankan instrument strategi
peningkatan kapasitas. (Wrihatnolo & Dwidjowijoto, 2007)
4. Pengembangan Ekonomi
Globalisasi ekonomi yang dipengaruhi oleh ekonomi
neoklasik dan kekuatan kapitalis transnasional telah membawa
dampak pada banyak orang. Mereka merasakan bahwa ekonomi
mainstream tidak lagi memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini terlihat
pada angka pengangguran yang tinggi dalam masyarakat dan
ditambah dengan “pengangguran tersembunyi” yaitu mereka yang
tidak terhitung dalam statistik resmi. Mereka ingin memiliki
pekerjaan tetap atau yang hanya bekerja part time tidak tetap dan
menginginkan pekerjaan yang lebih bagus. Pengaruh globalisasi
tersebut juga terlihat pada jumlah kemiskinan yang semakin
meningkat yang tercermin tidak saja dalam statistik garis
kemiskinan, tetapi juga dalam angka ketergantungan pada
pertolongan darurat seperti, bantuan makanan, uang tunai langsung,
lumbung pangan dan sebagainya. Seluruh masyarakat dapat
menjadi terpinggirkan secara ekonomi, seperti sebuah industri yang
memindahkan logika pasar global dan “perdagangan bebas” dimana
yang tersisa hanyalah tutupnya pabrik, hilangnya pekerjaan,
masyarakat yang hancur dan keputusasaan personal. (Ife &
Tesoriero, 2008)
Dari perspektif pengembangan masyarakat respon terhadap
krisis ekonomi ini ditujukan bagi pengembangan pendekatan
alternatif yang berupaya merelokasikan aktivitas ekonomi dalam
masyarakat lokal serta memperbaiki kualitas kehidupan. Krisis
ekonomi yang sedang berlangsung telah memaksa banyak orang
dan masyarakat untuk mencari alternatif-alternatif tersebut. Dalam
realisasinya, ekonomi mainstream tidak lagi berfungsi secara efektif
untuk memenuhi kebutuhan mereka, yaitu kepentingan yang
memuncak dalam pengembangan ekonomi masyarakat (Shragge,
1993).
Pengembangan ekonomi masyarakat dapat memiliki bentuk-
bentuk yang berbeda, tetapi bentuk ini dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori. Pertama, pendekatan yang lebih konservatif
berupaya mengembangkan aktivitas ekonomi masyarakat sebagian
besar dalam parameter konvensional. Sedangkan kategori kedua,
pendekatan yang lebih radikal, yaitu berupaya mengembangkan
ekonomi berbasis masyarakat alternatif. (Ife & Tesoriero, 2008)
D. Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang Konservatif
1. Menarik Industri
Pendekatan yang lebih konservatif terhadap pengembangan
ekonomi masyarakat berupaya menemukan cara-cara baru yang
membuat masyarakat tersebut dapat lebih berpartisipasi dalam
ekonomi mainstream dengan cara menghimpun inisiatif. Pendekatan
ini mencoba menarik industri baru ke wilayah lokal dengan
memberikan lingkungan yang bagus untuk berinventasi. Misalnya,
mencari perusahaan untuk membangun pabrik di masyarakat
tersebut dapat menyediakan kesempatan kerja secara langsung dan
juga membuka lebih banyak peluang kerja dalam industry jasa.
Untuk menarik industri baru ini, masyarakat lokal perlu mencari
bantuan dari pemerintah pusat dalam menyediakan infrasktur (jalan,
lintasan kereta api, dan lain-lain) dan mungkin perlu membuat
penawaran lain yang lebih banyak pilihannya. Misalnya, pemerintah
daerah mungkin memberikan bantuan lahan untuk menarik industri,
atau memberikan kelonggaran kepada mereka melalui tarif lokal.
Adapun masalah dengan pendekatan tersebut adalah bahwa
industri akan terus berpindah-pindah mengikuti keadaan pasar.
Selain itu, tidak ada jaminan bahwa industri baru akan tetap berada
di dalam masyarakat lokal atau laba yang diperoleh akan
diinventasikan ke wilayah tersebut. Untuk menarik industri di tempat
yang pertama, masyarakat lokal yang menghadapi persaingan
dengan masyarakat lainnya mungkin menawarkan konsepsi yang
menarik sehingga keuntungan bersih yang diperoleh masyarakat
sangat kecil. Setelah industri tersebut didirikan, ia akan berupaya
sekuat tenaga untuk memperoleh konsesi yang lebih besar dari
masyarakat tersebut dengan cara memberikan ancaman untuk
menutup atau menarik usahanya. Stretegi ini jelas-jelas berupaya
memecahkan problem ekonomi masyarakat dengan menyandarkan
pada sistem ekonomi yang sama yang telah menyebabkan mereka
di tempat pertama. Dalam banyak kasus, keuntungannya mungkin
terbatas, berjangka pendek dan ilusif.
2. Memulai Industri Lokal
Terdapat potensi yang lebih besar dalam menggunakan
sumber daya, inisiatif, dan tenaga ahli lokal untuk membangun
industri lokal baru yang akan dimiliki dan dijalankan oleh orang-
orang yang ada di masyarakat lokal. Banyak program
pengembangan ekonomi masyarakat lokal menggunakan bentuk ini
dan program-program tersebut dapat berhasil dalam
mengembangkan aktivitas ekonomi serta menjadi kebanggan dalam
prestasi lokal. Hal ini melibatkan pemanfaatan kekayaan sumber
daya lokal, bakat, minat dan keahlian berserta penaksiran
keuntungan-keuntungan alam dari lokalitas tertentu dan kemudian
memutuskan apa jenis industri baru yang mungkin akan berhasil.
Masyarakat lokal yang memiliki ide-ide untuk bisnis baru dapat
dibantu mengubah impian menjadi kenyataan dengan bantuan
keuangan (seperti dari pemerintah setempat) dan dengan saran
mengenai cara-cara mengelola usaha kecil. Ada banyak contoh-
contoh yang berhasil sekarang ini tentang pengembangan ekonomi
masyarakat tersebut khususnya di wilayah-wilayah pedalaman
dimana terdapat kepemimpinan dinamis dari pemerintah lokal dan
masyarakat telah menghasilkan terbentuknya sejumlah usaha kecil
yang beraneka ragam, seperti pembuatan brondong (popcorn),
perbaikan perabot, pembuatan anggur dan pariwisata yang dapat
memperbaiki ekonomi dan minat berprestasi serta solidaritas bagi
masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan pembelanjaan yang relatif
sedikit dengan memperhitungan sumber daya yang ada di wilayah
tersebut dan berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah ide-ide
menjadi kenyataan (Dauncey, 1988)
Ketika bentuk pengembangan ekonomi masyarakat ini telah
berhasil, terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan
3. Pariwisata
Pada bagian ini, tempat pariwisata dalam pengembangan
ekonomi masyarakat sangat penting diperhatikan. Masyarakat yang
diterpa oleh krisis ekonomi, penutupuan industry lokal dan
pengangguran yang tinggi akan sering mencari potensi pariwisata,
khususnya jika tempat pariwisata itu menarik wisatawan karena
alasan pemandangan yang ada, sejarah atau hal lainnya yang
menjadi daya tarik yang potensial. Mempromosikan pariwisata dapat
menjadi alternatif yang menarik, pariwisata akan menjadi sumber
daya yang potensial yang dapat mendatangkan penghasilan, dan
juga sebagai industri yang “bersih” yang tidak menimbulkan polusi
serta dapat mendukung terbukanya tenaga kerja. Selain itu,
pariwisata juga dapat mendatangkan keuntungan dari bisnis yang
berbeda-beda yang menciptakan banyak pekerjaan dan dapat
menempatkan masyarakat itu pada “peta” dan sebagainya. Oleh
sebab itu banyak masyarakat berusaha memecahkan problem-
problem ekonomi mereka dengan membentuk dewan-dewan
pariwisata dan ingin menciptakan pasar wisata atau memperluas
pasar yang sudah ada. Tujuan strategi pengembangan ekonomi
tersebut, yaitu (i) menarik wisatawan yang lebih banyak untuk
datang ke masyarakat tersebut, baik sebagai tempat tujuan utama
ataupun sebagai rute ke tempat lain; (ii) untuk mendorong
wisatawan tinggal selama mungkin di wilayah lokal (semakin lama
mereka tinggal, semakin banyak uang yang akan mereka
keluarkan); (iii) untuk membuat mereka membelanjakan uang
sebanyak mungkin ketika mereka berada di sana.
Pariwisata mungkin menjadi pilihan yang menarik, tetapi
strategi tersebut dirasakan oeh masyarakat perlu dilakukan denga
sangat hati-hati, karena dari persfektif masyarakat pariwisata
menimbulkan banyak masalah. Pariwisata tidak dapat menjamin
masa depan ekonomi seperti yang mungkin diharapkan. Dengan
wilayah yang begitu banyak yang menghendaki dolar dari
wisatawan, terdapat masalah yang mudah muncul mengenai
permintaan yang tidak memadai; bagaimanapun hanya terdapat
begitu banyak wisataan untuk berkeliling dan masa ekonomi yang
sulit dapat berarti bahwa akan terdapat lebih sedikit wisatawan
daripada yang diharapkan, dan wisatawan tersebut mungkin akan
membelanjakan uang mereka lebih sedikit. Misalnya, resesi dalam
ekonomi Jepang, dapat berarti krisis ekonomi bagi banyak tujuan
wisata yang popular.
Pariwisata mungkin menimbulkan efek yang membahayakan
terhadap struktur masyarakat itu sendiri dan akan menjadi monster
yang menghancurkannya bukan menjadi penyelamat pariwisata
masyarakat lokal. Industri pariwisata sudah pasti memiliki hubungan
eksploitatif dengan para wisatawan yang bertujuan untuk
membelanjakan uang mereka sebanyak mungkin. Bersikap ramah
tamah, sopan dan berkemauan untuk menolong kepada para
wisatawan dilakukan demi menarik keuntungan secara ekonomi,
bukan karena nilai untuk berbuat demikian. Hal seperti ini bukanlah
persoalan kebanggaan terhadap masyarakat lokal seseorang,
budaya, peninggalan berharga atau lingkungan alam dan ingin
membagi kebanggaan tersebut dengan para wisatawan, tetapi
sebaliknya dilakukan karena ingin memperoleh keuntungan dengan
mengorbankan orang lain. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
seseorang tidak saja memasuki hubungan eksploitatif dengan
wisatawan, tetapi juga budaya lokal, peninggalan berharga dan
lingkungan itu sendiri menjadi alat untuk pengeruk keuntungan,
bukan berpegang pada nilai secara tulus. Fitur yang paling positif
diperjualbelikan dan dikemas untuk “konsumsi” wisawatan yang
bertentangan dengan maksud terdalam yang menjadikannya
istimewa di tempat pertama. Budaya lokal yang khas diubah menjadi
kepalsuan sebuah museum yang tanpa makna. Budaya lokal yang
unik harus dipsahkan secara cermat dengan dunia nyata tempat
wisatawan bersinggah, karena industry pariwisata memerlukan
“standar keramah-tamahan” yang berarti bahwa para wisatawan
harus dapat tinggal dalam suatu lingkungan “Holiday Inn” dimana
pun mereka berada (Nozick, 1992) jika masyarakat tidak
memberikan pengalaman kultural yang dibuat homogeni untuk
wisatawan “mainstream” yang dianggap ingin melihat pemandangan
yang luar biasa hanya untuk makan dan tidur di lingkungan yang
familiar, maka paket wisata dan bus-bus yang memuat para
wisatawan yang membawa banyak uang tidak akan terwujud.
E. Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang Radikal
Pendekatan terhadap pengembangan ekonomi masyarakat
di atas berupaya memperbaiki ekonomi masyarakat dengan
membantunya untuk berfungsi lebih efektif dalam tatanan ekonomi
yang ada. Sifat dasar dari tatanan yang ada yaitu tidak semua
masyarakat dapat berharap untuk memperolehkeuntungan dari
strategi tersebut, mereka yang “menang” akan memperoleh
keuntungan dengan mengorbankan orang lain disebabkan oleh sifat
dasar pasar yang kompetitif.
Pendekatan yang lebih radikal terhadap pengembangan
ekonomi masyarakat melibatkan upaya menemukan alternatif, yakni
ekonomi berbasis lokal (Albert & Ahnel, 1991). Perspektif ini
menjamin bahwa nilai surplus dari produktivitas lokal masih berada
dalam masyarakat yang menciptakannya bukan dipindahkan ke
masyarakat lain.
1) Koperasi
Pendirian koperasi merupakan satu acara yang dapat
dicapai dan terbukti efektif di berbagai lokasi. Koperasi juga memiliki
potensi untuk memperkuat bukan memperlemah solidaritas
masyarakat dan pengalaman dari banyak koperasi sangat
mendukungnya. Terdapat minat di seluruh dunia yang semakin
besar dalam koperasi pekerja di Mondragon (Morison, 1991; Hyte &
Whyte, 1988) dan terlihat bahwa koperasi menunjukkan alternatif
yang sangat baik untuk struktur ekonomi yang lebih konvensional.
Meskipun terdapat prinsipi-prinsip koperasi yang fundamental,
koperasi dapat memiliki bentuk-bentuk yang berbeda tergantung
pada kebutuhan lokal dan budaya lokal. Seperti halnya dengan
semua pengembangan masyarakat, pemaksaan rencana yang
disusun rinci tentang bagaimana melaksanakannya hampir pasti
gagal karena setiap masyarakat perlu memiliki bentuk koperasi
tersendiri untuk menyesuaikan denga situasi yang unik.
2) Bank Masyarakat dan Credit Unions
Bank nasional ataupun bank transnasional yang besar
merupakan bagian penting dari sistem ekonomi global, dan sudah
pasti beroperasi khususnya untuk kepentingan kapitalis
transnasional (jika mereka ingin mencoba hal yang sebaliknya,
mereka tidak akan bertahan hidup pada level nasional atau global).
Oleh karena itu, bank-bank tersebut tidak selalu ditempatkan secara
strategis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan
warganya. Kenyataannya, bank-bank tersebut memberikan
mekanisme penting untuk memindahkanlaba dari masyarakat lokal
dan penguasaan ekonomi lokal oleh kekuatan-kekuatan eksternal.
Untuk mendukung tujuan ini, beberapa inisiatif masyarakat telah
membentuk struktur perbankan lokal sehingga masyarakat tersebut
dapat memiliki penguasaan yang lebih besar atas ekonominya. Cara
ini memberikan kontrol masyarakat lokal, misalnya atas jenis usaha
yang seharusnya menerima pinjaman, penjadwalan ulang hipotek
bagi bank-bank yang tidak tasi mampu membayar dan suku bunga
atas investasi. (Dauncey, 1988; Meeker-Lowry, 1988)
Credit Unions dapat dikatakan merupakan bentuk perbankan
masyarakat yang paling lazim. Credit Unions adalah sekelompok
orang yang sepakat untuk untuk menanamkan uang mereka secara
bersama-sama dan memberikan pinjaman kepada para anggota
kelompoknya. Credit Unions beroperasi seperti bank lokal berskala
kecil. Akan tetapi, beberapa Credit Unions telah berkembang
sangat besar sehingga mereka kehilangan karakteristik organisasi
yang kecil, yaitu kontrol dan operasi masyarakat atau keanggotaan
yang efektif, khususnya memperjuangkan kepentingan para
anggota.
Pelajaran yang dapat diambil dari hal ini yaitu dalam
mendirikan bank masyarakat atau Credit Unions, sangat penting
untuk menjamin bahwa basis masyarakatnya dipertahankan dan
bank ini tidak dapat berkembang dan bergabung dengan ekonomi
nasional atau internasional, tetapi tetap sebagai fitur sentral dari
ekonomi lokal. Jika hal ini dapat dipertahankan, struktur perbankan
yang memihak pada kepentingan lokal dapat menjadi komponen
yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi alternatif.
F. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal
Banjarmasin Utara merupakan salah satu Kecamatan yang ada
di Kota Banjarmasin dengan luas sebesar 15,25 km2. Di sebelah utara
wilayah ini berbatasan dengan Kecamatan Alalak, Barito Kuala,
sebelah Selatan dengan Kecamatan Banjar Barat, sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan sebelah Barat berbatasan
dengan Sungai Barito. Awalnya, banyak terdapat industri pengolahan
kayu baik yang dikelola oleh perusahaan maupun secara individu di
wilayah Banjarmasin Utara, sehingga memberikan dampak secara
ekonomi terhadap penduduk di kawasan industri tersebut. Hampir
sebagian besar mereka bekerja dan menjalankan usaha pengolahan
kayu, hal ini disebabkan karena kondisi daerah Alalak yang sebagian
besar berada di pinggiran sungai, sehingga lebih mudah untuk
mendapatkan bahan baku dan mengirim hasil olahan kayu. Akan tetapi
adanya kebijakan pemerintah yang mengetatkan ilegal logging
berdampak pada industri pengolahan kayu dimana supply bahan baku
semakin langka. Kondisi tersebut memberikan dampak pada
masyarakat sekitar terutama yang bekerja di kawasan industri kayu,
tergolong dalam kategori rawan miskin (Radar Banjarmasin, 15 Mei
2012).
Sebenarnya banyak potensi yang bisa dimanfaatkan di kawasan
Banjarmasin Utara, mengingat di kawasan tersebut terdapat
beberapa tempat dan objek pariwisata yang menjadi andalan di Kota
Banjarmasin, seperti bangunan bersejarah Masjid Sultan Suriansyah,
Pasar Terapung, Pulau Kembang serta berbagai objek Pariwisata
Sungai lainnya. Namun, hingga saat ini berbagai potensi tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh Pemerintah maupun oleh
masyarakat yang berada disekitar objek tersebut. Padahal kalau
dimanfaatkan dengan baik maka tidak hanya memberikan keuntungan
bagi Pemerintah Kota Banjarmasin dalam hal peningkatan industri
kerakyatan, tetapi juga memberikan dampak pada peningkatan
kesejahteraan bagi masyarakat di kawasan Banjarmasin Utara.
1. Pariwisata sungai
Kondisi wilayah Banjarmasin Utara yang hampir sebagian besar
berada dikawasan pinggiran sungai sebenarnya dapat memberikan
potensi ekonomi bagi masyarakat setempat. Konsep Wisata Seribu
Sungai dapat ditawarkan untuk memberikan tambahan objek wisata
kepada masyarakat. Dengan adanya konsep tersebut, masyarakat
sekitar sungai yang menjadi tempat wisata dapat memanfaatkan
sungai sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan melalui wisata
sungai yang ditawarkan
2. Pariwisata religius
Salah satu bangunan bersejarah yang ada dikawasan
Banjarmasin Utara adalah Mesjid Sultan Suriansyah. Selama ini sudah
banyak wisatawan baik lokal maupun nasional bahkan internasional
yang berkunjung ke mesjid tersebut, akan tetapi potensi wisata
tersebut belum memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat,
padahal masyarakat sekitar dapat memanfaatkan objek tersebut untuk
membantu perekonomian mereka. Misalnya mereka dapat menjual
barang-barang baik dalam bentuk souvenir maupun dalam bentuk
makanan khas daerah disekitar kawasan tersebut. Dampak dari
kegiatan tersebut tentunya akan semakin banyak bermunculan
industri kerakyatan untuk menghasilkan souvenir dan makanan khas
daerah. Hal ini tentunya dapat dilakukan apabila ada kebijakan dari
pengelola mesjid maupun pihak yang terkait memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk melaksanakan aktivitas tersebut, misalnya
dengan menyediakan tempat yang ditata secara rapi, sehingga
memungkinkan bagi masyarakat untuk memanfaatkan peluang dan
potensi tersebut.
3. Pasar terapung
Pasar terapung merupakan pasar tradisional yang berada di
sungai Kuin, menampilkan kearifan lokal dalam bidang perekonomian
masyarakat. Yang menarik di pasar terapung ini adalah dalam
melakukan transaksi pembeli dan penjual berada diatas perahu
masing-masing.
G. Peningkatan PAD dan Pembangunan Daerah
Diundangkannya UU No. 32 pengganti UU No. 22/1999
mengenai otonomi daerah telah mengisyaratkan semakin otonomnya
peranan Pemerintah Daerah di dalam menyusun perencanaan
pembangunan daerah. Kebijaksanaan pembangunan yang
sentralistik dan tidak sesuai dengan sifat keragaman ekosistem dan
budaya semakin bergeser ke pendekatan paradigma pembangunan
yang baru yang lebih bersifat lokal. Otonomisasi sekaligus dapat
dipandang sebagai semakin terbukanya peluang perencanaan
pembangunan terpadu yang lebih berbasis ”Wilayah”, dalam arti
keterpaduan sistem wilayah akan menjadi dominan dibanding dengan
sistem pembangunan dengan pendekatan yang lebih menekankan
pendekatan sektoral.
Keterbatasan dana pembangunan dari ”pusat” telah
mengharuskan pemerintahan daerah meningkatkan sumber-sumber
penerimaan pemerintahan daerah ” sources of growth” yang
menjanjikan karena selama ini dianggap belum banyak
dikembangkan secara optimal karena secara potensial dianggap
masih memiliki peluang pengembangan yang sangat besar. Harapan
sektor perikanan dan kelautan dijadikan sektor yang dapat
memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan PAD telah
sering diterjemahkan dengan peningkatan retribusi komoditas-
komoditas pariwisata.
Namun sebagaimana dijelaskan pada paparan di atas,
penerapan kebijakan resource rent tax yang tidak tepat pada gilirannya
akan menurunkan daya kompetitif sektor tersebut di dalam
pembangunan daerah. Sebaliknya ”sinyal” kebijakan
mengembangkan yang tepat dapat meningkatkan daya kompetisi dan
berbagai dampak ganda (multiplier) pembangunan secara lintas
sektor, lintas regional dan lintas pelaku, yang pada gilirannya justru
akan meningkatkan sumber-sumber pendapatan pemerintah secara
lebih sustainable. Di lain pihak, perkembangan sektor-sektor yang
berbasis pada sumber daya-sumber daya lokal sering
diidentifikasikan secara tidak tepat.
Tujuan pembangunan daerah sebagaimana halnya
pembangunan skala makro seyogyanya tidak direduksi menjadi
tujuan-tujuan mengejar pertumbuhan atau penerimaan pemerintah
daerah. Pembangunan daerah memiliki dimensi yang sangat luas,
yang secara umum dapat dipilah atas tiga tujuan utama, yakni (1)
pertumbuhan, (2) pemerataan, (3) ekosistem/lingkungan. Ketiganya
memiliki keterkaitan yang erat dan tidak saling terpisahkan.
Kegagalan pencapaian satu tujuan dapat menggagalkan pencapaian
tujuan lainnya secara timbal balik.
Penekanan yang berbeda atas perubahan struktur yang dapat
diamati dalam literatur pembangunan ekonomi adalah antara lain:
kenaikan dalam tingkat akumulasi (Rostow, dan Lewis), pergeseran
dalam komposisi sektoral pada suatu perekonomian (industrialisasi)
dengan fokus awal pada aspek alokasi kesempatan kerja (Fisher,
1935, 1939; dan Clark, 1940), dan kemudian fokus pada perubahan
produksi dan penggunaan faktor (Kuznets, dan Chenery); dan
perubahan dalam alokasi aktivitas ekonomi (urbanisasi) serta
berbagai aspek terkait lainnya dengan industrialisasi seperti transisi
demografik dan distribusi pendapatan.
Pendekatan historis yang lebih menekankan pentingnya
transformasi sektoral adalah pendekatan tahapan
pertumbuhan/pembangunan ekonomi dari Rostow (1960),
dependency approach yang lebih mengidentifikasi bahwa socio-
economic structures sebagai akar penyebab underdevelopment, dan
leading sector (Hirschman, 1958 dan 1977; dan Myrdal, 1957)
dengan pendekatan staples. Pada pendekatan disebut terakhir inilah
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi dinyatakan dalam
bentuk karakteristik produksi yang lebih didominasi sumberdaya alam
(staples: pertanian/perikanan) akan dieksploitasi untuk pasar ekternal;
terdapat surplus untuk merespon permintaan eksternal, yang ketika
kemudian faktanya bahwa proses transformasi ekonomi banyak
melahirkan situasi stagnasi, mendorong pula munculnya kembali
sentimen dependency approach.
Kemudian, konsep utama pembagunan ekonomi sejak 1950an
adalah versi dinamik model Keynesian yaitu Harror-Domar, dual-
economy model (Lewis), demand complementarity, balanced growth,
dan big-push dengan fokus perhatian pada dua komponen inti dari
transformasi ekonomi yaitu: akumulasi dan komposisi sektoral. Pada
waktu hampir bersamaan, muncul teori neo-classik sebagai respon
terhadap model Harror-Domar dengan lebih supply side (Solow,
1956) dengan menyatakan bahwa tidak terdapat surplus tenaga kerja
dan pertumbuhan jangka panjang adalah sesungguhnya independen
terhadap tingkat tabungan.
Berbagai studi kemudian menunjukkan adanya stylized facts
dari suatu proses pertumbuhan dan transformasi yaitu yang paling
utama adalah menurunnya share output dan kesempatan kerja sektor
pertanian dan tingginya total factor productivity (TFP) pada sektor
industri (modern) dibanding sektor pertanian/perikanan.
Sebenarnya, akumulasi modal (fisik dan sumberdaya manusia)
dan pergeseran dalam komposisi permintaan, perdagangan,
produksi, dan kesempatan kerja memang dapat dipandang sebagai
economic core dari suatu transformasi ekonomi dimana
keterkaitannya dengan berbagai proses perubahan soial-ekonomi
dapat saja dianggap sebagai dampak ikutan. Dalam perpektif inilah
mungkin, penentuan sektor pertanian dan perikanan sebagai basis
pengembangan ekonomi KTI, menarik untuk lebih dicermati sehingga
selanjutnya dapat dikaji bagaimana strategi dan proses transformasi
yang akan dilakukan dalam sektor ini sendiri secara lebih tepat
dengan mempertimbangkan aspek wilayah.
Baru pada dekade 1960an para pakar ekonomi pembangunan
mulai secara serius melihat bagaimana peranan sektor pertanian bila
dikaitkan dengan industri, dalam proses pembangunan ekonomi
suatu negara atau wilayah. Sektor pertanian tidak dapat berkembang
tanpa kaitan yang kuat dengan sektor industri dan jasa. Sejak itu
perkembangan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan sektor
industri dan jasa. Namun, sejalan dengan teori neoklasik, terlihat
bahwa sektor pertanian dan agro-industri di Indonesia, semakin
dipinggirkan dari prioritas pembangungan ekonomi sejak pertengahan
1980an.
Sejumlah indikatornya dapat dilihat antara lain: (i) Share sektor
pertanian terhadap PDB turun, seiring dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi. Begitu juga tingkat pertumbuhannya, jauh dibawah
pertumbuhan rata-rata PDB, kecuali pada saat krisis. (ii) Trend
penurunan harga riil komoditas pertanian. Misal, harga riil beras pada
tahun 1950 adalah $500 per ton, menurun sampai dibawah $ 200 per
ton saat ini, demikian pula dengan harga gandum, gula, kedelai dan
CPO. Turunnya harga riil tersebut menjadi alasan yang kuat oleh
perumus kebijakan untuk tidak mengalokasikan dana yang besar di
sektor pertanian. (iii) Pelebaran spread antara harga dunia dan harga
domestik, atau harga ditingkat produsen dan konsumen. (iv)
Rendahnya dana riset untuk mendukung pengembangan teknologi
pertanian yang nilainya hanya 0,05% dari PDB pertanian. (v)
Sebagian besar kredit dikucurkan oleh perbankan adalah ke sektor
non-pertanian (Surono, 2005).
Sejumlah indikator di atas agaknya kembali perlu dijadikan
fokus acuan perhatian dan pertimbangan motivasi untuk menciptakan
industrialisasi sektor pertanian dan perikanan sebagai basis
pengembangan ekonomi di KTI. Masih diperlukan suatu pemahaman
fakta empiris yang lebih baik tentang kondisi riel sektor pertanian dan
perikanan di KTI ini ( Surono 2005). Sebab memang benar bahwa
perubahan struktur adalah suatu konsukuensi wajar dari pertumbuhan
ekonomi, namun hal ini juga merupakan suatu proses yang dapat
digangu (disruptive process). Implikasinya adalah berbagai segmen
perokonomian akan bertumbuh dengan tingkat yang berbeda dan
apakah benar bahwa kelompok pelaku ekonomi yang mengalami
pertumbuhan yang relatif melambat akan menjadi korban
dibandingkan dengan kelompok pelaku yang berada pada sektor
bertumbuh cepat.
Sebenarnya, kebutuhan tingginya pertumbuhan ekonomi di
sektor pertanian dan perikanan bersamaan dengan menurunnya
share baik dalam ouput maupun kesempatan kerja bukanlah hal yang
kontradiktif. Namun, kondisi tersebut memang mendorong lahirnya
kesalahan persepsi bahwa sektor pertanian menjadi tidak penting
lagi, seperti bahwa tidak lagi membutuhkan pengalihan sumberdaya
dan perlunya keberpihakan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain,
paradigma beserta strategi dengan penurunan share pertanian demi
sektor lain yang lebih dinamis akan selalu berhasil apabila dimulai
sejak awal dengan pertumbuhan yang tinggi pula pada sektor
pertanian (Jepang dan Eropa Barat).
Di lain pihak, apabila sektor pertanian berangkat dari awal
dengan teknologi tradisional dengan produktivitas dan standar hidup
yang rendah (kemiskinan), maka upaya untuk menekan share sektor
ini tentu akan melahirkan suatu stagnasi bukannya melahirkan suatu
pertumbuhan ekonomi. Pada kasus ini adalah tentu sangat diperlukan
suatu pola yang tepat untuk melakukan transformasi sektor pertanian
dan perikanan agar kita dapat berharap bahwa industrialisasi akan
benar memiliki efek ril seperti yang diharapkan, termasuk
industrialisasi di sektor pertanian sendiri.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
Pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya,
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi Kota
Banjarmasin secara keseluruhan. Namun demikian secara empiris kondisi
ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya yang dulunya sangat terbantu
dengan adanya usaha-usaha kayu yang ada disekitar Alalak, sekarang
relatif mulai harus mencari solusi baru untuk menggantikan usaha bidang
perkayuan tersebut.
Pendekatan pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan
sekitarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sedapat
mungkin dilaksanakan berdasarkan Potensi Ekonomi Wilayah.
Pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya harus
didasarkan pada prinsip local base economi. Disamping itu
pengembangan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya harus
mempertimbangkan pula potensi sumber daya manusia wilayah Alalak
dan sekitarnya sebagai salah satu driving factor yang sangat penting
dalam pembangunan ekonomi. Kondisi lain yang tidak dapat diabaikan
dalam pembangunan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya adalah
aspek kelembagaan ekonomi yang ada dalam masyarakat, demikian pula
halnya dengan kondisi social capital masyarakat Alalak dan sekitarnya.
Keadaan sosial ekonomi dan dukungan infrastruktur tentu saja
merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat
Alalak dan sekitarnya, terutama dalam menunjang pengembangan sektor
ekonomi unggulan masyarakat Alalak dan sekitarnya, baik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang. Khusus untuk pengembangan
ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya jangka panjang terkait dengan
rencana daerah ini dijadikan sebagai kawasan Kota Pusaka yang akan
menjadi pusat kunjungan dan perhatian para wisatawan, yang sangat
membutuhkan dukungan seluruh masyarakat yang juga tidak terlepas dari
dukungan Pemerintah dan Tokoh-Tokoh masyarakat.
Gambar 3.1Kerangka Analisis Penelitian
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan menggunakan pendekatan penelitian
yang bersifat analisis deskriptif – kualitatif untuk menggambarkan dan
mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelayakan
usaha yang potensial untuk dikembangkan pada masyarakat Kecamatan
Banjarmasin Utara pada umumnya dan Alalak sekitarnya pada
khususnya.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Banjarmasin Kecamatan
Banjarmasin Utara dengan fokus pada masyarakat Alalak dan
sekitarnya yang ada di Kelurahan Pangeran, Kelurahan Kuin Utara,
Kelurahan Alalak Utara, Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan
Alalak Selatan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan selama 4
bulan.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pada wilayah
Alalak dan sekitarnya yang ada di Kelurahan Pangeran, Kelurahan
Kuin Utara, Kelurahan Alalak Utara, Kelurahan Alalak Tengah dan
Kelurahan Alalak Selatan. Adapun jumlah sampel dengan
responden sebanyak 300 orang responden ditentukan berdasarkan
sistem proporsional quota sampling pada masing-masing kelurahan
dengan memperhatikan potensi sektor ekonomi dan kelembagaan
ekonomi masyarakat.
Tabel 4.1Sampel Penelitian
NAMA KELURAHAN
JUMLAH RESPONDEN
Pangeran 60Kuin Utara 60Alalak Selatan
60
Alalak Tengah
60
Alalak Utaran 60Jumlah 300
Sumber: Tim Peneliti, 2012.
Lima kelurahan yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini
dengan pertimbangan letak wilayah kelima kelurahan tersebut yang
sangat strategis terutama kondisi perairan sungai yang sangat
potensial untuk dikembangkan sebagai suatu kawasan ekonomi yang
saling berintegrasi.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Sumber data sekunder diperoleh dari dinas-dinas/instansi terkait
di Kota Banjarmasin.
b. Data primer diperoleh dari sumber primer yakni data yang
diperoleh secara langsung dari para responden.
5. Teknik Pengumpulan Data
Data sekunder dan data primer dikumpulkan dengan
menggunakan kombinasi teknik-teknik pengumpulan sebagai berikut:
a. Daftar pertanyaan berupa kuesioner yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data secara langsung dari responden penelitian.
b. Interview Mendalam, berupa wawancara mendalam yang
dilakukan secara langsung dengan para responden dalam
penelitian ini.
c. Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
mengamati secara langsung kondisi sosial ekonomi masyarakat
Alalak dan sekitarnya di lokasi penelitian.
6. Metode Analisis Data
Untuk menghasilkan keluaran penelitian yang akurat, relevan
dengan tujuan penelitian, maka digunakan kombinasi peralatan
analisis sebagai berikut:
a. Analisis deskriptif kualitatif yang digunakan untuk menjelaskan
kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya di lima
kelurahan yaitu Kelurahan Pangeran, Kelurahan Kuin Utara,
Kelurahan Alalak Utara, Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan
Alalak Selatan.
b. Model matriks comparatif potensi antara beberapa sektor
ekonomi berdasarkan preferensi masyarakat wilayah Alalak dan
sekitarnya.
7. Prosedur Penelitian
Untuk mengarahkan kegiatan penelitian ini dengan baik, maka
perlu diuraikan secara garis besar beberapa tahapan yang akan
dilaksanakan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, sebagai
berikut: (rincian jadwal terlampir)
i. Penyusunan proposal penelitian,
ii. Pengajuan proposal penelitian,
iii. Seminar proposal penelitian,
iv. Penyusunan instrumen penelitian,
v. Penentuan sampel dan obyek penelitian,
vi. Uji validitas instrumen penelitian,
vii. Perekrutan dan seleksi enumerator,
viii. Pelatihan enumerator,
ix. Pengumpulan data penelitian,
x. Pengolahan data penelitian,
xi. Analisa data penelitian,
xii. Penulisan draft laporan penelitian,
xiii. Seminar hasil penelitian,
xiv. Penyusunan laporan akhir (final report) penelitian,
xv. Penyerahan laporan akhir hasil penelitian.
8. Tim Peneliti
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini, dilaksanakan oleh Tim peneliti
dari Lembaga Penelitian Unlam yang memiliki kemampuan dan
pengalaman yang sesuai dengan bidang keahlian. Adapun susunan
tim peneliti adalah sebagai berikut :
Pengarah : DR. Ahmad Alim Bachri, SE, M.Si
Ketua : Irwansyah, S.Sos, M.Si
Anggota : Ahmad Rifani, SE, MM
: Maya Sari Dewi, S.Sos, MM
: M. Zainal Abidin, S.Sos, M.Si
: Rusdayanti Asma, SE, M.Si
: Rusniati, SE, M.Si
Pembantu Peneliti : Redawati, SE, M.Fin
: Wahyu Irpan, S.Pd
BAB V
HASIL PENELITIAN
9. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Banjarmasin sejak dahulu memegang peranan strategis dalam lalu lintas
perdagangan antar pulau, karena posisi wilayah yang terletak pada pertemuan antara
Sungai Barito dan Sungai Martapura yang luas dan dalam. Dengan posisi 22 km dari
laut Jawa, kedua sungai tersebut tentunya dapat dilayari kapal besar sehingga kapal-
kapal Samudera dapat merapat hingga Kota Banjarmasin. Selain itu, posisi strategis
dari kota Banjarmasin yang terletak di sekitar muara Sungai Barito, menyebabkan
Banjarmasin menjadi pintu gerbang bagi berbagai kapal yang hendak berlayar ke
daerah pedalaman di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Kota Banjarmasin memiliki kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dengan
Sungai Barito beserta anak-anak sungainya. Penduduk kota Banjarmasin masih
banyak yang tinggal di atas air, beraktivitas di sungai dan sekitarnya, serta bermukim
di atas sungai dengan membangun rumah di atas tiang atau di atas rakit dipinggir
sungai (rumah lanting).
Budaya sungai yang terus berkembang, memberikan corak budaya tersendiri
dan menarik di Kota Banjarmasin. Pusat kota Banjarmasin sendiri terletak di
sepanjang jalan Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran khususnya Bank
terdapat di Jalan Lambung Mangkurat, keberadaaan Sungai Barito sendiri berada di
sebelah Barat dari pusat kota. Salah satu kegiatan wisata paling menarik adalah
berjalan menyusuri sungai dan kanal di sekitar kota Banjarmasin. Wisatawan dapat
menyusuri Sungai Martapura dan Sungai Barito dengan menggunakan perahu klotok
dan speedboat, untuk menyaksikan pemandangan alam sungai pinggiran kota yang
masih asli.
Selain kegiatan wisata air, jenis wisata lainnya yang tersedia antara lain Makam
Sultan Suriansyah, Masjid Sultan Suriansyah, dan Pasar Terapung yang berada di
Kecamatan Banjarmasin Utara. Ketiga objek wisata ini dapat dikombinasikan dengan
kegiatan wisata air karena posisinya yang berada di sepanjang bantaran Sungai Kuin.
Objek wisata yang tersedia di kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara,
khususnya daerah Alalak dan sekitarnya di sepanjang bantaran Sungai Kuin dapat
dijadikan sebagai peluang usaha yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal
ini juga sejalan denga salah satu tujuan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan Pasal 3, dimana tujuan penyelenggaraan kepariwisataan
antara lain memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja
serta untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Gambar 5.1Peta Administrasi Kota Banjarmasin
Potensi lain yang dimiliki wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara khususnya
masyarakat Alalak dan sekitarnya diantaranya adalah produk khas daerah yang
diproduksi di wilayah ini, seperti produk kerajinan tanggui, purun, maupun tajau.
Selain itu, sisa-sisa kayu dari kegiatan penggergajian oleh perusahan kayu yang
terdapat di daerah Alalak dan sekitarnya sangat potensial untuk dikembangkan
menjadi berbagai produk kerajinan yang akan menjadi sumber pendapatan baru bagi
masyarakat Alalak dan sekitarnya.
Gambar : 5.2Peta Banjarmasin Utara
Sumber: Data Kecamatan Banjarmasin Utara, 2012.
Wilayah Alalak dan sekitarnya yang posisinya dapat dijangkau baik melalui jalur
darat maupun sungai, menjadikan wilayah ini posisi geosentris dan geoekonomi yang
sangat strategis dan menguntungkan dari berbagai sisi. Kondisi ini perlu dimanfaatkan
oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya. Untuk lebih jelasnya kondisi tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar: 5.3 Lokasi Penelitian
Sumber: Data Kecamatan Banjarmasin Utara, 2012.
Terkait dengan pelaksanaan penelitian Kajian Pengembangan Industri
Kerakyatan di Wilayah Banjarmasin Utara, maka pelaksanaannya lebih difokuskan
pada lima kelurahan yang dianggap paling refresentatif yaitu Kelurahan Pangeran,
Kuin Utara, Alalak Selatan, Alalak Tengah dan Alalak Utara. Kelima kelurahan
tersebut memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat strategis terutama kondisi
perairan sungai yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai suatu kawasan
ekonomi yang saling berintegrasi.
Secara faktual, kelima kelurahan tersebut memiliki kondisi wilayah yang
potensial untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Namun demikian kondisi
tersebut belum dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat yang
berada di wilayah Alalak dan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari angka kemiskinan
pada Kecamatan Banjarmasin Utara dimana terdapat 3.999 rumah tangga miskin,
terbanyak kedua di Kota Banjarmasin setelah Kecamatan Banjarmasin Selatan
(Sumber: Basis Data Terpadu Untuk Program Perlindungan Sosial, Maret 2012).
Pembangunan kawasan ekonomi khusus secara langsung akan memberikan
manfaat bagi masyarakat Alalak dan sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
integrasi pengembangan ekonomi yang berbasis potensi kearifan lokal, antara lain
pengembangan wisata pasar terapung, industri kerajinan, pengembangan usaha
budidaya perikanan dengan sistem keramba, serta lainnya. Berikut disampaikan profil
wilayah masing-masing kelurahan.
Kelurahan Pangeran sebagai salah satu lokasi penelitian mempunyai luas
wilayah 188,5 Ha yang terdiri dari Pemukiman (100 Ha), Pendidikan (55 Ha),
Pertokoan (3 Ha), Perkantoran (4 Ha), Kuburan (8 Ha), Persawahan (4 Ha), dan
lainnya (14,5 Ha). Adapun penduduk Kelurahan Pangeran hingga tahun 2011
berjumlah 10.861 jiwa dari sejumlah 2.722 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk
laki-laki 4.937 jiwa dan penduduk wanita 5.924 jiwa.
Permasalahan dan kendala yang dihadapi pemerintah Kelurahan Pangeran
dalam melaksanakan program kerja tahun anggaran 2012 yang berkaitan dengan
penelitian ini antara lain (1) kurangnya informasi yang didapat dalam kegiatan
pendidikan dan pelatihan bagi aparatur dan warga masyarakat yang dilaksanakan
oleh Pemerintah, Dinas maupun Instansi terkait; dan (2) Kegiatan pembangunan
sarana dan prasarana yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Dinas maupun Instansi
terkait di dalam wilayah kerja Kelurahan Pangeran tidak pernah melibatkan dan
memberitahukan pihak Kelurahan akan adanya kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan.
Kelurahan Kuin Utara memiliki luas wilayah 131,42 Ha, yang terdiri dari
Pemukiman (62,67 Ha), Kuburan (31 Ha), Pekarangan (15,60 Ha), Taman (5,20 Ha),
serta prasarana lainnya (16,95 Ha). Adapun penduduk pada wilayah ini hingga tahun
2011 berjumlah 10.281 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 5.232 jiwa dan
penduduk wanita 5.049 jiwa.
Untuk kelembagaan ekonomi, kelurahan ini memiliki sebuah koperasi dengan
tenaga kerja sebanyak 42 orang, 5 industri makanan dengan tenaga kerja sebanyak
25 orang, 5 industri kerajinan dengan tenaga kerja sebanyak 50 orang, 2 industri
mebel dengan tenaga kerja sebanyak 14 orang, serta beberapa warung makan, toko
kelontong, bengkel, percetakan sablon serta terdapat sebuah pasar. Sedangkan dari
sarana pendidikan, kelurahan ini memiliki 7 buah Sekolah Taman Kanak-kanak, 7
buah Sekolah Dasar, dan 2 buah SMP serta 6 buah TPA Al Qur’an. Kemudian dilihat
dari prasaran kesehatan, kelurahan ini memiliki 6 buah Posyandu, 2 buah tempat
praktek dokter, sebuah apotik dan 7 buah toko obat.
Kelurahan Alalak Selatan mempunyai luas wilayah yang cukup besar yaitu
158,80 Ha yang terdiri dari pemukiman (110 Ha), persawahan (33 Ha), perkebunan (7
Ha) dan lain-lain (8,80 Ha). Adapun jumlah penduduk pada Kelurahan Alalak Selatan
sebanyak 12.206 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 6.115 jiwa dan penduduk
perempuan 6.091 jiwa dengan jumlak kepala keluarga sebanyak 3.265 KK.
Dilihat dari sarana pendidikan, Kelurahan Alalak Selatan memiliki 2 buah
Sekolah Taman Kanak-kanak, 4 buah Sekolah Dasar, dan sebuah SMP dengan
jumlah guru sebanyak 64 orang. Sedangkan dari sarana kesehatan terdapat 1 buah
Puskesmas, 9 buah Posyandu, dan sebuah tempat dokter praktek. Untuk
kelembagaan ekonomi, Kelurahan ini memiliki sebuah Koperasi dengan jumlah
anggota 66 orang, sebuah industri mebel dengan enam orang karyawan, serta
beberapa warung makan, kios kelontong, bengkel, sablon dan lain-lain serta sebuah
pasar.
Kelurahan Alalak Tengah adalah wilayah yang tingkat perkembangan
penduduknya cukup tinggi sehubungan dengan tingkat pembangunan perumahan
yang terus menerus meningkat setiap tahunnya. Kelurahan ini memiliki luas wilayah
yang cukup besar yaitu 125 Ha, yang terdiri dari pemukiman (85,50 Ha), persawahan
(4,40 Ha), perkebunan (5 Ha) dan lain-lain (30,1 Ha). Jumlah penduduk pada
kelurahan berdasarkan pada data Juni 2012 tercatat sebanyak 8.316 jiwa yang terdiri
atas penduduk laki-laki 4.234 jiwa dan perempuan 4.073 jiwa serta terdapat 2.531
jumlah kepala keluarga.
Dilihat dari kelembagaan ekonomi, kelurahan ini memiliki 9 buah industri mebel,
11 buah warung makan, 20 buah kios kelontong serta 2 buah pasar. Kemudian dari
sarana pendidikan terdapat 4 buah Sekolah Taman Kanak-kanak, 5 buah Sekolah
Dasar, 2 buah SMP dan sebuah SMA. Selanjutnya dari sarana kesehatan terdapat 1
buah puskesmas, 6 buah posyandu dan sebuah tempat praktek dokter.
Kelurahan Alalak Utara memiliki luas wilayah sebesar 330.000 Ha yang terdiri
dari 46 RT dan 3 RW, dengan jumlah penduduk sebanyak 17.866 jiwa, yang terdiri
dari penduduk laki-laki 8.906 jiwa dan perempuan 8.960 jiwa. Mata pencaharian pokok
pada kelurahan ini sebagian besar adalah sebagai buruh harian lepas dan petani.
Pada kelurahan ini terdapat sebuah pasar tradisional yang permanen serta adanya
pasar mingguan yang beraktivitas setiap minggu malan dan rabu malam.
10. Karakteristik Responden Penelitian
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap responden penelitian pada
kelima wilayah Kelurahan yang ada pada Kecamatan Banjarmasin Utara tersebut,
maka dapat diketahui karakteristik responden menuntut jenis kelamin, tingkat
pendidikan, umur, status perkawinan, pekerjaan dan tanggungan keluarga.
Karakteristik responden tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang lebih
komprehenship terhadap para responden yang menjadi sumber informasi utama
dalam penelitian ini.
Tingkat kualitas penelitian yang dihasilkan salah satunya ditentukan oleh
tingkat keakuratan informasi yang diperoleh dari para responden penelitian. Oleh
karena itu, setiap penelitian perlu menjelaskan siapa yang menjadi responden
penelitiannya dengan baik. Untuk mengetahui kondisi tersebut di atas maka dapat
dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.1Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur
dan Status Perkawinan
Karakteristik Jumlah(Orang) Persentase (%)
1. Jenis kelamin (n=300) Laki-lakiPerempuan
2. Umur (n = 300) 3031– 4041 – 50 > 50
26238
296981
121
87,312,7
9,723,027,040,3
3. Status Perkawinan (n=300) Kawin Belum kawin Duda/Janda
2671320
89,04,36,7
Total 300 100 Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa perbandingan jumlah
responden penelitian yang dilaksanakan pada lima kelurahan pada Kecamatan
Banjarmasin Utara tersebut adalah 87,3% laki-laki dan 12,7% wanita. Oleh karena itu,
berdasarkan informasi tersebut di atas maka diketahui bahwa yang menjadi tulang
punggung dalam keluarga pada kelima kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Utara
tersebut adalah laki-laki terutama dalam membangun kehidupan ekonomi masyarakat.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kehidupan rumah tangga masyarakat
di bantaran sungai Kuin relatif berjalan dengan baik dalam pengertian kehidupan
rumah tangga masyarakatnya berjalan harmonis, sehingga keadaan tersebut
merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam membangun kultur
masyarakat yang lebih maju di masa yang akan datang melalui dukungan rumah
tangga yang relatif baik.
Kemudian berdasarkan umur responden dalam penelitian ini diketahui bahwa
persentase umur responden yang lebih muda atau kurang dari 30 tahun jumlahnya
mencapai 9,7%, sementara yang berumur 31– 40 jumlahnya mencapai 23,0%,
adapun yang berumur antara 41-50 tahun jumlahnya mencapai 27,0%, sementara
yang umurnya lebih dari 50 tahun jumlahnya mencapai 40,3%. Kondisi tersebut
menggambarkan bahwa masyarakat pada lima kelurahan tersebut memiliki potensi
yang cukup baik untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi daerah pada
wilayah tersebut di masa yang akan datang, karena 59,7% kepala rumah tangganya
dalam kategori usia produktif.
Status perkawinan responden pada wilayah Kelurahan Pangeran, Kelurahan
Kuin Utara, Kelurahan Alalak Selatan, Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan Alalak
Utara berdasarkan Tabel 5.1 di atas maka responden yang berstatus kawin jumlahnya
89,0% dan yang berstatus belum kawin jumlahnya hanya 4,3%, sedangkan yang
berstatus janda/duda jumlahnya 6,7%. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa
kehidupan masyarakat pada kelima kelurahan di wilayah Kecamatan Banjarmasin
Utara tersebut pada umumnya memandang pentingnya hidup berkeluarga.
11. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Wilayah Alalak dan Sekitarnya
Faktor yang sangat penting untuk diperhatikan adalah pekerjaan yang menjadi
sumber penghidupan bagi keluarga dan jumlah tanggungan keluarga yang menjadi
tanggungjawab kepala rumah tangga dalam setiap rumah tangga responden.
Pekerjaan sangat penting dianalisis untuk menggambarkan bagaimana kondisi sosial
ekonomi masyarakat yang ada di lima kelurahan yang diteliti terutama dalam
memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Berdasarkan uraian di atas, maka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat di wilayah Kecamatan Banjarmasin Utara pada Kelurahan
Pangeran, Kelurahan Kuin Utara, Kelurahan Alalak Selatan, Kelurahan Alalak Tengah
dan Kelurahan Alalak Utara dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 5.2Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)1 Wiraswasta 218 72,62 Petani 8 2,73 Buruh/Karyawan 39 13,04 Lainnya 35 11,7
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas maka dapat diketahui bahwa responden yang
pekerjaan utamanya sebagai wiraswasta jumlahnya 72,6%, petani jumlahnya 2,7%,
buruh/karyawan sebesar 13% dan lainnya 11,7%. Secara umum berdasarkan
informasi dari data pada Tabel 5.3 di atas tampak bahwa pada umumnya masyarakat
pada kelima kelurahan tersebut adalah berwirausaha dengan mayoritas responden
yang berwirausaha tersebut melakukan kegiatan perdagangan baik berupa
perdagangan keperluan sehari-hari maupun perdagangan barang makanan. Dengan
demikian untuk memberdayakan masyarakat berdasarkan mata pencaharian pada
kelima kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Utara tersebut maka diperlukan stimulus
kebijakan yang berbasis pada sektor perdagangan agar perekonomian masyarakat
yang ada di wilayah Alalak dan sekitarnya dapat lebih dioptimalkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
Kondisi yang tidak kalah pentingnya mendapatkan perhatian adalah
tanggungan keluarga bagi setiap kepala rumah tangga dalam penelitian ini. Oleh
karena itu, pada Tabel 5.3 berikut dapat dilihat jumlah beban tanggungan keluarga
masyarakat yang ada pada lima kelurahan di wilayah Banjarmasin Utara, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3Distribusi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga
No Tanggungan Keluarga Jumlah Presentase (%)1 3 < 108 36,02 3 – 5 161 53,73 6 – 8 31 10,3
Total 300 100 Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas maka dapat diketahui bahwa variasi tanggungan
keluarga pada masyarakat di lima kelurahan Alalak dan sekitarnya pada Kecamatan
Banjarmasin Utara menunjukkan bahwa tanggungan keluarga yang jumlahnya kurang
dari 3 orang jumlahnya mencapai 36%, sedangkan yang tanggungan keluarganya
antara 3-5 orang jumlahnya mencapai 53,7%, sementara yang jumlahnya 6 – 8 orang
mencapai 10,3%. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan
rata-rata kepala rumah tangga masyarakat pada wilayah Alalak dan sekitarnya
memiliki tanggungan keluarga yang cukup besar. Oleh karena itu, beban hidup dan
tanggung jawab kepala keluarga secara ekonomi bagi masyarakat Alalak dan
sekitarnya juga relatif berat, sehingga memerlukan perhatian berupa kebijakan yang
dapat membantu meningkatkan pendapatan rumah tangganya agar kehidupannya
dapat lebih sejahtera. Adapun tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel
berikut:
Tabel: 5.4Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)1 Tidak Tamat SD 10 3,31 Sekolah Dasar 83 27,72 SLTP 57 19,0
3 SLTA 126 42,04 Akademi/Diploma 22 7,35 Sarjana 2 0,7
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Tingkat pendidikan masyarakat Alalak dan sekitarnya yang digambarkan
melalui responden penelitian ini menunjukkan bahwa 3,3% masyarakat pada wilayah
Alalak dan sekitarnya tersebut berpendidikan tidak tamat sekolah dasar, tingkatan
sekolah dasar 27,7%, sedangkan untuk tingkat pendidikan SLTP jumlahnya 19,0%
dan untuk pendidikan SLTA jumlahnya 42,0%, selanjutnya untuk pendidikan
akademi/diploma dan sarjana hanya 7,3% dan 0,7%. Berdasarkan Tabel 5.5 di atas
diketahui bahwa kompetensi masyarakat Alalak dan sekitarnya di Kecamatan
Banjarmasin Utara masih terdapat kepala keluarga yang hanya mempunyai
pendidikan tertinggi tidak tamat SD (3,35%), tamatan SD (27,7%) dan tamatan SLTP
(19%). Kondisi tersebut merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan
ekonomi dan pembangunan wilayah Alalak dan sekitarnya secara umum. Oleh karena
itu, masyarakat Alalak dan sekitarnya perlu senantiasa didorong untuk meningkatkan
kualitas pendidikannya, agar mereka memiliki kemampuan untuk bersaing dalam
proses kehidupan yang semakin kompetitif dimasa datang.
12. Analisis Potensi dan Kompetensi Masyarakat Alalak dan Sekitarnya Untuk Menjalankan Usaha
Pembangunan ekonomi suatu wilayah atau daerah melalui pemanfaatan
potensi ekonomi daerah sangat tergantung dari kemampuan sumberdaya manusia
pada suatu wilayah. Kondisi tersebut tentu saja berlaku pula pada wilayah Alalak
dan sekitarnya, karena pada prinsipnya sumberdaya manusia merupakan driving
factors dalam proses pengelolaan potensi ekonomi daerah. Oleh karena itu,
rencana pengembangan ekonomi suatu wilayah seharusnya didukung potensi
sumberdaya manusianya.
Potensi sumberdaya manusia yang dimaksudkan adalah bukan hanya
sekedar kuantitas semata, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah competency
sumberdaya manusia yang tersedia untuk membantu melaksanakan proses
pembangunan yang bertujuan untuk memajukan daerah dan sekaligus untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Memperhatikan konsep tersebut di atas
maka kondisi potensi sumberdaya manusia pada wilayah Alalak dan sekitarnya
sebagai penopang pelaksanaan pembangunan ekonomi dan pembangunan
daerah pada umumnya, terutama pada wilayah yang menjadi lokasi penelitian
dijelaskan pada beberapa Tabel berikut:
Tabel 5.5Distribusi pendidikan anak 12 tahun ke Atas
Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tanpa Anak / Blm 12 Thn 107 35,72 Tidak tamat SD 8 2,73 Tamat SD dan Sederajat 30 10,04 Tamat SLTP dan sederajat 51 17,05 Tamat SLTA dan Sederajat 77 25,76 Tamat Diploma 3 1,07 Tamat Sarjana (S1) 24 8,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan generasi
muda masyarakat Alalak dan sekitarnya secara umum relatif sudah baik. Pada
kondisi anak usia 12 tahun ke atas, semestinya tingkat pendidikan yang sudah
ditempuh minimal sudah tamat sekolah dasar / sederajat. Kondisi obyektif tersebut
ditunjukkan oleh tingkat pendidikan bagi anak usia 12 tahun ke atas yang telah
mengenyam pendidikan pada tingkat pendidikan sekolah dasar dengan jumlah
10,0%, tamat SLTP jumlahnya mencapai 17,0%, sedangkan yang berpendidikan
SLTA jumlahnya mencapai 25,7%, dan untuk tingkat pendidikan Diploma hanya
1,0% dan sarjana strata satu (S1) jumlahnya mencapai 8,0%. Untuk anak usia 12
tahun ke atas yang tidak menamatkan SD jumlahnya hanya 2,7%.
Jika kondisi tersebut di atas dikaitkan dengan tuntutan pembangunan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka urusan pendidikan di
wilayah Alalak dan sekitarnya sudah mendapatkan perhatian serius bagi berbagai
pihak yang terkait. Hal ini dapat terlihat dari tingginya kesadaran orang tua untuk
menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Walaupun demikian, jika hal tersebut di atas dikaitkan dengan keadaan
distribusi anak dalam keluarga dengan jumlah rata-rata 3 orang anak dan dikaitkan
pula dengan tingkat pendapatan masyarakat Alalak dan sekitarnya, maka tentu
saja hal tersebut menjadi sebuah beban yang relatif berat untuk kelanjutan
pendidikan generasi muda masyarakat Alalak dan sekitarnya. Oleh karena itu,
program pemberdayaan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya perlu
mendapatkan perhatian guna meningkatkan pendapatannya, agar mampu
memberdayakan dirinya dan keluarganya. Untuk melihat distribusi jumlah anak
dalam rumah tangga masyarakat Alalak dan sekitarnya, maka dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.6Distribusi Jumlah Anak Dalam Keluarga Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
Berdasarkan Usia.
No Distribusi anak dalam keluarga Jumlah Persentase (%)
1 Tidak ada/tanpa anak 41 13,72 1 anak 80 26,73 2 anak 88 29,34 3 anak 42 14,05 4 anak 27 9,06 5 anak 9 3,07 Lebih dari 5 anak 13 4,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012.
Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pada umumnya jumlah anak
dalam setiap keluarga bagi masyarakat Alalak dan sekitarnya sebanyak 1 sampai
2 anak atau 26,7% dan 29,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses
regenerasi masyarakat di wilayah Alalak dan sekitarnya perlu mendapatkan
perhatian terutama dari sisi pendidikan untuk peningkatan kualitas generasi muda.
Potensi sumberdaya manusia Kelurahan Pangeran dengan jumlah
penduduk mencapai 10.861 jiwa dari sejumlah 2.722 Kepala Keluarga dengan
jumlah penduduk laki-laki 4.937 jiwa dan penduduk wanita 5.924 jiwa. Kemudian
yang penting diketahui adalah komposisi penduduk menurut umur yaitu 0-4 tahun
sebanyak 773 jiwa, usia 5-6 tahun 416 jiwa, usia 7-12 tahun 1.266 jiwa, usia 13-15
tahun 774 jiwa, usia 16-18 tahun 815 jiwa, usia 19-25 tahun 1.084 jiwa, dan usia
26-60 tahun 5.142 jiwa, sedangkan sisanya 61 tahun keatas berjumlah 591 jiwa.
Untuk jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, dimana terdapat 910 jiwa
yang belum/tidak bersekolah, 649 jiwa yang tidak tamat SD/sederajat, 935 jiwa
yang tamat SD/sederajat, 1.555 jiwa yang telah tamat SMP/sederajat, 3.511 jiwa
yang telah tamat SMU/sederajat, 1.163 jiwa yang tamat Akademi/Diploma, serta
2.138 jiwa yang menamatkan pada tingkatan Sarjana S1 dan S2.
Potensi sumber daya manusia kelurahan Kuin Utara yang berjumlah 8.580
jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 4.229 jiwa dan penduduk wanita 4.351
jiwa. Potensi sumberdaya manusia Kelurahan Kuin Utara dengan jumlah penduduk
mencapai 8.580 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 4.229 jiwa dan penduduk
wanita 4.351 jiwa. Kemudian yang penting diketahui adalah komposisi penduduk
menurut umur yaitu 0 – 5 tahun sebanyak 1.045 jiwa, usia 6 – 12 tahun 1.540 jiwa,
usia 13 - 18 tahun 1.130 jiwa, usia 19 - 24 tahun 1.103 jiwa, usia 25 - 40 tahun
1.778 jiwa, usia 41 - 50 tahun 869 jiwa, dan usia 51 - 58 tahun 702 jiwa,
sedangkan sisanya 59 tahun keatas berjumlah 710 jiwa. Untuk jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 20 jiwa yang menyandang buta huruf,
belum sekolah 425 jiwa, 57 jiwa usia 7 – 45 tahun yang tidak pernah sekolah, 550
jiwa pernah sekolah dasar namun tidak tamat, 1.257 jiwa yang telah tamat
SD/sedarajat, 1.972 jiwa yang telah tamat SMP/sederajat, 1.351 jiwa yang telah
tamat SMU/sederajat, 84 jiwa yang tamat Akademi/Diploma, serta 272 jiwa yang
menamatkan pada tingkatan Sarjana S1 dan S2.
Potensi sumber daya manusia kelurahan Alalak Selatan yang berjumlah
12.206 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 6.115 jiwa dan penduduk
perempuan 6.091 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3.265 KK.
Kemudian yang penting diketahui adalah komposisi penduduk menurut umur yaitu
0 – 1 tahun sebanyak 484 jiwa, usia 1 – 5 tahun 1.005 jiwa, usia 5 - 6 tahun 582
jiwa, usia 7 - 15 tahun 2.218 jiwa, usia 16 - 21 tahun 1.589 jiwa, usia 22 - 59 tahun
5.344 jiwa, dan sisanya 60 tahun keatas berjumlah 372 jiwa. Untuk jumlah
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 3.013 jiwa yang telah tamat
SD/sedarajat, 1.415 jiwa yang telah tamat SMP/sederajat, 1.389 jiwa yang telah
tamat SMU/sederajat, 185 jiwa yang tamat Akademi/Diploma, serta 200 jiwa yang
menamatkan pada tingkatan Sarjana S1 ke atas.
Potensi sumber daya manusia kelurahan Alalak Tengah berjumlah 8.316
jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 4.234 jiwa dan penduduk perempuan
4.073 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.531 KK. Kemudian yang
penting diketahui adalah komposisi penduduk menurut umur yaitu 0 – 1 tahun
sebanyak 502 jiwa, usia 2 – 5 tahun 780 jiwa, usia 6 – 16 tahun 454 jiwa, usia 7 -
21 tahun 2.100 jiwa, usia 22 – 59 tahun 1.719 jiwa, dan sisanya 60 tahun keatas
berjumlah 2.760 jiwa. Untuk jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan,
terdapat 2.122 jiwa yang telah tamat SD/sedarajat, 1.030 jiwa yang telah tamat
SMP/sederajat, 1.185 jiwa yang telah tamat SMU/sederajat, 179 jiwa yang tamat
Akademi/Diploma, serta 121 jiwa yang menamatkan pada tingkatan Sarjana S1 ke
atas.
Potensi sumber daya manusia kelurahan Alalak Utara yang memiliki
jumlah penduduk sebanyak 17.866 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 8.906
jiwa dan perempuan 8.960 jiwa, memiliki luas wilayah sebesar 330.000 Ha.
Sebagian besar penduduk kelurahan ini memiliki mata pencaharian sebagai buruh
harian lepas dan petani.
Masyarakat Alalak dan sekitarnya selama ini telah menjalankan usahanya
diberbagai bidang antara lain; perikanan, pertanian, perdagangan, kerajinan dan
pariwisata. Namun demikian dari segi skala prioritas pengembangan usaha maka
pada umumnya masyarakat Alalak dan sekitarnya selama ini telah menjalankan
usahanya secara dominan pada sektor perdagangan dengan jumlah 68,0%. Hal
tersebut sejalan atau memiliki konsistensi dengan usaha yang dipilih untuk
dikembangkan dimasa yang akan datang. Namun demikian untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.7Usaha yang Telah Dijalankan Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
No Usaha yang Telah Dijalankan
Jumlah Persentase (%)
1 Perikanan 7 2,3 2 Pertanian 8 2,73 Perdagangan 204 68,04 Kerajinan 28 9,35 Pariwisata 3 1,06 Lainnya 50 16,7
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Kondisi yang dapat diamati dari Tabel di atas adalah bahwa disamping
usaha perdagangan yang telah digeluti oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya
adalah antara lain; perikanan 2,3%, pertanian 2,7%, perdagangan 68%, kerajinan
9,3%, pariwisata 1,0% dan lainnya 16,7%. Kondisi tersebut di atas
menggambarkan bahwa aktivitas kegiatan usaha yang telah dilaksanakan oleh
masyarakat Alalak dan sekitarnya cukup beragam, dan saling melengkapi dalam
proses kehidupan bermasyarakat.
Pengalaman adalah merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
dalam menjalankan usaha, karena pengalaman adalah guru yang terbaik bagi
setiap individu. Oleh karena itu, pada Tabel berikut ini kita melihat lamanya
menjalankan usaha yang telah digeluti oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya.
Tabel 5.8Lamanya Menjalankan Usaha Bagi Masyarakat Alalak
dan Sekitarnya
No Lamanya menjalankan Usaha Jumlah Persentase (%)
1 Kurang dari 1 tahun 19 6,32 Lebih dari 1 tahun - 3 tahun 77 25,73 Lebih 3 tahun - 5 tahun 78 26,04 Lebih dari 5 tahun-10 tahun 65 21,75 Lebih dari 10 tahun 61 20,3
Tabel 200 100Sumber: Data Primer, 2012
Masyarakat Alalak dan sekitarnya dalam menjalankan usahanya tampak
bahwa mereka memiliki variasi terhadap profesinya terutama sebagai pedagang.
Hal ini dapat dilihat dari lamanya menjalankan usaha pada kisaran 1-3 tahun
sebesar 25,7% dan kisaran 3-5 tahun sebesar 26%. Hal ini terkait dengan kondisi
ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya, dimana pada saat usaha perkayuan
sangat banyak terdapat di wilayah ini, rata-rata pekerjaan masyarakat Alalak dan
sekitarnya banyak yang bekerja sebagai karyawan pada perusahaan kayu ataupun
penggergajian kayu. Namun dengan adanya peraturan pemerintah tentang illegal
logging, banyak usaha perkayuan yang tutup dan memaksa para karyawan yang
kebanyakan merupakan masyarakat Alalak dan sekitarnya harus mencari
pekerjaan baru. Jenis usaha yang paling banyak dipilih adalah bidang
perdagangan. Meskipun masyarakat Alalak dan sekitarnya dalam menjalankan
usahanya memiliki pengalaman yang cukup baik akan tetapi karena kurang
ditunjang oleh program pemberdayaan yang kurang optimal maka rata-rata
pendapatan usaha masyarakat Alalak dan sekitarnya masih rendah. Adapun rata-
rata pendapatan usaha bagi masyarakat Alalak dan sekitarnya dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Tabel 5.9Rata-Rata Pendapatan Usaha Masyarakat Alalak dan Sekitarnya.
No Rata-Rata Pendapatan Usaha per bulan
Jumlah
Persentase (%)
1 < Rp. 10.000.000,- 281 93,72 Lebih dari Rp. 10.000.000, 19 6,3
Total 300 100 Sumber: Data Primer, 2012.
Rata-rata pendapatan usaha masyarakat Alalak dan sekitarnya pada Tabel
tersebut di atas memperlihatkan bahwa pendapatan usaha yang lebih kecil dari
Rp. 10.000.000,- mencapai 93,7%, sementara yang berpendapatan usaha di atas
Rp. 10.000.000,- sebanyak 6,3%. Kondisi ini menjelaskan bahwa usaha
masyarakat Alalak dan sekitarnya yang telah dijalankan selama ini masih sangat
memerlukan proses pemberdayaan, terutama dari sisi pengembangan manajemen
dan permodalan usaha. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah
pengembangan akses pemasaran komoditas yang dihasilkan.
Keterlibatan tenaga kerja dalam proses pengelolaan usaha pada kawasan
Alalak dan sekitarnya menunjukkan kondisi yang belum optimal. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terlibat yang pada umumnya hanya antara 1-4
orang atau dengan jumlah persentase 96,7% dan 5-9 orang untuk 3,0%, serta 10-
14 orang hanya 0,3%. Adapun keterlibatan tenaga kerja dalam menjalankan
usaha yang dijalankan oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Tabel 5.10Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Menjalankan Usaha
No Keterlibatan Tenaga Kerja Jumlah Persentase
(%)1 1-4 orang 290 96,72 5-9 orang 9 3,03 10-14 orang 1 0,3
Total 300 100 Sumber: Data Primer, 2012
Memperhatikan keterlibatan tenaga kerja dalam pengelolaan usaha
masyarakat pada wilayah Alalak dan sekitarnya maka dapat diketahui bahwa
tingkat penyerapan tenaga kerjanya masih relatif rendah. Kondisi tersebut di atas
sangat terkait pula dengan tingkat pemberian bantuan permodalan dan peralatan
yang masih sangat terbatas. Kondisi lain yang penting untuk diungkapkan dalam
kajian ini adalah tingkat kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat di wilayah Alalak
dan sekitarnya, keadaan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.11Distribusi Rata-rata Pendapatan Keluarga Per Bulan
Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
No Rata-rata Pendapatan Keluarga Per Bulan Jumlah Persentase
(%)1 Kurang dari Rp. 500.000,- 46 15,3
2 Lebih dari Rp. 500.000.- sampai Rp. 1.000.000,-
61 20,3
3 Lebih dari Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,-
121 40,3
4 Lebih dari Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,-
46 15,3
5 Lebih dari Rp. 3.000.000,- 20 6,7
sampai Rp. 5.000.000,-6 Lebih dari Rp. 5.000.000.- 6 2,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012.
Tabel di atas menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat dengan
tingkat pendapatan rendah yang mereka peroleh per bulan dengan kurang dari
Rp. 500.000,- mencapai 15,3% per kepala keluarga. Pendapatan keluarga yang
jumlahnya antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000.- jumlahnya sekitar
20,3 %. Pendapatan dengan kisaran lebih dari Rp. 1.000.000,- sampai
Rp.2.000.000,- paling dominan yaitu sebanyak 40,3%. Pendapatan yang lebih dari
Rp. 5.000.000, hanya 2,0%.
Masih rendahnya pendapatan kepala keluarga pada sebagian masyarakat
Alalak dan sekitarnya untuk pekerjaan utamanya, oleh sebagian masyarakat masih
dapat ditutupi dengan adanya tambahan pendapatan lainnya. Berikut tabel
distribusi rata-rata pendapatan keluarga lainnya per bulan pada masyarakat Alalak
dan sekitarnya.
Tabel 5.12Distribusi Rata-rata Pendapatan Keluarga Lainnya Per Bulan Masyarakat Alalak dan
Sekitarnya
No Rata-rata Pendapatan Lainnya Per Bulan Jumlah Persentase
(%)1 Tidak Ada Pendapatan Lain 122 40,72 Kurang dari Rp. 500.000,- 60 20,0
3 Lebih dari Rp. 500.000.- sampai Rp. 1.000.000,-
76 25,3
4 Lebih dari Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,-
32 10,7
5 Lebih dari Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,-
9 3,0
6 Lebih dari Rp. 3.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,-
1 0,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012.
Adapun untuk distribusi rata-rata pengeluaran keluarga per bulan
masyarakat Alalak dan sekitarnya lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 5.13Distribusi Rata-rata Pengeluaran Keluarga Per Bulan
Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
No Rata-rata Pengeluaran Keluarga per Bulan Jumlah Persentase
(%)1 Kurang dari Rp. 500.000,- 44 14,72 Lebih Rp.500.000 sampai Rp 1.000.000 70 23,33 Lebih Rp.1.000.000 sampai Rp.2.000.000 125 41,74 Lebih Rp.2.000.000 sampai Rp 3.000.000 43 14,35 Lebih Rp.3.000.000 sampai Rp 5.000.000 17 5,76 Lebih Rp.5.000.000 1 0,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Angka pengeluaran keluarga per bulan masyarakat Alalak dan sekitarnya
dengan tingkat pengeluarannya kurang dari Rp.500.000,-/bulan sebanyak 14,7%,
dengan tingkat pengeluaran/bulan antara Rp.500.000,- sampai dengan
Rp.1.000.000,-/bulan 23,3%, tingkat pengeluaran/bulan antara Rp.1.000.000,-
sampai dengan Rp.2.000.000,- sebanyak 14,3%, tingkat pengeluaran/bulan antara
Rp.3.000.000,- sampai dengan Rp.5.000.000,- sebanyak 5,7%, sisanya lebih dari
Rp.5.000.000,- hanya 0,3%.
Aspek kondisi sosial masyarakat yang perlu pula dicermati di wilayah
Alalak dan sekitarnya antara lain adalah mengenai status tempat tinggal atau
rumah, sumber kebutuhan air bersih, kelengkapan sarana MCK dan sarana
penerangan rumah yang digunakan dalam rumah tangganya dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.14
Status Tempat Tinggal, Sumber Kebutuhan Air Bersih, Kelengkapan Sarana MCK Dan Sarana Penerangan
No Keterangan Persentse (%)1 Status Tempat Tinggal:
a. Milik Sendirib. Sewac. Numpang
86,77,06,3
2 Sumber Air Bersih:a. Sumur Timba/ pompab. Sungaic. PDAM
4,09,386,7
3 Sanitasi;a. MCK sendirib. MCK Umumc. MCK di sungai
88,03,38,7
4 Penerangan Rumah; a. Listrik dari PLN 100
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa status tempat tingal
responden dalam penelitian ini pada umumnya berstatus rumah sendiri yaitu
dengan jumlah 86,7%, sedangkan yang sewa rumah sebanyak 7,0% dan yang
menumpang dengan orang tua/mertua hanya 6,3%. Selanjutnya berdasarkan
sumber air bersih pada umumnya sudah menggunakan air dari PDAM yaitu
dengan jumlah 86,7%, sedangkan sumber air lainnya adalah sungai dengan
jumlah 9,3% dan sumur pompa dengan 4,0%. Adapun kondisi sanitasi untuk MCK
pada umumnya sudah memanfaatkan MCK sendiri sebesar 88,0%, akan tetapi
masih ada yang menggunakan MCK di sungai sebesar 8,7%, dan MCK umum
sebanyak 3,3%.
Untuk penerangan rumah tangga masyarakat Alalak dan sekitarnya sudah
100% menggunakan penerangan PLN. Memperhatikan kondisi tersebut di atas
maka dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan air bersih dan penerangan
listrik pada umumnya sudah dapat terpenuhi bagi masyarakat Alalak dan
sekitarnya.
13. Analisis Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
Keberhasilan pembangunan suatu wilayah juga dipengaruhi oleh peranan
lembaga ekonomi sebagai mitra masyarakat dalam mengembangkan kegitan
usahanya, baik dari lembaga perbankan, koperasi, BUMN atau perusahaan
daerah. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan melalui kegiatan
penelitian ini, diketahui bahwa pada umumnya responden masih banyak yang
belum pernah memperoleh fasilitas dari berbagai lembaga mitra usaha.
Fasilitas bantuan modal, peralatan dan manajemen bagi masyarakat di
kota Banjarmasin relatif sudah banyak, baik dari Dinas Pertanian dan Perikanan,
Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, maupun dinas-
dinas lainnya yang ada di kota Banjarmasin. Akan tetapi penyebaran bantuan yang
didapatkan oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya yang belum merata. Hal
tersebut dapat dilihat dari sekitar 90% responden mengatakan bahwa belum
pernah mendapatkan bantuan yang tentu saja sangat diperlukan dalam
pengembangan usahanya, sedangkan yang telah menerima bantuan permodalan
hanya sekitar 10%, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.15Distribusi Bantuan Lembaga Ekonomi Yang Diterima
No Distribusi Bantuan Lembaga Ekonomi Jumlah Persentase
(%)1 Tidak Pernah Dapat 270 90,02 Pernah Dapata Permodalan 20 6,7b Pelatihan Kewirausahaan 3 1,0c Bimbingan dan konsultasi 2 0,6
d Bantuan Peralatan 5 1,7Total 300 100
Sumber: Data Primer, 2012
Bantuan permodalan banyak diberikan oleh dinas Sosial untuk Kelompok
usaha bersama (KUBE) Fakir Miskin dengan nomimal 20 juta rupiah per kelompok
usaha. Selain itu bantuan permodalan juga telah banyak diberikan oleh dinas
Pertanian dan Perikanan khususnya bagi kelompok masyarakat yang bergerak
dibidang perikanan dan pengolahan hasil perikanan yang jumlahnya bervariasi
hingga mencapai 50 juta rupiah per kelompok usaha. Selain bantuan pemberian
modal, dinas Pertanian dan Perikanan juga telah banyak memberikan bantuan dan
fasilitasi kepada masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman modal kepada pihak
perbankan. Selain itu dinas Pertanian dan Perikanan juga memberikan bantuan
kepada kelompok usaha masyarakat dalam bentuk bantuan peralatan. Untuk
kegiatan pelatihan kewirausahaan juga telah rutin dilaksanakan oleh dinas
Koperasi dan UMKM dan bantuan bimbingan teknis telah juga dilaksanakan oleh
dinas Perindustrian dan Perdagangan. Akan tetapi, identifikasi terhadap pemberian
bantuan dari lembaga-lembaga tersebut bagi masyarakat wilayah Alalak dan
sekitarnya, secara faktual masih belum merata penyebarannya. Oleh karena itu,
dalam rangka pengembangan ekonomi yang lebih baik pada wilayah Alalak dan
sekitarnya maka seyogyanya peningkatan peran lembaga ekonomi mendapatkan
perhatian dari berbagai pihak terutama dalam pengembangan usaha masyarakat
Alalak dan sekitarnya khususnya dalam hal koordinasi baik antar instansi yang ada
dipemerintahan maupun antar lembaga pemberi bantuan non pemerintah dengan
instansi pemerintah. Hal ini untuk menghindarkan masyarakat penerima bantuan
hanya tertumpuk pada individu/kelompok tertentu saja. Hasil diskusi dengan
SKPD-SKPD terkait, selama ini lembaga non pemerintah hanya meminta data
kepada instansi terkait, akan tetapi pada saat realisasi bantuan tidak ada laporan
kelompok masyarakat mana yang mendapatkan bantuan tersebut.
Pemberian bantuan kepada masyarakat Alalak dan sekitarnya terutama
yang bersifat pembinaan dan permodalan merupakan bagian dari proses
penguatan ekonomi kerakyatan. Untuk melihat kondisi obyektif bantuan
permodalan dari lembaga ekonomi pada wilayah tersebut maka secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.16Besarnya Bantuan Permodalan Yang Diterima Responden
No Distribusi Bantuan Permodalan Jumlah Persentase (%)
1 Kurang dari Rp.5.000.000,- 8 40,02 Rp. 5.000.000 sampai Rp.10.000.000 8 40,03 Rp.10.000.000 sampai Rp.25.000.000 2 10,04 Rp. 50.000.000 sampai Rp.100.000.000 2 10,0
Total 20 100Sumber: Data Primer, 2012
Besarnya jumlah bantuan modal yang diterima masyarakat Alalak dan
sekitarnya dalam pengembangan kegiatan ekonominya cukup bervariasi, dengan
jumlah yang relatif kecil yaitu 40,0% menerima bantuan kurang dari Rp.5.000.000,-
dan 40,0% dengan jumlah Rp. 5.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,- kemudian
10,0% dengan bantuan modal lebih dari Rp. 10.000.000,- sampai Rp.25.000.000,-
serta bantuan modal antara Rp.50.000.000,- sampai Rp.100.000,000,-Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari kajian ini bahwa bantuan dari lembaga ekonomi baik
perbankan maupun lembaga ekonomi non bank serta pemerintah daerah sudah
cukup besar terbukti dengan adanya kelompok masyarakat yang mendapatkan
bantuan permodalan antara Rp.50.000.000,- sampai Rp.100.000,000,-. Akan tetapi
sekali lagi penyebarannya yang masih belum merata di masyarakat Alalak dan
sekitarnya karena yang pernah mendapatkan bantuan baik permodalan maupun
bentuk-bentuk bantuan lainnya hanya 10% responden, sehingga yang belum
pernah mendapatkan bantuan jumlahnya mencapai 90,0%.
Selanjutnya mengenai keberadaan lembaga ekonomi yang memungkinkan
untuk menjadi mitra pemberi bantuan untuk pengembangan usaha ekonomi
keluarga masyarakat Alalak dan sekitarnya yang terdiri dari Koperasi, Bank,
Perusahaan Daerah atau lembaga lainnya sebenarnya sangat potensial untuk
dimanfaatkan. Akan tetapi kurangnya koordinasi lembaga-lambaga ini pada saat
implementasi bantuan dengan pemerintah, baik pihak kelurahan, kecamatan
maupun SKPD terkait sehingga untuk daerah Alalak dan sekitarnya belum
meratanya pemberian bantuan kepada masyarakat.
Pemberdayaan dari segi aspek pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat
terutama untuk menumbuhkan jiwa berwirausaha bagi masyarakat dimana hanya
terdapat 10% responden yang pernah mendapatkan dari masyarakat yang sudah
pernah mendapatkan beragam bantuan atau hanya 1% dari total responden.
Bentuk bantuan lainnya yang diterima masyarakat yang pernah menerima bantuan
adalah bantuan peralatan. Akan tetapi jumlahnya juga masih belum banyak yaitu
hanya 5% dari total responden.
Terkait dengan sumber permodalan bagi usaha yang dijalankan oleh
masyarakat Alalak dan sekitarnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.17Sumber Permodalan Responden
No Sumber Permodalan Jumlah Persentase (%)
1 Pribadi 187 62,32 Bank 44 14,73 Keluarga 30 10,04 Pemerintah Daerah 6 2,05 Lembaga Keuangan Non Bank 2 0,76 BUMN 1 0,37 Perorangan 30 10,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas sumber
permodalan responden responden bersumber dari modal sendiri yaitu 62,3%,
sedangkan yang bersumber dari perbankan hanya berkisar 14,7%, dari
keluarga10%, dari pemerintah daerah 2%, dari perorangan 10% dan sumber
lainnya (lembaga keuangan non bank dan BUMN) hanya 1%. Hal ini memberikan
gambaran bahwa peranan perbankan dalam pengembangan usaha di wilayah
Alalak dan sekitarnya sudah ada walaupun masih cukup rendah, sehingga
masyarakat kesulitan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Dari segi
pemenuhan kebutuhan bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan sekitar 94%
dipenuhi secara lokal dan 6% dari wilayah lainnya.
Kegiatan pemasaran komoditas yang dihasilkan oleh masyarakat Alalak
dan sekitarnya 98% dipasarkan di daerah sendiri atau pasar lokal, dan 1,7%
dipasarkan sampai ke daerah lain di luar Kalimantan Selatan, serta 0,3% yang
dipasarkan sampai ke luar negeri. Keadaan ini menggambarkan bahwa koneksitas
perekonomian wilayah Alalak dan sekitarnya dengan daerah pemasaran produksi
yang mereka hasilkan masih sangat rendah, sehingga memerlukan bantuan akses
pemasaran ke daerah lain.
14. Analisis Social Capital Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
Salah satu modal yang sangat strategis dalam kehidupan masyarakat kita
adalah modal sosial atau capital social. Asset tersebut bahkan hampir luput dari
perhatian berbagai pihak untuk tetap menumbuhkembangkan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, modal sosial tersebut pada berbagai wilayah terutama di wilayah
perkotaan telah mulai mengalami kemerosotan sejalan dengan pergeseran pola
hidup masyarakat yang cenderung lebih bersifat materialistis.
Nilai-nilai kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh modal sosial terasa
sangat berbeda dengan kondisi kehidupan masyarakat telah kehilangan nilai
modal sosial. Kehidupan masyarakat desa yang jauh dari dinamika perubahan
kehidupan yang modern dewasa ini masih memiliki nilai kehidupan modal sosial.
Disadari atau tidak modal sosial adalah merupakan kekuatan yang sangat luar
biasa dalam pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu pula, pola kehidupan
masyarakat Alalak dan sekitarnya merupakan salah satu wilayah dengan Budaya
Banjar yang masih sangat kental yang dijadikan sebagai daerah kajian untuk
melihat potensi sosial capital sebagai modal pembangunan daerah.
Berdasarkan hasil kajian pada wilayah tersebut ditemukan bahwa nilai-nilai
kehidupan masyarakat di wilayah ini mulai diwarnai oleh nilai-nilai modal sosial
yang relatif mulai berkurang. Hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas masyarakatnya
yang melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum di wilayahnya
dengan cara bergotong royong yang ditunjukkan oleh pernyataan responden pada
tabel berikut:
Tabel 5.18Frekuensi Kegiatan Gotong Royong Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
Pernyataan Jumlah (Orang) Persentase (%)Tidak Pernah 21 7,0Jarang 229 76,3Sering 50 16,7Jumlah 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 16,7%
mengatakan bahwa kegiatan gotong royong sering dilaksanakan untuk
membangun kepentingan masyarakat dan sebanyak 76,3% mengatakan sudah
jarang bergotong royong, bahkan terdapat pernyataan responden yang
menyatakan tidak pernah bergotong royong sebanyak 7,0%. Mulai lunturnya
budaya gotong royong di masyarakat selain akibat dari kegiatan-kegiatan
pembangunan yang sudah ditangani oleh pemerintah, juga diakibatkan adanya
arus globalisasi yang tinggi di perkotaan, sehingga kepedulian sosial masyarakat
yang mulai berkurang untuk melaksanakan pembangunan dengan bergotong
royong.
Sebagai gambaran lengkap aktivitas gotong rayong masyarakat Alalak dan
sekitarnya yang telah berjalan dalam lingkungan masyarakat sebagai salah satu
bagian dari pilar modal sosial masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang kita
dan telah menjadi kekuatan pembangunan pada masa yang lalu. Untuk itu aktivitas
tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.19Aktivitas Kegiatan Gotong Royong Masyarakat Alalak
No Aktivitas Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Pernah Gotong Royong 21 7,02 Membangun rumah penduduk 7 2,3
3 Membangun/memperbaiki jalan desa/RT 150 50,0
4 Membangun jembatan 9 3,05 Membangun fasilitas umum 55 18,36 Lainnya 58 19,3
Total 300 100 Sumber, Data Primer. 2012
Keterangan dari Tabel tersebut di atas menjelaskan bahwa betapa nilai-
nilai kegotongroyongan dalam masyarakat Alalak dan sekitarnya lebih banyak
pada kegiatan memperbaiki jalan sebesar 50%. Kegiatan gotong royong lainnya
yang banyak dilakukan masyarakat seperti kegiatan lainnya (kebersihan
lingkungan) serta membangun fasilitas umum seperti membangun mushola
ataupun poskamling.
Modal sosial lainnya yang dimiliki oleh masyarakat wilayah Alalak dan
sekitarnya adalah dalam bentuk sikap keterbukaan terhadap masyarakat
pendatang. Keterbukaan masyarakat untuk menerima masyarakat lain untuk
mengembangkan usaha pada wilayahnya juga merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari nilai kebersamaan yang dimiliki oleh masyarakat Alalak. Beberapa
daerah yang relatif sangat terbuka terhadap masyarakat lain telah terbukti lebih
maju dalam membangun perekonomian daerahnya, seperti kota Balikpapan dan
Kalimantan Timur pada umumnya. Pernyataan masyarakat untuk menerima secara
terbuka para pendatang di wilayahnya dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.20Sikap Keterbukaan Masyarakat Terhadap Pendatang
No Pernyataan Sikap Jumlah Persentase (%)1 Sangat terbuka 81 27,0
2 Terbuka 219 73,0Total 300 100
Sumber, Data Primer. 2012.
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa penerimaan masyarakat di
wilayah Alalak dan sekitarnya terhadap pendatang, ditunjukkan oleh 27,0%
jawaban responden menyatakan sangat terbuka, dan 73,0% terbuka.
Berlangsungnya proses kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh nilai-nilai modal
sosial akan memberikan pengaruh yang baik terhadap terciptanya kehidupan yang
damai atau kondusif.
Kondisi tersebut bukan hanya terjadi dalam wilayah masyarakat Alalak dan
sekitarnya, akan tetapi juga berfungsi sebagai instrumen untuk lebih mudah
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak atau masyarakat pada wilayah lain
secara damai. Dengan modal sosial yang baik dalam masyarakat akan
meningkatkan sikap percaya masyarakat terhadap pemerintah dalam
melaksanakan proses pembangunan. Dukungan berupa kemudahan akses
informasi dan sosialisasi hasil-hasil pembangunan juga dirasakan sangat
diperlukan oleh masyarakat.
Pelestarian nilai-nilai modal sosial dalam masyarakat perlu tetap
mendapatkan perhatian, sebab salah satu penopang pelestariannya dalam
masyarakat kini secara perlahan mulai mengalami degradasi fungsi terutama
melalui peran organisasi kepemudaan sebagai penerus dan pelestari modal sosial.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa peran organisasi kepemudaan di kelurahan
dirasakan oleh masyarakat perannya masih belum optimal. Tentu saja kondisi
tersebut merupakan sebuah ancaman atas kelestarian modal sosial.
Pencermatan terhadap kondisi modal sosial masyarakat Alalak dan
sekitarnya yang lainnya meliputi tingkat keamanan wilayah, kepercayaan terhadap
pemerintah, kerukunan antar warga, dan organisasi kepemudaan serta
ketersediaan sarana informasi yang dapat diskses masyarakat secara
keseluruhan. Faktor-faktor tersebut merupakan bagian dari modal sosial yang
sangat dibutuhkan dalam pengembangan pembangunan suatu wilayah atau
daerah, karena pembangunan suatu wilayah terutama untuk berinvestasi sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor keamanan wilayah, kepercayaan terhadap
pemerintah, dan sarana fasilitasnya. Untuk memahami kondisi tersebut di wilayah
Alalak dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.21Kondisi Modal Sosial Masyarakat Alalak & Sekitarnya
NO URAIANJawaban Responden (%)
Sangat Baik Baik Cukup
BaikKurang Baik Total
1 Tingkat keamanan 13,7 75,7 10,3 0,3 100
2 Jaringan kerjasama 11,7 69,0 19,3 - 100
3 Kepercayaan kepada pemerintah
4,0 47,7 31,3 17,0 100
4 Kerukunan antar warga 6,7 69,3 23,3 0,7 100
6 Keberadaan lembaga kepemudaan
3,3 46,3 37,0 13,3 100
7 Ketersediaan sarana informasi
3,7 66,3 18,3 11,7 100
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi
modal sosial masyarakat Alalak dan sekitarnya secara umum sudah baik. Ada
beberapa hal yang perlu dioptimalkan keberadaannya yaitu peranan lembaga
kepemudaan seperti Karang Taruna yang oleh sebagian responden menganggap
kurang berperan (37%) dan tidak berperan (13,3%). Selain itu kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah masih perlu ditingkatkan melalui peningkatan
kualitas pelayanan terhadap masyarakat baik dari penyediaan infrastruktur dan
fasilitas pendukung lainnya. Hal lainnya yang perlu ditingkatkan adalah
ketersediaan sarana informasi yang ada baik pada tingkat kelurahan maupun RT,
dimana masyarakat perlu mengetahui secara terbuka program-program
pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah khususnya yang
berkaitan dengan wilayah tempat tinggalnya.
15. Deskripsi Kondisi Sosial dan Infrastruktur Wilayah Alalak dan Sekitarnya
Akselerasi percepatan pembangunan pada berbagai sektor tanpa
terkecuali pembangunan sektor perekonomian di semua wilayah sangat
membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai. Keadaan tersebut juga
merupakan salah satu syarat kelancaran pembangunan ekonomi bagi wilayah
Alalak dan sekitarnya.
Dukungan infrastruktur yang tersedia disekitar wilayah Alalak dan
sekitarnya dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi terutama
transportasi darat, transportasi sungai, terminal, pelabuhan, pasar, dan fasilitas
lainnya seperti sumber penerangan, sumber bahan bakar dan fasilitas air bersih
dapat dilihat pada uraian berikut.
Ketersediaan sarana transportasi darat atau jalan darat menurut para
responden sudah memadai untuk mendukung kelancaran aktivitas perekonomian
di wilayah Alalak dan sekitarnya. Kondisi tersebut di atas tidak jauh berbeda
dengan dukungan infrastruktur jalur transportasi sungai. Disamping itu, dukungan
sarana terminal juga sudah cukup memadai, demikian pula dengan ketersediaan
pelabuhan sungai.
Informasi yang lebih komprehensif mengenai kondisi dukungan
infrastruktur pada wilayah Alalak dan sekitarnya, sebagai bagian yang sangat
penting dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan ekonomi. Bagi para
investor yang lebih melihatnya dari segi aspek iklim investasi, maka dukungan
infrastruktur adalah salah satu pertimbangan utamanya. Oleh karena itu, kondisi
infrastruktur perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah agar semakin
menjadi menarik bagi kalangan investor dalam membangun usahanya pada
kawasan ekonomi yang akan dipersiapkan. Informasi tersebut juga sangat
penting bagi pemerintah dalam rangka menyusun kebijakan perencanaan
pembangunan wilayah. Untuk melihat kondisi tersebut secara keseluruhan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.22Kondisi Dukungan Infrastruktur Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
NO URAIAN
Jawaban Responden (%)
Sangat Memadai Memadai Cukup
MemadaiTidak
Memadai
Sangat Tidak
MemadaiTotal
1 Jalur transporta
10,3 53,0 32,7 4,0 - 100
si darat
2 Jalur transportasi air
10,7 54,7 31,7 3,0 - 100
3 Terminal 2,0 28,3 41,3 25,3 4,0 100
4 Pelabuhan sungai 7,7 41,3 44,0 6,3 0,7 100
5 Pasar umum 7,0 53,7 33,7 5,0 0,7 100
6 Sarana Pariwisata 8,7 29,0 33,3 22,0 7,0 100
8 Air bersih 3,0 56,0 38,7 2,3 - 100
9 BBM 1,0 34,3 48,3 9,3 7,0 100
10 PLN 3,0 56,3 38,7 2,0 - 100
Sumber: Data Primer, 2012
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa kondisi sarana
infrastruktur pada wilayah Alalak dan sekitarnya secara umum menunjukkan
kondisi sarana dan prasarana perekonomian wilayah yang sudah cukup baik. Hal
ini diharapkan dapat mendukung kelancaran aktivitas perekonomian yang
dilaksanakan dalam proses pembangunan wilayah Alalak dan sekitarnya.
Gambar 5.4Peta Sebaran Pasar Tradisional Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya
16. Analisis Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi
Menurut Drucker (1978;44) efektivitas adalah suatu tingkatan yang sesuai
antara keluaran secara empiris dalam suatu sistem dengan keluaran yang diharapkan.
Efektivitas dapat digunakan sebagai suatu alat evaluasi efektif atau tidaknya suatu
tindakan (Zulkaidi dalam Wahyuningsih D, 2005:22) yang dapat dilihat dari
kemampuan memecahkan masalah dan pencapaian tujuan.
Di wilayah Alalak dan sekitarnya dari hasil kajian di lapangan, terlihat bahwa
banyak program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang telah dilaksanakan oleh
pihak pemerintah maupun pihak perbankan serta lembaga lainnya. Namun
permasalahannya berbagai program tersebut sering tidak saling terkoneksi antar satu
lembaga dengan lembaga lainnya, serta kadang tidak seperti yang diharapkan oleh
masyarakat setempat. Agar dapat berhasil dan efektif, pemberdayaan ekonomi
masyarakat Alalak bukan saja dilihat dari aspek ekonomi semata namun harus
memperhatikan unsur sosial budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat sehingga
dapat tepat sasaran. Berikut adalah tanggapan responden mengenai efektivitas
pemberdayaan ekonomi yang selama ini telah berjalan di wilayah Alalak dan
sekitarnya.
Tabel 5.23 di bawah menjelaskan keberadaan program pemberdayaan
masyarakat lokal yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka
memajukan perekonomian masyarakat setempat. Dari 300 responden, terlihat bahwa
sebagian besar responden (51,0 %) menyatakan tidak pernah ada program
pemberdayaan masyarakat lokal, 48 % responden lainnya menyatakan jarang ada
kegiatan tersebut dan sisanya hanya sebesar 1 % yang menyakatan sering ada
program pemberdayaan. Data tersebut dapat menunjukkan dua kemungkinan yang
terjadi, pertama kurang tepatnya sasaran kegiatan program pemberdayaan untuk
masyarakat lokal, karena dari hasil kunjungan ke instansi terkait seperti Dinas
Pertanian dan Perikanan, Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
terlihat bahwa masing-masing dinas setiap tahunnya telah memiliki dan menjalankan
program kerja mereka dalam rangka memberikan pengetahuan maupun keterampilan
kepada masyarakat. Kedua, kurang pahamnya masyarakat setempat atas program
pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh dinas terkait. Hal ini menjadi
perhatian yang serius bagi kita semua untuk dapat mencarikan solusi agar tujuan yang
diharapkan baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat setempat dapat tercapai.
Tabel 5.23Keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dari Pemerintah DaerahNo Keberadaan Program Jumlah Persentase (%)1 Tidak Pernah 153 51,02 Jarang 144 48,03 Sering 3 1,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Selanjutnya adalah tanggapan responden mengenai peranan program
pemberdayaan pemerintah daerah untuk SDM lokal dalam mendorong
pengembangan ekonomi di wilayah Alalak dan sekitarnya. Dari 300 responden,
sebagian besar responden (76,3 %) menyatakan tidak tepat sasaran, 4 % sangat tidak
tepat sasaran, sedangkan hanya 18,7 % yang menyatakan tepat sasaran dan 1 %
sangat tepat sasaran. Tabel 5.24 ini sejalan dengan tabel 5.23 di atas, yang
menunjukkan bahwa program pemberdayaan yang selama ini dijalankan oleh
pemerintah daerah tidak tepat sasaran dan masih belum sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh masyarakat setempat.
Tabel 5.24Ketepatan Program Pemberdayaan Masyarakat
No Ketepatan Sasaran Jumlah Persentase (%)1 Sangat Tepat Sasaran 5 1,02 Tepat Sasaran 56 18,73 Tidak Tepat Sasaran 229 76,34 Sangat Tidak Tepat Sasaran 12 4
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berikutnya adalah tanggapan responden mengenai bahan baku yang
digunakan untuk kegiatan usaha mereka adalah bersumber dari sumber daya alam
lokal (79.3 %) dan hanya 20,7 % sumber bahan baku usaha mereka yang berasal dari
sumber daya alam lokal ditambah dengan luar daerah. Hal ini menunjukkan bahwa
ada peluang industri hulu yang dapat dikembangkan oleh masyarakat setempat
tentunya dengan bantuan dari pihak pemerintah daerah maupun pihak ketiga untuk
dapat mendukung industri hilir. Dengan demikian akan tercipta kontinyuitas produksi
dan dapat menciptakan lapangan kerja baru yang akan berdampak terhadap
meningkatnya pendapatan masyarakat setempat.
Tabel 5.25Sumber Bahan Baku
No Sumber Bahan Jumlah Persentase (%)1 SD. Alam Lokal 238 79,32 Lokal dan Luar Daerah 62 20,7
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Tabel 5.25 menunjukkan hasil yang sejalan dengan Tabel 5.24 di atas, yang
mana kedua tabel tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar sumber
kehidupan responden berasal dari sumberdaya lokal yang mereka miliki. Dari Tabel
5.25 terlihat bahwa sebagian besar (76,7 %) responden memenuhi kebutuhan hidup
mereka bersumber pada sumberdaya lokal mereka, hanya sekitar 14,0 % yang
berasal dari luar daerah dan 9,3 % dari hasil impor. Hal ini tentunya menguatkan
analisis pada pembahasan Tabel 5.24 di atas.
Tabel 5.26Pemenuhan Kebutuhan Hidup
No Sumber Kebutuhan Jumlah Persentase (%)1 Daerah Sendiri 230 76,72 Luar Daerah 42 14,03 Impor 28 9,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Selanjutnya adalah pembahasan mengenai keterlibatan masyarakat selama ini
dalam rencana kegiatan ekonomi di wilayah ini. Dari 300 responden 68,0 %
menyatakan setuju dan 11,0 % sangat setuju bahwa masyarakat selama ini telah
dilibatkan dalam perencanaan kegiatan ekonomi. Hal ini sesuai dengan analisis pada
bagian capital social masyarakat setempat, yang menunjukkan bahwa masyarakat
memiliki keterbukaan dan selalu menanamkan pola kerjasama dalam kehidupan
mereka, serta memiliki kepercayaan kepada pihak pemerintah. Hanya sekitar 20,0 %
yang menyatakan tidak setuju dan 1 % sangat tidak setuju.
Tabel 5.27Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan
No Keterlibatan Jumlah Persentase (%)1 Sangat Setuju 33 11,02 Setuju 204 68,03 Kurang Setuju 60 20,04 Tidak Setuju 3 1,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berikutnya adalah tanggapan responden terhadap keterlibatan masyarakat
untuk menentukan kegiatan ekonomi. Tanggapan sejalan dengan Tabel 5.27 di atas
yaitu 68,0 % menyatakan setuju dan 11,0 % sangat setuju bahwa masyarakat selama
ini telah dilibatkan dalam kegiatan ekonomi. Hanya sekitar 20,0 % yang menyatakan
tidak setuju dan 1 % sangat tidak setuju.
Tabel 5.28Keterlibatan Masyarakat Dalam Kegiatan Pembangunan
No Keterlibatan Jumlah Persentase (%)1 Sangat Setuju 33 11,02 Setuju 204 68,03 Kurang Setuju 60 20,04 Tidak Setuju 3 1,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Tabel 5.29 di bawah ini hasilnya juga menunjukkan hasil yang sejalan dengan
tabal 5.30 dan 5.31 bahwa 68,0 % menyatakan setuju dan 11,0 % sangat setuju
bahwa masyarakat selama ini telah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan di
wilayah mereka. Hanya sekitar 20,0 % yang menyatakan tidak setuju dan 1 % sangat
tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan kepada pemerintah dan
kerukunan antar warga masih terjalin dengan baik. Hal ini tentunya akan memberikan
dampak positif bagi pembagunan wilayah, karena didukung oleh semua elemen
masyarakat dan pemerintah.
Tabel 5.29Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan
No Keterlibatan Jumlah Persentase (%)1 Sangat Terlibat 33 11,02 Terlibat 204 68,03 Kurang Terlibat 60 20,04 Tidak Terlibat 3 1,0
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Selanjutnya adalah tanggapan responden atas proses pendampingan yang
selama ini mereka dapatkan ketika ada program bantuan dari pemerintah. Dari 300
responden, 40,3 % menyatakan tidak pernah mendapatkan pendampingan, 8,3 %
menyatakan ada pendampingan selama dan setelah bantuan, 15,3 % mendapatkan
pendampingan hanya selama program bantuan berjalan dan 4,3 % mendapatkan
pendampingan hanya setelah program bantuan selesai, serta 31,7 % tidak
memberikan jawaban karena ketidaktahuan mereka mengenai keberadaan
pendampingan tersebut. Jawaban responden ini jika kita hubungkan dengan tabel
mengenai ketepatan program pemberdayaan masyarakat akan terlihat benang
merahnya. Karena kemungkinan terjadi ketidaktepatan sasaran program bantuan,
sehingga masyarakat yang mendapatkan program tersebut ada yang tidak memahami
mengenai esensi kegiatan tersebut. Sehingga ketika kegiatan selesai, kemungkinan
mereka juga memiliki anggapan bahwa tugas mereka telah selesai. Hal ini tentunya
menjadi perhatian yang serius bagi kita untuk mencari solusi agar antara pemberi
progam dan penerima program dapat memiliki persepsi yang sama, sehingga hasilnya
juga sesuai dengan apa yang diharapkan bersama.
Tabel 5.30Proses Pendampingan Yang Berkelanjutan
No Proses Pendampingan Jumlah Persentase (%)1 Tidak Menjawab 95 31,72 Pendamping Selama dan
Setelah Program Bantuan25 8,3
3 Pendampingan Selama Program Bantuan
46 15,3
4 Pendampingan Setelah Program Bantuan
13 4,3
5 Tidak Ada Pendampingan 121 40,3Total 300 100
Sumber: Data Primer, 2012
Berikut adalah tabel yang menjelaskan bagaimana keberlanjutan usaha dari
masyarakat setempat setelah selesainya pelaksanaan program bantuan dari
pemerintah.
Tabel 5.31Keberlanjutan Usaha Yang Mendapatkan Bantuan
No Keb1rlanjutan Usaha Jumlah Persentase (%)1 Tidak Menjawab 107 35,7 2 Ya 102 34,03 Tidak 91 30,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Dari 300 responden, 34,0 % menyatakan usaha mereka yang telah
mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah masih berjalan sampai dengan
sekarang, sedangkan 30,3 % menyatakan usahanya tidak lagi berjalan, dan 35,7 %
responden tidak menjawab apakah usaha mereka masih berjalan atau tidak. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya sekitar 30 % saja keberhasilan dari program bantuan
usaha dari pemerintah sedangkan 70 % dapat dikatakan tidak berhasil. Hal ini selain
berhubungan dengan kurang tepatnya sasaran penerima program bantuan, mungkin
juga berhubungan dengan kemampuan manajerial dari para pelaku usaha untuk dapat
terus bertahan hidup ditengah persaingan usaha yang semakin ketat.
17. Gambaran Kondisi Usaha Pengolahan Kayu yang Dijalankan Saat Ini Pada Masyarakat Alalak dan Sekitarnya
a. Analisis Dari Sisi Kelayakan Usaha
Kebutuhan akan industri kayu semakin meningkat, namun hal tersebut tidak
diimbangi dengan jumlah tanaman kayu yang ada, bahkan sejak Tahun 2005
pemerintah melalui Inpres No. 4 telah menetapkan Pemberantasan Penebangan Kayu
Secara Ilegal Di Kawasan Hutan dan Peredarannya Di Seluruh Wilayah Indonesia.
Banyaknya penebangan kayu secara illegal selama ini telah menyebabkan banyaknya
lahan gundul dan rusaknya ekosistem, sehingga oleh pemerintah dan juga
masyarakat pemerhati lingkungan dipandang perlu untuk mengeluarkan sebuah
peraturan mengenai pelarangan penebangan kayu di hutan. Dampaknya sekarang,
bagi para pelaku sektor industri perkayuan sumber bahan baku kayu semakin hari
semakin berkurang, hal ini juga dirasakan oleh masyarakat Alalak dan sekitarnya.
Kondisi ini diperparah lagi bahwa wilayah Alalak sendiri bukan pengahasil kayu,
karena wilayah ini tidak memiliki hutan, melainkan mendapatkan dari wilayah lain.
Industri pengolahan kayu di wilayah Alalak pada masa keemasannya memberi
sumbangan terbesar ketiga (17 %) bagi Produk Domestik Regional Broto (PDRB) Kota
Banjarmasin, setelah sektor angkutan dan komunikasi di urutan pertama (23 %) dan
sektor perdagangan, hotel dan jasa (19 – 20 %), walaupun didominasi oleh produk
setengah jadi dan rawan dengan kebijakan pemerintah.
Namun keadaan berbalik arah setelah maraknya masalah illegal logging yang
dibahas oleh pihak lembaga swadaya masyarakat maupun pihak pemerintah sendiri,
dan puncaknya adalah ketika pada tanggal 18 Maret 2005 Presiden mengeluarkan
sebuah Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 2005 perihal Pemberantasan Penebangan
Kayu Secara Ilegal Di Kawasan Hutan dan Peredarannya Di Seluruh Wilayah
Indonesia. Dampak dari inpres ini adalah aktivitas industri kayu dari hulu ke hilir
menjadi terhenti, terutama bagi para pelaku usaha yang tidak memiliki Ijin HPH
maupun pengolahan dan penjualannya.
Kondisi tersebut membuat banyak industri pengolahan kayu yang tidak dapat
beroperasi lagi di wilayah Alalak dan sekitarnya. Apalagi selama ini, bentuk usaha
mereka adalah hanya mengolah kayu menjadi bahan setengah jadi, sehingga tidak
memberikan nilai tambah baik bagi pengusaha maupun masyarakat setempat. Selain
itu, dalam industri pengolahan kayu, banyaknya limbah kayu yang tersedia belum
dimanfaatkan secara optimal untuk menambah nilai guna produk. Selama ini
pemanfaatan limbah kayu lebih banyak untuk keperluan yang tidak memberikan
manfaat secara finansial, yaitu untuk menguruk halaman rumah, sebagai kayu bakar,
dan keperluan rumah tangga lainnnya. Namun masih belum dipikirkan bagaimana
memanfaatkan limbah kayu tersebut menjadi produk yang berdaya guna, misal
dijadikan sebagai bahan baku handycraft, seperti jam, miniature furniture, gantungan
kunci, souvenir serta hal lainnya yang dapat dikreasikan.
Industri pengolahan kayu yang semakin sedikit dapat beroperasi membuat
masyarakat Alalak dan sekitarnya yang telah turun temurun bekerja di sektor ini,
sedikit demi sedikit mulai meninggalkan pekerjaan ini dan beralih ke pekerjaan lain.
Pekerjaan lain yang menjadi alternatif pilihan mereka adalah menjadi pedagang,
dimana dapat terlihat dari sebagian besar responden yang sebelumnya bekerja
sebagai buruh/karyawan di perusahaan kayu, mereka lebih memilih untuk menjadi
pedagang karena tidak memerlukan keahlian yang tinggi untuk berdagang.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa dengan semakin langkanya
keberadaan kayu maka semakin berkurang juga aktivitas dari industri pengolahan
kayu di Alalak dan sekitarnya. Hal ini tentunya menjadi masalah yang serius bagi
masyarakat Alalak dan sekitarnya untuk dapat terus mempertahankan kehidupan
mereka dan tidak terkategori dalam masyarakat yang rawan kemiskinan.
Berdasarkan data dari Walhi Indonesia pada tahun-tahun sebelum adanya UU
Ilegal Logging, di sepanjang Sungai Barito Alalak beroperasi sekitar 129 industri kayu
dan 14 industri plywood. Daya serap industri kayu Alalak terhadap tenaga kerja lebih
dari 18.000 pekerja baik yang ditampung di sektor formal maupun informal.
Dengan keterbatasan bahan baku saat ini menyebabakan banyak usaha
gulung tikar dan pengangguran di kawasan ini semakin meningkat sehingga
pemenuhan bahan baku dalam jangka pendek sangat diperlukan untuk menjamin
kelangsungan usaha dan menekan pengangguran. Kondisi terakhir di wilayah Alalak
dan sekitarnya menunjukkan bahwa pelaku usaha kayu sekarang berjumlah sekitar
118 buah, yang terbagi atas usaha perkayuan di bidang:
a. Wantilan / jual kayu 76 buah
b. Bansaw 30 buah
c. Meubel 6 buah
d. Jual Galam 6 buah
Dari kondisi tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa ukuran usaha para
pelaku usaha kayu sekarang menjadi berkurang dan hal ini tentu berdampak juga
terhadap jumlah tenaga kerja yang dinaunginya. Hal ini tentunya akan memberikan
pengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat wilayah Alalak dan sekitarnya.
Nasib industri perkayuan informal kini semakin tidak menentu, karena memang tidak
ada peraturan yang menatanya. Dalam khazanah industri kehutanan, industri rakyat
itu tidak memenuhi persyaratan dan pasti akan kena dampak kebijakan restrukturisasi
karena tidak ada jaminan bahan baku.
Menyikapi keadaaan tersebut, maka perlu ada alternatif usaha yang ditawarkan
kepada penduduk wilayah Alalak tanpa harus menghilangkan kearifan lokal mereka,
agar penduduk setempat tidak lagi bergantung pada industri kayu untuk mata
pencaharian mereka. Alternatif usaha tersebut antara lain adalah pengolahan kayu
tidak lagi menjadi barang setengah jadi, melainkan menjadi barang jadi, misal papan
kayu menjadi furniture, pintu, jendala, dan lain-lain. Dengan demikian ada nilai tambah
yang akan didapatkan oleh para pelaku usaha. Selain itu, berbagai sisa olahan kayu
yang terdiri dari berbagai macam ukuran dapat dibuat menjadi sebuah kerajinan
tangan yang akan memiliki nilai jual tinggi, misal sisa olahan kayu dibuat menjadi
gantungan kunci, miniatur furniture dan lainnya. Selain dengan bahan baku kayu,
banyak kearifan lokal penduduk wilayah alalak yang dapat dikembangkan sebagai
usaha-usaha potensial, diantaranya adalah pasar terapung, wisata religi, kuliner khas
daerah ini serta hal lainnya yang dapat dikembangkan.
Permasalahan yang ada sekarang adalah, kearifan lokal tersebut masih belum
dikembangkan secara optimal sehingga belum memberikan kontribusi dalam hal
peningkatkan pendapatan baik bagi masyarakat maupun bagi pemerintah. Hal ini
tentunya menjadi perhatian yang serius bagi semua komponen masyarakat serta
pemerintah untuk menyikapinya, bukan hanya dalam tataran konseptual melainkan
sudah dalam tataran aplikasi di lapangan.
Tabel 5.32Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kayu
No Bidang Identifikasi Permasalahan1 Bahan Baku 2. Bahan
baku kayu yang semakin langka dengan adanya peraturan illegal loging
3. Biaya bahan baku yang mahal
2 Pemasaran 4. Harga jual yang tinggi bagi masyarakat
5. Adanya produk substitusi pengganti kayu (baja ringan dll)
3 Produksi 6. Produk hasil olahan kayu masih berupa produk setengah jadi
4 SDM 7. Masyarakat belum mampu mengolah kayu menjadi produk dengan nilai ekonomies tinggi
Sumber: Hasil Identifikasi Kelayakan Usaha Pengolahan Kayu, 2012.
2) Analisis Persepsi Masyarakat Alalak dan Sekitarnya Terhadap Usaha Pengolahan Kayu yang Saat Ini Digeluti
Saat kayu semakin langka, dalam jangka panjang pemerintah juga tidak
membiarkan industri kayu rakyat berdiri tanpa aturan dan pembinaan. Peraturan yang
jelas tentang tata niaga kawasan Alalak akan memudahkan pemerintah mengawasi
berdirinya sawmill-swamil liar yang merugikan Penerimaan Pajak Daerah (PAD).
Selain itu, pembinaan dari pemerintah diharapkan juga bisa meningkatkan peran
kawasan ini tidak hanya sebagai pengolah bahan mentah tetapi juga menjadi bahan
setengah jadi dan aneka produk terkait seperti meubel, kapal ( jukung), dan produk
lainnya yang berkualitas dan memiliki daya saing sehingga meningkatkan nilai jual dan
kesejahteraan masyarakat Alalak.
Guna kelangsungan usaha kayu di kawasan Alalak diperlukan sebuah tata
niaga agar warga Alalak bisa menjalankan usahanya dengan tenang dan fokus tanpa
terhalang peraturan-peraturan illegal. Peraturan tersebut merupakan payung hukum
berupa peraturan daerah yang mengatur tentang Tata Niaga Industri Kayu Rakyat
yang memuat secara lengkap tentang:
a. Tata kelola lingkungan
b. Penyediaan bahan baku
c. Manajemen usaha
d. Kebijakan harga dan perpajakan
e. Pasar
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa dengan semakin langkanya
keberadaan kayu maka semakin berkurang juga aktivitas dari industri pengolahan
kayu di Alalak dan sekitarnya. Hal ini tentunya menjadi masalah yang serius bagi
masyarakat Alalak dan sekitarnya untuk dapat terus mempertahankan kehidupan
mereka dan tidak terkategori dalam masyarakat yang rawan kemiskinan.
18. Analisis Peluang Usaha Potensial di Wilayah Alalak dan Sekitarnya
Harapan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik adalah sebuah harapan
yang didambakan oleh insan individu tanpa terkecuali bagi golongan masyarakat
tertentu dan tanpa memperdulikan wilayah tempat tinggal mereka, baik wilayah
perkotaan, pedesaan atau pun wilayah bantaran sungai. Namun demikian tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu faktor yang sangat menentukan untuk memperoleh
kehidupan yang lebih layak adalah potensi ekonomi daerah atau wilayah dimana
suatu kelompok masyarakat menjalani kehidupannya. Tentu saja hal tersebut sesuai
pula dengan harapan dan kondisi masyarakat yang tinggal pada wilayah Alalak dan
sekitarnya.
Mencermati kondisi yang telah di jelaskan di atas maka terkait dengan
penelitian ini maka dapat digambarkan potensi sosial ekonomi yang telah disadari oleh
masyarakat keberadaannya pada wilayah Alalak dan sekitarnya menurut preferensi
masyarakat terhadap sektor- sektor ekonomi dapat dilihat pada beberapa Tabel
selanjutnya. Untuk preferensi masyarakat terhadap sektor pertanian, perikanan,
pariwisata, kerajinan, perdagangan, perkapalan, angkutan, penginapan,
restoran/rumah makan, kuliner di sekitar pasar terapung, warnet, industri pengolahan
dan kerajinan dan sektor lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.33 berikut ini:
Tabel 5.33Matriks Komparatif Potensi dan Preferensi Masyarakat Wilayah Alalak dan Sekitarnya
Terhadap Potensi Sektor EkonominyaN0 Sektor
Ekonomi
Preferensi Masyarakat (%)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
1 Pertanian 5,0 3,7 2,7 0,3 0,7 - 1,0 - 0,3 - - -
2 Perikanan 0,3 3,0 6,3 2,7 2,7 0,7 - 0,7 - - - -
3 Wisata 13,3 7,7 13,3 3,0 0,7 0,3 0,7 - 10,3 - - -
4 Kerajinan 5,7 9,3 12,7 4,7 1,7 0,3 0,3 - - - - -
5 Dagang 38,0 23,7 5,7 3,3 3,7 0,3 - - - - - -
6 Perkapalan 5,7 13,3 5,7 3,0 2,0 0,3 - - - - - -
7 Angkutan 3,3 1,7 3,7 3,3 1,7 - - - 0,7 - - -
8 Penginapan 0,7 0,3 1,0 - 0,7 0,3 - 0,3 - 0,3 - -
9 Rmh Mkn 5,3 6,7 4,7 6,3 1,0 0,7 - 0,7 0,3 - - -
10 Kuliner Ps.
Terapung
0,7 1,3 5,0 12,7 1,7 0,7 0,3 0,3 0,3 0,7 0,3 -
11 Warnet 0,3 2,7 1,0 4,3 1,3 0,7 0,3 - 0,7 0,3 0,3 -
12 Pengolahan 15,0 10,7 6,0 2,0 1,7 - 0,7 0,3 - 0,3 - 0,3
Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 5.33 di atas dapat dipahami bahwa preferensi potensi
ekonomi, menurut masyarakat yang mendiami wilayah Alalak dan sekitarnya pada
preferensi pertama adalah sektor perdagangan dengan preferensi 38 % dan
preferensi sektor industri pengolahan baik pengolahan kue kering, kerupuk, dan
sebagainya dengan preferensi 15%. Selanjutnya preferensi potensi kedua masih pada
sektor perdagangan dengan preferensi 23,7% dan sektor perkapalan (pembuatan
kapal) dengan preferensi 13,3%. Sedangkan preferensi yang ketiga adalah sektor
pariwisata 13,3%, dan sektor kerajinan (purun, tanggui, handycraf dsb) dengan
preferensi 12,7%. Preferensi yang keempat adalah kuliner di sekitar pasar terapung
dengan preferensi 12,7%, dan rumah makan dengan preferensi 6,3%.
Preferensi yang kelima terdiri dari perdagangan 3,7% dan perikanan 2,7%.
Preferensi yang keenam adalah perikanan, rumah makan, kuliner di pasar terapung,
dan warnet masing-masing dengan preferensi sebesar 0,7%. Preferensi ketujuh
adalah pertanian 1,0%, serta pariwisata dan industri pengolahan masing-masing
0,7%. Preferensi yang kedelapan adalah perikanan dan rumah makan dengan
preferensi 0,7%. Preferensi yang kesembilan adalah jasa angkutan dan warnet
dengan preferensi 0,7%.
Preferensi yang kesepuluh adalah kuliner di pasar terapung sebesar 0,7%.
Preferensi yang kesebelas adalah kuliner di pasar terapung dan warnet dengan
preferensi 0,3%. Preferensi kedua belas adalah industri pengolahan dengan besarnya
preferensi sebesar 0,3%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Alalak dan sekitarnya yang mendiami wilayah bantaran sungai Kuin sesungguhnya
telah memahami dengan baik potensi wilayah yang ada dan kemungkinan
pengembangan untuk masa yang akan datang, sehingga merupakan salah satu
starting point untuk membenahi pembangunan ekonomi pada wilayah Alalak dan
sekitarnya secara jangka panjang.
Berdasarkan hasil preferensi pada tabel di atas, dapat diamati kondisi sektor industri
dan sektor lainnya sebagai berikut:
1. Industri Pariwisata
Kondisi umum wilayah Alalak dan sekitarnya yang kita kenal selama ini dengan
adanya objek wisata nasional Pasar Terapung, serta objek wisata religi Masjid
Sultan Suriansyah dan Makan Sultan Suriansyah. Untuk mencermati preferensi
potensi ekonomi dari sektor pariwisata di wilayah Alalak dan sekitarnya menurut
responden dapat dilihat pada Tabel 5.34 berikut ini:
Tabel 5.34Potensi Pariwisata Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya
Menurut RespondenNo Potensi Pariwisata Jumlah Persentase (%)1 Pasar Terapung 272 90,72 Religi (Makan & Masjid Sultan
Suriansyah) 20 6,6
3 Pariwisata Budaya 3 1,04 Lainnya 5 1,7
Total 300 100 Sumber: Data Primer, 2012
Salah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan yang semakin maju
adalah kebutuhan akan wisata. Oleh karena itu, pengembangan wisata pada wilayah
Alalak dan sekitarnya di masa yang akan datang merupakan potensi yang akan menjadi
salah satu sumber kehidupan masyarakat kawasan bantaran sungai Kuin yang
mendorong aktivitas perekonomian lainnya, seperti perdagangan, penginapan, rumah
makan, transportasi dan kerajinan tangan.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa potensi wisata yang potensial menurut
responden terdiri dari Pariwisata Pasar Terapung dengan jumlah 90,7 %, pariwisata religi
(Masjid dan Makam Sultan Suriansyah) dengan jumlah 6,7%, pariwisata budaya dengan
jumlah 1,0%, sementara pariwisata lainnya sebesar 1,7%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa wisata Pasar Terapung masih merupakan obyek wisata yang paling potensial untuk
dikembangkan dengan dimensi-dimensinya.
a. Wisata Pasar Terapung
Tidak dapat dipungkiri wilayah Alalak dan sekitarnya didukung oleh kealamian sungai
dan kehidupan di sekitar sungai, yang tidak dimiliki oleh wilayah lain. Aktivitas
kehidupan di sungai dan sekitarnya yang sejak dahulu telah dijalankan oleh
masyarakat menjadi daya tarik sendiri. Pasar terapung yang sebenarnya merupakan
salah satu aktivitas masyarakat sungai dalam sektor perdagangan, merupakan
keunikan tersendiri yang dapat dikembangkan. Di pasar terapung, kita dapat melihat
bagaimana sistem perdagangan antara penjual dengan pembeli, serta penjual dengan
penjual. Aktivitas perdagangan tidak dilakukan di darat melainkan di atas sungai,
sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang melihatnya. Namun selain
keunikannya, pasar terapung sekarang juga mengahadapi persoalan baru. Dengan
berkurangnya jumlah bandsaw dipinggir sungai, itu artinya berkurang juga jumlah
pembeli bagi para pedagang. Karena itu pula, sekarang durasi pasar terapung di
pinggir sungai wilayah Alalak menjadi lebih singkat karena mereka berjalan ke anak-
anak sungai lain untuk mencari pembeli. Hal ini menyebabkan munculnya keluhan dari
para wisatawan, bahwa untuk melihat pasar terapung di Kota Banjarmasin mereka
harus berangkat pada dini hari, namun keberadaan pedagang pasar terapung sangat
singkat. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi semua pihak, bagaimana
membangkitkan kembali keberadaan pasar terapung. Dinas Pariwisata kota
Banjarmasin telah memberikan perhatian yang serius untuk masalah tersebut, pada
tahun yang akan datang Dinas Pariwisata akan melaksanakan program Revitalisasi
Pasar Terapung yang juga akan menonjolkan kuliner lokal untuk menarik kedatangan
wisatawan untuk berkunjung ke sana. Salah satu kegiatan pada program revitalisasi
tersebut adalah memperpanjang durasi keberadaan pasar terapung yang biasanya
hanya sampai pada pukul 07.00 Wita menjadi di atas pukul 10.00 Wita. Kemudian
tempat aktivitas pasar terapung bukan hanya di daerah Kuin, melainkan juga ke Siring
di Jalan Sudirmanan pada hari Minggu, karena pada hari tersebut kegiatan masyarakat
di Kota Banjarmasin terpusat di daerah tersebut dengan adanya program car free day.
Gambar 5.5Pariwisata Pasar Terapung
b. Wisata Alam
Daerah Alalak dan sekitarnya yang terletak ditepian Sungai Kuin mempunyai kekhasan
dengan budaya sungainya yang dapat dikembangkan dalam bentuk wisata sungai.
Wisata sungai ini dapat berupa wisata perjalan menelusuri sungai dengan
menggunakan kelotok (perahu mesin tradisional) hingga menikmati panorama pagi di
Pasar Terapung. Pasar Terapung tumbuh dari aktivitas perniagaan masyarakat tepi
Sungai Barito dengan masyarakat Hulu Sungai Barito yang membawa berbagai hasil
hutan dan pertanian. Keberadaannya berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan yang
ada di Kalimantan Selatan, baik kerajaan Pra Islam (Negara Dipa dan Negara Daha)
maupun saat Kesultanan Islam Banjar berdiri.
Selain itu juga dapat dikembangkan wisata memancing ikan sungai di atas Sungai
Barito dan wisata kuliner.
c. Wisata Budaya
Daerah Alalak dan sekitarnya khususnya Kampung Wisata Kuin Utara juga
mempunyai obyek wisata religi, yaitu Makam dan Masjid Sultan Suriansyah yang
merupakan kesultanan pertama di Kalimantan. Makamnya oleh sebagian besar
penduduk dikeramatkan dan selalu dikunjungi banyak orang. Untuk mendukung
perjalan wisata sungai, ditempat ini tersedia jasa angkutan sungai berupa kelotok.
Potensi usaha yang dapat menjadi sumber pendapatan baik bagi pemerintah maupun
masyarakat sekitar dan belum digarap secara optimal adalah retribusi masuk ke
tempat wisata, serta potensi pendapatan dari parkir pengunjung maupun penjualan
souvenir khas daerah wisata tersebut.
Gambar 5.6Makam Sultan Suriansyah
Gambar 5.7Masjid Sultan Suriansyah
d. Dukungan Terhadap Desa Wisata Lain
Letak Kelurah Kuin Utara yang strategis karena berada di bantaran Sungai Kuin
dengan Pasar Terapungnya yang mudah dicapai dari dan ke wilayah atau obyek
wisata lainnya, baik dengan menggunakan alat transportasi sungai yaitu kelotok
maupun alat transportasi darat dengan fasilitas jalan yang sudah relative baik dan
beraspal. Dari Kelurahan Kuin Utara, wisatawan dan atau peziarah dapat meneruskan
perjalanannya dengan cara yang relatif mudah dan aman menuju ke Kelurahan Alalak
Selatan untuk berziarah ke Makam Datuk Ronggo Ibrahim dan Mesjid Kanas Alalak
Tengah hingga berkunjung ke sentra industri lemari kayu dan pembuatan kelotok yang
berada di Pulau Alalak.
e. Dukungan Terhadap Industri Pariwisata
Pemerintah Kelurahan Kuin Utara sangat mendukung dalam hal kebijakan terhadap
industri kepariwisataan berupa penyediaan fasilitas pertemuan kelompok masyarakat
serta memudahkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan
kepariwisataan. Selain itu dari segi kriteria sebagai Desa wisata, Kuin Utara memiliki
dukungan dari kegiatan wisata yang ada di Kelurahan Kuin Utara seperti:
1) Aktivitas pasar terapung setiap hari sebagai fenomena kehidupa pasar tradisional
yang telah berjalan ratusan tahun.
Namun, yang menjadi kendala kunjungan wisatawan kesana adalah pendeknya
durasi aktivitas pasar terapung tersebut. Sekarang ini jika ingin melihat pasar
terapung sungai Kuin wisatawan harus datang pagi-pagi sekali karena durasinya
hanya sekitar 2 jam yaitu dari pukul 5 – 7 pagi, setelah itu mereka akan menyebar
ke sungai-sungai kecil untuk berjualan. Jika ingin banyak wisatawan yang
berkunjung ke sana, salah satu alternative yang dapat dilakukan adalah
memperpanjang durasi keberadaan pedagang pasar terapung di Sungai Kuin,
misalnya dari pukul 5 – 10 pagi.
2) Jarak tempuh adalah jarak tempuh dari Kawasan Wisata Kuin Utara ke tempat
para wisatawan menginap ataupun jarak tempuh dari ibukota Provinsi dan jarak
dari Kota Banjarmasin tidak begitu jauh dan mudah untuk ditempuh.
3) Besaran Desa, dimana masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk,
karakteristik dan luas wilayah Kelurahan Kuin Utara sangat menunjang apalagi
hampir 50% wilayahnya merupakan wilayah wisata.
4) Sistem kemasyarakatan di Kelurahan Kuin Utara yang masih mempertahankan
kearifan budaya lokal khas Banjar.
f. Sarana Prasarana Kepariwisataan
Ketersediaan infrastruktur, yang meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, listrik, air
bersih, telepon (jaringan internet) dan sebagainya dapat diakses dengan mudah.
Khusus untuk perjalanan wisata, wisatawan dengan mudah mendapatkan jasa
angkutan transportasi kelotok di Dermaga Wisata yang terletak di tepi sungai Kuin di
depan Makan Sultan Suriansyah yang melayani penumpang yang hendak berkunjung
ke pasar terapung dan obyek wisata lainnya. Selain itu ketersediaan tempat parkir
untuk mobil dan kendaraan umum juga cukup baik. Di samping itu juga terdapat pusat
kerajinan tanggui dan cinderamata dari limbah kayu dan wisatawan dapat melihat
proses produksi dan membeli hasil kerajinannya langsung dari pengrajin.
g. Kegiatan Perekonomian Masyarakat di Bidang Pariwisata
Kegiatan perekonomian masyarakat di bidang pariwisata berkembang seiring dengan
ada kegiatan kunjungan atau wisata ziarah ke Makam Sultan Suriansyah dan
Mesjidnya. Kesadaran masyarakat yang mulai tumbuh membuat mereka berinisiatif
menciptakan lapangan usaha baru walaupun dalam tahap pengembangan, seperti
tanggui, kerajinan sablon, kerajinan cinderamata, kue tradisional dan makanan khas
soto Banjar yang dikenal dengan Soto Kuin serta menjadi pedagang di pasar terapung.
2. Industri Kerajinan
Pada tapal batas antara Kelurahan Alalak Selatan dan Kuin Utara di wilayah Utara
Kota Banjarmasin terdapat sebuah plang kecil terbuat dari papan kayu yang bertuliskan
Welcome to Kampung Wisata. Jika kita lihat sepintas lalu, tidak ada yang berbeda kondisi
kehidupan warga masyarakat dengan kondisi sebelum kawasan tersebut ditetapkan
sebagai Kampung Wisata. Jalan yang sempit, kehidupan warga miskin yang tinggal
dipemukiman kumuh menjadi pemandangan utama desa. Anak-anak kecil bermain di
tengah jalan tanpa takut dengan kendaraan bermotor yang melintas serta hanya beberapa
meter di belakang rumah terlihat anak-anak bermain di sungai. Hal yang sedikit berbeda
adalah terlihat dari adanya aktivitas kaum dewasa baik pria maupun wanita yang sedang
sibuk mengerjakan aneka kerajinan yang diharapkan mampu menopang perekonomian
mereka. “Dulu warga di sini banyak menganggur, karena industri kayu terpuruk” begitu
kata salah seorang warga Alalak Selatan di sela-sela kesibukannya membuat kerajinan
perahu hiasan untuk dijual.
Dahulu sebagian besar warga tepi sungai Barito ini mengandalkan mata pencaharian
dari industri kayu skala kecil (bandsaw). Namun seiring semakin sulitnya bahan baku dan
gencarnya operasi penertiban illegal logging oleh aparat pemerintah, industri kayu yang
dulu mencapai ratusan buah kini hanya sedikit yang mampu bertahan. Demikian juga
dengan usaha transportasi sungai yang ikut tergerus, menyusul semakin berkurangnya
jumlah pekerja industri kayu yang memanfaatkan jasa transportasi dengan kelotok.
Termasuk juga keberadaan pasar terapung yang selama ini menjadi mata pencaharian
bagi warga tepi sungai juga semakin berkurang.
Kondisi warga tepi sungai Barito yang identik dengan kemiskinan, namun perlahan tapi
pasti perekonomian warga tepi sungai ini mulai membaik. Rata-rata kaum perempuan
mempunyai sumber mata pencaharian dengan membuat berbagai jenis kerajinan seperti
pembuatan tanggui (caping), tenun batik khas Banjar (sasirangan) hingga usaha lain
seperti pembuatan cinderamata, kerupuk hingga tajau (gerabah).
Dari aneka usaha kerajinan yang kini digeluti, kaum ibu mampu mendapatkan
penghasilan antara Rp. 20.000,- hingga Rp. 30.000,- per hari. Seorang pengrajin tanggui
menyatakan bahwa dalam sehari mereka dapat membuat 10 buah tanggui yang dibeli oleh
pedagang dengan harga Rp. 2.000,- sampai Rp. 3.000 per buah tergantung pada
ukurannya. Sementara kaum ibu yang menggeluti usaha merajut kain sasirangan,
mengaku mendapat upah Rp, 30.000 per hari dari pengusaha kain sasirangan.
Kerajinan tangan sebenarnya juga dapat dikembangkan di wilayah Alalak dan
sekitarnya. Sumber bahan bakunya didapatkan dari sisa pengolahan kayu pada
industri kayu yang masih berjalan sampai dengan saat ini. Selama ini sisa
pengolahan kayu (limbah) hanya dimanfaatkan di rumah tangga pada keluarga di
wilayah ini, sehingga tidak bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar.
Limbah kayu tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dari
industri kerajinan tangan, namun permasalahan yang masih ditemukan dilapangan,
selain kurang memiliki keterampilan, kualitas barang yang dihasilkan selama ini
juga masih belum memenuhi harapan dari pembeli.
a. Kerajinan Tajau (Gerabah)
Untuk tajau, permintaan masyarakat akan produk ini lambat laun mulai mengalami
penurunan. Jika pada masa lampau tajau digunakan sebagai tempat penampungan
air dari sungai, maka pada saat ini fungsi tajau sudah tergantikan dengan tempat
penyimpanan air yang terbuat dari plastik, selain mudah untuk dibawa dan digunakan
juga relative kuat dan murah. Untuk itu jika ingin kembali memasarkan tajau dan tetap
menjadi sentra produksinya maka perlu dipikirkan untuk membuat tajau dengan
alternative fungsi yang lain. Misalnya tajau didesain sedemikian rupa dapat digunakan
sebagai kaki meja, sebagai aksesoris di rumah atau ruangan serta dapat dibuat tajau-
tajau dalam ukuran kecil sehingga memudahkan wisatawan untuk membawa pulang.
Gambar 5.8Industri Tajau Pada Lokasi Penelitian
b. Kerajinan Tanggui (Caping)
Untuk tanggui, produk ini hanya akan banyak permintaan jika memasuki musim tanam
padi dan yang menjadi konsumennya adalah penduduk setempat. Hal ini dikarenakan
desain tanggui masih disesuaikan dengan fungsi utamanya yaitu menjadi penutup
kepala. Padahal jika kreativitas dikembangkan, tanggui dapat dikembangkan menjadi
aksesoris untuk mempercantik rumah atau ruangan. Dari segi ukuran pun tanggui yang
pada dasarnya berukuran besar dapat dikembangkan menjadi souvenir berukuran
kecil yang dari desain dapat dikembangkan sedemikian rupa dan wisatawan tidak sulit
untuk membawa pulang.
Gambar 5.9Pengolahan Tanggui Pada Lokasi Penelitian
c. Kerajinan Membuat Souvenir
Kerajinan pembuatan souvenir atau cinderamata di wilayah Alalak dan sekitarnya
dapat dikatakan masih belum terlalu menonjol. Hal ini dikarenakan kualitas produk
masih standar apalagi jika dibandingkan dengan souvenir yang berasal dari daerah
Jawa dan Bali. Di wilayah Alalak, cinderamata sebagian besar berbahan baku dari
limbah kayu yang berasal dari industri pengolahan kayu yang ada. Selain itu, untuk
memasarkan cinderamata, di wilayah ini masih kekurangan toko atau outlet pusat
penjualan cinderamata. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu adanya
bantuan dari pihak terkait apakah dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun
dari Dinas Koperasi dan UMKM untuk memberikan pelatihan kepada para pengrajian
baik dari segi produksi, pemasaran dan manajemen. Selain itu Dinas Pariwisata juga
dapat turut serta untuk mengembangkan pusat penjualan cinderamata di wilayah
Alalak dan sekitarnya.
Gambar 5.10Pembuatan Souvenir Berbahan Dasar Kayu
3. Industri Pengolahan
Industri pengolahan di wilayah Alalak dan sekitarnya lebih banyak dijalankan
masyarakat pada industri kuliner khususnya pengolahan kue kering. Dari sisi rasa,
kuliner di sini memiliki kekhas-an tersendiri, namun permasalahannya adalah dari
sisi tampilan, baik untuk kuliner itu sendiri maupun packagingnya masih belum
menarik wisatawan untuk membeli dalam jumlah banyak. Selain itu syarat-syarat
produksi dan pemasaran seperti Ijin dari Dinas Kesehatan maupun dari Majelis
Ulama Indonesia, sebagian besar masih belum dapat memenuhinya.
Gambar 5.11Industri Kue Khas Banjar Pada Lokasi Penelitian
4. Industri Perkapalan
Untuk sebuah kapal tugboat diperlukan waktu hingga empat bulan, sedangkan
pembuatan kapal tongkang ukuran besar dengan ukuran panjang 20 meter dan
lebar 12 meter, memerlukan waktu hingga dua tahun. Lamanya proses pembuatan
kapal ini terkait dengan keterbatasan peralatan dan tenaga kerja terampil. Selain
itu, bahan baku pembuatan kapal berupa plat besi berbagai ukuran yang harus
dipesan dari Pulau Jawa sering terlambat datang. Selain itu, di wilayah Alalak ini
proses pembuatan kapal dilakukan dengan cara sederhana, nyaris tanpa sentuhan
teknologi. Pengerjaan pembuatan kapal sangat bergantung dari kemampuan
mandor kerja yang mendesain dan merancang bentuk serta ukuran kapal semua di
dalam kepalanya. Biasanya konsumen atau perusahaan pemesan kapal hanya
menyebutkan jenis dan ukuran kapal, selanjutnya mereka menunggu kabar saat
kapal hampir rampung baru ditambah dengan berbagai ornament (dekorasi) sesuai
dengan keinginan konsumen. Namun, produksi kapal dari industri perkapalan
rakyat di Kalimantan Selatan umumnya dan wilayah Alalak khususnya ini cukup
terkenal di kawasan Indonesia Timur. Sudah banyak kapal besi buatan “urang
banua” sebutan bagi warga Kalimantan Selatan dipesan berbagai perusahaan baik
di wilayah Kalimantan, hingga Sulawesi dan Papua bahkan sampai ke Amerika.
Industri pembuatan kapal di Kalimantan Selatan diperkirakan sudah ada sejak era
1970 an. Waktu itu, industri perkayuan menjadi pengguna terbesar kapal-kapal produksi
industri rakyat ini. Sekarang, meski industri perkayuan mengalami kemunduran, namun
dengan banyaknya eksploitasi sumber daya alam batu bara dan biji besi membuat industri
kapal rakyat tetap bertahan.
Ada beberapa peluang yang dapat dikembangkan agar industri kapal rakyat ini dapat
terus dapat bertahan dan berkembang, yaitu salah satunya adalah meningkatkan
kompetensi sumber daya manusia. Jika selama ini, proses pembuatan kapal dikerjakan
dengan proses yang sederhana bahkan hampir tidak ada rekayasa teknologi dan sumber
daya manusia yang secara formal tidak memiliki pengetahuan di bidang perkapalan, maka
jika Pemerintah Banjarmasin berkeinginan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan kualitas hasil produksi dapat mendirikan sebuah sekolah kejuruan di bidang
perkapalan yang sekarang ini masih belum ada di Kota Banjarmasin. Dengan demikian
selain tersedianya lapangan kerja juga tersedia sumber daya manusia yang berkualitas
untuk terus mempertahakan usaha tersebut. Dari hasil pengembangan sumber daya
manusia dan perbaikan kualitas produksi diharapkan dengan banyaknya pesanan
pembuatan kapal di Alalak, pemerintah dapat memperoleh pajak dari pajak penghasilan
badan. Selain itu, tenaga kerja lokal dapat terserap.
Gambar 5.12Contoh Industri Dok Kapal Pada Lokasi Penelitian
5. Industri Perikanan
Wilayah Alalak dan sekitarnya memiliki potensi untuk pengembangan sektor
perikanan. Kegiatan ini telah dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan melalui
kelompok usaha bersamanya. Usaha pengembangan di sektor perikanan ini tidak
saja menghasilkan ikan-ikan segar yang dapat langsung dijual kepada masyarakat,
tetapi juga dapat dijadikan produk yang memberikan nilai tambah. Ikan tidak lagi
dijual dalam bentuk ikan, tapi dalam bentuk yang sudah berubah bentuknya, antara
lain dijadikan kerupuk. Namun masih ada kendala yang dihadapi oleh masyarakat
pengolah kerupuk, yaitu masalah perbaikan produksi dan masalah pemasaran.
Gambar 5.13Contoh Industri Pengolahan Kerupuk Pada Lokasi Penelitian
Pengembangan berbagai potensi ekonomi oleh masyarakat pada wilayah
Alalak dan sekitarnya, pada umumnya mengalami hambatan dari sektor permodalan,
karena kebanyakan masyarakat di wilayah Alalak dan sekitarnya tersebut masih
banyak yang belum memahami cara mendapatkan permodalan pada lembaga
keuangan terutama perbankan. Selanjutnya menurut responden bahwa terdapat
beberapa hambatan dalam pengelolaan potensi ekonomi daerah antara lain; SDM,
Teknologi, dukungan sarana dan prasarana umum. Secara keseluruhan dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 5.35Hambatan Pengembangan Potensi Ekonomi pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya
Menurut responden.
No Hambatan Pengembangan Potensi Ekonomi Jumlah Persentase
(%)
1 Permodalan 263 87,72 SDM 12 4,03 Teknologi 8 2,74 Sarana dan prasarana 13 4,35 Lainya 4 1,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 5.35 di atas maka hambatan yang paling besar menurut
masyarakat Alalak dan sekitarnya adalah permodalan dengan jumlah 87,7%,
sedangkan SDM dengan jumlah 4,0%, Teknologi dengan jumlah 2,7 %, dukungan
sarana dan prasarana umum dengan jumlah 4,3%, serta lainnya 1,3%. Informasi
tersebut memberikan gambaran bahwa permasalahan paling mendasar adalah
kebutuhan permodalan. Hambatan lainnya yang juga perlu mendapat perhatian
adalah dukungan sarana dan prasarana, dimana salah satu hambatan pengembangan
potensi wisata Pasar Terapung menurut masyarakat dikarenakan kurangnya sarana
toilet yang layak bagi para pengunjung pasar terapung. Hal ini tentu saja dapat
mengurangi kenyamanan para wisatawan yang berkunjung ke Pasar Terapung.
Namun demikian ditengah hambatan usaha bagi masyarakat Alalak dan
sekitarnya yang sangat kompleks, masyarakat Alalak dan sekitarnya memiliki harapan
dan cita-cita yang cukup baik untuk mengembangkan perekonomiannya secara lebih
baik. Hal tersebut tampak dari kesadarannya dalam menentukan pilihan sektor usaha
yang akan dikembangkan dimasa yang akan datang yaitu sektor perdagangan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.36Usulan Usaha Pengembangan Potensi Ekonomi Pada Wilayah Alalak dan Sekitarnya Menurut
Responden.
No Usulan Usaha Pengembangan Potensi Ekonomi Preferensi Persentase
(%)1 Pertanian 16 5,3
2 Perdagangan 168 56,03 Usaha Pengolahan 31 10,34 Kerajinan 45 15,05 Perkapalan (Pembuatan Jukung) 36 12,06 Lainnya 4 1,3
Total 300 100Sumber: Data Primer, 2012
Tabel di atas menunjukkan bahwa usulan usaha yang ingin dijalankan oleh
masyarakat Alalak dan sekitarnya cukup rasional berdasarkan kondisi wilayahnya, hal
tersebut dapat dilihat pada usulan usaha yang diharapkan dapat direalisasikan adalah
56% melanjutkan usaha pada sektor perdagangan, 15% sektor kerajinan dan 12%
sektor perkapalan (pembuatan jukung). Potensi lainnya diyakini juga bahwa akan
dapat berkembang pada masa yang akan datang, berdasarkan perkembangan
perekonomian daerah.
BAB VI
KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
19. Kesimpulan
1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya
yang mayoritas bergerak pada sektor industri perkayuan, industri kerajinan,
industri pengolahan, industri perikanan dan pengolahan hasil perikanan,
serta industri perkapalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial
ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya pada sektor-sektor industri yang
ada masih belum berkembang secara maksimal.
2. Potensi dan kompetensi masyarakat pada wilayah Alalak dan sekitarnya dilihat dari
rata-rata tingkat pendidikan, usaha yang sudah dijalankan, banyaknya tenaga kerja
yang terlibat pada industri kerakyatan yang dijalankan serta sarana prasarana yang
dimiliki masyarakat cukup prospektif untuk dikembangkan menjadi sumber kekuatan
ekonomi pembangunan daerah agar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
3. Peranan lembaga ekonomi masyarakat seperti Koperasi pada wilayah
Alalak dan sekitarnya belum berfungsi secara optimal dalam memberikan
dukungan terhadap efektivitas kegiatan ekonomi masyarakat. Pada kegiatan
tahunan Koperasi Kota Banjarmasin, terlihat bahwa sebagian besar Koperasi
di Kota Banjarmasin tidak aktif. Hal ini dapat dilihat dari Laporan Rapat
Anggota Tahunan pada masing-masing koperasi yang tidak diserahkan
kepada Gabungan Koperasi Kota Banjarmasin.
4. Nilai-nilai social capital dalam kehidupan masyarakat Alalak dan sekitarnya
masih terpelihara dengan baik, sehingga social capital pada wilayah
tersebut merupakan salah satu kekuatan pembangunan ekonomi yang dapat
diandalkan.
5. Peranan dan dukungan infrastruktur dalam pengembangan ekonomi
masyarakat Alalak dan sekitarnya sudah cukup optimal. Namun untuk
mendukung kegiatan ekonomi masyarakat dalam jangka panjang perlu
peningkatan dukungan infrastruktur seperti ketersediaan jalur transportasi
darat dan sungai, pelabuhan sungai, terminal, pasar, serta fasilitas umum
lainnya termasuk fasilitas wisata. Hal ini seharusnya dapat dimasukkan
didalam grand desain Kota Banjarmasin, sehingga ada perencanaan yang
matang untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat.
6. Efektivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat Alalak dan sekitarnya belum
optimal, sehingga masih perlu ditingkatkan. Hal ini dapat diketahui dari hasil
penelitian dimana banyak program pembedayaan ekonomi masyarakat yang
kurang sesuai kebutuhan masyarakat, tumpang tindih bantuan, serta tidak
berkelanjutan.
7. Potensi usaha perkayuan yang ada saat ini masih ada, akan tetapi prospek
usahanya dalam jangka panjang sangat tergantung pada ketersediaan
bahan baku yang ada. Dalam jangka pendek, selain usaha utama
penggergajian kayu, dapat dikembangkan pula usaha turunan seperti yang
sudah ada dijalankan oleh beberapa pengusaha yaitu industri mebel,
pembuatan kusen, jendela, maupun pintu, serta beberapa yang
memanfaatkan limbah kayu untuk diolah kembali menjadi barang kerajinan
(handycraft).
8. Sektor ekonomi potensial yang utama untuk dikembangkan di wilayah Alalak
dan sekitarnya adalah Pariwisata Pasar Terapung. Selain merupakan
kearifan lokal yang dimiliki, sektor ini akan mendorong sektor-sektor usaha
lain untuk berkembang. Jika Pariwisata Pasar Terapung dapat berjalan
secara berkelanjutan, maka akan muncul sektor-sektor usaha lain
pendukung pariwisata seperti industri kerajinan secara dampak permintaan
souvenir dari wisatawan.
B. Saran
1. Untuk dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat Alalak dan sekitarnya yang bergerak pada sektor-sektor industri
kerakyatan, perlu adanya inisiasi program yang terarah dan berkelanjutan.
Hal ini perlu diawali dengan pendataan para pelaku usaha agar
menghasilkan database para pelaku industri kerakyatan, sehingga inisiasi
program yang tepat guna, tepat sasaran dan berkelanjutan dapat dijalankan
berdasarkan kebutuhan para pelaku usaha.
2. Untuk dapat meningkatkan potensi dan kompetensi SDM di
wilayah Alalak dan sekitarnya, ada dua hal yang dapat dilakukan, baik
secara formal maupun informal. Dari sisi formal, dapat dibuat sekolah
menengah kejuruan yang dapat mendukung peningkatan SDM masyarakat
sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Misalnya mendirikan sekolah
kejuruan dibidang perkapalan. Sedangkan dari sisi informal dapat diberikan
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan SDM terutama bagi para
pemuda. Hal ini selain dapat dilaksanakan oleh SKPD-SKPD terkait, dapat
juga difasilitasi oleh Karang Taruna yang ada di setiap kelurahan.
3. Untuk dapat meningkatkan kinerja lembaga ekonomi
masyarakat khususnya Koperasi, terlebih dahulu perlu dilakukan pendataan
kembali oleh Dinas Koperasi & UMKM Kota Banjarmasin. Tujuannya adalah
agar jika terdapat program bantuan kepada masyarakat yang harus melalui
Koperasi, maka Koperasi yang bersangkutan haruslah Koperasi yang aktif
dan melaksanakan aktifitas sebagaimana prinsip-prinsip Koperasi.
4. Untuk nilai-nilai sosial capital yang ada di wilayah Alalak dan
sekitarnya agar tetap dipertahankan, seperti kegiatan gotong royong,
kegiatan keagamaan, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya seperti
kegiatan PKK dan Posyandu. Untuk tetap mempertahankan nilai-nilai sosial
capital ini, perlu peran serta aktif dari tingkatan pimpinan kemasyarakatan
paling bawah seperti Ketua RT maupun pemuka agama dan tokoh
masyarakat.
5. Sarana dan prasarana pendukung perlu terus mendapatkan
perhatian dari pemerintah daerah. Seperti ketersediaan sarana penunjang
kegiatan wisata, dimana perlu dipikirkan untuk mendesain kapal angkutan
wisata (klotok) menjadi bis air yang unik dan menjadi ciri khas kota
Banjarmasin serta aman dan nyaman bagi wisatawan.
6. Untuk dapat meningkatkan efektivitas pemberdayaan
ekonomi masyarakat baik dari bantuan berupa bimbingan teknis,
permodalan, bantuan alat produksi dan sebagainya, perlu diawali dengan
pendataan para pelaku usaha. Hal ini dapat dilakukan secara kerjasama oleh
pihak kelurahan dengan Dinas Koperasi & UMKM maupun Dinas
Perindustrian & Perdagangan. Sehingga dengan demikian tidak akan terjadi
lagi program yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
serta tidak terjadi lagi ada masyarakat penerima bantuan yang double
funding.
7. Secara jangka panjang perlu mempersiapkan usaha baru
pengganti usaha penggergajian kayu, hal ini perlu peran serta seluruh pelaku
usaha dan pemerintah daerah dalam merancang alternatif pengganti usaha
tersebut. Dalam jangka pendek, untuk dapat meningkatkan nilai guna dan
nilai ekonomis perlu perbaikan kualitas produk hasil olahan. Untuk itu, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan maupun Dinas Koperasi & UMKM dapat
memberikan bantuan bimbingan dan pelatihan yang berkelanjutan baik
secara teknis maupun manajerial.
8. Untuk dapat memanfaatkan usaha potensial yang ada di
wilayah Alalak dan sekitarnya, perlu dimulai dari sektor pariwisata Pasar
Terapung. Untuk menjaga keberlanjutan sektor ini, maka Dinas Pariwisata
perlu meningkatkan kegiatan promosi kepariwisataan baik secara mandiri
maupun kerjasama dengan instansi-instansi lain serta masyarakat luas.
Selain itu, instansi-instansi lain dapat mendukung keberlanjutan pariwisata
Pasar Terapung sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti Dinas
Koperasi & UMKM serta Dinas Perindustrian & Perdagangan yang dapat
mendorong peran serta masyarakat dalam menunjang sektor pariwisata
dengan mengembangkan kegiatan ekonomis sesuai dengan potensi
lokalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alim Bachri, Ahmad, dkk. 2007. Pemetaan Potensi UMKM Sulawesi Barat, Kerjasama Pemprov Sulbar dengan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar.
Alim Bachri, Ahmad, dkk. 2009. Kajian Ekonomi Masyarakat Pesisir, Kerjasama Bappeda Kabupaten Kotabaru dengan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Artiningsih dkk, 2010. Analisis Potensi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Wilayah Kota Semarang Dalam Pengembangan Industri Kreatif. Jurnal Riptek, Vol.4, No.11 Hal. 11-19.
Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipa. Jakarta
BPS, 2012. Kota Banjarmasin Dalam Angka. Kerjasama Bappeda Kota Banjarmasin dengan Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin.
BPS, 2012. Kecamatan Banjarmasin Utara Dalam Angka, 2012. Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin.
Departemen Perdagangan. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025.
Effendi, 2003. Kajian dan Program Pengembangan Industri Kerajinan Tenun Dalam Upaya Pembangunan Ekonomi Kerakyatan di Desa Sebauk Kecamatan Bengkalis, Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Ife, Jim & Frank Teriero. 2008. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Global.
Community Development. Edisi Ke 3. Pustaka Pelajar. Jogjakarta
Irwansyah & Maya Sari Dewi. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Suku Dayak Loksado Berbasis Kearifan Lokal. Seminar Nasional Eco – Entrepreneurship. Universitas Negeri Semarang. Semarang
Rifani, Ahmad, 2012. Potensi Bisnis Berbasis Kekhasan Daerah Kota Banjarmasin, Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi Unlam Banjarmasin.
Suhodo. Diah Setiari. 2010. Industri Kreatif, Solusi Baru Ekonomi Indonesia. Artikel Ilmiah
Surono, S., 2005. Mengapa Agroindustri Tidak Berkembang Sesuai dengan Harapan, Paper ISEI, Sidang Pleno ISEI XI ’Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja Baru,’ Hotel Nikko, Jakarta, 22-23 Maret.
Syahza, Almasdi, 2003. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau, Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Universitas Riau.
UNCTAD dan UNDP. 2008. Economy Creative Report 2008. Uniited Nations.
Wrihatnolo, Randy R & Riant Nugroho Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Elex Media. Jakarta.
Yunus, Muhammad, 1990. The Effect of Trade and Exchange Rate Policy on Indonesian Agricultural Exports, Unpublished Master Thesis, School of Economics, University of The Philippines, Q.C., Manila, Philippines, May.