Post on 30-Apr-2019
LAPORAN HASIL KEGIATAN
KAJIAN MODEL TEKNOLOGI PEMANFAATAN PANEN KEDUA (RATOON) PADI
DI LAHAN SAWAH DI PROVINSI ACEH
ABDUL AZIS, SPI.,M.P
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Kajian Model Teknologi Pemanfaatan Panen Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah di Provinsi Aceh
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
3. Alamat Unit Kerja : Jl. P. Nyak Makam. No. 27 Lampineung Banda Aceh
4. Sumber Dana : DIPA Satker Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh TA. 2015
5. Status Kegiatan (L/B) : Baru 6. Penanggung Jawab : a. Nama : Abdul Azis, SPI.,MP.Dr. Erizal
b. Pangkat/Golongan : c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda 7. Lokasi : Kabupaten Aceh Besar 8. Agroekosistem : Padi Sawah 9. Jangka Waktu : I (Satu) Tahun 10. Tahun Dimulai : 2015 11. Biaya : Rp. 83.500.000,- (Delapan puluh tiga juta
lima ratus ribu rupiah) Koordinator Program, Penanggung Jawab RPTP Dr. Rahman Jaya,S.Pi., M.Si NIP.19580121 198303 1 003
Abdul Azis, S.Pi.,MP NIP. 19661231 199302 1 013
Mengetahui : Kepala Balai Besar
Menyetujui Kepala Balai
Dr. Ir. Abdul Basit MS NIP. 19610929 198603 1 003
Ir. Basri A. Bakar, M.Si.
NIP. 19600811 198503 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas terlaksananya
penyusunan Laporan Akhir Tahun Kajian Model Teknologi Pemanfaatan Panen
Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah di Provinsi Aceh
.Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan peran aktif
seluruh Dinas/Instansi yang terkait, petani kooperator dan penyuluh/peneliti yang
ada di BPTP Aceh. Namun demikian kami menyadari dalam pelaksanaan kegiatan ini
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, perlu adanya kritik dan saran
yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan
ini mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilanjutkan dengan
penyusunan laporan tahun akhir ini, kami ucapkan terimakasih dan semoga laporan
ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Desember 2015 Penanggung Jawab,
Abdul Azis, S.Pi.,M.P NIP. 19661231 199302 1 013
iii
RINGKASAN
1. Judul RDHP : Kajian Model Teknologi Pemanfaatan Panen Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah di Provinsi Aceh
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3. Lokasi : Kabupaten Aceh Besar
4. Agroekosistem : Lahan sawah
5. Status : Baru
6. Tujuan : a. Untuk mendapatkan suatu model teknologi panen
kedua (ratoon) yang aplikatif. b. Untuk memanfaatkan lahan bekas panen padi
dengan teknologi panen kedua (ratoon). c. Untuk meningkatkan produktivitas padi dan
pendapatan petani melalui teknologi ratoon. d. Menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat
dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional yang diterbitkan Badan Litbang Pertanian atau internasional yang terakreditasi dan atau dalam seminar ilmiah.
7. Keluaran : a. Terdapat model teknologi aplikatif panen kedua (ratoon) pada padi sawah.
b. Termanfaat lahan bekas panen padi dengan teknologi panen kedua (ratoon).
c. Terjadinya peningkatan produktivitas padi dan pendapatan petani melalui teknologi ratoon.
d. Terpublikasinya hasil kegiatan di jurnal nasional dan internasional
8. Prakiraan Hasil : Menghasilkan model teknologi aplikatif panen kedua (ratoon) spesifik lokasi.
9. Prakiraan Manfaat : Adanya suatu model teknologi aplikatif pemanfaatan panen kedua (ratoon) yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi dan pendapatan petani serta pemanfaatan lahan bekas panen.
10. Prakiraan Dampak : Meningkatnya produksi padi secara meluas akibat pemanfaatan lahan bekas panen/panen kedua (ratoon) dalam upaya meningkatkan pendapatan petani.
11. Metodelogi/Prosedur : Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, dilaksanakan pada lahan sawah 1 kali penanaman setahun dengan melibatkan petani kooperator. Perlakuannya adalah mengkaji model pumupukan urea (N) dan tinggi pemotongan jerami. Luas lahan yang akan
iv
digunakan dalam pengkajian ini seluas 1 hektar dengan 4 petani kooperator. Parameter yang diamati meliputi Panjang Malai per Rumpun (cm) dan Jumlah Malai per Rumpun (buah), Bobot Gabah Bernas dan Butir Hijau per Malai (gram), Bobot Gabah 1000 butir (gram), Bobot Gabah Kering Panen per Rumpun dan per Petak (gram). Analisis data statistik dilakukan dengan menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan uji beda nilai tengah Duncan pada taraf lima persen (0,05), serta analisis regresi (linier dan kuadratik) dengan menggunakan program aplikasi SPSS. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu faktor tinggi pemangkasan dan pupuk urea (pupuk N).
12. Jangka Waktu : 1 Tahun
13. Biaya : Rp. 83.500.000 (Delapan puluh tiga juta lima
ratus ribu rupiah).
1
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
RINGKASAN ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Dasar pertimbangan ............................................................ 2
1.3. Tujuan ................................................................................ 3
1.4. Keluaran yang diharapkan .................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 5
2.1. Morfologi dan Fisiologi Ratoon ............................................... 5
2.2. Hasil Penelitian sebelumnya ................................................. 6
III. METODOLOGI ......................................................................... 8
2.1. Kerangka Pemikiran .............................................................. 8
2.2. Ruang Lingkup Kegiatan ...................................................... 9
2.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan ............................... 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 13
4.1. Keadaan Umum Wilayah ........................................................ 13
4.2. Hasil Pelaksanaan Kegiatan .................................................... 24
V. KESIMPULAN ......................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42
2
DAFTAR TABEL
Hal
1. Paket Teknologi Budidaya Panen Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah ...... 10
2. Rata-rata Tingkat Penerapan Teknologi oleh Petani .................................. 22
3. Rata-rata Tingkat Penerapan Teknologi Aspek Sosial di Kecamatan .......... 23 Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015. 4. Rata-rata Tingkat Penerapan Teknologi Aspek Ekonomi di ....................... 23 Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh BesarTahun 2015. 5. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Aceh Besar ........................................... 25
3
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. ANALISA RESIKO ............................................................... 44
Lampiran 2. ORGANISASI……………………………………. ............................... 45
Lampiran 3. PEMBIAYAAN……………………………………. .............................. 45
4
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usahatani padi di Indonesia masih menjadi tulang punggung perekonomian
pedesaan. Pengadaan produksi beras dalam negeri sangat penting dalam rangka
keberlanjutan ketahanan pangan nasional dengan sasaran tercapainya
swasembada pangan (beras). Peningkatan penduduk mengakibatkan kebutuhan
akan pangan (beras) semakin tinggi. Tidak kalah penting adalah terjadi perubahan
iklim gobal menjadi ancaman terhadap peningkatan produksi dan ketahanan
pangan. Pertanian merupakan sektor paling rentan terhadap perubahan iklim.
(Las, 2011.)
Tanaman padi dan palawija merupakan komoditas penting di Provinsi Aceh
sehingga menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian dan ekonomi
masyarakat. Produksi padi 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 3,44 %/tahun,
dari 60,32 juta ton GKG pada tahun 2008 menjadi 68,96 juta ton GKG pada tahun
2012 (ARAM II BPS) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai
1,14%/tahun dan luas panen meningkat rata-rata 2,26 %/tahun (Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, 2013). Sedangkan target produksi padi Nasional yang
dicanangkan Pemerintah pada 2013 adalah 72,06 juta ton GKG (Puslitbangtan,
2012). Adapun produksi padi di Provinsi Aceh tahun 2013 adalah 1,79 juta ton
GKG dengan produktivitas 46,19 Kw/ha (BPS Aceh, 2012). Hal ini dinilai masih
rendah dibandingkan produksi nasional.
Upaya peningkatan produksi beras nasional dihadapkan pada masalah
cekaman biotik dan abiotik yang dapat mengganggu pertumbuhan dan hasil
tanaman padi. Tanaman padi dapat beradaptasi pada beragam agroekosistem,
antara lain lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan kering (gogo),
dan lahan rawa. Pola tanam yang dilakukan petani masih dua kali tanam setahun
pada lahan beririgasi teknis dan satu kali tanam di lahan tadah hujan.
5
Pada lahan sawah tadah hujan pola tanam yang biasa dilakukan petani
adalah padi-bera-padi. Setelah menanam padi memberakan lahannya, kondisi ini
diakibatkan ketidaktersediaan air ketika masuk musim tanam (MT) gadu. Faktor
lain adalah kesibukan oleh kegiatan panen, maupun kegiatan lainnya diluar
kegiatan pertanian. Akibatnya, nilai produktivitas lahan dan pendapatan menjadi
menurun, padahal mereka dapat memanfaatkan panen kedua (ratoon) tersebut.
Salah satu upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan adalah
dengan memanfaatkan tanaman kedua (ratoon) pada padi sawah. Ratoon adalah
tunas yang tumbuh pada batang tanaman padi yang telah dipanen. Pemanfaatan
tanaman ratoon dapat produksi per unit luas dan per unit waktu. Waktu untuk
berproduksi tanaman ratoon lebih pendek jika dibandingkan dengan penanaman
kembali serta tidak memerlukan areal baru (Chauhan, Vergara, dan Lopez et al
Rahman Nuris, 2004).
Sejalan dengan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka perlu adanya inovasi
baru untuk memacu peningkatan produktivitas padi dan sekaligus peningkatan
pendapatan bagi petani melalui pemanfaatan dan optimalisasi lahan pasca
panen/panen kedua (ratoon).
Ditetapkannya Kabupaten Aceh Besar sebagai lokasi pengkajian karena
kabupaten ini memiliki potensi lahan sawah teknis dan tadah hujan cukup luas.
Luas lahan sawah tadah hujan dan irigasi teknis di Kabupaten Aceh Besar
diperkirakan sekitar 3.500 ha. Selama ini lahan sawah tadah hujan masih
mengandalkan produksi dari pola tanam 1 kali dalam setahun, padahal
mempunyai potensi cukup besar untuk meningkatkan produksi dengan
memanfaatkan ratoon (panen kedua). Namun, hal ini belum dimanfaatkan oleh
petani setempat karena minimnya informasi dan teknologi yang diperlukan,
sehingga terbengkalai begitu saja. Diharapkan model ini dapat meningkatkan
produktivitas padi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani.
6
Demikian pula, kegiatan ini diharapkan adanya respon positif dari
Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dalam rangka meningkatkan produksi dan
produktivitas padi, sehingga memberi peluang besar bagi teradopsinya dan
penyebarluasan (difusi) model teknologi pemanfaatan ratoon ini oleh stakeholder,
Dinas/Instansi terkait, Pemerintah Daerah setempat dan memberikan dampak
terhadap kawasan lainnya.
1.2. Dasar Pertimbangan
Pada dasawarsa terakhir kebutuhan padi sangat tinggi seiring
meningkatnya pertumbuhan penduduk, sementara luas lahan produktif semakin
berkurang karena terjadinya konversi lahan produktif ke sektor non pertanian
(Baliklimat, 2012). Namun demikian pemerintah terus melakukan terobosan untuk
meningkatkan produksi dan produktivifitas demi memenuhi kebutuhan tersebut.
Salah satu upaya pemerintah adalah dengan meningkatkan luas tanam dan
memanfaatkan teknologi yang ada hasil Badan Litbang Pertanian. Teknologi yang
dianggap dapat meningkatkan produksi dan peningkatan indek penanaman (IP)
dari 200 ke IP 300 adalah dengan menerapkan model teknologi panen kedua
(ratoon).
Introduksi beberapa varietas unggul baru (VUB) dan padi tipe baru dengan
sifat-sifat genetik yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan kembali
produktivitas tanaman melalui panen kedua (ratoon). Varietas merupakan salah
satu faktor berpengaruh terhadap hasil panen kedua (Erdiman, 2012). Diantara
seluruh komponen teknologi, varietas merupakan teknologi yang paling mudah
dan paling cepat diadopsi petani.
Selama ini pemanfaatan lahan di provinsi Aceh belum optimal dilakukan
petani dan biasanya terdapat masa bera setelah masa panen (1-2 bulan) atau
dibeberapa lokasi dijadikan lahan pelepasan ternak sapi dan kerbau. Hal ini
menjadi kesempatan bagi petani untuk meningkatkan produksi dan pendapatan.
7
1.3. Tujuan
- Untuk mendapatkan suatu model teknologi panen kedua (ratoon) yang
aplikatif.
- Untuk memanfaatkan lahan bekas panen padi dengan teknologi panen
kedua (ratoon).
- Untuk meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani melalui
teknologi ratoon.
- Menghasilkan karya tulis ilmiah yang dapat dipublikasikan dalam jurnal
ilmiah nasional yang diterbitkan Badan Litbang Pertanian atau
internasional yang terakreditasi dan atau dalam seminar ilmiah.
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
a. Terdapat model teknologi aplikatif panen kedua (ratoon) pada padi
sawah.
b. Termanfaat lahan bekas panen padi dengan teknologi panen kedua
(ratoon).
c. Terjadinya peningkatan produktivitas padi dan pendapatan petani
melalui teknologi ratoon.
d. Terpublikasinya hasil kegiatan di jurnal nasional dan internasional
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi dan Fisiologi Ratoon
Morfologi dari tanaman ratoon atau tanaman yang pangkal batangnya
dibiarkan tumbuh menjadi tanaman baru setelah dipanen sangat berbeda dengan
tanaman non ratoon. Biasanya, tinggi tanaman sangat rendah dan cabang muda
yang efektif lebih sedikit pada ratoon jika dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Namun, sebagian tanaman penghasil jenis ratoon mempunyai total produksi
cabang muda yang lebih besar daripada tanaman non ratoon. Ratoon juga
mengembangbiakkan banyak cabang yang tidak produktif dan tunas yang muncul
dari ketiak daun yang mengandung aktivitas metabolik saat proses pengisian bulir
padi (Sun, Zhang dan Liang, 1988).
Tunas yang muncul dari ketiak daun akan berkembang pada bagian
cabang, dan akan terus tumbuh hingga menjadi cabang ratoon. Cabang muda
tumbuh dari ruas cabang yang lebih tinggi serta berkembang dan matang lebih
cepat. Ruas cabang biasanya juga memiliki jumlah daun yang lebih sedikit. Malai
ratoon berasal dari bongkol yang lebih rendah yang memproduksi lebih banyak
butir padi per malai daripada yang diproduksi oleh ruas cabang yang lebih tinggi,
tetapi dengan persentase pengisian yang lebih rendah. Malai yang berasal dari
ruas cabang yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi lebih banyak terhadap
produksi butir pada ratoon jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh ruas
cabang yang lebih rendah (Sun et al, 1988).
Penggunaan varietas yang berbeda dapat menghasilkan produksi ratoon
yang berbeda, hal ini dipengaruhi karakteristik dari varietas itu sendiri. Menurut
Krishnamurthy (1988), budidaya ratoon telah lama dilaksanakan dibeberapa
negara seperti India, China, dan Amerika Serikat. Keuntungan utama
membudidayakan ratoon, antara lain, ongkos produksi yang rendah, tidak
memerlukan waktu dan laha untuk persemaian, efisien dalam pemanfaatan musim
dan umur tanaman lebih pendek.
9
Salah satu faktor yang mendukung tingginya hasil produksi padi ratoon
adalah tinggi pemotongan pada tanaman utama. Quddus, Abdul, dan Pendleton
(1983) menyatakan bahwa tinggi pemotongan batang tanaman mempunyai
pengaruh dalam meningkatkan produksi gabah yang dihasilkan oleh ratoon padi.
Dengan demikian, diperlukan tinggi pemotongan yang tepat untuk mendukung
pertumbuhan dan produksi ratoon serta aplikasi pemupukan yang tepat, waktu,
jumlah dan dosis.
2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya
Menurut Chauchan, dkk (1985) beberapa keuntungan budidaya ratun
diantaranya adalah umurnya relatif lebih pendek, kebutuhan air lebih sedikit, biaya
produksi lebih rendah karena penghematan dalam pengolahan tanah, penanaman,
penggunaan bibit dan kemurnian genetik lebih terpelihara.
Menurut Langer (1972) dalam Gardner, dkk. (1991), pertumbuhan tunas-
tunas terjadi salah satunya karena adanya perlakuan pemangkasan. Tinggi
pemangkasan batang menentukan jumlah mata tunas yang ada untuk
pertumbuhan ulang, maka tinggi pangkasan berpengaruh terhadap kemampuan
pembentukan tunas.
Alfandi 2006 mengungkapkan, semakin tinggi ratoon (dari permukaan
tanah) maka semakin pendek malai dan semakin sedikit jumlah malai yang
dihasilkan, demikian pula jumlah gabah bernas semakin sedikit. Hal ini disebabkan
pada pemangkasan batang terpanjang menyebabkan pertumbuhan yang lebih
cepat untuk mencapai masa generatif sehingga menghasilkan malai yang pendek
dan jumlah malai yang sedikit. Tetapi sebaliknya pemangkasan yang terpendek
(sisa 5 cm dari permukaan tanah) menghasilkan panjang dan jumlah malai serta
jumlah gabah bernas yang lebih banyak dibandingkan dengan pemangkasan yang
terpanjang. Hal ini disebabkan tunas/anakan yang keluar berasal dari buku
pertama dan ketiga sehingga pertumbuhan vegetatifnya lebih optimum dan
menghasilkan pertumbuhan generatif lebih sempurna.
10
Tingginya batang menentukan jumlah tunas yang akan tumbuh, ini
merupakan efek dari tingginya pemotongan batang padi dan jumlah ruas/buku
karena padi ratoon tergantung pada tunas batang jerami yang tidak aktif
agar tetap dapat hidup. Pada setiap 4 ruas dari atas tanah memiliki tunas dengan
pertumbuhan kembali yang potensial. Tanaman dari ruas yang lebih tinggi akan
beregenerasi lebih cepat, tumbuh lebih awal dan panen labih awal sehingga
hasilnya sedikit (Prashar, C. R. K.,1970). Selanjutnya Roy dan Mondel (1988)
melaporkan bahwa perlakuan pemotongan dengan menyisakan 2 buku/ruas
menghasilkan jumlah gabah isi/bernas lebih banyak dibandingkan dengan 3 dan 4
buku/ruas.
Pengaruh pupuk N (Urea) menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang
diberikan (400kg/ha) akan menghasilkan panjang dan jumlah malai yang tertinggi,
tetapi tidak berpengaruh terhadap Jumlah gabah bernas dan gabah hijau. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa pemberian pupuk N akan mempengaruhi fase
pertumbuhan (vegetatif), dimana pemberian Urea 50% pertama memacu
pertumbuhan dan pemberian Urea 50% kedua pada masa menjelang primodia
semakin memacu perkembangan komponen pertumbuhan dalam mempersiapkan
fase generatifnya, sehingga menghasilkan panjang dan dan jumlah malai yang
optimum. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutarwi Surowinoto (1980), bahwa
pemberian Nitrogen akan mempengaruhi jumlah anakan yang selanjutnya juga
meningkatkan jumlah dan panjang malai.
(Erdiman, 2012) mengatakan, budidaya padi salibu (ratoon) adalah salah
satu inovasi teknologi untuk memacu produktivitas/ peningkatan produksi. Pada
budidaya padi salibu ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain; 1) tinggi
pemotongan batang sisa panen, 2) varietas, 3) kondisi air tanah setelah panen,
dan 4) pemupukan.
11
III. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Upaya untuk meningkatkan produksi padi di Propinsi Aceh terus dilakukan,
namun dalam pelaksanaannya di lapangan selalu mengalami kendala, baik fisik
maupun teknis. Pada lahan-lahan sawah irigasi baik teknis maupun semi teknis,
teknik budidaya padi mudah dilakukan meskipun berhadapan dengan tantangan
iklim. Selama ini BPTP Aceh telah banyak melakukan pengkajian uji adaptasi
bermacam varietas unggul dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT). Hasil pengkajian menunjukkan adanya peningkatan produktivitas yang
signifikan dibandingkan hasil yang diperoleh dengan teknologi sederhana oleh
petani.
Pun demikian, masih ada beberapa peluang untuk meningkatkan produksi
hasil antara lain adalah melalui pemanfaatan panen kedua (ratoon) padi. Saat ini
banyak terdapat tanaman bekas potongan panen yang tidak dimanfaatkan petani,
bahkan dibiarkan begitu saja. Tanaman bekas panen tersebut hanya digunakan
sebagian kecil oleh peternak untuk bahan pakan ternak. Untuk mengantisipasi
tingginya konversi lahan pertanian khususnya lahan sawah ke sektor non
pertanian, maka model pemanfaatan ratoon padi ini adalah salah satu solusi, yakni
dengan model teknologi yang tepat.
Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar pada lahan sawah
tadah hujan (1 kali penanaman setahun) seluas lima ha. Beberapa pendekatan
yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan:
a) Pendekatan partisipatif petani melalui penerapan inovasi teknologi model
pemanfaatan ratoon (panen kedua), pemotongan jerami, teknologi
pemupukan, dan sampai panen.
b) Peningkatan SDM melalui pelatihan dan temu lapang.
c) Cakupan analisis meliputi :
12
a. Peningkatan produktivitas
b. Identifikasi tanah dan iklim
c. Identifikasi hama dan penyakit padi
d. Identifikasi masalah
f. Peningkatan adopsi inovasi oleh petani
e. Dampak penerapan teknologi kepada petani non kooperator
g. Analisa peluang pasar
Untuk memantapkan pelaksanaan kajian ini, maka akan dilakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan dengan berkoordinasi dengan stakeholders di
daerah. Koordinasi dilakukan dengan Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian
Tanaman pangan dan BKPP Kabupaten Aceh Besar.
Dari koordinasi tersebut diharapkan komitmen dari Pemda Provinsi,
Pemkab Aceh Besar untuk mendukung keberhasilan pencapaian target dari
kegiatan ini antara lain dengan akan diarahkannya beberapa program nasional
lainnya.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan ini lebih mengarah kepada mengkaji model teknologi
pemanfaatan ratoon (panen kedua) padi sawah, sehingga potensi yang tersedia
selama ini yang belum dimanfaatkan oleh petani mampu memberikan hasil dan
pendapatan petani.
Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) survei diagnostik yang meliputi:
identifikasi karakteristik lahan, inventarisasi teknologi budidaya padi di lahan
sawah, penentuan petani kooperator, dan karakteristik lokasi pengkajian. (2)
pengkajian model teknologi pemanfaatan ratoon. Komponen teknologi yang
diperkenalkan seperti tinggi pemotongan tunas dan perlakuan pemupukan.
Kegiatan ini dilakukan pada saat setelah panen padi dan melibatkan kelompok
13
tani/petani, penyuluh pertanian kabupaten di bawah bimbingan peneliti dari BPTP
Aceh.
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
Bahan yang digunakan dalam pengkajian ini yaitu pupuk NPK (tunggal dan
majemuk) pupuk hayati cair, pupuk kandang, pestisida (insektisida dan fungisida),
bahan pembantu lapang , alat tulis serta mesin pemotongan padi
Metode Pelaksanaan
Pengkajian ini akan ditempatkan pada lokasi lahan sawah 1 kali
penanaman setahun. Petani kooperator adalah petani pelaksana kegiatan
pengkajian yang bisa melaksanakan usahatani padi. Secara garis besar kegiatan
yang dilakukan untuk mengkaji model perlakuan pupuk urea (N) dan tinggi
pemotongan jerami. Luas lahan yang akan digunakan dalam pengkajian ini seluas
lima hektar dengan 10 petani kooperator dan 20 petani non kooperator lainnya.
Parameter yang diamati meliputi Panjang Malai per Rumpun (cm) dan
Jumlah Malai per Rumpun (buah), Bobot Gabah Bernas dan Butir Hijau per Malai
(gram), Bobot Gabah 1000 butir (gram), Bobot Gabah Kering Panen per Rumpun
dan per Petak (gram). Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah di Kabupaten
Aceh Besar, Provinsi Aceh dengan jenis tanah Aluvial. Pelaksanaan percobaan
dilakukan pada musim tanam (MT) 2015/2016. Analisis data statistik dilakukan
dengan menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan uji beda nilai tengah Duncan
pada taraf lima persen (0,05), serta analisis regresi (linier dan kuadratik) dengan
menggunakan program aplikasi SPSS. Percobaan dilaksanakan dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial yang terdiri
dari dua faktor yaitu faktor tinggi pemangkasan dan pupuk urea (pupuk N),
dengan model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + r i + nj + pk + n j+ (np) jk + eijk
14
15
Tabel 1. Paket Teknologi Budidaya Panen Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah
No. Uraian Kegiatan Komponen Teknologi
1 2 3
1. Periapan lahan/ Pemotongan batang sisa panen
Penyemprotan gulma ( 1-2 HSP) Pengenangan (2-3) hari Pemotongan jerami sisa panen (7-10 HSP)
2. Luas lahan/ Varietas 5 ha/ Ciherang
3. Luas Bedengan/ Plot 4 m x 5 m
4. Waktu Pemupukan Diberikan setelah pemotongan jerami (sesuai rekomendasi).
Urea 250 kg/ha, 75 kg/ha SP-36 dan KCl 50 kg/ha.
- Pupuk diberikan 10 HSP bersamaan dengan pemberian pupuk hayati cair
- Pemberiannya dilakukan pada barisan tanam
- Pupuk organik setelah pemotongan jerami
Perlakuan T1: Tinggi pemotongan jerami 3 cm T2: Tinggi pemotongan jerami 5 cm T3: Tinggi pemotongan jerami 7 cm P1 : 100 kg NPK Phonska/ha + 150 kg Urea/ha P2 : 150 kg NPK Phonska/ha + 150 kg Urea/ha P3 : 200 kg NPK Phonska/ha + 200 kg Urea/ha
8. Penjarangan/ penyisipan Penjarangan/ Penyisipan - Umur 20-25 hari
9. Penyiangan Lebih awal, jerami dibenamkan
10. Pemeliharaan Standar PHT
11. Umur Panen Lebih awal, 15 % dr tnm.pertama
12. Potensi Hasil 100-115 % dari tanam. pindah
Pemeliharaan tanaman padi meliputi pemupukan, pemberian air
(pengairan), penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Pupuk P dan K
16
diberikan sebagai pupuk dasar dan seluruh dosis pupuk P dan K diberikan sehari
setelah pemangkasan dengan dosis 150 kg SP 36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pupuk
Urea diberikan sehari setelah pemangkasan bersamaan pupuk P dan K yaitu 50%
dari dosis. Kemudian 15 hari setelah pemangkasan diberikan pupuk susulan Urea
50% dari dosis. Lahan yang digunakan adalah lahan bekas tanaman padi varietas
Ciherang yang sudah dipanen dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm dan
luas setiap petak percobaan adalah 2 mx 4 m. Satu hari setelah panen, tanaman
baru dilakukan pemangkasan sesuai dengan perlakuan lalu dilakukan
penyemprotan dengan fungisida untuk menghindari infeksi oleh jamur.
Analisis data statistik dilakukan dengan menggunakan uji F dan dilanjutkan
dengan uji beda nilai tengah Duncan pada taraf lima persen (0,05), serta analisis
regresi (linier dan kuadratik) dengan menggunakan program aplikasi SPSS.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Wilayah
1. Keadaan Geografi
Kabupaten Aceh Besar terbentuk berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun
1956, terletak antara 5,2-5,8 LU dan 95-95,48 BT dengan batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Barat berbatasan dengan Lautan Indonesia
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat
Sebelah Utara berbatasan dengan
2. Jenis Tanah
Di Kabupaten Aceh Besar terdapat beberapa tanah yang tersebar di seluruh
wilayah, yaitu:
Podsolik Merah Kuning : 122.747 Ha
Latosol : 6.428 Ha
Regosol : 13.155 Ha
Alluvial : 29.670 Ha
Renzina : 34.145 Ha
3. Iklim
Faktor yang mendukung keberhasilan produksi pertanian sangat dipengaruhi
oleh keadaan iklim daerah. Unsur yang paling dominan adalah curah hujan,
suhu dan kelembaban. Fluktuasi curah hujan pada areal pertanian
berpengaruh langsung terhadap penyediaan air untuk pertumbuhan tanaman
dan perkembangan organisme pengganggu tanaman. Kabupaten Aceh Besar
18
termasuk daerah yang memiliki tipe iklim tropis dan tergolong ke dalam tipe
iklim E1, B1, D2, C1, C2, dan D1 (Schmid dan Fergusson)
4. Penduduk
Jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 371.412 jiwa yang terdiri dari:
Perempuan 180.699 jiwa dan laki-laki 190.713 jiwa.
5. Potensi Lahan
Lahan sawah
Luas lahan sawah di Kabupaten Aceh Besar adalah 30.421 Ha, terdiri:
- Sawah irigasi teknis : 15.167 Ha
- Sawah irigasi setengah teknis : 2.312 Ha
- Sawah sederhana/pedesaan : 4.974 Ha
- Sawah tadah hujan : 7.968 Ha
Lahan kering
Luas lahan kering di Kabupaten Aceh Besar adalah 84.897 Ha, terdiri:
- Tegalan : 48.569 Ha
- Pekarangan : 19.595 Ha
- Ladang/huma : 16.733 Ha
A. Lokasi Kecamatan Kuta Cot Glie
Kecamatan Kuta Cot Glie adalah salah satu Kecamatan dalam wilayah
Kabupaten Aceh Besar mempunyai luas wilayah 23.025 ha dengan batas-batas
sebagai berikut :
sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Seulimeum
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Indrapuri
sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Seulimeum dan Jantho
19
Keadaan topografinya terdiri pedataran, bergelombang, perbukitan dan
pegunungan. Ketinggian tempat 33 - 500 meter dpl, sebagian besar berada pada
ketinggian 33-50 meter dpl.
1. Sumbedaya Alam
a. Penggunaan Lahan
- Lahan Sawah : 2.522 Ha
Irigasi ½ Teknis : 629 Ha
Pompanisasi : 38 Ha
Tadah Hujan : 1.895 Ha
- Lahan Kering : 20.510,1 Ha
Pekarangan : 342 Ha
Tegalan : 1.270 Ha
Ladang/Huma : 1.424 Ha
Perkebunan : 2.905 Ha
Hutan Rakyat : 7.632 Ha
Hutan Negara : 0 Ha
Kolam : 3,1 Ha
Tambak : 0 Ha
Lahan Terlantar/kritis : 1.172 Ha
Padang Pengembalaan : 980 Ha
Rawa : 70 Ha
Bangunan : 232 Ha
Sungai : Ha
Lain-lain : 4.406 Ha
- Luas Kecamatan : 23.025 Ha
20
b. Keadaan Irigasi
- Bangunan Irigasi :
Bendung : 2 Buah
Embung : 1 Buah
Waduk : 1 Buah
Box Bagi Sekunder : 1 Buah
Box Bagi Tertier : 6 Buah
Box Bagi Kuarter : 50 Buah
- Saluran Irigasi :
Primer : 4000 Meter
Sekunder : 5000 Meter
Tertier : 70.000 Meter
Kuarter : 20.000 Meter
c. Tingkat Keasaman dan Jenis Tanah
Tingkat keasaman (pH) lahan pertanian berkisar antara 4.5
- 6.5 Jenis tanah pada lahan pertanian terdiri dari Hidromof
Kelabu, Lempung Berpasir, Alluvial, PMK dan Lempung Berdebu
d. Keadaan Suhu dan Kelembaban
Suhu tertinggi 32oC dan suhu terendah 23 oC dengan rata-
rata 25 oC. Kelembaban tertinggi 89 %, terendah 46 % dengan
rata-rata 65%.
21
e. Keadaan Curah Hujan
Dalam 3 tahun terakhir (2010 – 2015) keadaan curah
hujan rata-rata 1123 mm/tahun ( 93 mm/bulan ) dengan jumlah
hari hujan 157 hari/tahun ( 13 hari/bulan). Bulan basah (< 50
mm/bulan ), bulan lembab (50 – 100 mm/bulan) terjadi 3 bulan
yaitu bulan Februari, Maret dan Juni. Dan bulan kering (> 100
mm/bulan terjadi 9 bulan yaitu bulan April, Mei, Juli, Agustus,
Oktober, Nopember , Desember dan Januari. Dengan demikian
maka iklim Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh
Besartergolong kedalam Tipe Iklim B.
f. Komoditi Pertanian yang Diusahakan.
Berdasarkan karakteristik tanah dan iklim seperti yang
diuraikan di atas, maka di Kecamatan Kuta Cot Glie yang cocok
untuk pengembangan hampir semua jenis tanaman, baik
tanaman pangan (padi, Palawija) hortikultura dan perkebunan
dan cocok untuk penembangan budidaya peternakan dan
perikanan.
Jenis komoditi yang diusahakan oleh petani adalah :
Untuk jenis komodit Tanaman Pangan yaitu padi, jagung, kacang panjang
kedelai dan ubi kayu, Tanaman Hortikultura cabe, tomat, gambas, timun,
rambutan, langsat, mangga dan tomat. Sedangkan Tanaman Perkebunan dianta-
ranya kelapa, pisang, pinang, kakao, kemiri, jati, jabon tren besi, duku, dan
kelengkeng. Sub sektor Peternakan sapi, kerbau, kambing, unggas, kelinci serta
komoditi Perikanan adalah ikan Mas, Lele Jumbo, Nila dan Mujair.
22
g. Jumlah Populasi Ternak
- Ternak Besar
Sapi Potong : 7868 Ekor
Sapi Perah : - Ekor
Kerbau : 1725 Ekor
Kuda : - Ekor
- Ternak Kecil
Kambing : 1102 Ekor
Domba : 56 Ekor
- Ternak Unggas
Ayam buras : 16146 Ekor
Ayam ras petelur : 5000 Ekor
Ayam ras pedaging : 1500 Ekor
Itik : 10105 Ekor
Puyuh : - Ekor
2. Sumberdaya Manusia
a. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga
Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Cot Glie adalah 13.516 jiwa yang
terdiri dari laki-laki 6.612 jiwa dan perempuan 6.904 jiwa. Jumlah kepala keluarga
(KK) 5.056 KK yang terdiri dari 3.050 KK tani dan 2.006 KK non tani.
b. Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk Kecamatan Kuta Cot Glie adalah sebagai
berikut :
- petani : 1182 orang
- pekebun : 776 orang
- peternak : 832 orang
- nelayan : 5 orang
- pedagang : 299 orang
- pengrajin : 15 orang
5
23
- tukang : 179 orang
- P N S : 115 orang
- T N I : 11 orang
- P O L R I : 26 orang
- pensiunan : 27 orang
- wiraswasta : 967 orang
- lain-lain : 995 orang
Jumlah : 5.429 orang
3. Kelembagaan
a. Kelembagaan Petani
Jumlah kelompok tani di Kecamatan Kuta Cot Glie adalah 32 kelompok
yang terdiri dari kelas pemula : 2 kelompok, lanjut 29 kelompok, madya 1
kelompok dan utama 0 kelompok. Kelompok Wanita Tani 32 kelompok, Taruna
Tani 32 kelompok dan Gabungan Kelompok Tani 32 kelompok.
b. Kelembagaan Pendukung Agribisnis
- BRI Unit : - buah
- BPD : - buah
- BPR : 1 buah
- Koperasi / KUD : 4 buah
- Kios Saprotan : 5 buah
- Pasar : 1 buah
- Pasar Hewan : - buah
- Rumah Potong : - buah
- TPI : - buah
- PPI : - buah
- Dermaga : - buah
- Lain-lain : - buah
6
24
4. Sarana dan Prasarana
a. Alat dan Mesin Pertanian
- Traktor Besar : 10 buah
- Hand Traktor : 13 buah
- Power Thresser : 30 buah
- Pompa Air : 17 buah
- Dryer : - buah
- Hand Sprayer : 40 buah
- RMU : 7 buah
- Mesin Giling
Padi Keliling : 5 buah
- Reeper : - buah
b. Alat Penagkapan Ikan
- Jakung : - Buah
- Perahu Tanpa Motor : - Buah
Kecil : - Buah
Sedang : - Buah
Besar : - Buah
- Motor Tempel : - Buah
- Kapal Motor : - Buah
Keadaan Produktivitas Usaha tani dan Pendapatan Petani
Kondisi produktivitas Usaha tani yang sudah dapat dicapai oleh petani,
peternak, nelayan dan pekebun secara rata-rata baru mencapai 75 %. Sedangkan
tingkat pendapatan yang dapat dicapai oleh petani, peternak, nelayan dan
pekebun sangat tergantung pada nilai harga jual yang berlaku di pasaran sesuai
tinggi rendah kondisi fluktuasi harga, sehingga berdampak terhadap status
pengelolaan usahatani bagi petani, peternak, nelayan dan pekebun merasa
dirugikan atau diuntungkan.
7
25
1). Padi Sawah
Produktivitas padi sawah rata-rata yang dicapai oleh petani 50 ku/ha GKP
dengan tingkat pendapatan rata-rata Rp 20.000.000,-/ha/musim tanam.
Produktivitas potensial yang dihasilkan melalui demonstrasi plot mencapai 80
ku/ha GKP dengan tingkat pendapatan Rp 30.000.000,-/ha/musim tanam.
Dengan demikian masih terdapat kesenjangan produktivitas sebesar 30 ku/
ha GKP (77%) serta kesenjangan pendapatan sebesar Rp 10.000.000,-/ha/musim
tanam.
Terjadinya kesenjangan produktivitas dan pendapatan rata-rata yang
dicapai oleh petani dengan produktivitas dan pendapatan potensial yang cukup
besar tersebut disebabkan karena :
Pada areal demonstrasi plot menerapkan teknologi usahatani anjuran
secara penuh yaitu teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), sedangkan
penerapan teknologi oleh petani baru mencapai rata-rata 35 %.
Komponen teknologi PTT yang masih lemah penerapannya oleh petani
adalah :
Pemupukan P dan K berdasarkan statushara : 15 %.
Penggunaan bibit muda : 10 %.
Pengendalian hama : 25 %.
aan pupuk organik : 35 %.
Keadaan Tingkat Penerapan Teknologi
Adanya kesenjangan antara rata-rata produktivitas usahatani dan
pendapatan riil yang dicapai oleh petani dengan produktivitas usahatani dan
pendapatan potensial yang mungkin dicapai, disebabkan karena tingkat penerapan
teknologi belum tercapai seperti yang dianjurkan, baik aspek teknis, sosial
maupun ekonomi.
26
Aspek Teknis
Rata-rata tingkat penerapan teknologi oleh petani untuk beberapa komoditi
pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan dominan di Kecamatan Kuta
Cot Glie Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015 sesuai tabel 2.
Tabel 2 : Rata-rata Tingkat Penerapan Teknologi oleh Petani
No Sub Sektor Komoditi
Rata –rata Tingkat Penerapan Teknologi
(%)
1 Tanaman Pangan dan Hortikultura
Padi Sawah Jagung
Ubi Kayu Cabe Gambas Terong
Kacang Panjang Mangga Rambutan Langsat Pinang Pisang
55 45 25 50 45 45 20 20 20 20 20 50
2 Peternakan Sapi Potong Kerbau Kambing Domba Ayam Buras Itik
45 35 40 30 40 35
3 Perikanan Ikan Mas Mujair
30 25
4 Perkebunan Kelapa Kakao Mahuni Sengon Jati
50 15 30 10 25
27
Aspek Sosial
Rata-rata tingkat penerapan teknologi aspek sosial oleh petani di
Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besardapat digambarkan dalam tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Tingkat Penerapan Teknologi Aspek Sosial di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015.
No Komponen Teknologi
Tingkat Penerapan
Teknologi (%)
1
2
3
4
Administrasi kelompok
RDK/RDKK
Kejasama Kelompok
Kehadiran anggota Kelompok
35
40
35
25
Aspek Ekonomi
Rata-rata tingkat penerapan teknologi aspek ekonomi oleh petani di
Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besardapat digambarkan dalam tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Tingkat Penerapan Teknologi Aspek Ekonomi di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh BesarTahun 2015.
No Komponen Teknologi Tingkat Penerapan Teknologi(%)
1 2
3.
Pemupukan modal kelompok Analisis usahatani Pemasaran Hasil
35
35
35
28
4.2. Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Tim kegiatan dalam penetapan lokasi kegiatan sebelumnya bertemu dan
melapor dengan Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Aceh Timur
Hasballah M. Ali serta menyampaikan maksud dan tujuan melakukan Penetapan
lokasi, penentuan dan pengambilan sampel tanah.
Didampingi Kabid. Produksi Ir. Jufri, Kadistan Kabupaten Aceh Besar
melaporkan sebagai berikut :
Pertemuan dengan Koordinator BPP Kuta Cot Glie Hasballah, SP dan
Geuchik desa Lamtui M. Thaib sepakat menetapkan Kelompoktani Tunas Mekar
yang dipimpin oleh Mukhsalmina selaku ketua.
Menurut Ketua kelompok, jumlah anggota yang aktif saat ini berjumlah
tujuh puluh anggota, yang mengelola lahan sawah pada hamparan 10 hektar.
Hasil musyawarah dengan kelompok bahwa kegiatan padi Ratoon yang menjadi
sasaran program dan pendampingan BPTP Aceh seluas 8.7980 hektar. Petani
kooperator 5 hektar, sedangkan sisanya sebagai non kooperator seluas + 5
hektar, namun tetap juga dilakukan pembinaan. Hal tersebut dilakukan agar
tanaman padi yang dijadikan kegiatan ratoon mendapat pengairan dari irigasi.
Penentuan lokasi ini merupakan hasil koordinasi di tingkat provinsi maupun
kabupaten. Koordinasi dilakukan pada Dinas/Instansi terkait seperti Dinas
Pertanian dan Hortikultura Provinsi Aceh, Dinas Pertanian Kabupaten, Badan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kantor
Cabang Dinas (KCD) di Kecamatan, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) serta
Kelompok Tani Pelaksana di lapangan.
Kegiatan kajian padi Ratoon dilaksanakan pada lahan sawah yang memiliki
jaringan irigasi sehingga saat diperlukan air tersedia dalam jumlah dan waktu
yang tepat sesuai dengan keinginan petani di lapangan dan melaksanakan
kegiatan gotong royong membersihkan jaringan irigasi agar tidak tersumbat oleh
kotoran ataupun sampah lainnya. Karena jika tidak dilakukan hal tersebut akan
dapat mempengaruhi pelaksanaan dilapangan saat dibutuhkan pengairan ke
sawah.
29
5. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Aceh Besar.
No. Kecamatan Irigasi (ha) Tadah Hujan
(ha)
Rawa Lebak
(ha)
Jumlah Lahan
Sawah (ha)
1. Lhoong 1.006 360 - 1.366
2. Lhoknga - 1.000 - 1.000
3. Leupung 299 251 20 570
4. Indrapuri 1.857 1.088 - 2.945
5. Kuta Cot Glie 790 2.125 - 2.915
6. Seulimum 3.021 627 - 3.648
7. Kota Jantho 880 719 - 1.599
8. Lembah Seulawah 882 25 - 907
9. Mesjid Raya - 89 - 89
10. Darussalam 622 454 - 1.076
11. Baitussalam - 248 - 248
12. Kuta Baro 2.013 145 - 2.158
13. Montasik 3.183 70 - 3.253
14. Blang Bintang 1.576 267 - 1.843
15. Ingin Jaya 1.379 475 - 1.854
16. Krueng Barona Jaya 235 35 - 270
17. Suka Makmur 1.451 196 - 1.647
18. Kuta Malaka 525 117 - 642
19. Simpang Tiga 750 626 - 1.376
20. Darul Imarah 49 632 - 681
21. Darul Kamal 170 460 - 630
22. Peukan Bada - 815 - 815
23. Pulo Aceh - 313 - 313
Jumlah 20.688 11.137 20 31.845
30
Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan secara acak sebanyak 10
contoh tunggal kemudian dikompositkan. Sampel tanah tanah diambil dengan
menggunakan bor tanah sedalam 20 cm (lapisan olah). Kondisi tanah pada saat
pengambilan sampel dalam keadaan lembab (kapasitas lapang). Sampel tanah
tersebut kemudian dibawa ke laboratorium BPTP Aceh untuk dianalisis kimia (Lab.)
dan tekstur (fisika) tanah.
Selain di lahan petani, kegiatan kajian teknologi pemanfaatan panen kedua
(ratoon) padi di lahan sawah juga dilakukan kegiatan super impose sebagai
parameter dari pengkajian di desa Lamtui kecamatan Kuta Cot Glie.
Pengambilan sampel tanah dilakukan melalui analisis di laboratorium untuk
mendapatkan informasi karakter kimia dan fisika tanah sebagai data pendukung
pengkajian. Metoda dan jumlah sampel yang diambil dengan kedalaman 20 cm
(lapisan olah).
Kegiatan Penetapan Lokasi, Penentuan Kooperator dan Pengambilan
Sampel Tanah di Kabupaten Aceh Besar
31
Pemupukan Susulan
Padi Salibu merupakan tanaman padi yang tumbuh lagi setelah batang sisa
panen ditebas/dipangkas, tunas akan muncul dari buku yang ada didalam tanah
tunas ini akan mengeluarkan akar baru sehingga suplay hara tidak lagi tergantung
pada batang lama, tunas ini bisa membelah atau bertunas lagi seperti padi
tanaman pindah biasa, inilah yang membuat pertumbuhan dan produksinya sama
atau lebih tinggi dibanding tanaman pertama (ibunya). Padi salibu berbeda
dengan padi ratun, ratun adalah padi yang tumbuh dari batang sisa panen tanpa
dilakukan pemangkasan batang, tunas akan muncul pada buku paling atas, suplay
hara tetap dari batang lama.
32
Pertumbuhan tunas setelah dipotong sangat dipengaruhi oleh ketesrsedian
air tanah, dan pada saat panen sebaiknya kondisi air tanah dalam keadaan
kapasitas lapang. Untuk mengimbangi kebutuhan unsur hara pada masa
pertumbuhan anakan padi salibu perlu pemupukan yang cukup, terutama hara
nitrogen. Unsur nitrogen merupakan komponen utama dalam sintesis protein,
sehingga sangat dibutuhkan pada fase vegetatif tanaman, khususnya dalam
proses pembelahan sel. Tanaman yang cukup mendapatkan nitrogen
memperlihatkan daun yang hijau tua dan lebar, fotosintesis berjalan dengan baik,
unsur nitrogen adalah faktor penting untuk produktivitas tanaman.
Pemupukan susulan tanaman padi pada kegiatan plot kajian pemanfaatan
teknologi panen kedua (Ratoon) padi di lahan sawah, dilakukan 29-30 April 2015
pada saat tanaman padi berumur 15 hari setelah padi dipotong, secara sebar di
sekitar tanaman padi sesuai perlakuan seperti pada tabel berikut.
Dosis pupuk NPK dan Urea per plot (kg/20 m2)
Perlakuan NPKponska Urea 1 Urea 2
P1 = 0.20
0.10
0.20
P2 = 0.30
0.10
0.20
P3 = 0.40
0.13
0.27
Jumlah 0.90
0.33
0.67
Kebutuhan pupuk NPKponska= 8.1 kg Urea 1 = 2.7 kg Urea 2 = 6.03 kg
33
Lokasi Kecamatan Kuta Malaka
Kegiatan di lokasi Kuta Malaka dilakukan melalui survey bersama tim
kegiatan. Pertemuan dengan Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kuta
Malaka Idarlaila, SP.,MP dan menyampaikan maksud serta tujuan melakukan
penetapan lokasi untuk kegiatan tanam padi ratoon, menggantikan lokasi yang
gagal di desa Lamtui karena tanaman padi terserang hama tikus.
Didampingi Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh,
pihak BPP sepakat untuk melanjutkan kegiatan ratoon dengan melakukan
penanaman padi sistem legowo pada tanggal 4 Juni 2015. Dari hasil diskusi yang
berkembang menanam padi dengan pola Jajar Legowo 2:1 atau 4:1 sudah lama
diterapkan, karena dengan pola ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas
padi sampai 20%, tapi di kabupaten Aceh Besar pola tanam Jarwo (Jajar Legowo)
masih merupakan hal baru. Demikian disampaikan kepala BPTP Aceh Ir. Basri A.
Bakar, MSi saat tanam perdana kegiatan padi Ratoon seluas 0,5 ha di Desa
Reulung Geulumpang, Kec. Kuta Malaka, Aceh Besar.
Menurut tim bahwa sebelumnya kegiatan padi ratoon telah dilakukan pada
MT Gadu di Desa Lamtui, Kec. Kuta Cot Glie, namun pada saat 30 hari jerami
dipotong terjadi serangan hama tikus yang memusnahkan tanaman pada lahan
seluas lima hektar.
Untuk itu, pada Musim Tanam (MT) rendengan ini BPTP bekerjasama
dengan BPP Kuta Malaka menanam kembali padi untuk kegiatan Ratoon dengan
pemberian pupuk hayati cair dan decomposer pada tanah.
Selanjutnya dengan adanya terobosan teknologi dari BPTP Aceh ingin
membuktikan kepada petani bahwa pentingnya memelihara dan mempertahankan
kesuburan lahan. Selama ini banyak lahan sawah yang sudah tidak respon
terhadap dosis pemupukan tinggi, oleh karena itu pemberian pupuk hayati cair
dapat memperbaiki lahan yang sudah sakit.
Disisi lain Kepala BPP Kuta Malaka Idarlaila, SP.MP menyambut baik
kegiatan yang berwawasan dan ramah lingkungan yang didukung teknologi jajar
34
legowo dari BPTP Aceh. Ia berharap dengan adanya kerjasama ini dapat
meningkatkan hasil dan pendapatan petani di wilayahnya. Para petani padi di
kabupaten Aceh Besar mulai menerapkan pola tanam ini dalam usaha tani
mereka. Demikian juga Balai Penyuluhan Pertanian yang ia pimpin juga terus
mensosialisasikan penarapan pola jarwo ini melalui uji coba di beberapa titik.
Kegiatan tanam perdana selain dihadiri Ka. BPTP Aceh, Perwakilan BP2KP
Aceh Besar, Ka. BPP Kuta Malaka, PPL dan kelompoktani Tunas Muda juga
Direktur PT. Ambagiri Nusantara Cabang Aceh.
Kegiatan Penetapan Lokasi, dan Tanam Padi Ratoon
di Kabupaten Aceh Besar
35
Tanaman padi dan palawija merupakan komoditas penting di Provinsi Aceh
sehingga menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian dan ekonomi
masyarakat. Produksi padi 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 3,44 %/tahun,
dari 60,32 juta ton GKG pada tahun 2008 menjadi 68,96 juta ton GKG pada tahun
2012 (ARAM II BPS) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai
1,14%/tahun dan luas panen meningkat rata-rata 2,26 %/tahun (Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, 2013). Sedangkan target produksi padi Nasional yang
dicanangkan Pemmerintah pada 2013 adalah 72,06 juta ton GKG (Puslitbangtan,
2012). Adapun produksi padi di Provinsi Aceh tahun 2013 adalah 1,79 juta ton
GKG dengan produktivitas 46,19 Kw/ha (BPS Aceh, 2012). Hal ini dinilai masih
rendah dibandingkan produksi nasional.
Salah satu upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan adalah
dengan memanfaatkan tanaman kedua (ratoon) padi sawah. Ratoon adalah tunas
yang tumbuh pada batang tanaman padi yang telah dipanen. Pemanfaatan
tanaman ratoon dapat meningkatkan produksi per unit luas dan per unit waktu.
Waktu untuk berproduksi tanaman ratoon lebih pendek jika dibandingkan dengan
penanaman kembali serta tidak memerlukan areal baru (Chauhan, Vergara, dan
Lopez et al Rahman Nuris, 2004).
Sejalan dengan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka perlu adanya upaya
untuk memacu peningkatan produktivitas padi dan sekaligus peningkatan
pendapatan bagi petani melalui pemanfaatan dan optimalisasi lahan pasca
panen/panen kedua (ratoon).
Kegiatan ini lebih mengarah kepada mengkaji model teknologi
pemanfaatan ratoon (panen kedua) padi sawah, sehingga potensi yang tersedia
selama ini yang belum dimanfaatkan oleh petani mampu memberikan hasil dan
pendapatan petani.
36
Kegiatan Temu Lapang
Kegiatan pelaksanaan dimulai dengan pemotongan jerami padi milik
petani, yang dilanjutkan dengan pemberian pupuk organik dan pupuk hayati cair
di lahan sawah dilakukan perdana oleh Ka. BPTP Aceh dan Kadistan Kab. Aceh
Besar di lokasi desa Lamtui, kecamatan Kuta Cot Glie-Aceh Besar pada tanggal 10
April 2015, dihadiri jajaran dinas/ instansi terkait, Koordinator BPP, peneliti/
penyuluh, dan masyarakat setempat.
Acara Temu Lapang diawali oleh Kepala BPTP Aceh melalui pemaparan
materi diwakili, Ir. T. Iskandar, M.Si, menyatakan bahwa pihaknya melakukan
ujicoba ratoon bertujuan untuk memanfaatkan potensi lahan yang kosong sebagai
upaya mendongkrak produksi melalui pemanfaatan lahan yang diberakan.
Selanjutnya Kepala BPTP Aceh, menjelaskan kajian ratoon merupakan
kegiatan ramah lingkungan (zero waste) dengan memanfaatkan sisa jerami.
Bahkan jerami padi yang dipotongpun dimanfaatkan kembali menjadi kompos dan
pakan ternak.
Dalam pertemuan itu Kepala Distan Aceh Besar Hasballah M. Ali
menyambut positif atas kerjasama BPTP dalam membantu petani melalui
pemeliharaan jerami untuk panen kedua sehingga meningkatan pengetahuan dan
pendapatan mereka.
Disisi lain, Dr. Iskandar Mirza, MP selaku narasumber menambahkan
bahwa untuk mendukung kegiatan yang ramah lingkungan tersebut akan
memberikan pelatihan khusus bagi petani mengenai teknologi fermentasi jerami,
garam blok, pupuk organik dan pembuatan mol.
Peningkatan nilai gizi jerami padi dapat dilakukan melalui teknologi
fermentasi menggunakan starter berbasis mikroba baik yang bersifat aerob
maupun an aerob. Ditambahkan pula lahan sawah irigasi dapat menghasilkan
jerami setiap panennya rata-rata 17,85 ton/ha. Jerami tersebut dapat difermentasi
menjadi 3-5 ton/ha.
37
Ditinjau dari aspek nutrisi, jerami padi mengandung protein kasar 3-4%,
lemak 1,12%, abu 19,75%, serat kasar 27,30% BETN 40,19% dan Lignin 7%.
Rendahnya kandungan protein kasar serta tingginya kandungan lignin
mengharuskan adanya teknologi pengolahan jerami padi sebelum diberikan
kepada ternak.
Lignin dalam jerami padi menyebabkan jerami sulit diuraikan oleh ternak
sehingga daya cernanya hanya mencapai 35%. Saat ini terdapat berbagai macam
starter untuk fermentasi jerami. Trichodarma merupakan salah satu starter yang
dapat dibuat sendiri oleh petani dengan sentuhan teknologi sederhana.
Pelatihan PUTS Bagi Penyuluh Dan Petani Kuta Cot Glie
Peta status P dan K yang selama ini dijadikan sebagai acuan rekomendasi
pemupukan sifatnya masih terlalu umum dan belum tentu sesuai dengan lahan
sawah secara spesifik. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanah
Bogor telah menghasilkan alat bantu untuk menguji status hara N, P, K dan pH
tanah spesifik akurat, dan simpel. Alat yang dimaksud adalah Perangkat Uji Tanah
Sawah (PUTS) atau Paddy Soil Test Kit (PSTK).
Hal itu disampaikan untuk pemanfaatan system padi ratoon pada acara
Temu Lapang dan bimbingan teknis di Desa Lamtui, Kecamatan Kuta Cot Glie-
Aceh Besar. Acara selain dihadiri Ka.BPTP Aceh juga Koordinator BPP Kuta Cot
Glie, unsur muspika, peneliti/penyuluh, ketua Masyarakat Pertanian Organik
(Maporina) Aceh dan Dirut PT. Ambagiri Nusantara Surabaya, serta kelompoktani
setempat.
Selanjutnya tim statistik Kab. Aceh Besar melakukan pengambilan ubinan
dari hasil panen padi varietas Ciherang musim tanam rendengan mencapai 5,7
ton/ha GKP. Sementara hasil kajian BPTP Aceh di berbagai tempat tahun lalu
dengan varietas Ciherang dapat mencapai 6-7 ton/ha. Namun kini Ciherang sudah
tidak dianjurkan lagi.
38
Dalam kesempatan yang sama Husaini, SP menjelaskan bahwa Perangkat
Uji Tanah Sawah (PUTS) merupakan alat untuk mengukur kadar haraN, P dan K
serta pH tanah yang dapat dikerjakan oleh penyuluh lapangan atau petani secara
langsung di lapangan. Secara rinci hasil analisis P dan K tanah dengan PUTS ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi pupuk P dan K
spesifik
Lokasi untuk tanaman padi sawah, terutama padi varietas unggul (VUB,
PTB dan Hibrida). Ditambahkannya prinsip kerja PUTS ini adalah mengukur hara P
dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia,secara semi kuantitatif dengan
metode kolorimetri (pewarnaan). Pengukuran kadar P dan K tanah dikelompokkan
menjadi tiga kategori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (TI).
Hasil pengujian paraktik di lapangan yang dilakukan bersama
penyuluh/petani setempat dapat diperoleh kadar N rendah, P sedang dan K tinggi.
Untuk itu, lahan sawah di desa Lamtui perlu diberikan pupuk berdasarkan
rekomendasi yaitu 250 kg/ha Urea, 75 kg/ha SP36 dan 50 kg/ha KCl.
Koordinator BPP Kuta Cot Glie Hasballah, SP memberikan apresiasi atas
bimbingan teknis oleh BPTP Aceh. Dengan adanya bimbingan PUTS ini, maka akan
menambah pengetahuan dan wawasan bagi penyuluh kami, selain dapat
melakukan pemupukan berimbang juga hendaknya meningkatkan hasil panen.
Petani Agar Gantikan Ciherang Dengan Benih Unggul Baru
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh sebagai Unit Pelaksana
Teknis di daerah mengharapkan petani agar menggantikan varietas Ciherang
dengan varieras unggul lainnya pada Musim Tanam ke depan seperti Inpari 16,
Inpari 30 atau Inpari 31, karena varietas ini selain potensi hasilnya tinggi dapat
mencapai 8 ton/ha, juga telah teruji ketahanannya terhadap serangan penyakit
kresek dan hama wereng.
Hal tersebut dikatakan Ir T. Iskandar, MSi mewakili kepala BPTP Aceh
pada acara panen Musim Tanam rendengan menyusul kegiatan uji dan
39
pemanfaatan sistem ratoon Salibu padi di Desa Lamtui, Kecamatan Kuta Cot Glie-
Aceh Besar, Selasa 31 Maret 2015. Acara tersebut ikut dihadiri unsur muspika,
peneliti/penyuluh, dan ketua Masyarakat Pertanian Organik (Maporina) Aceh serta
kelompoktani setempat.
Dalam arahannya, T. Iskandar menyatakan bahwa BPTP Sumatera Barat
sebelumnya telah melakukan ujicoba sistem Ratoon yang populer dengan istilah
Salibu itu berhasil miningkatkan produksi padi dari 6,5 menjadi 8,3 ton/ha.
"Berdasarkan ujicoba tersebut, maka BPTP Aceh melakukan kajian serupa dan hal
ini yang pertama dilakukan di Provinsi Aceh. Kita berharap kerjasama dengan
pemkab melalui Dinas Pertanian dan Badan Penyuluhan turut mendukung kegiatan
yang dilakukan BPTP Aceh ini," pintanya.
Pada kesempatan yang sama peneliti dan penanggung jawab kegiatan juga
mengatakan pemanfaatan padi ratoon di lahan sawah bertujuan untuk
mendukung percepatan program swasembada pangan. Selama ini setelah panen
padi, para petani biasanya membakar jerami dan membiarkan lahan sawah
terlantar begitu saja. Padahal dengan sentuhan teknologi, jerami selain dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak, juga berguna untuk kompos untuk
memperbaiki kesuburan lahan sawah.
Perlakuan yang dicobakan pada lahan petani kooperator seluas lima
hektar yaitu dengan pemotongan jerami yang disisakan setinggi 3 - 5 cm dan
pemupukan berimbang spesifik lokasi. Bila hasilnya bermanfaat dalam
meningkatkan produksi, maka petani sekitar diharapkan akan mengadopsi
teknologi ini secara masif, karena dapat menghemat pengeluaran seperti biaya
olah tanah, benih dan ongkos tanam.
Sementara itu, M. Thaib Kepala Desa (Geusyik) Gampong Lamtui berjanji
akan membantu meyakinkan para petani di desanya dan berharap peran penyuluh
lapangan bersama BPTP hendaknya meningkatkan pembinaan di lapangan
terhadap kelompok tani.
40
Gerakan Masal: Petani Bersihkan Saluran Irigasi
Unsur muspika kecamatan Kuta Cot Glie, bekerjasama dengan BP2KP,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan, PU Pengairan Kab. Aceh Besar, Koordinator
BPP beserta tim peneliti BPTP Aceh Sabtu tanggal 25 April 2015 melakukan gotong
royong masal melibatkan 400an warga untuk membersihkan saluran induk dan
tersier irigasi setempat.
Camat Tajuddin, S.Sos yang dibantu aparat TNI dari Dan Pos Kuta Cot Glie
menyebutkan bahwa tujuan pelakssanaan gotong royong selain menjalin
silaturrahmi sesama warga, juga merupakan bentuk kepedulian pihaknya dalam
mendukung program kajian padi ratoon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Aceh.
Selama ini ketersediaan saluran irigasi di daerahnya telah banyak manfaat
dalam mengairi air ke sawah-sawah milik petani. Menurut Tajuddin, peran Kejruen
Blang sangatlah penting dan patut kita apresiasi, karena membantu mengatur air
dengan baik dan lancar. Jadi petani dapat mengairi sawahnya, apalagi menuju MT
rendengan ini sedang ada kegiatan padi salibu dari BPTP Aceh.
Disisi lain, penanggung jawab kegiatan padi ratoon BPTP Aceh yang
didampingi geuchik dan ketua kelompoktani Tunas Mekar desa Lamtui
mengapresiasi atas inisiasi Pak Camat dalam mengatasi hambatan dan kendala
dalam pengaturan air. Kami sangat berterimakasih dan bangga atas dukungan
unsur muspika dan masyarakat untuk mensukseskan kajian BPTP.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya Kepala BPTP Aceh, Ir. Basri A. Bakar,
MSi bahwa pihaknya melakukan ujicoba ratoon bertujuan untuk memanfaatkan
potensi lahan yang kosong sebagai upaya mendongkrak produksi melalui
pemanfaatan lahan yang diberakan. Kajian ratoon merupakan kegiatan
berwawasan lingkungan memanfaatkan potensi yang ada serta kearifan lokal.
41
Efek Pemotongan Jerami dan Teknologi Ramah Lingkungan
Kegiatan pemotongan jerami padi milik petani, yang dilanjutkan dengan
pemberian pupuk organik dan pupuk hayati cair di lahan sawah dilakukan di lokasi
desa Lamtui, kecamatan Kuta Cot Glie-Aceh Besar, dihadiri, jajaran dinas/instansi
terkait, koordinator BPP, peneliti/penyuluh, dan masyarakat setempat.
Ujicoba ratoon bertujuan untuk memanfaatkan potensi lahan yang kosong
sebagai upaya mendongkrak produksi melalui pemanfaatan lahan yang diberakan.
Kajian ratoon merupakan kegiatan ramah lingkungan (zero waste) dengan
memanfaatkan sisa jerami. Bahkan jerami padi yang dipotongpun dimanfaatkan
kembali menjadi kompos dan pakan ternak.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Besar
menyambut positif atas kerjasama BPTP dalam membantu petani melalui
pemeliharaan jerami untuk panen kedua sehingga meningkatan pengetahuan dan
pendapatan mereka.
Upaya mendukung kegiatan yang ramah lingkungan tersebut diberikan
pelatihan khusus bagi petani mengenai teknologi fermentasi jerami, garam blok,
pupuk organik dan pembuatan mol.
Peningkatan nilai gizi jerami padi dapat dilakukan melalui teknologi
fermentasi menggunakan starter berbasis mikroba baik yang bersifat aerob
maupun an aerob. Lahan sawah irigasi dapat menghasilkan jerami setiap
panennya rata-rata 17,85 ton/ha. Jerami tersebut dapat difermentasi menjadi 3-5
ton/ha.
Ditinjau dari aspek nutrisi, jerami padi mengandung protein kasar 3-4%,
lemak 1,12%, abu 19,75%, serat kasar 27,30% BETN 40,19% dan Lignin 7%.
Rendahnya kandungan protein kasar serta tingginya kandungan lignin
mengharuskan adanya teknologi pengolahan jerami padi sebelum diberikan
kepada ternak.
Lignin dalam jerami padi menyebabkan jerami sulit diuraikan oleh ternak
sehingga daya cernanya hanya mencapai 35%. Saat ini terdapat berbagai macam
42
starter untuk fermentasi jerami. Trichodarma merupakan salah satu starter yang
dapat dibuat sendiri oleh petani dengan sentuhan teknologi sederhana.
Tanam perdana kegiatan padi Ratoon seluas 0,5 ha di Desa Reulung
Geulumpang, Kec. Kuta Malaka, Aceh Besar dilakukan kembali pada minggu
pertama Juni 2015. Sebelumnya kegiatan padi ratoon telah dilakukan pada MT
Gadu di Desa Lamtui, Kec. Kuta Cot Glie, namun pada saat 30 hari jerami dipotong
terjadi serangan hama tikus yang memusnahkan tanaman pada lahan seluas lima
hektar.
Untuk itu, pada musim tanam rendengan menanam kembali padi untuk
kegiatan Ratoon dengan pemberian pupuk hayati cair dan decomposer pada
tanah. Penggunaan pupuk hayati cair adalah sebagai contoh pada petani agar
dapat menerapkan pertanian ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan
pupuk kimia yang saat ini sulit dipperoleh di lapangan.
Dengan adanya terobosan teknologi ramah lingkungan dapat menyadarkan
petani bahwa pentingnya memelihara dan mempertahankan kesuburan
lahan.Selama ini banyak lahan sawah yang sudah tidak respon terhadap dosis
pemupukan tinggi, oleh karena itu pemberian pupuk hayati cair dapat
memperbaiki lahan yang sudah sakit.
43
44
Tabel 6. Keragaan Hasil Pelaksanaan Kegiatan Padi Ratoon
No Nama Lokasi Jenis Inovasi teknologi yang
dikenalkan
Luas
Lahan Permasalahan
1. Desa Lamtui Pemotongan jerami padi sisa panen terlebih dahulu dilakukan dengan mesin potong rumput
Varietas Ciherang (bekas penanaman petani)
Pemotongan jerami mulai 3 cm, 5 cm dan 7 cm
Pemberian pupuk kandang dan kimia
Pembuatan saluran drainase bersamaan dengan pembentukan plot, pembumbunan atau pengendalian gulma.
Hasil pengamatan pada umur 20 hari tanaman padi terlihat tumbuh dengan baik.
10 ha Pengaruh serangan hama tikus yang tidak terkendali sehingga tanaman mati (gagal panen)
2. Penanaman system legowo 2 : 1
45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil pengamatan pada umur 20 hari tanaman padi terlihat tumbuh
dengan baik. Namun karena pengaruh serangan hama tikus yang tidak terkendali
sehingga tanaman mati (gagal panen).
46
Lampiran 1 : DAFTAR RISIKO
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Unit Kerja/UPT : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
Nama Pimpinan : Ir. Basri A. Bakar, MSi
NIP : 19600811 198503 1 001
Kegiatan : Kajian Model Teknologi Pemanfaatan Panen Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah di Provinsi Aceh Tujuan Kegiatan : Untuk mendapatkan model teknologi panen kedua
(ratoon) yang aplikatif melalui pemanfaatan lahan bekas panen padi dengan teknologi panen kedua (ratoon), sehingga meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani melalui teknologi ratoon.
No. Resiko Penyebab Dampak
1.
Analisis data yang tidak tepat
Kesalahan dalam pengambilan sampel, antara lain : lokasi yang tidak homogen
Hasil penelitian tidak dapat direkomendasikan
2. Banjir yang agak lama Hujan lebat dan tidak ada saluran pembuangan
Padi tergenang
3. Petani Kurang Koperatif Kelompok yang kurang aktif atau belum mantap
Sulit melakukan kerjasama kelompok
Disusun Tanggal: Desember 2015
Penjab Kegiatan : Abdul Azis, S.Pi.,MP NIP. 19661231 199302 1 013
47
Lampiran 2 :
DAFTAR RISIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Unit Kerja/UPT : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
Nama Pimpinan : Ir. Basri A. Bakar, MSi
NIP : 19600811 198503 1 001
Kegiatan : Kajian Model Teknologi Pemanfaatan Panen Kedua (Ratoon) Padi di Lahan Sawah di Provinsi Aceh
Tujuan Kegiatan : Untuk mendapatkan model teknologi panen kedua
(ratoon) yang aplikatif melalui pemanfaatan lahan bekas panen padi dengan teknologi panen kedua (ratoon), sehingga meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani melalui teknologi ratoon.
No Resiko Penyebab Upaya Penanganan
1. Analisis data yang tidak tepat
Kesalahan dalam pengambilan sampel, antara lain : lokasi yang tidak homogen
Lakukan pengambilan sampel dengan menggunakan metode yang sesuai.
2. Banjir yang agak lama
Hujan lebat dan tidak ada saluran pembuangan
Buat saluran pembuangan untuk mengantisipasi banjir
3. Petani Kurang Koperatif
Kelompok yang kurang aktif atau belum mantap
Benah kelompok dan meningkatkan intensitas pembinaan oleh Dinas/Instansi terkait
Disusun Tanggal: Desember 2015
Penjab Kegiatan : Abdul Azis, S.Pi.,MP NIP. 19661231 199302 1 013
48
Lampiran 3. Organisasi Pelaksana Kegiatan
No Nama Jabatan dalam
Kegiatan Uraian Tugas
Alokasi
Waktu (Jam/mg)
1. Abdul Azis, S.Pi., MP
Penjab Kegiatan Mengkoordinir kegiatan mulai
perencanaan sampai laporan
10
2. Ir. Chairunas, MS Anggota - Menyusun proposal dan laporan
5
3. Ir. M. Nasir Ali Anggota - Menyusun ROPP dan
laporan
5
4. Husaini, SP Anggota - 5
5. Mardiah Anggota - Membantu dalam hal
administrasi
5
6. Irhas Anggota - Teknisi 5
7. PM -
Lampiran 4. Pembiayaan dan Realisasi Anggaran
No. Jenis Pengeluaran Pagu
(Rp.)
Realisasi
(Rp.) (%)
1 Belanja Bahan:
- ATK, fotocopy, computer supplies - Bahan kegiatan Temu Lapang
16.000.000,-
4.000.000,- 12.000.000,-
8.388.500,- 52,4
2 Honor yang Terkait Dengan Output Kegiatan:
- Upah harian lepas
10.000.000,-
10.000.000,-
6.900.000,- 69
3 Bel. Barang untuk persediaan
Konsumsi - Saprodi dan bahan pembantu
lainnya
26.000.000,-
26.000.000,-
26.000.000,-
100
3 Belanja perjalanan lainnya: 31.500.000,- 42.789.000,- 90
- Belanja perjalanan Pusat
- Belanja perjalanan Daerah
6.000.000,-
25.500.000,-
5.884.000,-
22.450.000,-
Jumlah 83.500.000,- 69.622.500,- 77,9
49
DAFTAR PUSTAKA
Aceh Dalam Angka, Laporan tahunan produksi padi dan palawija, BPS Aceh, 2012. Alfandi, 2006. Pengaruh tinggi pemangkasan (ratoon) dan pupuk nitrogen
terhadap produksi padi (oryza satival.Kultivar ciherang. Jurnal Agrijati 2. Bahar, F.A and S.K. De Datta. 1977. Prospects of Increasing Total Rice Production
Through Ratooning. Agron. J. 69:536-540. Chauchan J.S, B.S. Vergara dan S.S. Lopez. 1985.Rice Ratooning. IRRI Research
Paper Series. Number 102 . February 1985. IRRIPhilippines. Erdiman, 2012. Laporan Hasil Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Barat, 2012. Gardner, F.P., R. Brent Pearce, Poger R. Michael.1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya,Penterjemah Herawati Susilo. UI Press.Jakarta. Krishnamurthy, 1988. Rice ratooning as an alternative to double crooping in
tropical Asia. In rice ratooning. IRRI, Los Banos, Philippines. Langer, 1972) dalam Gardner, dkk, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penejemah
Herawati Susilo. Pendamping Subianto. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Laporan Tahunan Kegiatan Penelitian Balai Penelitian Klimatologi, Kementerian
Pertanian, 2012. Las, I. 2011. Laporan Pemetaan Dampak Perubahan Iklim di Sektor Pertanian,
BBSDLP, Bogor, 2011. Petunjuk Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
Puslitbangtan, 2012. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SLPTT). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012. Prashar C.E.K. 1970. Paddy Ratoons. World Crops22(3):145-147.
50
Quddus, Abdul, dan Pendleton, 1983. Effect on ratoon rice of cutting height and time of N aplication on the main croop. International Rice Research Newslatter. IRRI, Manilla, Philippines. 8 (3).
Roy, S.K, and J. Mondel. 1988. Potential for Rice Ratooning in Easteren India, With Special Reperence to Photoperiod Sensitive Rices for Deepwater Areas. In : Rice Ratooning. IRRI.Los Banos Philipines. Pp. 135-142.
Sun, Zhang dan Liang, 1988. Ratooning With Rice Hybrids, In Ratooning. IRRI,
Manilla, Philippines. Sutarwi Surowinoto.1983. Budidaya Tanaman Padi. Jurusan Agronomi Faperta
IPB. Bogor.