Post on 08-Mar-2019
KONFIRMASI KILA SEBAGAI ATRAKTAN GONGGONG (KASUS PRAKTEK
LOKAL MASYARAKAT DI PERAIRAN SENGGARANG)
HENDRA HASIHOLAN SIANJUNTAK
Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, mrhasiholan@gmail.com
ARIEF PRATOMO
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea_a_reef@hotmail.com
FADHLIYAH IDRIS
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, fadhliyahidris87@gmail.com
ABSTRAK
Simanjuntak, Hendra Hasiholan., 2017. Konfirmasi Kila Sebagai Atraktan Gonggong (Kasus
Praktek Lokal Masyarakat Di Perairan Senggarang), Skripsi.Tanjungpinang: Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Pembimbing I: Arief Pratomo, ST, M.Si. Pembimbing II: Fadhliyah Idris, S.Pi, M.Si.
Perairan Senggarang merupakan salah satu daerah yang merupakan pemasok komoditi
gonggong di Tanjungpinang. Nelayan lokal mendapatkan gonggong dengan cara menangkap
langsung pada saat surut jauh dan juga menyelam. Namun terdapat praktek lokal yang cukup unik
digunakan untuk memancing munculnya gonggong dari dalam substrat yakni dengan
menggunakan hewan gastropoda lainnya atau nelayan lokal menyebutnya “Kila”. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan mengkonfirmasi apakah benar bahwa kila merupakan faktor munculnya
gonggong dari dalam subtrat. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Unit percobaan yang diberikan adalah variabel kontrol, variabel perlakuan kontrol (Air laut dan
Lumpur berair) dan variabel perlakuan (Kila) dengan tujuan untuk melihat probabilitas munculnya
gonggong berdasarkan perbedaan perlakuan. Hasil pengamatan diuji dengan menggunakan Uji T 2
variabel dan Uji One Way Anova (Analysis of Variance).
Hasil yang diperoleh di perairan Senggarang yaitu jenis kila yang digunakan adalah
Cymbiola nobilis. Variabel kontrol dan variabel perlakuan kontrol tidak memberikan pengaruh
dengan jumlah gonggong muncul masing-masing 0 ind/m2. Variabel kila yang memberikan
pengaruh dengan jumlah gonggong muncul yaitu 22 individu atau rata-rata 3 ind/m2. Jenis dan
jumlah gonggong yang didapat yakni 19 jenis Strombus urceus, 1 jenis Strombus canarium dan 1
jenis Strombus turturella. Dari hasil analisis uji t 2 variabel menunjukkan bahwa kila merupakan
variabel yang independent. Selanjutnya dari hasil uji One Way Anova menunjukkan nilai
probabilitas (P-value) 1,06E-06 < selang kepercayaan ( ) 0,01 sehingga membuktikan diterimanya
H1 dan penolakan terhadap H0 dan H2.
Kata kunci : Cymbiola nobilis, Atraktan, Praktek Lokal, Strombus sp. , Perairan Senggarang
KILA CONFIRMATION AS GONGGONG ATTRACTANT (LOCAL PUBLIC
CASE PRACTICES IN THE WATERS OF SENGGARANG)
HENDRA HASIHOLAN SIANJUNTAK
Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, mrhasiholan@gmail.com
ARIEF PRATOMO
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea_a_reef@hotmail.com
FADHLIYAH IDRIS
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, fadhliyahidris87@gmail.com
ABSTRACT
Simanjuntak, Hendra Hasiholan., 2017. Kila Confirmation As Gonggong Attractant (Local Public
Case Practices In The Waters Of Senggarang). Thesis.Tanjungpinang. Departemen of
Marine Science. Faculty of Marine Sciences and Fisheries.University Maritime Raja Ali
Haji. Advisor: Arief Pratomo, ST, M.Si, Co-advisor: Fadhliyah Idris, S.Pi, M.Si
Senggarang waters is an one area of gonggong commodity supplier in Tanjungpinang.
Local fishermen get gonggong by capturing directly at the time ebbing away and also diving. But
there are enough unique local practices used to lure out the gonggong of the substrate by using the
other gastropods animals or local fishermen call it "Kila". This research was conducted with the
aim to confirm whether it is true that Kila is a factor in the emergence of gonggong from the
substrate. The method used is Complete Random Design (RAL). Unit given trial is the control
variable, the variable control treatment (sea water and mud watery) and variable treatment (Kila)
with the aim to see the probability of a barking based treatment differences. The observation was
tested using the 2 variable t-test and One Way ANOVA Test (Analysis of Variance).
The results obtained in the Senggarang waters there is the type of Kila used is Cymbiola
nobilis. Control variables and variable control treatment did not affect the amount of gonggong
appears each 0 ind / m2. Kila variables that influence the amount of gonggong appears that 22
individual or an average of 3 ind / m2. The type and amount of gonggong obtained namely 19 of
Strombus urceus, 1 species of Strombus Canarium and 1 species of Strombus turturella. From the
analysis of the t test showed that kila are the independent variables. Furthermore, from the results
of One Way Anova test shows the probability value (P-value) 1,06E-06 < the confidence interval
(α) 0.01 proving the acceptance of H1 and reject the H0 and H2.
Key Word : Cymbiola nobilis, Attractant, Lokal Practices, Strombus sp. , Senggarang waters
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu potensi sumberdaya
perikanan di Kota Tanjungpinang adalah
siput gonggong. Gonggong termasuk sejenis
siput laut (Strombus sp. L.1758), merupakan
salah satu hewan lunak (Mollusca), banyak
hidup di pantai Pulau Bintan dan sekitarnya,
seperti Pulau Dompak, Pulau Lobam, Pulau
Mantang, Senggarang, dan Tanjung Uban
(Amini 1984 dalam Viruly, 2011). Hewan
ini menjadi makanan ciri khas di Kota
Tanjungpinang yang digemari oleh
masyarakat lokal dan wisatawan. Selain
gonggong juga terdapat jenis-jenis moluska
yang cukup digemari seperti kerang, ranga,
kila dan lain-lain. Menurut Soeharmoko
(2010) hasil identifikasi kekerangan yang
menjadi sumber bahan pangan masyarakat
Kepulauan Riau terdiri dari dua klas yaitu
kelas gastropoda dan bivalva. Pada kelas
gastropoda ditemukan 4 ordo, 9 famili, 15
genus dan 26 spesies.
Perairan Senggarang merupakan
salah satu daerah yang merupakan pemasok
komoditi gonggong. Masyarakat setempat
menangkap langsung gonggong pada saat air
surut jauh dan ada juga yang menyelam.
Namun ada cara lokal atau tradisional yang
cukup menarik di daerah ini, yakni dengan
menggunakan jenis organisme kerang
tertentu sebagai media penarik gonggong
untuk muncul dari dalam substrat tempat ia
bersembunyi. Masyarakat setempat
menyebutnya “Kila”.
Kila (Cymbiola nobilis) memiliki
perbedaan genus dan ukuran dengan
gonggong. Hewan ini hidup di perairan yang
tidak pernah surut atau masyarakat
menyebutnya “alur”. Hewan ini banyak
ditemukan di subtrat berpasir dan lumpur
berpasir. Biasanya hewan ini menguburkan
dirinya dalam gundukan pasir. Namun ketika
ia makan, ia keluar dari pasir tersebut. Para
nelayan biasa menangkapnya dengan cara
berjalan di alur kemudian sambil melihat ke
dasar perairan atau merabanya dengan
menggunakan kaki.
Berdasarkan wawancara awal, cara
penangkapan menggunakan “Kila” sudah
lama dilakukan dan masih berlangsung
hingga saat ini. Masyarakat berpendapat,
dengan menggunakan kila, cara tangkap
gonggong menjadi lebih mudah dan hasil
tangkapan lebih meningkat. Keberadaan dan
ketersediaan kila di perairan Senggarang
masih tergolong mudah ditemukan. Walau
begitu, penulis belum menemukan penelitian
atau jurnal yang membahas tentang metode
penangkapan yang dapat dikatakan unik ini.
Maka dari itu penulis tertarik untuk
mengkonfirmasi secara ilmiah bahwa
keluarnya gonggong dari tempat
persembunyiannya karena faktor biota
“Kila”.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Belum adanya literatur ilmiah yang
meneliti tentang metode penangkapan
gonggong dengan menggunakan kila
sehingga menyebabkan minimnya
informasi dan sumber awal dalam
melakukan pembuktikan secara
ilmiah
2. Apakah kila dapat merangsang
keluarnya gonggong dari dalam
substrat dan apakah kila merupakan
satu-satunya faktor tersebut ?
3. Apakah terdapat kemungkinan faktor
selain kila? Dalam penelitian ini
menggunakan faktor percikan air laut
dan substrat atau lumpur.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan konfirmasi “Kila Sebagai
Atraktan Gonggong” melalui
rancangan percobaan dengan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : Tidak ada pengaruh kila
terhadap keluarnya gonggong
(Strombus sp) dari dalam
substrat
H1 : Ada pengaruh kila dan
sebagai satu-satunya faktor
keluarnya gonggong (Strombus
sp) dari dalam substrat
H2 : Ada pengaruh kila tetapi
bukan satu-satunya faktor
terhadap keluarnya gonggong
(Strombus sp) dari dalam
substrat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan informasi dan sebagai
bahan dasar ilmiah untuk isolasi lebih
lanjut pada substansi aktif terutama
pada gonggong
2. Menghasilkan atraktan untuk
penangkapan gonggong (Strombus
sp)
3. Konfirmasi ilmiah praktek dan
pengetahuan lokal masyarakat
Senggarang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan
lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata
yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).
Dalam Kamus Inggris Indonesia John M.
Echols dan Hassan Syadily, local berarti
setempat, sedangkan wisdom (kearifan)
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum
maka local wisdom (kearifan setempat)
dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan
setempat (local) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan. Definisi lain tentang
kearifan lokal menyebutkan (Nurma Ali
Ridwan, 2007) bahwa kearifan lokal atau
sering disebut local wisdom dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu,
objek atau peristiwa yang terjadi dalam
ruang tertentu.
Pemahaman budaya fisik secara steril
memang akan memunculkan suatu kesan
upaya untuk mempusakakan suatu warisan
(Prijitomo, 2009). Akan lebih bijaksana
apabila kita mampu menggali pengetahuan
lokal (indigenous knowledge), sehingga
esensi desain akan lebih membuka peluang
terhadap upaya- upaya inovasi desain yang
lebih kaya. Dalam hal ini diperlukan suatu
perubahan mind set atau cara pandang
penggalian potensi kearifan lokal.
B. Aspek Gonggong
1. Biologi Gonggong
Berdasarkan penelitian kekerangan
(Soeharmoko, 2010) yang disebutkan dalam
latar belakang, hasil identifikasi kekerangan
gastropoda ditemukan 4 ordo, 9 famili, 15
genus dan 26 spesies. Gonggong termasuk
sejenis siput laut (Strombus canarium
L.1758), merupakan salah satu hewan lunak
(Mollusca), banyak hidup di pantai Pulau
Bintan dan sekitarnya, seperti Pulau
Dompak, Pulau Lobam, Pulau Mantang,
Senggarang, dan Tanjung Uban (Amini 1984
dalam Viruly, 2011). Gonggong merupakan
Mollusca yang termasuk kelas Gastropoda
dengan spesies Strombus sp.
Gambar 1. Strombus sp.
(Sumber : www.marinespecies.org)
Gastropoda adalah hewan
berukuran relative besar yang menarik.
Namanya berarti kaki perut (gaster = perut ;
pous = kaki) (Romimohtarto dan Juwana,
2001). Cangkang asimetri biasanya
menggulung seperti ulir memutar kekanan.
Hewan ini menggendong cangkang,
kakinya besar dan lebar untuk merayap
dibantu untuk mengeduk pasir atau lumpur
(Nybakken, 1988). Seperti halnya dengan
kelas Gastropoda lainnya, ciri-ciri
gonggong ialah memiliki cangkang
berbentuk asimetri seperti kerucut, terdiri
dari tiga lapisan periostraktum, lapisan
prismatik yang terdiri dari kristal kalsium
karbonat dan lapisan nakre (lapisan
mutiara).
Cangkang siput gonggong lebih
berfungsi sebagai alat gerak pengeruk
substrat dan bela diri atau mempertahankan
diri daripada sebagai tutup cangkang, karena
tidak menutup seluruh daerah mulut
cangkang (Yonge, 1976 dalam Utami,
2012). Pertumbuhan cangkang moluska
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan-
bahan pembentuk cangkang, seperti kalsium
karbonat sebagai unsur makro, magnesium
karbonat, silikat, fosfat, asam amino, seperti
asam asparatik, serine, alanine dan lainnya
sebagai unsur mikro (Bevelander et al., 1981
dalam Utami, 2012).
Habitat siput gonggong umumnya
adalah substrat lumpur berpasir yang banyak
ditumbuhi tumbuhan bentik seperti lamun
dan makro algae, mulai dari batas surut
terendah hingga kedalaman ± 6 meter.
Pemilihan habitat ini mengikuti ketersediaan
makanan berupa detritus dan makro algae
serta kondisi lingkungan yang terlindung
dari gerakan massa air (Nybakken, 1992).
C. Aspek Biologi Kila
Berdasarkan survey awal bersama
para nelayan, penulis menemukan salah satu
jenis kila yang biasa dipakai untuk menabur.
Jenis kila ini merupakan family dari
Volutidae.
Gambar 3. Cymbiola nobilis
(Sumber : www.gastropods.com)
Menurut Lightfoot (1786) dalam
penelitiannya di Universitas Kebangsaan
Malaysia gambar diatas merupakan spesies
dari Cymbiola nobilis. C.nobilis adalah
gastropoda moluska yang menghuni laut
dangkal dan secara tradisional dipanen oleh
penduduk setempat untuk makanan dan
karenanya mengambil nilai pasar yang tinggi
dan menjadi makanan untuk lokal. Spesies
ini tersebar luas di Asia Tenggara dari
Taiwan ke Vietnam, Semenanjung Malaysia,
Indonesia, Singapura dan Filipina. Mereka
makan ganggang dan memiliki operkulum
berbentuk cakar.
Cangkang Cymbiola nobilis dapat
mencapai panjang 50-222 mm dengan
ukuran rata-rata 6 cm). Ukuran tubuh betina
cenderung lebih besar daripada ukuran
jantan. Ukuran rata-rata laki-laki memang
lebih kecil dari pada wanita. Panjang
maksimum cangkang laki-laki adalah 99 mm
dan betina 156 mm
(http://dpc.uba.uva.nl/cgi/t/text/get-
pdf?idno=m7701a03;c=ctz, Diakses pada 03
Oktober 2016). Mereka memiliki berbagai
macam pola. Warna kerang mungkin orange
atau kuning dengan pola merah atau coklat
zig-zag. Kadang-kadang cangkang ini benar-
benar berwarna hitam. Daging siput
berwarna hitam dengan bintik-bintik kuning
atau oranye terang. Sel-sel pigmen yang
memproduksi warna menginfeksi sel-sel di
dekatnya sehingga mereka juga
memproduksi pigmen. Akibatnya, warna
cangkang siput membentuk pola yang khas.
Spesies ini hidup di lingkungan laut dan
dapat ditemukan di rataan terumbu berpasir
dan daerah berlumpur di ekosistem lamun.
Pada reproduksinya,Cymbiola nobilis
memiliki jenis yang hermaprodit dan jenis
kelamin yang terpisah. Pada jenis kelamin
yang terpisah, siput ini mereproduksi
melalui reproduksi seksual. Hewan betina
dibuahi oleh jantan secara internal,
kemudian sang betina merespon dengan
mendepositokan telur yang dibuahi. Kapsul
telur diletakkan oleh betina yang berisi
beberapa embrio. Dibutuhkan sekitar tujuh
hari untuk telur menetas menjadi larva.
Embrio berkembang dan berenang bebas
sebagai larva planktonik laut (trocophore)
dan kemudian bertumbuh menjadi remaja.
Secara keseluruhan, siput melewati delapan
tahap perkembangan sebelum menjadi siput
penuh. C. nobilis memangsa hewan-hewan
kecil seperti bivalvia, moluska,
echinodermata dan lainnya
(https://www.revolvy.com/main/index.php?s
=Cymbiola%20nobilis, diakses pada 03
Oktober 2016)
Namun saat ini status Cymbiola
nobilis dianggap rentan. Jumlahnya telah
sangat berkurang oleh kerusakan ekosistem
dan koleksi sebagai makanan dan untuk
perdagangan. Siput ini pernah umumnya
ditemukan di terumbu sekitar Singapura,
tetapi mereka telah menjadi jauh lebih
langka. Pemerintah Singapura telah
menyatakan bahwa undang-undang yang
diperlukan untuk membatasi koleksi fauna
liar seperti Cymbiola nobilis.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus-November 2016. Penulis
mengambil studi kasus penelitian ini di
perairan Senggarang Kota Tanjungpinang
Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi tersebut
merupakan salah satu daerah pemasok
komoditi gonggong di daerah
Tanjungpinang dan dianggap mewakili
keberadaan gonggong di daerah lain.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan pada
penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 di
bawah ini :
No. Alat dan Bahan Keterngan
1. Siput Gonggong Sebagai
sampel yang
akan di teliti
2. Siput Kila Sebagai
sampel
percobaan
3. Kuisioner Untuk
pengumpulan
data sekunder
4. Kertas label Pelabelan
gonggong hasil
tangkapan
5. Alat Tulis Mencatat Hasil
6. Kamera Dokumentasi
Penelitian
7. GPS Menentukan
titik koordinat
sampling
8. Kantong Plastik Tempat
penyimpanan
gonggong hasil
tangkapan
Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan
Sumber : Data Primer
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam setiap penelitian, peneliti
hendaknya memilih metode dan
mengumpulkan data yang tepat dan relevan.
Dalam hal ini peneliti menggunakan data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh
secara langsung dari informan melalui
wawancara praktek lokal pada masyarakat
atau nelayan setempat dan juga pengamatan
langsung pada lokasi penelitian berupa
identifikasi dan perhitungan jenis gonggong
hasil percobaan dengan menggunakan kila di
perairan Senggarang. Dalam menetapkan
informan menggunakan teknik snowball
sampling. Snowball sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan bantuan key-
informan, dan dari key informan inilah akan
berkembang sesuai petunjuknya. Dalam hal
ini peneliti hanya mengungkapkan kriteria
sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel
(Subagyo,2006:31).
Snowball sampling adalah suatu
pendekatan untuk menemukan informan-
informan kunci yang memiliki banyak
informasi. Dengan menggunakan
pendekatan ini, beberapa responden yang
potensial dihubungi dan ditanya apakah
mereka mengetahui orang yang lain dengan
karakteristik seperti yang dimaksud untuk
keperluan penelitian. Kontak awal akan
membantu mendapatkan responden lainnya
melalui rekomendasi. Untuk mencapai
tujuan penelitian, maka teknik ini didukung
juga dengan teknik wawancara dan survey
lapangan.
Data sekunder untuk penyusunan
proposal penelitian diperoleh dari berbagai
sumber referensi baik berupa jurnal, skripsi,
buku pustaka, website ilmu pengetahuan
untuk mendapatkan informasi yang sesuai
dalam melaksanakan penelitian ini.
Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan
data primer.
D. Prosedur Penelitian
1. Penggalian Pengetahuan dan
Praktek Lokal
Wawancara ini dilakukakan dengan
menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
alternatif untuk melihat quisioner yang telah
di siapkan untuk mengetahui pengetahuan
dan praktek lokal para nelayan dalam
menangkap siput kila dan siput gonggong
yang nantinya akan menjadi bahan
penelitian (Lampiran 2)
Penggalian pengetahuan dan praktek
lokal dalam aspek hubungan gonggong
dengan kila memiliki beberapa tahapan
sebagai berikut :
a. Klasifikasi ahli lokal yaitu :
1. Mencari dan mengidentifikasi
informan dan pelaku
Informan : Seseorang yang
memberikan informasi tentang
pengetahuan dan praktek lokal
dalam mencari gonggong
menggunakan kila
Pelaku : Seseorang yang
melakukan praktek lokal dalam
mencari gonggong
menggunakan kila
(Dalam penelitian ini informan juga
berperan sebagai pelaku praktek lokal)
2. Kriteria Ahli Lokal
Penduduk Asli Lokal
Pengalaman ≥ 5 tahun untuk
praktek lokal yang sedang digali
Masih melakukan praktek lokal
tersebut hingga saat ini
3. Ahli lokal didukung secara
independen oleh penduduk sekitar
lainnya dengan cara :
Melakukan quisioner terhadap
responden
Syarat responden yaitu
merupakan penduduk setempat
Responden ditentukan secara
acak dengan jumlah minimal 10
orang
2. Penentuan stasiun penelitian
Penentuan stasiun penelitian
didasarkan pada Facrul (2007) yaitu dengan
menggunakan metode purposive sampling
atau penentuan lokasi sampling yang
didasarkan pada tujuan tertentu. Adapun
kriteria yang ditetapkan dalam penentuan
lokasi penelitian adalah :
1. Berdasarkan keberadaan gonggong
yang dipandu oleh ahli lokal
2. Berada pada pantai dengan substrat
berlumpur dan lumpur berpasir
Berdasarkan kriteria tersebut dan
setelah dilakukan survey pendahuluan maka
penulis memilih studi kasus pada perairan
Senggarang Kota Tanjungpinang.
3. Variabel
Variabel sampling yang diberikan
terbagi atas 2 jenis yaitu:
Variabel Bebas : Kila
Variabel Kontrol :Air dan Lumpur
(Perlakuan)
Variabel Terikat :Jumlah
gonggong yang setelah perlakuan
4. Metode Rancangan Percobaan
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode percobaan Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Metode ini digunakan
dalam menentukan tata letak unit percobaan
dan urutan percobaan.
5. Ulangan
Berdasarkan variabel {(Kila, Air dan
Lumpur)+ Kontrol} maka jumlah unit
percobaannya adalah 4 unit percobaan.
Dalam metode ini penulis menggunakan
transek kuadran (Transsect Quadran)
dimana pada setiap transek terdapat 5
plotyang akan diberikan perlakuan (unit
percobaan) kecuali pada variabel kontrol.
Dalam satu transek terdapat 5 plot
yang akan diberi perlakuan (percobaan). Plot
yang digunakan berukuran 0,5x0,5 meter.
Maka jumlah unit percobaan yang akan
dilakukan adalah :
Penentuan transek diambil
berdasarkan lokasi yang umum didatangi
nelayan dalam menangkap gonggong.
Panjang satu transek adalah 2,5 meter. Hal
ini disesuaikan dengan panjang jarak
penaburan dengan jumlah plot yang ada
pada satu transek. Jarak antara satu transek
dengan transek lain adalah 10 meter. Ini
dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang
tindih perlakuan pada lokasi penaburan.
Pada setiap transek juga dilakukan tiga kali
ulangan dengan tujuan untuk melihat
perbedaan pengaruh antara variabel kontrol,
kila, lumpur dan air murni untuk
mengkonfirmasi bahwa kila merupakan
faktor tunggal yang mempengaruhi
gonggong keluar dari dalam substratnya.
Dalam ulangan percobaan ini, penulis
menetapkannya secara acak namun tetap
melihat kondisi yang sesuai dengan variabel
sampling perlakuan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut,
penulis melakukan survey peninjauan lokasi
penelitian. Selanjutnya penulis menentukan
lokasi penelitian dengan menggunakan GPS
(Global Positioning System) untuk
mendapatkan koordinat lokasi penelitian
yang lebih akurat.
Adapun letak lokasi pengamatan
yang telah ditetapkan dapat dilihat pada
gambar 6 berikut :
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Perairan
Senggarang Kota Tanjungpinang
Sumber : Data Primer
6. Pelaksanaan Percobaan
Kontrol
Pada variabel kontrol tidak diberikan
perlakuan apapun. Hal ini bertujuan untuk
melihat perbandingan antara daerah yang
diberikan perlakuan dengan yang tidak
diberikan perlakuan.
Kila
Pada variabel ini, kila digunakan
sebagai alat percobaan untuk memancing
gonggong keluar dari dalam substrat. Hal ini
dilakukan dengan cara mengayunkannya
pada air dan subtrat yang berada diantara
kedua kaki dengan arah tegak lurus dengan
plot.
Air Laut
Pada variabel ini, air laut digunakan
sebagai alat percobaan untuk memancing
gonggong keluar dari dalam substrat. Hal ini
dilakukan dengan cara mengambil air laut
yang diperlukan dan menempatkannya
dalam satu wadah kosong. Kemudian air
dipercikkan dengan arah tegak lurus dengan
plot.
Lumpur
Pada variabel ini, air laut digunakan
sebagai alat percobaan untuk memancing
gonggong keluar dari dalam substrat dengan
cara mengambil substrat lumpur dan sedikit
air laut dan menempatkannya dalam satu
wadah kosong. Kemudian lumpur dan air
Perlakuan x Plot x Ulangan = ........
4 x 5 x 3 = 60 unit
laut dilemparkan dengan arah tegak lurus
dengan plot.
E. Pengolahan Dan Analisis Data
1. Metode analisis data
Sebelum melakukan percobaan,
penulis akan mengamati keberadaan
gonggong dalam plot yang diletakkan pada
tiap transek. Jumlah gonggong tersebut
dinyatakan sebagai (X0) atau jumlah
gonggong mula-mula sebelum diberikan
perlakuan. Setelah data X0 diperoleh,
kemudian percobaan dilakukan dengan
memberikan perlakuan pada masing-masing
sampling pada setiap transek. Proses ini
membutuhkan waktu kurang lebih 20 detik
untuk melihat apakah ada reaksi yang
muncul akibat perlakuan tersebut. Jumlah
gonggong yang berada di dalam plot setelah
diberikan perlakuan dinyatakan sebagai (X1)
dan yang keluar dari dalam plot setelah
diberikan perlakuan dinyatakan sebagai (X2)
Keterangan :
X0 : Jumlah gonggong dalam plot
sebelum diberikan perlakuan
X1 : Jumlah gonggong dalam plot setelah
diberikan perlakuan
X2 : Jumlah gonggong yang keluar dari
dalam plot setelah diberikan
perlakuan
Dan dari hasil tersebut maka
selanjutya akan dilakukan pembuktian
ilmiah dengan melakukan uji hipotesis uji t
dan uji F. Dalam uji ini, nilai X diperoleh
dengan menghitung nilai X0, X1 dan X2
dengan rumus :
X = ( X1+X2) – X0
Berikut adalah model uji hipotesis
tersebut :
1. Jika kila punya pengaruh tunggal dan
satu satunya faktor maka :
Xc = Xa = Xl = 0
Xk ≠ 0 p ≤ 0,01
2. Jika kila punya pengaruh (maka
antara xc, xa, xl tidak
akan berbeda nyata sedangkan xk
satu-satunya yang berbeda nyata
terhadap xc, xa, xl
Dimana :
xc
xk > xa
xl
Jika t hitung < t tabel, maka Ho
ditolak dan H1 diterima, artinya kila bukan
merupakan faktor yang mempengaruhi
gonggong keluar dari dalam substrat. Namun
jika T hitung > T tabel, maka Ho ditolak dan
Ha diterima yang artinya kila merupakan
faktor yang mempengaruhi gonggong keluar
dari dalam substrat.
Uji t dan uji F dilakukan setelah
sebaran data x diuji normalitas dan
homogenitasnya agar pembuktian datanya
valid.
Analisis deskriptif dilakukan untuk
membandingkan antara hasil data quisioner
dari nelayan dan hasil observasi dilapangan.
Hasil tersebut nantinya digunakan untuk
penarikan kesimpulan apakah benar kila
berpengaruh terhadap keluarnya siput
gonggong dari dalam substrat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengetahuan Lokal Masyarakat
Senggarang Tentang Gonggong
dan Kila
Pembuktian menggunakaan uji T 1
Variabel Independent pada 𝛼 : 0,01
Pembuktiannya dengan menggunakan
uji F (Anova One Way pada 𝛼 : 0,01)
Berdasarkan hasil wawancara,
terdapat beberapa jenis gonggong yang
lazim ditangkap oleh para nelayan setempat,
yakni :
Gonggong Cangkang Tipis {Strombus
(Dolomena) marginatus marginatus} ;
(Linnaeus, 1758)
Gonggong Cangkang Garis Hitam
{Strombus urceus} ; (Linnaeus, 1758)
Gonggong Cangkang Tebal Berwarna
Merah {Strombus canarium} ;
(Linnaeus, 1758)
Gonggong Cangkang Tebal Berwarna
Putih {Strombus (Laevistrombus)
turturella} ; Roeding,1798
Gonggong bercangkang tipis
(Strombus (Dolomena) marginatus
marginatus) biasanya hidup di berbagai
substrat, seperti pada lumpur, pasir, lumpur
berpasir. Dan ia juga terdapat pada beberapa
ekosistem yakni ekosistem karang dan
ekosistem lamun.
Gonggong bercangkang tebal
memiliki 2 warna. Hal ini disebabkan oleh
habitat gonggong bercangkang tebal
berwarna putih (Strombus turturella)
biasanya hidup pada substrat pasir dan
lumpur berpasir. Sedangkan untuk gonggong
bercangkang tebal berwarna merah
(Strombus canarium) hanya hidup pada
substrat lumpur. Hewan ini dapat hidup pada
lumpur yang dalamnya sekitar 30-50 cm.
Dengan dalamnya substrat ini sedikit
menyulitkan nelayan untuk menangkapnya.
Gonggong mulai keluar ketika air
mulai pasang kira-kira setinggi 1m atau
lebih. Untuk menangkapnya biasanya para
nelayan menyelam sampai dasar perairan.
Biasanya cara ini dilakukan pada siang hari.
Hal ini disebabkan karena masih dapat
terlihat oleh mata. Apabila dilakukan pada
malam hari biasanya menyulitkan nelayan
karena tidak adanya cahaya. Apabila
didukung oleh cahaya seperti senter juga
dapat membahayakan keselamatan nelayan
karena ada beberapa jenis ikan yang
mengejar cahaya seperti ikan hiu, ikan
selayar dan lain-lain.
Kila menyerupai gonggong. Namun
sebenarnya mereka adalah jenis yang
berbeda. Hewan ini hidup di perairan yang
tidak pernah surut atau masyarakat lokal
menyebutnya “alur”. Hewan ini banyak
ditemukan di subtrat berpasir dan lumpur
berpasir. Biasanya hewan ini menguburkan
dirinya dalam gundukan pasir. Namun ketika
ia makan, ia keluar dari pasir tersebut.
Setelah mendapatkan makanan kemudian
hewan ini menguburkan dirinya kembali.
Bentuk kila hampir menyerupai gonggong
namun memiliki ukuran yang lebih besar.
Para nelayan biasa menangkapnya dengan
cara berjalan di alur kemudian sambil
melihat ke dasar perairan atau merabanya
dengan menggunakan kaki. Bentuk yang
umum dijumpai adalah seperti bola dan
cangkang luarnya bersifat licin. Apabila kita
menemukannya, yang pertama dilakukan
adalah mengecek apakah hewan tersebut
masih hidup atau tidak. Cara mengetahuinya
adalah dengan cara mengetuknya dengan
jari. Apabila bunyinya keras maka itu
menandakan bahwa masih ada kila di
dalamnya. Kila terbagi atas 2 jenis, yaitu
kila bercangkang tipis dan bercangkang
tebal.
Menurut para nelayan setempat, umur
dari kila dan gonggong dapat dilihat dari
spiral-spiral yang terbentuk di bagian atas
cangkang. Semakin banyak spiral yang ada,
maka umur hewan tersebut dapat dikatakan
pada usia yang cukup lama.
Tidak hanya digunakan untuk
menangkap gonggong, kila juga dapat
menjadi predator dari gonggong tersebut.
Namun gonggong bukanlah makanan
utamanya melainkan kerang seperti kerang
lidah, kerang darah atau remis. Cara
memakan kila tergolong unik, yakni dengan
mengeluarkan bagian tubuh yang lunak
untuk menyelimuti kerang tersebut dan
menekan kulit luar dari kerang sehingga
hancur dan terbuka. Kemudian kila
mengeluarkan alat pencernaan berbentuk
selang lalu memakan dagingnya sampai
habis dan hanya menyisakan cangkang
kerang yang telah hancur tersebut. Kila juga
bersifat kanibalisme. Bahkan kila juga dapat
memakan kila lain yang ukurannya lebih
besar dari dirinya sendiri.
Menurut nelayan lokal terdapat
perbedaan struktur luar cangkang pada
masing-masing kila yang dijumpai. Kila
yang memiliki permukaan cangkang
berlumut atau berlendir tergolong sebagai
kila yang bersifat pasif. Sedangkan kila
yang memiliki permukaan cangkang
cangkang nya bersih tergolong sebagai kila
aktif. Hal ini dikarenakan kila aktif sering
menggerakkan cangkangnya sehingga
lumpur atau sedimen jarang menempel.
B. Praktek Lokal Penangkapan
Gonggong Dengan Menggunakan
Kila
Praktek lokal merupakan bagian dari
pengetahuan atau kearifan lokal. Dalam
kajian penangkapan gonggong ini setiap
daerah pasti memiliki pengetahuan dan
praktek lokal yang berbeda-beda. Untuk itu
diperlukan informasi yang akurat dari
seorang ahli lokal atau narasumber. Dalam
menentukan ahli lokal diperlukan informasi
yang relevan dari masyarakat setempat.
Dengan menggunakan metode snowball
penulis menggali informasi yang lengkap
berdasarkan kriteria ahli lokal yang telah
ditentukan. Metode ini didukung dengan
adanya penyebaran kuisioner kepada
masyarakat setempat secara random atau
acak (Data hasil kuisioner dapat dilihat pada
Lampiran 1.) Dari metode tersebut penulis
berhasil mendapatkan seorang informan
yang sekaligus merupakan ahli lokal dalam
praktek lokal penangkapan gonggong
dengan kila.
Berdasarkan wawancara penulis
mengenai praktek lokal penangkapan
gonggong pada ahli lokal terdapat dua cara
yang lazim dilakukan. Pertama, yakni para
nelayan menangkap gonggong dengan cara
melihat langsung dan menangkapnya dengan
menggunakan tangan kosong. Kedua, para
nelayan menangkap gonggong dengan
menggunakan kila sebagai media
pengumpan. Para nelayan menangkap
gonggong ini ketika air surut semata kaki
atau sekitar sepuluh sentimeter dari dasar
perairan. Hal ini disebabkan ketika
ketinggian air sudah melewati batas sepuluh
sentimeter maka efek dari lendir kila tidak
terlalu kuat lagi dan mengakibatkan hasil
tangkapan tidak banyak.
Menurut nelayan, cairan yang keluar
dari kila dapat memancing gonggong keluar.
Cairan ini dianggap sebagai faktor untuk
membuat gonggong keluar dari tempat
persembunyiannya. Alasan nelayan
menganggapnya demikian adalah karena
ketika kila digunakan untuk menabur,
gonggong muncul dari dalam substrat.
Jenis kila yang paling sering
digunakan adalah kila yang bercangkang
tebal. Faktor cangkang yang keras dan
mudah untuk digenggam membuatnya
menjadi kegemaran para nelayan. Dari
percobaan awal penulis bersama nelayan
mendapatkan jenis kila yang biasa
digunakan untuk “menabur” yakni jenis
Cymbiola nobilis. Metode yang digunakan
yaitu dengan memegang mulut cangkang
kila, kemudian mengambil air laut dengan
cara mengayunkannya dari bawah kaki lalu
diangkat dan dilemparkan ke depan.
Kemudian cairan yang ada dalam tubuh kila
menyebar sesuai dengan arah yang
dikucurkan.
Sementara itu waktu pasang surut
juga merupakan parameter yang dianggap
sangat berpengaruh pada penelitian ini.
Penangkapan ini biasanya dilakukan pada
siklus tertentu seperti surut jauh dan pasang
besar. Masyarakat setempat biasa
menyebutnya “tohor”. Perlu diperhatikan
juga ketika menabur hendaknya melihat arah
arus dan angin terlebih dahulu, kemudian
mengikuti arah arus yang tepat yakni searah
dengan arus sehingga memudahkan kita
untuk membaca pergerakan cairan yang
akan disebar. Selain itu, juga harus melihat
apakah daerah tujuan tangkapan sudah ada
yang “menabur” atau belum. Apabila daerah
tersebut sudah sering ditabur, maka
gonggong biasanya tidak akan keluar lagi.
Umur pakai kila yang digunakan
untuk menabur berkisar antara 1-2 hari.
Nelayan lebih banyak memakai jenis kila
yang besar dan masih hidup. Namun tidak
jarang nelayan juga menggunakan kila yang
sudah mati. Caranya adalah setelah kila
dipakai untuk menabur, nelayan menaruhnya
kembali ke dalam kulkas untuk kemudian
dipakai lagi. Dalam hal ini para nelayan
tidak menemukan perbedaan yang nyata
pada hasil tangkapan berdasarkan kondisi
kila tersebut.
Penangkapan gonggong juga
dilakukan pada musim tertentu. Biasanya
penangkapan dilakukan pada pertengahan
tahun yakni kisaran bulan Mei-September.
Hal ini didukung oleh penelitian
sebelumnya, dimana menurut Amini (1986)
penelitian tentang penangkapan siput
gonggong belum banyak dilakukan baik di
daerah tropis maupun sub-tropis. Musim
penangkapan siput gonggong di perairan
Pulau Bintan Kepulauan Riau mencapai
puncaknya pada bulan Mei hingga Oktober.
C. Identifikasi Jenis Gonggong Hasil
Penelitian
Berdasarkan identifikasi gonggong
yang ditemukan pada lokasi penelitian
terdapat 3 jenis gonggong yang ditemui
yaitu gonggong cangkang garis hitam
(Strombus urceus), gonggong cangkang
tebal berwarna merah (Strombus canarium)
dan gonggong cangkang tebal berwarna
putih (Strombus (Laevistrombus) turturella.
Jenis gastropoda yang banyak ditemukan
adalah gonggong cangkang garis hitam
(Strombus urcens).
Berikut tabel jenis gonggong yang
ditemui di perairan Senggarang beserta
jumlah individunya
Tabel 8. Jenis Gonggong yang ditemui
No Spesies Jumlah
1 Strombus urceus 19
2 Strombus canarium 3
3 Strombus turturella 2
Sumber : Data Primer
Jenis gonggong tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Gonggong Cangkang Garis Hitam
(Strombus urceus)
Gambar 7. Strombus urceus
Gambar 8. Strombus urceus
(Sumber : (G.7) Data Primer ; (G.8)
www.marinespecies.org)
2. Gonggong Cangkang Tebal Berwarna
Putih ( Laevistrombus turturella)
Gambar 9. Strombus turturella
Gambar 10. Strombus turturella
(Sumber : (G.9) Data Primer ; (G.10)
www.marinespecies.org)
3. Gonggong Cangkang Tebal Berwarna Merah
(Strombus canarium)
Gambar 11. Strombus canarium
Gambar 12. Strombus turturella
(Sumber : (G.11) Data Primer ; (G.12)
www.marinespecies.org)
Selain itu jenis Kila yang ditemui dan
digunakan dalam penelitian ini adalah
spesies Cymbiola nobilis.
Gambar 13. Cymbiola nobilis
Gambar 14. Cymbiola nobilis
(Sumber : (G.13) Data Primer ; (G.14)
www.marinespecies.org
D. Hasil Eksperimen
1. Uji One Way Anova
Berdasarkan penelitian di perairan
Senggarang terdapat 60 plot yang diberikan
perlakuan. Dari hasil yang diperoleh
selanjutnya dicari nilai X untuk dapat diuji
lanjut dengan rumus { X = ( X1+X2)– X0} .
Dari hasil perhitungan x diatas
perlakuan kila merupakan satu-satunya
variabel yang memberikan kontribusi
terhadap jumlah gonggong yang muncul
dengan total nilai 22 individu dan rata-rata 3
individu/m2. Jumlah yang paling banyak
terdapat pada plot 11 dengan jumlah 5
individu dengan jenis Strombus urceus dan
Strombus canarium. Selanjutnya yang paling
sedikit terdapat pada plot 3,10,14 dan 15
dimana masing-masing dengan jumlah 1
individu dengan jenis Strombus urceus dan
Strombus canarium. Jika dipresentasikan
maka Strombus urceus memiliki nilai
tertinggi dengan nilai persentase 86,36364%
atau 86 %. Hal ini didukung dengan jumlah
gonggong yang muncul adalah dominan
yakni 19 individu. Strombus canarium dan
Strombus turturella memiliki nilai
persentase yang seimbang yakni 4,54545 %
atau 4% dengan gonggong yang muncul
yaitu 1 individu.
Namun selain itu juga terdapat plot
yang kosong. Diduga hal ini disebabkan oleh
tidak meratanya penyebaran siput gonggong
atau sebelumnya wilayah tersebut sudah ada
yang menabur sehingga tidak ada reaksi
pada siput gonggong. Grafik hasil
perhitungan x dapat dilihat pada gambar
15.
Berdasarkan jumlah gonggong yang
telah diperoleh, maka selanjutnya peneliti
melakukan uji One Way Anova untuk
menarik kesimpulan diterima atau
ditolaknya hipotesis pada penelitian ini.
Hasil uji One Way Anova dapat dilihat pada
tabel 11.
Tabel.11 Hasil Uji One Way Anova
Sumber : Data Primer
E. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di
perairan Senggarang terdapat 60 plot yang
telah diberikan percobaan yang terdiri dari
Plot Kontrol, Plot Perlakuan Kontrol (Air
laut dan Lumpur+Air laut) dan Perlakuan
Kila. Dari 60 plot tersebut masing-masing
diberi perlakuan sesuai dengan tata letak dan
urutan percobaan yang telah ditentukan pada
metode penelitan. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah munculnya hasil yang bias
akibat ketidaksesuain rancangan dengan
praktik di lapangan. Hasilnya dari 60 plot,
12 diantaranya ditemukan biota gonggong
dan sisa 48 plot lain ditemukan kosong.
Dari 12 plot tersebut, 2 plot berasal dari plot
kontrol dan 10 lainnya adalah plot perlakuan
kila. Berdasarkan hasil pengamatan dan
identifikasi ditemukan 3 dari 4 jenis
gonggong yang lazim ditangkap oleh para
nelayan lokal yaitu Strombus urceus,
Strombus canarium dan Strombus turturella.
Jenis yang tidak ditemukan adalah Strombus
(Dolomena) marginatus marginatus.
0
2
4
6
1 3 5 7 9 11 13 15
KONTROL
PERLAKUA
N
KONTROL
AIR LAUT
ANOVA
Source
of
Variati
on SS df MS F
P-
value
F
crit
Betwee
n
Groups
24,
2 3
8,0
7
13,3
9
1,06
E-06
2,7
7
Within
Groups
33,
7
5
6
0,6
0
Total
57,
9
5
9
Pada plot kontrol ditemukan 2 biota
gonggong dengan masing-masing 1individu
Strombus turturella dan 1 individu Strombus
canarium. Biota gonggong yang ditemukan
bukan merupakan gonggong yang bereaksi
akibat adanya perlakuan namun hanya
merupakan gonggong hasil amatan yang
sudah berada dalam plot yang diletakkan
sebelumnya. Hal ini cukup jelas bahwa
dengan adanya variabel kontrol maka hasil
analisis lebih menjelaskan fenomena dengan
optimal karena variabel-variabel lain selain
variabel bebas yang juga mempengaruhi
variabel terikat pengaruhnya menjadi
terputus.. Kemudian analisis akan memiliki
kekuatan statistik (power) yang lebih tinggi
(http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/Analisi
s%20Data%20dengan%20Menggunakan%2
0Variabel%20Kontrol.pdf.Diakses pada 20
Januari 2017).
Pada 10 plot yang merupakan plot
dari perlakuan kila (Cymbiola nobilis)
ditemukan total 22 gonggong dengan jumlah
masing-masing 19 jenis Strombus urceus
dan 2 jenis Strombus canarium. Hal ini
didukung berdasarkan tabel.9. yang
menegaskan bahwa jumlah gonggong yang
didapat dari perlakuan kila mutlak memiliki
perbedaan yang signifikan dibanding dengan
kontrol dan perlakuan kontrol (air laut dan
lumpur berair).
Tidak adanya gonggong yang muncul
pada perlakuan kontrol (air laut dan lumpur
berair) dapat mengkonfirmasi bahwa air laut
dan lumpur+air tidak mempunyai pengaruh
mekipun ketika menabur kedua faktor ini
ikut terlibat di dalamnya. Posisi penaburan
juga tidak dapat dijadikan faktor tidak
munculnya gonggong. Benar bahwa pada
awalnya penetuan titik sampling adalah
berdasarkan lokasi yang ditentukan oleh
nelayan lokal dimana merupakan lokasi
penangkapan gonggong. Namun letak
percobaan dan urutan percobaan dilakukan
secara random (acak) membuktikan bahwa
tidak ada faktor kesengajaan yang membuat
gonggong muncul dari dalam substrat.
Sehingga oleh karena itu benar adanya
bahwa kila menjadi faktor yang indepent.
Selanjutnya peneliti menguji jumlah
gonggong hasil penelitian dengan Uji One
Way Anova. Hasil uji one way anova
menunjukan nilai probabilitas (P-value)
1,06E-06 < ( ) 0,01. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan nyata antara variabel kontrol
dengan variabel perlakuan (kila), sehingga
dapat ditarik kesimpulan penolakan terhadap
hipotesis nol dan dua sehingga membuktikan
bahwa kila mempunyai pengaruh dan
sebagai satu-satunya faktor keluarnya
gonggong (Strombus sp) dari dalam substrat.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa terjadi penolakan terhadap H0 dan H2
dan diterimanya H1. Hal ini mengkonfirmasi
bahwa kila memiliki pengaruh dan
merupakan satu-satunya faktor munculnya
gonggong dari dalam substrat.
B. Saran
Dari setiap kajian perlu dilakukan
pengujian lebih lanjut mengenai kandungan
zat yang dimiliki oleh kila untuk menarik
keberadaan gonggong. Selain itu juga perlu
dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai
hubungan kila terhadap siput gonggong.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Amini, S. 1986. Studi pendahuluan
gonggong (Strombus canarium) di
perairan pantai Pulau Bintan-Riau.
Jurnal Pen. Perikanan Laut, 36: 23-
29.
Anonim. 2006. Marinespecies.
http://www.marinespecies.org/mari
ne. Diakses pada tanggal 02 Januari
2016.
Anonim. http://dpc.uba.uva.nl/cgi/t/text/get-
pdf?idno=m7701a03;c=ctz. Diakses
pada 03 Oktober 2016
Anonim.http://eprints.undip.ac.id/40983/3/B
AB_3.pdf
Anonim.http://researchdashboard.binus.ac.id
/uploads/paper/document/publicatio
n/Proceeding/ComTech/Volume%2
05%20No%202%20Desember%20
2014/55_AR_Nina%20Nurdiani_O
K_a2t.pdf. Diakses pada 06 Januari
2017
Anonim.https://www.revolvy.com/main/inde
x.php?s=Cymbiola%20nobilis.Diak
ses pada 03 Oktober 2016
Anonim.http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/file
s/Analisis%20Data%20dengan%20
Menggunakan%20Variabel%20Ko
ntrol.pdf. Diakses pada 20 Januari
2017
Asriana & Yuliana. 2012. Produktivitas
perairan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Bungin,B. 2011. Metodologi Pendidikan
Kuantitatif. Jakarta : Kencana
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang
Indonesia I. PT. Sarana Graha.
Jakarta.
Fachrul, M.F, 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Bumi Aksara; Jakarta.
Lightfoot.1786.https://www.researchgate.net
/publication/278396469_Developm
ent_and_Growth_of_Larvae_of_the
_Volute_Cymbiola_nobilis_Lightfo
ot. Diakses pada 12 Agustus 2016
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan
Laut. PT Pradnya Paramita. Jakarta
Nybakken. J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu
Pendekatan Ekologis. PT
Gramedia. Jakarta.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2007.
Biologi Laut: Ilmu pengetahuan
tentang biota laut. Penerbit
Djambatan Jakarta.
Riniatsih dan Kushartono. 2009. Substrat
Dasar dan Parameter Oseanografi
Sebagai Penentu Keberadaan
Gastropoda dan Bivalvia di Pantai
Sluke Kabupaten Rembang. Jurnal
Universitas Diponegoro, Vol.14(1)
:50-59
Joko Subagyo, P. 2006. Metode Penelitian
Dalam Teori Dan Praktek. Rineka
Cipta. Jakarta.
Soeharmoko. 2010. Inventarisasi Jenis
Kekerangan yang Dikonsumsi
Masyarakat di Bintan.
http://riset.umrah.ac.id/wpcontent/u
ploads/2013/10/3-Inventarisasi-
Jenis-Kekerangan-yangdikonsumsi-
Masyarakat-di- Bintan.pdf.
Diakses pada tanggal 12
Agustus 2016.
Utami, D.K. 2012. Studi Bioekologi Habitat
Siput Gonggong Di Desa Bakit,
Teluk Klabat, Kabupaten Bangka
Barat, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Skripsi.Institut Pertanian
Bogor.
Virully, L. 2011. Pemanfaatan Siput Laut
Gonggong ( Strombus
canarium) Asal Pulau Bintan-
Kepulauan Riau
Menjadi Seasoning
Alami.IPB. Bogor.
Yonge CM. 1976. Living Marine
Mollusca.Megastropo ds-
burrowers and drifers.William
Collins Sons & Co Ltd.
London- Glasglow-Sydney-
Auckland-Toronto-
Johanesburg.87-96.
Zaidi et al (2009). Plant Growth Promotion
by Phosphate Solubilizing
Bacteria. Acta Microbiol.
Immunol. Hungarica 56:263-28