Post on 16-Oct-2021
Pc1janjian No: III!Ll'I'M/2016-02/111-P
JUDUL PENELITIAN
Nexus Ketimpangan Pendapatan dan Kerusakan Lingkungan: Implikasi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi
Disusun Oleh: Yulius Purwadi Hermawan, Ph.D (Pembina)
Stanislaus Risadi Apresian, S.IP., M.A. (Ketua) Dr. Rulyusa Pratikto (Anggota)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan
2016
DAFTAR lSI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................... 1
ABSTRAK ......................................................................................................................................... 2 •
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 3
1. LATAR BELAKANG . ... . .......... .............. ....... ....... .............. .................................................................. 3
2. URGlcNSI PENELITIAN ............................................................................................. ......................... 5
3. HUMUSAN MASALAH ....................................................................................................................... 6
4. TUJUAN UMUM DAN KHUSUS .......................................................................................................... 6
5. TARGAT LUARAN PENELIT!AN ....................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ s
BAB III. MODEL DAN METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 11
1. MODEL PENEL!T!AN .................................................. . ..................... ........................... ... .................... 11
2. DATA DAN METODOLOGI I'ENELITIAN ............................................................................................. 13
BAB IV JADWAL PELAKSANAAN ............................................................................................. 16
BAB V BASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ 16
4.1. ANALISIS BASIL ............................................................................................ . . . . . .................. 16
4.2. IMPLIKASI KEBI.IAKAN ...................................................................................................... 21
BAH VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ ........................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 27
1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dengan kerusakan lingkungan di Indonesia. Hasil pene!itian sementara menunjukkan bahwa ada jitkta menarik dimana ketika ketimpangan pendapatan meningkat, ternyata kerusakan lingkungan juga mengalami peningkatan. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena pembangunan di Indonesia saar ini hanya mengejar pertumbuhan scl}a, yaitu peningkatan pendapatan perkapita namun seringkali tidak memperhatilwn distribusi pendapatan tersebut. Ternyata ketimpangan pendapatan ini memiliki efek lain selain kemiskinan, yaitu kerusakan lingkungan sehingga penelitian ini
'ingin menegaskan kembali pentingnya memperhatikan isu ketimpangan
pendapatan. Penelitian ini akan mengkaji data sekunder mengenai ketimpangan pendapatan dan kerusakan lingkungan di Indonesia kemudian kemudian menganalisa dan memetakan keterkaitan antara dua variabe/ tersebut. Target dari penelitian ini adalah keluaran yang nantinya dapat me1l}adi rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap memperhatikan distribusi pendapatan yang lebih merata sebagai upaya untuk menekan laju kerusakan !ingkungan. Penelitian ini merupakan tahap awal untuk dilanjutkan pad a penelitian dengan cakupan yang lebih luas yaitu tingkatan Asia Tenggara untuk melihat keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan kerusakan lingkugan di Negara-negara anggota A SEAN
Kala kunci: ketimpangan pendapatan, kerusakan lingkungan, pembangunan
2
BA B I PENDAHULUA N
1. La t ar Bclakang
Pembangunan adalah hal utama yang diupayakan oleh setiap Negara untuk memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi, yang diukur d engan
melihat pertumbuhan pendapatan, seringkali Pemerintah tidak memperhatikan dampak negatif
pembangunan tarhadap lingkungan sehingga pertumbuhan ekonomi seringkali diikuti dengan
meningkatnya kerusakan lingkungan. Gagasan ini kemudian memunculkan sebuah kurva yang
dikenal dengan The Environmental Kuznets Curve (lC:KC). Secm·a sederhana kurva ini
menggambarkan bahwa ketika pertumbuhan pendapatan tinggi, laju kerusakan lingkungan juga
tinggi. Pada suatu masa pertumbuhan pendapatan akan mencapai t i tik balik lalu mcngalami
penurunan dan diikuti juga oleh penurunan Jaju kerusakan lingkungan (Stern, 2004). llustrasi
EKC dapat dilihat pada kurva di bawah ini.
Environmental degradation
(pollution)
Diagram I. The Environmental Kuznets Curve
Pre-industrial economies
Industrial economies
Turning point
Stuge of economic development
Sumber: Panayotou (2003)
Post-industrial economies
(service economy)
Income per capitu (growth)
Pada saat ini Indonesia masih pada tahap pertama dan belum mencapai titi k balik.
Indonesia masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diikuti pula oleh
meningkatnya kerusakan lingkungan. Sebagai gambaran, pendapatan perkapita Indonesia pada
tahnn 2012 ada!ah sebesar Rp 3 0. 674.674.07 dan meningkat menjadi Rp. 32.463 . 736.28 pada
tahun 2013 a tau mengalami peningkatan scbesar 5 ,8% (BPS, 2015). Kerusakan lingkungan juga
3
menjacli hal yang rnemprihatinkan eli Indonesia karena kerusakan semakin memburuk dari tahun
ke tahun. Sebagai contoh kadar emisi C02 Indonesia terns meningkat sekitar 250% dalam kurun
waktu 1991 - 2010. Pada tahun 1991 jumlah emisi C02 meneapai 179.731 kilo ton dan
meningkat hingga 436.106 kilo ton pada 2010 (World Bank, 20 15). Dengan melihat data awal
mengenai pertumbuhan pendapatan perkapita dan peningkatan kadar emisi C02 telah
membuktikan bahwa The Environmental Kuznets Curve terbukti terjadi eli I ndonesia.
Ada dwi variabel utama yang menjadi fokus dalam kurva tersebut yaitu kerusakan
lingkungan dan pertumbuhan pendapatan. Ada fakta menarik yang terjadi di Indonesia yaitu
pcrtumbuhan pcndapatan yang t inggi tcrnyata tidak diikuti dengan distribusi pendapal<ln yang
mencukupi sehingga menimbulkan pennasalahan lain yaitu ketimpangan pendapatan. Distribusi
pendapatan yang tidak mcrata menyebabkan pendapatan hanya dinikmati oleh scdikit penduduk
dan menyisakan scbagian besar penduduk dengan pendapalan yang masih kurang. Fenomena
mengcnai turul meningkatnya ketimpangan pendapatan ini tidak tergambar dalam EKC sehingga
mcnimbulkan pertanyaan apakah kctimpangan pendapatan ini juga memiliki dampak negatif
terhadap kerusakan lingkungan.
Ketimpangan pendapatan dapat diukur dengan menggunakan koefisien gini, dan
kocfisien gini Indonesia terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir. Pada
tahun 2008, koefisien gini Indonesia adalah 0,35 dan terns mengalami peningkatan pada tahun
2013 hingga mencapai angka 0,413 (BPS, 2015). Data sementara tersebut, cukup untuk
mernperkuat clugaan adanya keterkaitan antara ketimpangan pendapatan clengan kerusakan
lingkungan yang tcrjadi di Indonesia. Karena kedua variabel terscbut mengalami kecenclerungan
yang sama yaitu terjadinya peningkat an.
Target pembangunan global kemudian dirumuskan dalam Millenium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2000 dan ada 8 target pembangunan global. Setelah itu pada 2015 agenda
MDGs dilanjutkan clengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) yang berisi 17 target
pembangunan. Ketimpangan pembangunan dan kebcrlanjutnn lingkungan merupakan bagian dari
MDGs maupun SDGs. Sayangnya, Indonesia yang sudah menyandang status sebagai Negara
berpendapatan menengah tak I nput dari kedua permasalahan tersebut.
4
2. U rgensi P eneli t ian
Ketimpangan pembangunan dan keberlanjutan lingkungan merupakan isu global dan
menjadi perhatian masyarakat eli seluruh dunia. Keberlanjutan lingkungan merupakan bagian
dari agenda Millenium Development Goals (MDGs) yang bcrjumlah 8 target sejak tahun 2000.
lsu kemiskinan yang merupakan masalah ketimpangan pembangunan menjadi target nomor l
dalam MDGs sedangkan keberlanjutan lingkungan sendiri merupakan target nomor 7 dalam
MDGs. Ketimpangan pembangunan dan keberlanjutan lingkungan dirumuskan kembali pada
2015 dalam agenda Sustainable Development Goals (SDG:,) yang berisi 17 target pembangunan
dan muncul.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang berkomitmen terhadap pencapman target
MDGs maupun SDGs wajib untuk mendukung pcncapaian target tersebut. Kecenderungan
peningkatan kerusakan lingkungan dan ketimpangan pendapatan merupakan fakta yang tidak
dapat dihindarkan dan perlu segera ditangani oleh Pemerintah Indonesia. Penelitian ini penting
untuk dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan kerusakan
lingkungan. Penelitian ini juga penting dilakukan untuk memberikan rekomendasi kebijakan
pada pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap isu ketimpangan pendapatan dan
mengupayakan distribusi pendapatan yang lebih merata karena dapat bcrdampak posi tif menekan
laju peningkatan kerusakan lingkungan.
Dalam perkembangan i lmu pcngetahuan, khususnya studi mengenm ekonomi
pembangunan, pcnelitian ini menawarkan argumentasi baru. Selama ini penelitian yang
menggunakan EKC model hanya fokus melihat korelasi antara pertumbuhan ckonomi dengan
kerusakan lingkungan. Apabila clilihat lebih mendalam lagi pcrtumbuhan ckonomi yang tinggi
tanpa disertai distribusi pcndapatan juga akan menimbulkan masalah pembangunan. Penelitian
ini akan menginvestigasi korelasi antara ketimpangan pendapatan dengan kerusakan lingkungan.
Kcdua variabcl tcrscbut ternyata juga akan mcmbentuk model yang sama dengan model EKC
yai tu bentuk huruf U terbalik dalam kurva. Ketika kctimpangan pcndapatan tinggi kerusakan
lingkungan juga tinggi sedangkan ketika ketimpangan pendapatan tunm kerusakan lingkungan
juga mengalami penurunan.
5
3. Rumusan Masalah
Masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini ada!ah ketimpangan pendapatan
dan kcrusakan lingkungan dan bagaimana kcdua variabel tersebut terkait satu sama lain. Seperti
sudah di jelaskan dalam bagian sebelumnya, ketimpangan pendapatan dan kcrusakan lingkungan
mcngalami kecenderungan pcningkatan. Ada dugaan bahwa ketimpangan pendapatan turut
berpengaruh terhadap peningkatan kerusakan lingkungan di Indonesia. Penelitian akan dilakukan
berdasarkan pa<'la satu pertanyaan utama yaitu sejauh mana ketimpangan pendapatan dapat
mempengaruhi terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia? Penelitian ini akan di lakukan
dengan mclakukan pemetaan kerusakan lingkungan dan ketimpangan pcndapatan eli Indonesia
terlebih dahulu.
4. Tujuan U mum dan Khusus
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memetakan ketimpangan pendapatan dengan
kerusakan lingkungan di Indonesia dan memberikan bukti empiris mengenai keterkaitan antara
kedua variabel tersebut. Tujuan khusus dari penelitian ini antm·a lain:
a. Mengkaji kerusakan lingkungan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia
b. Mengkaji keterkaitan antara ketimpangan pendapatan clan kerusakan lingkungan eli
Indonesia.
c. Mengkaji kebijakan Pemerintah Indonesia terkai t isu lingkungan dan upaya
pemerataan penyebaran pendapatan yang sudah dilakukan dalam kurun waktu I 0
tahun kebelakang.
d. Memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah tcrkait ISU kctimpangan
pendapatan dan kerusakan lingkungan.
5. Targat Luaran P enclit ian
Lum·an konkret yang diharapkan dari pcnelitian ini adalah artikel jurnal yang dapat
dipublikasikan dalam jurnal internasional atau nasional. Selain itu luaran pcnelitian ini juga akan
digunakan sebagai suplcmen bahan ajar untuk mata kuliah ekonomi poli tik internasional,
il ekonomi politik pembangunan, dan perekonomian Indonesia. Secara spesifik, jurnal
internasional yang akan disasar dari penelitian ini adalah International Journal of Environmental
6
0:
;;· ·;.
�i
�
0 ?� �� ft ·e; $� !(; " ii. t:l ;;; ·0; !li 0:: ,,, ·-£§·
Research and Development (UERD) atau Global Journal of Economics and Social Development
(GJESD). Kcdua jurnal tcrsebut t crkait cukup crat dengan isu yang dibahas pada penelitian ini,
serta terindcks Scopus dan tidak termasuk kepada Beall's Predatory Journals .
•
7
BA B II T INJAUA N I'USTA KA
Sudah banyak penelitian yang menggunakan model EKC, namun tidak ada konsensus
terhadap model EKC ini. Ada pcneliti y<mg mcmbcnarkan model EKC ini namun juga ada yang
ticlak mengkonflrmasi model EKC. Beberapa penelitian yang telah dilakukan antm·a Jain
dilakukan oleh Halkos dan Tzeremes (20 I I), kemudian Alstine and Neumayer (2008). Kedua
penelitian lersebut membenarkan model EKC clan mcmberikan bukti empiris mengenai aclanya
hubungan positif antara pertumbuhan ckonomi clengan kerusakan lingkungan yang kemudian
membetuk garis U terbalik. Halkos dan Tzcremes (20 I I) melakukan penelitian di Tiongkok. Dua
pertiga kota di Tiongkok gaga! memcnuhi standar kualitas udara karena pencemaran udara
sangat tinggi. Basil penelitian yang dilakukan oleh Halkos dan Tzcremes menuujukkan hahwa
kurva hund' U terbalik antara emisi C02 dan pertumbuhan merniliki data yang konstan. Selain
itu variabcl perdagangan juga menunjukkan hubungan positif dengan emisi C02. Pada saat
penulisan, memang Tiongkok belum mencapai titik balik, namun diprediksi kurva U terbalik
akan teijadi di Tiongkok.
Posisi netral diambil oleh Alstine dan Neumayer (2008). Kedua peneliti tersebut
menggarnbarkan bahwa dalam melihat model EKC ini ada pihak yang positif dan pesimis dalam
memandang model EKC ini. Dalam tulisannya, Alstine dan neumayer (2008) menggarnbarkan
bahwa penjelasan EKC ini sangat kompleks dan spcsifik. Banyak kritik d ilontarkan kepada EKC
misalnya saja mengenai perdagangan. Peningkatan perd<Jgangan tidak selalu diikuti dcngan
kerusakan lingkungan karena dengan perdagangan bcbas yang terbuka mendorong masyarakat
mendukung ratiflkasi perjanjian multilateral mengcnai lingkungan. Namun, beberapa pendukung
EKC juga terus memberikan bukti empiris yang rnenjelaskan keterkaitan erat antm·a
pertumbuhan ekonomi dengan beberapa polutan.
Melihat tidak adanya konsensus tcrhadap model EKC ini, penelitian ini kcmudian
meyakini bahwa dcterminan kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan
ekonomi saja namun ada determinan lain yang mempengaruhi kerusakan lingkungan. Dikaitkan
d engan pertu mbuhan ekonomi, penelitian ini dawali clari dugaan yang kuat bahwa pertumbuhan
ekonomi yang tidak d iimbangi clengan distribusi pendapatan menyebabkan ketimpangan
pendapatan dan ketimpangan pendapatan ini berdampak positif terhadap kerusakan lingkungan.
8
Beberapa penelitian yang mengkaji keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan
kerusakan lingkungan sudah pernah dilakukan. Contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Murad dan Mustapha (20 I 0) yang melihat keterkaitan antara kemiskinan dan kerusakan
lingkungan di Kuala Lumpur, Malaysia. Kemiskinan terjadi karena adanya distribusi pcndapatan
yang timpang. Dalam penelitiannya, Mustapha menolak gagasan bahwa penduduk miskin adalah
penyumbang kerusakan terbesar. Penduduk miskin malahan merupakan aktor utama dalam
melakukan upaya 3 R yaitu reuse, recycle, and reduce. Sebagai contoh, penduduk miskin
menggunakan sedikit air untuk kehidupan sehari-hari sehingga mengurangi konsumsi air yang
terbuang. Selain itu penduduk miskin juga seringkali menggunakan barang-barang bekas untuk
keperluan sehari-hari daripada membeli barang baru. Pendapat Mustapha ini menarik karena
menentang anggapan yang selama ini ada yaitu penduduk miskin berkontribusi signifikan
terhadap peningkatan kerusakan lingkungan. Argumen ini bertentangan dengan hipotesis awal
penelitian ini sehingga penelitian Mustapha mengarahkan peneliti untuk menemukan bukti
empiris keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan kerusakan lingkungan di Indonesia.
Tentunya pengalaman di Indonesia berbeda dengan pengalaman di Malaysia.
Selanjutnya penelitian dari Islam (20 15) bertentangan dengan argumen dari Murad dan
Mustapha. Islam berargumen bahwa ada keterkaitan antara ketimpangan dengan kerusakan
lingkungan. Islam mengidentifikasi empat tingkatan yang mempengaruhi keterkaitan antara
ketimpangan dengan dampak lingkungan. Keempat hal tersebut dimulai dari tingkatan rumah
tangga, komunitas, nasional, dan internasional. Rekomendasi utama dari ternuan Islam yakni
mengurangi ketimpangan adalah salah satu cara untuk melakukan proteksi terhadap lingkungan.
Penelitian ini akan berada pada posisi mcndukung adanya ketcrkaitan antara ketimpangan
pendapatan dan kerusakan lingkungan. Bukti cmpiris mengenai korelasi positif antara
ketimpangan pcnclapatan dan kerusakan lingkungan terjadi di Indonesia akan menjadi kontribusi
besar untuk mendukung argumen ini.
9
D iagram 2. Roadmap Penelitian
• Ketimpangan • Foreign Direct • Pemetaan serta • Keterkaitan • Ketimp;lngan
pembanguna Investment analisa korelasi Ketimpangan Pembanguna
n di ASEAN and Ketimpangan Pendapatan n, FDI, dan
dan Environmental Pendapatan Terhadap Kerusakan
Dampaknya Sustainability: Terhadap Peningkatan lingkungan
Terhadap Does Pollution Peningkatan Kerusakan bagaimana
Proses Haven Exist in Kerusakan Lingkungan di korelasinya di
lntegrasi Indonesia? lingkungan di ASEAN Indonesia.
ASEAN • Luaran: Indonesia •luaran: Jurnal • Luaran:
• Luaran: Tesis Conference • Luaran: Jurnal lnternasional Disertasi, dan
dan Jurnal Proceedings, lnternasional, Buku
Nasion a! International International lnternasional
(Jurnal llmu Conference on Journal of
Hubungan Soclal and Environmental
internasional) Politics Research and Development (IJEHD) dan Global Journ;ll of Economics and Social Development (GJESD).
10
BAB Ill. MODEL DAN METODOLOGI PENFLITIAN
l. Model Penclitian
Premis utama dari penelitian ini didasarkan dari tcori Environmeral KuZJWI 's Curve (EKC),
yang menyatakan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan kerusakan
lingkungan. Sehin.sga,
(I)
dimana i dan I masing-masing mcrupakan indikator yang menunjukkan dimcnsi tempat dan
waktu. ED mcrupakan indikator kerusakan lingkungan yang dapat berupa deforestasi,
kandungan partikel dalam udara, cuaca, kandungan air hujan, dan lain sebagainya. GDP sendiri
merupakan tingkat pendapatan pada daerah tersebut, sedangkan GDP2 merupakan titik
optimum dalarn GDP yang berdampak kepada kerusakan lingkungan yang paling maksimum.
Sepcrti yang dUelaskan oleh Stern (2004), secara teoritis, model EKC ini dikritisi oleh
bcberapa penelitian terdahulu, beberapa diantaranya adalah Ansuategi et a/. (1998), A rrow er a!.
( 1995), Ekins (1997), dan Pearson (1994). Spesifikasi pad a model EKC rnenyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan timbal balik antara kcrusakan lingkungan dan produktivitas
ekonomi/pendapatan. Asumsi dalam model tersebut mennnjukkan bahwa adanya degradasi
keadaan lingkungan hidup tidak memiliki dampak yang signiflkan terhadap aktivitas ekonomi.
Sccm·a logis, asumsi ini nampaknya tidak dapat ditcrima begitu saja, terutarna untuk negara
negara berkembang, seperti halnya Indonesia. Contohnya, tingkat kerusakan lingkungan eli
sebuah claerah yang cukup parah berdampak kepacla usaha penanganan kerusakan lingkungan
tersebut yang semakin besar. Usaha ini kcmudian mengakibatkan alokasi anggaran yang
sedianya diperuntukkan scbagai pembangunan rnenjacli bcrkurang, yang pada akhirnya
menunmkan pet1umbuhan ekonorni.
Sccara spesiflkasi ekonometri, model EKC ini pun memiliki pcrmasalahan terutama pacta
omitred variable bias. Dcterminan dari kerusakan lingkungan itu sendiri diduga tidak semata
mata disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi saja. Magnani (2001) kemudian mempertegas
hal ini, dengan menyatakan bahwa basil empiris dari tcori EKC memberikan konklusi yang
11
bervariatif (mengkonfirmasi dan tidak). Hasil empiris yang tidak stabil ini memberikan implikasi
yang kuat bahwa model EKC memiliki permasalahan omitted variable bias.
Karenanya, penelitian ini kemudian herusaha untuk menghindari adanya pennasalahan
tersebut. Salah satu indikator yang diduga menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti yang
dijelaskan pada hab pendahuluan, adalah ketimpangan pendapatan. Suatu komunitas yang
memiliki tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi memiliki implikasi bahwa jumlah
masyarakat yang' berpendapatan rendah jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka yang
berpendapatan tinggi. A rtinya, terjadi polarisasi golongan masyarakat pendapatan rendah dan
tinggi. Polarisasi ini kemudian cenderung akan mendorong terjadinya kompetisi dalam
melakukan konsumsi (competitive consumption). Masyarakat yang berada pacla kelas mcngengah
ke bawah cenderung akan berusaha mempertahankan status sosialnya agar ticlak tertinggal jauh
clari kalangan atas sehingga mercka akan berusaha untuk meningkatkan tingkat konsumsi
mereka, karena tingkat konsumsi ini mencntukan status sosial. Begitu pula sebaliknya,
masyarakat pacla kelas pendapatan atas pun akan terus berusaha mempertahankan status sosial
mereka sebagai "orang kaya", clan meningkatkan konsumsi mereka lebih besar clari peningkatan
konsumsi masyarakat kelas bawah. Dengan demikian, terjaclilah konsumsi yang berlebihan, yang
pada akhirnya berdampak kepacla kcrusakan lingkungan.
Meskipun clemikian, hubungan antara ketimpangan penclapatan dan kerusakan lingkungan
cukup kompleks. Seperii yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat kemungkinan terjadinya
hubungan timbal balik diantara kcduanya (reverse causality). Joseph Stiglitz menjelaskan bahwa
terclapat income inequality-environmental degradation nexus1 Dalam hal ini, masyarakat miskin
(yang jumlahnya relatif besar pacla perekonomian clengan ketimpangan pcndapatan tinggi)
cenderung tidak terlalu peduli clengan keadaan lingkungan. Fokus mereka lebih kepada
meningkatkan kcsejahteraan ekonomi. Karenanya, konsumsi mereka pun ticlak mempcrhatikan
adanya dampak terhadap kerusakan lingkungan. Pada akhirnya, pembuat kcbijakan pun akan
lebih fokus mengurangi t ingkat kcmiskinan dibanclingkan dengan menelurkan kehijakan
perlinclungan lingkungan. Di sisi lain, sebuah kebijakan yang berusaha untuk mengurangi
kerusakan lingkungan pun clapat menurunkan ketimpangan itu sendiri. Stiglitz memberikan
contoh kebijakan pemerintah untuk menclorong penggunaan kompor gas, yang notabene lebih
ramah lingkungan dibandingkan alat memasak tradisional scperti kayu bakar clan kompor
1 h\tp://www.rff.org/research/publ icat_ions/inequalitvcil!1d-eJlVironn.lental-policy (akses 20 Januari 20 16)
12
minyak tanah. Dengan mcnjadi lcbih singkatnya waktu memasak dengan menggunakan kompor
gas, akan membuat masyarakat miskin memiliki waktu dan tenaga lcbih banyak untuk mcncari
pendapatan sehingga meningkatkan kcsejahteraan mereka.
Berdasarkan pemaparan terse but, maka spesifikasi model empiris pada penelitian ini akan
mengakomodir dua permasalahan yang biasanya timbul pada penelitian-penelitian terdahulu alas
teori EKC. Spcsifikasi dari model empiris pada penelitian ini scndiri adalah sebagai berikut:
dimana i dan 1 masing-masing mcrepresentasikan dimensi daerah (provinsi) dan waktu.
Variabel ed merupakan indikator kcrusakan lingkungan. j pada ed merupakan jenis dari
kerusakan lingkungan yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, penulis akan mclihat tiga jenis
kerusakan lingkungan, yaitu deforestasi, emisi C02 yang bersumber dari kegiatan rumah tangga,
dan emisi C02 yang bersumber dari kendaraan bermotor. V ariabel gdp merupakan Produk
Domcstik Regional Bruto (PDRB) masing-masing provinsi, dan gini mcrupakan indeks Gini,
yang mcncerminkan ketimpangan pendapatan. Selanjutnya, apbdlh adalah alokasi anggaran
masing-masing provinsi untuk kepentingan lingkungan hidup. Akhirnya, control
mcreprcscntasikan variabcl kontrol, dimana proksi dari variabcl kontrol akan bcrbeda-beda yang
disesuaikan menurut variabel ed yang akan diregresikan. Contohnya, jika variabcl ed
menggunakan deforestasi, maka variabel kontrol dapat berupa tingkat kebakaran hutan, kegiatan
reboisasi dan reforestasi, dan sejenisnya yang diduga memiliki hubungan kuat dengan tingkat
deforestasi. Jika variabel ed menggunakan emisi C02 dari kendaraan bermotor, maka variabel
kontrol dapat berupa tingkat pendidikan dan jumlah kcndaraan bermotor.
2. D at a dan Me t odologi P enclit ian
Regresi data panel (panel pooled regression) pada tingkat provinsi di I ndonesia mcrupakan
mctodologi yang akan penulis gunakan pada pcnclitian ini. Argumentasi pcnggunaan metodologi
ini dikarenakan sclain dari terbatasnya ketersediaan data yang terkait dengan lingkungan hidup
Indonesia secara nasional dan runtun waktu, isu mengenai diskrepansi ketimpangan pendapatan
dan kerusakan lingkungan antar regional di Indonesia pun menjadi penyebab mengapa penulis
menggunakan regresi data panel terse but.
13
Selain itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat adanya dugaan reverse
causality antara ketimpangan pendapatan dan kcrusakan lingkungan. Rcgresi data panel dcngan
kerangka Ordinary Least Squares (OLS) akan mcmiliki pcrmasalahan endogcnitas (endogeneity
problem) sehingga mcnghasilkan basil regrcsi yang bias. Kcsimpulan yang diperoleh pun dapat
misleading. Salah satu metodologi yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi pcrmasalahan
endogenitas ini adalah Two-Stage Least Squares/2SLS (Murray, 2006). Karenanya, penulis juga
akan mengaplikas'ikan metode tersebut ke dalam persamaan (2). Untuk mengaplikasikan 2SLS
terscbut, maka spesifikasi Variabel Instrumen!lns/rumen/ Variable (IV) atas variabel
pengeluaran makanan hams terlebih dahulu didefinsikan. Levitt (1997, 2002) dan Murray (2006)
menyatakan bahwa spesiiikasi IV itu sendiri haruslah robust. Memberikan spesifikasi IV yang
lemah dan tidak valid justru akan berdampak kepada semakin tidak validnya basil estimasi yang
diperoleh.
Terdapat beberapa variabel yang kemungkinana akan cocok untuk diterapkan sebagai IV
pada variabel ketimpangan pendapatan. Beberapa diantaranya adalah rata-rata pendapatan per
kapita, rata-rata tingkat pendidikan, subsidi pemerintah dan juga tingkal kemiskinan, yang
merupakan determinan dari ketimpangan pendapatan mcnurut bcbcrapa penelitian terdahulu
(Odedokun dan Round, 2004; Afonso et a/., 2008; Su dan Heshmati, 2013). Perumusan atas
variabel instrumen pada penelitian ini akan ditentukan kemudian, karena dipcrlukan analisa dan
proses statistik untuk menenlukan IV yang robust dan valid.
Data pada penelitian ini mencakup periode 2005 - 2014 (I 0 tahun) dengan 26 provinsi eli
Indonesia. Seluruh data yang berhubungan dengan lingkungan hidnp per provinsi diperoleh dari
Statistik Lingkungan Hidup, yang dapat diakses secara luas eli Badan Pusat Statistik (BPSl
Begitu pula dengan indeks Gini, yang tersaji secara lengkap pada Iaman BPS. Alokasi anggaran
untuk lingkungan hidup masing-masing provinsi dapat diperoleh dari Kementrian Kcuangan.
Data PDRB dapat dipcrolch melalui Statistik Ekonomi Keuangan Daerah (SEKDA), yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI).
2http://www.bps.go.id/index.php/publikasi/index?Publikasi%5BtahunJudul%5D=&Publikasi%5 BkataKunci%5D=Iingkungan+hidup&ytO=Tampilkan (akscs 20 Januari 201 6)
14
Outline dan
Pengumpulan
data (mencari
data di BPS dan
Kementerian
Pengolahan dan
Analisa Data
Penulisan
Artikei/Luaran,
proofreading,
mengirimkan
artikel ke Jurnal
Penulisan
Laporan
Penyerahan
Laporan
BA B IV .JAD WAL PELAKS A NAA N
Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov
15
BA H V HAS IL DA N PEMBA HASA N
4.1. A nalisis Basil
Sebclum menganalisa data pada tingkat nasional untuk melihat fenomena
ckonomi makro, kami melakukan ana!isa pada level mikro tcrlebih dahulu yaitu dcngan
menganalisa data pada tingkat rumah tangga. Data yang digunakan adalah hasil survey
perilaku lingkungan hidup 2013 dari Badan Pusat Statistik (BPS). Variabel endogen
(dependen) pada model berikut aclalah perilaku individu atas kepcdulian terhadap
lingkungan hiclup. Mengingat data variabel endogen adalah data dengan menggunakan skala
prioritas, dimana I mcnunjukkan sangat tidak pcduli hingga 5 sangat peduli, maka metode
regresi yang diterapkan adalah Ordered Logit (Greene, 2003). ·rabcl 4.1 menunjukkan hasil
regrcsi tersebut.
Tabe14.1. Determinan Tingkat Kepedulian Rumah Tangga
Endogen: Kepedulian Lingkungan --···-·-·--·--·-·-·- ·-··-----·--·-··--·--·-·-
Eksogen Koefisien
Pendapatan 0.172 Kcpemilikan properti 0.185 Jumlah Mobil 0.!89 Jumlah Motor 0.110 Usia 0.003 Tingkat pendidikan 0.161 Perilaku merokok -0.126 J umlah rokok -0.002 Jenis kelamin 0.035 Status perkawinan -0.054
N 276,789 Prob Chi2 0.000
!'-value
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
!'ada intinya, hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendapatan rnemiliki
korclasi yang positif dengan tingkat kcpedulian lingkungan. Semakin tinggi pendapatan
seseorang, rnaka terdapat probabilitas bahwa mereka yang memiliki pendapatan tinggi
sernakin peduli tcrhadap kebcrsihan lingkungan. Variabcl kontrol lain selain pendapatan
16
yang mcnunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, seperti kepemilikan properti
(sewa/kontrak) clan kenclaraan pun menunjukkan korelasi yang serupa. Hal 1111
mengimplikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan rumah tangga, maka tingkat
kepeclulian mereka terhaclap lingkungan pun akan semakin tinggi.
Varia bel non-kepemilikan asset seperti tingkat usia clan pencliclikan juga memiliki
kecenclerungan yang ticlak jauh berbecla clengan variabel kepemilikan asset. Dari hasil
regresi yang' suclah clilakukan menunjukkan bahwa semakin clewasa seseorang yang
clitunjukkan oleh usianya yang semakin bertambah cliikuti clengan tingkat pencliclikan tinggi
pun berclampak kepacla semakin peclulinya seseorang terhaclap konclisi kebersihan
lingkungan.
Temuan lain clari basil regresi variabel perilaku perokok clan jenis kelamin
menunjukan hasil yang ticlak mengejutkan clan suclah tercluga. Para perokok clan perokok
berat relatif ticlak terlalu pecluli terhadap lingkungan sekitar. Melihat clari perbanclingan jenis
kelamin, perempuan lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan clengan laki-laki.
Namun demikian, status perkawinan ternyata menunjukkan bahwa mereka yang suclah
menikah malahan memiliki probabilitas semakin rendah tingkat kepeduliannya terhaclap
lingkungan. Hal ini dapat dijelaskan dengan logika sederhana bahwa saat seseorang suclah
hid up berumah tangga, tanggung jawab mereka semakin bertambah mulai dari bekerja, dan
mengurus anak.
Secm·a umum, dari hasil rcgrcsi yang pcrtama ini memberikan petunjuk bahwa
semakin sejahtera kehidupan rumah tangga, maka semakin tinggi pula tingkat kepedulian
lingkungan. Namun demikian, hasil ini belum cukup mcmberikan bukti empiris mengenai
keterkaitan yang jelas antara ketimpangan pendapatan dan dampak kerusakan lingkungan.
Hasil ini hanya menunjukkan bahwa rendahnya pendapatan berkorelasi positif terhaclap
renclahnya kepcclulian terhadap lingkungan dan dapat diprediksi bahwa orang yang tidak
pecluli terhadap lingkungan memiliki probabilitas tinggi untuk mclakukan tinclakan yang
clapat mcrusak lingkungan. Karena hal tcrsebut, maka kami melakukan perhitungan regresi
terhadap model utama dari studi ini yaitu rcgresi hubungan dari ketimpangan pendapatan
dan kerusakan lingkungan. Hasil regresi dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Seperti halnya yang sudah dijelaskan pacla bagian metodologi, pada penelitian ini
kami melakukan perhitungan regresi dengan menggunakan 2 (clua) metocle, yaitu pooled
17
I I I
I I
I I I
regression dan Two-Stage Least Squares (2SLS). Penggunaan 2SLS memiliki tujuan utama
untuk mcnghilangkan pcrmasalahan endogenitas pada spesiilkasi model utama penclitian
ini, yang muncul karena adanya dugaan hubungan timbal balik (reverse causality) antara
ketimpangan pendapatan dan kualitas lingkungan hidup. Variabel instrumen (Instrument
Variable/!V) yang digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah persentase
masyarakat miskin (PO) dan presentase masyarakat yang hidup di perkotaan pada sebuah
provinsi. Keduanya diasumsikan memiliki pengaruh positif terhadap ketimpangan.
Tabel4.2.
Hasil Rcgrcsi Hubungan dari Ketimpangan Pcndapatan dan Kerusakan Lingkungan ' �--�--�-·-· · · - · · -- ---- -- ··--·-·--· - - - - -·--··-·--�--- - - --------��----�----- - - - -- -- - . . . . -�-��--- - · E11d o gen
-···--··---��nisi K end a�--���-�--�----�-----�---Em is i K��yu __ ·---�---·----..... ".��!��-!-�f'1�!�Y��-:.!���lall ___ � I Eksogen Pooled 2SLS Pooled 2SLS Pooled 2SLS !
--·--
Gini 0.598** -0.151 1.717 1.444 -3.650*** -0.751
(0.302) (1.031) ( 1.060) (2.61 0) (1 .324) (3.239)
PO -0.042 0.654** -0.263
(0.082) (0.255) (0.319)
PDRB riil 0.094** 0.085* 0.694*** 0.649*** 0.357*** 0.371 ***
(0.044) (0.049) (0.1 00) (0.103) (0.125) (0.128)
Anggaran Lingkungan 0.021 0.02 0.285** 0.256** 0.221 0.268*
(0.030) (0.031) (0.1 09) (0 118) (0.136) (0.137)
HDI -0.694 -0.566 -4.680** -6.998** --8.827*** -8.099***
(0.632) (0.553) ( 1.970) ( 1.829) (2.461) (2.269)
Mobil 0.026 0.058
(0.04 8) (0.063)
Bis 0.030 0.055
(0.036) (0.052)
Truk 0.191*** 0.181***
(0.059) (0.062)
Motor 0.667*** 0.646***
(0.077) (0.069)
Rehabilitasi Lahan -0.038* -0.043* 0.105 0.145* -0.166* -0.181*
(0.022) (0.023) (0.074) (0.075) (0.092) (0.093)
Reboisasi 0.024 0.020 -0.023 -0.008 -0.009 -0.025
(0.023) (0.024) (0.07!) (0.075) (0.089) (0.093)
Konstanta -1.831 -3.272 20.063** 31.018*** 36.744** 36.190**
18
(2. 707)
h Obscrvasi 96 0.957
(2.340)
96 0.954
5%, *** 1%
(8.864)
96 0.568
(8.595) ----------�-�----·
96 0.523
(I Ul76) .. ·-·· .. ····-·-----
96 0.296
(I 0 663)
96 0.233
Basil regresi dari keduanya tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan, dimana seluruh koefisien menunjukkan arah yang sama. Hanya pada tingkat
signifikansi saja yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah
observasi atau sampel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu betjumlah 96 observasi. Hal
ini juga ditunjukkan oleh basil regresi pada !abel 4.1, eli mana dcngan jumlah sampel yang
sangat besar, tidak ada satupun variabel yang tidak signiiikan mempengaruhi variabel
dependen. Keterbatasan sampel pada model utama penelitian ini disebabkan karena adanya
keterbatasan data provinsi atas variabel-variabel yang kami gunakan. Meskipun demikian,
kami memandang bahwa permasalahan ini tidaklah terlalu signifikan mempengaruhi
konklusi akhir atas penelitian ini, karena koefisien atau arah dari masing-masing variabel
eksogen mempengaruhi endogen tidak berbeda pada kedua metode yang digunakan.
1-lasil regresi pada model utama penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan
pendapatan (koefisien Gini) ternyala memiliki hubungan yang tidak seragam terhadap
beberapa indikator kualitas lingkungan hidup. Meningkatnya ketimpangan pcndapatan
hanya berdampak kepada sernakin menurunnya kualitas lingkungan hidup dengan
meningkatnya emisi C02 dari kendaraan bermotor, namun tidak demikian dengan emisi
kayu bakar (tidak signifikan meskipun positif) minyak tanah. Penjelasannya adalah sebagai
berikut.
Semakin tinggi koefisien Gini mengindikasikan semakin tingginya jumlah
masyarakat non-miskin relatif terhadap masyarakat miskin. S emakin tinggi jumlah
masyarakat non-miskin mcngindikasikan bahwa pacla provinsi tcrsebut, kepemilikan
kendaraan pun akan semakin meningkat. Mcningkatnya kepemilikan kendaraan bcrmotor
sudah barang tentu akan berdampak kepada scmakin tingginya emisi. Di sisi lain, ernisi
minyak tomah justru semakin menurun saat ketimpangan meningkat. Penggunaan minyak
tanah sebagai bahan bakar rumah tangga sendiri tentunya lebih banyak digunakan oleh
masyarakat miskin, sehingga saat jumlah dan pendapatan masyarakat non-miskin semakin
19
meningkat, maka penggunaan minyak tanah pun akan semakin menurun schingga
bcrclampak kepada turunnya jumlah cmisi dari minyak tanah. Selain itu adanya kcbijakan
konversi minyak tanah ke gas sejak tahun 2007 membuat minyak tanah langka dipasaran
dan mendorong masyarakat beralih ke penggunaan LPG sehingga basil gas pembakaran dari
minyak tanah menjadi tidak signif]kan lagi dewasa ini.
Ana!isa tersebut kemudian juga dipertegas oleh variabel eksogen PO, atau
persentase niasyarakat miskin pada masing-masing provinsi. Semakin tinggi presentase
masyarakat miskin, maka emisi yang dihasilkan oleh kendaraan pun akan semakin menurun.
Hal ini cukup masuk aka! akan karena kemampuan daya beli masyarakat lemah untuk
pembelian kendaraan bermotor. Namun demikian, cmisi kayu bakar dengan scndirinya tentu
akan meningkat. Hal ini dikarenakan pcngguna kayu bakar sebagai baban bakar masak
adalah masyarakat miskin.
Hal yang menarik clari basil regresi ini adalab dengan semakin meningkatnya
pendapatan regional, kualitas lingkungan hidup justru semakin memburuk (hubungan positif
dan signifikan dengan seluruh indikator emisi). Namun demikian, di sisi lain, semakin
baiknya Human Development Index (HDI), maka semakin baik pula kualitas lingkungan
hidup. Basil ini kemudian juga mendukung beberapa pendapat babwa pengukuran
kesejabteraan pada scbuab ekonomi tidak dapat ditangkap sepenubnya oleb PDB.
Karenanya, muncullah indikator yang dikembangkan oleh Mahbub ul Hag dan Ammiya Sen
(Sakiko, 2003) yaitu HDI. Selain dari sisi pendapatan, HDI pun memberikan bobot yang
relatif besar terhadap dua indikator utama kesejahteraan lainnya, yaitu tingkat harapan bid up
dan tingkat pendidikan pada sebuah ekonomi.
Kami berpcndapat bahwa kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang tinggi
terbadap kualitas lingkungan bidup. Tingkat harapan bidup dan pendidikan yang tinggi,
seperti halnya yang ditunjukkan oleh basil pada label 4.1., menunjukkan babwa penduduk
pada perekonomian tersebut memiliki kesadaran yang tinggi pula atas kondisi lingkungan,
sebingga perilaku mereka pun akan lebib sadar lingkungan. Perilaku merokok yang
umumnya dilakukan oleh mereka yang berpendidikan rendab dengan tingkat harapan hidup
rendah mcrepresentasikan kepedulian mereka terbadap lingkungan yang juga relatif renclah.
Hal ini kemudian mendorong konsumsi yang berlebihan terhadap baban bakar serta
pemiliban kualitas bahan bakar yang ramah lingkungan. Tingkat pendapatan mereka yang
20
JUga tergolong rendah mendorong mereka untuk mcnggunakan bahan bakar yang relatif
murah, yang umumnya lebih tidak ramah lingkungan.
Selanjutnya, beberapa variabel kontrol pada model utama ini juga memberikan
hasil yang menarik. Pada model emisi kendaraan, jumlah mobil dan bis ternyata tidak
signifikan menyumbangkan emisi C02. Tingginya emisi lebih disebabkan karena jumlah
truk dan motor. Hal ini dapat juga dijelaskan oleh keterkaitannya dengan pengguna dua jenis
moda transportasi tersebut. Pada umumnya, pengguna motor adalah mereka yang
berpendapatan dan tingkat pcndidikan relatif rendah. Perawatan terhadap dua jenis moda
transportasi ini kemudian tidak sebaik apa yang dilakukan oleh pengguna mobil pribadi dan
bis. Dengan kualitas kendaraan dan bahan bakar yang relatif lebih buruk, maka emisi yang
dihasilkan pun akan semakin tinggi.
Selanjutnya, kebijakan pcmerintah untuk mengatasi menurunnya kualitas
lingkungan diilustrasikan oleh variabel rehabilitasi lahan dan reboisasi. Diantara keduanya,
peran rehabilitasi laban untuk mengurangi emisi relatif lebih signifikan dibandingkan
dengan reboisasi. Meskipun demikian, hal ini tidak mengartikan bahwa usaha reboisasi
lahan sebaiknya dihentikan. Pemerintah perlu untuk menganalisa lebih lanjut secara rinci
usaha reboisasi yang sudah dilakukan. Terdapat kemungkinan bahwa reboisasi yang sudah
dilakukan belum maksimal, sehingga perannya untuk semakin meningkatkan kualitas
lingkungan hidup pun belum optimal.
4.2. Implikasi Kebijakan
Dari hasil temuan pada bagian sebelumnya, ternyata memang ada korelasi antara
ketimpangan pendapatan dengan kerusakan lingkungan. Semakin besar gap ketimpangan
pendapatan maka kerusakan lingkungan juga semakin memburuk. Ketimpangan pendapatan
yang semakin Iebar yang dapat dilihat dari koefisien gini menandakan bahwa jumlah
kekayaan semakin terpusat pada segelintir orang saja dan menyisakan penduduk yang lain
hid up dengan pendapatan yang pas-pasan atau bahkan kurang dari cukup untuk hid up !a yak.
Menurut pendapat Stiglitz, ketimpangan dan kerusakan lingkungan memang
berkaitan satu sama lain. Berikut adalah kutipan dari Stiglitz.
"There is a two-way relationship between environment and inequality. So while
environmental degradation contributes to inequality, inequality can also contribute
21
to environmental degradation. The mechanism here, very basically, is a political
one. When you're poor, yourjiJcus is not on the complex issues oft he environment
and how the environment affects your economic future. Those seern too esoteric.
You're focused on survival. You're focused on income and economic growth
(Stiglitz, 20 13).
Dalam kutipan tersebut Stiglitz menjelaskan bahwa ada dua hubungan antara ketimpangan
dan lingkubgan. Kerusakan lingkungan dapat memunculkan ketimpangan, sebaliknya
ketimpangan juga dapat berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Ketika anda berada
dalam kondisi miskin maka anda tidak akan memikirkan hal yang kompleks apalagi
memikirkan atau peduli isu lingkungan karcna yang dipikirkan masyarakat miskin adalah
bertahan hidup. Pendapat Stiglitz ini sesuai dcngan basil temuan pada penelitian ini. Melalui
data mikro yang didapat dari suvey kepedulian terhadap lingkungan memang
kecenderungannya penduduk dengan pendapatan rendah tidak peduli terhadap lingkungan.
Untuk lebih jclasnya bisa melihat kembali tabel 4. I .
Sebaliknya ketika lingkungan rusak maka kondisi tersebut akan mcmpengaruhi
produktivitas ekonomi eli masa yang akan datang. Produktivitas ekonomi ditentukan juga
oleh sumber daya alam. Selain itu kondisi lingkungan yang rusak juga dapat mengganggu
produktivitas masyarakat dalam situasi yang insidental berupa bencana alam. Banjir yang
teijadi eli Bandung yang terjadi eli Jalan Pagarsih dan Jalan Pasteur pada tanggal 24 Oktober
adalah contoh bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan (m.tempo.co, 25
Oktober 2016). Ketika banjir terjadi tentunya itu akan menghambat produktivitas warga
Bandung. Jika hal ini sering te1jadi tentunya akan menurunkan pendapatan dari warga
Bandung. Contoh lain yang lebih ekstrim adalah banjir yang terjadi eli Jakarta, dulu Jakarta
adalah kola langganan banjir dan ketika banjir rnelanda produktivitas rnasyarakat Jakmia
akan terhambat. Pad a banjir bulan J anuari 2013, diperkirakan Jakarta mcngalami kerugian
hingga Rp. 32 triliun (beritasatu.com, 30 Januari 20 I 3). Betapa luar biasanya angka kerugian
yang diderita oleh masyarakat Jakarta diakibatkan oleh banjir yang terjadi karena kerusakan
lingkungan dan rendalmya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan pada waktu itu.
Melihat korelasi yang kuat antara ketimpangan dan kerusakan lingkungan maka
perlu dilakukan upaya perbaikan untuk kedua rnasalah tersebut dan tidak bisa diatasi hanya
fokus pada satu masalah saja. Upaya untuk mengurangi gap antara yang kaya dan yang
22
miskin perlu diupayakan oleh pcmerintah karcna dampak kctimpangan pendapatan tidak
hanya buruk untuk kondisi sosial masyarakat tetapi ternyata bcrdampak buruk juga bagi
lingkungan. Jadi dampak dari ketimpangan pendapatan ini boleh dikatakan memiliki
dampak multidimensional. Perlu dikctahui bahwa biaya untuk memperbaiki kondisi
lingkungan yang rusak sangat mahal sehingga perlu ada upaya preventif sejak dini untuk
mencegah kerusakan lingkungan semakin memburuk.
l!paya untuk memperbaiki kerusakan lingkungan juga belum menjadi komitmen
utama Pemerintah Jokowi. Hal ini dapat dilihat dari besaran anggaran yang dialokasikan
untuk perbaikan lingkungan masih minim sementara Indonesia terus menghadapi laju
kerusakan lingkungan yang kecenderungannya semakin meningkat (A presian, 20 16).
Sebagai contoh anggaran untuk lingkungan hid up hanya sebesar 0,8% atau banya sekitar Rp.
I 0,7 Triliun (Kementerian Keuangan, 2014 ).
Hanya fokus untuk memperbaiki kondisi lingkungan tanpa memperhatikan
kondisi ketimpangan pendapatan yang juga memburuk tidak akan memperbaiki konclisi
lingkungan secara signiflkan. Upaya memperbaiki kerusakan lingkungan perlu juga diikuti
dengan perhatian untuk memperkecil jarak ketimpangan pendapatan.
Ketimpangan pendapatan dapat diperkecil jaraknya dengan mempersiapkan
kebijakan jangka pendek dan menengah. Dalam jangka pcndek pemerintah perlu untuk
meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan layak yang dapat menyerap pengangguran.
Bertambahnya penduduk yang menganggur dan rentan menganggur dapat meningkatkan
jumlah masyarakat miskin dan rentan miskin sehingga memperlebar lagi jarak ketimpangan.
Salah satu cara untuk meningkatkan jumlah lapangan pekerajaan bagi masyarakat adalah
dengan menarik Foreign Direct Investment yang padat karya sehingga mampu menyerap
banyak tenaga ke1ja. Semakin banyak penduduk yang bekerja dan memiliki penghasilan
yang layak makan jumlah penduduk yang berpenghasilan cukup akan meningkat, dengan
demikian akan mcningkatkan jumlah penducluk yang pedul i terhadap lingkungan. Hal ini
mcngacu pada hasil regresi pada tabel 4.1 yang mcnunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendapatan seseorang maka kepedulian mereka terhadap lingkungan juga meningkat.
Dalam jangka panjang Pemerintah dapat mempersiapakan infrastruktur seperti
penambahan jumlah jalan, penambahan jumlah pelabuhan, dan bandara. Infrastruktur sangat
penting untuk menunjang produktivitas masyarakat dan menekan biaya produksi. Namun
23
komitmen untuk peningkatan infrastruktur ini kadang bukan mcnjacli kcbijakan yang
popular bagi pemerintah yang berkuasa. Pembangunan inffastruktur mcmerlukan waktu
yang panjang dan kadang menimbulkan perlambatan ekonomi pada awal pembangunan
karena dana pemerintah dapat terscrap di scktor infrastruktur. Pacla pemcrintahan Jokowi
sudah terlihat banyak sekali proyck pembangunan infrastruktur. Banyaknya proyek
infrastruktur juga diharapkan mampu menyerap angkatan kerja. Selain itu Pemerintah perlu
membenahi' institusi pendidikan mulai dari sekarang guna menciptakan penyelenggaraan
pendidikan yang inklusif. Pendidikan yang inklusif tentunya adalah pendidikan yang dapat
clinikmati oleh seluruh anak di Indonesia tanpa tcrkecuali. Pcmerintah tidak akan mcnikmati
basil dari investasi di bidang pendiclikan ini clalam jangka waktu dekat tetapi untuk
mcmpersiapkan angkatan kerja berkualitas eli masa yang akan datang. Dengan banyaknya
angkatan kerja terdidik eli masa yang akan datang diharapkan tennga kerja yang terserap
pada sektor formal lebih banyak lagi. Pekerjaan eli sektor formal cenderung mendapatkan
penghasilan lebih banyak dan tetap. Semakin banyak orang terdidik maka akan semakin
banyak orang yang peduli terhadap lingkungan. Seperii hasil regresi yang sudah ditampilkan
pada Tabel 4.1, bahwa semakin tinggi tingkat pendiclikan maka tingkat kepedulian terhadap
lingkungan juga scmakin tinggi.
Pada kenyataanya, tingginya angka GDP tidak mcncerminkan kesejahteraan dari
penduduk suatu negara. Hal yang perlu diperhatikan berikutnya adalah distribusi pendapatan
sudah merata atau belum. Human Development Index menjadi alat ukur yang lebih masuk
aka] untuk melihat tingkat kesejahteraan manusia karena memperhatikan aspek pendidikan,
usia harapan hidup, dan pendapatan perkapita. Temyata usia harapan hidup menjadi satu
komponen utama dalam HDI. Memang benar bahwa manusia yang memiliki tingkat
kesehatan lebih baik akan memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan man usia yang sering sakit. Unsur kesehatan juga merupakan komponen yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah sudah mulai pcduli dengan upaya untuk menjamin
kesehatan penduduk melalui BPJS. Ini merupakan langkah yang baik, dan dapat
meningkatkan usia harapan hidup karena masyarakat yang semula tidak mempu
mendapatkan akses kesehatan kini dapat mendapatkannya secara gratis. Namun, dalam
implementasinya masih banyak ganjalan yang menghambat proses penerimaan manfaat oleh
masyarakat karena tidak semua masyarakat Indonesia menikmatinya. Masih ada penduduk
24
yang belum memiliki BP JS, sclain itu masih ban yak ccrita penolakan olch rumah sakit yang
ticlak mencrima pelayanan BPJS untuk jasa pclayanan kcschatan yang akan cliberikan .
•
25
BA B V I KES IMPULA N DA N SARA N
Dari hasil survey perilaku lingkungan hid up 201 3 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang
kemud ian d iolah menggunakan mctoclc regresi Ordered Logir, c!itemukan hasil yang mendukung
hipotesis awal yaitu ketimpangan pendapatan berpengaruh terhadap kcrusakan lingkungan. Dari
basil regresi didapat hasil yang menunjukkan bahwa penduduk dengan tingkat pendapatan
rendah memiliki kepedulian yang rendah pula terhadap lingkungan. Indikator lain yaitu
pendidikan juga menunjukkan hal yang sempa, semakin rendah tingkat pendidikan maka
kepedulian terhadap J ingkungan juga rendah.
Selanjutnya, hasil regresi pada model utama penclitian ini menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya ketimpangan pendapatan maka diikuti oleh peningkatan gas emisi C02 dari
kendaraan bermotor, namun bukan dari kayu bakar dan minyak tanah karena masyarakat sudah
beralih menggunakan LPG karena memang lebih murah. Truk dan motor adalah penyumbang
terbesar polusi udara eli Indonesia, bukan mobil. Sebagian besar masyarakat yang menggunakan
motor adalah masyarakat menengah ke bawah.
HDI sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat pembangunan juga disorot
dalam tulisan ini. Hasilnya adalah, semakin tinggi HDI maka semakin baik pula kualitas
lingkungan hidup d i suatu daerab. HDJ terdiri dari tiga komponen utama yaitu usw harapan
hidup, pendidikan, dan pendapatan. Penelitian ini kemudian memberikan rekomendasi
pcmerintah untuk tidak hanya fokus mengejar pertumbuban ekonomi tetapi juga memperhatikan
upaya peningkatan l-ID! dengan meningkatkan pelayanan kcschatan, menciptakan lapangan
pekcrjaan yang layak, dan meningkatkan kualitas pcndidikan. Secara tidak langsung upaya ini
juga akan berdampak baik terhadap kualitas lingkungan hidup.
Komitmen pemerintab terhadap upaya perbaikan lingkungan juga harus ditingkatkan lagi.
Komitmen pemerintah masib sangat minim dilibat dari jumlab anggaran yang dialokasikan untuk
lingkungan bidup masih minim. Padabal upaya rehabilitasi laban terbukti berdampak signifikan
terhadap pengurangan emisi sesuai basil regresi pada label 4.2. Jadi upaya distribusi pendpatan
yang merata, peningkatan HDI dan perbaikan lingkungan harus dijalankan secm·a beriringan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Afonso, A., Schuknecht, L., & Tanzi, V. 2008. Income Distribution Determinants and Public Spending Efficiency. European Central Bank Working Paper Series, No. 861.
Alstine, James Van dan Eric Neumayer. The Environmental Kuznets Curve. 2010. http://eprints.lse.ac.uk/30809/I /The%20environmental%20kuznets%20curve(lsero).pdf.
Ansuategi, A., & Perrings, C.· A. 2000. Transboundary externalities in the environmental
transition hypoth- esis. Environmental and Resource Economics, 17, 353- 373.
Apresian, S. R. 2016. Foreign Direct I nvestment and Environmental Degradation: Does Pollution Haven Exist in I ndonesia? Internasional Conference on Social and Politic Conference Proceedings.
Arrow, K., Bolin, B., Costanza, R., Dasgupta, P., Folke, C., Holling, C. S., Jansson, 13.-0., Levin, S., MEaler, K.-G., Perrings, C. A., & Pimentel, D. 1995 . Economic growth, canying capacity, and the envi- ronment. Science, 268, 520-521.
Badan Pusat Statistik. 2015 . Produk Domestik Bruto Per Kapita, Produk Nasional Kapita dan Pendapatan Nasional Per Kapita, 2000-2013 http://www.bps.go. id/linkTabeJStatis/view/id/1241.
Bruto Per (Rupiah).
Ekins, P. 1997. The Kuznets curve for the environment and economic growth: Examining the evidence. Environment and Planning A, 29, 805-830.
Halkos, George E. dan Nickolaos G. Tzeremes. 2011._Growth and environmental pollution: empirical evidence from China. Journal of Chinese Economic and Foreign Trade Studies, Vol. 4 1ss 3 pp. 144 -- 157.
I slam, Nazrul S. I nequality and Environmental Sustainability. 2015. DESA Working Paper No. 145 ST/ESA/2015/DWP/145
Levitt, S.D. 1997. Using Electoral Cycles in Police Hiring to Estimate the Effect of Police on Crime. The American Economic Review, Volume 87, I ssue 3, 270-290.
______ . 2002. Using Electoral Cycles in Police Hiring to Estimate the EfJect of Police on Crime: Reply. ?he American Economic Review, Volume 92, I ssue 4, 1244-1250.
Magnani, E. 200 I . The environmental Kuznets curve: Development path or policy result? Environmental Modelling and Software, 16, 157-166.
Murad� Wahid dan Mustapha, Nik Hashim Nik. 2010. Does poverty cause environmental degradation? Evidence from waste management practices of the squatter and low-cost flat housholds in Kuala Lumpur. World Journal of Science, Technology and Sustainable Development, V ol. 7 I ss 3 pp. 275 -· 289.
27
Murray, M.P. 2006. Avoiding Invalid Instruments and Coping with Weak Instruments. Journal of"Economic Per.spectives, Volume 20, Number 4, pp 111-132.
Odedokun, M.O., & Round, J.I. 2004. Determinants of Income Inequality and Its Effects on Economic Growth: Evidence From African Countries. Afi"ican Development Review, Volume 16, Issue 2, pages 287-327.
Panayotou, Theodore. 2003. Economic Growth and http://www.unece.org/fileadmin/DAM/ead/pub/032/032 c2.pdf.
. -
The Environment.
Pearson, P. J. G. 1994. Energy, externalities, and environmental quality: Will development cure the ills it creates. Energy Studies Review, 6, 199-216.
Perdana, P. P. 25 Oktober 2016. Banjir Bandung, Begini Ekspresi Kebingungan Ridwan Kamil. https://m.tempo.co/read/news/20 16/1 0/25/058814890/banjir-bandung-begini-ckspresikebingungan-ridwan-kamil
Stern, David I. 2004. The Rise and Fall of the Environmental Kuznets Curve. World Development Vol. 3 2, No. 8, pp. 1419-1439.
Stiglitz, J. 2013 . Inequality and Envi ronmental Policy. http://www .rff. org/research/pub I i cati o ns/ineq uali ty -and -enviro nm en tal-poI icy
Su, B. , & Heshmati, A. 2013 . Analysis of the Determinants of Income and Income Gap between Urban and Rural China. IZA Discussion Paper Series No. 7 162.
The World bank. 2015. C02 (kt) emissions. Retrieved November 3 , 2015, from data. worldbank.org:http://data. worldbank.org/indicator/EN .ATM. C02 E. PC/countries/1 W ?disp lay=default.
28