Post on 29-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang cukup sering
dijumpai. Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering setelah
karsinoma paru pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma mammae pada
wanita.1 Di Indonesia sendiri angka kejadian keganasan ini cenderung meningkat akhir-
akhir ini.
Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga tumbuh
bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal di rektum
sebesar 22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%, kolon transversum
13%, kolon asenden 8%, dan sekum 15%.2 Dari angka tersebut prevalensi terbesar
karsinoma kolon terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya karsinoma kolorektal
umumnya meningkat setelah berusia 40 tahun. Karsinoma kolon, terutama di kolon
bagian proksimal lebih banyak ditemukan pada wanita. Sedangkan karsinoma rektum
lebih banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan 2:1.3
Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada
stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala biasanya
muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien datang dalam
kondisi yang jelek seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan, ataupun obstruksi. Untuk
itu penting mengetahui karsinoma mendiagnosis karsinoma kolorektal baik secara klinis
maupun dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON4,5,6
Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum,
kolon desenden, dan kolon sigmoid.
Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati, kolon
asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura hepatika),
dan kemudian menjadi kolon transversum.
Kolon transversum dilekatkan pada kurvatura mayor lambung oleh ligamentum
gastroiliakum, dilekatkan pada pankreas oleh mesokolon transversum. Yang melintas
diatas kolon transversum adalah hati, vesika felea, dan lambung. Kolon transversum
melintas dan melekat pada bagian depan ginjal kanan, bagian kedua duodenum, dan
kaput pankreas. Sisanya tergantung kearah bawah dan naik kembali di depan kolon
desenden yang membuat lengkung tajam pada fleksura koli sinistra ( fleksura lienalis).
2
Fleksura koli sinistra dilekatkan pada diafragma dibawah limpa oleh ligamentum
frenikokolikum.
Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi fossa
iliaka sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid. Kolon sigmoid
mempunyai mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon sigmoid melanjut ke
dalam panggul untuk mencapai garis tengah di depan sakrum, di mana kolon berubah
menjadi rektum.4
Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura hepatika
tidak memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak retroperitoneal. Kolon
transversum dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum yang komplit dan bergerak
bebas. Sedangkan sekum tidak memiliki mesenterium sebenarnya tetapi bergerak bebas
sebab memiliki lipatan peritoneum yang kadang ada kadang tidak.5
Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot
longitudinal kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari kolon itu
sendiri sehingga kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut haustra.4
3
Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon sebelah
kiri dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.5
Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan mesenterika
inferior. Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena disalurkan melalui vena
mesenterika superior yang bermuara vena porta dan vena mesenterika inferior menuju
vena lienalis.4
Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime, penimbunan
bahan feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan mensekresi lendir. Dari
700- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150- 200 ml sehari dikeluarkan
sebagai feses.6
B. ETIOLOGI, KALSIFIKASI, DAN GEJALA KLINIS KARSINOMA
KOLOREKTAL 1,2,3,7
Etiologi
Dasar penting dari keganasan kolorektal ini adalah proses perubahan secara
genetik pada sel-sel epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa hal. Adapun
beberapa hal yang menjadi predesposisinya antara lain: 2
1. Dietik
Pola konsumsi makanan diduga berkaitan erat dengan munculnya keganasan ini.
Konsumsi makanan yang tinggi kandungan seratnya, seperti sayuran dan buah-
buahan akan menurunkan waktu transit bolus di sepanjang perjalanannya di usus,
4
sehingga kontak dengan zat karsinogenik pada mukosa lebih singkat. Sebaliknya,
makanan dengan kadar lemak dan protein hewani yang tinggi berperan memacu
perubahan sel-sel mukosa kolon. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kejadian
karsinoma ini di negara-negara barat dibandingkan di Indonesia. Alkohol dan rokok
juga diduga memacu timbulnya keganasan ini.
2. Adanya kelainan di kolon sebelumnya
Adanya kelainan dikolon seperti adenoma (terutama yang berbentuk villi), polip,
dan kolitis ulseratif dapat menjadi resiko berkembangnya karsinoma kolon di
kemudian hari.
3. Herediter
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mempunyai orang tua yang
menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 1,3x lebih banyak menderita
karsinoma kolorektal dibanding mereka yang orang tuanya sehat.
Klasifikasi
Secara makroskopik Karsinoma kolon dibedakan atas 4 tipe yaitu2 :
1. Nodular
Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen kolon,
dengan permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan meluas ke
dinding kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus menjadi nekrotik, tepi
ulkus naik, dan mengalami indurasi. Di daerah sekum bentuk tumor mungkin tumbuh
menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid dengan permukaan ulkus
mengeluarkan pus dan darah.
2. Koloid/ mukoid
Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga menghasilkan
banyak mukus.
3. Scirrhous/ infiltratif
Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi
kolon dan membentuk napkin ring.
4. Papillari /polipoid/ cauli flower
5
Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simpel atau
adenoma.
Dikenal pula klasifikasi dari DUKES yang dimodifikasi, yang akhir-akhir ini
sering dipakai, yaitu1:
A1 : tumor tidak melebihi tunika muskularis kolon
A2 : tumor tidak melebihi submukosa kolon
B1 : Pertumbuhan tumor ke dalam dinding otot, tetapi tidak sampai menembus
dinding otot
B2 : Tumor menembus semua lapisan otot, sampai ke jaringan sekitar
C1 : Metastasis kelenjar limfe sekitar tumor, tumor primer tidak menembus dinding
usus
C2 : Metastasis ke kelenjar limfe , tumor primer menembus dinding usus
D : tumor telah mengalami metastasis ke organ lain
Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak yang
berasal dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai struktur
terdiri dari kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa dengan inti yang
6
hipokromasi. Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat. Bentuk yang kurang
berdiferensiasi , sel-sel tumor terlihat dalam suatu massa.2
Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat2:
Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%
Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%
Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%
Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%
Gambaran klinis.
Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan berupa
gangguan proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare,
perdarahan segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air besar
( tenesmus), buang air besar berlendir( mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab yang jelas,
dan penurunan berat badan.2,3 Adanya suatu massa yang dapat teraba dalam perut juga
dapat menjadi keluhan yang dikemukakan.3
Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan letak
tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan banyak mukus,
bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan bentuk infiltratif (schirrhus)
tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding rektal dan bentuk ulseratif
menyebabkan ulkus ke dalam dinding lumen.
Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan samar
sedangkan tumor yang terletak di rektum memanifestasikan perdarahan yang masih segar
dan muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini menyebabkan kolik
yang nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.5
C. DIAGNOSIS KARSINOMA KOLON 2,5,7
Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis, kolonoskopi, dan
histopatologis.
1. Anamnesis
Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya
muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon
biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri di
7
perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau
sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan lendir.2,7 Buang air besar yang disertai
dengan darah dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon
bagian proksimal. Hal ini disebabkan karena darah yang dikeluarkan oleh kanker
tersebut sudah bercampur dengan feses. Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh
pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.2
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan diagnosis.
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila teraba
menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke hepar akan
teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal.2 Asites biasa
didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan limfonodi inguinal ,
iliaka, dan supraklavikular penting untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke
limfonodi tersebut.5 Pada pasien yang diduga menderita karsinoma kolorektal harus
dilakukan rectal toucher. Bila letak tumor ada di rektum atau rektosigmoid, akan
teraba massa maligna (keras dan berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum atau
rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan akan terdapat
lendir dan darah.2
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau demikian,
setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar hemoglobin.2,7
Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos abdomen, colon in
loop dengan single contrast maupun double contrast dan foto thoraks.7
Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di sikap tegak
untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.7 Colon in loop
menggunakan barium enema sebagai kontras positif. Dengan pemeriksaan ini dapat
dilihat adanya deformitas kolon yang diakibatkan neoplasma atau abnormalitas lainnya
akan ditunjukkan dengan terisinya defek tersebut yang diperlihatkan oleh kolom
barium yang radioopak.2,7 Tentang colon in loop selanjutnya akan dibahas dalam bab
tersendiri.
8
Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya metastasis ke
paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kolonoskopi. Pada kolonoskopi
dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam lumen sampai ileum
terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon termasuk yang tidak terlihat
pada foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai untuk biopsi setiap jaringan yang
mencurigakan, evaluasi dan tindakan terapi misalnya polipektomi.7 Pada akhirnya
diagnosis pasti karsinoma kolon adalah dengan pemeriksaan histopatologis.2
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS COLON IN LOOP 8,9,10,11
Ada beberapa pemeriksaan radiologis untuk melihat adanya kelainan di daerah
kolon dan rektum. Salah satunya adalah tehnik pemeriksaan colon in loop. Pemeriksaan
ini menggunakan kontras, dimana kontras yang sering dipakai adalah barium sulfat
sebagai enema, yaitu suntikan suspensi barium ke dalam rektum.8 Bagian- bagian yang
dapat dievaluasi diantaranya adalah: sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon
desenden, kolon sigmoid, dan rektum.9
Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80 W/V %
( weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada panjang pendeknya
kolon. Umumnya 600-800 ml.10
Ada 2 metode pemeriksaan colon in loop9,10:
1. Double contrast
9
Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil yang lebih
jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang memberikan gambaran
perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.
2. Single contrast
Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.
Indikasi pemeriksaan colon in loop9:
- Perubahan pola defekasi (changes in bowel habits)
- Nyeri pada abdomen
- Massa pada abdomen
- Obstruksi
- Melena/ anemia
Kontra indikasi colon in loop9:
a. Absolut
- Toksik megakolon
- Kolitis pseudomembran
- Biopsi rektal
* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid endoscopy
* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible
endoscopy
b. Relatif
- persiapan yang kurang baik
- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.
- pasien alergi dengan medium kontras
10
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan 9,10:
a. Makanan konsistensi lunak, rendah serat, rendah lemak minimal 24 jam
sebelum pemeriksaan. Tujuannya untuk menghindari bongkahan-bongkahan tinja
yang keras.
b. Minum yang banyak. Tujuannya untuk menjaga tinja agar tetap lembek.
Minuman yang dianjurkan berupa juice, teh, kopi, cola, dan kaldu. Susu sebaiknya
dihindari.
c. Pemberian pencahar. Tujuannya untuk meningkatkan peristaltik dan
melembekkan tinja.
Tehnik pemeriksaan colon in loop10:
a. Tahap pengisian
Pengisian larutan barium ke lumen kolon. Pengisian di anggap cukup bila sudah
mencapai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum. Bagian kolon yang
belum terisi dapat terisi dengan mengubah posisi penderita dari terlentang menjadi
miring ke kanan.
b. Tahap pelapisan
Ditunggu 1-2 menit sehingga larutan barium dapat melapisi (coating) mukosa kolon.
c. Tahap pengosongan
Setelah mukosa terlapisi, sisa larutan barium dalam kolon perlu dibuang sebanyak
yang dapat dikeluarkan. Caranya adalah dengan memiringkan penderita ke kiri dan
menegakkan meja pemeriksaan.
d. Tahap pengembangan
Dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen kolon. Usahakan jangan sampai
distensi berlebih.
e. Tahap pemotretan
Setelah seluruh kolon mengembang,dilakukan pemotretan / exposure radiografik.
Posisi pasien tergantung bentuk kolon dan atau kelainan yang ditemukan. Umumnya
dilakukan pemotretan dengan metode lapangan terbatas (spot view) terhadap bagian-
bagian tertentu dari kolon, dan lapangan menyeluruh (overall view) dari kolon.
E. DIAGNOSIS RADIOLOGIS KARSINOMA KOLON 2,10
Foto Abdomen
11
Pada kasus karsinoma kolon pemeriksaan radiografi abdomen yang sering
digunakan adalah Foto polos abdomen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan colon in
loop.
Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya berupa
dilatasi usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya massa di
bagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan pemeriksaan colon in
loop. Foto dapat terlihat sebagai suatu filling defect.2
Karsinoma kolon secara radiologik memberikan penampilan sebagai berikut10:
a. Penonjolan ke dalam lumen (Protruded lesion)
Bentuk klasik ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak
bertangkai (sessile) dinding kolon seringkali masih baik.
b. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)
Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon sempit
dan ireguler. Kerapkali hal ini sukar dibedakan dengan kolitis Crohn.
12
c. Kekakuan dinding kolon (Rigidity colonic wall)
Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak
menyempit. Berikut ini sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.
CT-Scan
Computed Tomografi saat ini telah mengalami kemajuan yang damatis, mulai dari
potongan 4, 8, 16, 32, 64, 256 telah dapat dilakukan dan alatnya atersedia secara
komersil. Pencitraan dengan menggunakan 16 atau lebih potongan CT scan
memungkinkan untuk melakukan pengukuran volume dari massa tumor.
13
MRI
Adalah suatu teknik pencitraan yang menngunaan medan magnet yang sangat kuat
dalam memberikan gambaran kontras dalam ruang antar organ
Emisi positron tomografi
F. PENANGANAN DAN PROGNOSIS KARSINOMA KOLON 1,2,3,5
Pembedahan merupakan pilihan utama terapi kanker kolon. Sedangkan terapi
adjuvannya berupa radioterapi dan kemoterapi.1,2,3
Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon asenden
biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose kolostomi
ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura lienalis, dilakukan
kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi. Pada karsinoma di kolon
desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomose kolorektal
14
transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan
rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending kolorektal. Pada karsinoma di
rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomose koloanal. Reseksi
dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan distal kolon yang terkena.2,3
Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan fraksinasi
180 -200 cGy setiap kalinya.5
Kemoterapi yang biasa diberikan adalah 5-fluoro urasil (5FU). Untuk
meningkatkan efektivitas terapinya, dapat juga diberikan kombinasi 5FU dan
levamisole.1,2
Prognosis dari kanker kolon ini tergantung stadium dari Duke, dimana
menggunakan pedoman 5 years survival rate. Untuk Duke A + 90%, Duke B + 70%,
Duke C 35-60%, dan Duke D 0-5%. Semuanya berlaku bila telah dilakukan tindakan
bedah.1
BAB IV
PEMBAHASAN
Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa
kolon. Dasar penting dari keganasan kolon ini adalah proses perubahan secara genetik
pada sel-sel epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa hal, antara lain dietetik,
kelainan di kolon sebelumnya dan faktor herediter. Manifestasi klinis yang timbul pada
pasien dengan karsinoma kolon tergantung dari lokasi, bentuk makroskopis dari tumor.
BAB V
KESIMPULAN
15
Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan dari anamnesis berupa adanya gangguan
pola defekasi, pemeriksaan fisik di mana teraba massa di abdomen, dan untuk
mengetahui letak dari tumor dilakukan pemeriksaan radiologis berupa colon in loop
dengan barium enema double contrast yang dapat menunjukkan gambaran filling
defect, berupa penonjolan kedalam lumen, kerancuan dinding kolon, ataupun kekakuan
dinding kolon .
Penanganan pada kasus ini berupa pembedahan, dilanjutkan dengan penentuan
stadium karsinoma setelah jaringan diangkat. Diagnosis pasti karsinoma ini diperoleh
berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Terapi adjuvant berupa radioterapi dan
kemoterapi diberikan berdasarkan stadium yang ditunjukkan .
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Velde, C.J.H., F.T. Bosman, D.J. Wagener. Onkologi. Cetakan kelima.
Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito, 1999: 394-407
2. Suyono S, Waspadji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2001: 205-212
16
3. Miller, Walter. Textbook of Radiotherapy. Radiation Physics, Therapy &
Oncology, fifth edition. London: Churchill Livingstonen, 1995: 367-371
4. Basmajian, JV., CE.Slonecker. Grant Metode Anatomi Berorientasi Pada Klinik.
Jakarta: Binarupa Aksara, 1995:158-159
5. Perez, Karsinomarlos A., Luther W. Brady. Principles & Practice of Radiaton
Oncology. Philadelphia: JB Lippincott Company, 1987: 813-821.
6. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi ketujuh. Editor:
Harjanto Effendi. Jakarta: Penerbit Buku EGC, 1994: 106-116
7. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku EGC, 1997: 877-
878, 892-900.
8. Harjono, Rima, et al. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku EGC,
1996: 624
9. Anonim. Radiography-Lower GI Tract (Barium Enema ”BE”).
http://www.radiologyinfo.org/content/lower_gi.htm
10. Sutarto, Ade S, et al. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2000:
244-255
11. Chapman,S., Richard Nakielny. A Guide to Radiological Procedures, fourth
edition. London: W.B. Saunders, 2001: 67-73
12. Gollub MJ, Schwartz LH , Akhurst T. Update on Colorectal Cancer Imaging,
Radiol Clin N Am 45 (2007) 85–118
17