Post on 25-Jun-2015
KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH PROVINSI NTT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
I. LATAR BELAKANG
Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini
adalah bottom up planning, yaitu perencanaan pembangunan yang
dimulai dari Musrenbangdus di dusun sampai dengan Musrenbangprov
di provinsi, bahkan sampai pada level pemerintahan pusat yakni
Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung prinsip
desentralisasi dan demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait
dengan penempatan kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan
otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan
prinsip demokrasi dijabarkan dalam partisipasi masyarakat dalam
setiap tahapan perencanaannya.
Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun
strategi untuk mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu
dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, kebijakan
pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch and
bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh
menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat
1
masuk kedalam ruang-ruang kebijakan atau yang dikenal dengan
sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan pembangunan
seperti inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi
NTT.
Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai
macam program pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat baik itu dalam proses, pelaksanaan maupun pengawasan
pembangunan program-program pemberdayaan yang telah dan
sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan
program-program yang bersifat berkelanjutan serta meletakkan
masyarakat sebagai pelaku utama program dan yang paling penting
adalah program-program tersebut lebih berusaha untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat,
sedangkan kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk
memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu
mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola
sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang
terjadi di lingkungannya.
Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan
adalah memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan
2
keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi
didalamnya serta mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya1.
Maka dari itu, program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah dengan memberikan
sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di
pedesaan, kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses
maupun pelaksanaan pembangunan dan juga pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. Untuk itu, yang paling
penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu orang untuk
membebaskan dirinya secara mental maupun fisik.
II. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH PROVINSI NTT
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Visi Pemerintah Provinsi NTT yakni Terwujudnya Masyarakat
NTT yang Berkualitas, Sejahtera, Adil dan Demokratis dalam Bingkai
Negara Republik Indonesia. Sedangkan misi Pemerintah Provinsi NTT
yakni :
1. Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan
efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat;
1 Jim Ife dalam Zubaedi., Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz
Media, Yogyakarta 2007
3
2. Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui
pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat;
3. Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku
ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal;
4. Mengingkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat
memiliki akses untuk memnuhi kebutuhan hidup yang layak;
5. Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka
menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta
mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum;
6. Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan
lingkungan hidup;
7. Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor
publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan,
anak dan pemuda;
8. Mempercepat penanggulangan kemiskinan, pengembangan
kawasan perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan
pembangunan daerah rawan bencana alam.
Dari visi dan misi tersebut yang kemudian di break down
kedalam 8 (delapan) agenda pembangunan dan 4 (empat) tekad
pembangunan di Provinsi NTT. 8 Agenda pembangunan meliputi :
4
1. SDM yang berkualitas;
2. Peningkatan kesehatan;
3. Ekonomi kerakyatan;
4. Pembangunan dan peningkatan infrastruktur;
5. Supremasi hukum;
6. Tata ruang dan lingkungan hidup;
7. Kesetaraan gender;
8. Penanganan masalah : kemiskinan, wilayah perbatasan, provinsi
kepulauan, daerah rawan bencana.
Sedangkan 4 (empat) tekad pembangunan, meliputi :
1. NTT sebagai provinsi jagung;
2. Memulihkan NTT sebagai gudang ternak;
3. Mengembalikan keharuman cendana;
4. Menjadikan NTT sebagai provinsi koperasi.
Konsep yang digunakan dalam pelaksanaan program tersebut
adalah konsep pemberdayaan. Konsep ini digunakan karena
munculnya dua premis kepermukaan, yaitu kegagalan dan harapan.
Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model
pembangunan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan dan
5
lingkungan berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul karena adanya
alternatif pembangunan yang memasukan nilai-nilai demokrasi,
persamaan gender, persamaan antar generasi dan pertumbuhan
ekonomi yang memadai2.
Oleh karena itu, konsep pemberdayaan yang dilaksanakan oleh
Pemerintahan Provinsi NTT, lebih ditekankan pada peningkatan
partisipasi secara aktif dari masyarakat dalam rangka peningkatan
kesejahteraan mereka, sehingga program-program yang dilaksanakan
tersebut mendukung tercapainya visi dan misi Pemerintah Provinsi
NTT.
Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu
sekiranya dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment
society) yang lebih komprehensif serta berorientasi jauh kedepan dan
berkelanjutan (suistanable). Pemberdayaan yang dilakukan adalah
bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya mampu bersinergi
dalam merencanakan program dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai
sosial (social value) dan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah
ada3.
2 Friedman, John., Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992
3 Huri, Daman., dkk., Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community
Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008
6
Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan
tersebut, Pemerintah Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan
NGO-NGO yang ada baik itu NGO nasional maupun internasional
yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat. Selain
menjalankan misi pemberdayaan bagi masyarakat desa, Pemerintah
Provinsi NTT juga melakukan tata kepemerintahan yang baik pada
level pemerintahan desa dengan mengusung prinsip Good Local
Governance akan tetapi tetap berpijak pada prinsip partisipasi aktif
masyarakat.
Dari visi dan misi yang diemban oleh Pemerintah Provinsi NTT
seperti yang telah dijelaskan diatas, yang kemudian dijabarkan dalam
program-program pemberdayaan sebagai berikut :
1. Program Bantuan Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa
Secara Terpadu (P2LDT)
Pola pelaksanaan pemugaran perumahan dan lingkungan desa
secara terpadu, bertumpu pada masyarakat melalui kelembagaan
berdasarkan asas TRIBINA (Bina Usaha, Bina Lingkungan dan
Bina Manusia) dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan
perumahan dan lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan.
7
Program bantuan ini merupakan salah satu bentuk penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, dengan
sasaran bantuan adalah kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah yang berada di perdesaan dan atau perkotaan, kondisi
rumah dan pekarangan yang belum memenuhi syarat layak huni
baik dari sisi persyaratan teknis maupun kesehatan, penerima
bantuan bersedia berpartisipasi serta memberikan kontribusi dalam
hal penggunaan bahan lokal pada saat pelaksanaan pemugaran
perumahan.
Maksud dari pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan
kualitas perumahan dan pemukiman masyarakat yang sehat dan
layak huni serta lingkungan sehat dengan menitik beratkan pada
strategi pemberdayaan penduduk dan keluarga di perdesaan agar
mampu mengembangkan diri sendiri secara berkelanjutan,
sehingga dapat menopang usaha ekonomi lainnya.
Pada tahun anggaran 2009 telah dibangun rumah sebanyak 690
unit di 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT, dengan total dana
sebesar Rp. 6.900.000.000,- sedangkan pada tahun anggaran 2010
dibangun rumah sebanyak 500 unit dengan dana sebesar
Rp. 5.000.000.000,- dalam 2 tahun anggaran ini telah terbangun
sebanyak 1.190 unit rumah dengan total dana sebesar
8
Rp. 11.900.000.000,- dari data realisasi tersebut dapat dijelaskan
bahwa pada tahun 2009 telah terjadi penurunan kuantitas rumah
yang dibangun sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi
perumahan dan lingkungan sehat di perdesaan semakin membaik
sehingga program bantuan P2LDT yang diberikan oleh Pemerintah
Provinsi NTT cukup memberikan dampak dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan.
2. Program Bantuan Penanggulangan Pekerja Anak di Desa
Tertinggal (P2ADT)
Program bantuan ini adalah tindak lanjut dari Konvensi
International Labour Organization (ILO) Tahun 1999 Nomor 182
tentang Pelarangan tindakan segera penghapusan pekerjaan
terburuk untuk pekerja anak dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Komite Aksi
Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan
Bentuk-bentuk Pekerjaan Anak, serta Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
Tujuan dari program ini adalah untuk menghapus, mengurangi dan
menghindari pekerja anak berusia 15 (lima belas) tahun kebawah
yang tinggal di perdesaan agar terhindar dari pengaruh buruk
9
pekerjaan yang berbahaya, membina generasi penerus bangsa yang
handal, maju, mandiri dan sejahtera, serta meningkatkan jumlah
anak usia 15 tahun kebawah yang dapat menyelesaikan program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun. Sedangkan
sasaran dari program ini adalah para pekerja anak yang tinggal di
pedesaan maupun kota yang melakukan pekerjaan berat dan
berbahaya, baik yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah
dan merupakan anak-anak dari keluarga miskin.
Program bantuan ini berupa pemberian beasiswa bagi pekerja anak
pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT, dengan rincian masing-
masing kabupaten/kota mendapat alokasi sebanyak 100 anak
selama 12 bulan dengan besaran dana sebesar Rp. 30.000,-/anak,
sedangkan untuk Kota Kupang sebesar Rp. 40.000,-/anak. Pada
tahun anggaran 2008 sebanyak 4.750 pekerja anak di 20
kabupaten/kota se Provinsi NTT mendapatkan bantuan beasiswa
dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 1.140.000.000,- tahun
anggaran 2009 sebanyak 5.000 pekerja anak pada 21
kabupaten/kota se Provinsi NTT dengan alokasi dana sebesar
Rp. 1.800.000.000,- sedangkan pada tahun anggaran 2010
sebanyak 2.100 pekerja anak pada 21 kabupaten/kota se Provinsi
NTT.
10
Dari data penggunaan dana dan pemberian bantuan bagi pekerja
anak di seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTT, dapat
dijelaskan bahwa pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah
pekerja anak dikarenakan oleh adanya penambahan 1 kabupaten
baru dalam wilayah Pemerintah Provinsi NTT yakni Kabupaten
Sabu Raijua, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah
pekerja anak, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan
menurunnya jumlah pekerja anak yang mendapatkan bantuan
beasiswa setiap tahunnya menggambarkan bahwa telah
meningkatnya kesadaran masyarakat dalam hal pemenuhan salah
satu kebutuhan dasar anak yakni pendidikan.
3. Program Bantuan Dana Pemerintah Provinsi untuk Pemerintah
Desa/Kelurahan
Tujuan dari pemberian bantuan dana ini adalah untuk
meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
dan kelurahan, menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat
dalam membangun desa dan kelurahan, meningkatkan peranan
pemerintahan desa dan kelurahan dalam tugas dan fungsinya, serta
sebagai salah satu wujud perhatian Pemerintah Provinsi terhadap
peningkatan kapasitas pemerintahan desa dan kelurahan dan juga
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kelurahan
11
khususnya masyarakat Nusa Tenggara Timur pada umumnya.
Penggunaan dari dana bantuan tersebut lebih diutamakan untuk
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan percepatan
pembangunan desa dan kelurahan.
Pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2010 dialokasikan dana
sebesar Rp. 6.381.000.000,- /tahun anggaran yang diberikan
kepada 2.836 desa dan kelurahan pada 21 kabupaten/kota se
Provinsi NTT. Dana tersebut oleh Pemerintah Desa dan Kelurahan
digunakan untuk :
a. Penanggulangan kemiskinan;
b. Penanganan bencana;
c. Peningkatan ekonomi masyarakat;
d. Peningkatan prasarana perdesaan (skala kecil);
e. Pemanfaatan sumber daya alam;
f. Teknologi tepat guna;
g. Pengembangan sosial budaya pedesaan.
4. Program Bantuan PNPM-MP (Kelompok Usaha Ekonomi
Produktif)
Maksud dari pemberian bantuan ini adalah untuk meningkatkan
sinkronisasi pelaksanaan dan keberlanjutan kegiatan
12
penanggulangan kemiskinan di pedesaan melalui pemberdayaan
masyarakat/kelompok masyarakat dalam pengembangan kegiatan
usaha ekonomi produktif (khususnya peternakan, pertanian dan
usaha lainnya) yang pada gilirannya dapat mewujudkan
kemandirian masyarakat dan menurunkan jumlah penduduk dan
rumah tangga miskin, serta mendorong dan meningkatkan
keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
usaha ekonomi produktif dan juga meningkatkan swadaya gotong
royong masyarakat dalam membangun desa.
Bantuan ini diberikan kepada kelompok usaha ekonomi
masyarakat yang belum pernah menerima bantuan Pemugaran
Perumahan dan Lingkungan Desa secara Terpadu (P2LDT) pada
21 kabupaten/kota se Provinsi NTT. Bantuan ini menggunakan
pola bantuan bergulir, yang artinya setiap kelompok mempunyai
kewajiban untuk melakukan pengembalian sebesar 1,33% dari
modal awal yang diterima, yang kemudian dana tersebut akan
digulirkan kepada kelompok usaha ekonomi produktif yang lain.
Pada tahun anggaran 2009 Pemerintah Provinsi NTT
mengalokasikan dana bantuan kepada 189 kelompok usaha
ekonomi produktif masyarakat sebesar Rp. 3.780.000.000,-
sedangkan pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp. 2.000.000.000,-
13
yang diberikan kepada 100 kelompok usaha ekonomi produktif
pada 21 kabupaten/kota se Provinsi NTT. Dalam kurun waktu
2009 dan 2010 telah terjadi peningkatan pengembangan usaha
ekonomi produktif di pedesaan yang ditandai dengan menurunnya
jumlah kelompok masyarakat penerima bantuan, sehingga untuk
sementara dapat disimpulkan bahwa semakin tingginya tingkat
pertumbuhan dan makin berkembangnya semangat serta partisipasi
masyarakat terutama dalam pengembangan kegiatan ekonomi
produktif.
Sehingga program-program pemberdayaan yang telah dilakukan
bermuara pada paradigma community driven development yaitu
penciptaan iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk
ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut
menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut melaksanakan
pembangunan, dan melakukan kontrol publik menjadi sangat
signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan, implementasi, dan
keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan
dan urutan prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan
transparan yang disepakati untuk ditangani bersama. Dengan demikian
nantinya pembangunan, yang diarahkan mampu memperbanyak
14
pilihan-pilihan yang dapat diambil dan dimanfaatkan secara sungguh-
sungguh oleh masyarakat.
III. PENUTUP
Pemberdayaan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
terwujudnya Good Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik
berbagai keuntungan administratif dan politis dari ide pemberdayaan
ini dalam proses pembuatan kebijakan. Keuntungan-keuntungan yang
dapat diambil, yakni :
1. Adanya saluran komunikasi yang lebih baik
Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan
pola komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan
warganya. Pemerintah daerah bisa menggunakan berbagai sarana
intermediasi yang disepakati bersama untuk menyaring berbagai
opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana
intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan
mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada
masyarakat secara efektif.
Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-
menerus berlangsung secara efektif maka pasti akan terpola
”bahasa umum” (common language) terkait dengan proses
kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut merupakan
15
resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam
berbagai ruang dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini
sudah disepakati maka terjadinya miskomunikasi antara pemerintah
daerah dan warga akibat perbedaan tafsir terhadap sebuah isu
kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi. Proses
pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.
2. Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme
warga
Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa
turut sumbang suara dalam keputusan-keputusan yang sudah
diambil dan program kegiatan yang sudah disepakati. Akan muncul
berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu merasa menjadi
bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila kondisi ini
berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang
ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan
untuk menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada
akan tetap berjalan. Kalaupun muncul kritik, kritiknya akan lebih
bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.
3. Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual
Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk
mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan
16
konteks sosial yang berkembang. Dalam proses yang partisipatif,
masyarakat berhak merumuskan dan menentukan masalah mereka
serta memastikan solusi yang spesifik.
Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang
ada akan sangat responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan
sensitif dengan konteks ini berarti keputusan yang diambil akan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat justru
berkepentingan untuk mensukseskan program tersebut.
4. Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan
Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses
implementasi kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa
mendayagunakan sarana intermediasi dan modal sosial yang
berkembang untuk mengimplementasikan program kebijakan.
Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan
implementasi program yang ada karena mereka terlibat dalam
proses perencanaannya.
Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses
kebijakan pada fase awal proses kebijakan, terutama fase
perencanaan, sangatlah menghabiskan energi dan waktu. Sebab
fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada di
benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud
17
konsensus bersama. Namun bila terwujud konsensus yang
melibatkan pihak yang terkena langsung imbas kebijakan dalam
tahap perencanaan maka proses implementasi program justru akan
berjalan jauh lebih mudah. Implementasi program akan direspon
dengan positif dan baik oleh masyarakat karena mempunyai
legitimasi yang kuat di mata publik. Oleh karena itu, biaya sosial
akibat respon negatif bisa diminimalisasi.
5. Menguatkan modal sosial
Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal
sosial dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang
efektif. Modal sosial yang dimaksud adalah kerjasama, rasa saling
memahami, kepercayaan (trust) dan solidaritas yang terbentuk
manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu dan berembug
untuk mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini
merupakan basis legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat
penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif dan
efisien.
18
DAFTAR PUSTAKA
Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development,
Blackwell Publisher, Cambridge, 1992;
Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah
Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community
Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia
untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008;
Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses
Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik
Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta;
Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media,
Yogyakarta, 2007.
19