Post on 05-Feb-2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Magnesium dan Kegunaannya
Kata magnesium berasal dari kata Yunani “Magnesia”, sebuah distrik Thesally.
Tahun 1618 seorang petani di Epsom (Inggris) menemukan sebuah sumur yang
didalamnya terdapat sebuah air. Kemudian pada tahun 1755, Sir Humprey
Davy menemukan magnesium dalam air tersebut dan kemudian air tersebut
dinamakan magnesium sulfat. Tahun 1808 Davy mengisolasi magnesium
sulfat yang dielektrolisis magnesium oksida dan merkuri oksida. Namun logam
magnesium baru bisa dipisahkan dari senyawa tersebut pada tahun 1829.
Kemudian sampai tahun 1918, logam magnesium banyak diproduksi untuk
keperluan pembuatan lampu kilat dalam fotografi dan dalam piroteknik. Pada
tahun 1930 logam magnesium dapat diproduksi untuk pembuatan produk cor.
Paduan logam magnesium sangat kuat namun beratnya ringan sehingga logam
magnesium digunakan untuk industri pesawat terbang dalam perang dunia II
dan sesudahnya (Padmanaban, 2011).
Magnesium merupakan unsur kimia yang memiliki simbol Mg dengan nomor
atom 12 serta berat atom 24,31 gr/mol. Magnesium merupakan salah satu unsur
8
yang paling luas penyebarannya dan penyusun 2% dari kerak bumi serta
merupakan unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut. Ditinjau dari segi sifat,
magnesium merupakan logam yang memiliki sifat yang dapat ditempa menjadi
lembaran, ditarik menjadi kawat dan ekstruksi menjadi batangan dengan
bermacam – macam penampang. Dari segi resistansi korosi, magnesium
memiliki tingkat ketahanan korosi yang tinggi, sehingga magnesium dapat
digunakan untuk pelindung pipa yang berada dalam tanah yang mudah
mengalami korosi. Sifat – sifat yang kurang pada magnesium murni diperbaiki
dengen memberi paduan unsur – unsur tertentu. Hal ini akan meningkatkan
daya guna dari magnesium sebagai material dalam pembuatan suatu produk.
Penggunaan paduan magnesium dalam kehidupan sehari – hari cukup luas
mulai dari sebagai pelapis tungku hingga konstruksi pesawat terbang
(Padmanaban, 2011).
Senyawa magnesium memiliki kegunaan, berikut ini adalah kegunaan dari
magnesium :
1. Kegunaan dalam bidang kesehatan.
Pada tabel di bawah ini merupakan kegunaan magnesium dalam bidang
kesehatan.
Tabel 2.1 Kegunaan magnesium dalam bidang kesehatan
Senyawa Kegunaan
Magnesium
Hidroksida
(Mg(OH)2)
Digunakan dalam pasta gigi untuk mengurangi asam
yang terdapat dalam mulut dan mencegah terjadi
kerusakan gigi, pencegah Maag.
(Padmanaban, 2011)
9
2. Bidang Industri.
Pada tabel di bawah ini merupakan kegunaan magnesium dalam bidang
industri.
Tabel 2.2 Kegunaan magnesium dalam bidang industri
Senyawa Kegunaan
Magnesium Oksida
(MgO(s))
Bahan refraktori untuk menghasilkan besi, kaca,
pelapis tungku, insulator listrik di kabel yang
tahan api
Magnesium Sulfit Pembuat kertas (proses sulfit)
(Padmanaban, 2011)
3. Bidang Olahraga.
Pada tabel di bawah ini merupakan kegunaan magnesium dalam bidang
olahraga.
Tabel 2.3 Kegunaan magnesium dalam bidang olahraga
Senyawa Kegunaan
Magnesium Karbonat Meningkatkan pegangan pada alat senam,
mengangkat bar dan memanjat bebatuan.
(Padmanaban, 2011)
10
B. Sifat – sifat magnesium
Magnesium memiliki sifat – sifat diantaranya sebagai berikut :
1. Sifat Fisik
Magnesium merupakan logam paling ringan yang digunakan dalam
aplikasi teknik material. Massa jenis magnesium sebesar 1,74 gr/cm3, lebih
kecil dari pada massa jenis yang dimiliki alumunium.
Tabel 2.4 Sifat – sifat logam magnesium
Sifat Keterangan
Konfigurasi Elektron [Ne]3 S2
Massa Atom 24,3050 gr/mol
Densitas 1,74 gr/cm3(200C)
Titik Lebur 6500C (11930F)
Titik Didih 11070C (20240F)
Kalor Peleburan 8,48 KJ/mol
Kalor Penguapan 128 KJ/mol
Kapasitas Kalor 24,869 J/mol K (pada 250C)
Elektronegativitas 1,31 (skala pauling)
Jari – jari Atom 150 pm
Kapasitas Panas 1,01 J/Gk
Konduktivitas Kalor 156 W/mK (pada 270C)
Daya Hambat Listrik 4,46 mikrom
Modulus Young 45 Gpa
11
Modulus Elastisitas 6,25 106 psi
Modulus Geser 17 Gpa
Kekuatan Tarik 10 N/mm2 (magnesium murni)
Kekerasan 33 Brinel (500 kg.Load, 10 mm. Ball)
(sumber : Andriansyah, 2013)
2. Sifat Kimia
Magnesium dapat bereaksi kimia, salah satunya bereaksi dengan air. Bila
magnesium bereaksi dengan air maka akan menghasilkan larutan yang
bersifat basa serta adanya pembebasan gas hidrogen.
Mg(s) + 2H2O(l) Mg(OH)2(aq) + H2(g)
3. Sifat Mekanik
Rapat massa magnesium adalah 1,738 gr/cm3. Magnesium murni memiliki
kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2 dalam bentuk hasil pengecoran (casting)
(Yunus, 2012).
C. Magnesium dan Aplikasinya
Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan yang ada dan memiliki
karakteristik meredam geteran yang baik. Paduan ini digunakan dalam aplikasi
struktural dan non-struktural dimana berat sangat diutamakan. Magnesium
juga merupakan unsur paduan dalam berbagai jenis logam nonferro. Paduan
magnesium khusus digunakan di dalam pesawat terbang dan komponen rudal,
12
peralatan penanganan material, perkakas listrik portabel, tangga, koper, sepeda,
barang olahraga dan komponen ringan umum. Paduan ini tersedia sebagai
produk cor/tuang (seperti bingkai kamera) atau sebagai produk tempa (seperti
konstruksi dan bentuk balok/batangan, benda tempa, gulungan dan lembar
plat). Paduan magnesium juga digunakan dalam percetakan dan mesin tekstil
untuk meminimalkan gaya inersia dalam komponen berkecepatan tinggi.
Karena tidak cukup kuat dalam bentuk yang murni, magnesium dipadukan
dengan berbagai elemen untuk mendapatkan sifat khusus terntentu, terutama
kekuatan untuk rasio berat yang tinggi.
Berbagai paduan magnesium memiliki pengecoran, pembentukan, dan
karakteristik pemesinan yang baik. Karena magnesium mengoksidasi dengan
cepat (pyrophpric), ada resiko/bahay kebakaran, dan tindakan pencegahan
yang harus diambil ketika proses pemesinan, grinding, atau pengecoran pasir
magnesium. Meskipun demikian produk yang terbuat dari magnesium dan
paduannya tidak menimbulkan bahaya kebakaran selama penggunaannya
normal. Sifat – sifat mekanik magnesium terutama memiliki kekuatan tarik
yang sangat rendah. Oleh karena itu magnesium murni tidak dibuat dalam
teknik. Paduan magnesium memiliki sifat – sifat mekanik yang lebih baik serta
banyak digunakan unsur – unsur paduan dasar magnesium adalah alumunium,
seng dan mangan (Lukman, 2008). Penambahan Al di atas 11% meningkatkan
kekerasan, kuat tarik dan fluidity (keenceran). Penambahan seng meningkatkan
ductility (pernpanjangan relatif) dan castability (mampu tuang). Penambahan
0,1 – 0,5% meningkatkan ketahanan korosi. Penambahan sedikit cerium,
zirconium dan beryllium dapat membuat struktur butir yang halus dan
13
meningkatkan ductility dan tahan oksidasi pada peningkatan suhu. Berdasarkan
hasil analisis terhadap diagram keseimbangan paduan antara magnesium –
alumunium dan magnesium zincum, mengindikasikan bahwa larutan padat dari
magnesium – alumunium maupun magnesium zincum dapat meningkat sesuai
dengan peningkatan temperaturnya dimana masing – masing berada pada kadar
yang sesuai sehingga dapat “strengthening-heat treatment” melalui metoda
pengendapan. Hanya sedikit kadar “rate metall” (logam langka) dapat
memberikan pengaruh yang sama kecuali pada silver yang sedikit membantu
termasuk pada berbagai jenis logam paduan lain melalui ”ageing” (Lukman,
2008).
1. Magnesium paduan tempa (wrought alloy)
Magnesium paduan tempa dikelompokkan menurut kadar serta jenis unsur
paduannya yaitu (Lukman, 2008) :
a. Magnesium dengan 1,5% Manganese.
b. Paduan dengan Alumunium, Seng serta Manganese.
c. Paduan dengan zirconium (paduan jenis mengandung kadar seng yang
tinggi sehingga dapat dilakukan proses perlakuan panas).
d. Paduan dengan seng, zirconium dan thorium (ceep resisting-alloys).
2. Penandaan paduan magnesium
Paduan magnesium dapat ditetapkan sebagai berikut (Lukman, 2008) ;
a. Satu dan dua huruf awalan, menunjukkan elemen paduan utama.
b. Dua atau tiga angka, menunjukkan persentase unsur paduan utama
dan dibulatkan ke desimal terdekat.
14
c. Huruf abjad (kecuali I dan O) menunjukkan standar paduan dengan
variasi kecil dalam komposisi.
d. Simbol untuk sifat material, mengikuti sistem yang digunakan untuk
paduan alumunium.
3. Magnesium paduan Cor (cast alloy)
Paduan ini dapat dikelompokkan ke dalam ;
a. Paduan dengan alumunium, zincu dan manganese. Paduan cor ini
merupakan paduan yang bersifat “heat treatable-alloys”.
b. Paduan dengan zirconium, zincum dan thorium, paduan dengan unsur
zirconium dan thorium merupakan paduan cor yang bersifat heat
treatable dan creep resisting.
c. Paduan dengan zirconium dengan rare earth metall serta silver
merupakan paduan cor yang dapat di heat treatment (digilib.its.ac.id).
D. Struktur Mikro Magnesium dan Diagram Fasa Magnesium
Sama dengan halnya material yang lain, magnesium memiliki diagram fasa dan
struktur mikro.
1. Struktur mikro material terbagi atas :
a. Atom
Merupakan suatu unsur tekecil dari material yang tidak dapat dibagi
lagi dengan reaksi kimia biasa.
15
b. Sel satuan
Merupakan susunan dari beberapa atom yang teratur dan mempunyai
pola yang berulang. Sel satuan terdiri dari kubus (BCC, FCC dan HCP),
hexagonal, tetragonal, triklin, monoklin dan sebagainya. Adapun sel
satuan yang berbentuk kubus antara lain :
i. BCC (Body Centered Cubus)
Adanya pemusatan satu atom di tengah – tengah kubus.
Jumlah atom (n) = (1/8) x 8 + 1 = 2
4R = a√3
a = (4/√3)R
ii. FCC (Face Centered Cubus)
Adanya pemusatan satu atom di setiap sisi kubus.
Jumlah atom (n) = 1/8 x (8) + ½ x (6) = 4
4R = a√2
a = 4/√2 x R
iii. HCP (Hexagonal Centered Cubus)
Jumlah atom (n) = (3 x 1) + (12 x 1/6) +(2 x ½) = 6
Tinggi = 1,633 a
Luas alas = 6 x Luas segitiga
= 6 x (1/2 a x a sin 60)
= 3a2 sin 60
Volume sel satuan = a x t
= 3a2 sin 60 x 1,633 a
= 4,24 a3 ; a = 2R
16
= 4,24 (2R)3
= 33,94 R3
c. Butir
Merupakan kumpulan dari sel satuan yang memiliki arah dan orientasi
sama dalam 2 dimensi.
d. Kristal
Merupakan kumpulan dari sel satuan yang memiliki arah dan orientasi
sama dalam 3 dimensi.
Gambar di bawah ini merupakan gambar struktur mikro Magnesium AZ31.
Gambar 2.1 Struktur mikro Magnesium : a) Magnesium AZ31, b) Temperatur
2500C, c) Temperatur 3000C, d) Temperatur 3500C.
Sumber : Skubisz, Piotr Tadeusz Skowronek, Jan Sinczak. Microstructure of Magnesium
Alloy AZ31 After Low-Speed Extrusion. Mettalurgy and Foundry Engineering –
Vol 33, 2007, No 2. AGH University of Science and Technology, Cracow, Poland.
17
Gambar 2.1 merupakan gambar struktur mikro magnesium AZ31. Pada gambar
2.1a – d menunjukkan ketidak samaan dari struktur mikro biasanya ketidak
samaan ditunjukkan dengan ukuran butir. Pada gambar 2.1a merupakan
struktur mikro magnesium AZ31 yang belum diberi perlakuan panas. Pada
gambar 2.1b merupakan gambar struktur mikro magnesium AZ31 yang telah
diberi perlakuan panas dengan temperatur 2500C. Pada struktur mikro
magnesium AZ31 dengan temperatur 2500C terdapat 2 jenis area yang dapat
dibedakan, diantaranya yaitu : butiran halus dan zona yang berpotongan pada
butiran kasar. Pada gambar 2.1c dan 2.1d merupakan gambar struktur mikro
magnesium AZ31 dengan temperatur 3000C dan 3500C. Pada temperatur
3000C dan 3500C, struktur butir terdiri dari equaxial butir dalam ukuran yang
seragam (Skubisz dkk, 2007).
2. Pada sistem biner dari Mg-Al yang paling umum digunakan dari dahulu
adalah paduan tuangan.
Gambar 2.2 Diagram fasa Mg-Al.
Sumber : B. Trevor, Abbott dan Mark A. Easton. 2004. Designing With Magnesium : Alloys,
Properties, and Casting Processes. Monash University, Clayton, Victoria,
Australia.
18
Pada gambar 2.2 di atas merupakan diagram fasa dari Mg-Al, larutan
maksimum dari magnesium dengan alumunium berkisar 2,1% wt% hingga
12,6% wt% dalam suhu 250C. Suhu eutektik pada diagram fasa Mg-Al
terdapat pada suhu 4370C dengan komposisi eutektik 32,3% wt% dan
eutektik berada diantara α-Mg dan fasa β, yang mana fasanya adalah
Mg17Al12.
E. Perlakuan Panas Secara Umum
Perlakuan panas secara umum merupakan proses pemanasan dan pendinginan
dengan waktu tertentu pada logam dan paduannya untuk mendapatkan sifat –
sifat yang diinginkan. Sifat mekanik dari logam sangat tergantung dengan
bentuk struktur mikronya. Sedangkan struktur mikro dapat berubah dengan
melalui proses perlakuan panas. Tujuan utama dari proses perlakuan panas
pada logam adalah agar diperoleh struktur yang diinginkan agar sesuai dengan
penggunaan yang direncanakan. Struktur tersebut dapat diperkirakan dengan
cara menerapkan proses perlakuan panas yang spesifik. Struktur yang
diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awalnya.
Perlakuan panas pada besi tuang juga akan mempengaruhi struktur mikro dan
sifat mekanis besi tuang modular. Ada beberapa macam perlakuan panas
tersebut (Rundman, 1989), yaitu :
1. Stress reliving, yaitu perlakuan panas pada temperatur rendah, yang
bertujuan untuk mengurangi atau membebaskan Internal Stress yang ada
pada akibat penuangan.
19
2. Annealing, yaitu perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan
keuletan dan ketangguhan (tahan kejut), untuk mengurangi kekerasan dan
mengurangi karbida – karbida.
3. Normalizing, yaitu perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan dengan sejumlah sifat ulet.
4. Hardening dan Tempering, yaitu perlakuan pansa yang bertujuan untuk
meningkatkan kekerasan atau untuk meningkatkan kekuatan dan
membesarkan rasio tegangan.
5. Austempering, yaitu perlakuan panas yang bertujuan untuk menghasilkan
suatu mikrostruktur dari kekuatan yang tinggi dengan sejumlah keuletan
dan tahan aus yang baik.
6. Surface Hardening, yaitu perlakuan panas yang dilakukan dengan cara
induksi nyala api atau laser yang bertujuan untuk menghasilkan suatu
permukaan yang keras dan tahan aus.
F. Proses Pemesinan
Proses pemesinan atau machining (Diktat Lab Sistem Manufaktur, 2005)
adalah terminologi umum yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah
proses penghilangan material. Proses pemesinan dibagi menjadi dua yakni :
1. Traditional Machining : turning, milling, grinding, dll.
2. Non-traditional machining : chemical machining, ECM, EDM, EBM,
LBM, machining dari material non-metallic (Gao, 2005).
20
Proses pemesinan merupakan proses yang banyak digunakan untuk proses
pembentukan produk, hal ini dikarenakan proses pemesinan memiliki
keunggulan – keunggulan dibanding dengan proses pembentukan lainnya
(casting, powder metallurgy, bulk deformation). Jenis proses pemesinan
beserta prinsip kerjanya proses pemesinan (Kalpakjian, 1995) merupakan
proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau
menghilangkan sebagian material dari benda kerjanya. Tujuan digunakan
proses pemesinan ialah untuk mendapatkan akurasi dibandingkan proses –
proses yang lain seperti proses pengecoran, pembentukan dan juga untuk
memberikan bentuk bagian dalam dari suatu objek tertentu. Adapun jenis –
jenis proses pemesinan yang banyak digunakan adalah : proses bubut :
(turning), proses menyekrap (shaping dan planing), proses pembuatan lubang
(drilling), proses mengefrais (milling), proses menggerinda (grinding), proses
menggergaji (sawing) dan proses memperbesar lubang (boring) (Harun, 1990).
G. Mesin Frais (Milling Machine)
Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat
potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan
gigi potong yang banyak yang mengitari pahat ini bisa menghasilkan proses
pemesinan lebih cepat. Dalam pemotongan pisau frais dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : penampang geram dan gaya potong spesifik
(Rochim, 1993). Permukaan yang disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau
melengkung. Permukaan benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari
21
beberapa bentuk. Mesin yang digunakan untuk memegang benda kerja,
memutar pahat dan penyayatannya disebut frais (R.Thomas Wringt, 1990).
1. Macam – macam mesin frais (Milling Machine)
a. Mesin Frais Horizontal
Mesin ini dibentuk sedemikian rupa sehingga meja kerja dapat
digerakkan longitudinal maju mundur, secara manual maupun
otomatis. Kedudukan sumbunya (spindel) kearah datar (horizontal).
Mesin frais horizontal, alasnya (base) dari besi tuang kelabu yang
mendukung seluruh komponen dan dibaut fondasi serta berfungsi untuk
menampung cairan pendingin yang mengalir kebawah, dimana di
dalam kolom (Coloumn) terdapat mesin pompa yang memompa cairan
tersebut untuk kemudian disirkulasi lagi ke atas meja (table). Pada
bagian kolom yang mendukung seluruh rangka terdapat kotak roda gigi
kecepatan, motor dengan sabuk transmisi. Kolom ini adalah merupakan
komponen utama mesin frais yang berbentuk box dimana lengan mesin
(overarm) dan spindel tempat memasang poros arbor.
22
Gambar 2.3 Mesin Frais Horizontal
Sumber : Afdlolludin. 2014. Mesin bubut, Mesin Sekrap, Mesin Frais.
Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
b. Mesin Frais Vertikal
Sesuai dengan namanya yang dimaksud vertikal sebenernya adalah
poros spindelnya yang dikonstruksikan dalam posisi tegak. Semua
bagian yang terdapat pada mesin frais tegak sama seperti pada mesin
frais horizontal hanya saja posisi spindelnya tegak. Kepala mesin yang
tegak dapat diputar ke kiri dan ke kanan serta dapat digerakkan naik,
sehingga mesin dapat digunakan untuk membuat benda kerja yang tidak
dapat dilakukan dengan mesin frais datar. Mesin frais jenis vertikal
sangat sesuai untuk membuat bentuk alur ekor burung (dovetail), alur
tanpa ujung (blind slot), dan alur T.
23
Gambar 2.4 Mesin Frais Vertikal
Sumber : Afdlolludin. 2014. Mesin bubut, Mesin Sekrap, Mesin Frais.
Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
c. Mesin Frais Universal
Konstruksi mesin frais universal tidak berbeda dengan mesin frais
datar, perbedaannya hanya terletak pada mejanya. Mesin frais dapat
digeser (diputar) sehingga membentuk sudut (swivel), disamping dapat
bergeraj mendatar dan tegak. Oleh karena itu mesin frais universal
sering digunakan untuk membuat benda kerja roda gigi spiral (heliks).
Sumbu utama (spindel) gabungan bidang vertikal dan horizontal.
Jadi mesin frais universal adalah salah satu jenis mesin frais yang dapat
digunakan pada posisi tegak (vertikal) dan mendatar (horizontal) dan
memiliki meja yang dapat digeser/diputar pada kapasitas tertentu.
24
Gambar 2.5 Mesin Frais Universal
Sumber : Afdlolludin. 2014. Mesin bubut, Mesin Sekrap, Mesin Frais.
Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
2. Prinsip Kerja Mesin Frais (milling machine)
Tenaga untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi
gerak utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut
akan diteruskan melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar
pada spindel mesin frais. Spindel mesin frais adalah bagian dari sistem
utama mesin frais yang bertugas untuk memegang dan memutar cutter
hingga menghasilkan putaran atau gerakan pemotongan. Gerakan
pemotongan pada cutter jika dikenakan pada benda kerja yang telah
dicekam maka akan terjadi gesekan/tabrakan sehingga akan menghasilkan
pemotongan pada bagian benda kerja, hal ini dapat terjadi karena material
25
penyusun cutter mempunyai kekerasan di atas kekerasan benda kerja. Pada
mesin frais terdapat dua jenis pemakanan yaitu :
a. Up Milling
Arah gerak potong yang dilakukan pahat berlawanan arah dengan arah
gerak makan yang dilakukan oleh benda kerja. Tiap gigi dari pahat frais
memotong dengan arah keluar mulai dari permukaan yang dikehendaki
sampai permukaan benda kerja. Pada pengefraisan ini pemotongan
diawali dengan geram yang tipis. Metoda ini dipakai pada semua mesin
frais.
Gambar 2.6 Proses Up Milling
Sumber : http://ikawibowo11tp3.blogspot.co.id/ (diakses 01 Agustus 2014).
b. Down Milling
Arah gerak potong yang dilakukan pahat searah dengan gerak makan
yang dilakukan benda kerja. Tiap pahat frais memotong dengan arah
kedalam mulai dari permukaan benda kerja hingga permukaan yang
dinginkan. Gerak potong cenderung untuk menarik benda kerja ke
dalam pahat frais. Karena hal tersebut, maka hanya mesin yang
mempunyai alat pengatur keregangan yang dapat memakai metoda
pemotongan ini.
26
Gambar 2.7 Proses Down Milling
Sumber : http://ikawibowo11tp3.blogspot.co.id/ (diakses 01 Agustus 2014).
3. Bagian-bagian Mesin Frais
Mesin frais memiliki beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut:
a. Spindel utama
Merupakan bagian yang terpenting dari mesin milling (Frais). Tempat
untuk mencekam alat potong.
b. Meja / table
Merupakan bagian mesin milling, tempat untuk clamping device atau
benda kerja.
c. Motor drive
Merupakan bagian mesin yang berfungsi menggerakkan bagian-bagian
mesin yang lain seperti spindel utama, meja (feeding) dan pendingin
(cooling).
d. Transmisi
Merupakan bagian mesin yang menghubungkan motor penggerak
dengan yang digerakkan.
27
e. Knee
Merupakan bagian mesin untuk menopang/menahan meja mesin. Pada
bagian ini terdapat transmisi gerakan pemakanan (feeding).
f. Column/tiang
Merupakan bagian dari mesin. Tempat menempelnya bagian-bagian
mesin yang lain.
g. Base/dasar
Merupakan bagian bawah dari mesin milling (Frais). Bagian yang
menopang badan/tiang. Tempat cairan pendingin.
h. Control
Merupakan pengatur dari bagian-bagian mesin yang bergerak.
4. Kecepatan Potong dan Pemakanan
Keberhasilan pemotongan dengan mesin frais dipengaruhi oleh
kemampuan pemotongan alat potong dan mesin. Kemampuan tersebut
menyangkut kecepatan potong dan pemakanan. Kecepatan potong pada
mesin frais dapat didefenisikan sebagai panjangnya bram yang terpotong
oleh satu mata potong pisau frais dalam satu menit. Kecepatan potong
untuk tiap-tiap bahan tidak sama. Umumnya makin keras bahan, maka kecil
harga kecepatan potongnya dan juga sebaliknya. Kecepatan potong dalam
pengfraisan ditentukan berdasarkan harga kecepatan potong menurut bahan
dan diameter pisau frais. Jika pisau frais mempunyai diameter 100 mm
maka satu putaran penuh menempuh jarak p x d = 3.14 x 100 = 314 mm.
Jarak ini disebut jarak keliling yang ditempuh oleh mata pisau frais. Bila
28
pisau frais berputar (n) putaran dalam satu menit, maka jarak yang
ditempuh oleh mata pisau frais menjadi p x d x n. Jarak yang ditempuh
mata pisau dalam satu menit disebut juga dengan kecepatan potong (V)
(Chang – Xue, 2002).
Elemen dasar dari proses frais dapat diketahui atau dihitung dengan
menggunakan rumus yang dapat diturunkan dari kondisi pemotongan
ditentukan sebagai berikut :
Benda kerja : w = lebar pemotongan
lw = panjang pemotongan
a = kedalaman potong
Pahat frais : d = diameter luar
z = jumlag gigi (mata potong)
kr = sudut potong utama
90o untuk pahat frais selubung.
Mesin Frais : n = putaran poros utama
Vr = kecepatan makan
Elemen dasar pada mesin frais dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
a. Kecepatan potong
Vc =. .
; m/min . . . . . . (1)
b. Gerak makan pergigi
Fz = Vf / (z n) ; min . . . . . . (2)
29
c. Waktu pemotongsan
tc = lt / Vf ; min . . . . . . (3)
dimana :
lt = lv + lw + ln ; mm,
lv = ( − ) ; untuk mengfrais datar
lv ≥ 0 ; untuk mengfrais tegak
ln ≥ 0 ; untuk mengfrais datar
ln = d / 2 ; untuk mengfrais tegak
d. Kecepatan menghasilkan geram
Z =. .
; cm3 / min . . . . . . (4)
Tabel 2.5 Tabel Kecepatan Potong Untuk Beberapa Jenis Bahan
Bahan Cutter HSS Cutter Karbida
Halus Kasar Halus Kasar
Baja Perkakas 75-100 25-45 185-230 110-140
Baja Karbon
Rendah
70-90 25-40 170-215 90-120
Baja Karbon
Menengah
60-85 20-40 140-185 75-110
Besi Cor
Kelabu
40-45 25-30 110-140 60-75
Kuningan 85-110 45-75 185-215 120-150
Alumunium 70-110 30-40 140-215 60-90
Sumber : Fadly Bachtiar, 2011
30
5. Macam-macam pisau frais
Hasil-hasil bentuk dari pekerjaan mesin frais tergantung daro bentuk pisau
frais yang digunakan, karena bentuk utama frais tidak berubah walaupun
sudah diasah, jadi tidak seperti pahat bubut yang disesuaikan menurut
kebutuhan dan disamping bentuk-bentuk yang sudah tetap frais itu
sekelilingnyamempunyai gigi yang berperan sebagai mata pemotongnya.
Pada lubangnya terdapat alur untuk kedudukan pasak agar pisau frais tidak
ikut berputar. Bahan pisau frais umumnya terbuat dari HSS, atau Karbida.
a. Cutter Mantel
Cutter jenis ini dipakai untuk mesin frais horizontal.
Gambar 2.8 Cutter Mantel
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
b. Cutter Alur Cutter
Digunakan untuk membuat alur-alur pada batang atau permukaan
benda lainnya.
31
Gambar 2.9 Cutter Alur Cutter
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
c. Cutter Modul
Cutter in dalam satu set terdapat 8 buah. Cutter ini dipakai untuk
membuat roda-roda gigi.
Gambar 2.10 Cutter Modul
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
d. Cutter Radius Cekung
Cutter ini dipakai untuk membuat benda kerja yang bentuknya
memiliki radius dalam (cekung).
32
Gambar 2.11 Cutter Radius Cekung
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
e. Cutter Radius Cembung
Cutter ini dipakai untuk membuat benda kerja yang bentuknya
memiliki radius luar (cembung).
Gambar 2.12 Cutter Radius Cembung
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
f. Cutter Alur T
Alat ini hanya digunakan untuk membuat alur bentuk “T” seperti
halnya pada meja mesin frais.
33
Gambar 2.13 Cutter Alur T
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
g. Cutter Ekor Burung
Cutter ini dipakai untuk membuat alur ekor burung. Cutter ini sudut
kemiringannya terletak pada sudut-sudut istimewa yaitu : 30o, 45o, 60o
Gambar 2.14 Cutter Ekor Burung
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
h. Cutter Endmill
Ukuran Cutter ini sangat bervariasi mulai ukuran kecil sampai ukuran
besar. Cutter ini biasanya dipakai untuk membuat alur pasak dan ini
hanya dapat dipasang pada mesin frais vertical.
34
Gambar 2.15 Cutter Endmill
Sumber : Fadlybachtiar. 2011. Mesin Frais. Blogspot.co.id (diakses 01 Agustus 2014)
6. Jenis Pahat Potong pada Mesin Frais
Pada Mesin Frais terdapat beberapa jenis pahat potong, diantaranya yaitu
adalah :
a. Mata pahat rata (plainmill) dengan bentuk gigi datar dan helika, untuk
memotong atau menghasilkan permukaan yang rata.
b. Sidemill, untuk memotong celah, permukaan dan frais parit.
c. Anglemill, untuk memfrais permukaan dengan membentuk sudut
dengan kemiringan tertentu.
d. Endmill dan Shank, untuk memotong atau memfrais ujung benda kerja.
e. Shotting, untuk membuat alur.
f. Staggered Tooth, untuk membuat slot atau celah.
g. T-slotmill, untuk membuatu celah.
h. Dove Tailmill, untuk membuat luncuran-luncuran mesin dan dibuat
dengan sudut 45o, 60o, 90o (Harrison, 2004).
35
H. Keausan Pada Pahat
Keausan didefenisikan oleh ASTM sebagai kerusakan permukaan benda yang
secara umum berhubungan dengan peningkatan hilangnya material yang
disebabkan oleh pergerakan relatif benda dan sebuah substansi kontak. Pada
pengertian yang lebih luas, keausan adalah kerusakan permukaan atau kontak
material dari satu atau kedua permukaan secara rolling, relative sliding, atau
gerakan yang menghentak (impact motion).
Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami
kegagalan dari fungsinya karena berbagai sebab antara lain (Rochim, 1993) :
1. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat.
2. Retak yang menjalar sehingga meniimbulkan patahan pada mata potong
pahat.
3. Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk/geometri pahat.
Jenis kerusakan yang terakhir diatas jelas disebabkan tekanan temperatur yang
tinggi pada bidang aktif pahat dimana kekerasan dan kekuatan material pahat
akan turun bersama dengan naiknya temperatur. Keausan dapat terjadi pada
bidang geram dan / atau pada bidang utama pahat. Karena bentuk dan letaknya
yang spesifik, keausan pada bidang geram disebut dengan keausan kawah
(crater wear) dan keausan pada bidang utama dinamakan sebagai keausan tepi
(flank wear).
a. Aus tepi (flank wear)
Aus tepi adalah bentuk aus pada sisi (flank) pahat potong disebabkan
perubahan bentuk radius ujung pahat oleh gesekan antara permukaan
36
pemesinan benda kerja dengan sisi pahat karena kekakuan benda kerja.
Bidang aus didasarkan pada tebal bidang aus (flank wear land), harus
sejajar terhadap resultan arah potong. Tebal bidang aus merupakan ukuran
dari besarnya aus sisi. Bentuk aus sisi pengukurannya ditentukan sesuai
standar ISO 3685-1977 seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.16 Bentuk aus sesuai standar ISO 3685-1977
Sumber : Kalpakjian, S. Manufacturing Engineering and Technology, 3rd Ed. Addison –
Wesley Publishing Company, 1995.
b. Crater Wear (Keausan Kawah)
Crater merupakan keausan pahat yang berbentuk seperti kawah atau
lubang, lokasinya dimulai dari beberapa jarak dari tepi potong sampai area
kontak geram. Jika keausan ini semakin lama semakin bertambah, crater
menjadi makin lebar, panjang, dan dalam, bahkan bisa mencapai tepi pahat.
Crater menyebabkan tepi potong pahat menjadi lemah dan rusak. Keausan
jenis ini lebih cepat terjadi pada pahat dengan material ulet (Viktor, 2008).
Di bawah ini merupakan tabel rata-rata keausan yang diizinkan untuk alat
potong dalam berbagai pengerjaan.
37
Tabel 2.6 Rata-rata keausan yang diizinkan untuk alat potong dalam
berbagai pengerjaan.
Rata-rata keausan yang diizinkan untuk alat potong dalam
berbagai pengerjaan
Keausan yang diizinkan (mm)
Pengerjaan High-Speed Steels Carbide
Turning 1.5 0.4
Face milling 1.5 0.4
End milling 0.3 0.3
Drilling 0.4 0.4
Sumber : Kalpakjian, 1991
I. Suhu pemesinan
Dalam proses pemesinan, suhu dalam pemotongan logam sangatlah penting.
Contohnya, suhu pada bidang geser sangat penting pengaruhnya terhadap
tegangan alir dan karena itu memiliki pengaruh besar terhadap suhu pada muka
pahat dan permukaan sayatan. Suhu pada muka alat juga memainkan peran
utama relatif terhadap ukuran dan stabilitas Built-up Edge (BUE) tersebut.
Suhu lingkungan kerja yang mendekati zona pemotongan juga penting karena
secara langsung dapat mempengaruhi suhu pada bidang geser, muka pahat dan
permukaan sayatan. Energi yang digunakan dalam pemesinan terkonsentrasi
pada suatu kawasan yang sangat kecil. Hanya sebagian dari energi ini yang
tersimpan dalam benda kerja dan pahat dalam bentuk kerapatan dislokasi yang
38
meningkat, sedangkan sebagian besar energi lainnya diubah menjadi panas.
Pemesinan pada dasarnya memanfaatkan energi dari gerakan mekanik yang
diubah menjadi energi panas yang digunakan untuk memotong benda kerja.
Gambar 2.17 Area distribusi suhu pada pahat potong
Sumber : Kalpakjian, Serope. 1992. Manufacturing Engineering and Technology 2nd
Edition. Addison Publishing Companya Inc. California.
Tansfer energi panas yang dibutuhkan untuk memotong benda kerja
disesuaikan agar dapat terjadi pemotongan dengan memanfaatkan energi panas
yang dihasilkan dari pergerakan makan pahat. Karena kawasan pemotongan
terus bergerak pada benda kerja maka tingkat pemanasan di depan alat menjadi
kecil dan setidaknya pada kecepatan potong yang tinggi sebagian besar panas
(lebih dari 80%) terbawa oleh geram (Shaw, 1984). Pada gambar 2.17
memperlihatkan luas distribusi suhu pahat potong. Karena sumber panas dalam
pemesinan terkonsentrasi di area geser utama dan pada permukaan pahat –
geram. Jelas terlihat pada bahwa pola suhu tergantung pada beberapa faktor
yang berkaitan dengan sifat material dan kondisi pemotongan, termasuk jenis
cairan pemotongan apabila digunakan dalam proses pemotongan. Berbeda
39
menurut Shaw (1984), diperkirakan 90% dari energi yang dikeluarkan terbawa
oleh geram selama proses pemesinan berlangsung (Kalpakjian, 1992).
Hampir semua energi mekanik terkait dengan pembentukan geram berakhir
sebagai energi panas. salah satu pengukuran pertama setara mekanik panas ( J
) dibuat oleh benjamin Thomson (lebih dikenal sebagai Count Rumford).
Rumford (1799) mengukur bahwa panas berkembang selama proses
pengeboran kuningan meriam di Bavaria. Ia mengamati benda kerja, alat, dan
geram dalam jumlah air yang diketahui dan diukur kenaikan suhu yang sesuai
dengan input yang diukur dari energi mekanik. Percobaan ini tidak hanya
memberikan pendekatan yang baik terhadap setara mekanik panas yang berdiri
sebagai nilai yang diterima selama beberapa dekade, tetapi juga memberikan
wawasan baru ke dalam sifat energi panas pada saat kebanyakan orang percaya
bahwa panas adalah bentuk khusus dari cairan yang disebut " kalori ". Itu juga
diketahui bahwa beberapa energi yang berkaitan dengan deformasi plastik tetap
dalam deformasi material.
(Taylor,1934; Quinney,1937) menggunakan teknik kalori metrik yang sangat
akurat untuk mengukur energi sisa yang terjadi ketika batang logam yang
mengalami deformasi torsi. Ditemukan bahwa persentase energi deformasi
ditahan oleh bar menurun seiring dengan peningkatan energi regangan yang
terlibat. Ketika hasil ini diekstrapolasi terhadap tingkat tegangan energi dalam
pembentukan geram, diperkirakan bahwa energi yang tidak diubah menjadi
energi panas hanya antara 1 dan 3 persen dari total energi pemotongan.
marshall dkk (1953) secara langsung mengukur energi yang tersimpan dalam
sisa logam geram pemotongan dan Titchener (1974) telah membahas energi
40
yang tersimpan dalam benda dalam bentuk deformasi plastis dari titik pandang
yang luas (Shaw, 1984).
Pada gambar 2.18 menunjukkan distribusi energi, yang dimana persentase dari
total energi akan meningkat pada geram seiring dengan naiknya kecepatan
potong meskipun persentase energi pada alat dan benda kerja akan menurun.
Pada kecepatan potong yang sangat tinggi, hampir semua energi yang
dihasilkan akan terbawa pada geram, dan sebagian kecil energi berada pada
benda kerja dan alat potong(Crookal. J. R and Milton C. Shaw, 1984).
Gambar 2.18 Variasi distribusi energi dengan kecepatan potong untuk kondisi
pemotongan.
Sumber : Crookal. J. R and Milton C. Shaw. 1984. Metal Cutting Principle. Oxford.
Newyork.
J. Pemesinan Magnesium
Ada dua perhatian utama dalam pemesinan magnesium yaitu resiko kebakaran
dan pembentukan Built-up Edge (BUE). Magnesium terbakar jika dipanaskan
41
sampai suhu lelehnya. Dalam pemesinan magnesium, api sangat mungkin
terjadi jika geram tipis atau halus dengan perbandingan luas permukaan
terhadap volume yang tinggi dihasilkan dan dibiarkan menumpuk. Sumber
penyalaan mungkin juga pemanasan gesekan disebabkan pahat tumpul, rusak,
diasah secara salah atau dibiarkan berhenti sebentar pada akhir pemotongan.
Untuk meminimumkan resiko kebakaran, praktek-praktek berikut harus
diperhatikan :
1. Pahat yang tajam dengan sudut relief sebesar mungkin.
2. Kecepatan makan yang besar harus digunakan.
3. Secepatnya pahat dijauhkan dari benda kerja jika pemotongan berakhir.
4. Geram-geram harus sering dikumpulkan dan dibuang.
5. Menggunakan pendingin yang tepat pada pemesinan kecepatan makan dan
kedalaman potong sangat kecil.
Karena geram magnesium bereaksi dengan air dan membentuk magnesium
hidroksida dan gas hidrogen bebas, pendingin berbasis air harus dihindarkan.
Praktek yang diterima adalah pemotongan kering dan menggunakan pendingin
minyak mineral bila perlu. Pemesinan kering komponen magnesium dalam
volume besar menimbulkan masalah pemeliharaan kebersihan terutama untuk
proses gurdi dan pengetapan yang menghasilkan geram halus.
Pada saat ini pendingin berbasis air yang menghasilkan sedikit hidrogen ketika
bereaksi dengan magnesiumi. Dilaporkan juga pendingin ini dapat
meningkatkan umur pahat dan mengurangi resiko kebakaran dibandingkan
pemesinan kering. Namun masalah pembuangan limbah cairan pendingin tetap
menjadi masalah. Bila dibuang begitu saja jelas dapat mencemari lingkungan.
42
Sebaliknya bila limbah diolah sebelum dibuang jelas akan memerlukan biaya
yang cukup besar (Dow Chemical, 1982).
Pembentukan Built-Up Edge (BUE) diamati ketika pemesinan kering paduan
Mg-Al cor dengan pahat Baja Kecepatan Tinggi (HSS) atau Karbida.
Pembentukan Built-Up Edge (BUE) dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
pemakaian pendingin minyak mineral atau penggantian dengan pahat intan.
Jelas pemakaian pendingin minyak mineral akan mencemari lingkungan
sedangkan pemakaian pahat intan akan menaikkan biaya produksi (Videm dkk,
1994; Tomac dan Tonnessen, 1992).
Terdapat Beberapa penelitian magnesium yang dilakukan untuk mengetahui
sifat mekanik dan metalurgi. Misalnya pada penelitian yang dilakukan oleh
Bruni, dkk (2004) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban tarik dan
temperatur terhadap perubahan mikrostruktur paduan magnesium AZ31. Pada
penelitian ini diketahui bahwa perubahan mikrostruktur terjadi seiring dengan
meningkatnya temperatur dan menurunnya beban tarik. Permukaan
magnesium hasil pemotongan memiliki permukaan yang kasar jika suhu
pemotongan semakin tinggi. Penelitian mengenai magnesium meski sedikit
seperti yang dilakukan oleh Fang, dkk (2002) bertujuan untuk mengetahui
pengaruh temperatur sisi (flank temperature) selama proses pemotongan
paduan magnesium dengan menggunakan kecepatan tinggi (High
speed)terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran pada paduan magnesium.
Hal itu dapat diketahui dengan melakukan pemotongan terhadap paduan
magnesium dengan berbagai kondisi temperatur dan melihat hasil uji SEM
pada serpihan hasil pemotongan paduan magnesium. Hasilnya dapat diketahui
43
bahwa di bawah suhu 302oC tidak ditemukan adanya titik nyala api pada
serpihan.
Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Buldum, dkk (2011) yang bertujuan
mengetahui bagaimana kemampumesian (machinability) dari magnesium
dalam proses pemesinan yaitu pembubutan (turning), frais (milling), dan
pengeboran. Dalam penelitiannya Buldum, dkk merekomendasikan
penggunaan kecepatan potong yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
kecepatan potong yang digunakan pada pemotongan magnesium. Peningkatan
kecepatan potong akan mengakibatkan temperatur permukaan benda kerja
meningkat dan geram yang dihasilkan ketebalannya akan lebih rendah.
Semakin rendah kecepatan potong makan geram akan semakin besar dan
temperatur permukaan benda kerja juga akan rendah.