Post on 29-Dec-2015
description
1
MODUL II
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN KARET HILIR
Materi
1. Karet Busa Alam
2. Sol Sepatu
3. Pipa Karet Apung
4. Benang karet
5. Ban
6. Sarung Tangan
7. Gelang Karet
8. Serat Sabut Kelapa Berkaret
Kompetensi dasar:
Dapat menguasai konsep dasar dan mengaplikasikan teknologi pengolahan karet hilir
mengenai proses pembuatan alat kesehatan dan laboratorium, perlengkapan kendaraan,
perlengkapan olah raga, perlengkapan teknik industry, perlengkapan alat bayi, perlengkapan
rumah tangga. Alat alat tersebut meliputi karet busa alam,sol sepatu,pipa karet apung, benang
karet, ban kendaraan, sarung tangan, gelang karet, serat sabut kelapa berkaret..
Ringkasan
Karet alam sebagai hasil pengolahan hulu dari lateks dapat diolah menjadi berbagai produk
hilir untuk pembuatan alat kesehatan dan laboratorium, perlengkapan kendaraan, perlengkappan
olah raga, perlengkapan industry, alat-alat bayi, alat-alat rummah tangga diantaranya karet busa
alam, ban kendaraan, sarung tangan, sol sepatu, benang karet,pipa karet apung, gelang karet .
Proses pembuatan karet busa alam melalui 5 tahap adalah konversi lateks kebun menjadi lateks
pekat, pembuatan kompon lateks, pengocokan dan pembusaan kompon lateks dan vulkanisasi
kompon lateks, pengeringan karet busa dan finishing pemotongan dan pengemasan. Proses
Pembuatan Sol Sepatu ada 2 tahap yaitu pembuatan kompon dan dilanjutkan dengan proses
pembuatan sol luar sepatu. Tahap tahap proses pembuatan pipa karet apung meliputi pemurnian
lateks, Formulasi Komponen, vulkanisasi, pencetakan pipa dan uji konstruksi.Pada pembuatan
benang karet, proses produksi terdiri dari beberapa bagian, salah satunya yaitu chemical
laboratory departement. Tugas-tugas dari laboratory departement antara lain: memeriksa
2
bahan baku utama (lateks pekat), memeriksa bahan baku penolong (bahan kimia), memeriksa
dispersi, emulsi, solusion yang terdapat dalam tangki penyimpanan (dispersion storage tank,
emultion storage tank, solution storage tank), memeriksa compound yang akan digunakan
untuk pengolahan benang karet, membuat formulasi compound, memeriksa mutu air,
memeriksa kadar acetic acid pada acid bath dan water bath.Tahap tahap proses pembuatan ban
meliputi pencampuran bahan, pencetakan,kawat pengikat,lapisan, tapak ban,
pengadukan,pemanasan bahan dan pemeriksaan.
BAB I. KARET BUSA ALAM
Karet busa selama ini didominasi oleh karet sintetis poliuretan yang harganya jauh lebih
murah sehingga karet busa alam semakin ditinggalkan. Karet busa banyak dikonsumsi untuk
berbagai keperluan seperti kasur, bantal, jok, komponen sepatu, penyekat, dan pelapis bagian
dalam jaket. Perkembangan baru menunjukan bahwa proses produksi busa poliuretan
beresiko tinggi karena bahan bakunya beracun dan karsiogenik. Karena itu akhir-akhir ini ada
kecenderungan meningkatnya permintaan karet busa dari karet alam. Karena dianggap lebih
aman, ramah lingkungan, memiliki daya elastis dan daya lenting yang sempurna, tahan panas
dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan. Peluang tersebut perlu dimanfaatkan
dengan sasaran menumbuhkan usaha dilingkup pedesaan, menciptakan lapangan kerja baru,
meningkatkan nilai tambah petani karet. Namun selama ini masih belum ditemukan cara
produksi yang murah, mudah dan aman untuk dilakukan, sehingga perlu pengetahuan baru
untuk dapat memproduksi karet busa alam dan diperkirakan dapat ditempuh melalui
perkembangan usaha baru yaitu menjadi produsen karet busa yang dikelola secara kelompok
tani.
1.1 Keunggulan karet busa alam dibandingkan dengan karet busa sintetis
Dibanding karet busa sintetis , karet busa alam lebih unggul dalam hal kenyamanan
dan umur pakai, karena memiliki ketahanan sobek yang lebih tinggi, tegangan putus. Untuk
memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya memerlukan ketebalan sepertiga
dari busa sintetis, jadi biasa dikatakan karet busa alam lebih efektif. Karet busa alam juga
aman digunakan dan aman untuk diproduksi tidak bersifat karsinogenik. Sedangkan proses
pembuatan karet busa sintetis memiliki resiko yang cukup tinggi karena bahan bakunya
isosianat beracun dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu permintaan terhadap karet busa
alam cenderung meningkat terutama untuk perlengkapan tidur dan jok mobil. Selain
3
diproduksi oleh perusahaan yang telah lama ada, berbagai merek kasur dan bantal dari karet
busa alam pun kini bermunculan, walaupun karet busa alam memiliki banyak keunggulan
namun bahan mentah untuk pembuatannya mahal karena harus benar- benar bersumber dari
karet alam yaitu lateks pekat.
1.2 Proses Pengolahan Karet Busa Alam
Proses pembuatan karet busa alam melalui 5 tahap adalah konversi lateks kebun
menjadi lateks pekat, pembuatan kompon lateks, pengocokan dan pembusaan kompon lateks
dan vulkanisasi kompon lateks, pengeringan karet busa dan finishing pemotongan dan
pengemasan,
2.1.1 Konversi Lateks Kebun
Konversi lateks kebun kadar karet kering 25-28% menjadi lateks pekat 55-60%,
proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan mesin sentrifugasi atau pendadihan. Untuk
industri besar sebaiknya menggunakan mesin sentrifugasi karena lebih efisien dan dapat
digunakan untuk kapasitas cukup banyak, sedangkan untuk industri kecil menggunakan
pendadihan karena harganya lebih murah.
2.1.2 Pembentukan Kompon Lateks
Pembentukan kompon lateks yaitu pencampuran lateks pekat dengan bahan bahan
kimia, proses ini dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan kimia tertentu yaitu bahan
pembusa, vulkanisasi, pengisi dan akselerator. Alat yang digunakan dalam proses ini gilingan
pendispersi, bahan yang sering digunakan adalah belerang, karena lebih efektif dalam
pembentukan gel lateks.Tujuan pembuatan kompon adalah untuk memperbaiki sifat-sifat
fisika dan kimia yang kurang menguntungkan suatu produk barang jadi. Campuran diaduk
perlahan-lahan dan dijaga jangan sampai terjadi pengotoran sampai campuran tersebut
homogen, campuran ini disebut kompon lateks. Sebelum dicetak kompon lateks ini berbentuk
cairan sehingga perlu ditambahkan bahan pemantap kedalam kompon lateks agar tidak
menggumpal.
4
2.1.3 Pengocokan dan Pembusaan
Pengocokan dan pembusaan agar terbentuk komponen lateks yang berbuih sehingga
strukturnya lebih renggang atau berpori. Kemudian lateks dituangkan kedalam cetakan.
Pembentukan busa dilakukan dengan cara penambahan Hidrogen peroksida 15% kedalam
campuran kompon dan dilanjutkan dengan pengadukan, cara ini ternyata mengalami kendala
yaitu komponen cepat menggumpal sebelum busa terbentuk, sehingga ditambahkan ZnO dan
Amonium Khlorida untuk mencegah penggumpalan selama pengocokan dan pembusaan bisa
menjadi 7-10 kali volume kompon.
2.1.4 Vulkanisasi
Vulkanisasi yang disebut dengan pemasakan karet agar komponen lateks menjadi busa
yang stabil, struktur karet yang lebih baik dan koloid lateks dapat terdispersi secara merata
atau homogeny. Pada proses ini molekul-molekul karet oleh belerang membentuk suatu
jaringan tiga demensi dan karet yang semula plastis akan berubah jadi elastis, reaksi antara
molekul molekul karet dengan belerang berlangsung sangat lambat membutuhkan waktu
beberapa jam. Waktu vulkanisasi barang karet yang tebal dengan suhu 140oC adalah cukup
lama karena karet merupakan penghantar panas yang buruk, sebaliknya untuk karet yang tipis
dengan suhu 160oC waktu vulkanisasi lebih singkat.
2.1.5 Pengepresan
Pengepresan bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa air yang terdapat didalam busa
karet yang masih basah.
2.1.6 Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan secara sederhana dengan oven yang dialiri uap panas
dengan suhu 60-70oC selama 4–36 jam tergantung ketebalan karet busa, kalau suhunya terlalu
tinggi menyebabkan karet busa jadi lengket dan berubah warna. Sedang yang cara modern
dilakukan dengan microwave, gelombang cahaya.
2.1.7 Pemotongan dan Pengemasan
Setelah karet kering lalu dipotong-potong lalu dikemas dan siap untuk dipasarkan.
5
Konversi Latek kebun
Sentrifuse/pendadihan
Lateks pekat KKK 55-60%
Pengocokan dan pembusaan
Dicetak
Vulkanisasi
Pengepresan
Pengeringan 70 C
Karet busa alam
Pemotongan dan pengemasan
Diagram alir pengolahan karet busa alam
1.3 Aplikasi karet busa alam
Karet busa alam banyak digunakan pada berbagai macam industri misal industri
perlengkapan tidur kasur, bantal, guling, perlengkapan otomotif untuk jok mobil,
perlengkapan bayi untuk perlak bayi, industri keramik untuk cetakan keramik agar diperoleh
pori-pori yang sesuai, industri tekstil untuk pelapis bagian dalam jaket.
DAFTAR PUSTAKA
6
Anonim 2008. Karet alam, http://industri karet.wordpress.com/
Anonim. 2011. Jenis Jenis Karet Alam dalam Usaha Agroindustri Karet,http://
binaukm.com/2011/09/jenis-jenis karet alam dalam usaha agroindustri karet.
Rusadi, H 2008. Rekayasa alsin manufaktur kkaret busa untuk industry.Bogor, Balai
Penelitian Tanaman Karet.
Irfan, M. 2009. Pengeringan karet busa alam. Bogor, Balai Penelitian Tanaman Karet.
r
BAB II. PROSES PENGOLAHAN SOL SEPATU DARI LATEKS SKIM
Pembuatan barang menjadi karet, seperti sol sepatu adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan nilai tambah karet alam dan untuk mengembangkan industri berbasis karet
alam dalam negeri. Sol sepatu karet merupakan produk barang jadi karet yang dikataegorikan
sebagai produk karet penggunaan umum. Produk ini memiliki serapan konsumsi karet alam
yang cukup besar sehingga apabila dapat mengembangkan industrinya seperti melalui
mendesain kompon karet dengan biaya yang lebih murah maka berdampak pada peningkatan
konsumsi karet dan dalam negeri.
Sol karet yang bermutu biasanya dibuat dari karet alam. Hal ini disebabkan karet alam
mempunyai beberapa keunggulan, yaitu memiliki kepegasan pantul yang baik, kalor timbul
yang rendah, tegangan putus tinggi, ketahanan retak lentur baik, fleksibel baik, kuat dan tahan
lama, bahkan dapat digunakan pada suhu -60oF. Sifat-sifat inilah yang diperlukan dalam
pembuatan sol karet.
Pada pengolahan lateks dengan cara pemusingan akan dihasilkan limbah berupa serum
atau lateks skim. Serum atau lateks skim masih mengandung partikel karet dengan kadar karet
kering sekitar 4-8%. Dengan kadar karet kering sebesar itu, lateks skim masih berpotensi
diambil karetnya dan diolah menjadi karet skim. Karet skim yang diperoleh akan digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan sol sepatu dengan formulasi kompon tertentu.
Formulasi kompon disusun sedemikian rupa agar dapat menghasilkan sol karet yang sesuai
untuk jenis sepatu dengan sol lunak (soft sole) dan jenis sepatu dengan sol keras (hard sole).
Proses Pengolahan
7
Karet alam adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah penemuan proses
vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap cuaca dan tidak larut dalam minyak,
maka karet mulai digemari sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam alat untuk
keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah, seperti sol sepatu dan bahkan
sepatu yang semuanya terbuat dari bahan karet. Sebelum itu usaha-usaha menggunakan karet
untuk sepatu selalu gagal karena menjadi kaku di musim hujan dan lengket serta berbau di
musim panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury Indian Rubber Company pada
tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam terpentin dan mencampurnya dengan hitam
karbon untuk menghasilkan karet keras yang tahan air.
Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang berat molekul
rata-ratanya tersebar antara 10.000-400.000. sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam
menyebabkannya dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu dan
telapak ban kendaraan. Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk kristal padat dan juga tidak
berbentuk cairan. Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata pada sifat karet
yang lembut, fleksibel dan elastis. Sifat-sifat ini memberi kesan bahwa karet alam adalah
suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu cairan dengan kekentalan yang sangat tinggi.
Namun begitu, sifat-sifat mekaniknya menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi
untuk memutus rantai molekulnya agar menjadi pendek.
Proses mastikasi ini mengurangi keliatan atau viskositas karet alam sehingga akan
memudahkan proses selanjutnya saat bahan-bahan lain ditambahkan. Banyak sifat-sifat karet
alam ini yang dapat memberikan keuntungan atau kemudahan dalam proses pengerjaan dan
pemakainnya, baik dalam bentuk karet atau kompon maupun dalam bentuk vulkanis.
Karet alam mengandung beberapa bahan antara lain: karet hidrokarbon, protein, lipid
netral, lipid polar, karbohidrat, garam organik, dll. Protein dalam karet alam dapat
mempercepat vulkanisasi atau menarik air dalam vulkanisat. Beberapa lipid ada yang
merupakan bahan pencepat atau antioksidan. Protein juga dapat meningkatkan heat build up
tetapi dapat juga meningkatkan ketahanan sobek. Karet alam lama kelamaan dapat meningkat
viskositasnya atau menjadi keras. Ada jenis karet alam yang sudah ditambah bahan garam
hidroksilamin sehingga tidak bisa mengeras dan disebut karet CV (Contant Viscosity). Karet
alam bisa mengkristal pada suhu rendah (misalkan -260C) dan bila ini terjadi, diperlukan
pemanasan karet sebelum diolah oleh pabrik barang jadi karet.
Proses Mastikasi
Pencampuran
8
Dalam bentuk bahan mentah, karet alam sangat disukai karena mudah menggulung
pada roll sewaktu diproses dengan open mill/penggiling terbuka dan dapat mudah bercampur
dengan berbagai bahan-bahan yang diperlukan didalam pembuatan kompon. Dalam bentuk
kompon, karet alam sangat mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai dalam
pembuatan barang-barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum vulkanisasi dilakukan.
Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabakan karet dalam pembuatan sol karet yang
sepatunya diproduksi dengan cara vulkanisasi langsung.
Vulkanisasi karet alam sangat baik dalam hal-hal berikut: Kepegasan pantul; hal ini
menyebabkan timbulnya kalor (heat build up) rendah, yang sangat diperlukan oleh barang
jadi karet yang akan mengalami hentakan berulang-ulang. Sifat inilah yang menyebabkan
karet alam selalu dipakai dalam pembuatan ban truk dan kapal terbang yang sulit disaingi
oleh karet sintetik, Tegangan putus, Ketahanan sobek dan kikis, Fleksibilitas pada suhu
rendah, Daya lengket ke fabric atau logam.
Sol sepatu sangat memerlukan sifat-sifat tersebut diatas, karena itu karet alam adalah
pilihan yang tepat. Secara umum sol sepatu membutuhkan kekuatan, ketahanan kikis, dan
ketahanan sobek yang tinggi. Vulkanisat karet alam kuat dan tahan lama bahkan dapat
digunakan pada suhu -600F. Karet alam bisa dibuat menjadi karet yang agak kaku tetapi
masih mempunyai fleksibilitas dan katahanan kikis, ketahanan retak lentur serta kekuatan
tinggi. Hal ini menguntungkan dalam pembuatan sol sepatu karena sol sepatu bisa dibuat tipis
(seperti sol luar sepatu olahraga), sambil tetap menjaga agar tidak merasakan batu sewaktu
berjalan.
Karet yang tidak elastis cenderung sulit untuk dimanfaatkan lebih jauh, oleh karena itu
karet mentah harus terlebih dahulu diproses dengan perlakuan-perlakuan tertentu serta
penambahan bahan-bahan kimia tertentu untuk memperoleh suatu kompon. Kompon
merupakan campuran karet dengan bahan-bahan kimia yang mempunyai komposisi tertentu
dengan cara pencampuran digiling pada suhu tertentu, kompon karet dapat dibuat pada mesin
giling 2 rol atau pada mesin pencampur tertutup (Banbury mixer, Internalmixer). Akan tetapi
dalam pembahasan makalah ini hanya dibahas tentang kompon sol luar sepatu.
Proses Pembuatan Sol Sepatu ada 2 tahap yaitu pembuatan kompon dan dilanjutkan
dengan proses pembuatan sol luar sepatu:
Lembaran Kompon
Pemberian Bentuk
Proses Vulkanisasi
9
Diagram alir pembuatan kompon untuk sol sepatu
Diagram Alir Pembuatan Sol Luar sepatu dari kompon karet
Pada proses pencampuran kompon karet biasanya menggunakan alat pencampur
(mixer) dapat berupa Internal mixer (mesin giling tertutup) atau mesin giling terbuka
(Openmill). Alat yang paling sederhana adalah mesin giling terbuka yang terdiri dari dua rol
keras dan permukaannya licin. Kecepatan berputar kedua rol berbeda (penggilingan dengan
friksi). Lebar celah diantara dua rol dapat diatur dan disesuaikan dengan banyaknya kompon
dan keadaan kompon, sebelum proses pencampuran, karet mentah terlebih dahulu dilunakkan
10
yang disebut dengan proses mastika yang bertujuan untuk mengubah karet padat dan
keras menjadi lunak (viskositas berkurang) agar proses pencampuran dengan bahan
kimia menghasilkan dispersion yang merata (homogen).
Pencampuran dimulai setelah karet menjadi plastis dan suhu rol hangat. Celah 2 rol
(nip) diatur sedemikian rupa sampai diperoleh tumpukan material diatas rol yang disebut
bank, kemudian bahan kimia bentuk serbuk segera ditambahkan kecuali belerang.
Penggulungan dan pemotongan juga dilakukan. Penambahan bahan pengisi dilakukan
sedikit demi sedikit. Langkah terakhir adalah pemasukan belerang. Setelah semua bahan
kimia tercampur, kompon karet yang dihasilkan dipotong dan dikeluarkan dari gilingan,
kemudian dimasukkan gilingan lagi untuk dibentuk menjadi bentuk lembaran dengan
ketebalan sesuai dengan kebutuhan dan biasanya dalam proses ini disebut dengan Press
Moulding.
Pada mesin kempa vulkanisasi, kompon karet diberi bentuk dan divulkanisasi
pada mesin yang sama. Proses vulkanisasi adalah proses pemasakan karet mentah
menjadi vulkanist. Vulkanisasi merupakan proses irreversible (tidak dapat balik) yang
menggabungkan rantai-rantai molekul karet secara kimiawi dengan molekul belerang
membentuk ikatan tiga dimensi. Dalam proses ini menggunakan suhu 1500C, Sehingga karet
mentah yang semula plastis setelah vulkanisasi berubah menjadi elastis, kuat, dan ulet.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008. Karet Alam. http://industrikaret.wordpress.com/ (diakses 11 oktober 2011)
Anonim. 2011. Jenis-jenis karet Alam Dalam Usaha Agroindustri Karet.
http://binaukm.com/2011/09/jenis-jenis-karet-alam-dalam-usaha-agroindustri-karet/
(diakses 10 oktober 2011)
Alfa,A.A., D.Suparto., S.1longgokusumo dan O.Siswantoro.1998. Pemanfaatan Karet Skim
Berkualitas Tinggi Sebagai Bahan Baku Gelang Karet. Jurnal Penelitian Karet,1998,16
(1-3); 22-34.
Arizal, R. 1994. Pengatahuan Dasar Elastomer. Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai
Penelitian Teknologi Karet, Bogor. Babbit, R. O.1975.Rubber Handbook. R.T.
Vandebilt Company Inc.J. Tek.Ind. Perl.Vol.11 (1),11-19
11
Alfa dan Bunasor Blackley, D.C.1966. High Polymer. Latices. Volume 1: Fundamental
Principles their science and Technology. Mac1..aren, London.1966,pp.206-207.
Eko.2008. Karet Alam. http://eckonopianto.blogspot.com/2009/04/karet-alam.html (diakses
10 oktober 2011).
Suseno,S dan I. Soedjon.1969. Pengolahan Karet Skim Dengan Teepol Dan Sabun dan
Penjelidikan Sifat-Sifat Karet Skim Yang Diperoleh. Menara Perkebunan, 38 (9/10), 8-
17
BAB III. PROSES PEMBUATAN PIPA KARET APUNG
Salah satu produk karet yang masih sepenuhnya diimpor adalah pipa apung. Pipa apung
(floating pipe) adalah salah satu produk karet berteknologi tinggi terbuat dari material karet,
kanvas, kawat baja, kawat slinge dan flange. Pipa apung dapat digunakan pada industri
pengerukan (sebagai media untuk mengalirkan pasir, batu karang dan air dari kapal keruk ke
pantai), industri perminyakan (media untuk mengalirkan berbagai jenis minyak dari kapal
tanker ke terminal atau pangkalan dan sebaliknya), penggunaan pipa apung juga pada industri
lepas pantai lainnya seperti on-shore, sub marine hoses range, dock, shore terminal hose, dan
mariculture fish cage (Wahyu, 2004).
2.3.1 Proses Pembuatan Pipa Apung
Dalam proses manufaktur atau pembuatan pipa karet apung ini terdiri atas beberapa
tahap produksi, yaitu tahap pemurnian lateks alam, formulasi komponen, proses vulkanisasi,
penggabungan material penyusun pipa dan uji konstruksi.
PEMURNIAN LATEKS
FORMULASI KOMPONEN
12
Diagram alir pembuatan pipa karet apung
Tahap tahap proses pembuatan pipa karet apung
2.3.1.1 Pemurnian Lateks
Bahan baku utama dalam pembuatan pipa karet apung adalah lateks dari karet alam
(hevea brasiliensis) dengan nama kimiawi cis-1,4 – polyisoprene, yang mana apabila berasal
dari penyadapan maka di industri perlu dimurnikan melalui berbagai proses pemurnian.
Lateks terbentuk dari emulsi ultra lembut partikel karet yang tersuspensi dalam fasa larutan
(aqueous phase). Fasa larutan lateks – disebut serum dan mengandung berbagai materi non
karet seperti karbohidrat, protein, mineral, mikroorganisme, dan air.
Berbagai teknologi pengolahan lateks pekat yang telah dikenal selama ini adalah
proses pendadihan (Creamed Latex) dan proses pemusingan (Centrifuged Latex) yang
biasanya digunakan untuk bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Pada proses
sentrifugasi partikel karet pada saat yang sama akan tersisihkan 2/3 material non karet
(serum) dari konsentrat. Berdasar standar mutu lateks, jenis Creamed Latexmempunyai kadar
karet kering (KKK) minimum 60% dan jenis Centrifuged Latexmempunyai KKK 62%. Untuk
produk pipa apung ini kadar karet kering yang diharapkan yaitu KKK minimal 80%.
Adapun proses pemurnian dilakukan dengan sentrifugasi putaran tinggi
(minimal 1000 rpm) serta diikuti cara kimiawi yaitu menggunakan pelarut seperti aceton dan
alcohol. Pada proses sentrifugasi ini juga dihasilkan limbah berupa scrum water yang kaya
PROSES VULKANISASI
PENCETAKAN PIPA
UJI KONSTRUKSI
13
akan nilai protein, karbohidrat dan NPK (nitrogen, phosporus, potassium) yang bila dibuang
ke perairan akan sangat berbahaya.
2.3.1.2 Formulasi Komponen
Berdasarkan hasil kajian maka telah diketahui formula komponen yang akan dipakai
dalam membuat karet luar, karet dalam dan sponge pada konstruksi pipa apung. Karena setiap
bahan mempengaruhi sifat vulkanisat mutu produk jadi, maka penimbangan setiap bahan
penyusun komponen harus dilakukan dengan teliti, khususnya untuk bahan-bahan yang
jumlah PHR-nya rendah seperti belerang (sulfur), accelerator, antioksidan dll. Setiap formula
komponen dinyatakan dalam jumlah PHR (Part Hundred Rubber) atau berat per seratus karet.
Berikut Tabel 1 menunjukkan formula komponen karet dalam, sedangkan Tabel 2 formula
komponen karet luar:
.
Sebelum karet mentah dicampur dengan bahan kimia, bandela karet terlebih dahulu dipotong
dengan alat pemotong bandela hidrolik atau mekanik menjadi bagian-bagian karet yang
besarnya cukup untuk digiling pada mesin dua rol (open mixer). Potongan-potongan karet dan
bahan pembantu yang diperlukan ditimbang sesuai dengan berat rancangan formula kompon
yang dibuat.
Proses mastikasi merupakan proses pemutusan rantai-rantai karet untuk dicampur
dengan bahan kimia lainnya. Tujuan utama dari proses mastikasi adalah membuat karet
menjadi homogen dan konstan sehingga terbentuk sifat plastis untuk mempermudah
14
pencampuran antara karet dengan bahan kimia, bahan pengisi dan bahan-bahan lain yang
ditambahkan. Sedangkan tujuan utama dari proses pencampuran adalah untuk
menjadikankomponen karet yang telah mengalami proses mastikasi menjadi kompon yang
bersifat elastis. Proses pencampuran ini umumnya dilakukan dengan alat: open mill, banbury
dan dispersion kneader
2.3.1.3 Vulkanisasi
Guna mendapatkan hasil produk karet yang diinginkan maka lateks harus dicampur
dengan berbagai bahan kimia lainnya sebelum dilakukan proses vulkanisasi. Proses
vulkanisasi secara sederhana adalah proses peningkatan karakteristik atau kegunaan karet
dengan jalan pemanasan bersama belerang. Tujuan vulkanisasi adalah menghubungkan secara
kimiawi rantai-rantai karet dengan jalan “crosslinks” guna membentuk suatu jaringan tiga
dimensi. Dalam vulkanisasi konvensional biasanya terdapat 2 hingga 3 bagian belerang dalam
per 100 bagian komponen karet. Sebelum dilakukan vulkanisasi umumnya guna mendapatkan
hasil produk karet yang berkualitas tinggi maka ditambahkan pula beberapa bahan kimia
antara lain: Bahan pencepat (accelerator) : Thiazole, Sulphenamide, bahan penggiat
(activator) : ZnO, Asam Stearat, anti Oksidan, anti Ozonan, bahan pengisi (filler) : carbon
black, bahan pelunak : minyak aromatic, bahan pewarna, bahan peniup : BSH, bahan
pencegah pra vulkanisasi
Proses vulkanisasi umumnya menimbulkan emisi uap yang kaya akan bahan-bahan
organik yang terlepas ke udara. Perlu suatu pengelolaan limbah udara untuk menjaga
kesehatan lingkungan sekitar tempat produksi.
2.3.1.4 Pencetakan Pipa
Setelah proses vulkanisasi dilakukan pencetakan pipa karet apung dengan
menggabungkan material-material lain seperti kanvas, kawat baja, kawat slinge dan flange.
Pencetakan dilakukan menggunakan mesin silinder berputar dengan tahap pelapisan material
secara berurutan mulai dari kanvas hingga kawat baja dan flage. Desain pipa apung perlu
dilakukan untuk mendapatkan bentuk produk serta spesifikasi teknis sesuai dengan keperluan
industri pengguna. Proses pencetakan ini berlangsung dengan sistem batch dengan ukuran
panjang pipa yang sesuai standar dan kebutuhan industri.
2.3.1.5.Uji Konstruksi
15
Tahapan selanjutnya dari proses produksi pipa apung yaitu pengujian terhadap pipa
apung tersebut. Secara umum pengujian sifat terhadap vulkanisat yang dilakukan adalah
untuk mengetahui kekuatan, ketahanan terhadap lingkungan dan kemantapan dimensi, antara
lain: Uji waktu pematangan (curing test), uji ketahanan kikis (abrasion test), uji tarik (tension
test), uji kekerasan (hardness test), uji berat jenis (density test)
Adapun Uji Mekanik terhadap kekuatan pipa apung itu sendiri dilakukan dengan: uji
tarik, uji tekan, uji tekuk, uji getar, uji adhesive.
2.3.2 Masalah Limbah
Selain kegiatan utama pada proses manufaktur gunama menghasilkan pipa apung, juga
muncul problem atau masalah limbah ke lingkungan akibat sisa proses pada berbagai
tahapankegiatan produksi. Industri pengolahan karet sendiri sebenarnya sejak dari hulunya
sudah banyak menghasilkan limbah terutama cair dan gas. Semenjak persiapan dan
pengangkutan lateks berpotensi menghasilkan limbah lateks itu sendiri. Kemudian saat
pemurnian lateks maka akan menghasilkan limbah berupa serum water dengan kandungan
organik yang cukup tinggi dan berbahaya bagi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Akhir RUK (2000). Pembuatan Komposit Matrik Karet Untuk Floating Pipe. Jakarta
: direktorat TPR-TIRBR
Wahyu, P. 2004. Kajian Penerapan Prinsip Produksi Bersih Pada Proses Manufaktur Pipa
Apung. Jakarta : BPPT
BAB IV. PENGOLAHAN BENANG KARET
Bahan Baku Proses Produksi Benang Karet
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi benang karet adalah lateks pekat
sebagai bahan baku utama dan bahan baku kimia sebagai bahan pendukung. Bakan baku
16
utama dalam pembuatan benagn karet adalah lateks pekat sentrifugal dengan kandungan
amoniak yang berbeda-beda, yaitu: Low amonia : 0,2% - 0,35%, medium amonia :
0,4% - 0,55%, high Amonia :0,6% - 0,8%
Kandungan amonia tersebut diukur dalam seratus lateks pekat. Sedangkan bahan
baku penolong pada proses pembuatan benang karet meliputi: Potassium Hidroxide (KOH),
oleic acid, zinkum marcapto benzo thiozole (ZnMBT), Sulfur, zinkum Di Buthyl
dithyoCarbamat (ZnDBC), darvan-7, apteen Base, sunproof, anchoid, tri Etanol Amine
(TEA), color (blue, violet, dan black), ammonium Hidroxide (NH4OH), lactic Casein,
bentonit, dimetyl Amine, wingstay L, zincum Oxide, ammonia
Bagian Proses Produksi
Beberapa proses produksi terdiri dari beberapa bagian, salah satunya yaitu chemical
laboratory departement. Tugas-tugas dari laboratory departement antara lain: memeriksa
bahan baku utama (lateks pekat), memeriksa bahan baku penolong (bahan kimia), memeriksa
dispersi, emulsi, solusion yang terdapat dalam tangki penyimpanan (dispersion storage tank,
emultion storage tank, solution storage tank), memeriksa compound yang akan digunakan
untuk pengolahan benang karet, membuat formulasi compound, memeriksa mutu air,
memeriksa kadar acetic acid pada acid bath dan water bath.
Compounding Departement
Compound adalah lateks pekat yang telah bercampur dengan bahan kimia. Adapun
bahan kimia tersebut yang dicampurkan ada tiga bentuk, yaitu:
1. Dispersi
Merupakan padatan yang sukarlarut dalam fase cair dengan kata lain mencampur
bahan kimia berbentuk powder yang sukar larut dalam air sehingga proses ini akan
memadukan antara powder tersebut dengan air. Dengan bahan tambahan bahan kimia
tertentu, powder dibuat di wetting powder dimana untuk menghomogenkan digunakan
bahan kimia berikut: sulfur, titanium,wingstay, ZnDBC, zink okside. Dan bahyan
untuk menghaluskan partikel size diproses di griding molteni dengan menggunakan
pompa, kemudian dimasukkan ke dalam trolly lalu ditransfer ke masing-masing tanki
dan dicek ke laboratorium kimia
2. Emulsi
Yaitu cairan yang sukar larut dalam fase cair atau dengan kata lain harus
mencampurkan bahan kimia cair yang tidal larut dalam air, seperti minyak, sehingga
17
proses ini memadukan antara cairan tersebut dengan air menggunakan bantuan bahan
tertentu yang biasa disebut emulgator.
3. Solution
Solution adalah larutan yang mudah larut dalam fase cair. Bahan ini dapat langsung
dicampurkan dengan lateks pekat.
Tahap-Tahap Pembuatan Compound
Tahapan dalam pembuatan compound ada dua yaitu tahap inaktive compound dan
tahap active compound. Pada tahap inactive compound terdiri atas:
1. Bahan baku utama yaitu lateks pekat
2. Bahan baku penolong yaitu: KOH sebagai stabilisator, dispersi ZnMBT+KOH 50%
sebagai oksidator, dispersi wingstay-L sebagai antioksidan, dispersi TiO2 sebagai
filter, emulsi potassium oleat, emulsi sunproof wax sebagai antioksidan, pewarna,
demin water sebagai pelarut.
Bahan-bahan tersebut kemudian disimpan dalam bentuk dispersi, emulsi, dan solusi
dalam dispersion storage tank, emulsion storage tank, dan solusi storage tank.
Prinsip proses pengolahan inactive ini adalah pencampuran lateks pekat yang sudah
ditimbang dalam weighting lateks tank (WTL) kemudian dialirkan ke inactive compound tank
(ICT) dengan menggunakan pressure. Demin water dialirkan ke inactive compound dengan
menggunakan vacum pump sistem. Setelah dua jam compound diperiksa oleh chemical
laboratory. Kemudian setelah tujuh jam dari pencampuran maka compound dipindahkan ke
active compoun tank (ACT).
Didalam tahap active compound, pada active compound ditambahkan bahan kimia
KOH 20% sebagai stabilisator, dispersi ZnDBC 50%, sebagai akselator, dan ZnO 60%
sebagai aktivator.
Prinsip-prinsip proses active ini pencampuran pengaktivan swelling dan maturasi
antara lain:
1. Compound yang ada di inactive tank ditransfer dengan vakum system ke active
compound tank
2. Semua bahan kimia (zat pengaktif) dimasukkan satu per satu ke active compound
kemudian dilakukan maturasi pada temperatur 28-32 0C selama kurang lebih 8 jam
3. Titik akhir maturasi ditandai dengan kesesuaian standart pada pengujian swelling
indeks
18
4. Compound dianalisa oleh chemical laboratory yang kemudian dilanjutkan pada proses
homogenazing dan proses pendinginan
Tahap Cooling Compound
Bahan yang digunakan adalah bahan yang ada di active compound tank dengan prinsip
pengolahan cooling yaitu pendinginan, menghilangkan buih, dan menghomogenkan
menggunakan vacum system. Penghomogenan menggunakan vacum system antara lain:
1. Compound yang ada didalam compound active tank (ACT) ditransfer ke cooling
compound storage tank (CCST) melalui mesin homogenezer agar benar-benar
homogen
2. Compound diaduk-aduk dengan stirer
3. Compound didinginkan hingga 13 0C selama kira-kira 18 jam
4. Compound siap diolah menjadi benang karet di extruction departement
Extruction Departement
Tugas semua extruction departement adalah mengolah compound yang ada di cooling
compound system tank (CCST) menjadi benang karet sesuai dengan oreder (pesanan) dari
pelanggan. Bagian-bagian proses extruction departement adalah: wet area (acid bath, water
bath), dry area (drying dan curing), talcum area (talcum box), kipas talcum, dan ribboning,
packing area (pengepakan, penimbangan, dan labeling).
Waste Water Departement
Tegangan dari pengolahan limbah ini dilakukan agar air limbah dari pabrik industri
karet dapat dikendalikan sesuai dengan persyaratan baku mutu limbah dari pemerintah.
Pengolahan limbah cair dilakukan dengan tiga proses yaitu:
1. Proses kimia
Pengelolaan limbah secara proses kimia terdapat pada; Alkalization basin; dengan
penambahan caustic soda untuk menaikkan pH, neutralization basin dengan
penambahan sulfur acid untuk mencapai pH netral
2. Proses Fisika
Proses limbah cair dengan proses fisika terdapat pada: equalization basin,
sedimentation basin, aerated lagoon, thickening basin, filter station, clarifier basin
3. Proses Biologi
19
Pengolahana air limbah dengan cara pengembangan bakteri di dalalm aerated lagoon
pada awal pendirian pabrik. Bakteri ini didatangkan dari polcon Italia sesuai asal
lisensi.
Diagram alir proses pembuatan benang karet
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Latar Belakang Industri Tanaman Karet.
http://industrikaret.wordpress.com [9 Oktober 2011]
Djumarti. 2011. Teknologi Pengolahan Lateks. Handout. Jember : FTP UNEJ
20
Elka. 2009. Jenis – Jenis Karet Alam. http://a-ur-rubber.blogspot.com [9 Oktober 2011]
Eckonopianto. 2010. Pengolahan Karet. http://eckonopianto.wordpress.com [9 Oktober
2011]
Suprianto. 2010. Tanaman Karet Komplit. http://supriantokomkaret.blogspot.com [9 Oktober
2011]
21
BAB V. PROSES PENGOLAHAN BAN
2.1 PENDAHULUAN
Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat dan digunakan untuk mengurangi getaran
yang disebabkan ketidakteraturan permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta
memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk menciptakan percepatan dan
mempermudah pergerakan.
Tahun 1839, Charles Goodyear berhasil menemukan teknik vulkanisasi karet.
Vulkanisasi berasal dari kata Vulkan yang berarti dewa api dalam mitos romawi. Pada
mulanya Goodyear tidak menamakan penemuannya itu dengan nama vulkanisasi melainkan
karet tahan api. Untuk menghargai jasanya, nama Goodyear diabadikan sebagai nama
perushaan karet terkenal di Amerika serikat yaitu Goodyear Tire and Rubber Company yang
didirikan oleh Frank Seiberling pada tahun 1898. Goodyear Tire and Rubber Company mulai
berdiri di tahun 1898 ketika Frank Seiberling membeli pabrik pertama perusahaan ini dengan
menggunakan uang yang dia pinjam dari salah seorang iparnya.
Tahun 1845 Thomson dan Dunlop menciptakan ban atau pada waktu itu diseut ban
hidup alias ban berongga udara. Sehingga Thomson dan Dunlop disebut Bapak Ban. Dengan
perkembangan teknologi Charles Kingston Welch menemukan ban dalam, sementara Willian
Erskine Bartlett menemukan ban luar.
Ban dengan struktur bias adalah yang paling banyak dipakai. Dibuat dari banyak
lembar cord yang digunakan sebagai rangka dari ban. Cord ditenun dengan cara zig-zag
membentuk sudut 40 sampai 65 derajat sudut terhadap keliling lingkaran ban. Untuk ban
radial, konstruksi carcass cord membentuk sudut 90 derajat sudut terhadap keliling lingkaran
ban. Jadi dilihat dari samping konstruksi cord adalah dalam arah radial terhadap pusat atau
crown dari ban. Bagian dari ban berhubungan langsung dengan permukaan jalan diperkuat
oleh semacam sabuk pengikat yang dinamakan “Breaker” atau “Belt”. Ban jenis ini hanya
menderita sedikit deformasi dalam bentuknya dari gaya sentrifugal, walaupun pada kecepatan
tinggi. Ban radial ini juga mempunyai “Rolling Resistance” yang kecil. Ban Tubeless adalah
ban yang dirancang tanpa mempunyai ban dalam. Ban tubeless ini diciptakan sekitar tahun
1990.
22
2.2 BAHAN BAKU
Dalam proses pembuatan ban, diperlukan bahan baku yaitu : Karet alam atau
polyisoprene merupakan bahan dasar yang berfungsi sebagai elastromer dalam pembuatan
ban, styrene-butadiene co-polymer (SBR) merupakan karet sintetis yang sering digunakan
sebagai bahan pengganti karet alam karena harganya yang lebih murah, polybutadiene
digunakan dengan dikombinasikan dengan karet lainnya karena property low heat-
buildupnya, karet halobutyl digunakan untuk campuran ban dalam, karena permeabilitas
udaranya yang rendah. Atom-atom halogen menyediakan ikatan dengan campuran kerangka
yang sebagian besar adalah karet alam. Bromobutyl lebih superior dibandingkan chlorobutyl,
tetapi lebih mahal, karbon hitam, memiliki jumlah persentase terbesar di dalam campuran
karet. Bahan ini memberikan penguatan dan ketahanan terhadap abrasi, silica digunakan
bersama dengan karbon hitam pada ban berperforma tinggi, sebagai penguatan low heat build
up, sulfur membentuk ikatan silang dengan molekul karet pada proses vulkanisasi,
pemercepat vulkanisasi, merupakan senyawa organik kompleks yang mempercepat
vulkanisasi, activator, membantu vulkanisasi terutama zinc oxide, antioxidants dan
antiozonants mencegah retaknya dinding samping akibat cahaya matahari dan ozon, bahan
tekstil, memperkuat kerangka pada ban.
.2.3 PROSES PEMBUATAN BAN
Secara sederhana bagian di atas dapat memberikan gambaran awal tentang manufaktur
ban. Pertama bahan baku karet dihancurkan kemudian digiling lalu diekstruksi, setelah itu ban
dirakit dengan rangka kawat yang telah dilakukan coating dan penenunan berdasarkan
ukuran. Selanjutnya ban divulkanisasi lalu dicetak. Pengolahan ban di PT Goodyear
Indonesia, Bogor melalui proses yang dilakukan dengan mekanisasi teknologi tinggi. Standar
kualitas, control mutu yang ketat, serta pengawasan pasca produksi dilakukan agar diperoleh
produk dengan kalitas tinggi. Selanjutnya penjelasan lebih rinci tentang pengolahan ban di PT
Goodyear Indonesia, Bogor dapat dijelaskan seperti di bawah ini :
1. Pencampuran Bahan
Pembuatan sebuah ban radial dimulai dengan mempersiapkan berbagai jenis bahan
mentah seperti pigmen, zat-zat kimia, kurang-lebih 30 jenis karet yang berbeda, benang-
benang, kawat bermanik-manik (bead wire) dan sebagainya. Proses lalu dimulai dengan
mencampurkan bahan-bahan dasar karet dengan oli proses, warna hitam karbon, pigmen,
23
anti-oksidan, akselerator, dan berbagai zat tambahan lainnya. Masing-masing dari bahan
ini menambahkan sifat tertentu dari campuran semua dari bahan iaduk dalam blender
raksasa yang dikenal sebagai mesin Banbury. Mesin ini bekerja dengan tekanan dan suhu
yang sangat tinggi. Bahan campuran yang panas, hitam dan lembek ini diproses berulang-
ulang kali.
2. Pencetakan Ban
Setelah itu, karet ini didinginkan ke dalam beberapa bentuk. Biasanya diproses menjadi
lembara-lembaran yang lalu dibawa ke kilang pemisah. Kilang ini memasukkan karet tadi
di antara pasangan penggulung (roller) berulang-ulang shingga menjadi komponen-
komponen ban. Mereka lalu dibawa dengan ban berjalan lalu menjadi dinding samping,
telapak ataupun bagian-bagian lain dari ban. Ada jenis karet yang melapisi rajutan
benang yang akan menjadi badan dari ban. Rajutan ini datang dalam rol-rol yang besar
dan mereka juga sama pentingnya dengan mencampur karet yang dipakai. Berbagai jenis
benang dipakai, termasuk polyester, rayon atau nylon. Kebanyakan dari ban untuk
kendaraan penumpang dewasa ini menggunakan badan yang terbuat dari benang
polyester.
3. Kawat Pengikat
Sebuah komponen lainnya yang berbentuk gulungan, disebut bead. Komponen ini
memiliki kawat baja high-tensile yang berfungsi sebagai tulang ban yang akan menempel
pada pinggiran velg mobil. Kawat baja tersebut diselaraskan dengan pita yang dilapisi
dengan karet untuk pelekat, kemudian digulung dan diikat untuk selanjutnya disatukan
dengan bagian ban lainnya. Ban-ban radial dibuat menggunakan satu atau dua mesin ban.
Di bagian dalam sekali dari ban ada dua lapis karet lembek sintetis yang dibuat interliner.
Lapisan-lapisan ini akan mengurung udara dan membuat ban menjadi tubeless.
4. Lapisan
Kemudian ada dua lapisan rajutan ply. Dua strip yang dinamakan apex membuat kaku
area pas di atas bead. Lalu ditambahkan sepasang strip chafer, yang dinamakan demikian
karena keduanya mencegah kerusakan yang diakibatkan pinggiran velg ketika ban
dipasang. Mesin perakit ban membentuk ban-ban radial menjadi bentuk yang sudah
sangat dekat dengan dimensi final untuk memastikan bahwa semua komponen yang
berjumlah banyak itu berada dalam posisi yang tepat sebelum ban masuk ke mesin
pencetak.
5. Tapak Ban
24
Lalu pembuat ban menambahkan sabuk baja yang menahan kebocoran dan menekan
telapak ban ke permukaan jalan. Telapak ban adalah bagian terakhir yang dipasang.
Setelah sebuah pemutar otomatis menjepit semua komponen sehingga menempel kuat
satu dengan yang lain, ban radial yang kini disebut green tire kini siap untuk diperiksa
dan disempurnakan.
6. Pengadukan dan Pemanasan Bahan
Alat penekan curing memberi ban bentuk final serta pola telapaknya. Alat yang panas
seperti setrika membentuk dan memvulkanisir ban. Cetakan ini digrafir dengan pola
telapak, kode-kode di dinding samping sebagaimana diwajibkan oleh peraturan yang
berlaku. Ban-ban dipanaskan dalam temperatur lebih dari 300 derajat selama 12 hingga
25 menit tergantung ukurannya. Begitu mesin pencetak terbuka, ban-ban akan keluar dari
cetakannya dan langsung jatuh ke ban berjalan yang lalu akan membawanya ke bagaian
finish dan inspeksi terakhir.
7. Pemeriksaan
Setelah berakhirnya proses produksi selanjutnya adalah pengetesan. Roda berputar di
tengah, dengan kecepatan yang konstan sebesar 340 km/jam, sebenarnya kecepatannya
tergantung jenis bannya itu sendiri. Jadi ada gesekan ban di roda sehingga seperti
simulasi saat anda berkendara. Kalau ada yang tidak beres dengan ban atau dicurigai
tidak beres, walaupun hanya cacat sedikit, ban itu ditolak (reject). Sebagian dari cacat
bisa dideteksi dengan mata dan tangan pemeriksa yang sudah terlatih, sebagian lagi baru
bisa ditemukan menggunakan mesin-,mesin khusus. Inspeksi tidak hanya dipermukaan
saja. Ada ban yang ditarik dari lini produksi dan diperiksa dengan X-ray untuk
mendeteksi kelemahan-kelemahan yang tersembunyi atau kerusakan-kerusakan internal.
Di samping itu, para teknisi pengendalian mutu secara rutin membongkar ban yang
diambil secara acak untuk mempelajari setiap detail dari konstruksinya yang
mempengaruhi performa, kenyamanan dan keselamatan pemakai. Demikianlah cara
menyatukan semua komponen : telapak dan dinding-dinding samping ban, didukung oleh
bodi dan disatukan ke velg oleh manik-manik baja berlapis karet. Apapun detailnya,
bahan-bahan dasarnya sama saja: baja, rajutan, karet dan pekerjaan yang menuntut
kehati-hatian, desain dan rekayasa.
25
2.4 BAGIAN-BAGIAN BAN
1. Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari benturan,
tusukan obyek dari luar yang dapat merusak ban. Tread dibuat banyak pola yang
disebut Pattern.
2. Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari tekstil,
sedangkan pada ban radial terbuat dari kawat) yang diletakkan diantara tread dan
casing. Berfungsi untuk melindungi serta meredam benturan yang terjadi pada Tread
agar tidak langsung diserap oleh Casing.
3. Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari ban yang
menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban.
4. Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan berfungsi seperti
angkur yang melekat pada Pelek.
2.5 JENIS-JENIS BAN
Ban Bias
Ban dengan struktur bias adalah yang paling banyak dipakai. Dibuat dari banyak
lembar cord yang digunakan sebagai rangka dari ban. Cord ditenun dengan cara zig-zag
membentuk sudut 40 sampai 65 derajat sudut terhadap keliling lingkaran ban.
Ban Radial
Untuk ban radial, konstruksi carcass cord membentuk sudut 90 derajat sudut terhadap
keliling lingkaran ban. Jadi dilihat dari samping konstruksi cord adalah dalam arah radial
terhadap pusat atau crown dari ban. Bagian dari ban berhubungan langsung dengan
permukaan jalan diperkuat oleh semacam sabuk pengikat yang dinamakan “Breaker” atau
“Belt”. Ban jenis ini hanya menderita sedikit deformasi dalam bentuknya dari gaya
sentrifugal, walaupun pada kecepatan tinggi. Ban radial ini juga mempunyai “Rolling
Resistance” yang kecil.
Ban Tubeless
Ban Tubeless adalah ban yang dirancang tanpa mempunyai ban dalam. Ban tubeless
ini diciptakan sekitar tahun 1990.
2.6 PARAMETER PENGUJIAN BAN
Saat ini pemerintah memberlakukan SNI wajib untuk 5 jenis ban kendaraan bermotor.
Hal ini dilakukan sebagai proteksi dalam menghadapi kerasnya gempuran masuknya produk
26
ban impor dari cina yang umumnya berkualitas rendah namun berharga murah. Langkah yang
ditempuh untuk mensukseskan program pemerintah tersebut dengan mengembangkan
laboratorium uji ban. Laboratorium tyre testing BPTK Bogor mampu melakukan uji
resiliometer dan plunger tester untuk evaluasi mutu ban mobil berpenumpang, truk ringan dan
ban motor.
Uji Dimensi
Setiap ban harus memenuhi standar dimensi yang sesuai dengan standar dimensi yang
terdapat pada SNI wajib ban atau standar dimensi lain seperti JATMA, ETRTO, TRAA, TRA
dan STRO.
Uji Breaking Energi
Uji ini merupakan uji ketahanan ban terhadap tusukan benda tumpul. Ban ditusuk
dengan menggunakan plunger baja berbentuk bulat dengan ujungnya setengah bulat. Energi
penembusan dihitung dengan rumus W=FxP/2, dimana F adalah gaya (N atau kgf) dan P
adalah jarak penembusan (m atau cm).
Uji Endurance
Uji ini merupakan uji ketahanan ban pada berbagai beban. Ban diputar dengan
menggunakan alat drum test pada kecepatan tertentu dan pada berbagai beban. Ban yang diuji
harus terbebas dari kerusakan-kerusakan seperti: separation, chunking, open slice, cracking,
dan broken cord.
Uji High Speed
Uji ini menggunakan alat yang sama seperti uji endurance, yang membedakan pada uji
ini adalah ban diputar pada beban tertentu dan pada berbagai kecepatan. Ban yang diuji harus
terbebas dari kerusakan-kerusakan seperti: separation, chunking, open slice, cracking, dan
broken cord (Centa,2008).
2.7 Pembuatan ban dalam
Ban adalah peranti yang menutupi velg suatu roda. Ban adalah bagian penting dari
kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan ketidakteraturan
permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan
antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan.
Sebagian besar ban yang ada sekarang, terutama yang digunakan untuk kendaraan bermotor,
diproduksi dari karet sintetik, walaupun dapat juga digunakan dari bahan lain seperti baja.
Ban adalah sebuah komponen pada kendaraan yang sangat vital guna menunjang kenyamanan
27
dan keselamatan dalam mengemudi pada saat Kendaraan di jalankan. Tanpa perawatan yang
baik, ban mobil dan motor yang kita gunakan pasti akan berpengaruh terhadap kenyamanan
dan keselamatan kita. Selain menggunakanban terbaik kita harus merawatnya agar ban mobil
dan motor bisa digunakan dalam performa yang maksimal.
Ban adalah salah satu komponen yang sangat penting, karena berhubungan langsung
dengan aspal jalanan. Pada komponen itulah keselamatan, pengendalian,
akselerasi, pengereman dan berapa luas area tapak ban yang menempel pada jalan akan
memberikankeamanan pada pengendara. Hal ini penting manakala kita akan mengganti ban
kendaraan entah itu modifikasi ataukarena ban aus, ini yang harus diperhatikan. Pada saat kita
akan mengganti bankendaraan, biasanya kita hanya mengatakan ukuran ban yang akan kita
ganti atau beli,misal ukuran 2.75-17 atau 100/90-18. Karena parameter itu menunjukan
ukuran lebar,tebal dan diameter, tetapi sesungguhnya masih banyak kode maupun symbol
yang harus bikers ketahui agar mendapat ban yang sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan
sertamengetahui batasan-batasan yang aman untuk pemakaian.Kita simak dari bagian yang
paling umum dahulu untuk standar sebuah ban (Wikipedia, 2010).
1.Bahan Dasar
Dalam proses pembuatan ban dalam, diperlukan beberapa bahan bahan baku, antara
lain adalah:
a. Karet alam atau polyisoprene merupakan bahan dasar yang berfungsi sebagai
elastromer dalam pembuatan ban.
b. Styrene-butadiene co-polymer (SBR) merupakan karet sintetis yang sering digunakan
sebagai bahan pengganti karet alam karena harganya yang lebih murah.
c. Polybutadiene digunakan dengan dikombinasikan dengan karet lainnya karena
property low heat-buildupnya.
d. Karet halobutyl digunakan untuk campuran ban dalam, karena permeabilitas udaranya
yang rendah. Atom-atom halogen menyediakan ikatan dengan campuran kerangka
yang sebagian besar adalah karet alam. Bromobutyl Lebih superior dibandingkan
chlorobutyl, tetapi lebih mahal.
e. Karbon hitam, memiliki jumlah persentase terbesar di dalam campuran karet. Bahan
ini memberikan penguatan dan ketahanan terhadap abrasi.
28
f. Silica, digunakan bersama dengan karbon hitam pada ban berperforma tinggi, sebagai
penguatan low heat build up.
g. Sulfur membentuk ikatan silang dengan molekul karet pada proses vulkanisasi.
h. Pemercepat vukanisasi, merupakan senyawa organic kompleks yang mempercepat
vulkanisasi.
i. Activator, membantu vulkanisasi terutama zinc oxide.
j. Antioxidants dan antiozonants mencegah retaknya dinding samping akibat cahaya
matahari dan ozon.
k. Bahan tekstil, memperkuat kerangka pada ban.
.2 Proses Pengolahan Ban Dalam
a. Mixing
Material yang digunakan antara lain Natural dan
Synthetic Rubber, Carbon Black, Silica, Zinc Oxide,
Sulfur, Oli, dan beberapa material kimia lain. Pada
tahap awal, proses yang dilakukan adalah
pencampuran Natural & Synthetic Rubber dengan
Ingredient yang sebelumnya sudah ditimbang sesuai
dengan berat yang ditentukan pada spesikasi produk
yang ingin dibentuk. Kemudian diberikan tambahan
Carbon dan Oli pada saat material tersebut masuk
kedalam mesin Banburry. Dalam mesin tersebut terdapat alat yang berfungsi untuk
menggiling campuran menjadi lapisan yang disebut compound.
b. Straining
Setelah terbentuk compound, agar diperoleh compound yang bersih atau bebas dari
kotoran atau bahan-bahan kasar dan gumpalan yang merugikan maka dilakukan
penyaringan(straining). Hasilnya melalui roll mill akan keluar dalam bentuk lembaran.
c. Extruding
Pada tahapan ini, compound dimasukkan ke dalam alat ekstruder yang nantinya akan
dibentuk menjadi ban dalam atau tube. Fungsi dari mesin ekstruder adalah adalah untuk
mencetak atau membentuk lembaran compound menjadi telapak. Pembuatan telapak dalam
29
ekstruder ini adalah dengan cara memberikan tekanan dan pemanasan dari uap yang
dihasilkan oleh ketel uap.
d. Tube Cutting/Slicing
Pada tahapan ini, tube dipotong sesuai dengan ukuran ban. Proses pemotongan
menggunakan alat yang sudah diatur sesuai standart ban yang diguakan.
e. Curing
Proses curing merupakan akhir dari proses pembuatan ban. Di sini ban mentah dicetak
dengan suhu sekitar 178° Celcius selama kira-kira 8 menit, tergantung ukuran bannya. Keluar
dari mesin curing, ban sudah terbentuk termasuk profil, tulisan merek, tipe, ukuran ban dan
semua informasi yang ada di dinding ban.
f. Controling
Setelah selesai, ban diperiksa secara visual apakah ada cacat atau tidak. Proses ini tentu
saja tidak menggunakan mesin, jadi ketelitian pekerja sangat dibutuhkan. Selain visual,
kontrol juga dilakukan dengan pemeriksaan balance dan menggunakan sinar X. Ban tidak
mungkin bisa 100% balance seperti pelek, namun ada batasannya. Jika melebihi batas, berarti
ada kesalahan pada proses produksi.
2.3.3 Manfaat Ban
Manfaat ban ada bermacam-macam, fungsi asli ban adalah bahan pelengkap di mobil.
Namun, manusia kini mulai kreatif dan bereksperimen untuk memanfaatkan ban ini dengan
bermacam-macam kegunaan. contohnya, ban sebagai alat pelampung, ban sebagai ayunan di
pohon. (http://tolololpedia.wikia.com/wiki/Ban)
DAFTAR PUSTAKA
Centa. 2008. Mengenal Karakter ban Mobil. http: // sicentol.wordpress.com/2008/04/21/mengenal-karakter-ban-mobil/(diakses pada tanggal 14 Januari 2010)
Feta . 2010, Proses pembuatan ban , http://darkofjoker,blogsp0/12/ proses pembuatan ban mobil. Html (diakses tanggal 14 januari 2010).
Setiabudi. 2004. Proses pembuatan ban. http://www.goodyear-indonesia.com/tire make.html (diakses pada tanggal 14 januari 2010)
Yulianto.2008.Pembuatan Ban Radial.http: //daihatsutaruna@yahoogrups.com
30
Kiko. Starjes. 2010. Pembuatan Ban di PT. Goodyear Indonesia, Bogor. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2889984
31
BAB VI. PENGOLAHAN LATEKS ALAM SECARA IRADIASI
MENJADI SARUNG TANGAN
Pengolahan lateks alam iradiasi artinya cara membuat lateks alam/getah pohon karet
dengan menggunakan sinar gamma Cobalt-60 atau berkas elektron sebagai sumber energi.
Pusat Aplikasi Teknologi Isotp dan Radiasi (PATIR)-BATAN sejak tahun 1974 melakukan
penelitian tentang vulkanisasi lateks alam iradiasi. Dengan sumber radiasi berkapasitas sekitar
6.000 Curie, yang mampu meradiasi 2 liter setiap 17 jam.
Pada tahun 1979 didirikan Iradiator Panoramic Serba Guna (Irpasena) dengan
kapasitas sebesar 80.000 Curie dan mampu menghasilkan lateks alam iradiasi 400 kg setiap
30 jam. Hasil penelitian PATIR BATAN tersebut mampu memecahkan masalah dalam
industri karet. Karena disamping teknik radiasi lebih hemat bahan kimia, energi dan waktu,
juga lateks yang dihasilkan bebas nitrosamin dan rendah protein.
Vulkanisasi lateks alam dengan radiasi hanya menggunakan dua macam bahan kimia,
tidak perlu diperam dan dipanaskan, langsung dapat diproses menjadi produk industri karet
yang dikehendaki.
Sejak awal tahun 1982 pembuatan barang industri dari lateks alam iradiasi ini mulai
dikembangkan kepada para pengrajin di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Bandung.
Barang industri karet yang diproduksi antara lain berupa sarung tangan, balon, topeng,
benang karet yang mutunya cukup tinggi. Penelitian ini berkembang pesat dengan
didirikannya iradiator lateks karet alam yang diresmikan pada tanggal 8 Desember 1983.
Iradiator lateks ini menggunakan sumber radiasi Cobalt-60 berkapasitas 225.000 Curie dan
dapat meradiasi lateks alam sebanyak 1500 ton setahun (1.500 kg setiap 20 jam).
SIFAT LATEKS ALAM IRADIASI
Secara visual antara lateks alam proses belerang dengan lateks alam iradiasi tidak
dapat dibedakan, baik warna, bau maupun bentuknya sama, yaitu berupa cairan berwarna
putih susu atau berbau amonia. Perbedaannya tampak bila dilihat dengan “Scanning Electron
Microscope”, yaitu diameter rata-rata partikel karet lateks alam iradiasi lebih kecil daripada
karet lateks alam non iradiasi. Juga terlihat pada film hasil uji fisik dan mekaniknya, yaitu
modulus dan tegangan putus film karet lateks alam iradiasi lebih kuat, ulet dan elastis
daripada karet lateks alam non radiasi. Perbedaan lainnya adalah daya simpan lateks alam
radiasi lebih tahan lama yakni dapat disimpan sampai 6 bulan, sedang untuk lateks alam
32
vulkanisasi belerang hanya mampu disimpan sekitar 3 minggu. Disamping itu lateks alam
iradiasi bebas nitrosamin (bahan penyebab kanker) dan rendah protein, sehingga bila
digunakan untuk barang karet tidak menyebabkan penyakit kanker atau alergi.
TEKNOLOGI LATEKS ALAM IRADIASI
Teknologi Lateks Alam Iradiasi adalah suatu teknologi bagaimana cara membuat/
memproduksi barang-barang karet dari lateks alam iradiasi. Saat ini ada lima cara membuat
barang-barang karet dari lateks alam iradiasi, yaitu dengan cara celup, cara tuang, cara
semprot, cara pelapisan dan dengan cara pembusaan.
Secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan barang karet dengan cara celup. Cetakan dimasukkan ke dalam lateks alam
iradiasi, kemudian lateks yang menempel pada cetakan dikeringkan, selanjutnya dilepas
dari cetakannya. Barang –barang karet yang dihasilkan dengan cara celup ini mempunyai
ketebalan di bawah 0,5 mm. Barang karet tersebut adalah sarung tangan, balon, kondom,
dll.
2. Pembuatan barang karet dengan cara tuang. Lateks alam iradiasi dituangkan ke dalam
cetakan, kemudian setelah lateks yang melekat pada cetakan kering, dilepas. Barang-
barang karet yang dihasilkan dengan cara tuang ini mempunyai ketebalan di atas 0,5 mm,
misalnya topeng, perlak bayi.
3. Pembuatan barang karet dengan cara semprot. Lateks alam iradiasi disemprotkan
melalui lubang kecil, kemudian lateks yang keluar dari lubang kecil tersebut
digumpalkan, dicuci dan dikeringkan. Cara ini hanya bisa dikerjakan oleh industri
menengah atau besar, karena biasanya menggunakan peralatan yang serba otomatis.
Barang karet yang dihasilkan berupa benang karet.
4. Proses pelapisan dengan lateks alam iradiasi. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk
melapisi suatu benda, yaitu dengan cara mengulaskan lateks alam iradiasi. Dan yang lain
dengan cara menyemprotkan lateks ke permukaan benda. Cara pertama dapat dilakukan
di industri tekstil, yaitu pelapisan kain.
5. Pembuatan barang karet dengan cara pembusaan. Lateks alam iradiasi diberi bahan
pembusa kemudian diaduk sampai lateks tersebut berbentuk busa, lalu dalam keadaan
berbusa lateks digumpalkan. Barang karet yang dihasilkan adalah karet busa.
6.
33
KEUNTUNGAN PENGOLAHAN DAN TEKNOLOGI LATEKS ALAM IRADIASI
Dari hasil penelitian, baik skala laboratorium, maupun skala pabrik dan uji coba pada
industri rumah tangga menunjukkan bahwa keuntungan/ keunggulan dalam pengolahan dan
teknologi lateks alam iradiasi bila dibandingkan dengan lateks alam proses vulkanisasi
belerang adalah sebagai berikut:
1. Hemat bahan kimia (hanya 2 macam bahan kimia yang digunakan), hemat energi panas,
dan hemat waktu serta dapat disimpan dalam waktu 6 bulan lebih (lateks alam
vulkanisasi belerang hanya dapat disimpan sekitar 3 minggu).
2. Tidak mengandung bahan karsinogen (penyebab penyakit kanker), tidak beracun
(toxical), tidak mengandung protein alergen (penyebab alergi pada tubuh manusia),
produk karet tidak berbau tajam dan lebbih elastis. Apabila produk karet dari lateks alam
iradiasi ini dibakar, gas sulfur dioksida hanya 1/20 lebih rendah daripada karet proses
vulkanisasi belerang.
3. Lebih mudah didegradasi oleh alam, karena energi aktivitasnya lebih rendah, sehingga
produk karet dari lateks alam iradiasi tidak mencemari dan akrab dengan lingkungan.
LATEKS ALAM IRADIASI UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA
Pembuatan produk celup karet lateks alam iradiasi yang dikerjakan oleh industri
rumah di beberapa daerah dapat menghasilkan rerata 50 pasang sarung tangan per hari/orang.
Produk industri karet tersebut cukup baik kualitasnya dan memenuhi standar, sehingga dapat
dikembangkan sebagai salah satu produk eksport. Pada saat kondisi ekonomi tidak baik ini
dan banyak pekerja yang mengalami PHK, teknologi ini sangat mungkin sebagai alternatif
untuk mengurangi pengangguran dengan usaha home industri lateks alam iradiasi. Kebutuhan
produk barang karet dunia saat ini diperkirakan senilai 100.000.000 US$ per tahun. Apabila
masyarakat Indonesia mampu meraih 10% saja sudah menguntungkan. Ini merupakan
peluang sekaligus tantangan bagi industri, khususnya industri barang dari karet, untuk
meningkatkan kualitas maupun kuantitasnya.
CARA PEMBUATAN SARUNG TANGAN KARET DARI LATEKS ALAM IRADIASI
1. Aduklah lateks alam iradiasi atau bahan penggumpal pelan-pelan sebelum proses
pencelupan,
34
2. Celupkan cetakan sarung tangan dalam bahan penggumpal, selama 15 detik, angkat dan
balikkan cetakan tersebut, kemudian celupkan lagi ke dalam lateks alam iradiasi balikan
dan ulangi dicelupkan ke dalam lateks alam iradiasi.
3. Kemudian letakkan cetakan lateks alam iradiasitersebut dilantai dan biarkan hingga
kering sendiri,
4. Setelah kering dilepaskan sarung tangan dari cetakan,
5. Rendam sarung tangan tersebut ke dalam air bersih 17 jam, atau direbus selama 1 jam,
kemudian cucilah sampai bersih.
Jemur sarung tangan sampai kering dan kemaslah dalam kantung plastik, selanjutnya siap
dipasarkan
.PEMBUATAN SARUNG TANGAN RENDAH PROTEIN ALERGEN
Pada pembuatan sarung tangan rendah protein bahan yang digunakan
meliputi latek pekat, amoniak, belerang, texapone (10%), bentonit, KOH 10%,
voltanol, ZnO, ZDEC, ZMBT, ZDC, AO BHT, titanum oksida, silikon, air, dan tanin
(Marlina, 2006).
Zat penstabil seperti amoniak dan bahan-bahan kimia lain untuk proses
vulkanisasi kemudian ditambahkan pada lateks dalam prosesyang disebut
pencampuran (compounding) . Lalu campuran ini disimpan dalam tanki sampai
matang. Bermacam-macam tes kemudian dilakukan pada lateks yang sudah
merupakan campuran ini sebelum diteruskan dengan proses pencelupan.
Proses pencelupan dijalankan dengan mesin yang bekerja terus-menerus
angkatan demi angkatan (batch). Prosedur ini menghasilkan sarung tangan
berserbuk, berklorin, bebas serbuk atau sarung tangan bebas serbuk berlapis.
Alat pembentuk sarung tangan, yang sekarang tertutup dengan lapisan
tipis zat penggumpal, kemudian dicelupan ke dalam lateks yang sudah
didinginkan. Lateks didinginkan untuk menunda terjadinya proses pra-
vulkanisasi yang lebih jauh. Alat pembentuk kemudian diberi lapisan NRL yang
menggumpal (Handoko, 2006).
Protein lateks yang terdapat dalam sarung tangan kemudian dikurangi
dengan proses yang disebut PEARL ( Protein and Endogenous Allergen
Reduction Leaching)yang digunakan secara eksklusif oleh Ansell.
35
Gambar 1. Alur pembuatan Sarung tangan
Terdapat dua jenis alergi lateks yaitu alergi tipe I dan tipe IV. Alergi tipe
I adalah reaksi langsung dan berpotensi mengancam nyawa akibat protein yang
ditemukan dalam lateks. Jenis alergi ini cenderung mengarah pada kondisi
serius yang dikenal sebagai anafilaksis. Anafilaksis ditandai dengan penurunan
tekanan darah secara signifikan yang menyebabkan hilangnya kesadaran.
Tipe kedua alergi lateks dikenal sebagai alergi tipe IV, yang juga dikenal
sebagai dermatitis kontak. Kondisi ini disebut pula sebagai reaksi
hipersensitivitas tertunda yang biasanya termanifestasi dalam bentuk ruam
kulit dan gatal-gatal (Prasetyo, 2010).
Sensitivitas terhadap lateks disebabkan baik oleh kontak langsung atau
dengan menghirup partikel lateks dari udara. Gejalanya bisa ringan sampai
berat, tergantung pada jenis alergi yang terjadi. Paparan berulang terhadap
lateks bisa memperburuk gejala alergi. Umumnya, alergi lateks menunjukkan
gejala berikut:
Gatal
Ruam kulit dan gatal-gatal (urtikaria)
Bersin
Mata berair
Keluar ingus
Batuk
36
Jika reaksi alergi memburuk dan mengarah pada anafilaksis, maka gejala
berikut dapat diamati:
Sesak napas
Dada sesak
Tekanan darah rendah
Kebingungan
Pusing
Susah berbicara
Mual dan muntah
Denyut jantung lemah
(Prasetyo, 2010)
2.4 Pengobatan Alergi Lateks
Alergi lateks biasanya didiagnosis dengan bantuan tes patch, tes kulit, tes
darah, dan RAST atau Radio-Allergo-Sorbent-Test.Cara terbaik mencegah alergi
ini adalah dengan menghindari penyebab alergi yaitu lateks.Selain itu, alergi
bisa diobati dengan antihistamin, kortikosteroid, dan suntikan
epinefrin.Suntikan epinefrin umumnya digunakan dalam kasus reaksi
hipersensitivitas parah dan anafilaksis.Di sisi lain, reaksi tertunda atau
dermatitis kontak diatasi dengan obat kortikosteroid topikal dan oral.Orang-
orang yang sering terkena lateks untuk waktu yang lama lebih mungkin akan
mengalami alergi.Itulah mengapa, penyedia layanan kesehatan dan pekerja
industri karet adalah orang-orang yang sering mengalami alergi lateks.Orang
yang mengalami alergi lateks berisiko mengalami alergi pula terhadap buah-
buahan tertentu seperti pisang, stroberi, nanas, buah kiwi, markisa dan
alpukat.Hal ini disebabkan buah-buahan tersebut mengandung alergen seperti
yang ditemukan pada lateks (Prasetyo, 2010)
. Skema kerja
37
.1 Pembuatan Dispersi
Ditimbang
Masukkan guci yang didalamnya dilengkapi peluru
Tutup rapat
Diletakkan pada wadah berputar (gulungan dispersi)
Putar 20 jam
Aduk merata
Simpan 3-5 hari
2 Persiapan cetakan
Bahan kimia
Hasil
Dicampur lateks pekat
38
Cetakan
Bilas
Keringkan
.3 Proses pencetakan sarung tangan karet
Cetakan
Keringkan
Penggulungan
Pencucian
Vulkanisir, T=100-1200C, selama ± 40 menit
Striping
Pembersihan powder
Sortasi
DAFTAR PUSTAKA
Dicelupkan dalam asam dan disikat
Dicelupkan dalam koagulan
Dicelupkan dalam koagulan (2x)
Pemberian powder
Sarung tangan
39
Dharwin, Siswantor. 2006. Tesis : Kajian Aktivitas Tanin dengan Penisilin
terhadap Bakteri Streptococcus pyogenes dan Pasteurella multocida
secara In Vitro . Surabaya : UA.
Handoko, B. 2006. Proses Pembuatan Barang Jadi Lateks . Bogor : Balai Penelitian
Teknologi Karet.
Pananggan, A.T. 1999. Studi Pemanfaatan Tanin dari Buah Pinang sebagai
Absorben Cd, Cr, dan Zn dalam Limbah Industri Pelapisan Seng . Palembang :
FMIPA UNSRI.
Prasetyo. 2010. Pengaruh Protein Alergen . http://prasetyo.blogspot.com
( diakses 10 Januari 2013)
Setyawan. 2011. Pengolahan Karet . http://setyawan.wordpress.com (diakses 25
Desember 2012)
Syamsu, Y, dkk. 2003. Teknologi Terobosan Pemecahan Masalah Protein Alergen
Pada Lateks Alam. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet.
Marlina, Popy.2006. Teknologi Pembuatan Sarung Tangan Karet Rendah Protein
Alergen. Palembang : Balai Riset dan Standarisasi Industri.
Yudha. 2011. Lateks Pekat . http://yudha-zein.blogspot.com (diakses 27 Desember
2012)
http: //habibiezone.wordpress.com/2009/12/07/mengenal-tanaman-karet/
http: //disbun.kuansing.go.id/_uploads/2010/06/budidaya-yanaman-karet.pdf
http://binaukm.com/2010/04/panen-dan-pasca-panen-dala-usaha-budidaya-tanaman-karet/
http: //id.wikipedia.org/wiki/Latek
40
BAB VII. PEMBUATAN KARET GELANG
Karet gelang atau gelang karet adalah potongan karet berbentuk gelang yang dibuat
untuk mengikat barang.Karet gelang terdiri dari berbagai macam ukuran, dari yang besar
hingga yang kecil, dari yang tebal hingga yang tipis. Bahan baku karet gelang adalah karet
alamhingga berwarna kuning, sedang karet gelang yang berwarna warni perlu ditambahkan
bahan pewarna.Produsen juga ada yang membuat karet gelang yang tahan minyak dan tahan
segala cuaca.(Wikipedia, 2011). O-ring berbentuk mirip karet gelang tapi dibuat dari
elastomor dan digunakan sebagai seal.Dibandingkan dengan karet gelang, O-ring tidak begitu
elastic. Sebagian besar karet gelang dibuat dari karet dari karet alam tapi ada juga yang dibuat
dari karet sintetis tapi kalah popular dari karet alam yang elastic. Prinsip pembuatan karet
gelang sangat sederhana, karet berbentuk selinder atau tabung panjang dipotong potong
menjadi karet gelang sesuai ukuran (Tunkid, 2010).
Cara pembuatan karet gelang
a. Pabrikasi proses
1. Tahap awal adalah pemurnian lateks untuk menghilangkan kotoran seperti getah pohon
dan puing-puing dengan cara penyaringan.
2. Dimasukan dalam tong besar ditambah asam asetat atau asam format, partikel karet
menempel bersama untuk membentuk lembaran.
3. Lembaran tersebut dijepit diantara rol untuk membuang kelebihan air dan ditekan ke bal
atau blok, biasanya 2 atau 3 kaki persegi 90,6 atau 0,9 meter pesegi).
b. Pencampuran dan penggilingan
1. Lembaran tersebut dimasukkan dalam mesin pemotong untuk dipotong potong kecil, lalu
dicampur dengan bahan lainnya yaitu belerang untuk memvulkanisir,pigmen berwarna
dan bahan kimia lainya untuk meningkatkan elastisitas karet gelang, banyak produsen
yang menggunakan Mixer Banbury menghasilkan produk lebih seragam.
2. Penggilingan apabila karet sudah dipanaskan lalu diratakan dengan mesin penggiling,
lalu dipotong menjadi strip.
3. Strip tersebut dimasukkan kedalam sebuah mesin mengektruksi karet yang memaksa
keluar
c. Pengawetan
41
.Tabung karet kemudian dipaksa lebih dari tiang aluminium disebut Mandrels, lalu
diberi bedak untuk menjaga agar tidak lengket.Meskipun karet telah divulkanisir pada saat ini
masih agak rapuh dan perlu diolah kembali sebelum menjadi elastis dan dapat digunakan.
Untuk mencapai hal ini kutub dimuat ke rak yang dikukus dan dipanaskan dalam mesin
besar..Pencucian untuk menghilangkan bedak ,lalu tabung karet dimasukan kedalam mesin
lain menjadi irisan karet gelang .
Kegunaan karet gelang
Karet gelang bersifat elastic sehingga berguna untuk membantu pekerjaan ikat
mengikat, bungkusan makanan , kantong plastik berisi gula ,kacang tanah atau bahan
makanan yang lain, menguncir rambut, sebagai penggerak pada bolang baling pesawat
terbang model atau mainan anak anak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Karet gelang. http://www,madehow.com/volume-1/Rubber-Band,html.(11 oktober 2011)
Rivai, A. 2010. Karet gelang. http://2 kepribadian. Blgspot. Com/2010/04/karet-gelang.html.(11 oktober 2011)
Tunkid. 2010. Karet gelang- Penemuan sepanjang masa. http://www.kaskus.us/showthread.php (11 oktober 2011).
BAB VIII. PEMBUATAN SERAT SABUT KELAPA BERKARET
42
8.1 Karet Alam Untuk Pembuatan Sebutret
Karet alam (lateks) yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan serat sabut
kelapa berkaret adalah lateks yang telah dipekatkan dengan metode pemekatan tertentu
hingga mengalami peningkatan pekat. Proses pemekatan lateks dapat dilakukan dengan
empat cara. Menurut Nazaruddin dan Paimin (1996) proses pemekatan lateks dengan kadar
karet kering sama dengan 60-65% dapat diproduksi dengan cara pemusingan, pendadihan,
penguapan, dan elektrodekantasi, namun berdasarkan kemudahan secara teknis dan
konsistensi mutunya untuk memproduksi lateks pekat umumnya dilakukan dengan cara
pemusingan.
Bahan yang akan disemprotkan ke dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret
adalah lateks pekat yang sudah dicampur dengan berbagai macam bahan kimia melalui
proses vulkanisasi sehingga menghasilkan kompon. Vulkanisasi adalah suatu proses
mengaplikasikan panas kepada campuran elastomer dan bahan kimia untuk menurunkan
plastisitas dan meningkatkan elastisitas, kekuatan dan kemantapan karet. Bahan yang biasa
digunakan dalam proses vulkanisasi di industri pengolahan karet adalah belerang yang
fungsinya untuk mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lainnya yang biasanya
juga digunakan adalah peroksida organik dan damar fenolik.
Selain itu, bahan-bahan kimia yang juga biasa digunakan dalam proses pemekatan
lateks dilakukan melalui proses dispersi. Adapun fungsi bahan pendispersi adalah untuk
membantu dalam proses pembasahan dari bahan yang terdispersi, mengurangi atau
mencegah pembentukan busa serta mencegah terjadinya penggabungan kembali partikel.
Secara khusus bahan kimia yang ditambahkan ke dalam lateks adalah stabilizer,
accelerator, activator, antioxidant dan curing agent. Bahan-bahan kimia yang ada dalam
kompon lateks menurut Goutara, dkk(1985) adalah:
1. Bahan Pemvulkanisasi
Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet
membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak dan plastis,
akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis. Bahan pemvulkanisasi yang
biasa digunakan adalah belerang.
43
2. Bahan Pencepat (accelerator)
Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi
tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang lama dan suhu yang
tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat digolongkan sebagai berikut.
a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin.
b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin.
c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol.
d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida.
e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat.
3. Bahan Penggiat (activator)
Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan pencepat. Bahan
penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO).
4. Bahan Pemantap (stabilizer)
Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau tidak
terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat, Kalium hidroksida,
dan jenis surfaktan lainnya.
5. Antioksidan
Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh ozon
maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari, serta ion
prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil dan turunan fenol.
6. Bahan Pengisi
Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus vulkanisat
sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan pengisi yang digunakan
antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan carbon filler (karbon hitam).
8.2 Lateks Pekat
44
Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dibuat dengan proses
tertentu. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan menggunakan empat cara yaitu:
Sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Diantara keempat cara tersebut
sentrifugasi dan pendadihan merupakan cara yang telah dikembangkan secara komersial
sejak lama.
Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan sentrifuge
berkecepatan 6000-7000 rpm. Lateks yang dimasukkan kedalam alat sentrifugasi
(separator) akan mengalami pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Gaya
sentrifugal tersebut jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan gerak brown
sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet dengan serum. Bagian serum yang
mempunyai rapat jenis besar akan terlempar ke bagian luar (lateks skim) dan partikel karet
akan terkumpul pada bagian pusat alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung karet
kering 60%, sedangkan lateks skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8%
dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3.
Pemekatan lateks dengan cara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti
Natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy methylcellulosa
dan tepung ilesiles. Adanya bahan pendadih menyebabkan partikel-partikel karet akan
membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan
rapat jenis antara butir karet dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat
jenis lebih kecil dari serum akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang
dibawah adalah serum.
Mutu lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut ASTM
dan SNI. Menurut ASTM lateks pekat dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan sistem
pengawetan dan metode pembuatannya yaitu :
Jenis I : Lateks pekat pusingan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehida
dilanjutkan dengan pengawet amonia.
Jenis II : Lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan
pengawet formaldehida dilanjutkan dengan amonia.
Jenis III : Lateks pusingan yang diawetkan dengan kadar amonia rendah dan bahan
pengawet sekunder(Soeharsono, 1978).
45
8.3 Serat Sabut Kelapa
Sabut kelapa merupakan bagian terluar dari buah kelapa yang membungkus
tempurung kelapa, mempunyai ketebalan berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan luar
(exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium), serta memiliki komposisi kimia seperti
selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium (Rindengan et
al, 1995, Ferry dan Mahmud, 2005).
Kelapa merupakan bahan baku untuk menghasilkan serat sabut. Umur produktif
tanaman kelapa berada pada usia tanaman 15-50 tahun. Lokasi penanaman sangat
menentukan produksi atau buah kelapa yang dihasilkan dalam satu pohon. Pada lokasi
dataran rendah atau pesisir dapat menghasilkan buah antara 35-50 biji permusim panen.
Hasil panen pada daerah perbukitan dan daerah-daerah dengan tingkat kesuburan tanah
yang rendah seperti di beberapa wilayah kepulauan hanya menghasilkan 15-35 biji
kelapa permusim. Musim panen dilakukan setiap tiga bulan dengan produksi rara-rata 30
biji per-pohon, sehingga dalam satu hektar dapat menghasilkan biji kelapa sebanyak
4.140 perpanen.
Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang
membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis
yaitu serat alami dan serat sintetis. Adapun klasifikasi dari serat alami, yaitu serat hewan,
seperti: rambut/bulu hewan, serat sutera dan serat avian; serat mineral, seperti: asbes,
serat keramik dan serat logam; dan serat tanama, seperti: serat biji, serat daun, serat kulit,
serat buah dan serat tangkai. Serat sintetis terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama, yang
bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses polimerisasi lanjutan
seperti: viskosa, asetat, kuproamonium, dan lain-lain.
Kedua, yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi misalnya:
polyester, nilon, poliuretan, polivinil, dan lain-lain. Ketiga yaitu yang berbahan dasar
anorganik misalnya serat logam, gelas, dan lain-lain.
Serat sabut kelapa merupakan serat alami yang dihasilkan dari sabut kelapa.
Rendemen serat kelapa adalah berkisar antara 80-90 gram serat per-butir (Van Dam,
1997 dan Pujiastuti, 2007). Serat sabut kelapa memiliki panjang 15-30 cm, bahkan bisa
mencapai 40 cm. Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang
terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat
46
dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut
kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang
(bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut.
Dengan kata lain, kandungan sabut kelapa terdiri atas 35,3% serat panjang dan sedang,
6,9% serat pendek, 49% gabus (serbuk sabut), dan 16,8% bagian yang hilang (Van-Dam,
1997 dan Pujiastuti,2007).
Menurut Martini (2007) serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150-350 mm,
bahkan ada yang mencapai 400 mm dengan diameter serat sekitar 0,1-1,5 mm (Djatmiko
et al, 1990). Hasil pengolahan sabut kelapa dari 1000 butir kelapa yang setara dengan
227,8 kg kg sabut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut
Komposisi Bobot (Kg) Rendeman
%
1. Bristle fibre 62,6 27,5
2. Mattress
fibre
38,2 16,8
3. Coir fibre
a. Epicarp 42,6 18,7
b. Fibrous dust 6,2 2,7
c. Pith (gabus) 78,2 34,3
Jumlah 227,8 100,0
Sumber: Djatmiko et al (1990); Martini (2007)
Serat kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat
dengan serat lainya (anonym, 2005; Martini, 2007). Serat sabut kelapa sangat elastis
dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991; Martini, 2007). Adapun komposisi
kimia sabut dan serat sabut kelapa adalah seperti pada Tabel 4.
47
Tabel 4. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa
Komponen Sabut% Serat Sabut
%
Air 26,00 5,25
Pektin 14,25 3,00
Hemiselulosa 8,50 0,25
Lignin 29,23 45,84
Selulosa 21,07 43,44
Sumber : Joseph dan Kindangen (1993); Martini (2007)
Menurut Wildan (2010) rasio antara serat panjang, serat medium dan serat pendek
yang dihasilkan berkisar antara 60% serat panjang, 30% serat medium dan 10% serat
pendek. Panjang serat panjang adalah lebih dari 150 mm (dapat mencapai 350 mm),
panjang serat medium antara 50 sampai 150 mm dan panjang serat pendek adalah kurang
dari 50 mm. Ukuran diameter serat kelapa adalah antara 50 hingga 300 μm. Serat kelapa
terdiri dari sel serat kelapa dengan ukuran panjang 1 mm dan ukuran diameter 5-8 μm
(Van Daam, 2002).
8.4 Pembuatan Serat Sabut
Serat sabut tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan perendaman pada
sabut. Menurut Awang (1991) dan Pujiastuti (2007), ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan dalam pembuatan serat, yaitu:
1. Pemisahan sabut kelapa yang telah masak dari tempurung kelapa.
2. Perendaman dalam bak berisi air, diusahakan di dalam air yang mengalir supaya
terjadi penggantian air yang baik dan kontinyu. Maksud perendaman adalah untuk
melunakan sabut kelapa agar mudah terjadi pemisahan serat-serat dari gabus dalam
sabut kelapa. Apabila lapisan epicarpium dihilangkan, maka lama proses perendaman
hanya 3-5 hari dan bila tidak dihilangkan maka proses perendaman antara 3-6 minggu.
3. Pemisahan serat sabut kelapa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pemisahan
serat menggunakan rol berputar dengan sejumlah besar paku sepanjang 4-5 cm. Rol
48
pemecah (breaker roll) akan berputar dan pakunya merobek sabut kelapa tanpa
merusak serat. Tahap ini menghasilkan serat yang berukuran besar, panjang dan
kasar yang disebut bristle fiber.
4. Tahap kedua adalah tahap membersihkan serat kasar melalui proses penggilingan
dengan rol pembersih yang permukaannya terpasang paku-paku yang lebih halus dari
rol pemecah. Tahap ini menghasilkan serat yang lebih halus yang disebut matress
fiber.
8.5 Pembuatan Serat Sabut Kelapa Berkaret (SEBUTRET)
Pembuatan Sebutret meliputi empat proses yakni proses pengolahan sabut kelapa
menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses pengolahan lateks dan
proses pembuatan sebutret. Adapun penjelasannya, yaitu sebagai berikut:
1. Proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting
Pada tahap ini kulit kelapa yang kering digiling dengan mesin pemecah sabut untuk
diambil seratnya. Selanjutnya serat gilingan disortir untuk memisahkan serat kasar dan
halus. Setelah dipisah, serat kasar digiling ulang, sedang serat halus dipintal membentuk
semacam tambang. Hasil pintalan serat dioven selama 4 jam dalam suhu 80o C. Usai
dioven, pintalan kering diperam selama sehari semalam. Kemudian pintalan yang telah
diperam dibongkar atau diurai kembali untuk menjadi serat keriting.
Terdapat tiga cara untuk memperoleh serat keriting, yaitu dengan mengurai
pintalan serat yang mengalami proses pengeritingan cara kering, pengeritingan cara basah,
dan pengeritingan dengan pemanasan oleh uap air mendidih. Pada proses kering, serat
dipintal dalam kondisi alaminya (kering), pada proses basah, serat yang akan dipintal
terlebih dahulu dibasahi dengan sedikit air, dan pada pemanasan dengan uap air mendidih,
serat yang telah dipintal dilalukan dengan uap panas. Perlakuan penambahan air dan
pemanasan dengan uap air mendidih bertujuan agar serat menjadi lemas dan mengikuti
bentuk spiral atau sinusoidal (Sinurat, 2001).
Pintalan serat yang diproses dengan cara kering, cara basah, dan pemanasan dengan
uap air mendidih dikeringkan hingga mencapai kadar air keseimbangan. Pengeringan
bertujuan agar serat menjadi berbentuk sinusiodal dan plastis atau tidak mudah kembali ke
49
bentuk semula. Setelah proses pengeringan pintalan serat didinginan dan diperam pada
suhu ruangan.
2. Proses pengolahan disperse kimia
Pada proses ini padatan kimia ditimbang sesuai formula. Selanjutnya kedalam guci
keramik perpeluru, dituangkan satuan padatan kimia sesuai ukuran yang dibakukan dan
ditambah air. Setelah itu keramik berisi padatan kimia dan air diputar selama 24 jam pada
mesin pengocok (ball mill disperse) supaya senyawa. Kemudian senyawa cairan kimia
dituang atau disimpan dalam keadaan tertutup dalam bejana plastic dan siap digunakan
untuk proses pengolahan lateks karet alam.
3. Proses pengolahan lateks
Lateks hasil sadapan dikebun disaring, ditimbang sesuai kebutuhan. Sesuai
formula, larutan kimia dituangkan kedalam lateks kebun untuk memisahkan latkes dari air,
melalui pendidihan atau sentrifuse. Selanjutnya adonan lateks berkimia diaduk dengan
mesin streerer (homogenizer) minimal selama 4 jam agar terjadi senyawa yang diharapkan.
Adonan yang sudah senyawa diperam tertutup selama seminggu (7 hari) agar terjadi
pemisahan antara air dan lateks pekat 60%. Kemudian lateks pekat 60% ditambah dengan
larutan kimia sesuai formula yang dibakukan menggunakan homogenizer selama 4 jam,
maka jadilah kompon.
4. Proses pengolahan Sebutret
Pada proses ini serat sabut kelapa yang sudah keriting, sesuai ukuran, density dan
ingredientnya kemudian dicetak dalam cetakan secara manual sesuai dengan kebutuhan.
Setelah serat keriting dalam cetakan kemudian disemprot tahap I dengan kompon
menggunakan gunsprayer didorong udara dari kompresor. Setelah terlapis kompon kemudian
dioven (tahap I) selama 1 jam dengan suhu 60OC. Setelah satu jam, kemudian dikeluarkan
dari oven dan semprot tahap II, setelah itu dioven kembali selama 4 jam dengan suhu 80-
90OC. Dan jadilah sebutret.
50
8.6 Digram Alir
.1. Pembuatan serat keriting
51
.2. Kompon Lateks
disaring
ditimbang sesuai kebutuhan
ditambahkan
diaduk selama 4 jam
diperam selama 7 hari
ditambahkan
.3. Pembuatan sebutret
Lateks Segar
Larutan Kimia
Lateks Pekat 60 %
Larutan Kimia yang dibakukan selama 4 jam menggunakan homogenizer
Kompon
52
53
8.7 Serat Sabut Kelapa Berkaret (SEBUTRET)
Pengertian serat keriting dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret (sebutret)
yaitu serat alami dari sabut kelapa yang diubah bentuknya menjadi serat bergelombang
(keriting) melalui proses pengeritingan. Tujuan penggunaan serat keriting adalah untuk
meningkatkan tinggi lentur produk yang dihasilkan. Pengeritingan dilakukan dengan
pemintalan serat, pembentukan pintalan serat (tambang), serta pengeringan dan
pemeraman tambang. Dengan mengubah serat menjadi pintalan atau tambang, maka serat
menjadi terikat dan terpuntir keras serta tidak ada kecenderungan menjadi longgar atau
kembali ke posisi semula (Sinurat, 2001). Tambang hasil pengeringan dan pemeraman
diurai kembali menjadi bentuk serat-serat, sehingga diperoleh jenis serat yang berubah
bentuk menjadi bergelombang yang disebut serat keriting (curled fibre). Serat keriting
sebaiknya tidak dibebani secara mekanik sebelum dilapisi dengan karet, karena serat
dapat berubah menjadi lurus atau pipih dan tidak bergelombang (Sinurat, 2003).
Susunan atau tumpukan serat keriting memiliki ikatan antar serat yang lebih kuat
dan lebih elastis dibandingkan tumpukan serat lurus. Penggunaan serat keriting sebagai
bahan pembuatan sebutret dapat menghasilkan produk sebutret yang mempunyai sifat
kepegasan yang lebih baik dari bahan serat alami. Jika serat-serat keriting diikat
persinggungannya dan dibalut kerangkanya dengan karet maka sebutret memiliki sifat
kepegasan yang lebih baik karena bentuk gelombang yang dimilikinya menjadi
permanen, atau segera kembali ke bentuk semula setelah pembebanan. Pengikatan dan
pembalutan karet pada serat keriting bertujuan agar persinggungan serat-serat keriting
dapat bersatu dan terikat dengan baik sehingga lebih kuat untuk menahan beban dinamis
(Sinurat et al., 2000).
Sebutret belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam negeri karena belum
dikenal oleh masyarakat luas. Selama ini informasi mengenai sebutret dapat diketahui
oleh kalangan tertentu hanya melalui pertemuan, pameran, media massa atau televisi dan
secara lisan. Meskipun harga sebutret relatif lebih tinggi dari harga rata-rata busa sintetis,
namun harga sebutret diperkirakan masih dapat diturunkan dengan mengurangi biaya
produksi terutama dengan meningkatkan kapasitas produksi dan penganekaragaman
produksi sebutret (Sinurat, 2003).
54
8.8 Keunggulan Sebutret
Menurut BPTK (2003) sebutret memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih ringan jika
dibandingkan dengan karet busa (busa alam), hal ini disebabkan oleh subutret terdiri atas
karet dan serat-serat bergelombang yang memiliki pori-pori (rongga) yang besar. Produk
sebutret dapat dibuat dengan kerapatan bervariasi sesuai dengan kebutuhan sehingga
berat tiap volum (density) sebutret juga berbeda-beda. Sebutret mempunyai kepegasan
yang baik, sejuk dan dingin karena terbuat dari karet alam dan memiliki rongga yang
besar, tahan terhadap air dan bakteri karena serat-serat yang membentuk jaringan, diikat
dan dibalut lapisan karet, bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu
seperti kapuk dan pemakainnya tidak berisik karena mempu meredam bunyi (Sinurat,
2003). Sebutret ini juga lebih ramah terhadap lingkungan dibandingkan dengan busa
sintetis yang dapat menghasilkan gas berbahaya (isosianat) untuk kesehatan (Maspanger,
et al., 2005).
Keunggulan dari produk sebutret antara lain memiliki bobot ringan dan berpori karena
memiliki rongga dengan pori-pori yang lebar. Kemudian sebutret memiliki sirkulasi
udara yang baik sehingga tidak menimbulkan panas pada pemakainya, meskipun dalam
kondisi lama diduduki atau ditiduri. Kondisi ini menyebabkan produk seperti cocomatras
sangat bagus untuk meningkatkan kualitas tidur, dan menghindari terjadinya sick
backpain, sakit tulang belakang. Bagusnya sirkulasi udara pada cocomatras sangat baik
untuk matras bayi, hal ini akan sangat membantu juga untuk menyerap bau pesing dari
air kencing bayi.
Sifat lentur pada sebutret, menyebabkan produk ini istimewa, sehingga awet, tidak
kempis atau lekuk asal tidak dipanasi lebih dari 90 0C. Satu hal yang lebih special,
menggunakan produk ini memiliki efek refleksi pada tubuh serasa dipijat akibat serat
keriting yang digunakan.8
8.9 Manfaat Sebutret
Inovasi tiada henti pemanfaatan sabut kelapa terus dilakukan. Adapun Istilah
yang umum di Indonesia untuk produk ini adalah Sebutret (serat sabut berkaret). Paduan
antara sabut dan karet alam ini menghasilkan produk unggulan yang berkualitas tinggi.
Berbagai produk sebutret antara lain seperti : Coir Matrass (matras sabut kelapa) atau
cocomatras, Coir Sheet atau cocosheet, atau bahkan untuk bahan jok mobil mewah dan
55
jok mebelair , jok kapal bahkan jok pesawat telah menggunakan aplikasi sebutret .
Kegunaan lain dari sebutret dapat digunakan sebagai aplikasi peredam suara studio musik
yang hasilnya dapat dibandingkan dengan peredam suara sintetis.
Beberapa produk sebutret antara lain :
Kasur dan bantal guling Sabutret
Matras olah raga sebutret / Coir Matrass
Jok sabutret untuk Pesawat, mebel air, dan kapal (Van, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet.
Anonim, 2005. Pohon Serba Guna. www.e-smartschool.com.
Anwar C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Awang SA. 1991. Kelapa, Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
Balai Penelitian Teknologi Karet. 2012. Jok Sebutret, Produk Alternatif yang Prospektif. www. Dprin.co.id. [ 15 Desember 2012].
Djatmiko BS. Raharja, dan Iskandar A. 1990. Pra Studi Kelayakan Komoditi Sabut Kelapa. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Ferry Y dan Mahmud Z. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Porspektif; 4. 2 : 55-63.http://www.perkebunan.litbang.deptan.go.id/.../perspektif Vol 4 No.2-3.Zainal. [19 Desember 2012].
Goutara, B. Djatmiko, W. Tjibtadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Bogor: Agro Industri Press Industri Jurusan teknologi Industri Pertanian Fateta IPB.
Joseph GH dan Kindangen JG. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Ketaren, S dan B. Djatmiko. 1985. Daya Guna Hasil Kelapa. Bogor: Agroindustri Press. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB.
56
Martini T. 2007. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat sabut Kelapa dan Jumlah Karet Terhadap Karakeristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Maspanger, D., M. Sinurat, dan B. Drajat. 2005. Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi Karet. Di dalam. Bogor: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 no. 1.
Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1996. Karet Strategi Pemasaran Tahunan 2000 Budidaya dan Pengolahan. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Palungkun, R. 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pujiastuti L. 2007. Pengaruh Waktu dan Suhu Vulkanisasi pada Pembuatan Kasur dari Serat Sabut Kelapa Berkaret [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rindengan B, Lay A, Novarianto H, Kembuan H dan Mahmud Z. 1995. Karakterisasi Daging Buah Kelapa Hibrida Untuk Bahan Baku Industri Makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Litbang 49p.
Sinurat, M, B. Handoko, A. Alam dan R. A. Arizal. 2000. Teknologi Pembuatan Serat Sabut Kelapa Berkaret. Bogor: Forum Komunikasi Teknologi Hasil Penelitian Karet Puslit Karet Medan. Balai Penelitian Teknologi Karet.
Sinurat, M. 2001. Pembentukan Serat Keriting Sebagai Bahan Pembuatan Serat Berkaret. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet.
Sinurat, M, B. Handoko, R. Arizal, A. M Santosa, dan D. Suparto. 2001. Peningkatan Mutu Serat Sabut Kelapa Berkaret dengan Memperbaiki Sistem Vulkanisasi. Bogor: Laporan Akhir Penelitian, Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Sinurat, M. 2003. Pemanfaatan Serat Sabut Kelapa Berkaret Menjadi Jok Kursi. Di dalam Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Soeharsono, M. 1978. Pengolahan karet (HEVEA Branciliensis). Yogyakarta: Teknologi Tanaman industry, yayasan Pembina FTP UGM
Van Dam JEG. 1997. Prospect of Coir Technology and Market Development. Di dalam Evironment friendly Coconut and Coconut Product. Proceeding of the XXXIV Cocotech Meeting. Manila, Philipines, July 14-18.
Van Dam JEG. 2002. Coir Processing Technologies: Improvement of Drying,Softening, Belaching and Dyeing Coir Fibre/Yarn and Printing Coir Floor Coverings. FAO and CFC : Netherlands.
57
Wildan A. 2010. Studi Proses Pemutihan Serat Kelapa Sebagai Reinforced Fiber[Tesis]. Teknik Kimia Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/25180/1/achmad_wildan.pdf.[19 Desember 2012].