Post on 02-Oct-2021
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
1
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Characteristics of Epithermal Type Alteration and Mineralization
in Gunung Budheg Area and Its Surrounding, Tulungagung, East Java
Rinal Khaidar Ali*, Tri Winarno, Muhammad Ainurrofiq Jamalulail
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, 50275
*E-mail: rinal_khaidar@yahoo.com
Naskah diterima: 12 November 2019, direvisi: 3 Maret 2020, disetujui: 6 Mei 2020
DOI: 10.17146/eksplorium.2020.41.1.5676
ABSTRAK
Penemuan bongkah-bongkah vuggy quartz di sekitar Desa Pojok, daerah Gunung Budheg, Tulungagung,
Jawa Timur, mengindikasikan adanya proses endapan mineral di daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah
untuk membahas lebih detail karakteristik alterasi dan mineralisasi serta tipe endapan mineral di daerah penelitian.
Metode penelitian berupa pengamatan lapangan dilengkapi dengan analisis laboratorium petrografi, X-ray
Difraction (XRD) dan mineragrafi. Satuan batuan di daerah penelitian tersusun atas enam satuan litologi yaitu
satuan intrusi dasit, satuan lava andesit, satuan breksi andesit, satuan breksi polimik, satuan batugamping terumbu
dan aluvium. Tipe alterasi di daerah penelitian adalah alterasi profilitik, argilik, argilik lanjut, dan silisifikasi.
Alterasi profilitik dicirikan oleh melimpahnya mineral klorit. Alterasi argilik dicirikan dengan melimpahnya
mineral kaolin, sementara argilik lanjut dicirikan oleh hadirnya mineral kaolinit dan alunit. Alterasi silisifikasi
yang dicirikan oleh melimpahnya mineral kuarsa. Mineral logam yang ditemukan di daerah penelitian didominasi
oleh kelompok mineral sulfida seperti kovelit, kalkosit, enargit, kalkopirit, pirit, dan jarosit. Emas native
ditemukan berasosiasi dengan enargit. Sistem endapan mineral pada daerah penelitian merupakan sistem epitermal
sulfidasi tinggi dicirikan oleh kuarsa berongga (vuggy quartz) yang termineralisasi dan kehadiran mineral kaolin
sebagai mineral hasil alterasi.
Kata kunci: alterasi, mineralisasi, epitermal, Gunung Budheg, Tulungagung
ABSTRACT
The discovery of vuggy quartz boulders around Pojok Village, Gunung Budheg area, Tulungagung, East
Java, indicates the presence of mineral deposits process in this area. This study aims to discuss detailed
characteristics of alteration and mineralization as well as mineral deposits type in the study area. The research
methods are field observations completed with petrography, X-ray Diffraction (XRD), and mineragraphy
laboratory analysis. The rock unit in the study area consists of six lithology units, a dacitic intrusion, andesitic
lava, andesitic breccia, poly-mix breccia, reef limestone, and alluvium. The study area's alteration types are
profilitic alteration, argillic alteration, advanced argillic, and silicification alteration. The profilitic alteration
characterized by the abundance of chlorite minerals. The argillic alteration characterized by the abundance of
kaolin minerals, while the advanced argillic alteration by the presence of kaolinite and alunite minerals. The
silicification alteration characterized by abundance quartz minerals. The metallic minerals dominated in the area
are sulfide minerals such as covellite, chalcocite, enargite, chalcopyrite, pyrite, and jarosite. The native gold
found in an association with enargite. The study area's mineral deposit system is an epithermal high sulfidation
system characterized by mineralized vuggy quartz and the presence of kaolinite mineral as an alteration mineral.
Keywords: Alteration, mineralization, epithermal, Gunung Budheg, Tulungagung
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
2
PENDAHULUAN
Busur Magmatik Sunda Bagian Timur
(Eastern Sunda Magmatic Arc) dianggap
penting karena memberikan deposit emas,
perak, dan tembaga, serta prospeknya
berkaitan dengan intrusi berumur Miosen
Akhir–Pliosen [1]. Busur ini membentang
sepanjang 1800 km dan merupakan bagian
dari Busur Sunda-Banda yang memiliki
panjang sekitar 3940 km [2]. Pulau Jawa, Bali
dan Lombok merupakan bagian dari zona
Busur Magmatik Sunda Bagian Timur.
Endapan mineral yang ditemukan di zona
ini khususnya pada bagian Pegunungan
Selatan bagian timur Jawa mempunyai
beberapa tipe, antara lain tipe epitermal
sulfida rendah Au-Ag (Au-Ag low-sulfidation
epithermal), urat Au-logam dasar (Au-base
metals veins), epitermal sulfida tinggi (high-
sulfidation epithermal), skarn Fe, skarn Cu-
Zn-Pb, dan porfiri Cu-Au (Cu-Au porphyry)
[3]. Tipe endapan mineral, alterasi dan
mineralisasi umumnya berasosiasi dengan
produk vulkanik klastik dan batuan intrusi
[4].
Daerah Tulungagung merupakan salah
satu daerah yang termasuk dalam zona Busur
Magmatik Sunda Bagian Timur, khususnya
pada Pegunungan Selatan bagian timur Jawa.
Berdasarkan tataan fisiografi Pulau Jawa,
daerah Tulungagung termasuk dalam Lajur
Pegunungan Selatan Jawa Timur [5].
Morfologinya terbagi menjadi tiga satuan,
yaitu perbukitan, pedataran, dan karst [6].
Stratigrafi yang tersingkap di daerah
penelitian mulai dari tua ke muda tersusun
atas beberapa Formasi, yakni Formasi
Mandalika, Campurdarat, dan Aluvium [6]
(Gambar 1).
Kondisi geologi tersebut menyebabkan
daerah Tulungagung memiliki prospek
mineralisasi logam tembaga dan emas (Cu-
Au). Indikasi mineralisasi ditemukan di Desa
Pojok, Kecamatan Campurdarat berupa
mineralisasi pada vuggy quartz [7]. Desa
Pojok merupakan desa yang terletak di area
Gunung Budheg. Mineralisasi pada vuggy
quartz merupakan salah satu penciri
keberadaan endapan mineral pada sebuah
daerah.
Selain di Desa Pojok, indikasi
mineralisasi juga ditemukan di daerah
sekitarnya seperti daerah Wonotirto, Blitar
dan daerah Prospek Kumbokarno,
Trenggalek. Daerah tersebut mempunyai
kesamaan kondisi litologi, karakteristik
alterasi dan mineralisasi seperti di daerah
Tulungagung karena masuk ke dalam zona
busur yang sama. Alterasi di daerah
Wonotirto berupa alterasi-alterasi kuarsa-
alunit-pirofilit-diaspor, kuarsa-paragonit-ilit,
smektit-kuarsa, epidot-klorit, dan klorit-
kalsit/kalsedon serta vuggy quartz ditemukan
pada Formasi Mandalika dan Formasi
Campurdarat [8]. Sementara itu, di Prospek
Kumbokarno alterasi yang ditemukan adalah
alterasi klorit-epidot-kalsit dan kuarsa-serisit-
pirit, serta ditemukan juga vuggy quartz [9].
Sistem endapan mineral di daerah tersebut
termasuk ke dalam tipe epitermal sulfida
tinggi [8, 9].
Penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya di sepanjang Pegunungan Selatan
Jawa Timur, termasuk di daerah Kabupaten
Tulungagung, belum mengulas alterasi dan
mineralisasi di area sekitar Gunung Budheg
secara detil [7]. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan karakteristik alterasi dan
mineralisasi serta tipe endapan mineral di
daerah Gunung Budheg dan sekitarnya,
Kecamatan Campurdarat, Kabupaten
Tulungagung, Jawa Timur secara rinci.
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
3
Gambar 1. Peta geologi dan stratigrafi regional daerah Tulungagung dan sekitarnya (modifikasi dari [6])
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pengambilan data lapangan dan
analisis laboratorium. Data lapangan yang
diambil berupa data geologi (litologi,
geomorfologi dan struktur), data alterasi, data
mineralisasi dan pengambilan sampel batuan
untuk analisis laboratorium. Analisis
laboratorium yang dilakukan antara lain,
analisis petrografi, mineragrafi dan X-ray
diffraction (XRD).
Analisis petrografi bertujuan untuk
mengetahui mineral penyusun batuan
sehingga dapat memberi penamaan pada
batuan. Beberapa mineral alterasi juga dapat
diidentifikasi dengan menggunakan analisis
ini. Sampel batuan dipotong dan ditipiskan
hingga berukuran kurang lebih 0,03 mm.
Pengamatan mineral dilakukan dengan
menggunakan mikroskop polarisator. Jumlah
sampel untuk analisis petrografi sebanyak 22
sampel.
Analisis mineragrafi digunakan untuk
mengetahui variasi mineral logam (bijih) di
daerah penelitian. Sampel batuan yang
mengandung mineralisasi dipotong dan
dipoles hingga halus agar mineral-mineral
logam tampak dengan jelas. Pengamatan
mineral dilakukan dengan menggunakan
mikroskop cahaya pantul. Sampel yang
dianalisis sebanyak 15 sampel batuan.
Analisis XRD dilakukan untuk
mengidentifikasi keberadaan mineral alterasi
yang menjadi dasar dalam penentuan zona
alterasi. Mineral yang dapat diidentifikasi
adalah kelompok mineral lempung alterasi.
Sampel yang digunakan berjumlah 18 sampel
dengan perlakuan air dried (clay).
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Geologi
Geomorfologi daerah penelitian terbagi
menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu
Satuan Perbukitan Berlereng Curam, Satuan
Perbukitan Berlereng Agak Curam, dan
Dataran Berlereng Landai. Klasifikasi satuan
geomorfologi yang digunakan adalah
klasifikasi van Zuidam (1983) yang mengacu
pada kelerengan dan beda tinggi [10]. Satuan
Perbukitan Berlereng Curam memiliki elevasi
terendah 100 mdpl dan tertinggi 425 mdpl
dengan beda ketinggian rata-rata 325 mdpl.
Rerata kelerengannya sebesar 46% sehingga
dikategorikan sebagai lereng curam. Pada
Satuan Perbukitan Berlereng Agak Curam,
elevasi terendahnya 300 mdpl dan tertinggi
400 mdpl. Rerata beda ketinggian dan
kelerengannya mencapai 100 mdpl dan 24%
sehingga termasuk ke dalam kategori lereng
agak curam. Sementara itu, elevasi terendah
87,5 mdpl dan tertinggi 100 mdpl menempati
Satuan Dataran Berlereng Landai dengan
rerata beda ketinggian 12,5 mdpl. Rerata
kelerengan sebesar 30% sehingga dapat
dikategorikan sebagai lereng landai.
Stratigrafi daerah penelitian tersusun atas
lima (5) satuan litologi, dari tua ke muda
adalah Satuan andesit, Satuan breksi andesit,
Satuan dasit, Satuan breksi polimik, Satuan
batugamping terumbu dan Satuan aluvium
(Gambar 2). Satuan andesit di daerah Gunung
Budheg dan sekitarnya secara megaskopis
mempunyai ciri-ciri warna hitam keabuan,
masif dan terdapat juga struktur sheeting
joint. Satuan ini dinterpretasikan sebanding
dengan Formasi Mandalika yang terbentuk
Kala Oligosen Akhir–Miosen Awal [6].
Satuan Andesit diidentifikasi sebagai produk
aliran lava [11]. Berdasarkan pengamatan
mikroskopis pada sayatan batuan (Gambar 3),
batuan memiliki ukuran mineral berkisar
antara 2–3 mm, hipokristalin, inequigranular,
dengan komposisi mineral penyusun terdiri
atas plagioklas (An = 25/oligoklas) sebesar
50%, mikrokristalin plagioklas sebesar 40%,
kuarsa sebesar 5% dan klinopiroksen sebesar
5%.
Satuan breksi sndesit secara megaskopis
mempunyai ciri-ciri berwarna abu-abu
kecoklatan, masif, sortasi relatif baik, kemas
terbuka. Batuan ini memiliki karakteristik
floating fragment, yaitu fragmen breksi yang
memiliki kenampakan mengambang pada
matriks, fragmen berupa block dengan tingkat
kebundaran angular–sub angular. Satuan ini
dinterpretasikan sebanding dengan Formasi
Mandalika yang terbentuk Kala Oligosen
Akhir–Miosen Awal [6]. Berdasarkan hasil
pengamatan petrografi, komposisi fragmen
Breksi Andesit tersusun atas mineral
plagioklas (An = 25/oligoklas) sebesar 40%,
mikrokristalin plagioklas sebesar 25%, kuarsa
sebesar 5% dan klinopiroksen sebesar 10%.
Satuan dasit secara megaskopis
mempunyai ciri-ciri berwarna abu-abu, masif
dan terdapat struktur kolom. Satuan Dasit
hadir sebagai batuan intrusi. Satuan Dasit
mengintrusi hanya sampai Formasi
Mandalika dan tidak sampai mengintrusi
Formasi Campurdarat [12]. Satuan ini
dinterpretasikan sebanding dengan batuan
intrusi yang terbentuk kala Oligosen Awal–
Miosen Awal [6]. Berdasarkan pengamatan
petrografis pada sayatan batuan (Gambar 4),
batuan memiliki tekstur khusus porfiritik,
dengan komposisi mineral penyusun terdiri
atas mineral plagioklas (An = 25/oligoklas)
sebesar 35%, mikrokristalin plagioklas
sebesar 30% , kuarsa sebesar 25%, orthoklas
sebesar 5% dan klinopiroksen sebesar 5%.
Satuan breksi polimik secara megaskopis
mempunyai ciri-ciri berwarna abu-abu
kecoklatan, masif, sortasi buruk, kemas
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
5
terbuka, floating fragment, fragmen tersusun
atas andesit teralterasi, dasit teralterasi, dan
tuff. Matriks litologi breksi polimik ini
mempunyai sifat yang karbonatan. Breksi
polimik ini diinterpretasikan sebagai satuan
litologi peralihan dari Formasi Mandalika ke
Formasi Campurdarat yang terbentuk pada
kala Miosen Awal ketika terjadi perubahan
lingkungan pengendapan dari lingkungan
darat menuju lingkungan laut pada Miosen
Awal [6].
Satuan batugamping terumbu secara
megaskopis mempunyai ciri-ciri berwarna
putih keabu-abuan dan masif, serta terdapat
kenampakan tekstur sisa dari terumbu berupa
koral dan foraminifera. Secara umum
singkapan batuan ini diidentifikasi sebagai
bagian dari tubuh barrier reef yang terbentuk
pada lingkungan laut dangkal [13].
Berdasarkan hasil pengamatan petrografi
(Gambar 5), batuan memiliki komposisi
penyusun batuan yang terdiri dari komponen
allochem (foraminifera, koral, alga),
orthochem (sparit), dan porositas (vug).
Allochem mempunyai persentase 35%,
orthochem 45%, dan porositas 20%.
Gambar 2. Peta Geologi daerah Gunung Budheg dan sekitarnya.
Gambar 3. Sayatan petrografi andesit; (A) Nikol sejajar, (B) Nikol bersilang (Pg: Plagioklas, mPg: mikrokristalin
Plagioklas, Cpx: Klinopiroksen, Qz: Kuarsa, Sa: Sanidin).
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
6
Gambar 4. Sayatan petrografi dasit; (A) Nikol sejajar, (B) Nikol bersilang (Pg: Plagioklas, mPg: mikrokristalin
Plagioklas, Cpx: Clonipiroksen, Qz: Kuarsa, Ort: Orthoklas).
Gambar 5. Sayatan petrografi batugamping terumbu; (A) Nikol sejajar, (B) Nikol bersilang (Fo: Foraminifera; Co:
Coral; Al: Alga; Spa: Sparit; V: Vug).
Berdasarkan korelasi antara pola kekar
gerus pada daerah penelitian dengan tegasan
tektonik regional yang terjadi di daerah
Tulungagung dan sekitarnya, struktur geologi
yang terbentuk dikontrol oleh dua event
tektonik yang dominan [14]. Kekar gerus pola
1 merepresentasikan event tektonik yang
terjadi pada Kala Miosen Awal–Miosen
Akhir dengan gaya tegasan utama berarah
timur laut–barat daya (Gambar 6a).
Sementara itu, kekar gerus pola 2
merepresentasikan event tektonik yang terjadi
pada Kala Oligosen Akhir dengan tegasan
utama berarah tenggara–barat laut (Gambar
6b).
Gambar 6. Orientasi kekar gerus pola 1 (a) dan kekar gerus pola 2 (b).
(a) (b)
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
7
Alterasi dan Mineralisasi
Hasil analisis XRD menunjukkan
beberapa mineral yang dapat dikelompokkan
sebagai penciri tipe alterasi. Alterasi di daerah
penelitian dapat dibagi menjadi empat tipe
alterasi, yakni profilitik, argilik, argilik lanjut
dan silisifikasi.
Alterasi profilitik dicirikan dengan
hadirnya mineral penciri utama yaitu klorit
(Gambar 7). Selain itu, tipe alterasi ini
dicirikan juga dengan hadirnya mineral ilit,
smektit, kalsit dan mineral sulfur (Gambar 8).
Suhu pembentukan mineral penciri zona
alterasi proplitik tersebut diinterpretasikan
berkisar 120–220oC (Tabel 1).
Gambar 7. Mineral klorit pada alterasi profilitik.
Gambar 8. Hasil analisis XRD pada sampel di zona alterasi profilitik.
Tabel 1. Mineral penciri utama alterasi profilitik (hasil analisis XRD) di daerah penelitian dan rentang suhu
pembentukan mineral [15].
Mineral Penciri Suhu Pembentukan (
oC)
50 100 150 200 250 300 350
Klorit
Ilit
Smektit
Kalsit
Sulfur
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
8
Alterasi argilik dicirikan dengan hadirnya
mineral kaolin (Gambar 9). Hasil analisis
XRD menunjukkan kehadiran mineral
lempung seperti ilit, smektit, haloisit, dan
diaspor (Gambar 10). Suhu pembentukan
mineral penciri zona alterasi argilik tersebut
diinterpretasikan berkisar 120–220oC (Tabel
2).
Gambar 9. Mineral kaolin pada alterasi argilik.
Gambar 10. Hasil analisis XRD pada sampel di zona alterasi argilik.
Tabel 2. Mineral penciri utama alterasi argilik (hasil analisis XRD) di daerah penelitian dan rentang suhu
pembentukan mineral [15].
Mineral Penciri Suhu Pembentukan (
oC)
50 100 150 200 250 300 350
Kaolinit
Ilit
Smektit
Haloisit
Diaspor
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
9
Alterasi argilik lanjut dicirikan dengan
hadirnya mineral penciri utama yaitu kaolinit
(Gambar 11), alunit, piropilit dan diaspor
(Gambar 12). Kelompok mineral tersebut
terbentuk pada suhu relatif tinggi, yaitu
berkisar 170–275oC (Tabel 3) dan lingkungan
dengan pH yang relatif asam.
Gambar 11. Mineral kaolin dan alunit pada alterasi
argilik lanjut.
Gambar 12. Hasil analisis XRD pada sampel di zona alterasi argilik lanjut.
Tabel 3. Mineral penciri alterasi argilik lanjut (hasil analisis XRD) di daerah penelitian dan rentang suhu
pembentukan mineral [15].
Mineral Penciri Suhu Pembentukan (
oC)
50 100 150 200 250 300 350
Kaolinit
Alunit
Pirofilit
Diaspor
Haloisit
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
10
Alterasi silisifikasi dicirikan dengan
hadirnya kuarsa sebagai mineral penciri
utama pada skala singkapan. Tipe alterasi
silisifikasi dapat teramati cukup jelas di
lapangan yang dicirikan oleh adanya proses
silisifikasi batuan, yaitu terubahnya batuan
oleh mineral kuarsa (Gambar 13 dan Gambar
14). Dalam kasus silisifikasi pada sistem
endapan epitermal sulfida tinggi, proses
silisifikasi disertai dengan proses leaching
sehingga kuarsa yang terbentuk
menghasilkan tekstur yang berongga (vuggy
quartz). Tekstur vuggy quartz terbentuk
karena adanya reaksi antara fluida/uap
(vapour) yang sangat asam (pH rendah)
dengan batuan samping. Fluida atau uap
membawa cukup konsentrasi SiO2 dan
bersifat asam akan melarutkan material asal
batuan secara ekstrim sehingga terganti
dengan SiO2 dengan tekstur berongga [16].
Gambar 13. Mineral kuarsa pada alterasi silisifikasi.
Gambar 14. Kenampakan petrografis vuggy quartz A. Nikol Sejajar, B. Nikol Bersilang (Vg = Vuggy, Qz =
Kuarsa).
Pola alterasi di Gunung Budheg terlihat
mengikuti pola penyebaran litologi. Alterasi
profilitik banyak terjadi di Satuan breksi
andesit, sementara alterasi argilik dan argilik
lanjut pada sebaran Satuan andesit, dan
alterasi silisifikasi terjadi pada sekitar batuan
dasit (Gambar 2 dan Gambar 15). Zona
alterasi ini menunjukkan jarak dan tingkat
alterasi dari batuan sumber (intrusi dasit) dan
penyebarannya dikontrol oleh struktur
dominan berarah timur laut–barat daya
(Gambar 15).
Tekstur mineralisasi yang dijumpai di
daerah penelitian adalah tekstur breksi
hidrotermal (hydrothermal breccia), kuarsa
vuggy termineralkan sebagian (partially
mineralized vuggy quartz), dan kuarsa vuggy
termineralkan total (totally mineralized vuggy
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
11
quartz). Mineral logam ditemukan pada
batuan tersilisifikasi yang didominasi oleh
kelompok mineral sulfida seperti kalkosit,
kalkopirit, kovelit, jarosit, pirit dan enargit.
Mineral logam ekonomis berupa emas (Au)
native yang berasosiasi dengan enargit juga
hadir.
Breksi hidrotermal di daerah penelitian
tersusun atas mineral kuarsa membentuk
kenampakan autobreccia dan berasosiasi
dengan vuggy quartz yang juga banyak
dijumpai di sekitar lokasi ditemukannya
breksi hidotermal tersebut (Gambar 16a).
Pengamatan mineragrafi pada sampel breksi
hidrotermal, hasilnya menunjukkan beberapa
mineralisasi sulfida seperti kalkosit dan
jarosit (Gambar 17a).
Selain breksi hidrotermal, hasil observasi
lapangan juga ditemukan adanya tekstur
mineralisasi yang memperlihatkan adanya
mineralisasi logam di sebagian tubuh vuggy
quartz (Gambar 16b). Mineralisasi tersebut
terlihat mengisi rongga-rongga kuarsa.
Setelah dilakukan pengamatan mineragrafi,
maka dapat diketahui mineral pengisi tersebut
didominasi oleh mineral kelompok sulfida
seperti kalkosit, kalkopirit, pirit, kovelit, dan
jarosit (Gambar 17 b dan c).
Mineralisasi pada vuggy quartz juga
menunjukkan adanya tekstur mineralisasi
yang memperlihatkan mineralisasi logam di
seluruh tubuh vuggy quartz (Gambar 16c).
Mineralisasi yang mengisi rongga-rongga
kuarsa didominasi oleh mineral yang
mengandung unsur Cu-Fe-As-S [17].
Berdasarkan pengamatan mineragrafi, pada
sampel batuan yang telah mengalami totally
mineralized vuggy quartz ditemukan
kelompok mineral sulfida seperti enargit,
kalkopirit dan pirit. Emas native yang
berasosiasi dengan enargit ditemukan pada
tekstur ini (Gambar 17d). Kandungan emas
(Au) pada daerah Campurdarat berkisar
antara 948–1476 ppb [18].
Gambar 15. Peta zona alterasi daerah Gunung Budheg dan sekitarnya.
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
12
(a)
(b)
(c)
Gambar 18. Kenampakan tekstur (a) hydrothermal breccia; (b) tekstur partially mineralized vuggy quartz; (c)
tekstur totally mineralized vuggy quartz
Gambar 19. Kenampakan sayatan mineragrafi dari mineral (a) Kalkosit (Cc), (b) Kovelit (Cov), (c) Jarosit (Jar),
(d) Emas (Au) native yang berasosiasi dengan enargit (En).
Keterdapatan tipe urat berupa vuggy quartz
merupakan salah satu ciri dari endapan tipe
epitermal sulfida tinggi (ephitermal high
sulfidation) [19]. Selain itu, keterdapatan
mineral kaolin yang melimpah pada alterasi
argilik juga merupakan penciri dari tipe
endapan ini [20]. Endapan tipe epitermal
sulfida tinggi memiliki fluida hidrotermal
yang cenderung bersifat asam [21], sehingga
menghasilkan Tipe urat dominan vuggy
quartz dan mineral yang terbentuk pada
kondisi asam seperti kaolinit. Pada daerah
penelitian ditemukan tipe urat vuggy quartz
dan terdapat mineral alterasi kaolinit yang
cukup melimpah, sehingga dapat
diinterpretasikan endapan mineral di daerah
penelitian merupakan endapan mineral tipe
epitermal sulfida tinggi (ephtermal high
sulfidation).
5 cm 5 cm 5 cm
Eksplorium p-ISSN 0854-1418
Volume 41 No. 1, Mei 2020: 1–14 e-ISSN 2503-426X
13
KESIMPULAN
Alterasi di daerah Gunung Budheg dan
sekitarnya terdiri empat tipe alterasi yaitu
alterasi profilitik, argilik, argilik lanjut, dan
silisifikasi. Alterasi dikontrol oleh sebaran
litologi dan keberadaan struktur timur laut–
barat daya. Alterasi silisifikasi terjadi di dekat
batuan sumber, yaitu intrusi dasit, kemudian
semakin menjauh hingga membentuk alterasi
profilitik pada breksi andesit. Alterasi
profilitik dicirikan oleh kehadiran klorit,
epidot dan kalsit. Alterasi argilik dicirikan
oleh kehadiran ilit, smektit, haloisit dan
kaolinit. Alterasi argilik lanjut dicirikan oleh
kehadiran alunit, kaolinit, pirofilit dan
diaspor. Alterasi silisifikasi dicirikan oleh
kehadiran kuarsa berongga (vuggy quartz).
Mineralisasi logam pada tubuh vuggy quartz
didominasi oleh kelompok mineral sulfida
seperti kovelit, kalkosit, enargit, kalkopirit,
pirit, dan jarosit. Emas native ditemukan
berasosiasi dengan mineral enargit. Tipe
endapan mineral di daerah penelitian
merupakan tipe epitermal sulfida tinggi
(ephitermal high sulfidation).
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami sampaikan kepada
Departemen Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro yang telah
memberikan dukungan fasilitas laboratorium.
Terima kasih juga kami sampaikan kepada
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral dan Barubara (Puslitbang
tekMIRA) yang telah memberikan fasilitas
untuk analisis XRD sehingga atas bantuan
dari pihak-pihak tersebut penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Maryono, L. D. Setijadji, J. Arif, dan R.
Harrison, “Gold, Silver , and Copper Metallogeny
of the Eastern Sunda Magmatic Arc Indonesia”
Majalah Geologi. Indonesia, vol. 29, no. 2, pp.
85–99, 2014.
[2] J. Carlile dan A. H. Mitchell, “Magmatic Arcs
and Associated Gold and Copper Mineralization
in Indonesia,” Journal of Geochemical
Exploration., vol. 50, no. 91–142, 1994.
[3] L. D. Setijadji, S. Kajino, A. Imai, dan K.
Watanabe, “Cenozoic Island Arc Magmatism in
Java Island (Sunda Arc, Indonesia): Clues on
Relationships Between Geodynamics of Volcanic
Centers and Ore Mineralization,” Resource.
Geology., vol. 56, no. 3, pp. 267–292, 2006, doi:
10.1111/j.1751-3928.2006.tb00284.x.
[4] S. Sirisokha, L. D. Setijadji, dan I. W. Warmada,
“Mineral Potential Mapping Using Geographic
Information Systems (GIS) for Gold
Mineralization in West Java, Indonesia,” Journal
of Applied. Geology, vol. 7, no. 1, p. 61, 2015,
doi: 10.22146/jag.26980.
[5] R. W. Van Bemmelen, "The Geology of
Indonesia, Vol. 1A". Netherland: The Hague,
1949.
[6] H. Samodera, Suharsono, S. Gafoer, dan T.
Suwarti, "Peta Geologi Lembar Tulungagung
Skala 1:100.000", Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, 1992.
[7] W. Widodo dan S. Simanjuntak, “Hasil Kegiatan
Eksplorasi Mineral Logam Daerah Pegunungan
Selatan Jawa Timur (JICA/MMAJ-Jepang) dan
Cianjur (KIGAM-Korea),” Kolok. Direktorat
Inventar. Sumber Daya Mineral. TA. 2002, pp.
8-1–8-14, 2002.
[8] S. Masti dan A. Idrus, “Geologi, Alterasi dan
Mineralisasi Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi
di Daerah Wonotirto dan Sekitarnya, Kabupaten
Blitar, Provinsi Jawa Timur, Indonesia,”
Prosiding Seminar Kebumian Ke-12, Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Geologi,
pp. 1078–1095, 2019.
[9] F. Aldan, A. Idrus, R. Takahashi, dan G. Kaneko,
“Spatial and Temporal Constraints of Leached
Cu-Au Porphyry Shoulder High-sulfidation
Epithermal Deposit : Insight from New
Discovered Kumbokarno Prospect, Trenggale
District, East Java” Journal of Physics
Conference Series, vol. 1367, pp. 1–14, 2019,
doi: 10.1088/1742-6596/1367/1/012037.
Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Tipe Epitermal
Daerah Gunung Budheg dan Sekitarnya, Tulungagung, Jawa Timur
Oleh: Rinal Khaidar Ali, dkk.
14
[10] R. A. Van Zuidam, "Guide to Geomorphologic
Aerial Photographic Interpretation and
Mapping" Netherland: ITC: Enschede The
Netherlands, 1983.
[11] R. Abdissalam, S. Bronto, A. Harijoko, dan A.
Hendratno, “Identifikasi Gunung Api Purba
Karangtengah di Pegunungan Selatan, Wonogiri,
Jawa Tengah” Indonesian Journal Geoscience,
vol. 4, no. 4, 2009, doi: 10.17014/ijog.v4i4.85.
[12] D. Yudiantoro, A. B. Riarto, L. Agie, D. Agus,
dan I. Takhasima, “Analisis Alteration Box Plot
Terhadap Batuan Vulkanik Terubah, Studi Kasus
Batuan Vulkanik Binangun Jawa Timur,” Journal
Ilmu Kebumian Teknologi Mineral, vol. 28, no. 1,
pp. 13–20, 2010.
[13] Praptisih dan M. Siregar, “Fasies Karbonat
Formasi Campurdarat di Daerah Tulungagung,
Jawa Timur,” Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, vol. 22, no. 2, pp. 65–72, 2012.
[14] C. I. Abdullah, N. A. Magetsari, dan H. S.
Purwanto, “Analisis Dinamik Tegasan Purba
pada Satuan Batuan Paleogen – Neogen di
Daerah Pacitan dan Sekitarnya, Provinsi Jawa
Timur Ditinjau dari Studi Sesar Minor dan Kekar
Tektonik” ITB Journal of Science, vol. 35, no. 2,
pp. 111–127, 2003, doi:10.5614/itbj.sci.2003.
35.2.3.
[15] K. Morrison, "Important Hydrothermal Minerals
and Their Significance". United Kingdom:
Kingston Morrison Mineral Service, 1997.
[16] P. Voudouris, C. Mavrogonatos, P. G. Spry, T.
Baker, V. Melfos, R. Klemd, K. Haase, A.
Repstock, A. Djiba, U. Bismayer, A. Tarantola, S.
Scheffer, R. Moritz, K. Kouzmanov, D. Alferis,
K. Papavassilou, A. Schaarschmidt, E.
Galanopoulos, E. Galanos, J. Kolodziekjczyk, C.
Stregiou dan M. Melfou, “Porphyry and
Epithermal Deposits in Greece: An Overview,
New Discoveries, and Mineralogical Constraints
on Their Genesis” Ore Geology Reviews, vol.
107, pp. 654–691, 2019, doi:
10.1016/j.oregeorev. 2019.03.019.
[17] M. M. Tun, I. W. Warmada, A. Idrus, A.
Harijoko, O. Verdiansyah, dan K. Watanabe,
“High Sulfidation Epithermal Mineralization and
Ore Mineral Assemblages of Cijulang Prospect,
West Java, Indonesia,” Journal of Applied
Geology, vol. 6, no. 1, 2015, doi: 10.22146/jag.
7215.
[18] W. Widodo, S. A. Prapto, dan I. Nursahan,
“Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di
Pegunungan Selatan Jawa Timur (Kabupaten
Pacitan, dll), Jawa Timur,” Kolokium Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral. TA. 2002,
pp. 17–1 – 17–10, 2002.
[19] A. Arribas, “Characteristics of High-Sulfidation
Epithermal Deposits, and Their Relation to
Magmatic Fluid” Mineralogical Association of
Canada Short Course, vol. 23, pp. 419–454,
1995, doi: 10.1186/2193-1801-3-130.
[20] D. Moncada, J. D. Rimstidt, dan R. J. Bodnar,
“How to Form a Giant Epithermal Precious Metal
Deposit: Relationships Between Fluid Flow Rate,
Metal Concentration of Ore-forming Fluids,
Duration of the Ore-forming Process, and Ore
Grade and Tonnage” Ore Geology Reviews, vol.
113, p. 103066, 2019, doi: 10.1016/j.oregeorev.
2019.103066.
[21] T. Bissig, A. H. Clark, A. Rainbow, dan A.
Montgomery, “Physiographic and Tectonic
Settings of High-sulfidation Epithermal Gold-
silver Deposits of the Andes and Their Controls
on Mineralizing Processes” Ore Geology
Reviews, vol. 65, no. P1, pp. 327–364, 2015, doi:
10.1016/j.oregeorev.2014.09.027.