Post on 31-Jul-2019
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini
menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian
daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang
selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan
informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, November 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini
menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian
daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang
selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan
informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, November 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN III
2015
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa
Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
49
60
60
61
62
64
65
66
67
69
71
71
72
74
75
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH
BAB V
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
5.5. Pembangunan Manusia
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Lapangan Usaha
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015
6.2.2. Inflasi Oktober 2015
6.2.3. Inflasi 2015
91
93
94
96
97
83
83
85
103
103
105
107
107
108
109
PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1. Realisasi APBD Triwulan III 2015
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015
iii
Daftar Isi
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
& Tembakau
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar
2.2.3. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Administered Prices
2.3.2. Kelompok Inti
2.3.3. Kelompok Volatile Food
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BAB II
31
31
34
35
35
36
36
37
38
39
42
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Pengeluaran Konsumsi
1.2.2. Pengeluaran Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
1.3.2. Industri Pengolahan
1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.3.4. Konstruksi
9
9
9
10
12
14
18
19
19
21
22
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
ii
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
i
ii
iv
v
vi
xi
1
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN III
2015
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa
Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
49
60
60
61
62
64
65
66
67
69
71
71
72
74
75
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH
BAB V
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
5.5. Pembangunan Manusia
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Lapangan Usaha
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015
6.2.2. Inflasi Oktober 2015
6.2.3. Inflasi 2015
91
93
94
96
97
83
83
85
103
103
105
107
107
108
109
PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1. Realisasi APBD Triwulan III 2015
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015
iii
Daftar Isi
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
& Tembakau
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,
dan Bahan Bakar
2.2.3. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Administered Prices
2.3.2. Kelompok Inti
2.3.3. Kelompok Volatile Food
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BAB II
31
31
34
35
35
36
36
37
38
39
42
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Pengeluaran Konsumsi
1.2.2. Pengeluaran Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
Mobil-Sepeda Motor
1.3.2. Industri Pengolahan
1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.3.4. Konstruksi
9
9
9
10
12
14
18
19
19
21
22
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
ii
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
i
ii
iv
v
vi
xi
1
Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan
III (%, yoy)
Tabel 2. 1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi
Bulanan
Tabel 2. 2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
di Jawa Tengah
Tabel 2. 3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2. 4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2. 5 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III
2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau
Tabel 2. 6 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III
2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar
Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 4. 1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp
Miliar)
Tabel 4. 2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 (Rp Miliar)
10
10
18
18
33
34
34
35
35
36
61
62
64
83
84
85
86
86
91
92
93
93
93
95
97
104
105
105
Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 &
2015
Tabel 4. 4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 (Rp Miliar)
Tabel 4. 5 Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 5 3.Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2015 (juta orang)
Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September
2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan III 2015
Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan
Ekspor Jawa Tengah
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha
dan Proyeksi Triwulan IV 2015
v
Suplemen
SUPLEMEN 1. Masih Optimis Walau Nilai Tukar
Rupiah Tergerus?
SUPLEMEN 2. Potensi Pariwisata Di Provinsi Jawa
Tengah
SUPLEMEN 3. Meredam Volatilitas Harga Cabai Di
Soloraya
SUPLEMEN 4. Upaya Peningkatan Produksi
Bawang Putih Lokal di Kabupaten Tegal
SUPLEMEN 5. Pengaruh Apresiasi Dolar AS
terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
SUPLEMEN 6. Inovasi Teknologi Mendukung
Revolusi Kedaulatan
Pangan Dan Penciptaan Destinasi Jalur Wisata
iv
Tabel
Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Pengeluaran Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan
III (%, yoy)
Tabel 2. 1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi
Bulanan
Tabel 2. 2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
di Jawa Tengah
Tabel 2. 3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2. 4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2. 5 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III
2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau
Tabel 2. 6 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III
2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
Bakar
Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 4. 1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp
Miliar)
Tabel 4. 2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 (Rp Miliar)
10
10
18
18
33
34
34
35
35
36
61
62
64
83
84
85
86
86
91
92
93
93
93
95
97
104
105
105
Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 &
2015
Tabel 4. 4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 (Rp Miliar)
Tabel 4. 5 Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 5 3.Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2015 (juta orang)
Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September
2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan III 2015
Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan
Ekspor Jawa Tengah
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha
dan Proyeksi Triwulan IV 2015
v
Suplemen
SUPLEMEN 1. Masih Optimis Walau Nilai Tukar
Rupiah Tergerus?
SUPLEMEN 2. Potensi Pariwisata Di Provinsi Jawa
Tengah
SUPLEMEN 3. Meredam Volatilitas Harga Cabai Di
Soloraya
SUPLEMEN 4. Upaya Peningkatan Produksi
Bawang Putih Lokal di Kabupaten Tegal
SUPLEMEN 5. Pengaruh Apresiasi Dolar AS
terhadap Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
SUPLEMEN 6. Inovasi Teknologi Mendukung
Revolusi Kedaulatan
Pangan Dan Penciptaan Destinasi Jalur Wisata
iv
Tabel
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN III
2015
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku
Jawa Tengah
Grafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri
Jawa Tengah
Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri
Pengolahan
Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur
Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar
Sedang per Sektor (%, yoy)
Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro
Kecil per Sektor (%, yoy)
Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke
Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)
Grafik 2. 1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2. 2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 2. 3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
Grafik 2. 4 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa
Grafik 2. 5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-
2015
Grafik 2. 6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2. 7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2. 8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2. 9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan III
Grafik 2. 10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
Grafik 2. 11 Inflasi Tarif Listrik
Grafik 2. 12 Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2. 13 Inflasi Angkutan Udara
Grafik 2. 14 Perkembangan Inflasi Rokok Kretek
Grafik 2. 15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
Triwulan III
Grafik 2. 16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi
Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2. 17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan
Harga
Grafik 2. 18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2. 19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
Traded
Grafik 2. 20 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Food 2012-2015 Tw III
Grafik 2. 21 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Volatile Food 2012-2015 Tw III
Grafik 2. 22 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Food
Grafik 2. 23 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Food
vii
Grafik
Grafik 1.1 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap
Kawasan Jawa
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
dan Nasional
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan
Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah
Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran
Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU)
dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor
Usaha (SKDU)
Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di
Jawa Tengah
Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan
dan PDRB Investasi
Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu
Olahan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan
Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS
Grafik 1.22 Pertumbuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja AS
Grafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT
Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa
Tengah
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Lapangan Usaha
Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi
Konsumen
Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok
Komoditas
vi
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN III
2015
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku
Jawa Tengah
Grafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri
Jawa Tengah
Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri
Pengolahan
Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur
Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar
Sedang per Sektor (%, yoy)
Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro
Kecil per Sektor (%, yoy)
Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke
Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)
Grafik 2. 1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2. 2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 2. 3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
Grafik 2. 4 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa
Grafik 2. 5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-
2015
Grafik 2. 6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2. 7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2. 8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2. 9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan III
Grafik 2. 10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
Grafik 2. 11 Inflasi Tarif Listrik
Grafik 2. 12 Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2. 13 Inflasi Angkutan Udara
Grafik 2. 14 Perkembangan Inflasi Rokok Kretek
Grafik 2. 15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
Triwulan III
Grafik 2. 16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi
Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2. 17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan
Harga
Grafik 2. 18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2. 19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
Traded
Grafik 2. 20 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Food 2012-2015 Tw III
Grafik 2. 21 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Volatile Food 2012-2015 Tw III
Grafik 2. 22 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Food
Grafik 2. 23 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Food
vii
Grafik
Grafik 1.1 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap
Kawasan Jawa
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
dan Nasional
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan
Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah
Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa
Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran
Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU)
dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor
Usaha (SKDU)
Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di
Jawa Tengah
Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan
dan PDRB Investasi
Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu
Olahan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan
Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS
Grafik 1.22 Pertumbuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja AS
Grafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT
Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa
Tengah
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi
Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Lapangan Usaha
Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi
Konsumen
Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok
Komoditas
vi
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN III
2015
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasar Sektor
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
Penggunaan
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa
Tengah
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di
Jawa Tengah
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa
Tengah
Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata Harian Transaksi SP
Nontunai Jawa Tengah
Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem
Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem
Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian
di Jawa Tengah
Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan Indeks Penjualan Riil
Grafik 3.41 Share Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
Tidak Layak Edar
Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah
Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu
Berdasarkan Pecahan
Grafik 4. 1 Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4. 2 Realisasi Belanja Daerah
ix
Grafik
Grafik 2. 24 Inflasi Bulanan Komoditas Beras
Grafik 2. 25 Inflasi Bulanan Komoditas Lele
Grafik 2. 26 Inflasi Bulanan Komoditas Mujair
Grafik 2. 27 Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam Ras
Grafik 2. 28 Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam Ras
Grafik 2. 29 Inflasi Bulanan Cabai Merah
Grafik 2. 30 Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2. 31 Inflasi Tahunan Triwulan III 2015
Grafik 2. 32 Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2. 33 Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.34 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok Tw II 2015
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum
di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Perdagangan
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Konstruksi
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Pertanian
viii
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN III
2015
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau
Jawa
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasar Sektor
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
Penggunaan
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa
Tengah
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di
Jawa Tengah
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa
Tengah
Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata Harian Transaksi SP
Nontunai Jawa Tengah
Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem
Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem
Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian
di Jawa Tengah
Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan Indeks Penjualan Riil
Grafik 3.41 Share Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
Tidak Layak Edar
Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah
Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu
Berdasarkan Pecahan
Grafik 4. 1 Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4. 2 Realisasi Belanja Daerah
ix
Grafik
Grafik 2. 24 Inflasi Bulanan Komoditas Beras
Grafik 2. 25 Inflasi Bulanan Komoditas Lele
Grafik 2. 26 Inflasi Bulanan Komoditas Mujair
Grafik 2. 27 Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam Ras
Grafik 2. 28 Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam Ras
Grafik 2. 29 Inflasi Bulanan Cabai Merah
Grafik 2. 30 Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2. 31 Inflasi Tahunan Triwulan III 2015
Grafik 2. 32 Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2. 33 Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.34 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok Tw II 2015
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum
di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Perdagangan
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Konstruksi
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan
Risiko Sektor Pertanian
viii
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.5
1.1
3.1
-3.2
-8.8
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
2015
5.5
1.5
1.2
6.4
-1.2
2.0
3.7
3.3
14.1
8.4
11.6
6.9
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
4.2
-9.7
3.2
5.8
20.3
12.2
1,547
585
1,554
1,209
117.65
116.48
115.69
117.66
114.42
116.87
120.74
5.68
4.59
5.07
6.04
5.27
5.42
6.51
I
xi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
4.9
6.4
2.2
3.7
3.2
3.1
4.1
2.7
9.7
6.3
8.5
7.4
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.2
-12.3
3.7
3.4
9.6
5.3
1,642
774
1,230
1,159
119.18
117.88
117.15
119.26
116.17
117.48
121.85
6.15
5.34
5.75
6.34
6.63
6.17
6.09
II
Grafik
Grafik 4. 3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III
2015
Grafik 4. 4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB
Grafik 4. 5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4. 6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015
(Rp Miliar)
Grafik 4. 7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung
2015 (Rp Miliar)
Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,
dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.3 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.4 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.5 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor
Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
Grafik 5.6 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.7 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa
Tengah
Grafik 5.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 5.9 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.1. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Mendatang
Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.4 Perkembangan Impor Bahan Baku
Grafik 6.5 Perkembangan Kredit Modal Kerja
Grafik 6.6 Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016
Jawa Tengah
Grafik 6.7 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015
Grafik 6.8 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 6.9 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
x
III
5.0
4.2
3.9
3.6
-4.6
-0.2
7.9
3.2
7.5
6.4
9.5
9.3
8.8
10.9
6.5
6.9
7.0
1.6
4.4
3.0
6.1
4.0
11.1
2.4
1,484
797
1,156
930
120.42
119.00
117.97
120.46
117.53
126.93
123.42
5.78
5.28
5.27
5.88
6.23
6.58
5.42
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.5
1.1
3.1
-3.2
-8.8
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
2015
5.5
1.5
1.2
6.4
-1.2
2.0
3.7
3.3
14.1
8.4
11.6
6.9
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
4.2
-9.7
3.2
5.8
20.3
12.2
1,547
585
1,554
1,209
117.65
116.48
115.69
117.66
114.42
116.87
120.74
5.68
4.59
5.07
6.04
5.27
5.42
6.51
I
xi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
4.9
6.4
2.2
3.7
3.2
3.1
4.1
2.7
9.7
6.3
8.5
7.4
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.2
-12.3
3.7
3.4
9.6
5.3
1,642
774
1,230
1,159
119.18
117.88
117.15
119.26
116.17
117.48
121.85
6.15
5.34
5.75
6.34
6.63
6.17
6.09
II
Grafik
Grafik 4. 3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III
2015
Grafik 4. 4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB
Grafik 4. 5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4. 6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015
(Rp Miliar)
Grafik 4. 7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung
2015 (Rp Miliar)
Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,
dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.3 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.4 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.5 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor
Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
Grafik 5.6 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.7 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa
Tengah
Grafik 5.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
Grafik 5.9 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.1. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Mendatang
Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.4 Perkembangan Impor Bahan Baku
Grafik 6.5 Perkembangan Kredit Modal Kerja
Grafik 6.6 Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016
Jawa Tengah
Grafik 6.7 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015
Grafik 6.8 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 6.9 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
x
III
5.0
4.2
3.9
3.6
-4.6
-0.2
7.9
3.2
7.5
6.4
9.5
9.3
8.8
10.9
6.5
6.9
7.0
1.6
4.4
3.0
6.1
4.0
11.1
2.4
1,484
797
1,156
930
120.42
119.00
117.97
120.46
117.53
126.93
123.42
5.78
5.28
5.27
5.88
6.23
6.58
5.42
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
-Net Inflow
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
2013 2014
I II III IV2014
167.40
23.73
90.60
53.07
176.61
92.35
25.60
58.66
105.51
1.98
3,260
2,490
530
14,547
57.35
37.21
20.14
168.74
25.09
85.30
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
105.81
2.17
3,435
2,307
530
14,275
15.47
6.27
9.20
178.42
30.20
86.95
61.27
187.36
99.04
28.06
60.26
105.01
2.19
3,687
2,492
573
15,156
14.31
8.95
5.36
185.79
30.94
90.47
64.38
191.87
103.87
27.70
60.30
103.27
2.22
3,297
2,397
579
14,225
20.52
14.69
5.83
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,734
2,321
583
14,203
12.02
9.20
2.82
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
23.21
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
18.18
5.58
12.6
II
201.05
33.56
93.21
74.28
205.20
111.00
29.70
64.49
102.06
2.90
4,814
1,658
559
14,053
14.91
12.62
2.28
III
213.68
34.55
99.31
79.81
209.81
112.60
31.54
65.67
98.19
2.96
4,360
1,583
595
14,179
25.55
16.95
8.59
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015 tumbuh membaik dibandingkan dengan triwulan II 2015 didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi dan investasi. Sementara itu, perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan turun seiring dengan penyesuaian base effect dari kenaikan harga BBM pada November 2014.
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
-Net Inflow
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
2013 2014
I II III IV2014
167.40
23.73
90.60
53.07
176.61
92.35
25.60
58.66
105.51
1.98
3,260
2,490
530
14,547
57.35
37.21
20.14
168.74
25.09
85.30
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
105.81
2.17
3,435
2,307
530
14,275
15.47
6.27
9.20
178.42
30.20
86.95
61.27
187.36
99.04
28.06
60.26
105.01
2.19
3,687
2,492
573
15,156
14.31
8.95
5.36
185.79
30.94
90.47
64.38
191.87
103.87
27.70
60.30
103.27
2.22
3,297
2,397
579
14,225
20.52
14.69
5.83
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,734
2,321
583
14,203
12.02
9.20
2.82
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
23.21
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
18.18
5.58
12.6
II
201.05
33.56
93.21
74.28
205.20
111.00
29.70
64.49
102.06
2.90
4,814
1,658
559
14,053
14.91
12.62
2.28
III
213.68
34.55
99.31
79.81
209.81
112.60
31.54
65.67
98.19
2.96
4,360
1,583
595
14,179
25.55
16.95
8.59
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015 tumbuh membaik dibandingkan dengan triwulan II 2015 didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi dan investasi. Sementara itu, perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan turun seiring dengan penyesuaian base effect dari kenaikan harga BBM pada November 2014.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik
pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% (yoy). Sebagian besar
komponen di sisi pengeluaran menunjukkan peningkatan terutama
dari sisi konsumsi dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh
membaik sejalan dengan adanya dorongan konsumsi saat Hari Raya
Idul Fitri. Anggaran pemerintah juga terealisir cukup baik sehingga
memperbaiki komponen konsumsi pemerintah pada komponen
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu, cukup gencarnya
peningkatan infrastruktur daerah serta adanya optimisme dunia usaha
turut meningkatkan pertumbuhan investasi daerah. Hal ini terlihat
pada peningkatan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) di triwulan laporan. Meningkatnya konsumsi dan
investasi di sisi pengeluaran terlihat pula pada membaiknya
pertumbuhan ekonomi di lapangan usaha perdagangan dan
konstruksi. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami
perlambatan yang menahan perbaikan pertumbuhan lebih jauh.
Melambatnya pertanian disebabkan oleh usainya musim panen di
triwulan III 2015.
Perkembangan harga (inflasi) Jawa Tengah turut membaik di
triwulan laporan ditandai dengan penurunan inflasi. Inflasi
pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,15% (yoy).
Penurunan inflasi ini disebabkan oleh penurunan harga-harga
komoditas setelah meningkat saat Idul Fitri. Selain itu pada komponen
komoditas harga-harga yang ditetapkan pemerintah (administered
prices) terjadi penyesuaian harga. Harga elpiji maupun bahan bakar
non-subsidi mengalami penurunan harga, menyesuaikan dengan
harga minyak dunia. Hal ini terlihat dari rincian kelompok utama yang
mendorong perlambatan inflasi di triwulan laporan. Kelompok
makanan jadi, minuman, rokok & tembakau, serta kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menjadi kelompok utama
pendorong turunnya inflasi. Kondisi tersebut disebabkan oleh
penyesuaian harga pangan setelah Ramadhan dan Idul Fitri di awal
triwulan. Secara umum pada triwulan III 2015, inflasi tahun kalender
mencatatkan angka sebesar 1,54% (ytd).
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.
1.
03
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik
pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% (yoy). Sebagian besar
komponen di sisi pengeluaran menunjukkan peningkatan terutama
dari sisi konsumsi dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh
membaik sejalan dengan adanya dorongan konsumsi saat Hari Raya
Idul Fitri. Anggaran pemerintah juga terealisir cukup baik sehingga
memperbaiki komponen konsumsi pemerintah pada komponen
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu, cukup gencarnya
peningkatan infrastruktur daerah serta adanya optimisme dunia usaha
turut meningkatkan pertumbuhan investasi daerah. Hal ini terlihat
pada peningkatan pertumbuhan komponen Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) di triwulan laporan. Meningkatnya konsumsi dan
investasi di sisi pengeluaran terlihat pula pada membaiknya
pertumbuhan ekonomi di lapangan usaha perdagangan dan
konstruksi. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami
perlambatan yang menahan perbaikan pertumbuhan lebih jauh.
Melambatnya pertanian disebabkan oleh usainya musim panen di
triwulan III 2015.
Perkembangan harga (inflasi) Jawa Tengah turut membaik di
triwulan laporan ditandai dengan penurunan inflasi. Inflasi
pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,15% (yoy).
Penurunan inflasi ini disebabkan oleh penurunan harga-harga
komoditas setelah meningkat saat Idul Fitri. Selain itu pada komponen
komoditas harga-harga yang ditetapkan pemerintah (administered
prices) terjadi penyesuaian harga. Harga elpiji maupun bahan bakar
non-subsidi mengalami penurunan harga, menyesuaikan dengan
harga minyak dunia. Hal ini terlihat dari rincian kelompok utama yang
mendorong perlambatan inflasi di triwulan laporan. Kelompok
makanan jadi, minuman, rokok & tembakau, serta kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menjadi kelompok utama
pendorong turunnya inflasi. Kondisi tersebut disebabkan oleh
penyesuaian harga pangan setelah Ramadhan dan Idul Fitri di awal
triwulan. Secara umum pada triwulan III 2015, inflasi tahun kalender
mencatatkan angka sebesar 1,54% (ytd).
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.
1.
03
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Namun ditinjau secara triwulanan, realisasi APBD
triwulan III 2015 lebih baik dibandingkan triwulan
II 2015. Hal ini sesuai dengan pola realisasi
keuangan pemerintah yang selalu meningkat di
triwulan akhir tahun berjalan. Pada triwulan
laporan, realisasi pendapatan sebesar 74,25%
terhadap APBD 2015, meningkat dibandingkan
serapan pendapatan triwulan lalu yang sebesar
47,65%. Begitu pula dengan realisasi belanja yang
sebesar 63,75% dar i anggaran, meningkat
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 37,96%.
Meru juk pada i nd i ka to r- i nd i ka to r t e r k in i ,
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015
diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi
dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy).
Pertumbuhan diperkirakakan didorong oleh
memba iknya k iner ja ekspor dan inves tas i .
Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat seiring
dengan meningkatnya permintaan baik oleh domestik
maupun luar negeri, terkait dengan meningkatnya
permintaan dalam rangka menyambut hari besar Natal
dan Tahun Baru. Selain itu, realisasi investasi baik oleh
swasta maupun pemerintah juga berperan besar dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
mendatang. Komponen lainnya yang juga diperkirakan
meningkat adalah konsumsi pemerintah dan Lembaga
Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT),
didorong oleh puncak belanja pemerintah dan pilkada
serentak.
Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha,
perbaikan terutama terjadi pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan
sepeda motor seiring dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga
meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi
khususnya dalam bentuk bangunan atau infrastruktur.
Dengan perkiraan pencapaian di triwulan IV, secara
keseluruhan tahun 2015 perekonomian Jawa
Tengah diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran
5,0%-5,4% (yoy). Perkiraan pertumbuhan tersebut
sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan tahun
2014 yang sebesar 5,4%. Walaupun melambat, angka
pertumbuhan ini diperkirakan masih berada di atas
level pertumbuhan nasional.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV
2015 diperkirakan menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga
utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect
dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan
harga BBM diikuti dengan terjaganya pasokan bahan
pangan hingga akhir tahun. Terjaganya level inflasi ini
merupakan akumulasi inflasi bulanan yang relatif
terjaga. Hingga Oktober 2015, inflasi tahun berjalan
tercatat rendah, yakni sebesar 1,50% (ytd). Lebih jauh,
Inflasi triwulan IV 2015 berada pada rentang
1,80-2,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
III 2015 yang sebesar 5,20% (yoy).
B e rd a s a r k a n d i s a g re g a s i n y a , B e rd a s a r k a n
disagregasinya, inflasi tahunan terjadi pada kelompok
administered prices dan volatile food. Pada kelompok
administered prices, penurunan berasal dari terjaganya
harga BBM dan penyesuaian base effect akibat
kenaikan BBM di akhir tahun 2014 silam. inflasi
tahunan volatile food diperkirakan menurun meski
masih berada pada level yang moderat. Hal ini
merupakan imbas dari hilangnya base effect kenaikan
harga pangan di tahun sebelumnya yang juga
mengalami kenaikan. Level harga yang moderat ini juga
didukung oleh terjaganya pasokan beras di tengah
masuknya impor beras asal Vietnam. Namun demikian
masih terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,
meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah
seiring terbatasnya pasokan di tengah perayaan akhir
05
Penurunan inflasi terjadi pada sebagian besar kota
pantauan inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6
kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, inflasi tertinggi
terjadi di Kota Kudus, sementara Kota Surakarta
menjadi kota dengan inflasi terendah.
Kinerja perbankan daerah masih menunjukkan
kondisi sebagaimana yang terjadi di triwulan
sebelumnya. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan
yang meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kredit mengalami
pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Melambatnya kredit sejalan
dengan belum membaiknya perkembangan ekonomi
daerah yang memengaruhi permintaan kredit. Pertumbuhan kredit yang melambat pada triwulan
laporan disertai dengan pertumbuhan DPK yang
meningkat menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)
mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan
tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%.Sementara
itu, tingkat kualitas kredit juga cenderung mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan III 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada
pada level 2,96%, atau meningkat dibandingkan
dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang
tercatat sebesar 2,90%.
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan III 2015 juga menunjukkan kondisi serupa.
Perbankan syariah menunjukkan perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan aset perbankan syariah mencatatkan
pertumbuhan yang melambat menjadi 16,55% (yoy)
pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya
sebesar 18,95% (yoy). Sementara, pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.
Pembiayaan tumbuh sebesar 6,09% (yoy), melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 7,31% (yoy). Sementara DPK tumbuh
melambat sebesar 25,43% (yoy) pada triwulan laporan.
Indikator Financing to Deposit Ratio (FDR) pada
triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke level
111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem
pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan
peningkatan pada triwulan III 2015. Demikian pula
halnya dengan transaksi uang tunai. Secara umum,
aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya
peningkatan net inf low dibanding tr iwulan
sebelumnya. Kondisi perbaikan ini tidak terlepas dari
pola musiman pasca periode Ramadhan dan Idul Fitri
yang biasanya diikuti dengan adanya arus balik dana
perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Sebelumnya
pada triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan
uang kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul
Fitri, tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja
pemerintah serta pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,
sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan
outflow yang signifikan, menyebabkan net inflow
menipis.
Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan
dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak
setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan
tercatat sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25%
terhadap APBD 2015, lebih rendah dibandingkan
serapan pendapatan triwulan III 2014 sebesar 82,16%.
Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan
sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75% dari anggaran,
sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan II 2014
yang terserap sebesar 64,22%.
04
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Namun ditinjau secara triwulanan, realisasi APBD
triwulan III 2015 lebih baik dibandingkan triwulan
II 2015. Hal ini sesuai dengan pola realisasi
keuangan pemerintah yang selalu meningkat di
triwulan akhir tahun berjalan. Pada triwulan
laporan, realisasi pendapatan sebesar 74,25%
terhadap APBD 2015, meningkat dibandingkan
serapan pendapatan triwulan lalu yang sebesar
47,65%. Begitu pula dengan realisasi belanja yang
sebesar 63,75% dar i anggaran, meningkat
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 37,96%.
Meru juk pada i nd i ka to r- i nd i ka to r t e r k in i ,
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015
diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi
dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy).
Pertumbuhan diperkirakakan didorong oleh
memba iknya k iner ja ekspor dan inves tas i .
Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat seiring
dengan meningkatnya permintaan baik oleh domestik
maupun luar negeri, terkait dengan meningkatnya
permintaan dalam rangka menyambut hari besar Natal
dan Tahun Baru. Selain itu, realisasi investasi baik oleh
swasta maupun pemerintah juga berperan besar dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
mendatang. Komponen lainnya yang juga diperkirakan
meningkat adalah konsumsi pemerintah dan Lembaga
Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT),
didorong oleh puncak belanja pemerintah dan pilkada
serentak.
Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha,
perbaikan terutama terjadi pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan
sepeda motor seiring dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga
meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi
khususnya dalam bentuk bangunan atau infrastruktur.
Dengan perkiraan pencapaian di triwulan IV, secara
keseluruhan tahun 2015 perekonomian Jawa
Tengah diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran
5,0%-5,4% (yoy). Perkiraan pertumbuhan tersebut
sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan tahun
2014 yang sebesar 5,4%. Walaupun melambat, angka
pertumbuhan ini diperkirakan masih berada di atas
level pertumbuhan nasional.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV
2015 diperkirakan menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga
utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect
dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan
harga BBM diikuti dengan terjaganya pasokan bahan
pangan hingga akhir tahun. Terjaganya level inflasi ini
merupakan akumulasi inflasi bulanan yang relatif
terjaga. Hingga Oktober 2015, inflasi tahun berjalan
tercatat rendah, yakni sebesar 1,50% (ytd). Lebih jauh,
Inflasi triwulan IV 2015 berada pada rentang
1,80-2,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
III 2015 yang sebesar 5,20% (yoy).
B e rd a s a r k a n d i s a g re g a s i n y a , B e rd a s a r k a n
disagregasinya, inflasi tahunan terjadi pada kelompok
administered prices dan volatile food. Pada kelompok
administered prices, penurunan berasal dari terjaganya
harga BBM dan penyesuaian base effect akibat
kenaikan BBM di akhir tahun 2014 silam. inflasi
tahunan volatile food diperkirakan menurun meski
masih berada pada level yang moderat. Hal ini
merupakan imbas dari hilangnya base effect kenaikan
harga pangan di tahun sebelumnya yang juga
mengalami kenaikan. Level harga yang moderat ini juga
didukung oleh terjaganya pasokan beras di tengah
masuknya impor beras asal Vietnam. Namun demikian
masih terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,
meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah
seiring terbatasnya pasokan di tengah perayaan akhir
05
Penurunan inflasi terjadi pada sebagian besar kota
pantauan inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6
kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, inflasi tertinggi
terjadi di Kota Kudus, sementara Kota Surakarta
menjadi kota dengan inflasi terendah.
Kinerja perbankan daerah masih menunjukkan
kondisi sebagaimana yang terjadi di triwulan
sebelumnya. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan
yang meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kredit mengalami
pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Melambatnya kredit sejalan
dengan belum membaiknya perkembangan ekonomi
daerah yang memengaruhi permintaan kredit. Pertumbuhan kredit yang melambat pada triwulan
laporan disertai dengan pertumbuhan DPK yang
meningkat menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)
mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan
tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%.Sementara
itu, tingkat kualitas kredit juga cenderung mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan III 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada
pada level 2,96%, atau meningkat dibandingkan
dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang
tercatat sebesar 2,90%.
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan III 2015 juga menunjukkan kondisi serupa.
Perbankan syariah menunjukkan perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan aset perbankan syariah mencatatkan
pertumbuhan yang melambat menjadi 16,55% (yoy)
pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya
sebesar 18,95% (yoy). Sementara, pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.
Pembiayaan tumbuh sebesar 6,09% (yoy), melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 7,31% (yoy). Sementara DPK tumbuh
melambat sebesar 25,43% (yoy) pada triwulan laporan.
Indikator Financing to Deposit Ratio (FDR) pada
triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke level
111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem
pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan
peningkatan pada triwulan III 2015. Demikian pula
halnya dengan transaksi uang tunai. Secara umum,
aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya
peningkatan net inf low dibanding tr iwulan
sebelumnya. Kondisi perbaikan ini tidak terlepas dari
pola musiman pasca periode Ramadhan dan Idul Fitri
yang biasanya diikuti dengan adanya arus balik dana
perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Sebelumnya
pada triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan
uang kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul
Fitri, tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja
pemerintah serta pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,
sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan
outflow yang signifikan, menyebabkan net inflow
menipis.
Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan
dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak
setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan
tercatat sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25%
terhadap APBD 2015, lebih rendah dibandingkan
serapan pendapatan triwulan III 2014 sebesar 82,16%.
Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan
sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75% dari anggaran,
sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan II 2014
yang terserap sebesar 64,22%.
04
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring
meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun
baru.
Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015
diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015
diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun
2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini
didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,
baik kelompok volatile food, kelompok administered
prices, maupun kelompok inti.
06
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan.
Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja terjadi pada semua komponen kecuali
impor. Perbaikan pertumbuhan ekspor dan melambatnya impor menjadi
penyumbang utama dalam perbaikan ekonomi triwulan ini. Selain itu,
pertumbuhan konsumsi dan investasi juga mengalami peningkatan.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja terjadi pada lapangan usaha
perdagangan besar-eceran. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami
perlambatan, dan lapangan usaha industri pengolahan relatif stabil. Selain
kinerja lapangan usaha utama, peningkatan pada pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi turut menunjang perbaikan ekonomi Provinsi Jawa Tengah.
tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring
meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun
baru.
Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015
diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015
diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun
2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini
didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,
baik kelompok volatile food, kelompok administered
prices, maupun kelompok inti.
06
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan.
Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja terjadi pada semua komponen kecuali
impor. Perbaikan pertumbuhan ekspor dan melambatnya impor menjadi
penyumbang utama dalam perbaikan ekonomi triwulan ini. Selain itu,
pertumbuhan konsumsi dan investasi juga mengalami peningkatan.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja terjadi pada lapangan usaha
perdagangan besar-eceran. Sedangkan lapangan usaha pertanian mengalami
perlambatan, dan lapangan usaha industri pengolahan relatif stabil. Selain
kinerja lapangan usaha utama, peningkatan pada pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi turut menunjang perbaikan ekonomi Provinsi Jawa Tengah.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
mengalami perbaikan pada triwulan III 2015
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 4,8% (yoy). Secara triwulanan, ekonomi Jawa
Tengah mengalami ekspansi sebesar 2,9% (qtq) pada
triwulan laporan, sedikit mengalami peningkatan dari
periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar
2,8% (qtq).
Peningkatan pada triwulan ini juga dialami oleh
perekonomian nasional dan Kawasan Jawa.
Perekonomian nasional tumbuh membaik ke level
4,73% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,67% (yoy).
Pada Kawasan Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta),
pertumbuhan ekonomi meningkat tajam dari 5,0%
(yoy) di triwulan II menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan ini.
Pada triwulan laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh
pada level di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, sejak triwulan II 2015, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah berada di bawah pertumbuhan
Kawasan Jawa. Kondisi ini berbeda dengan pola
sebelumnya di mana pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah umumnya selalu berada di atas ekonomi
Kawasan Jawa.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Dilihat dari besar sumbangan, perekonomian Provinsi
Jawa Tengah menyumbang 14,9% terhadap
perekonomian Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai
ini relatif tetap dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perekonomian Kawasan Jawa secara dominan
disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa
Timur dengan sumbangan mencapai lebih dari 50%.
Pada sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah masih ditopang oleh konsumsi rumah
tangga (porsi 64,13%), ekspor (porsi 37,51%), dan
pembentukan modal tetap bruto atau PMTB (porsi
29,99%). Di sisi lain, pengeluaran impor sebagai
komponen pengurang PDRB juga memberikan
kontribusi signifikan sebesar 41,64% dari total PDRB.
Komposisi ini tidak mengalami perubahan dari triwulan
sebelumnya.
Pertumbuhan yang meningkat terjadi pada seluruh
komponen pengeluaran, kecuali impor. Peningkatan
pertumbuhan ekspor yang diiringi dengan perlambatan
impor menjadi penyumbang utama dalam perbaikan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan laporan. Selain ekspor, konsumsi sebagai
penopang utama perekonomian Jawa Tengah pun
masih tumbuh cukup kuat. Kinerja perekonomian sisi
pengeluaran tersebut juga turut didukung oleh peran
investasi yang menunjukkan peningkatan.
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
09
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7
I II III IV I II
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2014 2015
5.04.8
4.7
III
5.4
4.7
II - 2015
III - 2015
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
24.87
25.0828.97 7.0722.42 14.94 1.52
29.06 7.1022.55 14.94 1.48
%% %%% %
%% %%% %
Grafik 1.1Sumber: BPS, diolah
Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
mengalami perbaikan pada triwulan III 2015
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,0% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 4,8% (yoy). Secara triwulanan, ekonomi Jawa
Tengah mengalami ekspansi sebesar 2,9% (qtq) pada
triwulan laporan, sedikit mengalami peningkatan dari
periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar
2,8% (qtq).
Peningkatan pada triwulan ini juga dialami oleh
perekonomian nasional dan Kawasan Jawa.
Perekonomian nasional tumbuh membaik ke level
4,73% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,67% (yoy).
Pada Kawasan Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta),
pertumbuhan ekonomi meningkat tajam dari 5,0%
(yoy) di triwulan II menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan ini.
Pada triwulan laporan, ekonomi Jawa Tengah tumbuh
pada level di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, sejak triwulan II 2015, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah berada di bawah pertumbuhan
Kawasan Jawa. Kondisi ini berbeda dengan pola
sebelumnya di mana pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah umumnya selalu berada di atas ekonomi
Kawasan Jawa.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Dilihat dari besar sumbangan, perekonomian Provinsi
Jawa Tengah menyumbang 14,9% terhadap
perekonomian Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai
ini relatif tetap dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perekonomian Kawasan Jawa secara dominan
disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa
Timur dengan sumbangan mencapai lebih dari 50%.
Pada sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah masih ditopang oleh konsumsi rumah
tangga (porsi 64,13%), ekspor (porsi 37,51%), dan
pembentukan modal tetap bruto atau PMTB (porsi
29,99%). Di sisi lain, pengeluaran impor sebagai
komponen pengurang PDRB juga memberikan
kontribusi signifikan sebesar 41,64% dari total PDRB.
Komposisi ini tidak mengalami perubahan dari triwulan
sebelumnya.
Pertumbuhan yang meningkat terjadi pada seluruh
komponen pengeluaran, kecuali impor. Peningkatan
pertumbuhan ekspor yang diiringi dengan perlambatan
impor menjadi penyumbang utama dalam perbaikan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan laporan. Selain ekspor, konsumsi sebagai
penopang utama perekonomian Jawa Tengah pun
masih tumbuh cukup kuat. Kinerja perekonomian sisi
pengeluaran tersebut juga turut didukung oleh peran
investasi yang menunjukkan peningkatan.
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
09
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7
I II III IV I II
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2014 2015
5.04.8
4.7
III
5.4
4.7
II - 2015
III - 2015
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
24.87
25.0828.97 7.0722.42 14.94 1.52
29.06 7.1022.55 14.94 1.48
%% %%% %
%% %%% %
Grafik 1.1Sumber: BPS, diolah
Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa
1.2.1. Pengeluaran KonsumsiKonsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 tumbuh
sebesar 4,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
II 2015 yang tumbuh sebesar 4,1% (yoy). Peningkatan 2ini terkonfirmasi dari data kredit perbankan untuk
penggunaan konsumsi yang pada triwulan laporan
tercatat tumbuh 9,07% (yoy) , leb ih t inggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 7,27%
(yoy).
Melihat pertumbuhan kredit konsumsi lebih jauh,
peningkatan bersumber dari kredit kepemilikan rumah
(KPR), yang tumbuh 8,11% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan 6,45% di triwulan II. Sementara itu,
kredit kendaraan bermotor (KKB) melambat ke tingkat
pertumbuhan 9,19% (yoy), setelah sebelumnya
tumbuh 10,32% (yoy).
Salah satu faktor pendorong perbaikan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga adalah hari raya Lebaran di
awal triwulan. Pola konsumsi masyarakat cenderung
mengalami peningkatan pada hari raya Lebaran dan
libur dalam rangka Lebaran. Sementara itu, tahun
ajaran baru siswa sekolah turut mendorong tingkat
konsumsi masyarakat lebih tinggi. Dua hal tersebut
mendorong perilaku masyarakat untuk meningkatkan
konsumsi makanan dan minuman, pakaian,
transportasi, serta rekreasi. Perilaku konsumsi ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen oleh
BPS yang menunjukkan adanya peningkatan volume
konsumsi pada kelompok komoditas tersebut.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI- SKALA KANAN
III3
4
5
6
4
9
14
19
24
29
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi
%, YOY
KKB KPR
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
10
15
20
25
30
-10
-5
0
5
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
III IV2014*
445,645
7,641
55,431
211,220
256,229
270,285
21,018
726,900
113,402
2,147
8,631
51,991
56,860
52,448
5,273
185,856
115,185
2,206
11,927
54,680
65,964
63,673
5,637
191,925
118,194
1,982
13,770
56,549
67,377
65,596
4,942
197,219
117,374
1,965
22,576
56,790
61,010
68,852
410
191,272
464,155
8,299
56,904
220,009
251,212
250,570
16,261
766,272
2015**
118,166
1,939
8,904
55,246
68,378
58,872
2,553
196,088
I 119,992
1,934
12,366
56,522
71,407
65,664
4,571
201,128
II
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)
III IV2014*
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
-42.4
5.1
4.1
22.4
1.1
3.1
-3.2
-8.8
4.4
5.7
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
-51.0
4.2
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
52.1
5.7
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
-66.1
6.2
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
-22.6
5.4
2015**
4.2
-9.7
3.2
6.3
20.3
12.2
-51.6
5.5
I4.2
-12.3
3.7
3.4
8.3
3.1
-18.9
4.8
II
123,376
2,042
14,603
58,788
74,859
67,176
488
206,981
IIIKONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
4.4
3.0
6.1
4.0
11.1
2.4
-90.1
5.0
III
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
mengalami perlambatan seiring dengan menguatnya
nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah. Penurunan ini
terutama pada barang konsumsi dalam bentuk
makanan dan minuman jadi maupun primer, dan
barang konsumsi tahan lama.
Pada triwulan III nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah
rata-rata mengalami apresiasi sebesar 5,56% dari
triwulan sebelumnya (qtq), atau 17,74% dari tahun
sebelumnya (yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut,
pada triwulan laporan pertumbuhan impor barang
konsumsi mengalami penurunan sebesar 6,46% (yoy),
berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang masih
tumbuh 4,55% (yoy).
Konsumsi LNPRT pada triwulan III 2015 tumbuh
3,0% (yoy), berbalik arah dibandingkan dengan
triwulan lalu yang sebesar -12,3% (yoy). Perbaikan
signifikan ini terutama akibat hilangnya efek pemilu
pada tahun 2014. Pada triwulan II I terdapat
peningkatan aktivitas lembaga nonprofit berbentuk
yayasan sosial seperti panti asuhan terkait adanya hari
Grafik 1.6 Indeks Tendensi KonsumenSumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
PENDAPATAN RT KINIITK PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI
0
50
100
150 INDEKS KONSUMSI
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI
PAKAIAN KOMUNIKASI REKREASI/HIBURAN
AKOMODASI TRANSPORTASI PERAWATANKESEHATAN
/KECANTIKAN
II - 2015 III - 2015
Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa
Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang KonsumsiSumber: Bloomberg, diolah
3
8
13
18
23
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
NILAI TUKAR (USD/IDR) - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
%, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
INDEKS
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL
%, YOY
3
4
5
6
120
140
160
180
200
220
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran
Pola konsumsi dimaksud didukung oleh peningkatan
daya beli masyarakat, yang ditunjukkan oleh Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) triwulan laporan yang
mengalami peningkatan menjadi 109,81, dari 103,60
pada triwulan sebelumnya. Daya beli masyarakat turut
didorong oleh adanya pembayaran Tunjangan Hari
Raya (THR) menjelang Lebaran.
Sejalan dengan hasil analisa di atas, peningkatan
konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi oleh hasil
Survei Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Bank
Indonesia. Hasi l survei menunjukkan adanya
peningkatan penjualan pedagang eceran yang lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata
Indeks Penjualan Riil (IPR) meningkat menjadi 200,6 di
triwulan III, dari 179,3 di triwulan sebelumnya.
Sementara itu, konsumsi akan barang impor
menunjukkan adanya penurunan. Salah satu faktor
pendorong hal tersebut adalah penguatan nilai tukar
Dolar AS sehingga harga barang impor menjadi lebih
mahal. Pertumbuhan impor barang konsumsi juga
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Analisis kredit pada bagian ini menggunakan klasifikasi berdasarkan lokasi proyek.2.
1.2.1. Pengeluaran KonsumsiKonsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 tumbuh
sebesar 4,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
II 2015 yang tumbuh sebesar 4,1% (yoy). Peningkatan 2ini terkonfirmasi dari data kredit perbankan untuk
penggunaan konsumsi yang pada triwulan laporan
tercatat tumbuh 9,07% (yoy) , leb ih t inggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 7,27%
(yoy).
Melihat pertumbuhan kredit konsumsi lebih jauh,
peningkatan bersumber dari kredit kepemilikan rumah
(KPR), yang tumbuh 8,11% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan 6,45% di triwulan II. Sementara itu,
kredit kendaraan bermotor (KKB) melambat ke tingkat
pertumbuhan 9,19% (yoy), setelah sebelumnya
tumbuh 10,32% (yoy).
Salah satu faktor pendorong perbaikan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga adalah hari raya Lebaran di
awal triwulan. Pola konsumsi masyarakat cenderung
mengalami peningkatan pada hari raya Lebaran dan
libur dalam rangka Lebaran. Sementara itu, tahun
ajaran baru siswa sekolah turut mendorong tingkat
konsumsi masyarakat lebih tinggi. Dua hal tersebut
mendorong perilaku masyarakat untuk meningkatkan
konsumsi makanan dan minuman, pakaian,
transportasi, serta rekreasi. Perilaku konsumsi ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen oleh
BPS yang menunjukkan adanya peningkatan volume
konsumsi pada kelompok komoditas tersebut.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI- SKALA KANAN
III3
4
5
6
4
9
14
19
24
29
Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Kredit Konumsi
%, YOY
KKB KPR
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
10
15
20
25
30
-10
-5
0
5
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotor dan Kredit Pemilikan Rumah
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
III IV2014*
445,645
7,641
55,431
211,220
256,229
270,285
21,018
726,900
113,402
2,147
8,631
51,991
56,860
52,448
5,273
185,856
115,185
2,206
11,927
54,680
65,964
63,673
5,637
191,925
118,194
1,982
13,770
56,549
67,377
65,596
4,942
197,219
117,374
1,965
22,576
56,790
61,010
68,852
410
191,272
464,155
8,299
56,904
220,009
251,212
250,570
16,261
766,272
2015**
118,166
1,939
8,904
55,246
68,378
58,872
2,553
196,088
I 119,992
1,934
12,366
56,522
71,407
65,664
4,571
201,128
II
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)
III IV2014*
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
-42.4
5.1
4.1
22.4
1.1
3.1
-3.2
-8.8
4.4
5.7
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
-51.0
4.2
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
52.1
5.7
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
-66.1
6.2
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
-22.6
5.4
2015**
4.2
-9.7
3.2
6.3
20.3
12.2
-51.6
5.5
I4.2
-12.3
3.7
3.4
8.3
3.1
-18.9
4.8
II
123,376
2,042
14,603
58,788
74,859
67,176
488
206,981
IIIKONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
4.4
3.0
6.1
4.0
11.1
2.4
-90.1
5.0
III
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
mengalami perlambatan seiring dengan menguatnya
nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah. Penurunan ini
terutama pada barang konsumsi dalam bentuk
makanan dan minuman jadi maupun primer, dan
barang konsumsi tahan lama.
Pada triwulan III nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah
rata-rata mengalami apresiasi sebesar 5,56% dari
triwulan sebelumnya (qtq), atau 17,74% dari tahun
sebelumnya (yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut,
pada triwulan laporan pertumbuhan impor barang
konsumsi mengalami penurunan sebesar 6,46% (yoy),
berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang masih
tumbuh 4,55% (yoy).
Konsumsi LNPRT pada triwulan III 2015 tumbuh
3,0% (yoy), berbalik arah dibandingkan dengan
triwulan lalu yang sebesar -12,3% (yoy). Perbaikan
signifikan ini terutama akibat hilangnya efek pemilu
pada tahun 2014. Pada triwulan II I terdapat
peningkatan aktivitas lembaga nonprofit berbentuk
yayasan sosial seperti panti asuhan terkait adanya hari
Grafik 1.6 Indeks Tendensi KonsumenSumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
PENDAPATAN RT KINIITK PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI
0
50
100
150 INDEKS KONSUMSI
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI
PAKAIAN KOMUNIKASI REKREASI/HIBURAN
AKOMODASI TRANSPORTASI PERAWATANKESEHATAN
/KECANTIKAN
II - 2015 III - 2015
Grafik 1.5 Indeks Konsumsi per Kelompok Barang/Jasa
Grafik 1.8 Pertumbuhan Impor Barang KonsumsiSumber: Bloomberg, diolah
3
8
13
18
23
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
NILAI TUKAR (USD/IDR) - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
%, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
INDEKS
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL
%, YOY
3
4
5
6
120
140
160
180
200
220
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.7 Survei Pedagang Eceran
Pola konsumsi dimaksud didukung oleh peningkatan
daya beli masyarakat, yang ditunjukkan oleh Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) triwulan laporan yang
mengalami peningkatan menjadi 109,81, dari 103,60
pada triwulan sebelumnya. Daya beli masyarakat turut
didorong oleh adanya pembayaran Tunjangan Hari
Raya (THR) menjelang Lebaran.
Sejalan dengan hasil analisa di atas, peningkatan
konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi oleh hasil
Survei Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Bank
Indonesia. Hasi l survei menunjukkan adanya
peningkatan penjualan pedagang eceran yang lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata
Indeks Penjualan Riil (IPR) meningkat menjadi 200,6 di
triwulan III, dari 179,3 di triwulan sebelumnya.
Sementara itu, konsumsi akan barang impor
menunjukkan adanya penurunan. Salah satu faktor
pendorong hal tersebut adalah penguatan nilai tukar
Dolar AS sehingga harga barang impor menjadi lebih
mahal. Pertumbuhan impor barang konsumsi juga
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Analisis kredit pada bagian ini menggunakan klasifikasi berdasarkan lokasi proyek.2.
Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
PMTB - SKALA KANANREALISASI INVESTASI (SKDU)
%, SBT %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III -
2
4
6
8
10
12
14
0
2
4
6
8
10
12
Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
-10
0
10
20
30
40
50
60
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, YOYRP MILIAR
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA
raya Lebaran. Selain itu peningkatan komponen
konsumsi LNPRT juga didorong oleh peningkatan
aktivitas lembaga nonprofit menjelang Pilkada serentak
yang akan dilaksanakan pada Desember 2015.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
peningkatan pada triwulan III menjadi 6,1% (yoy),
setelah tumbuh 3,7% (yoy) di triwulan lalu.
Peningkatan tersebut berasal dari realisasi proyek baik
oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat
yang berlokasi di daerah. Anggaran belanja Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan tahun 2015
meningkat 8,10% (yoy) dari tahun sebelumnya. Dari
anggaran tersebut, pada triwulan III realisasi tercatat
sebesar 63,75%, setelah terealisasi sebesar 37,96%
pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, dana APBN
untuk Jawa Tengah sampai dengan triwulan laporan
terealisasi 47,97%, setelah triwulan II mencatatkan
realisasi 24,94%. Salah satu realisasi komponen belanja
yang signifikan pada triwulan ini adalah penyaluran gaji
ke-13 pada bulan Juli.
Walaupun sumbangan langsung konsumsi LNPRT dan
konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
tidak besar, namun kedua pengeluaran ini memberikan
efek pengganda (multiplier effect) yang dapat memicu
pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih
tinggi. Sebagai contoh adalah penyaluran gaji ke-13
pada konsumsi pemerintah, atau bantuan terhadap
yayasan sosial pada konsumsi LNPRT. Kegiatan tersebut
mampu membantu daya beli masyarakat yang terlibat
sehingga meningkatkan konsumsi rumah tangga
secara keseluruhan.
1.2.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan III 2015, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 4,0%
(yoy) , membaik d ibandingkan t r iwulan
sebelumnya yang tumbuh 3,4% (yoy). Peningkatan
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan
survei tersebut, realisasi investasi tercatat mengalami
peningkatan dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar
4,80% di triwulan II menjadi 6,42% di triwulan III.
Peningkatan ini mengindikasikan adanya perbaikan
kinerja investasi dari sisi swasta. Analisis lebih
mendalam, hasil SKDU triwulan laporan menunjukkan
peningkatan terjadi pada lapangan usaha pertanian,
lapangan usaha bangunan, lapangan usaha
perdagangan, hotel dan restoran, serta lapangan usaha
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
Peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran
kredit investasi perbankan yang menunjukkan
perbaikan kinerja. Pada triwulan laporan, kredit
investasi perbankan tumbuh 15,77% (yoy), meningkat
tajam dibandingkan pertumbuhan triwulan II yang
sebesar 8,54% (yoy).
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa TengahSumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
100
200
300
400
500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
0
100
200
300
400
500JUMLAH PROYEK USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI
%, YOY %, YOY
0
2
4
6
8
10
12
- 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
%, SBT
II - 2015 III - 2015
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RI
PEN
GO
LAH
AN
LIST
RIK
, GA
S D
AN
AIR
BE
RSIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
N R
ESTO
RAN
PEN
GA
NG
KU
TAN
D
AN
KO
MU
NIK
ASI
KEU
AN
GA
N,
PERS
EWA
AN
D
AN
JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
-JA
SA
Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
Peningkatan kinerja investasi ini berasal dari
modal asing maupun domestik. Nilai penanaman
modal asing tumbuh meningkat pada triwulan laporan
dengan tingkat pertumbuhan 152,48% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang
sebesar 136,29% (yoy). Hal yang sama terjadi pada
penanaman modal domestik yang tumbuh sebesar
22,40% (yoy) pada triwulan laporan, membaik dan
berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar 35,60% (yoy). Sumber
pembiayaan domestik masih mendominasi investasi
daerah dengan porsi lebih dari 60% dari total investasi
triwulan laporan.
Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada
investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi
dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan
masih belum mengalami perbaikan signifikan.
Perbaikan investasi bangunan ditunjukkan oleh
meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan
laporan, yaitu sebesar 4,84% (yoy), setelah tumbuh
2,32% (yoy) pada triwulan II. Selain itu, pertumbuhan
ekonomi untuk lapangan usaha konstruksi juga
mengalami peningkatan dari 5,3% (yoy) menjadi 7,9%
(yoy).
Peningkatan investasi bangunan juga disumbang oleh
pembangunan rumah tinggal yang ditunjukkan oleh
hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang
dilakukan Bank Indonesia. Pada survei tersebut
dikonfirmasi bahwa jumlah rumah yang dibangun pada
triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi 462
unit, dari 421 unit pada triwulan sebelumnya.
Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum
mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan
oleh impor barang modal yang mengalami penurunan
sebesar 38,19% (yoy), lebih dalam dibandingkan
penurunan triwulan sebelumnya yang sebesar 19,75%
(yoy). Penurunan ini ditengarai karena apresiasi nilai
tukar Dolar AS, sehingga pelaku usaha menahan
pembelian barang modal yang sebagian besar berasal
dari luar negeri.
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
PMTB - SKALA KANANREALISASI INVESTASI (SKDU)
%, SBT %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III -
2
4
6
8
10
12
14
0
2
4
6
8
10
12
Grafik 1.9 Perkembangan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
-10
0
10
20
30
40
50
60
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, YOYRP MILIAR
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA
raya Lebaran. Selain itu peningkatan komponen
konsumsi LNPRT juga didorong oleh peningkatan
aktivitas lembaga nonprofit menjelang Pilkada serentak
yang akan dilaksanakan pada Desember 2015.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
peningkatan pada triwulan III menjadi 6,1% (yoy),
setelah tumbuh 3,7% (yoy) di triwulan lalu.
Peningkatan tersebut berasal dari realisasi proyek baik
oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat
yang berlokasi di daerah. Anggaran belanja Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan tahun 2015
meningkat 8,10% (yoy) dari tahun sebelumnya. Dari
anggaran tersebut, pada triwulan III realisasi tercatat
sebesar 63,75%, setelah terealisasi sebesar 37,96%
pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, dana APBN
untuk Jawa Tengah sampai dengan triwulan laporan
terealisasi 47,97%, setelah triwulan II mencatatkan
realisasi 24,94%. Salah satu realisasi komponen belanja
yang signifikan pada triwulan ini adalah penyaluran gaji
ke-13 pada bulan Juli.
Walaupun sumbangan langsung konsumsi LNPRT dan
konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
tidak besar, namun kedua pengeluaran ini memberikan
efek pengganda (multiplier effect) yang dapat memicu
pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih
tinggi. Sebagai contoh adalah penyaluran gaji ke-13
pada konsumsi pemerintah, atau bantuan terhadap
yayasan sosial pada konsumsi LNPRT. Kegiatan tersebut
mampu membantu daya beli masyarakat yang terlibat
sehingga meningkatkan konsumsi rumah tangga
secara keseluruhan.
1.2.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan III 2015, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 4,0%
(yoy) , membaik d ibandingkan t r iwulan
sebelumnya yang tumbuh 3,4% (yoy). Peningkatan
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan
survei tersebut, realisasi investasi tercatat mengalami
peningkatan dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar
4,80% di triwulan II menjadi 6,42% di triwulan III.
Peningkatan ini mengindikasikan adanya perbaikan
kinerja investasi dari sisi swasta. Analisis lebih
mendalam, hasil SKDU triwulan laporan menunjukkan
peningkatan terjadi pada lapangan usaha pertanian,
lapangan usaha bangunan, lapangan usaha
perdagangan, hotel dan restoran, serta lapangan usaha
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
Peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran
kredit investasi perbankan yang menunjukkan
perbaikan kinerja. Pada triwulan laporan, kredit
investasi perbankan tumbuh 15,77% (yoy), meningkat
tajam dibandingkan pertumbuhan triwulan II yang
sebesar 8,54% (yoy).
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa TengahSumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
100
200
300
400
500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.14 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
0
100
200
300
400
500JUMLAH PROYEK USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.13 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI
%, YOY %, YOY
0
2
4
6
8
10
12
- 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
%, SBT
II - 2015 III - 2015
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RI
PEN
GO
LAH
AN
LIST
RIK
, GA
S D
AN
AIR
BE
RSIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
N R
ESTO
RAN
PEN
GA
NG
KU
TAN
D
AN
KO
MU
NIK
ASI
KEU
AN
GA
N,
PERS
EWA
AN
D
AN
JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
-JA
SA
Grafik 1.11 Perkembangan Realisasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
Peningkatan kinerja investasi ini berasal dari
modal asing maupun domestik. Nilai penanaman
modal asing tumbuh meningkat pada triwulan laporan
dengan tingkat pertumbuhan 152,48% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang
sebesar 136,29% (yoy). Hal yang sama terjadi pada
penanaman modal domestik yang tumbuh sebesar
22,40% (yoy) pada triwulan laporan, membaik dan
berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar 35,60% (yoy). Sumber
pembiayaan domestik masih mendominasi investasi
daerah dengan porsi lebih dari 60% dari total investasi
triwulan laporan.
Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada
investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi
dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan
masih belum mengalami perbaikan signifikan.
Perbaikan investasi bangunan ditunjukkan oleh
meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan
laporan, yaitu sebesar 4,84% (yoy), setelah tumbuh
2,32% (yoy) pada triwulan II. Selain itu, pertumbuhan
ekonomi untuk lapangan usaha konstruksi juga
mengalami peningkatan dari 5,3% (yoy) menjadi 7,9%
(yoy).
Peningkatan investasi bangunan juga disumbang oleh
pembangunan rumah tinggal yang ditunjukkan oleh
hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang
dilakukan Bank Indonesia. Pada survei tersebut
dikonfirmasi bahwa jumlah rumah yang dibangun pada
triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi 462
unit, dari 421 unit pada triwulan sebelumnya.
Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum
mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan
oleh impor barang modal yang mengalami penurunan
sebesar 38,19% (yoy), lebih dalam dibandingkan
penurunan triwulan sebelumnya yang sebesar 19,75%
(yoy). Penurunan ini ditengarai karena apresiasi nilai
tukar Dolar AS, sehingga pelaku usaha menahan
pembelian barang modal yang sebagian besar berasal
dari luar negeri.
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang ModalGrafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan dan PDRB Investasi
1.2.3. Ekspor dan ImporKinerja ekspor di triwulan III 2015 mengalami
perbaikan menjadi 11,1% (yoy), dari 9,6% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Perbaikan ditengarai berasal dari
membaiknya kinerja ekspor luar negeri, sementara
ekspor antardaerah tidak mengalami perbaikan
signifikan.
Perbaikan ekspor luar negeri terjadi pada komoditas
mebel dan kayu olahan dengan tumbuh sebesar 2,72%
(yoy) di triwulan laporan, berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar
2,68% (yoy). Kenaikan tersebut terutama disebabkan
oleh meningkatnya pertumbuhan permintaan dari
negara Tiongkok, yaitu dari -7,58% (yoy) pada triwulan
II 2015, menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan laporan.
Selain itu, walaupun masih mencatatkan pertumbuhan
negatif, kinerja ekspor komoditas mebel dan kayu
olahan Jawa Tengah ke Jepang mulai menunjukkan
perbaikan dari pertumbuhan -11,34% (yoy) menjadi
-0,76% (yoy).
Berlawanan dengan komoditas mebel dan kayu olahan,
ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil mengalami per lambatan walaupun mas ih mencatatkan
pertumbuhan di level tinggi yaitu 7,88% (yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 13,44% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ekspor komoditas ini terutama berasal
dari melambatnya permintaan dari negara Tiongkok,
Eropa, dan Korea Selatan.
Sementara itu, perlambatan ekspor antardaerah
ditengarai karena daya beli nasional belum mengalami
penguatan. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan
komponen konsumsi pada PDB nasional tumbuh
sebesar 4,96% (yoy), relatif stabil dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh 4,97% (yoy). Hal ini
berdampak pada Provinsi Jawa Tengah dengan
karakteristik produsen yang mengalami perlambatan
ekspor antardaerah.
Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor
masih belum mengalami perubahan signifikan,
yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok,
dengan pangsa masing-masing 28,05%, 15,92%, dan
11,18% di triwulan III 2015. Perbaikan pertumbuhan
terjadi untuk negara tujuan Amerika Serikat dan
Tiongkok. Sedangkan ekspor ke Eropa masih terus
mengalami penurunan.
%, YOYUSD JUTA
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III -
100
200
300
400
500
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah
0
5
10
15
20
-
200
400
600
800 %, YOYUSD JUTA
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL0
2
4
6
8
10
12
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III0
5
10
15
20
-5KONSUMSI SEMENPDRB KNSTRUKSIPDRB INVESTASI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolah
Pertumbuhan impor mengalami perlambatan
menjadi sebesar 2,4% (yoy) dari 5,3% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada
impor luar negeri seiring dengan penguatan nilai tukar
Dolar AS, sementara impor antardaerah masih tumbuh
meningkat.
Impor luar negeri Jawa Tengah masih didominasi oleh
komoditas minyak dan gas bumi, dengan porsi pada
triwulan III 2015 sebesar 57,21% dari total impor.
Kinerja impor di periode laporan mengalami
penurunan lebih dalam, baik pada komoditas
migas maupun nonmigas. Impor luar negeri migas
mengalami penurunan sejak triwulan III 2014.
Penurunan di triwulan ini lebih dalam dibandingkan
penurunan triwulan II 2015, yaitu menjadi 47,65%
(yoy) dari 35,85% (yoy).
Hal serupa terjadi pada impor luar negeri untuk
komoditas nonmigas. Pada triwulan ini, impor
nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan 19,66%
(yoy), juga lebih dalam dibandingkan penurunan
8,42% (yoy) pada triwulan II.
Perdagangan ke Amerika Serikat, sebagai mitra
dagang dengan pangsa terbesar, mengalami perbaikan
pada triwulan laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika
Ser ikat tumbuh 14,20% (yoy) , lebih t inggi
dibandingkan pertumbuhan 13,48% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Amerika
Serikat masih berlanjut tercermin dari kondisi tenaga
kerja yang terus membaik. Hal tersebut mendorong
peningkatan konsumsi pada negara mitra dagang
tersebut.
Berlawanan dengan kondisi perekonomian Tiongkok
yang masih melambat, ekspor Provinsi Jawa Tengah ke
Tiongkok mengalami peningkatan. Pada triwulan
laporan, tercatat pertumbuhan ekspor dengan tujuan
Tiongkok sebesar 21,54% (yoy), berbalik arah dari
kontraksi sejak triwulan III 2014. Sementara itu, pada
saat yang bersamaan kinerja ekspor ke negara kawasan
Eropa mengalami penurunan sebesar 9,29% (yoy),
lebih dalam dibandingkan penurunan pada triwulan II
2015 yang sebesar 4,29% (yoy).
Grafik 1.22 Pertubuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja ASSumber: BlommbergSumber: Blommberg
Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
EROPAUSA TIONGKOK
Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
ASEANUSA EROPAJEPANG TIONGKOK LAINNYA
III - 2015 828 1610 11 27%% %%% %
II - 2015 926 189 10 28%% %%% %
2.5
2.7
2.9
3.1
3.3
PERTUMBUHAN LOWONGAN KERJA -RHSRATA-RATA PERTUMBUHAN GAJI RIIL PERJAM
1 3 5 7 9 11
0.5
1.0
1.5
2.0
0.0
2.5
3.5
3.7
3.9
2 4 6 8 10 12
2013 2014 2015
%, YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 10 11-1
0
1
2
3
4
5
6
7
TOTAL PENJUALAN RITEL TOTAL PENJUALAN RITEL (TIDAK TERMASUK PENJUALAN MOBIL)
9 12 1 2 3 4 5 6 7
2014 2015
%, YOY %, YOY
1 3 5 7 9 112 4 6 8 10 12 1 3 5 72 4 6
Grafik 1.16 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang ModalGrafik 1.15 Pertumbuhan Indikator Investasi Bangunan dan PDRB Investasi
1.2.3. Ekspor dan ImporKinerja ekspor di triwulan III 2015 mengalami
perbaikan menjadi 11,1% (yoy), dari 9,6% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Perbaikan ditengarai berasal dari
membaiknya kinerja ekspor luar negeri, sementara
ekspor antardaerah tidak mengalami perbaikan
signifikan.
Perbaikan ekspor luar negeri terjadi pada komoditas
mebel dan kayu olahan dengan tumbuh sebesar 2,72%
(yoy) di triwulan laporan, berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar
2,68% (yoy). Kenaikan tersebut terutama disebabkan
oleh meningkatnya pertumbuhan permintaan dari
negara Tiongkok, yaitu dari -7,58% (yoy) pada triwulan
II 2015, menjadi 16,58% (yoy) pada triwulan laporan.
Selain itu, walaupun masih mencatatkan pertumbuhan
negatif, kinerja ekspor komoditas mebel dan kayu
olahan Jawa Tengah ke Jepang mulai menunjukkan
perbaikan dari pertumbuhan -11,34% (yoy) menjadi
-0,76% (yoy).
Berlawanan dengan komoditas mebel dan kayu olahan,
ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil mengalami per lambatan walaupun mas ih mencatatkan
pertumbuhan di level tinggi yaitu 7,88% (yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 13,44% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ekspor komoditas ini terutama berasal
dari melambatnya permintaan dari negara Tiongkok,
Eropa, dan Korea Selatan.
Sementara itu, perlambatan ekspor antardaerah
ditengarai karena daya beli nasional belum mengalami
penguatan. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan
komponen konsumsi pada PDB nasional tumbuh
sebesar 4,96% (yoy), relatif stabil dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh 4,97% (yoy). Hal ini
berdampak pada Provinsi Jawa Tengah dengan
karakteristik produsen yang mengalami perlambatan
ekspor antardaerah.
Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor
masih belum mengalami perubahan signifikan,
yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok,
dengan pangsa masing-masing 28,05%, 15,92%, dan
11,18% di triwulan III 2015. Perbaikan pertumbuhan
terjadi untuk negara tujuan Amerika Serikat dan
Tiongkok. Sedangkan ekspor ke Eropa masih terus
mengalami penurunan.
%, YOYUSD JUTA
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III -
100
200
300
400
500
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah
0
5
10
15
20
-
200
400
600
800 %, YOYUSD JUTA
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL0
2
4
6
8
10
12
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III0
5
10
15
20
-5KONSUMSI SEMENPDRB KNSTRUKSIPDRB INVESTASI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah,diolah
Pertumbuhan impor mengalami perlambatan
menjadi sebesar 2,4% (yoy) dari 5,3% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada
impor luar negeri seiring dengan penguatan nilai tukar
Dolar AS, sementara impor antardaerah masih tumbuh
meningkat.
Impor luar negeri Jawa Tengah masih didominasi oleh
komoditas minyak dan gas bumi, dengan porsi pada
triwulan III 2015 sebesar 57,21% dari total impor.
Kinerja impor di periode laporan mengalami
penurunan lebih dalam, baik pada komoditas
migas maupun nonmigas. Impor luar negeri migas
mengalami penurunan sejak triwulan III 2014.
Penurunan di triwulan ini lebih dalam dibandingkan
penurunan triwulan II 2015, yaitu menjadi 47,65%
(yoy) dari 35,85% (yoy).
Hal serupa terjadi pada impor luar negeri untuk
komoditas nonmigas. Pada triwulan ini, impor
nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan 19,66%
(yoy), juga lebih dalam dibandingkan penurunan
8,42% (yoy) pada triwulan II.
Perdagangan ke Amerika Serikat, sebagai mitra
dagang dengan pangsa terbesar, mengalami perbaikan
pada triwulan laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika
Ser ikat tumbuh 14,20% (yoy) , lebih t inggi
dibandingkan pertumbuhan 13,48% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Amerika
Serikat masih berlanjut tercermin dari kondisi tenaga
kerja yang terus membaik. Hal tersebut mendorong
peningkatan konsumsi pada negara mitra dagang
tersebut.
Berlawanan dengan kondisi perekonomian Tiongkok
yang masih melambat, ekspor Provinsi Jawa Tengah ke
Tiongkok mengalami peningkatan. Pada triwulan
laporan, tercatat pertumbuhan ekspor dengan tujuan
Tiongkok sebesar 21,54% (yoy), berbalik arah dari
kontraksi sejak triwulan III 2014. Sementara itu, pada
saat yang bersamaan kinerja ekspor ke negara kawasan
Eropa mengalami penurunan sebesar 9,29% (yoy),
lebih dalam dibandingkan penurunan pada triwulan II
2015 yang sebesar 4,29% (yoy).
Grafik 1.22 Pertubuhan Gaji Riil dan Lowongan Kerja ASSumber: BlommbergSumber: Blommberg
Grafik 1.21 Penjualan Eceran AS
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
EROPAUSA TIONGKOK
Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
ASEANUSA EROPAJEPANG TIONGKOK LAINNYA
III - 2015 828 1610 11 27%% %%% %
II - 2015 926 189 10 28%% %%% %
2.5
2.7
2.9
3.1
3.3
PERTUMBUHAN LOWONGAN KERJA -RHSRATA-RATA PERTUMBUHAN GAJI RIIL PERJAM
1 3 5 7 9 11
0.5
1.0
1.5
2.0
0.0
2.5
3.5
3.7
3.9
2 4 6 8 10 12
2013 2014 2015
%, YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 10 11-1
0
1
2
3
4
5
6
7
TOTAL PENJUALAN RITEL TOTAL PENJUALAN RITEL (TIDAK TERMASUK PENJUALAN MOBIL)
9 12 1 2 3 4 5 6 7
2014 2015
%, YOY %, YOY
1 3 5 7 9 112 4 6 8 10 12 1 3 5 72 4 6
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahGrafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa TengahGrafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, dengan pangsa 66,46%
dari total impor nonmigas. Sementara impor barang
modal memberikan sumbangan 24,77%, dan impor
barang konsumsi memberikan sumbangan 8,77%.
Penurunan pada triwulan laporan terjadi pada ketiga
kelompok komoditas tersebut.
Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah
dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah dengan
tingkat konten impor tinggi, seperti industri kimia dan
farmasi, industri pengolahan plastik, industri barang
elektronik, industri alat angkut, dan terutama industri
tekstil dan pakaian jadi. Kinerja yang belum optimal
pada industri tersebut mendorong penurunan impor
bahan baku lebih dalam di triwulan laporan. Impor
bahan baku menurun 15,35% (yoy), lebih dalam
dibandingkan penurunan triwulan lalu yang sebesar
4,27% (yoy). Selain itu, penguatan nilai tukar Dolar AS
juga turut berkontribusi dalam penurunan impor ini.
Melihat harga dolar yang tinggi, pelaku usaha
cenderung menahan impor bahan baku sebagai
strategi untuk menjaga kinerja keuangan usaha.
Penurunan impor bahan baku ini terutama terjadi pada
kelompok komoditas tekstil, yaitu komoditas serat 3tekstil (kode SITC : 26), dan komoditas benang dan
kain (kode SITC 65). Pangsa impor bahan baku tekstil
pada bulan laporan tercatat 28,61% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah, atau 43,05% dari impor bahan
baku Jawa Tengah. Impor bahan baku tekstil menurun
dengan level 10,20% (yoy), lebih dalam dari triwulan
sebelumnya dengan penurunan 9,77% (yoy).
Sejalan dengan itu, impor barang modal juga masih
meneruskan tren penurunan sejak triwulan lalu. Pada
triwulan III, impor barang modal mengalami penurunan
yang lebih dalam dari 19,75% (yoy) menjadi 38,19%
(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin
dan peralatan. Impor dalam bentuk mesin dan
peralatan transportasi (kode SITC 7) pada triwulan III
turun 1,20% (yoy), berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,80% (yoy). Impor
komoditas ini mencapai 25,29% dari impor barang
Standard International Trade Classification (SITC) merupakan klasifikasi statistik dari komoditas pada perdagangan eksternal.
3.
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
TOTAL MIGAS NONMIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGAS MIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
III - 2015 24.7766.46 8.77% %%
II - 2015 25.1165.58 9.31% %%
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 38,57% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra
dagang lainnya yaitu ASEAN (10,89%), Eropa (7,66%),
dan Amerika Serikat (6,90%). Laju pertumbuhan impor
nonmigas yang berasal dari Tiongkok meneruskan tren
penurunan sejak triwulan II yang sebesar 15,80% (yoy),
menjadi 28,87% (yoy) di triwulan III. Selain itu,
penurunan impor juga terjadi pada impor dari negara
mitra dagang utama lainnya seperti Amerika Serikat
dan Eropa, sementara impor dari negara-negara ASEAN
masih menunjukkan pertumbuhan positif meskipun
mengalami perlambatan.
modal periode laporan. Ketidakpastian usaha yang
masih tinggi, termasuk penguatan nilai tukar Dolar AS,
menjadi salah satu pendorong pelaku usaha untuk
menahan realisasi investasi mesin dan peralatan.
Walaupun konsumsi rumah tangga mengalami
perbaikan, impor barang konsumsi bergerak
berlawanan dan mengalami penurunan lebih dalam
dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan laporan,
impor barang konsumsi turun 6,46% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya mencatatkan pertumbuhan
4,55% (yoy). Penurunan terutama pada barang
konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi
maupun primer, dan barang konsumsi tahan lama. Hal
yang serupa dialami oleh impor untuk barang modal
dan bahan baku, impor barang konsumsi pun
terdampak penguatan nilai tukar Dolar AS sehingga
harga barang impor menjadi lebih mahal. Nilai tukar
Dolar AS terhadap Rupiah, rata-rata pada triwulan III
mengalami apresiasi 5,56% dari triwulan sebelumnya
(qtq), atau 17,74% dari tahun sebelumnya (yoy).
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA
Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II II
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
PERTUMBUHAN IMPOR BAHAN BAKU TPT - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU TPT
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-
100
200
300
400
500 %, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
-40
-20
0
20
40
60
80
100 %, YOY
-60
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
ASEANUSA TIONGKOK EROPA
III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%
II - 2015 11.449.59 38.68 7.67%% %%
LAINNYA
35.99%
32.62%
Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahGrafik 1.25 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Grafik 1.24 Pertumbuhan Tahunan Impor Jawa TengahGrafik 1.23 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, dengan pangsa 66,46%
dari total impor nonmigas. Sementara impor barang
modal memberikan sumbangan 24,77%, dan impor
barang konsumsi memberikan sumbangan 8,77%.
Penurunan pada triwulan laporan terjadi pada ketiga
kelompok komoditas tersebut.
Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah
dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah dengan
tingkat konten impor tinggi, seperti industri kimia dan
farmasi, industri pengolahan plastik, industri barang
elektronik, industri alat angkut, dan terutama industri
tekstil dan pakaian jadi. Kinerja yang belum optimal
pada industri tersebut mendorong penurunan impor
bahan baku lebih dalam di triwulan laporan. Impor
bahan baku menurun 15,35% (yoy), lebih dalam
dibandingkan penurunan triwulan lalu yang sebesar
4,27% (yoy). Selain itu, penguatan nilai tukar Dolar AS
juga turut berkontribusi dalam penurunan impor ini.
Melihat harga dolar yang tinggi, pelaku usaha
cenderung menahan impor bahan baku sebagai
strategi untuk menjaga kinerja keuangan usaha.
Penurunan impor bahan baku ini terutama terjadi pada
kelompok komoditas tekstil, yaitu komoditas serat 3tekstil (kode SITC : 26), dan komoditas benang dan
kain (kode SITC 65). Pangsa impor bahan baku tekstil
pada bulan laporan tercatat 28,61% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah, atau 43,05% dari impor bahan
baku Jawa Tengah. Impor bahan baku tekstil menurun
dengan level 10,20% (yoy), lebih dalam dari triwulan
sebelumnya dengan penurunan 9,77% (yoy).
Sejalan dengan itu, impor barang modal juga masih
meneruskan tren penurunan sejak triwulan lalu. Pada
triwulan III, impor barang modal mengalami penurunan
yang lebih dalam dari 19,75% (yoy) menjadi 38,19%
(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin
dan peralatan. Impor dalam bentuk mesin dan
peralatan transportasi (kode SITC 7) pada triwulan III
turun 1,20% (yoy), berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,80% (yoy). Impor
komoditas ini mencapai 25,29% dari impor barang
Standard International Trade Classification (SITC) merupakan klasifikasi statistik dari komoditas pada perdagangan eksternal.
3.
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber : BPS Provinsi Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
TOTAL MIGAS NONMIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGAS MIGAS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
III - 2015 24.7766.46 8.77% %%
II - 2015 25.1165.58 9.31% %%
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 38,57% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra
dagang lainnya yaitu ASEAN (10,89%), Eropa (7,66%),
dan Amerika Serikat (6,90%). Laju pertumbuhan impor
nonmigas yang berasal dari Tiongkok meneruskan tren
penurunan sejak triwulan II yang sebesar 15,80% (yoy),
menjadi 28,87% (yoy) di triwulan III. Selain itu,
penurunan impor juga terjadi pada impor dari negara
mitra dagang utama lainnya seperti Amerika Serikat
dan Eropa, sementara impor dari negara-negara ASEAN
masih menunjukkan pertumbuhan positif meskipun
mengalami perlambatan.
modal periode laporan. Ketidakpastian usaha yang
masih tinggi, termasuk penguatan nilai tukar Dolar AS,
menjadi salah satu pendorong pelaku usaha untuk
menahan realisasi investasi mesin dan peralatan.
Walaupun konsumsi rumah tangga mengalami
perbaikan, impor barang konsumsi bergerak
berlawanan dan mengalami penurunan lebih dalam
dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan laporan,
impor barang konsumsi turun 6,46% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya mencatatkan pertumbuhan
4,55% (yoy). Penurunan terutama pada barang
konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi
maupun primer, dan barang konsumsi tahan lama. Hal
yang serupa dialami oleh impor untuk barang modal
dan bahan baku, impor barang konsumsi pun
terdampak penguatan nilai tukar Dolar AS sehingga
harga barang impor menjadi lebih mahal. Nilai tukar
Dolar AS terhadap Rupiah, rata-rata pada triwulan III
mengalami apresiasi 5,56% dari triwulan sebelumnya
(qtq), atau 17,74% dari tahun sebelumnya (yoy).
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA
Grafik 1.31 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II II
Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
PERTUMBUHAN IMPOR BAHAN BAKU TPT - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU TPT
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-
100
200
300
400
500 %, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.28 Perkembangan Impor Bahan Baku TPT
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
-40
-20
0
20
40
60
80
100 %, YOY
-60
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
ASEANUSA TIONGKOK EROPA
III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%
II - 2015 11.449.59 38.68 7.67%% %%
LAINNYA
35.99%
32.62%
Grafik 1.29 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah
PENGGUNAAN
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
109,252
14,594
254,519
815
549
73,466
105,755
22,760
21,803
26,664
19,390
12,853
2,340
20,913
24,931
5,313
10,984
726,900
26,605
3,693
66,041
202
144
18,794
26,708
5,808
5,636
7,196
4,991
3,344
606
5,232
6,550
1,419
2,887
185,856
28,333
3,871
68,486
215
140
18,858
27,660
5,922
5,871
7,448
5,069
3,437
627
5,054
6,527
1,454
2,951
191,925
30,017
3,970
69,766
214
142
19,108
28,465
6,329
5,953
7,641
4,962
3,465
641
5,285
6,784
1,471
3,006
197,219
21,074
4,009
70,678
206
142
19,921
27,525
6,743
6,006
7,845
5,185
3,531
660
5,505
7,605
1,563
3,074
191,272
26,983
3,735
70,371
187
146
19,580
27,597
6,505
6,112
8,029
5,256
3,569
676
5,448
7,213
1,552
3,128
196,088
2015**
30,142
3,957
71,033
213
145
19,858
28,420
6,498
6,239
8,082
5,144
3,678
693
5,459
7,130
1,519
2,919
201,128
I II106,029
15,543
274,971
837
568
76,682
110,357
24,802
23,466
30,130
20,208
13,777
2,535
21,076
27,466
5,908
11,918
766,272
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
5.1
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.2
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
5.7
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
6.2
1.4
1.2
6.6
-7.3
2.0
4.2
3.3
12.0
8.4
11.6
5.3
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
5.5
2015**
6.4
2.2
3.7
-0.9
3.1
5.3
2.7
9.7
6.3
8.5
1.5
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.8
I II-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
5.4
31,290
4,125
72,311
204
142
20,618
29,376
6,803
6,335
8,367
5,425
3,768
712
5,627
7,252
1,573
3,053
206,981
III
III4.2
3.9
3.6
-4.6
-0.2
7.9
3.2
7.5
6.4
9.5
9.3
8.8
10.9
6.5
6.9
7.0
1.6
5.0
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Struktur perekonomian Jawa Tengah masih ditopang
oleh tiga lapangan usaha utama, dengan porsi yang
relatif stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu: industri
pengolahan (35,02%); pertanian, kehutanan dan
perikanan (16,50%); dan perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor (13,24%).
Dari ketiga lapangan usaha utama di atas, peningkatan
pertumbuhan di triwulan laporan terjadi pada lapangan
usaha perdagangan. Sementara itu, lapangan usaha
industri pengolahan belum menunjukkan perbaikan
dari triwulan lalu. Sedangkan lapangan usaha
pertanian mengalami perlambatan yang menahan
perbaikan pertumbuhan lebih jauh. Meskipun terdapat
perlambatan, seluruh lapangan usaha utama
penopang ekonomi Jawa Tengah mencatatkan
pertumbuhan positif.
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
INDEKS
III - 2015II - 2015
0
50
100
150
200
250
300
SUK
U C
AD
AN
G
DA
N A
KSE
SORI
MA
KA
NA
N,
MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KA
U
BAH
AN
BA
KA
R K
END
ARA
AN
BE
RMO
TOR
PERA
LATA
N D
AN
K
OM
UN
IKA
SI D
I TO
KO
PERL
ENG
KAPA
N
RUM
AH
TA
NG
GA
LA
INN
YA
BARA
NG
BU
DA
YA D
AN
RE
KRE
ASI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok KomoditasSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS TENDENSI KONSUMEN - SKALA KANAN"INDEKS PPENJUALAN RIIL
INDEKS INDEKS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
100
110
120
120
140
160
180
200
220
Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi Konsumen
Selain ketiga lapangan usaha utama tersebut, lapangan
usaha konstruksi yang mengalami perbaikan kinerja
memberikan sumbangan signifikan pada perbaikan
perekonomian Jawa Tengah di triwulan ini. Hampir
seluruh lapangan usaha lainnya juga mencatatkan
perbaikan kinerja terkecuali lapangan usaha
pengadaan listrik dan gas, lapangan usaha pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang,
lapangan usaha transportasi dan pergudangan,
lapangan usaha administras i pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib, serta lapangan
usaha jasa pendidikan.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia,
menunjukkan rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) 200,6
di triwulan III, meningkat dari 179,3 di triwulan
sebelumnya. Berdasarkan hasil survei tersebut,
peningkatan kinerja komponen perdagangan eceran
pada triwulan laporan terjadi pada perdagangan
makanan, minuman dan tembakau, perdagangan
peralatan dan komunikasi toko, perdagangan
per lengkapan rumah tangga la innya, ser ta
perdagangan barang budaya dan rekreasi.
Lapangan usaha industri pengolahan tercatat
tumbuh 3,6% (yoy), belum menunjukkan
peningkatan dari triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,7% (yoy). Belum membaiknya lapangan
usaha ini tercermin oleh pertumbuhan impor bahan
baku dan konsumsi listrik kelompok industri yang
menunjukkan penurunan lebih dalam .
Sisi perbankan juga mengonfirmasi belum membaiknya
pertumbuhan lapangan usaha industri. Meskipun
masih tumbuh di level yang relatif tinggi, penyaluran
kredit perbankan kepada industri pengolahan di Jawa
Tengah mengalami perlambatan dengan tingkat
pertumbuhan 20,89% (yoy), dari 21,67% (yoy) pada
triwulan II 2015. Selain itu, kualitas kredit pada
lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan.
Non Performing Loan (NPL) pada lapangan usaha sektor
industri pengolahan meningkat pada triwulan laporan
menjadi 4,98% dari 3,27% pada triwulan II 2015.
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi,
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pun
meningkat pada triwulan laporan. lapangan usaha ini
tumbuh 3,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7%
(yoy). Kinerja lapangan usaha ini juga dipengaruhi oleh
meningkatnya konsumsi masyarakat yang didorong
oleh penguatan ekonomi rumah tangga dan hari raya
Lebaran pada awal triwulan laporan.
I II III IV I II III2014 2015
SUM
BAN
GA
NPE
RTU
MBU
HA
N E
KO
NO
MI
Lainnya
Perdagangan
Konstruksi
Industri Pengolahan
Pertanian
PDRB
%, YOY
1.7 1.6 1.9 2.7 2.1 1.6 1.80.8 0.2 0.6 0.7 0.4 0.4 0.40.6 0.4 0.3 0.5 0.4 0.5 0.83.1 2.6 3.5 2.5 2.4 1.3 1.3(0.4) (0.6) (0.5) (0.2) 0.2 1.0 0.75.7 4.2 5.7 6.2 5.5 4.8 5.0
0
2
4
6
8
-2
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
1.3.2. Industri Pengolahan
PENGGUNAAN
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
109,252
14,594
254,519
815
549
73,466
105,755
22,760
21,803
26,664
19,390
12,853
2,340
20,913
24,931
5,313
10,984
726,900
26,605
3,693
66,041
202
144
18,794
26,708
5,808
5,636
7,196
4,991
3,344
606
5,232
6,550
1,419
2,887
185,856
28,333
3,871
68,486
215
140
18,858
27,660
5,922
5,871
7,448
5,069
3,437
627
5,054
6,527
1,454
2,951
191,925
30,017
3,970
69,766
214
142
19,108
28,465
6,329
5,953
7,641
4,962
3,465
641
5,285
6,784
1,471
3,006
197,219
21,074
4,009
70,678
206
142
19,921
27,525
6,743
6,006
7,845
5,185
3,531
660
5,505
7,605
1,563
3,074
191,272
26,983
3,735
70,371
187
146
19,580
27,597
6,505
6,112
8,029
5,256
3,569
676
5,448
7,213
1,552
3,128
196,088
2015**
30,142
3,957
71,033
213
145
19,858
28,420
6,498
6,239
8,082
5,144
3,678
693
5,459
7,130
1,519
2,919
201,128
I II106,029
15,543
274,971
837
568
76,682
110,357
24,802
23,466
30,130
20,208
13,777
2,535
21,076
27,466
5,908
11,918
766,272
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 Triwulan III (%, yoy)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
5.1
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.2
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
5.7
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
6.2
1.4
1.2
6.6
-7.3
2.0
4.2
3.3
12.0
8.4
11.6
5.3
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
5.5
2015**
6.4
2.2
3.7
-0.9
3.1
5.3
2.7
9.7
6.3
8.5
1.5
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.8
I II-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
5.4
31,290
4,125
72,311
204
142
20,618
29,376
6,803
6,335
8,367
5,425
3,768
712
5,627
7,252
1,573
3,053
206,981
III
III4.2
3.9
3.6
-4.6
-0.2
7.9
3.2
7.5
6.4
9.5
9.3
8.8
10.9
6.5
6.9
7.0
1.6
5.0
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Struktur perekonomian Jawa Tengah masih ditopang
oleh tiga lapangan usaha utama, dengan porsi yang
relatif stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu: industri
pengolahan (35,02%); pertanian, kehutanan dan
perikanan (16,50%); dan perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor (13,24%).
Dari ketiga lapangan usaha utama di atas, peningkatan
pertumbuhan di triwulan laporan terjadi pada lapangan
usaha perdagangan. Sementara itu, lapangan usaha
industri pengolahan belum menunjukkan perbaikan
dari triwulan lalu. Sedangkan lapangan usaha
pertanian mengalami perlambatan yang menahan
perbaikan pertumbuhan lebih jauh. Meskipun terdapat
perlambatan, seluruh lapangan usaha utama
penopang ekonomi Jawa Tengah mencatatkan
pertumbuhan positif.
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
INDEKS
III - 2015II - 2015
0
50
100
150
200
250
300
SUK
U C
AD
AN
G
DA
N A
KSE
SORI
MA
KA
NA
N,
MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KA
U
BAH
AN
BA
KA
R K
END
ARA
AN
BE
RMO
TOR
PERA
LATA
N D
AN
K
OM
UN
IKA
SI D
I TO
KO
PERL
ENG
KAPA
N
RUM
AH
TA
NG
GA
LA
INN
YA
BARA
NG
BU
DA
YA D
AN
RE
KRE
ASI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
Grafik 1.34 Kinerja Perdagangan Eceran per Kelompok KomoditasSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS TENDENSI KONSUMEN - SKALA KANAN"INDEKS PPENJUALAN RIIL
INDEKS INDEKS
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
100
110
120
120
140
160
180
200
220
Grafik 1.33 Survei Pedagang Eceran dan Survei Tendensi Konsumen
Selain ketiga lapangan usaha utama tersebut, lapangan
usaha konstruksi yang mengalami perbaikan kinerja
memberikan sumbangan signifikan pada perbaikan
perekonomian Jawa Tengah di triwulan ini. Hampir
seluruh lapangan usaha lainnya juga mencatatkan
perbaikan kinerja terkecuali lapangan usaha
pengadaan listrik dan gas, lapangan usaha pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang,
lapangan usaha transportasi dan pergudangan,
lapangan usaha administras i pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib, serta lapangan
usaha jasa pendidikan.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia,
menunjukkan rata-rata Indeks Penjualan Riil (IPR) 200,6
di triwulan III, meningkat dari 179,3 di triwulan
sebelumnya. Berdasarkan hasil survei tersebut,
peningkatan kinerja komponen perdagangan eceran
pada triwulan laporan terjadi pada perdagangan
makanan, minuman dan tembakau, perdagangan
peralatan dan komunikasi toko, perdagangan
per lengkapan rumah tangga la innya, ser ta
perdagangan barang budaya dan rekreasi.
Lapangan usaha industri pengolahan tercatat
tumbuh 3,6% (yoy), belum menunjukkan
peningkatan dari triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,7% (yoy). Belum membaiknya lapangan
usaha ini tercermin oleh pertumbuhan impor bahan
baku dan konsumsi listrik kelompok industri yang
menunjukkan penurunan lebih dalam .
Sisi perbankan juga mengonfirmasi belum membaiknya
pertumbuhan lapangan usaha industri. Meskipun
masih tumbuh di level yang relatif tinggi, penyaluran
kredit perbankan kepada industri pengolahan di Jawa
Tengah mengalami perlambatan dengan tingkat
pertumbuhan 20,89% (yoy), dari 21,67% (yoy) pada
triwulan II 2015. Selain itu, kualitas kredit pada
lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan.
Non Performing Loan (NPL) pada lapangan usaha sektor
industri pengolahan meningkat pada triwulan laporan
menjadi 4,98% dari 3,27% pada triwulan II 2015.
1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grafik 1.32 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi,
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pun
meningkat pada triwulan laporan. lapangan usaha ini
tumbuh 3,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7%
(yoy). Kinerja lapangan usaha ini juga dipengaruhi oleh
meningkatnya konsumsi masyarakat yang didorong
oleh penguatan ekonomi rumah tangga dan hari raya
Lebaran pada awal triwulan laporan.
I II III IV I II III2014 2015
SUM
BAN
GA
NPE
RTU
MBU
HA
N E
KO
NO
MI
Lainnya
Perdagangan
Konstruksi
Industri Pengolahan
Pertanian
PDRB
%, YOY
1.7 1.6 1.9 2.7 2.1 1.6 1.80.8 0.2 0.6 0.7 0.4 0.4 0.40.6 0.4 0.3 0.5 0.4 0.5 0.83.1 2.6 3.5 2.5 2.4 1.3 1.3(0.4) (0.6) (0.5) (0.2) 0.2 1.0 0.75.7 4.2 5.7 6.2 5.5 4.8 5.0
0
2
4
6
8
-2
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
1.3.2. Industri Pengolahan
Berdasarkan skala usaha, kinerja terbatas lapangan
usaha industri pengolahan utamanya didorong oleh
industri sedang dan besar, sementara industri berskala
mikro dan kecil mengalami perbaikan. Hal tersebut
tercermin dari angka pertumbuhan produksi industri
manufaktur besar dan sedang serta industri
manufaktur mikro dan kecil. Pada triwulan II 2015,
industri mikro dan kecil tumbuh 7,47% (yoy),
meningkat pesat dari pertumbuhan 3,48% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Namun, perbaikan ini tertahan
oleh industri besar dan sedang yang mengalami
penurunan lebih dalam menjadi 3,11% (yoy) dari
0,24% (yoy) pada triwulan lalu.
Meninjau lebih dalam, industri pada Provinsi Jawa
Tengah didominasi oleh industri makanan dan
minuman, industri pengolahan tembakau, industri
tekstil, dan industri pengolahan kayu. Industri makanan
dan minuman dan industr i kayu mengalami
peningkatan kinerja, seiring dengan meningkatnya
permintaan domestik maupun luar negeri pada kedua
sublapangan usaha tersebut. Sementara itu, industri
tekstil dan industri tembakau masih mengalami
penurunan kinerja, sehingga secara keseluruhan
menahan perbaikan pada lapangan usaha industri
pengolahan. Hal ini sejalan dengan hasil survei industri
besar sedang dan industri mikro kecil yang dilakukan
BPS.
Sublapangan usaha industri pengolahan tembakau
mengalami penurunan kinerja pada triwulan laporan.
Salah satu faktor yang ditengarai mendorong
penurunan ini adalah kenaikan cukai rokok yang
berimbas pada berkurangnya margin atau profit usaha.
Sublapangan usaha industri lain yang juga mengalami
kinerja menurun adalah industri tekstil dan pakaian
jadi. Sejalan dengan ekspor komoditas tekstil dan
produk tekstil yang mengalami perlambatan, kinerja
sublapangan usaha industri tekstil dan pakaian jadi
turut menurun. Masih lemahnya perekonomian global,
serta persaingan dengan negara pengekspor turut
mendorong turunnya permintaan terhadap produk
tekstil Jawa Tengah, sehingga memengaruhi kinerja
industri tersebut.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur
-5
0
5
10
15
20
25 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILNON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT
%, YOY %
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III0
5
10
15
20
25
30
Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri Pengolahan
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI LISTRIK
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
JUTA KWH
III
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-2
Sumber: PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY, diolahGrafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa Tengah
(20.00)
(15.00)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
- 100 200 300 400 500 600 700 800 900
1,000 1,100 USD JUTA %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah
Berdasarkan survei tersebut, perkembangan SBT
kegiatan usaha lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perikanan turun menjadi 3,13% dari 8,00% di
triwulan sebelumnya.
Perlambatan juga terl ihat dari pertumbuhan
penyaluran kredit kepada lapangan usaha pertanian
pada triwulan III ke level 10,51% (yoy), dari 11,05%
(yoy) pada triwulan II. Selain itu, kualitas kredit pada
lapangan usaha ini juga mengalami penurunan. Rasio
Non Performing Loan (NPL) lapangan usaha ini
meningkat dari 12,48% pada triwulan lalu menjadi
12,64% pada triwulan laporan.
Perlambatan kinerja pada lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan seiring dengan berakhirnya
panen raya pada triwulan II. Kondisi tersebut tercermin
dari jumlah panen padi triwulan III 2015 yang menurun
dari triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisi
pertanian tahun 2015 secara umum lebih baik dari
Sementara itu, industri makanan dan minuman
masih meningkat sejalan dengan tingginya permintaan
akan makanan dan minuman di bulan puasa dan
menjelang hari raya Idul Fitri. Demikian pula dengan
sublapangan usaha industri kayu, dan barang dari
kayu, serta industri furnitur yang juga mengalami
perbaikan kinerja. Salah satu penyumbang perbaikan
kinerja sublapangan usaha ini adalah peningkatan
permintaan ekspor. Perbaikan pada sublapangan usaha
industri makanan dan minuman serta sublapangan
usaha industri kayu ini mampu menahan perlambatan
yang didorong oleh industri pengolahan tembakau dan
industri tekstil.
1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananLapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2% (yoy), melambat
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,4% (yoy).
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
dilakukan Bank Indonesia juga mengonfirmasi
perlambatan ini.
NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, YOY% SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU)
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, YOY% SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan
Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecilper Sektor (%, yoy)
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
II - 2015 III - 2015
-30 -20 -10 0 10 20 30 40
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK
II - 2015 III - 2015
Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar Sedang per Sektor (%, yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Berdasarkan skala usaha, kinerja terbatas lapangan
usaha industri pengolahan utamanya didorong oleh
industri sedang dan besar, sementara industri berskala
mikro dan kecil mengalami perbaikan. Hal tersebut
tercermin dari angka pertumbuhan produksi industri
manufaktur besar dan sedang serta industri
manufaktur mikro dan kecil. Pada triwulan II 2015,
industri mikro dan kecil tumbuh 7,47% (yoy),
meningkat pesat dari pertumbuhan 3,48% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Namun, perbaikan ini tertahan
oleh industri besar dan sedang yang mengalami
penurunan lebih dalam menjadi 3,11% (yoy) dari
0,24% (yoy) pada triwulan lalu.
Meninjau lebih dalam, industri pada Provinsi Jawa
Tengah didominasi oleh industri makanan dan
minuman, industri pengolahan tembakau, industri
tekstil, dan industri pengolahan kayu. Industri makanan
dan minuman dan industr i kayu mengalami
peningkatan kinerja, seiring dengan meningkatnya
permintaan domestik maupun luar negeri pada kedua
sublapangan usaha tersebut. Sementara itu, industri
tekstil dan industri tembakau masih mengalami
penurunan kinerja, sehingga secara keseluruhan
menahan perbaikan pada lapangan usaha industri
pengolahan. Hal ini sejalan dengan hasil survei industri
besar sedang dan industri mikro kecil yang dilakukan
BPS.
Sublapangan usaha industri pengolahan tembakau
mengalami penurunan kinerja pada triwulan laporan.
Salah satu faktor yang ditengarai mendorong
penurunan ini adalah kenaikan cukai rokok yang
berimbas pada berkurangnya margin atau profit usaha.
Sublapangan usaha industri lain yang juga mengalami
kinerja menurun adalah industri tekstil dan pakaian
jadi. Sejalan dengan ekspor komoditas tekstil dan
produk tekstil yang mengalami perlambatan, kinerja
sublapangan usaha industri tekstil dan pakaian jadi
turut menurun. Masih lemahnya perekonomian global,
serta persaingan dengan negara pengekspor turut
mendorong turunnya permintaan terhadap produk
tekstil Jawa Tengah, sehingga memengaruhi kinerja
industri tersebut.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.38 Perkembangan Industri Manufaktur
-5
0
5
10
15
20
25 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILNON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT
%, YOY %
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III0
5
10
15
20
25
30
Grafik 1.37 Perkembangan Penyaluran Kredit Industri Pengolahan
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI LISTRIK
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
JUTA KWH
III
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-2
Sumber: PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY, diolahGrafik 1.36 Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa Tengah
(20.00)
(15.00)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
- 100 200 300 400 500 600 700 800 900
1,000 1,100 USD JUTA %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.35 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah
Berdasarkan survei tersebut, perkembangan SBT
kegiatan usaha lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perikanan turun menjadi 3,13% dari 8,00% di
triwulan sebelumnya.
Perlambatan juga terl ihat dari pertumbuhan
penyaluran kredit kepada lapangan usaha pertanian
pada triwulan III ke level 10,51% (yoy), dari 11,05%
(yoy) pada triwulan II. Selain itu, kualitas kredit pada
lapangan usaha ini juga mengalami penurunan. Rasio
Non Performing Loan (NPL) lapangan usaha ini
meningkat dari 12,48% pada triwulan lalu menjadi
12,64% pada triwulan laporan.
Perlambatan kinerja pada lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan seiring dengan berakhirnya
panen raya pada triwulan II. Kondisi tersebut tercermin
dari jumlah panen padi triwulan III 2015 yang menurun
dari triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisi
pertanian tahun 2015 secara umum lebih baik dari
Sementara itu, industri makanan dan minuman
masih meningkat sejalan dengan tingginya permintaan
akan makanan dan minuman di bulan puasa dan
menjelang hari raya Idul Fitri. Demikian pula dengan
sublapangan usaha industri kayu, dan barang dari
kayu, serta industri furnitur yang juga mengalami
perbaikan kinerja. Salah satu penyumbang perbaikan
kinerja sublapangan usaha ini adalah peningkatan
permintaan ekspor. Perbaikan pada sublapangan usaha
industri makanan dan minuman serta sublapangan
usaha industri kayu ini mampu menahan perlambatan
yang didorong oleh industri pengolahan tembakau dan
industri tekstil.
1.3.3. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananLapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2% (yoy), melambat
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,4% (yoy).
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
dilakukan Bank Indonesia juga mengonfirmasi
perlambatan ini.
NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, YOY% SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.42 Perkembangan Penyaluran Kredit Perbankan ke lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU)
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, YOY% SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.41 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan
Grafik 1.40 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecilper Sektor (%, yoy)
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
II - 2015 III - 2015
-30 -20 -10 0 10 20 30 40
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS
INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI
INDUSTRI KARET
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
INDUSTRI LOGAM DASAR
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK
II - 2015 III - 2015
Grafik 1.39 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar Sedang per Sektor (%, yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahGrafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
tahun 2014. Apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya produksi padi pada triwulan ini masih
mencatatkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 7,89%
(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya 25,69%
(yoy).
Selain itu, faktor cuaca dengan adanya El Nino juga
turut mendorong menurunnya kinerja. El Nino
menyebabkan musim kemarau berkepanjangan
sehingga beberapa wilayah mengalami kekeringan dan
berdampak pada hasi l panen. Musim hujan
diperkirakan memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah
mundur selama 40-50 hari atau sampai dengan
pertengahan hingga akhir November 2015. Kekeringan
selain berdampak pada hasil panen juga mengurangi
luas tanam. Untuk komoditas padi, luas tanam turun
2,89% (yoy), setelah pada triwulan II tumbuh positif
sebesar 0,81% (yoy).
Perbaikan kinerja lapangan usaha ini terjadi pada
sublapangan usaha kehutanan. Mengingat bobot
sublapangan usaha kehutanan relatif kecil maka
perba ikan tersebut t idak mampu menahan
perlambatan lapangan usaha pertanian secara
keseluruhan. Perbaikan kinerja pada sublapangan
usaha kehutanan sejalan dengan perbaikan kinerja
industri pengolahan kayu, terkait dengan pemenuhan
kebutuhan bahan baku.
1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi mengalami perbaikan
signifikan pada triwulan laporan. Lapangan usaha ini
tumbuh 7,9% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3%
(yoy). Pertumbuhan lapangan usaha ini ditengarai
berasal dari realisasi investasi pemerintah dan swasta
yang meningkat menjelang akhir tahun.
Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha ini juga
terkonfirmasi dari konsumsi semen triwulan III yang
tumbuh 4,84% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan II yang sebesar 2,32% (yoy).
Namun demikian, penyaluran kredit perbankan kepada
lapangan usaha konstruksi justru mengalami
perlambatan, walaupun masih berada di level yang
tinggi. Pada triwulan laporan, kredit perbankan untuk
lapangan usaha ini tercatat tumbuh 20,47% (yoy),
melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
31,21% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari
triwulan II 2015 yang masih berjalan pada triwulan III
(carryover). Sementara itu, kualitas kredit pada
lapangan usaha ini masih dalam kondisi terjaga di level
yang rendah, yaitu 2,80%, relatif tetap dari triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial
(SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia, konstruksi
dalam bentuk properti atau rumah tinggal juga turut
menyumbang peningkatan pertumbuhan di lapangan
usaha ini. Jumlah rumah yang dibangun pada triwulan
III tumbuh 9,74% (yoy), berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang menurun sebesar 54,39% (yoy).
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
HEKTAR
TANAM PANEN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III -
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
PERTUMBUHAN PRODUKSI - SKALA KANANJUMLAH PRODUKSI
%, YOYRIBU TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT
0
1
1
2
2
3
3
4
0
10
20
30
40
50
60 %% SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor KonstruksiSumber: Kemenperin & Kemendag, diolah
-5
0
5
10
15
20
PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN
%, YOYRIBU TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III300
800
1.300
1.800
2.300
Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen
Perbaikan terjadi pada rumah tipe menengah dengan
kenaikan menjadi 29,95% (yoy) dari penurunan
sebesar 17,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu untuk rumah tipe kecil tumbuh sebesar
0,79% (yoy), membaik dari pertumbuhan negatif
sebesar 78,33% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara
itu, rumah tipe besar mengalami penurunan kinerja
sebesar 32,47% (yoy), setelah sebelumnya mampu
tumbuh positif sebesar 2,67% (yoy).
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
-
200
400
600
800
1,000
1,200 UNIT
TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR
I II III IV I II2014 2015
III
Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)
829
572 551
932 923
421 462
Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahGrafik 1.43 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
tahun 2014. Apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya produksi padi pada triwulan ini masih
mencatatkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 7,89%
(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya 25,69%
(yoy).
Selain itu, faktor cuaca dengan adanya El Nino juga
turut mendorong menurunnya kinerja. El Nino
menyebabkan musim kemarau berkepanjangan
sehingga beberapa wilayah mengalami kekeringan dan
berdampak pada hasi l panen. Musim hujan
diperkirakan memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah
mundur selama 40-50 hari atau sampai dengan
pertengahan hingga akhir November 2015. Kekeringan
selain berdampak pada hasil panen juga mengurangi
luas tanam. Untuk komoditas padi, luas tanam turun
2,89% (yoy), setelah pada triwulan II tumbuh positif
sebesar 0,81% (yoy).
Perbaikan kinerja lapangan usaha ini terjadi pada
sublapangan usaha kehutanan. Mengingat bobot
sublapangan usaha kehutanan relatif kecil maka
perba ikan tersebut t idak mampu menahan
perlambatan lapangan usaha pertanian secara
keseluruhan. Perbaikan kinerja pada sublapangan
usaha kehutanan sejalan dengan perbaikan kinerja
industri pengolahan kayu, terkait dengan pemenuhan
kebutuhan bahan baku.
1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi mengalami perbaikan
signifikan pada triwulan laporan. Lapangan usaha ini
tumbuh 7,9% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3%
(yoy). Pertumbuhan lapangan usaha ini ditengarai
berasal dari realisasi investasi pemerintah dan swasta
yang meningkat menjelang akhir tahun.
Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha ini juga
terkonfirmasi dari konsumsi semen triwulan III yang
tumbuh 4,84% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan II yang sebesar 2,32% (yoy).
Namun demikian, penyaluran kredit perbankan kepada
lapangan usaha konstruksi justru mengalami
perlambatan, walaupun masih berada di level yang
tinggi. Pada triwulan laporan, kredit perbankan untuk
lapangan usaha ini tercatat tumbuh 20,47% (yoy),
melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
31,21% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari
triwulan II 2015 yang masih berjalan pada triwulan III
(carryover). Sementara itu, kualitas kredit pada
lapangan usaha ini masih dalam kondisi terjaga di level
yang rendah, yaitu 2,80%, relatif tetap dari triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial
(SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia, konstruksi
dalam bentuk properti atau rumah tinggal juga turut
menyumbang peningkatan pertumbuhan di lapangan
usaha ini. Jumlah rumah yang dibangun pada triwulan
III tumbuh 9,74% (yoy), berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang menurun sebesar 54,39% (yoy).
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
HEKTAR
TANAM PANEN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III -
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
PERTUMBUHAN PRODUKSI - SKALA KANANJUMLAH PRODUKSI
%, YOYRIBU TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
NON PERFOMING LOAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT
0
1
1
2
2
3
3
4
0
10
20
30
40
50
60 %% SBT
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Grafik 1.46 Perkembangan Kredit Sektor KonstruksiSumber: Kemenperin & Kemendag, diolah
-5
0
5
10
15
20
PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN
%, YOYRIBU TON
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III300
800
1.300
1.800
2.300
Grafik 1.45 Perkembangan Konsumsi Semen
Perbaikan terjadi pada rumah tipe menengah dengan
kenaikan menjadi 29,95% (yoy) dari penurunan
sebesar 17,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu untuk rumah tipe kecil tumbuh sebesar
0,79% (yoy), membaik dari pertumbuhan negatif
sebesar 78,33% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara
itu, rumah tipe besar mengalami penurunan kinerja
sebesar 32,47% (yoy), setelah sebelumnya mampu
tumbuh positif sebesar 2,67% (yoy).
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
-
200
400
600
800
1,000
1,200 UNIT
TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR
I II III IV I II2014 2015
III
Grafik 1.47 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)
829
572 551
932 923
421 462
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
lebih mengharapkan keuntungan karena meningkatnya
pe rm in taan masya r aka t dan bukan ka rena
terdepresias inya Rupiah. Per ihal menurunnya
permintaan masyarakat paling dirasakan oleh para
pelaku usaha dari sektor perdagangan besar dan eceran.
Diduga lambatnya realisasi anggaran oleh pemerintah
ikut menyebabkan menurunnya permintaan masyarakat.
Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Biaya Tenaga
Kerja Depresiasi nilai tukar Rupiah berdampak secara langsung
terhadap peningkatan beban gaji tenaga kerja asing.
Namun karena jumlah tenaga kerja asing tidak terlalu
banyak maka dampak depresiasi nilai tukar terhadap
biaya gaji tenaga kerja asing ini menjadi tidak signifikan.
Perhatian para pelaku usaha justru tercurah pada
dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap inflasi
yang dikhawatirkan akan memicu tuntutan terhadap
peningkatan upah. Peningkatan terhadap upah akan
berpengaruh secara signifikan terhadap biaya tenaga
kerja industri padat karya di Eks Karesidenan Banyumas.
Para pelaku usaha menyatakan bahwa dasar penentuan
Upah Minimum Kota (UMK) sesuai Survei Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) maupun inflasi tidak akan terlalu
berbeda. Dengan demikian, tingkat inflasi di Eks
Karesidenan Banyumas menadi faktor penting dalam
penentuan UMK tersebut.
Secara umum, peserta optimis bahwa terdepresiasinya
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS belum berdampak
signifikan. Namun demikian, pelaku usaha telah
menyadari terhadap dampak yang dapat terjadi
terhadap kinerja perusahaan terkait depresiasi nilai
Rupiah.
SUPLEMEN I
Apresiasi Dolar AS terhadap beberapa mata uang negara
di dunia termasuk Rupiah yang terjadi pada triwulan III
2015 diindikasikan berpengaruh terhadap korporasi di
Indonesia. Layaknya dua sisi mata uang, terdepresiasinya
Rupiah dapat menguntungkan sekaligus merugikan bagi
para pelaku usaha.
Pada Oktober 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Purwokerto melaksanakan kegiatan Focus Group
Discussion (FGD) tentang Dampak Depresiasi Nilai Tukar
Rupiah Terhadap Kinerja Perusahaan. Kegiatan tersebut
diikuti oleh pelaku usaha dari lapangan usaha industri
pengolahan, perdagangan besar & eceran, serta real
estate.
Pasokan Bahan Baku dan Komposisi PenjualanSecara umum dapat diketahui bahwa bagi perusahaan
dengan kandungan bahan baku impor yang tinggi akan
cenderung lebih mengharapkan penguatan nilai tukar
Rupiah. Selama ini kebutuhan bahan baku para peserta
selalu diperoleh dari pasar lokal. Dengan demikian,
peningkatan harga bahan baku dalam kaitan dengan
terdepresiasinya nilai tukar Rupiah belum dirasakan.
Permasalahan justru terletak pada keterbatasan pasokan
dari pasar lokal. Hal ini dikhawatirkan oleh para pelaku
usaha terpaksa melakukan impor bahan baku sehingga
terkena dampak terdepresiasinya nilai Rupiah.
Selanjutnya, para pelaku usaha yang mayoritas
berorientasi penjualan adalah ekspor menganggap
terdepresiasinya Rupiah akan menguntungkan usaha
mereka. Namun demikian, para pelaku usaha tersebut
MASIH OPTIMIS WALAU NILAI TUKAR RUPIAH TERGERUS?
Grafik 1. Peserta FGD berdasarkan Sektor
INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR & ECERAN REAL ESTATE
16.7%66.7% 16.7%
RESPONDEN FGD
KABUPATENCILACAP
TAHUN2015
WILAYAH KOTA
WILAYAH BARAT
WILAYAH TIMUR
Rp.1.287.000
RP. 1.045.000
Rp.1.008.000
Rp.1.721.257
RP. 1.450.450
Rp.1.457.040
USULAN DEWANPENGUPAHAN KABUPATEN
TAHUN 2016
* Radar Banyumas, 19 Oktober 2015
SUPLEMEN II
Provinsi Jawa Tengah selama ini didorong oleh 3 kategori
utama penggerak ekonomi yaitu lapangan usaha
industri, lapangan usahaPerdagangan Hotel Dan
Restoran (PHR), dan lapangan usaha pertanian. Dengan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi rata-rata
selama 5 tahun terakhir sekitar 2,0%. Lapangan usaha
industri menempati peran utama dalam perekonomian.
Diikuti oleh lapangan usaha PHR 1,7% dan lapangan
usaha pertanian dengan kontribusi 0,3%, ketiga
lapangan usaha tersebut mampu menyumbang
perekonomian sebesar 4% dari kinerja pertumbuhan
rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 5,9%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ketiga lapangan usaha tersebut
memiliki peran vital dalam perekonomian. Namun
demikian perlu dicermati faktor risiko penghambat
kinerja sektor-lapangan usaha utama tersebut agar
dapat berperan dalam perekonomian secara
berkelanjutan.
Menilik karakter lapangan usaha industri di Jawa Tengah
dengan kandungan bahan baku impor tinggi,
menjadikan lapangan usaha ini rentan terhadap risiko
nilai tukar. Dalam kondisi penguatan nilai tukar Dolar
terhadap Rupiah beberapa waktu terakhir, diindikasikan
berpengaruh terhadap kinerja sublapangan usaha
industri dengan kandungan bahan baku impor tinggi.
Kinerja beberapa sublapangan usaha tersebut bahkan
mengalami pertumbuhan negatif. Sublapangan usaha
tersebut antara lain adalah tekstil dan pakaian jadi; kimia,
farmasi, dan obat tradisional serta karet, barang dari
karet dan plastik. Permasalahan lain yang dihadapi
lapangan usaha ini yaitu upah tenaga kerja yang terus
mengalami peningkatan sehingga mendorong daya
saing ke arah bawah. Sementara itu lapangan usaha
pertanian menghadapi faktor risiko berupa alih fungsi
lahan pertanian dan ketergantungan pada faktor musim
yang besar. Produktivitas lapangan usaha pertanian pada
beberapa tahun terakhir menunjukkan tren menurun
(Grafik 2).
Melihat kondisi tersebut, lapangan usaha utama lain
yaitu Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) dipandang
masih memiliki prospek cerah untuk terus dipacu
pergerakannya. Lapangan usaha PHR utamanya
didukung oleh sublapangan usaha perdagangan dengan
porsi sebesar 84%. Kinerja sublapangan usaha
perdagangan ini sangat dipengaruhi oleh kinerja
lapangan usaha industri sebagai sumber produksi,
utamanya pada lapangan usaha industri berorientasi
pasar domestik. Sementara itu sublapangan usaha Hotel
dan Restoran sebagai proksi lapangan usaha pariwisata
menyimpan potensi besar sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi baru di masa mendatang.
POTENSI PARIWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH1
Disusun oleh Analis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto1.
-1
0
1
2
3
4
5
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
%
Kontribusi Sektoral Perekonomian Jawa TengahGrafik 1.
PRODUKSI (TON) DAERAH PANEN (HA) PRODUKTIVITAS (TON/HA) - KANAN
0
2
4
6
8
10
12
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
JUTA
50
52
54
56
58
60
48
46
44
Produktivitas Lapangan Usaha PertanianGrafik 2.
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
lebih mengharapkan keuntungan karena meningkatnya
pe rm in taan masya r aka t dan bukan ka rena
terdepresias inya Rupiah. Per ihal menurunnya
permintaan masyarakat paling dirasakan oleh para
pelaku usaha dari sektor perdagangan besar dan eceran.
Diduga lambatnya realisasi anggaran oleh pemerintah
ikut menyebabkan menurunnya permintaan masyarakat.
Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Biaya Tenaga
Kerja Depresiasi nilai tukar Rupiah berdampak secara langsung
terhadap peningkatan beban gaji tenaga kerja asing.
Namun karena jumlah tenaga kerja asing tidak terlalu
banyak maka dampak depresiasi nilai tukar terhadap
biaya gaji tenaga kerja asing ini menjadi tidak signifikan.
Perhatian para pelaku usaha justru tercurah pada
dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap inflasi
yang dikhawatirkan akan memicu tuntutan terhadap
peningkatan upah. Peningkatan terhadap upah akan
berpengaruh secara signifikan terhadap biaya tenaga
kerja industri padat karya di Eks Karesidenan Banyumas.
Para pelaku usaha menyatakan bahwa dasar penentuan
Upah Minimum Kota (UMK) sesuai Survei Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) maupun inflasi tidak akan terlalu
berbeda. Dengan demikian, tingkat inflasi di Eks
Karesidenan Banyumas menadi faktor penting dalam
penentuan UMK tersebut.
Secara umum, peserta optimis bahwa terdepresiasinya
nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS belum berdampak
signifikan. Namun demikian, pelaku usaha telah
menyadari terhadap dampak yang dapat terjadi
terhadap kinerja perusahaan terkait depresiasi nilai
Rupiah.
SUPLEMEN I
Apresiasi Dolar AS terhadap beberapa mata uang negara
di dunia termasuk Rupiah yang terjadi pada triwulan III
2015 diindikasikan berpengaruh terhadap korporasi di
Indonesia. Layaknya dua sisi mata uang, terdepresiasinya
Rupiah dapat menguntungkan sekaligus merugikan bagi
para pelaku usaha.
Pada Oktober 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Purwokerto melaksanakan kegiatan Focus Group
Discussion (FGD) tentang Dampak Depresiasi Nilai Tukar
Rupiah Terhadap Kinerja Perusahaan. Kegiatan tersebut
diikuti oleh pelaku usaha dari lapangan usaha industri
pengolahan, perdagangan besar & eceran, serta real
estate.
Pasokan Bahan Baku dan Komposisi PenjualanSecara umum dapat diketahui bahwa bagi perusahaan
dengan kandungan bahan baku impor yang tinggi akan
cenderung lebih mengharapkan penguatan nilai tukar
Rupiah. Selama ini kebutuhan bahan baku para peserta
selalu diperoleh dari pasar lokal. Dengan demikian,
peningkatan harga bahan baku dalam kaitan dengan
terdepresiasinya nilai tukar Rupiah belum dirasakan.
Permasalahan justru terletak pada keterbatasan pasokan
dari pasar lokal. Hal ini dikhawatirkan oleh para pelaku
usaha terpaksa melakukan impor bahan baku sehingga
terkena dampak terdepresiasinya nilai Rupiah.
Selanjutnya, para pelaku usaha yang mayoritas
berorientasi penjualan adalah ekspor menganggap
terdepresiasinya Rupiah akan menguntungkan usaha
mereka. Namun demikian, para pelaku usaha tersebut
MASIH OPTIMIS WALAU NILAI TUKAR RUPIAH TERGERUS?
Grafik 1. Peserta FGD berdasarkan Sektor
INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR & ECERAN REAL ESTATE
16.7%66.7% 16.7%
RESPONDEN FGD
KABUPATENCILACAP
TAHUN2015
WILAYAH KOTA
WILAYAH BARAT
WILAYAH TIMUR
Rp.1.287.000
RP. 1.045.000
Rp.1.008.000
Rp.1.721.257
RP. 1.450.450
Rp.1.457.040
USULAN DEWANPENGUPAHAN KABUPATEN
TAHUN 2016
* Radar Banyumas, 19 Oktober 2015
SUPLEMEN II
Provinsi Jawa Tengah selama ini didorong oleh 3 kategori
utama penggerak ekonomi yaitu lapangan usaha
industri, lapangan usahaPerdagangan Hotel Dan
Restoran (PHR), dan lapangan usaha pertanian. Dengan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi rata-rata
selama 5 tahun terakhir sekitar 2,0%. Lapangan usaha
industri menempati peran utama dalam perekonomian.
Diikuti oleh lapangan usaha PHR 1,7% dan lapangan
usaha pertanian dengan kontribusi 0,3%, ketiga
lapangan usaha tersebut mampu menyumbang
perekonomian sebesar 4% dari kinerja pertumbuhan
rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 5,9%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ketiga lapangan usaha tersebut
memiliki peran vital dalam perekonomian. Namun
demikian perlu dicermati faktor risiko penghambat
kinerja sektor-lapangan usaha utama tersebut agar
dapat berperan dalam perekonomian secara
berkelanjutan.
Menilik karakter lapangan usaha industri di Jawa Tengah
dengan kandungan bahan baku impor tinggi,
menjadikan lapangan usaha ini rentan terhadap risiko
nilai tukar. Dalam kondisi penguatan nilai tukar Dolar
terhadap Rupiah beberapa waktu terakhir, diindikasikan
berpengaruh terhadap kinerja sublapangan usaha
industri dengan kandungan bahan baku impor tinggi.
Kinerja beberapa sublapangan usaha tersebut bahkan
mengalami pertumbuhan negatif. Sublapangan usaha
tersebut antara lain adalah tekstil dan pakaian jadi; kimia,
farmasi, dan obat tradisional serta karet, barang dari
karet dan plastik. Permasalahan lain yang dihadapi
lapangan usaha ini yaitu upah tenaga kerja yang terus
mengalami peningkatan sehingga mendorong daya
saing ke arah bawah. Sementara itu lapangan usaha
pertanian menghadapi faktor risiko berupa alih fungsi
lahan pertanian dan ketergantungan pada faktor musim
yang besar. Produktivitas lapangan usaha pertanian pada
beberapa tahun terakhir menunjukkan tren menurun
(Grafik 2).
Melihat kondisi tersebut, lapangan usaha utama lain
yaitu Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) dipandang
masih memiliki prospek cerah untuk terus dipacu
pergerakannya. Lapangan usaha PHR utamanya
didukung oleh sublapangan usaha perdagangan dengan
porsi sebesar 84%. Kinerja sublapangan usaha
perdagangan ini sangat dipengaruhi oleh kinerja
lapangan usaha industri sebagai sumber produksi,
utamanya pada lapangan usaha industri berorientasi
pasar domestik. Sementara itu sublapangan usaha Hotel
dan Restoran sebagai proksi lapangan usaha pariwisata
menyimpan potensi besar sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi baru di masa mendatang.
POTENSI PARIWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH1
Disusun oleh Analis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto1.
-1
0
1
2
3
4
5
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
%
Kontribusi Sektoral Perekonomian Jawa TengahGrafik 1.
PRODUKSI (TON) DAERAH PANEN (HA) PRODUKTIVITAS (TON/HA) - KANAN
0
2
4
6
8
10
12
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
JUTA
50
52
54
56
58
60
48
46
44
Produktivitas Lapangan Usaha PertanianGrafik 2.
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
konvensional. Sementara sejumlah obyek wisata lain
seperti Cilacap–Nusakambangan, Karst Kebumen,
Taman Laut Karimunjawa dan sebagainya belum
terekspos dengan baik dan dapat menjadi alternatif
objek wisata.
Meskipun jumlah objek wisata dan akomodasi Provinsi
Jawa Tengah memiliki potensi pariwisata yang besar,
namun kinerja pariwisata Jawa Tengah masih berada di
bawah beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Jumlah
kunjungan tamu asing di Provinsi Jawa Tengah
menempati posisi terendah dibandingkan dengan
kunjungan tamu asing di provinsi lain di Pulau Jawa. Hal
tersebut terkonfirmasi dengan data perbandingan
jumlah tamu asing pada hotel bintang di Jawa Tengah.
Demikian pula halnya dengan data jumlah tamu asing
yang menginap pada akomodasi selain hotel berbintang
di Jawa Tengah. Apabila diamati, ketersediaan hotel
bintang dan nonbintang di wilayah Provinsi Jawa Tengah
relatif mencukupi dengan jumlah hotel bintang sebanyak
186 unit dan hotel nonbintang 1.339 unit.
Sejalan dengan pola wisatawan asing, kinerja pariwisata
Jawa Tengah yang berasal dari wisatawan domestik juga
menunjukkan hal serupa. Data jumlah tamu domestik
pada akomodasi lain selain hotel bintang di Jawa Tengah
juga masih berada di bawah provinsi lainnya di Pulau
Jawa. Demikian pula dengan data rata-rata lama
menginap wisatawan domestik di Provinsi ini relatif lebih
rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa.
SUPLEMEN II
Peran lapangan usaha pariwisata dalam beberapa studi
empiris terbukti mampu memberikan kontribusi besar 1dalam pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Bank Indonesia juga telah melakukan studi empiris
terkait pariwisata dengan menggunakan data panel
wilayah Pulau Jawa tahun 2009-2013 berupa data PDRB,
nilai tukar, jumlah wisatawan domestik, jumlah
w i sa tawan mancanega ra , dan ke te rbukaan
perdagangan. Berdasarkan studi tersebut diperoleh
temuan bahwa jumlah wisatawan domestik dan
mancanegara sebagai proksi lapangan usaha pariwisata
berpengaruh posit i f dan s ignif ikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Meskipun dengan magnitude
yang lebih kecil dibandingkan dengan variabel
perdagangan namun temuan tersebut menunjukkan
bahwa lapangan usaha pariwisata memiliki potensi
sebagai tumpuan perekonomian di masa mendatang.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah telah
melakukan pemetaan terhadap peluang dan tantangan
pariwisata Jawa Tengah. Dalam dokumen Rencana
Strategis Pariwisata Jawa Tengah 2013-2018, diketahui
bahwa Provinsi Jawa Tengah menyimpan potensi
sejumlah objek pariwisata dalam jumlah besar. Beberapa
obyek wisata candi berada di wilayah Provinsi Jawa
Tengah antara lain Candi Borobudur, Candi Prambanan,
Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Gedong Songo.
Obyek tersebut termasuk kategori objek wisata
SUPLEMEN II
salah satu penyebab masih belum maksimalnya kinerja
pariwisata Jawa Tengah. Pengembangan infrastruktur
transportasi bandara Ahmad Yani dan pelabuhan
Tanjung Emas dipandang penting mengingat kedua
infrastruktur tersebut juga berfungsi sebagai pendukung
berbagai kegiatan ekonomi termasuk salah satunya
pariwisata. Melihat urgensi tersebut Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah melalui Angkasa Pura I dan PT PELINDO III
mengakomodasi kebutuhan peningkatan kapasitas
bandara dan pelabuhan. Proyek perbaikan bandara
Ahmad Yani dijadwalkan dapat selesai pada tahap
pertama tahun 2017 dan tahap kedua 2027. Sementara
revitalisasi pelabuhan secara bertahap akan selesai pada
tahun 2011-2016, 2017-2021, dan 2022-2032.
Dengan melihat permasalahan tersebut, perbaikan
infrastruktur menjadi mutlak diperlukan demikan pula
dengan akomodasi yang disesuaikan dengan lokasi
objek wisata. Promosi destinasi wisata di sekitar pintu
masuk yang akan dikembangkan juga perlu dilakukan.
Balaguer and Cantavella-Jorda (2002), Dristakis (2004), Sequiera and Nunes (2008).1. Seluruh data dan informasi pada tulisan ini bersumber pada BPS, dan hasil Focus Group Discussion dengan tema “Infrastruktur Penunjang Pariwisata”
2.
Berdasarkan hasil focus group discussion diketahui
bahwa arus kapal cruise yang bersandar ke pelabuhan
Jawa Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Data tahun terakhir 2014 menunjukkan 25 kapal
pesiar bersandar di pelabuhan tanjung mas. Setiap kapal
rata-rata menampung penumpang sejumlah 2500
orang. Ini merupakan potensi pasar yang besar apabila
dapat dimanfaatkan. Selama ini para penumpang kapal
pesiar hanya singgah sesaat di pelabuhan Tanjung Mas
untuk mengunjungi Candi Borobudur dan kembali
menuju kapal setelah kegiatan usai. Peluang lain yang
terlewatkan adalah wisatawan Candi Borobudur lebih
memilih Provinsi DIY sebagai pintu masuk dan tempat
menginap. Hal tersebut dikarenakan Candi Borobudur 2relatif lebih dekat dengan Provinsi DIY.
Keberhasilan lapangan usaha pariwisata tidak dapat
lepas dari peran infrastruktur pendukungnya.
Infrastruktur konektivitas berupa bandara dan
pelabuhan yang masih terbatas ditengarai merupakan
Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Hotel BintangGrafik 3.
JUTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTAJAWA TIMUR BANTEN DKI JAKARTA (RHS)
Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Akomodasi LainGrafik 4.
Jumlah Tamu Domestik pada Akomodasi LainGrafik 5. Rata-Rata Lama Menginap Tamu Lokal di Hotel BintangGrafik 6.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20141.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20140
1
2
3
4
5
6
7
8 JUTA ORANG
JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR
Tabel 1. Efisiensi Pelabuhan di Indonesia
NAME OF PORT
Effectiveness Indicators
TANJUNG PRIOK
TANJUNG PERAK
TANJUNG EMAS
RegionalSpatialSystem
NationalTransportationSystem
NationalDefense
OperationalCost
Commodity PortServices
LogisticsCost
TOTALVALUE
EfficiencyIndicator
0.14
0.14
0.14
0.09
0.04
0.04
0.05
0.05
0.05
0.40
0.27
0.23
0.08
0.01
0.00
0.73
0.77
0.75
0.00
0.12
0.11
1.49
1.40
1.32
Tabel 2. Kapasitas Bandara di Indonesia
BANDAR UDARA
SOEKARNO-HATTA
JUANDA
ADI SUTJIPTO
AHMAD YANI
Kapasitas Penumpang Tahunan (Juta Penumpang)
32.17
8.88
0.00
1.42
37.14
10.63
0.00
1.66
43.7
11.14
0.00
2.02
51.18
13.78
7.17
2.43
59.70
17.68
8.30
3.30
Provinsi Kota yg Dilayani2008 2009 2011 20132010
BANTEN
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAKARTA
SURABAYA
YOGYAKARTA
SEMARANG
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 27PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
JUTA
DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAHJAWA TIMUR BANTEN BALI
DI YOGYAKARTANUSA TENGGARA BARAT
konvensional. Sementara sejumlah obyek wisata lain
seperti Cilacap–Nusakambangan, Karst Kebumen,
Taman Laut Karimunjawa dan sebagainya belum
terekspos dengan baik dan dapat menjadi alternatif
objek wisata.
Meskipun jumlah objek wisata dan akomodasi Provinsi
Jawa Tengah memiliki potensi pariwisata yang besar,
namun kinerja pariwisata Jawa Tengah masih berada di
bawah beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Jumlah
kunjungan tamu asing di Provinsi Jawa Tengah
menempati posisi terendah dibandingkan dengan
kunjungan tamu asing di provinsi lain di Pulau Jawa. Hal
tersebut terkonfirmasi dengan data perbandingan
jumlah tamu asing pada hotel bintang di Jawa Tengah.
Demikian pula halnya dengan data jumlah tamu asing
yang menginap pada akomodasi selain hotel berbintang
di Jawa Tengah. Apabila diamati, ketersediaan hotel
bintang dan nonbintang di wilayah Provinsi Jawa Tengah
relatif mencukupi dengan jumlah hotel bintang sebanyak
186 unit dan hotel nonbintang 1.339 unit.
Sejalan dengan pola wisatawan asing, kinerja pariwisata
Jawa Tengah yang berasal dari wisatawan domestik juga
menunjukkan hal serupa. Data jumlah tamu domestik
pada akomodasi lain selain hotel bintang di Jawa Tengah
juga masih berada di bawah provinsi lainnya di Pulau
Jawa. Demikian pula dengan data rata-rata lama
menginap wisatawan domestik di Provinsi ini relatif lebih
rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa.
SUPLEMEN II
Peran lapangan usaha pariwisata dalam beberapa studi
empiris terbukti mampu memberikan kontribusi besar 1dalam pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Bank Indonesia juga telah melakukan studi empiris
terkait pariwisata dengan menggunakan data panel
wilayah Pulau Jawa tahun 2009-2013 berupa data PDRB,
nilai tukar, jumlah wisatawan domestik, jumlah
w i sa tawan mancanega ra , dan ke te rbukaan
perdagangan. Berdasarkan studi tersebut diperoleh
temuan bahwa jumlah wisatawan domestik dan
mancanegara sebagai proksi lapangan usaha pariwisata
berpengaruh posit i f dan s ignif ikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Meskipun dengan magnitude
yang lebih kecil dibandingkan dengan variabel
perdagangan namun temuan tersebut menunjukkan
bahwa lapangan usaha pariwisata memiliki potensi
sebagai tumpuan perekonomian di masa mendatang.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah telah
melakukan pemetaan terhadap peluang dan tantangan
pariwisata Jawa Tengah. Dalam dokumen Rencana
Strategis Pariwisata Jawa Tengah 2013-2018, diketahui
bahwa Provinsi Jawa Tengah menyimpan potensi
sejumlah objek pariwisata dalam jumlah besar. Beberapa
obyek wisata candi berada di wilayah Provinsi Jawa
Tengah antara lain Candi Borobudur, Candi Prambanan,
Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Gedong Songo.
Obyek tersebut termasuk kategori objek wisata
SUPLEMEN II
salah satu penyebab masih belum maksimalnya kinerja
pariwisata Jawa Tengah. Pengembangan infrastruktur
transportasi bandara Ahmad Yani dan pelabuhan
Tanjung Emas dipandang penting mengingat kedua
infrastruktur tersebut juga berfungsi sebagai pendukung
berbagai kegiatan ekonomi termasuk salah satunya
pariwisata. Melihat urgensi tersebut Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah melalui Angkasa Pura I dan PT PELINDO III
mengakomodasi kebutuhan peningkatan kapasitas
bandara dan pelabuhan. Proyek perbaikan bandara
Ahmad Yani dijadwalkan dapat selesai pada tahap
pertama tahun 2017 dan tahap kedua 2027. Sementara
revitalisasi pelabuhan secara bertahap akan selesai pada
tahun 2011-2016, 2017-2021, dan 2022-2032.
Dengan melihat permasalahan tersebut, perbaikan
infrastruktur menjadi mutlak diperlukan demikan pula
dengan akomodasi yang disesuaikan dengan lokasi
objek wisata. Promosi destinasi wisata di sekitar pintu
masuk yang akan dikembangkan juga perlu dilakukan.
Balaguer and Cantavella-Jorda (2002), Dristakis (2004), Sequiera and Nunes (2008).1. Seluruh data dan informasi pada tulisan ini bersumber pada BPS, dan hasil Focus Group Discussion dengan tema “Infrastruktur Penunjang Pariwisata”
2.
Berdasarkan hasil focus group discussion diketahui
bahwa arus kapal cruise yang bersandar ke pelabuhan
Jawa Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Data tahun terakhir 2014 menunjukkan 25 kapal
pesiar bersandar di pelabuhan tanjung mas. Setiap kapal
rata-rata menampung penumpang sejumlah 2500
orang. Ini merupakan potensi pasar yang besar apabila
dapat dimanfaatkan. Selama ini para penumpang kapal
pesiar hanya singgah sesaat di pelabuhan Tanjung Mas
untuk mengunjungi Candi Borobudur dan kembali
menuju kapal setelah kegiatan usai. Peluang lain yang
terlewatkan adalah wisatawan Candi Borobudur lebih
memilih Provinsi DIY sebagai pintu masuk dan tempat
menginap. Hal tersebut dikarenakan Candi Borobudur 2relatif lebih dekat dengan Provinsi DIY.
Keberhasilan lapangan usaha pariwisata tidak dapat
lepas dari peran infrastruktur pendukungnya.
Infrastruktur konektivitas berupa bandara dan
pelabuhan yang masih terbatas ditengarai merupakan
Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Hotel BintangGrafik 3.
JUTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTAJAWA TIMUR BANTEN DKI JAKARTA (RHS)
Perbandingan Jumlah Tamu Asing pada Akomodasi LainGrafik 4.
Jumlah Tamu Domestik pada Akomodasi LainGrafik 5. Rata-Rata Lama Menginap Tamu Lokal di Hotel BintangGrafik 6.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20141.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20140
1
2
3
4
5
6
7
8 JUTA ORANG
JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR
Tabel 1. Efisiensi Pelabuhan di Indonesia
NAME OF PORT
Effectiveness Indicators
TANJUNG PRIOK
TANJUNG PERAK
TANJUNG EMAS
RegionalSpatialSystem
NationalTransportationSystem
NationalDefense
OperationalCost
Commodity PortServices
LogisticsCost
TOTALVALUE
EfficiencyIndicator
0.14
0.14
0.14
0.09
0.04
0.04
0.05
0.05
0.05
0.40
0.27
0.23
0.08
0.01
0.00
0.73
0.77
0.75
0.00
0.12
0.11
1.49
1.40
1.32
Tabel 2. Kapasitas Bandara di Indonesia
BANDAR UDARA
SOEKARNO-HATTA
JUANDA
ADI SUTJIPTO
AHMAD YANI
Kapasitas Penumpang Tahunan (Juta Penumpang)
32.17
8.88
0.00
1.42
37.14
10.63
0.00
1.66
43.7
11.14
0.00
2.02
51.18
13.78
7.17
2.43
59.70
17.68
8.30
3.30
Provinsi Kota yg Dilayani2008 2009 2011 20132010
BANTEN
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAKARTA
SURABAYA
YOGYAKARTA
SEMARANG
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 27PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
JUTA
DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAHJAWA TIMUR BANTEN BALI
DI YOGYAKARTANUSA TENGGARA BARAT
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan triwulan III 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan triwulan III 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
1Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
III 2015 di tengah meningkatnya pertumbuhan
ekonomi daerah. Inflasi pada triwulan III 2015
tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,15% (yoy). Perlambatan ini disebabkan oleh
penyesuaian beberapa harga komoditas administered
prices dan normalisasi harga pasca Idul Fitri. Inflasi ini
masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang
sebesar 6,83% (yoy). Tren inflasi Jawa Tengah mulai
mengalami tren menurun setelah mencapai puncaknya
di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
rendah dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan III 2015, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 1,04% (qtq), turun dibandingkan
inflasi triwulan III 2014 sebesar 1,40% (qtq) dan rata-
rata inflasi triwulan III 2010-2014 sebesar 2,24% (qtq).
Melambatnya inflasi triwulanan pada periode berjalan
disebabkan oleh ketersediaan pasokan pangan di
tengah permintaan masyarakat yang relatif terjaga.
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa
Tengah pada periode laporan terpantau berada di
bawah inflasi wilayah Jawa, yakni menempati
posisi kedua terendah setelah DI Yogyakarta.
Kondisi ini membaik dibandingkan triwulan yang sama
di tahun lalu, di mana inflasi tahunan Jawa Tengah
tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi wilayah Jawa.
Dilihat dari inflasi tahun kalender, inflasi Jawa
Tengah tercatat paling rendah. Pada triwulan III
2015, inflasi tahun kalender mencatatkan angka
sebesar 1,54% (ytd), lebih rendah dibandingkan inflasi
wilayah Jawa yang tercatat sebesar 2,24% (ytd). Inflasi
tahun kalender Jawa Tengah ini berada pada level
terendah di antara seluruh provinsi di wilayah Jawa.
Perlambatan inflasi di triwulan laporan utamanya
didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau, serta kelompok perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar. Inflasi pada
kelompok makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau
didorong oleh normalisasi harga pangan setelah
Ramadhan dan Idul Fitri, seperti komoditas nasi dengan
lauk dan ayam bakar. Sementara itu, penurunan harga
pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar disumbangkan oleh turunnya tarif listrik, harga
Pertamax dan harga elpiji 12 kilogram (Grafik 2.6).
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
1.
2.1 Inflasi Secara Umum
Grafik 2.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
TW III 2014 TW III 2015 RATA - RATA TW III 2010 - 2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
%
PERSEN
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
6.15
7.26
1.30
1.40
III
5.78
6.83
1.04
1.27
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
31PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
1Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
III 2015 di tengah meningkatnya pertumbuhan
ekonomi daerah. Inflasi pada triwulan III 2015
tercatat sebesar 5,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,15% (yoy). Perlambatan ini disebabkan oleh
penyesuaian beberapa harga komoditas administered
prices dan normalisasi harga pasca Idul Fitri. Inflasi ini
masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang
sebesar 6,83% (yoy). Tren inflasi Jawa Tengah mulai
mengalami tren menurun setelah mencapai puncaknya
di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
rendah dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan III 2015, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 1,04% (qtq), turun dibandingkan
inflasi triwulan III 2014 sebesar 1,40% (qtq) dan rata-
rata inflasi triwulan III 2010-2014 sebesar 2,24% (qtq).
Melambatnya inflasi triwulanan pada periode berjalan
disebabkan oleh ketersediaan pasokan pangan di
tengah permintaan masyarakat yang relatif terjaga.
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa
Tengah pada periode laporan terpantau berada di
bawah inflasi wilayah Jawa, yakni menempati
posisi kedua terendah setelah DI Yogyakarta.
Kondisi ini membaik dibandingkan triwulan yang sama
di tahun lalu, di mana inflasi tahunan Jawa Tengah
tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi wilayah Jawa.
Dilihat dari inflasi tahun kalender, inflasi Jawa
Tengah tercatat paling rendah. Pada triwulan III
2015, inflasi tahun kalender mencatatkan angka
sebesar 1,54% (ytd), lebih rendah dibandingkan inflasi
wilayah Jawa yang tercatat sebesar 2,24% (ytd). Inflasi
tahun kalender Jawa Tengah ini berada pada level
terendah di antara seluruh provinsi di wilayah Jawa.
Perlambatan inflasi di triwulan laporan utamanya
didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau, serta kelompok perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar. Inflasi pada
kelompok makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau
didorong oleh normalisasi harga pangan setelah
Ramadhan dan Idul Fitri, seperti komoditas nasi dengan
lauk dan ayam bakar. Sementara itu, penurunan harga
pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar disumbangkan oleh turunnya tarif listrik, harga
Pertamax dan harga elpiji 12 kilogram (Grafik 2.6).
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
1.
2.1 Inflasi Secara Umum
Grafik 2.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
TW III 2014 TW III 2015 RATA - RATA TW III 2010 - 2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
%
PERSEN
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
6.15
7.26
1.30
1.40
III
5.78
6.83
1.04
1.27
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
31PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile food merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile food didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
2.
Selanjutnya, pada September 2015 Provinsi Jawa
Tengah mencatatkan deflasi sebesar -0,15% (mtm),
lebih rendah dibandingkan rata-rata historis selama 5
tahun yang sebesar 0,29% (mtm). Penurunan tingkat
harga ini utamanya diakibatkan oleh melimpahnya
pasokan bahan pangan, meliputi daging ayam ras,
cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan bawang
merah. Pada bulan September 2015, tekanan
komoditas tersebut menurun dibandingkan bulan yang
sama di tahun 2014 yang tercermin dari menurunnya
sumbangan inflasi pada komoditas tersebut.
Penurunan juga disebabkan oleh harga Pertamax dan
Pertalite, elpiji 12 kg, dan tarif angkutan udara yang
menurun.
Kinerja dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Jawa Tengah turut mendukung
pengendalian inflasi daerah. Selama tahun 2015,
TPID Provinsi Jawa Tengah senantiasa memperkuat
koordinasi pengendalian inflasi melalui PANDAWA
LIMA (Pengendalian dan Pengawasan Harga melalui
Lima Program). Koordinasi antar SKPD akan terus
ditingkatkan, terutama dalam menjaga pasokan bahan
p a n g a n d i t e n g a h m u s i m k e m a r a u y a n g
berkepanjangan.
2Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan
inflasi tahunan pada triwulan III 2015 terutama
berasal dari kelompok administered prices dan
kelompok inti. Selain diakibatkan normalisasi harga
pasca perayaan Idul Fitri, penurunan tarif listrik, harga
Pertamax dan Pertalite, serta elpiji 12 kilogram
mendorong inflasi berada pada level yang rendah.
Selain dari dua kelompok tersebut, kelompok
volatile food juga turut menyumbang penurunan
inflasi bulanan pada triwulan laporan. Penurunan
harga daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, telur
ayam ras, dan bawang merah mendorong adanya
penurunan inflasi di akhir triwulan III 2015. Meskipun
demikian, tekanan terhadap inflasi sempat menguat
yang berasal dari meningkatnya harga komoditas cabai
dan daging ayam ras di tengah Ramadhan dan Idul Fitri.
Berkurangnya pasokan beras akibat El-Nino juga turut
menyumbangkan inflasi di Agustus dan September
2015.
Sementara itu, pada komoditas administered
prices, tekanan inflasi pada Juli 2015, utamanya
berasal dari meningkatnya tarif angkutan udara
dan antarkota jelang perayaan Idul Fitri. Namun
demikian, pada Agustus 2015, normalisasi kedua tarif
angkutan tersebut ditambah dengan penurunan tarif
kereta api berkontribusi dalam perlambatan inflasi.
Selanjutnya, penurunan harga Pertamax, elpiji 12 kg,
dan TTL menyumbangkan perlambatan inflasi tahunan
pada September 2015.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Bawang Merah
Telur Ayam Ras
Tomat Sayur
Batu bata
Labu Siam
-0.11
-0.06
-0.01
-0.01
-0.01
1
2
3
4
5
JULI
No. Komoditas Andil
Angkutan Udara
Bawang Merah
Angkutan Antarkota
Tarip Kereta Api
Angkutan Dalam Kota
-0.10
-0.09
-0.09
-0.03
-0.02
1
2
3
4
5
AGUSTUS
No. Komoditas Andil
Daging Ayam Ras
Cabai Merah
Cabai Rawit
Telur Ayam Ras
Bawang Merah
-0.21
-0.09
-0.07
-0.06
-0.03
1
2
3
4
5
SEPTEMBER
33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.4
Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di
bulan Juli, Agustus, dan September tercatat lebih
rendah dibandingkan pola historisnya. Relatif
rendahnya inflasi ini utamanya didorong oleh
terjaganya pasokan. Membaiknya angka capaian inflasi
tersebut juga tidak terlepas dari peran sukses TPID
dalam menjaga distribusi kebutuhan pokok untuk
menjaga pasokan jangka pendek, serta memitigasi
risiko inflasi ke depan dalam jangka menengah-
panjang.
Pada Juli 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,92%
(mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya
selama 5 tahun yang sebesar 1,41% (mtm). Inflasi pada
bulan tersebut didorong oleh kenaikan harga bahan
pangan, seperti daging ayam ras, cabai rawit dan cabai
merah, serta kenaikan tarif transportasi berupa
angkutan udara dan angkutan antar kota seiring hari
raya Idul Fitri. Ditinjau dari sumbangannya, pada Juli
2015, komoditas daging ayam ras, cabai merah dan
rawit mencatatkan sumbangan inflasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Juli 2014.
Inflasi kemudian melambat pada Agustus 2015.
Inflasi tercatat sebesar 0,29% (mtm), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata historis bulan Agustus
selama 5 tahun yang sebesar 0,74% (mtm). Namun
demkikian, angka ini juga lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir inflasi pasca
lebaran yang berada pada level 0,20% (mtm).
Penurunan tekanan inflasi ini utamanya disumbangkan
oleh tarif angkutan udara, angkutan antar kota, tarif
kereta api, dan angkutan dalam kota yang mengalami
penurunan. Sementara itu komoditas bawang merah
yang tengah memasuk i masa panen tu ru t
menyumbang penurunan inflasi. Pada Agustus 2015,
sumbangan tarif angkutan udara dan antar kota, serta
bawang merah relatif stabil dibandingkan dengan
bulan yang sama tahun 2014.
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15
1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0 PERSEN YOY%, MTM
Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang
yoy
mtm
7 8 9
6.37 6.18 5.78
0.92 0.29 -0.1
El-Nino
Tw III 2015-Penurunan TTL, Pertamax, dan elpiji 12kg
-panen komoditas bumbu -bumbuan
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
III - 2013 III - 2014 III - 2015
%,YOY
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,YTD
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile food merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile food didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
2.
Selanjutnya, pada September 2015 Provinsi Jawa
Tengah mencatatkan deflasi sebesar -0,15% (mtm),
lebih rendah dibandingkan rata-rata historis selama 5
tahun yang sebesar 0,29% (mtm). Penurunan tingkat
harga ini utamanya diakibatkan oleh melimpahnya
pasokan bahan pangan, meliputi daging ayam ras,
cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan bawang
merah. Pada bulan September 2015, tekanan
komoditas tersebut menurun dibandingkan bulan yang
sama di tahun 2014 yang tercermin dari menurunnya
sumbangan inflasi pada komoditas tersebut.
Penurunan juga disebabkan oleh harga Pertamax dan
Pertalite, elpiji 12 kg, dan tarif angkutan udara yang
menurun.
Kinerja dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Jawa Tengah turut mendukung
pengendalian inflasi daerah. Selama tahun 2015,
TPID Provinsi Jawa Tengah senantiasa memperkuat
koordinasi pengendalian inflasi melalui PANDAWA
LIMA (Pengendalian dan Pengawasan Harga melalui
Lima Program). Koordinasi antar SKPD akan terus
ditingkatkan, terutama dalam menjaga pasokan bahan
p a n g a n d i t e n g a h m u s i m k e m a r a u y a n g
berkepanjangan.
2Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan
inflasi tahunan pada triwulan III 2015 terutama
berasal dari kelompok administered prices dan
kelompok inti. Selain diakibatkan normalisasi harga
pasca perayaan Idul Fitri, penurunan tarif listrik, harga
Pertamax dan Pertalite, serta elpiji 12 kilogram
mendorong inflasi berada pada level yang rendah.
Selain dari dua kelompok tersebut, kelompok
volatile food juga turut menyumbang penurunan
inflasi bulanan pada triwulan laporan. Penurunan
harga daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, telur
ayam ras, dan bawang merah mendorong adanya
penurunan inflasi di akhir triwulan III 2015. Meskipun
demikian, tekanan terhadap inflasi sempat menguat
yang berasal dari meningkatnya harga komoditas cabai
dan daging ayam ras di tengah Ramadhan dan Idul Fitri.
Berkurangnya pasokan beras akibat El-Nino juga turut
menyumbangkan inflasi di Agustus dan September
2015.
Sementara itu, pada komoditas administered
prices, tekanan inflasi pada Juli 2015, utamanya
berasal dari meningkatnya tarif angkutan udara
dan antarkota jelang perayaan Idul Fitri. Namun
demikian, pada Agustus 2015, normalisasi kedua tarif
angkutan tersebut ditambah dengan penurunan tarif
kereta api berkontribusi dalam perlambatan inflasi.
Selanjutnya, penurunan harga Pertamax, elpiji 12 kg,
dan TTL menyumbangkan perlambatan inflasi tahunan
pada September 2015.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Bawang Merah
Telur Ayam Ras
Tomat Sayur
Batu bata
Labu Siam
-0.11
-0.06
-0.01
-0.01
-0.01
1
2
3
4
5
JULI
No. Komoditas Andil
Angkutan Udara
Bawang Merah
Angkutan Antarkota
Tarip Kereta Api
Angkutan Dalam Kota
-0.10
-0.09
-0.09
-0.03
-0.02
1
2
3
4
5
AGUSTUS
No. Komoditas Andil
Daging Ayam Ras
Cabai Merah
Cabai Rawit
Telur Ayam Ras
Bawang Merah
-0.21
-0.09
-0.07
-0.06
-0.03
1
2
3
4
5
SEPTEMBER
33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.4
Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di
bulan Juli, Agustus, dan September tercatat lebih
rendah dibandingkan pola historisnya. Relatif
rendahnya inflasi ini utamanya didorong oleh
terjaganya pasokan. Membaiknya angka capaian inflasi
tersebut juga tidak terlepas dari peran sukses TPID
dalam menjaga distribusi kebutuhan pokok untuk
menjaga pasokan jangka pendek, serta memitigasi
risiko inflasi ke depan dalam jangka menengah-
panjang.
Pada Juli 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,92%
(mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya
selama 5 tahun yang sebesar 1,41% (mtm). Inflasi pada
bulan tersebut didorong oleh kenaikan harga bahan
pangan, seperti daging ayam ras, cabai rawit dan cabai
merah, serta kenaikan tarif transportasi berupa
angkutan udara dan angkutan antar kota seiring hari
raya Idul Fitri. Ditinjau dari sumbangannya, pada Juli
2015, komoditas daging ayam ras, cabai merah dan
rawit mencatatkan sumbangan inflasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Juli 2014.
Inflasi kemudian melambat pada Agustus 2015.
Inflasi tercatat sebesar 0,29% (mtm), jauh lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata historis bulan Agustus
selama 5 tahun yang sebesar 0,74% (mtm). Namun
demkikian, angka ini juga lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir inflasi pasca
lebaran yang berada pada level 0,20% (mtm).
Penurunan tekanan inflasi ini utamanya disumbangkan
oleh tarif angkutan udara, angkutan antar kota, tarif
kereta api, dan angkutan dalam kota yang mengalami
penurunan. Sementara itu komoditas bawang merah
yang tengah memasuk i masa panen tu ru t
menyumbang penurunan inflasi. Pada Agustus 2015,
sumbangan tarif angkutan udara dan antar kota, serta
bawang merah relatif stabil dibandingkan dengan
bulan yang sama tahun 2014.
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15
1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0 PERSEN YOY%, MTM
Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang
yoy
mtm
7 8 9
6.37 6.18 5.78
0.92 0.29 -0.1
El-Nino
Tw III 2015-Penurunan TTL, Pertamax, dan elpiji 12kg
-panen komoditas bumbu -bumbuan
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
III - 2013 III - 2014 III - 2015
%,YOY
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,YTD
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
II III
6,54
5,50
7,98
8,81
5,43
5,45
3,66
6,77
6,90
8,36
0,44
8,28
7,61
9,13
0,36
9,40
8,04
9,24
2,73
9,56
7,79
8,86
2,79
9,59
5,61
5,53
3,08
9,10
IV
5,85
5,62
3,52
9,54
2015
5,38
4,67
3,96
10,76
I (yoy)
6,21
4,85
6,79
11,61
II (yoy) III (yoy)
5,71
4,40
6,13
10,97
III (qtq)
5,71
4,40
6,13
10,97
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6.15
7.72
6.21
5.91
3.13
4.34
6.04
6.38
II III
5.78
8.49
5.71
4.61
3.26
3.73
5.17
6.39
Inflasi tahunan kelompok makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau melambat pada triwulan laporan.
Inflasi kelompok ini melambat menjadi 0,92% (qtq)
atau 5,71% (yoy) dari sebelumnya sebesar 1,59% (qtq)
atau 6,21% (yoy). Ditinjau dari sumbangannya,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau
memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar 1,16%.
Perlambatan inflasi pada kelompok makanan jadi,
minuman, rokok & tembakau utamanya disumbangkan
oleh subkelompok makanan jadi, terutama komoditas
nasi dengan lauk. Pada triwulan III 2015, komoditas ini
mencatatkan inflasi sebesar 2,83% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,90%(yoy).
Komoditas lainnya, seperti ayam bakar dan ayam
goreng juga turut mengalami perlambatan inflasi.
Melambatnya inflasi beberapa komoditas makanan jadi
ini disebabkan oleh normalisasi harga pasca Lebaran.
Selanjutnya, subkelompok minuman yang tidak
beralkohol juga mencatatkan penurunan inflasi, dari
sebelumnya 6,79% (yoy) menjadi 6,13% (yoy) pada
triwulan laporan. Komoditas yang menyumbangkan
perlambatan inflasi dari subkelompok ini berasal dari
komoditas gula pasir. Penurunan inflasi ini sejalan
dengan terjaganya pasokan di tengah musim giling
tebu yang berada pada bulan Juli-Oktober.
Begitu pula dengan subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol yang mencatatkan perlambatan
perbaikan inflasi menjadi 10,97% (yoy) dari
sebelumnya 11,61% (yoy). Komoditas rokok kretek dan
rokok kretek filter mengalami perlambatan penurunan
inflasi meskipun masih mengalami kenaikan harga. Di
sisi lain, rokok putih mencatatkan kenaikan inflasi yang
diperkirakan akibat meningkatnya harga bahan baku
tembakau impor.
2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Inflasi pada kelompok ini mengalami perlambatan
jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,
inflasi menurun menjadi 0,37% (qtq) atau 4,61% (yoy),
dari sebelumnya sebesar 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy).
Adapun kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar memberikan sumbangan inflasi tahunan
sebesar 1,13% pada triwulan laporan.
35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
No. KOTA Inflasi II - 2015 (%,YOY)
KUDUS
TEGAL
SEMARANG
CILACAP
PURWOKERTO
SURAKARTA
6.17
6.63
6.34
6.09
5.34
5.75
1
2
3
4
5
6
6.58
6.23
5.88
5.42
5.28
5.27
Inflasi III - 2015 (%,YOY)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Cabai Rawit
Angkutan Antarkota
Cabai Merah
0.16
0.14
0.10
0.10
0.05
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Telur Ayam Ras
Beras
Akademi/Perg. Tinggi
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
0.07
0.07
0.06
0.06
0.05
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Beras
Akademi/Perg. Tinggi
Kue Kering Berminyak
Emas Perhiasan
Bawang Putih
0.14
0.07
0.04
0.02
0.01
1
2
3
4
5
JULI AGUSTUS SEPTEMBER
Inflasi pada kelompok inti sepanjang triwulan III
2015 relatif terjaga. Tekanan inflasi pada kelompok ini
berasal dari meningkatnya harga sandang serta biaya
pendidikan, terutama di tingkat akademi/perguruan
tinggi. Pada September 2015, tekanan juga berasal dari
penguatan dolar AS yang berimbas pada kenaikan
harga emas perhiasan dan makanan jadi, seperti kue
ker ing berminyak. Namun demikian, inf las i
disumbangkan oleh menurunnya komoditas bahan
bangunan; meliputi semen, keramik, batu bata, dan
genting.
Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa
Tengah mengalami penurunan inflasi tahunan jika
dibandingkan dengan triwulan II 2015. Kota
Cilacap merupakan kota yang mengalami penurunan
inflasi tahunan terbesar pada triwulan laporan, diikuti
oleh Kota Surakarta dan Kota Semarang.
Di sisi lain, Kota Kudus merupakan kota yang
mencatatkan kenaikan inflasi. Dari keseluruhan 6
kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, Kota Surakarta
menjadi kota dengan inflasi terendah, sementara inflasi
tertinggi terjadi di Kota Kudus (Tabel 2.3). Kota
Semarang dan Kota Surakarta mencatatkan bobot
yang paling besar, yakni sekitar 51% dan 17% dari
inflasi Jawa Tengah. Inflasi tahunan kedua kota tersebut
turun menjadi 5,88% (yoy) dan 5,27% (yoy), dari
triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy) dan 5,75%
(yoy).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah triwulan III 2015 sebesar 1,31%, sedangkan
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II
2015 sebesar 1,29%.
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, perlambatan
inflasi pada triwulan III 2015 dipengaruhi oleh
kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik,
gas, dan bahan bakar. Kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, & tembakau menyumbangkan
perlambatan seiring dengan normalisasi harga
komoditas pasca Lebaran, terutama untuk komoditas
nasi dengan lauk dan gula pasir. Sementara itu,
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
melambat di tengah penurunan tarif listrik dan Bahan
Bakar Rumah Tangga (BBRT) pada September 2015. Di
sisi lain, beberapa kelompok masih mencatatkan inflasi
yang meningkat, yakni kelompok bahan makanan dan
kelompok sandang (Tabel 2.4).
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Mamin, Rokok & Tembakau
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
II III
6,54
5,50
7,98
8,81
5,43
5,45
3,66
6,77
6,90
8,36
0,44
8,28
7,61
9,13
0,36
9,40
8,04
9,24
2,73
9,56
7,79
8,86
2,79
9,59
5,61
5,53
3,08
9,10
IV
5,85
5,62
3,52
9,54
2015
5,38
4,67
3,96
10,76
I (yoy)
6,21
4,85
6,79
11,61
II (yoy) III (yoy)
5,71
4,40
6,13
10,97
III (qtq)
5,71
4,40
6,13
10,97
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6.15
7.72
6.21
5.91
3.13
4.34
6.04
6.38
II III
5.78
8.49
5.71
4.61
3.26
3.73
5.17
6.39
Inflasi tahunan kelompok makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau melambat pada triwulan laporan.
Inflasi kelompok ini melambat menjadi 0,92% (qtq)
atau 5,71% (yoy) dari sebelumnya sebesar 1,59% (qtq)
atau 6,21% (yoy). Ditinjau dari sumbangannya,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau
memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar 1,16%.
Perlambatan inflasi pada kelompok makanan jadi,
minuman, rokok & tembakau utamanya disumbangkan
oleh subkelompok makanan jadi, terutama komoditas
nasi dengan lauk. Pada triwulan III 2015, komoditas ini
mencatatkan inflasi sebesar 2,83% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,90%(yoy).
Komoditas lainnya, seperti ayam bakar dan ayam
goreng juga turut mengalami perlambatan inflasi.
Melambatnya inflasi beberapa komoditas makanan jadi
ini disebabkan oleh normalisasi harga pasca Lebaran.
Selanjutnya, subkelompok minuman yang tidak
beralkohol juga mencatatkan penurunan inflasi, dari
sebelumnya 6,79% (yoy) menjadi 6,13% (yoy) pada
triwulan laporan. Komoditas yang menyumbangkan
perlambatan inflasi dari subkelompok ini berasal dari
komoditas gula pasir. Penurunan inflasi ini sejalan
dengan terjaganya pasokan di tengah musim giling
tebu yang berada pada bulan Juli-Oktober.
Begitu pula dengan subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol yang mencatatkan perlambatan
perbaikan inflasi menjadi 10,97% (yoy) dari
sebelumnya 11,61% (yoy). Komoditas rokok kretek dan
rokok kretek filter mengalami perlambatan penurunan
inflasi meskipun masih mengalami kenaikan harga. Di
sisi lain, rokok putih mencatatkan kenaikan inflasi yang
diperkirakan akibat meningkatnya harga bahan baku
tembakau impor.
2.2.1. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Inflasi pada kelompok ini mengalami perlambatan
jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,
inflasi menurun menjadi 0,37% (qtq) atau 4,61% (yoy),
dari sebelumnya sebesar 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy).
Adapun kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar memberikan sumbangan inflasi tahunan
sebesar 1,13% pada triwulan laporan.
35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
No. KOTA Inflasi II - 2015 (%,YOY)
KUDUS
TEGAL
SEMARANG
CILACAP
PURWOKERTO
SURAKARTA
6.17
6.63
6.34
6.09
5.34
5.75
1
2
3
4
5
6
6.58
6.23
5.88
5.42
5.28
5.27
Inflasi III - 2015 (%,YOY)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Cabai Rawit
Angkutan Antarkota
Cabai Merah
0.16
0.14
0.10
0.10
0.05
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Telur Ayam Ras
Beras
Akademi/Perg. Tinggi
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
0.07
0.07
0.06
0.06
0.05
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Beras
Akademi/Perg. Tinggi
Kue Kering Berminyak
Emas Perhiasan
Bawang Putih
0.14
0.07
0.04
0.02
0.01
1
2
3
4
5
JULI AGUSTUS SEPTEMBER
Inflasi pada kelompok inti sepanjang triwulan III
2015 relatif terjaga. Tekanan inflasi pada kelompok ini
berasal dari meningkatnya harga sandang serta biaya
pendidikan, terutama di tingkat akademi/perguruan
tinggi. Pada September 2015, tekanan juga berasal dari
penguatan dolar AS yang berimbas pada kenaikan
harga emas perhiasan dan makanan jadi, seperti kue
ker ing berminyak. Namun demikian, inf las i
disumbangkan oleh menurunnya komoditas bahan
bangunan; meliputi semen, keramik, batu bata, dan
genting.
Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa
Tengah mengalami penurunan inflasi tahunan jika
dibandingkan dengan triwulan II 2015. Kota
Cilacap merupakan kota yang mengalami penurunan
inflasi tahunan terbesar pada triwulan laporan, diikuti
oleh Kota Surakarta dan Kota Semarang.
Di sisi lain, Kota Kudus merupakan kota yang
mencatatkan kenaikan inflasi. Dari keseluruhan 6
kota yang disurvei BPS, pada triwulan III, Kota Surakarta
menjadi kota dengan inflasi terendah, sementara inflasi
tertinggi terjadi di Kota Kudus (Tabel 2.3). Kota
Semarang dan Kota Surakarta mencatatkan bobot
yang paling besar, yakni sekitar 51% dan 17% dari
inflasi Jawa Tengah. Inflasi tahunan kedua kota tersebut
turun menjadi 5,88% (yoy) dan 5,27% (yoy), dari
triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy) dan 5,75%
(yoy).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah triwulan III 2015 sebesar 1,31%, sedangkan
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II
2015 sebesar 1,29%.
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, perlambatan
inflasi pada triwulan III 2015 dipengaruhi oleh
kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik,
gas, dan bahan bakar. Kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, & tembakau menyumbangkan
perlambatan seiring dengan normalisasi harga
komoditas pasca Lebaran, terutama untuk komoditas
nasi dengan lauk dan gula pasir. Sementara itu,
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
melambat di tengah penurunan tarif listrik dan Bahan
Bakar Rumah Tangga (BBRT) pada September 2015. Di
sisi lain, beberapa kelompok masih mencatatkan inflasi
yang meningkat, yakni kelompok bahan makanan dan
kelompok sandang (Tabel 2.4).
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat
melambat pada periode laporan. Inflasi kelompok
administered prices pada triwulan III 2015 turun
menjadi 0,72% (qtq) dan 9,52% (yoy), dari sebelumnya
2,71% (qtq) atau 11,01% (yoy). Penurunan harga
utamanya didorong oleh penurunan tarif listrik di bulan
September 2015 untuk beberapa golongan. Hal ini
ditambah dengan penurunan harga elpiji 12 kg serta
BBM Pertamax dan Pertalite di tengah penurunan harga
minyak dunia. Seluruh kebijakan tersebut mendorong
tekanan inflasi menurun di akhir triwulan laporan.
Inflasi kelompok administered prices periode
laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tercatat inflasi triwulan laporan sebesar 0,72% (qtq)
jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang
sebesar 2,09% (qtq). Secara keseluruhan, inflasi
kelompok ini tercatat lebih rendah dibandingkan
historis lima tahun terakhir yang sebesar 2,84% (qtq)
(Grafik 2.17).
Penurunan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh penurunan subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air. Penurunan tarif listrik
beberapa golongan mendorong penurunan inflasi
demikian halnya dengan komoditas elpiji dan
komoditas bensin. Semenjak 16 September 2015,
harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg) turun dari Rp
142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung. Sementara
itu, harga Pertamax dan Pertalite mengalami
penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak
dunia. Per 1 September 2015, harga Pertamax yang
sebelumnya berada Rp9.350 turun menjadi Rp9.000.
Begitu pula dengan Pertalite yang turun tipis sebesar
Rp100 sehingga berada di angka Rp8.300 (Grafik
2.12).
37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERSEN, MTM
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
2012 2013 2014 20152011
Inflasi Tarif ListrikGrafik 2.11Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2.84
1.28
7.71
2.09
0.72
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00 %, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Rata-rata2010-2014
III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan III
Grafik 2.9
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00 Harga naik per 18 November 2014
Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500
Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00
Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015
Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600
Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800
Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400
Harga naik per 1 Juni 2015 untuk BBM Non-subsidi
Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
0
5
10
15
20
25
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
%, YOY
2012
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices
Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan
utamanya bersumber dari penurunan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.
Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan
inflasi ialah tarif listrik. Pemerintah memutuskan untuk
menyesuaikan tarif listrik di tengah penurunan harga
minyak mentah Indonesia (ICP).
Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan
penurunan inflasi dari 2,63% (yoy) dari sebelumnya
3,08% (yoy) pada triwulan II 2015. Beberapa
komoditas yang menyumbangkan penurunan inflasi
meliputi asbes, batu, besi beton, dan keramik.
Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan
penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan
penurunan inflasi pada triwulan laporan.
2.2.3. Kelompok Lainnya
Kelompok bahan makanan mencatatkan
kenaikan inflasi tahunan dibandingkan dengan
periode laporan sebelumnya. Pada awal triwulan III
2015, kenaikan harga komoditas pangan di tengah
Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan inflasi kelompok
ini tercatat tinggi. Inflasi kelompok bahan makanan
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
% YOY
III
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8
% MTM
CORE VF ADM PRICE-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
III IV I
2014
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
II III
3,09
4,35
0,44
0,24
4,55
3,90
5,60
1,16
1,29
4,01
4,64
5,73
4,16
2,29
2,49
5,20
5,73
5,92
3,60
2,56
6,14
6,07
8,29
3,93
3,67
7,13
7,36
8,63
4,32
4,61
6,68
5,59
11,16
4,01
4,61
IV
8,09
6,41
15,31
3,77
4,37
2015
7,32
4,94
15,37
3,61
4,88
I (yoy)
5,91
3,08
14,38
3,18
4,27
II (yoy) III (yoy)
4,61
2,63
9,83
3,11
4,10
III (qtq)
0,37
0,30
0,09
0,62
1,01
tercatat sebesar 8,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 7,72% (yoy). Inflasi
di kelompok bahan makanan terutama disebabkan
oleh subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan
hasilnya dengan komoditas beras. Begitu pula dengan
kelompok sandang yang meningkat seiring dengan
meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian
pakaian menjelang Lebaran. Inflasi kelompok sandang
sebesar 3,26% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan lalu sebesar 3,13% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok
administered prices dan inti mengalami
penurunan di triwulan laporan. Penurunan tersebut
berasal dari kelompok administered prices, yakni dari
11,01% (yoy) menjadi 9,52% (yoy). Begitu pula dengan
inflasi inti menurun menjadi 3,75% (yoy), dari
sebelumnya 4,18% (yoy). Di sisi lain, kelompok volatile
food mencatatkan inflasi sebesar 8,56% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
7,82% (yoy) (Grafik 2.7).
2.3 Disagregasi Inflasi
36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices tercatat
melambat pada periode laporan. Inflasi kelompok
administered prices pada triwulan III 2015 turun
menjadi 0,72% (qtq) dan 9,52% (yoy), dari sebelumnya
2,71% (qtq) atau 11,01% (yoy). Penurunan harga
utamanya didorong oleh penurunan tarif listrik di bulan
September 2015 untuk beberapa golongan. Hal ini
ditambah dengan penurunan harga elpiji 12 kg serta
BBM Pertamax dan Pertalite di tengah penurunan harga
minyak dunia. Seluruh kebijakan tersebut mendorong
tekanan inflasi menurun di akhir triwulan laporan.
Inflasi kelompok administered prices periode
laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tercatat inflasi triwulan laporan sebesar 0,72% (qtq)
jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang
sebesar 2,09% (qtq). Secara keseluruhan, inflasi
kelompok ini tercatat lebih rendah dibandingkan
historis lima tahun terakhir yang sebesar 2,84% (qtq)
(Grafik 2.17).
Penurunan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh penurunan subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air. Penurunan tarif listrik
beberapa golongan mendorong penurunan inflasi
demikian halnya dengan komoditas elpiji dan
komoditas bensin. Semenjak 16 September 2015,
harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg) turun dari Rp
142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung. Sementara
itu, harga Pertamax dan Pertalite mengalami
penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak
dunia. Per 1 September 2015, harga Pertamax yang
sebelumnya berada Rp9.350 turun menjadi Rp9.000.
Begitu pula dengan Pertalite yang turun tipis sebesar
Rp100 sehingga berada di angka Rp8.300 (Grafik
2.12).
37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERSEN, MTM
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
2012 2013 2014 20152011
Inflasi Tarif ListrikGrafik 2.11Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
2.84
1.28
7.71
2.09
0.72
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00 %, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Rata-rata2010-2014
III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan III
Grafik 2.9
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00 Harga naik per 18 November 2014
Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500
Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00
Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015
Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600
Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800
Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400
Harga naik per 1 Juni 2015 untuk BBM Non-subsidi
Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
0
5
10
15
20
25
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
%, YOY
2012
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices
Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan
utamanya bersumber dari penurunan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.
Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan
inflasi ialah tarif listrik. Pemerintah memutuskan untuk
menyesuaikan tarif listrik di tengah penurunan harga
minyak mentah Indonesia (ICP).
Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan
penurunan inflasi dari 2,63% (yoy) dari sebelumnya
3,08% (yoy) pada triwulan II 2015. Beberapa
komoditas yang menyumbangkan penurunan inflasi
meliputi asbes, batu, besi beton, dan keramik.
Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan
penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan
penurunan inflasi pada triwulan laporan.
2.2.3. Kelompok Lainnya
Kelompok bahan makanan mencatatkan
kenaikan inflasi tahunan dibandingkan dengan
periode laporan sebelumnya. Pada awal triwulan III
2015, kenaikan harga komoditas pangan di tengah
Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan inflasi kelompok
ini tercatat tinggi. Inflasi kelompok bahan makanan
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
% YOY
III
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8
% MTM
CORE VF ADM PRICE-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
III IV I
2014
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
II III
3,09
4,35
0,44
0,24
4,55
3,90
5,60
1,16
1,29
4,01
4,64
5,73
4,16
2,29
2,49
5,20
5,73
5,92
3,60
2,56
6,14
6,07
8,29
3,93
3,67
7,13
7,36
8,63
4,32
4,61
6,68
5,59
11,16
4,01
4,61
IV
8,09
6,41
15,31
3,77
4,37
2015
7,32
4,94
15,37
3,61
4,88
I (yoy)
5,91
3,08
14,38
3,18
4,27
II (yoy) III (yoy)
4,61
2,63
9,83
3,11
4,10
III (qtq)
0,37
0,30
0,09
0,62
1,01
tercatat sebesar 8,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 7,72% (yoy). Inflasi
di kelompok bahan makanan terutama disebabkan
oleh subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan
hasilnya dengan komoditas beras. Begitu pula dengan
kelompok sandang yang meningkat seiring dengan
meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian
pakaian menjelang Lebaran. Inflasi kelompok sandang
sebesar 3,26% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan lalu sebesar 3,13% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok
administered prices dan inti mengalami
penurunan di triwulan laporan. Penurunan tersebut
berasal dari kelompok administered prices, yakni dari
11,01% (yoy) menjadi 9,52% (yoy). Begitu pula dengan
inflasi inti menurun menjadi 3,75% (yoy), dari
sebelumnya 4,18% (yoy). Di sisi lain, kelompok volatile
food mencatatkan inflasi sebesar 8,56% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
7,82% (yoy) (Grafik 2.7).
2.3 Disagregasi Inflasi
36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17
BULAN YAD3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
INDEKS
7 8 9130
140
150
160
170
180
190
200
Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18
tren output gap yang cenderung meningkat (Grafik
2.16). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
pelemahan daya beli masyarakat pada triwulan
laporan.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan III 2015 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 6 bulan ke depan oleh
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
pada triwulan III sejalan dengan ekspektasi harga 3
bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
pada triwulan laporan, meskipun terjadi
penguatan kurs Dolar AS. Tekanan imported
inflation yang tercermin dari kelompok inti traded
mencatatkan penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi di
tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan
laporan. Pada triwulan III, rata-rata nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS sebesar Rp13.856,65, atau
melemah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3Rp13.127,15.
2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food meningkat pada periode
laporan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,56%
(yoy), naik dibandingkan triwulan lalu sebesar 7,82%
(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata
lima tahun yang sebesar 7,92% (yoy). Kenaikan ini
utamanya disumbangkan oleh komoditas beras seiring
dengan berkurangnya pasokan di tengah musim
kemarau.
Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan
mencatatkan penurunan, dari sebelumnya 2,23%
(qtq) pada triwulan II 2015 menjadi 1,63% (qtq) pada
triwulan III 2015. Penurunan ini didorong oleh
normalisasi harga komoditas pangan pasca Ramadhan
dan Idul Fitri. Hal tersebut terlihat dari pola inflasi
bulanan. Pada bulan Juli, inflasi kelompok ini sempat
meningkat seiring adanya momen Idul Fitri. Namun
demikian, pada bulan Agustus dan September, terjadi
penurunan inflasi di tengah meredanya permintaan dan
terjaganya pasokan.
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014I
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Bloomberg.3.
39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Di sisi lain, Peraturan Menteri Perhubungan No.
126/2015 yang menginstruksikan penyesuaian batas
atas dan bawah tarif angkutan udara meningkat
sebesar 10% dan batas bawah dikoreksi dari
sebelumnya sebesar 40% dari batas atasnya menjadi
30%, menyebabkan deflasi tidak sedalam sebelumnya
Sementara itu, kenaikan harga komoditas rokok kretek
meningkat di akhir triwulan III 2015 karena kenaikan
cukai rokok.
2.3.2. Kelompok IntiInflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi
kelompok inti turun menjadi 3,75% (yoy) dari
sebelumnya 4,18% (yoy) pada triwulan lalu.
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 3,81% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada
subkelompok non-traded dan traded. Dari sisi
permintaan, melambatnya inflasi inti disumbang oleh
menurunnya harga komoditas bahan bangunan,
meliputi semen, keramik, batu bata, dan genting.
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan
mencatatkan kenaikan, dari sebelumnya 0,58%
(qtq) menjadi 0,93% (qtq) pada triwulan laporan.
Ditinjau dari subkelompoknya, kenaikan ini didorong
oleh peningkatan inflasi inti non-traded, terutama
terkait peningkatan harga sandang. Berdasarkan
historisnya, inflasi inti triwulanan ini lebih rendah
dibandingkan historis lima tahun terakhir yang sebesar
1,67% (qtq).
Inflasi kelompok inti mencatatkan angka yang
lebih rendah dibandingkan periode yang sama
pada tahun lalu. Pada triwulan III 2014, inflasi inti
tercatat sebesar 1,35% (qtq) atau 4,17% (yoy) (Grafik
2.15).
Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi dari penurunan ekspektasi harga
oleh masyarakat semenjak 6 bulan lalu. Namun
demikian, penurunan inflasi inti ini tidak terlihat dari
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan III
Grafik 2.15
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
-4.0
-3.0
-2.0
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%,YOY %
III
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.16
38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
1.67
2.39
1.35
0.93
Rata-rata2010-2014
III - 2012 III - 2013 III - 2014
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
7 8 9
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17
BULAN YAD3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
INDEKS
7 8 9130
140
150
160
170
180
190
200
Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18
tren output gap yang cenderung meningkat (Grafik
2.16). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
pelemahan daya beli masyarakat pada triwulan
laporan.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan III 2015 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 6 bulan ke depan oleh
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
pada triwulan III sejalan dengan ekspektasi harga 3
bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
pada triwulan laporan, meskipun terjadi
penguatan kurs Dolar AS. Tekanan imported
inflation yang tercermin dari kelompok inti traded
mencatatkan penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi di
tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan
laporan. Pada triwulan III, rata-rata nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS sebesar Rp13.856,65, atau
melemah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3Rp13.127,15.
2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food meningkat pada periode
laporan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 8,56%
(yoy), naik dibandingkan triwulan lalu sebesar 7,82%
(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata
lima tahun yang sebesar 7,92% (yoy). Kenaikan ini
utamanya disumbangkan oleh komoditas beras seiring
dengan berkurangnya pasokan di tengah musim
kemarau.
Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan
mencatatkan penurunan, dari sebelumnya 2,23%
(qtq) pada triwulan II 2015 menjadi 1,63% (qtq) pada
triwulan III 2015. Penurunan ini didorong oleh
normalisasi harga komoditas pangan pasca Ramadhan
dan Idul Fitri. Hal tersebut terlihat dari pola inflasi
bulanan. Pada bulan Juli, inflasi kelompok ini sempat
meningkat seiring adanya momen Idul Fitri. Namun
demikian, pada bulan Agustus dan September, terjadi
penurunan inflasi di tengah meredanya permintaan dan
terjaganya pasokan.
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014I
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Bloomberg.3.
39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Di sisi lain, Peraturan Menteri Perhubungan No.
126/2015 yang menginstruksikan penyesuaian batas
atas dan bawah tarif angkutan udara meningkat
sebesar 10% dan batas bawah dikoreksi dari
sebelumnya sebesar 40% dari batas atasnya menjadi
30%, menyebabkan deflasi tidak sedalam sebelumnya
Sementara itu, kenaikan harga komoditas rokok kretek
meningkat di akhir triwulan III 2015 karena kenaikan
cukai rokok.
2.3.2. Kelompok IntiInflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi
kelompok inti turun menjadi 3,75% (yoy) dari
sebelumnya 4,18% (yoy) pada triwulan lalu.
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 3,81% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada
subkelompok non-traded dan traded. Dari sisi
permintaan, melambatnya inflasi inti disumbang oleh
menurunnya harga komoditas bahan bangunan,
meliputi semen, keramik, batu bata, dan genting.
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, MTM
2012 2013 2014 20152011
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan
mencatatkan kenaikan, dari sebelumnya 0,58%
(qtq) menjadi 0,93% (qtq) pada triwulan laporan.
Ditinjau dari subkelompoknya, kenaikan ini didorong
oleh peningkatan inflasi inti non-traded, terutama
terkait peningkatan harga sandang. Berdasarkan
historisnya, inflasi inti triwulanan ini lebih rendah
dibandingkan historis lima tahun terakhir yang sebesar
1,67% (qtq).
Inflasi kelompok inti mencatatkan angka yang
lebih rendah dibandingkan periode yang sama
pada tahun lalu. Pada triwulan III 2014, inflasi inti
tercatat sebesar 1,35% (qtq) atau 4,17% (yoy) (Grafik
2.15).
Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi dari penurunan ekspektasi harga
oleh masyarakat semenjak 6 bulan lalu. Namun
demikian, penurunan inflasi inti ini tidak terlihat dari
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan III
Grafik 2.15
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
-4.0
-3.0
-2.0
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%,YOY %
III
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.16
38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
1.67
2.39
1.35
0.93
Rata-rata2010-2014
III - 2012 III - 2013 III - 2014
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam RasGrafik 2.28
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam RasGrafik 2.27
20132012 201520142011
-6
-4
-2
0
2
4
6
8 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas LeleGrafik 2.25
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahInflasi Bulanan Komoditas MujairGrafik 2.26
daging dan hasilnya mencatatkan deflasi lebih dalam
menjadi -2,13% (yoy) dari sebelumnya -1,63% (yoy).
Sementara itu, inflasi kelompok telur, susu, dan hasil-
hasilnya, serta inflasi kelompok bumbu-bumbuan turun
masing-masing tercatat sebesar 4,12% (yoy) dan
33,80%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015
yang sebesar 5,14% (yoy) dan 38,87% (yoy).
Pada akhir triwulan III 2015, deflasi tahunan
kelompok daging utamanya berasal dari
komodi tas dag ing ayam ras d i tengah
melimpahnya pasokan. Komoditas ini mencatatkan
deflasi yang lebih dalam, dari -3,48% (yoy) menjadi -
8,43% (yoy) (Grafik 2.27).
Di sisi lain, perlambatan inflasi kelompok bumbu-
bumbuan utamanya didorong oleh cabai merah
dan bawang merah yang tengah memasuki masa
panen di akhir triwulan III 2015 (Grafik 2.26 & 2.27).
Bawang merah mengalami penurunan inflasi menjadi
21,92% (yoy), dari sebelumnya 36,38% (yoy) pada
triwulan lalu di tengah peningkatan produksi panen di
sentra produksi, terutama Brebes.
Sumber: BPS, diolah
20132012 201520142011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80 %, MTM
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.29
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.30
41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
I
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.22
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012
I
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.23
20132012
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
RATA-RATA 2010-2014 20152014
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III
Grafik 2.20
3.15
1.75
5.35
0.931.63
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00 %,QTQ
RATA-RATA2010-2014
III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III
Grafik 2.21
Inflasi kelompok volatile food tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat angka inflasi triwulan III 2014
sebesar 3,82% (qtq) atau 7,99% (yoy). Meningkatnya
inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh
subkelompok padi-padian dan subkelompok ikan segar
dengan inflasi masing-masing sebesar 13,47% (yoy)
dan 11,51% (yoy) (Grafik 2.22).
Inflasi pada subkelompok padi-padian, umbi-
umbian, dan hasilnya meningkat menjadi 13,47%
(yoy) dari sebelumnya 9,14% (yoy). Adapun komoditas
yang menyumbangkan inflasi berasal dari komoditas
beras dengan sumbangan inflasi tahunan sebesar
0,66% (Grafik 2.24). Peningkatan inflasi ini didorong
oleh menipisnya pasokan seiring dengan masuknya
musim tanam di tengah musim kemarau yang
berkepanjangan. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
menyatakan bahwa masa panen dapat mundur hingga
bulan April 2016.
Pada subkelompok ikan segar, inflasi meningkat
menjadi 11,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 8,03% (yoy). Adapun
komoditas yang memberikan sumbangan inflasi
berasal dari komoditas lele dan mujair.
Di lain pihak, beberapa kelompok lainnya
mencatatkan penurunan inflasi, meliputi
kelompok daging-dagingan dan hasilnya,
kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya serta
kelompok bumbu-bumbuan. Kelompok daging-
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
20132012 201520142011
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.24
40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas Telur Ayam RasGrafik 2.28
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas Daging Ayam RasGrafik 2.27
20132012 201520142011
-6
-4
-2
0
2
4
6
8 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas LeleGrafik 2.25
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahInflasi Bulanan Komoditas MujairGrafik 2.26
daging dan hasilnya mencatatkan deflasi lebih dalam
menjadi -2,13% (yoy) dari sebelumnya -1,63% (yoy).
Sementara itu, inflasi kelompok telur, susu, dan hasil-
hasilnya, serta inflasi kelompok bumbu-bumbuan turun
masing-masing tercatat sebesar 4,12% (yoy) dan
33,80%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015
yang sebesar 5,14% (yoy) dan 38,87% (yoy).
Pada akhir triwulan III 2015, deflasi tahunan
kelompok daging utamanya berasal dari
komodi tas dag ing ayam ras d i tengah
melimpahnya pasokan. Komoditas ini mencatatkan
deflasi yang lebih dalam, dari -3,48% (yoy) menjadi -
8,43% (yoy) (Grafik 2.27).
Di sisi lain, perlambatan inflasi kelompok bumbu-
bumbuan utamanya didorong oleh cabai merah
dan bawang merah yang tengah memasuki masa
panen di akhir triwulan III 2015 (Grafik 2.26 & 2.27).
Bawang merah mengalami penurunan inflasi menjadi
21,92% (yoy), dari sebelumnya 36,38% (yoy) pada
triwulan lalu di tengah peningkatan produksi panen di
sentra produksi, terutama Brebes.
Sumber: BPS, diolah
20132012 201520142011
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80 %, MTM
Sumber: BPS, diolah
Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.29
20132012 201520142011
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.30
41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
I
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.22
%, YOY
II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 20152012
I
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food
Grafik 2.23
20132012
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
RATA-RATA 2010-2014 20152014
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III
Grafik 2.20
3.15
1.75
5.35
0.931.63
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00 %,QTQ
RATA-RATA2010-2014
III - 2012 III - 2013 III - 2014 III - 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan III
Grafik 2.21
Inflasi kelompok volatile food tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat angka inflasi triwulan III 2014
sebesar 3,82% (qtq) atau 7,99% (yoy). Meningkatnya
inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh
subkelompok padi-padian dan subkelompok ikan segar
dengan inflasi masing-masing sebesar 13,47% (yoy)
dan 11,51% (yoy) (Grafik 2.22).
Inflasi pada subkelompok padi-padian, umbi-
umbian, dan hasilnya meningkat menjadi 13,47%
(yoy) dari sebelumnya 9,14% (yoy). Adapun komoditas
yang menyumbangkan inflasi berasal dari komoditas
beras dengan sumbangan inflasi tahunan sebesar
0,66% (Grafik 2.24). Peningkatan inflasi ini didorong
oleh menipisnya pasokan seiring dengan masuknya
musim tanam di tengah musim kemarau yang
berkepanjangan. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
menyatakan bahwa masa panen dapat mundur hingga
bulan April 2016.
Pada subkelompok ikan segar, inflasi meningkat
menjadi 11,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 8,03% (yoy). Adapun
komoditas yang memberikan sumbangan inflasi
berasal dari komoditas lele dan mujair.
Di lain pihak, beberapa kelompok lainnya
mencatatkan penurunan inflasi, meliputi
kelompok daging-dagingan dan hasilnya,
kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya serta
kelompok bumbu-bumbuan. Kelompok daging-
%, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
20132012 201520142011
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.24
40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
2015 TW II 2015 TW IIICILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12 % YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORCILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw III 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Secara umum, lima dari enam kota yang disurvei
oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan penurunan
inflasi. Perlambatan inflasi terbesar terjadi di Kota
Cilacap, dari sebelumnya 6,09% (yoy) menjadi 5,42%
(yoy). Sementara itu, inflasi di Kota Semarang yang
menyumbangkan bobot inflasi terbesar di Provinsi Jawa
Tengah tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari
triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy). Di sisi lain,
peningkatan inflasi terjadi di Kota Kudus yang
mencatatkan inflasi sebesar 6,58% (yoy) pada triwulan
III 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang sebesar 6,17% (yoy) (Grafik 2.31 dan
2.32).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,31%.
Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut
sebesar 1,29%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus
yang kemudian diikuti oleh Kota Tegal dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 6,58% (yoy) dan 6,23%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 5,27% (yoy)
(Grafik 2.29).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota memiliki inflasi rendah untuk kelompok
sandang. Di sisi lain, kelompok bahan makanan dan
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
masih mencatatkan inflasi yang tinggi. Kondisi ini
terlihat pada inflasi di Kota Semarang dan Kota
Surakarta yang memiliki bobot dominan bagi inflasi
Jawa Tengah. Di kedua kota tersebut, inflasi kelompok
bahan makanan terpantau relatif tinggi disebabkan
karena kedua kota tersebut bukan merupakan daerah
penghasil komoditas bahan makanan, namun memiliki
jumlah permintaan domestik yang relatif besar.
Pada triwulan III 2015, komoditas dalam
kelompok volatile food yang mendorong
perlambatan inflasi, meliputi daging ayam ras, telur
ayam ras, cabai merah, dan bawang merah. Sementara
itu, komoditas beras menjadi komoditas penyumbang
inflasi terbesar di 5 kota di Jawa Tengah. Adapun biaya
pendidikan akademi/perguruan tinggi menjadi
komoditas penyumbang inflasi tertinggi di Semarang.
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
I
2015
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
5.42 5.28 6.58 5.27 5.88 6.234
5
6
7
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
II
5.78
6.83
III
Inflasi Tahunan Triwulan III 2015Grafik 2.31 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.4 Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
2015 TW II 2015 TW IIICILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12 % YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORCILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw III 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Secara umum, lima dari enam kota yang disurvei
oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan penurunan
inflasi. Perlambatan inflasi terbesar terjadi di Kota
Cilacap, dari sebelumnya 6,09% (yoy) menjadi 5,42%
(yoy). Sementara itu, inflasi di Kota Semarang yang
menyumbangkan bobot inflasi terbesar di Provinsi Jawa
Tengah tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari
triwulan lalu yang sebesar 6,34% (yoy). Di sisi lain,
peningkatan inflasi terjadi di Kota Kudus yang
mencatatkan inflasi sebesar 6,58% (yoy) pada triwulan
III 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang sebesar 6,17% (yoy) (Grafik 2.31 dan
2.32).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,31%.
Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut
sebesar 1,29%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus
yang kemudian diikuti oleh Kota Tegal dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 6,58% (yoy) dan 6,23%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 5,27% (yoy)
(Grafik 2.29).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota memiliki inflasi rendah untuk kelompok
sandang. Di sisi lain, kelompok bahan makanan dan
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
masih mencatatkan inflasi yang tinggi. Kondisi ini
terlihat pada inflasi di Kota Semarang dan Kota
Surakarta yang memiliki bobot dominan bagi inflasi
Jawa Tengah. Di kedua kota tersebut, inflasi kelompok
bahan makanan terpantau relatif tinggi disebabkan
karena kedua kota tersebut bukan merupakan daerah
penghasil komoditas bahan makanan, namun memiliki
jumlah permintaan domestik yang relatif besar.
Pada triwulan III 2015, komoditas dalam
kelompok volatile food yang mendorong
perlambatan inflasi, meliputi daging ayam ras, telur
ayam ras, cabai merah, dan bawang merah. Sementara
itu, komoditas beras menjadi komoditas penyumbang
inflasi terbesar di 5 kota di Jawa Tengah. Adapun biaya
pendidikan akademi/perguruan tinggi menjadi
komoditas penyumbang inflasi tertinggi di Semarang.
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
I
2015
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
5.42 5.28 6.58 5.27 5.88 6.234
5
6
7
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
II
5.78
6.83
III
Inflasi Tahunan Triwulan III 2015Grafik 2.31 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.4 Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
SUPLEMEN III
dewasa namun sebenarnya infeksinya terjadi saat masih
dalam pesemaian seperti penyakit virus gemini dan
penyakit Phytophtora. Selain faktor kesehatan dan
kualitas bibit siap tanam yang dihasilkan, dalam usaha
pesemaian juga perlu diperhatikan pengaturan volume
benih yang akan disemai, dan jadwal produksi juga perlu
dikelola/direncanakan dengan baik agar usaha
pesemaian dapat terintegrasi dengan usaha pertanaman
cabai yang dikelola petani.
Dalam usaha cabai, yang juga tidak kalah pentingnya
adalah koordinasi antar petani dalam kelompok tani
dalam hal pengaturan jadwal tanam dan panen agar
nantinya petani mendapatkan harga yang baik saat
panen. Selama ini, setiap panen tiba sebagian besar
petani cabai memiliki bargaining position yang kurang
menguntungkan di hadapan pembeli/pasar karena pola
panen yang serempak untuk luasan lahan yang besar,
dan antar petani tidak saling mengetahui siapa saja dan
berapa banyak yang panen pada hari itu. Tidak adanya
koordinasi antar petani ini dimanfaatkan oleh para
pedagang untuk mengadu harga saat panen sehingga
pedagang mendapatkan harga beli yang terendah dari
petani. Oleh karena itu, petani perlu merencanakan
jadwal tanam dan panen secara terkoordinasi dengan
petani-petani lain.
Adanya perencanaan dan koordinasi yang baik antar
petani cabai diharapkan dapat menghindari terjadinya
over produks i pada saat-saat ter tentu yang
mengakibatkan jatuhnya harga sehingga petani merugi.
Harga panen yang tetap menguntungkan ini menjadi
syarat agar petani tetap termotivasi untuk menanam
cabai. Selain itu, dengan jadwal tanam dan panen yang
lebih terencana, kontinuitas pasokan cabai dapat lebih
terjaga sehingga harga cabai tidak melambung tinggi.
Pengaturan Jadwal Tanam dan PanenMelalui Koordinasi Antar Petani
3 bulan namun pada bulan September 2015 harga cabai
rawit justru anjlok hingga 20,43% dan penurunan
tersebut terus berlanjut hingga bulan Oktober 2015.
Dalam rangka meredam gejolak atau fluktuasi harga
cabai tersebut, perlu dilakukan upaya peningkatan
produksi cabai agar terjaga ketersediaan supply cabai di
pasar. Beberapa hal yang dapat ditempuh antara lain
melalui 1) Peningkatan kapasitas petani cabai dalam
budidaya terutama dalam hal pembuatan pesemaian
yang nantinya akan menghasilkan bibit cabai, serta 2)
pendampingan perencanaaan produksi berupa pelatihan
pembuatan jadwal tanam dan panen secara kolektif
sehingga supply/produksi dapat dikelola dengan lebih
baik dan kontinuitas hasil panennya lebih terjaga.
Pesemaian Bibit CabaiTahap pesemaian memiliki kontribusi besar dalam
membentuk produktivitas tanaman cabai dewasa
nantinya. Benih unggul akan tetap menjadi tanaman
yang produktivitasnya tinggi bila proses persemaiannya
dikelola dengan baik. Pesemaian yang baik akan
menghasilkan bibit yang sehat. Untuk mendapatkan
bibit yang sehat maka perlu media pesemaian yang sehat
dan bernutrisi cukup, serta perawatan yang baik agar
bibit tidak terinfeksi hama penyakit yang dapat
menurunkan produktivitas nantinya. Banyak hama dan
penyakit tanaman cabai yang menyerang tanaman
SUPLEMEN III
Cabai merupakan salah satu komoditi dengan tingkat
volatilitas harga yang sangat tinggi. Tentu saja hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap inflasi terutama
inflasi kelompok volatile food. Dengan kondisi tersebut,
diperlukan adanya intervensi untuk mencapai dan selalu
menjaga keseimbangan antara supply dan demand atas
komoditi hortikultura ini. Sebagai contoh, harga cabai
rawit merah di Pasar Legi Kota Surakarta selama tahun
2015 ini berfluktuasi mulai dari Rp10.000,00 per kg
hingga mencapai titik tertinggi sebesar Rp63.000,00 per
kg saat pasokan langka di pasaran. Ketika panen cabai
mulai tiba di akhir Triwulan III-2015, harga cabai tersebut
berangsur-angsur turun ke level Rp10.000,00 per kg.
Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan rilis inflasi kota
Surakarta, komoditas cabai menjadi komoditas dengan
frekuensi penyumbang inflasi yang cukup sering,
terbukti sejak tahun 2015, komoditas cabai baik cabai
merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang inflasi
sebanyak masing-masing 1 kali dan 4 kali. Namun di sisi
lain, komoditas cabai merah dan cabai rawit juga kerap
menjadi penyumbang deflasi di Kota Surakarta yaitu
masing-masing sebanyak 4 kali dan 5 kali sejak Januari
2015 hingga Oktober 2015. Hal tersebut membuktikan
tingginya volatilitas harga cabai di kota Surakarta. Selain
itu, volatilitas harga cabai terlihat dari rilis inflasi di mana
pada bulan Juni hingga Agustus 2015, komoditas cabai
rawit tercatat mengalami inflasi hingga 116,34% selama
MEREDAM VOLATILITAS HARGA CABAI DI SOLORAYA
Grafik 1. Perkembangan Harga Cabai di Pasar Legi Kota Surakarta Grafik 2. Perkembangan Inflasi Cabai Merah Kota Surakarta
1
Disusun oleh Analis KPw BI Solo1.
-60.0
-40.0
-20.0
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Jun'15 Jul'15 Agu'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15
RP PER KG
CABAI 2013 CABAI 2014 CABAI 2015 RATA-RATA CABE 2 TAHUN
CABAI MERAH BESAR/BIASA CABAI MERAH KRITING (TAMPAR)
CABAI RAWIT HIJAU RATA-RATA CABE 2 TAHUN
45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH44 PERKEMBANGAN
INFLASI JAWA TENGAH
SUPLEMEN III
dewasa namun sebenarnya infeksinya terjadi saat masih
dalam pesemaian seperti penyakit virus gemini dan
penyakit Phytophtora. Selain faktor kesehatan dan
kualitas bibit siap tanam yang dihasilkan, dalam usaha
pesemaian juga perlu diperhatikan pengaturan volume
benih yang akan disemai, dan jadwal produksi juga perlu
dikelola/direncanakan dengan baik agar usaha
pesemaian dapat terintegrasi dengan usaha pertanaman
cabai yang dikelola petani.
Dalam usaha cabai, yang juga tidak kalah pentingnya
adalah koordinasi antar petani dalam kelompok tani
dalam hal pengaturan jadwal tanam dan panen agar
nantinya petani mendapatkan harga yang baik saat
panen. Selama ini, setiap panen tiba sebagian besar
petani cabai memiliki bargaining position yang kurang
menguntungkan di hadapan pembeli/pasar karena pola
panen yang serempak untuk luasan lahan yang besar,
dan antar petani tidak saling mengetahui siapa saja dan
berapa banyak yang panen pada hari itu. Tidak adanya
koordinasi antar petani ini dimanfaatkan oleh para
pedagang untuk mengadu harga saat panen sehingga
pedagang mendapatkan harga beli yang terendah dari
petani. Oleh karena itu, petani perlu merencanakan
jadwal tanam dan panen secara terkoordinasi dengan
petani-petani lain.
Adanya perencanaan dan koordinasi yang baik antar
petani cabai diharapkan dapat menghindari terjadinya
over produks i pada saat-saat ter tentu yang
mengakibatkan jatuhnya harga sehingga petani merugi.
Harga panen yang tetap menguntungkan ini menjadi
syarat agar petani tetap termotivasi untuk menanam
cabai. Selain itu, dengan jadwal tanam dan panen yang
lebih terencana, kontinuitas pasokan cabai dapat lebih
terjaga sehingga harga cabai tidak melambung tinggi.
Pengaturan Jadwal Tanam dan PanenMelalui Koordinasi Antar Petani
3 bulan namun pada bulan September 2015 harga cabai
rawit justru anjlok hingga 20,43% dan penurunan
tersebut terus berlanjut hingga bulan Oktober 2015.
Dalam rangka meredam gejolak atau fluktuasi harga
cabai tersebut, perlu dilakukan upaya peningkatan
produksi cabai agar terjaga ketersediaan supply cabai di
pasar. Beberapa hal yang dapat ditempuh antara lain
melalui 1) Peningkatan kapasitas petani cabai dalam
budidaya terutama dalam hal pembuatan pesemaian
yang nantinya akan menghasilkan bibit cabai, serta 2)
pendampingan perencanaaan produksi berupa pelatihan
pembuatan jadwal tanam dan panen secara kolektif
sehingga supply/produksi dapat dikelola dengan lebih
baik dan kontinuitas hasil panennya lebih terjaga.
Pesemaian Bibit CabaiTahap pesemaian memiliki kontribusi besar dalam
membentuk produktivitas tanaman cabai dewasa
nantinya. Benih unggul akan tetap menjadi tanaman
yang produktivitasnya tinggi bila proses persemaiannya
dikelola dengan baik. Pesemaian yang baik akan
menghasilkan bibit yang sehat. Untuk mendapatkan
bibit yang sehat maka perlu media pesemaian yang sehat
dan bernutrisi cukup, serta perawatan yang baik agar
bibit tidak terinfeksi hama penyakit yang dapat
menurunkan produktivitas nantinya. Banyak hama dan
penyakit tanaman cabai yang menyerang tanaman
SUPLEMEN III
Cabai merupakan salah satu komoditi dengan tingkat
volatilitas harga yang sangat tinggi. Tentu saja hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap inflasi terutama
inflasi kelompok volatile food. Dengan kondisi tersebut,
diperlukan adanya intervensi untuk mencapai dan selalu
menjaga keseimbangan antara supply dan demand atas
komoditi hortikultura ini. Sebagai contoh, harga cabai
rawit merah di Pasar Legi Kota Surakarta selama tahun
2015 ini berfluktuasi mulai dari Rp10.000,00 per kg
hingga mencapai titik tertinggi sebesar Rp63.000,00 per
kg saat pasokan langka di pasaran. Ketika panen cabai
mulai tiba di akhir Triwulan III-2015, harga cabai tersebut
berangsur-angsur turun ke level Rp10.000,00 per kg.
Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan rilis inflasi kota
Surakarta, komoditas cabai menjadi komoditas dengan
frekuensi penyumbang inflasi yang cukup sering,
terbukti sejak tahun 2015, komoditas cabai baik cabai
merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang inflasi
sebanyak masing-masing 1 kali dan 4 kali. Namun di sisi
lain, komoditas cabai merah dan cabai rawit juga kerap
menjadi penyumbang deflasi di Kota Surakarta yaitu
masing-masing sebanyak 4 kali dan 5 kali sejak Januari
2015 hingga Oktober 2015. Hal tersebut membuktikan
tingginya volatilitas harga cabai di kota Surakarta. Selain
itu, volatilitas harga cabai terlihat dari rilis inflasi di mana
pada bulan Juni hingga Agustus 2015, komoditas cabai
rawit tercatat mengalami inflasi hingga 116,34% selama
MEREDAM VOLATILITAS HARGA CABAI DI SOLORAYA
Grafik 1. Perkembangan Harga Cabai di Pasar Legi Kota Surakarta Grafik 2. Perkembangan Inflasi Cabai Merah Kota Surakarta
1
Disusun oleh Analis KPw BI Solo1.
-60.0
-40.0
-20.0
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Jun'15 Jul'15 Agu'15 Sep'15 Okt'15 Nov'15
RP PER KG
CABAI 2013 CABAI 2014 CABAI 2015 RATA-RATA CABE 2 TAHUN
CABAI MERAH BESAR/BIASA CABAI MERAH KRITING (TAMPAR)
CABAI RAWIT HIJAU RATA-RATA CABE 2 TAHUN
45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH44 PERKEMBANGAN
INFLASI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III 2015 masih terjaga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami
pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Namun
demikian, kredit mengalami pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan
dengan triwulan lalu.
Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan kredit
dibandingkan dengan triwulan II 2015.
Pada triwulan III 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
Membanjirnya bawang putih impor yang menguasai
hampir 97% pasokan nasional membuat produk lokal
tersisihkan. Tergerak untuk mengubah kondisi tersebut,
Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah
Kabupaten Tegal menginisiasi pengembangan demplot
bawang putih di Desa Tuwel dengan dua varietas benih
unggul, yakni Tawangmangu Baru dan Lumbu Hijau.
Dari hasil panen pada lahan demplot yang dilakukan di
lahan milik Kelompok Berkah Tani di Desa Tuwel,
Kecamatan Bojong seluas 3.000 meter persegi, diperoleh
hasil (panen basah) sebesar 6,2 ton (ekuivalen 22,5 ton
per hektar) varietas Tawangmangu Baru dan 1,5 ton
(ekuivalen 7 ton per hektar) varietas Lumbu Hijau.
Kabupaten Tegal saat ini telah ditunjuk sebagai lokasi
pilot project pengembangan komoditas bawang putih di
Indonesia, dengan tujuan menekan laju inflasi dan
mengurangi impor. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
bawang putih nasional, pemerintah masih melakukan
impor sekitar 500 ribu ton setiap tahun, atau setara
dengan Rp4 triliun.
SUMUT
SUMBAR
JAMBI
JABAR
JATENG
JATIM
BALI
NTB
NTT
0%5%
1%
9%
24%
4%
0%
56% 9%
0%6%
1%
8%
28%
4% 1%
43% 9%SUMUT
SUMBAR
JAMBI
JABAR
JATENG
JATIM
BALI
NTB
NTT
SUPLEMEN IV
Kabupaten Tegal didominasi oleh wilayah pertanian
dengan luasan sebesar 402,84 km2 atau 45,84% total
luas wilayah Tegal berupa lahan sawah. Jumlah
penduduk Tegal yang menggantungkan pencaharian
dari pertanian berjumlah hampir 33%. Selain itu,
lapangan usaha Pertanian mendukung 16,43% PDRB,
dengan pertumbuhan di lapangan usaha ini mencapai
2,46% (BPS Kabupaten Tegal).
Provinsi Jawa Tengah menyumbangkan 28% pangsa luas
panen bawang putih di tingkat nasional, dengan
menempati posisi kedua terbesar setelah NTB.
Kabupaten Tegal sendiri pernah meraih prestasi sebagai
salah satu daerah swasembada beras dan menjadi
lumbung padi Provinsi Jawa Tengah bagian tengah.
Pada era 1990-an, Kabupaten Tegal berjaya menjadi
salah satu sentra penghasil bawang putih terbesar di
Indonesia. Namun demikian, hasil pertanian bawang
putih kemudian menurun drastis karena terkena imbas
kebijakan kemudahan impor dengan harga bawang
putih impor lebih rendah. Semenjak saat itu, para petani
urung menanam bawang putih dan beralih menanam
sayur.
UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI BAWANG PUTIH LOKALDI KABUPATEN TEGAL
Grafik 1. Pangsa Luas Panen Bawang Putih Lokal Tahun 2014 Grafik 2. Produksi dan Produktivitas Bawang Putih Jawa Tengah
1
Disusun oleh Analis KPw BI Tegal1.
2,38
8
2,22
3
3,94
5
5,24
2
4,0
74
5.39
6.37
8.05 7.19 7.53
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2010 2011 2012 2013 2014
PRODUKSI (TON) PRODUKTIVITAS (TON/HA)
Tabel 1 Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Beberapa Wilayah Sentradi Jawa Tengah
Grafik 3. Pangsa Produksi Bawang Putih dari Wilayah Sentra di Jawa Tengah
JAWA TENGAH LUAS PANEN (Ha)
WONOSOBO
MAGELANG
WONOGIRI
KARANGANYAR
TEMANGGUNG
PEMALANG
TEGAL
BREBES
TOTAL
27
66
4
73
298
21
33
19
541
1.263
3.102
184
9.843
19.731
2.218
2.121
2.260
40.722
PRODUKSI (Kw)
46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III 2015 masih terjaga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami
pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Namun
demikian, kredit mengalami pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan
dengan triwulan lalu.
Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan kredit
dibandingkan dengan triwulan II 2015.
Pada triwulan III 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
Membanjirnya bawang putih impor yang menguasai
hampir 97% pasokan nasional membuat produk lokal
tersisihkan. Tergerak untuk mengubah kondisi tersebut,
Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah
Kabupaten Tegal menginisiasi pengembangan demplot
bawang putih di Desa Tuwel dengan dua varietas benih
unggul, yakni Tawangmangu Baru dan Lumbu Hijau.
Dari hasil panen pada lahan demplot yang dilakukan di
lahan milik Kelompok Berkah Tani di Desa Tuwel,
Kecamatan Bojong seluas 3.000 meter persegi, diperoleh
hasil (panen basah) sebesar 6,2 ton (ekuivalen 22,5 ton
per hektar) varietas Tawangmangu Baru dan 1,5 ton
(ekuivalen 7 ton per hektar) varietas Lumbu Hijau.
Kabupaten Tegal saat ini telah ditunjuk sebagai lokasi
pilot project pengembangan komoditas bawang putih di
Indonesia, dengan tujuan menekan laju inflasi dan
mengurangi impor. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
bawang putih nasional, pemerintah masih melakukan
impor sekitar 500 ribu ton setiap tahun, atau setara
dengan Rp4 triliun.
SUMUT
SUMBAR
JAMBI
JABAR
JATENG
JATIM
BALI
NTB
NTT
0%5%
1%
9%
24%
4%
0%
56% 9%
0%6%
1%
8%
28%
4% 1%
43% 9%SUMUT
SUMBAR
JAMBI
JABAR
JATENG
JATIM
BALI
NTB
NTT
SUPLEMEN IV
Kabupaten Tegal didominasi oleh wilayah pertanian
dengan luasan sebesar 402,84 km2 atau 45,84% total
luas wilayah Tegal berupa lahan sawah. Jumlah
penduduk Tegal yang menggantungkan pencaharian
dari pertanian berjumlah hampir 33%. Selain itu,
lapangan usaha Pertanian mendukung 16,43% PDRB,
dengan pertumbuhan di lapangan usaha ini mencapai
2,46% (BPS Kabupaten Tegal).
Provinsi Jawa Tengah menyumbangkan 28% pangsa luas
panen bawang putih di tingkat nasional, dengan
menempati posisi kedua terbesar setelah NTB.
Kabupaten Tegal sendiri pernah meraih prestasi sebagai
salah satu daerah swasembada beras dan menjadi
lumbung padi Provinsi Jawa Tengah bagian tengah.
Pada era 1990-an, Kabupaten Tegal berjaya menjadi
salah satu sentra penghasil bawang putih terbesar di
Indonesia. Namun demikian, hasil pertanian bawang
putih kemudian menurun drastis karena terkena imbas
kebijakan kemudahan impor dengan harga bawang
putih impor lebih rendah. Semenjak saat itu, para petani
urung menanam bawang putih dan beralih menanam
sayur.
UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI BAWANG PUTIH LOKALDI KABUPATEN TEGAL
Grafik 1. Pangsa Luas Panen Bawang Putih Lokal Tahun 2014 Grafik 2. Produksi dan Produktivitas Bawang Putih Jawa Tengah
1
Disusun oleh Analis KPw BI Tegal1.
2,38
8
2,22
3
3,94
5
5,24
2
4,0
74
5.39
6.37
8.05 7.19 7.53
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2010 2011 2012 2013 2014
PRODUKSI (TON) PRODUKTIVITAS (TON/HA)
Tabel 1 Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Beberapa Wilayah Sentradi Jawa Tengah
Grafik 3. Pangsa Produksi Bawang Putih dari Wilayah Sentra di Jawa Tengah
JAWA TENGAH LUAS PANEN (Ha)
WONOSOBO
MAGELANG
WONOGIRI
KARANGANYAR
TEMANGGUNG
PEMALANG
TEGAL
BREBES
TOTAL
27
66
4
73
298
21
33
19
541
1.263
3.102
184
9.843
19.731
2.218
2.121
2.260
40.722
PRODUKSI (Kw)
46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan III 2015 menunjukkan hasil
yang beragam. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan
yang meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2015. Sementara itu, kredit mengalami pertumbuhan
yang melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang meningkat pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 12,91% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,53%
(yoy) pada triwulan II 2015. Total aset bank umum pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp284,89 triliun.
Pertumbuhan aset ini berada di bawah angka
pertumbuhan nasional yang sebesar 13,26% (yoy)
pada triwulan laporan.
Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi
lainnya di Pulau Jawa maupun dengan Nasional, laju
pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat
lebih rendah (Grafik 3.1). Demikian pula laju
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah juga cenderung
tumbuh lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik
3.2.
Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang
tumbuh meningkat pada triwulan II I 2015, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut
mengalami peningkatan. Pada triwulan ini, DPK
tumbuh sebesar 15,01% (yoy), atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 12,69% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp213,68 triliun. Komposisi DPK relatif
sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan
porsi utama berupa tabungan (46,48%), diikuti oleh
deposito (37,35%) dan giro (16,17%). Dibandingkan
dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.464,08
tr i l iun atau tumbuh sebesar 11,72% (yoy) ,
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan
tumbuh lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit perbankan mengalami pertumbuhan yang
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Belum pulihnya kondisi perekonomian
daerah menekan tingkat permintaan kredit perbankan.
Pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh 9,35%
(yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 9,52% (yoy). Total
kredit pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp209,81
triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
pada t r iwulan laporan re lat i f leb ih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional
yang tercatat sebesar 11,09% (yoy).
1 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 1.
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
5
10
15
20
25
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
5
10
15
20
25
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan III 2015 menunjukkan hasil
yang beragam. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan
yang meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2015. Sementara itu, kredit mengalami pertumbuhan
yang melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang meningkat pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 12,91% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,53%
(yoy) pada triwulan II 2015. Total aset bank umum pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp284,89 triliun.
Pertumbuhan aset ini berada di bawah angka
pertumbuhan nasional yang sebesar 13,26% (yoy)
pada triwulan laporan.
Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi
lainnya di Pulau Jawa maupun dengan Nasional, laju
pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat
lebih rendah (Grafik 3.1). Demikian pula laju
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah juga cenderung
tumbuh lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik
3.2.
Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang
tumbuh meningkat pada triwulan II I 2015, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut
mengalami peningkatan. Pada triwulan ini, DPK
tumbuh sebesar 15,01% (yoy), atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 12,69% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp213,68 triliun. Komposisi DPK relatif
sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan
porsi utama berupa tabungan (46,48%), diikuti oleh
deposito (37,35%) dan giro (16,17%). Dibandingkan
dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.464,08
tr i l iun atau tumbuh sebesar 11,72% (yoy) ,
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan
tumbuh lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit perbankan mengalami pertumbuhan yang
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Belum pulihnya kondisi perekonomian
daerah menekan tingkat permintaan kredit perbankan.
Pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh 9,35%
(yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 9,52% (yoy). Total
kredit pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp209,81
triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
pada t r iwulan laporan re lat i f leb ih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional
yang tercatat sebesar 11,09% (yoy).
1 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 1.
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
5
10
15
20
25
Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
5
10
15
20
25
Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
berkurang sebanyak 1 kantor pada triwulan laporan.
Demikian pula halnya dengan bank pemerintah daerah
juga turut mengalami penurunan jumlah kantor berupa
1 unit Kantor Kas.
Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami
perubahan jumlah kantor pada triwulan laporan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun
demikian, terdapat perubahan komposisi kantor Bank
Asing dan Bank Campuran. Pada triwulan lalu, terdapat
21 kantor Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa
Tengah yang terdiri dari 14 kantor cabang, 6 kantor
cabang pembantu, dan 1 kantor kas. Pada triwulan
laporan, terdapat 21 kantor Bank Asing dan Bank
Campuran di Jawa Tengah yang terdiri dari 14 kantor
cabang dan 7 kantor cabang pembantu.
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
Peningkatan pertumbuhan DPK didorong oleh
peningkatan pertumbuhan seluruh komponen
DPK berupa deposito, tabungan, dan giro.
Sebagai komponen DPK dengan pangsa terbesar,
peningkatan pertumbuhan tabungan merupakan
pendorong utama pertumbuhan DPK di triwulan
III (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen tabungan
pada triwulan laporan tumbuh sebesar 9,28% (yoy),
atau meningkat setelah sebelumnya mencatatkan
pertumbuhan 7,20% (yoy) pada triwulan II 2015.
Komponen deposito pada triwulan laporan juga
menga lam i pe r tumbuhan yang men ingka t
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan
laju pertumbuhan sebesar 23,98% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 21,23% (yoy).
Sejalan dengan tabungan dan deposito, komponen
giro juga mengalami peningkatan pertumbuhan pada
triwulan laporan, yakni sebesar 12,51% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 11,14% (yoy).
Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK
dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar
99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok
non-penduduk. Nasabah sektor swasta tercatat
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposisi 84,59%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah sebesar 15,35%.
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
2014
II III IV
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
II
2015
54
1
3,341
1,916
-
80
1,629
207
311
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
III
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0
20
40
60
80
100
120 % YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
% %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III95
97
99
101
103
105
107
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
% YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
5
10
15
20
25
30
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih
berada di bawah provinsi-provinsi utama lainnya di
Pulau Jawa (Grafik 3.3).
Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah
pada triwulan III 2015 masih berada di atas rata-rata
nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta
(Grafik 3.4).
Pertumbuhan kredit yang melambat namun disertai
dengan pertumbuhan DPK yang meningkat
menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)
mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan
tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%. Angka
LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang
hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat
kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III
2015, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level
2,96%, atau meningkat dibandingkan dengan NPL
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar
2,90%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
2,69%.
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1 ). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.342
unit atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2015 yang tercatat sebanyak 3.341 unit. Peningkatan
terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.
Pada kelompok tersebut, jumlah kantor cabang
pembantu naik menjadi 1.652 unit, dari sebelumnya
1.629 unit pada triwulan II 2015. Sementara itu,
kelompok bank swasta nasional mengalami penurunan
jumlah kantor di triwulan laporan. Penurunan jumlah
kantor terjadi pada Kantor Cabang Pembantu yang
berkurang sebanyak 22 kantor, dan Kantor Kas yang
3.2. Perkembangan Bank Umum
60 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
ASET DPK KREDIT
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
50
100
150
200
250
300
II III
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
berkurang sebanyak 1 kantor pada triwulan laporan.
Demikian pula halnya dengan bank pemerintah daerah
juga turut mengalami penurunan jumlah kantor berupa
1 unit Kantor Kas.
Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami
perubahan jumlah kantor pada triwulan laporan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun
demikian, terdapat perubahan komposisi kantor Bank
Asing dan Bank Campuran. Pada triwulan lalu, terdapat
21 kantor Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa
Tengah yang terdiri dari 14 kantor cabang, 6 kantor
cabang pembantu, dan 1 kantor kas. Pada triwulan
laporan, terdapat 21 kantor Bank Asing dan Bank
Campuran di Jawa Tengah yang terdiri dari 14 kantor
cabang dan 7 kantor cabang pembantu.
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
Peningkatan pertumbuhan DPK didorong oleh
peningkatan pertumbuhan seluruh komponen
DPK berupa deposito, tabungan, dan giro.
Sebagai komponen DPK dengan pangsa terbesar,
peningkatan pertumbuhan tabungan merupakan
pendorong utama pertumbuhan DPK di triwulan
III (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen tabungan
pada triwulan laporan tumbuh sebesar 9,28% (yoy),
atau meningkat setelah sebelumnya mencatatkan
pertumbuhan 7,20% (yoy) pada triwulan II 2015.
Komponen deposito pada triwulan laporan juga
menga lam i pe r tumbuhan yang men ingka t
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan
laju pertumbuhan sebesar 23,98% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 21,23% (yoy).
Sejalan dengan tabungan dan deposito, komponen
giro juga mengalami peningkatan pertumbuhan pada
triwulan laporan, yakni sebesar 12,51% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 11,14% (yoy).
Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK
dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar
99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok
non-penduduk. Nasabah sektor swasta tercatat
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposisi 84,59%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah sebesar 15,35%.
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
2014
II III IV
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
II
2015
54
1
3,341
1,916
-
80
1,629
207
311
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
III
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0
20
40
60
80
100
120 % YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
% %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III95
97
99
101
103
105
107
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
% YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
5
10
15
20
25
30
Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih
berada di bawah provinsi-provinsi utama lainnya di
Pulau Jawa (Grafik 3.3).
Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah
pada triwulan III 2015 masih berada di atas rata-rata
nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta
(Grafik 3.4).
Pertumbuhan kredit yang melambat namun disertai
dengan pertumbuhan DPK yang meningkat
menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)
mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan
tercatat sebesar 98,19%, turun dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 102,06%. Angka
LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang
hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat
kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III
2015, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level
2,96%, atau meningkat dibandingkan dengan NPL
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar
2,90%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
2,69%.
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1 ). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.342
unit atau meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2015 yang tercatat sebanyak 3.341 unit. Peningkatan
terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.
Pada kelompok tersebut, jumlah kantor cabang
pembantu naik menjadi 1.652 unit, dari sebelumnya
1.629 unit pada triwulan II 2015. Sementara itu,
kelompok bank swasta nasional mengalami penurunan
jumlah kantor di triwulan laporan. Penurunan jumlah
kantor terjadi pada Kantor Cabang Pembantu yang
berkurang sebanyak 22 kantor, dan Kantor Kas yang
3.2. Perkembangan Bank Umum
60 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
ASET DPK KREDIT
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
50
100
150
200
250
300
II III
Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
0
20
40
60
80
100
120
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II III
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
RP TRILIUN
III
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi
oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan
pangsa 32,74% dari total kredit. Sektor utama daerah
lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki
pangsa kredit signifikan sebesar 18,69%. Sementara
itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar
3,18% dari total kredit.
Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada
seluruh sektor utama Jawa Tengah. Perlambatan
kredit sektor perdagangan sebagai sektor dengan
pangsa kredit terbesar di Jawa Tengah menjadi
pendorong utama perlambatan kredit di Jawa
Tengah. Pertumbuhan kredit sektor perdagangan
melambat menjadi 9,84% (yoy) pada triwulan laporan,
dari sebelumnya 10,08% (yoy) pada triwulan II 2015.
Sektor industri pengolahan juga tumbuh melambat
sebesar 15,39% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh
16,56% (yoy). Sejalan dengan sektor perdagangan dan
industri pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga
turut mengalami perlambatan sebesar 13,18% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tercatat
sebesar 16,30% (yoy).
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja
merupakan pendorong utama perlambatan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015.
Sementara itu, kredit investasi dan konsumsi
mengalami pertumbuhan yang meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kredit modal kerja tumbuh melambat menjadi sebesar
8,41% (yoy), setelah tumbuh sebesar 12,08% (yoy)
pada triwulan II 2015. Melihat pangsa kredit modal
kerja yang dominan, yakni sebesar 53,67% dari total
kredit keseluruhan, perlambatan ini merupakan
penyumbang utama perlambatan kredit berdasarkan
penggunaan. Sementara itu, kredit investasi dengan
pangsa sebesar 15,03% tumbuh sebesar 13,86%(yoy)
atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 6,90% (yoy). Peningkatan juga dialami kredit
konsumsi dengan pangsa 31,30% yang tumbuh
sebesar 8,90% (yoy) pada periode laporan atau
meningkat dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar
7,03% (yoy).
63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan kepemi l ikan , peningkatan
pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta,
merupakan pendorong utama peningkatan
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada
triwulan III 2015. Pada triwulan III 2015, DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 14,16% (yoy), atau
meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 12,55%
(yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK
nasabah perseorangan yang memiliki kontribusi
terbesar (dengan pangsa sebesar 70,39% dari
keseluruhan DPK) yang tumbuh sebesar 11,39% (yoy),
meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 10,78% (yoy).
DPK pada sektor pemerintah juga mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada triwulan
laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat
sebesar 20,94% (yoy), atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 13,37%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah
yang tercatat sebesar 22,95% (yoy), melambat dari
triwulan lalu yang tercatat sebesar 31,75% (yoy).
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa
rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya
dimiliki oleh 0,10% penduduk di Jawa Tengah. Namun
demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai
44,8% total DPK perbankan di Jawa Tengah.
3.2.3. Penyaluran KreditLaju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada
triwulan laporan. Kredit bank umum melambat menjadi
9,35% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,52% (yoy). Laju pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 berada
di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta
11,39%(yoy), Jawa Timur 10,76% (yoy), Jawa Barat
10,55% (yoy), dan Banten 9,72% (yoy). Pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015
juga berada di bawah nasional yang tercatat sebesar
11,09% (yoy).
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
60,971
40,933
16,303
95,745
213,951
20,446,661
185,768
21,408
20,410
20,674,247
28.5%
19.1%
7.6%
44.8%
100.0%
98.9%
0.9%
0.1%
0.1%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
62 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0
20
40
60
80
100
120
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II III
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
RP TRILIUN
III
Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi
oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan
pangsa 32,74% dari total kredit. Sektor utama daerah
lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki
pangsa kredit signifikan sebesar 18,69%. Sementara
itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar
3,18% dari total kredit.
Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada
seluruh sektor utama Jawa Tengah. Perlambatan
kredit sektor perdagangan sebagai sektor dengan
pangsa kredit terbesar di Jawa Tengah menjadi
pendorong utama perlambatan kredit di Jawa
Tengah. Pertumbuhan kredit sektor perdagangan
melambat menjadi 9,84% (yoy) pada triwulan laporan,
dari sebelumnya 10,08% (yoy) pada triwulan II 2015.
Sektor industri pengolahan juga tumbuh melambat
sebesar 15,39% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh
16,56% (yoy). Sejalan dengan sektor perdagangan dan
industri pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga
turut mengalami perlambatan sebesar 13,18% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tercatat
sebesar 16,30% (yoy).
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja
merupakan pendorong utama perlambatan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015.
Sementara itu, kredit investasi dan konsumsi
mengalami pertumbuhan yang meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kredit modal kerja tumbuh melambat menjadi sebesar
8,41% (yoy), setelah tumbuh sebesar 12,08% (yoy)
pada triwulan II 2015. Melihat pangsa kredit modal
kerja yang dominan, yakni sebesar 53,67% dari total
kredit keseluruhan, perlambatan ini merupakan
penyumbang utama perlambatan kredit berdasarkan
penggunaan. Sementara itu, kredit investasi dengan
pangsa sebesar 15,03% tumbuh sebesar 13,86%(yoy)
atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 6,90% (yoy). Peningkatan juga dialami kredit
konsumsi dengan pangsa 31,30% yang tumbuh
sebesar 8,90% (yoy) pada periode laporan atau
meningkat dari triwulan lalu yang tumbuh sebesar
7,03% (yoy).
63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan kepemi l ikan , peningkatan
pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta,
merupakan pendorong utama peningkatan
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada
triwulan III 2015. Pada triwulan III 2015, DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 14,16% (yoy), atau
meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 12,55%
(yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK
nasabah perseorangan yang memiliki kontribusi
terbesar (dengan pangsa sebesar 70,39% dari
keseluruhan DPK) yang tumbuh sebesar 11,39% (yoy),
meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 10,78% (yoy).
DPK pada sektor pemerintah juga mengalami
pertumbuhan yang meningkat pada triwulan
laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat
sebesar 20,94% (yoy), atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 13,37%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah
yang tercatat sebesar 22,95% (yoy), melambat dari
triwulan lalu yang tercatat sebesar 31,75% (yoy).
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa
rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya
dimiliki oleh 0,10% penduduk di Jawa Tengah. Namun
demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai
44,8% total DPK perbankan di Jawa Tengah.
3.2.3. Penyaluran KreditLaju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada
triwulan laporan. Kredit bank umum melambat menjadi
9,35% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,52% (yoy). Laju pertumbuhan kredit
perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 berada
di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta
11,39%(yoy), Jawa Timur 10,76% (yoy), Jawa Barat
10,55% (yoy), dan Banten 9,72% (yoy). Pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2015
juga berada di bawah nasional yang tercatat sebesar
11,09% (yoy).
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
60,971
40,933
16,303
95,745
213,951
20,446,661
185,768
21,408
20,410
20,674,247
28.5%
19.1%
7.6%
44.8%
100.0%
98.9%
0.9%
0.1%
0.1%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
62 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
II III
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan
penggunaan secara umum mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja
tercatat sebesar 13,10%, atau menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
13,23%. Demikian pula halnya dengan kredit investasi
yang mengalami penurunan suku bunga menjadi
sebesar 12,60% dari 13,01% pada triwulan
sebelumnya. Kejadian berbeda dijumpai pada kredit
konsumsi di mana terjadi sedikit kenaikan suku bunga
menjadi sebesar 13,15% (yoy) dari 13,11% (yoy) pada
triwulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman
pada tr iwulan laporan juga mengalami
penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni
menjadi sebesar 13,75% dari 13,92% pada triwulan
sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga
mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar
11,39% dari 11,62% pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan laporan tercatat sebesar 12,87%, atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 12,90%.
Kualitas kredit mengalami penurunan pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
pada periode laporan tercatat sebesar 2,96% atau
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 2,90%. Tingkat NPL
kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,69%.
Meskipun kualitas kredit menurun, namun besaran NPL
tersebut mas ih da lam batas ind ikat i f yang
dipersyaratkan.
Kenaikan NPL perbankan Jawa Tengah pada triwulan
laporan terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit
modal kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni
53,67%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 3,59% dari 3,47%
di triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit
modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan.
Begitu pula dengan kredit konsumsi, kualitas jenis
kredit tersebut menurun, tercermin dari rasio NPL
yang naik ke angka 1,22% dari 1,20% di triwulan II
2015.
Sementara itu, kualitas kredit investasi mengalami
perbaikan pada triwulan laporan, tercermin dari
rasio NPL yang juga menurun menjadi 4,35% dari
4,42% pada triwulan lalu. Ditinjau lebih lanjut,
membaiknya NPL pada kredit investasi tersebut
utamanya didorong oleh sektor konstruksi dengan
golongan debitur sektor swasta bukan lembaga
keuangan.
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/PembiayaanBank Umum
65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
I II III
2015
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
53,67%15.03%31,30%
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,6% dari
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara
kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar
45,0% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.
Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi penyaluran kredit
skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif
merata.
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Secara umum, suku bunga simpanan di bank
umum mengalami penurunan di triwulan laporan.
Suku bunga deposito secara keseluruhan mengalami
penurunan, sedangkan suku bunga giro dan tabungan
relatif tetap. Suku bunga simpanan dalam bentuk
deposito mengalami penurunan di triwulan laporan
menjadi 7,21% dari 7,31% di triwulan sebelumnya.
Penurunan suku bunga deposito didorong oleh
penurunan suku bunga pada hampir seluruh tenor,
kecuali untuk tenor 36 bulan yang mengalami kenaikan
dari 5,82% pada triwulan lalu menjadi sebesar 6,06%
pada triwulan laporan. Suku bunga giro tercatat
sebesar 2,58%, menurun dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 2,91%. Suku bunga tabungan
pada triwulan laporan tetap pada level 1,70%.
Meskipun secara umum suku bunga simpanan di bank
umum mengalami penurunan di triwulan laporan,
namun demikian DPK masih tetap mengalami
peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
58,185
45,814
11,399
94,414
209,812
3,003,950
280,971
19,018
21,586
3,325,525
27.7%
21.8%
5.4%
45.0%
100.0%
90.3%
8.4%
0.6%
0.6%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
12
13
14
15 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II III
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
5
6
7
8
9%
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
II III
%
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
64 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
II III
Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan
penggunaan secara umum mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja
tercatat sebesar 13,10%, atau menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
13,23%. Demikian pula halnya dengan kredit investasi
yang mengalami penurunan suku bunga menjadi
sebesar 12,60% dari 13,01% pada triwulan
sebelumnya. Kejadian berbeda dijumpai pada kredit
konsumsi di mana terjadi sedikit kenaikan suku bunga
menjadi sebesar 13,15% (yoy) dari 13,11% (yoy) pada
triwulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman
pada tr iwulan laporan juga mengalami
penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni
menjadi sebesar 13,75% dari 13,92% pada triwulan
sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga
mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar
11,39% dari 11,62% pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada
triwulan laporan tercatat sebesar 12,87%, atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 12,90%.
Kualitas kredit mengalami penurunan pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
pada periode laporan tercatat sebesar 2,96% atau
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 2,90%. Tingkat NPL
kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,69%.
Meskipun kualitas kredit menurun, namun besaran NPL
tersebut mas ih da lam batas ind ikat i f yang
dipersyaratkan.
Kenaikan NPL perbankan Jawa Tengah pada triwulan
laporan terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit
modal kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni
53,67%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 3,59% dari 3,47%
di triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit
modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan.
Begitu pula dengan kredit konsumsi, kualitas jenis
kredit tersebut menurun, tercermin dari rasio NPL
yang naik ke angka 1,22% dari 1,20% di triwulan II
2015.
Sementara itu, kualitas kredit investasi mengalami
perbaikan pada triwulan laporan, tercermin dari
rasio NPL yang juga menurun menjadi 4,35% dari
4,42% pada triwulan lalu. Ditinjau lebih lanjut,
membaiknya NPL pada kredit investasi tersebut
utamanya didorong oleh sektor konstruksi dengan
golongan debitur sektor swasta bukan lembaga
keuangan.
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/PembiayaanBank Umum
65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
I II III
2015
Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
53,67%15.03%31,30%
Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,6% dari
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara
kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar
45,0% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.
Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi penyaluran kredit
skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif
merata.
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Secara umum, suku bunga simpanan di bank
umum mengalami penurunan di triwulan laporan.
Suku bunga deposito secara keseluruhan mengalami
penurunan, sedangkan suku bunga giro dan tabungan
relatif tetap. Suku bunga simpanan dalam bentuk
deposito mengalami penurunan di triwulan laporan
menjadi 7,21% dari 7,31% di triwulan sebelumnya.
Penurunan suku bunga deposito didorong oleh
penurunan suku bunga pada hampir seluruh tenor,
kecuali untuk tenor 36 bulan yang mengalami kenaikan
dari 5,82% pada triwulan lalu menjadi sebesar 6,06%
pada triwulan laporan. Suku bunga giro tercatat
sebesar 2,58%, menurun dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 2,91%. Suku bunga tabungan
pada triwulan laporan tetap pada level 1,70%.
Meskipun secara umum suku bunga simpanan di bank
umum mengalami penurunan di triwulan laporan,
namun demikian DPK masih tetap mengalami
peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
58,185
45,814
11,399
94,414
209,812
3,003,950
280,971
19,018
21,586
3,325,525
27.7%
21.8%
5.4%
45.0%
100.0%
90.3%
8.4%
0.6%
0.6%
100.0%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
12
13
14
15 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II III
Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
5
6
7
8
9%
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
II III
%
Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
64 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI
NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)
I II III IV2014
I2015
II III
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
I II III IV2014
I2015
II III
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%3.04%
3.60%
9.9% 8.6%
6.4%4.2%
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
I II III IV2014
I2015
II III0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
0%
1%
2%
3%
4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV
2014
I
2015
II III
reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor tercatat tumbuh sebesar 3,2% (yoy) pada
triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,7% (yoy). Hal ini dapat mengindikasikan
menurunnya peran perbankan terhadap pembiayaan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan laporan.
Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan
pertumbuhan lapangan usaha ekonomi utama
Jawa Tengah cenderung menunjukkan tren yang
berlawanan arah. Seiring dengan melambatnya
beberapa lapangan usaha ekonomi utama Jawa Tengah
pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebe lumnya, pen ingkatan r i s iko kegaga lan
pembayaran kredit juga terjadi di triwulan laporan.
Sebagaimana terlihat pada kenaikan NPL, bauran
kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran
diharapkan dapat memperbaiki kinerja sektor riil di
masa mendatang.
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan III 2015 di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah
secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang
melambat menjadi 16,55% (yoy) pada triwulan
laporan, dari triwulan sebelumnya sebesar 18,95%
(yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan ini lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan aset
nasional yang tercatat sebesar 12,33% (yoy).
Sejalan dengan perlambatan aset, pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.
Pada triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar
6,09% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,31% (yoy). Namun
demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pembiayaan nasional yang sebesar 5,76%
(yoy). Apabila dibandingkan dengan provinsi lain di
Pulau Jawa, laju pertumbuhan pembiayaan syariah
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
11.0%8.4%
2.7% 3.2%
3.7%
3.8%
3.7% 3.6%
21.7%
20.9%3.27%
4.98%
2.8%
2.9%31.2%
17.9%
5.3%7.9%
1
2
3
4
5 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
II
2015
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
I III
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00 %
I II III
2015
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Secara keseluruhan, kenaikan NPL perbankan
Jawa Tengah didorong oleh sektor perdagangan
dan industri pengolahan. NPL untuk sektor
perdagangan besar dan eceran naik menjadi 4,17%,
setelah sebelumnya mencatatkan angka NPL sebesar
3,72%. Sementara NPL untuk sektor industri
pengolahan naik menjadi 4,57%, setelah sebelumnya
mencatatkan angka NPL sebesar 4,01%. Sektor pertanian juga mencatat kenaikan NPL menjadi
2,69% dari 2,48% pada triwulan lalu.
Secara umum, pola pergerakan laju kredit
tahunan terlihat searah dengan pergerakan
pertumbuhan ekonomi lapangan usaha utama
Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
utama Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2015
mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan
triwulan lalu. Hal tersebut sejalan pula dengan laju
kredit tahunan lapangan usaha utama Jawa Tengah
yang mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang
mengalami perlambatan pada triwulan laporan sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang juga sedikit mengalami perlambatan.
Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh
sebesar 3,6% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit
melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,7%
(yoy).
Penurunan impor bahan baku dan juga konsumsi listrik
industri yang menurun pada triwulan laporan juga
mengindikasikan penurunan kebutuhan pembiayaan
sektor industri.
Pertumbuhan kredit sektor pertanian yang mengalami
perlambatan pada triwulan laporan juga sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan per ikanan yang mengalami
perlambatan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perikanan pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2%
(yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
6,4% (yoy).
Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan kredit sektor
konstruksi pada triwulan laporan terjadi bersamaan
dengan peningkatan pertumbuhan kategor i
konstruksi. Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh
sebesar 7,9% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3% (yoy). Hal
ini dapat mengindikasikan bahwa bahwa sebagian
proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari
triwulan II 2015 yang mundur dan dilakukan pada
triwulan III sehingga pembiayaan proyek-proyek
tersebut sudah di laksanakan pada tr iwulan
sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi
bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
23.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI
NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)
I II III IV2014
I2015
II III
Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
I II III IV2014
I2015
II III
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%3.04%
3.60%
9.9% 8.6%
6.4%4.2%
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
I II III IV2014
I2015
II III0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan
Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan
PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
0%
1%
2%
3%
4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV
2014
I
2015
II III
reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda
motor tercatat tumbuh sebesar 3,2% (yoy) pada
triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,7% (yoy). Hal ini dapat mengindikasikan
menurunnya peran perbankan terhadap pembiayaan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan laporan.
Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan
pertumbuhan lapangan usaha ekonomi utama
Jawa Tengah cenderung menunjukkan tren yang
berlawanan arah. Seiring dengan melambatnya
beberapa lapangan usaha ekonomi utama Jawa Tengah
pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebe lumnya, pen ingkatan r i s iko kegaga lan
pembayaran kredit juga terjadi di triwulan laporan.
Sebagaimana terlihat pada kenaikan NPL, bauran
kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran
diharapkan dapat memperbaiki kinerja sektor riil di
masa mendatang.
Perkembangan industri perbankan syariah pada
triwulan III 2015 di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah
secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang
melambat menjadi 16,55% (yoy) pada triwulan
laporan, dari triwulan sebelumnya sebesar 18,95%
(yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan ini lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan aset
nasional yang tercatat sebesar 12,33% (yoy).
Sejalan dengan perlambatan aset, pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah juga melambat.
Pada triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar
6,09% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,31% (yoy). Namun
demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pembiayaan nasional yang sebesar 5,76%
(yoy). Apabila dibandingkan dengan provinsi lain di
Pulau Jawa, laju pertumbuhan pembiayaan syariah
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
11.0%8.4%
2.7% 3.2%
3.7%
3.8%
3.7% 3.6%
21.7%
20.9%3.27%
4.98%
2.8%
2.9%31.2%
17.9%
5.3%7.9%
1
2
3
4
5 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
II
2015
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
I III
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00 %
I II III
2015
Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Secara keseluruhan, kenaikan NPL perbankan
Jawa Tengah didorong oleh sektor perdagangan
dan industri pengolahan. NPL untuk sektor
perdagangan besar dan eceran naik menjadi 4,17%,
setelah sebelumnya mencatatkan angka NPL sebesar
3,72%. Sementara NPL untuk sektor industri
pengolahan naik menjadi 4,57%, setelah sebelumnya
mencatatkan angka NPL sebesar 4,01%. Sektor pertanian juga mencatat kenaikan NPL menjadi
2,69% dari 2,48% pada triwulan lalu.
Secara umum, pola pergerakan laju kredit
tahunan terlihat searah dengan pergerakan
pertumbuhan ekonomi lapangan usaha utama
Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
utama Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2015
mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan
triwulan lalu. Hal tersebut sejalan pula dengan laju
kredit tahunan lapangan usaha utama Jawa Tengah
yang mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang
mengalami perlambatan pada triwulan laporan sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang juga sedikit mengalami perlambatan.
Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh
sebesar 3,6% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit
melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,7%
(yoy).
Penurunan impor bahan baku dan juga konsumsi listrik
industri yang menurun pada triwulan laporan juga
mengindikasikan penurunan kebutuhan pembiayaan
sektor industri.
Pertumbuhan kredit sektor pertanian yang mengalami
perlambatan pada triwulan laporan juga sejalan
dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan per ikanan yang mengalami
perlambatan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perikanan pada triwulan III 2015 tumbuh 4,2%
(yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
6,4% (yoy).
Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan kredit sektor
konstruksi pada triwulan laporan terjadi bersamaan
dengan peningkatan pertumbuhan kategor i
konstruksi. Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh
sebesar 7,9% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,3% (yoy). Hal
ini dapat mengindikasikan bahwa bahwa sebagian
proyek konstruksi merupakan realisasi proyek dari
triwulan II 2015 yang mundur dan dilakukan pada
triwulan III sehingga pembiayaan proyek-proyek
tersebut sudah di laksanakan pada tr iwulan
sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan
besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi
bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
23.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0
10
20
30% YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
II0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
III
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
RP TRILIUN
3.0
3.5
4.0
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
II0
1
2
3
4
III
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2014
II III IV I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III
9
167
62
24
24
9
175
60
24
24
10
178
58
24
24
10
154
53
25
25
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan III 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh
10,98% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 10,14% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
7,49% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor
UMKM mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa
Tengah pada periode laporan tercatat sebesar 3,78%,
atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,69%. Namun demikian, NPL kredit UMKM
Jawa Tengah lebih baik dibandingkan dengan nasional
yang tercatat sebesar 4,78%.
Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM
pada triwulan III mengalami penurunan menjadi
38,68% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar 41,49%. Pangsa kredit
UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas pangsa nasional
yang tercatat sebesar 19,38%.
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor
perdagangan besar dan eceran (62,65%), diikuti sektor
industri pengolahan (10,25%), dan sektor pertanian
(6,16%). Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan
laporan terutama didorong oleh peningkatan kredit
sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar
19,44% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 7,34% (yoy).
Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian
tercatat juga mengalami peningkatan, yakni sebesar
17,91% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih
tinggi dari triwulan II 2015 yang tercatat sebesar
17,00% (yoy). Sementara itu, kredit pada UMKM sektor
perdagangan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, dari 11,33% (yoy) menjadi
10,96% (yoy).
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
10
20
30
40
50
60
70
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
20
40
60
80
100
120
140
160
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
10
20
30
40
50
60
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Provinsi Jawa Tengah masih cenderung tertinggal. Laju
pertumbuhan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa
Timur adalah sebesar 6,44% (yoy) dan pembiayaan
syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 9,65%
(yoy).
Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah juga mencatatkan perlambatan pada
triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 25,43% (yoy)
pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,77%
(yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa
maupun nasional yang sebesar 11,11% (yoy).
Pertumbuhan DPK perbankan syariah di Provinsi Jawa
Barat adalah sebesar 16,22% (yoy) dan di Provinsi Jawa
Timur adalah sebesar 2,86% (yoy).
Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
pada triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke
level 111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.
Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat
sebesar 95,34%.
Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah tidak berubah dari triwulan
sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan
komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor
yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit
Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak
35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,
pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
0
10
20
30% YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
II0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
III
Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM
RP TRILIUN
3.0
3.5
4.0
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
II0
1
2
3
4
III
Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2014
II III IV I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III
9
167
62
24
24
9
175
60
24
24
10
178
58
24
24
10
154
53
25
25
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan III 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh
10,98% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 10,14% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
7,49% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor
UMKM mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa
Tengah pada periode laporan tercatat sebesar 3,78%,
atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,69%. Namun demikian, NPL kredit UMKM
Jawa Tengah lebih baik dibandingkan dengan nasional
yang tercatat sebesar 4,78%.
Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM
pada triwulan III mengalami penurunan menjadi
38,68% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan
triwulan II 2015 yang sebesar 41,49%. Pangsa kredit
UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas pangsa nasional
yang tercatat sebesar 19,38%.
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor
perdagangan besar dan eceran (62,65%), diikuti sektor
industri pengolahan (10,25%), dan sektor pertanian
(6,16%). Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan
laporan terutama didorong oleh peningkatan kredit
sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar
19,44% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 7,34% (yoy).
Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor pertanian
tercatat juga mengalami peningkatan, yakni sebesar
17,91% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih
tinggi dari triwulan II 2015 yang tercatat sebesar
17,00% (yoy). Sementara itu, kredit pada UMKM sektor
perdagangan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, dari 11,33% (yoy) menjadi
10,96% (yoy).
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
10
20
30
40
50
60
70
Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
20
40
60
80
100
120
140
160
Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III0
10
20
30
40
50
60
Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Provinsi Jawa Tengah masih cenderung tertinggal. Laju
pertumbuhan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa
Timur adalah sebesar 6,44% (yoy) dan pembiayaan
syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 9,65%
(yoy).
Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah juga mencatatkan perlambatan pada
triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 25,43% (yoy)
pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 32,77%
(yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa
maupun nasional yang sebesar 11,11% (yoy).
Pertumbuhan DPK perbankan syariah di Provinsi Jawa
Barat adalah sebesar 16,22% (yoy) dan di Provinsi Jawa
Timur adalah sebesar 2,86% (yoy).
Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
pada triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan ke
level 111,12%, dari 112,70% di triwulan sebelumnya.
Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat
sebesar 95,34%.
Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah tidak berubah dari triwulan
sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan
komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor
yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit
Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak
35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,
pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II
2014 2015
III
%YOY
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
-
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
I II III IV I II
2014 2015
NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH
III
%YOY
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,39%.
Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh
penurunan NPL sektor jasa dunia usaha yang tercatat
sebesar 1,16% atau menurun dari triwulan lalu yang
tercatat sebesar 1,50%.
Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-
triwulan sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar
yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah masih didominasi
oleh sektor listrik, gas, dan air dengan pangsa sebesar
5,42%.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem
pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan
peningkatan pada triwulan III 2015 (Grafik 3.35). Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan sistem pembayaran
mampu memberikan dukungan terhadap kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah. Sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia
sepanjang triwulan III 2015 mampu melayani 961.523
transaksi dengan nilai Rp302,36 triliun. Jumlah
transaksi ini meningkat 0,33% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 958.370
transaksi dengan nilai Rp327,73 triliun.
triwulan III 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit
modal kerja meningkat menjadi 3,61% dari
sebelumnya sebesar 3,54%. Angka ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,90%.
Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan
laporan tercatat sebesar 4,58%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
4,40%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini
sedikit lebih tinggi dari tingkat NPL nasional yang
tercatat sebesar 4,45%.
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh
Perusahaan Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa
Tengah mengalami perbaikan pada triwulan
laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan
oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat
sebesar -0,75% (yoy) atau membaik dibandingkan
dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar -7,46%
(yoy). Perbaikan tersebut tersebut terutama didorong
oleh perbaikan penyaluran pembiayaan kepada sektor
listrik, gas, dan air yang tercatat sebesar -1,94% (yoy)
pada triwulan laporan, atau membaik dari triwulan lalu
yang tercatat sebesar -17,81% (yoy).
Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah
relatif stabil pada triwulan laporan. Tingkat Non
Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 0,38% atau sedikit menurun
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
RP TRILIUN % YOY
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
II III
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
0
10
20
30
40
50
60
70
80 % YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
II-10
0
10
20
30
40
50
60
III
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
1
2
3
4
5
6
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II III
Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.
Peningkatan NPL tersebut terutama didorong
peningkatan NPL kredit sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan. NPL kredit sektor pertanian pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar 3,63% atau
meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,09%.
NPL kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III
2015 tercatat sebesar 3,60% atau meningkat dari
3,56% triwulan sebelumnya. Sementara NPL kredit
sektor perdagangan pada triwulan III 2015 tercatat
sebesar 3,83% sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,82%.
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 83,39% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu,16,61% dari total kredit
UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar
12,06% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 12,69% (yoy).
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 7,59% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang
lebih tinggi pada triwulan laporan. Sementara itu,
kredit investasi mengalami peningkatan pertumbuhan.
Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor
UMKM mengalami peningkatan secara signifikan
menjadi sebesar 5,87% (yoy) dari sebelumnya -0,92%
(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih rendah
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 7,22%
(yoy).
Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan
laporan untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun
masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik
pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada
70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II
2014 2015
III
%YOY
Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
-
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
I II III IV I II
2014 2015
NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH
III
%YOY
Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah
dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,39%.
Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh
penurunan NPL sektor jasa dunia usaha yang tercatat
sebesar 1,16% atau menurun dari triwulan lalu yang
tercatat sebesar 1,50%.
Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-
triwulan sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar
yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah masih didominasi
oleh sektor listrik, gas, dan air dengan pangsa sebesar
5,42%.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan, jumlah pemrosesan transaksi melalui sistem
pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia, yang terdiri atas sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI), menunjukkan
peningkatan pada triwulan III 2015 (Grafik 3.35). Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan sistem pembayaran
mampu memberikan dukungan terhadap kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah. Sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia
sepanjang triwulan III 2015 mampu melayani 961.523
transaksi dengan nilai Rp302,36 triliun. Jumlah
transaksi ini meningkat 0,33% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 958.370
transaksi dengan nilai Rp327,73 triliun.
triwulan III 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit
modal kerja meningkat menjadi 3,61% dari
sebelumnya sebesar 3,54%. Angka ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,90%.
Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan
laporan tercatat sebesar 4,58%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
4,40%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini
sedikit lebih tinggi dari tingkat NPL nasional yang
tercatat sebesar 4,45%.
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh
Perusahaan Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa
Tengah mengalami perbaikan pada triwulan
laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan
oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat
sebesar -0,75% (yoy) atau membaik dibandingkan
dengan triwulan lalu yang tercatat sebesar -7,46%
(yoy). Perbaikan tersebut tersebut terutama didorong
oleh perbaikan penyaluran pembiayaan kepada sektor
listrik, gas, dan air yang tercatat sebesar -1,94% (yoy)
pada triwulan laporan, atau membaik dari triwulan lalu
yang tercatat sebesar -17,81% (yoy).
Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah
relatif stabil pada triwulan laporan. Tingkat Non
Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 0,38% atau sedikit menurun
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
RP TRILIUN % YOY
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
II III
Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
0
10
20
30
40
50
60
70
80 % YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
II-10
0
10
20
30
40
50
60
III
Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
1
2
3
4
5
6
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II III
Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.
Peningkatan NPL tersebut terutama didorong
peningkatan NPL kredit sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan. NPL kredit sektor pertanian pada
triwulan III 2015 tercatat sebesar 3,63% atau
meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,09%.
NPL kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III
2015 tercatat sebesar 3,60% atau meningkat dari
3,56% triwulan sebelumnya. Sementara NPL kredit
sektor perdagangan pada triwulan III 2015 tercatat
sebesar 3,83% sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,82%.
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 83,39% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu,16,61% dari total kredit
UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar
12,06% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 12,69% (yoy).
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 7,59% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang
lebih tinggi pada triwulan laporan. Sementara itu,
kredit investasi mengalami peningkatan pertumbuhan.
Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor
UMKM mengalami peningkatan secara signifikan
menjadi sebesar 5,87% (yoy) dari sebelumnya -0,92%
(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih rendah
dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 7,22%
(yoy).
Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan
laporan untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun
masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik
pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada
70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000 RP MILIAR
Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III -
200
400
600
800
1,000 RIBU TRANSAKSI
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
Grafik 3.41 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
110
130
150
170
190
210
(10)
(5)
-
5
10
15
20 INDEKS (%)% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL
INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil
13
14
15
16
400
450
500
550
600 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
II III
15
14
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
triwulan III 2015 mencapai Rp595,53 miliar per hari
atau meningkat 6,53% (qtq) dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp559,01 miliar per hari. Dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
pertumbuhan tahunan nominal transaksi kliring pada
periode laporan mengalami perbaikan menjadi tumbuh
sebesar 2,79% (yoy), dibandingkan triwulan II 2015
yang tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy).
Peningkatan nilai transaksi diiringi dengan peningkatan
volume transaksi melalui SKNBI, yang ditunjukkan
melalui kenaikan volume rata-rata harian transaksi
kliring pada triwulan laporan sebesar 0,90% (qtq)
menjadi 14.179 DKE per hari dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 14.053 DKE per hari.
Pertumbuhan tahunan volume DKE yang dikliringkan
juga menunjukkan perbaikan, meskipun masih
mencatatkan pertumbuhan negatif. Pada triwulan
laporan, jumlah transaksi SKNBI tumbuh negatif
sebesar 0,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencatatkan kontraksi
sebesar 7,28% (yoy).
Peningkatan nilai transaksi ritel melalui SKNBI tersebut
sejalan dengan meningkatnya nilai konsumsi
masyarakat pada triwulan laporan berdasarkan harga
berlaku. Nilai transaksi SKNBI meningkat sebesar
6,53% (qtq) dan nilai konsumsi rumah tangga
meningkat sebesar 4,90% (qtq). Perkembangan
transaksi bernilai kecil melalui SKNBI sejalan dengan
indeks penjualan eceran (Grafik 3.40). Hal ini
mengindikasikan bahwa perkembangan kegiatan
konsumsi masyarakat berhubungan dengan
perkembangan transaksi ritel melalui SKNBI.
Berdasarkan daerah asal pengiriman transaksi SKNBI,
Semarang masih mencatatkan share transaksi kliring
terbesar di Jawa Tengah pada triwulan laporan, baik
dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar
44,56% dan 47,42% (Grafik 3.41, Grafik 3.42). Share
transaksi kliring kota Semarang menunjukkan
penurunan dibanding triwulan II 2015 yang tercatat
sebesar 63,03% dari sisi nominal dan 63,72% dari sisi
volume transaksi. Daerah kedua di Jawa Tengah yang
mencatatkan share transaksi kliring tertinggi adalah
73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
110
130
150
170
190
210
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20 %% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi SistemPembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
110
130
150
170
190
210
(15)
(5)
5
15
25
35
45 %% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
15
16
17
18
19
2,500
3,500
4,500
5,500 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata HarianTransaksi SP Nontunai Jawa Tengah
950
1,000
1,050
1,100
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
NOMINAL SKNBI NOMINAL BI-RTGS VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa Tengah
Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian, jumlah
transaksi yang diproses melalui BI-RTGS dan SKNBI
adalah sebanyak 15.763 transaksi per hari, mengalami
peningkatan 0,33% (qtq) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 15.711
transaksi per hari. Sementara dari sisi nominal, nilai
transaksi yang menggunakan BI-RTGS dan SKNBI pada
triwulan laporan rata-rata mencapai Rp4.956,66 miliar
per hari, atau turun 7,74% (qtq) dari triwulan II 2015
dengan nilai Rp5.372,59 miliar per hari (Grafik 3.36).
Meskipun terjadi penurunan nilai transaksi secara
triwulanan, pertumbuhan tahunan penggunaan sistem
pembayaran nontunai menunjukkan perbaikan
dibanding triwulan II 2015, baik secara volume maupun
nilai transaksi. Pada triwulan laporan nilai nominal
penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI
tumbuh sebesar 27,88% (yoy), lebih t inggi
dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tumbuh
sebesar 26,12% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,
penggunaan s i s t em pembaya ran nontuna i
mencatatkan kontraksi yang lebih kecil pada triwulan
laporan, yaitu sebesar 5,17% (yoy), dibandingkan
dengan triwulan II 2015 yang mengalami kontraksi
sebesar 10,98% (yoy) . Peningkatan jumlah
penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan
perbaikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan laporan, yang salah satunya ditunjukkan
dengan peningkatan indikator rata-rata Indeks
Penjualan Riil (Grafik 3.37, Grafik 3.38).
3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Aktivitas kliring pada triwulan III 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.39). Selama triwulan III 2015, penyelesaian
transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 864.945
Data Keuangan Elektronik (DKE) dengan nilai Rp36,33
triliun, meningkat 0,90% (qtq) dan 6,53% (qtq)
dibandingkan triwulan II 2015 sebanyak 857.207 DKE
dengan nilai Rp34,10 triliun. Secara rata-rata harian,
nilai transaksi ritel yang menggunakan SKNBI pada
72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000 RP MILIAR
Grafik 3.42 Share Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III -
200
400
600
800
1,000 RIBU TRANSAKSI
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
Grafik 3.41 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
110
130
150
170
190
210
(10)
(5)
-
5
10
15
20 INDEKS (%)% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL
INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.40 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil
13
14
15
16
400
450
500
550
600 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
II III
15
14
Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
triwulan III 2015 mencapai Rp595,53 miliar per hari
atau meningkat 6,53% (qtq) dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp559,01 miliar per hari. Dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
pertumbuhan tahunan nominal transaksi kliring pada
periode laporan mengalami perbaikan menjadi tumbuh
sebesar 2,79% (yoy), dibandingkan triwulan II 2015
yang tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy).
Peningkatan nilai transaksi diiringi dengan peningkatan
volume transaksi melalui SKNBI, yang ditunjukkan
melalui kenaikan volume rata-rata harian transaksi
kliring pada triwulan laporan sebesar 0,90% (qtq)
menjadi 14.179 DKE per hari dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 14.053 DKE per hari.
Pertumbuhan tahunan volume DKE yang dikliringkan
juga menunjukkan perbaikan, meskipun masih
mencatatkan pertumbuhan negatif. Pada triwulan
laporan, jumlah transaksi SKNBI tumbuh negatif
sebesar 0,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencatatkan kontraksi
sebesar 7,28% (yoy).
Peningkatan nilai transaksi ritel melalui SKNBI tersebut
sejalan dengan meningkatnya nilai konsumsi
masyarakat pada triwulan laporan berdasarkan harga
berlaku. Nilai transaksi SKNBI meningkat sebesar
6,53% (qtq) dan nilai konsumsi rumah tangga
meningkat sebesar 4,90% (qtq). Perkembangan
transaksi bernilai kecil melalui SKNBI sejalan dengan
indeks penjualan eceran (Grafik 3.40). Hal ini
mengindikasikan bahwa perkembangan kegiatan
konsumsi masyarakat berhubungan dengan
perkembangan transaksi ritel melalui SKNBI.
Berdasarkan daerah asal pengiriman transaksi SKNBI,
Semarang masih mencatatkan share transaksi kliring
terbesar di Jawa Tengah pada triwulan laporan, baik
dari sisi nominal maupun volume, yaitu sebesar
44,56% dan 47,42% (Grafik 3.41, Grafik 3.42). Share
transaksi kliring kota Semarang menunjukkan
penurunan dibanding triwulan II 2015 yang tercatat
sebesar 63,03% dari sisi nominal dan 63,72% dari sisi
volume transaksi. Daerah kedua di Jawa Tengah yang
mencatatkan share transaksi kliring tertinggi adalah
73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
110
130
150
170
190
210
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20 %% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.37 Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi SistemPembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
110
130
150
170
190
210
(15)
(5)
5
15
25
35
45 %% YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA HARIAN TRANSAKSI SP NONTUNAI JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
Grafik 3.38 Pertumbuhan Tahunan Nominal Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
15
16
17
18
19
2,500
3,500
4,500
5,500 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.36 Perkembangan Rata-Rata HarianTransaksi SP Nontunai Jawa Tengah
950
1,000
1,050
1,100
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000 RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III
NOMINAL SKNBI NOMINAL BI-RTGS VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa Tengah
Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian, jumlah
transaksi yang diproses melalui BI-RTGS dan SKNBI
adalah sebanyak 15.763 transaksi per hari, mengalami
peningkatan 0,33% (qtq) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 15.711
transaksi per hari. Sementara dari sisi nominal, nilai
transaksi yang menggunakan BI-RTGS dan SKNBI pada
triwulan laporan rata-rata mencapai Rp4.956,66 miliar
per hari, atau turun 7,74% (qtq) dari triwulan II 2015
dengan nilai Rp5.372,59 miliar per hari (Grafik 3.36).
Meskipun terjadi penurunan nilai transaksi secara
triwulanan, pertumbuhan tahunan penggunaan sistem
pembayaran nontunai menunjukkan perbaikan
dibanding triwulan II 2015, baik secara volume maupun
nilai transaksi. Pada triwulan laporan nilai nominal
penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI
tumbuh sebesar 27,88% (yoy), lebih t inggi
dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tumbuh
sebesar 26,12% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,
penggunaan s i s t em pembaya ran nontuna i
mencatatkan kontraksi yang lebih kecil pada triwulan
laporan, yaitu sebesar 5,17% (yoy), dibandingkan
dengan triwulan II 2015 yang mengalami kontraksi
sebesar 10,98% (yoy) . Peningkatan jumlah
penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan
perbaikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan laporan, yang salah satunya ditunjukkan
dengan peningkatan indikator rata-rata Indeks
Penjualan Riil (Grafik 3.37, Grafik 3.38).
3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Aktivitas kliring pada triwulan III 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.39). Selama triwulan III 2015, penyelesaian
transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 864.945
Data Keuangan Elektronik (DKE) dengan nilai Rp36,33
triliun, meningkat 0,90% (qtq) dan 6,53% (qtq)
dibandingkan triwulan II 2015 sebanyak 857.207 DKE
dengan nilai Rp34,10 triliun. Secara rata-rata harian,
nilai transaksi ritel yang menggunakan SKNBI pada
72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sebagai s istem yang diselenggarakan untuk
memproses transaksi pembayaran bernilai besar,
jumlah penyelesaian transaksi melalui sistem BI-RTGS
pada triwulan III 2015 mengalami penurunan sebesar
4,53% (qtq) menjadi sebanyak 96.578 transaksi atau
secara rata-rata harian sebesar 1.583 transaksi,
dibanding pada triwulan II 2015 yang memproses
sebanyak 101.163 transaksi atau secara rata-rata
sebesar 1.658 transaksi per hari (Grafik 3.45). Secara
tahunan, perkembangan tahunan volume transaksi BI-
RTGS pada periode laporan tercatat mengalami
pertumbuhan negatif yang sedikit lebih besar yaitu
menjadi kontraksi sebesar 33,95% (yoy), dibanding
dengan triwulan II 2015 yang mencatatkan kontraksi
sebesar 33,44% (yoy).
Seperti halnya transaksi ritel melalui SKNBI, transaksi
pembayaran bernilai besar melalui BI-RTGS juga
didominasi oleh kota Semarang. Semarang sebagai
pusat kegiatan ekonomi Jawa Tengah mencatatkan
transaksi BI-RTGS terbesar baik dari sisi volume maupun
nominal, yaitu mencapai 45.649 transaksi dengan nilai
Rp208,81 triliun, dengan share 47,27% (volume) dan
78,49% (nominal) dari seluruh transaksi BI-RTGS Jawa
Tengah.
menjadi sebesar Rp 8,59 triliun (276,20%, qtq) dari
sebelumnya tercatat net inflow sebesar Rp2,28 triliun.
Peningkatan net inflow pada triwulan laporan tidak
terlepas dari pola siklikal pasca periode Ramadhan dan
Idul Fitri yang biasanya mencatatkan adanya arus balik
dana perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Pada
triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan uang
kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul Fitri,
tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja
pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,
sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan
outflow yang signifikan, yang menyebabkan
menipisnya net inflow. Selanjutnya pasca peristiwa
tersebut, kebutuhan uang tunai masyarakat kembali
normal dan diikuti dengan kembalinya dana
masyarakat ke perbankan yang selanjutnya disetorkan
ke Bank Indonesia. Dengan demikian terjadi
peningkatan aliran uang kartal ke Bank Indonesia yang
menyebabkan kenaikan net inflow pada periode
laporan.
Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan peningkatan dari tumbuh sebesar
4,18% (yoy) pada triwulan II 2015, menjadi sebesar
24,51% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara
perkembangan tahunan posisi outflow menunjukkan
adanya perlambatan menjadi tumbuh sebesar 15,43%
(yoy) pada triwulan III 2015, lebih rendah dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 41,00%
(yoy). Dengan demikian, posisi net inflow pada triwulan
III 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 47,37%
(yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang
mencatatkan kontraksi sebesar 57,35% (yoy). Pola
historis Jawa Tengah yang mencatatkan net inflow
tidak terlepas dari karakteristik Jawa Tengah sebagai
basis produksi dan perdagangan. Dengan karakteristik
tersebut, aliran uang kartal dari daerah lain masuk ke
dalam sistem perbankan di Jawa Tengah, yang
selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank
Indonesia di Jawa Tengah sehinga mendorong posisi
inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Secara umum, aliran uang kartal melalui Bank
Indonesia di Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari BI
Provinsi Jawa Tengah (Semarang), BI Solo, BI
Purwokerto, dan BI Tegal, menunjukkan adanya
peningkatan net inflow dibanding triwulan sebelumnya
(Grafik 3.46). Aliran uang kartal masuk ke Bank
Indonesia (inflow) meningkat signifikan sebesar
71,37% (qtq) dari Rp14,91 triliun menjadi Rp25,55
triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank
Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
meningkat 34,30% (qtq) dari Rp12,62 triliun menjadi
Rp16,95 triliun. Akibatnya pada triwulan III 2015 terjadi
kenaikan net inflow yang cukup signifikan, yaitu
75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
RIBU TRANSAKSI
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
-
1
2
3
4 %, YOY
RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah
LEMBARRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III 240
260
280
300
320
6
7
8
9
10
11
12
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Solo dengan porsi nominal dan volume kliring sebesar
28,64% dan 24,49%. Pada triwulan III 2015, transaksi
kliring kota Solo mengalami peningkatan, sehingga
terjadi peningkatan share kota Solo dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 18,28% dan
16,81%. Sementara transaksi kliring di daerah-daerah
lain tergolong rendah, dengan share masing-masing
kota di bawah 10%.
Perputaran kliring Jawa Tengah masih didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Pada periode laporan jumlah
penarikan cek dan bilyet giro (BG) kosong mengalami
penurunan dari triwulan sebelumnya (Grafik 3.43).
Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari
pada triwulan III 2015 turun sebesar 10,14% (qtq)
menjadi 242 warkat per hari, dari sebelumnya sebanyak
270 warkat per hari. Sementara nilai penarikan cek dan
BG kosong mengalami kenaikan sebesar 21,72% (qtq)
menjadi Rp10,55 miliar per hari dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp8,67 miliar per hari.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
RIBU TRANSAKSI %, YOY
RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah
2.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Pada triwulan III 2015, penyelesaian transaksi nilai
besar melalui sistem BI-RTGS di Jawa Tengah
mengalami penurunan dibanding triwulan
sebelumnya. Penggunaan sistem BI-RTGS sebagai
sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran telah
memproses Rp266,03 triliun pada triwulan laporan,
atau turun 9,40% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp293,63 triliun. Untuk rata-rata
harian, nilai transaksi yang menggunakan sistem BI-
RTGS pada triwulan laporan turun sebesar 9,40% (qtq)
menjadi sebesar Rp4,36 triliun per hari dari triwulan II
2015 sebesar Rp4,81 triliun per hari (Grafik 3.44).
Apabila dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal transaksi
RTGS mengalami pertumbuhan sebesar 32,28% (yoy)
pada triwulan III 2015, lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 30,54% (yoy).
Dari ketiga jenis transaksi BI-RTGS, transaksi transfer
RTGS dari Jawa Tengah (transfer outgoing RTGS)
sebesar Rp1,90 triliun per hari memberikan komposisi
terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (43,62%),
diikuti dengan transaksi transfer RTGS ke Jawa Tengah
(transfer incoming RTGS) sebesar Rp1,66 triliun per hari
(38,13%) dan transaksi transfer antardaerah di Jawa
Tengah Rp796,08 miliar per hari (18,25%). Penurunan
transfer RTGS dari (outgoing) dan ke (incoming) Jawa
Tengah sebesar 6,69% (qtq) dan 9,33% (qtq)
berkontribusi besar terhadap penurunan RTGS secara
keseluruhan pada triwulan laporan.
74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sebagai s istem yang diselenggarakan untuk
memproses transaksi pembayaran bernilai besar,
jumlah penyelesaian transaksi melalui sistem BI-RTGS
pada triwulan III 2015 mengalami penurunan sebesar
4,53% (qtq) menjadi sebanyak 96.578 transaksi atau
secara rata-rata harian sebesar 1.583 transaksi,
dibanding pada triwulan II 2015 yang memproses
sebanyak 101.163 transaksi atau secara rata-rata
sebesar 1.658 transaksi per hari (Grafik 3.45). Secara
tahunan, perkembangan tahunan volume transaksi BI-
RTGS pada periode laporan tercatat mengalami
pertumbuhan negatif yang sedikit lebih besar yaitu
menjadi kontraksi sebesar 33,95% (yoy), dibanding
dengan triwulan II 2015 yang mencatatkan kontraksi
sebesar 33,44% (yoy).
Seperti halnya transaksi ritel melalui SKNBI, transaksi
pembayaran bernilai besar melalui BI-RTGS juga
didominasi oleh kota Semarang. Semarang sebagai
pusat kegiatan ekonomi Jawa Tengah mencatatkan
transaksi BI-RTGS terbesar baik dari sisi volume maupun
nominal, yaitu mencapai 45.649 transaksi dengan nilai
Rp208,81 triliun, dengan share 47,27% (volume) dan
78,49% (nominal) dari seluruh transaksi BI-RTGS Jawa
Tengah.
menjadi sebesar Rp 8,59 triliun (276,20%, qtq) dari
sebelumnya tercatat net inflow sebesar Rp2,28 triliun.
Peningkatan net inflow pada triwulan laporan tidak
terlepas dari pola siklikal pasca periode Ramadhan dan
Idul Fitri yang biasanya mencatatkan adanya arus balik
dana perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Pada
triwulan II 2015 terjadi peningkatan kebutuhan uang
kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul Fitri,
tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja
pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,
sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan
outflow yang signifikan, yang menyebabkan
menipisnya net inflow. Selanjutnya pasca peristiwa
tersebut, kebutuhan uang tunai masyarakat kembali
normal dan diikuti dengan kembalinya dana
masyarakat ke perbankan yang selanjutnya disetorkan
ke Bank Indonesia. Dengan demikian terjadi
peningkatan aliran uang kartal ke Bank Indonesia yang
menyebabkan kenaikan net inflow pada periode
laporan.
Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan peningkatan dari tumbuh sebesar
4,18% (yoy) pada triwulan II 2015, menjadi sebesar
24,51% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara
perkembangan tahunan posisi outflow menunjukkan
adanya perlambatan menjadi tumbuh sebesar 15,43%
(yoy) pada triwulan III 2015, lebih rendah dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 41,00%
(yoy). Dengan demikian, posisi net inflow pada triwulan
III 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 47,37%
(yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang
mencatatkan kontraksi sebesar 57,35% (yoy). Pola
historis Jawa Tengah yang mencatatkan net inflow
tidak terlepas dari karakteristik Jawa Tengah sebagai
basis produksi dan perdagangan. Dengan karakteristik
tersebut, aliran uang kartal dari daerah lain masuk ke
dalam sistem perbankan di Jawa Tengah, yang
selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank
Indonesia di Jawa Tengah sehinga mendorong posisi
inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.
3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Secara umum, aliran uang kartal melalui Bank
Indonesia di Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari BI
Provinsi Jawa Tengah (Semarang), BI Solo, BI
Purwokerto, dan BI Tegal, menunjukkan adanya
peningkatan net inflow dibanding triwulan sebelumnya
(Grafik 3.46). Aliran uang kartal masuk ke Bank
Indonesia (inflow) meningkat signifikan sebesar
71,37% (qtq) dari Rp14,91 triliun menjadi Rp25,55
triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank
Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
meningkat 34,30% (qtq) dari Rp12,62 triliun menjadi
Rp16,95 triliun. Akibatnya pada triwulan III 2015 terjadi
kenaikan net inflow yang cukup signifikan, yaitu
75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
RIBU TRANSAKSI
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
-
1
2
3
4 %, YOY
RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 3.45 Perkembangan Rata-Rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah
LEMBARRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III 240
260
280
300
320
6
7
8
9
10
11
12
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 3.43 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Solo dengan porsi nominal dan volume kliring sebesar
28,64% dan 24,49%. Pada triwulan III 2015, transaksi
kliring kota Solo mengalami peningkatan, sehingga
terjadi peningkatan share kota Solo dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 18,28% dan
16,81%. Sementara transaksi kliring di daerah-daerah
lain tergolong rendah, dengan share masing-masing
kota di bawah 10%.
Perputaran kliring Jawa Tengah masih didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Pada periode laporan jumlah
penarikan cek dan bilyet giro (BG) kosong mengalami
penurunan dari triwulan sebelumnya (Grafik 3.43).
Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari
pada triwulan III 2015 turun sebesar 10,14% (qtq)
menjadi 242 warkat per hari, dari sebelumnya sebanyak
270 warkat per hari. Sementara nilai penarikan cek dan
BG kosong mengalami kenaikan sebesar 21,72% (qtq)
menjadi Rp10,55 miliar per hari dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp8,67 miliar per hari.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
RIBU TRANSAKSI %, YOY
RATA-RATA OUTGOING TRANSFER RTGS RATA-RATA INCOMING TRANSFER RTGSRATA-RATA TRANSFER ANTARA RTGS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Grafik 3.44 Perkembangan Rata-Rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah
2.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Pada triwulan III 2015, penyelesaian transaksi nilai
besar melalui sistem BI-RTGS di Jawa Tengah
mengalami penurunan dibanding triwulan
sebelumnya. Penggunaan sistem BI-RTGS sebagai
sarana penyelesaian akhir transaksi pembayaran telah
memproses Rp266,03 triliun pada triwulan laporan,
atau turun 9,40% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp293,63 triliun. Untuk rata-rata
harian, nilai transaksi yang menggunakan sistem BI-
RTGS pada triwulan laporan turun sebesar 9,40% (qtq)
menjadi sebesar Rp4,36 triliun per hari dari triwulan II
2015 sebesar Rp4,81 triliun per hari (Grafik 3.44).
Apabila dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal transaksi
RTGS mengalami pertumbuhan sebesar 32,28% (yoy)
pada triwulan III 2015, lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 30,54% (yoy).
Dari ketiga jenis transaksi BI-RTGS, transaksi transfer
RTGS dari Jawa Tengah (transfer outgoing RTGS)
sebesar Rp1,90 triliun per hari memberikan komposisi
terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (43,62%),
diikuti dengan transaksi transfer RTGS ke Jawa Tengah
(transfer incoming RTGS) sebesar Rp1,66 triliun per hari
(38,13%) dan transaksi transfer antardaerah di Jawa
Tengah Rp796,08 miliar per hari (18,25%). Penurunan
transfer RTGS dari (outgoing) dan ke (incoming) Jawa
Tengah sebesar 6,69% (qtq) dan 9,33% (qtq)
berkontribusi besar terhadap penurunan RTGS secara
keseluruhan pada triwulan laporan.
74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Pecahan
100,000 50,000 20,000 PECAHAN 10.000
42.27%54,46%
1,42%1,85%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
SEMARANG
LEMBAR
SOLO PURWOKERTO TEGAL
100,000 50,000 20,000 10.000
Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah
77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
(2)
(1)
1
2
3
4
5
6
SEMARANG SOLO TEGAL PURWOKERTO
Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
RP TRILIUN
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui
Bank Indones ia Semarang dan So lo se la lu
menunjukkan pola net inflow, sedangkan Purwokerto
dan Tegal beberapa kali cenderung mencatatkan net
outflow dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.47).
Pola net inflow yang terjadi di Semarang dan Solo
dipengaruhi adanya aliran uang kartal yang masuk dari
wilayah lainnya, mengingat kedua daerah tersebut
merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan di
Jawa Tengah.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah
dicabut dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
masyarakat. Pemusnahan uang rupiah dilakukan
terhadap uang yang kondisinya sudah lusuh, cacat, dan
sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, yang berasal
dari penyetoran perbankan dan masyarakat. Pada
periode laporan, uang tidak layak edar yang ditarik dan
dimusnahkan meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya seiring dengan kenaikan inflow.
Dilihat berdasarkan rasio terhadap inflow, pada
tr iwulan I I I 2015 persentase penarikan dan
pemusnahan uang tidak layak edar terhadap inflow
adalah sebesar 23,70%, atau meningkat 15,63% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya sebesar 20,49%
(Grafik 3.48).
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan III
2015 meningkat 36,28% (qtq) menjadi sebanyak
6.389 lembar, dari triwulan sebelumnya sebanyak
4.688 lembar. Penemuan uang palsu tersebut antara
lain berasal dari klarifikasi uang yang diragukan
keasliannya dari hasil setoran bank, setoran masyarakat
melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan
yang dilaporkan ke Bank Indonesia.
Berdasarkan wilayah, temuan uang rupiah palsu
terbesar sampai dengan triwulan III 2015 terjadi di
Semarang (45,9%), sedangkan yang terendah adalah
di Tegal (15,6%) (Grafik 3.49). Sampai dengan triwulan
laporan, temuan uang rupiah palsu didominasi oleh
uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-
masing sebanyak 9.729 lembar (54,5%) dan 7.551
l embar (42 ,3%) , s edangkan pecahan l a i n
persentasenya relatif kecil (Grafik 3.16).
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III -
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7 RASIO (%)
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Grafik 3.50 Persentase Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Pecahan
100,000 50,000 20,000 PECAHAN 10.000
42.27%54,46%
1,42%1,85%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
SEMARANG
LEMBAR
SOLO PURWOKERTO TEGAL
100,000 50,000 20,000 10.000
Grafik 3.49 Temuan Uang Rupiah Palsu Berdasarkan Wilayah
77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
(2)
(1)
1
2
3
4
5
6
SEMARANG SOLO TEGAL PURWOKERTO
Grafik 3.47 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
RP TRILIUN
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
Grafik 3.46 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui
Bank Indones ia Semarang dan So lo se la lu
menunjukkan pola net inflow, sedangkan Purwokerto
dan Tegal beberapa kali cenderung mencatatkan net
outflow dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.47).
Pola net inflow yang terjadi di Semarang dan Solo
dipengaruhi adanya aliran uang kartal yang masuk dari
wilayah lainnya, mengingat kedua daerah tersebut
merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan di
Jawa Tengah.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah
dicabut dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
masyarakat. Pemusnahan uang rupiah dilakukan
terhadap uang yang kondisinya sudah lusuh, cacat, dan
sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, yang berasal
dari penyetoran perbankan dan masyarakat. Pada
periode laporan, uang tidak layak edar yang ditarik dan
dimusnahkan meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya seiring dengan kenaikan inflow.
Dilihat berdasarkan rasio terhadap inflow, pada
tr iwulan I I I 2015 persentase penarikan dan
pemusnahan uang tidak layak edar terhadap inflow
adalah sebesar 23,70%, atau meningkat 15,63% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya sebesar 20,49%
(Grafik 3.48).
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan III
2015 meningkat 36,28% (qtq) menjadi sebanyak
6.389 lembar, dari triwulan sebelumnya sebanyak
4.688 lembar. Penemuan uang palsu tersebut antara
lain berasal dari klarifikasi uang yang diragukan
keasliannya dari hasil setoran bank, setoran masyarakat
melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan
yang dilaporkan ke Bank Indonesia.
Berdasarkan wilayah, temuan uang rupiah palsu
terbesar sampai dengan triwulan III 2015 terjadi di
Semarang (45,9%), sedangkan yang terendah adalah
di Tegal (15,6%) (Grafik 3.49). Sampai dengan triwulan
laporan, temuan uang rupiah palsu didominasi oleh
uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-
masing sebanyak 9.729 lembar (54,5%) dan 7.551
l embar (42 ,3%) , s edangkan pecahan l a i n
persentasenya relatif kecil (Grafik 3.16).
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III -
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7 RASIO (%)
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
Grafik 3.48 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Perkembangan NPL Lapangan Usaha Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 2.
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Jan-
12
Feb-
12
Mar
-12
Apr
-12
May
-12
Jun-
12
Jul-1
2
Aug
-12
Sep-
12
Oct
-12
Nov
-12
Dec
-12
Jan-
13
Feb-
13
Mar
-13
Apr
-13
May
-13
Jun-
13
Jul-1
3
Aug
-13
Sep-
13
Oct
-13
Nov
-13
Dec
-13
Jan-
14
Feb-
14
Mar
-14
Apr
-14
May
-14
Jun-
14
Jul-1
4
Aug
-14
Sep-
14
Oct
-14
Nov
-14
Dec
-14
Jan-
15
Feb-
15
Mar
-15
Apr
-15
May
-15
Jun-
15
Jul-1
5
Aug
-15
Sep-
15
NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR KONSTRUKSI NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
NPL SEKTOR PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA NPL JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL SEKTOR PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN (RHS)
SUPLEMEN V
Dengan memperhatikan perkembangan NPL Industri
Pengolahan Jawa Tengah dan nilai tukar Rupiah terhadap
Dolar AS, dapat terlihat bahwa peningkatan NPL Industri
Pengolahan terjadi sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan dan juga
pelemahan nilai tukar. Lebih jauh, NPL Industri
Pengolahan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 telah
berada di batas atas level indikatif 5%, yakni sebesar
4,98%.
Pengolahan Jawa Tengah terutama didorong oleh
industri-industri yang memiliki import content yang
tinggi, seperti industri tepung dan pati yang banyak
mengimpor gandum dari luar negeri, industri tekstil yang
masih banyak mengimpor benang dari luar negeri, 1hingga industri medium-high tech (seperti industri alat
pertanian, kendaraan bermotor, dll) yang juga masih
banyak menggunakan import content sebagai bahan
baku. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa apresiasi
Dolar AS sudah mulai memberikan tekanan terhadap
stabilitas sistem keuangan Jawa Tengah.
Pangsa Kredit Kategori Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 3.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Jan
‘12
Feb
‘12
Mar
‘12
Apr
‘12
Mei
‘12
Jun
‘12
Jul ‘
12
Agt
‘12
Sep
‘12
Okt
‘12
Nov
‘12
Des
‘12
Jan
‘13
Feb
‘13
Mar
‘13
Apr
‘13
Mei
‘13
Jun
‘13
Jul ‘
13
Agt
‘13
Sep
‘13
Okt
‘13
Nov
‘13
Des
‘13
Jan
‘14
Feb
‘14
Mar
‘14
Apr
‘14
Mei
‘14
Jun
‘14
Jul ‘
14
Agt
‘14
Sep
‘14
Okt
‘14
Nov
‘14
Des
‘14
Jan
‘15
Feb
‘15
Mar
‘15
Apr
‘15
Mei
‘15
Jun
‘15
Jul ‘
15
Agt
‘15
Sep
‘15
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI LAINNYA
Beberapa produk yang termasuk ke dalam lapangan usahamedium high tech menurut UNIDO diantaranya Non-metallic minerals, basic metals, dan fabricated metals fall
1.
Meski pengaruh apresiasi Dolar AS tidak signifikan secara
statistik terhadap perekonomian Jawa Tengah secara
makro, namun bila ditinjau secara mikro apresiasi Dolar
AS dapat memberikan tekanan khususnya bagi industri
pengolahan yang banyak menggunakan komponen
impor (import content) sebagai komponen utama
produknya.
Tekanan terhadap kinerja industri pengolahan sebagai
dampak dari apresiasi Dolar AS sudah mulai terlihat salah
satunya melalui tren peningkatan NPL dari industri
pengolahan yang ada di Jawa Tengah. Tren peningkatan
Non Performing Loan (NPL) industri pengolahan Jawa
Tengah dalam beberapa periode terakhir cenderung
lebih tinggi bila dibandingkan dengan lapangan usaha
ekonomi utama Jawa Tengah lainnya. Peningkatan NPL
industri pengolahan tersebut turut memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap NPL Jawa Tengah
secara keseluruhan, mengingat pangsa kredit industri
pengolahan yang cukup dominan di Jawa Tengah.
SUPLEMEN V
Tren apresiasi mata uang Amerika Serikat (Dolar AS)
hingga saat ini belum memberikan dampak signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Hasil
simulasi dengan menggunakan model ekonometrika
sederhana menunjukkan bahwa pengaruh permintaan
global dan harga komoditas terhadap perekonomian
Jawa Tengah lebih dominan bila dibandingkan dengan
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Hal
tersebut dapat terlihat dari variabel nilai tukar (NT, dalam
bentuk logaritma LOG(NT)) yang tidak signifikan,
berbeda halnya dengan variabel permintaan global
(GLOBDEM) serta harga kapas dunia (KAPAS – sebagai
proxy harga komoditas dunia) yang signifikan secara
statistik terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
(GDPJATENG).
Hasil plot data antara pertumbuhan ekonomi dan nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga menunjukkan
bahwa apresiasi Dolar AS memiliki dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, namun
hal tersebut juga tidak signifikan, sejalan dengan hasil
simulasi dengan menggunakan model ekonometrika.
PENGARUH APRESIASI DOLAR AS TERHADAPSTABILITAS SISTEM KEUANGAN JAWA TENGAH
Plot Data Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Grafik 1.
Tabel 1.Simulasi Ekonometrika Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Perekonomian Global, Harga Komoditas, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Var. Independen
Coefficient Std. Error
C
GDPJATENG(-1)***
GLOBDEM*
KAPAS*
LOG(NT)
T=2001.50
T=2004.75
T=2008.50
4.70
0.42
0.10
0.43
-0.35
2.77
-4.55
1.18
12.89
0.13
0.06
0.24
1.38
1.22
1.06
1.06
Keterangan : * signifikan di 10%, ** signifikan di 5%, *** signifikan di 1% R-squared 0.5 Durbin-Watson stat 1.5 GDPJATENG : Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah GLOBDEM : Pertumbuhan Ekonomi AS dan Tiongkok selaku tujuan ekspor utama Jawa Tengah KAPAS : Harga kapas internasional sebagai proxy harga bahan baku impor pada industri tekstil di Jawa Tengah NT : Nilai Tukar
VARIABEL DEPENDEN : GDPJATENG
PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi (%)
y = -0.1422x + 6.6686R² = 0.0138
14
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
8 9 10 11 12 13
NILAI TUKAR (RIBU)
79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN78 PERKEMBANGAN PERBANKAN
& SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan NPL Lapangan Usaha Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 2.
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Jan-
12
Feb-
12
Mar
-12
Apr
-12
May
-12
Jun-
12
Jul-1
2
Aug
-12
Sep-
12
Oct
-12
Nov
-12
Dec
-12
Jan-
13
Feb-
13
Mar
-13
Apr
-13
May
-13
Jun-
13
Jul-1
3
Aug
-13
Sep-
13
Oct
-13
Nov
-13
Dec
-13
Jan-
14
Feb-
14
Mar
-14
Apr
-14
May
-14
Jun-
14
Jul-1
4
Aug
-14
Sep-
14
Oct
-14
Nov
-14
Dec
-14
Jan-
15
Feb-
15
Mar
-15
Apr
-15
May
-15
Jun-
15
Jul-1
5
Aug
-15
Sep-
15
NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR KONSTRUKSI NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
NPL SEKTOR PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA NPL JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL SEKTOR PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN (RHS)
SUPLEMEN V
Dengan memperhatikan perkembangan NPL Industri
Pengolahan Jawa Tengah dan nilai tukar Rupiah terhadap
Dolar AS, dapat terlihat bahwa peningkatan NPL Industri
Pengolahan terjadi sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan dan juga
pelemahan nilai tukar. Lebih jauh, NPL Industri
Pengolahan Jawa Tengah pada triwulan III 2015 telah
berada di batas atas level indikatif 5%, yakni sebesar
4,98%.
Pengolahan Jawa Tengah terutama didorong oleh
industri-industri yang memiliki import content yang
tinggi, seperti industri tepung dan pati yang banyak
mengimpor gandum dari luar negeri, industri tekstil yang
masih banyak mengimpor benang dari luar negeri, 1hingga industri medium-high tech (seperti industri alat
pertanian, kendaraan bermotor, dll) yang juga masih
banyak menggunakan import content sebagai bahan
baku. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa apresiasi
Dolar AS sudah mulai memberikan tekanan terhadap
stabilitas sistem keuangan Jawa Tengah.
Pangsa Kredit Kategori Ekonomi Utama Jawa TengahGrafik 3.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Jan
‘12
Feb
‘12
Mar
‘12
Apr
‘12
Mei
‘12
Jun
‘12
Jul ‘
12
Agt
‘12
Sep
‘12
Okt
‘12
Nov
‘12
Des
‘12
Jan
‘13
Feb
‘13
Mar
‘13
Apr
‘13
Mei
‘13
Jun
‘13
Jul ‘
13
Agt
‘13
Sep
‘13
Okt
‘13
Nov
‘13
Des
‘13
Jan
‘14
Feb
‘14
Mar
‘14
Apr
‘14
Mei
‘14
Jun
‘14
Jul ‘
14
Agt
‘14
Sep
‘14
Okt
‘14
Nov
‘14
Des
‘14
Jan
‘15
Feb
‘15
Mar
‘15
Apr
‘15
Mei
‘15
Jun
‘15
Jul ‘
15
Agt
‘15
Sep
‘15
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI LAINNYA
Beberapa produk yang termasuk ke dalam lapangan usahamedium high tech menurut UNIDO diantaranya Non-metallic minerals, basic metals, dan fabricated metals fall
1.
Meski pengaruh apresiasi Dolar AS tidak signifikan secara
statistik terhadap perekonomian Jawa Tengah secara
makro, namun bila ditinjau secara mikro apresiasi Dolar
AS dapat memberikan tekanan khususnya bagi industri
pengolahan yang banyak menggunakan komponen
impor (import content) sebagai komponen utama
produknya.
Tekanan terhadap kinerja industri pengolahan sebagai
dampak dari apresiasi Dolar AS sudah mulai terlihat salah
satunya melalui tren peningkatan NPL dari industri
pengolahan yang ada di Jawa Tengah. Tren peningkatan
Non Performing Loan (NPL) industri pengolahan Jawa
Tengah dalam beberapa periode terakhir cenderung
lebih tinggi bila dibandingkan dengan lapangan usaha
ekonomi utama Jawa Tengah lainnya. Peningkatan NPL
industri pengolahan tersebut turut memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap NPL Jawa Tengah
secara keseluruhan, mengingat pangsa kredit industri
pengolahan yang cukup dominan di Jawa Tengah.
SUPLEMEN V
Tren apresiasi mata uang Amerika Serikat (Dolar AS)
hingga saat ini belum memberikan dampak signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Hasil
simulasi dengan menggunakan model ekonometrika
sederhana menunjukkan bahwa pengaruh permintaan
global dan harga komoditas terhadap perekonomian
Jawa Tengah lebih dominan bila dibandingkan dengan
fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Hal
tersebut dapat terlihat dari variabel nilai tukar (NT, dalam
bentuk logaritma LOG(NT)) yang tidak signifikan,
berbeda halnya dengan variabel permintaan global
(GLOBDEM) serta harga kapas dunia (KAPAS – sebagai
proxy harga komoditas dunia) yang signifikan secara
statistik terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
(GDPJATENG).
Hasil plot data antara pertumbuhan ekonomi dan nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga menunjukkan
bahwa apresiasi Dolar AS memiliki dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, namun
hal tersebut juga tidak signifikan, sejalan dengan hasil
simulasi dengan menggunakan model ekonometrika.
PENGARUH APRESIASI DOLAR AS TERHADAPSTABILITAS SISTEM KEUANGAN JAWA TENGAH
Plot Data Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Grafik 1.
Tabel 1.Simulasi Ekonometrika Antara Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Perekonomian Global, Harga Komoditas, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Var. Independen
Coefficient Std. Error
C
GDPJATENG(-1)***
GLOBDEM*
KAPAS*
LOG(NT)
T=2001.50
T=2004.75
T=2008.50
4.70
0.42
0.10
0.43
-0.35
2.77
-4.55
1.18
12.89
0.13
0.06
0.24
1.38
1.22
1.06
1.06
Keterangan : * signifikan di 10%, ** signifikan di 5%, *** signifikan di 1% R-squared 0.5 Durbin-Watson stat 1.5 GDPJATENG : Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah GLOBDEM : Pertumbuhan Ekonomi AS dan Tiongkok selaku tujuan ekspor utama Jawa Tengah KAPAS : Harga kapas internasional sebagai proxy harga bahan baku impor pada industri tekstil di Jawa Tengah NT : Nilai Tukar
VARIABEL DEPENDEN : GDPJATENG
PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi (%)
y = -0.1422x + 6.6686R² = 0.0138
14
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
8 9 10 11 12 13
NILAI TUKAR (RIBU)
79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN78 PERKEMBANGAN PERBANKAN
& SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat
dibandingkan triwulan III pada tahun lalu.
Pendapatan terbesar berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah, terutama dari
komponen Pajak Daerah yang melambat di tengah tren melambatnya
pertumbuhan ekonomi.
Realisasi belanja melambat dibandingkan dengan triwulan III 2014, terutama
berasal dari penyerapan belanja modal yang belum optimal.
SUPLEMEN V
Perkembangan NPL Industri Pengolahan Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolas ASGrafik 4.
JAN
-12
FEB-
12
MA
R-12
APR
-12
MAY
-12
JUN
-12
JUL-
12
AU
G-1
2
SEP-
12
OC
T-12
NO
V-12
DEC
-12
JAN
-13
FEB-
13
MA
R-13
APR
-13
MAY
-13
JUN
-13
JUL-
13
AU
G-1
3
SEP-
13
OC
T-13
NO
V-13
DEC
-13
JAN
-14
FEB-
14
MA
R-14
APR
-14
MAY
-14
JUN
-14
JUL-
14
AU
G-1
4
SEP-
14
OC
T-14
NO
V-14
DEC
-14
JAN
-15
FEB-
15
MA
R-15
APR
-15
MAY
-15
JUN
-15
JUL-
15
AU
G-1
5
SEP-
15
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6% NPL NILAI TUKAR USD/IDR
Tabel 2. Perkembangan NPL Beberapa Industri yang Memiliki Import Content Tinggi
INDUSTRI TEPUNG DAN PATI
INDUSTRI PEMINTALAN, PERTENUNAN, PENGOLAHAN AKHIR TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI DAN PERLENGKAPANNYA, KECUALI PAKAIAN JADI BERBULU
INDUSTRI PLASTIK DAN KARET BUATAN
INDUSTRI BARANG DARI PLASTIK
INDUSTRI ALAT-ALAT PERTANIAN, PERTUKANGAN, PEMOTONG, DAN PERALATAN LAINNYA
INDUSTRI PERALATAN RUMAH TANGGA YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT ATAU LEBIH
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DAN TIGA SERTA KOMPONEN DAN PERLENGKAPANNYA
JENIS INDUSTRI
3.53%
3.05%
0.85%
4.27%
3.21%
0.52%
0.96%
0.71%
0.85%
NPL I 2015
4.14%
3.16%
3.36%
5.55%
4.05%
0.54%
1.52%
0.81%
3.44%
NPL II 2015
4.15%
3.40%
7.01%
5.97%
3.95%
0.44%
1.40%
0.81%
2.64%
NPL III 2015
80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat
dibandingkan triwulan III pada tahun lalu.
Pendapatan terbesar berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah, terutama dari
komponen Pajak Daerah yang melambat di tengah tren melambatnya
pertumbuhan ekonomi.
Realisasi belanja melambat dibandingkan dengan triwulan III 2014, terutama
berasal dari penyerapan belanja modal yang belum optimal.
SUPLEMEN V
Perkembangan NPL Industri Pengolahan Jawa Tengah dengan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolas ASGrafik 4.
JAN
-12
FEB-
12
MA
R-12
APR
-12
MAY
-12
JUN
-12
JUL-
12
AU
G-1
2
SEP-
12
OC
T-12
NO
V-12
DEC
-12
JAN
-13
FEB-
13
MA
R-13
APR
-13
MAY
-13
JUN
-13
JUL-
13
AU
G-1
3
SEP-
13
OC
T-13
NO
V-13
DEC
-13
JAN
-14
FEB-
14
MA
R-14
APR
-14
MAY
-14
JUN
-14
JUL-
14
AU
G-1
4
SEP-
14
OC
T-14
NO
V-14
DEC
-14
JAN
-15
FEB-
15
MA
R-15
APR
-15
MAY
-15
JUN
-15
JUL-
15
AU
G-1
5
SEP-
15
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6% NPL NILAI TUKAR USD/IDR
Tabel 2. Perkembangan NPL Beberapa Industri yang Memiliki Import Content Tinggi
INDUSTRI TEPUNG DAN PATI
INDUSTRI PEMINTALAN, PERTENUNAN, PENGOLAHAN AKHIR TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI DAN PERLENGKAPANNYA, KECUALI PAKAIAN JADI BERBULU
INDUSTRI PLASTIK DAN KARET BUATAN
INDUSTRI BARANG DARI PLASTIK
INDUSTRI ALAT-ALAT PERTANIAN, PERTUKANGAN, PEMOTONG, DAN PERALATAN LAINNYA
INDUSTRI PERALATAN RUMAH TANGGA YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT ATAU LEBIH
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DAN TIGA SERTA KOMPONEN DAN PERLENGKAPANNYA
JENIS INDUSTRI
3.53%
3.05%
0.85%
4.27%
3.21%
0.52%
0.96%
0.71%
0.85%
NPL I 2015
4.14%
3.16%
3.36%
5.55%
4.05%
0.54%
1.52%
0.81%
3.44%
NPL II 2015
4.15%
3.40%
7.01%
5.97%
3.95%
0.44%
1.40%
0.81%
2.64%
NPL III 2015
80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2015 Realisasi III - 2015
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
17,097.69
11,696.82
2,694.39
2,706.48
17,337.69
11,665.35
5,672.34
(240.00)
12,695.49
8,026.13
1,913.61
2,755.75
11,052.13
7,960.65
3,091.48
1,643.36
% Realisasi
74.25%
68.62%
71.02%
101.82%
63.75%
68.24%
54.50%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.1 Realisasi APBD Triwulan III 2015
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah
melambat dibandingkan triwulan yang sama
pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat
sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD
2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan
triwulan III 2014 sebesar 82,16%. Sementara itu,
realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp11,05
triliun atau 63,75% dari anggaran, sedikit menurun
dibandingkan dengan triwulan III 2014 yang terserap
sebesar 64,22%.
Namun demikian, sesuai pola triwulanan, realisasi
APBD triwulan III 2015 lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2015. Tercatat, realisasi pendapatan
sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD
2015, meningkat dibandingkan serapan pendapatan
triwulan lalu yang sebesar 47,65%. Begitu pula dengan
realisasi belanja yang sebesar Rp11,05 triliun atau
63,75% dari anggaran, meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 37,96%.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah
tercatat masih mengalami surplus pada triwulan
III 2015, yakni sebesar Rp1,64 triliun seiring dengan
perolehan pendapatan yang lebih besar dibandingkan
dengan realisasi belanja. Namun, surplus ini masih lebih
rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat
sebesar Rp2,29 triliun.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015Total anggaran pendapatan daerah Pemprov Jawa
Tengah tahun 2015 sebesar Rp 17,10 triliun. Jumlah
tersebut meningkat 18,53% dibandingkan APBD-P
tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp14,43 triliun.
Peningkatan tertinggi berasal dari Pendapatan Pajak
Daerah yang direncanakan meningkat 31,29% dari
Rp9,09 triliun pada 2014 menjadi Rp11,69 triliun pada
2015. Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus
dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan
sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
I
2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
II II
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
II II
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
83PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2015 Realisasi III - 2015
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
17,097.69
11,696.82
2,694.39
2,706.48
17,337.69
11,665.35
5,672.34
(240.00)
12,695.49
8,026.13
1,913.61
2,755.75
11,052.13
7,960.65
3,091.48
1,643.36
% Realisasi
74.25%
68.62%
71.02%
101.82%
63.75%
68.24%
54.50%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.1 Realisasi APBD Triwulan III 2015
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah
melambat dibandingkan triwulan yang sama
pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat
sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD
2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan
triwulan III 2014 sebesar 82,16%. Sementara itu,
realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp11,05
triliun atau 63,75% dari anggaran, sedikit menurun
dibandingkan dengan triwulan III 2014 yang terserap
sebesar 64,22%.
Namun demikian, sesuai pola triwulanan, realisasi
APBD triwulan III 2015 lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2015. Tercatat, realisasi pendapatan
sebesar Rp12,70 triliun atau 74,25% terhadap APBD
2015, meningkat dibandingkan serapan pendapatan
triwulan lalu yang sebesar 47,65%. Begitu pula dengan
realisasi belanja yang sebesar Rp11,05 triliun atau
63,75% dari anggaran, meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 37,96%.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah
tercatat masih mengalami surplus pada triwulan
III 2015, yakni sebesar Rp1,64 triliun seiring dengan
perolehan pendapatan yang lebih besar dibandingkan
dengan realisasi belanja. Namun, surplus ini masih lebih
rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat
sebesar Rp2,29 triliun.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan III 2015Total anggaran pendapatan daerah Pemprov Jawa
Tengah tahun 2015 sebesar Rp 17,10 triliun. Jumlah
tersebut meningkat 18,53% dibandingkan APBD-P
tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp14,43 triliun.
Peningkatan tertinggi berasal dari Pendapatan Pajak
Daerah yang direncanakan meningkat 31,29% dari
Rp9,09 triliun pada 2014 menjadi Rp11,69 triliun pada
2015. Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus
dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan
sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
I
2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
II II
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
II II
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
83PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
III - 2014 III - 2015
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 & 2015
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
86.53%
82.97%
69.83%
104.37%
110.72%
79.01%
68.66%
83.33%
75.00%
72.00%
0.62%
72.68%
68.62%
64.09%
79.07%
100.45%
103.12%
71.02%
61.19%
75.27%
80.00%
101.82%
87.75%
101.03%
Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,
meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan III
2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut
mencatatkan realisasi sebesar 103,12% dan 100,45%.
Meskipun demikian, angka ini masih lebih rendah
dibandingkan triwulan III di tahun 2014 yang tercatat
sebesar 110,72% dan 104,37%.
Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar
bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan
laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 101,82%,
meningkat dibandingkan triwulan yang sama di tahun
2014 sebesar 72,00%. Ditinjau dari komponennya,
dana penyesuaian dan otonomi khusus memberikan
sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98% dari total
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi dana
penyesuaian dan otonomi khusus pada triwulan
laporan sebesar 101,03%, lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama di tahun 2014 yang sebesar
72,68%. Sementara itu, komponen pendapatan dana
hibah mencatatkan realisasi yang jauh lebih baik pada
periode triwulan laporan. Tercatat, realisasi hibah
sebesar 87,75%, meningkat dibandingkan triwulan III
2014 yang sebesar 0,62%. Hibah tersebut berasal dari
p e m e r i n t a h , p e m e r i n t a h d a e r a h l a i n n y a ,
badan/lembaga, organisasi swasta dalam negeri,
kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar
negeri yang tidak mengikat.
Pada tahun 2015, anggaran belanja daerah
Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 17,34 triliun atau
meningkat 8,10% dibandingkan anggaran
belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04
triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan
meningkat sebesar 24,38% menjadi Rp 5,67 triliun,
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar yaitu
pada pos belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp
2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari tahun lalu.
Peningkatan belanja modal sejalan dengan program
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mencanangkan
tahun 2015 sebagai tahun infrastruktur yang
merupakan program kerja lanjutan dari pemerintah
Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014. Anggaran
kelompok Belanja Tidak Langsung relatif tidak
mengalami perubahan dari tahun 2014, namun
demikian pada komponen Belanja Tidak Terduga
dianggarkan jauh lebih rendah yaitu sebesar Rp 30
miliar atau lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun
2014. Sementara itu komponen Belanja Tidak
Langsung yang mengalami peningkatan besar yaitu
Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota dengan
peningkatan sebesar 30,42% dari APBD Tahun 2014.
4.1.2. Realisasi Belanja I Triwulan II 2015
85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD 2014 % Perubahan 2014-2015
PENDAPATAN
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
14,425
9,097
7,819
78
291
909
2,618
735
1,804
79
2,710
29
2,678
3
-
17,098
11,697
10,266
84
319
1,028
2,694
832
1,804
58
2,706
30
2,677
-
-
18.53%
28.57%
31.29%
7.05%
9.87%
12.99%
2.93%
13.34%
0.00%
-26.77%
-0.13%
2.79%
-0.05%
APBD 2015
Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan laporan sebesar 74,25%
dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan III tahun sebelumnya yang
sebesar 82,16%. Angka ini juga lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan
lima tahun terakhir yang sebesar 81,00%..
Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah
berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pangsa PAD terhadap total pendapatan meningkat
menjadi 63,22% dari sebelumnya 61,68% pada
triwulan II 2015. Peningkatan ini mencerminkan upaya
pemerintah daerah dalam menciptakan pendapatan
secara mandir i . Sementara i tu, peran Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah masing-masing tercatat sebesar 15,07% dan
21,71%.
Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD
utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran
sebesar 82% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD
yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan (4%), dan retribusi daerah (1%).
Penurunan realisasi pajak daerah menyebabkan
penurunan pendapatan secara keseluruhan. Pada
triwulan III 2015, realisasi pajak daerah sebesar
64,09%, lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun
lalu yang mencapai 82,97%. Rendahnya realisasi pajak
daerah juga disebabkan oleh serapan pajak Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah. Hal
ini ditengarai sebagai imbas dari pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah yang tidak setinggi tahun
sebelumnya.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.2 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III 2015
63,22%15,07%21,71%
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III 4
5
5
6
6
7
7
-
10
20
30
40
50
60
70
80 %, YOY %, YOY
PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
III - 2014 III - 2015
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan III tahun 2014 & 2015
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
86.53%
82.97%
69.83%
104.37%
110.72%
79.01%
68.66%
83.33%
75.00%
72.00%
0.62%
72.68%
68.62%
64.09%
79.07%
100.45%
103.12%
71.02%
61.19%
75.27%
80.00%
101.82%
87.75%
101.03%
Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,
meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan III
2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut
mencatatkan realisasi sebesar 103,12% dan 100,45%.
Meskipun demikian, angka ini masih lebih rendah
dibandingkan triwulan III di tahun 2014 yang tercatat
sebesar 110,72% dan 104,37%.
Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar
bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan
laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 101,82%,
meningkat dibandingkan triwulan yang sama di tahun
2014 sebesar 72,00%. Ditinjau dari komponennya,
dana penyesuaian dan otonomi khusus memberikan
sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98% dari total
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi dana
penyesuaian dan otonomi khusus pada triwulan
laporan sebesar 101,03%, lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama di tahun 2014 yang sebesar
72,68%. Sementara itu, komponen pendapatan dana
hibah mencatatkan realisasi yang jauh lebih baik pada
periode triwulan laporan. Tercatat, realisasi hibah
sebesar 87,75%, meningkat dibandingkan triwulan III
2014 yang sebesar 0,62%. Hibah tersebut berasal dari
p e m e r i n t a h , p e m e r i n t a h d a e r a h l a i n n y a ,
badan/lembaga, organisasi swasta dalam negeri,
kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar
negeri yang tidak mengikat.
Pada tahun 2015, anggaran belanja daerah
Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 17,34 triliun atau
meningkat 8,10% dibandingkan anggaran
belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04
triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan
meningkat sebesar 24,38% menjadi Rp 5,67 triliun,
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar yaitu
pada pos belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp
2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari tahun lalu.
Peningkatan belanja modal sejalan dengan program
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mencanangkan
tahun 2015 sebagai tahun infrastruktur yang
merupakan program kerja lanjutan dari pemerintah
Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014. Anggaran
kelompok Belanja Tidak Langsung relatif tidak
mengalami perubahan dari tahun 2014, namun
demikian pada komponen Belanja Tidak Terduga
dianggarkan jauh lebih rendah yaitu sebesar Rp 30
miliar atau lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun
2014. Sementara itu komponen Belanja Tidak
Langsung yang mengalami peningkatan besar yaitu
Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota dengan
peningkatan sebesar 30,42% dari APBD Tahun 2014.
4.1.2. Realisasi Belanja I Triwulan II 2015
85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN
APBD 2014 % Perubahan 2014-2015
PENDAPATAN
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
14,425
9,097
7,819
78
291
909
2,618
735
1,804
79
2,710
29
2,678
3
-
17,098
11,697
10,266
84
319
1,028
2,694
832
1,804
58
2,706
30
2,677
-
-
18.53%
28.57%
31.29%
7.05%
9.87%
12.99%
2.93%
13.34%
0.00%
-26.77%
-0.13%
2.79%
-0.05%
APBD 2015
Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan laporan sebesar 74,25%
dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan III tahun sebelumnya yang
sebesar 82,16%. Angka ini juga lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan
lima tahun terakhir yang sebesar 81,00%..
Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah
berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pangsa PAD terhadap total pendapatan meningkat
menjadi 63,22% dari sebelumnya 61,68% pada
triwulan II 2015. Peningkatan ini mencerminkan upaya
pemerintah daerah dalam menciptakan pendapatan
secara mandir i . Sementara i tu, peran Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah masing-masing tercatat sebesar 15,07% dan
21,71%.
Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD
utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran
sebesar 82% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD
yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan (4%), dan retribusi daerah (1%).
Penurunan realisasi pajak daerah menyebabkan
penurunan pendapatan secara keseluruhan. Pada
triwulan III 2015, realisasi pajak daerah sebesar
64,09%, lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun
lalu yang mencapai 82,97%. Rendahnya realisasi pajak
daerah juga disebabkan oleh serapan pajak Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah. Hal
ini ditengarai sebagai imbas dari pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah yang tidak setinggi tahun
sebelumnya.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.2 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III 2015
63,22%15,07%21,71%
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III 4
5
5
6
6
7
7
-
10
20
30
40
50
60
70
80 %, YOY %, YOY
PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB
Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL
6%47%47%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
21%25,%
0%
37%17%0%
penyerapan realisasi dana hibah provinsi. Peningkatan
juga terjadi pada komponen belanja pegawai yang
meningkat tipis menjadi 66,67%, dari sebelumnya
65,72%. Sementara itu, belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota mencatatkan penurunan persentase
realisasi. Pada triwulan laporan, realisasi belanja bagi
hasil kepada kabupaten/kota menjadi 60,46% dari
sebelumnya 66,89% pada triwulan III 2014.
Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan
penyerapan dibandingkan triwulan III pada tahun
sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun
dari 59,91% di triwulan III 2014 menjadi 54,50% pada
triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari
komponen belanja modal.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
turun menjadi 28,74%, dari sebelumnya 52,66%.
Meskipun realisasi secara nominal meningkat,
peningkatan anggaran belanja modal dari Rp1,6 triliun
di tahun 2014 menjadi Rp2,68 triliun ini belum terserap
secara optimal, sehingga mengakibatkan realisasi
belanja modal tercatat rendah. Berdasarkan hasil
kegiatan liaison, sebagian besar belanja modal berada
pada Dinas Bina Marga. Tercatat, realisasi Dinas Bina
Marga pada triwulan laporan pun tergolong masih
rendah, yakni sebesar 52,17%. Untuk mendorong
serapan belanja modal yang masih rendah, Pemprov
Jateng perlu untuk melakukan percepatan realisasi sisa
b e l a n j a m o d a l d i t r i w u l a n a k h i r 2 0 1 5 .
Sementara itu, komponen belanja pegawai serta
belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan
triwulan III tahun lalu. Masing-masing komponen
mencatatkan realisasi sebesar 77,46% dan 77,53%
pada triwulan laporan, lebih baik dibandingkan
68,88% dan 63,08% pada triwulan III 2014.
Pencapaian realisasi yang sudah baik ini pun perlu
untuk ditingkatkan dalam rangka menjaga tingkat
realisasi keseluruhan belanja di tahun 2015.
87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2014 APBD 2015
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA HIBAH
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
- BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA BARANG DAN JASA
- BELANJA MODAL
16,039
11,479
2,123
3,026
39
3,293
2,899
98
4,560
336
2,563
1,660
17,338
11,665
2,451
2,913
29
4,295
1,947
30
5,672
350
2,645
2,677
% Perubahan 2014-2015
8.10%
1.63%
15.45%
-3.73%
-27.20%
30.42%
-32.83%
-69.29%
24.38%
4.02%
3.19%
61.23%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan pola historis beberapa
tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD 2015
masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan
porsi 67,28%, sementara anggaran belanja langsung
memiliki porsi sebesar 32,72%.
Pada triwulan III 2015, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75%
dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih
baik dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir
yang sebesar 58,60%. Namun demikian, persentase
real isasi belanja ini relat if menurun apabi la
dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan III 2014
yang tercatat sebesar 64,22%. Menurunnya realisasi ini
utamanya berasal dari pos belanja langsung untuk
komponen belanja modal.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Realisasi pada triwulan III 2015 sebesar 68,24% dari
anggaran belanja tidak langsung, lebih baik dibanding
triwulan III 2014 yang sebesar 66,04%. Ditinjau dari
komponennya, belanja banyak digunakan untuk
be l an j a h i bah , be l an j a bag i ha s i l k epada
kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan masing-
masing peran sebesar 34,90%, 32,62%, dan 20,53%
dari total belanja tidak langsung.
Komponen belanja hibah terserap lebih baik
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi belanja
hibah sebesar 95,38%, meningkat dibandingkan
triwulan III 2014 yang sebesar 72,68%. Penyaluran
dana hibah yang ditujukan untuk instansi berbadan
hukum tidak menjadi hambatan besar dalam
RP JUTA
0
5
10
15
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015
BELANJA III - 2014 III - 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
66.04%
65.72%
72.68%
21.34%
66.89%
56.96%
9.21%
59.91%
68.88%
63.08%
52.65%
64.22%
68.24%
66.67%
95.38%
49.20%
60.46%
47.55%
37.07%
54.50%
77.46%
77.53%
28.74%
63.75%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL
6%47%47%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA
Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
21%25,%
0%
37%17%0%
penyerapan realisasi dana hibah provinsi. Peningkatan
juga terjadi pada komponen belanja pegawai yang
meningkat tipis menjadi 66,67%, dari sebelumnya
65,72%. Sementara itu, belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota mencatatkan penurunan persentase
realisasi. Pada triwulan laporan, realisasi belanja bagi
hasil kepada kabupaten/kota menjadi 60,46% dari
sebelumnya 66,89% pada triwulan III 2014.
Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan
penyerapan dibandingkan triwulan III pada tahun
sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun
dari 59,91% di triwulan III 2014 menjadi 54,50% pada
triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari
komponen belanja modal.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
turun menjadi 28,74%, dari sebelumnya 52,66%.
Meskipun realisasi secara nominal meningkat,
peningkatan anggaran belanja modal dari Rp1,6 triliun
di tahun 2014 menjadi Rp2,68 triliun ini belum terserap
secara optimal, sehingga mengakibatkan realisasi
belanja modal tercatat rendah. Berdasarkan hasil
kegiatan liaison, sebagian besar belanja modal berada
pada Dinas Bina Marga. Tercatat, realisasi Dinas Bina
Marga pada triwulan laporan pun tergolong masih
rendah, yakni sebesar 52,17%. Untuk mendorong
serapan belanja modal yang masih rendah, Pemprov
Jateng perlu untuk melakukan percepatan realisasi sisa
b e l a n j a m o d a l d i t r i w u l a n a k h i r 2 0 1 5 .
Sementara itu, komponen belanja pegawai serta
belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan
triwulan III tahun lalu. Masing-masing komponen
mencatatkan realisasi sebesar 77,46% dan 77,53%
pada triwulan laporan, lebih baik dibandingkan
68,88% dan 63,08% pada triwulan III 2014.
Pencapaian realisasi yang sudah baik ini pun perlu
untuk ditingkatkan dalam rangka menjaga tingkat
realisasi keseluruhan belanja di tahun 2015.
87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)
URAIAN APBD 2014 APBD 2015
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA HIBAH
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
- BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
- BELANJA PEGAWAI
- BELANJA BARANG DAN JASA
- BELANJA MODAL
16,039
11,479
2,123
3,026
39
3,293
2,899
98
4,560
336
2,563
1,660
17,338
11,665
2,451
2,913
29
4,295
1,947
30
5,672
350
2,645
2,677
% Perubahan 2014-2015
8.10%
1.63%
15.45%
-3.73%
-27.20%
30.42%
-32.83%
-69.29%
24.38%
4.02%
3.19%
61.23%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan pola historis beberapa
tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD 2015
masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan
porsi 67,28%, sementara anggaran belanja langsung
memiliki porsi sebesar 32,72%.
Pada triwulan III 2015, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp11,05 triliun atau 63,75%
dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih
baik dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir
yang sebesar 58,60%. Namun demikian, persentase
real isasi belanja ini relat if menurun apabi la
dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan III 2014
yang tercatat sebesar 64,22%. Menurunnya realisasi ini
utamanya berasal dari pos belanja langsung untuk
komponen belanja modal.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Realisasi pada triwulan III 2015 sebesar 68,24% dari
anggaran belanja tidak langsung, lebih baik dibanding
triwulan III 2014 yang sebesar 66,04%. Ditinjau dari
komponennya, belanja banyak digunakan untuk
be l an j a h i bah , be l an j a bag i ha s i l k epada
kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan masing-
masing peran sebesar 34,90%, 32,62%, dan 20,53%
dari total belanja tidak langsung.
Komponen belanja hibah terserap lebih baik
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi belanja
hibah sebesar 95,38%, meningkat dibandingkan
triwulan III 2014 yang sebesar 72,68%. Penyaluran
dana hibah yang ditujukan untuk instansi berbadan
hukum tidak menjadi hambatan besar dalam
RP JUTA
0
5
10
15
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan III 2014 & 2015
BELANJA III - 2014 III - 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
66.04%
65.72%
72.68%
21.34%
66.89%
56.96%
9.21%
59.91%
68.88%
63.08%
52.65%
64.22%
68.24%
66.67%
95.38%
49.20%
60.46%
47.55%
37.07%
54.50%
77.46%
77.53%
28.74%
63.75%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan, namun jumlah angkatan kerja mengalami penurunan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Angka pengangguran dan kemiskinan juga menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami
peningkatan pada triwulan laporan.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan, namun jumlah angkatan kerja mengalami penurunan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Angka pengangguran dan kemiskinan juga menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami
peningkatan pada triwulan laporan.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia
pada triwulan laporan mengalami peningkatan,
tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Jawa
Tengah pada Agustus 2015 yang mengalami
peningkatan dibandingkan Agustus 2014. Pada
Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah
sebesar 25,49 juta orang, atau meningkat sebesar
1,19% dibandingkan dengan Agustus 2014 yang
b e r j u m l a h 2 5 , 1 9 j u t a o r a n g . K o n d i s i i n i
mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa
Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif
yang besar. Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan
jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah, terlihat dari
menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 1,43%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya menjadi 17,30 juta orang. Penurunan
jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk usia produktif yang masuk dalam
kelompok bukan angkatan kerja. Pada periode laporan,
jumlah penduduk bekerja juga mengalami penurunan
sebesar 0,66% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya menjadi 16,44 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja tersebut tercatat
menyumbang sebesar 14,32% dari keseluruhan angka
penduduk bekerja secara nasional.
Sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian
d a e r a h d i t r i w u l a n l a p o r a n , t i n g k a t
pengangguran Jawa Tengah per Agustus 2015
menunjukkan penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Hal ini terlihat dari
penurunan jumlah pengangguran pada data Agustus
2015 dibanding data pada periode yang sama tahun
sebelumnya.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK,
yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk
usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami
penurunan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. TPAK pada Agustus 2015 tercatat sebesar
67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang
tercatat sebesar 69,68%. Pertumbuhan ekonomi yang
belum seperti yang diperkirakan ditengarai menjadi
salah satu penyebab penurunan TPAK Jawa Tengah
pada Agustus 2015. Namun demikian, dibandingkan
dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih
lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat
sebesar 65,76%.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
pesimis oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei
konsumen di Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat
5.1. Ketenagakerjaan
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
BUKAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK USIA KERJA
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
8,19
25,49
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
JATENG
91PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang tersedia
pada triwulan laporan mengalami peningkatan,
tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Jawa
Tengah pada Agustus 2015 yang mengalami
peningkatan dibandingkan Agustus 2014. Pada
Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah
sebesar 25,49 juta orang, atau meningkat sebesar
1,19% dibandingkan dengan Agustus 2014 yang
b e r j u m l a h 2 5 , 1 9 j u t a o r a n g . K o n d i s i i n i
mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa
Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif
yang besar. Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan
jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah, terlihat dari
menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 1,43%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya menjadi 17,30 juta orang. Penurunan
jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk usia produktif yang masuk dalam
kelompok bukan angkatan kerja. Pada periode laporan,
jumlah penduduk bekerja juga mengalami penurunan
sebesar 0,66% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya menjadi 16,44 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja tersebut tercatat
menyumbang sebesar 14,32% dari keseluruhan angka
penduduk bekerja secara nasional.
Sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian
d a e r a h d i t r i w u l a n l a p o r a n , t i n g k a t
pengangguran Jawa Tengah per Agustus 2015
menunjukkan penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Hal ini terlihat dari
penurunan jumlah pengangguran pada data Agustus
2015 dibanding data pada periode yang sama tahun
sebelumnya.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK,
yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk
usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami
penurunan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. TPAK pada Agustus 2015 tercatat sebesar
67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang
tercatat sebesar 69,68%. Pertumbuhan ekonomi yang
belum seperti yang diperkirakan ditengarai menjadi
salah satu penyebab penurunan TPAK Jawa Tengah
pada Agustus 2015. Namun demikian, dibandingkan
dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih
lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat
sebesar 65,76%.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
pesimis oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei
konsumen di Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat
5.1. Ketenagakerjaan
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
BUKAN ANGKATAN KERJA
PENDUDUK USIA KERJA
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
7,32
24,78
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
7,36
24,88
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
8,19
25,49
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
JATENG
91PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja
belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga
kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk
yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan
porsi 52,37%. Sementara pekerja berpendidikan tinggi
hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,73%.
Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Komposisi ini tidak mengalami perubahan
signifikan dibanding periode-periode sebelumnya.
Angka pengangguran mengalami penurunan pada
Agustus 2015 dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Jumlah pengangguran pada Agustus
2015 sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%
dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1
juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 11,38% dari total angka
pengangguran nasional. Sementara dilihat dari
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2015
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
Agustus
2.68
2.94
0.58
5.71
2.34
2.19
16.44
dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta
orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal
juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri
pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,
atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014
yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
72,56% masih didominasi oleh penduduk dalam
lapangan usaha pekerja berwaktu penuh (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja berwaktu
penuh Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat
sebanyak 11,93 juta orang atau meningkat
dibandingkan dengan Agustus 2014 yang tercatat
sebanyak 11,65 juta orang (Tabel 5.4). Sementara
untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
mengalami penurunan pada periode yang sama, yaitu
dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta orang.
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Agustus
8.61
3.16
3.4
1.27
16.44
Tabel 5.4. JJumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4.91
1.18
3.73
12.41
17.32
4.51
1.07
3.44
11.93
16.44
5.21
1.49
3.72
11.26
16.47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
5.2. Pengangguran
93PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
5.05
3.31
3.76
2.14
2.19
16.45
5.17
3.11
3.69
2.51
1.99
16.47
5.19
3.31
3.72
2.15
2.38
16.75
2013
Agustus
5.17
3.17
3.72
2.19
2.3
16.55*Data diolahdariSakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Februari
2015
5.39
3.33
4.01
2.28
2.31
17.32
Agustus
4.71
3.27
3.80
2.08
2.58
16.44
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.2
INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
PESIMIS
OPTIMIS
KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
keyakinan konsumen Jawa Tengah terhadap
penghasilan saat ini cenderung menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tingkat
keyakinan tersebut sejalan dengan penurunan tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi lapangan usaha
saat ini (Grafik 5.1).
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang lebih baik meski tidak seoptimis
periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen
di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini
terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang sedikit menurun menjadi 106 dari
sebelumnya 120,9. Penurunan optimisme konsumen
juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan
datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi
konsumen dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi
116,5 pada triwulan laporan. Penurunan optimisme ini
juga sejalan dengan penurunan optimisme konsumen
terhadap kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha
pertanian masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71
juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang
bekerja di Jawa Tengah. Lapangan usaha perdagangan
menempati posisi kedua dengan menyerap 3,80 juta
orang atau 23,11% penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Sementara lapangan usaha industr i
pengolahan menempati posisi ketiga dengan
menyerap 3,27 juta orang atau 19,89% penduduk
yang bekerja di Jawa Tengah.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan
banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada
bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor
formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau
38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah
tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja
belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga
kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk
yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan
porsi 52,37%. Sementara pekerja berpendidikan tinggi
hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,73%.
Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Komposisi ini tidak mengalami perubahan
signifikan dibanding periode-periode sebelumnya.
Angka pengangguran mengalami penurunan pada
Agustus 2015 dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Jumlah pengangguran pada Agustus
2015 sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%
dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1
juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 11,38% dari total angka
pengangguran nasional. Sementara dilihat dari
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2015
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
Agustus
2.68
2.94
0.58
5.71
2.34
2.19
16.44
dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta
orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal
juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri
pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,
atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014
yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
72,56% masih didominasi oleh penduduk dalam
lapangan usaha pekerja berwaktu penuh (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja berwaktu
penuh Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat
sebanyak 11,93 juta orang atau meningkat
dibandingkan dengan Agustus 2014 yang tercatat
sebanyak 11,65 juta orang (Tabel 5.4). Sementara
untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
mengalami penurunan pada periode yang sama, yaitu
dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta orang.
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Agustus
8.61
3.16
3.4
1.27
16.44
Tabel 5.4. JJumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4.91
1.18
3.73
12.41
17.32
4.51
1.07
3.44
11.93
16.44
5.21
1.49
3.72
11.26
16.47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
5.2. Pengangguran
93PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
5.05
3.31
3.76
2.14
2.19
16.45
5.17
3.11
3.69
2.51
1.99
16.47
5.19
3.31
3.72
2.15
2.38
16.75
2013
Agustus
5.17
3.17
3.72
2.19
2.3
16.55*Data diolahdariSakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Februari
2015
5.39
3.33
4.01
2.28
2.31
17.32
Agustus
4.71
3.27
3.80
2.08
2.58
16.44
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.2
INDEKS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
PESIMIS
OPTIMIS
KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
keyakinan konsumen Jawa Tengah terhadap
penghasilan saat ini cenderung menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tingkat
keyakinan tersebut sejalan dengan penurunan tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi lapangan usaha
saat ini (Grafik 5.1).
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang lebih baik meski tidak seoptimis
periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen
di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini
terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang sedikit menurun menjadi 106 dari
sebelumnya 120,9. Penurunan optimisme konsumen
juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan
datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi
konsumen dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi
116,5 pada triwulan laporan. Penurunan optimisme ini
juga sejalan dengan penurunan optimisme konsumen
terhadap kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha
pertanian masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71
juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang
bekerja di Jawa Tengah. Lapangan usaha perdagangan
menempati posisi kedua dengan menyerap 3,80 juta
orang atau 23,11% penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Sementara lapangan usaha industr i
pengolahan menempati posisi ketiga dengan
menyerap 3,27 juta orang atau 19,89% penduduk
yang bekerja di Jawa Tengah.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan
banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada
bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor
formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau
38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah
tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor Tanaman Pangandengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Grafik 5.5
95
100
105
110
115
120
125
25000
27000
29000
31000
33000
35000
37000
39000
41000
43000
45000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
Indeks yang dibayar petani juga mengalami
peningkatan untuk semua subsektor. Namun
demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari
peningkatan indeks yang diterima petani.
Berdasarkan data historis, indeks yang dibayar petani
selalu mengalami peningkatan dan tidak pernah
menunjukkan tren penurunan. Apabila dibandingkan
dengan triwulan lalu, kenaikan terbesar terjadi pada
subsektor tanaman perkebunan rakyat yang
mengalami peningkatan sebesar 1,32% menjadi
120,49.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan juga tercatat mengalami peningkatan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan III 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi
107,00 dari sebelumnya 103,09 pada triwulan II 2015.
Peningkatan NTUP terbesar pada triwulan III 2015
terjadi di subsektor tanaman pangan sebesar 6,39%.
Hal ini sejalan dengan adanya peningkatan indeks yang
diterima petani (It) pada subsektor tanaman pangan
yang signifikan lebih besar dibandingkan indeks yang
dibayar (Ib), sehingga petani di subsektor tanaman
pangan mendapatkan insentif dalam meningkatkan
produksinya.
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106.68
102.91
103.71
109.24
103.92
104.99
97.5
102.83
105.4
109.08
106.17
103.09
103.73
104.49
106.87
113.60
109.31
107.00
%Perubahan
6.39
1.61
1.39
4.14
2.96
3.79
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
2.
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
II90
95
100
105
110
115
120
125
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II90
95
100
105
110
115
120
125
130
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.6
95PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa
Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada
Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel
5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu
sebesar 6,18%.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2015
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II
2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n N T P m e n g i n d i k a s i k a n
meningkatnya kesejahteraan petani dengan
meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini
tercermin dari indeks yang diterima petani naik lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani
(Grafik 5.3). Peningkatan NTP ini disebabkan oleh
naiknya harga produk pertanian sejalan dengan
berakhirnya musim panen raya yang jatuh di awal
triwulan II 2015. Tingkat inflasi yang cukup terjaga
hingga triwulan III 2015 merupakan salah satu faktor
yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk
rumah tangga petani.
Apabi la dibandingkan dengan tr iwulan
sebelumnya, peningkatan NTP terjadi di seluruh
subsektor. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada
subsektor tanaman pangan sebesar 5,65% atau
menjadi 99,87 dibandingkan triwulan II 2015 sebesar
94,53. Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan
juga terjadi pada subsektor peternakan yang
meningkat sebesar 3,64% atau menjadi 107,77 dari
103,98 pada triwulan II 2015, disusul oleh peningkatan
subsektor perikanan sebesar 2,46% atau menjadi
103,39 pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan II
2015 sebesar 100,91. Sementara itu, peningkatan NTP
secara terbatas dialami oleh subsektor holtikultura dan
tanaman perkebunan rakyat. Dibandingkan triwulan II
2015 subsektor holtikultura meningkat dari 96,99
menjadi 97,68 pada triwulan III 2015, sedangkan
subsektor tanaman perkebunan rakyat meningkat
0,55% menjadi 100,48 pada triwulan laporan dari
99,93 pada triwulan sebelumnya (Grafik 5.4).
Indeks yang diterima petani di seluruh subsektor
meningkat pada triwulan III 2015. Apabila
dibandingkan dengan triwulan II 2015, kenaikan
terbesar indeks yang diterima petani terjadi di
subsektor tanaman pangan sebesar 6,86%. Tingginya
peningkatan indeks yang diterima petani di subsektor
tanaman pangan disebabkan oleh kenaikan harga
beberapa komoditas tanaman pangan yang terkait
dengan berakhirnya musim panen raya yang telah jatuh
pada awal triwulan II lalu. Selain tanaman pangan,
indeks yang diterima petani juga mengalami kenaikan
signifikan di subsektor peternakan dan perikanan yang
kemudian diikuti oleh subsektor holtikultura dan
tanaman perkebunan rakyat dengan kenaikan dari
triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 4,65%,
3,54%, 1,90% dan 1,89%.
15.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
1.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN94
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.4
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115 INDEKS
HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.3
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor Tanaman Pangandengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Grafik 5.5
95
100
105
110
115
120
125
25000
27000
29000
31000
33000
35000
37000
39000
41000
43000
45000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
Indeks yang dibayar petani juga mengalami
peningkatan untuk semua subsektor. Namun
demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari
peningkatan indeks yang diterima petani.
Berdasarkan data historis, indeks yang dibayar petani
selalu mengalami peningkatan dan tidak pernah
menunjukkan tren penurunan. Apabila dibandingkan
dengan triwulan lalu, kenaikan terbesar terjadi pada
subsektor tanaman perkebunan rakyat yang
mengalami peningkatan sebesar 1,32% menjadi
120,49.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan juga tercatat mengalami peningkatan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan III 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi
107,00 dari sebelumnya 103,09 pada triwulan II 2015.
Peningkatan NTUP terbesar pada triwulan III 2015
terjadi di subsektor tanaman pangan sebesar 6,39%.
Hal ini sejalan dengan adanya peningkatan indeks yang
diterima petani (It) pada subsektor tanaman pangan
yang signifikan lebih besar dibandingkan indeks yang
dibayar (Ib), sehingga petani di subsektor tanaman
pangan mendapatkan insentif dalam meningkatkan
produksinya.
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106.68
102.91
103.71
109.24
103.92
104.99
97.5
102.83
105.4
109.08
106.17
103.09
103.73
104.49
106.87
113.60
109.31
107.00
%Perubahan
6.39
1.61
1.39
4.14
2.96
3.79
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
2.
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
II90
95
100
105
110
115
120
125
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II90
95
100
105
110
115
120
125
130
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.6
95PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa
Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada
Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel
5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu
sebesar 6,18%.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2015
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II
2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n N T P m e n g i n d i k a s i k a n
meningkatnya kesejahteraan petani dengan
meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini
tercermin dari indeks yang diterima petani naik lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani
(Grafik 5.3). Peningkatan NTP ini disebabkan oleh
naiknya harga produk pertanian sejalan dengan
berakhirnya musim panen raya yang jatuh di awal
triwulan II 2015. Tingkat inflasi yang cukup terjaga
hingga triwulan III 2015 merupakan salah satu faktor
yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk
rumah tangga petani.
Apabi la dibandingkan dengan tr iwulan
sebelumnya, peningkatan NTP terjadi di seluruh
subsektor. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada
subsektor tanaman pangan sebesar 5,65% atau
menjadi 99,87 dibandingkan triwulan II 2015 sebesar
94,53. Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan
juga terjadi pada subsektor peternakan yang
meningkat sebesar 3,64% atau menjadi 107,77 dari
103,98 pada triwulan II 2015, disusul oleh peningkatan
subsektor perikanan sebesar 2,46% atau menjadi
103,39 pada triwulan III 2015 dibandingkan triwulan II
2015 sebesar 100,91. Sementara itu, peningkatan NTP
secara terbatas dialami oleh subsektor holtikultura dan
tanaman perkebunan rakyat. Dibandingkan triwulan II
2015 subsektor holtikultura meningkat dari 96,99
menjadi 97,68 pada triwulan III 2015, sedangkan
subsektor tanaman perkebunan rakyat meningkat
0,55% menjadi 100,48 pada triwulan laporan dari
99,93 pada triwulan sebelumnya (Grafik 5.4).
Indeks yang diterima petani di seluruh subsektor
meningkat pada triwulan III 2015. Apabila
dibandingkan dengan triwulan II 2015, kenaikan
terbesar indeks yang diterima petani terjadi di
subsektor tanaman pangan sebesar 6,86%. Tingginya
peningkatan indeks yang diterima petani di subsektor
tanaman pangan disebabkan oleh kenaikan harga
beberapa komoditas tanaman pangan yang terkait
dengan berakhirnya musim panen raya yang telah jatuh
pada awal triwulan II lalu. Selain tanaman pangan,
indeks yang diterima petani juga mengalami kenaikan
signifikan di subsektor peternakan dan perikanan yang
kemudian diikuti oleh subsektor holtikultura dan
tanaman perkebunan rakyat dengan kenaikan dari
triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 4,65%,
3,54%, 1,90% dan 1,89%.
15.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
1.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN94
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.4
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III90
95
100
105
110
115 INDEKS
HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.3
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299,011
296,864
297,851
2010
205,606
179,982
192,435
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 7,15% dari
Rp273.036 per kapita/bulan menjadi Rp299.011 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 10,77%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp296.864 per
kapita/bulan.
IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan dari
tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah
selalu lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data
terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar 68,9 pada tahun
2014, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang
sebesar 68,31.
Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang
dihitung dengan menggunakan metode perhitungan
IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen
tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi
pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara
itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi
standar hidup diubah menjadi PNB per kapita dari
sebelumnya PDB per kapita. Metode agregasi indeks
juga mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada
IPM standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata
ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun
2010.
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
dari:
5.5. Pembangunan Manusia a. Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
b. Pendidikan : i. Harapan Lama Sekolah (HLS)
ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
c. Standar Hidup: PNB per kapita
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 5.9. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
64.5
65
65.5
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
97PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2015
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan
Jawa Tengah per Maret 2015 tercatat sebanyak 4.577
ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa
Tengah, menurun dibandingkan periode yang sama
tahun lalu yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,46%
dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk
miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan
jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari
2.891 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 2.740 ribu
pada Maret 2015. Jumlah penduduk miskin yang ada di
perkotaan juga mengalami penurunan b i la
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
dari 1.945 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 1.837
ribu pada Maret 2015.
Secara nasional, angka kemiskinan mengalami
peningkatan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional mengalami peningkatan sebesar 0,31 juta jiwa
dibandingkan Maret 2014 menjadi 28,59 juta jiwa atau
11,22% dari total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 0,047% dari total penduduk
miskin nasional, turun dibandingkan sumbangan pada
bulan Maret 2014 sebesar 0,051%.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Dibandingkan dengan kondisi di bulan September
2014, angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret
2015 mengalami peningkatan, yang terutama
didorong oleh peningkatan jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan. Apabila dibandingkan
dengan periode September 2014, jumlah penduduk
miskin di perkotaan naik sebesar 3,70% atau setara
dengan 60 ribu orang. Sementara di pedesaan, jumlah
penduduk miskin turun sebesar 1,81% atau setara
dengan 20 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di
perkotaan pada Maret 2015 mencapai 1.837 ribu jiwa
sedangkan di pedesaan mencapai 2.740 ribu jiwa atau
memiliki porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin
di Jawa Tengah.
3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan .
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan
d e s a m e n i n g k a t 9 , 0 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6
perkapita/bulan pada Maret 2014 menjadi Rp297.851
perkapita/bulan pada Maret 2015. Apabila rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin
maka kenaikan garis kemiskinan dapat memengaruhi
angka kemiskinan karena ambang nilai kemiskinan
turut mengalami peningkatan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
3.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN96
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber : BPS, diolahJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)Grafik 5.8.
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14
RIBU ORANG %
KOTAKOTA+DESA DESA
DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
MAR-14
Tabel 5.7. Garis KemiskinanMenurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299,011
296,864
297,851
2010
205,606
179,982
192,435
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 7,15% dari
Rp273.036 per kapita/bulan menjadi Rp299.011 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 10,77%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp296.864 per
kapita/bulan.
IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan dari
tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah
selalu lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data
terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar 68,9 pada tahun
2014, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang
sebesar 68,31.
Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang
dihitung dengan menggunakan metode perhitungan
IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen
tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi
pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara
itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi
standar hidup diubah menjadi PNB per kapita dari
sebelumnya PDB per kapita. Metode agregasi indeks
juga mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada
IPM standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata
ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun
2010.
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
dari:
5.5. Pembangunan Manusia a. Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
b. Pendidikan : i. Harapan Lama Sekolah (HLS)
ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
c. Standar Hidup: PNB per kapita
2010 2011 2012 2013 2014
Grafik 5.9. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
64.5
65
65.5
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
97PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2015
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan
Jawa Tengah per Maret 2015 tercatat sebanyak 4.577
ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa
Tengah, menurun dibandingkan periode yang sama
tahun lalu yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,46%
dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk
miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan
jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari
2.891 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 2.740 ribu
pada Maret 2015. Jumlah penduduk miskin yang ada di
perkotaan juga mengalami penurunan b i la
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
dari 1.945 ribu jiwa pada Maret 2014 menjadi 1.837
ribu pada Maret 2015.
Secara nasional, angka kemiskinan mengalami
peningkatan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional mengalami peningkatan sebesar 0,31 juta jiwa
dibandingkan Maret 2014 menjadi 28,59 juta jiwa atau
11,22% dari total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 0,047% dari total penduduk
miskin nasional, turun dibandingkan sumbangan pada
bulan Maret 2014 sebesar 0,051%.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Dibandingkan dengan kondisi di bulan September
2014, angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret
2015 mengalami peningkatan, yang terutama
didorong oleh peningkatan jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan. Apabila dibandingkan
dengan periode September 2014, jumlah penduduk
miskin di perkotaan naik sebesar 3,70% atau setara
dengan 60 ribu orang. Sementara di pedesaan, jumlah
penduduk miskin turun sebesar 1,81% atau setara
dengan 20 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di
perkotaan pada Maret 2015 mencapai 1.837 ribu jiwa
sedangkan di pedesaan mencapai 2.740 ribu jiwa atau
memiliki porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin
di Jawa Tengah.
3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan .
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan
d e s a m e n i n g k a t 9 , 0 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6
perkapita/bulan pada Maret 2014 menjadi Rp297.851
perkapita/bulan pada Maret 2015. Apabila rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin
maka kenaikan garis kemiskinan dapat memengaruhi
angka kemiskinan karena ambang nilai kemiskinan
turut mengalami peningkatan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
3.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN96
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Sumber : BPS, diolahJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)Grafik 5.8.
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14
RIBU ORANG %
KOTAKOTA+DESA DESA
DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
MAR-14
SUPLEMEN VI
Sementara itu, dalam rangka peningkatan produktivitas,
kontinuitas kualitas produk jagung dan peternakan, di
Kabupaten Grobogan dengan pilot project di Desa
Tambakselo, Kecamatan Wirosari, dan Desa Klitikan,
Kecamatan Kedungjati, diinisiasi pengembangan klaster
pertanian jagung terintegrasi dengan peternakan.
Launching dan penandatanganan perjanjian kerjasama
antara KPw BI Provinsi Jawa Tengah, Pemkab. Grobogan
dengan segenap SKPD terkait, dan stakeholders terkait di
tingkat provinsi (Dintan TPH, Dinakeswan, Dinkop
UMKM, Dinperindag, BKP, Kanwil BPN, Dishut, Perum
Perhutani), dan Bank Jateng, pada tanggal 27 Agustus
2015 di Desa Tambakselo Kecamatan Wirosari.
Kerjasama secara sinergis dan koordinatif dilakukan
dalam rangka peningkatan produktivitas, kualitas dan
kontinuitas serta daya saing produk pertanian jagung
dan peternakan secara integrated. Disamping itu pola
pengembangan klaster yang dibangun diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian daerah, dan dapat
menjadi pendorong desa-desa disekitarnya untuk
bangkit membangun daerahnya menjadi desa yang
memiliki inovasi teknologi terdepan. Melalui bantuan
teknis dalam bentuk pelatihan dari mulai budidaya
jagung, sampai dengan pengenalan kemasan,
packaging produk diversifikasi, studi banding, sosialisasi
tentang perbankan, dan pameran fasilitasi Tim Klaster,
dapat mengangkat Desa Tambakselo dan Klitikan
menjadi desa mandiri pangan, pupuk dan energi.
Sebagai implementasi dari hasil pelatihan, program sosial
Bank Indonesia (PSBI) diberikan dalam bentuk, kandang
komunal dan digester, mesin pemipil jagung, dan mesin
pengering jagung.
Integrasi yang dibangun melalui inovasi teknologi
berbasis Microbacter Alfaafa (MA-11), semua limbah
dari pertanian dan peternakan diolah menjadi pakan,
pangan, pupuk dan energi terbarukan. Limbah ternak
yang diproses dapat menciptakan energi selain gas
sebagai bahan bakar rumah tangga, juga energi
bioethanol sebagai bahan bakar kendaraan.
Masyarakat di wilayah sasaran di Grobogan, dapat
mengembangkan perikanan dan pertanian hortikultura
di sekitar rumah menggunakan media tanam seperti
terpatin untuk ikan, dan paralon untuk hortikultura.
Dengan demikian di wilayah yang gersang dipinggir
hutan menjadi asri dengan diciptakannya urban farming.
Melalui pengembangan klaster, desa-desa di wilayah
sasaran menjadi pusat wisata edukasi bagi para pihak
yang akan belajar dan melakukan studi banding.
Sehingga pola pengembangan yang dilakukan dapat
direplikasi di wilayah masing-masing. Klaster yang dibangun di Kabupaten Magelang dan
Kabupaten Grobogan dapat dijadikan destinasi wisata
alam yang sangat menjanjikan. Salah satunya di
Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang yang berada
di lereng gunung Telomoyo, Andong, dan Merbabu,
menjadi pusat destinasi wisata agro, lintas alam dan
outbond. Kegiatan ekonomi daerah dapat ditingkatkan
melalui penggunaan anggaran desa untuk membangun
infrastruktur motel/hotel ala desa yang asri, serta
menghidupkan kembali jalur wisata kopeng-ketep pas-
Borobudur.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,
Di Kabupaten Magelang, mengembangkan klaster sapi
perah terintegrasi dengan pertanian hortikultura.
Dilakukan secara sinergis dan koordinatif dengan
stakeholders terkait di tingkat Provinsi (Dinakeswan,
Dintan TPH, Dinperindag, Dinkop UMKM, Kanwil BPN),
Pemkab. dengan segenap SKPD terkait, perbankan (PT
BRI Magelang, Bank Jateng), dan private sector, sebagai
Tim Klaster.
Launching klaster diawali dengan penandatanganan
perjanjian kerjasama pada tanggal 16 Juni 2015 di lokasi
sasaran pengembangan yaitu Kecamatan Ngablak.
Pengembangan klaster bertujuan untuk peningkatan
kualitas, produktivitas, higienitas dan kontinuitas serta
daya saing produk susu dan hortikultura organik.
Adapun bantuan teknis dalam bentuk pelatihan
peningkatan kompetensi SDM petani/peternak, studi
banding, forum klaster sebagai ajang sharing tentang
po la mana jemen k las te r, se r ta membangun
enterpreneurship. Pengenalan produk diversifikasi
klaster diperkenalkan dengan dipamerkan baik
ditingkat kabupaten dan provinsi dan lintas provinsi telah
difasilitasi oleh Tim Klaster. Program Sosial Bank
Indonesia (PSBI) diberikan kepada kelompok tani/ternak
dalam bentuk 1 (satu) unit Kandang komunal kapasitas
20 ekor, 5 (lima) unit digester, karpet sapi, milkcan, alat
perah portable dan rumah produksi hortikultura.
SUPLEMEN VI
Ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan
memerlukan adanya inovasi dan penerapan teknologi.
Kelompok petani peternak sebagian besar berada di
desa-desa yang miskin ilmu dan sentuhan teknologi.
Sementara penunjang kehidupan dan industri berasal
dari sektor paling lini pertanian. Menyadari hal itu,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,
mengembangkan inovas i t ekno log i me la lu i
pengembangan klaster. Integrated ecofarming yang
dibangun, menjadikan desa mandiri pangan, pakan dan
pupuk dengan biaya murah, mudah dan organik, serta
menciptakan energi terbarukan. Pola pengembangan
yang terintegrasi menjawab kesiapan kedaulatan
pangan. Kemandirian petani dan pertanian hanya dapat
diwujudkan dengan kerjasama semua lini masyarakat
dari petani peternak hingga pemangku kebijakan dan
sektor riil. Hal ini akan meningkatkan kekuatan
perekonomian Nasional pada masa-masa yang akan
datang.
INOVASI TEKNOLOGI MENDUKUNG REVOLUSI KEDAULATANPANGAN DAN PENCIPTAAN DESTINASI JALUR WISATA
99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN98
SUPLEMEN VI
Sementara itu, dalam rangka peningkatan produktivitas,
kontinuitas kualitas produk jagung dan peternakan, di
Kabupaten Grobogan dengan pilot project di Desa
Tambakselo, Kecamatan Wirosari, dan Desa Klitikan,
Kecamatan Kedungjati, diinisiasi pengembangan klaster
pertanian jagung terintegrasi dengan peternakan.
Launching dan penandatanganan perjanjian kerjasama
antara KPw BI Provinsi Jawa Tengah, Pemkab. Grobogan
dengan segenap SKPD terkait, dan stakeholders terkait di
tingkat provinsi (Dintan TPH, Dinakeswan, Dinkop
UMKM, Dinperindag, BKP, Kanwil BPN, Dishut, Perum
Perhutani), dan Bank Jateng, pada tanggal 27 Agustus
2015 di Desa Tambakselo Kecamatan Wirosari.
Kerjasama secara sinergis dan koordinatif dilakukan
dalam rangka peningkatan produktivitas, kualitas dan
kontinuitas serta daya saing produk pertanian jagung
dan peternakan secara integrated. Disamping itu pola
pengembangan klaster yang dibangun diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian daerah, dan dapat
menjadi pendorong desa-desa disekitarnya untuk
bangkit membangun daerahnya menjadi desa yang
memiliki inovasi teknologi terdepan. Melalui bantuan
teknis dalam bentuk pelatihan dari mulai budidaya
jagung, sampai dengan pengenalan kemasan,
packaging produk diversifikasi, studi banding, sosialisasi
tentang perbankan, dan pameran fasilitasi Tim Klaster,
dapat mengangkat Desa Tambakselo dan Klitikan
menjadi desa mandiri pangan, pupuk dan energi.
Sebagai implementasi dari hasil pelatihan, program sosial
Bank Indonesia (PSBI) diberikan dalam bentuk, kandang
komunal dan digester, mesin pemipil jagung, dan mesin
pengering jagung.
Integrasi yang dibangun melalui inovasi teknologi
berbasis Microbacter Alfaafa (MA-11), semua limbah
dari pertanian dan peternakan diolah menjadi pakan,
pangan, pupuk dan energi terbarukan. Limbah ternak
yang diproses dapat menciptakan energi selain gas
sebagai bahan bakar rumah tangga, juga energi
bioethanol sebagai bahan bakar kendaraan.
Masyarakat di wilayah sasaran di Grobogan, dapat
mengembangkan perikanan dan pertanian hortikultura
di sekitar rumah menggunakan media tanam seperti
terpatin untuk ikan, dan paralon untuk hortikultura.
Dengan demikian di wilayah yang gersang dipinggir
hutan menjadi asri dengan diciptakannya urban farming.
Melalui pengembangan klaster, desa-desa di wilayah
sasaran menjadi pusat wisata edukasi bagi para pihak
yang akan belajar dan melakukan studi banding.
Sehingga pola pengembangan yang dilakukan dapat
direplikasi di wilayah masing-masing. Klaster yang dibangun di Kabupaten Magelang dan
Kabupaten Grobogan dapat dijadikan destinasi wisata
alam yang sangat menjanjikan. Salah satunya di
Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang yang berada
di lereng gunung Telomoyo, Andong, dan Merbabu,
menjadi pusat destinasi wisata agro, lintas alam dan
outbond. Kegiatan ekonomi daerah dapat ditingkatkan
melalui penggunaan anggaran desa untuk membangun
infrastruktur motel/hotel ala desa yang asri, serta
menghidupkan kembali jalur wisata kopeng-ketep pas-
Borobudur.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,
Di Kabupaten Magelang, mengembangkan klaster sapi
perah terintegrasi dengan pertanian hortikultura.
Dilakukan secara sinergis dan koordinatif dengan
stakeholders terkait di tingkat Provinsi (Dinakeswan,
Dintan TPH, Dinperindag, Dinkop UMKM, Kanwil BPN),
Pemkab. dengan segenap SKPD terkait, perbankan (PT
BRI Magelang, Bank Jateng), dan private sector, sebagai
Tim Klaster.
Launching klaster diawali dengan penandatanganan
perjanjian kerjasama pada tanggal 16 Juni 2015 di lokasi
sasaran pengembangan yaitu Kecamatan Ngablak.
Pengembangan klaster bertujuan untuk peningkatan
kualitas, produktivitas, higienitas dan kontinuitas serta
daya saing produk susu dan hortikultura organik.
Adapun bantuan teknis dalam bentuk pelatihan
peningkatan kompetensi SDM petani/peternak, studi
banding, forum klaster sebagai ajang sharing tentang
po la mana jemen k las te r, se r ta membangun
enterpreneurship. Pengenalan produk diversifikasi
klaster diperkenalkan dengan dipamerkan baik
ditingkat kabupaten dan provinsi dan lintas provinsi telah
difasilitasi oleh Tim Klaster. Program Sosial Bank
Indonesia (PSBI) diberikan kepada kelompok tani/ternak
dalam bentuk 1 (satu) unit Kandang komunal kapasitas
20 ekor, 5 (lima) unit digester, karpet sapi, milkcan, alat
perah portable dan rumah produksi hortikultura.
SUPLEMEN VI
Ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan
memerlukan adanya inovasi dan penerapan teknologi.
Kelompok petani peternak sebagian besar berada di
desa-desa yang miskin ilmu dan sentuhan teknologi.
Sementara penunjang kehidupan dan industri berasal
dari sektor paling lini pertanian. Menyadari hal itu,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah,
mengembangkan inovas i t ekno log i me la lu i
pengembangan klaster. Integrated ecofarming yang
dibangun, menjadikan desa mandiri pangan, pakan dan
pupuk dengan biaya murah, mudah dan organik, serta
menciptakan energi terbarukan. Pola pengembangan
yang terintegrasi menjawab kesiapan kedaulatan
pangan. Kemandirian petani dan pertanian hanya dapat
diwujudkan dengan kerjasama semua lini masyarakat
dari petani peternak hingga pemangku kebijakan dan
sektor riil. Hal ini akan meningkatkan kekuatan
perekonomian Nasional pada masa-masa yang akan
datang.
INOVASI TEKNOLOGI MENDUKUNG REVOLUSI KEDAULATANPANGAN DAN PENCIPTAAN DESTINASI JALUR WISATA
99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN98
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, diiringi dengan inflasi yang meningkat.
Sementara di Kabupaten Grobogan, yang memiliki situs-
situs budaya seperti mrapen (api abadi, bledug kuwu),
menjadi daya tarik wisata yang unik. Apalagi jika
dipadukan dengan klaster sehingga dapat dibangun jalur
wisata alam ring hutan yang asri dengan adanya urban
farming, dapat menarik wisatawan untuk tinggal sejenak
di Grobogan. Hadirnya waterpark dan hotel berbintang
dengan restonya yang asri, akan menjadi pilihan yang
menarik.
SUPLEMEN VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, diiringi dengan inflasi yang meningkat.
Sementara di Kabupaten Grobogan, yang memiliki situs-
situs budaya seperti mrapen (api abadi, bledug kuwu),
menjadi daya tarik wisata yang unik. Apalagi jika
dipadukan dengan klaster sehingga dapat dibangun jalur
wisata alam ring hutan yang asri dengan adanya urban
farming, dapat menarik wisatawan untuk tinggal sejenak
di Grobogan. Hadirnya waterpark dan hotel berbintang
dengan restonya yang asri, akan menjadi pilihan yang
menarik.
SUPLEMEN VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015
diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi
dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy), atau
kontraksi 2,9% (qtq), lebih baik dari pertumbuhan di
triwulan III yang sebesar 5,0% (yoy), atau kontraksi
3,0% (qtq).
Perbaikan sebagaimana di atas diperkirakan didorong
oleh perbaikan kinerja investasi dan konsumsi. Kinerja
investasi diperkirakan mengalami peningkatan seiring
dengan realisasi investasi baik oleh swasta maupun
pemerintah. Pada sisi konsumsi, peningkatan
diperkirakan terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah
tangga, pemerintah, dan Lembaga Nonprofit yang
melayani Rumah Tangga (LNPRT), didorong oleh
p u n c a k re a l i s a s i b e l a n j a p e m e r i n t a h d a n
penyelenggaraan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada). Selain itu, pertumbuhan ekspor juga
diperkirakan membaik seiring dengan menguatnya
permintaan baik oleh domestik maupun luar negeri
berkaitan dengan perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, dilihat sisi lapangan usaha, perbaikan
terutama terjadi pada lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor
seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi di akhir
tahun. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga
meningkat sejalan dengan percepatan realisasi investasi
khususnya dalam bentuk bangunan.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.1
IVp0.0
10.0
20.0
30.0
40.0 % SBT
p) Angka perkiraan
Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga terindikasi
dari optimisme pelaku usaha akan kegiatan
usahanya. Hal tersebut tercermin dari hasil survei yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), pelaku usaha
menyatakan optimis pada triwulan IV, kegiatan dunia
usaha akan mengalami peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya.
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah. Secara keseluruhan, konsumsi
diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan di
triwulan IV 2015. Kenaikan tersebut diperkirakan
berasal dari keseluruhan komponen konsumsi meliputi
konsumsi rumah tangga, pemerintah, dan LNPRT.
Konsumsi rumah tangga tumbuh sedikit meningkat
pada triwulan IV 2015. Pengeluaran konsumsi rumah
tangga diperkirakan akan mengalami sedikit
peningkatan menjelang akhir tahun, dalam rangka
menyambut hari raya Natal dan Tahun Baru.
Peningkatan penjualan ini sejalan dengan ekspektasi
pelaku usaha. Berdasarkan hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia, pedagang
eceran masih menunjukkan optimisme kenaikan
penjualan. Indeks ekspektasi penjualan 3 bulan yang
akan datang untuk triwulan IV (disurvei pada triwulan
III) tercatat sebesar 119,17, berada di atas batas level
optimis (100).
6.1.1. Sisi Penggunaan
103OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2015
diperkirakan akan tumbuh lebih t inggi
dibandingkan triwulan III 2015. Ekonomi Jawa
Tengah diproyeksikan tumbuh 5,1% (yoy), atau
kontraksi 2,9% (qtq), lebih baik dari pertumbuhan di
triwulan III yang sebesar 5,0% (yoy), atau kontraksi
3,0% (qtq).
Perbaikan sebagaimana di atas diperkirakan didorong
oleh perbaikan kinerja investasi dan konsumsi. Kinerja
investasi diperkirakan mengalami peningkatan seiring
dengan realisasi investasi baik oleh swasta maupun
pemerintah. Pada sisi konsumsi, peningkatan
diperkirakan terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah
tangga, pemerintah, dan Lembaga Nonprofit yang
melayani Rumah Tangga (LNPRT), didorong oleh
p u n c a k re a l i s a s i b e l a n j a p e m e r i n t a h d a n
penyelenggaraan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada). Selain itu, pertumbuhan ekspor juga
diperkirakan membaik seiring dengan menguatnya
permintaan baik oleh domestik maupun luar negeri
berkaitan dengan perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, dilihat sisi lapangan usaha, perbaikan
terutama terjadi pada lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor
seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi di akhir
tahun. Selain itu, lapangan usaha konstruksi juga
meningkat sejalan dengan percepatan realisasi investasi
khususnya dalam bentuk bangunan.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.1
IVp0.0
10.0
20.0
30.0
40.0 % SBT
p) Angka perkiraan
Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga terindikasi
dari optimisme pelaku usaha akan kegiatan
usahanya. Hal tersebut tercermin dari hasil survei yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), pelaku usaha
menyatakan optimis pada triwulan IV, kegiatan dunia
usaha akan mengalami peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya.
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah. Secara keseluruhan, konsumsi
diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan di
triwulan IV 2015. Kenaikan tersebut diperkirakan
berasal dari keseluruhan komponen konsumsi meliputi
konsumsi rumah tangga, pemerintah, dan LNPRT.
Konsumsi rumah tangga tumbuh sedikit meningkat
pada triwulan IV 2015. Pengeluaran konsumsi rumah
tangga diperkirakan akan mengalami sedikit
peningkatan menjelang akhir tahun, dalam rangka
menyambut hari raya Natal dan Tahun Baru.
Peningkatan penjualan ini sejalan dengan ekspektasi
pelaku usaha. Berdasarkan hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) yang dilakukan Bank Indonesia, pedagang
eceran masih menunjukkan optimisme kenaikan
penjualan. Indeks ekspektasi penjualan 3 bulan yang
akan datang untuk triwulan IV (disurvei pada triwulan
III) tercatat sebesar 119,17, berada di atas batas level
optimis (100).
6.1.1. Sisi Penggunaan
103OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
investasi pada triwulan IV. Selain itu, perbaikan kinerja
investasi juga diprekirakan disumbang oleh realisasi
proyek infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.
Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang
berjalan pada triwulan IV antara lain: (i) Jalan Tol
Semarang-Solo Tahap II; (ii) Jalan Tol Solo – Kertosono;
(iii) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (iv) Revitalisasi
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang; (v) Flyover Palur.
Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada triwulan IV diperkirakan mengalami
peningkatan.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan
mengalami kenaikan pada triwulan laporan.
Permintaan yang berasal dari negara-negara mitra
dagang utama Jawa Tengah diperkirakan mengalami
kenaikan menjelang akhir tahun dalam rangka
menyambut hari besar Natal dan Tahun Baru. Kenaikan
tersebut juga didukung oleh semakin membaiknya
perekonomian beberapa negara tujuan utama
khususnya Amerika Serikat, sementara ekonomi dunia
secara keseluruhan masih mengalami pelemahan.
Perkembangan ini tercermin dari revisi outlook
perekonomian oleh beberapa lembaga internasional
yang menunjukkan peningkatan pada perekonomian
Amerika Serikat, sementara untuk Eropa dan Tiongkok
masih cenderung melemah.
Perbaikan Amerika Serikat berdampak signifikan
terhadap ekspor luar negeri Jawa Tengah, mengingat
porsi ekspor ke negara tersebut mencapai 28% pada
posisi triwulan laporan. Sebagaimana telah dijelaskan
pada Bab I, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan
perbaikan yang tercermin pada perkembangan kondisi
tenaga kerja dan kinerja penjualan ritel.
6.1.2. Sisi Lapangan UsahaPada sisi lapangan usaha, perbaikan ekonomi
diperkirakan berasal dari peningkatan kinerja lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor dan lapangan usaha konstruksi.
Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan
belum menunjukkan perbaikan signifikan. Sedangkan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
diperkirakan mengalami perlambatan.
Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan EksporJawa Tengah
AS
Eropa
Tiongkok
NEGARAWorld Economic Forum
Jul-15 Oct-15 Aug-15 Sep-15
2.5
1.5
6.8
2.6
1.5
6.8
2.3
1.5
6.9
2.5
1.4
6.8
Consensus Forecast
105OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
URAIAN
2014
I* II*
III* IV*TOTAL*
I** II**
2015**
III**
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usahadan Proyeksi Triwulan IV 2015
IVp
Produk Domestik Regional Bruto
-2.8%
7.0%
8.4%
0.7%
6.1%
5.7%
6.3%
6.2%
5.3%
10.5%
2.9%
8.9%
8.2%
0.7%
9.8%
13.0%
7.9%
5.7%
-3.8%
4.6%
7.3%
7.6%
3.2%
4.2%
1.8%
5.0%
6.4%
11.0%
3.2%
7.9%
6.8%
-2.9%
11.4%
13.5%
8.6%
4.2%
-3.0%
6.0%
9.7%
4.9%
3.0%
2.8%
4.6%
7.9%
9.7%
12.4%
3.7%
5.3%
7.6%
-0.4%
12.3%
11.8%
9.1%
5.7%
-1.9%
8.4%
6.8%
-2.2%
1.6%
5.0%
4.9%
16.5%
9.1%
18.1%
7.1%
6.9%
10.6%
5.7%
7.6%
7.1%
8.4%
6.2%
-2.9%
6.5%
8.0%
2.7%
3.4%
4.4%
4.4%
9.0%
7.6%
13.0%
4.2%
7.2%
8.3%
0.8%
10.2%
11.2%
8.5%
5.4%
1.5%
1.2%
6.4%
-1.2%
2.0%
3.7%
3.3%
14.1%
8.4%
11.6%
6.9%
6.7%
11.6%
4.1%
10.1%
9.4%
8.3%
5.5%
6.4%
2.2%
3.7%
-0.9%
3.1%
5.3%
2.7%
9.7%
6.3%
8.5%
1.5%
7.0%
10.4%
8.0%
9.2%
4.4%
-1.1%
4.8%
4.2%
3.9%
3.6%
-4.6%
-0.2%
7.9%
3.2%
7.5%
6.4%
9.5%
9.3%
8.8%
10.9%
6.5%
6.9%
7.0%
1.6%
5.0%
3.9%
3.7%
4.4%
-5.8%
-0.5%
8.2%
4.6%
6.4%
6.5%
7.7%
9.3%
8.8%
11.0%
6.6%
0.1%
7.1%
1.3%
5.1%
PENGGUNAAN 2014*
I II
III IV2014*
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5.1
4.1
22.4
1.1
3.1
-3.2
-8.8
5.7
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
4.2
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
5.7
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
6.2
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
5.4
4.2
-9.7
3.2
6.3
20.3
12.2
5.5
4.2
-12.3
3.7
3.4
9.6
5.3
4.8
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2015**
4.4
3.0
6.1
4.0
11.1
2.4
5.0
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaandan Proyeksi Triwulan III 2015
4.5
4.0
6.2
4.2
11.6
5.3
5.1
IVIII
Sementara itu, pada sisi konsumen, sampai dengan
triwulan laporan, kondisi ekonomi rumah tangga
mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari
hasi l Survei Tendensi Konsumen (STK) yang
menunjukkan adanya peningkatan Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) dari 103,60 ke 109,81. Namun
demikian, keyakinan konsumen untuk kondisi ekonomi
triwulan IV 2015 mengalami penurunan dan berada di
bawah level optimis (100), yaitu tercatat sebesar 96,61.
Dengan perkembangan tersebut, diperkirakan
kenaikan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga
akan lebih moderat.
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
meningkat di triwulan IV 2015 sesuai dengan pola
historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada
triwulan laporan diperkirakan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring
dengan puncak realisasi proyek pemerintah menjelang
akhir tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola
musiman dari konsumsi pemerintah. Beberapa proyek
pemerintah yang berjalan pada triwulan IV antara lain
Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol Bawen –
Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain. Sampai
dengan triwulan III, belanja Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah terealisasi 63,75%.
Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi
LNPRT juga turut menyumbang peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini
diperkirakan meningkat tajam seiring dengan pilkada
serentak yang akan dilaksanakan pada bulan Desember
2015. Pilkada serentak ini akan menyumbang
pengeluaran seperti biaya kampanye, biaya personil,
dan keamanan, serta biaya persiapan atau pelaksanaan
lainnya.
Pertumbuhan investasi Jawa Tengah diperkirakan
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2015.
Perkiraan peningkatan tersebut sejalan dengan hasil
survei kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan
pelaku usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH104
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
p
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
P D R B
PENDAPATAN RT MENDATANG ITK MENDATANGRENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.2
IV
95
100
105
110
115
120
125
EKSP PENJUALAN 3 BLN YAD RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BLN YADEKSP PENJUALAN 6 BLN YAD
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3
100
110
120
130
140
150
160
170
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BLN YAD
p) Angka perkiraan
p
investasi pada triwulan IV. Selain itu, perbaikan kinerja
investasi juga diprekirakan disumbang oleh realisasi
proyek infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.
Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang
berjalan pada triwulan IV antara lain: (i) Jalan Tol
Semarang-Solo Tahap II; (ii) Jalan Tol Solo – Kertosono;
(iii) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (iv) Revitalisasi
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang; (v) Flyover Palur.
Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada triwulan IV diperkirakan mengalami
peningkatan.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan
mengalami kenaikan pada triwulan laporan.
Permintaan yang berasal dari negara-negara mitra
dagang utama Jawa Tengah diperkirakan mengalami
kenaikan menjelang akhir tahun dalam rangka
menyambut hari besar Natal dan Tahun Baru. Kenaikan
tersebut juga didukung oleh semakin membaiknya
perekonomian beberapa negara tujuan utama
khususnya Amerika Serikat, sementara ekonomi dunia
secara keseluruhan masih mengalami pelemahan.
Perkembangan ini tercermin dari revisi outlook
perekonomian oleh beberapa lembaga internasional
yang menunjukkan peningkatan pada perekonomian
Amerika Serikat, sementara untuk Eropa dan Tiongkok
masih cenderung melemah.
Perbaikan Amerika Serikat berdampak signifikan
terhadap ekspor luar negeri Jawa Tengah, mengingat
porsi ekspor ke negara tersebut mencapai 28% pada
posisi triwulan laporan. Sebagaimana telah dijelaskan
pada Bab I, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan
perbaikan yang tercermin pada perkembangan kondisi
tenaga kerja dan kinerja penjualan ritel.
6.1.2. Sisi Lapangan UsahaPada sisi lapangan usaha, perbaikan ekonomi
diperkirakan berasal dari peningkatan kinerja lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor dan lapangan usaha konstruksi.
Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan
belum menunjukkan perbaikan signifikan. Sedangkan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
diperkirakan mengalami perlambatan.
Tabel 6.2. Proyeksi Perekonomian Beberapa Negara Tujuan EksporJawa Tengah
AS
Eropa
Tiongkok
NEGARAWorld Economic Forum
Jul-15 Oct-15 Aug-15 Sep-15
2.5
1.5
6.8
2.6
1.5
6.8
2.3
1.5
6.9
2.5
1.4
6.8
Consensus Forecast
105OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
URAIAN
2014
I* II*
III* IV*TOTAL*
I** II**
2015**
III**
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usahadan Proyeksi Triwulan IV 2015
IVp
Produk Domestik Regional Bruto
-2.8%
7.0%
8.4%
0.7%
6.1%
5.7%
6.3%
6.2%
5.3%
10.5%
2.9%
8.9%
8.2%
0.7%
9.8%
13.0%
7.9%
5.7%
-3.8%
4.6%
7.3%
7.6%
3.2%
4.2%
1.8%
5.0%
6.4%
11.0%
3.2%
7.9%
6.8%
-2.9%
11.4%
13.5%
8.6%
4.2%
-3.0%
6.0%
9.7%
4.9%
3.0%
2.8%
4.6%
7.9%
9.7%
12.4%
3.7%
5.3%
7.6%
-0.4%
12.3%
11.8%
9.1%
5.7%
-1.9%
8.4%
6.8%
-2.2%
1.6%
5.0%
4.9%
16.5%
9.1%
18.1%
7.1%
6.9%
10.6%
5.7%
7.6%
7.1%
8.4%
6.2%
-2.9%
6.5%
8.0%
2.7%
3.4%
4.4%
4.4%
9.0%
7.6%
13.0%
4.2%
7.2%
8.3%
0.8%
10.2%
11.2%
8.5%
5.4%
1.5%
1.2%
6.4%
-1.2%
2.0%
3.7%
3.3%
14.1%
8.4%
11.6%
6.9%
6.7%
11.6%
4.1%
10.1%
9.4%
8.3%
5.5%
6.4%
2.2%
3.7%
-0.9%
3.1%
5.3%
2.7%
9.7%
6.3%
8.5%
1.5%
7.0%
10.4%
8.0%
9.2%
4.4%
-1.1%
4.8%
4.2%
3.9%
3.6%
-4.6%
-0.2%
7.9%
3.2%
7.5%
6.4%
9.5%
9.3%
8.8%
10.9%
6.5%
6.9%
7.0%
1.6%
5.0%
3.9%
3.7%
4.4%
-5.8%
-0.5%
8.2%
4.6%
6.4%
6.5%
7.7%
9.3%
8.8%
11.0%
6.6%
0.1%
7.1%
1.3%
5.1%
PENGGUNAAN 2014*
I II
III IV2014*
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5.1
4.1
22.4
1.1
3.1
-3.2
-8.8
5.7
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
4.2
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
5.7
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
6.2
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
5.4
4.2
-9.7
3.2
6.3
20.3
12.2
5.5
4.2
-12.3
3.7
3.4
9.6
5.3
4.8
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2015**
4.4
3.0
6.1
4.0
11.1
2.4
5.0
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaandan Proyeksi Triwulan III 2015
4.5
4.0
6.2
4.2
11.6
5.3
5.1
IVIII
Sementara itu, pada sisi konsumen, sampai dengan
triwulan laporan, kondisi ekonomi rumah tangga
mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari
hasi l Survei Tendensi Konsumen (STK) yang
menunjukkan adanya peningkatan Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) dari 103,60 ke 109,81. Namun
demikian, keyakinan konsumen untuk kondisi ekonomi
triwulan IV 2015 mengalami penurunan dan berada di
bawah level optimis (100), yaitu tercatat sebesar 96,61.
Dengan perkembangan tersebut, diperkirakan
kenaikan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga
akan lebih moderat.
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
meningkat di triwulan IV 2015 sesuai dengan pola
historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada
triwulan laporan diperkirakan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring
dengan puncak realisasi proyek pemerintah menjelang
akhir tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola
musiman dari konsumsi pemerintah. Beberapa proyek
pemerintah yang berjalan pada triwulan IV antara lain
Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol Bawen –
Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain. Sampai
dengan triwulan III, belanja Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah terealisasi 63,75%.
Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi
LNPRT juga turut menyumbang peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini
diperkirakan meningkat tajam seiring dengan pilkada
serentak yang akan dilaksanakan pada bulan Desember
2015. Pilkada serentak ini akan menyumbang
pengeluaran seperti biaya kampanye, biaya personil,
dan keamanan, serta biaya persiapan atau pelaksanaan
lainnya.
Pertumbuhan investasi Jawa Tengah diperkirakan
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2015.
Perkiraan peningkatan tersebut sejalan dengan hasil
survei kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan
pelaku usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH104
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
p
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
P D R B
PENDAPATAN RT MENDATANG ITK MENDATANGRENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II III
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.2
IV
95
100
105
110
115
120
125
EKSP PENJUALAN 3 BLN YAD RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BLN YADEKSP PENJUALAN 6 BLN YAD
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3
100
110
120
130
140
150
160
170
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BLN YAD
p) Angka perkiraan
p
imbas dari hilangnya base effect kenaikan harga
pangan di tahun sebelumnya yang juga mengalami
kenaikan. Level harga yang moderat ini juga didorong
oleh terjaganya pasokan beras di tengah masuknya
impor beras asal Vietnam. Namun demikian masih
terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,
meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah
seiring terbatasnya pasokan di tengah usainya masa
panen. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring
meningkatnya permintaan jelang perayaan Natal dan
Tahun baru.
Inflasi kelompok administered prices diperkirakan
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015. Selain
akibat hilangnya base effect kenaikan harga BBM di
tahun lalu, penurunan ini berasal dari potensi
penurunan harga BBM akibat koreksi harga minyak
dunia, serta penurunan harga elpiji 12 kg dan TTL.
Meskipun demikian, masih terdapat tekanan kenaikan
cukai rokok serta kenaikan tarif angkutan udara
menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan menurun
dibandingkan triwulan lalu imbas dari hilangnya
base effect kenaikan harga komoditas. Meskipun
tidak terlalu besar, kenaikan harga nasi dengan lauk,
komoditas sandang, dan rekreasi memberikan tekanan
moderat bagi kenaikan inflasi inti di tengah perayaan
Natal dan Tahun Baru. Potensi normalisasi kebijakan
The Fed di akhir tahun 2015 juga turut menyebabkan
fluktuasi nilai tukar yang selanjutnya memberikan
tekanan tambahan bagi kenaikan inflasi inti.
Memperhitungkan perkembangan sampai
dengan triwulan III, dan prediksi triwulan IV,
secara keseluruhan prekonomian Jawa Tengah
tahun 2015 diperkirakan akan mengalami
per lambatan dibandingkan tahun 2014.
Perlambatan terutama berasal dari lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor dan
lapangan usaha konstruksi. Sementara itu, lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
diproyeksikan akan mengalami perbaikan kinerja.
Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2015 antara lain kebijakan suku bunga Federal Reserve
(The Fed) yang dapat berpengaruh besar terhadap nilai
tukar Rupiah. Selain itu, perlu diperhatikan juga realisasi
belanja dan infrastruktur pemerintah yang diharapkan
menyumbang efek pengganda (multiplier effect) pada
akhir tahun ini.
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV
2015 diperkirakan menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga
utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect
dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan
harga BBM. Selain itu, penurunan inflasi tahunan ini
sejalan dengan terjaganya pasokan bahan pangan
hingga akhir tahun. Inflasi triwulan IV 2015 berada
pada rentang 1,80-2,20% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 5,20%
(yoy). Capaian inflasi yang rendah di akhir tahun ini
diperkirakan dapat dicapai mengingat hingga Oktober
2015, inflasi tahun berjalan tercatat relatif rendah dan
terkendali, yakni sebesar 1,50% (ytd).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
volatile food diperkirakan menurun meski masih
berada pada level yang moderat. Hal ini merupakan
6.1. Inflasi
107OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
9
8
7
6
5
4
3.
2
1
0I II III IV I II III IV
2013 2014
-
%, YOY
I II III IV I II III IV
2013 2014
p
p) Angka perkiraan
Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015Grafik 6.7
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
-
5
10
15
20
25 %, YOY
Perkembangan Kredit Modal KerjaGrafik 6.5
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
-
25
20
15
10
5
-
-5
-10
-15
-20
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOYUSD JUTA
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
III
Perkembangan Impor Bahan BakuGrafik 6.4
K i n e r j a l a p a n g a n u s a h a p e rd a g a n g a n
diperkirakan meningkat sejalan dengan
perbaikan aktivitas ekonomi. Sela in i tu ,
peningkatan signifikan pada konsumsi pemerintah dan
LNPRT juga mendorong kinerja pada lapangan usaha
ini. Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Pedagang
Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga
menunjukkan persepsi pedagang masih optimis
terhadap hasil penjualan ke depan.
Sejalan dengan meningkatnya pengeluaran
investasi, lapangan usaha konstruksi juga
diperkirakan mengalami perbaikan pada triwulan
IV 2015. Realisasi proyek infrastruktur pemerintah, dan
realisasi investasi swasta diperkirakan semakin
meningkat pada triwulan IV. Hal tersebut diperkirakan
mendorong peningkatan kinerja pada sektor
konstruksi.
Industri pengolahan diperkirakan sedikit
meningkat pada triwulan IV. Peningkatan tersebut
diperkirakan berasal dari kenaikan permintaan
menjelang akhir tahun, terutama permintaan dari luar
negeri. Namun, masih terbatasnya kinerja konsumsi
domestik menahan peningkatan lebih jauh pada
lapangan usaha ini. Impor bahan baku yang relatif
rendah dan pertumbuhan kredit modal kerja yang
melambat pada triwulan III juga mengindikasikan
perbaikan yang belum optimal pada lapangan usaha
industri pengolahan.
Pada triwulan IV 2015, pertumbuhan lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan
triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan
didorong oleh perlambatan subsektor pertanian yang
sesuai dengan pola musimannya. Selain itu,
diperkirakan anomali cuaca El Nino tahun ini juga akan
turut berdampak terhadap melambatnya kinerja
lapangan usaha pertanian. Berdasarkan proyeksi
BMKG, El Nino diperkirakan masih terasa sampai
dengan akhir tahun 2015. Terjadinya El Nino
mengakibatkan musim hujan yang mundur dari
perkiraan. Sedianya musim hujan diperkirakan mulai
pada awal September, kemudian bergeser menjadi
minggu ketiga Oktober sampai minggu kedua
Desember. Sebagai dampak dari mundurnya musim
hujan tersebut, masa tanam turut mengalami
kemunduran menjadi bulan November, di mana pola
tanam umumnya dilakukan pada bulan Oktober.
Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016 Jawa TengahGrafik 6.6
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH106
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
imbas dari hilangnya base effect kenaikan harga
pangan di tahun sebelumnya yang juga mengalami
kenaikan. Level harga yang moderat ini juga didorong
oleh terjaganya pasokan beras di tengah masuknya
impor beras asal Vietnam. Namun demikian masih
terdapat tekanan inflasi dari komoditas pangan,
meliputi cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah
seiring terbatasnya pasokan di tengah usainya masa
panen. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring
meningkatnya permintaan jelang perayaan Natal dan
Tahun baru.
Inflasi kelompok administered prices diperkirakan
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015. Selain
akibat hilangnya base effect kenaikan harga BBM di
tahun lalu, penurunan ini berasal dari potensi
penurunan harga BBM akibat koreksi harga minyak
dunia, serta penurunan harga elpiji 12 kg dan TTL.
Meskipun demikian, masih terdapat tekanan kenaikan
cukai rokok serta kenaikan tarif angkutan udara
menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan menurun
dibandingkan triwulan lalu imbas dari hilangnya
base effect kenaikan harga komoditas. Meskipun
tidak terlalu besar, kenaikan harga nasi dengan lauk,
komoditas sandang, dan rekreasi memberikan tekanan
moderat bagi kenaikan inflasi inti di tengah perayaan
Natal dan Tahun Baru. Potensi normalisasi kebijakan
The Fed di akhir tahun 2015 juga turut menyebabkan
fluktuasi nilai tukar yang selanjutnya memberikan
tekanan tambahan bagi kenaikan inflasi inti.
Memperhitungkan perkembangan sampai
dengan triwulan III, dan prediksi triwulan IV,
secara keseluruhan prekonomian Jawa Tengah
tahun 2015 diperkirakan akan mengalami
per lambatan dibandingkan tahun 2014.
Perlambatan terutama berasal dari lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor dan
lapangan usaha konstruksi. Sementara itu, lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
diproyeksikan akan mengalami perbaikan kinerja.
Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2015 antara lain kebijakan suku bunga Federal Reserve
(The Fed) yang dapat berpengaruh besar terhadap nilai
tukar Rupiah. Selain itu, perlu diperhatikan juga realisasi
belanja dan infrastruktur pemerintah yang diharapkan
menyumbang efek pengganda (multiplier effect) pada
akhir tahun ini.
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan IV 2015
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV
2015 diperkirakan menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan harga
utamanya terjadi dikarenakan hilangnya base effect
dari tingginya inflasi di November 2014 akibat kenaikan
harga BBM. Selain itu, penurunan inflasi tahunan ini
sejalan dengan terjaganya pasokan bahan pangan
hingga akhir tahun. Inflasi triwulan IV 2015 berada
pada rentang 1,80-2,20% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 5,20%
(yoy). Capaian inflasi yang rendah di akhir tahun ini
diperkirakan dapat dicapai mengingat hingga Oktober
2015, inflasi tahun berjalan tercatat relatif rendah dan
terkendali, yakni sebesar 1,50% (ytd).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
volatile food diperkirakan menurun meski masih
berada pada level yang moderat. Hal ini merupakan
6.1. Inflasi
107OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
9
8
7
6
5
4
3.
2
1
0I II III IV I II III IV
2013 2014
-
%, YOY
I II III IV I II III IV
2013 2014
p
p) Angka perkiraan
Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015Grafik 6.7
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
-
5
10
15
20
25 %, YOY
Perkembangan Kredit Modal KerjaGrafik 6.5
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
-
25
20
15
10
5
-
-5
-10
-15
-20
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOYUSD JUTA
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
III
Perkembangan Impor Bahan BakuGrafik 6.4
K i n e r j a l a p a n g a n u s a h a p e rd a g a n g a n
diperkirakan meningkat sejalan dengan
perbaikan aktivitas ekonomi. Sela in i tu ,
peningkatan signifikan pada konsumsi pemerintah dan
LNPRT juga mendorong kinerja pada lapangan usaha
ini. Sejalan dengan hal tersebut, hasil Survei Pedagang
Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga
menunjukkan persepsi pedagang masih optimis
terhadap hasil penjualan ke depan.
Sejalan dengan meningkatnya pengeluaran
investasi, lapangan usaha konstruksi juga
diperkirakan mengalami perbaikan pada triwulan
IV 2015. Realisasi proyek infrastruktur pemerintah, dan
realisasi investasi swasta diperkirakan semakin
meningkat pada triwulan IV. Hal tersebut diperkirakan
mendorong peningkatan kinerja pada sektor
konstruksi.
Industri pengolahan diperkirakan sedikit
meningkat pada triwulan IV. Peningkatan tersebut
diperkirakan berasal dari kenaikan permintaan
menjelang akhir tahun, terutama permintaan dari luar
negeri. Namun, masih terbatasnya kinerja konsumsi
domestik menahan peningkatan lebih jauh pada
lapangan usaha ini. Impor bahan baku yang relatif
rendah dan pertumbuhan kredit modal kerja yang
melambat pada triwulan III juga mengindikasikan
perbaikan yang belum optimal pada lapangan usaha
industri pengolahan.
Pada triwulan IV 2015, pertumbuhan lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan
triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan
didorong oleh perlambatan subsektor pertanian yang
sesuai dengan pola musimannya. Selain itu,
diperkirakan anomali cuaca El Nino tahun ini juga akan
turut berdampak terhadap melambatnya kinerja
lapangan usaha pertanian. Berdasarkan proyeksi
BMKG, El Nino diperkirakan masih terasa sampai
dengan akhir tahun 2015. Terjadinya El Nino
mengakibatkan musim hujan yang mundur dari
perkiraan. Sedianya musim hujan diperkirakan mulai
pada awal September, kemudian bergeser menjadi
minggu ketiga Oktober sampai minggu kedua
Desember. Sebagai dampak dari mundurnya musim
hujan tersebut, masa tanam turut mengalami
kemunduran menjadi bulan November, di mana pola
tanam umumnya dilakukan pada bulan Oktober.
Perkiraan Awal Musim Hujan Tahun 2015/2016 Jawa TengahGrafik 6.6
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH106
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Inflasi kelompok inti juga mengalami penurunan
menjadi 0,11% (mtm) dari bulan sebelumnya
yang sebesar 0,34% (mtm). Secara tahunan, inflasi
inti tercatat sebesar 3,48% (yoy), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,75% (yoy).
Penurunan inflasi inti masih didorong oleh penurunan
harga bahan bangunan, seperti komoditas batu bata,
keramik, dan besi beton. Menurunnya inflasi inti ini
diperkirakan juga diakibatkan oleh melemahnya daya
beli pada level moderat di tengah perlambatan
ekonomi.
6.2.3. Inflasi 2015Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015
diperkirakan menurun. Inflasi tahun 2015 ini
diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20 (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014
yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini didukung
terkendalinya inflasi di seluruh kelompok, baik
kelompok volatile food, kelompok administered prices,
maupun kelompok inti.
Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan
menurun dibandingkan tahun lalu. Kondisi tersebut
dapat tercapai apabila pemerintah mampu menjaga
kestabilan harga beras. Berdasarkan hasil liaison
dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, hingga
akhir tahun 2015 produksi beras diprediksikan masih
mencatatkan pasokan yang surplus. Terjaganya harga
beras ini didukung pula oleh kebijakan Pemerintah
untuk mengimpor beras Vietnam sebanyak 1 juta ton
sebagai antisipasi dalam mengatasi kesulitan pangan
na s i ona l d i t engah mus im kema rau y ang
berkepanjangan.
Inflasi kelompok administered prices pada akhir
tahun 2015 diperkirakan menurun akibat
penyesuaian base dari kenaikan harga BBM pada
tahun lalu. Lebih jauh, menurunnya tren harga minyak
dunia berpotensi menurunkan harga bensin,
khususnya Pertamax di Indonesia. Pada tahun 2014,
harga rata-rata minyak dunia sebesar USD96,24 per 1barel . Sementara itu sampai dengan Oktober 2015,
harga minyak dunia telah turun menjadi USD46,96 per
barel. Meskipun demikian, tekanan inflasi pada level
moderat tetap terjadi, terutama untuk komoditas rokok
di tengah kenaikan cukai, serta tarif angkutan udara
seiring memasuki liburan akhir tahun dan perayaan
Natal dan Tahun Baru.
Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan
menurun dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini
utamanya berasal dari hilangnya base effect kenaikan
harga BBM tahun 2014 silam. Selain itu, penurunan ini
juga terjadi akibat terbatasnya daya beli masyarakat
hingga akhir tahun 2015 di tengah perlambatan
ekonomi dunia. Namun demikian, masih terdapat
tekanan inflasi dari penguatan Dolar AS seiring
ketidakpastian kebijakan normalisasi suku bunga The
Fed di penghujung tahun 2015.
Data minyak dunia bersumber dari World Bank1.
109OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
15010 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
10 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8
Proyeksi penurunan inflasi pada triwulan IV 2015
terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi
masyarakat maupun pedagang. Hasil Survei
Konsumen menunjukkan adanya penurunan
ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang. Senada
dengan hasil Survei Konsumen tersebut, hasil Survei
Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya
penurunan ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan
datang.
6.2.2. Inflasi Oktober 2015
Provinsi Jawa Tengah pada Oktober 2015
mengalami deflasi sebesar -0,04% (mtm),
melanjutkan deflasi September 2015 yang sebesar
-0,16% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 5,20% (yoy), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5,78%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
6,25% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Oktober 2015
mencatatkan angka yang lebih rendah. Penurunan
inflasi di bulan tersebut terutama didorong oleh
penyesuaian harga komoditas aneka cabai, telur ayam
ras, dan daging ayam ras. Secara keseleruhan, inflasi
tahun berjalan pada Oktober 2015 sebesar 1,50%
(ytd), lebih rendah dibandingkan September 2015 yang
sebesar 1,54% (ytd).
Berdasarkan kelompoknya, kelompok volatile
food mencatatkan deflasi sebesar -0,51% (mtm),
tidak sedalam deflasi bulan sebelumnya yang
sebesar -1,72% (mtm). Penurunan harga pada
komoditas cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras,
daging ayam ras, dan cabai hijau menjadi pendorong
deflasi kelompok volatile food. Secara tahunan, deflasi
kelompok ini tercatat sebesar 7,70% (mtm), lebih
rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar
8,56% (mtm). Penurunan harga cabai disebabkan oleh
melimpahnya pasokan akibat panen di daerah
Lumajang, Madura, Jember, Rembang, Wates, dan
Temanggung. Sementara itu, penurunan harga telur
dan daging ayam ras disebabkan oleh tingginya
pasokan di tengah permintaan masyarakat yang
cenderung menurun. Adapun sumbangan deflasi
bulanan untuk komoditas cabai merah dan telur ayam
r a s i a l a h s e b e s a r - 0 , 0 9 % d a n - 0 , 0 5 % .
Sementara itu, pada kelompok administered
prices juga mencatatkan deflasi sebesar -0,05%
(mtm), tidak sedalam bulan sebelumnya yang
sebesar -0,11% (mtm). Terjadinya penurunan harga
pada kelompok tersebut utamanya berasal dari koreksi
harga pada Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) yang
disebabkan oleh penurunan harga elpiji 12 kg pada
pertengahan September 2015. Komoditas BBRT
mencatatkan sumbangan deflasi bulanan sebesar -
0,02%. Penurunan komoditas ini mendorong
penurunan inflasi tahunan menjadi sebesar 8,14%
(yoy), dari bulan sebelumnya 9,52% (yoy).
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH108
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Inflasi kelompok inti juga mengalami penurunan
menjadi 0,11% (mtm) dari bulan sebelumnya
yang sebesar 0,34% (mtm). Secara tahunan, inflasi
inti tercatat sebesar 3,48% (yoy), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,75% (yoy).
Penurunan inflasi inti masih didorong oleh penurunan
harga bahan bangunan, seperti komoditas batu bata,
keramik, dan besi beton. Menurunnya inflasi inti ini
diperkirakan juga diakibatkan oleh melemahnya daya
beli pada level moderat di tengah perlambatan
ekonomi.
6.2.3. Inflasi 2015Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015
diperkirakan menurun. Inflasi tahun 2015 ini
diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20 (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014
yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini didukung
terkendalinya inflasi di seluruh kelompok, baik
kelompok volatile food, kelompok administered prices,
maupun kelompok inti.
Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan
menurun dibandingkan tahun lalu. Kondisi tersebut
dapat tercapai apabila pemerintah mampu menjaga
kestabilan harga beras. Berdasarkan hasil liaison
dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, hingga
akhir tahun 2015 produksi beras diprediksikan masih
mencatatkan pasokan yang surplus. Terjaganya harga
beras ini didukung pula oleh kebijakan Pemerintah
untuk mengimpor beras Vietnam sebanyak 1 juta ton
sebagai antisipasi dalam mengatasi kesulitan pangan
na s i ona l d i t engah mus im kema rau y ang
berkepanjangan.
Inflasi kelompok administered prices pada akhir
tahun 2015 diperkirakan menurun akibat
penyesuaian base dari kenaikan harga BBM pada
tahun lalu. Lebih jauh, menurunnya tren harga minyak
dunia berpotensi menurunkan harga bensin,
khususnya Pertamax di Indonesia. Pada tahun 2014,
harga rata-rata minyak dunia sebesar USD96,24 per 1barel . Sementara itu sampai dengan Oktober 2015,
harga minyak dunia telah turun menjadi USD46,96 per
barel. Meskipun demikian, tekanan inflasi pada level
moderat tetap terjadi, terutama untuk komoditas rokok
di tengah kenaikan cukai, serta tarif angkutan udara
seiring memasuki liburan akhir tahun dan perayaan
Natal dan Tahun Baru.
Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan
menurun dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini
utamanya berasal dari hilangnya base effect kenaikan
harga BBM tahun 2014 silam. Selain itu, penurunan ini
juga terjadi akibat terbatasnya daya beli masyarakat
hingga akhir tahun 2015 di tengah perlambatan
ekonomi dunia. Namun demikian, masih terdapat
tekanan inflasi dari penguatan Dolar AS seiring
ketidakpastian kebijakan normalisasi suku bunga The
Fed di penghujung tahun 2015.
Data minyak dunia bersumber dari World Bank1.
109OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
15010 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
2013 2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
10 11 12
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8
Proyeksi penurunan inflasi pada triwulan IV 2015
terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi
masyarakat maupun pedagang. Hasil Survei
Konsumen menunjukkan adanya penurunan
ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang. Senada
dengan hasil Survei Konsumen tersebut, hasil Survei
Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya
penurunan ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan
datang.
6.2.2. Inflasi Oktober 2015
Provinsi Jawa Tengah pada Oktober 2015
mengalami deflasi sebesar -0,04% (mtm),
melanjutkan deflasi September 2015 yang sebesar
-0,16% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 5,20% (yoy), lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5,78%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
6,25% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Oktober 2015
mencatatkan angka yang lebih rendah. Penurunan
inflasi di bulan tersebut terutama didorong oleh
penyesuaian harga komoditas aneka cabai, telur ayam
ras, dan daging ayam ras. Secara keseleruhan, inflasi
tahun berjalan pada Oktober 2015 sebesar 1,50%
(ytd), lebih rendah dibandingkan September 2015 yang
sebesar 1,54% (ytd).
Berdasarkan kelompoknya, kelompok volatile
food mencatatkan deflasi sebesar -0,51% (mtm),
tidak sedalam deflasi bulan sebelumnya yang
sebesar -1,72% (mtm). Penurunan harga pada
komoditas cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras,
daging ayam ras, dan cabai hijau menjadi pendorong
deflasi kelompok volatile food. Secara tahunan, deflasi
kelompok ini tercatat sebesar 7,70% (mtm), lebih
rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar
8,56% (mtm). Penurunan harga cabai disebabkan oleh
melimpahnya pasokan akibat panen di daerah
Lumajang, Madura, Jember, Rembang, Wates, dan
Temanggung. Sementara itu, penurunan harga telur
dan daging ayam ras disebabkan oleh tingginya
pasokan di tengah permintaan masyarakat yang
cenderung menurun. Adapun sumbangan deflasi
bulanan untuk komoditas cabai merah dan telur ayam
r a s i a l a h s e b e s a r - 0 , 0 9 % d a n - 0 , 0 5 % .
Sementara itu, pada kelompok administered
prices juga mencatatkan deflasi sebesar -0,05%
(mtm), tidak sedalam bulan sebelumnya yang
sebesar -0,11% (mtm). Terjadinya penurunan harga
pada kelompok tersebut utamanya berasal dari koreksi
harga pada Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) yang
disebabkan oleh penurunan harga elpiji 12 kg pada
pertengahan September 2015. Komoditas BBRT
mencatatkan sumbangan deflasi bulanan sebesar -
0,02%. Penurunan komoditas ini mendorong
penurunan inflasi tahunan menjadi sebesar 8,14%
(yoy), dari bulan sebelumnya 9,52% (yoy).
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH108
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
I 20
15
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
Daftar Istilah111DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
Daftar Istilah111DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk
kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank
ybs.
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio Non Performing Loans
(NPLs) – NET
Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI
RTGS)
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)
DAFTAR ISTILAH112
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
113DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk
kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank
ybs.
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio Non Performing Loans
(NPLs) – NET
Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI
RTGS)
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)
DAFTAR ISTILAH112
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
113DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15