Post on 16-Jun-2019
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I
SULAWESI MALUKU PAPUA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN II 2014
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
Sulawesi Maluku Papua (Sulampua)
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I – Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek
pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem
pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke
depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah
diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Pada triwulan II 2014, ekonomi Sulsel tetap mampu tumbuh tinggi sebesar 7,34% (yoy), meskipun melambat
dibandingkan triwulan I 2014 yang tumbuh 8,01% (yoy). Kinerja perekonomian Sulsel tersebut searah dengan
perekonomian nasional dan beberapa daerah lain yang juga tumbuh melambat. Penurunan kinerja sektor pertambangan
dan kelompok sektor tersier menjadi penyebab menurunnya laju pertumbuhan ekonomi Sulsel. Pengaturan ekspor
mineral mentah secara langsung menurunkan kinerja ekspor pertambangan Sulsel meskipun tidak sedalam yang terjadi
pada provinsi lain di wilayah KTI. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tersebut, disisi lain masih mandapat
tantangan berupa meningkatnya jumlah penduduk miskin serta relatif tetapnya tingkat ketimpangan pendapatan di
masyarakat. Perkembangan harga di Sulsel pada triwulan laporan masih pada level yang relatif stabil yaitu 5,92%. Prestasi
tersebut sebagai hasil dari terkendalinya keseimbangan antara pasokan dan permintaan kebutuhan pokok masyarakat,
yang antara lain disumbang oleh peran TPID Sulsel dengan pihak yang terkait baik dalam koordinasi maupun penguatan
kelembagaan.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara
langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik
berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan
dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, 15 Agustus 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah I - Sulampua
Suhaedi
Direktur Eksekutif
iv KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PERMINTAAN 10
1.3. SISI PENAWARAN 15
2. KEUANGAN PEMERINTAH 25
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 26
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN 26
3. INFLASI DAERAH 29
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 30
3.2. INFLASI MENURUT KOTA IHK 35
3.3. DISAGREGASI INFLASI 36
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 37
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 41
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 42
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 45
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 46
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 49
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 50
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 51
DAFTAR ISI
vi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 53
6.1. TENAGA KERJA 54
6.2. PENDUDUK MISKIN 55
6.3. RASIO GINI 56
6.4. NILAI TUKAR PETANI 56
7. PROSPEK PEREKONOMIAN 59
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 60
7.2. PROSPEK INFLASI 63
LAMPIRAN 67
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A. KINERJA EKSPOR INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO 22
BOKS 2.A. PENINGKATAN INTENSITAS KOORDINASI TPID SE-SULSEL 38
BOKS 2.B. MENGURAI PERMASALAHAN LOGISTIK: ISU MENDASAR WILAYAH INDONESIA TIMUR 39
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II 2014 tumbuh
melambat.
Pada triwulan II 2014, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,34% (yoy), di bawah triwulan I 2014 (8,01%, yoy). Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional triwulan II 2014 sebesar 5,12% (yoy). Sementara tekanan inflasi tercatat stabil di triwulan laporan, sebesar 5,92% (yoy), relatif sama dengan triwulan I 2014. Stabilnya inflasi didorong oleh seimbangnya antara pasokan dan permintaan, disertai koordinasi yang optimal. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator perbankan masih dalam tendensi yang melambat, namun tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mampu tumbuh cukup tinggi. Ke depan, tantangan dalam peningkatan produktivitas sektor utama harus diatasi, untuk menjaga tingkat pertumbuhan yang berkualitas. Beberapa faktor risiko tekanan inflasi harus diwaspadai, antara lain ekspektasi masyarakat menghadapi hari besar keagamaan, kenaikan administered price, dan gejala el-nino.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Konsumsi, investasi, dan ekspor melemah, terkait menurunnya
kinerja sektor utama.
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan II 2014 mengalami perlambatan, didorong turunnya kinerja sektor tambang dan kelompok sektor tersier non perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,34% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 8,01% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan yang terjadi disebabkan oleh melemahnya kinerja di hampir seluruh komponen. Dari sisi penawaran atau produksi, perlambatan terjadi pada sektor pertambangan dan kelompok sektor tersier (kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR)). Melemahnya sektor-sektor ekonomi utama tersebut, berdampak pada melemahnya tingkat pendapatan masyarakat serta deselerasi ekspor. Konsumsi pemerintah yang masih rendah juga turut memengaruhi kinerja subsektor jasa pemerintah.
Keuangan Pemerintah
APBD: peningkatan belanja tidak dibarengi kenaikan
pendapatan.
Persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel semester I 2014 meningkat dibanding semester I 2013. Sementara dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah menurun dari periode yang sama tahun 2013. Namun demikian, persentase realisasi belanja maupun pendapatan cenderung masih di bawah 50%. Realisasi belanja pegawai cenderung lebih tinggi daripada penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal). Dari sisi pendapatan, realisasi pendapatan daerah masih mengandalkan pajak kendaraan. Untuk meningkatkan pencapaian pendapatan, Pemerintah Provinsi meningkatkan pelayanan dengan menambah kantor dan optimalisasi pajak kendaraan bermotor.
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Inflasi Daerah
Inflasi Sulsel triwulan II 2014 stabil, antara lain karena peran
TPID.
Pada triwulan II 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,92% (yoy), relatif sama dengan inflasi triwulan I 2014. Meskipun tetap ada gangguan produksi ikan dan naiknya tingkat permintaan beberapa komoditas utama, namun koordinasi antar pihak mampu meredam tekanan harga. Pasokan ikan yang terganggu karena kendala cuaca yang tidak menentu serta arah angin yang kurang menguntungkan menyebabkan inflasi pada komoditas bahan makanan. Bahkan permintaan meningkat selama triwulan II 2014, dengan banyaknya kegiatan masyarakat menjelang Ramadhan. Meskipun demikian, terkendalinya inflasi pada skala tertentu tidak terlepas dari kontribusi TPID. Kelembagaan TPID bertambah jumlahnya, seiring terbentuknya TPID kabupaten/kota, dengan kegiatan koordinasi yang semakin intensif.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan melambat, namun risiko masih
dalam batas aman.
Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan II 2014 melambat, namun dengan risiko yang tetap terkendali. Kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan II 2014 menjadi sebesar 129,21% dari triwulan sebelumnya (130,45%). Kredit konsumsi dan investasi melambat, namun kredit modal kerja masih terakselerasi. Sementara penghimpunan giro dan deposito masih meningkat, mendorong akselerasi penghimpunan DPK. Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio Non Performing Loans (NPLs) bank umum masih berada pada level aman, antara lain pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM. Namun demikian, perlu ada perhatian khusus pada kualitas kredit yang disalurkan bagi korporasi pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh pertumbuhan aset bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Masih relative tingginya pertumbuhan ekonomi
tercermin pada volume RTGS.
Perkembangan perputaran uang dalam RTGS menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan, setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transasksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih turun. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan II 2014. Meski masih mengalami net inflow, aliran uang yang ditarik mulai menunjukkan peningkatan seiring akan dimulainya Ramadhan dan persiapan Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga awal triwulan mendatang. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang, sebagai upaya implementasi kebijakan clean money policy.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak
berubah signifikan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya 5,83% (Februari 2013). Selain itu, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan I 2014 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 2014 tercatat melambat dibandingkan dengan September 2013 yang disebabkan oleh penurunan inflasi Maret 2014.
RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 3
Prospek Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2014, akan kembali meningkat dengan
tingkat inflasi yang terkendali.
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,1% - 8,1% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Pencapaian tersebut akan tetap lebih baik jika dibandingkan dengan ekonomi nasional. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) yang tetap kuat. Sementara itu, kegiatan ekspor diperkirakan masih akan tertekan oleh pelemahan permintaan luar negeri. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sektor pertanian diperkirakan melambat, karena curah hujan yang cenderung lebih rendah, dan keterbatasan produksi perkebunan.
Tekanan harga hingga triwulan III 2014 dan akhir tahun 2014 diprakirakan tetap terkendali, dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Masih kuatnya permintaan masyarakat saat Ramadhan/Idul Fitri direspons dengan ketersediaan dan produksi yang mencukupi. Di sisi lain, peningkatan ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan, akan direspons ekspektasi pedagang dengan relatif stabil. Meskipun sepanjang tahun 2014 akan terjadi penyesuaian tarif, namun dampaknya tidak sebesar kenaikan harga BBM subsidi di 2013. Sementara prediksi terjadinya el-nino perlu direspons dengan melalui penyediaan saprodi, atau Sekolah Lapang Iklim (SLI).
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
TABEL INDIKATOR EKONOMI
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 16,530
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765 4,243 4,501
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153 1,140 1,141
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199 2,238 2,357
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181 184 194
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058 986 1,030
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022 3,029 3,139
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663 1,642 1,668
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480 1,472 1,518
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636 1,594 1,622
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 16,530
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 10,777 10,965
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 4,025 4,993
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 6,098 6,285
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 4,371 5,074
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 16,530 17,170
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 8.01 7.34
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 366.41 460.02
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 180.70
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.59
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 227.31 279.31
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
2014**
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar)
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar)
INDIKATOR
Indeks Harga Konsumen
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
2012* 2013*
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI KC/KCP)
I II III IV I II III IV I II
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21%
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,026
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,067
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 959
- Konsumsi - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 9,821
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,106
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 3,715
- Konsumsi - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,304
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 8,106
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,198
- Konsumsi - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54%
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.77%
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2013
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
2012
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2014****
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross (%)
Kredit UMKM (Rp Miliar)
NPL Total gross (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
INDIKATOR
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
2014***2012 2013***
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan II 2014 mengalami
perlambatan dan tumbuh sebesar 7,34% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya sebesar 8,01% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan yang
terjadi disebabkan oleh melemahnya kinerja di hampir seluruh komponen.
Dari sisi sektoral, perlambatan terjadi pada sektor pertambangan dan
sektor tersier (kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR)).
Perlambatan pada sektor ekonomi tersebut dinilai telah berdampak pada
melemahnya tingkat pendapatan masyarakat sedangkan sektor
pertambangan yang mengalami penurunan menyebabkan deselerasi pada
komponen ekspor. Konsumsi pemerintah yang masih rendah turut
memengaruhi perlambatan kinerja subsektor jasa pemerintah.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
10 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pada triwulan II 2014, perekonomian Sulsel tumbuh lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,34% (yoy) setelah sebelumnya tercatat 8,01% (yoy). Meski melambat,
pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan
laporan yang tercatat sebesar 5,12% (yoy). Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan
II biasanya tumbuh positif secara triwulanan, yaitu sebesar 3,87% (qtq) (Grafik 1.1). Melambatnya pertumbuhan ekonomi
Sulsel, dari sisi permintaan, disebabkan oleh perkembangan konsumsi, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), serta
ekspor. Terkait hal tersebut, dari sisi penawaran, kinerja sektor pertambangan dan penggalian serta sektor tersier
menjadi sumber perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan atau pengeluaran, melambatnya perekonomian Sulsel pada triwulan II 2014 terutama didorong
oleh perlambatan hampir di semua komponen yang ada. Melemahnya konsumsi disebabkan oleh perlambatan
pertumbuhan baik dari konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Sementara itu,
investasi, yang ditunjukkan oleh indikator PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto), masih tumbuh positif walaupun tidak
sekuat triwulan sebelumnya. Secara total Investasi, kontraksi yang cukup dalam pada triwulan I sudah mulai terkoreksi
oleh penambahan inventory sehingga kontraksinya mulai mereda pada triwulan laporan. Komponen ekspor, terkait
dengan sektor pertambangan, pertumbuhannya juga memperlihatkan penurunan, tidak sekuat pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya. (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011* 2012* 2013** 2014
%
yoy Nasional qtq Sulsel yoy Sulsel
7.34
5.12
3.87
I II III IV I II III IV I II
PDRB 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.01 7.34
Konsumsi 7.14 7.21 6.95 5.88 6.79 5.74 5.82 6.92 7.00 6.38 6.32 6.08
Konsumsi Rumah Tangga 6.24 6.47 7.15 6.78 6.67 6.57 6.71 6.83 6.79 6.73 6.74 6.47
Konsumsi Pemerintah 10.75 10.11 6.20 2.60 7.24 2.53 2.46 7.28 7.80 5.06 4.69 4.55
Investasi 39.42 42.14 8.64 -7.88 18.68 14.63 7.42 -5.12 19.63 8.23 -13.74 -3.10
PMTB 22.41 23.43 19.97 15.22 20.00 12.81 13.84 16.05 13.48 14.07 11.48 8.39
Ekspor -19.09 -11.88 3.14 17.35 -3.34 11.92 5.86 9.01 0.29 6.42 14.60 11.56
Impor -7.93 5.18 -1.28 -0.78 -1.21 12.90 6.17 -6.79 4.45 4.02 -9.32 -1.06
Keterangan:
- Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga
- PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto
- Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori
2014**Pertumbuhan Komponen
Penggunaan (%, yoy)
2012*2012* 2013**
2013**
5.12
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 11
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran
1.2.1 Konsumsi
Kegiatan konsumsi sedikit mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan II 2014 dibandingkan dengan triwulan I
2014. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 6,08% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya
(6,32%, yoy). Tingkat penurunan konsumsi rumah tangga masih berada pada kisaran rata-rata pertumbuhannya dalam
beberapa periode terakhir. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami perlambatan yang pada akhirnya
memengaruhi kinerja konsumsi secara total.
Pada triwulan II 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat seiring menurunnya tingkat pendapatan
masyarakat yang bekerja pada sektor ekonomi yang melambat. Konsumsi rumah tangga (termasuk nirlaba) tercatat
tumbuh sebesar 6,47% (yoy) setelah tumbuh 6,74% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan yang terjadi
dipengaruhi oleh penurunan kinerja sektor pertambangan serta melambatnya pertumbuhan di sektor angkutan dan
komunikasi maupun sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Hal tersebut membuat tingkat pendapatan
masyarakat tidak sebaik triwulan sebelumnya. Meski demikian, aktivitas konsumsi pada triwulan laporan dinilai masih
cukup kuat seiring stimulus belanja karena adanya hari besar keagamaan, musim liburan dan tahun ajaran baru di akhir
periode, dan penyelenggaraan pemilu.
Keyakinan konsumen masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik sedangkan penjualan eceran belum
mengalami peningkatan yang berarti. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) di Makassar pada April 2014 menurun dibandingkan akhir triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Namun
demikian, pada bulan Mei dan Juni 2014, IKK kembali menunjukkan peningkatan. Selanjutnya, pergerakan Indeks
Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena
penurunan penjualan pada kelompok suku cadang dan perlengkapan rumah tangga (Grafik 1.4). Sementara itu,
penyaluran kredit konsumsi masih berada dalam tren yang melambat (Grafik 1.5).
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran
(25)
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011* 2012* 2013** 2014**
%
Investasi Konsumsi Ekspor Impor Pertumbuhan PDRB
110
120
130
140
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Indeks
IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) IKK Makassar
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
80
85
90
95
100
105
110
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyIndeks
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
12 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 2014 dibandingkan
triwulan I 2014. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 4,55% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,69%
(yoy). Realisasi penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum optimal membuat konsumsi pemerintah tidak
mengalami percepatan pertumbuhan. Penyerapan anggaran yang berada di bawah target dipengaruhi juga oleh efisiensi
anggaran yang dilakukan SKPD, sehingga nilai giro milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang tersimpan di BPD masih relatif
tinggi. Rekening giro milik Pemerintah Daerah (Pemda) mencatat peningkatan sebesar Rp0,96 triliun dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, giro pemerintah daerah mencatat peningkatan
sebesar Rp0,30 triliun saja (Grafik 1.6).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah
1.2.2 Investasi
Pada triwulan II 2014, investasi yang dihitung dari PMTB tetap tumbuh cukup tinggi namun lebih rendah dari triwulan I
2014. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya, dari 11,48% (yoy) menjadi 8,39% (yoy). Hal ini
sejalan dengan masih terjadinya kontraksi realisasi penanaman modal asing (PMA) di Sulsel (-19,83%, yoy) yang pada
triwulan laporan tercatat senilai USD121,04 juta (Grafik 1.7). Adapun kinerja penanaman modal yang berasal dari dalam
negeri (PMDN) turun pada triwulan II 2014. Setelah tumbuh tinggi pada triwulan I 2014, PMDN mengalami penurunan
sebesar -48,50% (yoy) dengan nilai proyek sebesar Rp189,29 miliar.
Pertumbuhan investasi yang masih cukup baik didukung oleh tetap maraknya proyek pembangunan di Sulsel, baik
milik swasta maupun gabungan. Pembangunan properti seperti perumahan, ruko, hotel, dan apartemen, tetap
berlangsung, terutama lanjutan dari periode sebelumnya. Beberapa proyek lain di sektor riil juga direalisasikan pada
triwulan berjalan, antara lain di industri pengolahan minyak, industri pengolahan gas, industri pengolahan makanan
(khususnya pengolahan kakao), dan proyek pembangkit listrik di Sengkang. Adapun proyek pemerintah diperkirakan
belum terealisasi dengan optimal seiring belanja modal yang relatif masih sangat kecil1.
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.7. Realisasi Penanaman Modal Asing Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi
1 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Agustus 2014
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Rp Triliun
Giro Pemerintah Daerah
(2,000)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$ Juta
Total PMA gTotal PMA - Skala Kanan
(10)
0
10
20
30
40
50
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 13
Perlambatan PMTB pada triwulan II 2014 sejalan dengan melemahnya kinerja beberapa indikator kegiatan investasi.
Penyaluran kredit yang digunakan untuk investasi mengalami perlambatan yang cukup dalam pada triwulan laporan. Tren
perlambatan penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.8). Perlambatan kinerja
PMTB juga dikonfirmasi oleh realisasi pengadaan semen. Pada triwulan laporan, pertumbuhan realisasi pengadaan semen
di Sulsel tercatat tidak setinggi triwulan sebelumnya (Grafik 1.9).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.9. Realisasi Pengadaan Semen Grafik 1.10. Perubahan Stok Produsen Nikel
Di sisi lain, kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami perbaikan pada
triwulan II 2014. Kontraksi pada triwulan I 2014 tercatat sebesar -13,74% (yoy) yang kemudian menjadi lebih tipis sebesar
-3,10% pada triwulan laporan (yoy). Perbaikan ini disebabkan oleh komponen perubahan stok yang kontraksinya tidak
sedalam triwulan sebelumnya. Indikasi ini terlihat juga dari perubahan stok salah satu perusahaan terbuka di Sulsel yang
mampu tumbuh pada triwulan II 2014 setelah mengalami kontraksi pada triwulan I 2014 (Grafik 1.10).
1.2.3 Ekspor dan Impor
Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan II 2014 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
seiring melemahnya kinerja ekspor. Kenaikan impor pada triwulan laporan yang lebih besar dibandingkan peningkatan
ekspor membuat surplus neraca perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) menjadi lebih kecil dibandingkan triwulan
I 2014. Surplus pada triwulan II 2014 berlawanan dengan kondisi pada triwulan yang sama tahun 2013 ketika terjadi
defisit neraca perdagangan (Grafik 1.11). Neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12) juga
tercatat mengalami surplus. Pada triwulan laporan, peningkatan nilai ekspor luar negeri nonmigas Sulsel tercatat lebih
besar dari impor luar negeri nonmigas.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.12. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Pada triwulan II 2014, komponen ekspor mampu tumbuh tinggi walaupun melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 11,56% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I 2014 (14,60%,
yoy). Deselerasi kinerja ekspor dinilai merupakan dampak dari melemahnya kinerja baik ekspor ke luar negeri maupun
antar daerah yang tercermin dari pertumbuhan volume ekspor nonmigas serta barang yang dimuat di pelabuhan
Makassar yang tidak tumbuh sebaik capaian sebelumnya (Grafik 1.13 dan Grafik 1.14).
(5)
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan gRealisasi - Skala Kanan
(2,500)
(2,000)
(1,500)
(1,000)
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
(50)
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok Perubahan Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
US$ Juta
Mill
ion
sUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri Nonmigas
Impor Luar Negeri Nonmigas
Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
14 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mengalami perlambatan pada triwulan II
2014. Ekspor rumput laut, nickel-matte, komoditas pertambangan, serta kayu olahan tumbuh lebih rendah dari triwulan I
2014 (Grafik 1.15). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel
yang melambat (Amerika Serikat dan Zona Eropa) serta mengalami kontraksi (Jepang dan Korea Selatan) (Grafik 1.16).
Penopang kegiatan ekspor adalah peningkatan pada ekspor hasil perkebunan dan perikanan selain rumput laut.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.15. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.16. Purchasing Managers Index
Impor masih mengalami kontraksi pada triwulan II 2014 walaupun pada tingkat yang lebih rendah dan kontraksi
tersebut terjadi baik untuk impor barang dari luar negeri maupun dari daerah lain (antar-daerah). Pada triwulan
laporan, impor terkontraksi sebesar -1,06% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang turun hingga -9,32% (yoy).
Masih turunnya impor dikonfirmasi oleh indikator impor antar daerah yaitu volume barang yang dibongkar di pelabuhan
Makassar yang mengalami kontraksi meski tidak sedalam triwulan I 2014 (Grafik 1.17). Sebaliknya, volume barang yang
diimpor dari luar negeri tidak mampu tumbuh di atas triwulan sebelumnya (Grafik 1.18). Namun demikian, faktor harga-
harga internasional barang impor yang relatif terjaga dinilai membuat total nilai barang yang diimpor tidak mengalami
penurunan yang drastis dibandingkan dengan triwulan I 2014.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.17. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Ekspor Luar Negeri gVolume Ekspor gNilai Ekspor
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
(60)(40)(20)
0 20 40 60 80
100 120 140
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy
Rumput Laut Nikel Matte
Kayu Olahan Pertambangan - Skala Kanan
46
48
50
52
54
56
58
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
(80)(60)(40)(20)0 20 40 60 80 100 120 140
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Impor Luar Negeri gVolume Impor gNilai Impor
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 15
Pada triwulan II 2014, struktur ekspor maupun impor Sulsel relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode
sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan bagi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri
(Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan
yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.20).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.19. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.20. Pangsa Impor Menurut Kategori
Nikel matte masih merupakan komoditas dominan dalam struktur ekspor, sedangkan gabungan hasil industri lainnya
menggantikan gandum sebagai komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan II 2014, komoditas nikel matte
mengambil pangsa sebesar 58,55% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.2). Selanjutnya, ganggang laut
(rumput laut) dan coklat olahan menjadi komoditas dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 7,81% dan
7,62%. Untuk impor luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 26,64% pada triwulan II
2014 dan berada pada urutan kedua setelah impor industri lainnya yang memiliki pangsa 28,54%. Setelah gandum,
makanan ternak mengambil pangsa impor terbesar yaitu 22,59% (Tabel 1.3).
Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
1.3. Sisi Penawaran
Dari sisi penawaran atau produksi, perlambatan ekonomi Sulsel dipengaruhi oleh penurunan kinerja pada sektor
pertambangan dan kelompok sektor tersier. Sektor tersier yang dimaksud mencakup sektor angkutan dan komunikasi,
sektor keuangan, serta sektor jasa-jasa (Tabel 1.4). Sementara itu, kinerja Sektor Pertambangan pada triwulan laporan
berbeda dengan kinerja pada triwulan I 2014 yang masih memberikan sumbangan positif, (Grafik 1.21). Untuk sektor
ekonomi utama yang lain seperti sektor pertanian, sektor industri pengolahan, serta sektor PHR memperlihatkan
pertumbuhan yang lebih kuat dibandingkan triwulan sebelumnya.
22.14%
77.03%
0.83% Pangsa Triwulan II 2014
Komoditas Pertanian: US$101.83 Juta
Komoditas Industri: US$354.35 Juta
Komoditas Pertambangan: US$3.83 Juta
42.75%
57.04%
0.21% Pangsa Triwulan II 2014
Barang Modal: US$40.22 Juta
Bahan Baku: US$53.66 Juta
Barang Konsumsi: US$0.20 Juta
KomoditasNilai Ekspor
Triwulan II 2014
(US$ Juta)
Pangsa (%)
Nikel Matte 269.36 58.55
Ganggang Laut 35.92 7.81
Biji Coklat 35.04 7.62
Coklat Olahan 34.26 7.45
Udang Segar/Beku 18.01 3.91
Ikan Olahan 12.16 2.64
Kayu Lapis 9.18 1.99
Buah/Sayur Olahan 7.92 1.72
Hasil Industri Lainnya 5.99 1.30
Ikan Tangkap Lainnya 5.53 1.20
KomoditasNilai Impor
Triwulan II 2014
(US$ Juta)
Pangsa (%)
Hasil Industri Lainnya 51.57 28.54
Gandum 48.14 26.64
Makanan Ternak Lainnya 40.81 22.59
Besi/Baja 9.89 5.47
Produk Keramik 5.37 2.97
Biji Coklat 3.99 2.21
Coklat Olahan 3.71 2.06
Alat Listrik 3.20 1.77
Pupuk 2.51 1.39
Kertas dan Barang dari Kertas 2.38 1.32
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.21. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi
1.3.1 Sektor Pertanian
Pada triwulan II 2014, sektor pertanian mengalami sedikit peningkatan seiring peningkatan produksi di sektor
perkebunan dan sektor perikanan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,89%
(yoy), sedikit lebih tinggi dari triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 10,76% (yoy). Subsektor perkebunan, dalam hal ini
komoditas kakao, menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akselerasi. Produksi biji kakao, di Sulawesi pada
umumnya dan di Sulsel pada khususnya, dinilai mengalami peningkatan seiring datangnya musim panen tanaman kakao.
Hal tersebut membuat kondisi pasokan terjaga di tengah peningkatan permintaan biji kakao dari perusahaan pengolahan
kakao yang meningkatkan kapasitas produksinya untuk mengakomodasi naiknya permintaan dari Tiongkok.2 Volume
ekspor kakao juga menunjukkan peningkatan dengan tren harga yang meningkat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).
Percepatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan yang didukung oleh kondusifnya aktivitas penangkapan
dan budidaya ikan pada triwulan II 2014. Membaiknya kinerja subsektor ini terlihat dari perkembangan volume ekspor
udang segar dan aneka ikan yang mencatatkan perbaikan kinerja (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Hal ini dinilai merupakan
dampak dari kondisi cuaca yang lebih baik dari triwulan I 2014. Panen dari perikanan budidaya, khususnya komoditas
udang menunjukkan akselerasi seiring program pengembangan potensi kelautan di Sulsel. Selain itu, harga komoditas
perikanan sedang berada pada kondisi yang baik sehingga menjadi insentif produksi apalagi dengan meningkatnya
permintaan dari mitra dagang di Eropa. Hal ini terjadi seiring penurunan pasokan dari Vietnam dan India karena ganguan
penyakit (virus) pada perikanan budidaya mereka3.
2 Hasil liaison kepada eksportir coklat olahan, triwulan II 2014 3 Hasil liaison kepada eksportir aneka komoditas perikanan, triwulan II 2014
I II III IV I II III IV I II
PDRB 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.01 7.34
Pertanian 5.30 4.31 8.31 3.22 5.40 1.15 -0.89 3.93 13.10 3.95 10.76 10.89
Pertambangan & Penggalian -10.64 2.23 1.16 26.04 4.44 28.41 5.85 12.78 -4.62 9.26 1.54 -3.41
Industri Pengolahan 14.58 8.94 5.64 6.99 8.86 8.24 9.88 8.71 5.76 8.12 6.17 7.79
Listrik, Gas & Air Bersih 22.02 13.95 10.73 5.31 12.53 7.81 9.18 8.39 8.06 8.36 8.87 11.75
Bangunan 11.61 7.91 8.38 11.11 9.73 8.62 11.00 13.20 10.73 10.92 7.98 6.89
Perdagangan, Hotel & Restoran 10.10 9.12 10.41 12.44 10.54 11.48 9.96 8.33 7.98 9.38 8.28 9.15
Angkutan & Komunikasi 19.42 17.75 14.73 8.68 14.87 7.53 10.55 10.54 7.09 8.92 6.34 3.40
Keuangan 9.88 19.03 19.81 14.72 15.87 17.21 14.00 15.40 10.62 14.18 11.23 7.38
Jasa-jasa 1.41 3.19 3.03 1.47 2.27 2.31 0.97 5.38 5.92 3.67 6.72 6.10
Keterangan:
- Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan
2014**2013**
2012*2012*
2013**Pertumbuhan Sektor Ekonomi
(%, yoy)
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011* 2012* 2013** 2014**
%
Pertanian Industri PHR Sektor Lainnya PDRB
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 17
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.22. Volume Ekspor Biji Coklat Grafik 1.23. Harga Internasional Kakao
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.24. Volume Ekspor Udang Grafik 1.25. Volume Ekspor Aneka Ikan
1.3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian
Penerapan UU Minerba ternyata memengaruhi kinerja sektor pertambangan Sulsel pada triwulan II 2014 yang
mencatat pertumbuhan negatif (kontraksi). Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini menurun sebesar -3,41% (yoy)
setelah tumbuh sebesar 1,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh produksi nikel yang
menurun seiring implementasi UU Minerba4. Hal ini terkonfirmasi dari arah pertumbuhan ekspor komoditas
pertambangan yang kontraksinya semakin besar pada triwulan II 2014 di tengah tren harga nikel yang masih meningkat
hingga triwulan laporan (Grafik 1.26). Sementara itu, terlihat bahwa harga internasional beberapa komoditas tambang
yang lain seperti timah, timah hitam, dan seng tidak banyak mengalami perubahan (Grafik 1.27).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.26. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.27. Harga Komoditas Tambang
4 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Agustus 2014
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Biji Coklat gEkspor - Skala Kanan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2012 2013 2014
%, yoyUS$/kg Harga Internasional Kakao
gHarga - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Udang Segar/Beku gEkspor - Skala Kanan
(30)(25)(20)(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Aneka Ikan gEkspor - Skala Kanan
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
US$/metrik tonUS$/metrik ton
Nikel Timah Seng - Skala Kanan Timah Hitam - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
18 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan II 2014 seiring penguatan pada industri mikro
dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 7,79% (yoy) pada triwulan laporan
setelah sebelumnya tumbuh 6,17% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh tetap membaiknya
kinerja industri mikro dan kecil (IMK) pada triwulan laporan. Adapun industri besar dan sedang (IBS) yang sebelumnya
tumbuh melambat mampu mencatat akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.28).
Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan beberapa subsektor
industri. Pada triwulan laporan, subsektor industri makanan olahan, industri percetakan, industri pakaian, serta industri
karet alam olahan dinilai mengalami akselerasi. Membaiknya kinerja industri karet alam olahan diindikasikan oleh
menguatnya ekspor komoditas tersebut pada triwulan II 2014 (Grafik 1.30). Sementara itu, hasil industri makanan olahan,
percetakan, serta pakaian dinilai terdorong oleh maraknya event dan kegiatan masyarakat selama periode triwulan
laporan (hari besar keagamaan, pemilu, pesta olahraga, liburan sekolah). Adanya penambahan permintaan produk kakao
olahan yang baru dari Tiongkok juga memberi kontribusi positif bagi sektor ini5. Produksi terigu juga tumbuh lebih tinggi
pada triwulan II 2014 seiring persiapan menghadapi Ramadhan dan Lebaran (Grafik 1.31). Peningkatan di kedua
komoditas industri ini mendorong kinerja industri makanan di Sulsel pada triwulan II 2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Grafik 1.29. Produksi Nikel Matte
Di sisi lain, kinerja industri hasil tambang mengalami perlambatan yang sejalan dengan menurunnya kinerja sektor
pertambangan. Produksi nikel matte produsen utama di Sulsel tercatat lebih rendah secara triwulanan (qtq). Hal ini
membuat pertumbuhan secara tahunan juga tidak mengalami akselerasi dan cenderung tumbuh lebih rendah dari
triwulan sebelumnya (Grafik 1.29). Hal ini disinyalir merupakan penyesuaian terhadap capaian target produksi untuk
keseluruhan tahun 2014 yang memang ditargetkan tidak tumbuh lebih tinggi dari realisasi produksi tahun 2013.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.30. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.31. Produksi Tepung Terigu
5 Hasil liaison kepada produsen dan eksportir kakao olahan, triwulan II 2014
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy
IMK IBS
(40)(30)(20)(10)0 10 20 30 40 50 60 70
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton Metrik
Produksi Nikel gProduksi
(50)
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy
Nikel Matte Karet Alam Olahan - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
020406080
100120140160180200
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton Metrik
Produksi Terigu gProduksi - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 19
1.3.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor LGA kembali mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2014 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 11,75% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 8,87% (yoy). Menguatnya kinerja
sektor LGA terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan eceran gas yang digunakan oleh rumah tangga (Grafik 1.32). Selain
itu, rampungnya pembangunan pabrik dan hotel selama periode triwulan laporan turut meningkatkan konsumsi listrik,
khususnya dari sektor bisnis. Adapun kapasitas produksi terpakai sektor LGA yang meningkat dibandingkan triwulan I
2014 juga mengkonfirmasi akselerasi yang terjadi.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.32. Penjualan Eceran Gas Grafik 1.33. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1.3.5 Sektor Bangunan
Pada triwulan II 2014, sektor bangunan kembali tumbuh melemah yang searah dengan perkembangan komponen
investasi. Di triwulan I 2014, sektor ini mampu bertumbuh hingga 7,98% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor
ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 6,89% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada
komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang juga mengalami perlambatan di triwulan laporan. Hal ini
terkonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan penjualan eceran bahan bangunan seperti semen, pasir, dan bahan
kontruksi yang terbuat dari tanah liat (Grafik 1.34). Penjualan eceran perlengkapan konstruksi juga mencatat kinerja yang
lebih buruk pada triwulan laporan (Grafik 1.35).
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.34. Perubahan Penjualan Eceran Bahan Konstruksi Grafik 1.35. Perubahan Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi
1.3.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan II 2014 yang didorong oleh membaiknya kegiatan perdagangan, khususnya
impor, serta terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari 8,28% (yoy) pada triwulan I
2014 menjadi 9,15% (yoy) pada triwulan laporan. Akselerasi kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh menguatnya
kegiatan impor (barang yang dibongkar) meskipun kegiatan ekspor (barang yang dimuat) relatif tidak tumbuh sebaik
capaian sebelumnya (Grafik 1.36).
80
85
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Indeks
Penjualan Gas (LPG) untuk Rumah Tangga
0102030405060708090
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%
Total Kapasitas Kapasitas Terpakai Sektor LGA
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy
Semen Pasir Bahan Konstruksi dari Tanah Liat
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy
Perlengkapan Konstruksi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
20 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.36. Volume Bongkar dan Muat Barang Grafik 1.37. Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Subsektor hotel mampu menopang pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring tingkat penghunian kamar
hotel yang menunjukkan peningkatan. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel bergerak naik pada triwulan
laporan seiring dimulainya masa liburan, khususnya di akhir periode. Hal ini terlihat dari pergerakan TPK hotel yang
sempat menurun pada April dan Mei 2014 namun naik cukup signifikan pada Juni 2014 (Grafik 1.37). Sementara itu,
realisasi kegiatan usaha sektor PHR tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sehingga mengkonfirmasi percepatan
yang terjadi (Grafik 1.38). Kegiatan usaha yang membaik tersebut dinilai dipengaruhi juga oleh realisasi harga jual pada
sektor PHR yang naik cukup signifikan pada triwulan laporan (Grafik 1.39).
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.38. Kegiatan Usaha Sektor PHR Grafik 1.39. Harga Jual Sektor PHR
1.3.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi
Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan II 2014 karena kontraksi pada
subsektor transportasi. Sektor ini tumbuh dari 6,34% (yoy) menjadi 3,40% (yoy) pada triwulan II 2014. Perlambatan yang
terjadi terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja moda angkutan udara. Hal ini terkonfirmasi dari kontraksi yang
cukup dalam pada lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.40). Penurunan jumlah
penumpang yang terjadi pada triwulan laporan dinilai dipengaruhi oleh naiknya tarif angkutan udara. Kredit ke sektor
pengangkutan pun menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.41).
1.3.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Pada triwulan II 2014, sektor keuangan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, didorong oleh
dua subsektor utama. Sektor keuangan tercatat tumbuh 7,38% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari
pertumbuhan di triwulan I 2014 (11,23%, yoy). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari kinerja subsektor
perbankan yang melemah. Penyaluran kredit perbankan di Sulsel yang sedang berada dalam tren yang melambat
menyebabkan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel turut mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan II 2014
(Grafik 1.42).
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Muat Volume Bongkar gTotal Volume - Skala Kanan
30
35
40
45
50
55
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
Sulawesi Selatan
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, Saldo Bersih Tertimbang
Realisasi Kegiatan Usaha Sektor PHR Perkiraan
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, Saldo Bersih Tertimbang
Harga Jual Sektor PHR Perkiraan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 21
Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.40. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.41. Kredit Sektor Pengangkutan
Selain subsektor bank, subsektor properti juga menunjukkan tendensi pertumbuhan yang melambat pada triwulan
laporan. Total nilai penjualan salah satu perusahaan properti terbesar di Sulsel menurun pada triwulan II 2014. Kondisi ini
berlawanan dengan triwulan II 2013 ketika nilai penjualan mengalami kenaikan. Hal ini membuat pertumbuhan secara
tahunan mengalami perlambatan setelah tumbuh hingga di atas 20% pada triwulan I 2014 (Grafik 1.43). Konsumsi
masyarakat yang melemah dinilai memberikan andil pada perlambatan penjualan properti.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.42. Nilai Tambah Bank Grafik 1.43. Penjualan Properti
1.3.9 Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa tumbuh melambat pada triwulan II 2014
yang terutama didorong masih rendahnya belanja
pemerintah. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 6,10%
(yoy) setelah tumbuh sebesar 6,72% (yoy) di triwulan I
2014. Perlambatan tersebut diduga adalah dampak dari
melambatnya konsumsi pemerintah pada triwulan
laporan. Kegiatan belanja pemerintah yang belum
mencapai target penyerapan realisasi anggaran
memengaruhi kinerja sektor ini. Adapun indikator
penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat tercatat
sedikit melambat pada triwulan II 2014 sehingga
mengkonfirmasi perlambatan yang terjadi (Grafik 1.44).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.44. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyJuta Orang
Keberangkatan Kedatangan gPenumpang - Skala Kanan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan
0
5
10
15
20
25
30
35
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Nilai Tambah Bank gNTB
(20)
0
20
40
60
80
100
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar
Penjualan Properti gPenjualan - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
22 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Boks 1.A. Kinerja Ekspor Industri Pengolahan Kakao
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sesuai data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas area perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 1.853 ribu Ha dengan status kepemilikan didominasi oleh perkebunan rakyat seluas 1.641 ribu Ha (94,43%). Lahan kakao sebagian besar tersebar di Sulampua seluas 1.188 ribu Ha (64,11%) dan Sumatera seluas 385 ribu Ha (20.77%). Selaras dengan luas lahan kakao, sumbangan terbesar produksi kakao nasional berasal dari Sulampua 72,59% dengan rata-rata produktivitas sebesar 500-800 Kg/Ha.
Devisa dari ekspor komoditas kakao pada tahun 2013 adalah sebesar US$1.162,41 juta (volume 416 ribu ton) atau mengalami pertumbuhan sebesar 8,19% dibandingkan tahun sebelumnya (US$ 1.067,18 juta). Ekspor kakao berupa coklat olahan senilai US$719,04 juta (61,86%), kemudian biji coklat senilai US$443,37 juta (38,14%).
Grafik V.C.1. Ekspor-Impor Kakao Indonesia
Grafik V.C.2. Ekspor-Impor Kakao Sulampua
Ketergantungan pasar ekspor kakao Indonesia cenderung rendah. Pasar kakao olahan indonesia terdiversifikasi ke beberapa negara. Berdasarkan data ekspor 2014 (hingga Mei), ekspor kakao olahan ke Amerika Serikat tercatat sebesar US$114,93 juta (27,24%), Malaysia US$83,92 juta (19,89%), dan Jerman US$47,52 juta (11,26%), dan negara lainnya US$175,49 juta (41,61%) . Potensi permintaan Eropa dan Amerika masih sangat tinggi karena benua tersebut merupakan pengimpor kakao olahan dan negara penghasil permen coklat terbesar di dunia.
Grafik V.C.3. Negara Tujuan Ekspor Kakao Olahan
Sumber: Ditjen Perkebunan, 2014
Grafik V.C.6. Pertumbuhan Produksi Kakao Sulampua
Namun demikian, produksi biji kakao Sulampua cenderung menurun ditengah kenaikan permintaan global maupun industri manufaktur coklat setengah jadi domestik sebagai hasil kebijakan hilirisasi. Fakta tersebut terkait dengan isu sustainabilitas pasokan kakao domestik yang semakin terbatas. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, pertumbuhan produksi kakao Sulampua mengalami perlambatan dari 6,86% di tahun 2012 menjadi 5,35% di tahun 2013. Kondisi demikian belum mampu mengembalikan kemampuan produksi Sulampua ke titik optimalnya setelah kontraksi hingga -15,88% di tahun 2011.
Berdasarkan hasil diskusi bersama asosiasi dan organisasi yang bergerak di pengembangan kakao, peningkatan realisasi investasi manufaktur tidak diikuti oleh kecukupan pasokan kakao yang memadai. Usaha yang melibatkan sekitar 500.000 orang petani tersebut cenderung mengalami penurunan. Beberapa permasalahan yang terjadi, terkait
6.449 Ton
7.935 Ton
21.301 Ton
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
JAN
AP
R
JUL
OK
T
JAN
AP
R
JUL
OK
T
JAN
AP
R
JUL
OK
T
JAN
AP
R
2011 2012 2013 2014
Ribu TonImpor Biji Kakao Nasional (Ton) -LHSEkspor Biji Kakao Indonesia (Ton) - RHSEkspor Coklat Olahan Indonesia (Ton) - RHS
251 Ton
4.145 Ton
3.137 Ton
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
JAN
AP
R
JUL
OK
T
JAN
AP
R
JUL
OK
T
JAN
AP
R
JUL
OK
T
JAN
AP
R
2011 2012 2013 2014
Ribu TonImpor Biji Kakao Sulampua (Ton) - LHSEkspor Biji Kakao Sulampua (Ton) - RHSEkspor Coklat Olahan Sulampua (Ton) - RHS
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2012 2013 2014*
Amerika Serikat
Malaysia
Jerman
Australia
Tiongkok
Lain-lain
USD Juta
3,85%
-15,88%
6,86%5,35%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
2010 2011 2012 2013*
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 23
capaian produksi dan produktivitas tanaman kakao adalah: a. Karakteristik Tanaman Kakao. Sekitar 20%-45% lahan kakao yang dimiliki petani berukuran tidak lebih dari 1
hektar. Selanjutnya, usia tanaman kakao yang ada saat ini relatif tua (> 30 tahun). Selain itu, sifat tanaman dan bibit kakao yang tersedia saat ini masih rentan terhadap penyakit PBK (Penggerek Buah Kakao) yang menyebabkan biji kakao busuk. Karakteristik yang dimiliki kakao tersebut berdampak pada risiko kegagalan panen yang besar.
b. Perawatan Tanaman. Perawatan tanaman kakao semakin sulit dilakukan ketika usia tanaman tersebut relatif tua. c. Paradigma Petani. Sebagian besar petani menganggap tanaman kakao merupakan tanaman rakyat bukan
tanaman industri yang bernilai komersial tinggi d. Perhatian Pemerintah. Program Gernas Kakao yang dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2009-2012 kurang
berdampak pada peningkatan produksi dan produktivitas karena area yang dilakukan peremajaan terbatas 450 ribu ha atau 25% dari luas areal kakao nasional sekitar 1,8 juta Ha.
e. Alih Fungsi Lahan. Berdasarkan fakta lapangan, tidak sedikit petani yang memutuskan untuk mengalihkan fungsi lahan dari yang sebelumnya tanaman kakao menjadi tanaman industri seperti kelapa sawit yang lebih mudah perawatannya.
f. Akurasi Data. Saat ini data yang dimiliki BPS, Ditjenbun, dan Askindo terkait luas area, produksi, dan produkitivitas tanaman kakao berbeda satu sama lainnya. Hal demikian menjadikan pemantauan perkembangan kakao secara akurat sulit dilakukan.
Hasil diskusi dengan Askindo, tanaman kakao di Sulampua masih memiliki potensi prospek yang cerah. Hal ini terutama didukung oleh permintaan kakao global dan domestik yang cenderung meningkat. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao secara berkesinambungan antara lain: a. Dukungan Pemerintah. Dalam menggenjot produksi kakao Indonesia dan menjamin pasokan yang
berkesinambungan diperlukan perencanaan pengembangan komoditas secara menengah dan jangka panjang bukan berdasarkan proyek jangka pendek semata
b. Ketersediaan Bibit Unggul. Dengan memperhatikan kondisi kakao yang rentan penyakit PBK, maka perlu dikembangkan penelitian bibit unggul yang tahan penyakit dan cocok ditanam di Sulampua.
c. Perawatan Tanaman. Pemerintah perlu mengalokasikan tenaga pendamping dan penyuluh yang besar dalam mendukung proses peningkatan pengetahuan perawatan tanaman kakao oleh petani.
d. Insentif. Untuk menjamin kesinambungan kakao, saat ini pemerintah harus memberikan insentif agar petani kakao semakin berminat dalam merawat tanaman kakao yang dimiliki.
e. Pembagian Zona Pemanfaatan Lahan. Peningkatan produksi tanaman pangan dan perkebunan harus dituangkan dalam Masterplan zona pemanfaatan lahan yang jelas dan dipatuhi oleh seluruh pelaku usaha dan petani.
f. Infrastruktur. Dalam mendukung tumbuhnya industri pengolahan di daerah penghasil kakao dibutuhkan sarana infrastruktur yang memadai.
g. Pasar Kakao Fermentasi. Hampir seluruh biji kakao yang dijual oleh petani saat ini masih dalam kondisi basah sehingga nilai tambah yang diperoleh petani kurang maksimal.
h. Kebijakan Bea Masuk Kakao. Pasokan kakao domestik yang terbatas berdampak pada meningkatnya impor bahan baku dari luar negeri. Pelaku usaha mengharapkan agar bea masuk kakao sebesar 5% dicabut oleh pemerintah. Namun begitu, petani kakao domestik menilai rencana keputusan tersebut tidak berpihak pada daya saing dan tingkat kesejahteraan petani.
i. Kebijakan Pendirian Industri Pengolahan Kakao. j. Pemantauan kinerja kakao. Diperlukan penguatan koordinasi kelembagaan yang melakukan penghitungan data
terkait kakao.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
24 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 25
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif masih rendah.
Namun demikian, realisasi pos belanja hingga pertengahan tahun 2014
cenderung meningkat dari periode yang sama tahun 2013. Sementara dari
sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah menurun dari
periode yang sama tahun 2013. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja
modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan
mendatang hingga penghujung tahun 2014 sehingga menjadi stimulan bagi
investasi. Sementara realisasi belanja pegawai yang lebih tinggi, turut
memberi dorongan pada pertumbuhan konsumsi swasta.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
26 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
2.1. Struktur Anggaran
Struktur APBD Provinsi Sulsel mengalami perubahan pada bagian pendapatan maupun belanja dalam kurun 5 (lima)
tahun terakhir. Dari sisi realisasi pendapatan, selama tiga tahun terakhir, porsi pendapatan asli daerah (PAD) relatif stabil,
padahal potensi pertumbuhan ekonomi Sulsel relatif besar. Dari sisi belanja, proporsi belanja modal pada triwulan II 2014
mulai meningkat, meskipun tidak setinggi tahun 2011 dan 2012. Sementara itu dalam PDRB, belanja modal sebagai
stimulus ekonomi masih rendah, porsi terhadap PDRB Provinsi Sulsel masih relatif kecil yaitu sekitar 1,5%.
Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran
2.2.1 Pendapatan
Realisasi persentase pendapatan daerah pada pertengahan tahun 2014, masih belum setinggi pencapaian realisasi
pertengahan tahun 2013. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan II 2014 mencapai Rp2,54 triliun atau
45,41%, sementara pada triwulan II 2013 dapat mencapai 46,85%. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi
pendapatan pajak daerah sebesar Rp1,13 triliun (39,96% dari target), dana alokasi umum Rp0,71 triliun (58,33% dari
target), dan transfer pemerintah pusat lainnya Rp455,81 miliar (50,74% dari target).
Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah6 pada triwulan II 2014 relatif
menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercermin dari penurunan persentase realisasi terhadap targetnya
dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan
pergerakan yang sedikit turun pada triwulan II 2014. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan II 2014 sebesar 2,38%,
sementara triwulan II 2013 sebesar 2,51% (Grafik 2.3). Meskipun dari sisi dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio hingga
triwulan II 2014 sebesar 2,52%, lebih tinggi daripada triwulan II 2013 yang sebesar 1,74%. Meski mengalami perlambatan,
ekonomi Sulawesi Selatan masih tumbuh cukup tinggi diatas nasional. Hal ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan
efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pendapatan asli daerah (PAD) triwulan II 2014 mencatat persentase realisasi per anggaran yang sedikit lebih rendah
dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi komponen PAD triwulan II 2014 sebesar Rp1,23 triliun atau 39,71%
dari anggaran yang ditetapkan, secara nominal meningkat dibandingkan realisasi triwulan II 2013 (Rp1,13 triliun),
meskipun secara presentasi relatif lebih rendah dari triwulan II 2013 (43,76%). Peningkatan nilai tersebut terutama
didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase realisasinya sebesar 39,96% (Rp1,13 triliun). Hal ini disebabkan
masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan
pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah masih
belum mencapai yang diharapkan. Pajak daerah antara lain terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Hingga pertengahan 2014, realisasi
BBNKB masih sangat kecil7 dibandingkan dengan populasi kendaraan yang semakin padat.Untuk meningkatkan
6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
7Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sulsel, Tau Toto, 13 Juni 2014, Siaran Pers.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II-2009 Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II-2009 Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014
Belanja Modal Belanja Operasi
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 27
pendapatan, Pemprov Sulsel menambah jumlah kantor pelayanan dan optimalisasi pendapatan pajak kendaraan
bermotor.
Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan II 2014
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Sulsel, Biro Bina Perekonomian Sulsel
Persentase realisasi dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif sama dengan pola tahun sebelumnya. Persentase
realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp705,60 miliar (58,33%) dan dana alokasi khusus (DAK)
yang sebesar Rp21,89 miliar (30,00%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Secara umum,
persentase realisasi hampir semua komponen PAD berada berada di bawah realisasi tahun sebelumnya antara lain
pendapatan pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah, meski demikian secara nominal total realisasi PAD
sampai dengan triwulan II 2014 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp1,23triliun (39,71%), dimana
realisasi tahun sebelumnya (Rp1,13triliun atau 43,76%).
Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,587.85 1,132.40 43.76% 3,107.04 1,233.93 39.71%
- Pendapatan Pajak Daerah 2,333.13 1,032.80 44.27% 2,822.47 1,127.77 39.96%
- Pendapatan Retribusi Daerah 65.41 28.21 43.12% 74.28 30.50 41.05%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 66.79 0.67 1.00% 71.85 0.78 1.09%
- Lain-lain PAD yang Sah 122.52 70.72 57.72% 138.44 74.88 54.09%
DANA PERIMBANGAN 1,457.68 782.64 53.69% 2,473.37 1,305.85 52.80%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 303.64 127.66 42.04% 292.49 122.55 41.90%
- DAU 1,089.77 635.70 58.33% 1,209.60 705.60 58.33%
- DAK 64.26 19.28 30.00% 72.98 21.89 30.00%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya - - - 898.31 455.81 50.74%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 977.04 437.85 44.81% 13.52 0.44 3.25%
JUMLAH PENDAPATAN 5,022.57 2,352.89 46.85% 5,593.93 2,540.21 45.41%
BELANJA
BELANJA OPERASI 3,862.55 1,305.04 33.79% 3,971.42 1,382.41 34.81%
- Belanja Pegawai 969.07 357.56 36.90% 1,058.29 406.99 38.46%
- Belanja Barang 969.95 229.70 23.68% 1,301.75 328.35 25.22%
- Belanja Bunga 46.25 7.50 16.22% 39.50 5.47 13.84%
- Belanja Hibah 1,224.98 552.06 45.07% 930.60 468.96 50.39%
- Belanja Bantuan Keuangan 650.30 158.22 24.33% 641.28 172.64 26.92%
BELANJA MODAL 923.79 52.99 5.74% 754.20 126.66 16.79%
BELANJA TIDAK TERDUGA 15.00 2.05 13.67% 15.00 - 0.00%
JUMLAH BELANJA 4,801.34 1,360.07 28.33% 4,740.61 1,509.07 31.83%
TRANSFER 843.05 316.12 37.50% 1,098.76 450.36 40.99%
TOTAL BELANJA 5,644.40 1,676.19 29.70% 5,839.38 1,959.43 33.56%
SURPLUS / (DEFISIT) (621.83) 676.70 -108.82% (245.44) 580.78 -236.62%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 623.46 - 0.00% 296.44 189.23 63.83%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.63 1.00 - 51.00 - 0.00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 621.83 (1.00) -0.16% 245.44 189.23 77.10%
(Milyar Rupiah)
ANGGARAN
PERUBAHAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN II 2014ANGGARAN
PERUBAHAN 2013
Realisasi s/d TRIWULAN II 2013U R A I A N
2.31
4.55
2.54 2.66 2.51
2.38
1.90
2.62
1.56 1.80 1.74
2.52
0.70
1.20
1.70
2.20
2.70
3.20
3.70
4.20
4.70
5.20
Tw II-2009 Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
2.31
3.83
1.85
3.13
2.90 2.67
0.22
0.35
1.06 0.98
0.12
0.24
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
Tw II-2009 Tw II-2010 Tw II-2011 Tw II-2012 Tw II-2013 Tw II-2014
%
Belanja Operasi Belanja Modal
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
28 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
2.2.2 Belanja
Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan II 2014 masih rendah, meskipun meningkat dibanding periode
yang sama tahun 2013. Realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan II 2014 sebesar 33,56%, atau
lebih tinggi jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan II 2013 yang hanya sebesar 29,70%. Secara nominal, realisasi
anggaran belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp1,96 triliun sedikit diatas realisasi tahun 2013 sebesar Rp1,68
triliun atau naik Rp283,24 miliar.
Pada triwulan II 2014, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus investasi daerah8 sedikit meningkat.
Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat meningkat pada triwulan II 2014, yang
menunjukkan terdapat dorongan stimulus fiskal untuk mengakselerasi laju investasi di Sulsel. Rasio belanja modal per
PDRB ADHB periode laporan sebesar 0,24%, sementara tahun 2013 sebesar 0,12%. Namun demikian, peran belanja
operasional per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB.
Rasio belanja operasional triwulan II2014 hanya sebesar 2,67%,sedikit lebih rendah dari 2013 yang sebesar 2,90%.
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase,tercatat sedikit lebih tinggi
dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional triwulan II 2014 terealisasi Rp1,38triliun
(34,81%) lebih tinggi dari triwulan II 2013 (33,79%). Penyerapan terbesar pada belanja hibah, yaitu sebesar 50,39% dan
terkecil adalah belanja bunga (13,84%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja
barang, persentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013, yaitu sebesar 38,46%. Sedangkan belanja barang
terserap 25,22%, namun masih sedikit lebih tinggi dari tahun 2013 (23,68%) atau secara nilai sebesar Rp328,35 miliar.
Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, meskipun penyerapannya masih
rendah, namun mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal pada triwulan II
2014 baru mencapai Rp126,66 miliar (16,79%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi, dan
jaringan. Pemerintah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang akan datang sehingga realisasinya dapat
optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah
untuk pembangunan infrastruktur dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi
Sulsel.
Pada triwulan II 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, terealisasi lebih
tinggi dibanding triwulan II 2013. Transfer pada periode laporan terealisasi sebesar 40,99% atau sebesar Rp450,36 miliar,
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp316,12 miliar (37,50%). Kemudian, anggaran 2013
yang diperkirakan defisit, tertutupi dengan penerimaan pembiayaan. Lebih lanjut, berdasarkan perbandingan antara
realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan II 2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar
Rp236,62 miliar. Kemudian, pengeluran pembiayaan daerah pada triwulan II 2014, APBD Sulsel mencatatkan sisa lebih
anggaran (SILPA) sebesar Rp189,23 miliar.
8Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 29
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Pada triwulan II 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,92% (yoy), sedikit
lebih tinggi dari triwulan I 2014 (5,92%, yoy), seiring adanya gangguan
produksi ikan dan naiknya tingkat permintaan beberapa komoditas utama.
Pasokan ikan yang terganggu karena kendala cuaca yang tidak menentu
serta arah angin yang kurang menguntungkan menyebabkan inflasi pada
komoditas bahan makanan. Sementara itu, banyaknya kegiatan masyarakat
selama periode triwulan II 2014 seiring perayaan hari besar keagamaan
membuat permintaan akan beberapa barang kebutuhan pokok meningkat
dan menambah tekanan inflasi yang ada. Terkendalinya inflasi pada skala
tertentu tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan jumlah
TPID yang dibentuk oleh kabupaten/kota terus bertambah selama periode
laporan dengan kegiatan koordinasi yang semakin intensif.
BAB 3 INFLASI DAERAH
30 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa9
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2014 tercatat sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi tercatat sebesar
5,92% (yoy) setelah pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 5,88% (yoy). Naiknya inflasi didorong oleh menguatnya tekanan
inflasi pada kelompok bahan makanan, kelompok sandang, kelompok pendidikan, serta kelompok kesehatan (Tabel 3.1).
Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan dari 4,76% (yoy) menjadi 6,15% (yoy).
Inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 5,65% (yoy), naik dari triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 3,73% (yoy).
Selanjutnya, inflasi kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan pada triwulan II 2014 adalah sebesar 5,22% (yoy) dan
1,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan lalu yang masing-masing tercatat sebesar 3,79% (yoy) dan 1,33% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami penurunan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2014. Penurunan
terbesar terjadi pada kelompok transpor, diikuti oleh kelompok perumahan dan kelompok makanan jadi. Adapun secara
berurutan, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transpor (7,91%, yoy), kelompok bahan makanan (6,15%, yoy),
kelompok perumahan (5,96%, yoy), kelompok sandang (5,65%, yoy), kelompok makanan jadi (5,38%, yoy), kelompok
kesehatan (5,22%, yoy), dan kelompok pendidikan (1,38%, yoy). Inflasi tahunan Sulsel juga masih lebih rendah dari laju
inflasi tahunan nasional yang pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 6,70% (yoy) (Grafik 3.1). Dilihat secara triwulanan,
inflasi Sulsel pada triwulan II tercatat mengalami kenaikan sebesar 0,50% (qtq) pada triwulan II 2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
9 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
1 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45 2 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00 3 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58 4 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56 I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32 II 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37 III 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37 IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88 I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06 II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85 III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48 IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40 I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61 II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36 III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24 IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22 I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88 II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
TAHUN
2012
2013
2011
2010
2014
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
5.92
6.70
0.50
BAB 3 INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 31
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan II 2014, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan seiring faktor musiman dan gangguan pasokan. Kenaikan inflasi terjadi dari 4,76% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 6,15% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 3.2). Naiknya harga terutama terjadi pada subkelompok daging serta hasilnya, telur, susu, serta hasilnya, subkelompok ikan segar, dan ikan yang diawetkan. Naiknya harga komoditas daging serta hasilnya seperti daging sapi dan daging ayam dinilai merupakan dampak musiman terutama pada akhir triwulan seiring dengan dimulainya masa puasa dan persiapan Lebaran. Kegiatan masyarakat yang cukup banyak pada triwulan laporan juga menjadi pemicu naiknya harga komoditas-komoditas tersebut.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sementara itu, pasokan yang tidak sebaik perkiraan menyebabkan kenaikan harga baik ikan tangkap yang masih segar
maupun ikan yang telah diolah melalui proses pengawetan. Pada awal triwulan laporan, terjadi gangguan pasokan ikan
bandeng karena kegagalan petani tambak untuk melakukan panen dari bibit yang dimiliki karena kualitas bibit yang
menurun. Nelayan juga disinyalir enggan untuk melaut karena prakiraan cuaca yang masih tidak menentu serta adanya
pemilu legislatif yang menyebabkan kenaikan harga ikan kembung dan jenis ikan tangkap lainnya. Berdasarkan kunjungan
ke TPI Paotere pada 22 Juni 2014, tangkapan yang belum optimal dipengaruhi oleh arah angin yang tidak menguntungkan
para nelayan. Adapun secara keseluruhan, laju inflasi kelompok bahan makanan tertahan oleh harga bumbu, sayur, serta
buah yang tidak tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
Aneka Ikan
Aneka Sayur dan Buah
Aneka Bumbu
Daging, Telur, dan Susu
Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.3. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan
Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), harga komoditas aneka ikan, daging ayam ras, daging sapi, telur
ayam ras, serta susu bubuk memang mengalami kenaikan. Setelah mengalami penurunan pada triwulan I 2014, laju
inflasi pada komoditas aneka ikan kembali meningkat, khususnya ikan cakalang, kembung, serta udang basah (Grafik 3.3).
Inflasi tahunan komoditas daging dan telur pun terlihat mengalami peningkatan seiring pengaruh dari banyaknya kegiatan
(10)
(5)
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014%
yoy qtq
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Bandeng Udang Basah Cakalang Kembung
(100)
(50)
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Tomat Sayur Tomat Buah Jeruk Kangkung
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Bawang Merah Bawang Putih Cabe Merah Cabe Rawit
(30 )
(20 )
(10 )
0
10
20
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi Susu Bubuk
BAB 3 INFLASI DAERAH
32 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
masyarakat dan persiapan menyambut hari besar keagamaan. Di sisi lain, inflasi untuk bawang merah, cabe, serta aneka
buah dan sayur cenderung mengalami penurunan yang dinilai karena kondisi pasokan yang lebih baik seiring masih
berlangsungnya panen dan cuaca yang lebih bersahabat.
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan II 2014 tercatat relatif sama dengan triwulan I 2014. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,38% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.4). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi yang tercatat adalah sebesar 5,39% (yoy). Inflasi subkelompok makanan jadi meningkat pada triwulan II 2014 seiring menguatnya permintaan karena intensitas kegiatan masyarakat yang banyak serta dimulainya Ramadhan pada akhir triwulan. Di lain pihak, inflasi subkelompok minuman tidak beralkohol serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I 2014 sehingga inflasi kelompok ini tidak terakselerasi lebih lanjut dan cenderung stabil.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Adanya peningkatan laju inflasi pada subkelompok makanan jadi serta penurunan laju inflasi pada dua subkelompok
yang lain juga tercermin pada hasil SPH. Masih naiknya harga minyak goreng membuat harga makanan jadi yang
sebelumnya diolah dengan minyak goreng mengalami peningkatan. Harga kue dan mie kering instant juga terlihat
mengalami kenaikan (Grafik 3.5). Permintaan yang kuat seiring Paskah, Waisak, awal Ramadhan, liburan sekolah,
persiapan dan penyelenggaraan pemilu, serta masih cukup ramainya kegiatan masyarakat turut memengaruhi inflasi di
kelompok ini. Meski demikian, laju inflasi secara umum bergerak stabil karena adanya penurunan pada beberapa
komoditas di dalam subkelompok yang lain seperti gula pasir dan rokok kretek (Grafik 3.5).
Makanan dan Minuman
Rokok
Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.5. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Makanan Jadi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan II 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menurun dibandingkan
triwulan I 2014 terutama karena turunnya inflasi hampir di semua subkelompok. Laju inflasi tercatat sebesar 5,96%
(yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (6,25%, yoy) (Grafik 3.6). Turunnya laju inflasi tahunan didorong oleh
penurunan pada subkelompok biaya tempat tinggal, subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air, serta subkelompok
perlengkapan rumah tangga sedangkan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga masih mencatat peningkatan laju
inflasi pada triwulan II 2014.
Tidak berlanjutnya penyesuaian harga bahan bakar menjadi salah satu faktor pendorong penurunan laju inflasi
kelompok ini. Harga LPG (liquefied petroleum gas) 12 kg mengalami kenaikan pada Januari 2014 namun kembali
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(50)(40)(30)(20)
(10)0
10 20 30 40 50
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Minyak Goreng Mie Kering Instant
Kue Basah Gula Pasir
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Rokok Kretek Rokok Kretek Filter
BAB 3 INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 33
diturunkan agar tidak terlalu membebankan masyarakat dan tidak memicu inflasi hingga ke triwulan II 2014. Penurunan
inflasi tersebut didukung juga oleh harga bahan bakar rumah tangga (RT) jenis lainnya yang tidak mengalami perubahan
signifikan seperti yang terjadi pada tahun 2013 akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Kemudian, harga bahan bangunan (pasir) masih cukup stabil di tengah pergerakan harga properti yang cenderung
meningkat, tercermin dari Indeks Harga Properti Residential di Makassar (IHPR) (Grafik 3.7 dan Grafik 3.8). Adapun
komoditas yang mengalami peningkatan laju inflasi berdasarkan hasil SPH salah satunya adalah sabun detergen bubuk
yang dinilai memengaruhi peningkatan inflasi subkelompok penyelenggaraan rumah tangga.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan Grafik 3.7. Perubahan Harga Alat dan Bahan Kebutuhan RT
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh peningkatan laju inflasi
subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Pada triwulan I 2014, inflasi tercatat sebesar 3,73% (yoy) yang
kemudian naik menjadi 5,65% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.9). Naiknya harga komoditas dari subkelompok
barang pribadi dan sandang lainnya, khususnya komoditas emas perhiasan, juga diikuti oleh inflasi yang terjadi pada
subkelompok yang lain, khususnya sandang laki-laki. Permintaan yang meningkat seiring banyaknya momen perayaan
dinilai menjadi penyebab naiknya harga komoditas sandang yang merupakan salah satu kebutuhan primer.
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Indeks Harga Properti Residensial Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Sandang
Dari sisi nominal, harga emas pada dasarnya tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I 2014 namun secara tahunan
tetap tumbuh lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga pada triwulan laporan tidak sebesar pada periode
yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata harga emas di pasar global tercatat turun sebesar -13,23% (qtq) pada triwulan II
2013 sedangkan pada triwulan II 2014 hanya turun sebesar -0,35% (qtq). Harga emas perhiasan yang disurvei pun terlihat
mengikuti pola yang serupa (Grafik 3.10 dan Grafik 3.11). Penurunan harga emas di pasar global tersebut dipengaruhi
antara lain oleh sentimen positif terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS) serta faktor pola musiman.
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Bahan Bakar Rumah Tangga Pasir Sabun Detergen Bubuk
Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga >
500% (yoy).
02468101214161820
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks
IHPR gIndeks - Skala Kanan
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
BAB 3 INFLASI DAERAH
34 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Sumber: Survei Pemantauan Harga Sumber: World Bank
Grafik 3.10. Perubahan Harga Emas Perhiasan Grafik 3.11. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami peningkatan pada triwulan II 2014 yang didorong oleh masih kuatnya
permintaan dan pengaruh perubahan nilai tukar pada tahun 2013. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi
sebesar 5,22% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,79% (yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.12). Sumber utama
peningkatan tersebut berasal dari inflasi pada subkelompok obat-obatan, subkelompok jasa perawatan jasmani, serta
subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika.
Dampak penyesuaian harga produk impor seiring apresiasi mata uang dollar Amerika Serikat (US$) masih terus
berlanjut. Hal ini membuat harga komoditas obat-obatan, produk komestika, maupun produk perawatan jasmani yang
lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Apalagi permintaan terhadap produk komestika, produk
perawatan jasmani, maupun jasa perawatan jasmani dinilai masih kuat seiring masih tingginya intensitas kegiatan
masyarakat dalam menyambut berbagai event.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami sedikit peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 2014.
Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (1,33%;
yoy) (Grafik 3.13). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di beberapa subkelompok meski tidak
terjadi secara signifikan. Adapun laju inflasi dari subkelompok olahraga mengalami penurunan sehingga mampu menahan
peningkatan inflasi yang terjadi pada kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.13. Inflasi Kelompok Pendidikan
Kenaikan yang terjadi pada beberapa komoditas masih disebabkan oleh tingkat permintaan yang lebih tinggi dari para
konsumen. Permintaan yang meningkat mendorong terjadinya peningkatan laju inflasi pada komoditas untuk
perlengkapan sekolah, peralatan sekolah, maupun jasa rekreasi. Apalagi, akhir triwulan laporan ditandai dengan segera
dimulainya liburan sekolah yang akan disusul oleh periode sekolah (semester) yang baru. Terkait inflasi yang masih cukup
(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25 30 35
050
100150200250300350400450500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Ribu
Harga Emas Perhiasan gHarga - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$/troy oz
Harga Emas gHarga - Skala Kanan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014%
yoy qtq
BAB 3 INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 35
terkendali, hal tersebut didukung oleh dampak kenaikan biaya pendidikan yang terus mereda sejak triwulan IV 2013
setelah kenaikan biaya pendidikan yang terjadi pada triwulan IV 2012.
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan II 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan terus menurun dari triwulan
sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 7,91% (yoy), turun dari 10,31% (yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.14). Inflasi
kelompok ini yang kembali menurun didukung oleh tidak adanya kebijakan dari sisi pemerintah untuk menaikkan harga
komoditas strategis seperti BBM bersubsidi yang sebelumnya terjadi pada triwulan II 2013, tepatnya tanggal 22 Juni 2013.
Hal ini membuat laju inflasi tahunan menjadi tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.14. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.15. Perubahan Harga Karet Internasional
Selanjutnya, angka inflasi yang masih cukup tinggi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan tarif transportasi. Pada
triwulan laporan, tarif angkutan antarkota serta tarif tranportasi laut dan udara mengalami peningkatan seiring persiapan
Lebaran yang dibarengi oleh arus mudik dan arus balik. Meski kegiatan mudik baru akan terjadi pada awal triwulan III
2014, proses pemesanan dan pembelian tiket jasa transportasi telah berlangsung sejak triwulan II 2014. Tekanan inflasi
juga dinilai datang dari komoditas penunjang transpor seperti ban mobil seiring meningkatnya inflasi pada harga bahan
baku (karet) meskipun memang tidak signifikan (Grafik 3.15).
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK10
Pada triwulan II 2014, tekanan inflasi yang sedikit meningkat didorong oleh peningkatan inflasi yang terjadi di
Watampone, Palopo, dan Bulukumba. Inflasi di Watampone, Palopo, dan Bulukumba pada triwulan II 2014 secara
berurutan tercatat sebesar 8,14% (yoy), 7,36% (yoy), dan 14,10% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota
IHK tersebut tercatat sebesar 7,86% (yoy), 6,22% (yoy), dan 13,94% (yoy). Selanjutnya, inflasi di Makassar dan Parepare
mengalami penurunan. Inflasi di kedua kota IHK tersebut masing-masing tercatat sebesar 5,38% (yoy) dan 5,57% (yoy)
setelah sebelumnya tercatat sebesar 5,46% (yoy) dan 5,58% (yoy) (Grafik 3.16).
Tabel 3.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
10 Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$/kg
Harga Karet gHarga - Skala Kanan
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Watampone 0.30% 0.32% 0.17% 0.14% 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47%
Makassar 5.32% 5.35% 2.87% 2.42% 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20%
Palopo 0.35% 0.35% 0.19% 0.16% 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47%
Parepare 0.34% 0.35% 0.18% 0.16% 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39%
Bulukumba 0.38% 0.39%
Sulawasi Selatan 6.32% 6.37% 3.37% 2.88% 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92%
2014Kota
2011 2012 2013
BAB 3 INFLASI DAERAH
36 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Gangguan pasokan ikan serta musim perayaan yang memicu peningkatan permintaan dinilai tetap menjadi penyebab
utama kenaikan inflasi di beberapa kota. Hal tersebut memicu peningkatan sumbangan inflasi dari beberapa kota IHK di
Sulsel. Peningkatan sumbangan terbesar diberikan oleh Palopo yaitu dari 0,40% menjadi 0,47% pada triwulan laporan.
Sementara itu, Watampone dan Bulukumba mencatat peningkatan yang tidak terlalu besar. Adapun sumbangan dari
Makassar terhadap inflasi mengalami penurunan sedangkan sumbangan dari parepare tercatat stabil (Tabel 3.2).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.16. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
3.3. Disagregasi Inflasi11
Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan II 2014 terutama didorong oleh komponen volatile food dan core
inflation. Komponen volatile food mencatat inflasi 6,11% (yoy), setelah tercatat sebesar 4,62% (yoy) pada triwulan I 2014
(Grafik 3.17). Adanya faktor yang bersifat musiman yaitu perayaan hari besar keagamaan dan liburan sekolah di akhir
triwulan memengaruhi harga bahan makanan seperti daging sapi, daging ayam, dan telur ayam meskipun produksi pada
dasarnya masih cukup memadai dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Gangguan pasokan justru terjadi pada
komoditas perikanan. Penyebabnya antara lain adalah kondisi curah hujan yang tidak menentu serta arah angin yang
belum menguntungkan bagi para nelayan. Nelayan juga disinyalir tidak melakukan penangkapan pada minggu pelaksaan
pemilu legislatif yang jatuh pada awal triwulan laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.17. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Selanjutnya, inflasi inti (core inflation) meningkat karena tekanan inflasi dari berbagai faktor fundamental. Inflasi
tercatat menjadi 4,47% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,93% (yoy). Permintaan masyarakat yang meningkat
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terutama untuk barang kebutuhan primer dan sekunder, menjadi salah satu
pendorong utama kenaikan pada inflasi inti yang bersumber dari komoditas makanan jadi, perlengkapan/peralatan
rumah tangga, pakaian, produk kosmetika dan perawatan jasmani, perlengkapan/peralatan sekolah, maupun jasa
rekreasi. Faktor fundamental lainnya yang memengaruhi inflasi inti adalah pergerakan harga di pasar global, seperti emas
dan karet, yang turut memberi dampak pada peningkatan inflasi komoditas emas perhiasan dan penunjang transpor.
11 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan
indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014
Sulawasi Selatan Bulukumba
Makassar Palopo
Parepare Watampone
%, yoy
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II
2013 2014
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
11.22
5.92
6.11
4.47
BAB 3 INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 37
Adapun pengaruh penguatan nilai tukar US$ membuat adanya faktor imported inflation pada komoditas obat-obatan
yang masih mengalami kenaikan pada triwulan laporan.
Inflasi administered price menjadi faktor penahan inflasi sehingga tidak tercatat lebih tinggi lagi pada triwulan II 2014.
Di triwulan I 2014, inflasi komponen ini tercatat sebesar 15,31% (yoy) dan kemudian menurun menjadi 11,22% (yoy) pada
triwulan laporan. Turunnya inflasi administered price disebabkan oleh tidak adanya kebijakan pemerintah yang cukup
signifikan seperti kenaikan harga LPG 12 kg pada triwulan I 2014 yang kemudian telah diturunkan kembali maupun
penyesuaian BBM bersubsidi pada triwulan II 2013. Hal ini membuat laju inflasi secara tahunan tercatat lebih rendah dari
triwulan sebelumnya meski dengan adanya risiko kenaikan tarif angkutan seiring perayaan Lebaran.
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari
sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh bertambahnya TPID di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan secara aktif terus mendorong pembentukan TPID di Daerah Tingkat II (DATI II) agar koordinasi dan harmonisasi
program pengendalian harga di Sulsel berjalan semakin baik. Tercatat hingga triwulan laporan, telah terbentuk 22 (dua
puluh dua) TPID di tingkat kabupaten/kota (Tabel 3.3). Jumlah tersebut bertambah dari angka pada triwulan I 2014 yang
tercatat sebanyak 18 TPID. Ke-18 kabupaten/kota yang telah memiliki TPID pada triwulan sebelumnya adalah Makassar,
Parepare, Palopo, Bone (Watampone), Bulukumba, Soppeng, Pangkep, Tana Toraja, Sinjai, Maros, Takalar, Barru,
Enrekang, Luwu Timur, Bantaeng, Wajo, Jeneponto, dan Toraja Utara. Selanjutnya, empat kabupaten/kota yang
membentuk TPID selama periode triwulan laporan adalah Selayar, Pinrang, Sidrap, serta Luwu Utara.
Selama triwulan II 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi baik di tingkat wilayah, provinsi, maupun di tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), selain melakukan Rakorwil Pertama TPID
2014 pada 14 April 2014 di Makassar untuk membahas langkah penguatan kelembagaan dan sosialisasi awal slogan TPID
Sulampua, juga telah dilakukan Rakorwil Kedua TPID 2014 pada 14 Mei 2014 di Palu. Rakorwil Kedua tersebut lebih
khusus membahas isu konektivitas antardaerah dengan mengundang pihak Pelindo sebagai narasumber. Di tingkat
provinsi, TPID Provinsi Sulbar telah menyelenggarakan high level meeting pada 25 Juni 2014 dalam rangka memperkuat
kelembagaan di tingkat DATI II serta diseminasi informasi harga komoditas utama kepada masyarakat. Sementara itu,
koordinasi di tingkat kabupaten/kota dilakukan sebanyak dua kali di Zona Bulukumba yaitu rapat teknis pada 19 Mei 2014
serta high level meeting pemantauan pergerakan harga barang saaat Lebaran pada 12 Juni 2014.
Tabel 3.3. Perkembangan TPID Tingkat Kabupaten dan Kota Menurut Zona
No Nama Zona Kabupaten/Kota Belum Memiliki TPID
1 Zona Palopo Palopo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara,
Toraja Utara, Tana Toraja Luwu
2 Zona Parepare Parepare, Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru -
3 Zona Bone Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai -
4 Zona Bulukumba Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Selayar -
5 Zona Makassar Makassar, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar Gowa
BAB 3 INFLASI DAERAH
38 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Boks 2.A. Peningkatan Intensitas Koordinasi TPID se-Sulsel
Sepanjang tahun 2014, kelembagaan TPID semakin berkembang. Kabupaten dan Kota se-Sulsel terlihat antusias membentuk TPID kab/kota. Hingga akhir triwulan II 2014, sudah terbentuk 22 TPID kab/kota, dari 24 Kab/Kota se-Sulsel. Dan untuk meningkatkan efektivitas koordinasi, Pemprov. Sulsel beserta KPw BI Wilayah I – Sulampua berinisiatif membagi TPID Kab/Kota se-Sulsel menjadi 5 zona atas dasar kota inflasi, lokasi antar TPID, dan keseimbangan sebaran wilayah administratif.
Sejak kemunculan TPID Sulsel, koordinasi yang lebih intens selalu digelar menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Tahun ini adalah kali keenam. Diawali dengan surat Gubernur Sulsel selaku pengarah TPID Sulsel, kepada 24 bupati/walikota se-Sulsel pada tanggal 26 Mei 2014 sebagai antisipasi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok Menghadapi Puasa, Pilpres, dan Idul Fitri Tahun 2014 di Sulsel. Perintahnya adalah melakukan koordinasi pelaku usaha/asosiasi, aktif melakukan kunjungan ke pasar tradisional/gudang pengecer/sentra distribusi, mengintensifkan pemantauan pasokan dan harga kebutuhan pokok, menyiapkan jalur distribusi alternatif apabila ada hambatan transportasi, menyelenggarakan pasar murah minimal 2-3 kali, dan membentuk dan mengintensifkan posko kebutuhan pokok, dalam rangka memberikan informasi kepada masyarakat.
Menindaklanjuti instruksi Gubernur, selanjutnya dilakukan pertemuan koordinasi menjelang Ramadhan. Koordinasi untuk lebih memastikan terjaminnya pasokan/stok, kelancaran distribusi, dan sekaligus komunikasi menghadapi ekspektasi permintaan saat Ramadhan/Idul Fitri 1435 H. Gubernur Sulsel mengumpulkan Bupati dan Dinas Perindustrian/Perdagangan di 24 Kabupaten/Kota, Bank Indonesia, anggota TPID, Asosiasi distributor, Kadin, perbankan, Pertamina, dan Pelindo pada tanggal 18 Juni 2014. Kesimpulannya, stok Aman untuk beras hingga 28 bulan, gula hingga 5 bulan, terigu hingga 4 bulan, migor hingga 3 bulan, sementara daging dan telur hingga 3 bulan.
Gambar 1. Rapat Koordinasi Gubernur Sulsel beserta jajaran Muspida
dan Kepala BI Wilayah I
Gambar 2. Koordinasi TPID Zona Bulukumba oleh Bupati Bulukumba
beserta Deputi Kepala BI Wilayah I dan Edukasi Keuangan
Sementara di level teknis, menindaklanjuti himbauan Gubernur, TPID Sulsel melakukan koordinasi dan monitoring ke TPID Zona Bulukumba. Zona Bulukumba terdiri dari TPID Kabupaten Bulukumba, TPID Kabupaten Bantaeng, TPID Kabupaten Jeneponto, dan TPID Kabupaten Selayar. Zona Bulukumba dipilih karena Bulukumba sebagai kota inflasi yang baru, mengalami inflasi tinggi mencapai 14,5% (yoy) hingga Mei 2014. Koordinasi se-zona Bulukumba tanggal 12 Juni 2014, dipimpin langsung oleh Bupati Bulukumba, H. Zainuddin Hasan dan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I, Causa Iman Karana, serta Sekda Kabupaten Sinjai sebagai TPID berprestasi Tahun 2013. Pengukuhan Kabupaten Sinjai sebagai TPID berprestasi dilakukan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) V Tim Pengendalian Inflasi Tahun 2014 di Jakarta pada 21 Mei 2014.
Hasil identifikasi awal, pengendalian inflasi di Bulukumba masih terkendala faktor-faktor non struktural yang berlangsung secara persisten. Komoditas ikan-ikanan tergantung penentuan harga jual dan lokasi penjualan oleh nelayan pemilik kapal (punggawa). Kuatnya jaringan punggawa, mendorong pengentasan masalah mengalami kendala. Hingga saat ini, kemiskinan masih terjadi pada nelayan penggarap. Punggawa lebih bankable, sehingga kredit perbankan justru disalurkan kepada punggawa, bukan nelayan penggarap. Oleh karena itu, secara paralel di waktu yang berbarengan diselenggarakan pula Edukasi Keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Kelompok Tani/Nelayan Kabupaten Bulukumba. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 10 PPL dan 100 nelayan di Kabupaten Bulukumba.
BAB 3 INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 39
Boks 2.B. Mengurai Permasalahan Logistik: Isu Mendasar Wilayah Indonesia Timur
Tekanan inflasi di wilayah Indonesia Timur seperti yang sudah banyak diketahui dan sering menjadi bahan diskusi adalah hambatan di bidang logistik, sehingga mengakibatkan level harga barang kebutuhan masyarakat menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia Barat. Dengan level harga yang tinggi, membentuk pendapatan masyarakat yang jauh dibawah rata-rata Indonesia. Menyadari kompleksnya isu ditinjau dari aspek perlunya koordinasi antar instansi, maka TPID sebagai wadah koordinasi antara Pemda, Instansi Pemerintah, dan Bank Indonesia, melalui Rakorwil TPID Sulampua, turut berkontribusi positif melalui pembahasan intensif dan akan ditindaklajuti berbagai rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada masing-masing pemangku kebijakan untuk ditindaklajuti.
Gambar 1. Suasana Rakorwil II Tahun 2014
Rakorwil TPID Sulampua yang ke-2 2014 yang diselenggarakan di Palu adalah menindaklajuti salah satu rekomendasi Rakorwil ke-1 2014 di Makassar, yaitu perlunya pemetaan permasalahan logistik. Pelaksanaan Rakorwil pada 13 Mei 2014, mengundang PT. Pelindo IV, operator utama kepelabuhanan di wilayah Sulampua, serta seluruh TPID Prov/Kab/Kota se-Sulampua, diselenggarakan di Kota Palu dengan pertimbangan sebagai salah satu gerbang logistik yang melayani wilayah timur Indonesia selain Makassar. Kegiatan Rakorwil II Tahun 2014 TPID Sulampua, dibuka oleh Gubernur Sulawesi Tengah disampingi oleh Kepala KPw BI Wilayah I, Direktur Utama Pelindo IV, dan Direktur Operasional (Alif Abadi) Pelindo IV, serta Syahbandar Pelabuhan Sulteng.
Tantangan logistik di Sulampua cukup berat. Dari kacamata PT. Pelindo IV, wilayah Sulampua yang terdiri atas pulau-pulau, kondisi logistik kelautannya memiliki beberapa tantangan kuat antara lain, ketidakseimbangan muatan (jumlah muatan dari wilayah timur ke wilayah barat relatif rendah sedangkan arah sebaliknya besar), kapal yang digunakan umunya kapasitas kecil sehingga nilai ekonomisnya berkurang, biaya investasi pembangunan infrastruktur yang tinggi, profit yang relatif kecil sehingga kurang menarik bagi investor, serta waktu tunggu kapal di pelabuhan yang lama. Selain itu, di kawasan timur, terdapat banyak angkutan peti kemas yang membutuhkan trailer yang panjang sehingga muatan harus dibongkar dulu di dalam pelabuhan dalam wujud cargo.
Armada internasional telah melayani pengiriman barang secara langsung dari Sulampua. Dirut PT Pelindo IV menyampaikan berita positif, yaitu sejak 14 April 2014 pengiriman barang dari Bitung dapat langsung menuju Malaysia, tanpa harus melalui pelabuhan di Surabaya/Jakarta. Pengiriman dilakukan oleh MAERSK Line, perusahaan pelayaran yang berkantor pusat di Copenhagen, Denmark. Pengiriman akan dilakukan sebulan dua kali dengan rute dari Papua Nugini ke Bitung lalu ke Tanjung Pelepas di Johor, Malaysia.
BAB 3 INFLASI DAERAH
40 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Pengembangan kegiatan operasional terus menerus dilakukan oleh Pelindo IV. Direktur Operasional Pelindo IV menyampaikan pengembangan pelabuhan yang akan dilakukan ke depan antara lain, (1) Process excellence and improving port performance (tahun 2013-2014) dengan meningkatkan service level, melakukan perbaikan hard&soft infrastruktur, dan meningkatkan koordinasi pengelolaan tenaga kerja bongkar muat (TKBM); (2) Growing throughput and port development (tahun 2015-2016) antara lain keterhubungan antara jalur utama dan jalur pendukung antara lain melakukan transshipment service (mengurangi jumlah muatan yang transit di Jakarta dan Surabaya dengan mengalihkan ke pelabuhan di Makassar, Bitung dan Ambon) dan menawarkan kepada perusahaan pelayaran untuk menggunakan pelabuhan di KTI sebagai homebase; serta (3) Global terminal and quantum leap (tahun 2017-2018): meningkatkan fasilitas untuk bisa melayani lebih banyak kapal, menambah kapasitas dermaga, dan mengirimkan sumber daya manusia untuk belajar di pelabuhan luar negeri.
Armada laut untuk komoditas khusus belum tersedia. Syahbadar Sulteng menyampaikan bahwa hingga April 2014, terdapat 13.938 unit kapal niaga, dimana 87% dimiliki oleh perusahaan angkutan laut nasional (pemegang SIUPAL) dan 13% dimiliki oleh perusahaan angkutan laut khusus (pemegang SIOPSUS). Pemerintah akan mendorong adanya angkutan sapi antar pulau. Saat ini, tidak adanya asuransi untuk pengiriman sapi antar pulau, dan belum ada kapal nasional & sistem bongkar muat khusus pengangkut sapi antar pulau.
Rekomendasi Rakorwil II Tahun 2014 TPID Sulampua mengharapkan permasalahan dapat terurai. Rekomendasi peserta Rakorwil II Tahun 2014 TPID Sulampua antara lain, (1) pengiriman barang dari Makassar – Singapura dilakukan secara langsung; (2) pengkajian pembangunan pelabuhan dan transportasi angkutan laut di Sulampua sebaiknya dilihat dari sisi ekonomi, dan pertimbangan keuntungan jangan menjadi prioritas; (3) Sebaiknya dividen oleh PELINDO antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan kawasan timur Indonesia (KTI) dibedakan, sehingga PELINDO akan lebih tertarik untuk melakukan investasi di KTI; (4) Dalam rangka menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, peran dari Balai Karantina perlu ditingkatkan untuk menghindari pemberlakuan hambatan non tarif (technical barriers) dari negara lain sehingga produk Indonesia dapat diterima di negara tersebut. Untuk itu diperlukan fasilitas CIQ (Custom Immigration Quarantine) di pelabuhan; (5) Struktur biaya terbesar di salah satu pelabuhan ialah biaya TKBM dikarenakan adanya monopoli oleh salah satu pihak. Diusulkan untuk mendorong adanya kompetisi sehingga dapat menurunkan biaya TKBM; serta (6) untuk itu mengatasi permasalahan logistik, diperlukan dukungan dari pemerintah pusat, antara lain agar alokasi APBN untuk pembangunan infrastruktur harus diprioritaskan untuk KTI. Kementerian Perhubungan diharapkan mampu mendorong terciptanya jalur kereta api di Sulawesi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap angkutan laut, serta adanya integrasi moda transportasi yang menghubungkan pelabuhan dan kawasan industri.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 41
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II 2014, dari indikator utama
yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang
disalurkan, memperlihatkan arah pertumbuhan yang masih cukup baik.
Pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh
pertumbuhan aset bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran.
Sementara itu, kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan II
2014 menjadi sebesar 129,21% seiring perlambatan pertumbuhan kredit di
tengah akselerasi penghimpunan DPK. Sementara itu, risiko kredit
perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio Non Performing Loans (NPLs)
bank umum masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga
mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah
tangga, maupun UMKM meski perlu ada perhatian khusu pada kualitas
kredit yang disalurkan bagi korporasi daerah.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
42 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
4.1. Kondisi Umum Perbankan12
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan II 2014, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak berubah dari triwulan
sebelumnya yaitu sebanyak 46 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya
yaitu sebanyak 29 BPR. Tidak adanya penambahan kantor perbankan baik itu kantor cabang (KC), kantor cabang
pembantu (KCP), kantor kas (KK), maupun kantor fungsional (KF) membuat jumlah kantor bank di Sulsel juga tidak
berubah (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan II 2014 tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan tercatat tumbuh sebesar 12,97% (yoy) atau menjadi Rp97,57 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2014
yang tumbuh sebesar 12,41% (yoy) (Tabel 4.2). Percepatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan
disebabkan terutama oleh meningkatnya pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank asing dan bank campuran,
masing-masing dari 8,97% (yoy) dan 2,01% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 11,72% (yoy) dan 12,12%
(yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, bank swasta nasional menunjukkan perlambatan pertumbuhan aset yaitu dari
17,82% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 14,87% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis giro dan deposito yang dihimpun oleh Bank Umum pada triwulan II 2014 tumbuh lebih
cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp61,40 triliun atau tumbuh sebesar 14,86%
(yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,20% (yoy) (Tabel 4.3).
Akselerasi pertumbuhan DPK disebabkan oleh membaiknya kinerja jenis simpanan giro dan deposito. Giro tumbuh lebih
cepat dari 2,83% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 20,24% (yoy) sedangkan deposito tumbuh dari 16,53% (yoy) menjadi
20,97% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun tabungan tumbuh melambat dari 10,66% (yoy) menjadi 10,31% (yoy).
Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 2014 seiring perlambatan pada
kredit yang digunakan untuk investasi dan konsumsi. Kredit tercatat tumbuh sebesar 8,77% (yoy) menjadi Rp79,34
12 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta
menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Bank Umum (Konv. + Syariah) 36 37 38 40 41 41 41 41 42 44 45 46 46 46
Konvensional 31 32 32 34 35 35 35 35 36 38 39 40 40 40
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Syariah 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Jumlah Kantor* 689 724 812 844 848 895 925 936 940 950 959 971 974 974
BPR 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF
RINCIAN20122011 2013 2014
I II III IV I II I II III IV I II
Total Aset 19.69 19.04 20.78 14.66 12.41 12.97 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572
Bank Pemerintah 17.84 17.14 19.37 11.54 8.97 11.72 48,337 51,537 53,300 52,533 52,670 57,579
Bank Swasta Nasional 22.81 22.38 23.30 19.18 17.82 14.87 31,919 34,293 36,341 37,682 37,606 39,391
Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (0.02) 2.89 21.38 2.01 12.12 621 537 647 717 633 602
Aset Menurut Kelompok Bank
Nominal (Rp Miliar)
2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy)
20142014
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 43
triliun setelah tumbuh 10,97% (yoy) pada triwulan I 2014. Perlambatan ini didorong oleh melambatnya penyaluran kredit
untuk investasi dan konsumsi sedangkan kredit untuk modal kerja dapat mencatat akselerasi pertumbuhan (Tabel 4.3).
Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat terutama pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan, sektor
pengangkutan, dan sektor jasa dunia usaha (Tabel 4.4).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Dengan pertumbuhan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat sedikit menurun yang
tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 129,21% pada triwulan I 2014, sedikit lebih rendah dari
triwulan I 2014 yang tercatat sebesar 130,45% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan
selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor
perdagangan, sektor jasa dunia usaha, sektor konstruksi, dan sektor industri pengolahan.
Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen
risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan II 2014 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio
Non Performing Loans (NPLs) Bank Umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,14%. Angka
ini tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,14% (Tabel 4.3).
Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, perbankan harus tetap menjaga kualitas kredit para nasabanya agar rasio
NPLs terus terjaga di bawah batas aman.
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
I II III IV I II I II III IV I II
DPK 14.36 11.31 14.91 12.52 11.20 14.86 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402
a. Giro 4.00 11.13 27.07 6.82 2.83 20.24 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730
b. Tabungan 17.27 10.52 12.37 11.25 10.66 10.31 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168
c. Deposito 14.72 13.01 13.79 18.01 16.53 20.97 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336
a. Modal Kerja 26.63 16.67 16.86 6.76 4.92 9.01 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062
b. Investasi 22.01 36.81 43.39 27.36 19.70 6.77 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467
c. Konsumsi 25.43 24.21 19.41 14.76 12.65 9.48 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807
LDR (%) 130.72 136.44 130.78 124.72 130.45 129.21
NPLs Gross (%) 2.94 2.83 2.91 2.85 3.14 3.54
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2014 2014
I II III IV I II I II III IV I II
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336
Pertanian 54.83 23.84 18.27 15.20 0.18 7.37 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499
Pertambangan 43.43 23.79 18.29 (0.70) (15.62) 24.84 447 449 444 397 377 560
Industri Pengolahan 53.82 42.92 40.51 (20.26) (26.55) (24.54) 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210
Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (10.02) 35.05 63.77 111.80 133 116 121 191 218 245
Konstruksi 24.20 13.54 14.85 13.44 18.62 31.89 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666
Perdagangan 28.94 30.21 31.67 26.83 22.08 11.45 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587
Pengangkutan 50.88 59.70 59.68 25.96 12.48 6.76 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950
Jasa Dunia Usaha 11.07 8.05 9.04 14.32 15.65 4.79 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598
Jasa Sosial Masyarakat 3.11 11.08 26.31 26.84 12.94 19.27 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968
Lain-lain 19.45 17.63 14.99 10.14 9.58 10.18 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053
Komponen 2013 2013
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
44 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
4.1.4 Bank Syariah
Total aset perbankan syariah pada triwulan II 2014 tumbuh lebih lambat dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset
perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 9,72% menjadi Rp5,58 triliun, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I
2014 yang tumbuh sebesar 16,31% (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan
laporan terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan aset baik milik bank pemerintah maupun bank swasta
nasional dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan II 2014 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK dan pembiayaan. Pertumbuhan
penghimpunan dana dan pembiayaan tercatat lebih cepat dari triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 30,73%
(yoy) dan 17,14% (yoy) pada triwulan laporan. Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 174,20%
yang menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat
untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas pembiayaan
tetap terjaga pada level aman, tercermin dari Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,97% pada triwulan laporan yang
meningkat dibandigkan triwulan sebelumnya (1,65%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan II 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski indikator menunjukkan
adanya perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi dan sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya,
tercermin dari membesarnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan I 2014 sebesar 177,98% menjadi 187,46%. Di
sisi penghimpunan DPK, BPR mengalami perlambatan pertumbuhan dari 29,15% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi
17,41% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan tumbuh melambat dari 25,62% (yoy) menjadi sebesar 18,54% (yoy)
pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -0,50%
(yoy), jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,46% (yoy).
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
I II III IV I II I II III IV I II
Aset 42.22 37.86 36.26 23.26 16.31 9.72 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580
Bank Pemerintah 55.66 27.91 28.78 20.35 15.27 9.78 913 958 1,033 1,045 1,052 1,051
Bank Swasta Nasional39.40 40.39 38.14 23.95 16.55 9.71 3,890 4,128 4,387 4,531 4,534 4,529
DPK 35.46 30.77 42.76 39.80 28.28 30.73 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795
a. Giro 29.19 16.82 21.33 14.22 (12.64) 12.69 253 232 243 338 221 262
b. Tabungan 28.09 21.23 37.71 32.91 30.17 29.51 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261
c. Deposito 46.32 47.26 53.83 58.10 37.60 36.51 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272
Pembiayaan 40.30 40.75 38.64 24.87 15.07 17.14 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869
FDR (%) 181.04 194.41 164.44 151.65 162.40 174.20
NPF Gross (%) 1.73 1.81 1.56 1.42 1.65 2.97
Komponen
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2013 20132014 2014
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 45
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan II 2014, penyaluran kredit korporasi masih
didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan
memiliki pangsa terbesar dalam struktur kredit kepada
korporasi yang tercatat sebesar Rp17,93 triliun (kredit
produktif non-UMKM). Rendahnya porsi sektor pertanian
dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran
perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer,
masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.3). Dari
sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor
korporasi tumbuh lebih baik di triwulan II 2014.
Menguatnya pertumbuhan kredit korporasi ditopang oleh
kredit bagi sektor pertambangan dan sektor industri
pengolahan. Di sisi lain, kredit korporasi kepada sektor
perdagangan tidak tumbuh sebaik capaian triwulan I 2014
sedangkan kredit kepada sektor pertanian mengalami
kontraksi yang lebih dalam (Grafik 4.4).
Lebih lanjut terkait aspek pertumbuhan, total kredit
tercatat tumbuh 5,61% (yoy), lebih tinggi dari triwulan I
2014 (3,81%, yoy). Sektor pertambangan mencatat
peningkatan pertumbuhan yang sangat signifikan yaitu
dari kontraksi sebesar -3,77% (yoy) menjadi 42,06% (yoy)
pada triwulan laporan. Faktor pendorong pertumbuhan
lainnya adalah sektor industri pengolahan yang
kontraksinya semakin menipis dari -39,37% (yoy) pada
triwulan I 2014 menjadi -35,53% (yoy). Kredit ke sektor
lainnya seperti sektor LGA, sektor konstruksi, dan sektor
pengangkutan juga tercatat mengalami pertumbuhan yang
lebih baik pada triwulan II 2014.
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara
keseluruhan harus mendapat perhatian dari pihak
perbankan agar tetap terjaga di level aman. Pada
triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur
dari NPLs tercatat menjadi 4,99% setelah sebelumnya
tercatat sebesar 3,34% (Grafik 4.5). Naiknya NPLs di semua
sektor korporasi, kecuali sektor jasa dunia usaha,
mendorong peningkatan NPLs secara keseluruhan.
Tercatat NPLs di sektor pertanian dan pertambangan telah
melebihi batas aman sebesar 5%. NPLs sektor
perdagangan juga menunjukkan peningkatan sehingga
perbankan diharapkan dapat memperbaiki kinerja
ketahanan sektor korporasi daerah.
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Grafik 4.5. NPLs Kredit Korporasi
Pangsa Triwulan II 2014
Pertanian (0.9%)
Pertambangan (1.9%)
Industri (15.0%)
Perdagangan (53.1%)
Lainnya (29.1%)
0
10
20
30
40
50
60
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal - Skala Kanan Pertanian
Pertambangan Industri
Perdagangan
(10)
0
10
20
30
40
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%%
Total Industri
Perdagangan Pertanian - Skala Kanan
Pertambangan - Skala Kanan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
46 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit pemilikan rumah (KPR) mengambil pangsa yang
terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada
triwulan II 2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada
rumah tangga sebesar Rp35,05 triliun, KPR memiliki
pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit multiguna,
kredit kendaraan bermotor (KKB), dan terakhir kredit
rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit
untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun
kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa
terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan
kredit bukan lapangan usaha serta kredit yang belum
diklasifikasikan secara jelas.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat
akselerasi kinerja pada triwulan II 2014. Total kredit
tumbuh dari 9,58% (yoy) menjadi 10,18% (yoy). Akselerasi
tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran KKB
dan kredit multiguna pada triwulan II 2014 yang tumbuh
lebih baik dari capaian di triwulan sebelumnya. Angka
pertumbuhan KKB tercatat meningkat dari 3,50% (yoy)
menjadi 35,46% (yoy). Sementara itu, setelah terkontraksi
sebesar -10,10% (yoy) pada triwulan I 2014, kredit
multiguna berhasil tumbuh sebesar 2,26% (yoy) di
triwulan II 2014. Di sisi lain, KPR serta kredit rumah tangga
lainnya tercatat menunjukkan perlambatan pertumbuhan
pada triwulan laporan (Grafik 4.7).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga
pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah
tangga memiliki NPLs di bawah batas aman 5%. Rasio NPLs
tercatat sedikit meningkat dari 1,78% menjadi 1,86% pada
triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi
tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,30%.
Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan
sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga
triwulan II 2014 (Grafik 4.8).
Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.8. NPLs Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan II 2014 kembali tumbuh lebih lambat dari triwulan I 2014. Melambatnya
pertumbuhan kredit di UMKM menggambarkan masih belum optimalnya pengembangan akses keuangan sehingga
berpotensi untuk ditingkatkan lagi (Grafik 4.9). Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 9,63% (yoy) pada triwulan laporan
setelah sebelumnya tumbuh 13,77% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,39% atau
sebesar Rp26,49 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja
sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPLs kredit UMKM bergerak turun pada triwulan II
2014 sehingga tetap berada di bawah batas aman yaitu sebesar 4,77% (Grafik 4.9).
Pangsa Triwulan II 2014
Kredit Pemilikan
Rumah, KPR (36.4%)
Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (11.8%)
Kredit Multiguna (30.5%)
Kredit Rumah Tangga Lainnya (3.1%)
Kredit Lain-lain (18.1%)
(50)
50
150
250
350
450
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy Total KPRKKB RT Lainnya - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 47
Upaya pengembangan UMKM yang memiliki peran penting dalam perekonomian Sulsel dilakukan untuk memberikan
mereka akses kepada sumber pembiayaan. Namun demikian, hal ini tidak mudah untuk diwujudkan mengingat tidak
semua masyarakat sudah memahami mengenai produk dan jasa keuangan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua
terus mencoba melakukan kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan
jasa keuangan yang dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung.
Pada 29 April 2014, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan perbankan kepada Petugas Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) di Kabupaten Soppeng. Kegiatan serupa kemudian dilakukan juga bagi Petugas Penyuluh Lapangan dan
Kelompok Tani/Nelayan di Kabupaten Bulukumba pada 12 Juni 2014. Pada 19-20 Juni 2014, telah dilakukan juga pelatihan
untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan petani/peternak di Kabupaten Barru dan Bulukumba yang bertujuan untuk
(1) memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada petani/peternak binaan dalam pengelolaan organisasi dan usaha
kelompok yang baik menuju kemandirian petani; serta (2) memberikan informasi mengenai prosedur dab persyaratan
akses pembiayaan pada sumber-sumber pembiayaan formal.
Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
67%
Total Kredit UMKM
33%
68%
32%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
48 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 49
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang
membaik pada triwulan II 2014. Transaksi keuangan nontunai melalui Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan
laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transasksi
keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih
sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan
aliran uang kartal pada triwulan II 2014. Meski masih mengalami net inflow,
aliran uang yang ditarik mulai menunjukkan peningkatan seiring akan
dimulainya Ramadhan dan persiapan Lebaran. Kegiatan penarikan uang
dinilai akan terus meningkat hingga awal triwulan mendatang. Adapun
pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan
layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak
edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai
upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
50 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan II 2014, transaksi nontunai melalui sarana RTGS ditandai dengan pertumbuhan yang positif setelah
terkontraksi pada triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan II 2014 sebesar Rp64,81
triliun atau tumbuh hingga 10,89% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2014 sebesar Rp48,30 triliun yang
mengalami kontraksi -6,15% (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk
(to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp33,67 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (to/outgoing)
dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp21,37 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel
(from-to) sebesar Rp9,76 triliun.
Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk dari Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di
Sulsel menunjukkan perbaikan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar
Sulsel tumbuh lebih cepat pada triwulan II 2014 yaitu dari 15,66% (yoy) menjadi 21,37% (yoy) (Grafik 5.1). Transaksi RTGS
yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami kontraksi yang lebih tipis pada triwulan II 2014
yaitu sebesar -6,79% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar -14,89% (yoy) (Grafik 5.2). Kemudian, transaksi dari
perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel tumbuh cukup signifikan yaitu dari 11,85% (yoy) pada
triwulan I 2014 menjadi 98,44% (yoy) (Grafik 5.3).
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)
Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi nontunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit masih mengalami
penurunan pada triwulan II 2014. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan penurunan.
Nilai kliring pada triwulan laporan turun sebesar -3,61% (yoy) dimana sebelumnya juga mengalami penurunan sebesar -
2,61% (yoy). Penurunan ini juga terindikasi dari menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan II
2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut
terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan
warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014 yaitu dari 2,61% menjadi 3,66%. Meski
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunRTGS From
gRTGS From - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
300
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Inflow gInflow - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 51
demikian, dari sisi jumlah warkat, rasio penolakan menunjukkan pergerakan yang stabil yaitu dari 2,47% menjadi 2,46%.
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan II 2014 lebih besar
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Pada triwulan I 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel masih menunjukkan net inflow sebesar Rp0,24 triliun.
Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp4,07 triliun pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp5,30 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank
Indonesia mengalami peningkatan dari Rp2,35 triliun pada triwulan I 2014 menjadi Rp3,83 triliun pada triwulan laporan
(Grafik 5.5). Net inflow yang terjadi namun diikuti oleh mulai meningkatnya intensitas penarikan uang dipengaruhi oleh
faktor musiman dimulainya Ramadhan untuk menyambut Lebaran (Grafik 5.6). Pada awal triwulan III 2014, kegiatan
penarikan uang diperkirakan akan semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan penyetoran sehingga akan terjadi net
outflow yang sesuai dengan pola historis pada Lebaran di tahun yang lalu.
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara kontinyu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.
Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulsel, bahkan hingga
wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada akhir Maret 2014 yaitu
dari tanggal 18 sampai dengan 22, kas keliling dibuka di daerah Mambi, Pana, dan Sumarorong di Kabupaten Mamasa,
Sulawesi Barat. Kemudian, pada tanggal 19 sampai dengan 23 Mei 2014, telah dilakukan kegiatan kas keliling di daerah
Jalang dan Doping, Kabupaten Sengkang, Sulawesi Selatan.
Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
(Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan II 2014, telah dilakukan sebanyak
I II III IV I II III IV I II III IV I II
- Nominal (triliun rupiah) 8.17 8.04 8.60 9.32 9.30 9.44 9.47 10.14 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62
- Lembar (ribuan) 265 271 276 283 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266
- Nominal (triliun rupiah) 0.13 0.13 0.14 0.15 0.15 0.15 0.15 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16
- Lembar (ribuan) 4.27 4.37 4.45 4.57 4.47 4.50 4.53 4.68 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43
- Nominal (%) 2.55 2.20 2.63 2.27 2.38 2.63 2.34 2.16 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66
- Lembar (%) 2.38 2.66 2.80 2.52 2.28 2.59 2.45 2.37 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46
2013
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)
URAIAN2011 2012 2014
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
(1.0)
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Rp Triliun
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
52 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
6 (enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu Papua Barat (4-21 April), Ambon (14-
17 April serta 23 Juni), Kendari (28 April sampai dengan 2 Mei serta 19 Juni), dan ke Kupang (15 April). Bank Indonesia
juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 2014
tercatat sebesar Rp0,62 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,75 (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 615 lembar pada triwulan II 2014.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (72,20%), diikuti
Rp100.000 (26,02%), Rp20.000 (1,14%), Rp5.000 (0,49%), dan Rp10.000 (0,16%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk
mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) juga telah melakukan kegiatan sosialisasi dengan materi
dimaksud hingga ke pelosok daerah, baik di Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Barat.
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014*
%, yoyRp Triliun
Nominal UTLE
gUTLE - Skala Kanan26.02%
72.20%
1.79%
Pecahan 100.000
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 53
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80%
(Sakernas Februari 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya
5,83% (Februari 2013). Selain itu, tingkat kesejahteraan yang diukur dari
Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan I 2014 terpantau membaik dari triwulan
sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret
2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa
yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis
batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret
2014 tercatat melambat dibandingkan dengan September 2013 yang
disebabkan oleh penurunan inflasi yoy pada Maret 2014.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
54 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
6.1. Tenaga Kerja
TPT Sulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau menurun tipis (0,03%) dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar 5,83% (Februari 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 211,06 ribu orang per
Februari 2013 menjadi 212,57 ribu orang per Februari 2014 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja
juga meningkat pada Februari 2014 yang mencapai 3.677,57 ribu orang dari 3.619,99 ribu orang pada Februari 2013 atau
naik 57 ribu orang, tingkat pengangguran menjadi cenderung sama. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang
tergolong tinggi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.
Sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral,
penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih rendah hampir 2 (dua) ribu pekerja dibandingkan
tahun 2013, yang disebabkan oleh makin menurunya aktivitas sektor pertanian. Namun demikian, secara pangsa, sektor
pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 40,70% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari
2014. Sebaliknya, sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 5 (lima) ribu pekerja atau sebesar 2,23% (yoy) menjadi
231,97 ribu orang di bulan Februari 2014. Kenaikan tertingi dicatat oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu
sebesar 42 ribu pekerja atau sebesar 6,22% (yoy) menjadi sekitar 729,35 ribu orang (Tabel 6.2). Sementara itu, sektor jasa
meningkat 2,82% (yoy) atau menjadi 644,25 ribu orang. Berdasarkan pekerjaan utama hingga Februari 2014, terjadi
peningkatan pada jumlah pekerja formal (buruh/karyawan) yang tumbuh 7,19% (yoy) menjadi 1,13 juta orang. Demikian
pula untuk pekerja yang berusaha sendiri yang tumbuh 12,24% (yoy) menjadi 638,26 ribu orang.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel sedikit menurun karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja
lebih sedikit dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 63,60% pada Februari 2013 menjadi 62,00%
pada Februari 2014. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2014 mencapai 3,46 juta orang, lebih tinggi daripada periode
setahun sebelumnya sejumlah 3,41 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai penurunan TPAK terjadi karena
pengurangan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk
ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
(IKLK) pada triwulan laporan menurun sebesar -2,34% (yoy). Penurunan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
penurunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar -9,98% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6
Bulan Lalu (IPD6) juga turun dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 turun sebesar -2,13%
(yoy) lebih kecil dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-7,44%, yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
Feb-13 Feb-14
1. Angkatan Kerja 3.619.993 3.677.576
– Bekerja 3.408.929 3.464.719
– Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 211.064 212.570
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 63,60% 62,00%
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,83% 5,80%
Kegiatan Utama
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 55
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2. Penduduk Miskin13
Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di
desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 864,3 ribu pada Maret 2014, dari 857,44 ribu per
September 2013, atau naik sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan
sebesar 10% (yoy) menjadi 162,49 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang
mengalami kenaikan sebesar 10% (yoy), menjadi 701,91 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan
menyumbang 81,20% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 18,80% disumbang oleh penduduk
kota. Diperlukan upaya terpadu melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas
unggulan daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi pengangguran,
juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, diharapkan juga minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa
dapat ditingkatkan agar dapat mengurangi tingkat urbanisasi.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2013
Pertumbuhan garis kemiskinan pada Maret 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan
dengan September 2013. Perlambatan tersebut sejalan dengan penurunan inflasi pada Maret 2014 menjadi sebesar
5,88% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 7,24% (yoy) pada September 2013. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi
kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir
triwulan I 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik.
13 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1.410.845 41,39% -3,98% 1.408.447 40,65% -0,17%
Industri 226.919 6,66% -4,48% 231.974 6,70% 2,23%
Perdagangan 686.653 20,14% 4,17% 729.346 21,05% 6,22%
Jasa 626.566 18,38% 7,53% 644.253 18,59% 2,82%
Lainnya 457.946 13,43% -0,10% 450.699 13,01% -1,58%
Jumlah 3.408.929 100,00% 0,05% 3.464.719 100,00% 1,64%
Februari 2014Kategori
Februari 2013
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
56 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14
Kota 206,201 215,790 221,892 235,488 240,276 7.61% 9.13% 8.29% 4.61% 7.24% 5.88%
Desa 191,195 183,959 192,161 207,023 211,271 0.51% 12.54% 9.94%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-
Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,28%) setelah Provinsi
Maluku Utara (7,30%) dan Sulawesi Utara (8,75%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut
juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada September 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk
miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 30,05% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
6.3. Rasio Gini14
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio
selama empat tahun terakhir (2010 sampai dengan 2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan
pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni
0,41. Namun demikian, pada 2013, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional
(0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi
(0,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi tersebut,
berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini
ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.
Tabel 6.3. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44
Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32
Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41
Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013
6.4. Nilai Tukar Petani15
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya Nilai Tukar Petani (NTP)
pada triwulan II 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulsel pada triwulan II 2014 membaik menjadi
sebesar 105,81 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (105,56) (Grafik 6.5). Kenaikan tersebut secara
umum disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama triwulan II 2014. Namun demikian, berdasarkan hasil
pemantauan harga-harga pedesaan selama triwulan II 2014, terjadi penurunan NTP untuk subsektor tanaman pangan,
peternakan, dan perikanan di bulan Juni 2014 dibandingkan Mei 2014. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan tipis
14 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol
mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 15 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 57
NTP sebesar 0,07% (mtm) yaitu dari 105,89 menjadi 105,81. Sementara itu, Indeks yang Diterima Petani triwulan II 2014
mengalami kenaikan sebesar 9,53% (yoy) dari sebesar 106,92 menjadi 117,11 (grafik 6.7) begitu pula halnya dengan
Indeks yang Dibayar Petani yang juga mengalami kenaikan sebesar 8,70% (yoy) dari sebesar 101,82 menjadi 110,67 (grafik
6.6).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
58 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 59
7. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 7 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2014 dan untuk keseluruhan tahun
2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,1% - 8,1%
(yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan
investasi) yang tetap kuat. Sementara itu, kegiatan ekspor diperkirakan
tertekan oleh pelemahan permintaan luar negeri. Di sisi penawaran, hampir
semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan
permintaan domestik. Hanya saja, sektor pertanian diperkirakan melambat,
karena curah hujan yang cenderung lebih rendah, dan keterbatasan
produksi perkebunan.
Laju inflasi triwulan III 2014 diprakirakan akan terjaga ke rentang target
inflasi nasional. Masih kuatnya permintaan masyarakat direspons dengan
ketersediaan dan produksi yang mencukupi. Di sisi lain, peningkatan
ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan, direspons
ekspektasi pedagang dengan relatif stabil. Meskipun sepanjang tahun 2014
akan terjadi penyesuaian tarif, namun dampaknya tidak sebesar kenaikan
harga BBM subsidi di 2013. Respons yang seimbang dari sisi permintaan
maupun produksi tersebut, salah satunya melalui intensitas kegiatan Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat
kabupaten/kota, dengan skala dan frekuensi kegiatan yang lebih tinggi.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
60 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan III 2014 diperkirakan masih didorong oleh aktivitas konsumsi maupun investasi,
sementara aktivitas perdagangan ekspor cenderung melemah. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2014
diperkirakan tetap stabil dengan kecenderungan meningkat dalam kisaran 7,1% - 8,1% (yoy). Dari sisi permintaan,
permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, dengan adanya peningkatan permintaan lokal saat Ramadhan dan Idul
Fitri, serta aktivitas kampanye. Aktivitas konsumsi lokal ini, mendorong impor Sulsel yang lebih tinggi, karena untuk
memenuhi permintaan masyarakat, industri di Sulsel mengimpor bahan baku sekitar 60% total impor. Di sisi lain, kegiatan
ekspor dan pengiriman ke luar pulau diperkirakan masih melemah. Dari sisi sektoral, konsumsi lokal mendorong aktivitas
sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan sektor perdagangan.
Masih melemahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi 2014, negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren
perlambatan ekonomi dunia, mendorong melemahnya ekspor. Meskipun ekonomi global membaik, namun lebih rendah
dan tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju, sementara ekonomi negara
berkembang melambat. Secara kawasan, China dan ASEAN cenderung melemah, sementara ekonomi Jepang meningkat.
Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 2014 diperkirakan
cenderung stabil pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 (7,65%, yoy).
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Sementara untuk tahun 2015, ekonomi Sulsel diperkirakan kembali meningkat, didukung pertumbuhan sektor utama
dan kuatnya permintaan. Sektor utama yang diperkirakan meningkat antara lain sektor Pertambangan, sektor Industri
Pengolahan, sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, dan sektor Transportasi. Peningkatan beberapa sektor tersebut
terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta
pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi. Kegiatan sektor-sektor tersebut secara tidak langsung
meningkatkan permintaan barang/jasa masyarakat (konsumsi) dan kegiatan ekspor/impor.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Pada triwulan III 2014, komponen sisi permintaan lokal cenderung masih kuat dibandingkan triwulan II 2014.
Komponen permintaan lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi
pemerintah, serta komponen investasi, cenderung masih kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada
triwulan III 2014 adalah adanya tambahan pendapatan (THR dan gaji ke-13), namun masih didukung ekspektasi konsumen
yang relatif terjaga. Hasil survei BPS menunjukkan turunnya ekspektasi masyarakat terutama didorong oleh melemahnya
pendapatan maupun rencana masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat. Hingga semester I 2014, penyerapan anggaran APBD Sulsel
sudah lebih tinggi dibandingkan tahun 2013, dan termasuk provinsi yang penyerapannya melebihi rata-rata nasional.
4
5
6
7
8
9
10
11
12
20
11
Q1
20
11
Q2
20
11
Q3
20
11
Q4
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
%, yoy
2013 : 7,6%
2014:7,0% - 8,0%
2011 : 7,6%
2012 : 8,4%
2015:7,3% - 8,3%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 61
Sumber: Badan Pusat Statistik
p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen
Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan III 2014. Keberlanjutan proyek-
proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa proyek besar yang
akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter) tambang/mineral dan dukungan
daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU, 2x100 MW), pembangunan LNG
di Kabupaten Wajo, kelanjutan proyek pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai 5.125 kamar di
Makassar, Pembangunan Stadion Barombong dengan 40.000 tempat duduk, dan pembangunan pusat belanja
terintegrasi.
Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan melemah sehubungan dengan melambatnya
perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan neraca perdagangan bersih (ekspor netto) cenderung belum
membaik pada tahun 2014. Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang, Malaysia,
Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1),
perkembangan perekonomian tahun 2014 untuk negara China dan ASEAN diperkirakan melambat, sedangkan Jepang
sedikit membaik. Sementara ekonomi negara maju di Amerika dan Eropa, cenderung masih melemah.
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) April 2014
WEO (IMF) Juli 2014
2013 2014p 2015p 2013 2014p 2015p
Amerika Serikat 1,9 2,8 3,0 1,9→ 1,7↓ 3,0→
Kawasan Eropa -0,5 1,2 1,5 -0,4↑ 1,1↓ 1,5→
Kawasan Asia China 7,7 7,5 7,3 7,7→ 7,4↓ 7,1↓ Jepang 1,5 1,4 1,0 1,5→ 1,6↑ 1,1↑
Kawasan ASEAN* 5,2 4,9 5,4 5,2→ 4,6↓ 5,6↑
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan meningkat. Harga nikel
dan kakao mulai membaik awal 2014, dan masing-masing tumbuh sebesar 32,97% (yoy) 38,4% (yoy), hingga Juli 2014.
Naiknya harga nikel karena berkurangnya pasokan, dengan berlakunya pembatasan ekspor ore oleh Indonesia. Sementara
peningkatan harga kakao terkait pasokan yang ketat karena faktor musiman, sehingga masih akan kemungkinan kenaikan
5-6% (yoy) hingga akhir tahun 2014.
105,5108,1 111,8 110,1 111,1 110,1 110,5
95,0
100,0
105,0
110,0
115,0
120,0
I II III IV I II IIIp
2013 2014
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durableSum
be
r :
BP
S
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
62 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.3. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel Grafik 7.5. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Coklat
Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan juga akan menjadi pendorong pertumbuhan
ekspor dan impor Sulsel. Dukungan infrastruktur yang semakin membaik, dengan penambahan dermaga peti kemas,
serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru16
, akan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antar pulau saat ini menggunakan truk dan fasilitas
kapal roro. Pengiriman barang dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. Namun demikian,
metode tersebut masih berlangsung untuk pengiriman dalam partai kecil. Selama triwulan III 2014, menghadapi kenaikan
permintaan menjelang Ramadhan/Idul Fitri, diperkirakan pengiriman barang industri dari Jawa diperkirakan meningkat.
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Pada triwulan III 2014, hampir seluruh sektor ekonomi diperkirakan meningkat, seiring faktor musiman dan tetap
kuatnya permintaan domestik. Hampir semua sektor ekonomi di Sulsel meningkat, kecuali sektor pertanian yang
cenderung karena faktor musiman. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut masih akan
tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional dan dapat mendukung target perkiraan pertumbuhan ekonomi
nasional pada tahun 2014 (5,1% - 5,5%, yoy).
Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan melambat pada triwulan III 2014. Beberapa daerah
areal utama padi, cenderung dalam masa tanam gadu (musim tanam antara penghujan dan kemarau), sehingga hasilnya
lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh curah hujan yang sudah rendah di sebagian besar wilayah Sulsel. Curah hujan
tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2013, dimana di Sulsel bagian utama masih
mengalami curah hujan menengah. Di sisi lain, peningkatan harga kakao cenderung berdampak minimal, karena
keterbatasan produksi.
Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kenaikan harga nikel yang diperkirakan
mendorong produksi. Sektor pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Implikasi UU Mineral dan Batubara17
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM18
dan Menteri Keuangan19
, diperkirakan dampaknya minimal di Sulsel.
Besarnya produksi cenderung dipengaruhi oleh harga internasional nikel. Hingga Juli 2014, harga nikel naik 32,97% (yoy)
hingga level harga USD 19.118 per metric ton.
Sektor industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan III 2014. Untuk merespons peningkatan
permintaan musiman, industri tepung terigu akan meningkatkan produksinya untuk menghadapi kenaikan permintaan
saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara keseluruhan 2014, industri tepung masih optimis dengan meningkatkan target
penambahan produksi sampai dengan 25% per bulan sebagai upaya antisipasi kenaikan permintaan tahun 2014 sekitar
5% (yoy). Industri pengolahan biji nikel di Sulsel20
diperkirakan akan meningkatkan produksinya untuk merespons
16 Diresmikan tanggal 29 April 2013.
17 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 18
Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2014: Pemerintah masih mengizinkan ekspor enam komoditas mineral yang sudah diolah atau berbentuk konsentrat hingga 2017 19
PMK Nomor 6/PMK.011/2014: Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara bertahap setiap semester
20 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton.
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II Jul
2011 2012 2013 2014
yoy$/mt Harga Internasional Nikel
g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II Jul
2011 2012 2013 2014
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 63
kenaikan harga internasional nikel dan membaiknya negara Jepang. Sementara itu, dua industri semen21
di Sulsel
diperkirakan meningkatkan produksinya untuk mengimbangi pembangunan infrastruktur dan sektor konstruksi yang
masih meningkat.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh menguat pada triwulan III 2014.
Kapasitas infrastruktur perhubungan semakin tinggi, yaitu Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Garongkong. Selain itu,
diperkirakan kegiatan perdagangan relatif meningkat, terutama untuk pengiriman barang dari luar Sulsel, untuk
mengantisipasi Ramadhan/Idul Fitri. Selain itu, dimulainya proses pelaksanaan kampanye22
pemilu eksekutif akan
meningkatkan kegiatan di sektor PHR.
Kemudian, sektor keuangan diperkirakan sedikit meningkat, sesuai pola historisnya. Hasil Survei Perbankan Bank
Indonesia triwulan II 2014, memperkirakan peningkatan pertumbuhan kredit triwulan III 2014. Sementara keseluruhan
tahun 2014 akan sebesar 18,20% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (18,00%, yoy), maupun realisasi tahun
2013 (21,8%)23
. Perlambatan sektor keuangan tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi
ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga Bank Indonesia24
pun hanya memperkirakan pertumbuhan
kredit/DPK nasional tahun 2014 berkisar antara 15% - 17% (yoy) lebih rendah dari tahun 2013. Diperkirakan perbankan
telah menyesuaikan rencana bisnis bank 2014 untuk menjaga prinsip kehati-hatian.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan III 2014 secara umum berpotensi kembali ke rentang target 4,5%±1%. Tekanan inflasi yang relatif
mereda berasal dari komponen volatile food dan administered price, sementara inflasi inti cenderung tetap stabil. Relatif
stabilnya inflasi karena, tekanan permintaan konsumen yang meningkat, direspons dengan ketersediaan barang yang
relatif mencukupi. Beberapa sektor yang menyediakan kebutuhan barang kebutuhan masyarakat telah merespons
dengan produksi yang tetap tinggi dan ketersediaan yang mencukupi. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah,
kenaikan tarif dasar listrik cenderung berdampak minimal. Respons yang seimbang dari sisi permintaan maupun produksi
tersebut, salah satunya melalui pengoptimalan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di
tingkat kabupaten/kota, dengan skala kegiatan yang lebih menyebar dan intensitas lebih tinggi. Diperkirakan inflasi Sulsel
2014 akan mampu mendukung pencapaian target nasional (4,5% ± 1%), dalam rentang 4,60% - 5,60% (yoy).
Grafik 7.4. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun dengan pasokan yang mencukupi. Faktor yang mendukung adalah
stok pangan25
yang cukup sampai dengan beberapa bulan ke depan. Panen raya padi serta komoditas hortikultura juga
dinilai masih berlangsung di sektor transisi Sulsel maupun sektor timur Sulsel sedangkan sektor barat Sulsel memasuki
masa tanam. Dari aspek cuaca, curah hujan yang relatif rendah dibandingkan triwulan sebelumnya akan mendukung
21 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 2014, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,30% (yoy) dan 42,60% (yoy).
22 Periode pelaksanaan kampanye Pilpres 4 Juni - 5 Juli 2014.
23 Statistik Perbankan Indonesia
24 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013
25 Hasil Rapat Koordinasi TPID antara Gubernur Sulsel dengan seluruh Kab/Kota dan asosiasi tanggal 18 Juni 2014, stok Aman untuk beras hingga 28 bulan, gula hingga 5 bulan, terigu hingga 4 bulan, migor hingga 3 bulan, sementara daging dan telur hingga 3 bulan.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 ... 12
2011 2012 2013 2014
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional yoy Sulsel yoy
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2011: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1
Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%
Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2014:
4,5% + 1
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
64 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
kegiatan penangkapan ikan maupun pengolahan lahan pertanian. Namun demikian, penangkapan ikan akan terkendala
angin kencang yang masih berlangsung hingga Juli 2014.
Juli 2014 Agustus 2014 September 2014
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Grafik 7.5. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan relatif melemah. Penurunan inflasi administered price juga didorong
faktor dasar perhitungan dari semester II 2013 yang cenderung tinggi setelah kenaikan BBM bersubsidi, sehingga pada
semester II 2014 cenderung terkoreksi. Kenaikan harga yang diatur pemerintah masih terjadi, namun dampaknya tidak
sebesar kenaikan harga BBM bersubsidi di 2013. Terjadi kenaikan tarif angkutan dan harga rokok. Kenaikan tarif angkutan
karena pengusaha transportasi memanfaatkan kenaikan permintaan saat arus mudik dan arus balik dalam rangka
Lebaran. Sementara itu, inflasi pada rokok kretek filter ditengarai dampak penyesuaian dari pajak daerah seiring naiknya
harga bahan baku yang diimpor (tembakau). Adapun kebijakan pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi yaitu dari
pukul 08.00 – 18.00 diterapkan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali sehingga belum akan memberi dampak yang
signifikan bagi Sulsel pada khususnya.
Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, karena peningkatan ekspektasi konsumen tidak disertai dengan
kenaikan harga di tingkat pedagang. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang
tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.7) yang indeksnya meningkat menjadi 184 dari triwulan sebelumnya
(167,83). Di sisi lain, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif stabil (Grafik 7.8),
menjadi 100 dari triwulan sebelumnya (100,06). Selain itu, harga emas perhiasan meningkat, ditengarai akibat pergerakan
harga emas di pasar global yang tumbuh dalam tren meningkat seiring impor emas oleh India yang cukup signifikan.
Kenaikan harga emas juga dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat untuk menyambut hari raya. Informasi pedagang
menyatakan bahwa konsumen menyisihkan THR untuk membeli emas untuk investasi.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.6. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III* IV*
2012 2013 2014
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,5
99,6
99,7
99,8
99,9
100,0
100,1
100,2
100,3
100,4
100,5
I II III IV I II III IV I II III* IV*
2012 2013 2014
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 65
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan
I II III IV Total I II IIIP Totalp
Sisi Permintaan
Konsumsi 6,8 5,7 5,8 6,9 7,0 6,4 6,3 6,1 6,4 - 7,4 6,1 - 7,1 6,2 - 7,2
Konsumsi swasta 6,7 6,6 6,7 6,8 6,8 6,7 6,7 6,5 6,5 - 7,5 6,3 - 7,3 6,0 - 7,0
Konsumsi Pemerintah 7,2 2,5 2,5 7,3 7,8 5,1 4,7 4,6 6,0 - 7,0 5,1 - 6,1 4,8 - 5,8
Pembentukan Modal Tetap Bruto 18,7 14,6 7,4 (5,1) 19,6 8,2 11,5 8,4 14,9 - 15,9 12,5 - 13,5 13,4 - 14,4
Ekspor (3,3) 11,9 5,9 9,0 0,3 6,4 14,6 11,6 7,8 - 8,8 10,1 - 11,1 4,0 - 5,0
Impor (1,2) 12,9 6,2 (6,8) 4,5 4,0 (9,3) (1,1) 4,4 - 5,4 (1,5) - (0,5) 9,4 - 10,4
Sisi Produksi
Sektor pertanian 5,4 1,2 (0,9) 3,9 13,1 3,9 10,8 10,9 3,7 - 4,7 6,3 - 7,3 4,5 - 5,5
Sektor pertambangan & penggalian 4,4 28,4 5,9 12,8 (4,6) 9,3 1,5 (3,4) 6,8 - 7,8 2,9 - 3,9 5,2 - 6,2
Industri pengolahan 8,9 8,2 9,9 8,7 5,8 8,1 6,2 7,8 8,9 - 9,9 7,9 - 8,9 8,0 - 9,0
Listrik, gas & air bersih 12,5 7,8 9,2 8,4 8,1 8,4 8,9 11,7 11,3 - 12,3 10,7 - 11,7 9,5 - 10,5
Bangunan 9,7 8,6 11,0 13,2 10,7 10,9 8,0 6,9 6,9 -7,9 8,6 - 9,6 11,9 - 12,9
Perdagangan, hotel & restoran 10,5 11,5 10,0 8,3 8,0 9,4 8,3 9,1 9,5 - 10,5 8,7 - 9,7 9,3 - 10,3
Pengangkutan & komunikasi 14,9 7,5 10,5 10,5 7,1 8,9 6,3 3,4 7,6 - 8,6 6,8 - 7,8 7,6 - 8,6
Keuangan, persewaan dan jasa perush. 15,9 17,2 14,0 15,4 10,6 14,2 11,2 7,4 9,7 - 10,7 9,3 - 10,3 10,0 - 11,0
Jasa-jasa 2,3 2,3 1,0 5,4 5,9 3,7 6,7 6,1 5,6 - 6,6 5,9 - 6,9 4,9 - 5,9
PDRB (%,yoy) 8,4 8,2 6,2 8,3 7,9 7,6 8,0 7,3 7,1 - 8,1 7,0 - 8,0 7,3 - 8,3
Inflasi IHK (%,yoy) 4,4 4,6 4,4 7,2 6,2 6,2 5,9 5,9 4,0 - 5,0 4,6 - 5,6 4,0 - 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
20142015
PPertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel2012
2013
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
66 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 67
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Miliar)
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Miliar)
I II III IV I II
1. Pertanian 14,737 15,533 3,831 4,059 4,491 3,765 16,145 4,243 4,501
2. Pertambangan & Penggalian 4,108 4,290 1,123 1,181 1,230 1,153 4,688 1,140 1,141
3. Industri Pengolahan 7,394 8,050 2,108 2,187 2,210 2,199 8,704 2,238 2,357
4. Listrik,Gas & Air Bersih 575 648 169 173 178 181 702 184 194
5. Bangunan 3,251 3,567 913 964 1,022 1,058 3,957 986 1,030
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,645 10,661 2,797 2,876 2,966 3,022 11,661 3,029 3,139
7. Angkutan & Komunikasi 5,179 5,950 1,544 1,613 1,660 1,663 6,480 1,642 1,668
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4,297 4,979 1,323 1,414 1,468 1,480 5,685 1,472 1,518
9. Jasa - jasa 5,907 6,041 1,494 1,529 1,604 1,636 6,262 1,594 1,622
PDRB 55,094 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,530 17,170
2013**2013** 2014**
PDRB SEKTORAL 2011* 2012*
I II III IV I II
1. Pertanian 34,788 39,617 10,242 10,822 12,499 10,600 44,163 12,148 13,071
2. Pertambangan & Penggalian 8,346 8,962 2,670 2,783 2,971 2,640 11,064 2,645 2,646
3. Industri Pengolahan 16,789 19,408 5,314 5,673 5,775 5,797 22,559 5,924 6,417
4. Listrik,Gas & Air Bersih 1,246 1,439 390 404 426 441 1,661 460 485
5. Bangunan 7,761 9,071 2,406 2,575 2,839 2,968 10,788 2,808 2,961
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 24,241 28,748 7,778 8,016 8,488 8,750 33,032 8,956 9,331
7. Angkutan & Komunikasi 10,850 12,983 3,423 3,604 3,885 3,955 14,867 3,959 4,050
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9,514 11,803 3,272 3,552 3,816 3,945 14,585 3,970 4,106
9. Jasa - jasa 23,985 27,828 7,390 7,686 8,559 8,430 32,064 8,472 8,714
PDRB 137,520 159,860 42,886 45,115 49,257 47,525 184,783 49,342 51,781
2013**2012*2013** 2014**
PDRB SEKTORAL 2011*
I II III IV I II
1. Konsumsi 36,971 39,480 10,136 10,336 10,675 10,852 41,999 10,777 10,965
2. Investasi 14,165 16,811 4,666 5,153 4,323 4,052 18,194 4,025 4,993
3. Ekspor 22,651 21,895 5,322 5,634 6,169 6,176 23,301 6,098 6,285
4. Dikurangi Impor 18,694 18,467 4,820 5,128 4,339 4,923 19,209 4,371 5,074
PDRB 55,094 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,530 17,170
2013**2013** 2014**
PDRB PENGGUNAAN 2011* 2012*
I II III IV I II
1. Konsumsi 107,798 127,528 34,889 36,028 39,053 40,313 150,284 40,351 41,829
2. Investasi 34,883 47,012 13,497 15,772 14,148 14,340 57,756 14,182 17,637
3. Ekspor 30,199 31,813 8,232 9,019 9,906 9,871 37,028 10,255 10,779
4. Dikurangi Impor 35,361 46,493 13,732 15,704 13,849 16,999 60,284 15,446 18,464
PDRB 137,520 159,860 42,886 45,115 49,257 47,525 184,783 49,342 51,781
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
2012*2013**
2013**2014**
2011*PDRB PENGGUNAAN
LAMPIRAN
68 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor dan
KomunikasiUmum
148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73 126.75
149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50 130.39
Triwulan I 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61 132.89
Triwulan II 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92 133.44
Triwulan III 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22 135.69
Triwulan IV 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72 136.14
Triwulan I 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55 139.01
Triwulan II 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11 139.26
Triwulan III 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97 145.51
Triwulan IV 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08 144.60
Triwulan I 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65 109.16
Triwulan II 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33 109.71
2014*
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II
Makassar 129.02 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26
Palopo 136.61 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28
Parepare 130.22 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33
Bone (Watampone) 143.59 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58
Bulukumba** 117.21 118.31
2014*Kota Inflasi 20132011 2012
2013
I II III IV I II
Makassar 2.87 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38
Palopo 3.35 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36
Parepare 1.60 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57
Bone (Watampone) 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14
Bulukumba** 13.94 14.10
Sumber: Badan Pusat Statistik*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
20132011 20122013
Kota Inflasi2014*
LAMPIRAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 69
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.41 12.37 13.51 13.47 14.14 10.26 10.72 22.72 13.33 12.70 12.97
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
LAMPIRAN
70 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Miliar)
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.24% 48.52% 86.83%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 316.30%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.93% -23.94%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.62% 25.87% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.83% 31.86% 18.68%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
PeriodeJumlah yoy
2014
2013
2012
2012
2013
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%2014
2013
2012
2012
2013
PeriodeJumlah yoy
From To From-To From To From-To
52.23 117.78 21.45 5.19% 26.86% 13.94%I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
2012
2011
2012
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2013
LAMPIRAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 71
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah Provinsi Sulawesi Selatan (Rp Miliar)
Tabel E.2. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.3. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Indikator Ekspor-Impor
Sulawesi Selatan I II III IV I II
Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) 12,879 15,383 4,289 4,787 5,029 5,504 19,608
Kontribusi Thd Seluruh Ekspor 42.65% 48.36% 52.10% 53.08% 50.76% 52.91% 52.21%
Impor Antar Provinsi (Rp miliar) 22,348 32,625 8,724 9,834 9,681 12,020 40,259
Kontribusi Thd Seluruh Impor 63.20% 70.17% 63.53% 62.62% 69.90% 74.39% 67.73%
Sumber: Badan Pusat Statistik
N.A N.A
20142013
20132011 2012
I II III IV I II
1 Nikel 1,271.61 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36
2 Biji Coklat 186.73 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04
3 Rumput Laut 78.71 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92
4 Coklat Olahan 71.62 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26
5 Udang Segar/Beku 52.89 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01
6 Ikan Olahan 31.61 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16
7 Kayu Lapis 41.84 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18
8 Biji Mete 17.46 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81
9 Semen 11.81 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92
10 Makanan Ternak 17.26 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23
1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02
Sumber: Bea Cukai
20142013
2013KOMODITAS EKSPOR UTAMA
NILAI EKSPOR SULSEL
2011 2012
I II III IV I II
1 Jepang 1,350.43 1,047.31 276.92 265.50 236.10 222.27 1,000.78 229.81 285.80
2 Malaysia 146.55 94.45 37.19 20.35 49.65 46.97 154.15 31.36 43.73
3 Tiongkok 96.75 76.40 15.54 21.97 30.38 35.10 102.99 28.28 38.25
4 Amerika Serikat 95.47 97.70 15.90 23.79 26.97 24.96 91.62 26.41 32.15
5 Singapura 33.51 37.50 10.75 6.51 13.67 4.89 35.82 5.23 8.68
6 Korea Selatan 28.33 25.90 2.71 4.22 5.96 5.03 17.93 5.46 5.99
7 Vietnam 22.30 24.20 7.42 5.41 3.65 5.51 21.99 6.54 3.61
8 Taiwan 10.51 7.91 1.20 2.55 2.90 2.56 9.21 1.14 1.43
9 Jerman 36.04 17.60 3.06 4.27 3.09 5.85 16.27 6.49 9.62
10 Belanda 11.52 9.08 2.04 2.73 3.25 2.98 11.00 3.12 4.08
1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02
Sumber: Bea Cukai
20142013
NILAI EKSPOR SULSEL
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2011 20122013
LAMPIRAN
72 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Tabel E.4. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.5. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)
F. Inklusi Keuangan
Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
I II III IV I II
1 Gandum 242.33 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14
2 Mesin Khusus Industri 83.49 4.52 0.88 0.26 1.14 1.51 3.79 3.97 2.57
3 Makanan Ternal 39.33 0.20 0.00 0.00 0.05 0.03 0.08 0.16 0.04
4 Pesawat dan Komponen 7.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 Mesin Industri Umum 50.00 5.46 0.94 1.12 0.97 1.28 4.32 2.07 3.22
6 Besi dan Baja 36.19 8.93 0.31 0.77 0.18 1.06 2.32 1.19 1.13
7 Pupuk 6.17 38.20 0.10 0.00 7.18 6.25 13.53 1.66 2.51
8 Bahan Kimia 13.88 6.97 0.05 0.15 0.30 0.17 0.67 0.25 0.28
9 Mesin Listrik 31.82 1.33 0.00 0.01 0.01 0.43 0.45 0.05 0.05
10 Mesin Pembangkit Listrik 109.14 1.39 0.66 0.04 0.07 0.20 0.97 0.22 0.10
702.15 423.42 44.31 76.79 45.66 77.69 244.45 71.89 69.18
Sumber: Bea Cukai
20142013
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2011 20122013
I II III IV I II
1 Australia 145.69 168.55 27.98 40.60 28.80 27.35 124.74 38.03 34.79
2 Tiongkok 188.78 79.33 1.88 0.50 7.83 8.35 18.57 3.78 3.90
3 Thailand 18.10 16.76 0.00 0.09 0.05 0.03 0.17 0.03 0.14
4 Malaysia 3.42 0.38 0.16 0.05 0.51 0.33 1.05 0.00 4.02
5 Argentina 35.90 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Amerika Serikat 71.98 31.16 0.32 0.16 1.54 7.24 9.26 17.69 0.62
7 Jerman 49.19 2.73 0.94 0.83 0.39 0.55 2.71 0.38 2.06
8 Singapura 37.86 0.31 0.08 0.00 0.06 0.12 0.26 0.10 0.40
9 Rusia 18.50 8.80 0.55 1.28 0.75 11.98 14.56 0.59 0.56
10 Kanada 26.48 51.07 9.25 18.38 0.00 10.31 37.94 0.00 13.65
702.15 423.42 44.31 76.79 45.66 77.69 244.45 71.89 69.18
Sumber: Bea Cukai
20142013
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2011 20122013
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
4,070 4,794 4,784 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 56.90
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
934 986 1,006 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 11.96
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi
Proyek (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP
(Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Jumlah Penduduk (%)
LAMPIRAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 73
G. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
LAMPIRAN
74 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder
Istilah Keterangan
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
LAMPIRAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN | Triwulan II 2014
Tetap Bertahan dengan Dukungan Sektor Sekunder 75
Istilah Keterangan
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok