Post on 04-Feb-2018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN DYNAMIC GAIT BAGI PENGGUNA PROSTHETIC ATAS LUTUT ENDOSKELETAL
SISTEM ENERGY STORING DENGAN MEKANISME 2 BAR
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
FERLIANA HERAWATI BERNADHETA I0306002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user I-1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Prosthetic merupakan alat pengganti anggota gerak bawah yang telah
hilang atau diamputasi yang dibuat untuk menunjang fungsi dari anggota gerak
bawah bagi amputee. Prosthetic yang ada saat ini adalah prosthetic eksoskeletal
dan prosthetic endoskeletal. Prosthetic eksoskeletal pada umumnya dibuat dari
bahan yang ringan namun kuat dan kokoh. Bahan yang sering dipakai misalnya
plastik, aluminium dan kayu. Pada prosthetic endoskeletal, terdapat tambahan
tumpuan yang berupa tonggak untuk lebih memperkokoh dan memudahkan
pemindahan beban dari socket ke bagian foot. Tonggak pada prosthetic
endoskeletal biasanya terbuat dari metal pylon agar penampilan menyerupai kaki
yang sebenarnya (May, 2002).
Di Negara maju, perkembangan prosthetic endoskeletal sangat pesat.
Prosthetic endoskeletal mampu digunakan untuk melakukan aktivitas ekstrim. Di
Indonesia prosthetic endoskeletal masih jarang dan belum mampu digunakan
untuk aktivitas yang ekstrim seperti berjalan naik-turun tangga, jalan cepat atau
berlari, menendang, dan panjat tebing. Berdasarkan kekurangan pada model
prosthetic saat ini, Laboratorium Perancanaan dan Perancangan Produk Jurusan
Teknik Industri Universitas Sebelas Maret (2010) telah mengembangkan
prosthetic model endoskeletal dengan menerapkan konsep energy storing. Energy
storing prosthetic merupakan salah satu teknologi yang menunjang fleksibilitas
gerak amputee pengguna prosthetic endoskeletal. Prosthetic endoskeletal sistem
energy storing mekanisme 2 bar merupakan jenis above knee prosthetic yang
dirancang dengan menambahkan komponen gas spring pada sendi lutut dengan
mekanisme pergerakan sendi dibantu oleh 2 buah bar (penghubung). Konsep
energy storing dianalogikan sebagai sebuah pegas yang menyimpan dan kemudian
melepaskan energi. Gerakan meregang dan mengendur pada gas spring inilah
yang diharapkan mampu mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan penderita
amputasi ketika berjalan pada bidang datar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user I-2
Prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing mekanisme 2 bar
memilki peran secara spesifik pada saat kaki mengayun. Hal ini terjadi dalam
fase-fase tertentu pada siklus berjalan. Pada dasarnya, satu siklus berjalan terdiri
dari dua kelompok yaitu fase berdiri (stance phase) di mana 60% dari siklus kaki
kontak dengan tanah meliputidan fase berayun (swing phase) di mana 40% kaki
berayun di udara (Franken, 2005). Dua kelompok pada satu siklus berjalan terbagi
menjadi delapan fase, fase berdiri terdiri dari fase initial contact, loading
response, midstance, dan terminal stance, sedangkan fase berayun terdiri dari fase
pre-swing, initial swing, mid swing dan terminal swing (Whittle, 2007). Ketika
berjalan, energi disimpan saat stance phase dan dilepaskan pada posisi swing
phase. Kemampuan menyimpan energi penting untuk menyediakan gaya yang
cukup bagi keseluruhan kaki untuk bergerak secara efisien (May, 2002).
Konsep energy storing dapat mereduksi energi untuk berjalan antara 20%
sampai 40% (Farber dkk, 1995). Bagian terpenting pada gerakan berjalan dari
pengguna prosthetic adalah keseimbangan beban tubuh amputee (Radcliffe dan
Foort, 1961). Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk menganalisis
kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing mekanisme 2 bar pada
bidang datar melalui kajian dynamic gait. Kajian dynamic gait merupakan analisis
gerakan berjalan manusia secara kontinu dengan memperhitungkan waktu yang
digunakan oleh manusia untuk melakukan satu siklus gerakan berjalan normal
(Vaughan, 1999). Dynamic gait analysis juga memperhitungkan kecepatan dan
percepatan manusia saat melakukan aktivitas berjalan ini untuk menentukan besar
usaha (work), energi dan torsi yang diperlukan amputee pengguna prosthetic
endoskeletal dengan energy storing untuk bergerak dari satu titik ke titik lainnya
dalam satu siklus berjalan. Komparasi nilai kuantitatif external work, serta
komponen gaya dan torsi yang dihasilkan amputee pengguna prosthetic
endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar, antara kaki normal
dengan kaki prosthetic, saat berjalan pada bidang datar dapat digunakan untuk
mengetahui kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee
mekanisme 2 bar dalam menunjang aktivitas berjalan amputee.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user I-3
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana kemampuan prosthetic atas lutut endoskeletal
sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar pada aktivitas berjalan di bidang
datar dengan kajian dynamic gait.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui kemampuan
prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar
pada aktivitas berjalan di bidang datar dengan kajian dynamic gait. Sub tujuan
dari penelitian ini, yaitu:
1. Membuat model fase berjalan pada pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal
sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar menggunakan persamaan
gerak Lagrange.
2. Menentukan nilai external work dan komponennya (torsi dan gaya) berdasar
model persamaan gerak yang diturunkan dalam satu siklus berjalan di
permukaan datar.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini yaitu
pengembangan rancangan dan teknologi prosthetic dari data yang diperoleh saat
aktivitas berjalan amputee pada bidang datar melalui kajian dynamic gait.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah ini untuk membatasi permasalahan agar tidak terlalu luas
dan memperjelas obyek yang diamati. Batasan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini, sebagai berikut:
1. Pengambilan data dilakukan terhadap satu pasien laki-laki usia 49 tahun
pengguna prosthetic kaki atas lutut saat gerakan berjalan pada bidang datar.
2. Satu siklus gerakan berjalan dibagi menjadi delapan fase gerakan (Whittle,
2007).
3. Kajian dynamic gait yang digunakan untuk memodelkan fase berjalan pada
pengguna prosthetic atas lutut menggunakan persamaan gerak Lagrange.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user I-4
4. Saat pengambilan data, amputee yang telah menggunakan prosthetic atas lutut
endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar masih
menggunakan alat bantu paralel bar saat melakukan aktivitas berjalan.
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian dynamic gait bagi pengguna
prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar,
sebagai berikut:
1. Tidak ada selip antara kaki dengan landasan yang terjadi saat aktivitas
berjalan.
2. Anggota upper body (kepala, leher, tangan, dan batang tubuh) pengguna
prosthetic dianggap sebagai satu kesatuan beban bagi anggota gerak bawah.
3. Sudut yang terbentuk pada bagian hip joint diasumsikan bernilai konstan 90⁰
untuk semua fase gerakan dalam satu siklus berjalan.
4. Delapan siklus berjalan yang digunakan dalam perhitungan persamaan gerak
Lagrange diambil dari rekaman gerakan berjalan terbaik dan terlatih amputee
saat menggunakan prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing
dengan mekanisme 2 bar pada bidang datar.
1.7 SISTEMATIKA PENELITIAN
Penyusunan tugas akhir ini, disusun secara sistematis dan berisi uraian pada
setiap bab untuk mempermudah pembahasannya. Adapun dari pokok-pokok
permasalahan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi enam bab, seperti
dijelaskan di bawah ini.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah diadakannya penelitian,
perumusan masalah bedasarkan latar belakang masalah penelitian yang
diangkat, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
asumsi-asumsi dan sistematika penelitian. Pengantar penelitian yang
dijabarkan dalam bab ini dimaksudkan memberikan arah penelitian
sesuai tujuan, manfaat dan asumsi yang diajukan, menjawab
permasalahan dalam tugas akhir yaitu mengenai kajian dynamic gait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user I-5
bagi pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing
dengan mekanisme 2 bar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori yang digunakan sebagai dasar pemikiran,
wawasan dan acuan serta sebagai landasan yang memberikan
penjelasan secara garis besar mengenai metode yang digunakan sebagai
kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka meliputi buku, jurnal,
karya ilmiah, maupun berbagai sumber lainnya. Teori yang berupa
penjelasan mengenai prinsip biomekanika anggota gerak bawah,
prosthetic, teknologi gas spring, kajian usaha (work), energi dan torsi
pada segmentasi tubuh manusia.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi menguraikan materi penelitian, alat, tata cara penelitian,
variabel dan data yang dikaji serta cara analisis yang dipakai untuk
menarik kesimpulan. Kerangka metodologi penelitian disusun mulai
dari tahap identifikasi permasalahan awal, tahap pengumpulan dan
pengolahan data, penentuan external work dan energi serta nilai torsi
pada setiap joint pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal dengan
memperhatikan fungsi energy storing.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data yang
diperoleh selama pelaksanaan penelitian, sesuai dengan usulan
permasalahan yang diangkat. Data yang dikumpulkan berupa data
anthropometri amputee, data dimensi prosthetic endoskeletal dengan
energy storing, serta data pengukuran sudut (q) gerakan pada ankle,
knee dan hip joint saat fase berjalan dalam satu siklus gerakan.
Selanjutnya, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
pendekatan teori yang relevan dengan pokok permasalahan yang
dibahas dalam penelitian.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Tahap analisis dan interpretasi hasil berisi pembahasan permasalahan
yang ada berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user I-6
telah dilakukan pada bab sebelumnya. Bab ini menguraikan hasil
pengukuran besarnya external work dan energi serta nilai torsi pada
setiap joint dalam satu siklus gerakan berjalan guna menentukan tingkat
keseimbangan berjalan (equilibrium gait) pada pengguna prosthetic atas
lutut tipe endoskeletal.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan tahap akhir penyusunan laporan penelitian yang
berisi uraian pencapaian tujuan penelitian yang diperoleh dari analisis
pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran-saran
perbaikan bagi teknologi prosthetic.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka mengenai kajian dynamic gait bagi pengguna prosthetic
atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar,
memerlukan dasar-dasar teori untuk menunjang pembahasan masalah dalam
penelitian.
2.1 BIOMEKANIKA
Berdasarkan Hamill dan Knutzen (2009), kajian biomekanika dapat dilihat
dalam dua perspektif yaitu kinematika dan kinetika. Studi kinematika menjelaskan
gerakan yang menyebabkan berapa cepat objek bergerak, berapa ketinggiannya
atau berapa jauh objek menjangkau jarak. Kajian gerakan kinetika menjelaskan
gaya yang menyebabkan gerakan. Dibandingkan dengan kajian kinematika, kajian
kinetika lebih sulit untuk diamati, pada kajian kinetik yang terlihat adalah akibat
dari gaya.
2.1.1 Definisi Biomekanika
Menurut Frankel dan Nordin (1980) dalam Chaffin dan Anderson (1999),
biomekanika merupakan ilmu mekanika teknik untuk analisa sistem kerangka otot
manusia dimana secara umum biomekanika didefinisikan, sebagai berikut:
Biomekanika menggunakan konsep fisika dan teknik untuk menjelaskan
gerakan pada bermacam-macam bagian tubuh dan gaya yang bekerja
pada bagian tubuh pada aktivitas sehari-hari.
Analisis biomekanika tubuh manusia dipandang sebagai sistem yang
terdiri dari link (penghubung) dan joint (sambungan), tiap link mewakili segmen-
segmen tubuh tertentu dan tiap joint menggambarkan sendi yang ada. Menurut
Chaffin dan Anderson (1999) tubuh manusia terdiri dari enam link, yaitu:
1. Link lengan bawah yang dibatasi oleh joint telapak tangan dan siku.
2. Link lengan atas yang dibatasi oleh joint siku dan bahu.
3. Link punggung yang dibatasi oleh joint bahu dan pinggul.
4. Link paha yang dibatasi oleh joint pinggul dan lutut.
5. Link betis yang dibatasi oleh joint lutut dan mata kaki.
6. Link kaki yang dibatasi oleh joint mata kaki dan telapak kaki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 2
Gambar 2.1 Tubuh sebagai sistem enam link dan joint
Sumber: Chaffin dan Anderson, 1999
Segmen tubuh manusia dapat disetarakan dengan segmen benda jamak maka
panjang setiap link dapat diukur berdasarkan persentase tertentu dari tinggi badan,
sedangkan beratnya diukur berdasarkan persentase dari berat badan. Penentuan
letak pusat massa tiap link didasarkan pada persentase standar yang ada. Panjang
setiap link tiap segmen berotasi di sekitar sambungan dan mekanika terjadi
mengikuti hukum Newton. Prinsip ini digunakan untuk menyatakan gaya mekanik
pada tubuh dan gaya otot yang diperlukan untuk mengimbangi gaya-gaya yang
terjadi. Secara umum pokok bahasan dari biomekanika adalah mempelajari
interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan tujuan
untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktivitas kerja
dapat meningkat. Menghindari keluhan pada sistem kerangka otot dapat
ditanggulangi dengan melakukan pengendalian administratif (pemilihan personel
yang tepat, pelatihan tentang teknik-teknik penanganan material).
Pada gerakan jalan yang terpenting adalah keseimbangan dari pasien.
Gerakan ini memperlihatkan bagaimana kedua kaki saling menyeimbangkan berat
tubuh dalam pergerakan berpindah. Pengguna alat bantu pada kaki gerak terlihat
bagaimana alat bantu tersebut menyeimbangkan pasien dalam berjalan sehingga
alat tersebut nyaman dipakai.
2.1.2 Prinsip Biomekanika Anggota Gerak Bawah
Berdasarkan sistem sambungan bagian-bagian tubuh secara umum,
anggota gerak bawah terdiri dari pelvis (pinggul) dan tungkai bawah. Tungkai
bawah terdiri dari beberapa bagian yaitu thigh, knee (penghubung thigh dan
shank), shank, ankle (penghubung shank dan foot), dan foot.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 3
Gambar 2.2 Tulang dan sambungan anggota gerak bawah
Sumber: Whittle, 2007
Enam pergerakan dasar terjadi pada berbagai kombinasi di dalam
persendian tubuh anggota gerak bawah. Dua pergerakan pertama yaitu flexion dan
extension yang terjadi pada mata kaki, ankle, pinggul dan jari kaki. Flexion adalah
gerakan membengkok untuk mengurangi sudut relatif persendian antara dua
segmen bersebelahan. Sedangkan extension adalah gerakan meluruskan untuk
menambah sudut relatif persendian antara dua segmen bersebelahan seperti
memposisikan persendian kembali ke titik nol atau titik acuan.
Gambar 2.3 Flexion dan extension
Sumber: Hamill J. dan Knutzen, 2009
Flexion dan extension adalah aksi prinsip dari kaki, dimana aktifitas
tersebut diatur oleh otot-otot dan persendian yang terlibat dalam pergerakan. Otot-
otot yang berperan selama gerakan flexion disebut otot fleksor, dan otot yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 4
berperan selama gerakan extension disebut sebagai otot ekstensor (Radcliffe dan
Foort, 1961). Saat lutut melakukan gerakan extension, ekstensor akan rileks
sedangkan saat lutut melakukan gerakan flexion, ekstensor akan merentang.
Gerakan flexion-extension lutut dilakukan atas peran sendi lutut, sedangkan
gerakan dorsiflexion-plantarflexion foot dilakukan atas peran sendi pergelangan
kaki.
Abduksi adalah gerakan menjauh dari sumbu tengah badan atau ruas
tubuh. Memidahkan lengan tangan atau kaki ke luar sisi atau merentangkan jari
tangan atau jari kaki adalah suatu contoh abduksi. Sedangkan aduksi adalah
gerakan kembali segmen tubuh ke arah sumbu tengah badan. Gerakan abduksi-
aduksi toes dapat dilakukan atas peran sendi pergelangan kaki dan otot adductor
hallucts.
Gambar 2.4 Abduksi dan aduksi
Sumber: Hamill J. dan Knutzen, 2009
Dua pergerakan dasar yang terakhir melibatkan perputaran (rotasi). Rotasi
dapat berupa medial (internal) atau lateral (eksternal). Rotasi hanya berputar ke
arah kanan dan kiri pada kepala dan batang tubuh. Pada saat posisi dasar awal,
perputaran internal atau medial mengacu pada pergerakan suatu segmen dari suatu
sumbu vertikal sehingga permukaan anterior segmen bergerak ke arah sumbu
tengah tubuh saat permukaan posterior bergerak menjauhi sumbu tubuh.
Perputaran eksternal atau lateral adalah pergerakan kebalikan dimana permukaan
anterior bergerak menjauhi sumbu tengah dan permukaan posterior segmen
bergerak ke arah sumbu tengah. Otot yang berperan dalam pergerakan rotasi kaki
diantaranya, otot tibialis posterior dimana menggerakkan toes ke sisi medial,
sedangkan otot peroneus longus menggerakkan bagian toes ke arah lateral.
Pergerakan ini sangat bergantung pada persendian ankle dan subtalar joint
(Whittle, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 5
Gambar 2.5 Rotasi persendian lutut Sumber: Hamill dan Knutzen, 2009
2.1.3 Fase Gait Cycle
Kompleksitas proses daya gerak terbukti ketika mempertimbangkan enam
faktor utama yang mempengaruhi bentuk gerakan yaitu interaksi sendi lutut, flexi
lutut, flexi hip, rotasi panggul poros vertikal, kemiringan lateral dari panggul dan
pergeseran lateral dari panggul. Melalui daya penggerak, tubuh manusia
melibatkan pengaruh dari total pola pergeseran dari faktor–faktor bentuk gerakan
sejumlah otot utama dari bagian tubuh yang lebih rendah. Terdapat dua fase saat
kaki berjalan yaitu fase berdiri dan fase berayun. Fase berdiri (stance phase)
merupakan bagian siklus dimana tungkai acuan berkontak dengan lantai, terbagi
menjadi fase initial contact, loading response, midstance, dan terminal stance.
Fase berdiri dimulai saat tumit menyentuh lantai (initial contact), kemudian
dilanjutkan dengan kaki yang menapak penuh ke lantai (loading response).
Midstance dimulai saat posisi foot-flat dan berakhir saat terminal stance. Fase
berayun (swing phase) merupakan bagian siklus dimana tungkai acuan tidak
menyentuh lantai. Fase ini dimulai dengan tidak tersentuhnya kaki ke lantai dan
berakhir saat tumit menempel ke lantai (heel contact).
Gambar 2.6 Siklus pola jalan (gait cycle) Sumber: Whittle, 2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 6
Gambar 2.7 Diagram waktu gait Sumber: Whittle, 2007
Tahap-tahap dalam siklus berjalan dijelaskan dengan beberapa bagian.
Mulai dari saat belum bergerak, melangkah, dan saat kedua kaki kembali seperti
posisi semula. Beberapa bagian tersebut dijelaskan, sebagai berikut:
1. Initial Contact/Heel Strike
Initial contact adalah awal dari loading respon, yang merupakan periode
pertama dari stance phase. Initial contact sering disebut “heel strike”, karena
pada individu normal sering kali ada dampak berbeda antara tumit dan tanah,
yang dikenal sebagai “heel strike transient”. Nama lain untuk kejadian ini
adalah “heel contact, “footstrike” atau “foot contact”.
Bagian trunk berada sekitar setengah panjang langkah di belakang kaki
depan. Pada posisi initial contact bagian trunk berputar, bahu kiri dan sisi
kanan pelvis bergerak menjauh ke sisi depan meninggalkan lengan kiri yang
berayun ke belakang. Fleksi maksimum pinggul (umumnya sekitar 30⁰)
tercapai sekitar pertengahan fase ayunan dan berubah sedikit sampai initial
contact. Lutut agak lurus sesaat sebelum terjadi initial contact kemudian fleksi
setelah terjadi initial contact. Jumlah ayunan lengan bervariasi pada setiap
orang dan meningkat seiring bertambahnya kecepatan berjalan. Ketika posisi
initial contact rata-rata siku flexion sebesar 8° dan bahu flexion sebesar 45°.
2. Loading Response (Foot Flat)
Fase loading response adalah periode double support antara fase initial
contact dan fase mid stance. Fase loading response terjadi pada persentase
waktu sekitar 7% dari gait cycle. Bagian atas tubuh selama loading response,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 7
trunk berada pada posisi terbawahnya sekitar 20 mm di bawah posisi normal.
Berat badan secara penuh dipindahkan kepada kaki depan, sedangkan kaki
lainnya berada pada fase pre-swing.
Saat fase loading response,bagian arms bergerak secara maksimal ke
posisi depan dan belakang, sedangkan bagian hip memanjang akibat kontraksi
otot ekstensor sejauh 25°.
3. Midstance
Fase midstance adalah akhir dari periode double support dan awal dari
periode single support. Fase midstance terjadi pada periode persentase waktu
gait cycle pada 7%-32% dan mewakili 18% dari gait cycle. Hip mengalami
fleksi sebesar 25%. Bersamaan pada fase ini, terjadi perpindahan berat oleh
kaki pada periode stance (kaki kanan, warna grey), sedangkan kaki lainnya
(kaki kiri, warna biru) berada fase mid-swing.
Pada posisi midstance, energi kinetic berubah menjadi energi potensial.
Trunk naik ke posisi tertinggi sekitar 20 mm di atas level rata-rata dan
Perputaran trunk sudah tidak ada. Gerakan sisi ke sisi trunk mencapai
puncaknya pada posisi midstance dan berubah posisi sekitar 20mm dari posisi
tengah. Seperti kaki, lengan melewati satu sama lain selama midstance karena
mengikuti masing-masing kaki yang berbeda.
4. Terminal Stance (Heel Off)
Fase terminal stance disebut juga heel rise atau heel off karena heel kaki
pada periode stance tidak mengenai landasan. Fase terminal stance pada saat
heel kaki kanan meninggi (mulai meninggalkan landasan) dan dilanjutkan
sampai dengan heel dari kaki kiri mulai mengenai landasan. Fase ini terjadi
pada periode waktu gait cycle 32%-50%, berat badan dipindahkan dan
bertumpu ke bagian bawah kaki depan (toe).
Saat tubuh bergerak ke depan, beban tubuh berpindah dari bagian tumit ke
bagian jari kaki. Saat fase ini, bagian heel meninggi yang diikuti kenaikan knee
flexion 0°-40° dan hip extension 20°-0°. Kenaikan bagian heel menyebabkan
trunk bergerak turun dari posisi tertingginya. Ankle dalam posisi peralihan dari
dorsi flexion sebesar 10° lalu bergerak 20° plantar flexion. Posisi tubuh mulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 8
jatuh ke depan dengan salah satu kaki berayun untuk mencapai tanah. Dalam
posisi ini berat tubuh mulai berpindah dari belakang menuju left leg.
5. Pre-Swing (Toe-Off)
Fase pre-swing dimulai dengan fase initial contact (heel strike) oleh kaki
kiri dan kaki kanan berada posisi meninggalkan landasan untuk melakukan
periode mengayun (toe-off). Periode waktu pre-swing terjadi pada persentase
waktu gait cycle 50-57%, dan mulai terjadi pelepasan berat tubuh oleh kaki
yang bersangkutan.
Posisi ini menyebakan terjadi rotasi yang ekstrim pada tubuh bagian atas,
dimana bagian trunk, arms, dan trunk berotasi dari titik normalnya. Dalam
posisi ini, bagian hip tetap dalam kondisi flexion sedangkan knee flexion
bergerak menurun dari sudut elevasi sebesar 40° hingga 0°. Ankle berada
dalam puncak plantar flexion dimana membentuk sudut sebesar 25°.
6. Initial Swing (Acceleration)
Fase swing merupakan fase dimana kaki tidak berada di landasan atau
pada posisi berayun. Fase swing terdiri dari tiga fase yaitu initial swing, mid-
swing, dan terminal swing. Fase keenam merupakan fase initial swing, dimana
kaki mulai melakukan ayunan, persentase initial swing adalah 57%-77% dari
periode waktu gait cycle. Fase initial swing dimulai pada saat telapak kaki
kanan mulai diangkat dari posisi landasan (toe off), sedangkan kaki kiri
berada pada posisi midstance.
Saat kaki diangkat, anggota badan naik dengan adanya 15° hip flexion dan
peningkatan knee flexion sampai 60°. Bagian ankle secara parsial berada dalam
posisi 10° plantar flexion. Pada posisi ini, bagian atas tubuh bergerak
menyesuaikan keseimbangan gerakan kaki. Saat kaki dalam posisi
berdampingan, trunk berada dalam posisi tertinggi dan secara maksimal
memindahkan posisi kaki untuk bergerak naik saat posisi kaki yang lain dalam
keadaan berdiri. Bagian arms berada pada posisi yang sama, tangan yang satu
bergerak maju dan yang lainnya bergerak mundur.
7. Mid-Swing
Fase mid-swing yang dimulai pada akhir initial swing dan dilanjutkan
sampai kaki kanan mengayun maju berada di depan anggota badan sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 9
mengenai landasan. Fase mid-swing terjadi pada periode waktu gait cycle 77%-
87%, dimana kaki kiri berada pada fase terminal stance. Pada fase ini juga
terjadi gerak perpanjangan tungkai kaki dalam persiapan melakukan fase heel
strike.
Pada posisi ini bagian trunk kehilangan posisi tertingginya dan bergerak
dari titik maksimalnya untuk menahan kaki kiri kembali ke posisi midline. Hal
ini juga disebakan oleh terjadinya hip flexion lanjutan sebesar 25° dari fase
sebelumnya yang mendukung anggota tubuh ke arah anterior dari titik berat
tubuh. Bagian knee mengikuti respon gravitasi, dimana ankle pada posisi dorsi
flexion untuk menjadi netral (0°). Lengan kanan berada di posisi depan dan
bagian kanan dari pelvis pada posisi di sisi depan kiri.
8. Terminal Swing (Decceleration)
Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada periode
waktu gait cycle 87%-100%. Fase terminal swing dimulai pada saat akhir dari
fase mid-swing, dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan maksimum dan
berhenti pada saat heel telapak kaki kanan mulai mengenai landasan. Pada
periode ini, posisi kaki kanan berada kembali berada depan anggota badan,
seperti pada posisi awal gait cycle.
Gerakan ke depan anggota badan disempurnakan oleh adanya ekstensi
lutut. Hip bertahan dalam posisi 25° flexion, hip berada dalam posisi netral
begitu pula bagian ankle dorsi flexion menuju posisi netral (0°). Dengan
gerakan demikian anggota tubuh siap untuk kembali dalam posisi berdiri.
2.2 PROSTHETIC PADA AMPUTEE
Diperlukan suatu pemaparan yang lebih mendetail mengenai definisi dan
indikasi prosthetic, fungsi, komponen-komponen, serta bahan prosthetic kaki
bagian atas lutut.
2.2.1 Definisi Prosthetic
Prosthetic adalah alat ganti anggota gerak tubuh yang tidak ada. Anggota
gerak tubuh terdiri dari anggota gerak atas yaitu lengan dan tangan serta anggota
gerak bawah yaitu kaki. Ketiadaan alat gerak dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
amputasi dan defisiensi bawaan. Amputasi adalah pemotongan bagian tubuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 10
karena masalah tertentu seperti misalnya penyakit, trauma atau kecelakaan dan
tumor. Defisiensi bawaan adalah ketiadaan bagian tubuh sejak lahir.
Ketiadaan kaki dapat dibagi menjadi empat yaitu ketiadaan kaki bagian
atas lutut (above-knee) dan ketiadaan kaki bagian bawah lutut (below-knee),
ketiadaan bagian tengah lutut (middle-knee) dan ketiadaan telapak kaki (syme).
Pembahasan berikutnya hanya menyangkut permasalahan ketiadaan kaki atas lutut
saja, karena tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan jenis prosthetic atas
lutut yang memberikan kenyamanan terbaik saat gerakan berjalan (Prosthetics and
Orthotics Post Graduate Medical School, 1990).
2.2.2 Komponen Prosthetic Kaki Atas Lutut (Above-Knee Prosthetic)
Ketiadaan kaki bagian atas lutut (above-knee) menyebabkan amputee
kehilangan sebagian paha, knee, shank, dan bagian foot. Bentuk prosthetic atas
lutut ditunjukkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Prosthetic kaki atas lutut
Sumber: www.scipolicy.net, 2009
Komponen dasar dari prosthetic atas lutut (above-knee) terdiri dari
komponen paha, foot, ankle, shank, socket, dan sistem suspensi (Prosthetics and
Orthotics Post Graduate Medical School, 1990 dalam Lower Limb Prosthetics).
1. Komponen paha.
Komponen paha adalah komponen prosthetic atas lutut yang sekaligus
berfungsi sebagai socket dari stump. Komponen ini dibuat dari aluminium plat
dengan ketebalan 1,5 mm dan juga menyesuaikan dengan kebutuhan. Pertama kali
yang harus dilakukan adalah penggambaran pola yang disesuaikan dengan ukuran
stump serta paha yang sehat, namun juga masih perlu panambahan pada bagian
tepinya sebagai lipatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 11
Gambar 2.10 Komponen paha
Sumber: Kishner, 2010
2. Foot-Ankle.
Foot (kaki dasar) dan ankle merupakan komponen yang biasanya menjadi
tumpuan pada setiap pergerakan, memberi dukungan selama posisi setengah
berdiri tegak, dan menyesuaikan ayunan untuk membuat tubuh tegak dan bergerak
ke depan pada tahap selanjutnya. Karakteristik yang dimiliki oleh foot-ankle,
yaitu:
a. Mampu menahan bobot (berat) tubuh.
b. Mampu meredam getaran saat kontak tumit (heel contact).
c. Mampu secara cepat mencapai posisi mendatar (foot-flat).
d. Mampu mendukung sendi metatarsophalangeal saat phase berdiri.
e. Menyerupai atau mirip dengan kontur kaki yang sebenarnya.
SACH foot prosthetic masih merupakan salah satu bagian pada kaki
prosthetic. SACH (Solid Ankle Cushion Heel) foot terdiri dari heel kayu, material
yang dimampatkan di sekitar heel, sabuk yang dipasangkan dibawah heel sampai
ke bagian jari kaki, palang atau baut yang menjaga kaki ke tulang kering, dan
cushion heel.
Gambar 2.11 SACH foot
Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 12
Cushion heel pada lapisan SACH foot bisa terbuat dari aeoprene atau plastik
fleksibel dan material yang melapisi neoprene. Bentuk SACH foot, material yang
melapisi dan cushion heel dapat busa plastik yang fleksibel. Cushion heel tersedia
dengan tingkat derajat kemampatan, keras atau sedang, lembut yang terpilih atas
dasar tingkatan amputasi, bentuk badan dan kemampuan untuk mengendalikan
prosthetic. SACH foot tidak punya sendi mata kaki, garis simpangan antara tulang
kering dan kaki minimal. SACH foot banyak digunakan pada kaki prosthetic dan
terutama sekali lebih disukai oleh wanita.
a. Single axis foot.
Model single axis foot sendi pergelangan kaki terbuat dari logam, meniru
gerak pergelangan kaki sesungguhnya, meski tidak dapat melakukan gerak
inversi (pembalikan bagian luar ke arah dalam) atau eversi (pembalikan
bagian dalam ke arah luar).
Gambar 2.12 Single axis foot
Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990
Bumper plantar flexion meredam goncangan akibat gerak tumit. Jari-jari
elastis memungkinkan adanya gerakan mendorong. Gerak pergelangan kaki
memungkinkan perputaran menjadi semakin mudah. Adanya logam pada
pergelangan kaki, kaki menjadi berat dan cepat rusak. Pada single axis foot
dasar kaki dihubungkan kepada blok mata kaki oleh baut.
b. Multi axis foot.
Multi axis foot dapat bergerak dengan mudah secara plantar flexion, dorsi
flexion, pronation atau supination maupun rotasi. Gerak multi axis foot
dikendalikan oleh ring karet atau rubber ring di sekitar sendi bola atau ball
joint. Saat kaki bergerak, ring ditekan. Resistensi kaki untuk bergerak juga
dapat disesuaikan dengan kondisi pengguna dengan bumper karet. Multi axis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 13
foot digunakan pada kaki endoskeletal. Kaki ini bergerak seperti asli, tapi
tidak stabil pada posisi berdiri.
Gambar 2.13 Multi axis foot
Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990
c. Energy recovery foot.
Energy recovery foot dibuat untuk pasien amputasi yang mampu berlari atau
berjalan dengan sangat cepat. Ketika berlari, beban pada kaki bertambah tiga
kali lipat. Tumit kaki yang elastis yang kuat untuk meredam beban pada saat
berlari dan jari elastis yang kuat yang memberi energi dorong yang diperlukan
untuk berlari. Desain SACH sebenarnya dibuat untuk penggunaan dengan
prosthetic eksoskeletal. Sebagian besar prosthetic yang dibuat adalah desain
endoskeletal.
Gambar 2.14 Energy recovery foot
Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990
SACH foot menonjol pada berat, relatif tahan lama dan murah
dibandingkan desain prosthetic yang lain. Secara komersial tersedia dalam
berbagai bentuk berbeda, tumit. Tidak ada komponen yang bergerak di dalam
SACH foot, diperlukan sedikit pemeliharaan. Kepadatan tumit baji sepatu dapat
divariasi antara lembut, medium dan keras disesuaikan menurut karakteristik gaya
berjalan, tingkatan aktivitas, umur, berat, dan pilihan orang yang diamputasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 14
Tumit baji sepatu dapat menyerap goncangan pemakai yang merupakan heel-
strike dan mengikuti plantar flexion yang terbatas.
3. Shank.
Shank adalah bagian penghubung antara foot, ankle dan socket. Shank
berfungsi untuk memindahkan dan membagi beban dari socket ke bagian foot.
Terdapat dua jenis shank yaitu eksoskeletal dan endoskeletal. Eksoskeletal shank
pada umumnya dibuat dari bahan yang ringan namun kuat dan kokoh. Bahan yang
sering dipakai misalnya plastik, aluminium dan kayu. Pada eksoskeletal shank,
ruang bagian bawah socket dan blok ankle dilubangi untuk mengurangi berat.
Pada endoskeletal shank, terdapat tambahan tumpuan yang berupa tonggak untuk
lebih memperkokoh dan memudahkan pemindahan beban dari socket ke bagian
foot. Tonggak pada endoskeletal shank biasanya terbuat dari metal pylon. Bagian
luar juga dilapisi dengan bahan yang lembut agar penampilan menyerupai kaki
yang sebenarnya.
Keuntungan eksoskeletal shank yaitu selain murah, pembuatannya mudah,
pelapisan bagian luar lebih berdaya tahan. Kekurangan dari shank ini yaitu
kemampuan menopang tubuh lebih kecil dibanding endoskeletal shank.
Keuntungan endoskeletal shank yaitu lebih modern, mampu menopang beban
tubuh, dan lebih kuat. Kekurangan shank ini yaitu mahal, pembuatan sulit dan
rumit. Bentuk kedua jenis shank dapat dilihat pada gambar 2.15 dan 2.16.
Gambar 2.15 Eksoskeletal shank Sumber: www.ottobockus.com, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 15
Gambar 2.16 Endoskeletal shank Sumber: www.ottobockus.com, 2010
4. Socket.
Socket adalah bagian dari prosthetic sebagai tempat dimasukkannya
puntung kaki yang masih ada (stump). Socket merupakan alat yang dibentuk dan
disatukan dengan shank. Jadi bagian ini menyambung atau berhubungan langsung
dengan stump, bahkan tidak jarang socket menempel tepat pada bagian stump.
Socket harus mampu menyokong bobot tubuh dan mendukung stump secara kuat
dan nyaman untuk semua aktivitas pengguna. Socket dibuat menempel pas pada
stump secara kuat untuk mengurangi gerakan atau gesekan antara socket dan kulit.
Banyak gesekan menyebabkan antara socket dan kulit pengguna merasa tidak
nyaman selama beraktivitas mengakibatkan resiko yang lebih besar pada abrasi
kulit.
Pembuatan socket didasarkan pada ukuran puntung tiap-tiap pengguna,
agar socket benar-benar menempel pas. Setiap pengguna mempunyai ukuran
socket yang berbeda. Pembuat prosthetic mencatat karakter puntung dari masing-
masing pengguna, mengukur puntung, mengukur batang kaki pasangannya yang
masih utuh untuk kesimetrisan, kemudian membuat cetakan untuk pengepasan
socket.
5. Sistem Suspensi.
Sistem suspensi merupakan bagian yang berfungsi untuk mengaitkan
keseluruhan prosthetic pada bagian dari tubuh. Tujuannya agar prosthetic
terpasang sempurna pada tungkai kaki. Sistem suspensi bermacam-macam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 16
jenisnya, secara ringkas dijabarkan mengenai beberapa jenis dari suspensi
tersebut, yaitu:
a. Cuff Suspension.
Menggunakan manset yang terbuat dari kulit atau anyaman dakron yang kuat
untuk dipasangkan pada bagian dalam socket yang kemudian dipasangkan atau
diikatkan pada bagian paha. Bentuk suspensi ini dapat dilihat pada gambar
2.17.
Gambar 2.17 Cuff suspension
Sumber: Prosthetics and Orthotics Post Graduate Medical School, 1990
b. Waist belt.
Tetap menggunakan manset yang terbuat dari kulit atau anyaman dakron yang
kuat, dimana manset tersebut tidak diikatkan pada paha, melainkan diikatkan
mengelilingi pinggang. Ikat pinggang yang dipasangkan di pinggang terbuat
dari anyaman katun. Dipakai pada individu dengan puntung yang pendek,
gambar 2.18 menunjukkan bentuk waist belt.
Gambar 2.18 Waist belt
Sumber: May, 2002
waist belt
cuff suspension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 17
thigh corset
c. Thigh corset.
Sistem penggantung tetap menggunakan waist belt, dimana sistem
penggantungnya dililitkan pada pinggang. Terdapat tambahan yaitu paha
dipasang korset yang berfungsi untuk lebih memperkuat penggantung. Sistem
suspensi ini merupakan ciri dari prosthetic bawah lutut konvensional. Gambar
2.19 memperlihatkan bentuk dari thigh corset.
Gambar 2.19 Thigh corset Sumber: Prosthetics and Orthotics Post
Graduate Medical School, 1990
2.3 TEKNOLOGI SPRING GAS
Gas spring atau juga bisa disebut gas struts adalah salah satu perangkat
energy storing, dimana prinsip kerjanya sama dengan prinsip kerja mechanical
spring. Mechanical spring menyimpan energi dengan memberi tekanan pada
material penyusunnya. Gas spring menyimpan energi dengan cara mengkompresi
gas nitrogen yang terdapat pada gas spring. Semakin ditekan maka ruang udara
dalam gas spring akan semakin berkurang yang menyebabkan tekanan gas
semakin meningkat dan semakin menyimpan banyak energi. Kelebihan gas spring
dibandingkan dengan mechanical spring terdapat pada kecepatan respon, gas
spring cenderung lebih smooth dibandingkan dengan mechanical spring. Dengan
mengganti penggunaan mechanical spring dengan gas spring pada prosthetic atas
lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar memungkinkan
pengguna above-knee prosthetic leg dapat menggunakan prosthetic atas lutut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 18
endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar untuk aktivitas
keseharian dengan berkurangnya respon untuk melakukan extension yang
membuat amputee lebih nyaman saat berjalan.
.
Gambar 2.20 Energy storing prosthetic knee
Sumber: Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret, 2010
Konsep energy storing dianalogikan sebagai sebuah pegas yang
menggantikan fungsi otot hamstring dan quadriceps yang berada di sepanjang
thigh (paha) sampai knee (lutut). Ketika meregang dan mengendur tendon ini
menyimpan dan kemudian melepaskan energi potensial elastis. Gerakan pegas
yang terdapat pada knee prosthetic inilah yang akan mengurangi jumlah kerja
yang harus dilakukan otot kaki amputee akibat gaya ayun ketika beraktivitas.
2.4 KESEIMBANGAN GERAK BIOMEKANIKA
Pada pengguna prosthetic, analisis biomekanika digunakan untuk
mengetahui pola berjalan amputee apakah telah sesuai dengan pola berjalan
normalnya (Radcliffe dan Foort, 1961). Hal ini diketahui dengan keseimbangan
gaya dan torsi serta tingkat keluaran energi selama amputee berjalan dalam sutu
periode waktu.
2.4.1 Keseimbangan Gerakan Manusia
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan
tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O’Sullivan (2008),
keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada
bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson
(2008), keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam
posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 19
menggunakan aktivitas otot yang minimal. Keseimbangan juga diartikan sebagai
kemampuan relatif untuk mengendalikan pusat massa tubuh (center of mass) atau
pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di
dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk
menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia
mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.
Equilibrium merupakan karakteristik keadaan dimana terjadi
keseimbangan gaya dan torsi (momen gaya). Berdasarkan hukum Newton
pertama, tubuh dalam kondisi equilibrium ketika dalam keadaan diam
(motionless) atau bergerak dengan kecepatan konstan. Ketika tubuh dalam
keadaan diam (misal, sewaktu berdiri dengan satu kaki atau berdiri di atas papan
keseimbangan) hal ini disebut sebagai static equilibrium. Tiga kondisi yang harus
dipenuhi tubuh untuk mencapai kondisi static equilibrium (Hall, 1999), sebagai
berikut:
1. Jumlah total gaya vertikal yang terjadi pada tubuh sama dengan nol.
2. Jumlah total gaya horisontal yang terjadi pada tubuh sama dengan nol.
3. Jumlah total torsi harus sama dengan nol.
∑Fx = 0
∑Fy = 0
∑τ = 0..............................................................................................(2.1)
dengan; Fx = Gaya Vertikal (N)
Fy = Gaya Horisontal (N)
τ = Torsi (Nm)
Dynamic equilibrium merupakan kondisi keseimbangan dimana tubuh
begerak dengan kecepatan konstan. Tubuh dalam kondisi bergerak dianggap
dalam keadaan dynamic equilibrium, apabila semua gaya yang bereaksi sama dan
berlawanan arah dengan gaya inersial. Persamaan kondisi dynamic equilibrium
dinyatakan berikut ini.
∑Fx– max = 0
∑Fy– may = 0
∑τ – Iα = 0..............................................................................................(2.2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 20
dengan; Fx, Fy = Gaya vertikal, gaya horizontal (N)
max, may = Perkalian massa tubuh dengan percepatan (kg.ms2)
τ = Torsi (Nm)
Iα = Perkalian momen inersia dengan percepatan angular
2.4.2 Torsi
Selain bergerak sesuai arah bekerjanya, benda cenderung untuk memutar
dalam suatu sumbu. Perputaran benda tersebut dikarenakan adanya gaya yang
menyebabkan perpindahan, atau disebut torsi. Torsi yang juga dikenal sebagai
puntiran (momen gaya) merupakan hasil kali antara gaya dan lengan gaya.
τ = F x d.................................................................................................(2.3)
Gambar 2.21 Sebuah momen Sumber: Young dan Freedman, 2002
Pada tubuh manusia, torsi dibangkitkan oleh otot dalam suatu pusat
persendian yang merupakan hasil dari gaya yang bereaksi terhadap jarak antara
garis gaya otot dengan pusat persendian tersebut. Saat joint bergerak pada suatu
jarak, terjadi perubahan momen gaya pada otot yang melintasi persendian.
Perubahan pada momen secara langsung menyebabkan joint torque yang
dibangkitkan oleh otot. Saat berjalan, secara signifikan lebih banyak gaya
dibutuhkan ketika torsi dibangkitkan oleh single support foot dimana momen akan
mengurangi jarak antara tulang metatarsal dengan calcaneus.
Torsi merupakan besaran vektor, sehingga selain mempunyai besar, torsi
juga mempunyai arah. Suatu vektor τ mempunyai arah tegak lurus terhadap
bidang benda. Arah τ adalah tergantung pada arah berputarnya benda akibat gaya
F dan d yang merupakan jarak gaya dari titik acuan (sumbu 0). Apabila arah rotasi
berlawanan dengan putaran jarum jam, maka torsi bernilai positif. Sebaliknya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 21
apabila arah rotasi searah dengan putaran jarum jam, maka arah torsi bernilai
negatif. Dalam menentukan arah torsi menggunakan kaidah alias aturan tangan
kanan.
Torsi τ mengikuti kaidah penjumlahan dan dapat ditinjau sebagai vektor
geser dengan garis kerja yang berhimpit dengan sumbu momen. Satuan dasar dari
momen dalam satuan SI adalah Newton-meter (N.m).
2.4.3 Usaha dan Energi
Keistimewaan dari normal gait adalah bagaimana energi disimpan dalam
jumlah yang optimal saat berjalan. Salah satu bentuk pola berjalan abnormal
adalah hilangnya kestabilan yang menyebabkan pengeluaran energi yang
berlebihan sehingga tubuh mudah lelah. Pengukuran transfer energi selama
berjalan pada persendian dan konsumsi energi secara keseluruhan merupakan
bagian penting dalam analisis cara berjalan ilmiah.
Work (usaha) merupakan kombinasi lain dari analisis kinematika dan
kinetika. Secara ilmiah work (usaha) terjadi ketika gaya bekerja pada suatu objek
sehingga objek bergerak dalam jarak tertentu. Sebuah gaya melakukan usaha
apabila benda yang dikenai gaya mengalami perpindahan. Secara matematis,
usaha yang dilakukan oleh gaya didefinisikan sebagai hasil kali perpindahan
dengan gaya yang searah dengan perpindahan.
W = F x s................................................................................................(2.4)
Gambar 2.22 Usaha oleh gaya konstan Sumber: Young dan Freedman, 2002
Pada gerak rotasi, kerja didefinisikan sebagai hasil kali antara torsi dengan
perpindahan sudut. Secara matematis dapat ditulis, sebagai berikut:
W = τ x θ.................................................................................................(2.5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 22
Hasil perkalian antara besar gaya (F) dan besar perpindahan (s) di atas merupakan
bentuk perkalian titik atau perkalian skalar, dimana work (usaha) tidak
mempunyai arah. Satuan usaha dalam Sistem Internasional (SI) adalah newton-
meter. Satuan newton-meter juga biasa disebut Joule (1 Joule = 1 N.m).
Saat tubuh bergerak dalam jarak tertentu sebagai hasil dari gaya eksternal
yang mengenai tubuh, tubuh dikatakan dikenai kerja. Besarnya kerja setara
dengan hasil perkalian gaya reaksi dan jarak perpindahan. Ketika gaya bekerja
pada tubuh namun tidak menimbulkan perpindahan gerak akibat adanya gaya
yang berlawanan arah dengan gaya ekternal, misal gaya gesek atau yang
disebabkan berat tubuh, tidak ada kerja mekanik yang berlaku dalam tubuh,
karena tubuh tidak berpindah dari posisi awal.
Ketika otot berkontraksi dan menghasilkan gerak pada segmen tubuh, otot
dikatakan bekerja terhadap segmen tubuh. Kerja mekanik yang terjadi dalam
tubuh dapat dikatagorikan sebagai kerja negatif maupun kerja positif, sesuai gaya
pada otot yang bereaksi pada tubuh. Ketika torsi pada otot dan arah gerak angular
pada joint dalam arah yang sama, kerja yang dilakukan otot dikatakan bernilai
posistif. Namun, bila torsi pada otot dan arah gerak angular pada joint dalam arah
yang berbeda, kerja yang dilakukan otot dikatakan bernilai negatif.
Secara umum, energi didefinisikan sebagai kapasitas untuk melakukan
kerja. Oleh karena itu, energi mekanik merupakan kapasitas untuk melakukan
kerja mekanik. Usaha dilakukan ketika energi dipindahkan dari satu benda ke
benda lain. Jumlah total energi pada sistem dan lingkungan bersifat kekal. Energi
tidak pernah hilang, tetapi hanya dapat berubah bentuk dari satu bentuk energi
menjadi bentuk energi lain. Energi mempunyai satuan yang sama dengan usaha
yaitu joule. Secara garis besar, energi terbagi dalam dua macam, energi potensial
dan energi kinetik.
Energi kinetik (EK) merupakan energi gerak. Tubuh memproses energi
kinetik hanya saat tubuh dalam keadaan bergerak. Jika tubuh tidak bergerak maka
v = 0 sehingga besarnya energi kinetik juga nol. Berikut persamaan matematis
energi kinetik dalam gerak translasi dan gerak rotasi (angular).
2
21 mvKEtranslasi = ...................................................................................(2.6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 23
2
21 ωIKErotasi = ......................................................................................(2.7)
dengan; KE = Energi kinetik (J)
m = Massa (kg)
v = Kecepatan (m/s)
I = Momen Inersia (kgm2)
ω = Kecepatan sudut (radian)
Bentuk yang lain dari energi adalah energi potensial, dimana merupakan energi
yang menyatakan posisi suatu obyek. Adapun persamaan matematis energi
potensial, sebagai berikut:
PE = mgh................................................................................................(2.8)
dengan; PE = Energi potensial (J)
m = Massa (kg)
g = Gaya gravitasi (m/s2)
h = Tinggi pusat massa (m)
Pada aplikasi biomekanik perubahan energi potensial disebabkan adanya
perubahan tinggi dari pusat massa, karena biasanya massa tubuh manusia
cenderung tetap. Energi potensial disebut sebagai energi penyimpanan. Hal ini
merupakan bentuk implikasi dari adanya energi kinetik dalam tubuh ketika
bergerak. Salah satu bentuk potensial energi adalah strain energy (SE) atau energi
elastis.
2
21 kxSE = .............................................................................................(2.9)
dengan k merupakan konstanta elastis yang menunjukkan keelastisan bahan atau
kemampuan untuk menyimpan energi dan berdeformasi. Sedangkan x
menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi otot.
Ketika bergerak tubuh memerlukan energi untuk melakukan perpindahan.
Energi mengalir dari satu segmen tubuh menuju segmen tubuhnya dan berubah
bentuk ketika menyimpan dan digunakan untuk menghasilkan gerak. Total
perpindahan energi dalam segmen tubuh terdapat pada persamaan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 24
Etotal = PE + KEtranslasi + KErotasi
22
21
21 ωImvmgh ++= ...............................................................(2.10)
2.4.4 Sintesis Pergerakan Manusia
Model matematika digunakan dalam menemukan solusi optimal gerakan
manusia yang dianalogikan dalam suatu sistem benda jamak yang tersusun dari
stick diagrams pada setiap joint yang saling terhubung membentuk satu kesatuan.
Perilaku dinamik dari sebuah sistem dinyatakan dalam besaran kinematik dan
kinetika. Pada penelitian ini perilaku dinamik dirumuskan melalui persamaan
gerak Lagrange. Lagrange (L) dari suatu sistem dikatakan sebagai perbedaan
antara jumlah energi kinetik yang terjadi dalam sistem dan jumlah energi potensial
dalam sistem (Winter, 1990).
L = KE - PE....................................................................................(2.11)
Bentuk umum teori lagrange tentang gerak menyajikan semua bentuk gaya dan
torsi yang muncul dalam sistem. Persamaan umum gerak Lagrange terdapat
dalam (2.12).
iii
QqL
qL
dtd
=∂∂
−∂∂
⋅&
..........................................................................(2.12)
dengan t menunjukkan waktu, q menunjukkan generalized coordinat dan Q
menunjukkan generalized force. Untuk setiap model persamaan, energi kinetik
dan energi potensial dikalkulasikan dengan menggunakan masing-masing
koordinat dan turunan dari berbagai rigid body yang diasumsikan sebagai pusat
massa.
2.5 PENELITIAN SEBELUMNYA
Primawati dan Wibowo (2010) melakukan penelitian mengenai kajian
biomekanika dan fisiologi pada pengguna prosthetic bawah lutut dengan
memperhatikan fungsi ankle joint. Kedua penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui desain prosthetic bawah lutut endoskeletal terbaik dengan
menggunakan hasil pengukuran dari dua perspektif yang berbeda yakni
biomekanik dan fisiologis. Desain prosthetic bawah lutut yang dibahas pada
kedua penelitian ini ada tiga jenis yaitu prosthetic eksoskeletal, endoskeletal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 25
impor dan endoskeletal model pengembangan, dimana fokus perbedaan ketiga
prosthetic tersebut terletak pada bagian ankle joint. Penelitian Primawati
menitikberatkan pada aspek fisiologis. Penelitian dilakukan dengan cara
mengukur % tingkat kelelahan, energi ekspenditur, kebutuhan kalori, dan VO2
max. Amputee berjalan normal sejauh 12 meter dan berjalan pada treadmill sejauh
100 meter menggunakan 3 desain prosthetic bergantian dengan tiga kecepatan
berbeda (1,2 km/jam; 1,6 km/jam; dan 2 km/jam). Sedangkan penelitian Wibowo
menitikberatkan pada kajian biomekanik dalam menganalisis jenis prosthetic yang
mampu memeberikan keseimbangan terbaik saat berjalan. Perhitungan gaya dan
momen dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada masing-masing
fase gerakan pada waktu pengguna prosthetic bawah lutut menggunakan masing-
masing model prosthetic secara bergantian. Perhitungan meliputi gaya dan
momen yang bekerja pada persendian hip, knee, dan ankle baik kaki normal
maupun kaki prosthetic. Berdasarkan kedua penelitian ini diperoleh hasil bahwa
desain prosthetic endoskeletal model pengembangan memiliki keseimbangan gaya
dan momen serta tingkat keluaran energi fisiologis yang lebih baik dari prosthetic
eksoskeletal maupun prosthetic endoskeletal import.
Farahmand, Rezaeian, Narimani, dan Dinan (2006) melakukan kajian
mengenai analisis kinematis dan dinamis terhadap gaya berjalan amputee atas
lutut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis variabel
spatio-temporal dan kinematika. Karakteristik gait dari lima transfemoral
amputee dan lima subjek normal diukur dengan menggunakan videografi dan
force platform. Tubuh subjek dimodelkan pada bidang sagital 2D dibagi menjadi
8 segmen dan dianalisis dengan pendekatan kinematik dan dinamik. Momen hip
kaki amputee yang utuh lebih besar dari momen kaki normal (2,08 Nm/kg
dibanding 1,68 Nm/kg) dan momen lututnya juga (1,84 Nm/kg dibanding 1,14
Nm/kg). Sedangkan momen hip kaki teramputasi lebih rendah dari kaki normal
(0,97 Nm/kg dibanding 1,67Nm/kg). Hasilnya, terdapat perbedaan yang signifikan
antara subjek amputee dan subjek normal, tetapi perbedaan antara kaki yang utuh
dan kaki yang teramputasi tidak terlalu signifikan. Kinematik kaki utuh amputee
dan kaki orang normal hampir sama tetapi kaki yang teramputasi mempunyai
lebih banyak keterbatasan gerak angular.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II - 26
Farber dan Jacobson (1995) melakukan kajian mengenai prosthetic atas
lutut dengan sistem energy recovery. Penelitian ini dilakukan pada 32 pasien yang
berumur 17-82 tahun. Sebelumnya, pasien mayoritas menggunakan prosthetic
dengan uniaxial knee, tiga pasien menggunakan 4-bar linkage, dan enam pasien
dipakaikan prosthetic baru dengan mekanisme 4-bar linkage. Hasil penelitian ini
didapatkan koefisien energy recovery meningkat 30% dibandingkan dengan above
knee prosthetic konvensional. Konsumsi energi menurun 35% selama berjalan
dengan prosthetic baru.
Above-knee prosthetic dengan energy storing didesain dengan
menambahkan komponen mechanical spring pada bagian knee joint atau sering
juga disebut energy storing prosthetic knee. Mechanical spring digunakan untuk
menyimpan tenaga pada saat kaki menekuk (flexion) yang diberikan oleh berat
tubuh pengguna lalu dilepaskan kembali agar knee joint dapat melakukan
extension dengan mudah dan cepat. Desain prosthetic dengan energy storing ini
memberikan respon untuk melakukan extension dengan cepat sehingga sangat
cocok digunakan pada amputee untuk melakukan aktivitas olahraga ekstrim,
misalnya panjat tebing dan bermain ski. Salah satu prosthetic energy storing yang
mempunyai desain dengan mechanical spring (coil-over spring) ini yaitu XT9
energy storing prosthetic knee yang diproduksi Symbiotechs USA.
Gambar 2.23 XT9 Energy storing prosthetic knee
Sumber: Symbiotechs USA, 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi dalam penelitian kajian dynamic gait bagi pengguna prosthetic
atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar dijelaskan
pada gambar 3.1.
Latar belakang
Perumusan masalah
Penetapan tujuan danmanfaat penelitian
Studi literatur
Pemodelan energy storingmenggunakan persamaan Lagrange
Pengambilan data parameter yang diperlukan untuk perhitunganmenggunakan model pada 8 fase berjalan
Posisi sudut denganelectrogoniometer Rf
Kecepatan dan percepatandengan CVMob
Dimensi danmassa prosthetic
Parameter lain daripenurunan model
Perhitungan external work dan komponen-komponennya (torsi dan gayaeksternal) pada kaki normal dan kaki prosthetic menggunakan prosthetic
endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar
Kesimpulan dan saran
Analisis dan interpretasi hasil komparasi keseimbangan tiap fase dan fase-faseyang berlawanan pada kaki normal dan kaki prosthetic menggunakan prosthetic
endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar
Anthropometriamputee
Gambar 3.1 Metodologi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 2
Pada gambar 3.1 telah dijelaskan langkah yang digunakan dalam penelitian.
Uraian penjelasan metodologi dijelaskan tahap demi tahap dalam sub bab di
bawah ini.
3.1 IDENTIFIKASI MASALAH DALAM PENELITIAN
Tahapan untuk mengidentifikasi permasalahan pada penelitian ini dijelaskan,
sebagai berikut:
1. Latar belakang.
Pada tahun 2010, Laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan
Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta mengembangkan
prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2
bar. Energy storing prosthetic merupakan salah satu teknologi yang
menunjang fleksibilitas gerak amputee pengguna prosthetic endoskeletal.
Konsep energy storing dianalogikan sebagai sebuah pegas yang menyimpan
dan kemudian melepaskan energi. Gerakan pegas pada knee prosthetic
mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan otot kaki amputee akibat gaya
ayun ketika beraktifitas.
Pengguna prosthetic pada umumnya tidak dapat berjalan normal, sehingga
kajian dynamic gait sangat berperan dalam mengkaji apakah pola berjalan
pasien telah menyerupai pola berjalan normalnya. Melalui kajian dynamic
gait, akan diketahui sejauh mana prosthetic atas lutut endoskeletal dengan
konsep energy storing dapat mengakomodasi gerakan amputee saat berjalan
di bidang datar sehingga amputee dapat berjalan lebih mudah dan energi yang
dikeluarkan lebih kecil.
2. Perumusan masalah.
Permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimana kemampuan prosthetic atas
lutut endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar pada
aktivitas berjalan di bidang datar dengan kajian dynamic gait.
3. Tujuan dan manfaat penelitian.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan prosthetic atas lutut
endoskeletal sistem energy storing knee dengan mekanisme 2 bar pada
aktivitas berjalan di bidang datar dengan kajian dynamic gait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 3
3.2 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pengumpulan data dilakukan sebagai penunjang dan bahan analisis
terhadap permasalahan yang diangkat. Dalam hal ini pengumpulan data diperoleh
melalui dokumentasi penelitian terkait dengan kajian prosthetic atas lutut
endoskeletal. Penelitian dilakukan di Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan
Ergonomi Teknik Industri UNS. Adapun data yang diambil dari responden ada
dua yaitu data awal dan data utama penelitian. Data awal meliputi usia, tinggi,
berat badan dan pengukuran anthropometri responden. Data utama yaitu data
pengukuran sudut (q) pada ankle, knee, dan hip joint saat fase berjalan dalam satu
siklus gerakan.
3.2.1 Pemodelan Energy Storing menggunakan Persamaan gerak Lagrange.
Formulasi yang dibuat terdiri atas dua formulasi, yaitu formulasi external
work dan komponen-komponenya responden kaki normal dan kaki prosthetic
pada saat berjalan. Perbedaan signifikan kedua formulasi tersebut adalah adanya
penambahan energi potensial pegas pada prosthetic amputee.
Langkah-langkah pemodelan energy storing menggunakan persamaan
Lagrange, sebagai berikut:
1. Menentukan vektor perpindahan (displacement vector).
Menentukan displacement vector pada delapan titik kaki yaitu foot, center of
mass foot, ankle, center of mass shank, knee, center of mass thigh, hip, dan
center of mass upper body terhadap dimensi panjang bagian kaki dan sudut
yang terbentuk saat berjalan. Penentuan posisi displacement berdasar sumbu x
dan sumbu y, dan besar sudut yang terjadi merupakan turunan dari waktu.
2. Menghitung vektor kecepatan (velocity vector).
Perhitungan velocity vector hanya dilakukan pada empat titik yaitu center of
mass foot, center of mass shank, center of mass thigh, dan center of mass
upper body yang mempunyai kecepatan terhadap joint tubuh (ankle, knee, dan
hip). Untuk menghitung velocity vector dengan cara menurunkan displacement
vector dari titik yang dimaksudkan.
3. Merumuskan Lagrangian.
Energi yang dikeluarkan saat berjalan berupa kinetic energy dan potential
energy. Dari kedua energi tersebut rumus Lagrangian diperoleh dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 4
melakukan pengurangan potential energy terhadap kinetic energy. Bentuk
umum persamaan gerak Lagrange yang terdapat dalam persamaan (2.11)
digunakan untuk mengetahui keseimbangan nilai energi dan torsi secara
dinamis pada setiap fase dalam satu periode waktu berjalan. Besarnya usaha
keseluruhan dihitung dengan menggunakan rumusan usaha baik pada gerak
translasi maupun rotasi dengan menggunakan persamaan (2.4) dan juga
persamaan (2.5). Perbedaan Lagrangian pada kaki normal dan kaki prosthetic
adalah adanya penambahan energi pegas pada perhitungannya.
4. Merumuskan external work.
Perumusan external work dengan menghitung seluruh hasil perkalian antara
torsi dan sudut yang terbentuk pada ankle, knee, dan hip joint. Besarnya work
keseluruhan dihitung menggunakan rumusan usaha baik pada gerak translasi
maupun rotasi dengan menggunakan persamaan (2.4) dan persamaan (2.5).
5. Menurunkan komponen external work (torsi dan gaya).
Komponen external work didapatkan dari hasil penurunan Lagrangian dan
external work. Hasil penurunan tersebut berupa besar torsi dan gaya yang
terjadi pada ankle, knee, dan hip joint. Perhitungan torsi dilakukan pada
persendian hip, knee, dan ankle baik kaki normal maupun kaki prosthetic.
3.2.2 Pengambilan Data Parameter
Data yang diperlukan persamaan gerak Lagrange untuk pengukuran tingkat
keseimbangan berjalan (equilibrium gait) pada pengguna prosthetic atas lutut
menggunakan prosthetic endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2
bar, yaitu:
1. Sudut gerakan (q) pada segmen tubuh di setiap fase gerakan.
Pengukuran sudut bertujuan untuk mengetahui sudut yang terbentuk pada
ankle, knee, dan hip joint baik kaki normal maupun kaki prosthetic saat
berjalan menggunakan prosthetic kaki atas lutut endoskeletal sistem energy
storing dengan mekanisme 2 bar. Sudut yang terbentuk dari masing-masing
segmen dicari dengan menggunakan alat electrogoniometer Rf. Secara umum,
prosedur pelaksanaan dari pengukuran sudut, yaitu:
a. Pengguna prosthetic memakai prosthetic kaki atas lutut endoskeletal
dengan energy storing yang digunakan dalam eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 5
b. Pemasangan electrogoniometer Rf di tubuh pengguna prosthetic dilakukan
pada bagian ankle, knee, dan hip joint. Alat electrogoniometer Rf
tersambung pada sebuah komputer untuk menampilkan hasil pengukuran
sudut ankle, knee, dan hip joint pada kaki normal maupun kaki prosthetic.
Electrogoniometer yang digunakan ialah electrogoniometer rf digital yang
ditransfer melalui wireless dengan kecepatan transfer data 4800 bit per
detik.
c. Pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal dengan energy storing
melakukan kegiatan berjalan di bidang datar. Data pengukuran yang
ditampilkan dalam komputer.
(a) (b)
Gambar 3.2 (a) Electrogoniometer Rf, (b) Receiver Digital Sumber: Jurusan Teknik Industri, 2010 2. Kecepatan sudut dan percepatan sudut dengan CV Mob.
Merekam aktivitas berjalan responden amputee menggunakan video,
kemudian hasil rekaman aktifitas berjalan amputee dimasukkan dalam
software CVMob untuk menentukan velocity dan acceleration. Titik yang
digunakan untuk memperoleh kecepatan dan percepatan adalah center of mass
foot, ankle, center of mass shank, center of mass thigh, dan center of mass
upper body.
3. Pengukuran anthropometri pengguna prosthetic kaki atas lutut.
Pengambilan data anthropometri amputee pengguna prosthetic digunakan
untuk menghitung panjang segmen titik berat tubuh pengguna prosthetic.
Pertama diukur tinggi badan dan berat badan pengguna prosthetic, kemudian
dilakukan pengambilan data anthropometri amputee. Data anthropometri
tubuh yang diambil merupakan data yang berhubungan langsung dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 6
pengukuran panjang segmen kaki yang meliputi panjang stump, panjang betis
dan panjang telapak kaki. Panjang segmen telapak kaki diukur dari ujung jari
terpanjang pada kaki hingga bagian belakang dari kaki. Panjang segmen betis
diukur dari mata kaki hingga lutut. Pengukuran anthropometri tubuh amputee
menggunakan meteran dan berat badan menggunakan timbangan badan.
(a) (b)
Gambar 3.3 Alat ukur, (a) Meteran, (b) Timbangan badan Sumber : Jurusan Teknik Industri, 2010
Meteran yang digunakan adalah meteran kain dengan panjang maksimal
sebesar 2 m. Timbangan badan yang digunakan ialah timbangan digital
dengan beban maksimal 150 kg dan ketepatan pembacaan data sebesar 0.01
kg.
4. Pengukuran dimensi prosthetic endoskeletal sistem energy storing dengan
mekanisme 2 bar.
Unit penelitian adalah prosthetic atas lutut endoskeletal yang khusus
digunakan responden amputee. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui
karakteristik prosthetic atas lutut endoskeletal dengan energy storing yang
ditinjau dari ukuran berat dan panjang prosthetic. Semua dimensi pada
rancangan prosthetic atas lutut endoskelatal dengan energy storing dicatat.
Pengukuran dimensi prosthetic dilakukan dengan menggunakan meteran, dan
berat prosthetic diukur dengan menggunakan force gauge.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 7
Gambar 3.4 Force Gauge Sumber: Jurusan Teknik Industri, 2010
Force gauge yang digunakan dalam pengukuran dimensi prosthetic force
gauge digital dengan beban maksimal yang dapat diukur sebesar 500 N dan
dengan ketepatan pembacaan data sebesar 0,1 N.
5. Penentuan capture pada tiap phase dalam satu siklus gerakan.
Penentuan capture digunakan untuk membantu memodelkan manusia dalam
suatu sistem benda jamak yang tersusun dari free body diagrams pada setiap
joint yang saling terhubung membentuk satu kesatuan. Capture dibuat pada
setiap fase dalam satu siklus gerakan amputee pengguna prosthetic atas lutut
endoskeletal dengan energy storing di bidang datar.
Gambar 3.5 Video kamera
Sumber: www.Panasonic.com, 2010
Capture diambil dari video eksperimen. Kamera video yang digunakan untuk
merekam eksperimen adalah Panasonic CCD (Camera Cencored Device)
Area Image Sensors For broadcast and business 11.0 mm (2/3 type) B/W
(Tree-plate type) 1952 x 1108 Interline Transfer system - HD (High
Definition) 290 mV 1,600 mV -125 dB WDIP032-G-0750C.
3.2.3 Perhitungan External Work dan Komponennya
Perhitungan external work dan komponennya (torsi dan gaya yang terjadi
pada hip, knee, dan ankle joint) dilakukan berdasarkan data yang telah
dikumpulkan pada masing-masing fase gerakan pada waktu amputee
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III - 8
menggunakan prosthetic endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2
bar. Secara umum, keseluruhan perhitungan dilakukan dengan menggunakan
model dinamis pergerakan manusia melalui bentuk umum persamaan gerak
Lagrange. Perhitungan torsi dilakukan pada persendian hip, knee, dan ankle baik
kaki normal maupun kaki prosthetic. Perhitungan energi dilakukan dengan
menggunakan persamaan lagrangian of motion, untuk mengetahui perbedaan
antara jumlah energi kinetik dan energi potensial dalam sistem. Melalui
persamaan Lagrange ini pula dihitung besarnya energi penyimpanan gas spring
pada bagian knee joint prosthetic. Pengukuran energy storing diambil dari seorang
responden pengguna prosthetic lutut berdasarkan sudut yang terbentuk saat
melakukan fase berjalan pada permukaan datar.
3.3 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada tahap analisis dan interpretasi hasil penelitian dilakukan analisis
perbandingan antara kaki normal dengan kaki prosthetic endoskeletal sistem
energy storing. Keseimbangan nilai external work, torsi, gaya, dan energi pada
fase yang berlawanan pada kaki normal dan kaki prosthetic endoskeletal dengan
energy storing menjadi acuan keseimbangan berjalan (equilibrium gait) yang
menjadi tujuan utama dari penelitian ini.
3.4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran merupakan langkah akhir yang dilakukan dalam
penelitian tugas akhir ini. Kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil pengolahan
dan analisis data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dimana menjawab
dari tujuan yang diharapkan dalam penelitian. Saran diberikan sebagai
rekomendasi guna peningkatan dan perkembangan prosthetic endoskeletal sistem
energy storing dengan mekanisme 2 bar yang diharapkan mampu menggantikan
fungsi bagian tubuh yang hilang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data
penelitian meliputi proses pengukuran anthropometri tubuh pengguna prosthetic
kaki atas lutut laki-laki dewasa, pengukuran dimensi prosthetic kaki atas lutut,
pengukuran sudut pada ankle, knee, dan hip joint saat fase berjalan dalam satu
siklus gerakan.
4.1 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data meliputi proses pengukuran anthropometri dari
pengguna prosthetic kaki atas lutut, model prosthetic endoskeletal sistem energy
storing dengan mekanisme 2 bar, pengukuran dimensi prosthetic kaki atas lutut,
dan memodelkan fase gerakan berjalan dari pengguna prosthetic atas lutut pada
permukaan datar.
4.1.1 Data Pengguna Prosthetic Atas Lutut
Pemeriksaan pengguna prosthetic kaki atas lutut diperlukan untuk
mengetahui identitas pasien yang diteliti sebagai pengguna prosthetic kaki atas
lutut yaitu data anatomi tubuh. Di bawah ini adalah identitas dari pasien pengguna
prothese kaki atas lutut yang diteliti, yaitu:
Data diri, data riwayat amputasi, data anthropometri
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Tinggi badan : 164 cm
Berat prosthetic : 4,014 kg
Riwayat amputasi : Kecelakaan lalu lintas tahun 1985
Kaki amputasi : Kaki kanan atas lutut dengan panjang stump kaki 37 cm
Jenis prosthetic : Atas lutut model eksoskeletal
Berat badan : 67,5 kg (tanpa prosthetic)
Tabel 4.1 merupakan hasil pengukuran data antropometri pengguna
prosthetic kaki atas lutut amputee.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 2
Tabel 4.1 Anthropometri pengguna prosthetic kaki atas lutut
Body Body weight (without prosthetic) 67.5 kg Amputee height 164 cm Head length 20 cm Neck length 10 cm Torso or body length 55 cm Upper arm length 31 cm Lower arm length 26 cm Hand length 18 cm Pelvis circumference 100 cm Tronchanter ke anterior midline circumference
66 cm
Thigh Ischial tuberosity (SB saat berdiri) 58 cm Thight length 50 cm Stump length 37 cm
Knee Knee width (sitting) 10 cm Top of knee (sitting) 52 cm
Shank Tibial plateau (KB saat berdiri) 41 cm Calf circumference 36 cm Calf circumference length 32 cm Shank length 40 cm
Foot Ankle circumference 25 cm Ankle circumference length 9 cm Foot width 25 cm Shoe size 42
Selanjutnya data tersebut diperlukan untuk menentukan panjang segmen
titik berat, persebaran massa bagian tubuh, dan momen inersia yang terjadi pada
pergerakan pasien pengguna prosthetic kaki atas lutut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 3
4.1.2 Model Prosthetic Atas Lutut menggunakan Prosthetic Endoskeletal Sistem Energy Storing dengan Mekanisme 2 bar
Desain prosthetic yang diukur dalam penelitian ini yaitu desain prosthetic
atas lutut menggunakan prosthetic endoskeletal sistem energy storing dengan
mekanisme 2 bar dengan ankle joint sistem double axis, yaitu:
1. Prosthetic atas lutut menggunakan prosthetic endoskeletal sistem energy
storing dengan mekanisme 2 bar.
Energy storing prosthetic merupakan salah satu bentuk perkembangan dari
teknologi prosthetic. Teknologi ini memperbaiki cara berjalan amputee dari sisi
fleksibilitas, kenyamanan dan kemampuan mekanis dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Gerakan pegas yang terdapat pada knee prosthetic inilah yang akan
mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan otot kaki amputee akibat gaya
ayun ketika beraktivitas. Secara dinamis, energy storing prosthetic
mengakomodasi kemampuan untuk melintasi daerah permukaan yang tidak
rata, berbeda ketinggian dan kenyamanan serta stabilitas untuk berjalan di
berbagai permukaan bidang. Selain itu, teknologi ini memberikan stabilitas
dalam berbagai kegiatan olahraga.
Prosthetic endoskeletal sistem energy storing prosthetic knee mekanisme 2
bar merupakan jenis prosthetic atas lutut yang dikembangkan Laboratorium
Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas
Sebelas Maret Surakarta (2010), dengan adanya penambahan gas spring pada
bagian knee joint sebagai komponen penyimpan energi pada kaki prosthetic.
Prosthetic endoskeletal sistem energy storing prosthetic knee mekanisme 2 bar
dirancang untuk aktivitas keseharian, dalam mengakomodasi kemampuan
amputee untuk melintasi daerah dengan permukaan yang tidak rata, berbeda
ketinggian serta mampu memberikan stabilitas untuk berjalan di berbagai
permukaan bidang. Desain prosthetic ini memperbaiki tingkat kestabilan
berjalan pada swing phase, yang tidak dimiliki above knee prosthetic
konvensional.
Cara kerja energy storing prosthetic knee menganalogikan sebagai sebuah
spring yang menggantikan fungsi otot hamstring dan quadriceps yang berada
di sepanjang thigh (paha) sampai knee (lutut). Ketika meregang dan mengendur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 4
spring dalam knee prosthetic menyimpan kemudian melepaskan energi
potensial elastis, dimana mekanisme pergerakan joint dibantu oleh 2 buah link
(penghubung). Tipe knee joint pada prosthetic ini memberikan gerakan pada
spring yang menghasilkan energy storing bagi pengguna. Energi diserap dari
tekanan shank kemudian dilepaskan melalui ayunan leg sehingga dapat
mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan otot kaki amputee ketika
beraktivitas. Komponen penyusun knee joint pada energy storing prosthetic
knee secara lebih lanjut digambarkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Prosthetic sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar Sumber: Laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010
Tabel 4.2 Komponen-komponen prosthetic endoskeletal sistem energy
storing dengan mekanisme 2 bar
item no nama jumlah1 Joint Atas 12 Adapter Bawah 13 As Atas 14 B27.7M - 3CM1-11 25 Gas Spring 16 As Gas Spring (bawah) 17 B27.7M - 3CM1-11 28 Patella 19 B18.6.7M-M6x1.0x20 Type I Cross Recessed FHMS--20N 1010 As Gas Spring (atas) 111 B18.3.1M-5x0.8x12 Hex SHCS -- 12NHX 212 Body 113 Bushing 2
Sumber: Laboratorium Perencanan dan Perancangan Produk Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 5
Spring merupakan komponen utama dalam energy storing prosthetic knee
dan berfungsi sebagai energy storing bagi amputee. Pada prosthetic
endoskeletal sistem energy storing prosthetic knee mekanisme 2 bar, jenis
spring yang digunakan adalah gas spring. Gas spring digunakan untuk
menyimpan energi yang diberikan oleh berat tubuh amputee, lalu dilepaskan
kembali agar knee joint dapat melakukan respon extension dengan mudah dan
cepat. Penggunaan gas spring pada energy storing prosthetic knee diharapkan
memungkinkan amputee pengguna above-knee prosthetic dapat menggunakan
prosthetic endoskeletal sistem energy storing prosthetic knee mekanisme 2 bar
untuk aktivitas sehari-hari dengan respon extension yang lebih lembut sehingga
membuat amputee lebih nyaman saat berjalan, kecepatan ayunnya lebih baik,
selain itu konsumsi energi yang dibutuhkan akan berkurang.
Gambar 4.2 Gas spring
Model prosthetic endoskeletal sistem energy storing prosthetic knee
mekanisme 2 bar yang digunakan dalam penelitian secara keseluruhan terdiri
dari bagian komponen socket, socket adaptor, knee adaptor, rotary knee,
energy storing knee, pylon shank, ankle joint double axis dan SACH foot,
seperti pada gambar 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 6
Gambar 4.3 Amputee menggunakan prosthetic endoskeletal sistem energy
storing prosthetic knee mekanisme 2 bar
2. Pengukuran Dimensi Prosthetic Atas Lutut menggunakan Prosthetic Endoskeletal sistem Energy Storing dengan Mekanisme 2 bar.
Data pengukuran dimensi prosthetic kaki atas lutut tipe endoskeletal
model energy storing prosthetic knee yang digunakan dalam pengujian.
Tabel 4.3 Dimensi prosthetic kaki atas lutut sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar
No. Keterangan Dimensi 1. Total prosthetic weight 4,014 kg
a. Prosthetic thigh weight 1,427 kg b. Prosthetic shank weight 1,550 kg c. Prosthetic foot weight 0,992 kg
2. Total prosthetic force 40,14 N 3. Total prosthetic height 82,7 cm
a. Prosthetic thigh height 42,0 cm b. Prosthetic shank height 40,7 cm d. Foot width 25,0 cm
4.1.3 Siklus Berjalan Amputee pada Permukaan Datar
Fase gerakan yang diamati dalam penelitian aktivitas berjalan amputee
pengguna energy storing prosthetic knee terdiri dari delapan fase gerakan yaitu
initial contact, loading response, mid stance, terminal stance, pre swing, initial
swing, mid swing dan terminal swing. Dokumentasi aktivitas gerakan berjalan
socket
energy
storing
knee
SACH foot
ankle joint
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 7
amputee dengan prosthetic endoskeletal sistem energy storing prosthetic knee
mekanisme 2 bar dilakukan di Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan
Ergonomi. Pengambilan capture dilakukan untuk menetapkan fase gerakan dalam
satu siklus berjalan pada bidang miring, berdasarkan dokumentasi video penelitian
Hasil capture untuk fase berjalan amputee dapat dilihat pada gambar 4.5.
phase 1 phase 2 phase 3 phase 4
phase 5 phase 6 phase 7 phase 8
Gambar 4.5 Fase berjalan dari pengguna prosthetic atas lutut
Gambar 4.5 memperlihatkan delapan fase gerakan berjalan amputee di
oermukaan datar. Kekuatan dan keseimbangan kaki saat melangkah diperlukan
untuk menjaga tubuh agar tidak jatuh saat berjalan.
Berdasarkan capture hasil penelitian berjalan amputee di permukaan datar,
selanjutnya dilakukan dilakukan pemodelan gerak Lagrange. Link segment model
digunakan dalam memformulasikan Lagrange berdasarkan representasi capture
gerakan berjalan yang memberikan uraian berbagai variabel fisik (gaya, torsi,
massa tubuh) yang muncul dalam aktivitas berjalan amputee.
4.2 PEMODELAN PROSTHETIC ENDOSKELETAL SISTEM ENERGY STORING MENGGUNAKAN PERSAMAAN GERAK LAGRANGE
Berkaitan dengan waktu, gait cycle pada setiap fase memiliki persentase
waktu tertentu. Vaughan (1999), menganalogikan siklus cara orang berjalan
dengan gerak putar roda. Dengan menggambar siklus pola gerakan roda tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 8
maka titik awal roda akan berputar berulang-ulang, langkah demi langkah. Dalam
persentase waktu siklus berjalan, 60% dilakukan pada periode berdiri (stance) dan
40% pada periode berayun (swing).
Perilaku dinamik dirumuskan melalui persamaan gerak Lagrange.
Lagrange (L) dari suatu sistem dikatakan sebagai perbedaan antara jumlah energi
kinetik yang terjadi dalam sistem dan jumlah energi potensial dalam sistem.
Pemodelan dari sistem dinamik tersebut dinotasikan, sebagai berikut:
1 xq = gerak yang terjadi antara ankle fase sebelumnya dengan ankle pada
fase yang terjadi saat ini terhadap sumbu x
1 yq = gerak yang terjadi antara ankle fase sebelumnya dengan ankle pada
fase yang terjadi saat ini terhadap sumbu y
q = sudut yang terbentuk antara foot dengan landasan (derajat)
2q = sudut yang terbentuk antar ankle fase sebelumnya dan fase saat itu
(derajat)
2q = sudut yang terbentuk antara foot dengan shank (derajat)
3q = sudut yang terbentuk antara shank dengan thigh (derajat)
4q = sudut yang terbentuk antara thigh dan body (derajat)
1m = massa foot (kg)
2m = massa shank (kg)
3m = massa thigh (kg)
4m = massa upper body (kg)
1T = torsi yang terjadi pada antara foot dengan shank (Nm)
2T = torsi yang terjadi pada shank dengan thigh (Nm)
3T = torsi yang terjadi pada thigh dengan body (Nm)
F = gaya yang terjadi pada hip (N)
1r = panjang titik ankle sampai titik center of mass foot (m)
1l = panjang titik ankle sampai titik ujung foot (m)
2r = panjang titik ankle sampai titik center of mass shank (m)
2l = panjang titik ankle sampai titik knee (m)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 9
3r = panjang titik knee sampai titik center of mass thigh (m)
3l = panjang titik knee sampai titik hip (m)
4r = panjang titik hip sampai titik center of mass upper body (m)
g = gaya gravitasi (m/s2)
q& = fungsi kecepatan center of mass foot terhadap foot (m/s)
1 xq& = fungsi kecepatan titik GRS ke ankle terhadap sumbu x (m/s)
1 yq& = fungsi kecepatan titik GRS ke ankle terhadap sumbu y (m/s)
2q& = fungsi kecepatan center of mass shank terhadap ankle (m/s)
3q& = fungsi kecepatan center of mass thigh terhadap knee (m/s)
4q& = fungsi kecepatan center of mass body terhadap hip (m/s)
1xq&& = fungsi percepatan titik GRS ke ankle terhadap sumbu x (m/s2)
1yq&& = fungsi percepatan titik GRS ke ankle terhadap sumbu y (m/s2)
q&& = fungsi percepatan center of mass foot terhadap foot (m/s2)
2q&& = fungsi percepatan center of mass shank terhadap ankle (m/s2)
3q&& = fungsi percepatan center of mass thigh terhadap knee (m/s2)
4q&& = fungsi percepatan center of mass body terhadap hip (m/s2)
kθ = koefisien pegas
K E = energi kinetik (J)
PE = energi potensial (J)
pegasE = energi pegas (J)
w = kerja (Nm)
Pemodelan delapan fase gerakan berjalan pada permukaan datar
menggunakan persamaan gerak Lagrange untuk memperoleh nilai external work
dan komponennya (force dan torsi).
1. Fase 1 : Initial Contact/Heel Strike (HS)
Awal dari cara siklus berjalan adalah koneksi awal (initial contact/heel
strike). Sesaat kaki mengenai landasan, ankle berada dalam posisi normal, dan
lutut dalam keadaan tertutup atau kaki lurus. Calcaneous merupakan tulang
pertama yang menyentuh landasan. Kaki prosthetic sebelah kanan (merah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 10
sebagai heel strike, sedangkan kaki normal sebelah kiri (biru) berada pada fase
terminal stance/heel off (HO).
Gambar 4.6 Fase initial contact Sumber: Swilling, 2005
Bagian anggota gerak bawah dalam posisi ini menjaga stabilisasi awal
dalam periode berdiri. Sesaat kaki mengenai landasan, bagian hip bergerak flexion
sebesar 25°, ankle bergerak dorsiflexion sejauh 0°-10° menuju posisi normal, dan
lutut dalam keadaan flexion di bawah center of mass sejauh 0°-15°. Pada posisi
initial contact bagian trunk berputar, bahu kiri dan sisi kanan pelvis bergerak
menjauh ke sisi depan meninggalkan lengan kiri yang berayun ke belakang.
Ketika posisi initial contact rata-rata siku flexion sebesar 8° dan bahu flexion
sebesar 45° (Whittle, 2007). Pemodelan energy storing fase initial contact
dilakukan pada dua kaki, yaitu:
a. Kaki prosthetic.
Free body diagram fase initial contact pada kaki prosthetic yang
menggambarkan titik-titik pada joint maupun link kaki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 11
Gambar 4.7 Free body diagram kaki prostethic fase initial contact
Langkah-langkah pemodelan gerak Lagrange (Winter, 1990):
1) Vektor perpindahan.
Vektor perpindahan dari delapan titik yaitu foot (disp b), center of mass
foot (disp a), ankle (disp 1), center of mass shank (disp 2), knee (disp 3),
center of mass thigh (disp 4), hip (disp 5), dan center of mass upper body
(disp 6) pada kaki prosthetic saat fase initial contact. Acuan yang
digunakan dalam proyeksi ini adalah Global Reference System (GRS) pada
ankle. Penentuan posisi displacement berdasar sumbu x dan sumbu y, dan
besar sudut yang terjadi merupakan turunan dari waktu.
disp(a) = [q1x(t) + r1 cos (q(t)), 0]
disp(b) = [q1x(t) + l1 cos (q(t)), q1y(t) + l1 sin (q(t))]
disp(1) = [q1x(t), q1y(t)]
disp(2) = [q1x(t) - r2 cos (π-q2(t)), q1y(t) + r2 sin (π-q2(t))]
disp(3) = [q1x(t) - l2 cos (π-q2(t)), q1y(t) + l2 sin (π-q2(t))]
disp(4) = [q1x(t) - l2 cos (π-q2(t)) - r3 cos (π-q3(t)), q1y(t) + l2 sin (π-q2(t)) + r3 sin
(π-q3(t))]
disp(5) = [q1x(t) - l2 cos (π-q2(t)) - l3 cos (π-q3(t)), q1y(t) + l2 sin (π-q2(t)) + l3 sin
(π-q3(t))]
disp(6) = [q1x(t) - l2 cos (π-q2(t)) - l3 cos (π-q3(t)), q1y(t) + l2 sin (π-q2(t)) + l3 sin
(π-q3(t)) + r4 sin (q4(t))]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 12
2) Vektor kecepatan untuk titik yang dipilih.
Vektor kecepatan dihitung pada empat titik yaitu center of mass foot (vello
a), center of mass shank (vello 2), center of mass thigh (vello 4), dan
center of mass upper body (vello 6) yang mempunyai kecepatan terhadap
joint tubuh (ankle, knee, dan hip) pada kaki prosthetic saat fase initial
contact. Kecepatan diperoleh dari penurunan displacement terhadap fungsi
waktu.
[ ]0,sin)( 11 (q(t)(t)qr(t)qavelo x && −=
[ ](t)(q(t)qr(t)q(t)(q(t)qr(t)qvelo yx 22212221 cos,sin)2( &&&& −−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−−−−
=(t)(q(t)qr(t)(q(t)ql(t)q
(t)(q(t)qr(t)(q(t)ql(t)qvelo
y
x
3332221
3332221
coscos,sinsin
)4(&&&
&&&
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+++
−−=
(t)(q(t)qr(t)(q(t)ql(t)(q(t)ql(t)q(t)(q(t)ql(t)(q(t)ql(t)q
veloy
x
4443332221
3332221
coscoscos,sinsin
)6(&&&&
&&&
3) Lagrangian L = KE – PE – Epegas.
Lagrangian diperoleh dengan melakukan pengurangan potential energy
terhadap kinetic energy dan penambahan energi pegas pada kaki prosthetic
saat fase initial contact.
Perumusan Lagrangian dapat dijabarkan, sebagai berikut:
KE=½ m1(va)2+ ½ m2(v2)2+½m3(v4)2+½m4(v6)2+½ I1(q)2+ ½ I2(q2)2+½ I3(q3)2
+½ I4(q4)2
EP=½ m1*g(ha)2+ ½ m2*g (h2)2+½ m3*g (h4)2+½ m4*g (h6)2
E pegas=½ (q3- q2)
Dari penjabaran rumus diperoleh hasil akhir perhitungan gerak
Lagrangian.
( )
2))()(())(sin( )(sin())(sin()((
))(sin())(sin()(())(sin()((
))(sin()((2222
sincoscos sin
sin sin21 coscos
sin sin21cos
sin 21sin
21
223
44332214
3322132212
111
244
233
222
21
24443332221
2444
3332221422
3332221
233322213
2222
12
222122
111
tqtqktqrtqltqltqgm
tqrtqltqgmtqrtqgm
tqrtqgm(t)qI(t)qI(t)qI(t)qI
))(t)q(t))(qr(t)q(t))(ql(t)q(t)(ql(t)q((t)q(t))(qr
(t)q(t))(ql(t)q(t))(ql(t)q(((m))(t))q(t))(qr(t)q(t)(ql(t)q(
(t)q(t))(qr(t)q(t))(ql(t)q((m))(t))q(t)(qr
(t)q(t)q(t))(qr(t)q(((m(t))q(q(t))r(t)q(((mL
y
yy
y
y
xy
x
yxx
−−+++−
+++−+−−
+−−+++++
+++−++
−−++++
−−++
+−+−=
θ
&&&&
&&&&&
&&&&&&
&&&&
&&&&&
………… (4.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 13
4) External work.
Perumusan external work dengan menghitung seluruh hasil perkalian
antara torsi dan sudut yang terbentuk pada ankle, knee, dan hip joint pada
kaki prosthetic saat fase initial contact.
( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )
( ) ( )( ) ( )( )( ) ( ) ( )( ) ( )( )( )
sinsincoscos21
3322133221
34323221
tqltqltqFtqltqltqF
tqtqTtqtqTtqtqTw
yx yx ++++++
−+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−= π
5) Komponen external work.
Komponen external work didapatkan dari hasil penurunan Lagrangian dan
external work. Hasil penurunan tersebut berupa besar torsi dan gaya yang
terjadi pada ankle, knee, dan hip joint pada kaki prosthetic saat fase initial
contact.
Hasil komponen torsi pada foot dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q), sehingga diperoleh hasil
nilai T1 pada (4.3).
)cos()()sin()()()(1 11111112
11 qrtqmqrtqmtqItqrmT yx &&&&&&&& +−+=−
Hasil komponen gaya terhadap sumbu x dapat diperoleh dari penurunan
external work dan penurunan Lagrangian terhadap (q1x), sehingga
diperoleh hasil nilai Fx pada (4.4)
)()())(sin( )())(cos()())(sin()())(cos()(
))(cos()())(sin()())(cos()())(sin(
)())(cos()())(sin()())(cos(
)())(sin()())(cos()()()(
113333
233332222
22222
1144442
444433
342
333422242
2224
22232
2223141312
tqmtqtqrmtqtqrmtqtqrmtqtqrmtq
tqrmtqtqrmtqtqrmtqtq
lmtqtqlmtqtqlmtqtqlm
tqtqlmtqtqlmtqmtqmtqmF
x
xxxx
&&&&
&&&&&&
&&&&&
&&&&
&&&&&&&&&
+−−−−
−++
−−−
−−++=
Hasil komponen gaya terhadap sumbu y dapat diperoleh dari penurunan
external work dan penurunan Lagrangian terhadap (q1y), sehingga
diperoleh hasil nilai Fy pada (4.5).
...(4.2)
………….(4.3)
……………………………..…....( 4.4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 14
gmgmgmgmtqtqrmtqtqrmtqtq
rmtqtqrmtqtqsrmtqtq
lmtqtqlmtqtqlmtqtq
lmtqtqrmtqtqrmtqtq
lmtqtqlmtqmtqmtqmtqmF yyyyy
12
3422222
2222
1144442
444433
342
333422242
22
2433332
333322
232
222314131211
)())(cos(-)())(sin()())(cos(
)())(cos()())((in)())((cos
)())(sin()())(cos( )())(sin(
)())(cos()())(sin( )())(sin(
)())(cos()()()()(
−−−−+
+−+
−+−
+−+
−++++=
&&&&&
&&&&&
&&&&
&&&&&
&&&&&&&&&
Hasil komponen torsi pada knee dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q2), sehingga diperoleh (4.6).
)())(cos())(cos( ))()(cos()())()(cos()(
))()(cos()())(cos()())(sin( )( ))(cos()())(sin()())(cos()( ))(sin(
)())()(sin()()())()(sin()( )())()(sin()()()())()(( ))()(sin()())()())(()(sin()(
))()())(()(sin()()()(
)())(()())(cos())(sin(
32242
23424424323324
32332322122212
2214221422132
21342442243233
224323323232242
42442432323324
3232332322
2322
22
22
242222222221
tqktqglmtqglmtqtqtqrlmtqtqtqllm
tqtqtqrlmtqltqmtqrtqmtqltqmtqltqmtqltqmtq
ltqmtqtqtqrtqlmtqtqtqltqlmtqtqtqrtqrlmtqItqtqtqtqtqrlmtqtqtqtqtqllm
tqtqtqtqtqrlmtqlmtqrm
tqlmtqosgrmtqktqlFtqlFTT
yx
yxy
x
yx
θ
θ
−++++−+
−+−−
−−−−−+−+−+++
+−−−−−−−++
++=+−−
&&&&
&&&&&&
&&&&&&
&&&&&
&&&&&&&
&&&&
&&&&&&&
&&
Hasil komponen torsi pada knee dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q3), sehingga diperoleh (4.7).
))()(cos()( ))()(cos()())()(cos()())()(sin(
)())()(sin()()())(cos( ))(cos())()())(()(sin()())()((
))()()(()()()(cos()(
))(sin()())(sin()( ))(cos()()(
))()(sin()()())(cos())(sin(
323224
32322343443432
332243233223334
3333232322343
43443432
332
343314
33143313331332
33
4344334333332
tqtqltqlmtqtqrtqlmtqtqtqrlmtqtq
qltqlmtqtqtqrtqlmtqglmtqgrmtqtqtqtqrtqlmtqtq
tqtqtqrlmtqItqlmtqltqm
tqltqmtqrtqmtqrtqmtqrm
tqtqtqrtqlmtqlFtqlFTT
y
xxy
yx
−+−+−+−
−−−++−−−−
−−+++
−−+
+−=+−−
&&
&&&&
&&&&
&&&&&
&&&&&&&
&&&&&&&&
&&
Dari (4.6) dan (4.7) disubstitusi untuk mendapat nilai T2.
Hasil komponen torsi pada hip dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q4), sehingga diperoleh hasil
nilai T3 pada (4.8).
))(cos())( )(sin()()())()(sin()()()(
)())(cos()())(4)())(()(sin(
)())()(cos()())()())(()(sin( )())()(cos()())(sin()(3
4444
344334424422444
42
4444143434
3344343344242
42244242244414
tqgrmtqtqtqrtqlmtqtqtqrtqlmtqI
tqrmtqrtqmtqtqtqtqr
tqlmtqtqrtqlmtqtqtqtqrtqlmtqtqrtqlmtqrtqmT
y
x
+−−−−
+++−−
−−+−−−−+−=
&&&&
&&&&&&
&&
&&&&
..........................................................................( 4.5)
…………………………………... (4.7)
……………….........................(4.6)
………………………………………..(4.8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 15
b. Kaki normal.
Free body diagram fase initial contact pada kaki normal yang
menggambarkan titik-titik pada joint maupun link kaki.
Gambar 4.8 Free body diagram kaki normal fase initial contact
Langkah-langkah pemodelan gerak Lagrange (Winter,1990):
1) Vektor perpindahan.
Vektor perpindahan dari delapan titik yaitu foot (disp b), center of mass
foot (disp a), ankle (disp 1), center of mass shank (disp 2), knee (disp 3),
center of mass thigh (disp 4), hip (disp 5), dan center of mass upper body
(disp 6) pada kaki normal saat fase initial contact. Acuan yang digunakan
dalam proyeksi ini adalah Global Reference System (GRS) pada ankle.
Penentuan posisi displacement berdasar sumbu x dan sumbu y, dan besar
sudut yang terjadi merupakan turunan dari waktu.
disp(a) = [q1x(t) + r1 cos (q(t)), q1y(t) + r1 sin (q(t))]
disp(b) = [q1x (t) + l1 cos (q(t)), 0]
disp(1) = [q1x(t), q1y(t)]
disp(2) = [q1x(t) + r2 cos (q2(t)), q1y(t) + r2 sin (q2(t))]
disp(3) = [q1x (t) + l2 cos (q2(t)), q1y(t) + l2 sin (q2(t))]
disp(4) = [q1x(t) + l2 cos (q2(t)) + r3 cos (q3(t)), q1y + l2 sin (q2(t)) + r3 sin (q3(t))]
disp(5) = [q1x(t) + l2 cos (q2(t)) + l3 cos (q3(t)), q1y + l2 sin (q2(t)) + l3 sin (q3(t))]
disp(6) = [q1x(t) +l2 cos (q2(t))+ l3 cos (q3(t)), q1y(t) + l2 sin (q2(t)) + l3 sin (q3(t))
+ r4sin (q4(t))]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 16
2) Vektor kecepatan untuk titik yang dipilih.
Vektor kecepatan dihitung pada empat titik yaitu center of mass foot (vello
a), center of mass shank (vello 2), center of mass thigh (vello 4), dan
center of mass upper body (vello 6) yang mempunyai kecepatan terhadap
joint tubuh (ankle, knee, dan hip) pada kaki normal saat fase initial
contact. Kecepatan diperoleh dari penurunan displacement terhadap fungsi
waktu.
[ ](q(t)(t)qr(t)q(q(t)(t)qr(t)qavelo yx cos,sin)( 1111 &&&& −−=
[ ](t)(q(t)qr(t)q(t)(q(t)qr(t)qvelo yx 22212221 cos,sin)2( &&&& +−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+++−
=(t)(q(t)qr(t)(q(t)ql(t)q
(t)(q(t)qr(t)(q(t)ql(t)qvelo
y
x
3332221
3332221
coscos,sinsin
)4(&&&
&&&
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+++
−−=
(t)(q(t)qr(t)(q(t)ql(t)(q(t)ql(t)q(t)(q(t)ql(t)(q(t)ql(t)q
veloy
x
4443332221
3332221
coscoscos,sinsin
)6(&&&&
&&&
3) Lagrangian L = KE – PE.
Lagrangian diperoleh dengan melakukan pengurangan potential energy
terhadap kinetic pada kaki normal saat fase initial contact.
Perumusan Lagrangian dapat dijabarkan sebagai berikut:
KE=½ m1(va)2+ ½ m2(v2)2+½m3(v4)2+½m4(v6)2+½ I1(q)2+ ½ I2(q2)2+½ I3(q3)2
+½ I4(q4)2
EP=½ m1*g(ha)2+ ½ m2*g (h2)2+½ m3*g (h4)2+½ m4*g (h6)2
Dari penjabaran rumus diperoleh hasil akhir perhitungan gerak
Lagrangian.
))(sin( )(sin())(sin()((
))(sin())(sin()(())(sin()((
))(sin()((2222
sincoscos
sinsin sin21
coscos sin
sin21cossin
21cossin
21
44332214
3322132212
111
244
233
222
21
24443332221
24
44333222142
3
33222133322
2132
22212
222
122
112
111
tqrtqltqltqgm
tqrtqltqgmtqrtqgm
tqrtqgm(t)qI(t)qI(t)qI(t)qI
))(t)q(t))(qr(t)q(t))(ql(t)q(t)(ql(t)q((t)q
(t))(qr(t)q(t))(ql(t)q(t))(ql(t)q(((m))(t))q
(t))(qr(t)q(t)(ql(t)q((t)q(t))(qr(t)q(t))(q
l(t)q(((m))(t))q(t)(qr(t)q(t)q(t))(qr
(t)q(((m))(t)q(q(t)r(t)q((t))q(q(t))rq(((mL
y
yy
y
y
x
y
xy
xyx
+++−
+++−+−−
+−−++++
++++−+
+−−+
++−+−
−++−+
−+−−+−=
&&&&
&&&&&
&&&&
&&&&
&&&&
&&&&
……………..(4.9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 17
4) External work.
Perumusan external work dengan menghitung seluruh hasil perkalian
antara torsi dan sudut yang terbentuk pada ankle, knee, dan hip joint pada
kaki normal saat fase initial contact.
( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )
( ) ( )( ) ( )( )( ) ( ) ( )( ) ( )( )( )
sinsincoscos21
3322133221
34323221
tqltqltqFtqltqltqF
tqtqTtqtqTtqtqTw
yx yx ++++++
−+−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−= π
5) Komponen external work
Komponen external work didapatkan dari hasil penurunan Lagrangian dan
external work. Hasil penurunan tersebut berupa besar torsi dan gaya yang
terjadi pada ankle, knee, dan hip joint pada kaki prosthetic saat fase initial
contact.
Hasil komponen torsi pada foot dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q), sehingga diperoleh hasil
nilai T1 pada (4.11).
)cos()()sin()()()(1 11111112
11 qrtqmqrtqmtqItqrmT yx &&&&&&&& +−+=−
Hasil komponen gaya terhadap sumbu x dapat diperoleh dari penurunan
external work dan penurunan Lagrangian terhadap (q1x), sehingga
diperoleh hasil nilai Fx pada (4.12).
)()()()( )())(sin()())(cos()())(sin(
)())(cos()())(sin()())(cos(
)())(sin()())(sin()())(cos( )())(sin()())(sin()())(cos(
11141312
22232
22233333
23333
22224
22224
333444442
4444
1122222
2222
tqmtqmtqmtqmtqtqlmtqtqlmtqtqrm
tqtqrmtqtqlmtqtqlm
tqtqlmtqtqrmtqtqrmtqtqrmtqtqrmtqtqrmFx
xxxx &&&&&&&&
&&&&&
&&&&
&&&&
&&&&&
++++−−
−−−
−−+
+−−−=
Hasil komponen gaya terhadap sumbu y dapat diperoleh dari penurunan
external work dan penurunan Lagrangian terhadap (q1y), sehingga
diperoleh hasil nilai Fy pada (4.13).
gmgmgmgmtqmtqmtqmtqmtqtq
lmtqtqlmtqtqrmtqtq
rmtqtqlmtqtqinlmtqtq
lmtqtqlmtqtqrmtqtqsrmtqtqrmtqtqrmtqtqrmFy
yyyy
12
341413121122
232
222333332
33
3322242
222433
342
333444442
4444
1122222
2222
)()()()( )())(sin(
)())(cos()())(cos()())(sin(
)())(cos( )())((s)())((cos
)())(sin()())(cos()())((in )())(cos()())(cos()())(sin(
−−
−−++++−+−
+−+
−+−
++−=−
&&&&&&&&&&
&&&&
&&&&&
&&&&
&&&&&
….(4.10)
……….(4.11)
…..…………………..(4.12)
…..………………………………...…………..(4.13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 18
Hasil komponen torsi pada knee dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q2), sehingga diperoleh hasil
nilai T2 pada (4.14).
))(cos())(cos( ))()(cos()())()(cos()(
))()(cos()())(cos()())(sin()(
))(cos()())(sin()())(cos()( ))(sin( )())()(sin()()())()(sin()(
)())()(sin()()())()(( ))()(sin()())()())(()(sin()(
))()())(()(sin()()()(
)())(()())(cos())(sin(
2242
23424424323324
32332322122212
2214221422132
21342442243233
2243233232342
42442432323324
3232332322
2322
22
22
2422222222221
tqglmtqglmtqtqtqrlmtqtqtqllm
tqtqtqrlmtqltqmtqrtqm
tqltqmtqltqmtqltqmtqltqmtqtqtqrtqlmtqtqtql
tqlmtqtqtqrtqrlmtqtqtqtqtqrlmtqtqtqtqtqllm
tqtqtqtqtqrlmtqlmtqrm
tqlmtqosgrmtqItqlFtqlFTT
yx
yxy
x
yx
++++−+
−+−−
−−−−−+−
+−+++−−−−
−−−++
++=+−−
&&&&
&&&&&&
&&&&&&
&&&&&
&&&&&
&&&&
&&&&&&&
&&&&
Hasil komponen torsi pada knee dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q3), sehingga diperoleh (4.15).
)())()((s
)())()(sin()()()())()((
))()(sin()()( ))()(cos()(
))()(sin()()())(cos( ))(cos( ))()())(()()(())()())(()(cos(
)())(sin()())(cos()(- ))(sin(
)()(cos()())(cos())(sin(
32
343233
224323322332
332
32322332
33323223
4344334334333
434344343232
3224331333133
3143314333332
tqlmtqtqinql
tqlmtqtqtqrtqlmtqItqtq
tqtqrtqlmtqrmtqtqrtqlm
tqtqtqrtqlmtqglmtqgrmtqtqtqtqtqrlmtqtqtqtq
ltqlmtqrtqmtqrtqmtq
ltqmtqltqmtqlFtqlFTT
xy
xyyx
&&&
&&&&&&&
&&&&&
&&
&&&&&
&&&&&
&&&&
+−
−−−+−
−−+−
+−+++−−−−
−−
−−=+−−
Dari (4.6) dan (4.7) disubstitusi untuk mendapat nilai T2.
Hasil komponen torsi pada hip dapat diperoleh dari penurunan external
work dan penurunan Lagrangian terhadap (q4), sehingga diperoleh hasil
nilai T3 pada (4.16).
))(cos())( )(sin()()())()(sin()()()(
)())(cos()())(4)())(()(sin(
)())()(cos()())()())(()(sin( )())()(cos()())(sin()(3
4444
344334424422444
42
4444143434
3344343344242
42244242244414
tqgrmtqtqtqrtqlmtqtqtqrtqlmtqI
tqrmtqrtqmtqtqtqtqr
tqlmtqtqrtqlmtqtqtqtqrtqlmtqtqrtqlmtqrtqmT
y
x
+−−−−
+++−−
−−+−−−−+−=
&&&&
&&&&&&
&&
&&&&
Perhitungan lengkap pemodelan external work dan komponennya pada fase
dua sampai fase delapan satu siklus berjalan dijelaskan pada lampiran 1
(pemodelan external work dan komponennya pada fase 2 sampai fase 8).
..........................................................(4.14)
…………...(4.15)
………………………………………..(4.16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 19
4.3 PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dalam penelitian ini menghasilkan nilai external work dan
komponennya. Nilai external work dan komponnennya diperoleh dengan
menurunkan persamaan Lagrangian dari tiap fase dalam satu siklus berjalan.
4.3.1 Menentukan Besarnya Massa tiap Segmen Tubuh, Titik Berat Segmen Kaki, Dan Momen Inersia Pengguna Prosthetic Atas Lutut
Dalam menentukan massa tiap segmen tubuh yang ada, bentuk tubuh
manusia digambarkan sebagai stick diagram seperti pada pemodelan Dempters.
Persentase massa segmen tubuh digunakan pemodelan distribusi berat tubuh
(Webb Associaties, 1978).
Tabel 4.4 Pemodelan distribusi berat badan
Group Segment (%) of Total Body Weight
Individual Segment (%) of Group Segment Weight
Head and Neck 8.40% a. Head 73.80% b. Neck 26.20%
Torso 50% a. Thorax 43.80% b. Lumbar 29.40% c. Pelvis 26.80%
Total Arm 5.10% a. Upper arm 59.40% b. Forearm 33.30% c. Hand 11.80%
Total Leg 15.70%
a. Thigh 63.70%
b. Shank 27.40%
c. Foot 8.90% Sumber : Webb Associaties, 1978
Segmen kaki normal dan stump dilakukan perbandingan segmen panjang betis dan
panjang stump. Pemodelan distribusi berat badan diperoleh persamaan, yaitu:
• Persentase kaki dari total body weight = 15,7% (tabel 4.2)
• Persentase paha dari total total leg = 63,7% (tabel 4.2)
• Persentase shank dari total leg = 27,4% (tabel 4.2)
%7,15*)4050(
37cm
cm+
= = 6,45%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 20
• Persentase amputasi = persentase kaki dari total body - persentase stump dari
leg
= 15,7%-6,45% = 9,25%
• Persentase tubuh tanpa kaki + persentase stump
= (persentase total body – persentase kaki) + persentase stump
= (100% - 15,7%) + 6,45% = 90,75%
Segmen tubuh lainnya menggunakan metode yang sama dapat dilihat pada tabel
4.5. Massa prosthetic telah ditetapkan seperti saat pengukuran. Sedangkan massa
tubuh, kepala, leher, dan tangan dijadikan satu diasumsikan sebagai beban dari
tubuh yang harus ditopang oleh kaki dan prosthetic.
Tabel 4.5 Massa segmen tubuh
Berat segmen (kg ) Ki ri (k g) Kanan(kg)
Head 73.80% 4.61Neck 26.20% 1.64Thorax 43.80% 16.29Lumbar 29.40% 10.93Pe lv is 26.80% 9.97
Uppe r arm 59.40% 4.51 4.51 4.51Forearm 33.30% 2.53 2.53 2.53Hand 11.80% 0.90 0.90 0.90
Uppe r body 68.30% 51.02Thigh 63.70% 7.44 7.44 1.472
Shank 27.40% 3.20 3.20 1.55
Foot 8.90% 1.04 1.04 0.992
6.45% 4.80 stump 41.08% 4.80 ‐ 4.80stump‐prost 6.27
Proporsi Massa Tubuh (kg)Indi vidual Segmen Tubuh (kg)
6.25
Torso 50.00% 37.19
Right Leg
Segmen Tubuh
Head and Neck 8.40%
Arm 10.20%
Leg 15.70%
6.25
37 .19
7.59
11.68
Setelah diketahui proporsi berat segmen tubuh, kemudian dihitung
proporsi berat setiap segmen tubuh.
Segmen kepala dan leher = 8,4% * 90,75%*67,5 kg = 6,25 kg
Segmen kepala = 73,8% * 6,25 kg = 4,61 kg
Proporsi pembagian berat tubuh bagian kanan dan kiri diasumsikan seimbang,
artinya tubuh bagian kiri akan mendapat distribusi berat sebesar 50% dari total
berat segmen pengguna prosthetic bawah lutut. Proporsi pembagian ini hanya
berlaku dari tubuh bagian atas karena bagian paha sampai telapak kaki kanan
merupakan kaki prosthetic dengan berat sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 21
Gambar 4.9 Peta titik pusat massa Dempster
Setelah massa segmen tubuh dan massa tiap segmen tubuh diketahui maka
dilakukan perhitungan untuk mencari titik pusat massa dari tiap segmen tubuh
tersebut. Mencari dimensi panjang titik pusat massa masing-masing segmen dapat
digunakan pemodelan titik pusat massa (Dempster, 1955) seperti digambarkan
pada gambar 4.30.
Thigh LI adalah panjang segmen berat paha dari pangkal ke pusat titik berat
segmen paha. LII adalah panjang segmen berat dari pusat titik berat segmen paha
ke lutut, jadi stump termasuk ke dalam bagian thigh LI. Shank LI adalah panjang
dari lutut sampai ke titik pusat massa segmen betis, Panjang dari titik pusat massa
segmen betis ke ujung mata kaki dinamakan shank LII. Pada bagian telapak kaki
dibagi menjadi foot LI dan foot LII, foot LI adalah panjang dari tumit ke titik pusat
massa segmen telapak kaki. Foot LII adalah panjang dari titik pusat massa segmen
telapak kaki ke ujung jari telapak kaki.
Contoh: perhitungan LI pada segmen paha kaki normal.
LI pada segmen paha kaki normal adalah panjang dari pangkal ke pusat titik berat
segmen paha.
cm65,2150%3.43LI
=×=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 22
Tabel 4.6 Panjang titik berat segmen kaki
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Upper body L1 50.74%Upper body L2 49.26%Thigh L1 43.30% 50 50 21.65 18.41Thigh L2 56.70% 50 50 28.35 31.59Shank L1 43.30% 40 40.7 17.32 17.62Shank L2 56.70% 40 40.7 22.68 23.08Foot L1 42.90% 25 25 10.73 10.73Foot L2 57.10% 25 25 14.28 14.28
105 53.27105 51.73
Segmen Persentase Segmen (cm)Panjang Segmen (cm) Panjang Titik Berat (cm)
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui lokasi titik pusat massa yang
ada pada masing-masing segmen. Misalnya untuk segmen paha kaki normal titik
pusat massanya terletak di 21,65 cm dari pangkal paha atau 28,35 cm dari lutut.
Setelah massa tiap segmen tubuh dan sebaran titik berat pada segmen kaki
diketahui maka dilakukan perhitungan momen inersia dari tiap segmen kaki
tersebut. Perhitungan momen inersia ini digunakan untuk perhitungan energi
kinetik pada saat aktivitas berjalan.
Contoh: perhitungan momen inersia pada segmen paha.
Momen inersia pada segmen paha kaki kanan (kaki prosthetic)
= massa segmen paha * (radius gyration about center of mass paha)2
= 6,269 kg * (0,316)2 = 0,626 kgm2
Data momen inersia segmen kaki dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Momen inersia segmen kaki
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Upper bodyThigh 7.438 6.269 0.284 0.316 0.598 0.626Shank 3.200 1.550 0.227 0.231 0.165 0.083Foot 1.039 0.992 0.107 0.107 0.012 0.011
13.653
Segmen Tubuh Amputee
Massa Segmen (kg) Radius gyration about center of mass (m) Momen Inersia (kg.m2)
51.022 0.517
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui momen inersia yang ada pada
masing-masing segmen. Misalnya momen inersia pada segmen paha pada kaki
normal besarnya 0,598 kgm2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 23
4.3.2 Perhitungan External Work, Komponen-komponen External Work, dan Energi dalam 1 Siklus Berjalan
Perhitungan external work dapat dilakukan setelah memperoleh data sudut
kaki yang terbentuk pada kaki kiri (kaki normal) dengan kaki kanan (kaki
prosthetic) tiap fase dalam 1 siklus berjalan. Sudut pada kaki terdiri dari sudut
yang terbentuk pada telapak kaki (q), sendi ankle (q2), sendi knee (q3), dan sendi
hip (q4). Hasil dari pengukuran menggunakan electrogoniometer wire transmiter
diperoleh sudut-sudut pada aktivitas gerakan berjalan dalam setiap fase
gerakannya.
Selain data sudut yang terbentuk pada tiap segmen kaki, data panjang
segmen kaki, berat segmen kaki, dan momen inersia pada kaki juga diperlukan
untuk menghitung komponen-komponen external work. Data panjang segmen
kaki, berat segmen kaki, dan momen inersia dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Data parameter
kaki normal kaki prostheticpanjang titik ankle sampai titik center of mass dari foot r1 mpanjang titik ankle sampai ujung foot l1 mpanjang titik ankle sampai titik center of mass dari shank r2 0.227 0.231 mpanjang titik ankle sampai knee l2 0.4 0.407 mpanjang titik knee sampai titik center of mass dari thigh r3 0.284 0.316 mpanjang titik knee sampai hip l3 mpanjang titik hip sampai titik center of mass dari upper body r4 mmassa foot m1 1.04 0.99 kgmassa shank m2 3.20 1.55 kgmassa thigh m3 7.44 6.27 kgmassa upper body m4 kg
momen inersia pada foot I1 0.165 0.083 kgm2
momen inersia pada shank I2 0.012 0.011 kgm2
momen inersia pada thigh I3 0.598 0.626 kgm2
momen inersia pada upper body I4 kgm2
gaya gravitasi bumi g m/s2
0.1070.250
0.50.517
51.36
nilaibesaran index satuan
13.653
9,8
Data besaran digunakan dalam perhitungan komponen-komponen external
work tiap fase dalam satu siklus berjalan. Perhitungan external work pada satu
siklus berjalan berdasar data yang diperoleh, yaitu:
1. Fase 1 Initial Contact/Heel Strike (HS)
Kecepatan dan percepatan yang digunakan untuk perhitungan adalah
kecepatan dan percepatan pada center of mass foot, center of mass shank, center of
mass thigh, dan center of mass upper body. Data kecepatan dan percepatan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 24
software Cv Mob diolah sehingga mendapatkan kecepatan dan percepatan linear.
Pengolahan kecepatan dan percepatan linear dijelaskan pada lampiran 1.
Kecepatan dan percepatan linear dibagi dengan radius pada masing-masing bagian
kaki untuk memperoleh kecepatan dan percepatan angular yang digunakan dalam
perhitungan external work. Kecepatan yang terjadi pada fase initial contact dapat
dilihat di tabel 4.9.
Tabel 4.9 Kecepatan linear dan angular fase initial contact
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
q 0.248 0.128 0.143 0.143 1.737 0.897q1x 0.244 ‐0.081 0.018 0.056 13.574 -1.443q1y 0.244 ‐0.081 0.011 0.025 21.734 -3.242q2 0.139 0.039 0.227 0.231 0.613 0.169q3 0.060 0.204 0.284 0.316 0.212 0.646q4 0.119 0.217 0.517 0.517 0.230 0.420
Generalized coordinat
Radius gyration (m)Kec. Linear (m/s) Kec. Angular (rad/s)
Contoh perhitungan :
kecepatan anguler kaki kiri pada q
= kecepatan linear kaki kiri pada q / radius kaki kiri pada q
= 0.248 /0.143
m sm
= 1,737 rad/s
Tabel 4.10 menunjukkan percepatan yang terjadi pada fase initial contact.
Tabel 4.10 Percepatan linear dan angular fase initial contact
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
Kaki Kiri (Normal)
Kaki Kanan (Prosthetic)
q 3.400 0.381 0.143 0.143 23.818 2.666q1x 3.429 ‐0.714 0.018 0.056 190.737 -12.724q1y 3.429 ‐0.714 0.011 0.025 305.390 -28.591q2 1.800 0.514 0.227 0.231 7.937 2.229q3 1.057 1.629 0.284 0.316 3.729 5.155q4 1.543 2.229 0.517 0.517 2.983 4.308
Perc. Linear (m/s) Radius gyration (m)Generalized
coordinat
Perc. Angular (rad/s)
Contoh perhitungan :
percepatan anguler kaki kiri pada q
= percepatan linear kaki kiri pada q / radius kaki kiri pada q
= 23.400 /
0.143m s
m = 23,818 rad/s2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 25
Perhitungan external work dan komponen external work pada fase initial contact,
yaitu:
a. Kaki prosthetic
Sudut-sudut yang terbentuk dan jarak ankle kaki prosthetic pada fase intial
contact dengan fase sebelumya dapat dilihat pada gambar 4.10.
Gambar 4.10 Capture kaki prostethic fase initial contact
diketahui :
index nilai satuan index nilai satuan index nilai satuan
q 8 ⁰ 0.897 rad/s 2.666 rad/s2
q1 21 ⁰ ‐1.4429 rad/s ‐12.724 rad/s2
q2 96 ⁰ ‐3.242 rad/s ‐28.591 rad/s2
q3 97 ⁰ 0.169 rad/s 2.229 rad/s2
q4 90 ⁰ 0.646 rad/s 5.155 rad/s2
q1x 0.056 m 0.420 rad/s 4.308 rad/s2
q1y 0.025 m
q&
1yq&
1xq&
2q&
3q&
4q&
q&&
1xq&&
1yq&&
2q&&
3q&&
4q&&
hasil perhitungan:
1) Komponen external work kaki prosthetic fase intial contact.
T1 = -0,013 Nm
T2 = -3,034 Nm
T3 = -0,045 Nm
Fx = -236,001 N
Fy = 497,912 N
2) External work kaki prosthetic fase intial contact.
W = 472,286 J
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 26
b. Kaki normal.
Sudut-sudut yang terbentuk dan jarak ankle kaki normal pada fase intial
contact dengan fase sebelumya dapat dilihat pada gambar 4.11.
Gambar 4.11 Capture kaki normal fase initial contact
diketahui:
index nilai satuan index nilai satuan index nilai satuan
q 5 ⁰ 1.737 rad/s 23.818 rad/s2
q1 48 ⁰ 13.574 rad/s 190.737 rad/s2
q2 82 ⁰ 21.734 rad/s 305.390 rad/s2
q3 78 ⁰ 0.613 rad/s 7.937 rad/s2
q4 90 ⁰ 0.212 rad/s 3.729 rad/s2
q1x 0.018 m 0.230 rad/s 2.983 rad/s2
q1y 0.011 m
q&&
1xq&&
1yq&&
2q&&
3q&&
4q&&
q&&
1xq&&
1yq&&
2q&&
3q&&
4q&&
q&
1yq&
1xq&
2q&
3q&
4q&
q&
1yq&
1xq&
2q&
3q&
4q&
q&
1yq&
1xq&
2q&
3q&
4q&
hasil perhitungan:
1) Komponen external work kaki normal fase intial contact.
T1 = -0,936 Nm
T2 = -7,452 Nm
T3 = -0,074 Nm
Fx = -78,198 N
Fy = 866,162 N
2) External work kaki normal fase intial contact.
W = 763,007 J
Perhitungan lengkap external work dan komponennya pada fase dua sampai
fase delapan satu siklus berjalan dijelaskan pada lampiran 2 (perhitungan external
work dan komponennya fase 2 sampai fase 8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 27
Hasil perhitungan external work dan komponennya pada kaki prosthetic satu
siklus gerakan berjalan di atas dapat diringkas dalam tabel 4.11.
Tabel 4.11 Besarnya external work dan komponennya pada kaki prosthetic satu siklus gerakan
phase T1 T2 T3 Fx Fy w
1 ‐0.013 ‐3.034 ‐0.045 ‐236.001 497.912 472.2862 0 0 ‐0.051 ‐98.187 157.005 143.2373 0 32.806 ‐0.052 ‐38.037 45.705 41.4144 ‐1.759 ‐8.673 ‐0.036 ‐372.750 398.611 310.7345 ‐0.944 3.925 ‐0.045 ‐102.960 499.651 469.1586 1.016 1.785 ‐0.069 ‐163.918 766.031 663.2487 2.112 6.367 ‐0.006 199.964 77.651 85.8218 ‐0.013 ‐3.034 ‐0.045 ‐236.001 497.912 472.286
Hasil perhitungan external work dan komponennya pada kaki normal satu siklus
gerakan berjalan di atas dapat diringkas dalam tabel 4.12.
Tabel 4.12 Besarnya external work dan komponennya pada kaki normal satu siklus gerakan
phase T1 T2 T3 Fx Fy w
1 ‐0.936 ‐7.452 ‐0.074 ‐78.198 866.162 763.0072 ‐0.974 60.894 ‐0.057 ‐574.491 91.040 18.9453 0.430 ‐12.858 0.009 ‐81.258 ‐57.853 59.5534 0.730 0 ‐0.054 ‐5.064 588.149 521.2215 0 0 ‐0.052 18.406 530.000 476.8446 0 16.096 ‐0.052 0 167.978 150.2187 0 ‐5.639 ‐0.051 ‐131.066 397.136 351.7038 ‐0.936 ‐7.452 ‐0.074 ‐78.198 866.162 763.007
Dalam memudahkan pembacaan tabulasi external work dan komponennya
satu siklus gerakan di atas dapat digambarkan dalam grafik torsi di ankle pada
gambar 4.12.
Gambar 4.12 Grafik perbandingan T1 kaki prosthetic dan kaki normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 28
T1 merupakan besar torsi di ankle pada saat melakukan satu siklus gerakan
berjalan. Grafik T1 di atas, nilai negatif menunjukkan bahwa besar torsi
berlawanan arah dari arah torsi yang dimodelkan. Kaki prosthetic saat fase 1,2,6,7
dan 8 menghasilkan nilai torsi yang lebih besar dibanding kaki normal.
Gambar 4.13 Grafik perbandingan T2 kaki prosthetic dan kaki normal
T2 merupakan besar torsi di knee pada saat melakukan satu siklus gerakan
berjalan. Grafik T2 di atas, nilai negatif menunjukkan bahwa besar torsi
berlawanan arah dari arah torsi yang dimodelkan. Nilai torsi yang dihasilkan di
knee menunjukkan telah terjadi keseimbangan antara kaki prosthetic dan kaki
normal.
Gambar 4.14 Grafik perbandingan T3 kaki prosthetic dan kaki normal
T3 merupakan besar torsi di hip pada saat melakukan satu siklus gerakan
berjalan. Grafik T3 di atas, nilai negatif menunjukkan bahwa besar torsi
berlawanan arah dari arah torsi yang dimodelkan. Nilai torsi di hip di hampir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 29
semua fase pada 1 siklus berjalan kaki prosthetic lebih besar dibanding kaki
normal.
Gambar 4.15 Grafik perbandingan Fx kaki prosthetic dan kaki normal
Fx merupakan gaya terhadap sumbu x untuk menggerakkan badan ke depan
saat melakukan satu siklus gerakan berjalan. Grafik Fx di atas, nilai negatif
menunjukkan bahwa besar gaya berlawanan arah dari arah torsi yang dimodelkan.
Gerakan kaki normal mulai fase 3 menghasilkan nilai gaya terhadap sumbu x
lebih besar dibanding kaki prosthetic.
Gambar 4.16 Grafik perbandingan Fy kaki prosthetic dan kaki normal
Fy merupakan gaya terhadap sumbu y untuk menggerakkan badan ke depan
saat melakukan satu siklus gerakan berjalan. Grafik Fy di atas, nilai negatif
menunjukkan bahwa besar gaya berlawanan arah dari arah gaya yang dimodelkan.
Gaya terhadap sumbu y yang dihasilkan kaki prosthetic dan kaki normal memilki
pola yang sama. Itu artinya telah terjadi keseimbangan pola berjalan pada kaki
prosthetic dan kaki normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 30
Gambar 4.17 Grafik perbandingan w kaki prosthetic dan kaki normal
w merupakan external work yang terjadi saat melakukan satu siklus gerakan
berjalan. Nilai external work dipengaruhi oleh besar T1, T2, T3, Fx dan Fy. Grafik w
di atas menunjukan kesamaan pola antara kaki prosthetic dan kaki normal. Hal ini
artinya secara keseluruhan kaki prosthetic yang dirancang mampu mengimbangi
gerakan kaki normal saat amputee melakukan aktivitas berjalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV - 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 1
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Analisis dan interpretasi hasil penelitian bertujuan menjelaskan hasil dari
pengolahan data, sehingga hasil penelitian menjadi lebih jelas. Berdasarkan
komparasi nilai external work dan komponennya (torsi dan gaya) antara kaki
normal dengan kaki prosthetic amputee pengguna prosthetic endoskeletal sistem
energy storing mekanisme 2 bar saat berjalan pada bidang datar, kemampuan
prosthetic dapat dinilai dalam menunjang aktivitas berjalan amputee. Analisis
hasil kajian gait dynamic dalam menilai kemampuan prosthetic diuraikan pada
sub bab berikut ini.
5.1 ANALISIS KOMPARASI KAKI PROSTHETIC DAN KAKI NORMAL PADA GERAKAN BERJALAN AMPUTEE
Kajian gait dynamic digunakan untuk menganalisis external work dan
komponennya (torsi dan gaya) untuk gerakan yang sama di fase yang berbeda
pada kaki prosthetic dan kaki normal pengguna prosthetic kaki atas lutut
endoskletal sistem energy storing pada bidang datar. Gait cycle diambil pada
scene gerakan berjalan yang paling terlatih. Hal ini dilakukan karena amputee
dalam penelitian ini baru dalam masa latihan berjalan menggunakan prosthetic.
Analisis dilakukan pada gerakan berjalan untuk lebih mengetahui kontribusi
prosthetic endoskeletal sistem energy storing mekanisme 2 bar dalam menunjang
aktivitas berjalan pada bidang datar dengan membandingkan gerakan kaki antar
fase berbeda yang menunjukkan gerakan yang sama, sebagai berikut:
5.1.1 Komparasi Fase 1 Initial Contact dengan Fase 4 Terminal Stance
Fase initial contact merupakan fase pertama saat berjalan. Kedua kaki
menggerakkan tubuh ke depan. Fase berjalan diawali dengan mengayunkan kaki
prosthetic ke depan sehingga beban tubuh berpindah dari kaki normal ke kaki
prosthetic. Sebaliknya saat fase terminal stance tumit kaki prosthetic meninggi
(mulai meniggalkan landasan) dan dilanjutkan sampai dengan tumit kaki normal
mulai mengenai landasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 2
(a) (b)
Gambar 5.1 Gerakan kaki (a) fase initial contact (b) fase terminal stance
Pada gambar 5.1 terlihat gerakan kaki prosthetic saat melakukan fase 1
intial contact sama dengan gerakan kaki normal saat melakukan fase 4 terminal
stance. Berkebalikan dengan hal tersebut gerakan kaki prosthetic saat melakukan
fase 4 terminal stance sama dengan gerakan kaki normal saat melakukan fase 1
intial contact. Parameter fase 1 initial contact dan fase 4 terminal stance, terdapat
dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1
Parameter pengukuran gerakan kaki saat fase initial contact dan terminal stance
Parameter Fase 1 Fase 4
Satuan Kaki Prosthetic
Kaki normal
Kaki Prosthetic
Kaki normal
q 8 5 6 2 ⁰ q1x 0.056 0.018 0.081 0 m q1y 0.025 0.011 0.024 0 m q2 96 82 84 91 ⁰ q3 97 78 86 104 ⁰ q4 90 90 90 90 ⁰ q&& 1.193 2.312 2.061 -10.788 rad/s 1xq&& -0.071 0.234 -0.227 0 m/s 1yq&& -0.081 0.244 -0.227 0 m/s
2q&& 0.169 0.613 0.754 0.520 rad/s
3q&& 0.646 0.212 -0.212 -0.469 rad/s
4q&& 0.420 0.230 -0.213 0.271 rad/s q&& 3.549 31.702 23.716 30.166 rad/s2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 3
Lanjutan tabel 5.1 1xq&& -0.714 3.429 23.716 0 m/s2 1yq&& -0.714 3.429 -3.176 0 m/s2
2q&& 2.229 7.937 -3.176 7.392 rad/s2
3q&& 5.155 3.729 10.833 -6.225 rad/s2
4q&& 4.308 2.983 -2.327 0.398 rad/s2 T1 -0.013 -0.936 -1.759 0.730 Nm T2 -3.034 -7.452 -8.673 0 Nm T3 -0.045 -0.074 -0.036 -0.054 Nm Fx -236.001 -78.198 -372.750 -5.064 N Fy 497.912 866.162 398.611 588.149 N w 472.286 763.007 310.734 521.221 J
Untuk megetahui keseimbangan yang terjadi pada fase 1 intial contact dan
fase 4 terminal stance dengan memperhatikan hasil perhitungan external work dan
komponennya (gaya dan torsi). Analisis external work dan komponennya, yaitu:
1. Komponen external work (torsi dan gaya)
Berdasarkan input data pada tabel 5.1 diperoleh nilai torsi dan gaya pada
masing-masing gerakan berjalan. Grafik komparasi komponen external work
(torsi dan gaya) pada fase 1 intial contact dan fase 4 terminal stance, terdapat
dalam gambar 5.2 dan 5.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 4
Gambar 5.2 Komparasi nilai torsi fase initial contact dan terminal stance
Nilai torsi di ankle (T1), knee (T2), dan hip (T3) dipengaruhi oleh turunan
total energi terhadap kecepatan di foot ( q& ), shank ( 2q& ), thigh ( 3q& ),
upper body ( 4q& ) dan sudut yang terbentuk di foot (q), shank (q2), thigh (q3) dan
upper body (q4). Kecepatan dan sudut yang terbentuk berbanding terbalik
dengan torsi yang dihasilkan. Berdasarkan grafik pada gambar 5.2, torsi yang
dihasilkan di knee dan hip kaki prosthetic fase 1 intial contact dan kaki normal
fase 4 terminal stance menghasilkan nilai yang hampir sama, sehingga dapat
disimpulkan sudah terjadi keseimbangan antara kaki prosthetic dan kaki
normal saat tumit mulai mengenai landasan. Keseimbangan tersebut dapat
terjadi karena kaki prosthetic mampu menghasilkan pola gerakan kaki yang
serupa (gambar 5.1), kecepatan ( 2q& dan 3q& ) dan sudut (q2 dan q3) yang
besarnya hampir sama dengan kaki normal dan kaki prosthetic (tabel 5.1). Pada
gambar 5.1, ankle pada kaki prosthetic pada fase initial contact dalam keadaan
flexion begitu juga pada kaki normal fase terminal stance, tetapi sudut yang
tebentuk dalam gerakan ankle (q) kaki normal pada fase terminal stance lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 5
besar dari sudut knee (q3) kaki prosthetic pada initial contact. Hal ini
menyebabkan torsi yang dihasilkan di ankle kaki prosthetic lebih kecil
dibanding kaki normal. Kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy
storing mekanisme 2 bar dalam mengakomodasi gerakan pada ankle membuat
amputee melangkah dengan lebih mudah menyesuaikan dengan medan
berjalan.
Berdasarkan grafik pada gambar 5.2, torsi yang dihasilkan di ankle kaki
prosthetic fase 4 terminal stance lebih besar dibanding kaki normal fase 1
intial contact karena kecepatan di ankle ( q& ) pada kaki prosthetic lebih kecil
dibanding kaki normal. Torsi di knee kaki prosthetic fase 4 terminal stance dan
kaki normal fase 1 intial contact menghasilkan nilai yang hampir sama,
sehingga dapat disimpulkan sudah terjadi keseimbangan antara kaki prosthetic
dan kaki normal saat heel kaki meninggi. Keseimbangan tersebut dapat terjadi
karena kaki prosthetic mampu menghasilkan kecepatan ( 2q& dan 3q& ) dan sudut
(q2 dan q3) yang besarnya hampir sama dengan kaki normal, selain itu pola
gerakan yang terbentuk pun hampir sama dalam kedua fase (gambar 5.2). Akan
tetapi torsi yang dihasilkan di hip kaki prosthetic lebih besar dibanding kaki
normal disebabkan kecepatan ( 4q& ) pada kaki prosthetic lebih kecil dibanding
kaki normal. Hal ini dikarenakan amputee dalam memposisikan kaki saat
mengayun pada fase sebelumnya (fase mid stance) lebih membebankan pada
kaki normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 6
Gambar 5.3 Komparasi nilai gaya fase initial contact dan terminal stance
Gaya terhadap sumbu x (Fx) dan y (Fy) dipengaruhi oleh turunan total
energi terhadap kecepatan di ankle ( xq1& dan yq1& ), dan perpindahan linear posisi
ankle (q1x dan q1y). Kecepatan dan perpindahan linear posisi ankle berbanding
terbalik dengan gaya terhadap sumbu x dan y. Gaya terhadap sumbu x yang
dihasilkan kaki prosthetic fase 1 intial contact lebih besar dibanding kaki
normal fase 4 terminal stance walaupun kecepatan di ankle dan perpindahan
linear posisi ankle terhadap sumbu x (q1x) kaki prosthetic juga lebih besar
dibanding kaki normal. Hal ini disebabkan percepatan kaki prosthetic lebih
besar dibanding kaki normal sehingga total energi kaki prosthetic juga besar
dan gaya yang dihasilkan juga besar. Saat kaki melangkah kaki normal
cenderung mempunyai lebar langkah yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan kaki prosthetic (gambar 5.1). Akan tetapi hasil dari perhitungan
menunjukkan gaya terhadap sumbu y yang dihasilkan kaki prosthetic fase 1
intial contact hampir sama dengan kaki normal fase 4 terminal stance yang
artinya terjadi keseimbangan antara kaki prosthetic dan kaki normal.
Berdasarkan gambar 5.3, gaya terhadap sumbu x dan y yang dihasilkan
kaki prosthetic fase 4 terminal stance lebih besar dibanding kaki normal fase 1
intial contact. Hal ini disebabkan kecepatan di ankle dan perpindahan linear
posisi ankle (q1x dan q1y) kaki prosthetic lebih kecil dibanding kaki normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 7
2. External work.
Grafik external work pada fase 1 intial contact dan fase 4 terminal
stance.
Gambar 5.4 Komparasi nilai external work antara fase initial contact
dan terminal stance
Pada gerakan yang sama yang terjadi pada kaki prosthetic fase 1 intial
contact dengan kaki fase normal 4 terminal stance menghasilkan nilai external
work yang hampir sama di kaki prosthetic fase 1 intial contact dengan kaki
fase normal 4 terminal stance. Hal ini disebabkan nilai torsi yang dihasilkan di
ankle, knee, hip, serta gaya terhadap sumbu x dan y yang mempengaruhi nilai
external work juga memiliki nilai yang hampir sama. Dengan hasil yang
demikian dapat dikatakan bahwa saat berada dalam fase initial contact dan
terminal stance kaki prosthetic telah mampu menyesuaikan pola gerakan
dengan kaki normal.
Berdasarkan gambar 5.4, nilai external work pada kaki prosthetic fase 4
terminal stance lebih kecil dibanding kaki normal fase 1 intial contact dengan
selisih 452,273 J. Hal ini disebabkan nilai gaya terhadap sumbu y kaki normal
sangat besar bila dibandingkan dengan kaki prosthetic yang mempengaruhi
nilai external work. Ini artinya saat fase 1 intial swing, amputee lebih
menumpukan berat tubuhnya pada kaki normal.
5.1.2 Komparasi Fase 2 Loading Response dengan Fase 5 Pre-swing
Selama fase loading response, kaki melakukan kontak sepenuhnya
dengan landasan dan dalam keadaan rata (foot flat) dengan landasan, dan berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 8
badan secara penuh di pindahkan kepada kaki kanan sedangkan kaki lainnya
berada pada fase pre-swing. Komparasi nilai dilakukan pada kedua fase gerakan
berjalan ini karena kedua fase ini memiliki karakteristik gerakan yang sama hanya
berkebalikan antara kaki normal dengan kaki prosthetic.
(a) (b)
Gambar 5.5 Gerakan kaki (a) fase loading response (b) fase pre-swing
Pada gambar 5.5 terlihat gerakan kaki prosthetic saat melakukan fase 2
loading response sama dengan gerakan kaki normal saat melakukan fase 5 pre-
swing. Berkebalikan dengan hal tersebut gerakan kaki prosthetic saat melakukan
fase 5 pre-swing sama dengan gerakan kaki normal saat melakukan fase 2 loading
response. Parameter fase 2 loading response dan fase 5 pre-swing, terdapat dalam
tabel 5.2.
Tabel 5.2
Parameter pengukuran gerakan kaki saat fase loading responsedan pre-swing
Parameter Fase 2 loading response Fase 5 pre-swing
Satuan Kaki Prosthetic
Kaki normal
Kaki Prosthetic
Kaki normal
q 0 26 37 17 ⁰ q1x 0 0 0.027 0.177 m q1y 0 0.026 0.043 0.022 m q2 90 60 66 81 ⁰ q3 91 76 80 87 ⁰ q4 90 90 90 90 ⁰ q& -1.268 1.874 0.830 5.343 rad/s
1yq& 0 0 0.092 0.554 m/s
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 9
Lanjutan tabel 5.2 1xq& 0 0.207 0 0.554 m/s 2q& -0.104 0.498 0.128 2.011 rad/s 3q& 0.722 0.705 0.155 0.681 rad/s 4q& 0.172 0.242 0.066 -0.526 rad/s
q&& -7.668 -2.398 0.266 46.963 rad/s2 1xq&& 0 0 0.114 4.206 m/s2 1yq&& 0 0.143 0 4.206 m/s2
2q&& -4.210 4.283 3.779 12.490 rad/s2
3q&& 2.984 3.124 -0.403 4.096 rad/s2
4q&& 3.425 0.331 1.602 -2.217 rad/s2 T1 0 -0.974 -0.944 0 Nm T2 0 60.894 3.925 0 Nm T3 -0.051 -0.057 -0.045 -0.052 Nm Fx -98.187 -574.491 -102.960 18.406 N Fy 157.005 91.040 499.651 530.000 N w 143.237 18.945 469.158 476.844 J
Untuk megetahui keseimbangan yang terjadi pada fase 2 loading respnse
dan fase 5 pre-swing dengan memperhatikan hasil perhitungan external work dan
komponennya (gaya dan torsi). Analisis external work dan komponennya yaitu:
1. Komponen external work (torsi dan gaya)
Berdasarkan input data pada tabel 5.2 diperoleh nilai torsi dan gaya pada
masing-masing gerakan berjalan. Grafik komparasi komponen external work
(torsi dan gaya) pada fase 2 loading respnse dan fase 5 pre-swing, terdapat
dalam gambar 5.6 dan 5.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 10
Gambar 5.6 Komparasi nilai torsi fase loading response dan pre-swing
Pada gambar 5.5 kondisi ankle dalam fase loading response dan pre
swing cenderung sama dengan kondisi ankle pada fase sebelumnya yaitu pada
fase initial contact dan terminal stance. Begitu pula bagian knee pada kedua
kaki dalam kedua fase terlihat dalam posisi extension. Torsi yang dihasilkan di
ankle, knee dan hip kaki prosthetic fase 2 loading response dan kaki normal
fase 5 pre-swing menghasilkan nilai yang sama, sehingga disimpulkan sudah
terjadi keseimbangan antara kaki prosthetic dan kaki normal saat kaki
melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan dan dalam keadaan rata (foot
flat) dengan landasan. Keseimbangan tersebut dapat terjadi karena kaki
prosthetic mampu menghasilkan kecepatan dan sudut yang besarnya hampir
sama dengan kaki normal.
Torsi yang dihasilkan di ankle dan hip kaki prosthetic fase 5 pre swing
dan kaki normal fase 2 loading response hampir sama. Hal ini disebabkan
sudut (q) yang terbentuk pada kaki prosthetic hampir sama dengan kaki
normal. Torsi di knee kaki prosthetic fase 5 pre swing lebih kecil dibanding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 11
kaki normal fase 2 loading response karena sudut (q2 dan q3) yang terbentuk di
knee kaki prosthetic lebih besar dibanding kaki normal. Itu artinya pegas yang
terletak di knee prosthetic mulai bekerja sehingga saat fase swing energi yang
dikeluarkan amputee tidak terlalu besar.
Gambar 5.7 Komparasi nilai gaya fase loading response dan pre-swing
Gaya terhadap sumbu x yang dihasilkan kaki prosthetic fase 2 loading
response lebih besar dibanding kaki normal fase 5 pre-swing karena kecepatan
di ankle ( xq1& ) dan perpindahan linear posisi ankle (q1x) kaki prosthetic lebih
kecil dibanding kaki normal (tabel 5.2). Akan tetapi gaya terhadap sumbu y
yang dihasilkan kaki prosthetic fase 2 loading response lebih kecil dibanding
kaki normal fase 5 pre-swing karena berat badan menumpu pada kaki normal
saat melakukan fase pre-swing (gambar 5.5).
Gaya terhadap sumbu x yang dihasilkan kaki prosthetic fase 5 pre-swing
lebih kecil dibanding kaki normal fase 2 loading response. Hal ini disebabkan
perpindahan linear posisi ankle (q1x) kaki prosthetic lebih besar dibanding kaki
normal. Akan tetapi gaya terhadap sumbu y yang dihasilkan kaki prosthetic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 12
fase 5 pre-swing lebih besar dibanding kaki normal fase 2 loading response.
Hal ini disebabkan massa kaki prosthetic lebih ringan yang menyebabkan nilai
total energi lebih kecil dan gaya juga lebih kecil.
2. External work.
Grafik external work pada fase 2 loading response dan fase 5 pre swing.
Gambar 5.8 Komparasi nilai external work fase loading response dan
pre-swing
Nilai external work berasal dari komponen gaya dan torsi yang berlaku
pada bagian segmen tubuh amputee. Nilai external work pada kaki prosthetic
fase 2 loading response lebih kecil dibanding kaki normal fase 5 pre swing
dengan selisih 333,607 J (gambar 5.8). Hal ini disebabkan nilai gaya terhadap
sumbu y yang mempengaruhi nilai external work juga lebih kecil dibanding
kaki normal. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kerja yang dilakukan pada
kaki normal pada gerakan yang sama masih lebih tinggi daripada yang
dilakukan kaki prosthetic. Pada gerakan yang sama nilai external work pada
kaki prosthetic fase 5 pre swing lebih besar dibanding kaki normal fase 2
loading response dengan selisih 450,213 J. Hal ini disebabkan nilai gaya
terhadap sumbu y kaki prosthetic lebih besar bila dibandingkan dengan kaki
normal yang mempengaruhi nilai external work (table 5.2). Amputee yang
belum berani membebankan tubuhnya pada kaki prosthetic saat fase 5 pre-
swing tampak dalam gambar 5.5, menyebabkan nilai external work kaki normal
lebih tinggi dari kaki prosthetic dalam gerakan dengan karakteristik yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 13
5.1.3 Komparasi Fase 3 Midstance dengan Fase 7 Mid swing
Fase midstance dimulai pada saat heel sesaat sebelum meninggalkan
landasan sehingga kaki berada sejajar dengan kaki bawah bagian depan.
Bersamaan pada fase ini, terjadi perpindahan berat oleh kaki pada periode stance
kaki kanan, sedangkan kaki kiri berada fase mid-swing. Komparasi nilai dilakukan
pada kedua fase gerakan berjalan ini karena kedua fase ini memiliki karakteristik
gerakan yang sama hanya berkebalikan antara kaki normal dengan kaki prosthetic.
(a) (b)
Gambar 5.9 Gerakan kaki (a) fase midstance (b) fase mid swing
Pada gambar 5.9 terlihat gerakan kaki prosthetic saat melakukan fase 3
midstance sama dengan gerakan kaki normal saat melakukan fase 7 mid swing.
Berkebalikan dengan hal tersebut gerakan kaki prosthetic saat melakukan fase 7
mid swing sama dengan gerakan kaki normal saat melakukan fase 3 midstance.
Parameter fase 3 midstance dan fase 7 mid swing, terdapat dalam tabel 5.3.
Tabel 5.3
Parameter pengukuran gerakan kaki saat fase midstance dan mid swing
Parameter Fase 3 midstance Fase 7 mid swing
Satuan Kaki Prosthetic
Kaki normal
Kaki Prosthetic
Kaki normal
q 0 0 14 0 ⁰ q1x 0 0.081 0.157 0 m q1y 0 0.024 0.020 0 m q2 87 90 88 89 ⁰
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 14
Lanjutan tabel 5.3q3 89 91 102 86 ⁰ q4 90 90 90 90 ⁰ q& 1.697 3.776 -17.716 2.191 rad/s
1yq& 0 0.512 1.811 0.000 m/s
1xq& 0 0.512 1.811 0.000 m/s 2q& -0.507 3.250 -4.814 0.785 rad/s 3q& 0.123 -2.596 -1.380 0.328 rad/s 4q& 0.095 0.033 -0.717 0.305 rad/s
q&& 11.183 52.379 -76.796 5.485 rad/s2 1xq&& 0 -4.059 1.829 0 m/s2 1yq&& 0 -4.059 1.829 0 m/s2
2q&& -2.167 13.228 -2.600 2.075 rad/s2
3q&& 2.886 -6.225 -1.447 2.801 rad/s2
4q&& 0.398 2.900 -0.331 -1.308 rad/s2 T1 0 0.430 2.112 0 Nm T2 32.806 -12.858 6.367 -5.639 Nm T3 -0.052 0.009 -0.006 -0.051 Nm Fx -38.037 -81.258 199.964 -131.066 N Fy 45.705 -57.853 77.651 397.136 N w 41.414 59.553 85.821 351.703 J
Untuk megetahui keseimbangan yang terjadi pada fase 3 midstance dan
kaki normal fase 7 mid swing dengan memperhatikan hasil perhitungan external
work dan komponennya (gaya dan torsi). Analisis external work dan
komponennya yaitu:
1. Komponen external work (torsi dan gaya)
Berdasarkan input data pada tabel 5.3 diperoleh nilai torsi dan gaya pada
masing-masing gerakan berjalan. Grafik komparasi komponen external work
(torsi dan gaya) pada fase 3 midstance dan kaki normal fase 7 mid swing,
terdapat dalam gambar 5.10 dan 5.11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 15
Gambar 5.10 Komparasi nilai torsi fase midstance dan mid swing
Pada fase mid stance bagian ankle kaki prosthetic dalam posisi menahan
berat tubuh saat kaki normal dalam keadaan mengayun. Kondisi yang sama
dilakukan oleh kaki normal dalam fase mid swing yang menjadi tumpuan berat
tubuh (gambar 5.9). Torsi yang dihasilkan di ankle dan hip kaki prosthetic fase
3 mid stance dan fase 7 mid swing hampir sama. Hal ini terjadi karena posisi
hip dalam kedua gerakan ini hampir sama yang dapat dilihat dari variabel
kecepatan ( 4q& ) dan percepatan ( 4q&& ) pada hip joint dalam tabel 5.3 pada kedua
fase. Kondisi ini menunjukkan kemampuan ankle prosthetic telah cukup baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 16
mengakomodasi gerakan berjalan amputee terutama ketika dalam kondisi salah
satu kaki yang bersentuhan dengan media berjalan. Pada gambar 5.9, bagian
knee kaki prosthetic bergerak extension untuk menahan tubuh amputee yang
tertumpu pada kaki prosthetic. Begitu pula pada kaki normal fase mid swing
yang berada dalam kondisi yang sama dengan kaki prosthetic dalam fase mid
stance. Torsi yang dihasilkan di knee kaki prosthetic fase 3 mid stance lebih
besar dibanding fase 7 mid swing. Hal ini terjadi karena kaki prosthetic
memposiskan kaki dengan lebih cepat dari pada kaki normal. Terlihat dalam
tabel 5.3 nilai sudut (q2) dan kecepatan ( 2q& ) pada knee yang lebih kecil pada
kaki prosthetic.
Pada gambar 5.9 ketidakstabilan muncul ketika kaki prosthetic dalam
fase mid swing dikomparasikan dengan kaki normal dalam fase midstance,
dimana keduanya berada dalam kondisi mengayun. Kaki prosthetic dalam fase
mid swing yang terdorong ke depan oleh tekanan shank berada dalam keadaan
netral sedangkan ayunan pada kaki normal dalam fase mid stance membuat
ankle bersiap untuk memposisikan pada media berjalan (gambar 5.9). Torsi
yang dihasilkan di ankle kaki prosthetic fase 7 mid swing lebih besar dibanding
kaki normal fase 3 mid stance. Berdasarkan gambar 5.9 nampak kedua kaki
yang mengayun mempunyai pola gerakan yang berbeda. Kaki normal
mengayunkan kaki sehingga knee terlihat menekuk. Sedangkan kaki prosthetic
mengayun dengan mendorong kaki ke depan. Gerakan extension yang cepat
dari kaki prosthetic akibat adanya mekanisme penyimpanan energi,
menyebabkan torsi antara kaki normal dengan kaki prosthetic berbeda jauh. Itu
artinya pegas yang terletak di knee prosthetic belum bekerja dengan optimal
sehingga saat fase swing energi yang dikeluarkan amputee masih besar. Akan
tetapi torsi di knee dan hip kaki prosthetic fase 7 mid swing lebih kecil
dibanding kaki normal fase 3 mid stance karena kecepatan di hip ( 4q& ) kaki
prosthetic lebih besar dibanding kaki normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 17
Gambar 5.11 Komparasi nilai gaya fase midstance dan mid swing
Gaya terhadap sumbu x dan y yang dihasilkan kaki prosthetic fase 3
midstance lebih kecil dibanding kaki normal fase 7 mid swing walaupun
kecepatan di ankle dan jarak yang terjadi antara ankle fase sebelumnya dengan
ankle pada fase yang terjadi saat ini terhadap sumbu x kaki prosthetic sama
dengan kaki normal. Hal ini disebabkan torsi yang terjadi di hip kaki prosthetic
lebih besar sehingga gaya yang dihasilkan kecil. Nilai gaya pada fase gerakan
ini cukup tinggi karena posisi kaki yang menahan berat tubuh amputee saat
kaki normal dalam keadaan mengayun. Kesetaraan nilai ini dilihat dari variabel
perpindahan linear dalam kedua fase yang hampir sama, serta pada nilai
kecepatan dan percepatan yang muncul pada ankle.
Namun berbeda dengan nilai komparasi kedua, saat kaki mengayun. Kaki
prosthetic melakukan ayunan dengan posisi tubuh yang tampak miring
(gambar 5.9) sehingga tumpuan beban sepenuhnya berada pada bagian kiri dari
tubuh, atau pada kaki normal. Gaya terhadap sumbu x dan y yang dihasilkan
kaki prosthetic fase 7 mid swing lebih besar dibanding kaki normal fase 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 18
midstance. Hal ini disebabkan kecepatan di ankle dan jarak yang terjadi antara
ankle fase sebelumnya dengan ankle pada fase yang terjadi saat ini terhadap
sumbu x dan y kaki prosthetic lebih kecil dibanding kaki normal.
2. External work.
Grafik external work pada fase 3 midstance dan fase 7 mid swing yaitu:
Gambar 5.11 Komparasi nilai external work fase midstance dan mid swing
Nilai external work pada kaki prosthetic fase 3 midstance lebih kecil
dibanding kaki normal fase 7 mid swing dengan selisih 310,289 J. Hal ini
disebabkan nilai gaya terhadap sumbu y yang mempengaruhi nilai external
work juga lebih kecil dibanding kaki normal. Dari kedua nilai tersebut terlihat
bahwa kaki prosthetic melakukan usaha yang lebih kecil dibanding dengan
kaki normal saat posisi kaki menahan beban dari tubuh amputee atau dalam
kondisi single support. Komponen eksternal work dari kedua komparasi ini
menunjukkan nilai yang lebih kecil juga pada kaki prosthetic, sehingga secara
keseluruhan menghasilkan nilai eksternal work yang nilainya lebih kecil dalam
kedua gerakan dengan karakteristik yang sama ini.
Pada gerakan yang sama nilai external work pada kaki prosthetic fase 7
mid swing dan kaki normal fase 3 midstance hampir sama. Hal ini disebabkan
nilai torsi di ankle, knee, hip dan gaya terhadap sumbu x dan y yang
mempengaruhi nilai external work antara kaki prosthetic dan kaki normal
saling menyeimbangkan. Pada komparasi gerakan ini menunjukkan range
perbedaan yang cukup jauh antara kaki normal dengan kaki prosthetic. Nilai
external work dalam perbandingan gerakan tersebut menunjukkan hasil bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 19
pada kaki normal nilai external work lebih tinggi daripada kaki prosthetic. Hal
ini terlihat dari keempat komponen external work yaitu torsi pada ankle, torsi
pada knee, torsi pada hip dan nilai gaya saat berjalan yang menunjukkan nilai
komponen yang lebih besar pada kaki prosthetic. Perbedaan cukup besar
terlihat dari nilai torsi di ankle dan gaya yang dibutuhkan kaki untuk
mengayunkan kaki normal. Pada kaki prosthetic untuk mengayunkan kaki
dibantu dengan mekanisme penyimpanan energi pada kaki prosthetic sehingga
dalam mengayun tidak dibutuhkan gaya yang besar. Dengan hasil yang
demikian dapat dikatakan bahwa saat berada dalam kondisi mengayun kaki
prosthetic belum mampu menyesuaikan pola gerakan dengan kaki normal. Hal
ini ini mungkin terjadi karena belum sempurnanya mekanisme penyimpanan
energi pada kaki prosthetic sbehingga terjadi extension yang cukup cepat saat
tubuh memberi tekanan pada bagian shank kaki prosthetic.
5.2 INTERPRETASI HASIL
Dari analisis komparasi gerakan yang sama pada fase gerakan berjalan,
sudah terdapat banyak keseimbangan antara kaki prosthetic dengan kaki normal
terutama pada fase stance (berdiri). Hal ini terlihat pada besarnya external work
dan komponennya (torsi dan gaya) yang hampir sama pada gerakan yang sama di
fase yang berbeda pada satu siklus berjalan.
Torsi di ankle kaki prosthetic menghasilkan nilai torsi yang hampir sama
dibanding kaki normal. Hal ini dapat terlihat pada komparasi kaki prosthetic dan
kaki normal fase 2 dan 5 serta fase 3 dan 7. Akan tetapi pada fase stance (berdiri)
yaitu fase 3 dan 4 pada kaki normal memiliki nilai torsi yang lebih besar
dibanding kaki prosthetic. Hal ini disebabkan saat fase stance (berdiri), pegas
yang terdapat pada prosthetic atas lutut endoskeletal dengan sistem energy storing
menyimpan energi untuk membantu gerakan kaki prosthetic saat melakukan fase
swing, sehingga beban yang terjadi pada kaki prosthetic lebih besar dibanding
kaki normal. Akan tetapi pada fase swing yaitu fase 5 dan 7, torsi yang dihasilkan
di ankle menunjukkan hasil yang hampir seimbang. Itu artinya pegas pada
prosthetic atas lutut endoskeletal dengan sistem energy storing telah melepaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 20
energi yang disimpan pada saat fase stance untuk membantu amputee dalam
melakukan gerakan fase swing sehingga tidak harus mengeluarkan energi yang
besar.
Torsi di knee, hampir di semua fase kaki prosthetic menghasilkan nilai torsi
yang lebih kecil dibanding kaki normal. Hal ini menunjukkan bahwa pegas yang
terdapat pada prosthetic atas lutut endoskeletal dengan sistem energy storing telah
bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya. Apalagi pegas tersebut diletakkan
pada knee joint yang sangat membantu amputee dalam melakukan aktivitas
berjalan. Pada saat fase stance (berdiri) pegas menyimpan energi dan saat fase
swing melepaskan energi yang disimpan. Namun pada fase 7 mid swing
mekanisme pegas untuk melepaskan energi belum bekerja maksimal dan
kecepatan saat fase mengayun kaki prosthetic lebih kecil dibanding kaki normal
sehingga nilai torsi yang dihasilkan di knee kaki prosthetic masih lebih besar
dibanding kaki normal. Hal ini disebabkan respon pegas pada prosthetic atas lutut
endoskeletal sistem energy storing dengan mekanisme 2 bar terlalu cepat,
sehingga energi yang tersimpan pada pegas telah habis digunakan pada fase
mengayun pre-swing dan initial swing. Pada fase mid swing, pegas sudah tidak
menyimpan energi yang dapat membantu amputee mengayunkan kakinya,
sehingga kaki prosthetic harus mengeluarkan energi yang besar saat melakukan
fase mid swing dibanding dengan kaki normal saat melakukan gerakan yang sama.
Torsi di hip, hampir semua fase kaki prosthetic menghasilkan nilai torsi
yang lebih kecil dibanding kaki normal. Hal ini menunjukkan bahwa beban tubuh
bagian atas (upper body) amputee seimbang ditumpukan pada kedua kaki. Dengan
massa prosthetic yang tiga kali lebih ringan yaitu 4,014 kg dibandingkan dengan
massa kaki normal yaitu 11,68 kg, kaki prosthetic cukup mampu menahan berat
tubuh amputee.
Gaya terhadap sumbu x dan y, hampir di semua fase kaki prosthetic
menghasilkan nilai yang lebih kecil dibanding kaki normal. Hal ini dipengaruhi
oleh perpindahan linear yang dilakukan kaki normal lebih kecil dibanding kaki
prosthetic. Akan tetapi kecepatan kaki prosthetic juga lebih kecil dibanding kaki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V - 21
normal sehingga gaya yang dilakukan untuk mendorong tubuh amputee ke depan
lebih kecil dibanding gaya yang dilakukan kaki normal.
Hasil perhitungan akhir dari semua gaya dan torsi yang dilakukan saat
melakukan aktivitas berjalan adalah external work. Hampir di semua fase kaki
prosthetic menghasilkan nilai external work yang lebih kecil dibanding kaki
normal. Hal ini artinya prosthetic atas lutut endoskeletal dengan sistem energy
storing dapat membantu mengurangi usaha yang dikeluarkan saat amputee
melakukan aktivitas berjalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI - 1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian
mengenai kajian dynamic gait pada pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal
sistem energy storing.
6.1 KESIMPULAN
Hasil penelitian mengenai kajian dynamic gait pada pengguna prosthetic
atas lutut endoskeletal sistem energy storing dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing untuk gerakan berjalan
amputee pada bidang datar mampu mendekati pola berjalan kaki normal
dengan rata-rata perbedaan external work 270,264 J dengan kondisi amputee
yang masih menggunakan alat bantu parallel bar saat berjalan.
2. Pada saat fase 7 mid swing, torsi yang dihasilkan di knee belum mampu
menyeimbangkan dengan kaki normal saat melakukan gerakan yang sama.
Hal ini disebabkan respon pegas pada prosthetic atas lutut endoskeletal sistem
energy storing terlalu cepat.
6.2 SARAN
Saran pada penelitian mengenai kajian gait dynamic pada pengguna
prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing, sebagai berikut:
1. Amputee pengguna prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing
diharapkan telah terlatih dan tidak menggunakan alat bantu parallel bar saat
berjalan untuk mendapatkan hasil keseimbangan external work dan
komponennya (torsi dan gaya) pada pengguna prosthetic kaki atas lutut
endoskeletal sistem energy storing, sehingga tujuan penggunaan prosthetic
atas lutut endoskeletal sistem energy storing untuk menyimpan energi saat
fase mengayun dapat dimaksimalkan.
2. Desain prosthetic atas lutut endoskeletal sistem energy storing perlu
mempertimbangkan respon pegas dengan penambahan shock adsorber sesuai
dengan kecepatan berjalan amputee untuk meningkatkan kestabilan saat
aktivitas berjalan.