Post on 22-Jul-2016
description
Sharia Law Institute adalah lembaga riset,m
pengkajian dan pendidikan yang berfokus pada
hukum syariah, baik perkara Hukum Tata
Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata dll.
Setiap kajian yang dilakukan selalu berupaya
untuk hati-hati berdasarkan al-Qur‟an, as-
Sunah, Ijma Sahabat, Itjihad Imam Mahzab dan
Ulama hanif, serta qiyas.
Semua itu dilakukan dalam rangka
mempersiapkan dan memahamkan masyarakat
akan bagaimana mekanisme hukum syariah saat
diterapkan di Negara Khilafah.
Dan yang lebih penting adalah menopang
Negara Khilafah, agar Khalifah semakin mudah
dalam menerapkan hukum-hukum syariah.
Alhamdulillah, saat ini karya yang telah kami
luncurkan diantaranya;
1. Hukum Tata Negara Khilafah
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Negara Khilafah
3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Negara Khilafah
4. The Constitutional of the Islamic
Khilafah
Selamat membaca.
Daftar Isi ;
Tinjauan Kritis “Negara ISIS”
Perspektif Hukum Tata Negara
Khilafah (Islam)
Penulis, Chandra Purna Irawan
Thalabun Nushrah dalam tinjauan
Hukum Tata Negara
Penulis, Chandra Purna Irawan
Metode Menegakkan Kembali
Khilafah
ISIS, Mengaburkan Keagungan
Khilafah
Tinjauan Kritis “Negara ISIS”
Perspektif Hukum Tata
Negara Khilafah (Islam)
Penulis, Chandra Purna Irawan
A. Latar Belakang
Banyak diantara kaum muslimin bertanya bagaimana cara mensikapi “deklarasi negara
Islam” oleh ISIS (the Islamic State of Iraq and Syria).
Dalam mensikapi ISIS ada baiknya kita mengikuti sikap seperti para „ulama, yakni
menolak kekerasan yang dilakukan oleh ISIS namun tidak menolak terkait ide yang di bawa
yakni syariah Islam dan Khilafah. Namun bukan berarti juga diartikan mendukung
“Khilafah” yang dideklarasikan, ISIS karena untuk mendukung atau tidak, bergantung syar‟i
atau tidaknya Khilafah tersebut.
Artinya, jangan sampai sikap kita menolak apa yang dilakukan oleh ISIS juga membuat
kita menolak konsep Khilafah sebagai sebuah ajaran Islam. Karena Khilafah merupakan
Jurnal Sharia Law Halaman | 01
ajaran Islam. Dimana ada banyak hadist yang menjelaskan kabar gembira (bisyarah) akan
datangnya Khilafah.
Bagaimana status „Negara Islam‟ yang diproklamirkan di Irak dan Syam? Apakah layak
disebut Khilafah? Jika tidak layak, apa alasannya? Jika layak, mengapa kita tidak ikut
membaiat amirnya?
Oleh karenanya penulis mencoba berkontribusi memberikan tinjauan kritis dengan sudut
pandang Hukum Tata Negara.
B. Pengertian Negara
Para ahli tata negara dan hukum internasional telah merumuskan definisi tentang negara,
antara lain:
1. Menurut Dr. Bonar, negara adalah suatu kesatuan hukum yang bersifat langgeng yang di
dalamnya mencakup hak institusi sosial yang melaksanakan kekuasaan hukum secara
khusus dalam menangani masyarakat yang tinggal di wilayah tertentu, dan negara
memiliki hak kedaulatan, baik dengan kehendaknya sendiri maupun dengan jalan
penggunaan kekuatan fisik yang dimilikinya.
2. Wahid Ra‟fat, ahli hukum tata negara Mesir, menyebutkan bahwa negara adalah
sekumpulan besar masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah tertentu yang tunduk
kepada suatu pemerintahan yang teratur yang bertanggungjawab memelihara eksistensi
masyarakatnya, mengurus kepentingan dan kemaslahatan umum.
3. Holanda, doktor berkebangsaan Inggris, merumuskan negara sebagai kumpulan dari para
individu yang tinggal di suatu wilayah tertentu yang bersedia tunduk pada kekuasaan
mayoritas atau kekuasaan golongan dalam masyarakat.
Secara lebih spesifik, Mac Iver merumuskan bahwa suatu negara harus memenuhi tiga
unsur pokok, yaitu pemerintahan, komunitas atau rakyat dan wilayah tertentu. Ketiga unsur
itu perlu ditunjang dengan unsur-unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan
dunia internasional.
C. Perspektif Hukum Tata Negara (Umum)
Berdasarkan pengertian negara diatas, maka sudah barang tentu perlu adanya beberapa
hal yang dapat dimunculkan sebagai indikator atas kesiapan pendirian negara. Indikator yang
akan penulis tampilkan sebagaimana dikatakan oleh Victor Situmorang, “Intisari Ilmu
Negara” 1987, tentang berdirinya sebuah negara ditandai dengan terpenuhinya syarat-syarat
sebagai negara. Sebuah negara dikatakan eksis apabila memenuhi syarat-syarat antara lain :
1. Mempunyai wilayah/ daerah tertentu (unsur konstitutif). Untuk mendirikan suatu
negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan
udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan
wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai
warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya. Dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu darat, laut dan udara. Darat memiliki garis batas/perbatasan dengan wilayah negara
lain yang dijaga dengan ketat Laut termasuk danau, sungai, selat dan teluk juga memiliki
teritorial dan di luar itu disebut laut bebas.Udara berada di atas laut dan darat dan
perbatasan udara juga memilii daerah teritorial yang diawasi dengan ketat.
2. Adanya Rakyat, bahwa di dalam daerah/ wilayah tersebut terdapat masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu. (unsur konstitutif). Diperlukan adanya kumpulan
orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa
adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan.
Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Rakyatlah yang memiliki kepentingan mewujudkan cita-cita dan
Jurnal Sharia Law Halaman | 02
harapan negara. Tidak mungkin negara tanpa rakyat, yang dimaksud adalah sekumpulan
manusia yang disatukan oleh suatu wilayah tertentu serta tunduk pada kekuasaan negara.
Rakyat dibedakan menjadi 2, penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah
sekumpulan orang yang telah memenuhi syarat administratif dari peraturan negara. Bukan
penduduk adalah orang yang tidak memenuhi syarat tersebut. Penduduk juga dibedakan
menjadi 2, warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah orang yang
memenuhi syarat negara, sementara bukan warga negara adalah orang yang tidak
memenuhi syarat tersebut seperti turis dan lain2
3. Adanya pemerintahan, yaitu pemerintah yang berdaulat atas daerah dan rakyatnya
(unsur konstitutif). Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara
seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya
untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Adanya Pengakuan negara dari negara-negara lain (unsur deklaratif). Untuk dapat
disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de
facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu
wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan
disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.
5. Adanya Tujuan negara. Tujuan bersama dalam suatu negara menentukan setiap gerak
dan tingkah laku, seperti lazimnya sebuah organisasi yang mempunyai tujuan tertentu.
Sebagai suatu organisasi kekuasaan, ketentuan mengenai tujuan negara menjadi penting
karena pada hakekatnya tujuan negara menentukan bagaimana cara mengatur dan
menyusun negara yang bersangkutan.
Memperhatikan unsur-unsur tersebut di atas, maka negara dapat dikategorikan sebagai
sebuah organisasi atau persekutuan bangsa/kekuasaan atau rakyat/hukum yang mempunyai
tiga paham yaitu :
1. Cita-cita untuk bersatu yang hidup (ada atau menetap) dalam suatu daerah/ wilayah
tertentu untuk waktu yang tidak terbatas;
2. Dipimpin oleh (tunduk pada) suatu pemerintah (kekuasaan) yang sama dan yang
berdaulat/tertinggi yang dapat mengatur hidup bersama serta ;
3. Demi melaksanakan kebahagiaan umum agar dapat mencapai tujuan bersama
Jika mengacu pada berbagai ketentuan di atas, ada dua kemungkinan yang dapat
diperkirakan.
Pertama, ISIS tidak mempunyai wilayah/ daerah tertentu secara defenitif (unsur
konstitutif) Negara harus terlebih dahulu menguasai satu wilayah otonom, dan bukan berada
di bawah sebuah negara. Dan kini ISIS, sebagian ada di Irak dan sebagian ada di Suriah.
Kedua, ISIS tidak memiliki pemerintah yang berdaulat atas daerah dan rakyatnya
(unsur konstitutif). keamanan ISIS tidak sepenuhnya berada di tangannya. Keamanan ISIS,
sebagian berada di pemerintahan Irak dan sebagaian ada di Suriah. Serta ISIS terlihat tidak
memiliki kemampuan untuk menerapkan syariat Islam secara sempurna atau kaffah.
D. Perspektif Hukum Tata Negara Khilafah (Islam)
Penegakkan institusi imamah atau khilafah, menurut para fuqaha, mempunyai dua fungsi,
yaitu menegakkan agama Islam dan melaksanakan hukum-hukumnya, serta menjalankan
politik kenegaraan dalam batas-batas yang digariskan Islam. Agar kepemimpinan Islam
(imamah atau khilafah) dapat berlaku secara efektif dalam dunia Islam, maka umat Islam
membutuhkan pendirian negara untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam.
Menurut al-Mawardi, hukum mendirikan negara berdasarkan pada ijma‟ ulama,
adalah fardhu kifayah. Pandangannya didasarkan pada kenyataan sejarah al-Khulafa‟ al-
Jurnal Sharia Law Halaman | 03
Rasyidun dan khalifah-khalifah setelah mereka. Pandangan ini sejalan dengan kaidah yang
menyatakan ma la yatimmu al-wajib illa bihi, fahuwa wajib (suatu kewajiban tidak sempurna
kecuali melalui alat atau sarana, maka alat atau sarana itu juga hukumnya wajib). Artinya
menciptakan dan memelihara kemaslahatan adalah wajib, sedangkan alat untuk terciptanya
kemaslahatan tersebut adalah negara. Maka hukum mendirikan negara juga wajib (fardhu
kifayah).
Untuk membahas lebih dalam mengenai syarat-syarat sah berdirinya negara Islam atau
Khilafah Islam perlu memahami defenisi negara Islam terlebih dahulu.
Negara Islam adalah negara yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam dan
keamanan negara tersebut berada di bawah keamanan Islam. Negara kafir adalah negara
yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur dan keamanan negara tersebut berada di
bawah keamanan bukan Islam.
Defenisi di atas menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa sebuah negara barulah absah
disebut Negara Islam (Darul Islam) ketika telah memenuhi dua syarat: (1) hukum yang
diterapkan di negara tersebut adalah hukum Islam; (2) kekuasaan (pemerintahan) di negara
tersebut dikendalikan dan dipimpin sepenuhnya oleh kaum Muslim. Dengan demikian,
pengkategorian Negara Islam atau negara kafir tidak didasarkan pada seberapa banyak
jumlah penduduk Muslim atau kafir yang ada di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh
hukum yang diterapkan dan kekuasaan yang mengendalikan negara tersebut.
Kategorisasi inilah yang dipilih dan dianggap paling râjih (kuat) oleh Sharia Law
Institute, setelah sebelumnya dilakukan pengkajian yang jernih dan mendalam terhadap
realitas Negara Islam dan negara kafir pada masa Nabi saw. dan Khulafaur Rasyidin, juga
setelah dilakukan penelitian dan tarjîh terhadap pendapat para ulama.
Dasar Argumentasi , Pertama: realitas negeri Makkah dan Madinah pasca hijrah.
Sebelum hijrah ke Madinah, Makkah dan seluruh dunia adalah darul kufur. Setelah Nabi
Muhammad saw. dan para Sahabatnya hijrah ke Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyah
di sana, maka terwujudlah Darul Islam pertama kali dalam sejarah kaum Muslim. Adapun
Makkah dan negeri-negeri di sekitarnya tetap berstatus darul kufur.
Berdasarkan kedua realitas yang bertentangan inilah kita bisa memahami syarat dan sifat
Darul Islam dan darul kufur. Di Makkah saat itu, hukum-hukum Islam tidak diterapkan dalam
konteks negara dan masyarakat, meskipun di sana telah tampak sebagian syiar agama Islam,
yakni shalat yang dikerjakan oleh kaum Muslim yang masih tinggal di Malkah; itu pun harus
seijin orang-orang kafir sebagai penguasa Makkah. Di sisi lain, kaum Muslim yang ada di
Makkah tidak mampu menjamin keamanannya secara mandiri; mereka hidup di bawah
jaminan keamanan kaum kafir. Realitas ini menunjukkan kepada kita, bahwa di Makkah tidak
ditampakkan hukum-hukum Islam dan jaminan keamanan atas penduduknya berada di tangan
orang kafir. Karena itulah, Makkah disebut dengan darul kufur. Ini berbeda dengan Madinah.
Di Madinah, hukum-hukum Islam diterapkan dan ditampakkan secara jelas, dan jaminan
keamanan dalam dan luar negeri berada di bawah tangan kaum Muslim.
Kedua: bukti lain yang mendukung adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sulaiman
Ibnu Buraidah, yang di dalamnya dituturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
هن فأقبل أجابىك فإى اإلسالم إلى أدعهن هن مف و ه إى أخبرهوأ هن و دارالوهاجريي الى دارهن هي الت حىل إلى أدعهن ثن ع
الوهاجريي على ها عليهن و للوهاجريي ها فلهن ذلل فعلىا
Serulah mereka pada Islam. Jika mereka menyambutnya, terimalah mereka, dan hentikanlah
peperangan atas mereka, kemudian ajaklah mereka berpindah dari negerinya (darul kufur)
ke Darul Muhajirin (DarulIslam, yang berpusat di Madinah), dan beritahukanlah kepada
mereka bahwa jika mereka telah melakukan semua itu maka mereka akan mendapatkan hak
Jurnal Sharia Law Halaman | 04
yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum muhajirin, dan juga kewajiban yang sama
seperti halnya kewajiban kaum Muhajirin (HR Muslim).
Darul Muhajirin pada riwayat di atas adalah sebutan untuk Darul Islam pada masa
Rasulullah saw. Manthûq hadis di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah saw.
memerintahkan para Sahabat untuk memerangi negeri-negeri yang tidak berada dalam
kekuasaan kaum Muslim meskipun di negeri tersebut telah tampak sebagian syiar
Islam. Adanya azan di wilayah tersebut menunjukkan dengan jelas adanya syiar agama
Islam. Hanya saja, Nabi saw. dan para Sahabat tetap memerangi wilayah tersebut karena
kekuasaan negeri tersebut tidak berada di bawah kendali penguasa Islam.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Darul Islam adalah negara yang di
dalamnya diterapkan hukum Islam, sementara jaminan keamanannya ditanggung dan
dikendalikan sepenuhnya oleh kaum Muslim; tanpa memperhatikan lagi komposisi penduduk
Muslim dan kafirnya.
1. Syarat Negara Khilafah (Islam)
Untuk menentukan syar‟i atau tidaknya Khilafah yang dideklarasikan ISIS, maka kita bisa
merujuk kepada empat syarat untuk berdirinya Khilafah sebagaimana semisal penjelasan dari
al-‟Allamah Syaikh „Abd al-Qadim Zallum dalam kitab Nidzam al-Hukmi fi al-Islam
halaman 59-60. Dijelaskan bahwa empat syarat berdirinya sebuah Negara disebut Daulah
Islam dengan sistem Khilafah adalah sebagai berikut,
Pertama, kekuasaan wilayah tersebut bersifat independen, hanya bersandar kepada kaum
Muslim, bukan kepada negara Kafir, atau di bawah cengkraman kaum Kafir. ISIS sendiri
(baru) hanya menguasai sebagian wilayah Suriah dan sebagian wilayah Irak. Jadi wilayah itu
sesungguhnya masih berada di dalam kewenangan Suriah dan Irak, sehingga belum bersifat
otonom, walaupun mereka sudah menguasai itu secara militer.
Kedua, keamanan kaum Muslim di wilayah itu di tangan Islam, bukan keamanan Kufur,
dimana perlindungan terhadap ancaman dari dalam maupun luar, merupakan perlindungan
Islam bersumber dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam murni. Dan faktanya
sendiri bahwa ISIS belum sepenuhnya menjadikan keamanan berada tangan kaum Muslimin.
Dan ini menunjukkan bahwa mereka belum dapat sepenuhnya mempertahankan wilayah
tersebut karena masih harus berhadapan dengan penguasa yang dianggap sah menguasai
wilayah itu.
Ketiga, Memulai seketika dengan menerapkan Islam secara total, revolusioner dan
menyeluruh, serta siap mengemban dakwah Islam. Walaupun mereka mengklaim sudah ada
mahkaman syariah, namun pelaksanaan syariah belumlah dilakukan secara kaffah. Kenapa?
Karena ISIS belum pernah menawarkan bagaimana konsep ekonomi, politik di dalam Islam
dalam hal penerapannya.
Keempat, Khalifah yang dibai‟at harus memenuhi syarat pengangkatan Khilafah (Muslim,
laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu), sekalipun belum memenuhi syarat
keutamaan. Sebab, yang menjadi patokan adalah syarat in‟iqad (pengangkatan). Untuk syarat
ini, menurut penulis sudah terpenuhi.
Sehingga, dengan melihat keempat syarat tersebut, ternyata ada yang belum dipenuhi oleh
ISIS, sehingga menurut penulis, Khilafah yang dideklarasikan ISIS hanyalah sebatas Khilafah
“klaim” bukan Khilafah yang syar‟i. Sehingga ISIS masih sebagai sebuah milisi bukan
sebagai sebuah Negara (daulah) sebagaimana yang di proklamirkan.
Tidak semua milisi yang berhasil mendirikan negara bersedia memproklamirkan
negaranya sebagai negara Khilafah. Kasus Taliban di Afganistan, misalnya. Ketika itu
mereka menyebut negaranya dengan istilah “Imarah Islamiyyah”, bukan Khilafah. Secara
riil, negara Taliban ini juga memang bukan Khilafah, dan tidak layak disebut Khilafah.
Jurnal Sharia Law Halaman | 05
Ada juga gerakan yang mendirikan Negara Islam, dan membaiat amirnya sebagai khalifah
kaum Muslim, tetapi secara riil tidak mempunyai kekuasaan. Jika umat Islam naik haji,
keluar negeri atau urusan formal lainnya, mereka harus menggunakan paspor atau surat yang
dikeluarkan oleh “negara lain”, yang bukan negara mereka. Padahal tanpa kekuasaan riil,
tidak mungkin ada negara. Sebab, esensi negara adalah kekuasaan, yang bisa digunakan
untuk memerintah. Karena itu negara seperti ini hanyalah klaim.
Jika wilayah tersebut memenuhi empat syarat ini, maka Khilafah benar-benar telah
terwujud melalui pembaiatan yang dilakukan oleh wilayah tersebut. Meski hanya dengan
(pemba‟atan) wilayah itu saja, Khilafah telah tegak sekalipun wilayah ini tidak
merepresentasikan mayoritas Ahl al-Halli wa al-„Aqd dari mayoritas kaum Muslim.
Sebabnya, mendirikan Khilafah hukumnya fardhu kifayah. Siapa saja yang melakukan fardhu
tersebut dangan bentuk dan ketentuan yang benar, dia bisa dianggap telah melakukan fardhu
tersebut.
Selain itu, syarat mayoritas Ahl al-Halli wa al-„Aqd itu hanya berlaku jika di sana sudah
ada Khilafah, yang berkeinginan untuk mengangkat Khalifah menggantikan posisi Khalifah
yang meninggal atau diberhentikan. Namun, jika Khilafah itu sama sekali belum ada,
sementara ingin mengangkat khalifah baru, maka adanya Khilafah yang memenuhi ketentuan
syar‟i itu saja sudah cukup. Khilafah pun dinyatakan berdiri siapapun khalifahnya, selama
memenuhi syarat pengangkatan, berapapun jumlah orang yang membaiat dirinya. Sebabnya,
pada saat itu masalahnya adalah masalah melaksanakan fardhu yang telah dilalaikan oleh
kaum Muslim dalam tenggat waktu lebih dari tiga hari. Kelalaian mereka ini menyebabkan
mereka melepaskan haknya untuk memilih orang yang mereka inginkan. Jadi, siapa saja
yang menjalankan kefardhuan ini, cukup dengan itu akad Khilafah dinyatakan sah. Jika
Khilafah telah berdiri di wilayah tersebut, dan akad Khilafah telah diberikan kepada seorang
khalifah yang sah, maka hukumnya wajib atas seluruh kaum Muslim untuk bergabung di
bawah bendera Khilafah, dan membaiat Khalifah. Jika tidak, maka mereka telah berdosa di
sisi Allah SWT.
Penjelasan di atas didasarkan pada Ijmak Sahabat, yang terkait dengan fakta pembaiatan
sejumlah khalifah. Pertama: pembaiatan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, yang awalnya
hanya dibaiat oleh beberapa Ahl al-Halli wa al-„Aqdi, bukan oleh semuanya, di Saqifah Bani
Saidah di Madinah.2 Setelah itu, beliau baru dibaiat secara umum oleh kaum Muslim di
Masjid Nabawi. Itu pun hanya terbatas oleh penduduk Madinah, sementara pendapat kaum
Muslim di Makkah dan Jazirah Arab yang lain tidak ditanya. Hal yang sama terjadi pada
pembaiaatan Khalifah „Umar.
Kedua: pembaiatan „Utsman bin „Affan yang diberikan oleh „Abdurrahman bin „Auf
tidak hanya dilakukan dengan meminta pendapat Ahl al-Halli wa al-„Aqdi saja, tetapi seluruh
penduduk Madinah.
Ketiga: pembaiatan „Ali bin Abi Thalib yang dilakukan hanya dan oleh mayoritas
penduduk Madinah dan Kufah, Irak.
Semuanya ini disaksikan dan didengarkan oleh para sahabat, dan tidak ada seorang pun di
antara mereka yang menyangkal keabsahan baiat tersebut. Ini menjadi bukti Ijmak Sahabat
tentang keabsahan proses baiat dalam pengangkatan khalifah tersebut.
Mengenai peristiwa Perang Shiffin atau Perang Jamal, sesungguhnya peristiwa ini terjadi
bukan karena mereka menolak baiat tersebut atau menolak pembaiatan Imam „Ali bin Abi
Thalib ra., tetapi lebih karena faktor “Fitnah Kubra” setelah Khalifah „Ustman bin „Affan
terbunuh. Mereka menuntut darah „Utsman untuk segera diselesaikan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka bisa disimpulkan, bahwa adanya Negara Islam di
Suriah dan Irak hanyalah klaim. Pasalnya, baik di Irak maupun Suriah, dua-duanya tidak
memenuhi keempat syarat di atas. Jika pun “khalifah” yang dibaiat di sana memenuhi syarat
sah pengangkatan khalifah yaitu Muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka dan mampu
Jurnal Sharia Law Halaman | 06
”khalifah” yang dibaiat di sana tidak serta-merta layak disebut khalifah, yang dengan itu
Khilafah telah dinyatakan tegak. Alasannya, karena kekuasaan di Irak maupun Suriah, sama-
sama tidak independen. Irak masih dalam pendudukan. Suriah pun di bawah rezim Bashar,
yang menjadi boneka AS, ataupun di bawah kaum Mujahidin (yang masih berperang
melawan Bashar, AS dan sekutunya) belum bisa disebut merdeka. Dengan begitu, keamanan
wilayah ini tidak sepenuhnya di tangan umat Islam. Hukum Islam pun belum benar-benar
dilaksanakan secara menyeluruh di kedua wilayah tersebut. Karena itu adanya “Negara
Islam” di wilayah tersebut hanya klaim.
Karena fakta Khilafah yang secara syar‟i belum ada, Khalifah yang sah juga belum ada,
maka secara syar‟i baiat pun belum wajib ditunaikan. Memberikan baiat kepada “khalifah”
yang tidak memenuhi syarat keabsahan Khilafah di atas juga tidak pernah bisa menggugurkan
kewajiban untuk menegakkan Khilafah. Bahkan bisa sebaliknya, pembaiatan tersebut akan
memalingkan umat Islam dari kewajiban untuk menegakkan Khilafah yang sesungguhnya.
Penutup
Tujuan pendirian negara tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai oleh umat Islam,
yaitu memperoleh kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Karena tujuan itu tidak
mungkin dicapai hanya secara pribadi-pribadi saja, maka Islam menekankan pentingnya
pendirian negara sebagai saranan untuk memperoleh tujuan tersebut.
Ibn Abi Rabi‟ menjelaskan tujuan negara dengan pandangan sosiologis historis.
Menurutnya manusia diciptakan Allah dengan watak dan kecenderungan berkumpul dan
bermasyarakat. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa manusia secara pribadi tidak mungkin
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Namun dalam hubungan ini
tidak tertutup kemungkinan mereka tergoda oleh pengaruh-pengaru jahat. Menurut Ibn Abi
Rabi‟, ada tiga kejahatan yang melingkupi manusia, yaitu kejahatan yang bersumber dari diri
sendiri, kejahatan yang datang dari sesama mereka dan kejahatan yang datang dari
masyarakat lain. Kejahatan yang pertama dapat dihilangkan dengan mengikuti kehidupan
yang baik, mengendalikan diri dan menggunakan akal dalam menyelesaikan setiap persoalan.
Kejahatan kedua dapat dicegah dengan menegakkan dan mematuhi hukum-hukum Allah.
Artinya siapa yang bersalah harus dihukum sesuai ketentuan-Nya. Sedangkan kejahatan
ketiga dapat dihindarkan dengan pembentukan negara. Inilah tujuan negara menurut Ibn Abi
Rabi‟. Dengan pembentukan negara, maka manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan
baik, jauh dari sengketa dan dapat mencegah dari intervensi pihak-pihak asing.
Secara umum, al-Mawardi menjelaskan bahwa tujuan pembentukan negara (imamah)
adalah mengganti kenabian dalam rangka memelihara agama dan mengatur dunia (al-Imamah
maudhu‟ah likhilafah al-nubuwwah fi hirasah al-din wa al-siyasah al-dunya). Sementara Ibn
Khaldun merumuskan tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan
dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat. []
Wallâhu a‟lam.
Jurnal Sharia Law Halaman | 07
Thalabun Nushrah dalam
tinjauan Hukum Tata Negara
Penulis, Chandra Purna Irawan
Pengertian Thalabun Nushrah An-Nushrah dan al-munâsharah memiliki makna i‟ânah „alâ al-amr (menolong atas suatu
perkara). Orang Arab menyatakan, “nasharahu „alâ „adwihi wa yanshuruhu
nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah
pertolongan). Di dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda, “Unshur akhâka zhâliman au
mazhlûman”. Makna sabda Nabi saw ini adalah, menolong orang tersebut dari orang yang
menzaliminya. Kata bendanya adalah an-nushrah. [Ibnu Mandzur, hal.210]
Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan
(nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amîr) kepada orang-
orang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah
Islamiyyah.
Jurnal Sharia Law Halaman | 08
Thalabun nushrah min ajli istilâm al-hukmi (thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan)
adalah hukum syariat yang berhubungan erat dengan metode meraih kekuasaan. Penyerahan
kekuasaan tidak akan terjadi tanpa adanya aktivitas thalabun nushrah serta terpenuhinya
syarat-syarat di atas; sama saja apakah kekuasaan tersebut diserahkan oleh atau diminta
dari ahlul quwwah.
Bagaimana Suasana Nushrah Dipersiapkan di Madinah, dan Bagaimana Suasana itu
Dipersiapkan Pada Saat Sekarang?
Siapa saja yang mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwa Nabi saw melakukan
beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah
dan penyerahan kekuasaan di Madinah. Langkah pertama yang beliau lakukan adalah
mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke
dalam Islam. Setelah masuk Islam, Nabi saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah
untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka
menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam. Jumlah
kaum Muslim terus bertambah. Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah
saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Nabi saw menerima mereka dan
mengutus Mush‟ab bin „Umair ra. untuk menjadi pengajar mereka di Madinah.
Akhirnya, melalui tangan Mush‟ab bin „Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj
masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat
terhadap Islam. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk
Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam
yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk
menemui Beliau saw pada musim haji.
Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa realitas Madinah sebelum terjadinya bai‟at
„Aqabah II bai‟at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di Madinah- adalah
realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan.
Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas
penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut
agama lain di Madinah. Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar
masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru yakni kepemimpinan Rasulullah
saw. Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap
menerima kepemimpinan gerakan Nabi saw. Opini umum untuk membela Islam tersebut
lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas
hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan
pemimpin takattul shahabat.
Rasulullah saw belum bersedia menerima nushrah li istilâm al-hukm, kecuali setelah
kondisi-kondisi di atas terwujud dan yakin dengan kesiapan penduduk Madinah. Setelah
yakin terhadap kesiapan penduduk Madinah untuk menerima dan membela kekuasaan Islam,
Rasulullah saw meminta wakil penduduk Madinah dengan disertai Mush‟ab bin „Umair
menemui beliau saw di bukit „Aqabah. Tujuan pertemuan itu adalah meminta nushrah dari
penduduk Madinah agar menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw
dan meminta kesediaan mereka untuk membela Rasulullah saw dengan harta, anak-anak,
isteri, dan nyawa mereka. Aktivitas thalabun nushrah di bukit „Aqabah -sebagai
langkah muqaddimah istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan) menjadi sempurna setelah
Nabi saw tiba di Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana.
Tinjauan Hukum Tata Negara
Dalam ilmu hukum tata negara berlaku doktrin “teori fiktie hukum” (legal fiction theory)
yang menyatakan bahwa suatu negara dianggap telah memiliki konstitusi sejak negara itu
Jurnal Sharia Law Halaman | 09
terbentuk. Terbentuknya Negara itu terletak pada tindakan yang secara resmi menyatakan
terbentuk, yaitu melalui penyerahan kedaulatan (transfer of authority) dari negara induk
seperti penjajah kepada negara jajahannya, melalui pernyataan deklarasi dan proklamasi,
ataupun melalui revolusi dan perebutan kekuasan melalui kudeta.
Jika Thalabun Nushrah diartikan sebagai istilâm al-hukm (penyerahan kekuasaan), maka
dalam konteks hukum tata negara adalah transfer of authority atau penyerahan kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksa orang lain. Kekuasaan sangat berkaitan erat
dengan wewenang.Perbedaan antara kekuasaan dengan wewenang adalah bahwa setiap
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan.Sedangkan
wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang
mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.
Negara (sebagai suatu organisasi di suatu wilayah) memiliki kekuasaan untuk
memaksakan kedudukannya secara sah terhadap semua golongan yang ada dalam wilayah itu
dan menetapkan tujuan kehidupan bersama. Negara berkewajiban menetapkan cara dan batas
kekuasaan untuk digunakan dalam kehidupan bersama, sehingga dapat membimbing berbagai
kegiatan penduduk ke arah tujuan bersama.
Subhanallah, Rasulullah SAW telah banyak mengetahui bagaimana konsep hukum tata
negara. Aktivitas thalabun nushrah di bukit „Aqabah sebagai langkah muqaddimah istilâm
al-hukm (penyerahan kekuasaan) menjadi sempurna setelah Nabi saw tiba di Madinah dan
menegakkan Daulah Islamiyyah di sana.
Indonesia pernah mempraktekkan Thalabun Nushrah atau penyerahan kekuasaan
(transfer of authority) misalnya penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden soekarno
ke jendral soeharto, terlepas dari pro dan kontra. Begitu juga dengan Belanda menyerahkan
kekuasaannya kepada Jepang tanggal 8 maret 1942 di Kalijati. Setelah tiga setengah abad
lamanya menguasai Indonesia Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang.
Meski demikian, harus dicatat, bahwa tidak semua hukum thariqah bisa digunakan
sembarangan. Namun, tetap harus sesuai dengan peruntukannya. Misalnya, jihad adalah
hukum thariqah untuk melenyapkan kekufuran yang menghalangi sampainya cahaya Islam
kepada umat manusia. Jihad juga merupakan metode untuk membela diri, jika kita diserang.
Namun, jihad bukan metode untuk meraih kekuasaan. Jihad juga bukan metode untuk
mengangkat Khalifah.
Demikian halnya pemilu juga bukan merupakan metode untuk meraih kekuasaan. Juga
bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Namun, ini hanyalah uslub. Bisa digunakan, dan
bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Islam telah menetapkan, bahwa
metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah. Sedangkan metode
baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai‟at. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan
menggunakan uslub pemilu.
Karena itu, mengerahkan seluruh potensi untuk melakukan uslub yang mubah, atau
melakukan jihad yang wajib, tetapi tidak sesuai dengan peruntukannya, namun meninggalkan
metode baku yang wajib, yaitu thalab an-nushrah dan bai‟at, jelas tidak tepat. Meski harus
dicatat, bahwa thalab an-nushrah tidak akan didapatkan begitu saja, tanpa proses dakwah dan
adanya jamaah (partai politik Islam idelogis) yang mengembannya.
Peralihan Kekuasaan dari Nabi kepada Khalifah
Setelah Nabi saw. wafat, Islam sebagai tuntunan hidup telah diwariskan oleh Nabi kepada
para sahabat dan umat Islam dengan gamblang (muhajjat al-baidha‟), hingga
digambarkan, Lailuha ka nahariha (malamnya sama dengan siangnya). Nabi pun telah
menjelaskan, baik secara lisan maupun praktis, mekanisme pengangkatan Khalifah, melalui
bai‟at. Para sahabat pun memahami dengan tepat mekanisme ini. Karena itu, setelah Nabi
saw. mereka segera membai‟at Abu Bakar sebagai Khalifah. Hal yang sama juga dilakukan
Jurnal Sharia Law Halaman | 10
oleh kaum Muslim setelah wafatnya Abu Bakar. Mereka segera mambai‟at „Umar bin al-
Khatthab, dan begitu seterusnya.
Memang benar, saat sebelum pembai‟atan Abu Bakar ada perselisihan dalam menentukan
siapa yang layak menggantikan Nabi saw. sebagai Khalifah. Karena Nabi saw. tidak
menunjuk penggantinya. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, menjelang akhir
kepemimpinannya, beliau meminta masukan penduduk Madinah tentang siapa sosok yang
layak menggantikannya. Munculnya dua nama, „Umar dan „Ali, namun akhirnya mengerucut
pada „Umar. Ketika Abu Bakar merasa ajalnya hampir tiba, maka berdasarkan masukan
penduduk Madinah beliau pun menunjuk „Umar sebagai penggantinya. Demikian halnya
dengan „Umar, ketika menjelang ajalnya tiba, beliau menunjuk 6 sahabat sebagai ahli syura,
untuk memilih di antara mereka sebagai Khalifah setelahnya. Begitu seterusnya.
Ketika Mu‟awiyah menjadi Khalifah, Mu‟awiyah beragumen mengikuti sunah (tuntunan)
Abu Bakar dan „Umar, dengan menunjuk Yazid bin Mu‟awiyah sebagai putra mahkota,
namun dibantah oleh para sahabat. Di antaranya „Abdurrahman bin Abu Bakar. Beliau
berkomentar, bahwa itu bukanlah sunahAbu Bakar dan „Umar, tetapi sunah Heraklius dan
Mukaukis. Sebelumnya, „Umar bin al-Khatthab berkomentar, “Jika aku tidak menunjuk
pengganti, itu karena Rasulullah tidak menunjuk pengganti. Namun, jika aku harus menunjuk
pengganti, itu juga karena Abu Bakar telah menunjuk pengganti.”. Maksudnya, menunjuk
pengganti, tetapi berdasarkan aspirasi umat.
Jadi, ketika Nabi saw. tidak menunjuk pengganti, dan Abu Bakar melakukannya, tidak bisa
dikatakan, bahwa tindakan Abu Bakar menyalahi sunah Nabi. Demikian halnya dengan apa
yang dilakukan oleh „Umar, dengan tidak menunjuk satu orang, tetapi 6 orang, juga tidak bisa
dikatakan sebagai menyalahi sunah Nabi. Karena ini hanyalah uslub, yang mubah dan tidak
tetap. Uslub ini diambil sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Itulah yang dipahami
oleh para sahabat.
Namun, ketika uslub itu dilakukan dengan cara yang salah, sebagaimana yang dilakukan oleh
Mu‟awiyah kepada Yazid, dengan menunjuknya sebagai putra mahkota, tanpa
memperhatikan aspirasi umat, maka para sahabat pun menolaknya. Tidak hanya itu,
Mu‟awiyah juga melakukan kesalahan, dengan membai‟at Yazid di saat Mu‟awiyah, sebagai
Khalifah yang sah, masih hidup. Tidak hanya itu, bahkan dia pun memaksa kaum Muslim
untuk membai‟atnya dengan carrot and steak. Bagi yang mau membai‟at Yazid diberi hadiah
uang, sedangkan yang tidak mau akan dibunuh dengan pedang.
Kesimpulan Islam mempunyai metode baku dalam meraih kekuasaan (istilam al-hukm). Islam juga
mempunyai metode baku dalam mengangkat pemimpin (nashb al-imam). Islam telah
menetapkan thalab an-nushrah sebagai metode baku dalam meraih kekuasaan, bukan kudeta,
revolusi, jihad, pemilu maupun yang lain. Islam juga telah menetapkan bai‟at sebagai metode
baku dalam mengangkat Khalifah. [ ]
Jurnal Sharia Law Halaman | 11
Metode Menegakkan Kembali
Khilafah
Metoda Perjuangan Rasul Rasulllah saw. adalah kepala negara Daulah Islamiyyah pertama kali. Beliau saw., selain
sebagai rasulullah pembawa dan penyampai risalah, juga sebagai penguasa (hakim) yang
melaksanakan hukum-hukum Islam yang beliau bawa sebagai bagian dari risalah Islam.
Hukum-hukum Islam sebagian besar diturunkan di Madinah setelah Rasulullah saw.
menempuh perjuangan selama sekitar 13 tahun di kota Mekkah mendakwahkan Islam kepada
masyarakat Quraisy dan seluruh kabilah Arab yang setiap tahun berkunjung ke kota Mekkah.
Di Madinah itulah Rasulullah saw. mendapatkan kekuasaan dari para kepala suku di kota
Madinah, khususnya Aus dan Khazraj yang paling dominan dan berkuasa di Madinah. Dan
syariat Islam telah diturunkan seluruhnya hingga akhir masa kehidupan beliau saw. di kota
Madinah dimana wilayah kekuasaan beliau saw. telah meliputi seluruh jazirah Arab (kurang
lebih 2,95 juta km persegi, lebih besar dari 3 kali luas gabungan wilayah Jerman dan Perancis
). Allah SWT berfirman:
﴿ ١ ذ ا أو ى ذ د٠ى أر ز ػ١ى سض١ذ ؼ ى عل ﴾ د٠ب ال
Jurnal Sharia Law Halaman | 12
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah
[5]: 3).
Rasulullah saw. wafat dalam keadaan umat dan negara Islam yang baru sangat kuat dan siap
untuk memikul beban risalah menyebarkan Islam ke seluruh dunia sebagai wujud risalah
yang rahmatan lil „alamin. Para sahabat yang jumlahnya paling tidak sekitar 60 ribu orang
adalah kader-kader unggulan yang siap untuk menaklukkan dunia, membebaskan bangsa-
bangsa dari belenggu penguasa yang zalim dan cara hidup jahiliyah. Sejarah pun
membuktikan bahwa berbagai penaklukan Islam yang meliputi hampir 2/3 dunia lama adalah
terjadi di masa sahabat rasulullah saw.
Oleh karena itu, di masa kerinduan akan kejayaan Islam dan kaum muslimin ini telah kembali
mengusik pikiran dan perasaan umat , maka tidak ada metode (thariqah) perjuangan yang
harus ditempuh untuk mewujudkan hal itu, kecuali mengikuti metode (thariqah) perjuangan
Rasulullah saw. Sebab, secara syar‟i, Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk
meneladani beliau saw. Dia SWT berfirman
﴿مذ وب ح للا سع ي ف ى حغخ ﴾ أ ع“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..” (QS
Al-Ahzab [33]: 21)
Secara faktual, satu-satunya gerakan islam yang berhasil menegakkan pemerintahan yang
dalam tempo singkat mencapai capaian yang luar biasa adalah gerakan yang ditempuh oleh
rasulullah saw. beserta para sahabatnya. Ingat, Rasulullah saw. tidak berawal sebagai kepala
negara. Beliau adalah berawal dari seorang diri, bagian kecil dari masyarakat Mekkah, lalu
menjadi sebuah kelompok (kutlah), dan kemudian menjadi penguasa dengan bai‟at yang
diberikan oleh para pemimpin suku Aus dan Khazraj dan hijrah ke Madinah.
Apa benar Rasulullah saw. membentuk kelompok politik (kutlah siyasi)? Bukankah belum
ada parlemen dan pemilu pada waktu itu? Kalau kelompok atau partai politik dimaknai
sebagai peserta pemilu yang kemudian masuk parlemen dan membuat undang-undang dan
mengangkat kepala pemerintahan, maka Rasulullah saw. tidak melakukan itu. Tapi kalau
kelompok atau partai politik dipahami sebagai kumpulan ide (afkar) dan orang-orang yang
mengimani ide-ide itu serta berjuang untuk mewujudkan ide-ide itu di tengah-tengah
masyarakat, Rasulullah saw. dan para sahabat melakukan hal itu. Ketika turun firman Allah
SWT :
ب ﴿فبصذع ﴾ ث ش ر ؤ“Sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu….” (QS
Al Hijr [15]: 94)
Rasulullah saw. bersama para sahabat bersama-sama menuju ke Ka‟bah dengan formasi yang
belum pernah dikenal oleh orang Arab sebelumnya. Mereka berbaris dalam dua barisan yang
dikepalai oleh Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka ber-thawaf
mengelilingi Ka‟bah (lihat An Nabhani, Ad Daulah al Islamiyyah hlm 15) Setelah itu Abu
Bakar As Shiddiq berpidato…..Saat itu pulalah orang-orang kafir Quraisy bereaksi keras dan
melakukan tindakan kekerasan terhadap dakwah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat
dengan cara damai. Abu Bakar sebagai juru bicara yang berpidato saat itu langsung dipukuli
sempai babak belur…Abu Bakar r.a kemudian diungsikan oleh keluarganya.Setelah kembali
keluarga Abu Bakar mengatakan kalaulah Abu Bakar mendapat kecelakaan (meninggal)
Jurnal Sharia Law Halaman | 13
mereka akan membunuh „Utbah bin Robi‟ah yang telah menyakiti Abu Bakar r.a. (lihat Ibnu
Katsir al Bidayah wan Nihayah, juz 2 hal 369 ).
Bagaimana sebenarnya tahap dakwah dalam perjuangan yang ditempuh Rasulullah saw. dan
para sahabatnya? Ada tiga tahap perjuangan dalam dakwah yang ditempuh Rasulullah saw.
bersama para sahabatnya. Pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif);
kedua, tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah); ketiga, tahap penerimaan
kekuasaan (marhalah istilamul hukm) untuk menerapkan Islam secara praktis dan
menyeluruh, sekaligus menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan (tatsqif).
Tahap ini dimulai sejak beliau saw diutus menjadi rasul. Pada tahap ini Rasulullah saw.
melakukan pembinaan para kader dan membuat kerangka tubuh gerakan. Ketika turun firman
Allah SWT dalam surat Al Muddatsir (surat yang turun setelah surat Iqra‟/al Qalam, lihat
Manna‟ Khalil Qatthan, Mabahits fi Ulumil Qur‟an, terj. Hal 92):.“Hai orang yang
berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!” [QS al-Muddatstsir: 1-2], beliau saw.
mulai mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Dimulai dari istrinya Khadijah r.a.,
sepupunya Ali bin Abi Thalib r.a., mantan budaknya Zaid, dan sahabatnya Abu Bakar As
Shiddiq r.a., lalu beliau menyeru seluruh masyarakat. Beliau keliling mendatangi rumah-
rumah mereka. Beliau saw. menyampaikan : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian
untuk menyembah-Nya dan janganlah kalian menserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun”.
Beliau menyeru manusia, mengikuti ayat di atas, secara terang-terangan.
Setelah rasulullah saw. mengajak penduduk Mekkah untuk masuk Islam, sebagian orang
menerima dan beriman kepadanya lalu masuk Islam dan sebagian yang lain menolaknya.
Rasul mengumpulkan orang-orang yang beriman di sekeliling beliau dalam suatu kelompok
atas dasar agama baru itu secara rahasia. Para sahabat beliau apabila shalat mereka pergi ke
padang-padang rumput dan menyembunyikan sholat mereka dari kaum mereka. Kepada
orang-orang yang baru masuk Islam, Rasulullah saw mengutus orang yang sudah masuk
Islam sebelumnya (para senior) dan faqih dalam dinul Islam untuk mengajarkan Al Quran.
Beliau saw. pernah mengirim Khubbab bin al-Arats untuk mengajarkan al-Quran kepada
Zaenab binti al-Khaththab dan suaminya, Sa‟id dirumahnya. Ketika Umar bin Khaththab
(kakak Zainab) memergoki mereka yang sedang belajar di rumah Said, dimana Khabab
membacakan Al Quran kepada mereka, Umar pun masuk islam.
Beliau saw. menjadikan rumah Al Arqam bin Abil Arqam (Daar al-Arqam) sebagai
markaskutlah (kelompok dakwah) dan madrasah bagi dakwah baru ini. Di rumah Arqam
itulah Rasulullah saw. mengumpulkan para shahabat, mengajar Islam kepada mereka,
membacakan Al Quran kepada mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk
menghafal dan memahami al-Quran. Dan setiap kali ada yang masuk Islam, langsung
digabungkan ke Darul Arqam. Beliau saw. tinggal di markas pengkaderan itu selama 3 tahun
membina (yutsaqqif) kaum muslimin generasi pertama itu, sholat bersama mereka, tahajud di
malam hari yang lalu diikuti oleh para sahabat, beliau saw. membangkitkan keruhanian
dengan sholat, membaca al Qur‟an, membina pemikiran mereka dengan memperhatikan ayat-
ayat Allah dan meneliti ciptaan-ciptaan-Nya, dan membina akal fikiran mereka dengan
makna-makna dan lafazh-lafazh Al Qur‟an serta mafahim dan pemikiran islam, dan melatih
mereka untuk bersabar terhadap berbagai halangan dan hambatan dakwah, dan mewasiatkan
kepada mereka untuk senantiasa taat dan patuh sehingga mereka benar-benar ikhas lillahi
ta‟ala (lihat Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal 11-12) . Rasul tetap
Jurnal Sharia Law Halaman | 14
merahasiakan aktivitas dakwahnya, dan terus melakukan upaya-upaya pengkaderan dan
pembinaan (tatsqiif)
hingga turun firman Allah swt:
ب ﴿فبصذع ش ث أػشض ر ؤ ﴾ ػ ششو١ ا“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” [QS al-Hijr :94]
Tahap kedua, tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah). Meskipun aktivitas pada tahap pertama dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi
masyarakat Mekah mengetahui bahwa Muhammad Rosulullah Saw telah membawa agama
baru. Mereka juga mengetahui banyak orang masuk Islam. Kafir Mekah pun tahu bahwa
Rasulullah dan kutlahnya merahasiakan kutlah dan pemelukan agama mereka. Ini
menunjukkan bahwa masyarakat Makkah telah tahu adanya agama dan dakwah baru serta
kutlah baru, sekalipun mereka tidak tahu, di mana mereka berkumpul, dan siapa saja di antara
orang-orang mukmin yang berkumpul. (lihat An Nabhani, idem). Setelah masuk Islamnya
Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khaththab (3 hari setelah masuk islamnya
Hamzah), turun firman Allah SWT:
ب ﴿فبصذع ش ث أػشض ر ؤ ػ ششو١ وف١بن إب ! ا ضئ١ غز ! ا از٠ غ ٠جؼ ب للا ف ءاخش إ ﴾ فغ ٠ؼ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami
memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu),
yaitu orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain disamping Allah, maka mereka
kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya)” [QS al-Hijr :94-96].
Beliau saw. pun menerangkan perintah Allah SWT secara terang-terangan. Beliau saw. pun
menampilkan kutlahnya secara terang-terang kepada seluruh masyarakat, sekalipun masih
ada sebagian kaum muslimin yang menyembunyikan ke-Islamannya bahkan sampai
penaklukan kota Makkah. Setelah aksi menampilkan kutlah secara terang-terangan di Ka‟bah,
terjadilah pergesekan dakwah dan kelompok dakwah dengan masyarakat Makkah dengan
para pemimpinnya yang sangat cinta kepada kepemimpinan dengan sistem jahiliyyah.
Perjuangan kelompok dakwah Nabi dan para sahabat pun berubah dari fase rahasia (daur al
istikhfa) ke fase terang-terangan (daur al I‟lan). Berpindah dari fase mengkontak orang-orang
yang memiliki kesediaan menerima Islam ke fase berbicara kepada masyarakat secara
menyeluruh (lihat An Nabhani, idem., hal 16).
Mulailah terjadi benturan (ishthidam/clash) antara iman dengan kekufuran di masyarakat, dan
mulailah terjadi pergesekan (ihtikak) antara ide-ide yang benar dengan ide-ide yang rusak,
dan mulailah tahap kedua, yaitu tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah).
Pada tahap ini mulailah orang-orang Kafir Quraisy melawan dakwah dan menyakiti
Rasulullah saw. dan kaum muslimin dengan berbagai macam cara.
Periode inilah yang paling berat yang dihadapi Rasul dan para sahabat sepanjang perjuangan
mereka. Rumah Rasulullah saw. dilempari. Ummu Jamil, istri paman beliau saw. Abu Lahab,
senantiasa melempar kotoran di depan rumah beliau saw. Rasulullah saw. merespon
perbuatan itu cukup dengan menyingkirkannya. Gembong kekufuran Abu Jahal pernah
melempar beliau saw. dengan bagian dalam isi perut kambing sembelihan untuk berhala
mereka. Beliau pun minta putrinya Fatimah untuk membersihkan tubuhnya kembali.
Jurnal Sharia Law Halaman | 15
Semua itu justru hanya menambah kesabaran dan kesungguhan beliau saw. dalam dakwah.
Kaum muslimin pun menghadapi berbagai ancaman dan gangguan. Setiap kabilah menyiksa
dan memfitnah anggota sukunya yang masuk Islam. Sampai-sampai salah seorang budak
Habsyi, Bilal bin Rabbah.r.a., mereka lempar di atas padang pasir, di bawah terik matahari,
mereka tindih dadanya dengan batu, dan mereka biarkan di situ agar mati, tidak lain karena
dia tetap mempertahankan kalimat tauhid: ahad-ahad!Summayyah istri Yasir r.a., mereka
siksa hingga mati karena tidak mau kembali (murtad) dari agama Islam kepada agama nenek
moyang mereka. Kaum muslimin secara umum dihinakan dan disiksa. Namun mereka
bersabar menerima cobaan itu dalam rangka menggapai ridlo Allah SWT.
Rasulullah saw. dan para sahabat menghadapi berbagai perlawanan dakwah yang dilancarkan
oleh orang-orang Kafir Quraisy, baik itu penyiksaan fisik (at ta‟dziib) , propaganda busuk (ad
da‟aawah/ad di‟ayah) untuk menyudutkan Islam dan kaum muslimin di dalam negeri dan
luar negeri, maupun blokade total (al muqatha‟ah), dengan sikap sabar dan terus berdakwah
menegakkan agama Allah SWT tanpa kekerasan. Tatkala Rasul melihat Yasir dan istrinya
dibantai disiksa oleh orang-orang Quraisy, beliau saw. tidak menggerakkan kaum muslimin
untuk melakukan perlawanan fisik terhadap mereka. Beliau saw.bersabda:
٠بعش آي صجشا» فئ ػذو جخ ا ه ل إ أ ى «ش١ئب للا “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian adalah surga.
Sesungguhnya akau tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah”.
Ketika mendengar janji surga itu, Sumayyah, istri Yasir yang sedang disiksa oleh kafir
Quraisy, mengatakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihatnya secara nyata!”
(lihat An Nabhani, idem, hal 18).
Pertanyaan kita, kenapa Rasulullah saw. yang terkenal sempurna akhlaqnya, bahkan sudah
mendapatkan gelar Al Amin (Yang Terpecaya), kok dimusuhi begitu rupa oleh orang-orang
Quraisy? An Nabhani (idem, hal 24) menganalisis bahwa benturan yang dilakukan oleh Kafir
Quraisy terhadap dakwah Islam adalah hal yang wajar. Sebab, rasulullah saw. mengemban
dakwah dan menampilkan kelompok yang mengemban dakwah bersama beliau saw. dalam
bentuk yang menantang. Lebih dari itu, substansi dakwah itu sendiri adalah perjuangan dan
perlawanan terhadap Quraisy dan masyarakat Makkah.
Sebab substansi dakwah adalah menyeru kepada mentauhidkan Allah dan seruan ibadah
hanya kepadanya serta seruan untuk meninggalkan penyembahan kepada berhala dan seruan
untuk melepaskan diri dari sistem kehidupan jahiliyah mereka yang rusak. Maka terjadilah
benturan dengan Quraisy secara total. Bagaimana mungkin tidak terjadi benturan, padahal
Rasulullah saw. membodohkan impian mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, dan
mencela kehidupan murahan mereka, dan mengkritik sarana-sarana kehidupan mereka yang
zalim. Dan Al Quran pun turun menyerang mereka dengan jelas. Allah SWT berfirman:
ب ﴿إى رؼج ذ ﴾ حصت للا د ج“Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah adalah umpan neraka
jahannam” (QS. Al Anbiyaa [21]: 98).
ب ﴿ ءار١ز سثب اي ف ١شث ذ ث ٠ش فل ابط أ للا﴾ ػ“Apa yang kalian berikan berupa riba untuk tujuan menambah harta-kekayaan manusia
tidaklah menambah apa pun di sisi Allah”. (QS ar-Rûm [30]: 39).
٠ ﴿ طفف١ ! ا إرا از٠ ابط ػ اوزب ف إ ! ٠غز را وب أ ص ﴾ ٠ خغش
Jurnal Sharia Law Halaman | 16
“Celakalah orang-orang yang gemar mengurangi timbangan. Mereka itu, apabila menerima
takaran dari orang lain, ingin dilebihkan. Sebaliknya, apabila menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka menguranginya”. (QS al-Muthafifîn [83]: 1-3).
Oleh karena itu, orang-orang Quraisy pun menghadang dakwah. Mereka menyakiti
Rasulullah saw. dan para sahabat. Mereka menyiksa, mengembargo, dan membuat
propaganda untuk melawan beliau saw. dan agama yang dibawanya. Namun itu semua tidak
menyurutkan langkah dakwah rasulullah saw. Beliau saw. tetap menyerang mereka, terus
melawan pandangan-pandangan yang salah, dan menghancurkan aqidah-aqidah yang rusak,
dan bersungguh-sungguh menempuh jalan penyebaran dakwah. Beliau saw. mendakwahkan
Islam dengan jelas, tanpa tedeng aling-aling, tanpa merendahkan diri, tanpa cenderung
kepada kekufuran, dan tanpa menjilat gembong-gembong kekufuran.
Hal itu beliau lakukan sekalipun menghadapi berbagai gangguan dari Quraisy, meskipun
menghadapi berbagai kesulitan. Dan dakwah yang beliau lakukan di tengah berbagai
kesulitan itu justru membuat Islam dari ke hari menyebar ke seluruh masyarakat Arab,
sehingga banyak para penyembah berhala dan orang-orang Nasrani masuk Islam, bahkan para
pembesar Quraisy pun mendengarkan Al Quran dan hati mereka berdebar-debar. Sejarah
mencatat bahwa tiga orang gembong kafir Quraisy, yaitu Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahal
Amru bin Hisyam, dan Al Akhnas bin Syariq secara terpisah selama tiga malam berturut-
turut mendengar Rasulullah saw. membaca Al Qur‟an di rumahnya. Rasulullah saw. biasanya
menghabiskan sebagian besar malamnya dengan qiyamul lail dan membaca Al Quran
secara tartil.
Perjuangan dakwah Rasulullah saw. dan para sahabat pada tahap kedua ini dilakukan dengan
cara tanpa kekerasan. Beliau saw. melakukan pergulatan pemikiran (shiraul fikri) dan
perlawanan politik (kifah siyasi) tanpa menggunakan kekuatan fisik, tanpa mengangkat
senjata, meskipun setiap lelaki Arab pada waktu itu sudah terbiasa menunggang kuda dan
memainkan senjata.
Pergulatan pemikiran yang beliau lakukan melawan kekufuran itu tergambar pada ayat-ayat
yang turun di tahap kedua ini yang banyak menengahkan celaan-celaan terhadap „aqidah,
sistem, serta adat-istiadat kafir Mekah yang bejat. Selain ayat-ayat sudah dipaparkan di atas,
juga ada ayat-ayat yang menyerang kemusyrikan mereka, seperti firman Allah swt :
ا جؼ ﴿ شوبء لل ش ج ا خم ا خشل ثبد ث١ ثغ١ش جحب ػ رؼب ع ب ﴾٠صف ػ “Mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah
Yang menciptakan jin-jin itu. Mereka berbohong—dengan mengatakan bahwa Allah
mempunyai anak laki-laki dan perempuan—tanpa mendasarkannya pada ilmu pengetahuan.
Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka nisbatkan.” (QS al-An„âm [6]:
100).
﴿ل اد سة السض اغ للا ل ل أفبرخزر ١بء د ل أ ى ٠ ف غ ل فؼب ل ا ضش ل ٠غز
جص١ش الػ ا أ بد رغز س اظ ا ا أ جؼ شوبء لل ا ش خم م ك فزشبث وخ خ ا ػ١ خبك للا ل و
ء ش احذ ﴾ ا بس م ا“Katakanlah, “Siapakah Tuhan langit dan bumi.”Katakanlah, “Allah.”Katakanlah,
“Patutkah kalian menjadikan pelindung-pelindung kalian dari selain Allah, padahal mereka
tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaharatan bagi diri mereka
sendiri?”Katakanlah, “Adakah sama orang yang buta dan yang dapat melihat atau samakah
antara keadaan gelap-gulita dan terang-benderang? Apakah mereka menjadikan beberapa
Jurnal Sharia Law Halaman | 17
sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan sesuatu seperti ciptaannya sehingga kedua
ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah, “Allah adalah Pencipta
segala sesuatu. Dialah Allah, Zat Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (QS ar-Ra„d [13]:
16).
Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman:
إرا ش ﴿ ث ش ث أحذ ثبل ظ ج ا د غ اس ! وظ١ ٠ز م ا ب ع ء ش ث ش ث غى ػ أ٠ أ
ب عبء أل از شاة ف ٠ذ ع ﴾ ٠حى “Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, merah-
padamlah mukanya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang banyak
karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya
dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya dalam tanah. Ketahuilah,
alangkah buruknya yang mereka tetapkan itu. (QS an-Nahl [16]: 58-59).
ل ا ﴿ ر ىش جغبء ػ فز١برى ا إ ب أسد ح١بح ػشض زجزغ ا رحص ١ب﴾ ا اذ “Janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran—
sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian—dengan tujuan untuk meraih keuntungan
duniawi. (QS an-Nûr [24]:33).
ل ا ﴿ رمز لدو أ لق إ ح ل ى شص إ٠ب ل ا احش رمشث ف ب ا ش ب ظ ب ل ثط ا از افظ رمز حش
حك ث إل للا ب رى صبو ث ﴾ ؼى رؼم “Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian hanya karena takut miskin. Kami-lah yang
akan memberikan rezeki kepada kalian dan kepada mereka. Janganlah kalian mendekati
perbuatan yang keji, baik secara nyata maupun secara sembunyi-sembunyi. Jangan pula
kalian membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah, melainkan karena suatu sebab
yang dibenarkan. Yang demikian itu diperintahkan oleh Tuhan kalia kepada kalian agar
kalian berfikir”. (QS al-An„âm [6]: 151).
Sementara itu, dalam kaitannya dengan masalah ekonomi, Allah Swt. antara lain berfirman:
ب ﴿ ءار١ز سثب اي ف ١شث ذ ٠شث فل ابط أ ب للا ػ ءار١ز صوبح ج ر ش٠ذ ئه للا فأ ﴾ ضؼف اApa yang kalian berikan berupa riba untuk tujuan menambah harta-kekayaan manusia
tidaklah menambah apa pun di sisi Allah. Sedangkan apa yang kalian berikan berupa zakat
yang kalian kehendaki semata-mata karena Allah, maka yang seperti itulah yang
dilipatgandakan (pahalanya). (QS ar-Rûm [30]: 39).
٠ ﴿ طفف١ ا ! ا إرا ز٠ ابط ػ اوزب ف إرا ! ٠غز وب أ ص ﴾ ٠ خغش
“Celakalah orang-orang yang gemar mengurangi timbangan. Mereka itu, apabila menerima
takaran dari orang lain, ingin dilebihkan. Sebaliknya, apabila menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka menguranginya”. (QS al-Muthafifîn [83]: 1-3).
Al-Quran juga telah menyerang habis adat-istiadat yang rusak. Dalam hal ini, Allah Swt.
antara lain berfirman:
ا لب ﴿ ز ؼب حشس أ ب٠طؼ ل حجش إل شبء ثضػ ؼب أ ذ ش ب ح س ظ ؼب أ ل ٠زو ش ب للا اع ػ١
افزشاء ػ١ ب ع١جض٠ ا ث وب ا ! ٠فزش لب ب ف ث ط ز ؼب و سب خبصخ ال ز حش اجب ػ أص إ ٠ى
١زخ ف شوبء ف١ ش ع١جض٠ صف إ ﴾ حى١ ػ١“Mereka mengatakan, “Binatang dan tanaman yang terlarang ini tidak boleh dimakan,
kecuali bagi oang yang kami kehendaki—menurut anggapan mereka.”“Ada binatang ternak
yang terlarang untuk ditunggangi dan binatang yang tidak mereka sebut nama Allah sewaktu
menyembelihnya, semata-mata untuk membuat kedustaan. Kelak, Allah akan membalas
mereka karena apa yang mereka dustakan itu. Mereka juga mengatakan, “Apa yang ada
Jurnal Sharia Law Halaman | 18
dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita
kami.” Akan tetapi, jika yang ada di dalam perut itu dilahirkan dalam keadaan mati, pria
dan wanita itu sama-sama tidak memakannya. Kelak, Allah akan membalas mereka.
Sesungguhnya Allah Mahabijak dan Mahatahu. (QS al-An„âm [6]: 138-139).
Dalam perlawanan politik (kifah siyasi) dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat
karena para pemimpin Quraisy yang tersinggung dengan dakwah islam dan yang sangat
khawatir kedudukan mereka tergeser dengan berkembangnya dakwah Islam dan terus
bertambah banyaknya orang-orang Quraisy yang masuk Islam telah melakukan berbagai
makar untuk menyudutkan rasulullah saw., menghentikan langkah beliau saw., dan menjegal
dakwah islam.
Abû Jahal, Abû Sufyân, „Umayyah ibn Khalaf, Wâlid ibn Mughîrah, dan yang lainnya
berkumpul di Dâr an-Nadwah untuk merundingkan perilaku Muhammad saw dan dakwahnya
yang baru itu, sebelum orang-orang Arab datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
Pada saat itu, dakwah Muhammad saw telah menyusahkan mereka, membuat mereka susah
tidur, serta mengguncang kepemimpinan mereka atas kaum Quraisy. Oleh karena itu, mereka
ingin mengambil satu pendapat yang bisa mendustakan dakwah baru itu dan mendistorsikan
pemikiran-pemikirannya.
Setelah melakukan dialog dan diskusi, mereka pun sepakat untuk mendatangi orang-orang
Arab yang datang dan memperingatkan mereka agar tidak
mendengarkan “ocehan”Muhammad saw. Sebab, Muhammad saw. dianggap memiliki kata-
kata yang menyihir; sering mengatakan kata-kata yang dapat memisahkan seseorang dari
istrinya, dari keluarganya, dan bahkan dari kaumnya.
Allah SWT menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah saw. dalam firman-Nya:
لذس فىش ﴿إ ! ! لذس و١ف فم ز ث ! لذس و١ف ل ز ! ظش ث ثغش ػجظ ث ! اعزىجش أدثش ث فمبي ! عحش إل زا إ
! ٠ ؤثش ي إل زا إ جشش ل !ا عمش﴾ عأ ص١
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia
menetapkan? Celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan,
lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling (dari kebenaran) dan
menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata, “(Al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir
yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.”Aku
akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. (QS al-Mudatstsir [74]: 18-26).
Para pemimpin Quraisy itu pun satu persatu dilucuti jati diri mereka oleh Al Quran (lihat
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang Abu Lahab, Allah SWT berfirman:
ت أث ٠ذا ﴿رجذ رت﴾ “Binasalah kedua tangan Abi Lahab…” (QS. Al Lahab [111]: 1).
Tentang penguasa Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah SWT berfirman:
﴿رس ح١ذا خمذ ذ ! جؼ بل ذ دا﴾
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan
Aku jadikan baginya harta benda yang banyak”. (QS Al Muddattsir [74]: 11-12).
Terhadap Abu Jahal, Allah SWT berfirman:
﴿ول ئ ز ٠ خبطئخ ﴾ وبرثخ بص١خ ! ثببص١خ غفؼ
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, yaitu ubun-
ubun yang mendustakan lagi durhaka” (QS Al Alaq [96]: 15-16).
Jurnal Sharia Law Halaman | 19
Menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul keinginan para sahabat
untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka memohon kepada rasulullah saw. agar
mengizinkan hal itu. Tapi Rasulullah saw. mencegah keinginan mereka seraya bersabda (lihat
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, terj. 121):
القىم﴾تقاتلىافالبالعفى،أهرت﴿إي
“Aku diperintahkan untuk menjadi seorang pemaaf. Oleh karena itu, jangan memerangi
kaum itu” (HR. Ibnu Abi Hatim, An Nasai, dan Al Hakim).
Bahkan ketika Rasulullah saw. telah mendapatkan baiat dari orang-orang Anshar di Aqobah
dan mereka meminta izin kepada rasul untuk memerangi orang-orang Quraisy di Mina, beliau
saw. menjawab: “„Kami belum diperintahkan untuk (aktivitas) itu, maka kembalilah kalian
ke hewan-hewan tunggangan kalian. Dikatakan, „Maka, kamipun kembali ke peraduan kami,
lalu tidur hingga tiba waktu subuh.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi,
jilid I/305)
Bahkan dalam pergulatan politik antara kelompok kafirin dengan kelompok mukminin,
mereka menggunakan peristiwa politik internasional untuk melemahkan lawan. Ini terjadi
ketika terjadi perang antara Persia dan rumawi di Palestina dimana tentara Rumawi
dikalahkan oleh tentara Persia. Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Syihab, berkata,
“Kami mendapatkan kaum musyrikin tengah berdebat dengan kamu muslimin. Saat itu
mereka masih berada di Mekah dan sebelum Rasulullah melakukan hijrah. Orang-orang
musyrik berkata, “Rumawi telah menyatakan dirinya sebagai ahlu kitab, dan sungguh
mereka telah dikalahkan oleh Majuzi (Persia). Sedangkan kalian yakin bahwa kalian akan
mengalahkan keduanya dengan kitab yang diturunkan kepada Nabi kalian. Bagaimana
kalian dapat mengalahkan Rowawi dan Majuzi. Kami pasti mengalahkan kalian. Maka
turunlah firman Allah SWT :
جذ ! ﴿ا غ السض أد ف ! اش ثؼذ غج ثضغ ف ! ع١غج ع١ ش لل ال لج ئز ثؼذ ٠
٠فشح ؤ ش للا ثصش ! ا ص ٠ ٠شبء ؼض٠ض ﴾ ا اشح١
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat, dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa t.ahun lagi. Bagi Allahlah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu
bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” [QS Al
Ruum [30]: 1-5]. Namun demikian orang-orang Quraisy yang berhati beku itu tak bisa menerima kebenaran
Islam yang dibawakan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Lebih-lebih setelah wafatnya
paman beliau saw., Abu Thalib, pemuka Quraisy yang selama ini mendukung dakwah nabi,
melindungi beliau saw., dan menjadi mediator antara para pemimpin Quraisy dengan
keponanakannya, wafat. Mereka melakukan tindakan yang lebih keras, tanpa sungkan-
sungkan lagi.
Rasulullah saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar Makkah untuk mengajak
mereka masuk Islam dan melindungi beliau saw. dan melindaungi dakwah Islam serta siap
menanggung resiko melawan kebengisan orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para
pemuka kabilah-kabilah Arab. Beliau berkata kepada mereka, “Ya Bani fulan! Saya adalah
utusan Allah bagi kalian, dan menyeru kepada kalian untuk beribadah kepada Allah dan
tidak menyekutukanNya, dan agar kalian meninggalkan apa yang kalian sembah, beriman
kepadaku dan percaya kepadaku, dan janganlah kalian mencegah aku, sampai aku
menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku.” Akan tetapi paman beliau saw,
Abu Lahab, berdiri di belakang beliau, membantah dan mendustakan perkataan beliau saw.
Tak satupun kabilah menerima beliau.
Jurnal Sharia Law Halaman | 20
Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, “Zuhri menceritakan, bahwa Rasulullah saw
mendatangi secara pribadi Bani Kindah, akan tetapi mereka menolak beliau. Beliau juga
mendatangi Bani Kalban akan tetapi mereka menolak. Beliau juga mendatangi Bani Hanifah,
dan meminta kepada mereka nushrah dan kekuatan, namun tidak ada orang Arab yang lebih
keji penolakannya terhadap beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau juga mendatangi Bani
„Aamir bin Sha‟sha‟ah, mendo‟akan mereka kepada Allah, dan meminta kepada mereka
secara pribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari mereka yang bernama Baiharah
bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang
Arab akan murka.” Kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membai‟atmu atas
urusan kamu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu, apakah
kami akan diberi kekuasaan setelah engkau? Rasulullah saw berkata kepadanya, “Urusan itu
hanyalah milik Allah, yang Ia berikan kepada siapa yang dikehendaki.” Bahirah berkata,
“Apakah kami hendak menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab, sedang engkau
tidak. Sedangkan jika Allah memenangkan kamu, urusan bukan untuk kami.” Kami tidak
butuh urusanmu.”
Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah saw dan menolak adalah, (1)
Banu „Aamir bin Sha‟sha‟ah, (2) Bani Muharib bin Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4)
Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah, (7) Bani Sulaim, (8) Bani „Abas, (9) Bani
Nadlar, (10) Bani Baka‟, (11) Bani Kindah, (12) Kalab, (13) Bani Harits bin Ka‟ab, (14) Bani
„Adzrah, (15) Bani Hadlaaramah.
Beliau saw selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Mekah, beliau juga mendakwahi
kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik untuk berdagang
maupun untuk mengunjungi Ka‟bah, di jalan-jalan, pasar „Ukadz, dan Mina. Diantara orang-
orang yang diseru Rasul tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka
menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul Nya.
Setelah mereka kembali ke Medinah mereka menyebarkan Islam di Medinah. Momentum
penting lain sebagai petanda dimulainya babak baru dakwah Rasul adalah Bai‟at „Aqabah I
dan II. Dua peristiwa ini, terutama Bai‟at „Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari
dakwah Rasul, yakni tahap interkasi dan perjuangan (marhalah Tafa‟ul wal Kifah) menuju
Tahap ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam tahap ketiga ini
Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan mayoritas masyarakatnya telah siap
menerima Islam sebagai metode kehidupan mereka, yaitu kehidupan yang (1) asas
peradabannya adalah kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar
perbuatan (miqyasul a‟mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3)
makna kebahagiaan (ma‟nas sa‟aadah) mereka adalah mendapatkan ridlo Allah. Masyarakat
yang kokoh inilah yang siap membawa risalah Islam ke seluruh dunia.
Oleh karena itu, dengan bukti kesuksesan yang jelas dicapai oleh Rasulullah saw. dalam
perjuangan beliau saw., disamping tuntunan dan tuntutan agar kita meneladani perjuangan
beliau saw., maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi
ini selain jalan yang telah ditempuh Rasulullah saw. Untuk menyegarkan kembali gambaran
kita tentang perjalanan dakwah rasulullah saw. tersebut perlu kita perhatikan bagan di bawah
ini:
Refleksi Metode Perjuangan Rasul Dewasa Ini
Jurnal Sharia Law Halaman | 21
Dalam upaya meneladani rasulullah saw. pada perjuangan menegakkan khilafah di masa
modern ini, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah membentuk kelompok atau
partai politik Ideologis yang memiliki pemahaman yang jelas terhadap ide-ide Islam secara
menyeluruh dan memahami metode perjuangan Rasulullah saw. secara detail. Mau tidak mau
parpol tersebut harus melakukan kajian mendalam terhadap tsaqofah islam, baik itu Al
Quran, Tafsir, Sunnah, Fiqh, maupun Sirah Nabi SAW. Kelompok itu juga harus memiliki
pengurus dan kader-kader yang memiliki keahlian dalam menggerakkan partai tersebut serta
memiliki kesadaran yang cukup terhadap metode yang benar bagaimana mengikat para
anggotanya dengan ide dan metode dakwahnya. Parpol tersebut juga harus memiliki
kesadaran politik terhadap dunia internasional.
Parpol ideologis yang komit dengan Islam itu harus melakukan proses penyadaran kepada
umat secara keseluruhan, khsusnya kepada para ulama, intelektual, tokoh-tokoh gerakan
islam, pimpinan parpol dan ormas Islam, para hartawan muslim, para pemuda dan mahasiswa
islam, dan kelompok-kelompok potensial lainnya dalam diri umat ini. Parpol itu harus
membina umat dengan Islam sebagai agama dan ideologi yang mengatur seluruh aspek
kehidupan, memberi kesadaran politik sebagai pengaturan urusan umat yang harus dilakukan
oleh negara dan dikontrol oleh umat melalui proses amar makmur nahi mungkar, dan
memberikan persepsi tentang perjuangan partai politik ideologis yang berjuang menegakkan
Islam secara damai melalui pergulatan pemikiran dan perjuangan politik.
Apabila terdapat kesadaran politik umat, partai tersebut bisa menguatkan tubuhnya dengan
berbagai aktivitas pemikiran dan politik dan berusaha melebur umat dengan ide-ide, hokum-
hukum, dan pendapat-pendapat islami yang diadopsinya. Lalu berusaha menggapai
kepemimpinan umat dan setiap anggotanya menjadi rujukan umat dalam masalah Islam dan
perkembangan politik dunia.
Ringkasnya, hal yang harus dilakukan untuk menegakkan khilafah adalah : Melalui jalan
dakwah yang ditempuh dengan mengikuti thariqah dakwah Rasulullah, yaitu:
1. Dimulai dengan pembentukan kader yang bersyakhshiyyah Islamiyyah, melalui
pembinaan intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu
2. Pembinaan umat (tatsqif jamaiy) untuk terbentuknya pendapat masyarakat (al-wa‟yu al-
amy) tentang Islam
3. Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh jamaah (tanmiyatu jizmi al-hizb)
agar kegiatan pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif,
hingga terbentuk kekuatan politik (al-quwwatu al-siyasiya)
4. Penegakan syariah dan khilafah memerlukan kekuatan politik. Kekuatan politik adalah
kekuatan umat yang memilliki kesadaran politik Islam (al-wa‟yu al-siyasiy al-islamy)),
yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur dengan
syariah Islam. Maka harus ada upaya penyadaran politik islamy masyarakat terus menerus,
yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk
sehingga kekuatan politik juga makin cepat terwujud
5. Massa umat yang memiliki kesadaran politik menuntut perubahan ke arah Islam
6. Di dukung oleh ahl-quwwah (polisi, militer, politisi, orang kaya, tokoh masyarakat dan
sebagainya) yang melalui pendekatan intensif, setuju mendukung perjuangan syariat dan
khilafah. Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak semacam ini tidak akan
terbendung.
7. Rakyat menuntut tegaknya sistem (syariah) dan kekuasaan khilafah atau penyatuan ke
dalam khilafah Islam.
Jurnal Sharia Law Halaman | 22
Khatimah
Namun demikian, siapapun yang menghendaki dan merindukan hidup dengan islam secara
kaffah, maka keberadaan negara Khilafah Islamiyyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab
Khilafah-lah, institusi yang sanggup menerapkan syariah secara total (kaffah). Tinggal
maukah kita berjuang. Karena metodenya telah jelas yaitu metode perjuangan pemikiran dan
politik yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., bukan dengan cara-cara demokrasi maupun
revolusi sosialis yang tidak ada asal-usulnya dari Islam. Wallahu muwaffiq ila aqwamit
thariiq. Wahuwa khairun haafizho wahuwa arhamur raahimin! [ ]
Walhamdulillahirabbil „alamin!
Jurnal Sharia Law Halaman | 23
Oleh karena itu, di masa
kerinduan akan kejayaan Islam
dan kaum muslimin ini telah
kembali mengusik pikiran dan
perasaan umat , maka tidak ada
metode (thariqah) perjuangan
yang harus ditempuh untuk
mewujudkan hal itu, kecuali
mengikuti metode (thariqah)
perjuangan Rasulullah saw.
ISIS, Mengaburkan Keagungan Khilafah
Sesungguhnya tanzhim (organisasi) apapun yang ingin memproklamirkan al-Khilafah di
suatu tempat, yang wajib baginya adalah mengikuti thariqah Rasulullah Saw dalam hal itu.
Diantaranya adalah, organisasi itu memiliki kekuasaan yang menonjol di tempat tersebut,
yang menjaga keamanannya di dalam dan di luar negeri. Harus ada pilar-pilar negara di
daerah yang di situ diproklamirkan al-Khilafah. Itulah yang dahulu ada pada Rasulullah Saw
ketika beliau mendirikan Daulah Islamiyah di al-Madinah al-Munawarah: Kekuasaan di sana
adalah milik Rasul Saw, keamanan dalam negeri dan luar negerinya dijamin dengan
keamanan (kekuasaan) Islam, dan negara itu memiliki pilar-pilar negara di wilayah tersebut.
Sementara itu, organisasi yang memproklamirkan al-Khilafah tersebut, tidak memiliki
kekuasaan atas Suriah dan tidak pula atas Irak. Organisasi itu juga tidak merealisasi
keamanan dan rasa aman di dalam negeri dan tidak pula di luar negeri, hingga orang yang
dibaiat sebagai khalifah saja tidak bisa muncul di sana secara terbuka, akan tetapi keadaannya
tetap tersembunyi seperti keadaannya sebelum proklamasi daulah! Ini menyalahi apa yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw, sebelum daulah tegak, boleh saja
bersembunyi di goa Tsur. Akan tetapi setelah berdiri daulah, beliau Saw memelihara urusan-
urusan masyarakat, memimpin pasukan, memutuskan perkara di antara orang-orang yang
bersengketa, mengirim para utusan, dan menerima para utusan secara terbuka tanpa
sembunyi. Jadi, sebelum berdiri daulah berbeda dengan sesudahnya. Begitulah, proklamasi
organisasi itu atas al-Khilafah adalah ucapan sia-sia (laghwun) tanpa isi. Itu sama saja dengan
yang sebelumnya dalam hal proklamasi al-Khilafah, tanpa realita riil di lapangan dan tidak
memiliki pilar-pilar. Semua itu hanya untuk memuaskan apa yang ada di dalam diri mereka.
Yang ini memproklamirkan diri sebagai khalifah. Yang itu memproklamirkan diri sebagai al-
Jurnal Sharia Law Halaman | 24
Mahdi, dan sebagainya, tanpa pilar-pilar, tanpa kekuasaan dan tanpa menguasai keamanan
dan rasan aman…!
Sesungguhnya al-Khilafah adalah negara yang punya bobot. Syariah telah
menjelaskan thariqah pendiriannya dan tata cara menggali hukum-hukumnya tentang
pemerintahan, politik, ekonomi, hubungan-hubungan internasional… Bukan hanya
proklamasi nama tanpa isi, yang dilontarkan di situs-situs elektronik atau media massa-media
massa audio visual. Proklamasi al-Khilafah merupakan kejadian agung yang mengguncang
dunia. Akarnya menancap dalam di bumi. Kekuasaannya menjaga keamanan dalam dan luar
negeri atas wilayah tersebut, menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke
seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.
Proklamasi yang terjadi adalah ucapan yang sia-sia (laghwun), tidak memajukan dan tidak
memundurkan dalam hal realita organisasi ISIS. ISIS adalah gerakan bersenjata, baik
sebelum proklamasi dan setelah proklamasi. Posisinya seperti gerakan-gerakan bersenjata
lainnya yang saling memerangi satu sama lain dan juga berperang melawan rezim, tanpa satu
pun dari faksi-faksi itu bisa meluaskan kekuasaan atas Suria atau Irak atau keduanya.
Seandainya ada faksi dari faksi-faksi itu, termasuk ISIS, yang mampu meluaskan
kekuasaannya atas wilayah yang memiliki pilar-pilar negara dan memproklamasikan al-
Khilafah serta menerapkan Islam, niscaya layak untuk dibahas guna dilihat jika al-Khilafah
yang didirikannya sesuai hukum-hukum syariah, sehingga pada saat itu diikuti. Hal itu karena
penegakan al-Khilafah merupakan kewajiban atas kaum Muslimin. Maka siapa saja yang
berhasil menegakkannya dengan benar, ia diikuti. Fakta yang terjadi saat ini tidak lah seperti
itu. Semua faksi bersenjata (milisi), di antaranya ISIS, tidak memiliki pilar-pilar negara, tidak
memiliki kekuasaan atas wilayah, dan tidak menguasai keamanan dan rasa aman. Karena itu,
proklamasi ISIS atas tegaknya al-Khilafah adalah ucapan sia-sia (laghwun), tidak layak
diperhatikan untuk dibahas pada realitanya sebab sudah tampak jelas.
Yang layak untuk diperhatikan dan dikaji adalah kekhawatiran adanya dampak negatif
atas proklamasi ini, terkait ide al-Khilafah pada orang-orang yang berpikiran dangkal.
Sehingga ide al-Khilafah pada diri mereka jatuh dari posisi sentralnya yang agung dan
urgensitasnya bagi kaum Muslimin. Jatuh pada pemikiran yang rapuh, yang sekadar menjadi
penyaluran perasaan-perasaan gelisah pada sebagian person. Maka salah seorang dari mereka
berdiri di lapangan atau di medan atau di kampung, lalu memproklamirkan diri bahwa dia
adalah khalifah, kemudian dia mengundurkan diri dan menyangka telah berbuat sebaik-
baiknya! Maka al-Khilafah akan kehilangan urgensitas dan keagungannya pada hati orang-
orang yang berpikiran dangkal dan menjadi tidak lebih dari nama bagus yang dijadikan
sebutan bagi orang yang menginginkan tetapi tanpa isi… Inilah yang layak diperhatikan,
khususnya saat di mana al-Khilafah telah makin dekat, lebih dekat dari sebelum-sebelumnya,
dan kaum Muslimin telah menunggu pendiriannya dengan tidak sabar.
Semua itu memunculkan tanda tanya, bahkan banyak tanda tanya…
seputar timing proklamasi ini tanpa kekuasaan yang nyata dan stabil bagi pemilik proklamasi;
yaitu kekuasaan yang menjaga keamanan negara ini di dalam dan luar negeri. Begitulah yang
terjadi di Facebook atau media massa… Timing ini mencurigakan, khususnya bahwa
gerakan-gerakan bersenjata yang tegak bukan atas asas takatuliyun fikriyun (kelompok yang
bersifat intelektual), membuat infiltrasi menjadi mudah. Masuknya orang-orang jahat dari
Timur dan Barat di barisannya adalah mudah. Sudah diketahui bersama bahwa Barat dan
Timur terus melakukan tipu daya terhadap Islam dan al-Khilafah. Kepentingan mereka adalah
memalsukan potretnya. Jika mereka tidak bisa memadamkan namanya, maka mereka sangat
mementingkan agar al-Khilafah tidak lain hanyalah nama yang digunakan oleh orang yang
menginginkan tanpa isi sama sekali. Sehingga kejadian agung yang menampar kaum kafir
menjadi sekadar nama yang dijadikan ejekan oleh musuh-musuh itu siang malam…!
Jurnal Sharia Law Halaman | 25
Atas semua yang diperbuat musuh-musuh jahat itu, kita tegaskan kepada musuh-musuh
Islam dari Timur dan Barat, antek-antek dan para pengikutnya, serta orang-orang bodoh
mereka, bahwa al-Khilafah yang telah memimpin dunia berabad-abad adalah sudah diketahui
dan tidak majhul, kuat menghadapi distorsi bagaimanapun tipu daya dan konspirasi
dilakukan.
﴿ ى ش ٠ ى ش ٠ للا للا خ١ش بوش٠ ﴾ا
“Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-
baik Pembalas tipu daya.” (TQS al-Anfal [8]: 30)
Allah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa telah mendatangkan untuk khilafah satu partai
yang menghimpun orang-orang, yang perdagangan dan jual beli tidak melalaikan mereka dari
mengingat Allah. Mereka melingkupi khilafah dengan pikiran, pendengaran, dan
penglihatannya. Mereka telah menyiapkan segala persiapan yang dibutuhkan untuk khilafah.
Mereka istinbath hukum-hukum dan konstitusinya, serta struktur pemerintahan dan
administrasinya. Mereka berjalan dalam upaya menegakkannya dengan meneladani sirah
Rasulullah Saw tanpa menyimpang sehelai rambut pun… Mereka, dengan izin Allah,
merupakan pagar yang menghalangi kekaburan tentang khilafah. Mereka layaknya batu
cadas, yang dengan pertolongan Allah, dapat menghancurkan konspirasi-konspirasi kaum
kafir, antek-antek, dan para pengikutnya. Mereka adalah para politisi yang memiliki
kesadaran, yang dengan kekuatan Allah, dapat membalikkan segala tipu daya musuh-musuh
Islam dan kaum Muslimin menjadi kebinasaan bagi musuh-musuh itu.
ل ﴿ ىش ٠ح١ك إل اغ١ئ ا ﴾ثأ
“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya
sendiri.” (TQS Fathir [35]: 43)
Sesungguhnya perkara al-Khilafah al-Islamiyah amatlah agung dan posisinya sungguh
sangat signifikan. Berdirinya tidak akan sekadar berita yang menjadi bahan ejekan media
massa menyesatkan. Akan tetapi dengan izin Allah, berdirinya Khilafah akan menjadi
„gempa‟ menggema, yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah
sejarah… Sesungguhnya Khilafah akan kembali berupa Khilafah Rasyidah yang
mengikuti manhaj kenabian, sebagaimana yang disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul
saw. Maka orang-orang yang menegakkannya, mereka seperti orang-orang yang menegakkan
Khilafah Rasyidah pertama, orang-orang yang bertakwa lagi bersih, mencintai umat dan umat
mencintai mereka, mereka mendoakan umat dan umat pun mendoakan mereka. Umat
merasakan kebahagiaan bertemu dengan mereka dan mereka merasakan kebahagiaan bertemu
dengan umat; bukannya keberadaan mereka di tengah umat justru dibenci… Begitulah,
mereka adalah ashhâbul khilâfah mendatang yang mengikuti manhaj kenabian. Allah akan
memberikannya kepada orang yang memang layak untuknya. Dan sungguh kita memohon
kepada Allah agar kita termasuk orang-orang yang layak itu dan termasuk orang-orang yang
mengaturnya. Kita memohon kepada Allah SWT agar memberi karunia kepada kita dengan
tegaknya al-Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.
ا﴿ فبعزجشش از ثج١ؼى ثب٠ؼز ﴾ث
“Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu…” (TQS alt-Tawbah
[9]: 111)
Janganlah Anda berputus asa dari rahmat Allah, sehingga Allah tidak menyia-nyiakan
untuk Anda wahai saudara-saudara yang dimuliakan, kelelahan yang telah Anda
persembahkan. Allah tidak menolak permohonan yang Anda pinta dari-Nya, Allah tidak
menggagalkan harapan yang Anda ajukan kepada-Nya. Maka tolonglah kita dengan
Jurnal Sharia Law Halaman | 26
meningkatkan kesungguhan dan pemberian. Perlihatkan kepada Allah dari diri Anda
kebaikan, niscaya Allah menambah kebaikan untuk Anda. Jangan sampai ucapan main-main
bisa memalingkan Anda dari perjuangan Anda yang penuh kesungguhan lagi jujur. [ ]
Jurnal Sharia Law Halaman | 27
Sesungguhnya perkara al-Khilafah al-
Islamiyah amatlah agung dan
posisinya sungguh sangat signifikan.
Berdirinya tidak akan sekadar berita
yang menjadi bahan ejekan media
massa menyesatkan. Akan tetapi
dengan izin Allah, berdirinya
Khilafah akan menjadi „gempa‟
menggema, yang membalikkan neraca
internasional dan mengubah wajah
dan arah sejarah.
BBNNII..0033..0011..886666..883311 aa..nn CChhaannddrraa PPuurrnnaa IIrraawwaann
BBRRII 11668899--0011--000000660077--5533--66 aa..nn CChhaannddrraa PPuurrnnaa IIrraawwaann
GALERY FOTO SHARIA LAW INSTITUTE & MUSLIM ROHINGNYA @Langsa, Aceh Timur
>> CEO Sharia Law Institute foto bersama Imami, muslim rohingnya
yang Hafidz 30 Juz Al-Qur’an
>> Kebutuhan air bersih +100.000 liter/hari. Sharia Law Institute turut membantu kebutuhan air tersebut
>>Menghibur anak-anak Rohingny