Post on 13-Dec-2015
description
Pernyataan berikut merupakan karya dari ahli yang diselenggarakan oleh
Hellenic Cardiovascular Research Society. Keterbukaan informasi bagi anggota
termasuk dalam lampiran di akhir naskah.
Hal ini penting untuk memperjelas bahwa pernyataan ini berlaku untuk
pasien dengan angina stabil dalam pengaturan ketidakmampuan untuk
mendapatkan keuntungan lebih dari revaskularisasi, jika revaskularisasi yang baik
tidak ditunjukkan atau tidak dapat dilaksanakan. Dalam konteks ini, isu prosedur
diagnostik dan terapeutik yang terkait dengan pengelolaan invasif penyakit
jantung iskemik tidak akan dibahas.
Latar belakang ilmiah yang dipengaruhi posisi komite, selain
dari artikel yang dipublikasikan dalam literatur, dibentuk oleh 2006 pedoman
European Society of Cardiology pada pengelolaan angina pektoris stabil1, 2012
ACCF / AHA / ACP / AATS / PCNA / AKSI / STS pedoman untuk diagnosis dan
manajemen pasien dengan penyakit jantung iskemik yang stabil2, dan pedoman
angina stabil yang diterbitkan NICE baru-baru ini3. Ruang lingkup komite ini
adalah untuk mengevaluasi peran strategi terapi baru yang bertujuan untuk
mengurangi gejala dan meningkatkan prognosis, menyesuaikan bukti yang
tersedia dan rekomendas karakteristik pasien dengan angina stabil dalam populasi
Yunani, serta merumuskan rekomendasi yang akan mempertimbangkan
karakteristik khusus dari sistem kesehatan nasional setempat.
Pengantar
Meskipun kemajuan luar biasa dalam terapi kardiovaskular, dan secara
khusus dalam terapi invasif penyakit jantung iskemik, prevalensi angina stabil
di dunia industri adalah cukup tinggi. Hal ini juga diketahui bahwa angina stabil
meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular berikutnya dan berefek pada kualitas
hidup pasien yang terkena. Akhirnya, pasien dengan angina stabil menujukkan
peningkatan morbiditas dan rawat inap, meningkatkan biaya ekonomi penyakit
jantung iskemik untuk pembayaran kesehatan4,5.
Definisi
Menurut pedoman ESC untuk pengelolaan angina stabil1, “angina stabil
adalah sindrom klinis yang ditandai dengan rasa tidak nyaman di dada, rahang,
bahu, punggung, atau lengan, biasanya ditimbulkan oleh stres emosional dan
membaik dengan istirahat atau nitrogliserin.” Dalam sebagian besar kasus definisi
yang luas ini mengacu pada sindrom klinis yang disebabkan oleh iskemia
miokard. Dalam sebagian besar kasus iskemia miokard, penyebabnya adalah
penyakit arteri koroner aterosklerotik. Dengan demikian, manajemen terapi angina
stabil yang dibahas dalam dokumen ini difokuskan terutama pada penyakit
jantung iskemik. Sebagian kecil pasien dengan gejala angina saat aktivitas
mungkin juga hadir dengan vasospastic / angina variabel (Prinzmetal angina) atau
sindrom X. Meskipun penyakit arteri koroner aterosklerotik sering hadir,
perbedaan dalam patofisiologi dan pengobatan bentuk-bentuk angina tidak
mengizinkan ekstrapolasi dari rekomendasi berikut untuk pasien ini.
Epidemiologi
Prevalensi angina pada populasi Eropa meningkat dengan usia. Hal ini
sangat jarang terjadi pada orang berusia 40-50 (<1%) tetapi dapat mencapai 10-
20% pada pasien usia> 70 tahun. Selain itu, kejadian angina telah dilaporkan
sekitar 0,5%, tapi kita harus mempertimbangkan bahwa prevalensi bervariasi
antara populasi dan bahwa sebagian besar data yang diperoleh studi yang
dilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu6-9.
Memang, kejadian infark miokard telah menurun di negara-negara dengan
sistem kesehatan canggih, terutama karena hasil yang bermanfaat dari
langkah-langkah pencegahan di tingkat populasi. Namun, bahkan di negara-
negara ini, prevalensi angina stabil tidak menurun sesuai, meskipun ketersediaan
yang lebih luas dari terapi reperfusi. Hal ini terutama disebabkan oleh perubahan
demografi populasi di dunia industri10. Data epidemiologi terbaru dari penduduk
Yunani jarang. Dalam sebuah penelitian survei lewat telepon baru-baru ini,
dilaporkan bahwa. Dengan demikian, angina stabil tetap merupakan masalah
klinis penting dengan efek besar pada kualitas hidup dan prognosis jangka
panjang pasien.
Manajemen Angina Stabil
Langkah-langkah pencegahan non-farmakologis harus dipertimbangkan
untuk pengelolaan pasien dengan angina stabil. Khususnya, penghentian merokok
dan penyesuaian tingkat latihan individual. Selain itu, tujuan pengobatan “Fifth
Joint Task Force dari European Society of Cardiology” pada pencegahan penyakit
kardiovaskular dalam praktek klinis (misalnya tujuan mengenai tingkat lipid yang
tepat dan hipertensi) harus dipertimbangkan wajib bagi pasien dengan penyakit
jantung iskemik dan angina stabil. Ini harus jelas bahwa, meskipun makalah ini
difokuskan pada manajemen farmakologis dari iskemia pada pasien dengan
angina stabil, langkah-langkah pencegahan tersebut harus menjadi yang pertama
dan mungkin langkah yang paling penting dalam pengelolaan semua pasien
dengan penyakit jantung iskemik.
Manajemen farmakologis angina stabil
1. Terapi Beta-blokade
Beta blocker memperbaiki iskemia dan gejala terutama dengan
mengurangi konsumsi oksigen. Efek perlindungan anti-iskemik diberikan
oleh terapi beta-blokade sebagian besar dimediasi oleh beta-1 adrenoseptor
blokade. Beta-1 selektif beta blocker metoprolol (target dosis 100 mg),
atenolol (target dosis 100 mg atau 50 mg), dan bisoprolol (target dosis 10
mg) telah digunakan secara luas untuk angina stabil. Obat ini tidak hanya
didukung oleh tubuh yang cukup pengalaman dan bukti akumulasi selama
dekade terakhir, tetapi disamping itu beta –blocker juga menunjukkan
perbaikan antara pasien dengan asma atau penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Namun, dalam sebuah studi multicenter baru-baru ini diterbitkan di
Yunani itu menunjukkan bahwa pada pasien dengan PPOK dan penyakit
jantung iskemik, carvedilol adalah yang paling umum digunakan beta
blocker, meskipun kurangnya beta-1 sifat selektif13.
Beta blockers telah terbukti mengurangi morbiditas pada pasien
dengan penyakit jantung iskemik dan infark miokard sebelumnya14. Tubuh
padat bukti juga telah dibuat berkaitan dengan pasien dengan gagal jantung
dan penyakit jantung iskemik. Meskipun tidak ada keraguan bahwa beta
blocker memperbaiki gejala dan menurunkan iskemik dan aritmia dalam
berbagai pengaturan klinis, data potensi kematian konsisten hanya untuk
pasien dengan infark miokard sebelumnya dan / atau disfungsi sistolik
ventrikel kiri15. Dengan demikian, beta blockers adalah agen yang disukai
untuk pengobatan angina pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri setelah
infark miokard dan pada pasien dengan gagal jantung, karena efek
remodeling dan meningkatkan kelangsungan hidup. Pembahasan efek
prognostik beta blocker pertama kali timbul oleh meta-analisis atenolol pada
hipertensi, yang sebenarnya bisa berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan angiotensin II reseptor blocker dan Cablockers.16
Terlebih lagi, hasil studi berkelanjutan terhadap 18.653 pasien yang telah
terdaftar dalam REACH yang telah diikuti selama 44 bulan17 menunjukkan
pasien baik yang berisiko penyakit arteri koroner dan terindikasi infark
miokard sebelumnya, atau penyakit arteri koroner tanpa terindikasi infark
miokard, penggunaan beta blocker tidak berhubungan dengan rendahnya
risiko kejadian kardiovaskular komposit. Dalam hal prinsip, hasil penelitian
ini perlu diverifikasi oleh percobaan prospektif yang khusus dirancang untuk
mengubah strategi terapi namun studi tersebut tidal mungkin dilakukan dalam
waktu dekat. Salah satu asumsi yang sulit untuk menolak adalah bahwa
perawatan pasien dengan penyakit jantung iskemik saat ini sangat berbeda
dengan perawatan pasien yang tersedia 10 sampai 30 tahun yang lalu.
Dengan demikian, data dari uji coba kecil yang dilakukan di masa lalu tidak
bisa diterapkan pada semua pasien. Akhirnya, masalah utama dan
berkembang dari pasien kami saat ini adalah meningkatkan risiko
kardiometabolik yang dikaitkan dengan obesitas dan diabetes mellitus. Fakta
ini sangat relevan dengan population Yunani.18,19 Salah satu alasan yang
mungkin terkait dengan kurangnya manfaat prognostik dari beta blocker
sebelumnya adalah efek tidak baik pada metabolisme glukosa.20 Namun,
kejadian diabetes yang lebih tinggi di antara pasien yang menerima beta
blocker mengimbangi efek menguntungkan potensial yang diberikan oleh
terapi beta-blokade pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang stabil
masih harus dibuktikan.
Kesimpulannya, meskipun kurangnya data tentang pasien yang masih
hidup karena beta blockers dengan pengobatan harian, beta blockers
merupakan terapi anti iskemik pada pasien yang mengalami angina
2. Calcium channel blockers (CCB)/ Penghambatan Saluran Kalsium
CCB mengurangi angina dengan menghambat ambilan kalsium
melalui membran sel dalam banyak jaringan, termasuk miokardium, jaringan
konduksi jantung, dan sel-sel otot polos pembuluh darah di kedua arteri
koroner dan pembuluh perifer.
Perawatan CCB yang paling sering diterapkan untuk angina di Yunani
adalah amlodipine, diltiazem, felodipine, verapamil dan nifedipine. CCB
merupakan gabungan dari beberapa jenis obat. Diltiazem dan verapamil
digunakan untuk menurunkan detak jantung dan mengurangi kontraksi
myocardial, sementara dihydropyridines (nifedipine, amlodipine, dan
felodipine) akan menyebabkan ‘sympathetic activation’ yang meningkatkan
detak jantung. ‘Sympathetic activation’ mengimbangi efek antiangina dari
CCB. Dengan demikian, pengelolaan detak jantung melalui obat lain dapat
diberikan pada pasien yang menerima dihidropiridin.
Efek antianginal dari CCB telah dibuktikan melalui banyak studi dan
terapi CCB dianggap sebanding dengan apa yang apa dicapai dengan terapi
beta blocker. Selain itu, CCBs telah banyak digunakan untuk mengobati
hipertensi. Namun, belum ditemukan indikasi efek positif penerapan CCB
pada pasien dengan angina stabil. Salah satu studi short-acting nifedipin
berdosis tinggi mengakibatkan peningkatan mortalitas.21 Studi ACTION
menguji peran CCB pada pasien yang menderita angina stabil dan menolak
efek hipotesis dari nifedipin pada prognosis, menyajikan hasil yang netral.22
Namun, mayoritas pasien yang terdaftar dalam ACTION sebanyak 7665
pasien mengalami hipertensi; dengan demikian, muncul hipotesis bahwa efek
positif dari manajemen hipertensi melaui nifedipine, dinetralisasi oleh efek
positif potensial terhadap hasil kardiovaskular iskemik. Pada akhirnya, para
dokter harus berhati-hati karena CCB telah terbukti mampu meningkatkan
risiko gagal jantung di sejumlah studi.23-25
3. Nitrat
Peran jangka panjang nitrat telah diuji melalui beberapa studi, baik
pada pasien dengan angina stabil maupun pada pasien dengan periode pasca
infark miokard yang akut. Nitrat telah terbukti mengurangi serangan angina,
meningkatkan toleransi latihan, dan dengan demikian meningkatkan kualitas
hidup, terutama dalam hal membatasi angina. Namun, tidak ada data yang
mendukung gagasan bahwa nitrat dapat memberi manfaat mengurangi
kematian atau morbiditas pada pasien dengan angina stabil.26-28
Di Yunani, nitrat dipakai secara berlebihan pada pasien dengan
penyakit jantung iskemik stabil, meskipun beberapa data telah diakui oleh
panduan ESC2 yang banyak dipakai oleh ahli jantung. Hal tersebut
kemungkinan mungkin karena harganya yang murah dan mudah
didapatkan.19 Pengamatan tersebut telah diverifikasi dalam sejumlah survei
yang telah dilakukan di Greek population.30 Penggunaan nitrat dalam jangka
pendek maupung jangka panjang terindikasi mengakibatkan sakit kepala dan
hipotensi. Keterbatasan yang sering muncul dari penggunaan jangka panjang
nitrat adalah fenomena toleransi terhadap nitrat yang terjadi ketika tidak ada
periode bebas nitrat. Pasien harus berhati-hati bahwa nitrat transdermal harus
dihapus selama jam tidur sementara nitrat oral sebaiknya dikonsumsi sekali
di pagi hari.
Short-acting Nitrat dirasa masih cukup penting secara klinis karena
mampu meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan peningkatan
aktivitas fisik pada pasien yang mengalami angina stabil walaupun kurangnya
efek prognostik. Namun, pasien harus mengetahui beberapa hal berikut:
a. Hipotensi dapat terjadi jika nitrat yang bereasksi cepat digunakan dalam
posisi postural.
b. Pasien dalam pengobatan long-acting nitrat mungkin tidak merespon
seperti yang diharapkan untuk nitrat short-acting karena toleransi nitrat.
c. Nitrogliserin semprot lebih dianjurkan daripada tablet yang rentan
terhadap pembusukan dan farmakologi yang tidak stabil bila terkena
udara.
d. Jika angina berlanjut meskipun short-acting nitrat dilakukan secara tepat,
pasien berisiko mengalami iskemik akut.
4. Ivabradine
Ivabradine merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan detak
jantung yang relatif baru. Ivabradine adalah satu-satunya obat yang tersedia
dalam kategori meskipun zat-zat lain dengan cara kerja yang sama telah
diteliti.30 Meskipun sifat patofisiologis yang masih dalam penelitian,
ivabradine yang diberikan melalui penghambatan saluran yang berada di
dalam sinus node dianggap mampu mengurangi efek terapeutik secara
signifikan dengan menurunkan detak jantung. Dengan demikian, ivabradine
tidak hanya digunakan untuk terapi pada pasien yang mengidap fibrilasi
atrium atau pasien yang terbukti mengidap disfungsi sinus node.
European Medicines Agency (EMA) telah menyetujui penggunaan
ivabradine untuk pengobatan gejala angina pektoris stabil kronis pada orang
dewasa dengan penyakit arteri koroner yang bersinus normal namun tidak
dapat mentolerir terapi beta blocker atau dalam kombinasi dengan beta
blocker pada pasien yang dengan dosis beta blocker yang tidak optimal dan
detak jantung> 60 / menit. Baru-baru ini, EMA menyetujui penggunaan
ivabradine pada pasien dengan gagal jantung kronis NYHA kelas II sampai
IV dan disfungsi sistolik, yang dalam irama sinus dan yang detak jantung ≥75
/ menit, dalam kombinasi dengan terapi standar termasuk terapi beta blocker
atau ketika terapi beta blocker tidak ditoleransi.
Efek anti-iskemik dari ivabradine telah diuji dalam sejumlah studi,
termasuk membandingkan dengan beta blocker dan CCBs. Hal yang paling
penting adalah tindakan anti-iskemik yang aditif telah diverifikasi terapis
yang telah disebutkan di atas.31 Menariknya, ivabradine mampu
memperpanjang durasi penurunan detak jantung pada latihan bila
dibandingkan dengan 100 mg atenolol.32 Secara hipotesis, efek diferensial
tersebut muncul karena vasokonstriksi alpha-adrenergic dari arteri koroner
yang tak terduga hasil dari terapi beta-blokade.33
Dua percobaan acak skala besar yang telah dilakukan untuk
membuktikan efek menguntungkan dari ivabradine pada pasien dengan
penyakit jantung iskemik dan pada pasien dengan gagal jantung adalah
percobaan BEAUTIFUL34 dan percobaan SHIFT35. Secara singkat,
BEAUTIFUL menguji 10.917 pasien yang memiliki penyakit arteri koroner
dan ejeksi fraksi LV <40%. Para pasien yang terlibat adalah paisen yang
memiliki detak jantung ≥60 / menit selama 19 bulan. Studi ini menyimpulkan
bahwa penurunan detak jantung dengan ivabradine tidak meningkatkan hasil
jantung pada semua pasien yang mengalami penyakit arteri koroner stabil dan
disfungsi LV sys-folat, tetapi mengurangi kejadian penyakit arteri koroner
pada pasien yang memiliki dasar detak jantung minimal ≥70 / menit. Selain
itu, primary endpoint (gabungan dari kematian karena kardiovaskular atau
perwatan rumah sakit dan nonfatal myocardial atau gagal jantung) pada
pasien dengan angina berkurang sebesar 25% (HR = 0,76, 95% CI = 0,58-
1,00, p = 0,05). Primary endpoint pada pasien yang mengalami angina dan
detak jantung ≥70 / menit berkurang 31%.
Pada studi SHIFT yang menguji 6558 pasien (tindak lanjut selama 22
bulan) yang mengalami gejala gagal jantung dan ejeksi fraksi LV 35% atau
lebih rendah, berada di irama sinus dengan detak jantung ≥70 / min. Pasien-
paisen tersebut pernah dirawat di rumah sakit karen gagal jantung di tahun
sebelumnya, dan berada di pengobatan latar belakang stabil termasuk beta
blocker jika ditoleransi. Primary endpoint berkurang secara signifikan
diantara para pasien yang dirandomisasi dengan ivabradine (HR=0,82, 95%
CI=0,75-0,90, p<0.0001). Hasil ini didapatkan dari penurunan data pasien
rumah sakit dengan perburukan gagal jantung.
Secara keseluruhan, ivabradine memiliki profil keamanan yang
menguntungkan. Efek samping paling umum yang disebabkan oleh
penggunaan ivabradine adalah bradikardia. Pada uji BEAUTIFUL, 6% pasien
pada kelompok ivabradine menunjukan denyut jantung <50 kali per menit
dan menghentikan penelitian medikasi tersebut sesuai dengan protokol
penelitian. Walaupun begitu, hanya 23% dari pasien yang menunjukkan
gejala. Selanjutnya, 37 pasien (0,3%) dikeluarkan dari penelitian karena
menunjukkan gejala visual seperti mata silau, pandangan kabur, dan
gangguan penglihatan (ivabradine 0,5%, plasebo 0,2%); gejala ini
menghilang setelah pengobatan dihentikan.
5. Ranolazine
Ranolazine merupakan derivat piperazine yang pada dosis terapi dapat
menghambat pemasukan Na+ yang terlambat, dan mencegah penumpukan Ca++
intraseluler. Terkait efeknya sebagai anti iskemik dan anti aritmia, ranolazine
banyak ditemukan pada kasus iskemia dan/atau hipoksia, dimana peran
pemasukan Na+ yang terlambat penting dan secara signifikan mempengaruhi
status kontraktilitas dan konsumsi energi sel-sel miokard36,37.
Menurut EMA, ranolazine diindikasikan untuk dewasa sebagai terapi
simptomatis tambahan pada pasien dengan angina pektoris stabil yang tidak
dapat dikontrol atau intolerasi dengan terapi lini pertama antiangina (seperti
beta blocker dan/atau antagonis kalsium).
Ranolazine, dalam perbandingannya dengan atenolol 100 mg,
menunjukkan peningkatan yang hampir sama pada waktu dan onset angina,
serta waktu untuk 1 mm ST-depresi, ketika durasi latihan ditingkatkan38.
Ranolazine juga meningkatkan aliran darah miokard, seperti yang terdeteksi
pada teknik pencitraan perfusi miokard otomatis39. Pada pasien dengan
penyakit jantung iskemik, 4 randomisasi mayor, uji plasebo-kontrol, yang
terdiri dari 8129 pasien, telah dipublikasikan. Tiga dari penelitian ini
(MARISA, CARISA, dan ERICA) telah membuktikan efek anti iskemia
ranolazine sebagai monoterapi serta terapi tambahan beta blocker dan
antagonis kalsium40-42. Hal umum yang ditemukan di ketiga peneitian tersebut
adalah angka kejadian angina dan kebutuhan terhadap nitrat kerja cepat
berkurang 25%-35% pada kelompok ranolazine.
MERLIN-TIMI 36 melakukan uji untuk mengevaluasi peran
ranolazine pada 6560 pasien dengan angina tidak stabil dan infark miokar non
ST-elevasi (NSTEMI)43, tanpa menghiraukan kejadian angina. Pasien diacak
dan dibagi ke dalam kelompok ranolazine atau plasebo dan diikuti selama
kurang lebih 348 hari. Walaupun titik akhir utama (kematian sistem
kardiovaskuler, infark miokard, atau iskemia berulang) tidak berkurang secara
signifikan pada total populasi penelitian, jumlahnya kejadiaannya tidak lebih
sering pada kelompok ranolazine pada 3565 pasien dengan riwayat angina
kronis (HR: 0,86; 95% CI: 0,75 sampai 0,97; p=0,017), perbedaan ini
seluruhnya disebabkan karena penurunan iskemia berulang (HR: 0.78; 95%
CI: 0.67 sampai 0.91; p=0.002)44. sebagai tambahan, data dari MERLIN-TIMI
36 menunjukkan bahwa ranolazine secara signifikan meningkatkan HbA(1c)
dan iskemia berulang pada pasien dengan diabetes mellitus dan menurunkan
insidensi peningkatan HbA(1c) pada pasien tanpa bukti riwayat
hiperglikemia45.
Meskipun sudah ada mekanisme patofisiologi yang mendasari efek
anti-iskemik dari Ranolazine, dan khususnya penurunan penumpukan Ca++
intraseluler, mekanisme yang mendasari aritmogenesis, sebagai hasil uji
MERLIN-TIMI 36 terkait efek antiaritmia ranolazine sedikit tidak terduga.
Secara singkat, ranolazine secara signifikan mengurangi insidensi takikardia
ventrikel dan supraventricular pada umumnya. Selain itu, ada kecenderungan
menurunkan terjadinya onset baru fibrilasi atrium (1,7% vs 2,4%, p = 0,08)46.
Sejumlah penelitian kecil telah membuktikan efek antiaritmia ranolazine.
Ranolazine telah menunjukkan efek untuk mengurangi kejadian aritmia
ventrikel pada pasien dengan ICD47, mencegah fibrilasi atrium setelah operasi
arteri koroner bypass48, memfasilitasi kardioversi listrik pada pasien
kardioversi resisten49, dan memfasilitasi kardioversi pada atrium fibrilasi onset
baru50. Efek antiaritmia ranolazine sedang dalam penelitian yang secara
khusus dirancang dalam uji randomisasi skala besar, yang diharapkan dapat
memberikan bukti sebagai indikasi antiaritmia di masa depan37. Sementara itu,
kita harus mempertimbangkan bahwa ranolazine tidak hanya menunjukkan
efek non proaritmia pada percobaan klinis, tetapi juga telah terbukti
mengurangi beban aritmia ventrikel dan supraventricular pada pasien dengan
angina stabil dan pada pasien setelah angina tidak stabil atau NSTEMI. Secara
khusus, tidak ada efek proaritmia pada 3162 pasien yang diobati dengan
ranolazine, berdasarkan pemantauan 7-hari Holter pada penelitian MERLIN-
TIMI 36.
Ranolazine memiliki profil keamanan yang menguntungkan; efek
samping umum yang berhubungan dengan penggunaan antara lain pusing,
sakit kepala, sembelit, muntah dan mual.
Algoritma Manajemen Farmakologi Pasien dengan Angina Stabil yang
Bertujuan untuk Mengurangi Gejala dan Iskemik
Gambar 1
1. Nitrat kerja cepat dapat digunakan bila diperlukan dengan semua obat berikut.
Namun, khasiatnya dapat berkurang pada pasien yang menerima nitrat kerja
lama.
2. Lebih baik pada kasus hipertensi, hindari penggunaan pada kasus gagal jantung
akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri. Jika antagonis kalsium merupakan
kontraindikasi atau tidak dapat ditoleransi, ikuti algoritma berbasis denyut
jantung.
3. Lebih baik pada kasus fibrilasi atrium.
4. Hanya untuk pasien dengan irama sinus, terlebih pada kasus gagal jantung
sistolik.
Dalam Gambar 1 telah terangkum rekomendasi kelompok regimen untuk
penatalaksanaan pasien dengan angina stabil, yang bertujuan untuk mengurangi
gejala dan iskemia. Dalam artikel ini kami telah mengevaluasi peran beta blocker,
antagonis kalsium, nitrat, ivabradine, dan ranolazine. Anggota komite menyetujui
bahwa ada pengobatan antiangina lain yang telah dimasukkan dalam pedoman
lainnya (misalnya Nicorandil di pedoman NICE untuk stabil angina)3. Namun,
obat yang tidak termasuk dalam makalah ini tidak disetujui oleh EMA pada
indikasi penyakit ini, tidak tersedia di Yunani, atau tidak didukung oleh bukti
dan/atau pengalaman penggunaan klinis dalam waktu lama18.
Kami mempertimbangkan penggunaan nitrat kerja cepat bagi pasien
dengan kejadian angina sering, terutama yang disebabkan peningkatan toleransi
latihan
Beta blocker dan antagonis kalsium tetap merupakan ujung tombak dalam
pengelolaan pasien dengan angina stabil. Obat ini tersedia secara luas, terjangkau,
dan telah memiliki pengalaman klinis yang lama diantara para dokter. Namun,
beta blocker dan antagonis kalsium berasal dari dua kelompok homogen zat
dengan sifat terapeutik yang bervariasi13. Klinisi harus menyadari kekuatan dan
keterbatasan mereka serta sifat individualisasinya. Berkaitan dengan terapi beta
blocker, dokter harus tahu bahwa, meskipun atenolol dan metoprolol telah paling
banyak dipelajari pada penyakit jantung iskemik, saat ini carvedilol dan nebivolol
lebih banyak digunakan karena memiliki efek metabolisme yang lebih
menguntungkan, meskipun masih kurangnya data penelitian. Ini adalah strategi
terapi yang baik, mengingat bahwa risiko kardiometabolik adalah kontributor
utama risiko penyakit koroner di Yunani.
Jika pasien tetap memiliki gejala meskipun telah menerima dosis optimal
beta blocker dan/atau antagonis kalsium, kami merekomendasikan penggunaan
ranolazine dan ivabradine. Kata kunci yang digunakan dalam praktek klinis
sehari-hari adalah "optimal". Perlu diketahui juga bahwa dosis beta blocker yang
digunakan di Yunani lebih rendah, berdasarkan dosis berdasar bukti yang telah
digunakan di uji klinis. Klinisi harus memilah sampai dosis beta blocker
maksimum yang dapat ditoleransi sebelum menambahkan obat baru.
Menurut algoritma kami (Gambar 1) pemilihan antara ranolazine dan
ivabradine harus didasarkan pada denyut jantung dasar. Kami memilih nilai 70
kali per menit karena, dalam uji BEAUTIFUL, ivabradine meningkatkan
prognosis hanya pada pasien dengan denyut jantung istirahat ≥70 kali per menit.
Tentu saja, seseorang dapat mengemukakan pendapat bahwa EMA telah
menyetujui ivabradine pada pasien dengan denyut jantung > 60 kali menit.
Namun, tidak ada efek menguntungkan dari penggunaan ivabradine pada pasien
dengan denyut jantung < 70 kali per menit. Selanjutnya, persetujuan EMA
tersebut dirilis sebelum data dari BEAUTIFUL tersedia. Sebagai tambahan,
pengelompokan pasien berdasarkan 70 kali per menit adalah sebelum titik akhir
dalam uji BEAUTIFUL spesifik. Kami juga harus mengakui bahwa BEAUTIFUL
hanya menggunakan pasien dengan disfungsi sistolik, namun masih beralasan
untuk menggunakan hasil tersebut karena sejumlah besar studi kecil telah
dilakukan pada pasien dengan angina stabil yang tidak memiliki sistolik disfungsi.
Pada akhirnya, pasien dengan gagal jantung sistolik lebih mungkin untuk
mendapatkan keuntungan dari ivabradine (penelitian SHIFT) dan sebaiknya
menghindari penggunaan antagonis kalsium.
Pada pasien dengan denyut jantung < 70 kali per menit, pasien dengan
sindrom sinus, dan pasien dengan atrial fibrilasi, ranolazine harus
dipertimbangkan sebagai pilihan terapi. Ranolazine telah terbukti berkhasiat
sebagai antiangina dalam kombinasinya dengan beta blocker dan/atau antagonis
kalsium. Prognosis pasien dengan riwayat angina meningkat dalam uji MERLIN-
TIMI 36. Selain itu, Ranolazine ditoleransi dengan baik dan dapat mengurangi
insidensi supraventricular (termasuk fibrilasi atrium) dan ventrikel takikardia.
Nitrat kerja lama tetap dipakai sebagai pilihan terapi dan tersedia luas.
Namun, nitrat kerja lama kurang memiliki efek prognostik yang menguntungkan;
dengan demikian, penggunaannya harus fokus hanya untuk memperbaiki gejala.