Post on 06-Jul-2019
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan
Perhitungan konsumsi pakan menjadi salah satu indikator dalam menentukan
keberhasilan pemeliharaan ternak. Konsumsi pakan didapat dari pengurangan pakan
yang diberikan dengan sisa pakan. Rataan konsumsi pakan setiap ekor ayam Sentul
dari masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Konsumsi Pakan Harian Ayam Sentul Selama Penelitian
Ulangan Konsumsi Pakan
R0 R1 R2 R3 R4
…………..……………..gram/ekor/hari……………………………
1 75,02 73,69 76,69 80,88 84,40
2 76,50 75,88 77,40 79,40 81.57
3 68,12 73,64 68,55 73,19 79,62
4 73,26 74,43 75.05 76,33 79,40
Total 292,90 297,64 297,69 309,81 325,00
Rata-rata 73,23 74,41 74,42 77,45 81,25
Keterangan : R0 = Ransum tanpa produk fermentasi limbah udang
R1 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 0,5%
R2 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,0%
R3 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,5%
R4 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 2,0%
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa konsumsi pakan dimulai dari yang terendah
sampai yang tertinggi berkisar antara 68,12-84,40 gram/ekor. Hal ini sesuai dengan
tingkat konsumsi hasil penelitian Widjastuti (1996) dimana konsumsi ransum ayam
Sentul sekitar 60-70 g/ekor/hari dengan kebutuhan protein dan energi metabolis
masing-masing 15,44% dan 2756,325 kkal/kg pada sistem cage. Guna mengetahui
pengaruh perlakuan terhadap konsumsi pakan, dilakukan analisis ragam yang hasilnya
tertera pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap konsumsi pakan. Selanjutnya Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui
perlakuan terbaik, yang hasilnya tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan
Perlakuan
Signifikansi (α 0,05) Konsumsi Pakan Harian
………g/ekor/hari………
R0 73,23 A
R1 74,41 A
R2 74,42 A
R3 77,45 Ab
R4 81,25 B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (<0,05)
Berdasarkan Tabel 8. dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar
perlakuan. Perlakuan R4 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan R0, R1 dan R2
sedangakan perlakuan R3 tidak berbeda dengan perlakuan R4 artinya dengan pemberian
sampai R3 sudah memberikan hasil yang optimal. Peningkatan jumlah penggunaan
produk fermentasi limbah udang dalam ransum sebagai feed supplement dapat
meningkatkan konsumsi pakan ayam Sentul, hal ini disebabkan karena setelah
difermentasi dan protein terlepas dari faktor pembatas yaitu berupa khitin. Manfaat
fermentasi limbah udang antara lain dapat mengubah bahan organik kompleks seperti
protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul - molekul yang lebih sederhana dan
mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma yang tidak disukai menjadi disukai,
mempercepat pematangan, dan dalam beberapa hal tertentu menambah daya tahan
(Rusdi, 1992).
Adanya peningkatan kualitas nutrien pada limbah udang fermentasi yakni
dengan menurunnya kandungan khitin pada limbah udang fermentasi. Penurunan
kandungan khitin dari adanya proses fermentasi dari limbah udang dengan bantuan
bakteri Bacillus licheniformis, yaitu membebaskan sebagian protein dalam bentuk
monomer N-Asetil-D-glukosamina serta asetil amino dari khitin (Rahayu dkk., 2004),
serta proses fermentasi oleh Saccharomyces cereviseae yang membantu proses
pencernaan zat makanan dalam organ pencernaan (Wagstaff, 1989). Hal ini
menyebabkan meningkatnya palatabilas pada ransum sehingga adanya perbedaan
jumlah konsumsi pakan yang menggunakan produk fermentasi limbah udang. Sesuai
pendapat Winarno dan Fardiaz (1980) bahwa limbah udang yang difermentasi dengan
bakteri Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., dan ragi berupa Saccharomyces
cereviseae meningkatkan kualitas dan palatabilitasnya yakni memberikan aroma dan
flavor yang lebih disukai ternak.
Guna mengetahui pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum terhadap konsumsi pakan, dilakukan uji
Polinomial Ortogonal. Hasil uji Polinomial Ortogonal menunjukkan bahwa persamaan
pada bentuk linear menghasilkan perbedaan yang nyata, sehingga disimpulkan bahwa
pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk fermenatsi limbah udang dalam
ransum terhadap konsumsi pakan adalah bersifat linear.
Grafik konsumsi pakan hasil penelitian terdapat pada Ilustrasi 1.
Ilustrasi 1. Grafik Konsumsi Pakan Hasil Penelitian
Berdasarkan Ilustrasi 1, didapatkan Persamaan hasil regresi linear didapat pada Y=
72,335 + 3,8179x, dan koefisien determinasi adalah 0,8622 (R2 = 86,22%). Hasil
analisis koefisien determinasi (R2) menunjukan bahwa persentase sumbangan variabel
bebas (level produk fermentasi limbah udang) terhadap variabel terikat (komsumsi
pakan) adalah sebesar 86,22%.
Ilustrasi 1 menjelaskan bahwa penggunaan produk fermentasi limbah udang
dalam ransum pemberiannya meningkat maka konsumsi pakan juga mengalami
peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat parakkasi (1991), bahwa tinggi rendahnya
konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas. Palatabilitas tergantung pada bau,
rasa, dan tekstur ransum. Palatabilitas ransum berhubungan dengan segi kepuasan
terhadap suatu ransum dan banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh ternak
y = 3.8179x + 72.335R² = 0.8622
71.0072.0073.0074.0075.0076.0077.0078.0079.0080.0081.0082.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Ko
nsu
msi
Pa
ka
n (
g)
Produk Fermentasi Limbah udang (%)
Konsumsi Pakan
(Sulistriyanti, 2000). Sesuai dengan yang dijelaskan Scott dkk. (1982) bahwa jumlah
ransum yang dikonsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas ransum. Semakin ransum
palatabel maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi. Sesuai dengan
pendapat Church dan Pond (1979), bahwa palatabilitas mempengaruhi banyaknya
ransum yang dikonsumsi oleh ayam. Menurut Wahju (1997), besarnya konsumsi
ransum tergantung pada kandungan protein ransum.
4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein
Konsumsi protein diperoleh dari konsumsi ransum dikalikan dengan kandungan
protein kasar dalam ransum. Rataan konsumsi protein setiap ekor ayam Sentul dari
masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Konsumsi Protein Harian Ayam Sentul Selama Penelitian
Ulangan Konsumsi Protein
R0 R1 R2 R3 R4
…………..……………..gram/ekor/hari…………………………………..
1 11,31 11,19 11,74 12,48 13,12
2 11,53 11,52 11,85 12,25 12.68
3 10,27 11,18 10,49 11,29 12,38
4 11,04 11,30 11,49 11,78 12,35
Total 44,14 45,18 45,58 47,80 50,54
Rata-rata 11,04 11,30 11,39 11,95 12,63
Keterangan : R0 = Ransum tanpa produk fermentasi limbah udang
R1 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 0,5%
R2 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,0%
R3 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,5%
R4 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 2,0%
Berdasarkan Tabel 9.dapat dilihat bahwa rataan konsumsi protein pada ayam Sentul
berkisar antara 10,27-13,12 g/ekor. Rataan konsumsi protein tertinggi terdapat pada
R4. Hal ini disebabkan besarnya konsumsi protein ditentukan oleh jumlah ransum yang
dikonsumsi dan kandungan protein dalam ransum. Guna mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap konsumsi protein, dilakukan analisis ragam yang hasilnya tertera
pada Lampiran 4.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap konsumsi protein. Selanjutnya Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui
perlakuan terbaik, yang hasilnya tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein
Perlakuan
Signifikansi (α 0,05) Konsumsi Protein Harian
………g/ekor/hari……….
R0 11,04 A
R1 11,30 A
R2 11,39 A
R3 11,95 ab
R4 12,63 B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata(<0,05)
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar
perlakuan. Perlakuan R4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0, R1 dan
R2 sedangakan perlakuan R3 tidak berbeda dengan perlakuan R4 artinya dengan
pemberian sampai R3 sudah memberikan hasil yang optimal. Peningkatan jumlah
penggunaan produk fermentasi limbah udang dalam ransum sebagai feed supplement
dapat meningkatkan konsumsi protein ayam Sentul, hal ini juga disebabkan karena
faktor konsumsi pakan.
Konsumsi protein adalah konsumsi zat-zat organik yang mengandung karbon,
hidrogen, nitrogen sulfur dan phosphor (Anggorodi, 1995). Menurut Gultom,dkk.
(2014), konsumsi pakan yang tinggi akan mempengaruhi konsumsi protein serta asam-
asam amino tercukupi di dalam tubuhnya sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh
berlangsung secara normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tampubolon dan Bintang
(2012), bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Pakan
yang energinya semakin tinggi semakin sedikit dikonsumsi demikian sebaliknya bila
energi pakan rendah akan dikonsumsi semakin banyak untuk memenuhi kebutuhannya.
Guna mengetahui pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum terhadap konsumsi protein, dilakukan uji
Polinomial Ortogonal. Hasil uji Polinomial Ortogonal menunjukkan bahwa persamaan
pada bentuk linear menghasilkan perbedaan yang nyata, sehingga disimpulkan bahwa
pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk fermenatsi limbah udang dalam
ransum terhadap konsumsi protein adalah bersifat linear. Grafik konsumsi protein hasil
penelitian terdapat pada Ilustrasi 2.
Ilustrasi 2. Grafik Konsumsi Protein Hasil Penelitian
y = 0.7707x + 10.891
R² = 0.9123
10.50
11.00
11.50
12.00
12.50
13.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsu
msi
Pro
tein
(g)
Produk Fermentasi Limbah Udang (%)
Konsumsi Protein
Berdasarkan Ilustrasi 2, didapatkan persamaan hasil regresi linear didapat pada Y=
0,9123 +0,7707x, dan koefisien determinasi adalah 0,9123 (R2 = 91,23%). Hasil
analisis koefisien determinasi (R2) menunjukan bahwa persentase sumbangan variabel
bebas (level produk fermentasi limbah udang) terhadap variabel terikat (konsumsi
protein) adalah sebesar 91,23%.
Ilustrasi 2, menjelaskan bahwa konsumsi protein meningkat seiiring dengan
penggunaan produk fermentasi limbah udang, peningkatan ini karena faktor konsumsi
pakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi protein diantaranya adalah
tingkat energi dan protein pada ransum. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat
Tillman dkk. (1998), bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi
metabolis dan protein ransum. Konsumsi Protein tergantung pada tingkat protein
ransum dan jumlah ransum yang dikonsumsi (Robel, dkk., 1956). Penelitian ini
didapatkan bahwa Konsumsi pakan yang meningkat berpengaruh pula terhadap
konsumsi protein pada ayam Sentul fase layer
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur
Bobot telur dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah pakan. Bobot telur
setiap ekor ayam Sentul dari masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Bobot Telur per Butir Ayam Sentul Selama Penelitianabe
Ulangan Bobot Telur
R0 R1 R2 R3 R4
…………..……………..gram/butir…………………………………..
1 43,01 43,00 45,32 48,55 51,37
2 42,29 42,50 44,40 48,54 53.88
3 39,43 43,69 41,74 45,27 49,69
4 42,26 43,90 44,74 47,10 51,78
Total 166,99 173,09 176,20 189,45 206,73
Rata-rata 41,75 43,27 44,05 47,36 51,68
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa rataan bobot telur pada ayam Sentul
berkisar antara 39,43-53,88 g/butir. Rataan bobot telur tertinggi terdapat pada R4. Hal
ini disebabkan bobot telur ditentukan oleh protein dan kandungan asam amino pada
pakan. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap bobot telur, dilakukan analisis
ragam yang hasilnya tertera pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap bobot telur. Selanjutnya Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui perlakuan
terbaik, yang hasilnya tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur Ayam Sentul
Perlakuan
Signifikansi (α 0,05) Bobot Telur per Butir
…….g/butir……….
R0 41,75 a
R1 43,27 a
R2 44,05 a
R3 47,36 b
R4 51,68 c
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata(<0,05)
Berdasarkan Tabel 12. dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar
perlakuan. Perlakuan R4 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan R0, R1, R2 dan R3.
Peningkatan jumlah penggunaan produk fermentasi limbah udang dalam ransum
sebagai feed supplement dapat meningkatkan bobot telur ayam Sentul, hal ini juga
disebabkan karena faktor jumlah konsumsi pakan, kandungan protein dan asam amino
pakan. Menurut Akbarillah,dkk (2010) bahwa tingkat konsumsi pakan itik akan
mempengaruhi berat telur itik, semakin tinggi konsumsi pakan maka berat telur itik
lebih berat. Menurut Juliambarwati, dkk (2012), kandungan protein dan lemak dalam
pakan akan mempengaruhi berat telur, sedangkan menurut Argo, dkk (2013),
kandungan protein dan asam amino dalam pakan mempengaruhi pula terhadap berat
telur.
Jenis asam amino yang sangat berpengaruh terhadap berat telur yaitu, lisin dan
metionin. Kandungan lisin dan metionin dalam pakan berturut-turut berkisar antara
0,99%-1,031% dan 0,345%-0,367%. Hal ini sesuai dengan pendapat Zainuddin dan
Jannah (2008), bahwa dengan peningkatan lisin dalam pakan dapat meningkatkan berat
telur ayam kampung sebesar 2 g/butir dan lebih tinggi dibandingkan dengan berat telur
dari perlakuan kontrol.
Selain kanduangan asam amino pakan, bobot telur juga dipengaruhi oleh
kandungan kalsium pakan, pada pakan penelitian kandungan kalsium berkisar antara
3,066%-3,139% dan pada setiap perlakuan kandungan kalsium mengalami
peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Oderkirk (2001), bahwa peningkatan
kandungan kalsium dalam pakan sangat efektif untuk meningkatkan konsumsi pakan
sehingga mengoptimalkan produksi telur dan berat telur. Kalsium dalam usus halus
merangsang kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan hormon paratiroid. Hormon
paratiroid juga merangsang sintesis hidrosilase pada ginjal untuk menghasilkan
hormon dihidroksilkholekalsiferol. Hormon tersebut yang menyebabkan membukanya
saluran kalsium pada usus sehinga penyerapan kalsium dapat dilakukan. Hasil
penyerapan kalsium di dalam usus halus akan dideposisikan ke tulang dan kerabang
melalui aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya kerabang yang
maksimal dan berat kerabang meningkat, sehingga berat telur juga meningkat (Pelicia,
dkk. 2009).
Pakan yang mengandung kalsium sebesar 3,5-4,1% memberikan pengaruh
berat telur antara 56,5-57g (Clunies, dkk. 1992). Pakan yang mengandung kalsium
sebesar 2,25-6% memberikan pengaruh berat telur antara 60,8-61,3g (Harms dan
Damron. 1980). Hasil penelitian Ahmad, dkk (2003), kandungan kalsium sebesar 2,5-
5% dalam pakan memberikan pengaruh berat telur antara 64,1-64,16g. Penambahan
kalsium pada ayam sedang bertelur dapat meningkatkan bobot telur. Faktor
penambahan kalsium memperlihatkan pemberian kalsium sesuai kebutuhan ayam
petelur dapat menghasilkan bobot optimal (Nakajima, 1990). Faktor lain yang
mempengaruhi berat telur, yaitu genetik, pakan, umur, jenis ternak, perubahan musim
ketika ternak bertelur dan bobot badan ternak (Sulaiman dan Rahmatullah, 2011).
Guna mengetahui pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum terhadap bobot telur, dilakukan uji Polinomial
Ortogonal. Hasil uji Polinomial Ortogonal menunjukkan bahwa persamaan pada
bentuk kuadratik menghasilkan perbedaan yang nyata, sehingga disimpulkan bahwa
pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk fermenatsi limbah udang dalam
ransum terhadap bobot telur adalah bersifat kuadratik.
Grafik bobot telur hasil penelitian terdapat pada Ilustrasi 3.
Ilustrasi 3. Grafik Bobot Telur Hasil Penelitian
Berdasarkan Ilustrasi 3, didapatkan persamaan hasil regresi linear didapat pada
Y = 41,992 + 0,1505x + 2,3209x2, dan koefisien determinasi adalah 0,9898 (R2 =
98,98%). Hasil analisis koefisien determinasi (R2) menunjukan bahwa persentase
sumbangan variabel terikat (produk fermentasi limbah udang) terhadap variabel bebas
(bobot telur) adalah sebesar 98,98%, sedangkan sisanya sebesar 1,02% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Ilustrasi 3, menjelaskan bahwa bobot telur juga meningkat dengan penggunaan
produk fermentasi limbah udang yang meningkat pula. Menurut Wahju (1997), bahwa
berat telur ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, dewasa kelamin, umur,
beberapa obat-obatan dan beberapa zat makanan dalam ransum. Menurut Etches
y = 2.3209x2 + 0.1505x + 41.992
R² = 0.9898
40.00
43.00
46.00
49.00
52.00
55.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Bobot
Tel
ur(
g/b
uti
r)
Produk Fermentasi Limbah Udang(%)
Bobot Telur
(1996), bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi berat telur pada semua
unggas. Faktor yang memengaruhi bobot telur yaitu genetik, umur, besar ayam, tahap
produksi telur dan nutrisi (Campbell dkk, 2003). Faktor lain yang memengaruhi bobot
telur yaitu strain ayam, umur dewasa kelamin, suhu, tipe kandang, pemberian
makanan, air minum dan penyakit (Ensminger, 1990).
4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Efisiensi Protein
Rataan Imbangan efisiensi protein didapatkan dari hasil perhitungan rataan bobot
telur dibagi dengan rataan konsumsi protein. Berikut merupakan rataan Imbangan
Efisiensi Protein selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai Imbangan Efisiensi Protein pada Ayam Sentul selama penelitian
Ulangan Imbangam Efisiensi Protein
R0 R1 R2 R3 R4
1 3,80 3,84 3,86 3,89 3,91
2 3,67 3,69 3,75 3,96 4,25
3 3,84 3,91 3,98 4,01 4,01
4 3,83 3,89 3,89 4,00 4,19
Total 15,14 15,33 15,48 15,86 16,37
Rata-rata 3,79 3,83 3,87 3,96 4,09
Keterangan : R0 = Ransum tanpa produk fermentasi limbah udang
R1 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 0,5%
R2 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,0%
R3 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,5%
R4 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 2,0%
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan imbangan efisiensi protein pada ayam
Sentul berkisar antara 3,67-4,25. Rataan imbangan efisisensi protein tertinggi terdapat
pada R4. Hal ini disebabkan bobot telur dan kandungan protein ransum. Guna
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap imbangan efisiensi protein, dilakukan
analisis ragam yang hasilnya tertera pada Lampiran 6.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap imbangan efisiensi protein. Selanjutnya Uji Tukey dilakukan untuk
mengetahui perlakuan terbaik, yang hasilnya tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Efisiensi Protein
Perlakuan
Signifikansi (α 0,05) Imbangan Efisiensi Protein
R0 3,79 a
R1 3,83 a
R2 3,87 ab
R3 3,96 ab
R4 4,09 b
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (<0,05)
Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar
perlakuan. Perlakuan R4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan R0 dan R1 sedangakan
perlakuan R4 tidak berbeda dengan perlakuan R2 dan R3. Peningkatan jumlah
penggunaan produk fermentasi limbah udang dalam ransum sebagai feed supplement
dapat meningkatkan imbangan efisiensi protein ayam Sentul. Hal ini juga disebabkan
karena faktor jumlah konsumsi protein dan bobot telur yang juga mengalami
peningkatan pada setiap perlakuan. Widodo (2002), berpendapat bahwa penilaian
keefektifan relatif dari protein yang masuk ke dalam tubuh dapat diukur dengan
berbagai cara, diantaranya dengan imbangan efisiensi protein, nilai biologis protein,
keseimbangan nitrogen, nilai protein netto dan efisiensi retensi protein. Nilai IEP
menunjukkan efisiensi penggunaan protein untuk pertumbuhan. Semakin tinggi nilai
IEP berarti semakin efisien ternak menggunakan protein, sehingga pada akhirnya akan
berpengaruh juga pada pertumbuhan.
Adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari kelima perlakuan ransum terhadap
imbangan efisisensi protein menandakan bahwa perlakuan penggunaan produk
fermentasi limbah udang sampai tingkat 2 % memiliki kualitas protein yang lebih baik.
Hal ini membuktikan bahwa proses fermentasi pada limbah udang dengan bakteri
Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp, dan ragi Saccharomyces cerevisae dapat
memperbaiki kualitas protein ransum dengan meningkatnya kelengkapan dan
keseimbangan asam amino essensial yang dikandung di dalamnya serta memiliki daya
cerna yang optimal. Keseimbangan asam amino methionine dan lisin pada ransum
perlakuan dengan tingkat penggunaan produk fermentasi limbah udang sebagai feed
supplement antara 0,5%-2% masih dalam batas keseimbangan asam amino methionine
dan lisin yang normal. Sejalan dengan pendapat Widodo (2010), bahwa imbangan asam
amino methionine dan lisin antara 0,38:1 dan 0,42:1 dalam ransum ayam masih dalam
batas yang normal, sehingga nilai imbangan efisiensi protein yang dihasilkan optimal.
Semakin besar nilai Imbangan efisiensi protein maka semakin baik karena
ternak dapat memanfaatkan protein secara efektif. Telur memiliki komposisi kimia air
65,5%, protein 11,8%, lemak 11%, dan abu 11,7% sementara bobot telur terdiri dari
58% putih telur, 31% kuning telur dan 11% kerabang (USDA, 2007). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan produk fermentasi limbah udang dalam ransum
sampai tingkat 2% memberikan pengaruh nyata pada Imbangan efisiensi protein. Hal
tersebut berarti penggunaan produk fermentasi limbah udang mempengaruhi bobot
komponen telur secara keseluruhan seperti putih telur, kuning telur maupun kerabang.
Guna mengetahui pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum terhadap imbangan efisisensi protein,
dilakukan uji Polinomial Ortogonal. Hasil uji Polinomial Ortogonal menunjukkan
bahwa persamaan pada bentuk linear menghasilkan perbedaan yang nyata, sehingga
disimpulkan bahwa pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk fermenatsi
limbah udang dalam ransum terhadap imbangan efisiensi protein adalah bersifat linear.
Grafik imbangan efisiensi protein hasil penelitian terdapat pada Ilustrasi 4.
Ilustrasi 4. Grafik Imbangan Efisiensi Protein Hasil Penelitian
Berdasarkan Ilustrasi 4, didapat persamaan hasil regresi linear didapat pada y
= 3,7593 + 0,1494x , dan koefisien determinasi adalah 0,9371 (R2 =93,71%). Hasil
analisis koefisien determinasi (R2) menunjukan bahwa persentase sumbangan variabel
terikat (produk fermentasi limbah udang) terhadap variabel bebas (imbangan efisiensi
protein) adalah sebesar 93,71%, sedangkan sisanya sebesar 6,29% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
y = 0.1494x + 3.7593R² = 0.9371
3.70
3.75
3.80
3.85
3.90
3.95
4.00
4.05
4.10
4.15
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Imban
gan
Efi
sien
si P
rote
in
Produk Fermentasi Limbah Udang (%)
Imbangan Efisensi Protein
Ilustrasi 4 menjelaskan imbangan efisisensi protein yang meningkat sejalan
dengan penggunaan produk fermentasi limbah udang di dalam ransum. Hal ini sesuai
dengan pendapat Anggorodi (1994), bahwa semakin tinggi nilai rasio efisiensi protein,
maka semakin efisien ternak memanfaatkan protein yang dikonsumsi.
4.5 Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Kuning Telur
Skor warna kuning telur diukur menggunakan alat Egg Yolk Color Chart dengan
skala 1-15. Berikut merupakan skor warna kuning telur selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Rataan Warna Kuning Telur pada Ayam Sentul Selama Penelitian
Ulangan Warna Kuning Telur
R0 R1 R2 R3 R4
1 6,67 7,67 8,00 7,67 8,67
2 7,33 9,00 9,00 8,00 9,00
3 8,00 7,67 8,00 10,00 10,00
4 8,00 7,67 8,00 8,67 9,67
Total 30,00 32,00 33,00 34,33 37,33
Rata-rata 7,50 8,00 8,25 8,58 9,33
Keterangan : R0 = Ransum tanpa produk fermentasi limbah udang
R1 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 0,5%
R2 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,0%
R3 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 1,5%
R4 = Ransum mengandung produk fermentasi limbah udang 2,0%
Berdasarkan Tabel 15. dapat dilihat bahwa rataan warna kuning telur pada ayam Sentul
berkisar antara 6,67-10,00. Rataan warna kuning telur tertinggi terdapat pada R4. Hal
ini disebabkan karena kandungan asthaxantin didalam limbah udang. Guna
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap warna kuning telur, dilakukan analisis ragam
yang hasilnya tertera pada Lampiran 7.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap warna kuning telur. Selanjutnya Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui
perlakuan terbaik, yang hasilnya tertera pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Kuning Telur
Perlakuan
Signifikansi (α 0,05) Rataan Warna Kuning Telur
R0 7,50 a
R1 8,00 ab
R2 8,25 ab
R3 8,58 ab
R4 9,33 b
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata(<0,05)
Berdasarkan Tabel 16. dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar
perlakuan. Perlakuan R4 berbeda dengan perlakuan R0 dengan R4 nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan R0 sedangakan perlakuan R3 tidak berbeda dengan perlakuan R2,
R1 dan R0. Ini disebabkan karena tepung limbah udang mengandung zat warna
astaxanthin yang mempengaruhi pigmentasi pada warna kuning telur. Warna kuning
telur tertinggi dalam penelitian adalah skor 10,00. Skor warna kuning yang dihasilkan
dalam penelitian ini tergolong pada kisaran angka normal, hanya pada R1 nilai skor
rataan warna kuning telur terendah yaitu 7,50. Menurut Stadelman dan Cotteril (1995)
bahwa skor warna kuning telur yang baik berada pada kisaran skor 7-12.
Skor indeks warna kuning telur semakin meningkat dengan bertambanya level
pemberian produk fermentasi limbah udang dalam ransum. Hal ini mengindikasikan
bahwa pigmen penguning yang terkandung di kepala udang sangat berperan dalam
meningkatkan indeks warna kuning telur sehingga dengan bertambahnya level
pemberian produk fermentasi limbah udang maka meningkat pula indeks warna kuning
telur. Pigmen pemberi warna kuning telur yang ada dalam ransum secara fisiologi akan
diserap oleh organ pencernaan usus halus dan diedarkan ke organ target yang
membutuhkan. Weng, dkk (2000), membuktikan dalam penelitiannya bahwa β-caroten
dalam darah yang sampai ke organ dan uterine endometrium akan mempengaruhi
fungsi organ tersebut. Peningkatan warna kuning terhadap kuning telur disebabkan
oleh adanya pigmen karotenoid yang dikandung kepala udang. Hal tersebut karena
dalam udang memiliki kandungan pigmen pemberi warna kuning dalam bentuk
astaxanthin. Akumulasi astaxanthin pigmen alami banyak terdapat pada jenis udang
sehingga apabila pakan mengandung lebih banyak zat-zat pigmen dapat memberikan
warna orange kemerahan (Sahara, 2011). Hasil penelitian yang dilaporkan Babu, dkk
(2008), astaxanthin merupakan komposisi pigmen terbesar dalam crustacea (kepiting,
lobster, dan udang).
Warna kuning yang bagus memerlukan tambahan pigmen pemberi warna dalam
pakan, karena hewan tidak mensintesis pigmen dalam tubuhnya sehingga perlu
didapatkan dari ransum (Sahara, 2011). Astriana dkk, (2013), pigmen pemberi warna
kuning telur diserap secara fisiologi oleh organ pencernaan melalui usus halus dan
diedarkan ke organ target yang membutuhkan. Unggas merupakan jenis ternak yang
tidak dapat menghasilkan enzim kitinase pada saluran pencernaannya, sehingga akibat
perlakuan fermentasi dapat lebih baik dalam mencerna bahan pakan yang mengandung
kitin. Limbah udang mengandung kitin yang tinggi, sehingga sulit dicerna oleh
pencernaan ternak tipe monogastrik dikarenakan saluran pencernaan unggas tidak
memiliki enzim selulosa berbeda dengan hewan ruminansia (Khotimah dkk, 2014).
Karetonoid merupakan sumber pigmen pemberi warna yang berpengaruh
langsung terhadap warna kuning telur (Sujana dkk,,2006). Suharja (2010), menyatakan
bahwa proses metabolisme karotenoid berbeda diantara hewan termasuk perioritas
jenis-jenis karotenoid yang diserap dalam sistem pencernaan. Kecuali itu deposit
pigmen di dalam tubuh ternak juga sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak karena
karotenoid larut dalam lemak. Sistem pencernaan lemak dalam tubuh dibantu oleh
adanya garam empedu yang dihasilkan oleh hati. Garam-garam empedu mempunyai
sejumlah peranan yang penting. Garam-garam empedu bergabung dengan lipid untuk
membentuk micelles kompleks yang larut dalam air supaya lipid dapat lebih mudah
diserap (Ganong 1995). Carotene akan lebih efisien dipergunakan oleh tubuh dalam
jumlah sedikit di dalam makanan (Tim Peneliti PAU Pangan dan Gizi-IPB 1993). Oleh
sebab itu, penyerapan b-carotene bervariasi dengan penggunaan produk fermentasi
limbah udang dapat meningkatkan indeks warna kuning telur.
Guna mengetahui pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk
fermentasi limbah udang dalam ransum terhadap Warna kuning telur, dilakukan uji
Polinomial Ortogonal. Hasil uji Polinomial Ortogonal menunjukkan bahwa persamaan
pada bentuk linear menghasilkan perbedaan yang nyata, sehingga disimpulkan bahwa
pola hubungan antara pengaruh penggunaan produk fermenatsi limbah udang dalam
ransum terhadap warna kuning telur adalah bersifat linear. Grafik warna kuning telur
hasil penelitian terdapat pada Ilustrasi 5.
Ilustrasi 5. Grafik Warna Kuning Telur Hasil Penelitian
Berdasarkan Ilustrasi 5. Persamaan hasil regresi linear didapat pada y = 7,4883 + 0,85x,
dan koefisien determinasi adalah 0,9633 (R2=96,33%). Hasil analisis koefisien
determinasi (R2) menunjukan bahwa persentase sumbangan variabel terikat (produk
fermentasi limbah udang) terhadap variabel bebas (warna kuning telur) adalah sebesar
96,33%, sedangkan sisanya sebesar 3,67% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dibahas dalam penelitian ini.
Ilustrasi 5 menjelaskan bahwa peningkatan skor warna kuning telur sejalan
dengan penggunaan produk fermentasi limbah udang. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan warna kuning telur adalah kandungan kitosan, karetonoid
dan zat-zat pigmen di dalam ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sahara, 2011),
warna kuning telur dipengaruhi oleh zat-zat yang terkandung dalam ransum seperti
kitosan, xanthofil, karetonoid, dan klorofil.
y = 0.85x + 7.4833
R² = 0.9633
7.00
7.50
8.00
8.50
9.00
9.50
0 0.5 1 1.5 2 2.5War
na
Kunin
g T
elur
Produk Fermentasi Limbah Udang(%)
Warna Kuning Telur