Post on 28-Feb-2020
INTEGRASI DATA CITRA LANDSAT-8, DEM ALOS PALSAR,
ISOTOP RADON, DAN GEOKIMIA
UNTUK PENENTUAN DISTRIBUSI BATUAN ALTERASI
DAN STRUKTUR PERMEABEL GUNUNG WAY RATAI,
LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
ENDAH KURNIA SETIA DEWI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2018
i
ABSTRACT
INTEGRATION OF LANDSAT-8 IMAGE DATA, DEM ALOS PALSAR,
RADON ISOTOPE, AND GEOCHEMISTRY
FOR DETERMINING THE ALTERATION AND PERMEABLE ROCK
DISTRIBUTION OF MOUNT WAY RATAI, LAMPUNG
By
ENDAH KURNIA SETIA DEWI
The potential for volcanic hydrothermal geothermal is usually characterized by
manifestations that appear on the surface. The distribution of this manifestation
and the alteration can describe the potential of geothermal energy as a preliminary
study in estimating reservoir temperature. Besides mapping and estimating
structures is important in delineating the permissible structure of geothermal
systems as one of the requirements of an ideal geothermal system. This study aims
to determine the distribution of alteration and permeable structures. The study
alteration distribution can be identified using the integration of Landsat-8 image
data and identification of fluid geochemistry. The permeable structures can be
identified using the integration of DEM ALOS PALSAR and Radon Isotopes. The
Landsat-8 imagery is analyzed to determine alteration types of remote sensing so
that reservoir temperature estimates. The geochemical data for water type
determination and reservoir temperature estimation. The DEM ALOS PALSAR to
determine the direction of permeable structures. The Radon isotope data to
determine permeable structures based on gas distribution Radon/Thoron. The
results showed that the alteration minerals scattered were iron oxide and clay
minerals. This type of mineral is propylitic with estimated temperatures ranging
from 100°C to 250°C. Geochemical analysis shows the type of upflow water
chloride reservoir with reservoir temperature ranging from 196°C to 218°C. The
permeable structures identified using Radon Isotopes are assumed to be in the
Bambu Kuning-Margodadi (F1) area with the strike direction northwest-southeast
(NW-SE). The direction of strike is also assumed by the identification of
lineament as a result of extraction of the DEM ALOS PALSAR and the structural
geology of the study area oriented northwest-southeast (NW-SE). Integration of
Landsat-8 data with geochemistry and DEM ALOS PALSAR with Radon
Isotopes shows mutually supportive results.
Keywords: Way Ratai, Alteration, Permeable Structure.
ii
ABSTRAK
INTEGRASI DATA CITRA LANDSAT-8, DEM ALOS PALSAR, ISOTOP
RADON, DAN GEOKIMIA
UNTUK PENENTUAN DISTRIBUSI BATUAN ALTERASI
DAN STRUKTUR PERMEABEL GUNUNG WAY RATAI, LAMPUNG
Oleh
ENDAH KURNIA SETIA DEWI
Potensi panas bumi hidrotermal vulkanik biasanya dicirikan oleh manifestasi yang
muncul dipermukaan. Sebaran manifestasi ini dan alterasi dapat menggambarkan
potensi panas bumi sebagai studi pendahuluan dalam pendugaan suhu reservoir.
Selain itu pemetaan dan pendugaan struktur merupakan hal penting dalam
mendeliniasi struktur pengontrol sistem panas bumi yang permiabel sebagai salah
satu syarat sistem panas bumi ideal. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
sebaran alterasi dan struktur permeabel. Pada penelitian ini Sebaran alterasi dapat
diidentifikasi menggunakan integrasi data citra Landsat-8 dan identifikasi
geokimia fluida. Struktur permeabel dapat diidentifikasi dengan menggunakan
integrasi DEM ALOS PALSAR dan Isotop Radon. Citra Landsat-8 dianalilis
untuk mengetahui jenis alterasi hasil penangkapan jarak jauh sehingga didapatkan
dugaan suhu reservoir, data geokimia untuk penentuan tipe air dan estimasi suhu
reservoir, DEM ALOS PALSAR untuk mengetahui arah struktur permeabel, dan
data isotop Radon untuk mengetahui struktur permeabel berdasarkan persebaran
gas Radon/Thoron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mineral alterasi yang
tersebar adalah mineral iron oxide dan mineral lempung. Jenis mineral ini adalah
propilitik dengan estimasi suhu berkisar 100°C sampai 250°C. Analisis geokimia
menunjukkan tipe air reservoir air klorida upflow dengan suhu reservoir berkisar
196°C sampai 218°C. Adapun struktur permeabel yang diidentifikasi dengan
menggunakan Isotop Radon diasumsikan berada pada daerah Bambu Kuning-
Margodadi (F1) dengan arah strike baratlaut -tenggara (NW-SE). Arah strike juga
diperkuat dengan identifikasi lineament hasil ekstrasi DEM ALOS PALSAR dan
geologi struktur daerah penelitian yang berorientasi baratlaut-tenggara (NW-SE).
Integrasi data Landsat-8 dengan geokimia dan DEM ALOS PALSAR dengan
Isotop Radon menunjukkan hasil yang saling mendukung.
Kata Kunci: Way Ratai, Alterasi, Struktur Permeabel.
INTEGRASI DATA CITRA LANDSAT-8, DEM ALOS PALSAR,
ISOTOP RADON, DAN GEOKIMIA
UNTUK PENENTUAN DISTRIBUSI BATUAN ALTERASI
DAN STRUKTUR PERMEABEL GUNUNG WAY RATAI,
LAMPUNG
Oleh
ENDAH KURNIA SETIA DEWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2018
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Integrasi Data Citra Landsat-8, DEM ALOS
PALSAR, Isotop Radon, dan Geokimia untuk Penentuan Distribusi Batuan
Alterasi dan Struktur Permeabel Gunung Way Ratai, Lampung” Skripsi ini
merupakan hasil penelitian Tugas Akhir Penulis di Laboratorium Teknik
Geofisika Universitas Lampung sekaligus bagian dari persyaratan meraih gelar S-
1 Teknik Geofisika Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari
kesalahan.Karena ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca agar kedepannya penulis dapat memberikan yang
lebih baik lagi. Semoga laporan ini berguna dan dapat menunjang perkembangan
ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga para
pembaca pada umumnya terutama di bidang keilmuan Geofisika.
Penulis
Endah Kurnia Setia Dewi
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Endah Kurnia Setia
Dewi, lahir di Sukoharjo, 27 Mei 1995, sebagai
anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak
Edi Purwanto dan Ibu Komi Komala Sari. Penulis
memulai pendidikan formal di SDN 1 Karang
Agung, Lampung Barat pada tahun 2001 sampai
2007, kemudian melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Al-Ikhlas, Lampung Barat pada
tahun 2007 sampai 2010, selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMAN 1
Way Tenong, Lampung Barat pada tahun 2010 sampai 2013. Penulis melanjutkan
ke perguruan tinggi Universitas Lampung sebagai mahasiswa S-1 jurusan Teknik
Geofisika pada tahun 2013.
Penulis aktif berorganisasi sejak Sekolah Menengah Pertama dan Menengah Atas
pada beberapa organisasi yakni OSIS, Rohis, PMR dan Science Club. Penulis juga
kerap menjadi panelis dalam Olimpiade Sains Nasional dan berhasil mendapatkan
juara 1 tingkat Kabupaten bidang Kimia pada tahun 2011. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif diberbagai organisasi kampus baik tingkat jurusan,
fakultas maupun universitas. Pada lingkup jurusan penulis menjadi anggota
viii
Bidang Kaderisasi Himpunan Mahasiswa TG Bhuwana periode 2014-2015 dan
2015-2016.
ix
Penulis juga merupakan Kepala Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Geofisika
Indonesia (HMGI) Wilayah 1 tahun 2016 dan Head of Finance and Government
of American Association of Petroleum Geologist Student Chapter Universitas
Lampung (AAPG-SC Unila). Pada tingkat fakultas Teknik, penulis aktif di
organisasi Forum Silaturahim dan Studi Islam Fakultas Teknik (FOSSI-FT)
sebagai Sekretaris Departemen Humas pada periode 2014-2015 dan Wakil Ketua
Umum pada periode 2015-2016. Penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Teknik (BEM-FT) sebagai Sekretaris Umum periode 2016-2017. Pada
tingkat universitas penulis menjadi Bendahara Kabinet Badan Eksekutif
Mahasiswa Universitas (BEM-U) Kabinet Bersama Luar Biasa peiode 2017.
Dalam bidang akademik penulis terlibat pada beberapa kegiatan perlombaan,
seminar nasional, workshop, course, kunjungan industri dan kuliah lapangan.
Beberapa pencapaian yang pernah diraih penulis diantaranya yaitu sebagai pinalis
poster contest TRAPSPOT UNPAD SC pada tahun 2014, pendanaan Program
Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian tahun 2014, dan Author poster
competition di Indonesian International Geothermal Workshop (IIGW) tahun
2017. Selain itu, penulis mengambil peran sebagai asisten praktikum Geologi
Dasar jurusan Teknik Geofisika tahun 2014-2016 dan tutor Bina Baca Quran
(BBQ) Universitas Lampung tahun 2015-2018.
Penulis melaksanakan Kerja Praktek di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Geoteknologi Bandung pada 04Februari sampai 04 Maret 2016 dengan
judul “Pemodelan 2D Struktur Tahanan Jenis Bawah Permukaan menggunakan
ix
Metode Audio-Magnetotellurik” dan menyelesaikan Tugas Akhir di Laboratorium
Teknik
x
Geofisika Eksplorasi jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung selama
bulan Januari sampai Septermebr 2018 dengan judul skripsi “Integrasi Data Citra
Landsat-8, DEM ALOS PALSAR, Isotop Radon, dan Geokimia untuk Penentuan
Distribusi Batuan Alterasi dan Struktur Permeabel Gunung Way Ratai, Lampung”
dan dinyatakan lulus pada Desember 2018.
xi
MOTTO
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila
ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka berima kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS al- Baqarah [2]: 186).
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.”
(QS al-Imran [3]:139).
Bekerja saja, biar Allah Yang Maha Berkehendak itu, menentukan hasil akhirnya.
(Endah Kurnia Setia Dewi)
xii
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih juga Maha Penyayang
Ananda Niatkan Karya Sederhana nan Penuh Cinta karena
Allah SWT
Ananda Persembahkan Karya Ini Untuk
Bapak dan Mamak, Edi Purwanto dan Komi Komala Sari, Potongan Syurga yang lebih dulu
dikirimkan kedunia, yang telah berjuang dan tak berhenti untuk mendoakan hingga Dewi
mampu menyelesaikan pendidikan S1.
Adik-adik sholeh dan Sholehah, Dyah Ayu Lestari dan M. Irhan Fahmi yang semoga Allah
jadikan mba sebagai motivator bagi kalian
Keluarga Besar Hi. Kantring Suyanto dan (Alm.) Camon yang selalu mendukung
Tarbiyah, Guru, dan teman-teman yang berperan aktif dalam setiap langkah
Keluarga Teknik Geofiika 2013
xiii
SANWACANA
Skripsi berjudul “Integrasi Data Citra Landsat-8, DEM ALOS PALSAR,
Isotop Radon, dan Geokimia untuk Penentuan Distribusi Batuan Alterasi
dan Struktur Permeabel Gunung Way Ratai, Lampung” ini disusun sebagai
salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan
Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa tentu banyak pihak yang turut berkontribusi sejak masa
perkuliahan, penelitian, dan hingga terselesaikannya skripsi ini. Sehingga ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Potongan syurgaku didunia, Mamak dan Bapak tercinta, Ibu Komi Komala
Sari dan Bapak Edi Purwanto yang tidak pernah lelah memohon kepada Allah
agar senantiasa melimpahkan berkah dan kasih sayangNya untuk ananda.
2. Adikku, Dyah Ayu Lestari dan M. Irhan Fahmi yang selalu memberikan
semangat dan cambukan untuk selalu ingat bahwa keteladanan seorang kakak
akan diikuti oleh adik-adiknya.
3. Bapak Dr. Nandi Haerudin, M.Si. dan Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, M.T.
selaku Dosen Pembimbing tugas akhir atas segala bimbingan dan berbagai
saran yang diberikan.
xiv
4. Bapak Syamsurijal Rasimeng, M.Si. sebagai Dosen Penguji atas segala
arahan, kritik, saran, serta bimbingan dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Geofisika atas ilmu, motivasi, dan berbagai
pelajaran berharga yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
6. Bapak I Gede Boy Darmawan, M.Eng., Dr. Nandi Haerudin, M.Si., dan
Karyanto, M.T. yang telah bersedia memberikan data pendukung skripsi ini.
7. Bapak I Gede Boy Darmawan, M.Eng., dan Aziz Fajar Setiawan yang telah
membantu penulis dalam berdiskusi.
8. Serigala Terakhir yang sama-sama berjuang hingga akhir.
9. Rekan-rekan seperjuangan dari Teknik Geofisika angkatan 2013: Abdi,
Agung, Imbron, Aji, Alicya, Atikah, Nafis, Cahaya, Deswita, Dian, Dodi,
Dwi, Edi, Egi, Farkhan, Bunga, Feni, Eci, Harris, Herlin, Aloy, Kholil,
Hanun, Kurnia, Fajri, Reza, Nico, Noris, Syabana, Priesta, Pipit, Putu, Rafi,
Ravide, Ririn, Ryan, Shiska, Udin, Suryadi, Ulfa, Widia, Winda, Wuri,
Yasrifa, Yeni, Helton, Haidar, Azhari, dan Aristo. Semoga kita semua mampu
menjadi kebanggaan untuk keluarga, negara dan agama, Aamiin.
10. Keluarga Besar Teknik Geofisika yang memberi dukungan, do’a, dan
semangat untuk penulis.
11. Keluarga FOSSI FT periode 2015/2016, BEM FT periode 2016/2017, BEM
U Kabinet Bersama Luar Biasa periode 2017 yang memberikan pembelajaran
organisasi serta kekeluargaan.
12. Tarbiyah, para Murobbi, Lingkaran Cinta, dan ADK, yang telah berperan
mengantarkan berwadah-wadah kebaikan yang sampai saat ini penulis
rasakan. Semoga Allah istiqomahkan kita dalam kebenaran.
xv
13. Ustadz Hasan Basri, Lc. MA. dan Ummi Masyitoh, Lc serta Keluarga Langit
Mahasiswa Penghafal Qur’an yang selalu memotivasi dalam menghafal al-
quran.
14. Hadiah yang Allah kirimkan di “awal” keberpisahan, Rifki Amalia yang
dengan tulus selalu mencintai dan mendoakanku. Terimakasih telah memasok
begitu banyak pembelajaran.
15. Sahabat sesyurga: Putri Oktavia A, Melita Sari, Ulfa Wahyuningsih, Cahaya
Ningsih, Sahabat Kotak Amal: Putri Oktavia A, Riski Vitria N, Eria Ayu N,
Fuziati Asih R, Elin Stevani, Akhwat Sholihah Fakultas Teknik: Mba Ade
Oktaviani, Ani Lailia, Wanda Gustina, Anggun Lestari, Nita Pita Sari,
Selviana L, Arini K.M, Ishmah Al Azizah, Novia Nurwana, Hana Syahla,
Luthfia R., seluruh adek-adek binaan terimakasih telah membersamai dan
saling mengingatkan pada kebaikan, panggil aku dan pastikan aku sama-sama
kalian di syurga, yaa.
16. Keluarga Asrama Mahasiswa Lampung Barat: Ibu Yeni, Mirna Sari, Siti
Nurfadilah, Vazira, Selvi, Elita dan adik-adik yang lain yang membuat lebih
disiplin dan semangat untuk meyelesaikan karena paling tua. Ehehe
17. Partner selama beramanah di kampus yang banyak mengerti, mendewasakan,
merubah sifat, kepribadian, dan cara berfikir kearah yang lebih baik.
18. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan dalam penyusunan skripsi yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dibalas
oleh Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung. Desember 2018
Endah Kurnia Setia Dewi
xvi
DAFTAR ISI
ABSTRACT .......................................................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... viii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... x
SANWACANA ................................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... . xix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
D. Batasan Masalah ............................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
xvii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Pengamatan ..................................................................... . 6
B. Geologi Lokal dan Stratigrafi ...................................................... . 9
1. Batuan Tersier ......................................................................... . 9
2. Batuan Vulkanik pra Erupsi Gunung Betung dan Ratai ......... . 9
3. Batuan Vulkanik Erupsi Gunung Betung dan Ratai ...............11
1. Struktur Sesar ..........................................................................18
2. Sesar Normal berarah Baratlaut-Tenggara .............................19
3. Sesar Normal berarah Timurlaut-Baratdaya ...........................20
D. Geomorfologi ..............................................................................20
BAB III. TEORI DASAR A. Alterasi ........................................................................................22
1. Proses Terbentuknya Alterasi .................................................21
2. Jenis dan Kelompok Mineral Alterasi ....................................22
B. Landsat-8 .....................................................................................25
1. Operational Land Imager (OLI) .............................................25
2. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) ..................27
3. Penentuan Band ......................................................................28
C. DEM ALOS PALSAR ................................................................31
1. Karakteristik DEM ALOS PALSAR ......................................31
2. Identifikasi Lineament menggunakan DEM ALOS PALSAR32
D. Isotop Radon................................................................................34
1. Konsep Isotop Radon dan Waktu Peluruhannya ....................34
2. Analisis Teknik Perpindahan Radon ......................................37
E. Analisis Geokimia Fluida ............................................................38
1. Kesetimbangan Ion .................................................................39
2. Geokimia Fluida .....................................................................40
3. Geoindikator dan Tracer .........................................................42
4. Geotermometer .......................................................................46
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................51
B. Alat dan Bahan Penelitian ...........................................................51
C. Prosedur Penelitian ......................................................................52
1. Pengolahan Citra Landsat-8 ....................................................52
2. Pengolahan DEM ALOS PALSAR ........................................55
3. Pengolahan Isotop Radon .......................................................56
4. Analisis Data Geokimia Fluida ...............................................58
D. Diagram Alir ................................................................................58
E. Jadwal Penelitian .........................................................................59
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Zona Alterasi Menggunakan Landsat-8 ....................61
xviii
1. Koreksi Radiometrik dan Atmosferik .....................................61
2. Penentuan Band ...................................................................... 62
3. Penentuan Band Ratio ............................................................. 64
4. Analisis Jenis Alterasi ............................................................ 65
B. Analisis Geokimia Fluida ............................................................68
1. Penentuan Tipe Air Reservoar ............................................... 68
2. Penentuan Zona Manifestasi ................................................... 70
3. Perhitungan Suhu Reservoir .................................................. 71
C. Penentuan Patahan berdasarkan Isotop Radon ............................74
1. Pemodelan Distribusi Radon dan Thoron ...............................74
2. Asumsi Deliniasi Patahan .......................................................77
D. Penentuan Lineament menggunakan DEM ALOS PALSAR .....79
1. Pembuatan Citra Shaded Relief ..............................................79
2. Ekstraksi Lineament secara Otomatis .....................................80
3. Analisis Lineament Hasil Ekstraksi Otomatis ........................82
4. Analisis Densitas Lineament ...................................................84
E. Analisis Terpadu Penentuan Zona Alterasi dan Suhu ..................86
F. Analisis Terpadu Penentuan Zona Struktur Permeabel ................88
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................91
B. Saran ............................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Daerah Penelitian .................................................................. 7
Gambar 2. Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian .......................................... 7
Gambar 3. Stratigrafi Daerah Penelitian ......................................................... 8
Gambar 4. Contoh Mineral Alterasi ................................................................ 24
Gambar 5. Nilai Spektral Hasil Laboratorium Mineral A) Epidote, Calcite,-
Muscovite, Kaolinite, Cholite dan Alunite B) Limonite, Jarosite,
Hematit, dan Geotite ..................................................................... 25
Gambar 6. Perbandingan Spesifikasi OLI dan ETM+ pada Performa
Signal-to-noise ............................................................................... 26
Gambar 7. Pembagian Band untuk Menghasilkan Tutupan Lahan a) band 7
b) band 5 c) penggabungan band 7/5 ............................................ 29
Gambar 8. (a) Rantai Peluruhan Thorium-232, Gas Thoron (220Rn) Menjadi-
Bagian dalam Rangkaian Tersebut. (B) Rantai Peluruhan Uranium-
238, Gas Radon-(222Rn) Menjadi Bagian dalam Rangkaian
Tersebut ........................................................................................ 36
Gambar 9. Sumber Tidak Terdefinisi dengan Penutup ................................... 37
Gambar 10. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3 ................................................... 43
Gambar 11. Diagram Segitiga Cl- Li- B ........................................................... 45
Gambar 12. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 60
Gambar 13. Peta Sebaran Vegetasi Daerah Penelitian...................................... 63
Gambar 14. (a) Nilai Spektral pada Landsat 8 (b) Nilai Spektral
yang Dikonversi menjadi Nilai Resolusi Nomor Band ................. 65
xx
Gambar 15. Peta Sebaran Mineral Iron Oxide di Daerah Penelitian .............. 66
Gambar 16. Peta Sebaran Mineral Lempung di Daerah Penelitian ................ 67
Gambar 17. Hasil Plot Sampel Fluida pada Diagram Cl-SO4-HCO3 .................... 69
Gambar 18. Hasil Plot Sampel Fluida pada Diagram Segitiga Cl-Li-B ......... 71
Gambar 19. Distribusi Nilai Radon Daerah Way Ratai .................................. 75
Gambar 20. Distribusi Nilai Thoron Daerah Way Ratai ................................. 76
Gambar 21. Distribusi Nilai Radon/Thoron Daerah Way Ratai ..................... 77
Gambar 22. Peta Struktur Geologi yakni keberadaan sesar Menanga pada
daerah peneltian modifikasi ........................................................ 78
Gambar 23. Deliniasi Patahan Berdasarkan Sebaran Nilai Radon/Thoron dan
Radon Daerah Way Ratai ........................................................... 78
Gambar 24. Hasil Dari Proses Pembuatan Shaded Relief dari DEM ALOS
PALSAR dengan Berbagai Sudut Pencahayaan: (A) Sun Azimuth
0°; (B) Sun Azimuth 45°; (C) Sun Azimuth 90°; (D) Sun Azimuth
135° dan (E) Kombinasi Sun Azimuth 0°, 45°, 90° dan 135° ..... 80
Gambar 25. Lineament Hasil Ekstraksi Otomatis ........................................... 82
Gambar 26. Struktur Geologi Regional Daerah Penelitian ............................. 83
Gambar 27. Diagram Rose: (A) Struktur Geologi Regional; (B) Lineament
Hasil Ekstraksi Otomatis ............................................................. 83
Gambar 28. Sel Raster dan Lingkaran Untuk Menghitung Lineament
Density ......................................................................................... 85
Gambar 29. Peta Densitas Lineament daerah Penelitian ................................. 86
Gambar 30. Sebaran Mineral Iron Oxide Dan Mineral Lempung Didaerah
Penelitian .....................................................................................87
Gambar 31. Integrasi FFD atau Densitas Lineament dan Nilai Radon/
Thoron .........................................................................................90
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Landsat-8 .................................................................. 27
Tabel 2. Persamaan Geotermometer Silika .................................................. 47
Tabel 3. Beberapa Persamaan Geotermometer Na-K .................................. 49
Tabel 4. Klasifikasi gas tanah ...................................................................... 57
Tabel 5. Jadwal Penelitian............................................................................ 59
Tabel 6. Nilai Spesifikasi Band Multicative, Kalibrasi, dan Additive
Rescaling Masing-masing Band .................................................... 62
Tabel 7. Nilai Minimal dan Maksimal Nilai Spectral Setelah Terkoreksi
Radiometrik ................................................................................... 62
Tabel 8. Hasil Perhitungan Kesetimbangan Ion Pada Sampel
Fluida Sumur ................................................................................. 68
Tabel 9. Presentase Kandungan Cl, SO4, dan HCO3
pada Sampel Fluida ....................................................................... 69
Tabel 10. Presentase Cl, Li, dan B pada Sampel Fluida ................................ 70
Tabel 11. Hasil Perhitungan Geotermometer Sampel Fluida Panas Bumi
Daerah Penelitian ........................................................................... 72
Tabel 12. Distribusi Klasifikasi Gas Tanah Daerah Way Ratai ..................... 72
Tabel 13. Parameter Ekstraksi Vektor untuk Algoritma LINE ...................... 82
Tabel 14. Statistik Arah Strike pada Struktur Geologi Regional
dan Lineament ............................................................................... 84
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gunung Way Ratai termasuk gunung yang terjadi akibat penunjaman oleh
Lempeng Samudera Hindia di sebelah Barat Sumatera (Mangga dalam
Darmawan, 2013). Gunung Way Ratai ini terletak di Padang Cermin, Pesawaran,
Provinsi Lampung. Secara geografis gunung ini terletak pada koordinat-koordinat
sekitar 5°23’11,72” LS sampai 5°37’29,05” LS dan 105°01’52,30” BT sampai
105°12’18,60” BT. Way Ratai diprediksi dapat menyumbang 55 MW dari total
potensi 240 MWe seperti termuat dalam laman Indonesia International
Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE, 2016). Berdasarkan penelitian
Suharno, dkk, (2015) potensi wilayah ini diperkuat dengan adanya manifestasi
diantaranya hot springs, fumarola, dan lumpur panas (mud soil). Singkapan
batuan alterasi juga menjadi salah satu poin penting dalam penentuan zonasi
potensi panas bumi. Dengan adanya manifestasi pada suatu daerah maka dapat
dilakukan eksplorasi pada daerah tersebut.
Eksplorasi panas bumi, seringkali menggunakan perpaduan berbagai disiplin
ilmu geofisika untuk mendapatkan target eksplorasi yang potensial. Namun,
spesifikasi zona potensi yang kurang akurat membuat waktu dan biaya eksplorasi
menjadi tidak efisien. Maka digunakan integrasi awal yang diharapkan menjadi
2
alternatif untuk studi pendahuluan, yakni menganalisis sebaran alterasi dan
struktur permeabel sebelum melakukan eksplorasi lanjutan dengan melakukan
integrasi penginderaan jauh data citra Landsat-8, DEM ALOS-PALSAR, isotop
radon, dan sampel data geokimia gunung Way Ratai yang sebelumnya belum
pernah dilakukan penelitian menggunakan perpaduan data diatas.
Salah satu citra penginderaan jauh, yakni citra Landsat-8 yang dapat
digunakan untuk memetakan dan mengukur anomali suhu yang terkait dengan
fitur panas bumi permukaan seperti fumarol dan steaming ground yang berasal
dari permukaan bawah tanah yang merambat secara konduksi dan konveksi
kepermukaan tanah. Citra satelit ini membawa muatan dua sensor yaitu
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) yang dapat
membantu mendeteksi potensi daerah panas bumi khususnya mengidentifikasi
mineral-mineral alterasi. Digital Elevation Model (DEM) merupakan kumpulan
data ketinggian digital yang menunjukkan bentuk topografi suatu daerah. Sifat
data ketinggian ini berkesinambungan dan tidak dapat dibagi (Sarapirome, et al
dalam Darmawan, dkk, 2013). Phased Array L-band Radar Aperture Sintetis
(PALSAR) merupakan bagian dari Advanced Land Observing Satellite (ALOS)
yang dapat membuat DEM resolusi tinggi berdasarkan kekasaran permukaan yang
mampu menunjukkan peningkatan dan penurunan kekasaran yang bertahap sesuai
perubahan manifestasi permukaan. Berdasarkan kekerasan permukaan ini maka
kita dapat melihat interaksi antara fluida hidrotermal dan batuan induk sehingga
dapat ditentukan struktur permeabel sesuai kebutuhan data penelitian ini.
Meskipun begitu, proses panas bumi bergantung pada jenis batuan dan atau
intensitas panas (Saepuloh, 2016).
3
Selanjutnya, data yang yang telah didapat dari citra satelit diverifikasi
menggunakan data isotope radon dan geokimia. Keberadaan manifestasi panas
bumi dikendalikan oleh struktur yang terbentuk di daerah rekahan, baik sebagai
permukaan dan terkuburnya patahan. Cairan di reservoir bisa naik ke permukaan
jika ditemukan zona permeabel seperti patahan, rekahan atau ketidakselarasan
(Haerudin, dkk, 2013). Isotop radon memberikan informasi yang bertujuan untuk
mengetahui zona permeabel pada daerah prospek panas bumi. Konsentrasi radon
diklasifikasikan berdasarkan pada pendekatan statistik, yaitu rendah, tinggi dan
sangat tinggi. Nilai radon yang menunjukan nilai yang tinggi disebut anomali
radon. Sehingga semakin tinggi nilai anomali radon maka nilai permeabilitasnya
semakin besar (Haerudin, dkk, 2015). Pada penelitian ini, informasi isotop radon
merupakan data sekunder yang telah diakuisisi oleh peneliti sebelumnya. Integrasi
data isotop Radon dengan DEM ALOS PALSAR dapat menampilkan struktur
permeabel yang lebih akurat lagi.
Data sampel geokimia juga menjadi pendukung penting pada data penelitian
ini. Penggunaan data geokimia regional gunung Way Ratai dimaksudkan untuk
mengidentifikasi pH dan beberapa senyawa di daerah manifestasi sekitar prospek
panas bumi tersebut. Pada penelitian ini, informasi data geokimia merupakan data
sekunder yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Integrasi data geokimia
dengan data citra Landsat-8 dapat menghasilkan sebaran alterasi yang lebih
akurat.
Dengan adanya integrasi ini, diharapkan mengurangi ambiguitas data dan
penelitian ini dapat digunakan sebagai studi pendahuluan untuk eksplorasi daerah
prospek daerah Way Ratai selanjutnya.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah dengan dilakukannya integrasi data citra Landsat-8 dengan informasi
geokimia dan data DEM ALOS PALSAR dengan data isotop radon dapat
meningkatkan akurasi informasi distribusi alterasi dan distribusi struktur
permeabel di Gunung Way Ratai?
2. Apakah dengan dilakukannya integrasi data citra Landsat-8, DEM ALOS
PALSAR, isotop radon, dan geokimia dapat mengefektifkan tahapan
eksplorasi data selanjutnya?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Mengekstrak informasi distribusi alterasi dan struktur permeabel
menggunakan wahana penginderaan jauh, yakni data citra Landsat-8 dan
DEM ALOS-PALSAR.
2. Melakukan integrasi data citra Landsat-8 dengan geokimia dan DEM ALOS
PALSAR dengan isotop radon untuk mendapatkan akurasi distribusi alterasi
dan struktur permeabel.
3. Memetakan struktur geologi berdasarkan distribusi alterasi dan struktur
permeabel sehingga didapatkan area prospek panas bumi.
5
D. Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan masalah sebagai berikut:
1. Integrasi data penginderaan jauh menggunakan citra Landsat-8 dan DEM
ALOS-PALSAR. Penelitian ini tidak melakukan perbandingan dengan hasil
citra satelit lainnya.
2. Pengolahan data citra Landsat-8 menggunakan sensor Operational Land
Imager (OLI) dengan teknik band ratio dan DEM ALOS-PALSAR
menggunakan FFD (Fault and Fracture Density).
3. Penggunaan data isotop radon dan data geokimia fluida merupakan data
sekunder yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya.
E. Manfaat
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai studi pendahuluan yang bermanfaat
dalam penentuan area potensi panas bumi Gunung Way Ratai ke tahap eksplorasi
selanjutnya.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Penelitian
Daerah yang dijadikan target dalam penelitian ini adalah daerah gunung Way
Ratai, Padang Cermin, Pesawaran. Secara geografis, kabupaten Pesawaran
terletak pada koordinat sekitar 5°23’11,72” LS sampai 5°37’29,05” LS dan
105°01’52,30” BT sampai 105°12’18,60” BT. Daerah penelitian terdapat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Peta Daerah Penelitian (Mangga dalam modifikasi PT. Optima
Nusantara Energi
Gambar 2. Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian (Mangga dalam Modifikasi PT. Optima Nusantara Energi, 2009).
LEGENDA
7
Gambar 3. Stratigrafi Daerah Penelitian (PT. Optima Nusantara Energi)
8
9
B. Geologi Lokal dan Stratigrafi
Geologi daerah penelitian batuan didominasi oleh batuan-batuan produk dari
gunung api muda (Qhv) yang terdiri dari batuan lava (andesit-basal), breksi, dan
tuff. Geologi lokal ini tertuang dalam peta yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Stratigrafi lapangan panas bumi Way Ratai (Gambar 3.) dikelompokkan menjadi
empat kelompok, yaitu:
1. Batuan Tersier
Berdasarkan stratigrafi regional, batuan Tersier di sekitar daerah panas bumi
Way Ratai dikenal sebagai batuan sedimen dari Formasi Ratai disusun oleh
konglomerat, batupasir, breksi lahar dan batulempung yang kadang berasosiasi
dengan tuf andesit. Sedimen Tersier ini tersebar di sisi selatan-baratdaya (PT
Optima Nusantara Energi, 2009).
2. Batuan Vulkanik Pra Erupsi Gunung Betung dan Ratai
Kelompok batuan Vulkanik dari yang lebih tua ke muda adalah batuan Gebang
Vulkanik (GV), batuan Gebang Ignimbirit (GI), batuan Gebang Aliran Lava (GL),
Endapan Debris (ED), dan batuan vulkanik Banjarmeger (BV). Batuan vulkanik
pra erupsi ini secara stratigrafi terletak diatas batuan sedimen Tersier.
a. Batuan vulkanik Gebang (GV) tersingkap baik (tebal singkapan lebih dari 15
m) dan tersebar di bagian selatan dan baratdaya daerah penelitian. Menurut
analisia mikroskopis sayatan tipis dari batuan, bahwa batuan vulkanik
Gebang ini berupa tufa gelas hingga tufa kristal.
10
b. Batuan Gebang Ignimbirit (GI) tersingkap baik pada dinding timur Kaldera
Gebang. Walaupun sebarannya tidak menerus dari dinding Kaldera Gebang
ke arah timur, tetapi singkapannya masih muncul cukup tebal (lebih dari10
m) di sisi timur daerah penelitian. Dilihat dari kehadirannya di bagian atas
dinding Kaldera Gebang, maka sangat mungkin bahwa erupsi eksplosif
Gebang Ignimbrit (GI) ini merupakan fase awal deformasi pembentukan
Kaldera Gebang.
c. Batuan Gebang Aliran Lava (GL) tersebar cukup luas dan berasosiasi dengan
sebaran batuan vulkanik tua dari satuan Gebang Vulkanik (GV) dan Gebang
Ignimbrit (GI) di sebelah timurlaut dinding Kaldera Gebang. Batuan Gebang
aliran lava ini berkomposisi andesitik berwarna abu-abu kekuningan –
kehitaman hingga coklat (lapuk).
d. Endapan Longsoran Vulkanik (volcanic debris) (VD) terutama tersebar di
sebelah baratlaut dan sedikit lereng utara daerah penelitian. Menurut analisa
mikroskopis sayatan tipis pada batuan ini mengindikasikan endapan debris
yang disusun oleh tufa kristal terubah dan sekis mika terubah.
e. Batuan Vulkanik Banjarmeger (BV) tersebar luas di sebelah baratdaya dan
barat kedua gunung api ini. Berdasarkan pengamatan singkapan, bahwa
batuan BV ini berkomposisi andesit basaltik berwarna abu-abu kehitaman.
f. Satuan batuan lain yang berumur lebih tua dari batuan Gunung Betung dan
Ratai adalah Lava Basalt (LB) dan kerucut sinder – aliran lava (KSL) yang
tidak diketahui sumber erupsinya. Kerucut sinder aliran lava (KSL) ini diduga
mengawali kegiatan vulkanisme Betung dan Ratai (PT Optima Nusantara
Energi, 2009).
11
3. Batuan Vulkanik Erupsi Gunung Betung dan Ratai
Batuan Vulkanik Kuarter dierupsikan menjadi dua sumber erupsi, yaitu erupsi
Gunung Betung dan Ratai di dasar Kaldera Gebang. Adapun stratigrafi dari kedua
sumber erupsi gunung ini adalah sebagai berikut:
a. Satuan Betung Lava 1 (BL 1) merupakan erupsi pusat yang mengawali
aktivitas vulkanik Post Kaldera di Gunung Betung. Bentuk persebaran dari
satuan batuan ini memanjang dan mengisi lembah sempit di lereng timur
Gunung Betung. Batuan ini berkomposisi andesitik dan berwarna abu-abu
kehitaman (relatif segar).
b. Satuan Ratai Lava 1 (RL 1) merupakan erupsi pusat yang mengisi lembah di
dasar Kaldera Gebang, tepatnya di lereng timur–tenggara Gunung Ratai.
Bentuk sebaran memanjang pada zona lembah yang mengikuti bentuk
setengah lingkaran dari rim kaldera Gebang. Batuan ini berkomposisi
andesitik dan berwarna abu-abu kecoklatan (lapuk).
c. Satuan Betung Lava 2 (BL 2) tersingkap di sebelah timurlaut kaki Gunung
Betung, berupa bongkah-bongkah lava andesit yang berdiameter sampai 2 m.
Batuan ini berkomposisi andesit dan berwarna abu-abu cerah (relatif segar).
d. Satuan Ratai Lava 2 (RL 2) tersebar memanjang, mengikuti lembah di dasar
Kaldera Gebang, mulai dari sebelah timur, tenggara, hingga selatan kaki
Gunung Ratai. Batuan ini berkomposisi andesitik dan berwarna abu-abu
keputih-putihan kecoklatan.
e. Satuan Betung Lava 3 (BL 3) tersebar di lereng dan kaki timur Gunung
Betung berupa masif lava andesitik yang kompak dan keras. Batuan ini
berkomposisi andesit dan berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu kehitaman.
12
f. Satuan Ratai Lava 3 (RL 3) tersebar di kaki utara – baratlaut Gunung Ratai.
Singkapan batuan RL 3 mengalami pelapukan kuat menjadi tubuh tanah
berwarna coklat muda. Batuan ini berkomposisi andesitik dan berwarna abu-
abu keputih-putihan kehitaman.
g. Satuan Ratai Jatuhan Piroklastika (RJP) ini sangat terbatas di kaki timur
Gunung Ratai dengan ketebalan tersingkap minimum 1,5 m. Di beberapa
tempat, jatuhan piroklastika ini diapit oleh endapan aliran piroklastika dan
mengalami pelapukan menjadi tubuh tanah berwarna coklat muda. Secara
megaskopis, jatuhan piroklastika ini berwarna abu-abu kecoklatan (lapuk),
tekstur klastik halus–sedang, terdiri dari abu vulkanik bersama dengan
beberapa fragmen litik andesit dan batu apung.
h. Satuan Betung Aliran Piroklastika 1 (Bap 1) tersebar cukup luas di lereng dan
kaki baratlaut Gunung Betung. Singkapan endapan aliran piroklastika ini
mempunyai ketebalan minimum 3 m dan telah mengalami pelapukan kuat
menjadi tubuh tanah berwarna coklat muda. Secara megaskopis, aliran
piroklastika ini berwarna abu-abu hingga coklat muda (lapuk), bertekstur
klastik halus–sedang, terdiri dari abu vulkanik bersama dengan fragmen-
fragmen batu apung dan litik andesit.
Satuan Ratai Aliran Piroklastika 1 (Rap 1) tersebar cukup luas di lereng dan
kaki timur Gunung Ratai. Ketebalan tersingkap dari aliran piroklastika ini
adalah minimum 2 meter, ditindih oleh beberapa lapisan endapan jatuhan
piroklastika. Secara megaskopis, aliran piroklastika ini berwarna abu-abu
keputih-putihan hingga kecoklatan (lapuk), bertekstur klastik halus–kasar,
terdiri dari abu vulkanik dan beberapa fragmen litik andesit serta batu apung.
13
i. Satuan Betung Aliran Piroklastika 2 (Bap 2) tersebar cukup luas di kaki
baratlaut Gunung Betung. Singkapan endapan aliran piroklastika ini relatif
cukup segar dan ketebalan minimum 5 m. Secara megaskopis, aliran
piroklastika ini berwarna abu keputih-putihan, bertekstur klastik kasar, terdiri
dari abu vulkanik dengan komponen (fragmen) batu apung dan litik andesit
yang melimpah.
j. Satuan Ratai Aliran Piroklastika 2 (Rap 2) tersebar luas di kaki selatan dan
baratdaya Gunung Ratai. Ketebalan tersingkap hingga 20 m dan telah terubah
hidrotermal berwarna keputih-putihan. Dilihat dari ketebalannya yang besar
dan sebarannya cukup luas, tampaknya erupsi ini disertai dengan peningkatan
aktivitas tektonik penyebab struktur sesar normal di daerah ini. Secara
megaskopis, aliran piroklastika ini berwarna abu-abu keputih-putihan,
umumnya bertekstur klastik halus hingga agak kasar, terdiri dari material
vulkanik dengan beberapa fragmen batuan terubah, fragmen batu apung dan
fragmen litik andesit.
k. Satuan Betung Lava 4 (BL 4) tersebar di lereng tenggara Gunung Betung.
Singkapan batuan ini tampak mengalami deformasi akibat pengaruh sesar
normal berarah timurlaut – baratdaya dan melapuk kuat di bagian permukaan
menjadi tubuh tanah berwarna coklat. Batuan ini berkomposisi andesitik dan
berwarna abu-abu kecoklatan.
Satuan Ratai Lava 4 (RL 4) tersebar cukup luas terutama di lereng-kaki
baratlaut Gunung Ratai. Batuan ini tersingkap berupa massif lava yang relatif
segar dengan bongkah-bongkah lava di sekitarnya. Batuan ini berkomposisi
andesitik dan berwarna abu-abu kecoklatan.
14
l. Satuan Betung Lava 5 (BL 5) tersebar di lereng tenggara Gunung Betung.
Berdasarkan morfostratigrafi, maka BL 5 diperkirakan berumur lebih muda
dibanding BL 4. Batuan ini berkomposisi andesitik dan berwarna abu-abu
kehitaman.
m. Satuan Ratai Lava 5 (RL 5) tersebar luas di kaki baratdaya dan lereng barat
Gunung Ratai. Singkapan di lereng barat Gunung Ratai memperlihatkan
tubuh lava andesitik dengan bongkah-bongkahanya yang tersebar luas di
sekitarnya. Bentuk morfologinya RL 5 ini menabrak morfologi Rap 2.
Dengan demikian, berdasarkan korelasi morfostratigrafi maka satuan RL 5
diperkirakan berumur lebih muda dibanding dengan satuan Rap 2. Batuan ini
berkomposisi andesitik dan berwarna abu-abu kehitaman
n. Satuan Betung Lava 6 (BL 6) tersebar cukup luas, mulai dari kawah Betung
hingga lereng timur Gunung Betung berupa tubuh lava dengan bongkah-
bongkah lava yang tersebar cukup luas di sekitar singkapan. Secara morfologi
aliran lava dari BL 6 ini memotong punggung aliran lava dari Betung lava-3
yang lebih tua. Batuan ini berkomposisi andesit dan berwarna abu-abu cerah
(relatif segar).
o. Satuan Ratai Lava 6 (RL 6) tersebar mengisi lembah sempit di sebelah utara
dan selatan dari morfologi punggungan Rap 1, pada lereng timur – timurlaut
dan lereng tenggara Gunung Ratai. Batuan ini berkomposisi andesit dan
berwarna abu-abu (relatif segar).
p. Satuan Betung Lava 7 (BL 7) tersebar memanjang di lereng timurlaut
Gunung Betung, yakni pada lembah sempit di bagian utara morfologi
14
punggungan dari BL 6. Batuan ini berkomposisi andesit dan berwarna abu-
abu (relatif segar).
15
q. Satuan Ratai Lava 7 (RL 7) terbatas mulai dari lereng hingga kaki barat dan
baratlaut Gunung Ratai. Singkapan batuan tampak tidak begitu luas,
umumnya berupa bongkah-bongkah lava berkomposisi andesit. Batuan ini
berkomposisi andesit dan berwarna kehitaman – kecoklatan.
r. Satuan Betung Lava 8 (BL 8) tersebar di lereng-kaki utara Gunung Betung.
Batuan ini berkomposisi andesit dan berwarna abu-abu bintik putih.
s. Satuan Ratai 8 Lava (RL 8) mengisi lembah di antara morfologi punggungan
dari satuan RL 5 pada lereng selatan dan baratdaya Gunung Ratai. Singkapan
tubuh batuan tampak tidak begitu luas, tetapi bongkah-bongkah lava andesit
berukuran maksimum 4 meter hadir cukup banyak di sekitar singkapan.
Batuan ini berkomposisi andesit dan berwarna abu-abu keputih-putihan.
t. Ratai Erupsi Samping (RES) membentuk punggungan memanjang di lereng
selatan Gunung Ratai yang diperkirakan dierupsikan dari sesar normal
berarah utara-timurlaut hingga selatan – baratdaya. Batuan ini berkomposisi
andesit dan berwarna abu-abu kecoklatan.
u. Satuan Betung Lava 9 (BL 9) tersebar di lereng selatan Gunung Betung.
Penentuan satuan batuan ini didasarkan pada morfostratigrafi. Akses ke lokasi
ini sangat sulit, karena daerah ini termasuk kawasan hutan konservasi. Dari
bentuk sebarannya dipastikan bahwa aliran lava berkomposisi andesitik.
v. Satuan Ratai Lava 9 (RL 9) tersebar mulai dari puncak hingga lereng timur-
selatan Gunung Ratai. Seperti halnya satuan BL 9, satuan RL 9 ini termasuk
kawasan hutan konservasi sehingga akses ke daerah ini sangat sulit. Posisi
stratigrafinya didasarkan pada morfostratigrafi. Aliran lava ini berkomposisi
andesit–basaltik.
16
w. Satuan Betung Kerucut Sinder (BKS) tersebar berupa bukit-bukit kecil di
kaki timur laut Gunung Betung. Penentuan posisi stratigrafi satuan batuan ini
didasarkan pada morfostratigrafi. Satuan batuan BKS terdiri dari skoria dan
lava, abu-abu kehitaman, pelapukan dipermukaannya berbongkah-bongkah
dan menjadi tubuh tanah berwarna coklat kehitaman.
x. Satuan Ratai Lava 10 (RL 10) terletak pada kawasan hutan konservasi dan
aksesnya sangat sulit, maka penentuan jenis dan posisi satuan batuan ini
didasarkan pada morfostratigrafi. Hasilnya bahwa satuan Ratai lava-10 (RL
10) tersebar luas dengan bentuk pipih – memanjang, mengisi lembah diantara
morfologi punggungan dari RL 6 dengan BL 9. Mengacu pada sebarannya
yang luas, pipih, dan memanjang, maka hal ini sangat mungkin terjadi akibat
aliran lava yang encer, paling tidak berkomposisi andesit–basaltik.
y. Satuan Betung Lava 10 (BL 10) terletak pada kawasan hutan konservasi dan
aksesnya sangat sulit. Karena itu, penentuan jenis dan posisi satuan batuan ini
didasarkan pada morfostratigrafi. Hasilnya menggambarkan bahwa satuan BL
10 tersebar di lereng baratlaut Gunung Betung. Mengacu pada sebarannya,
diperkirakan aliran lava ini berkomposisi andesit.
Satuan Betung Lava 11 (BL 11) juga terletak pada kawasan hutan konservasi
dan aksesnya sangat sulit. Penentuan jenis dan posisi satuan BL 11
didasarkan pada morfostratigrafi yang menggambarkan penyebaran di lereng
barat Gunung Betung. Aliran lava BL11 ini diperkirakan berkomposisi
andesit.
17
z. Satuan Ratai Lava 11 (RL 11) terletak pada kawasan hutan konservasi dan
aksesnya sulit. Penentuan jenis dan posisi satuan RL 11 juga didasarkan pada
morfostratigrafi yang menggambarkan penyebaran di sekitar kawah puncak
hingga lereng barat, baratlaut hingga utara Gunung Ratai. Mengingat
jangkauan sebaran aliran lava RL 11 ini sangat terbatas (pendek), maka lava
ini diperkirakan berkomposisi andesit hingga dasitik.
aa. Satuan Betung Kubah Lava (BKL) merupakan fase akhir kegiatan erupsi
Gunung Betung. Kubah lava ini mengisi kawah puncak Gunung Betung.
Mengingat kawah ini berada di kawasan hutan konservasi dan aksesnya sulit,
maka lava BKL ini diasumsikan sebagai komposisi umum kubah lava, yaitu
andesit hingga dasitik.
bb. Satuan Ratai Lava 12 (RL 12) tersebar pada zona sempit – memanjang pada
lembah antara morfologi punggungan satuan RL 9 dengan morfologi
punggungan satuan RL 8 di lereng kaki baratdaya Gunung Ratai. Singkapan
satuan RL 12 ini berkomposisi andesitik dan berwarna abu-abu cerah.
cc. Satuan Ratai Kubah Lava (RKL) merupakan fase akhir kegiatan erupsi
Gunung Ratai. Kubah lava ini mengisi kawah di puncak Gunung Ratai.
Mengingat aksesnya sulit karena kawah ini terletak di kawasan hutan
konservasi, maka penentuan komposisi lava (RKL) ini diasumsikan sebagai
komposisi umum kubah lava, yaitu andesit hingga dasitik (PT Optima
Nusantara Energi, 2009).
4. Endapan Permukaan
Adapun endapan permukaan yang meliputi adalah sebagai berikut:
17
a. Endapan Lahar (LH) tersebar sangat luas di sebelah baratlaut, utara, hingga
18
timur laut daerah penelitian. Sebagian sebaran endapan lahar ini berasosiasi
dan menutup sebaran endapan debris (ED). Berdasarkan hasil analisis
mikroskopis, menunjukkan bahwa komposisi endapan LH dari jenis tufa kristal
terubah kuat dan berwarna hijau kecoklatan.
b. Aluvium (Al) merupakan satuan batuan termuda di daerah penelitian,
membentuk morfologi pedataran yang tersebar luas di sisi baratlaut peta,
sedikit di dekat pantai timur Lampung Selatan. Endapan Al memperlihatkan
warna yang bervariasi mulai dari abu-abu, coklat keputih-putihan sampai
coklat kehitaman, terdiri dari material vulkanik, pasir, fragmen-fragmen batuan
beku, batuan sedimen, dan fragmen-fragmen batuan metamorf (PT Optima
Nusantara Energi, 2009).
C. Struktur Sesar
Struktur sesar di lapangan panas bumi Way Ratai dan sekitarnya didominasi
oleh struktur sesar berarah baratlaut – tenggara dan timurlaut – baratdaya yang
diduga kuat sebagai sesar normal. Daerah penelitian juga dicirikan oleh
kelurusan-kelurusan (lineaments) berarah utama timurlaut – baratdaya dan
baratlaut – tenggara. Kelurusan-kelurusan (lineaments) hadir cukup banyak,
terutama di bagian barat, baratdaya, selatan dan sedikit di bagian tengah daerah
penelitian.
Mekanisme pembentukan sesar normal diakibatkan oleh gaya tarik (extention)
dan cenderung menimbulkan open space yang cukup lebar. Karena itu,
18
kehadirannya dianggap penting sebab dapat menyokong tingginya permeabilitas
batuan di zona reservoir panas bumi Way Ratai.
19
Karena itu pembahasan struktur sesar adalah sangat penting, khususnya untuk
struktur sesar normal berarah timur laut – baratdaya, sesar normal berarah
baratlaut – tenggara dan kelurusan-kelurusan yang diperkirakan mempengaruhi
zona prospek panas bumi di Way Ratai.
1. Sesar normal berarah baratlaut – tenggara
Sesar normal berarah baratlaut – tenggara terutama berada di sekitar puncak,
atau sedikit di utara Gunung Betung dan di sebelah selatan–tenggara kawah
puncak Gunung Ratai. Pergerakan relatif dari kedua sesar normal di sekitar
puncak Gunung Betung tampak berbeda, yaitu satu diantaranya memperlihatkan
blok timurlaut relatif turun terhadap blok tenggara. Kedua sesar normal baratlaut –
tenggara di sekitar puncak Gunung Betung ini membentuk struktur graben.
Sedangkan sesar normal berarah baratlaut – tenggara disekitar puncak Gunung
Ratai memperlihatkan blok timurlaut yang relatif turun terhadap blok baratdaya.
Struktur sesar normal yang berarah baratlaut–tenggara lainnya (relatif kecil),
terdapat di sisi tenggara, selatan, baratdaya dan barat daerah penelitian.
Pergerakan sesar normal yang kecil-kecil ini sangat beragam, ada yang blok
timurlaut relatif turun terhadap blok baratdaya, dan sebaliknya ada yang blok
baratdaya relatif turun terhadap blok timurlaut. Satu pasang struktur sesar normal
yang berarah baratlaut–tenggara membentuk graben.
2. Sesar normal berarah timurlaut – baratdaya
Daerah ini dicirikan oleh dua struktur sesar normal, yaitu yang pertama
memotong puncak kawah Gunung Betung, sedangkan yang kedua di kaki
19
tenggara Gunung Betung. Pergerakan relatif dari kedua sesar normal ini relatif
sama, yaitu
20
blok timurlaut relatif turun terhadap blok tenggara. Kedua sesar normal timurlaut
– baratdaya ini membentuk step fault.
Struktur sesar normal yang berarah timurlaut – baratdaya lainnya tampak relatif
pendek, terdapat di sisi timur, tenggara, selatan dan barat daerah penelitian.
Pergerakan sesar normal yang kecil-kecil ini sangat beragam, ada yang blok
baratlaut relatif turun terhadap blok tenggara, dan sebaliknya ada yang blok
tenggara relatif turun terhadap blok baratlaut (PT Optima Nusantara Energi,
2009).
D. Geomorfologi
Lapangan panas bumi Way Ratai berada di dalam lingkungan komplek
gunungapi yang memiliki dua kerucut gunungapi berdampingan, yaitu Gunung
Ratai di sebelah baratdaya dan Gunung Betung di sebelah timurlaut. Pembentukan
bentang alam Way Ratai dipengaruhi oleh proses endogen dan eksogen yang
terjadi selama zaman Kuarter. Proses endogen berasal dari dinamika gunungapi
Ratai dan Betung, serta tektonik regional yang berpengaruh di kawasan tersebut.
Proses eksogen merupakan proses hidrosfir yang diakibatkan oleh erosi
permukaan bumi. Kedua proses alam ini pada akhirnya menghasilkan suatu
bentang alam.
Masing-masing bentang alam dikelompokan berdasarkan karakteristik bentang
alamnya, seperti bentuk atau dimensi morfologi, kemiringan lereng, tekstur dan
pola aliran sungai. Morfologi Way Ratai dan sekitarnya dikelompokan menjadi
tujuh satuan morfologi, yaitu morfologi kubah lava, perbukitan bertekstur kasar,
20
perbukitan bertekstur halus, perbukitan tua, pedataran bergelombang lemah,
pedataran landai, dan perbukitan terisolir (PT Optima Nusantara Energi, 2009).
BAB III.
TEORI DASAR
A. Alterasi
1. Proses Terbentuknya Alterasi
Alterasi batuan adalah suatu proses dari reaksi fluida dengan batuan yang
mengubah mineralogi, kimiawi, dan tekstur batuan asal saat fluida hidrotermal
menginfiltrasi massa batuan (Gambar 4). Pada proses alterasi, fluida hidrotermal
mengambil kation dan anion dari batuan untuk membentuk mineral sekunder yang
lebih stabil pada kondisi tersebut (Pirajno dalam Putra dkk, 2017). Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi proses alterasi antara lain: 1) Kondisi alami
dari batuan dinding, 2) Komposisi fluida dan 3) Konsentrasi, aktivitas dan potensi
kimiawi dari komponen fluida.
Proses alterasi hidrotermal mengubah mineral primer pada batuan menjadi
mineral sekunder yang lebih stabil pada kondisi tertentu (Pirajno dalam Putra dkk,
2017). Pada suatu lapangan panas bumi, batuan dan mineral primer yang hadir
umumnya berasal dari produk hasil erupsi gunung api yang berumur Tersier –
Kuarter (Wohletz, dkk, dalam Putra, dkk, 2017).
22
2. Jenis dan Kelompok Mineral Alterasi
Terubahnya mineral mineral primer pada proses alterasi hidrotermal terjadi
ketika fluida hidrotermal melakukan reaksi dengan batuan pada kondisi pH dan
suhu yang berbeda, sehingga menghasilkan mineral yang berbeda-beda. Beberapa
mineral primer yang umum dijumpai pada suatu daerah yang tersusun atas batuan
vulkanik dan mineral alterasinya adalah gelas vulkanik, Ilmenit, Magnetit, Olivin,
Piroksen, Amfibol, Plagioklas, K Feldspar, dan Kuarsa, dengan mineral hasil
alterasi hidrotermal yang dapat dijumpai antara lain Zeolit, Kristobalit, Kuarsa,
Kalsit, Pirit, Hematit, Khlorit, Epidot, Albit, Adularia, Illit, Sphene, dan lain lain
(Wohletz dan Heiken dalam Putra, dkk, 2017).
Jenis alterasi berdasarkan mineral ubahannya dibagi menjadi (Corbett, dkk,
1993):
a. Advanced argillic (temperatur rendah)
Terbentuk pada temperatur kurang dari 180°C dengan pH asam. Tipe ini
dicirikan oleh mineral ubahan kaolinit, alunit dan kalsedon dengan mineral asesori
kalsedon,kristobalit, kuarsa dan pirit.
b. Argilik
Mineral sekunder penciri dari tipe ini adalah smektit, montmorilonit, ilit,
smektit dan kaolinit dengan mineral asesori pirit, klorit, kalsit dan kuarsa.
Mineral-mineral tersebut terbentuk pada temperatur antara 200°C-300°C dengan
pH asam hingga netral dan salinitas rendah.
c. Advanced argillic temperatur tinggi
Terbentuk pada temperatur 250°C-350°C dengan pH asam. Mineral penciri
23
dari tipe ini adalah pirofilit, diasfor, dan andalusit dengan mineral asesori kuarsa,
turmalin, enargit dan luzonit.
d. Filik
Mineral ubahan yang hadir pada tipe ini adalah kuarsa, serisit dan pirit
dengan mineral asesori anhidrit, pirit dan kalsit. Tipe ini terbentuk pada
temperatur 200°C-250°C dengan pH asam hingga netral, dan salinitas beragam.
e. Propilitik
Tipe ini dicirikan oleh mineral ubahan klorit, epidot dan karbonat dengan
mineral asesori albit, kuarsa, kalsit, pirit, illit atau mineral lempung, dan oksida
besi. Tipe ini diperkirakan terbentuk pada temperatur antara 100°C-250°C dengan
pH mendekati netral, salinitas beragam dan permeabilitas rendah.
f. Potasik
Tipe ini dicirikan oleh mineral-mineral ubahan utama biotit dan kuarsa
dengan mineral asesori klorit, epidot, pirit dan ilit-serisit. Tipe ini terbentuk di
dekat dengan batuan intrusi sehingga memiliki temperatur >300°C dan salinitas
yang tinggi.
Corbett et al, (1998) juga membagi mineral ubahan menjadi 8 kelomppok
berdasarkan tingkat keasaman yaitu:
a. Kelompok silika, pH <2
b. Kelompok alunit, pH 2-3
c. Kelompok alunit-kaolinit, pH 3-4
d. Kelompok kaolinit, pH 4-5
23
e. Kelompok illit-kaolinit, pH 4-5
24
f. Kelompok illit, pH 5-6
g. Kelompok klorit, pH 6-7
h. Kelompok calc-silikat, pH >7
Gambar 4. Contoh Batuan Alterasi (Suharno, dkk, 2010).
Kemampuan untuk mendeskripsikan alterasi hidrotermal dan batuan tidak
teralterasi dengan melihat mineralnya. Pada daerah yang memiliki reflektansi (0,3
µm sampai 2,5 µm). Batuan ubahan secara serisit biasanya mengandung sericite,
afine berbutir muscovite dengan tambahan penyerapan Al-OH yaitu 2,2 µm
sampai 2,35 µm. Kaolinit dan alunit adalah bahan penyusun khas yang terdiri dari
ubahan argilik dengan Al-OH 2,165 µm sampai 2,2 µm. Ubahan propilitik
biasanya mengandung klorit, epidot dan kalsit, dengan Fe, MgOH dan CO3 2,31
µm sampai 2,3 µm. Besi oksida dan hidroksida (iron oxide dan hydroxide)
mineral seperti limonit, jarosit dan hematit cenderung memiliki spektral di
infrared dari 0,4 µm sampai 1,1 µm dari spektrum elektromagnetik. Mineral silika
hidrotermal biasanya terdiri dari kuarsa, opal dan kalsedon. Hal ini tertuang dalam
Gambar 5 (Pour dan Hashim, 2014).
25
Gambar 5. Nilai Spektra hasil laboratorium mineral a) epidote, calcite, muscovite,
kaolinite, cholite dan alunite b) limonite, jarosite, hematit, dan geotite
(Pour dan Hashim, 2014).
B. Landsat-8
1. Operational Land Imager (OLI)
Citra Landsat-8 yang pertama kali dirilis pada 4 Februari 2013 dari
Vandenberg Air Force Bace di California merupakan pesawat luar angkasa yang
terbang bebas membawa muatan dua sensor, yakni Operational Land Imager
(OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) yang observasinya didesain dapat
mencakup ketinggian 705 km diatas katulistiwa. OLI merupakan sensor yang
mengukur menggunakan sembilan spektral band dalam spektral visible dan short-
wave infrared. TIRS merupakan sensor yang mengukur menggunakan dua saluran
long wave infrared. Dua sensor ini meliputi wilayah dengan luas Worldwide
25
Reference System-2 (WRS-2). Pada Landsat-7, OLI dan TIRS mengumpulkan 400
scene/hari,
26
dimana setiap scene mencakup area seluas 190x180 km. Sejak 2014, Ladsat-8
telah rutin mengumpulkan sekitar 725 scene per hari (USGS,2016).
OLI memiliki kinerja yang lebih baik sehingga memiliki nilai error kurang
dari 5% untuk pancaran spektral cahata dan memiliki nilai error kurang dari 3%
untuk spektral refleksi. Spesifikasi rasio signal-to-noise (SNR) OLI juga lebih
tinggi daripada kinerja ETM+. Gambar 6 menunjukkan spesifikasi dan kinerja
OLI dibandingkan dengan kinerja ETM+ dalam rasio signal-to-noise pada tingkat
radiasi pancaran khas tertentu (Ltypical) untuk masing-masing pita spektral. Hal
ini menjadikan Landsat-8 lebih baik dari produk Landsat sebelumnya terutama
Landsat-7.
Gambar 6. Perbandingan spesifikasi OLI dan ETM+ pada Performa Signal-to-
noise (USGS, 2016).
Landsat-8 memberikan citra beresolusi sedang yakni dari 15 meter sampai
100 meter pada permukaan dan daerah kutub (C.J et al., dan USGU dalam Pour et
al, 2014). Hasil data Landsat-8 ini dapat digunakan untuk monitor berbagai
fenomena berbasis bumi dan atmosfer diantaranya pemantauan pertanian,
pemetaan geologi,
27
evapotranspirasi, aktivitas gunung berapi, memantau hutan hujan, dan biomassa
pembakaran. Manfaat data diatas dapat diperoleh berdasarkan masing-masing
karakteristik. Adapun karakteristik citra Landsat-8 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Landsat-8 (Pour dan Hisham, 2014) dan (Darge, 2016)
Subsistem No.
Band
Spektral
range (µm)
Resolusi
spasial (m)
Aplikasi
VNIR 1
2
3
4
5
0.433-0.453
0.450-0.515
0.525-0.600
0.630-0.680
0.845-0.885
30
Studi pesisir dan aerosol.
Pemetaan batimetrik.
Mengetahui puncak vegetasi.
Mengetahui lereng vegetasi.
Menekankan kandungan
Biomassa dan garis pantai.
SWIR 6
7
Pan
1.560-1.660
2.100-2.300
0.500-0.680
15
Diskriminasikan kadar air
tanah dan vegetasi;
menembus awan tipis
Peningkatan kadar air tanah
dan vegetasi dan penetrasi
awan tipis
Memberikan gambar yang
lebih tajam.
TIR 9
10
11
1.360-1.390
10.30-11.30
11.50-12.50
100
Peningkatan deteksi
kontaminasi awan cirrus.
Pemetaan termal yang
ditingkatkan dan perkiraan
kelembaban tanah.
Pemetaan termal yang
ditingkatkan dan perkiraan
kelembaban tanah.
VNIR= Visible near-infrared, SWIR= short-wave infrared, TIR= thermal-
infrared
2. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
Penggunaan data digital di bidang kehutanan memungkinkan penyadapan
data sebaran kerapatan vegetasi pada permukaan lahan lebih mudah dan cepat.
Identifikasi kerapatan vegetasi dapat dilakukan dengan cepat dengan carain
terpretasi citra secara digital menggunakan transformasi NDVI (Normalized
27
Difference Vegetation Index). Tinggi rendahnya suatu kerapatan vegetasi dapat
diketahui dengan menggunakan teknik NDVI (Normalized Difference Vegetation
28
Index) yang merupakan sebuah transformasi citra penajaman spektral untuk
menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan vegetasi (Putra, 2011).
Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah
dekat atau NIR/RED, adalah nilai suatu indeks vegetasi (yang sering di sebut
“simple ratio”) yang sudah tidak dipakai lagi. Hal ini disebabkan karena nilai dari
rasio NIR/RED akan memberikan nilai yang sangat besar untuk tumbuhan yang
sehat (Sudiana dkk, 2008).
Nilai NDVI mempunyai rentang antara -1 (minus) hingga 1 (positif). Nilai
yang mewakili vegetasi berada pada rentang 0.1 hingga 0,7, jika nilai NDVI di
atas nilai ini menunjukkan tingkat kesehatan dari tutupan vegetasi yang lebih baik
(Wass dalam Purwanto, 2015). Adapun algoritma yang menggambarkan nilai
NDVI adalah sebagai berikut:
*(
)
(
) + (1)
yang ekuivalen dengan:
*
+ (2)
3. Band Ratio
Penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian kecerahan pixel dari
dua band data gambar untuk membentuk gambar baru adalah penerapan yang
sangat sederhana bagi transformasi. Perbedaan dapat digunakan untuk menyoroti
daerah perubahan antara dua gambar dari daerah yang sama yang sebelumnya
telah dilakukan koreksi geometri. Perbedaan gambar yang dihasilkan harus
28
diskalakan untuk menghilangkan nilai kecerahan negatif. Hal ini dilakukan agar
tidak ada
29
warna abu-abu yang berbeda dari citra yang sama. Komposit band dan rasio band
ini digunakan dalam mengurangi efek topografi, sebagai indeks vegetasi, dan
untuk meningkatkan perbedaan halus karakteristik reflektansi spektral untuk
batuan dan tanah. Gambar 7 merupakan contoh penggunaan rasio band 7 dan band
5 pada Landsat 5 (Richard, 2005).
Seperti yang terlihat, daerah vegetasi ditunjukkan dengan warna terang, tanah
ditunjukan oleh warna abu-abu sedang sampai abu-abu gelap, dan air ditunjukkan
dengan warna hitam. Nuansa ini mudah dipahami dari pemeriksaan kurva
reflektansi spektral yang sesuai. Variasi sederhana operasi aritmatika antar band
terkadang juga digunakan sebagai indeks. Penggunaan rasio band untuk
penentuan alterasi dimaksudkan untuk menunjukkan mineral-mineral alterasi yang
terdapat pada daerah penelitian.
Gambar 7. Pembagian Band untuk menghasilkan tutupan lahan a) band 7 b) band
5 c) penggabungan band 7/5 ( Richard, 2005).
30
Komposit band adalah kombinasi dari tiga band untuk memberikan
informasi mengenai kondisi geologi. Berdasarkan penelitian Putra dkk, (2017)
komposisi band yang optimal digunakan pada pengindetifikasian alterasi adalah
komposit RGB 567, band 5 (0.851 – 0.879 μm) diposisikan dalam saluran merah,
band 6 (1.566 – 1.651 μm) diposisikan dalam warna hijau dan band 7 (2.107 –
2.294 μm) diposisikan dalam saluran biru. Kombinasi dari ketiga band tersebut
mampu memberikan informasi mengenai kondisi geologi yang lebih baik
dibandingkan citra komposit warna natural 432. Selain itu, kondisi vegetasi juga
dapat diperkirakan dari kombinasi band ini, dimana vegetasi hadir dalam warna
merah kecoklatan.
Berdasarkan Pour dan Hashim (2014) menyebutkan beberapa rasio band
yang memiliki nilai reflektansi tinggi dapat digunakan untuk mengidentifikasi
mineral alterasi. Pemetaan mineral Iron Oxide menggunakan band 2 dan band 4
karena iron oxide/hydroxide seperti hematit, jarosit, dan limonit memiliki nilai
reflektansi yang tinggi, yakni 0,63 µm sampai 0,69 µm dan nilai absorbsi 0,45 µm
sampai 0,52 µm. Mineral clay (lempung) dan karbonat diidentifikasi
menggunakan band 6 dan band 7 memiliki reflektansi 1,55 µm sampai 1,75 µm
dan absobsi 2,08 µm sampai 2,35 µm. Pada kombinasi rasio band 4/2 dan rasio
band 6/7, keberadaan mineral hasil alterasi hidrotermal terekam sebagai warna
kuning, selain itu, sistem drainase dan pemukima terekam sebagai warna merah.
Vegetasi terekam sebagai warna biru kehijauan hingga hijau. Sehingga rasio band
yang digunakan adalah rasio band 4/2, dan rasio band 6/7 (Pour dalam Putra dkk,
2017).
31
C. DEM ALOS PALSAR
1. Karakteristik DEM ALOS PALSAR
Digital Elevation Model (DEM) merupakan kumpulan data ketinggian digital
yang menunjukkan bentuk topografi suatu daerah. Sifat data ketinggian ini
berkesinambungan dan tidak dapat dibagi (Sarapirome dalam Darmawan, dkk,
2013). Data ketinggian digunakan untuk membuat DEM memperlihatkan data
kontur. Kontur menunjukkan garis-garis yang menghubungkan ketinggian yang
setara (Klikenberg dalam Darmawan, dkk, 2013). Penggunaan data DEM
diarahkan pada interpretasi kelurusan dan analisis morfometri seperti slope dan
ketinggian. Kelurusan yang dijumpai pada citra berhubungan dengan struktur
geologi seperti sesar, kekar, sumbu antiklin dan sinklin (Darmawan, dkk, 2013).
ALOS (Advanced Land Observing Satellite) terdiri atas dua jenis sensor yaitu
optik dan radar. Instrument yang menggunakan sensor optik adalah PRISM
(Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping) dan AVNIR-2
(the Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2), sedangkan
instrumen dengan sensor radar adalah PALSAR (Phased Array Type L-band
Shynthetic Aperture Radar). PALSAR menggunakan gelombang mikroaktif
sehingga dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh kondisi
cuaca satelit ini diharapkan dapat digunakan untuk observasi kawasan,
pengamatan bencana dan survei sumber daya alam (JAXA, 2008).
Rancangan sistem ALOS dioptimalisasikan untuk pemetaan. Kemampuan
pemetaan dengan akurasi yang sangat tinggi adalah penggerak misi yang utama
untuk ALOS.
32
Untuk misi pemetaan, satelit ALOS mempunyai karakteristik yang unik yaitu
1) dapat menghasilkan Digital Elevation Model (DEM) dengan akurasi ketinggian
3 m sampai 5 m dari citra panchromatic dengan resolusi 2,5 m atau citra-citra
stereoskopik triplet dengan sensor-sensor nadir, forward dan backward, 2) dapat
menghasilkan pemetaan tanpa Titik Kontrol Tanah (Ground Control Point-GCP),
3) dapat menghasilkan daerah pengamatan yang luas, dengan lebar liputan satuan
citra 70 km atau lebih, dan 4) mempunyai sistem penanganan data dengan
kapasitas yang besar untuk pencapaian misi PALSAR adalah sensor gelombang
mikro atau radar, beroperasi pada L-band (1270 Mhz/ 23,6 cm), untuk
pengamatan siang dan malam hari, bebas awan dan cuaca.
2. Identifikasi Lineament menggunakan DEM ALOS PALSAR
a. Hillshaded
Hillshade merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
mempresentasikan gambaran relief sebuah wilayah pada sebuah data raster yang
masih dalam format 2-D atau 3-D pada data raster tersebut. Pemberian kesan 3-D
tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian teknik pencahayaan dan
bayangan yang tepat pada sebuah data raster.Analisis hillshade menghasilkan citra
shade relief. Metode ini dapat meningkatkan visualisasi dari permukaan untuk
analisis atau penampilan secara grafis, khususnya ketika menggunakan efek
transparansi. Struktur seperti lineament, drainase, dan bentang alam tertentu
sering dicirikan dengan adanya perubahan yang mencolok pada respon
radiometrik. Edge enchancment dapat diaplikasikan kepada citra shaded relief
supaya meningkatkan frekuensi dan kontras pada citra (Abdullah dkk, 2010).
33
b. Algoritma Lineament Extraction dan Fault Fracture Density
Algoritma LINE adalah algoritma pada PCI Geomatica untuk mengekstraksi
lineament secara otomatis yang prosesnya terdiri dari tiga tahap, yaitu: deteksi
tepi (edge detection), thresholding, dan ekstraksi kurva.
Sebuah lineament dapat dibedakan oleh perubahan intensitas pada citra yang
diukur dengan gradien. Dengan menerapkan filter deteksi tepi pada citra, maka
metode numerik untuk deteksi kelurusan dapat dilakukan. Metode ini
bagaimanapun juga tidak seakurat sistem visual manusia yang sangat efisien
dalam melakukan ekstrapolasi kelurusan. Sehingga identifikasi lineament secara
manual mampu mengidentifikasi suatu lineament sebagai kelurusan tunggal yang
panjang, sedangkan dengan metode numerik, kelurusan yang sama mungkin
muncul dalam beberapa segmen yang lebih pendek (Geomatica, 2015).
Fault and Fracture Density (FFD) adalah metode sederhana yang digunakan
untuk menilai tinggi rendahnya densitas suatu daerah yang dibentuk oleh karena
adanya rekahan atau patahan. Patahan ini dapat terjadi karena proses tektonik
yang menimpa suatu daerah tersebut. Struktur zona berpotensi permeabel yang
dapat bertindak sebagai jalur untuk fluida termal mengalir dari reservoir ke
permukaan.
Telah terbukti dalam panas bumi eksplorasi dan eksploitasi bahwa zona
permeabel ini berada target pengeboran yang signifikan untuk menemukan sumur
produktif (Soengkono dalam Suryantini dan Wibowo, 2010). Dengan demikian
densitas suatu daerah akan memberikan informasi zona permeabel yang
menunjukkan keberadaan patahan didaerah tersebut. Metode FFD menggunakan
33
data topografi digital dan alat bantuan sudut cahaya, yang tersedia dalam beberapa
pemetaan atau Perangkat lunak GIS, seperti Surfer dan ArcGIS.
34
D. Isotop Radon
1. Konsep Isotop Radon dan Waktu Peluruhannya
Manifestasi panas bumi di kontrol oleh struktur yang memiliki tingkat
permeabilitas yang tinggi seperti patahan dan retakan. Metode gas tanah
digunakan untuk menentukan sifat geologi bawah permukaan/geokimia yang
didasarkan pada konsep bahwa gas yang dilepaskan dari sistem panas bumi aktif,
dapat dengan bebas naik melalui penutup atas untuk dideteksi di dekat
permukaan. Gunung berapi melepaskan gas tidak hanya dari kawah sentral berupa
manifestasi seperti fumarol, tetapi juga gas konduktif seperti karbon dioksida
(CO2), helium (He) dan radon (Rn). Sedangkan gas suhu tinggi di kawah
cenderung sangat asam dan reaktif (misalnya SO2, HCl), beberapa jenis seperti
CO2 dan Rn tidak bereaksi dengan batuan. Distribusi dan jumlah gas-gas ini
memberikan informasi tentang permeabilitas keseluruhan struktur vulkanik,
potensi pelepasan gas secara lateral dari daerah-daerah selain kawah aktif dan
kemampuan gunung berapi untuk melepaskan CO2 dalam jumlah besar dan gas-
gas lainnya (Malimo, 2012).
Radon memiliki tiga elemen isotop yang sering terjadi pada alam, yakni 222-Rn
(Radon), 220-Rn (Thoron) dan 219-Rn (Actinon). Belin dalam Malimo (2012)
melakukan pengukuran gas radon di lapangan panas bumi di New Zealand pada
media air. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa konsentrasi gas radon pada
media air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pH dan temperatur air,
kekuatan paparan radiasi dari batuan, perbedaan tingkat pelarutan batuan oleh air,
perbedaan tingkat peresapan elemen radioaktif, luas permukaan yang terbuka
34
oleh munculnya kolam air, dan kecepatan pemisahan gas radon dengan gas
lainnya.
35
Menurut Lombardi, dkk dalam Malimo (2012), fluktuasi nilai radon juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi seperti hujan, yang dapat
mempengaruhi nilai konsentrasi radon terukur. Konsentrasi radon tinggi juga
dapat memberikan informasi keberadaan patahan atau rekahan yang berhubungan
dengan zona permeabel.
Pengukuran gas thoron biasa dilakukan bersamaan dengan pengukuran gas
radon. Menurut Giammanco dalam Haerudin dkk (2013), Waktu paruh yang lebih
singkat memungkinkan thoron untuk terukur dalam konsentrasi yang lebih sedikit
dari konsentrasi radon. Namun, kedalaman sumber gas radon dan thoron tersebut
belum bisa dihitung secara pasti berdasarkan konsentrasi tersebut. Rasio tersebut
dapat digunakan untuk interpretasi kedalaman sumber radon (Nurohman, dkk,
2016).
Radon memiliki waktu paruh 3,825 hari, Thoron memiliki waktu paruh 54,5
detik, dan Actinon memiliki waktu paruh 4 detik. Hanya data Radon dan Thoron
yang digunakan pada penelitian sebelumnya karena memiliki waktu paruh yang
cocok dengan bentuk batuan magmatik yang diturunkan dari peluruhan Uranium-
238 dan Thoron merupakan peluruhan dari Thorium-238 (Gambar 7). Radon
dapat di deteksi dalam konsentrasi yang rendah, maka ini menjadi dasar mengapa
Radon menjadi salah satu bahan untuk metode geokimia (Gingrich dalam
Haerudin, dkk, 2016). M Balcázae; Kruger dalam Haerudin (2016) menjelaskan,
terdapat beberapa alasan lain mengapa Radon menjadi tracer, yakni:
a. Untuk merepresentasikan aktivitas termodinamika. Gas radioaktif ini
bertransportasi ke permukaan jika memiliki aktivitas termodinamika yang
tinggi.
36
b. Untuk mengindikasi rekahan dan sesar aktif. Gas ini berpindah semakin cepat
pada patahan dan rekahan.
a. Tidak membutuhkan koreksi komposisi geokimia karena gas Radon tidak
bercampur dengan senyawa atau elemen yang ada disekitarnya.
b. Untuk memperlihatkan aktivitas panas bumi karena Radon bergenerasi setiap
20 hari.
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Rantai peluruhan thorium-232, gas thoron (220Rn) menjadi bagian
dalam rangkaian tersebut. (b) Rantai peluruhan uranium-238, gas
radon (222Rn) menjadi bagian dalam rangkaian tersebut (Ishimori
dalam Nurohman, 2016).
37
2. Analisis Teknik Perpindahan Radon
Radon dapat berpindah secara difusi dan konveksi. Perpindahannya dapat
melalui 3 model, yakni sumber radon yang tidak diketahui dengan
overburden/penutup nonradioaktif, situasi yang sama dengan kehadiran arus
konveksi, dan lapisan overburden/penutup yang memiliki radioaktif yang sama.
Persamaan yang digunakan adalah persamaan difusi (Alelseev, dkk, dalam
Soonawala dan Telford, 1980). Gambar 9 mengilustrasikan geometri model
sumber radon yang tidak diketahui dengan overburden/penutup nonradioaktif
dengan ketebalan h, jarak x dari sumber, y jarak kepermukaan, dan dx adalah
volume dasar dalam overburden dalam area S.
Gambar 9. Sumber tidak terdefinisi dengan penutup (Soonawala et al, 1980).
Sehingga persamaannya sebagai berikut (Soonawala et al, 1980):
( ) ( ) (6a)
( ) (6b)
(6c)
Persamaan diatas hanya mendeskripsikan perpidahan radon secara difusi, jika
situasinya difusi dan konveksi maka difusi dan perpindahan medium memiliki
kecepatan v cm/s. hal ini berdasarkan hukum Darci. Maka persamaan menjadi:
38
(7)
(8)
D = D*/e (9)
dengan:
N : Konsentrasi Radon
v : kecepatan (cm/s)
D : Difusivitas
λ : Konstanta peluruhan Radon (λ = 2,07x10-6
s-1
)
D* : Koefisien difusi
S : Volume dasar
e : Porositas bulk
F. Analisis Geokimia Fluida
Geokimia panas bumi mempelajari komposisi kimia fluida panas bumi (air
dan uap) untuk panas mengetahui karakteristik fluida dan proses yang
mempengaruhi fluida tersebut, baik di reservoir maupun saat fluida tersebut naik
kepermukaan. Data yang sering digunakan dalam metode geokimia ini adalah data
kimia manifestasi air panas, data isotop, data kimia tanah dan gas tanah. Data
tersebut digunakan untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya
panas bumi yang meliputi berbagai parameter, yakni ukuran sumber daya
(resource size); Perkiraan temperatur reservoir (resource temperature); dan
permeabilitas formasi (formation permeability) (Lawless; Hutapea dalam
Ariwibowo, 2011).
39
1. Kesetimbangan Ion
Salah satu cara untuk melakukan evaluasi terhadap kelayakan analisa kimia
adalah dengan melakukan pengecekan kesetimbangan ion. Hal ini berarti
membandingkan konsentrasi molal spesies-spesies bermuatan positif dengan
jumlah konsentrasi molal spesies-spesies bermuatan negatif. Kandungan ion-ion
bermuatan positif (kation) seperti Ca2+
, Mg2+
, Na+, K
+, Li
+, Rb
+, Cs
+, Mn
2+, Fe
2+.
Kandungan ion-ion bermuatan negatif (anion) Cl-, SO4
2-, HCO
- ,F
-, Br
-. Serta
ionion spesies netral SiO2, NH3, B, CO2, H2S, NH3. Untuk mencari kesetimbangan
ion, terlebih dahulu dilakukan perhitungan mi anion dan kation dengan rumus
berikut:
(10a)
Dimana:
meq : Milimolal
MWi : Nomer massa atom
ci : Konsentrasi (ppm)
Setelah didapatkan jumlah mi dari seluruh kation dan anion dari unsur dan
senyawa di atas, kemudian dilakukan perhitungan kesetimbangan ion dengan
persamaan berikut ini (Nicholson dalam Ariwibowo, 2011).
∑ ∑
|∑ | |∑ | (10b)
Nilai kesetimbangan ion dapat bervariasi, tetapi suatu hasil analisa kimia
dikatakan layak jika kesetimbangan ini tidak lebih dari 5%. Namun tidak berarti
bahwa hasil analisa yang mempunyai kesetimbangan di atas 5% tidak layak
digunakan dalam interpretasi. Mata air panas yang mempunyai kesetimbangan ion
39
lebih dari 5% sangat dipengaruhi oleh tipe dan proses yang dialami tersebut
(Nicholson dalam Ariwibowo, 2011).
40
2. Geokimia Fluida
Analisis geokimia fluida panas bumi yang paling sederhana dan bermanfaat
untuk secara cepat mengenali variasi fluida pada suatu sistem adalah klasifikasi
menggunakan komposisi anion (senyawa bermuatan negatif).
a. Air Klorida
Air klorida merupakan fluida yang paling dominan pada kebanyakan
lapangan panas bumi. Air jenis ini diprediksi berasal dari bagian dalam reservoir,
bersifat netral atau dapat pula sedikit asam atau sedikit basa. Pada manifestasi
permukaan dicirikan oleh kenampakannya yang jernih sering berasosiasi dengan
endapan sinter silika. Air klorida di dekat permukaan sering mengandung CO2.
H2S dan sulfat yang signifikan, sedangkan di dalam reservoir perbandingan atau
rasio Cl/SO4 tinggi.
b. Air Asam Sulfat
Pada air jenis ini kandungan kloridanya rendah, kandungan sulfat tinggi, Al
dan Fe cukup tinggi. Air asam sulfat terdapat pada sistem panas bumi di daerah
vulkanik, dimana uap air berkondensasi ke air tanah. Kandungan sulfat yang
tinggi berasal dari oksidasi H2S pada zona vados. Karena terbentuk pada zona
vados maka air asam sulfat hanya dapat memberikan sangat sedikit informasi
tentang bagian dalam sistem panas bumi.
Ciri fisik fluida jenis ini biasanya berwarna keruh, sering berasosiasi dengan
kolam lumpur dan collapse creater. Warna keruh dan kandungan Al dan Fe yang
cukup tinggi mengindikasikan adanya pelarutan batuan, hal ini disebabkan karena
fluida jenis ini cenderung reaktif terhadap batuan yang dilewatinya.
41
c. Air bikarbonat
Fluida jenis ini dicirikan dengan kandungan Cl yang rendah, kandungan sulfat
juga rendah dan bikarbonat (HCO3) sebagai anion utamanya. Pada sistem yang
berasosiasi dengan batuan vulkanik biasanya air bikarbonat terbentuk pada bagian
yang dangkal di tepi lapangan oleh kondensasi uap di bawah muka airtanah. Pada
sistem yang berasosiasi dengan batuan sedimen pembentukan fluida jenis ini
dikontrol oleh keberadaan batugamping. Air bikarbonat cenderung sedikit asam
bisa juga netral atau sedikit basa.
d. Brine
Fluida ini terbentuk dengan berbagai cara seperti pelarutan sikuen endapan
evaporit oleh air meteorik, terperangkapnya connate water pada cekungan
sedimentasi serta proses – proses lainnya. Brine merupakan larutan yang
berkonsentrasi tinggi, pH menunjukkan asam lemah dengan unsur utama adalah
Cl (10000 hingga lebih dari 100000 ppm). Konsentrasi Na (kation utama), K dan
Ca tinggi, densitas brine biasanya tinggi sehingga tidak muncul di permukaan.
e. Air meteorik
Airtanah biasanya mengandung Ca, Mg, Na, K, SO4, HCO3 dan Cl selain itu
terdapat pula Fe, SiO2 dan Al. Selain itu airtanah juga biasanya mengandung gas
terlarut berupa O2 dan N2. Air sungai mempunyai anion utama HCO3 dan kation
utama adalah Ca sedangkan air hujan mempunyai anion utama Cl dan kation
utama Na.
42
3. Geoindikator dan Tracer
Giggenbach dalam Ariwibowo (2011) membagi zat-zat terlarut dalam dua
katagori yaitu tracer dan geoindikator. Tracer secara geokimia bersifat inert
(misalnya Li, Rb, Cs, Cl dan B) yang bila ditambahkan ke dalam fluida akan
bersifat tetap dan dapat dilacak asal usulnya. Geoindikator adalah zat terlarut yang
bersifat reaktif dan mencerminkan lingkungan ekuilibrium/kesetimbangan,
misalnya Na dan K.
Geoindikator adalah zat terlarut yang bersifat reaktif dan mencerminkan
lingkungan ekuilibrium atau kesetimbangan, misalnya Na, K, Li, Rb. dan Cs.
Boron dalam bentuk H3BO3 atau HBO2 merupakan unsur diagnostik yang artinya
dapat digunakan untuk melacak asal–usul dari fluida panas bumi. Konsentrasi Na
dan K dikontrol oleh interaksi fluida dengan batuan yang bergantung pada
temperatur. Na merupakan kation utama pada fluida panas bumi dengan
konsentrasi yang berkisar 200 sampai dengan 2000 ppm. Apabila perbandingan
Na dengan K semakin kecil maka dapat diinterpretasikan bahwa temperatur
semakin tinggi.
Unsur Li, Rb dan Cs merupakan unsur yang mudah larut dari batuan. Li, Rb dan
Cs merupakan unsur yang sering dipakai bersama Cl dan B untuk karakterisasi
fluida. Ketiga unsur ini mudah bergabung dengan mineral sekunder, sehingga
diprediksi semakin jauh jarak migrasi dari fluida ke permukaan maka
konsentrasinya akan semakin berkurang. Konsentrasi umum Li berkisar kurang
dari 20 ppm, Rb kurang dari 2 ppm dan Cs kurang dari 2 ppm. Li sering terserap
oleh mineral klorit, kuarsa dan mineral lempung sehingga pada zona upflow rasio
B/Li rendah sedangkan pada zona outflow rasio B/Li tinggi.
43
Penggunaan unsur Cl, B, Li, Na, K dan Mg sebagai geoindikator dan tracer
diterapkan dengan metode sederhana yaitu plotting pada diagram segitiga (ternary
plot). Plotting ini merupakan cara yang tepat untuk mengkaji aspek kimia fluida
mata air panas maupun fluida sumur panas bumi.
a. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3
Penggunaan komponen anion Cl, SO4 dan HCO3 untuk mengetahui komposisi
fluida panas bumi karena anion – anion tersebut merupakan zat terlarut yang
paling banyak dijumpai dalam fluida panas bumi. Cl, SO4 dan HCO3 dapat
digunakan untuk menginterpretasi kondisi dan proses yang berlangsung di dekat
permukaan, yakni kurang dari 1km (Herdianita, dkk., 2006).
Konsentrasi Cl tinggi dalam mata air mengindikasikan air berasal langsung
dari reservoir, dengan minimal pencampuran atau pendinginan secara konduksi.
Kadar Cl rendah pada air (yang tidak menunjukkan karakteristik uap panas) dari
mata air panas adalah karakteristik dari pengenceran air tanah. Konsetrasi dapat
berkisar dari kurang dari 10 sampai lebih dari 100000 mg/kg, namun nilai-nilai
orde 1000 mg/kg adalah khas dari klorida-jenis air.
Gambar 10. Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 (Simmons, 1998).
44
Plotting ke diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 seperti yang di tujukkan pada
Gambar 10 agar mempermudah dalam pengelompokan serta pemeriksaan trend
sifat kimia fluida. Posisi data pada diagram segitiga dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
S = [ ] [ ] [ ] (11a)
% Cl =
(11b)
% SO4 =
(11c)
% HCO3 =
(11d)
b. Diagram segitiga Cl-Li-B
Proporsi relatif B dan Cl untuk fluida–fluida dengan asal usul yang sama
umumnya tetap. B dan Cl dapat dipakai untuk mengevaluasi proses pendidihan
dan pengenceran. Pada T tinggi (lebih dari 400˚C), Cl terdapat sebagai HCl dan B
sebagai H3BO3, keduanya bersifat volatil dan mudah bergerak pada fase uap. HCl
dan H3BO3 berasal dari magmatic brine. Apabila fluida mendingin HCl
terkonversi menjadi NaCl, B tetap berada pada fase uap dan Li bergabung pada
larutan. Li sering terserap klorit, Qz, dan mineral lempung, sehingga pada zona
upflow rasio B/Li rendah sedang pada zona outflow rasio B/Li tinggi (Aribowo,
2011).
B (boron) bentuk H3BO3 atau HBO2 merupakan unsur diagnostik. Air klorida
dari mata air atau sumur biasanya mengandung 10-50 ppm B. Kandungan B yang
sangat tinggi (hingga ratusan ppm) biasanya mencirikan asosiasi sistem panas
bumi dengan batuan sedimen yang kaya zat organik atau evaporit Rasio B/Cl
44
sering dipakai untuk prediksi asal-usul fluida (Nicholson dalam Ariwibowo,
2011).
45
Gambar 11. Diagram segitiga Cl- Li- B (Simmons, 1998).
Kandungan relatif Cl, Li dan B dapat memberikan informasi mengenai kondisi di
bawah permukaan hingga kedalaman sekitar 5 km (Herdianita dalam Ariwibowo,
2011). Pengeplotan pada diagram segitiga Cl-Li-B yang ditunjukan pada Gambar
11 dapat digunakan untuk menentukan jenis menifestasi temasuk upflow atau
outflow. Kemudian dari perbandigan B/Cl dapat digunakan sebagai indikator
kesamaan reservoir. Pengeplotan data pada diagram segitiga Cl–Li–B
memerlukan faktor skala karena adanya perbedaan nilai konsentrasi yang sangat
besar di antara ketiga komponen tersebut. Perhitungannya sebagai berikut:
S =
(12a)
% B = (
) (12b)
% Li = (
) (12c)
% Cl =
(12d)
46
4. Geotermometer
Geotermometer merupakan cara untuk memperkirakan temperatur reservoir
panas bumi yang berdasarkan pada keberadaan zat-zat terlarut pada fluida panas
bumi, dimana konsentrasi fluida tersebut sangat bergantung pada temperatur. Tiap
geotermometer memiliki keterbatasan sehingga penerapannya harus sangat hati-
hati untuk menghindari kekeliruan interpretasi. Berikut adalah beberapa jenis
geotermometer.
Aplikasi konsep geotermometer berdasar asumsi bahwa apabila fluida bergerak
dengan cepat ke permukaan, fluida akan mempertahankan komposisi kimianya
selama perjalanan dari reservoir ke permukaan, karena tidak atau sedikit sekali
mengalami percampuran. Namun pada kenyataannya fluida dapat mengalami
perubahan dalam perjalanan dari reservoir ke permukaan. Perubahan tersebut
terjadi karena adanya proses mixing, dilution, boiling, dan juga pelarutan batuan
samping, sehingga dalam perhitungan geotermometer harus mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut, dan diusahakan memilih unsur/senyawa yang tepat, dengan
kata lain diperlukan “diagnosa” untuk memilih geotermometer yang cocok.
Persyaratan dasar adalah bahwa fluida yang dipakai adalah fluida yang berasal
dari reservoir dan hasil analisis kimianya harus baik, yakni charge balance error
kurang dari 5% (Ariwibowo, 2011).
a. Geotermometer silica
Menurut Ariwibowo (2011) fluida reservoir bersuhu lebih dari 220oC kuarsa
dapat mengendap akibat pendinginan perlahan, apabila pendinginan berlangsung
dengan sangat cepat (misalnya pada mulut mata air) maka yang
terbentuk/mengendap adalah silika amorf.
47
Suhu batas untuk silika geotermometer sekitar 250o
C, karena di atas suhu ini
silika larut dan mengendap sangat cepat-lebih cepat untuk konsentrasi silika
dalam larutan agar tetap konstan sebagai cairan yang keluarkan ke permukaan.
Geotermometer silika dibuat berdasar kelarutan berbagai jenis silika dalam
air sebagai fungsi dari temperatur yang ditentukan dengan eksperimen. Reaksi
yang menjadi dasar pelarutan silika dalam air adalah:
SiO2 (s) + 2 H2O →H4SiO4 (13)
Berbagai jenis persamaan geotermometer silika ditampilkan pada Tabel 2,
dimana penerapannya sangat tergantung kepada kondisi fluida dan jenis endapan
silika. Persamaan-persamaan pada Tabel tersebut dikembangkan berdasar
pendekatan terhadap nilai kurva kelarutan macam-macam mineral silika (kuarsa,
kalsedon, kristobalit, opal, dan silika amorf). Geotermometer kuarsa umumnya
baik digunakan untuk reservoir bertemperatur lebih dari 150°C. Di bawah 150°C
kandungan silika dikontrol oleh kalsedon. Persamaan pada kotak bershade abu-
abu dibuat oleh Fournier dalam Ariwibowo (2011) dengan enam jenis persamaan
dan paling utama adalah geotermometer kuarsa yang memerlukan diagnosa ada
tidaknya steam loss/kehilangan uap pada fluida yang dianalisis.
Tabel 2. Persamaan geotermometer silika (Ariwibowo, 2011).
Geotermometer Persamaan Referensi
Quartz-no steam loss
Quartz-maximum steam
loss at 100°C
–
–
Fournier (1977)
Fournier (1977)
48
Quartz T = 42.198 + 0.28831 SiO2 –
3.6686 x 10-4 (SiO2)2 +
3.1665 x 10-7
(SiO2)3
+77.034 log SiO2
Fournier and
Potter (1982)
Quartz
Chalcedony
T = 53.500 + 0.11236C –
0.5559 x 10-4
C2 + 0.1772 x
10-7
C3 + 88.390 log C
–
Amorsson (1985)
Fournier (1977)
Chalcedony
–
Amorsson (1983)
Cristobalite
–
Fournier (1977)
Opal
Amorphous silica
–
–
Fournier (1977)
Fournier (1977)
C= Konsentrasi SiO2
b. Geoternometer Na-K
Respon rasio konsentrasi Na terhadap K yang menurun terhadap
meningkatnya temperatur fluida didasarkan pada reaksi pertukaran kation yang
sangat bergantung pada suhu yaitu:
K+
+ Na Felspar → Na+
+ K Felspar (14)
Albit adularia
T >>> T <<
Penerapan Geotermometer Na-K dapat diterapkan untuk reservoir air klorida
dengan T lebih dari 180oC. Geotermometer ini punya keunggulan yaitu tidak
banyak terpengaruh oleh dilution maupun steam loss. Geotermometer ini kurang
49
bagus untuk T kurang dari 100oC, juga untuk air yang kaya Ca banyak berasosiasi
dengan endapan travertin.
Tabel 3 berikut menampilkan beberapa persamaan geotermometer Na-K.
Tabel 3. Beberapa persamaan geotermometer Na-K (Ariwibowo, 2011).
Persamaan Referensi
( (
) –
(
) –
(
) – ( )
–
(
) –
(
)
–
(Truesdell, 1976)
(Tonani, 1980)
(Arnorsson et al, 1983)
(Fournier, 1979)
(Nieva and Nieva, 1987
(Giggenbach, 1988)
c. Geoternometer Na-K-Ca
Geotermometer ini diterapkan untuk air yang memiliki konsentrasi Ca tinggi.
Geotermometer ini bagus dalam mengidentifikasi suhu dengan konsentrasi unsur
Ca yang besar (Karingithi, 2010). Batasan teoritis untuk geotermometer ini adalah
ekuilibrium antara Na dan K Felspar serta konversi mineral kalsium alumino
silikat (misalnya plagioklas) menjadi kalsit. Asumsi yang digunakan untuk
membuat persamaan geotermometer Na-K-Ca adalah sebagai berikut:
1) Ada kelebihan silika (biasanya benar).
2) Aluminium tetap berada pada fasa padat (biasanya benar karena fluida
biasanya miskin Al).
50
Rumus persamaan untuk geotermometer ini adalah:
( (
)) ( (
) )
(15)
Ada 2 uji untuk menerapkan geotermometer ini:
1) Jika ( (
) ) < 0, gunakan β=1/3 dan hitung T°C.
2) Jika ( (
) ) > 0, gunakan β =4/3 dan hitung T°C, jika T terhitung
kurang dari 100°C maka hasil dapat diterima. Jika hasil perhitungan T pada
(b) > 100°C, hitung ulang T°C dengan β =1/3.
Kisaran temperatur yang bagus untuk geotermometer Na-K-Ca adalah 120-
200°C, selebihnya tidak terlalu bagus. Keterbatasan lainnya adalah temperatur
sangat dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi karena boiling dan dilution.
Boiling menyebabkan loss pada CO2, terjadi pengendapan kalsit, Ca keluar dari
larutan, sehingga T hasil perhitungan terlalu tinggi.
BAB IV.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Labratorium Teknik Geofisika
Universitas Lampung yang dilaksanakan pada Januari 2018 s.d April 2018 dengan
judul “Integrasi Data Citra Landsat-8, DEM ALOS PALSAR, Isotop Radon, dan
Geokimia untuk Penentuan Distribusi Batuan Alterasi dan Struktur Permeabel
Gunung Way Ratai, Lampung”.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Citra Landsat-8 seri LC81230642015266LGN00 tahun 2015.
2. DEM ALOS PALSAR seri AP-07520-FBD-F7070-RT.
3. Data sekunder Isotop radon menggunakan alat Scintex Radon RAD7.
4. Data sekunder kandungan geokimia fluida.
5. Perangkat lunak:
a) ARGIS versi 10, untuk melakukan operasi data raster, vector serta
representasi data.
b) PCI Geomatic, untuk melakukan operasi data kurva lineament.
52
c) Global Mapper versi 15, untuk proses visualisasi, interpolasi, dan
pemotongan peta sesuai kebutuhan.
d) Surfer versi 12, untuk mengolah data Radon.
e) Rockwork, mengolah diagram Rose untuk melihat strike lineament dan
geologi struktur.
f) Ms Office, untuk mengolah data geokimia (Ms Excel).
C. Prosedur Penelitian
1. Pengolahan Citra Landsat-8
a. Data
Citra Landsat-8 diperoleh dengan mendownload citra di www.usgs.gov. Citra
yang diperoleh adalah path/row 123/64, akuisisi tanggal 23 September 2015
dengan identitas citra LC81230642015266LGN00. Level citra yang telah
didownload yaitu L1-T (Level one – Terrain Corrected), yang telah terbebas dari
kesalahan akibat sensor satelit dan bumi. Akan tetapi, hasil citra hanya
mengoreksi bentuk citra yang sama dengan bentuk permukaan bumi, sementara
posisi citra dipermukan bumi masih mengalami pergeseran, sehingga pada citra
Landsat-8 tetap dilakukan koreksi geometrik.
b. Koreksi Radiometrik
Koreksi Radiometrik merupakan langkah pertama yang harus dilakukan saat
mengolah data citra satelit dengan menggunakan Algoritma. Tujuan dari koreksi
radiometrik ini adalah untuk mengubah data pada citra yang (pada umumnya)
disimpan dalam bentuk digital number (DN) menjadi radian.
53
Nilai spektral radian diperoleh dari file metadata yang berada pada setiap data
citra satelit Landsat (Bakruddin, 2016).
Persamaan yang digunakan untuk mengubah DN ke radian (L) adalah dengan
cara melakukan konversi DN ke ToA (Top of Atmosphere) radian:
(16)
Dimana:
Lλ = ToA spektral radian (
).
ML =Band-spesifik multiplicative rescalling factor dari metadata
(RADIANCE_MULT_BAND_X, dimana x adalah nomor band).
AL = Band-spesifik additive rescalling factor dari metadata
(RADIANCE_ADD_BAND_X, dimana x adalah nomor band).
Qcal = Nilai piksel produk standar yang dikalibrasi dan dikalibrasi DN dari
metadata (QUANTIZE_CAL_BAND_X, dimana x adalah nomor band).
c. Koreksi Atmosferik
Koreksi atmosferik berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan
pengaruh atmosfer pada saat melakukan perekaman. Koreksi atmosferik terjadi
akibat uap air dan gas yang terkandung dalam atmosfir yang menyebabkan
naiknya intensitas citra bila ada penghamburan oleh atmosfir, menurunkan
intensitas citra terekam bila ada penyerapan dan tujuannya untuk mengidentifikasi
seberapa jauh setiap histogram berubah kecerahannya dan selanjutnya
mengurangkan nilai-nilai kecerahan pixel (Tambunan dalam Jasrah, 2015).
54
Koreksi atmosferik dilakukan dengan menggunakan metode penyesuaian
histogram, yaitu mengurangi nilai piksel pada saluran yang bersangkutan dengan
nilai biasnya. Nilai DN (Digital Number) seharusnya bernilai 0 untuk obyek yang
memberikan tanggapan yang lemah pada saat perekaman citra, sedangkan untuk
nilai Digital number lebih dari 0 dihitung sebagai nilai bias (Amran dalam Jasrah,
2015). Koreksi atmosferik menggunakan FLAASH (Fast Line-of-sight
Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes) pada software ENVI versi 5.3
d. Pemotongan Citra
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi daerah penelitian (region of
interest) dengan tujuan agar pengolahan data yang lebih fokus dan lebih rinci pada
daerah tersebut. Area merupakan pembuatan beberapa polygon tertutup dengan
menggunakan titik-titik tertentu untuk membedakan antara daerah yang satu
dengan daerah yang lainnya.
e. Penentuan band
Komposit band yang digunakan pada penelitian ini adalah RGB 567 dan rasio
band 4/2 untuk mendeteksi limonit, dan band 6/7 untuk mendeteksi iron oxide.
f. Training Area
Training area dilakukan untuk uji coba dengan verifikasi data geokimia
fluida yang berakibat pada hasil uji ketelitian. Jika nilai ketelitian kurang dari 85%
maka dilakukan pengulangan.
55
g. Uji Ketelitian
Uji Ketelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian antara hasil
klasifikasi dengan hasil sebenarnya yang dilihat di lapangan. Ketelitian hasil
interpretasi citra berdasarkan syarat dari USGS harus mempunyai nilai minimum
85 %. Cara mengetahui ketelitian seluruh hasil interpretasi (K), yaitu (Amran
dalam Jasrah, 2015):
(17)
h. Interpretasi
Hasil pengolahan Landsat-8 diinterpretasi bersama dengan data geokimia
fluida untuk menggambarkan alterasi daerah penelitian.
2. Pengolahan DEM ALOS PALSAR
Data DEM ALOS PALSAR merupakan data DEM yang akan didapatkan dari
USGS. Selanjutnya dilakukan pemotongan citra sama seperti pada data Landsat.
Kemudian data citra dilakukan hillshade untuk mendapatkan sudut dominan yang
terdapat pada lineament. Kemudian data di ekstrak menggunakan algoritma LINE
pada software PCI Geomatica. Data dianalisis berdasarkan densitasnya sehingga
didapatlah peta lineament Density.
Pada tahap pertama, algoritma canny edge detection diterapkan untuk
menghasilkan citra akumulasi tepi. Pada tahap kedua, citra akumulasi tepi
dilakukan thresholding (suatu proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi
citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk
55
obyek dan background dari citra secara jelas) untuk mendapatkan citra binary
edge.
56
Setiap piksel yang bernilai satu pada citra binary edge merupakan elemen
tepi. Nilai ambang diberikan oleh Parameter Gradien Threshold (GTHR). Pada
tahap ketiga, kurva di ekstraksi dari elemen citra binary edge.
Langkah ini terdiri dari beberapa sub-steps. Pertama, algoritma thinning
diterapkan pada citra binary edge untuk menghasilkan kurva piksel-wide skeleton.
Setiap kurva dengan jumlah piksel kurang dari nilai parameter Curve Length
Threshold (LTHR) dilewatkan dari proses berikutnya (Mukarromah, 2017). Kurva
hasil ekstraksi kemudian diubah menjadi bentuk vektor yang hasilnya merupakan
polyline yang merupakan pendekatan untuk piksel dari citra binary edge, dimana
kesalahan maksimum (jarak antara keduanya) ditentukan oleh parameter Line
Fitting Threshold (FTHR). Terakhir, diterapkan suatu algoritma untuk
menghubungkan pasangan polylines yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Dua segmen yang merupakan dua polylines saling berhadapan dan memiliki
orientasi yang sama (sudut antara dua segmen kurang dari parameter Angular
Difference Threshold atau ATHR).
2) Dua segmen yang dekat satu sama lain (jarak antara titik akhir kurang dari
parameter Linking Distance Threshold atau DTHR).
3. Pengolahan Isotop Radon
Data klasifikasi gas tanah tercantum pada Tabel 4. Nilai anomali Radon
menunjukkan tinggi zona permeabilitas dimana Radon dengan cepat bermigrasi ke
permukaan sebelum meluruh menjadi produk dan bisa dihitung dengan alat
detektor (Ioannedes dalam Haerudin, dkk, 2016). Keberadaan patahan ini
56
mendukung transportasi gas karena meningkatkan permeabilitas batuan dan
kecepatan fluida
57
panas bumi bermigrasi dari reservoir ke permukaan juga tergantung pada faktor
lain, termasuk tingkat ratakan dan porositas batuan. Tingkat retakan ini
merupakan faktor yang lebih dominan yang menjadi saluran fluida panas bumi.
Nilai puncak dari konsentrasi radon menunjukkan saluran daerah panas bumi
(Haerudin, dkk, 2013).
Tabel 4. Klasifikasi gas tanah (Ioannides, Swakon, Jönsson dalam Haerudin, dkk,
2016).
Klasifikasi Nilai
Minimum Hasi pengukuran radon terendah
dijadikan sebagai acuan.
Maximum Hasi pengukuran radon tertinggi
dijadikan sebagai anomali.
Standar deviasi (σ)
Rendah (C < σ)
Tinggi (σ < C < σ + r)
Anomali (σ + r < C < σ + 2r)
*) C = konsentrasi
Konsentrasi Radon dan Thoron dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu
rendah, tinggi, dan anomali berdasarkan pendekatan statistik dengan
menggunakan parameter geometrik dan standar deviasi (Klusman dalam
Haerudin, dkk, 2016). Geometris mean (г) dibaca pada persentil ke-50, dan
standar deviasi (σ) menggambarkan distribusi data. Nilai konsentrasi Radon yang
rendah dianggap sebagai patokan nilai, sedangkan nilai anomali Radon digunakan
untuk menggambarkan garis batas lineament. Peta kontur konsentrasi Radon,
Thoron, dan 'Radon untuk rasio Thoron', dibuat dengan menggunakan interpolasi
kriging (dalam Surfer) untuk menentukan lokasi anomali. Anomali ini biasanya
ditandai dengan puncaknya interpolasi. Puncak ini dihubungkan oleh garis untuk
mendapatkan tren patahan lokal. Konsentrasi Radon dan Rasio Radon terhadap
Thoron dibandingkan dan dianalisis.
58
Konsentrasi Radon dan Thoron adalah diukur dengan detektor Alpha RAD 7
dari Durridge. Haerudin dkk (2016) melakukan prosedur akuisisi data Radon dan
Thoron adalah sebagai berikut:
a) Probe dimasukkan ke dalam tanah minimal pada kedalaman 70 cm, untuk
menghindari pengaruh atmosfir seperti kelembaban, suhu, dan angin.
b) Gas tanah yang berada di bawah permukaan disedot ke detektor secara elektrik,
mengganti udara di sel deteksi.
c) Sebelum mencapai detektor, gas tanah disaring dan dilewatkan ke pengering
tabung sehingga uap air dan partikel lainnya tidak masuk.
d) Konsentrasi Radon diukur dengan penghitung Radon balik glukosa saat palung
gas tanah ruang scintillation-meter dan menghitungnya dalam 15 menit.
4. Analisis Data Geokimia Fluida
Pengolahan data hasil analisis kimia laboratorium yang berupa besaran
konsentrasi unsur senyawa dan pH pada sampel fluida daerah penelitian yaitu
dengan cara melakukan perhitungan kesetimbangan ion kation dan anion, plotting
zat terlarut untuk estimasi tipe reservoir menggunakan segitiga Cl-SO4-HCO3, dan
sistem aliran fluida pada panas bumi (zona upflow atau outflow) menggunakan
segitiga Cl-Li-B serta estimasi suhu menggunakan geotermometer silica Na-Ka
dan Na-K-Ca.
D. Diagram Alir
Prosedur penelitian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 12.
59
E. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian mengacu pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Jadwal penelitian
No. Kegiatan
Bulan
Januari
2018
Februari
2018
Maret
2018
Apr-Juli
2018
Agustus
2018
1 Studi Literatur
2 Pengumpulan Data
4 Penyusunan Proposal
5 Seminar Proposal
3 Pengolahan Data
6 Interpretasi Data
7 Seminar Hasil
8 Penyelesaian Skripsi
9 Sidang Akhir Skripsi
Gambar 12. Diagram alir penelitian
60
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Vegetasi daerah penelitian masuk dalam kategori rapat sehingga berpengaruh
pada penentuan band ratio 6/7 yang digunakan untuk mendeteksi mineral
lempung sehingga band ratio band ratio yang digunakan untuk mendeteksi
mineral lempung adalah band ratio 7/5 dan mineral iron oxide adalah band
ratio 4/2.
2. Mineral alterasi baik mineral iron oxide maupun lempung cukup tersebar
disekitar titik sampel geokimia. Mineral ini menggambarkan bahwa jenis
alterasi daerah penelitian adalah propilitik yang mempunyai temperature
100°C sampai 250°C.
3. Berdasarkan diagram Cl-HCO3-SO4 tipe reservoar daerah penelitian adalah
tipe air klorida. Berdasarkan diagram Cl-Li-B zona manifestasi adalah zona
upflow. Artinya daerah titik sampel dekat dengan aliran panas bumi.
4. Perhitungan suhu reservoar menggunakan geotermometer Na-K karena
geotermometer ini yang paling cocok dengan keadaan geologi daerah
penelitian yakni memiliki kandungan Ca yang tinggi. Suhu reservoar berkisar
196°C sampai dengan 218°C.
92
5. Dengan memperhatikan struktur geologi dan distribusi perbandingan
radon/thoron, zona permeabel diasumsikan berada pada titik sampel daerah
Bambu Kuning-Margodadi (F1). Zona permeabel F1 diinterpretasikan
sebagai patahan karena bersesuaian dengan sesar Menanga yang ada didaerah
penelitian yang berarah NW-SE.
6. Pengolahan DEM ALOS PALSAR menghasilkan lineament hasil ekstraksi
otomatis memberikan arah strike rata-rata berarah NW-SE dibuktikan dengan
diagram rose. Hasilnya menunjukkan bahwa geologi struktur daerah
penelitian berarah NW-SE dengan sudut 161,7°/341,66° dan lineament hasil
ekstraksi berarah NW-SE dengan sudut 155,1°/335,1° dengan selisih 7°.
7. Integrasi data Landsat-8 dan geokimia memberikan hasil yang saling
mendukung dan berkecocokan antara jenis mineral dengan suhu yang
diperkirakan.
8. Integrasi DEM ALOS PALSAR dan sebaran isotope radon memberikan hasil
yang saling mendukung dimana adanya perkiraan yang sama bahwa zona
permeabel berarah NW-SE yang melintasi titik sampel daerah Bambu
Kuning-Margodadi (F1).
B. Saran
Saran terhadap penelitian selanjutnya adalah diperlukannya penelitian dengan
masing-masing metode dengan cakupan luasan daerah yang lebih luas lagi. Agar
dapat memetakan zona potensi geothermal pada daerah Way Ratai, Pesawaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A., Akhir, J., dan Abdullah, I. 2010. Automatic Mapping of Lineaments
Using Shaded Relief Images Derived from Digital Elevation Model
(DEMs) in the Maran-Sungi Lembing Area. Bund. J Vol. 15. Malaysia.
Alhirmizy, Shaheen.2015. Automatic Mapping of Lineaments Using Shaded
Relief Images Derived from Digital Elevation Model (DEM) in Kirkuk
Norteast Iraq. International Journal of Science and Research (IJRS) ISSN
2319-7064.
Aribowo, Y. 2011. Prediksi Temperatur Reservoir Panas bumi dengan
Menggunakan Metoda Geotermometer Kimia Fluida. TEKNIK. Vol. 32,
No.3. Hal: 234-238.
Bakruddin, Utama, W., dan Warnana, D.D. 2016. Penggunaan Citra Ladsat-8
untuk Analisa Patahan pada Lapangan Panas Bumi Arjuno Welirang
Provinsi Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Prasarana Wilayah IX (ATPW) ISSN 2301-6752. Surabaya.
Boloki, M., dan Poormirzaee. 2009. Using ASTER Image Processing for
Hydrothermal Alteration and Key Alteration Minerals Mapping in
Siyahrud area, Iran. International Journal of Geology Vol 3.
Corbett, G. J., dan Leach, T.M. 1998. Southwest Pacific Rim Gold-Copper
Systems: Structures, Alteration, and Mineralization. SEG, Special
publication No 6, USA.
Darmawan, I.G.B., Setijadji, L.D., Wintolo, D. 2013. Interpretasi Geologi Gunung
Rajabasa berdasarkan Integrasi Citra Aster, DEM, dan Geologi
Permukaan. Prosiding Seminar Nasional Kebumian. Yogyakarta.
Ducart, Fernando, Diego., dan Silva, Moreira, Adalene. 2016. Mapping Iron
Oxide with Landsat-8/OLI and EO-1/Hyperion Imagery from the Serra
Norte Iron Deposits in The Carajás Mineral Province, Brazil. Brazillian
Journal of Geology, 46(3). Hal 331-349.
94
Frutuoso, C,D,M Rui. 2015. Mapping Hydrothermal Gold Mineralization using
Landsat 8 data. A Case of Study in Chaves Licence, Portugal. Medgold
Resouces Corp: Portugal.
Geomatica. 2015. PCI Geomatica user’s guide. Richmond Hill: Canada.
Haerudin, N., Wahyudi, dan Suryanto, W. 2013. Radon and Thoron Analysis of
Soil Gas Survey Case Study of Rajabasa Geothermal Field. AIP
Conference Proceedings.
Haerudin, N., Wahyudi, Risdianto, D., dan Suryanto, W. 2015. Application of
Radon Isotopes to Determine Permeable Zones in Rajabasa Geothermal
Field, Indonesia. Trans Tech Publication: Applied Mechanics and
Materials Vol 771 hal.165-169.
Haerudin, N., Karyanto, dan Kuntoro, Y. 2016. Radon and Thoron Mapping to
Delineate the Local-Fault in The Way Ratai Geothermal Field Lampung
Indonesia. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences Vol 11.
Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains. Erlangga: Jakarta.
Hartosuwarno, S. 2004. Panduan Kuliah dan Praktikum: Endapan Mineral.
Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.
Huda, Nurul, Diki. 2018. Analisis Kerapatan Vegetasi untuk Area Pemukiman
menggunakan Citra Satelit Landsat di Kota Tasikmalaya. Research Gate.
DOI: 10.13140/RG.2.2.29251.50723
IIGCE. 2016. Potensi Panas Bumi di Indonesia Mencapai 29.000 MW. dalam
http://www.iigce.com/potensi-panas-bumi-di-indonesia-mencapai-29-000-
mw/ diunduh pada 1 Maret 2018.
Jasrah, S.R. 2015. Aplikasi Citra Landsat-8 untuk Estimasi Potensi Produksi
Rumput Laut di Kabupaten Bantaeng. Skripsi Mahasiswa Universitas
Hasanuddun: Tidak dipublikasikan.
JAXA. 2008. ALOS Data Users Handbook. Earth Observation Research and
Application Center Japan Aerospace Exploration Agency.
Karingithi, C W.2009. Chemical Geothermometers for Geothermal Exploration.
UNU-GTP KenGen, Kenya.
Kuttler, K. 2012. Elementary Linear Algebra. Ventus Publishing ApS. ISBN 978-
87-403-0018-5.
Malimo, S.J. 2012. Use of Radon and Carbon Dioxide in Geochemical of
Menengai and Silali Geothermal Prospects Kenya. Proceedings of the 4th
Rift Geothermal Conference, Kenya.
95
Mukarromah, N. 2017. Identifikasi Zona Potensial Panas bumi dengan
Menggunakan Citra ALOS PALSAR. Skripsi Mahasiswa Universitas
Jember: Tidak dipublikasikan.
Nurohman, H., Bakti, H., Indarto, S., Yulianti, A., Abdulah, A.A., Permana, H.,
dan Gaffar, Z.E. 2016. Zona Permeabel di Kawah Gunung Papandayan
Berdasarkan Gas Radon dan Thoron. Riset Geologi dan Pertambangan
Vol. 26 No.2 hal 2-3.
Pour, A.B., dan Hashim, M. 2014. Hydrothermal Alteration Mapping using
Landsat-8 Data, Sar Chemesh Copper Mining District, SE Iran. Journal of
Taibah University for Science PII S1658-3655(14)00129-0.
Purwanto, A. 2015. Pemanfaatan Citra Landsat 8 untuk Identifikasi
NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) di
Kecamatan Silat Hilir Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Edukasi Vol 13 No
1.
Putra, I.D., Nasution, R.A.F., dan Harijoko, Agung. 2017. Aplikasi Landsat 8
OLI/TIRS dalam Mengidentifikasi Alterasi Hidrotermal Skala Regional:
Studi Kasus Daerah Rejang Lebong dan Sekitarnya, Provinsi Bengkulu.
Proceeding Seminar Nasional Kebumian.
Putra, H.E. 2011. Penginderaan Jauh dengan Er Mapper. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
PT. Optima Nusantara Energi., 2009. Laporan Akhir Evaluasi Terpadu Survei
Pendahuluan Panas bumi Daerah Way Ratai, Provinsi Lampung (tidak
dipublikasikan). Laporan Akhir. Bandar Lampung.
Richards, J.A. 2005. Remote Sensing Digital Image Analysis. Springer-Verlag:
Australia.
Saepuloh, A., Koike, Katsuaki., Heriawan, M.N., dan Kubo, T. 2016. Quantifying
Surface Roughness to Detech Geothermal Manifestations from
Polarimetric Synhetic Aperture Radar (PolSAR) Data. Proceedings
Fourtieth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering. Standford.
Sankar, C., dan S, Kumar, Senthamil. 2015. Classification and Specification of
Lineament using GIS and Remote Sensing Techniques for Western
Cauvery Delta, Tjanjavur and Thiruvarus Districts, Tamil Nadu, India.
Advances in Applied Science Research, Pelagia Research Library.
Silverman, B.W., 1986, Density Estimation for Statistics and Data Analysis, New
York: Chapman and Hall.
Simmons, S.F. 1998. Geochemistry Lecture Notes. New Zealand: Geothermal
Institute, University of Auckland.
96
Soonawala, N.M., dan Telford W.M. 1980. Movement of Radon in Overburden.
Geophysic Vol 45 No 8 Hal: 1297-1315.
Sudiana, D., dan Diasmara, E. 2008. Analisis Indeks Vegetasi menggunakan Data
Satelit NOAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Seminar on
Intelligent Technology and Its Application ISBN 978-979-8897-24-5.
Suharno, Amukti, R., Hidayatika, A., dan Putri, M. 2015. Geothermal Prospect of
Padang Cermin Pesawaran Lampung Province Indonesia. Proceedings:
World Geothermal Congres, Australia.
USGS. 2016. Data User Handbook. http://usgs.gov di unduh pada 9 Februari
2017.
Williams, R.S., 1983, Geological applications, VA: American Society of
Photogrammetry.